APENDISITIS PADA ANAK

download APENDISITIS PADA ANAK

of 18

Transcript of APENDISITIS PADA ANAK

REFRAT BEDAH ANAK

APENDISITIS PADA ANAK

OLEH : Allivia Firdahana G0006176

PEMBIMBING :

dr. Suwardi, SpB. SpBA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012

TINJAUAN PUSTAKAAPENDISITIS PADA ANAK

I. Anatomi Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) yang membentuk produk immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1 Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.1 Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.

Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.2 Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.3 Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1 Jenis posisi1: Promontorik Retrocolic retroperitoneal. Antecaecal Paracaecal Pelvic descenden Retrocaecal ke belakang caecum. Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1 Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika : appendiks berada di depan caecum. : appendiks terletak horizontal di belakang caecum. : appendiks menggantung ke arah pelvis minor : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium sacri : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya

arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1

II.

Fisiologi Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.4 Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.4 Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.4

III. Etiologi Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya5 : 1. Faktor sumbatan (obstruksi) Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringanlymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.5 2. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob 37,30C Jumlah leukosit > 10x103/L Jumlah neutrofil > 75% ________________________________________________ Total skor: Keterangan Alavarado score :9

Skor 1 1 1 2 1 1 2 1

10

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram: 14 56 79 14 56 dipertimbangkan appendicitis akut possible appendicitis tidak perlu operasi appendicitis akut perlu pembedahan :

Penanganan berdasarkan skor Alvarado : observasi : antibiotik

7 10 : operasi dini

VIII.

Diagnosis Banding 1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.7

2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-muntah.7 3. Ileitis akut Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.7 4. DHF Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.7 5. Peradangan pelvis Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.7 6. Kehamilan ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.7 7. Diverticulitis Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadangkadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.7 8. Batu ureter atau batu ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.7

IX. Tata Laksana Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.7 Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.7 Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.7 Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,

bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.6 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.7 Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.6 Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.6 Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :7 1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi. 2. Diet lunak bubur saring 3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.7 Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.7

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.7 Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

LED Jumlah leukosit Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila : 1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen 2. Pemeriksaan fisik :o

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal

dan aksiler)o o

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil

dibanding semula.o

Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : 1. Bila LED telah menurun kurang dari 40 2. Tidak didapatkan leukositosis 3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak

mengecil lagi. Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksao o o

Apakah penderita sudah bed rest total Pemakaian antibiotik penderita Kemungkinan adanya sebab lain.

d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.

e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase. Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.7 Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : 1. 2. 3. 4. 5. Cutis Sub cutis Fascia Scarfa Fascia Camfer Aponeurosis MOE 6. 7. 8. 9. 10. MOI M. Transversus Fascia transversalis Pre Peritoneum Peritoneum

Garis insisi pada appendektomi10: 1. Insisi Gridiron Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus. 2. Lanz transverse incision Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikulamidinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi gridiron. 3. Insisi paramedian kanan bawah Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis. 4. Insisi Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum. 5. Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal) Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

X.

Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.6 Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :6

nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh Suhu tubuh naik tinggi sekali. Nadi semakin cepat. Defance Muskular yang menyeluruh Bising usus berkurang Perut distended Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :6

1. Pelvic Abscess 2. Subphrenic absess 3. Intra peritoneal abses lokal.(4) Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.7

XI. Prognosis Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Van De Graaff. Human Anatomy 6th Ed.New York: Mc Graw Hill. 2001. 2. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology 3rd Ed. Massachusets: Saunders. 2002. 3. Sadler TW. Langmans Medical Embriology 9th Ed. New York: Mc Graw Hill. 2002. 4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia: Saunders. 2006. 5. Bashin SK et al.Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science.2007. 6. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004. 7. Craig S. Appendicitis di http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview 8. Humes DJ, Simpson J. Acute Appendicitis. BMJ. 2007 9. Khan I. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute Appendicitis. J Ayub Medical Collection. 2005. 10. Noor, UA., Putra, DA., Oktaviati, Syaiful, RA., Amaliah, R. 2011, Penatalaksanaan Appendisitis, Jakarta: Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM. http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html.