Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan WudhU

5
Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu? Permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dibingungkan oleh sebagian orang. Dan kebanyakan kaum muslimin menganggap bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu. Inilah yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri ini karena kebanyakan mereka menganut madzhab Syafi’i yang berpendapat seperti ini. Lalu manakah yang tepat? Tentu saja kita mesti mengembalikan hal ini pada pemahaman yang benar terhadap Al Qur’an dan As Sunnah.[1] Silang Pendapat Perlu diketahui, dalam masalah apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu ataukah tidak, para ulama ada tiga macam pendapat. Pendapat pertama: menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ibnu Hazm, juga pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar. Pendapat kedua: menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah. Pendapat ini dipilih oleh madzhab Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, Ibnu ‘Abbas, Thowus, Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pendapat ketiga: menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat. Pendapat ini adalah pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang masyhur. Untuk melihat manakah pendapat yang lebih kuat, mari kita lihat beberapa yang digunakan untuk masing-masing pendapat. Batalnya Wudhu Karena Menyentuh Wanita Melalui Dalil Al Qur’an? Sebagian ulama yang menyatakan batal wudhu karena menyentuh wanita, berdalil dengan firman Allah Ta’ala, ْ مُ تْ نُ كْ ن َ و وُ رَ هَ ط اَ ا فً بُ نُ جْ مُ تْ نُ كْ ن َ و نْ يَ بْ عَ كْ ل ىَ ل ْ مُ كَ لُ جْ رَ ) َ وْ مُ ك س وُ ءُ ر ب وُ حَ سْ م َ و ق ف َ رَ مْ ل ىَ ل ْ مُ كَ 7 ي دْ يَ ) َ وْ مُ كَ ه وُ جُ و وُ ل سْ غ اَ ف اةَ لَ ص ل ىَ ل ْ مُ تْ مُ قَ ذ وُ نَ مَ J َ ن7 ي دَ ل اَ هُ 7 يَ ) اَ 7 يْ وَ ) ط) اَ غْ ل َ ن مْ مُ كْ ب مٌ دَ جَ ) َ اءَ جْ وَ ) ٍ رَ فَ س ىَ لَ عْ وَ ) ىَ ضْ رَ مَ اءَ س لن ُ مُ تْ سَ م اَ ل اً ب نَ ط ً د7 ب عَ ص وُ مَ مَ 7 يَ نَ h فً اءَ م وُ د جَ تْ مَ لَ فHai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan , lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...” (QS. Al Ma-idah: 6) Mereka menafsirkan kalimat “lamastumun nisaa’” dengan menyentuh perempuan. Landasannya adalah perkataan Ibnu Mas’ud , . اعَ م ج ل َ نْ وُ ا ذَ ، مُ سْ مَ ل ل Al lams (lamastum) bermakna selain jima’”.[2] Perkataan yang serupa juga dikatakan oleh Ibnu ‘Umar.[3] Jadi, menurut keduanya lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan badan seperti menyentuh.

description

fiqih

Transcript of Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan WudhU

Page 1: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan WudhU

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu?

Permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dibingungkan oleh sebagian orang. Dan kebanyakan

kaum muslimin menganggap bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu. Inilah yang dianut oleh

mayoritas kaum muslimin di negeri ini karena kebanyakan mereka menganut madzhab Syafi’i yang

berpendapat seperti ini. Lalu manakah yang tepat? Tentu saja kita mesti mengembalikan hal ini pada

pemahaman yang benar terhadap Al Qur’an dan As Sunnah.[1]

Silang Pendapat

Perlu diketahui, dalam masalah apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu ataukah tidak, para ulama

ada tiga macam pendapat.

Pendapat pertama: menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Imam

Asy Syafi’i, Ibnu Hazm, juga pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.

Pendapat kedua: menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah. Pendapat ini dipilih oleh

madzhab Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, Ibnu ‘Abbas, Thowus, Al Hasan Al Bashri,

‘Atho’, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Pendapat ketiga: menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat. Pendapat ini adalah

pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang  masyhur.

Untuk melihat manakah pendapat yang lebih kuat, mari kita lihat beberapa yang digunakan untuk masing-

masing pendapat.

Batalnya Wudhu Karena Menyentuh Wanita Melalui Dalil Al Qur’an?

Sebagian ulama yang menyatakan batal wudhu karena menyentuh wanita, berdalil dengan firman

Allah Ta’ala,

�ن� �ي �ع�ب �ك ال �ى �ل إ �م� �ك ل ج� ر�� و�أ �م� ك ء�وس� �ر� ب ح�وا و�ام�س� اف�ق� �م�ر� ال �ى �ل إ �م� �ك �د�ي ي

� و�أ �م� و�ج�وه�ك �وا ل ف�اغ�س� ة� الص&ال� �ل�ى إ �م� ق�م�ت �ذ�ا إ �وا م�ن� آ &ذ�ين� ال /ه�ا ي

� أ �ا ي

و� � أ �ط� �غ�ائ ال م�ن� �م� �ك م�ن ح�د3

� أ ج�اء� و�� أ ف�ر5 س� ع�ل�ى و�

� أ ض�ى م�ر� �م� �ت �ن ك �ن� و�إ وا ف�اط&ه&ر� >ا �ب ن ج� �م� �ت �ن ك �ن� اء�  و�إ =س� الن �م� ت م�س� م�اء>   ال� �ج�د�وا ت �م� ف�ل

>ا =ب ط�ي ص�ع�يد>ا �م&م�وا �ي ف�ت

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan

tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata

kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari

tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka

bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...” (QS. Al Ma-idah: 6) Mereka menafsirkan kalimat

“lamastumun nisaa’” dengan menyentuh perempuan. Landasannya adalah perkataan Ibnu Mas’ud ,

. الج�م�اع� د�و�ن� م�ا &م�س�، الل

“Al lams (lamastum) bermakna selain jima’”.[2] Perkataan yang serupa juga dikatakan oleh Ibnu ‘Umar.

[3] Jadi, menurut keduanya lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan badan seperti menyentuh.

Akan tetapi, tafsiran dua ulama sahabat ini bertentangan dengan perkataan sahabat -yang lebih pakar

dalam masalah tafsir- yaitu Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-. Beliau mengatakan,

” ” ” ” ” شاء” بما شاء ما يكني الله ولكن الجماع، ، المباشرة و ، اللمس و المس إن

“Namanya al mass, al lams dan al mubasyaroih bermakna jima’ (berhubungan badan). Akan tetapi Allah

menyebutkan sesuai dengan yang ia suka.”

Dalam perkataan lainnya disebutkan,

Page 2: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan WudhU

. : ” الجماع هو قال ، النساء المستم أو

“Makna ayat: lamastumun nisaa’ adalah jima’ (berhubungan badan).”[4]

Manakah dua tafsiran di atas yang lebih tepat?

Ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini:

Pertama: Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari bahwa makna “lamastmun nisaa‘”

dalam ayat tersebut adalah jima’ (berhubungan badan) dan bukan dimaknakan dengan makna lain dari

kata al lams. Alasannya, terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa  beliau

pernah mencium sebagian istrinya, lalu beliau shalat dan tidak berwudhu lagi.

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian

istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang perowi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah, “Bukankah

yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa.[5] Juga terdapat riwayat Ibrahim At Taimiy, dari

‘Aisyah. Riwayat ini dishahihkan oleh Al Albani.[6]

Kedua: Tafsiran Ibnu ‘Abbas lebih didahulukan dari tafsiran Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar karena beliau lebih

pakar dalam hal ini.[7]

Ketiga: Kita pun bisa melihat pada konteks ayat surat Al Maidah ayat 6,

�وا ل ف�اغ�س� ة� الص&ال� �ل�ى إ �م� ق�م�ت �ذ�ا إ �وا م�ن� آ &ذ�ين� ال /ه�ا ي

� أ �ا ي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah”: Dalam ayat ini

disebutkan mengenai thoharoh (bersuci) dengan air dari hadats kecil.

وا ف�اط&ه&ر� >ا �ب ن ج� �م� �ت �ن ك �ن� و�إ

“dan jika kamu junub maka mandilah”: Sedangkan ayat ini untuk bersuci dari hadats besar.

Lalu setelah itu, Allah menyebut:

�م&م�وا �ي ف�ت م�اء> �ج�د�وا ت �م� ف�ل اء� =س� الن �م� ت م�س� ال� و�� أ �ط� �غ�ائ ال م�ن� �م� �ك م�ن ح�د3

� أ ج�اء� و�� أ ف�ر5 س� ع�ل�ى و�

� أ م�ر�ض�ى �م� �ت �ن ك �ن� و�إ

“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau lamastumun

nisaa’, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah.”

Dalam firman Allah: “maka bertayamumlah”. Ini menunjukkan bahwa tayamum adalah pengganti untuk dua

thoharoh sekaligus jika tidak memungkinkan menggunakan air.

�ط� �غ�ائ ال م�ن� �م� �ك م�ن ح�د3� أ ج�اء� و�

� أ

“atau kembali dari tempat buang air (kakus)”: ini adalah untuk hadats kecil. Jadi tayamum bisa sebagai

pengganti wudhu.

اء� =س� الن �م� ت م�س� ال� و�� أ

“ atau lamastumun nisaa’”: ini adalah untuk hadats besar. Jadi tayamum bisa mengganti mandi junub.

Sehingga dari sini, lamastumun nisaa’ termasuk hadats besar. Jadi maknanya bukan hanya sekedar

mencium atau menyentuh.

Catatan: Memang kata al lams bisa bermakna menyentuh (meraba) dengan tangan sebagaimana

disebutkan dalam ayat berikut,

�د�يه�م� ي� �أ ب وه� �م�س� ف�ل ط�اس5 ق�ر� ف�ي >ا �اب �ت ك �ك� �ي ع�ل �ا �ن ل �ز& ن �و� و�ل

“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan

tangan mereka sendiri” (QS. Al An’am: 7)

Page 3: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan WudhU

Begitu pula dapat dilihat dalam hadits,

&م�س� الل �اه�ا ز�ن �د� �ي و�ال

“Zinanya tangan adalah dengan meraba.”[8]

Namun sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari, makna “lamastmun nisaa‘” dalam ayat tersebut

adalah jima’ (berhubungan badan) dan bukan dimaknakan dengan makna lain dari kata al lams.

Dalil Lain Bahwa Menyentuh Wanita Tidak Membatalkan Wudhu

Pertama: Hadits ‘Aisyah, ia berkata,

- د� - ج� �م�س� ال ف�ى و�ه�و� �ه� ق�د�م�ي �ط�ن� ب ع�ل�ى �د�ى ي ف�و�ق�ع�ت� �ه� ت �م�س� �ت ف�ال اش� �ف�ر� ال م�ن� �ة> �ل �ي ل وسلم عليه الله صلى &ه� الل س�ول� ر� ف�ق�د�ت�

“Suatu malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ternyata pergi dari tempat

tidurnya dan ketika itu aku menyentuhnya. Lalu aku menyingkirkan tanganku dari telapak kakinya (bagian

dalam), sedangkan ketika itu beliau sedang (shalat) di masjid …”[9]

Kedua: Hadits ‘Aisyah, ia berkata,

ق�ام� – – �ذ�ا ف�إ ، �ى& ر�ج�ل �ض�ت� ف�ق�ب ، �ى ن غ�م�ز� ج�د� س� �ذ�ا ف�إ ، �ه� �ت �ل ق�ب ف�ى �ى� و�ر�ج�ال وسلم عليه الله صلى &ه� الل س�ول� ر� �د�ى� ي �ن� �ي ب �ام� ن� أ �ت� �ن ك

�يح� . م�ص�اب ف�يه�ا �س� �ي ل �ذ5 �و�م�ئ ي �وت� �ي �ب و�ال �ت� ق�ال �ه�م�ا ط�ت �س� ب

“Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku di arah kiblat beliau.

Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang kaki tadi. Jika bediri, beliau membentangkan

kakiku lagi.” ‘Aisyah mengatakan, “Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan.”[10]

Ketiga: Sudah diketahui bahwa para sahabat pasti selalu menyentuh isti-istrinya. Namun tidak diketahui

kalau ada satu perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berwudhu dan tidak ada satu riwayat

yang menyebutkan bahwa ketika itu para sahabat berwudhu. Padahal seperti ini sudah sering terjadi ketika

itu. Bahkan yang diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya dann tanpa

berwudhu lagi. Walaupun memang hadits ini diperselisihkan oleh para ulama mengenai keshahihannya.

Namun tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau berwudhu karena sebab bersentuhan dengan

wanita. [11] -Inilah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang kami sarikan-

Sedangkan perkataan ulama yang menyatakan bahwa menyentuh wanita dengan syahwat saja yang

membatalkan wudhu, maka ini adalah pendapat yang tidak berdalil. Namun jika sekedar menganjurkan

untuk berwudhu sebagaimana orang yang marah dianjurkan untuk berwudhu, maka ini baik. Akan tetapi, hal

ini bukanlah wajib.Wallahu Ta’ala a’lam.

Perhatian: Hukum Menyentuh Wanita Yang Bukan Mahrom

Jika sudah jelas penjelasan menyentuh wanita di atas berkaitan dengan masalah wudhu. Lalu bagaimana

dengan hukum menyentuh wanita yang bukan mahrom, berdosa ataukah tidak? Ada hadits yang bisa kita

perhatikan, yaitu dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

�اه� ز�ن ان� و�الل=س� �م�اع� ت �س� اال �اه�م�ا ز�ن �ان� ذ�ن� و�األ &ظ�ر� الن �اه�م�ا ز�ن �ان� �ن �ع�ي ف�ال �ة� م�ح�ال � ال �ك� ذ�ل م�د�ر�ك3 �ى ن الز= م�ن� �ه� �ص�يب ن آد�م� �ن� اب ع�ل�ى �ب� �ت ك

�ه� �ذ=ب �ك و�ي ج� �ف�ر� ال �ك� ذ�ل �ص�د=ق� و�ي &ى �م�ن �ت و�ي �ه�و�ى ي �ق�ل�ب� و�ال �خ�ط�ا ال �اه�ا ز�ن ج�ل� و�الر= �ط�ش� �ب ال �اه�ا ز�ن �د� �ي و�ال �م� �ال �ك ال

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak.

Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan

berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati

adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau

mengingkari yang demikian.”[12] Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom

dan di sini disebut dengan zina sehingga ini menunjukkan haramnya. Karena ada kaedah: “Apabila sesuatu

dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah

haram.”[13].Semoga kita bisa memperhatikan hal ini.

Page 4: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan WudhU

Kesimpulan: Menyentuh wanita tidak membatalkan menurut pendapat yang lebih kuat. Namun jika

menyentuh wanita bukan mahrom, ada konsekuensi berdosa berdasarkan penjelasan terakhir di

atas. Wallahu a’lam.

Semoga yang singkat ini bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

[1] Pemabahasan ini kami olah dari Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/138-140, Al Maktabah At

Taufiqiyah dengan beberapa tambahan seperlunya.

[2] Lihat Tafsir Ath Thobari (Jaami’ Al Bayan fii Ta’wilil Qur’an), Ibnu Jarir Ath Thobari, 8/393, Muassasah Ar

Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H. Syaikh Ahmad Syakir dalam ‘Umdatut Tafsir (1/514) mengatakan

bahwa sanad riwayat inii yang paling shahih.

[3] Idem.

[4] Lihat Tafsir Ath Thobari (8/389). Sanad riwayat ini shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abu Malik

dalamShahih Fiqh Sunnah, 1/139.

[5] Diriwayatkan oleh Ath Thobari (8/396). Beliau menshahihkan hadits-hadits semacam ini.

[6] HR. An Nasa-i no. 170. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Misykah Al

Mashobih 323 [24].

[7] Alasan yang dikemukakan oleh Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/139.

[8] HR. Ahmad 2/349. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[9] HR. Muslim no. 486.

[10] HR. Bukhari no. 382 dan Muslim no. 512.

[11] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 35/358.

[12] HR. Muslim no. 6925.

[13] Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i