“TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan...

85
“TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” (Studi Pada Keluarga Kyai Pondok Buntet Pesantren) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: DEDI MUHADI NIM: 1111044200012 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( AHWAL SYAKHSIYYAH ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H / 2015 M

Transcript of “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan...

Page 1: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

“TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN”

(Studi Pada Keluarga Kyai Pondok Buntet Pesantren)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

DEDI MUHADI

NIM: 1111044200012

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( AHWAL SYAKHSIYYAH )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

1437 H / 2015 M

Page 2: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,
Page 3: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,
Page 4: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,
Page 5: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

ABSTRAK

DEDI MUHADI. NIM: 1111044200012. TRADISI PERJODOHAN

DALAM KOMUNITAS PESANTREN (Studi Pada Keluarga Kyai Pondok Buntet

Pesantren). Program Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Administrasi Keperdataan

Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1436 H/2015 M. x +70 halaman dan lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tadisi perjodohan yang dilakukan oleh

keluarga Pondok Buntet Pesantrendan faktor apa saja yang menjadi alasan para

keluarga kyai Pondok Buntet Pesantren menjodohkan anak-anaknya.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan menggunakan jenis penelitian

kualitatif. dengan metode Riset Kepustakaan (library reseach) dan riset lapangan

(field riseach).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebiasaan menjodohkan anak-anaknya

di kalangan keluarga kyai pondok Buntet Pesantren sudah menjadi tradisi yang turun

temurun hingga saat ini, perjodohan adalah pernikahan yang semi pemaksaan, yang

mana menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2)

menyatakan bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan calon mempelai.

Perjodohan menjadi momok di masyarakat, bahwa pernikahan melalui perjodohan

tidak akan harmonis dan langgeng karena terdapat unsur pemaksaan. Tetapi

perjodohan di keluarga pesantren khususnya di keluarga Buntet Pesantren

menggunakan konsep perkawinan endogami dengan cara ditawarkan tanpa ada

pemaksaan, selain itu walaupun keluarga kyai melangsungkan pernikahan melalui

perjodohan, mereka tetap harmonis dan menciptakan keluarga yang sakinah,

mawaddah warahmah.

Kata Kunci : Perkawinan, perjodohan, pesantren,kyai.

Pembimbing : Drs. H. Hamid Farhi, MA

Page 6: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

DaftarPustaka : Tahun 1958 s.d 2015

KATA PENGANTAR

بسم اللھ الرحمن الرحیم

Dengan mengucapkan paja dan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah

memberikan taufiq dan hidayah selalu merahmati seluruh hamba-Nya dengan kasih

sayang. Shalawat beriringan salam saya haturkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad

SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta kaum muslimin yang selalu mengikuti

jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena

mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan

rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak/Ibu,

terutama:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syaarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga, dan Arip

Puqon, M.A selaku Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga yang telah

memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

3. Drs. H. Hamid Farihi, M.A. Dosen pembimbing skripsi yang telah sabar

membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

4. Dr. Ahmad Tholabi Karlie, M.A. Dosen pembimbing akademik dan seluruh

dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.tidak

lupa juga kepada staf perpustakaan dan karyawan.

5. Kedua orang tua Apa H. Hafiz dan Umi Hj. Sri Mulyati,yang selalu

memberikan doa, pengorbanan dan dorongan motivasi terbeser dalam

penulisan skripsi ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama

rabbayani sogiro”. Aa, teteh, dan adik serta saudara-saudaraku yang selalu

memeberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Para Kyai dan Keluarga Besar Buntet Pesantren Cirebon, terutama keluarga

besar KH Arsyad dan KH Anis Manshur, Kang M. Lutfi Yusuf, KH Ade

Nasihul Umam, KH Salman Al Farisi yang telah bersedia membimbing dan

membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh sahabat Administrasi Keperdataan Islam Hukum Keluraga angkatan

2011, yang telah memberikan semangat dan membenatu dalam penulisan

skripsi ini.

8. Kelurga Besar Forum Silaturahim Buntet Pesantren Cirebon (FORSILA BPC)

Jakarta Raya, yang telah berbagi ilmu dan pengalaman yang tidak ternilai, dan

selalu memeberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

9. Kelurga Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat

Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah menjadikan penulis mahasiswa yang

Page 8: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

aktivis dan akademis, dan telah bebabagi ilmu yang tak ternilai, hingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10. Keluarga Besar Komunitas Fotografi Ponsel (KOFIPON) dan Rumpak Sinang

Bicycle Community (Rumbicy) yang selalu mendukung penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Untuk sahabat, orang yang selalu memberikan dukungan Anisa Tiasari,

Yayah Sa’diyah, Vivin Zuhrotunnisa, Syifa Dzihni Hafidzah dan sahabatku

yang lainnya yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah

memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai

rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Ciputat, 15 Oktober 2015

Penulis

Page 9: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii ABSTRAK .............................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Batasan dan Perumusan Masalah .......................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 8 D. Metode Penelitian ................................................................................ 9 E. Kerangka Teori .................................................................................... 11 F. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJODOHAN A. Perkawinan .......................................................................................... 16 B. Jenis-jenis Wali dan Peran Wali dalam Perkawinan .............................. 25 C. Peran Wali dan Persetujuan Mempelai Perempuan dalam Hukum

Islam Indonesia .................................................................................... 34

BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN A. Pondok Pesantren ................................................................................. 36 B. Kyai ..................................................................................................... 40 C. Sejarah dan Tradisi ............................................................................... 44 D. Kondisi Obyektif Pondok Buntet Pesantren Cirebon ............................ 46

BAB IV TRADISI PERJODOHAN DAN PERSEPSI SOSIAL KEAGAMAAN A. Pandangan Kyai Buntet Pesantren Tentang Perjodohan ........................ 52 B. Perjodohan Menurut Hukum Islam ....................................................... 55 C. Analisis Penulis .................................................................................... 58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 63 B. Saran .................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65 LAMPIRAN ............................................................................................................. 69

Page 10: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu ketentuan dari ketentuan-ketantuan

Allah di dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat

umum, menyeluruh, berlaku tanpa kecuali baik bagi manusia, hewan, dan

tumbuh-tumbuhan.1 Akan tetapi Allah tidak menjadikan manusia seperti

makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti naluri dan hawa nafsunya,

serta berhubungan antara jantan dan betina tanpa adanya aturan. Untuk

menjaga kehormatan dan martabat manusia, Allah SWT menciptakan

hukum sesuai dengan martabat tersebut, dan Islam menjadikan pernikahan

untuk memformat kasih sayang di antara mereka dalam membangun

rumah tangga yang baik dan sah menurut agama.

Salah satu dasar terpenting membangun rumah tangga adalah cinta.

Cinta merupakan keadaan ketertarikan kepada seseorang kepada seorang

lainnya, yang bersamanya ia merasakan kesatuan emosianal dan spiritual.

Inilah adanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang saling

mencintai berubah menjadi keadaan jasadi setelah sebelumnya berupa

keadaan rasional dan spiritual.2

1 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya : Bina Ilmu. 1995), hlm. 41

2 Sayyid Muhammad Husain Fadlullah, Dunia Wanita dalam Islam, alih bahasa. Muhammad Abdul Qodir Al-Kaf, (Jakarta: Lemtara Basritama. 2000), hlm. 143

Page 11: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

2

Dari perkawinan akan timbul hubungan suami isteri dan kemudian

hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Timbul pula hubungan

kekeluargaan sedarah dan semenda. Oleh karena itu perkawinan

mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik dalam hubungan

kekeluargaan pada khususnya, maupun dalam kehidupan bermasyarakat

dan bernegara pada umumnya, karena perkawinan merupakan titik awal

pembentukan keluarga, dan keluarga merupakan suatu unit terkecil dari

suatu bangsa.3

Perkawinan menurut syara’ adalah akad yang menimbulkan

kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam tuntutan naluri

kemanusian dalam kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara

timbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al-

Ahwal al-Syakhsiyah fi al-Tasyri’ al-Islamiy).4 Sedangkan perkawinan

menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pada

pasal 1 dijelaskan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”.5 Dan dalam Kompilasi Hukum Islam Tentang Dasar-

Dasar Perkawinan pada pasal 2 dijelaskan bahwa: “Perkawinan menurut

3 Mona Eliza, Pelanggaran Terhadapa UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya, (Tangerang

Selatan: Adelina Bersaudara. 2009), hlm. 2

4 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. (Jakarta: Prenada Media. 2009), hlm. 39

5Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 1.

Page 12: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

3

hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.

Apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah sepakat

satu sama lain untuk melakukan suatu perkawinan, berarti mereka telah

berjanji akan taat kepada peraturan hukum yang berlaku. Dan untuk

menghentikan suatu perkawinan, mereka tidak secara leluasa dapat

menghentikannya sendiri, melainkan terikat juga pada aturan hukum yang

berlaku.

Perkawinan dilakukan atas prinsip:

1. Kerelaan (al-taraadhi), bahwa melangsungkan sebuah perkawinan

tidak boleh ada unsur paksaan, baik secara fisik maupun psikis dari

pihak calon suami dan calon istri.

2. Kesetaraan (al-musaawah), bahwa sebuah perkawinan tidak boleh

muncul diskriminasi dan subordinasi di antara pihak karena merasa

dirinya memiliki suporioritas yang lebih kuat dalam mengambil sebuah

kebijakan, yang akibatnya merugikan pihak lain. Melainkan

perkawinan adalah sebuah hubungan kemitrasejajaran antara suami,

istri, dan anak-anak yang dilahirkan.

3. Keadilan (al-adaalah), bahwa menjalin sebuah kehidupan rumah

tangga diperlukan adanya kesepahaman bahwa antara suami dan istri

sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan setara.

Page 13: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

4

4. Kemaslahatan (al-maslahat), bahwa dalam menjalankan sebuah

perkawinan yang dituntut adalah bagaimana mewujudkan sebuah

keluarga sakinah, mawaddah warahmah, yang dapat membawa

implikasi positif di lingkungan masyarakat yang lebih luas.

5. Pluralisme (al-ta’addudiyyah), bahwa perkawinan dapat

dilangsungkan tanpa adanya perbedaan status sosial, budaya dan

agama, selama hal itu dapat mewujudkan sebuah keluarga yang

bahagia, sejahtera, dan aman baik lahir maupun batin.

6. Demokratis (al-diimuqrathiyyah), bahwa sebuah perkawinan dapat

berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya, apabila pihak-

pihak memahami dengan baik hak dan kewajibannya dalam keluarga.6

Melihat beberapa prinsip perkawinan di atas, penulis tidak sepakat

dengan prinsip ke lima, yaitu prinsip pluralisme, karena dalam perkawinan

sekufu’ (setara) menjadi alasan terpenting.

Di tengah-tengah masyarakat, sikap berhati-hati dalam

mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait dengan pelaksanaan

pernikahan adalah wajar, karena pernikahan diharapakan akan berjalan

dengan baik dan langgeng seumur hidup. Pertimbangan yang dilakukan

oleh masyarakat Indonesia meliputi tiga kriteri dan dikenal dengan nama

bobot bibit bebet.

6 Muhammad Zain dan Mukhtar Al ashodiq, Membangun Keluarga Humanis (Jakarta:

Grahacipta, 2005), hlm.25-26

Page 14: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

5

Bahkan, dalam komunitas Islam tradisional pesantren (Jawa) pada

umumnya, untuk menentukan pilihan siapa calon suami atau istri bagi

anaknya mendapat perhatian yang matang dari keluarga. Hal ini bukan

hanya menyangkut idealisme dalam memilih pasangan hidup semata,

melainkan juga menyangkut rasa tanggung jawab7 terhadap keluarga,

karena calon menantu adalah calon anggota baru.

Untuk itu, dalam menentukan jodoh biasanya orang tua sangat

berperan penting dan anaknya akan mengikuti pilihan orang tuanya,

bahkan pada pondok pesantren salaf (khususnya), penjodohan di kalangan

keluarga kyai atau santri seolah telah menjadi tradisi di kalangan mereka

hingga saat ini. Namun secara sosiologis, kelompok kyai tidak dapat

terbuka secara lugas dalam masalah ini karena kuatnya prinsip mereka

terhadap prinsip perkawinan endogamous.8

Walaupun sebagian keluarga kyai atau santri sudah mulai

meninggalkannya, namun jika ditelusuri ke lapangan kenyataannya kita

akan menemukan kesulitan untuk mengetahuinya secara terang-terangan,

dikarenakan ketertutupan dari pihak keluarga, hal tersebut masih ada.

Fenomena proses pemilihan jodoh ini sangat dipengaruhi oleh berbagai

kepentingan, salah satunya kepentingan orang tua dan keluarga, karena

7 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren (Jakarta: Dharma Bakti, 1958), hlm, 14-

15

8Endogamous (endogami) adalah perkawinan campuran dalam lingkungan kekerabatan sendiri. lihat Kamus ilmiah popular lengkap.

Page 15: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

6

mereka beranggapan bahwa penentuan jodoh adalah hak meraka, sehingga

mengenyampingkan kepentingan si anak.

Hal ini seperti yang terjadi pada masyakat pesantren di lingkungan

Pondok Buntet Pesantren, di Desa Mertapada Kulon Kecamatan

Astanajapura Kabupaten Cirebon. Pesantren ini adalah pondokan salaf,

yang mana santrinya lebih dikhususkan mengkaji kitab kuning. Buntet

Pesantren adalah sebuah nama desa dan di dalamnya terdapat puluhan

pondok pesantren atau masyarakat setempat biasanya menggunakan istilah

asrama, Buntet Pesantren memiliki kurang lebih 40 asrama dan kyai,

semuanya dalam satu keluarga dari keturunan sang pendiri yaitu Kiai

Muqoyyim. Santri keseluruhan di Buntet Pesantren mencapai 1.000 lebih

santri dari berbagai daerah di Indonesia. Alumni dari pondok Buntet

Pesantren sudah tersebar di seluruh penjuru dan telah menjadi ulama di

kampung halamannya masing-masing, selain itu ada pula yang aktif di

pemerintahan dari mulai tingakatan paling bawah sampai tingkatan

menteri.

Penulis memilih Pondok Buntet Pesantren sebagai objek penelitian

karena perjodohan sudah menjadi tradisi dalam lingkungan keluarga kyai

Buntet Pesantren. Disamping itu keluarga Buntet Pesantren memiliki

puluhan kyai dan semuanya masih memiliki hubungan keluarga.

Perjodohan di Buntet Pesantren adalah sesama keluarga terdekatnya atau

sesama keluarga keturunan kyai Buntet Pesantren.

Page 16: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

7

Dalam proses perjodohan dalam keluarga kyai Buntet Pesantren

adalah saling menjodohkan putra putrinya dengan keluarga terdekatnya,

seperti perkawinan antara misanan atau antara nak-sanak. Perkawinan di

Buntet Pesantren tidak hanya dengan keluarga terdekat saja, namun ada

juga perjodohan dengan sesama garis keturunan kyai Buntet Pesantren.

Dalam hal ini, semua yang menentukan adalah keluarga besar dan

si anak yang akan dijodohkan tidak mengetahuinya, anak tidak diberi

kesempatan untuk memberikan pendapatnya, apakah ia mau menerima

perjodohan ini atau tidak. Jika keluarga besar sudah sama-sama saling

setuju, maka anak tidak dapat menolak. Di sini, anak sama sekali tidak

mempunyai hak untuk menentukan pilhannya sendiri, sehingga ada

keterpaksaan di dalam menjalankan kehidupan berumah tangga.

Meski demikian perjodohan di lingkungan pesantren pada dasarnya

dilandasi rasa tanggung jawab yang besar seorang ayah terhadap anak agar

terjaga diri dan keluarganya.9

Hukum Islam di Indonesia menentukan salah satu syarat

perkawinan adalah persetujuan calon mempelai (Pasal 16 ayat (1) (2) Pasal

17 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam). Karena suatu ikatan pernikahan

harus berdasarkan atas kerelaan kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan.

Agar tujuan dari pernikahan yaitu terciptanya keluarga sakinah,

mawadaah, wa rahmah.

9Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren.(Jakarta: LP3S. 2011) hlm 121

Page 17: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

8

Berangkat dari uraian tersebut di atas, penyusun merasa perlu

untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. Bagaimana praktik perjodohan

yang terjadi pada masyarakat pesantren di Pondok Buntet Pesantren. Maka

penulis membuat skripsi dengan judul “Tradisi Perjodohan dalam

Komunitas Pesantren” (Studi Pada Keluarga Kyai Pondok Buntet

Pesantren Cirebon).

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan

untuk mempertajam pembahasan maka penulis akan membatasi

masalah tentang tradisi perjodohan dalam komunitas pesantren

pada masyarakat Pondok Buntet Pesantren Cirebon.

2. Perumusan Masalah

Untuk mengetahui tradisi perjodohan komunitas pesantren pada

masyakarat Pondok Buntet Pesantren Cirebon, berdasarkan

uraian pada latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pada fokus-fokus permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana peran Kyai dalam menentukan perjodohan pada

keluarga Pondok Buntet Pesantren Cirebon?

2. Bagaimana tradisi perjodohan dalam komunitas pesantren

pada keluarga Kyai Pondok Buntet Pesantren Cirebon?

3. Bagaimana hukumnya perjodohan dalam pandangan hukum

positif di Indonesia dan hukum Islam?

Page 18: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

9

C. Tujuan dan Manfaaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui alasan penyebab terjadi perjodohan

dalam komunitas pesantren pada masyakarat Pondok

Buntet Pesantren Cirebon.

2. Untuk mengetahui tradisi perjodohan dalam komunitas

pesantren, khususnya tradisi perjodohan pada keluarga

Kyai Pondok Buntet Pesantren Cirebon.

3. Untuk mengetahui hukum Islam dan Hukum Positif tentang

tradisi perjodohan dalam komunitas pesantren, khususnya

Pondok Buntet Pesantren.

2. Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis. Mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai

dengan program studi penulis, tambahan referensi guna

penelitian lanjutan serta kontribusi untuk data

perpustakaan.

2. Secara Praktis, kontribusi hasanah bagi masyarakat Islam

dan golongan education pada umumnya. Lebih khusus

terhadap lembaga-lembaga yang menangani masalah

perkawinan agar lebih merujuk pada aturan-aturan yang

ditetapkan.

Page 19: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

10

D. Metode Penelitian

Untuk terciptanya sasaran yang menjadi tujuan penulis, skripsi ini

maka digunakan dua metode:

1. Riset Kepustakaan (Library reseach)

Yaitu dengan cara mengumpulkan dan membaca bahan-bahan dar

buku, artikel, majalah, dan bahan informasi lainnya yang berhubungan

dengan masalah yang dibahas.10

2. Riset Lapangan (Field Reseach)

Riset lapangan adalah mengadakan penelitain secara langsung di

Buntet Pesantren Cirebon. Mengingat kajian ini bersifat ilmiah dan

dituangkan dalam bentuk skripsi, penulis berusaha mendapatkan data yang

akuratdan bukti-bukti yang benar. Untuk itu penulis mengguakan jenis

penelitian kualitatif dengan pendekatan secara sosiologis (empiris) yaitu

dengan melihat secara langsung kehidupan keluarga Kyai Pondok Buntet

Pesantren, yang melakukan tradisi perjodohan. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif yaitu penelitian atau

penyelidikan yang bertujuan pada pemecahan masalah yang ada pada

tradisi perjodohan dalam keluarga Kyai Pondok Buntet Pesantren.

Sumber penelitian yang digunakan penulis yaitu :

a) Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh

perorangan/suatu organisasi secara langsung melalui objeknya. Pada

10 Yayan sopyan, Metode Penelitian, Jakarta, 2009

Page 20: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

11

skripsi ini penulis mewawancari para Kyai Buntet Pesantren dan

kelurga Kyai Buntet Pesantren.

b) Data Skunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara membandingkan

atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang

diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur’an, Hadis,

buku-buku ilmiyah, Undang-Undang Perkawinan, Kopilasi Hukum

Islam (KHI), serta peraturan-peraturan lainnya yang erat kaitannya

dengan masalah ini.

Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian adalah:

a) Observasi, yaitu mengadakan pengamatan terhadap objek penelitian

terutama tentang terjadinya tradisi perjodohan di kelurga Kyai

Buntet Pesantren.

b) Wawancara, yaitu suatu percakapan yang diarahkan pada suatu

masalah tertentu, maksudnya ada proses tanya jawab antara peneliti

dan objek yang diteliti dengan tujuan mengumpulkan keterangan-

keterangan dari responden.

Mengenai teknik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Sayriah dan Hukum UIN Sayrif Hidayatullah

Jakarta 2012.

E. Kerangka Teori

Pernikahan adalah suatu wujud sosialitas budaya manusia. Dalam

lembaga pernikahan, dua individu dipertemukan, diikat, dan mendapatkan

wadah untuk saling mewujudkan impian dan idealismenya. Pernikahan

Page 21: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

12

menjadi awal dan cikal bakal terbentuknya unit komunitas terkecil dalam

masyarakat, yakni keluarga, yang akan menjalankan fungsinya dalam

struktur dan tatanan masyarakat yang lebih luas. Menurut

Koentjaraningrat, pernikahan dapat diperinci ke dalam pelamaran, upacara

pernikahan, perayaan, mas kawin, harta pembawaan pengantin wanita,

adat menetap sesudah menikah, poligami, poliandri, perceraian, dan lain

sebagainya. Semua hal tersebut berada dalam usaha perincian untuk

memerinci kompleks budaya dan kompleks sosial ke dalam tema budaya

dan pola sosial.11

Lelaki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam memilih

jodoh untuk menentukan siapa yang akan menjadi pedamping hidupnya.

Oleh karena itu agama islam memberikan tuntunan dalam menentukan

pilihan.

Namun dalam kehidupan saat ini, intervensi keluarga dalam

menentukan jodoh sering kita jumpai, terutama dalam kalangan keluarga

pesantren.Dengan tujuan agar tetap terjaganya sanadnya (keturunan).

Intervensi keluarga dalam menentukan jodoh mengabaikan hak perempuan

untuk memilih jodohnya. Selain itu, kontradiktif dengan hukum Islam di

Indonesia yang mentukan salah satu syarat perkawinan adalah persetujuan

calon mempelai (Pasal 16 ayat (1) (2) Pasal 17 ayat (2) Kompilasi Hukum

Islam).

11 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm.168.

Page 22: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

13

F. Review Studi Terdahulu

Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak

melakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi

terdahulu dalam bentuk table berikut ini:

No Identitas Subtansi Pembeda

1 Ahmaditus Farida, (2010) Al-Ahwal Asy-Syakhsyiyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan skripsinya yang berjudul “Dinjauan Hukum Islam terhadap Penjodohan Anak di Keluarga Kyai di Pondok Pesantren Al Miftah Desa Kauman Kecamatan Naggulan Kabupaten Kulon Progo”

Dalam skripsi ini, Ahamaditus Farida mengulas tentang tinjauan hukum Islam terhadap penjodohan anak di keluarga Kyai di pondok pesantren Al Miftah saja, dan lebih menitik beratkan tentang hak anak dalam menentukan pasangan hidup.

Sedangkan dalam skripsi saya lebih menjelaskan tentang tradisi perjodohan di dalam komunitas pesantren di pondok Buntet Pesantren Cirebon, dan menitik beratkan kepada dampak dari perjodohan tersebut.

2 Dita Sundawa Putri, (2013) Al-Ahwal Asy-Syakhsyiyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan skripsinya “Tinjauan Hukum Islam terhadap praktik kawin paksa karena adanya hak ijbar wali. Studi kasus pada dua pasangan keluarga di Kota Gede Yogyakarta”.

Dalam skripsi ini, Dita Sundawa Putri menjelaskan tentang tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa atas adanya hak ijbar wali, dan lebih menitik beratkan hak anak yang telah dipaksakan untuk menikah dengan alasan adanya hak

Sedangkan dalam skripsi saya lebih menjelaskan tentang tradisi perjodohan pada komunitas pesantren, dan lebih menitik beratkan terhadap

Dampak dari perjodohan tersebut.

Page 23: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

14

ijbar pada wali.

3 Zamakhsyari Dhofier, (1982) LP3S, Jakarta. Terjemahan dari disertasinya yang berjudul “Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kyai”.

Dalam disertasi ini, Zamakhsyari Dhofier menjelaskan tradisi pesantren dengan pusat kajiannya pada peranan kyai dalam upaya memelihara dan mengembangkan faham Islam di Jawa.

Sedangkan dalam skripsi saya, saya menjelaskan tradisi perjodohan dalam komunitas pesantren, khususnya tradisi perjodohan yang dilakukan oleh keluarga kyai pondok Buntet Pesantren.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran

mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar

gambaran tersebut dapat dilihat melalui sistematika skripsi berikut ini:

BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan

gambaran umum dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan

tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Teori,

Riview Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA berisi, memuat ketentuan umum perkawinan.

Berbicara perjodohan maka berbicara tentang perkawinan, maka penulis

merasa penting membahas tentang perkawinan secara umum, dan

menjelaskan pengertian dan peran wali dalam perkawinan.

Page 24: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

15

BAB KETIGA berisi, memuat tentang pengertian pondok

pesantren, menjelaskan Kyai dan peranannya pada masyarakat, dan

menjelaskan sejarah dan tradisi perjodohan yang berkembang dalam

komunitas pesantren.

BAB KEEMPAT berisi, menjelasakan kondisi obyektif Buntet

Pesantren Cirebon dan menjelaskan hasil analisa terhadap tradisi

perjodohan dalam keluarga kyai Buntet Pesantren, yang meliputi: dari segi

rukun dan syarat nikah, dalam hal ini penulis menjelaskan syarat dan

rukun nikah dan bagaimana aplikasinya terhadap perjodohan dalam

keluarga pesantren. Serta uraian hasil wawancara penulis dengan para kyai

pondok Buntet Pesantren.

BAB KELIMA berisi, Penutup, Kesimpulan, dan Saran-saran.

Page 25: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJODOHAN

A. Perkawinan

1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Dalam kamus al-Munawwir kamus Arab-Indonesia kata nikah

( حنكا ) berasal dari kata نكحا -ینكح –نكح yang artinya mengawini.

Sedangkan zawaj (زواج) berasal dari kata تزویجا –یزوج –زوج yang artinya

mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai dan

memperistri.1

Perkataan nikah itu dalam bahasa Arab mepunyai arti hakiki dan

majazi. Arti hakikatnya ialah “menghimpit, menindih atau berkumpul” dan

arti majzinya ialah “setubuh atau akad”2.

Dalam bahasa Indonesai kata nikah diartikan “kawin” yaitu

membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin

atau setubuh.3

Definisi nikah menurut syara’ adalah melakukan akad (perjanjian)

antara calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan “pergaulan”

1 Ahamad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyajarta:

Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984), h. 1560. 2 Kamal Mukhtar, Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta, Bulan Bintang,

1974), h. 11. 3 Departemen Dinas Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1994), cet III, h. 456.

Page 26: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

17

sebagaimana suami istri dengan mengikuti norma, nilai-nilai sosial dan

etika agama.4

Kata nakaha dan zawaj inilah yang dipakai dalam kehidupan

sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam al-Qur’an dan hadist

Nabi. Kata nakaha banyak terdapat dalam al-Qur’an dengan arti kawin

dalam QS. An-Nisa (4) : 3.

لكم من النساء مثنى وإن خفتم أال تقسطوا في الیتامى فانكحوا ما طاب

وثالث ورباع فإن خفتم أال تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أیمانكم ذلك أدنى أال

) 3:النساء(ا تعولو

Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa:3)

Kata zawaja dalam al-Qur’an terdapat pada QS. Al-Ahzab (33) :

37.

وإذ تقول للذي أنعم اللھ علیھ وأنعمت علیھ أمسك علیك زوجك واتق اللھ

في نفسك ما اللھ مبدیھ وتخشى الناس واللھ أحق أن تخشاه فلما وتخفي

قضى زید منھا وطرا زوجناكھا لكي ال یكون على المؤمنین حرج في

)37:االحجب( اأمر اللھ مفعول أزواج أدعیائھم إذا قضوا منھن وطرا وكان

4 Muhammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004), cet.I, h. 17

Page 27: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

18

Artinya:Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.(Q.S. Al-Ahzab (33):37).

Para ulama fiqh sependapat bahwa nikah itu adalah akad yang

diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki

penggunaan terhadap faraj (kemaluan) wanita dan seluruh tubuhnya

penikmatan sebagai tujuan primer.5

Sedangkan Definisi Perkawinan menurut Undang-undang no 1

tahun 1974 tentang perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.6 Dan perkawinan menurut

Kompilasi Hukum Islam adalah Perkawinan menurut hukun Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk

mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.7

Menurut hemat penulis dari definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa perkawinan merupakan langkah awal umat manusia untuk

5 Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami, dan Perselingkuhan (Jakarta:

Pustaka AL-Kautsar, 2007), h.80 6 Undang-Undang no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 7 Kompilasi Hukum Islam Pasal 2

Page 28: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

19

mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan dan berumah tangga

dengan tujuan terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawadaah wa

rahmah.

2. Rukun dan Syarat Perkawinan

Pernikahan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad

lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang

mengadakan akad. Adapun rukun nikah adalah:

1) Mempelai laki-laki

2) Mempelai perempuan

3) Wali

4) Dua orang saksi

5) Shigat ijab kabul8

Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya

sebagai penyerahan kepada pihak pengantin laki-laki.

Qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda

penerimaan.

Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah Ijab

Kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad sedangkan

yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian

dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai,

wali, saksi, dan ijab kabul.

8Sobari Sahrani dan M.A. Tihami, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,

2009), h. 12.

Page 29: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

20

Syarat-syarat calon mempelai pria adalah

1) Beragama Islam

2) Laki-laki

3) Jelas orangnya

4) Dapat memberikan persetujuan

5) Tidak terdapat halangan perkawinan

Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah

1) Beragama Islam

2) Perempuan

3) Jelas orangnya

4) Dapat dimintai persetujuan

5) Tidak terdapat halangan perkawinan

Selain beberapa persyaratan di atas, calon mempelai pun dalam

hukum perkawinan Islam di Indonesia menentukan salah satu syarat, yaitu

persetujuan calon mempelai.9

3. Dasar Hukum Perkawinan

Perkawinan atau pernikahan itu adalah sunnatullah artinya perintah

Allah dan Rasulnya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau

9 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2009), h.

12-13.

Page 30: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

21

hawa nafsunya saja karenanya seseorang yang telah berumah tangga

berarti ia telah mengerjakan sebagian dari syariat (aturan) Agama Islam.10

Nikah dalam Islam sebagai landasan pokok dalam pembentukan

keluarga. Nikah harus dilakukan manusia untuk mencapai tujuan syari’at

yakni kemaslahatan dalam kehidupan.11

Oleh karenanya nikah disyariatkan berdasarkan dalil al-Qur’an dan

al-Hadist, adapun ayat yang menunjukkan syariat nikah adalah Firman

Allah SWT dalam QS. An-Nisa (4) : 3.

وإن خفتم أال تقسطوا في الیتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء

مثنى وثالث ورباع فإن خفتم أال تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أیمانكم ذلك

)3:النساء( أال تعولواأدنى

Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa:3).

Dan Hadis Nabi Muhammad SAW :

عن عبد اللھ بن مسعود رضي اهللا عنھ قال لنا رسول اللھ صلى اهللا

فإنھ , من استطاع منكم الباءة فلیتزوج ! لشباب یا معشر ا( علیھ وسلم

10 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutamaan RUmah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), (Jakarta:

CV.Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h.3 11 Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo, (Jakarta: Qolbun Salim,

2007), h.86

Page 31: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

22

فإنھ لھ ; ومن لم یستطع فعلیھ بالصوم , وأحصن للفرج , أغض للبصر

12متفق علیھ) وجاء

Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.

Dari ayat dan hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa;

pernikahan atau perkawinan adalah perintah Allah dan Rasulnya (aturan

agama islam) disebut juga dengan Sunatullah. Perkawinan adalah sesuatu

yang dasarnya suci dan mulia pada sisi Allah maupun pada sisi manusia,

karena itu seseorang yang telah berumah tangga hendaklah menghargai

dan memuliakan perkawinannya.13

Hukum melakukan perkawinan adalah ibahah atau kebolehan atau

halal. Tetapi berdasarkan kepada perobahan situasi dan kondisinya, hukum

melakukan perkawinan itu dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh

dan haram.

Ulama Syafi’iyah menyatakan hukum perkawinan itu melihat

keadaan orang-orang tertentu, sebagai berikut:

a. Sunnah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk kawin,

telah pantas untuk kawin dan dia telah mempunyai

perlengkapan untuk melangsungkan perkawinan.

12 Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulughul Maram, (Harramain), h. 207 13 Sidi Nazar Bakri, Op.Cit. h.5

Page 32: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

23

b. Makruh bagi orang-orang yang belum pantas kawin, belum

berkeinginan kawin, sedangkan perbekalan untuk perkawinan

juga belum ada. Begitu pula ia telah mempunyai perlengkapan

untuk perkawinan, namun fisiknya mengalami cacat, seperti

impoten, berpenyakitan, tua bangka, dan kekurangan fisik

lainnya (al-Mahalliy, 206).14

Ulama Hanafiyah menambahkan hukum perkawinan secara khusus

bagi keadaan dan orang tertentu sebagai berikut.

a. Wajib bagi orang-orang yang telah pantas untuk kawin,

berkeinginan untuk kawin dan memiliki perlengkapan untuk

kawin; ia takut akan terjerumus zina kalau tidak kawin.

b. Makruh bagi orang yang pada dasarnya mampu melakukan

perkawinan namun ia merasa akan berbuat curang dalam

perkwinannya itu. (Ibn Humam III, 187).

Sedangkan menurut undang-undang no 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan (2) “Perkawinan adalah sah apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku”.15

14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2009), cet. III h.45-46 15 UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2

Page 33: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

24

4. Tujuan Perkawinan

Perkawinan mempunyai tujuan antara lain ialah:

1. Menta’ati Perintah Allah SWT, dan mengikuti jejak nabi-nabi

dan Rasul-Nya terutama sunnah Rasulullah Muhammad SAW.,

karena hidup beristeri, berumah tangga dan berkeluarga

termasuk sunnah beliau.

2. Melanjutkan keturunan yang merupakan pewaris kehidupan dan

penyambung cita-cita, membentuk keluarga dan umat yang

diridhai oleh Allah SWT.

3. Mempererat dan memperkokoh tali kekeluargaan dengan rasa

kasih sayang antara keluarga suami dan keluarga isteri sebagai

sarana terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman, tentram

dan sejahtera lahir dan batin.

4. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

Allah di samping menyalurkan syahwat insaniyah (libido

sexual) secara wajar.

5. Untuk membersihkan keturunan.16

5. Hikmah Perkawinan

Perkawinan merupakan suaru ketentuan-ketentuan dari Allah di

dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

16 Mona Eliza, Op. Cit., h. 16-20

Page 34: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

25

menyeluruh dan berlaku tanpa terkecuali baik bagi manusia, hewan, dan

tumbuh-tumbuhan.17

Perkawinan yang terjadi pada makhluk hidup, baik tumbuhan,

binatang, maupun manusia, adalah untuk keberlangsungan dan

pengembangbiakan makhluk yang bersangkutan.18 Hikmah perkawinan

menurut ajaran Islam adalah untuk memelihara manusia daripada

pekerjaan maksiat, yang membahayakan diri, harta dan pikiran.19

B. Jenis-Jenis Wali dan Peran Wali Dalam Perkawinan

1. Definisi Wali

Secara etimologi wali mempunyai arti pelindung, penolong atau

penguasa.20 Orang yang berhak menikahkan perempuan adalah wali yang

bersangkutan, apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak sebagai

wali.

Dalam literatur fiqh, jenis perwalian terbagi menjadi dua: al

wilayah al-amah (kekuasaan umum) dan al walayah al-khashah

(kekuasaan khusus). Al-walayah al-khashah terdiri atas dua. Pertama,

kekuasaan atas harta (al-walayah ala al-mal), yakni penguasaan atas harta

benda, seperti mengembangkan, memanfaatkan dan menjaga harta benda.

17 Abdul Qadir Djailani, Keluarga sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 41. 18 Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT

Remaja Rosda, 1994),h. 1. 19 Amir taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Tuntutan Keluarga Bahagia,

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), Cet. III, h. 31. 20 Abdul Mujib dkk, dalam Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, kajian fikih nikah

lengkap, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 89.

Page 35: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

26

Kedua, kekuasaan atas jiwa (al-walayah ala al-nafs), yakni penguasaan

atau urusan-urusan personal (syakhsiyyah), seperti mengajar dan kawin.21

Dalam kaitan ini jenis terakhirlah yang dibicarakan dalam pembahasan

perwalian dalam nikah.

Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari

orang yang paling berhak, yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat

hubungan darahnya. Jumhur ulama seperti Imam Syafi’I dan Imam Malik,

mengatakan bahwa wali adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah

bukan dari ibu.

Susaunan wali yang harus didahulukan menurut Imam Syafi’I

adalah sebagai berikut:

1) Ayah, ayahnya ayah (kakek) dan seterusnya ke atas.

2) Saudara laki-laki yang sekandung (seayah dan seibu).

3) Saudara laki-laki seayah.

4) Anak laki-laki (keponakan) dari saudara laki-laki yang

sekandung.

5) Anka laki-laki (keponakan) dari saudara laki-laki yang seayah,

dan seterusnya sampai ke bawah.

6) Paman yang bersaudara dengan ayah ang sekandung.

7) Paman yang bersaudara dengan ayah seayah.

8) Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara

dengan ayah yang sekandung.

21 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunah, (t.tp: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, t.th), JIlid II. h. 82.

Page 36: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

27

9) Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara

dengan ayah yang seayah, dan seterusnya sampai ke bawah.22

Susunan wali yang harus didaulukan menurut Imam Malik adalah

sebagai berikut:

1) Ayah.

2) Al-Washi (orang yang menerima wasiat dari ayah untuk

menjadi wali).

3) Anaknya yang laki-laki, meskipun anak bersangkutan hasil dari

perzinahan.

4) Cucu laki-laki.

5) Saudara laki-laki yang sekandung.

6) Saudara laki-laki yang seayah.

7) Anak laki-laki dari saudara sekandung.

8) Anak laki-laki dari saudara yang seayah.

9) Kakek yang seayah.

10) Paman yang sekandung dengan ayah.

11) Paman yang seayah dengan seayah.

12) Anak laki-laki dari paman yang seayah dengan ayah.

13) Ayah dari kakek.

14) Pamannya ayah.

15) Orang yang mengasuh perempuan yang bersangkutan.

22 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam,2004), Cet. I, h. 69-70

Page 37: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

28

Susunan wali yang harus didahuluakn menurut Imam Hanafi

adalah sebagai berikut:

1) Anak laki-laki, cucu laki-laki, dan seterusnya sampai ke bawah.

2) Ayah, kakek (ayah dari ayah), dan seterusnya sampai ke atas.

3) Saudara laki-laki yang sekandung.

4) Saudaara laki-laki yang seayah.

5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung

6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah, dan

seterusnya sampai ke bawah.

7) Paman yang bersaudara dengan ayah yang sekandung.

8) Paman yang bersaudara dengan ayah yang seayah.

9) Saudara sepupu atau nak laki-laki dari paman yang bersaudara

dengan ayah yang sekandung, dan seterusnya ke bawah.

Seandainya wali-wali yang disebutkan diatas tidak ada

semuanya, maka yang berhak menjadi wali adalah garis

keturunan perempuan yang sesuai dengan susunanya.

2. Jenis-jenis Wali

Wali memegang peranan penting terhadap keberlangsungan suatu

pernikahan.Menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik bahwa keberadaaan

wali adalah termasuk salah satu rukun nikah.Suatu pernikahan tanpa

dihadiri oleh wali dari pihak perempuan adalah tidak sah atau batal.

Sebagaimana yang tercantum dalam hadis Nabi:

Page 38: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

29

عن ابى موسى رض عن النبي ص قال: ال نكاح اال بولي (روه

23 .البخاري)

Artinya: “Dari Abu Musa r.a yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali”. (HR. Bukhari).

Adapun wali nikah ada empat jenis, yaitu:

1. Wali Nasab, wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan

nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan.

Adapun wali nasab terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Wali nasab biasa, yaitu wali nasab yang tidak mempunayi

kewenangan untuk memkasa menikahkan tanpa izin atau

persetujuan dari wanita yang bersangkutan. Dengan kata

lain wali ini tidak mempunyai kewenangan menggunakan

hak ijbar.

b. Wali mujbir, yaitu wali nasab yang berhak memksakan

kehendaknya untuk menikahkan calon mempelai

perempuan tanpa meminta ijin kepada wanita yang

bersangkutan. Hak yang dimiliki oleh wali mujbir disebut

dengan hak ijbar.

2. Wali Hakim, yang dimaksud dengan wali hakim ialah wali

nikah dari hakim atau qadhi. Adapun orang-orang yang berhak

23 Al-bukhori, Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim, Sahih Al-Bukhari (Beirut: Dar

Al-Fikr), h. 95.

Page 39: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

30

menjadi wali hakim adalah Pemerintah (sulthan), Pemimpin

(khilafah), Penguasa (Rois), atau qadhinikah yang diberi

wewenang dari kepala Negara untuk menikahkan wanita yang

berwali hakim.24

3. Wali Tahkim, yaitu wali yang diangkat oleh calon suami atau

calon istri. Wali tahkim terjadi apabila wali nasab tidak ada,

wali nasab ghaib, tidak ada qadli atau pegawai pencatat nikah.

4. Wali Maula, adalah wali yang menikahkan budaknya, yaitu

majikannya sendiri. Adapun maksud budak disini adalah

wanita yang dibawah kekuasaannya/hamba sahaya.

Adapun yang dimaksud dalam penelitian di sini ialah peran wali

terhadap menentukan pasangan yang akan diwalikannya, melihat definisi

di atas dapat diketahui yang mempunyai hak untuk menikahkan terhadap

seseorang yang ada di bawah perwalaiannya dengan tanpa izin dan

persetujuan anaknya adalah wali mujbir.

a. Wali Mujbir menurut Imam Syafi’I adalah ayah, kakek dan

terus ke atas, wali mujbir mempunyai kedudukan istimewa karena boleh

menikahkan anak perempuannya yang masih kecil dan belum baligh. Juga

boleh dianggap dewasa dan masih perawan tanpa minta izin terlebih

dahulu kepada anak yang bersangkutan.25

24 Tihami dan Sohari, Op. Cit., h. 97. 25 Muhammad Asmawi, Op. Cit.,h. 17.

Page 40: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

31

Imam Syafi’I mengacu pada hadis Nabi SAW.

حدثنا قتیبة بن سعید، حدثنا سفیان، عن زیاد بن سعد، عن عبد

أن : عن ابن عباساللھ بن الفضل، سمع نافع بن جبیر، یخبر،

الثیب أحق بنفسھا من ولیھا، : " النبي صلى اهللا علیھ وسلم قال

"والبكر تستأمر، وإذنھا سكوتھا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Sa’d, dari ‘Abdullah bin Al-Fadhl, ia mendengar Naafi’ bin Jubair mengkhabarkan dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ats-tsayyibu (janda) lebih berhak kepada dirinya sendiri dibandingkan walinya. Adapun seorang gadis dimintai ijin, dan ijinnya itu adalah dengan diamnya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1421].

Hadis ini menunjukaan seorang ayah dibolehkan menikahkan anak

perempuannya yang masih perawan tanpa harus minta izin terlebih dahulu

kepada anak yang bersangkutan.

b. Wali Mujbir menurut Imam Hambali adalah ayah dan

washi, bila kedua orang ini tidak ada maka yang hendak menyandang wali

mujbir adalah hakim dengan syarat bahwa perempuan yang bersangkutan

sudah layak dinikahkan. Kedudukan dan fungsi wali mujbir sama dengan

Imam Syafi’i.

c. Wali Mujbir menurut Imam Malik adalah ayah. Orang lain

dapat diangkat menjadi wali mujbir apabila telah mendapat wasiat dari

bapak. Wasiat yang diucapkan itu harus ada bukti baik secara tertulis

maupun lisan yang diucapkan dengan danya dua orang saksi. Adapun

Page 41: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

32

fungsi dari wali mujbir ini adalah boleh menikahkan perempuan yang

kurang waras baik masih kecil maupun sudah beranjak dewasa. Terhadap

perempuan-perempuan yang masih perawan atau sudah janda dan masih

berusia muda, wali ini juga dibolehkan menikahkan dengan laki-laki yang

menjadi pilihannya, tetapi haknya tidak mutlak dan mengandung syarat

tertentu. Apalagi perawan yang memiliki pribadi matang dan bisa

menafkahi diri sendiri, atau janda yang berusia tua, wali ini tidak boleh

menikahkan dengan laki-laki pilihannya sendiri tanpa izin terlebih dahulu

dari mereka.

d. Wali Mujbir menurut Imam Hanafi adalah semua wali yang

tercantum dalam terstrukturisasi adalah wali mujbir, tidak ada perwalian

selain perwalian mujbir.26

Orang yang memiliki hak perwalian ijbar adalah sebagai berikut:

1. Orang yang tidak memiliki kemampuan, atau kurang memiliki

kemampuan, karena masih kecil, atau gila, atau idiot.

2. Perawan yang telah akil baligh. Berlaku hak perwalian ijbar

untuknya menurut jumhur fuqaha selain mazhab hanafi. Karena

illatnya adalah keperawanan, berdasarkan pemahaman hadist.

الثیب أحق بنفسھا من ولیھا، والبكر تستأمر، وإذنھا سكوتھا

Ats-tsayyibu (janda) lebih berhak kepada dirinya sendiri dibandingkan walinya. Adapun seorang gadis dimintai ijin, dan ijinnya itu adalah dengan diamnya”

26 Wahbah Az-Zuhaili, Terjemah Fiqh Islam wa adillatuhu (Damaskus: Darul Fikr,2007),

cet.10, jilid. 9, h. 179

Page 42: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

33

Hal ini menunjukkan bahwa nak perempuan yang masih

perawan dan akil baligh hanya dapat dikawinkan dengan

kerelaannya.

3. Menurut mazhab Maliki orang yang memiliki hak perwalian

ijbar adalah Janda yang telah akil baligh yang keperawanannya

hilang dengan perkara yang datang mendadak, seperti akibat

pukulan dan benturan dengan batang kayu, dan yang

sejenisnya. Atau keperawanannya hilang dengan perbuatan

zina atau perkosaan,maka wali mujbir berhak untuk

mengawinkannya.

Sedangkan jumhur fuqaha tidak mengatakan tetapnya

perwalian ijbar terhadap janda yang telah mencapai baligh, atau

pun sebab kehilangan keperawanannya.

C. Peran Wali dan Persetujuan Mempelai Perempuan dalam Hukum

Islam Indonesia

Berbicara tentang peran wali dengan pernikahan, Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 14 dan 19, yang menyatakan bahwa

wali nikah menjadi salah satu rukun nikah. Tanpa kehadiran wali,

perkawinan menjadi tidak sah.27

27 KHI pasal 14, "untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon suami, b. Calon

Isteri, c. Wali nikah, d. Dua orang saksi, dan e. Ijab dan kabul". Kemudian disebutklan lebih tegas

Page 43: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

34

Hubungannya dengan persetujuan calon mempelai, Hukum Islam

Indonesia menetapkannya sebagai salah satu syarat perkawinan.

Persetujuan ini penting agar masing-masing suami dan isteri memasuki

gerbang perkawinan dan berumah tangga, benar-benardapat dengan

senang hati membagi tugas, hak dan kewajibannya secara proporsional.

Dengan demikian, tujuan perkawinan dapat tercapai. Apabila salah satu

atau kedua calon mempelai tidak setuju dengan pernikahan tersebut maka

akad nikah dapat dilangsungkan,28 jika akad nikah (secara paksa) tetap

dilaksanakan maka dapat dibatalkan29 dalam jangka waktu 6 bulan setelah

bebas dari ancaman atau menyadarinya.

Adapun bentuk persetujuan dari para calon mempelai, KHI pasal

16 ayat (2) menjelaskan, "Bentuk persetujuan calon mempelai wanita,

dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan,lisan atau isyarat

tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang

tegas"; dan pasal 17 ayat (3) menyebutkan,"Bagi penderita tuna wicara

atau tuna rungu, persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat

pada KHI pasal 19, "wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi

calon mempelai wanita yang bertindaka untuk menikahkannya". 28 Dijelaskan dalam: UU No.1 1974 pasal 6 ayat (1), "Perkawinan harys didasarkan atas

persetujuan kedua calon mempelai ", KHI pasal 16 ayat (1), "perkawinan didasrakan atas

persetujuan calon mempelai; dan KHI pasal 17 ayat (2), "bila ternyata perkawinan tidak disetujui

oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan 29 UU Perkawianan No.1 tahun 1974 pasal 27 ayat (1)menjelaskan; "seorang suami atau

isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman

yang melanggar hukum"; KHI pasal 71 ayat (f), "sesuatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:.....

perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan".

Page 44: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

35

yang dapat dimengerti." Sedang proses untuk mengetahui ada atu tidaknya

persetujuan dari kedua mempelai dilakukan dengan cara menanyakan

keduanya sebelum akad nikah dilangsungkan, sebagaimana diatur dala

KHI pasal 17 ayat (1), "Sebelum berlangsungnya perkawinan, Pegawai

Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di

hadapan dua orang saksi nikah". Dengan ditetapkannya ketentuan ini,

diharapkan dapat mengikis budaya sementara masyarakat yang masih

membenarkan praktik kawin paksa, karena Islam sendiri tidak

menghendaki adanya paksaan.30

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa Perundang-undangan

Perkawinan Indonesia pada prinsipnya tidak lagi mengakui hak ijbar wali,

bahkan mengharuskan adanya persetujuan dari mempelai sebelum akad

nikah dilaksanakan. Apabila terjadi pekawinan paksa, maka para pihak

berhak mengajukan permohonan pembatalan.

30Rahmawati, Jurnal PERAN WALI DAN PERSETUJUAN MEMPELAI PEREMPUAN:

Tinjauan atas Hukum Islam Konveensional dan Hukum Islam Indonesia, (Dosen LB

PKPBA UIN Malang), h.10-11.

Page 45: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

36

BAB III

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN

A. Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang khas

di Indonesia, lembaga ini tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal

kedatangan agama Islam di Indonesia.1

Bila menelisik akar katanya, Pondok Pesantren merupakan

rangkaian kata yang terdiri dari kata “pondok” dan kata “pesantren”. Kata

“pondok” (kamar, gubuk, atau rumah kecil) dalam bahasa Indonesia

memiliki makna bangunan yang sederhana. Ada pula kemungkinan kata

“pondok” berasal dari bahasa Arab “funduk” yang berarti ruang tempat

tidur, wisma atau hotel sedehana.2

Sedangkan kata “pesantren” berasal dari kata dasar “santri” yang

dibumbuhi awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal

santri.3 Dengan demikian bila mengartikan secara bahasa maka pondok

pesantren adalah bangunan sederhana yang digunakan olehsantri sebagai

tempat tinggal sekaligus tempat belajar.4

1Hamdani Rasyid, kaderisasi Ulama di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren Telaah

Kritis terhadap Keberadaan Saat ini. Editor: Saefullah Ma’sum. (Jakarta: Yayasan Islam Al-

Hidayah-Yayasan Saefuddin Zuhri, 1998) cet. II, h.76. 2 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial (Jakarta;P3M, 1986) cet. I, h. 98 3Zamaksari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 1995) h. 18. 4 Muhammad FathiRoyyani, PesantrenBuntetMelintasSejarah. (Cirebon: An Nur, 2004) h.

13.

Page 46: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

37

Pengertian pondok pesantren secara terminologis cukup banyak

dikemukakan para ahli. Beberapa ahli tersebut adalah:

1. Dhofier (1994: 84) mendefinisikan bahwa pondok pesantren

adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk

mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran

Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan

sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

2. Nasir (2005: 80) mendefinisikan bahwa pondok pesantren

adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan

pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu

agama Islam.

3. Team Penulis Departemen Agama (2003: 3) dalam buku Pola

Pembelajaran Pesantren mendefinisikan bahwa pondok

pesantren adalah pendidikan dan pengajaran Islam di mana di

dalamnya terjadi interaksi antara kiai dan ustdaz sebagai guru

dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di

masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk

mengkaji dan membahas buku-buku teks keagamaan karya

ulama masa lalu. Dengan demikian, unsur terpenting bagi

pesantren adalah adanya kiai, para santri, masjid, tempat

tinggal (pondok) serta buku-buku (kitab kuning).

4. Rabithah Ma ahid Islamiyah (RMI) mendefinisikan pesantren

sebagai lembaga tafaqquh fi al-dîn yang mengemban misi

Page 47: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

38

meneruskan risalah Muhammad SAW sekaligus melestarikan

ajaran Islam yang berhaluan Ahlu al - sunnah wa a l - Jam ã

’ah

5. Mastuhu (1994: 6) mendefinisikan bahwa pondok pesantren

adalah lembaga tradisional Islam untuk memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam ( tafaqquh fi

al-dîn) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam

sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.

6. Arifin (1995: 240) mendefinisikan pondok pesantren sebagai

suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta

diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus)

di mana menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian

atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan

dari kepemimpinan (leadership) seorang atau beberapa orang

kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta

independen dalam segala hal.

Sedangkan pesantren tradisional merupakan jenis pesantren yang

tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti

pendidikannya (Asrohah, 1999 : 59).

Menurut Mastuhu (1994: 55) pondok pesantren adalah suatu

lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,

mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan

Page 48: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

39

menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku

sehari-hari.

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan

Islam tradisional di mana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah

bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan

“kyai”. Asrama untuk para santri berada dalam lingkungan komplek

pesantren di mana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah

masjid untuk beribadah, ruangan belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan

lainnya.5

Pesantren telah ada di Nusantara kita jauh sebelum lembaga

pendidikan formal gencar dikembangkan. Sejarahnya sangat dialektis dan

fluktuatif. Secara kultural, pesantren nyaris identik dengan pendidikan

tradisional Islam.6 Abdurahman Wahid menjelaskan bahwa sistm

pendidikan pondok pesantren sebetulnya sama dengan sistem yang

dipergunakan Akademi Militer, yakni dicirikan dengan sebuah bangunan

beranda yang di situ seseorang dapat mengambil pengalaman secara

integral. Dibandingan dengan lingkungan pendidikan parsila yang

ditawarkan sistem pendidikan sekolah umum di Indonesia sekarang ini,

sebagai budaya pendidikan nasional, pondok pesantren mempunyai kultur

5ZaksariDhofie, TradisiPesantren,.Op.cit, h.79-80. 66Muhammad Maksum, Refleksi Pesantren, otokriti dan prospektif, (Jakarta: Ciputat

Istintut, 2007), h.9.

Page 49: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

40

yang unik. Karena keunikannya, pondok pesantren digolongkan ke dalam

subkultur tersedia dalam masyarakat Indonesia.7

Sejarah perkembangan pesantren di Indonesia, yaitu tradisi tarekat8

dan diilhami olehlembaga pendidikan “kuttab”.9 Para pengikut tarekat

selain diajarkan amalan-amalan tarekat meraka juga diajarkan kitab-kitab

agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam. Aktifitas mereka

kemudian dinamakan pengajian atau halaqoh, dalam perkembangan

selanjutnya lembaga pengajiannya ini tumbuh dan berkembang menjadi

lembaga pesantren.10

B. Kyai

Istilah kyai memiliki pengertian yang plural. Kata kyai bisa berarti

1) sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam); 2) alim

ulama; 3) Sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya); 4) kepala

distrik (di Kalimantan Selatan); 5) sebutan yang mengawali nama benda

7Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, wacana pemberdayaan dan transformasi

pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h.13. 8Istilah “tarekat” diambildaribahasa Arab ThariqdanThariqah.Yang berartijalan;

jalankontempelatif Islam.Kata inibiasanyadikontraskandengansyariat yang

lebihmengarahkepadakehidupantindakan.Lihat, Muahaimin AG, Islam dalamBingkaiBudayaLokal

Cirebon, (Jakarta: Logos 2001) cet. I, h. 337. 9Istilah “kuttab” adalahlembagapendidikandasar yang

telahmunculsejakzamanNabi.LihatMuhaimin, PemikiranPendidikan Islam (Bandung: Tri

GendaKarya, 1993) cet. I h. 298-299. 10 Abdul Aziz, ensklopedia Islam (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoove, 1994), jilid IV,

h.103.

Page 50: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

41

yang dianggap bertuah (senjata, gamelan dan sebagainya); dan 6) Sebutan

samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan).11

Menurut Zamaksary Dhofir, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis

gelar yang saling berbeda:

1. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap

kramat; umpamanya, “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk

sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.

2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada para ahli agama

Islam yang dimiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan

mengajarkan kitab-kitab Islam Klasik keapda para santrinya.

Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang

yang dalam pengetahuan Islamnya).

Pemakaian istilah kyai tampaknya merujuk kepada kebiasaan

daerah. Pemipin pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah disebut kyai,

sedang di Jawa Barat disebut ajengan. Secara nasional, term kyai kyai

lebih terkenal daripada ajengan. paralel dengan kyai adalah ulama, yang

merupakan istilah yang ditransfer dari dua sumber skriptual Al-Qur’an dan

al-Sunnah serta digunakan secara rasional. Kyai dan ulama berbeda asala

11Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 499

Page 51: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

42

usul bahasanya, tetapi memiliki esensi yang berkualitas tinggi dalam hal

iman, takwa, dan ilmu sebagai ciri khas.12

Kyai adalah pemimpin non formal skaligus pemimpin spiritual, dan

posisinya sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan

bawah di desa-desa. Seabagai pemimpin masayarakat, kyai memiliki

jamaah komunitasa dan masa yang diikat oleh hubungan keguyuban yang

erat dan ikatan budaya paternalistik. Petuah-petuahnya selalu didengar,

diikuti dan dilaksanakan oleh jamaah, komunitas dan massa yang

dipimpinnya.13

Kepercayaan masyarakat masyarakat yang begitu tinggi kepada

kyai dan didukung potensinya memecahkan berbagai problem sosio-

psikis-kultural-politik-religius menyebabkan kyai menempati posisi

kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di masyarakat. Kyai sangat

dihormati masyarakat melebihi penghormatan mereka terhadap pejabat

setempat. Petuah-petuahnya memiliki daya pikat yang luar biasa,

sehinggga memudahkan baginya untuk menggalang masa baik secara

kebetulan maupun terorganisasi. Ia memiliki pengikut yang banyak

12Mujamil Qomar, Pesantren dari Tansformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,

(Jakarta: Erlangga,), h.28 13Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

1999), h. 39-40

Page 52: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

43

jumlahnya dari kalangan santri dalam semua lapisan mulai dari anak-anak

sampai kelompok lanjut usia.14

Para kyai yang memimpin pesantren telah berhasil pengaruhi

mereka diseluruh wilayah negara, dan sebagai hasilnya mereka diterima

menjadi bagian elit nasional. Sejak Indonesia merdeka banyak di antara

yang diangakat menjadi menteri, anggota parlemen, duta besar, dan

pejabat-pejabat tinggi pemerintah.15

Untuk menjadi seorang kyai, seorang calon harus berusaha keras

memulai jenjang yang bertahap. Pertama-tama, ia biasanya merupakan

anggota kyai. Setelah menyelesaikan pelajarannya di berabgai pesantren,

kyai pembimbingnya yang terahir melatihnya mendirikan pesantren

sendiri. Seringkali turut secara langsung dalam pendirian proyek pesantren

baru, sebab kyai muda dianggap mempunyai potensi untuk menjadi

seorang alim yang baik dan berfungsi sebagai penyaji santri senior.

Saran kyai yang paling utama dalam melestarikan tradisi pesantren

ialah membangun solideritas dan kerjasama sekuat-kuatnya antara sesama

mereka. Cara praktis yang mereka tempuh untuk membangun solideritas

dan kerjasama tersebut ialah.

14Mujamil Qomar, Pesantren dari Tansformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,.

Op, Cit., h.29 15Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren., Op. Cit, h. 95

Page 53: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

44

1. Membangun suatu tradisi bahwa keluarga yang terdekat harus

menjadi calon kuat mengganti kepemimpinan pesantren;

2. Mengembangkan suatu jaringan aliansi perkawinan edgamous

antara keluarga kyai; dan

3. Mengembangkan tradisi transmisi pengetahuan dan rantai

transmisi intelektual antara sesama kyai dan keluarganya.

Dari satu generasi ke genarasi penerusnya, para kyai selalu

menaruh perhatian istimewa terhadap pendidikan putra-putra mereka

sendiri untuk menjadi pengganti pimpinan lembaga-lembaga pesantren

mereka. Jika seorang kyai mempunyai anak laki-laki lebih dari satu,

biasanya ia mengharap anak tertua dapat menggantikan kedudukannya

sebagai pemimpin pesantren setelah ia meninggal; sedangkan anak laki-

lakinya yang lain dilatih untuk dapat mendirikan suatu pesantren yang bau,

atau dapat menggantikan kedudukan mertuanya yang kebanyakan juga

pemimpin pesantren.

C. Sejarah dan Tradisi

Tradisi keluarga ulama yang telah mapan penting sekali untuk

kewibawaan ulama dan penerimaan kewibawaan itu oleh masyarakat.

Keterlibatan keluarga secara historis dalam urusan masayarakat serta

keberhasilan proses Islamisasi melalui bidang politik dan pendidikan

mengabsahkan kekuatan keluarga atas masyarakat, dan sangsi-sangsi

kepemimpinan mereka berjalan dalam menghadapi masyarakat. Baik

Page 54: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

45

ulama maupun masyarakat berbuat menurut standar seperangkat tingkah

laku yang diakui oleh tradisi. Konsep sesepuh yang dituakan misalnya

terdapat dalam konsep asli dari struktur sosial dan menenukan suatu

hubungan ketaatan terhadap pemimpin.16

Tradisi dan sejarah juga memberikan kepada tiap generasi baru

seperangkat kebiasaan keluarga yang berlanjut, kebanggaan dan tugas-

tugas sebagai seorang terpilih yang mengabdi kepada masalah-masalah

Islam, mereka berkata “Kita harus melanjutkan pekerjaan orang tua”.

Secara tradisional anak laki-laki termuda mengganti sisi keluarga,

sedangkan anak laki-laki yang lebih tua diharapkan berpindah ke luar dan

memantapkan kedudukan mereka yang baru di daerah tempat merek

menikahi keluarga yang kaya. Kekedualian terjadi manakala anak laki-laki

termuda gagal menjadai ulama yang lebih berpengaruh, apalagi sang

pendatang ini dapat mengambil alih posisi tradisi keluarga.

Kebanyakan kyai juga mengawinkan anak-anak perempuan mereka

dengan murid-muridnya yang pandai, terutama murid-murid tersebut juga

anak atau keluarga dekat seorang kyai, hingga dengan demikian murid-

murid dapat dipersiapkan sebagai calon potensial untuk menjadi pemimpin

pesantren. Dengan cara ini, para kyai saling terjalin dalam ikatan

kekerabatan yang intensitas tali-temalinya sangat kuat.17

16Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan

Pesantren dan Masyarkat (P3M), 1987), h. 78-79. 17Zamaksyari Dhofir, Tradisi Pesantren., h. 102.

Page 55: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

46

Tradisi seperti ini juga dilakukan oleh kyai Buntet Pesantren, para

kyai Buntet Pesantren menikahkan anaknya kepada saudara terdekat atau

senasab atau kepada santrinya yang dianggap pandai dan mempuni untuk

dapat meneruskan estafet kepemimpinan pesantren di masa depan.

D. Kondisi Obyektif Pondok Buntet Pesantren Cirebon

Buntet Pesantren terletak di antara Desa Mertapada Kulon dan

Munjul, sebelah utara Buntet Pesantren dibatasi oleh Desa Mertapada

Kulon; sebelah selatan adalah Desa Kiliyem, dan sebelah barat Desa

Munjul.

Berbeda dengan pondok pesantren lain, keberadaan Buntet

Pesantren cukup unik karena komunitasnya yang homogen. Akan sulit

dibedakan antara santri dan penduduk asli kampung. Sebab, baik

penduduk asli maupun santri sehari-harinya memang tidak lepas dari

aktivitas nyantri (mengaji). Jumlah santri Buntet Pesantren telah mencapai

4.870 orang. Sekarang ini, di bawah kepemimpinan KH Nahdudin Abbas.

Awal mula berdirinya Buntet Pesantren, salah satu satu pesantren

tertua di Indonesia, pertama kali didirikan pada abad tahun 1750 M, oleh

KH. Muqoyyim bin Abdul Hadi, atau orang Buntet menyebutnya Mbah

Muqoyyim. Beliau sebagai pejabat mufti (Pengadilan Agama Resmi)

Keraton.

Salah satu sifat beliau adalah tidak mau koopratif dengan Belanda,

yang banyak mencampuri urusan internal keraton, sehingga beliau lebih

Page 56: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

47

memilih tinggal di luar keraton dan mendirikan pesantren. Dalam

perantauan inilah beliau memulai kehidupan sebagai kyai dengan

mendirikan masjid dan gubuk kecil dan mulai mengajar agama.

Melihat luasnya keilmuwan beliau dan dikenal sebagai orang

Keraton serta tauladan yang beliau tunjukan masyarakat membuat

pesantren beliau didatangi banyak murid, sehingga semakin

berkembanglah pesantren dengan pesat dan terus berkembang hingga saat

ini.18

Sepeninggal Mbah Muqoyyim, Buntet Pesanten pernah mengalami

kevakuman akibat kekosongan kepemimpinan. Usaha untuk

menghidupkan kembali pesantren akhirnya datang dari cucu menantu

Mbah Muqoyyim sendiri, yaitu Kiai Muta’ad (1785-1825). Selama

kepemimpinan Kiai Muta’ad, Buntet Pesantren berhasil mencetak para kiai

yang membawa nama harum bagi pesantren, sebut saja seperti Kiai

Kriyan, Kiai Thohir, Kiai Soleh, dan Kiai Sa’id.

Setelah Kiai Muta’ad wafat pada tahun 1852, tampuk

kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putranya KH. Abdul Jamil

(1842-1919). Di bawah kepemimpinan KH Abdul Jamil, Buntet Pesantren

dihuni tidak kurang dari 700 santri yang datang dari berbagai daerah.

Salah seorang santrinya adalah Haji Samanhudi, yang kemudian menjadi

tokoh pendiri Syarikat Dagang Islam (SDI).

18 http://www.buntetpesantren.org/p/sejarah.html

Page 57: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

48

Periode berikutnya, setelah KH Abdul Jamil wafat pada tahun

1919, pimpiminan pesantren dipegang oleh putra sulung beliau, KH.

Abbas Abdul Jamil, dilahirkan pada 1879, pada masa KH. Abbas Abdul

Jamil, Buntet Pesantren mengalami kemajuan pesat.

Sepeninggal KH. Abbas Abdul Jamil, pimpinan pesantren dipegang

oleh putra sulungnya, KH. Mustahdi Abbas, dilahirkan pada tahun 1913.

Di bawah kepemimpinan KH. Mustahdi Abbas (1947-1949), pesantren

tidak bisa berbuat banyak, karena para kiai, guru, dan para santri masih

dituntut tenaga dan pikirannya untuk berperang melawan tentara Belanda

dalam perang kemerdekaan, saat Belanda melancarkan Agresi Militer I

(1947) dan Agresi Militer II (1948).

Setelah masa kepemimpinan KH. Mustahdi Abbas berakhir, Buntet

Pesantren dipimpin oleh KH. Mustamid Abbas. Dalam sejarah, KH.

Musatamid Abbas tercatat sebagai orang yang pertama kali menyetujui

Pancasila sebagai satu-satunya asas kehidupan berbangsa dan bernegara di

Indonesia.

Setelah masa kemimpinan KH. Mustamid Abbas, Buntet Pesantren

dipimpin oleh KH. Abdullah Abbas pada masa ini jumlah santri Buntet

Pesantren mengalami perkembangan yang sangat pesat. KH. Abdullah

Abbas merupakan sosok ulama yang tidak banyak bicara, tetap banyak

kerja dan berusaha, berkepribadian sederhana, wara’, ikhlas, dan tawadhu.

Beliau juga terkenal sebagai ulama yang selalu memperhatikan Hak-hak

Page 58: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

49

Asasi Manusia (HAM), demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan

masyarakat.

Kini kepemipinan Buntet Pesantren berada di pundak KH.

Nahduddin Royandi Abbas. KH Nahdududdin Royandi Abbas kini

bermukim di Londen Inggris, selain sebagai pimpinan Buntet Pesantren

beliau juga Mustasyar NU Cabang Khusus London, beliau terus

melakukan upaya dan kesungguhan untuk meningkatkan dan

mengembangkan Buntet Pesantren dengan terus meningkatkan sarana

fisik, sumber daya santri, menajemen organisasi, dan eksesibillitas

pesantren.19

Buntet Pesantren, memliki sistem pendidikan yang memadukan

sistem pendidikan salafiyah ala pesantren dengan sistem khalafiyah

(modern) dalam sistem pengajarannya. Dalam penyelenggaraan

pendidikan, Buntet Pesantren dapat dikategorikan sebagai pesantren semi

modern. Sistem lama yang tradisional digabungkan dengan sistem

madrasah (sekolah) yang bersifat modern. Bila dikelompokkan, maka di

Buntet Pesantren, para santri mengikuti pendidikan khusus kepesantrenan

dan juga mengikuti pendidikan madrasah dan sekolah. Dengan melalui

dua jalur ini, pagi hari mereka belajar di madrasah atau sekolah, sedangkan

sore hari mereka mengkuti pendidikan pesantren.

19Olman Dahuri dan M. Nida’ Fadlan, Pesantren-pesantren Berperngaruh di

Indonesia,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2015), h. 2-8.

Page 59: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

50

Buntet Pesantren, dengan segala potensi yang dimiliki terus

berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan, pada tahun

1958 didirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikenal dengan Lembaga

Pendidikan Islam (LPI). Dalam perkembangan selanjutnya, status LPI

diubah menjadi sebuah yayasan yang berbadan hukum dengan nama

Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren.

Dalam pengelolaannya, YLPI membagi tugas organisasi ke dalam

departemen-departemen, unit-unit pelaksana, dan unit teknis. Unit-unit

tersebut diantaranya, Taman Kanak-kanak Islam (RA), Taman Pendidikan

Al-Qur’an (TPA), Madrasah Ibtidaiyah (MI) Putra dan Putri, Madrasah

Tsanawiyah Nahdlatul Ulama (MTs NU) Putra I, MTs NU Putra II, dan

MTS NU Putri, Madrash Aliyah Nahdlatul Ulama (MA NU) Putra Putri,

Sekolah Menengah Kejuruan Nahdlatul Ulama (SMK NU) Mekanika,

Akademi Keperawatan (AKPER), Lembaga Bahasa Inggris dan Arab,

kursus komputer, bhatsul masa’il, Ikatan Keluarga Asrama Pondok Buntet

Pesantren (IKAPB).

Pada tahun 2009, pengembangan pendidikan di lingkungan Buntet

Pesantren berkembang dengan berdirinya Sekolah Menengah Pertama

(SMP) dibawah Kementrian Pendidikan dan Budaya, SMP Ma’arif adalah

sekolah yang berada pada lingkungan Buntet Pesantren, dan bukan bagian

dari unit Yayasan Lembaga Pendididkan Islam (YLPI) Buntet Pesantren,

Page 60: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

51

SMP Ma’arif berada di bawah Yayasan Nadwatul Banin, yang dipimpin

oleh KH Anis Manshur.

Page 61: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

52

BAB IV

TRADISI PERJODOHAN DAN PERSEPSI SOSIAL

KEAGAMAAN

A. Pandangan Kyai Buntet Pesantren tentang Perjodohan

Apabila memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum yang

mengatur tentang perkawinan, sebagaimana yang diatur dalam undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 16 ayat (1) yang

berbunyi “perkawinan harus dilaksanakan atas persetujuan kedua calon

mempelai”. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 16 ayat (1)

berbunyi “Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai”.

Menurut penulis, perjodohan yang telah menjadi tradisi di

kalangan pesantran, terutama di Buntet Pesantren tidak memperhatikan

Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Pasal 16 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, karena perjodohan yang

dilaksanakan di kalangan pesantren terkesan memaksakan putra putrinya.

Padahal, dalam pernikahan persetujuan kedua calon sangatlah penting,

agar tetap terjalinnya keharmonisan untuk menciptakan rumah tangga

yang sakinah, mawaddah warahmah.

Menurut Hiroko Horikoshi para keluarga ulama telah mengatur

perkawinan-perkawinan keluarganya dengan maksud agar sejalan dengan

kepentingan kelembagaan mereka sendiri.1 Perkawinan yang banyak

1 Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta : p3m 1987), h. 44.

Page 62: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

53

dilakukan oleh keluarga kyai adalah perkawinan endogamous, perkwinan

endogamous adalah perkawinan yang dilakukan antar sesama keluarga

atau kerabat terdekat. Dengan adanya perkawinan endogamous dikalangan

keluarga kyai inilah perjodohan mulai menjadi cara untuk

mempertemukan putra putrinya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu Kyai

Buntet Pesantren, penulis melakukan wawancara dengan KH Ade Nasihul

Umam, menurut KH Ade Nasihul Umam, perjodohan di Buntet Pesantren

bermula dari pesannya orang tua terdahulu yang mengharuskan putra

putrinya untuk menikah dengan kerabat terdekat, karena putra putri kyai

dididik untuk tidak mempertanyakan atau dididik agar selalu mematuhi

perintah orang tua, maka perintah orang tua terdahulu tidak dapat ditolak.

Maka hingga saat ini perkawinan antar sesama saudara atau pernikahan

endogamous marak di Buntet Pesantren. Alasan kyai menjodohkan putra

putrinya adalah untuk menghindari konflik yang timbul akibat perbedaan

status, karena dengan menikahkan anaknya kepada saudara terdekat dapat

dipastikan sudah sama-sama saling faham dan memaklumi. Selain itu,

alasan lainnya adalah untuk keberlangsungan pondok pesantren ke masa

yang akan datang.2

Selanjutnya penulis mewawancarai KH Salman Al Farisi, ia

mengatakan bahwa para kyai Buntet Pesantren lebih sering menjodhkan

2 Wawancara pribadi dengan KH Ade Nasihul Umam (Minggu, 2 agustus 2015 pukul

20.00 wib. Di kediaman beliau).

Page 63: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

54

anak perempuannya daripada anak laki-lakinya. Karena, para kyai

menginginkan menantunya nanti dapat meneruskan pondok pesantren.3

Menurut Ustadz M. Lutfi Yusuf, ia mengatakan bahwa perjodohan

di Buntet Pesantren mempunyai tujuan untuk menjaga keturunan, oleh

sebab itu perkawinan endogamous marak dilakukan oleh keluarga kyai

Buntet Pesantren4. Dan menurut Lutfi juga, bahwa tradisi perjodohan di

Buntet Pesantren itu terbagi menjadi dua bagian. bagian pertama, adalah

perjodohan yang dilakukan oleh Kyai di Buntet Pesantren dengan adanya

paksaan, tanpa adanya musyawarah terlebih dahulu terhadap anak yang

akan dijodohkan. Dan bagian kedua, kyai cenderung menawarkan terlebih

dahulu kepada anaknya yang akan dijodohkan, dan seorang kyai lebih

dominan menjodohkan anak perempuannya daripada anak laki-lakinya.

Bagian kedua inilah yang masih menjadi tradisi di Buntet Pesantren.

Melihat pandangan Kyai Buntet Pesantren tentang perjodohan,

faktor utama perjodohan menjadi tradisi di komunitas pesantren terutama

dikalangan keluaraga Buntet Pesantren adalah menjaga keturunan.

Seperti yang dijelaskan oleh Zamakhsyari Dhofir bahwa para kyai

merasa bertanggung jawab “menjaga” anggota keluarga dan keluarganya

yang terdekat dari ancaman neraka. Merujuk pada firman Allah SWT.

3 Wawancara pribadi dengan KH Salman Al Farisi (Minggu, 2 agustus 2015 pukul 22.00

wib. Di kediaman beliau). 4 Wawancara pribadi dengan Ustadz M. Lutfi Yusuf (Jum’at, 31 Juli 2015 pukul 21.00

wib. Dikediaman beliau)

Page 64: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

55

یا أیھا الذین آمنوا قوا أنفسكم وأھلیكم نارا وقودھا الناس والحجارة

شداد لا یعصون اللھ ما أمرھم ویفعلون ما یؤمرونعلیھا ملائكة غلاظ

)6: التحریم (

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”,(Q.S. At-Tahrim/66: 6).

Perkataan ahli dalam ayat Al Qur’an tersebut selalu diartikan oleh

para kyai sebagai “sanak keluargamu”, sehingga dengan demikian

perintah Tuhan yang tertulis dalam Al Qur’an tersebut (agar kita menjaga

ahli dari api neraka) tidak terbatas kepada keluarga batih (istri dan anak-

anak) kyai saja.5

B. Perjodohan Menurut Hukum Islam

Islam merupakan salah satu agama yang suka memberi tuntunan

hidup. Hidup tanpa aturan dalam kondisi tertentu bisa melahirkan benturan

di sana-sini. Memang tidak setiap hal diatur. Dalam sejumlah hal, Islam

memberikan keleluasaan pemeluknya untuk mengatur.

Namun begitu, Islam tidak mengatur sepenuhnya dalam satu

urusan. Misalnya saja perjodohan. Menurut Wahbah Az Zuhaili

menyatakan bahwa perjodohan dalam Islam harus mengikuti beberapa

aturan, seperti yang telah diatur oleh mazhab Syafi’i, menurut mazhab

5 Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia. (Jakarta: LP3ES 2011), h. 109.

Page 65: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

56

Syafi’i perjodohan pada anak perempuan yang masih perawan dan telah

baligh dan berakal dapat meminta izin kepadanya, dan diamnya si anak

adalah jawaban sebagai persetujuannya.

Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

حدثنا قتیبة بن سعید، حدثنا سفیان، عن زیاد بن سعد، عن عبد

أن : اللھ بن الفضل، سمع نافع بن جبیر، یخبر، عن ابن عباس

الثیب أحق بنفسھا من ولیھا، " : النبي صلى اهللا علیھ وسلم قال

)رواه مسلم( "مر، وإذنھا سكوتھاوالبكر تستأ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Sa’d, dari ‘Abdullah bin Al-Fadhl, ia mendengar Naafi’ bin Jubair mengkhabarkan dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ats-tsayyibu (janda) lebih berhak kepada dirinya sendiri dibandingkan walinya. Adapun seorang gadis dimintai ijin, dan ijinnya itu adalah dengan diamnya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1421].

Berbeda dengan Janda, Janda yang akan dijodohkan oleh orang

tuanya harus memperoleh izin dari si Janda dan tidak cukup sekedar

diamnya saja. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Muslim:

ا ھسفنل قحأ الثیب الرسول اهللا صلى اهللا علیھ و سلم ق نا اسبعن ابن ع

)رواه مسلم( اھتوكا سھنذإو رمأتست ركبالا وھیلو نم

Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya dan kepada gadis perawan dimintai persetujuannya dan tanda persetujuannya adalah diam. (HR. Muslim)

Page 66: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

57

Asas persetujuan dalam pernikahan yang diungkapkan oleh hukum

Islam di Indonesia didasarkan pada hukum Islam yang menyatakan bahwa

dalam suatu pernikahan terdapat pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu

pihak-pihak yang berhak akan perkawinan tersebut. Dalam asas

persetujuan pernikahan Islam terdapat hak beberapa pihak yaitu :6

a. Hak-hak Allah

b. Hak-hak orang yang akan menikah

c. Hak wali.

Yang dimaksud Hak Allah ialah dalam melaksanakan pernikahan itu

harus diindahkan ketentuan Allah, seperti adanya kesanggupan dari orang-

orang yang akan nikah dengan seseorang yang dilarang nikah dengannya

dan sebagainya. Apabila hak Allah ini tidak diindahkan maka pernikahan

menjadi batal.

Di samping itu ada hak-hak orang yang akan nikah dan hak wali.

Mengenai hak-hak orang yang akan nikah dan hak wali ini tersebut dalam

hadist :

ا ھیلو نا مھسفنل قحأ الثیب الرسول اهللا صلى اهللا علیھ و سلم ق نا اسبعن ابن ع

)رواه مسلم( اھتوكا سھنذإو رمأتست ركبالو

Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya dan kepada gadis perawan dimintai persetujuannya dan tanda persetujuannya adalah diam. (HR. Muslim).

6 http://hakamabbas.blogspot.com/2014/03/nikah-

paksa.html#sthash.Ha3hqPgk.dpuf (Senin, 31 Agustus 2015 pukul 22.30 wib)

Page 67: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

58

Hadits di atas menerangkan bahwa orang-orang yang akan nikah baik laki-

laki ataupun perempuan mempunyai hak atas pernikahannya, begitu pula walinya.

Akan tetapi orang yang akan nikah lebih besar haknya dibanding dengan hak

walinya dalam pernikahannya itu. Wali tidak boleh menikahkan anak

perempuannya dengan laki-laki yang tidak disukai. Wali berkewajiban meminta

pendapat anak perempuannya mengenai laki-laki yang akan dijodohkan, apakah ia

mau menerima laki-laki itu atau menolaknya.7

Seseorang tidak dapat dipaksa untuk melaksanakan haknya atau tidak

melaksanakan haknya selama tindakannya itu tidak bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan haknya. Hak ijbar (memaksa)

dalam Islam dimiliki oleh wali mujbir, namun bukan berarti wali mujbir berhak

menjodohkan anaknya tanpa memberikan persetujuan kepada anaknya.

Di dalam Islam, hak ijbar dimaknai sebagai bimbingan atau arahan seorang

wali kepada putrinya untuk menikah dengan pasangan yang sesuai. Adanya

keihlasan, kerelaan dan izin dari seorang anak gadis adalah hal yang tidak bisa

diabaikan, sebab seorang anaklah yang akan menjalani kehidupan rumah tangga

dan waktunya rentang lama (permanent/muabbad) dan bukan untuk waktu yang

sementara (muaqqat).

C. Analisis Penulis

Tradisi perjodohan yang berlangsung di keluarga Kyai Buntet

Pesantren mempunyai dasar sesuai dengan hadis Nabi:

7 Ghazali Mukri, terj. Panduan Fikih Perempuan, karya Yusuf Al Qardhawi,

(Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004), h. 126.

Page 68: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

59

ینالد بذات فاظفر ولدینھا ولجمالھا ولحسبھا لمالھا :لأربع أةرالم تنكح

)8 البخارى رواه. (اكید تربت

Artinya: “Seorang perempuan (boleh) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita karena agamanya, maka akan memelihara tanganmu”. (H.R. Bukhāri).

Dapat dilihat dari hadis di atas, menurut penulis kyai Buntet

Pesantren menjodohkan putra putrinya sesuai dengan konsep kafa’ah

(sekufu) dalam islam, dan alasan yang menjadi prioritas kyai Buntet

Pesantren menjodohkan anaknya adalah karena keturunanya dan karena

agamanya. Dalam arti bahwa calon suami dan calon istri harus seagama

yaitu sama-sama Islam, dan mempunyai tingkatan akhlak ibadah yang

seimbang. Selain itu, calon suami dan calon istri diharapkan masih

keturunan keluarga Buntet Pesantren, karena dengan masih adanya

hubungan kekeluargaan, akan menjadikan kemakluman dan saling

memahami antar keluarga dan calon suami dan istri.9

Di Indonesia sendiri masalah kriteria/ukuran kafā`ah ini tidak dibahas

secara jelas, baik dalam Undang-undang perkawinan maupun dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI). Dalam Kompilasi Hukum Islam hanya dijelaskan:

8 Abī Abdillāh Muhammad bin Ismā’il bin Ibrāhim bin al-Muġīrah al-Bukhāri al-Ja’fiy,

Şahīh al-Bukhārī, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), h. 445. 9 Wawancara pribadi dengan KH Ade Nasihul Umam (Minggu, 2 agustus 2015 pukul

20.00 wib. Di kediaman beliau).

Page 69: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

60

a. Bab VI tentang larangan Nikah pasal 40 dijelaskan bahwa seorang

pria itu dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang tidak

beragama Islam.10

b. Bab X tentang pencegahan perkawinanpasal 61 menerangkan bahwa

tidak sekufu tidak dijadikan alas an untuk mencegah perkawinan,

kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama.

Konsep kafa’ah dalam seagama dan senasab yang menjadi faktor

perjodohan di Buntet Pesantren mempunyai tujuan agar tetap terjadi

hubungan pernikahan yang sakinah, mawaddah warahmah. Yang mana

apabila seorang kyai menikahkan anaknya dengan yang bukan senasab

atau yang bukan keturunan kyai, maka dikhawatirkan akan timbul rasa

tidak percaya diri dari salah satu pasangan dan menyebabkan akan

terjadinya ketidak harmonisan dalam rumah tangga.

Mengenai hak ijbar yang menjadi alasan lain seorang kyai

menjodohkan anaknya, menurut penulis seorang kyai harus dapat

berdialog atau memusyawarahkan terlebih dahulu kepada anaknya apabila

hendak menjodohkannya, agar tidak melanggar Pasal 6 ayat (1) Undang-

undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 16 ayat (1)

Kompilasi Hukum Islam. Dimana UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam menjelaskan bahwa perkawinan harus disetujui oleh kedua calon

mempelai, tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun.

10 Kompilasi Hukum Islam: Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung:

Fokus Media, 2012), h. 16.

Page 70: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

61

Perkawinan endogami yang menjadi faktor pendukung adanya

perjodohan di Buntet Pesantren dapat dilihat dari data yang penulis

dapatkan.

Berikut ini beberapa pasangan yang menerapkan pernikahan

endogami dalam perkawinannya. Di antaranya yaitu:

1. K.H Adib Rofi`uddin Izza bin KH izzudin (Pondok Pesantren al-

Inaroh) dengan Hj syarifah binti KH Hamid Anas (Pondok Pesantren

Falahiyyah Futuhiyyah).

2. R. Zidni Ilman bin KH Nasiruddin (Pondok Pesantren al-Khiyaroh)

dengan Endah Ayu Fikriyah binti K.H Adib Rofi`uddin Izza (Pondok

Pesantren al-Inaroh).

3. M Faris Al-Hak bin KH Fuad Hasyim (Pondok Pesantren Nadwatul

Ummah) dengan Dewi Aisyah binti KH Fahim (Pondok Pesantren

darul Hijroh).

4. M. Farid NZ bin KH Nasiruddin (Pondok Pesantren al-Khiyaroh)

dengan Qistintoniyah Zamrud binti KH Baidlowi Yusuf (Pondok

Pesantren Subbaniyah Islamiyah).

5. KH Anis Manshur bin KH Arsyad (Pondok Pesantren Nadwatul

Banin) dengan Siti Aisyiah binti KH Abdullah Abbas (Pondok

Pesantren Al Istiqomah).

6. Ade Nasihul Umam bin KH A Nidzommudin (Pondok Pesantren Al

Muttaba) dengan Lela binti KH Abdullah Abbas (Pondok Pesantren

Al Istiqomah).

Page 71: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

62

7. Nuruddin bin Kiai Abdul Jalil dengan Elok binti KH Anas Arsyad

(keduanya adalah cucu dari KH Arsyad).

8. Fikri Mubarok bin Hafash (Pondok Pesantren Al Muttaba) dengan

Fina Nurul Fitriah binti H Amin Subagyo (Pondok Pesantren

Falahiyah Futuhiyah).

Dari beberapa contoh perkawinan di atas semuanya menerapkan

perkawinan endogami, dalam hubungan perkawinanya masih memiliki

garis keturunan yang sama dan berdekatan atau dapat dikatakan senasab.

Menurut pandangan penulis, dengan diterapkannya konsep

perkawinan endogami di dalam keluarga Buntet Pesantren, menjadikan

rumah tangga masing-masing pasangan ini harmonis dan dapat dikatakan

sebagai keluarga sakinah mawaddah warahmah, dan menjadi teladan yang

baik bagi masyarakat maupun santrinya. Dan yang paling penting yaitu

dapat menjadi penerus yang baik yang mampu meneruskan estafet

perjuangan orang tuanyanya, sehingga Pesantren Buntet bisa terus

berkembang dalam mencetak santri yang berkualitas.

Page 72: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

63

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan, maka dapat penulis

tarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut.

A. Kesimpulan

1. Tradisi perjodohan yang dilakukan oleh keluarga pesantren, di Buntet

Pesantren sah menurut agama Islam, hanya saja diperlukan adanya dialog

atau penawaran terlebih dahulu kepada anak yang akan dijodohkan.

2. Yang melatarbelakangi kyai dan keluarga Buntet Pesantren menjodohkan

anaknya adalah karena untuk menjaga nasab. Nasab atau keturunan di

dalam keluarga pesantren sangat penting perannya. Karena itu, untuk

menjaga nasab maka para kyai menjodohkan anaknya kepada keluarga

yang satu nasab atau sama-sama kyai.

3. Doktrin untuk taat dan patuh terhadap orang tua sangat ditekankan dalam

keluarga pesantren. Dalam artian, seorang anak tidak dapat membantah

apa yang telah diperintahkan orang tuanya kepada anaknya, di sinilah yang

menurut penulis adanya semi pemaksaan saat kyai akan menjodohkan

anaknya.

4. Rata-rata yang telah dijodohkan orang tuanya atau kyai Buntet Pesantren

menjalin rumah tangga yang harmonis, dan dapat dikatakan sakinah,

mawadah warahmah. Dalam hal ini berarti mindset (pola fikir) masyarakat

tentang perjodohan yang dikhawatirkan tidak akan langgeng bila

pernikahan dilakukan dengan perjodohan telah terbantah. Karena apabila

perjodohan dikemas dengan baik dan demokratis, maka akan mencapai

Page 73: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

64

cita-cita sebuah perkawinan, yaitu perkawinan yang sakinah, mawadah

warahmah.

B. Saran

1. Hendaknya orang tua atau keluarga Buntet Pesantren memahami dan

mengerti, jika anaknya hendak di nikahkan atau dijodohkan maka orang

tua atau kyai harus mengadakan dialog dan musyawarah kepada anaknya

secara terbuka tanpa intervensi.

2. Apabila seorang anak sudah memiliki pilihannya sendiri, sebaiknya

diterima tanpa harus memandang nasab atau keturunan, karena akhlak

yang baik sudah menjadi tolok ukur kriteria pasangan yang baik. Dan

setiap orang mempunya kebebasan sendiri dalam hal cinta.

3. Untuk mewujudkan cita-cita perkawinan, sebaiknya rencana perjodohan

diberitahu jauh-jauh hari kepada anak yang akan dijodohkan, agar si anak

dapat saling mengenal satu sama lain, walaupun kedua orang tua mereka

sudah saling mengenal.

4. Bagi anak yang dijodohkan apabila merasa dipaksa oleh orang tuanya

maka dapat mengajukan pembatalan perkawinan, sesuai dengan Pasal 71

Kompilasi Hukum Islam.

Page 74: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

65

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PT Sinar Grafika,

2009.

Ashqolani, al, Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Harramain.

Asmawi, Muhammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta:

Darussalam, 2004.

Aziz, Abdul. ensklopedia Islam. Jakarta: PT. IkhtiarBaru Van Hoove, 1994.

Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutamaan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah).

Jakarta: CV.Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Bukhari, al, Muhammad bin Ismail, Sahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Al-Fikr.

Dahuri, Olman dan M. Nida, Fadlan, Pesantren-pesantren Berperngaruh di

Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2015.

Departemen Dinas Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1994.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren studi pandangan hidup kyai dan

vsisinya mengenai masa depan Indonesia. Jakarta: LP3S. 2011.

Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya : Bina Ilmu, 1995.

Page 75: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

66

Djalil, Basiq. Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo. Jakarta: Qolbun

Salim, 2007.

Eliza, Mona. Pelanggaran Terhadapa UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya.

Tangerang Selatan: Adelina Bersaudara, 2009.

Fadlullah, Sayyid Muhammad Husain Dunia Wanita dalam Islam, alih bahasa.

Muhammad Abdul Qodir Al-Kaf. Jakarta: Lemtara Basritama, 2000.

Horikoshi, Hiroko. Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: Perhimpunan

Pengembangan Pesantren dan Masyarkat (P3M), 1987.

Ismail, Faisal. NU Gusdurisme dan Politik Kiai. Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya, 1999.

Jaiz, Hartono Ahmad. Wanita Antara Jodoh, Poligami, dan Perselingkuhan.

Jakarta: Pustaka AL-Kautsar, 2007.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Kompilasi Hukum Islam: Himpunan Peraturan Perundang-Undangan. Bandung:

Fokus Media, 2012.

Mujib, Abdul dkk, dalam Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, kajian

fikih nikah lengkap. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Mukhtar, Kamal. Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta : Bulan

Bintang, 1974.

Page 76: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

67

Munawwir, Ahamad Warson. Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia.

Yogyajarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984.

Nasution, Amir Taat. Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Tuntutan Keluarga

Bahagia. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Tansformasi Metodologi Menuju Demokrasi

Institusi, Jakarta: Erlangga.

Rahmawati, Jurnal PERAN WALI DAN PERSETUJUAN MEMPELAI

PEREMPUAN: Tinjauan atas Hukum Islam Konveensional dan Hukum

Islam Indonesia. Dosen LB PKPBA UIN Malang.

Rasyid, Hamdani. kaderisasi Ulama di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren

Telaah Kritis terhadap Keberadaan Saat ini. Jakarta: Yayasan Islam Al-

Hidayah Yayasan Saefuddin Zuhri, 1998.

Sabiq, Sayid. Fiqh al-Sunah. Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah

Sahrani, Sobari dan M.A. Tihami, Fikih Munakahat. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2009.

Shabbagh, al, Mahmud. Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. Bandung: PT

Remaja Rosda, 1994.

Sopyan, Yayan, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta:Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Page 77: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

68

Syarifudin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: CV. Kencana Prenada Media,

2009.

Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Wahid, Abdurrahman. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: Dharma Bakti, 1958.

__________ ,Pesantren Masa Depan, wacana pemberdayaan dan transformasi

pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.

www.buntetpesantren.org/p/sejarah.html.

www.hakamabbas.blogspot.com/2014/03/nikah-

paksa.html#sthash.Ha3hqPgk.dpuf (diakses Senin, 31 Agustus 2015 pukul

22.30 wib).

Zain, Muhammad dan Mukhtar, Al ashodiq, Membangun Keluarga Humanis.

Jakarta: Grahacipta, 2005.

Ziemiek, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta;P3M, 1986.

Zuhaili, al, Wahbah, Terjemah Fiqh Islam wa adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayie al-kattani, dkk. Damaskus: Darul Fikr,2007.

Page 78: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

69

69

Page 79: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

70

69

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana tradisi perjodohan yang dilaksanakan oleh keluargakyai Buntet

Pesantren.

2. Seberapa penting peran orang tua menentukan pasangan hidup untuk anaknya.

3. Apakah perjodohan pada masyarakat Buntet Pesantren selalu pada kerabat

terdeka.

4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.

5. Pada usia berapa putra putri kiai dijodohkan.

6. Apakah keluarga Buntet Pesantren sangat menjunjung tinggi tradisi perjodohan.

7. Apa yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya.

Page 80: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

71

69

HASIL WAWANCARA

Nama: KH ADE NASHIHUL UMAM. Lc

Hari/Tanggal: Minggu, 02 Agustus 2015

1. Bagaimana tradisi perjodohan yang dilaksanakan oleh keluarga kyai Buntet

Pesantren.

Riwayat asal mula tradisi perjodohan di Buntet Pesantren, dimulai dari pesan KH

Abdul Jamil kepada anak-anaknya “Kawinnya jangan saam orang jauh, lebih

baik dengan orang dekat (saudara)”. Penjelasannya adalah, jika kita menikah

dengan orang dekat (saudara) dapat saling memaklumi baik kekurangan maupun

kelebihan kita, karena yang namanya perkawinan itu tidak bisa lepas dengan

ma’isyah (sumber kehidupan).

2. Seberapa penting peran orang tua menentukan pasangan hidup untuk

anaknya.

Peran orang tua masih sangat besar dalam menjodohkan putra putrinya.

3. Apakah perjodohan pada masyarakat Buntet Pesantren selalu pada kerabat

terdekat.

Kebanyakannya iya, karena yang menjadi faktornya perjodohan adalah untuk

menjaga keturunan. Oleh sebab itu pernikahan dengan saudara agar untuk

keberlangsungan pondok Buntet Pesantren.

4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.

Faktor yang paling berpengaruh adalah menjaga nasab (keturunan). kemudian

faktor yang menjadi alasan untuk menjodohkan, akhlak yang sholeh dan seorang

Page 81: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

72

69

kyai akan menjodohkan putrinya dengan lelaki yang bisa ngaji (pintar dalam ilmu

agama).

5. Pada usia berapa putra putri kiai dijodohkan.

Ada yang sudah dijodohkan sejak kecil, tapi kebanyakan dijodohkan saat

memasuki usia baligh.

6. Apakah keluarga Buntet Pesantren sangat menjunjung tinggi tradisi

perjodohan.

Iya, tradisi perjodohan berdampak positif bagi masyarakat dan keluarga Buntet

Pesantren, oleh sebab itu tradisi perjodohan masih lestari di keluarga Kyai

Buntet Pesantren.

7. Apa yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya.

Yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya adalah hadis yang

diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. “seorang perempuan dinikahi karena empat

perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, (atau)

karena agamanya”.

Nama: Ustadz M. Lutfi Yusuf

Hari/Tanggal: Jum’at, 31 Juli 2015

1. Bagaimana tradisi perjodohan yang dilaksanakan oleh keluarga kyai Buntet

Pesantren.

Page 82: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

73

69

Perjodohan di Buntet dibagi menjadi dua: 1. Pada zaman dahulu di Buntet

Pesantren anak laki-laki dan perempuan di Jodohkan. 2. Saat ini di Buntet

Pesantren, cenderung yang dijodohkan perempuan.

2. Seberapa penting peran orang tua menentukan pasangan hidup untuk

anaknya.

Saat ini peran orang tua hanya menawarkan kepada anaknya yang akan

dijodohkan, apakah ia bersedia atau tidak. Tidak ada unsur pemaksaan seperti

dulu.

3. Apakah perjodohan pada masyarakat Buntet Pesantren selalu pada kerabat

terdekat.

Kebanyakan iya pada kerabat terdakat, tetapi ada juga kepada keluarga kyai di

luar Buntet Pesantren.

4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.

Faktor yang paling berpengaruh adalah menjaga nasab (keturunan)

5. Pada usia berapa putra putri kiai dijodohkan.

Saat memasuki usia baligh.

6. Apakah keluarga Buntet Pesantren sangat menjunjung tinggi tradisi

perjodohan.

Persontase perjodohan di Buntet Pesantren telah menurun. Oleh sebab itu dapat

dikatakan hanya beberapa kyai saja yang masih menerapkan konsep perjodohan.

Nama: KH Salman Al Farisi

Hari/Tanggal: Minggu, 02 Agustus 2015

1. Bagaimana tradisi perjodohan yang dilaksanakan oleh keluarga kyai Buntet

Pesantren.

Page 83: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

74

69

Riwayat asal mula tradisi perjodohan di Buntet Pesantren, dimulai dari pesan KH

Abdul Jamil kepada anak-anaknya “Kawinnya jangan saam orang jauh, lebih

baik dengan orang dekat (saudara)”. Penjelasannya adalah, jika kita menikah

dengan orang dekat (saudara) dapat saling memaklumi baik kekurangan maupun

kelebihan kita, karena yang namanya perkawinan itu tidak bisa lepas dengan

ma’isyah (sumber kehidupan).

2. Seberapa penting peran orang tua menentukan pasangan hidup untuk

anaknya.

Peran orang tua masih sangat besar dalam menjodohkan putra putrinya. Karena

ada hak ijbar wali (orang tua).

3. Apakah perjodohan pada masyarakat Buntet Pesantren selalu pada kerabat

terdekat.

Tidak selalu kerabat dekat. Bisa juga dengan kerabat jauh, seperti saya sendiri

yang nikah dengan istri saya yang tidak ada hubungan kerabat dengan Buntet

Pesantren. Alasan para kyai menjodohkan anaknya kepada kerabatnya karena

sudah saling mengetahui.

4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.

Faktor yang paling berpengaruh adalah menjaga nasab (keturunan).

5. Pada usia berapa putra putri kiai dijodohkan.

Ada yang sudah dijodohkan sejak kecil, tapi kebanyakan dijodohkan saat

memasuki usia baligh.

6. Apakah keluarga Buntet Pesantren sangat menjunjung tinggi tradisi

perjodohan.

Page 84: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

75

69

Tidak menjadi keputusan mutlak. karena saat ini sudah ada kelonggaran dalam

keluraga kyai, terutama anak laki-laki biasanya mendapat kelonggaran untuk

memilih jodoh.

7. Apa yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya.

Yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya adalah hadis yang

diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. “seorang perempuan dinikahi karena empat

perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, (atau)

karena agamanya”.

Nama: FINA NURUL FITRIAH

Hari/tanggal: Rabu, 16 September 2015

8. Bagaimana tradisi perjodohan yang dilaksanakan oleh keluargakyai Buntet

Pesantren.

Dari pihak perempuan mendatangi rumah laki-laki untuk meminta atau

meminang calon penganten laki-laki, disebut daden-daden.

9. Seberapa penting peran orang tua menentukan pasangan hidup untuk

anaknya

Sangat berperan penting, karena pihak perempuan yang dijodohi selalu menuruti

apa kata orang tua, manut ke orang tua..

10. Apakah perjodohan pada masyarakat Buntet Pesantren selalu pada kerabat

terdeka.

Page 85: “TRADISI PERJODOHAN DALAM KOMUNITAS PESANTREN” MUHADI-FSH.pdftimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban (Dr. Ahmad Ghandur, al- ... berjalanan dengan baik sesuai dengan fungsi-fungsinya,

76

69

Biasanya seperti itu, selalu pada keluarga terdekat atau saudara jauh. Tapi

seringnya selalu saudara dekat.

11. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.

Mungkin salah satu faktornya yaitu karena keluarga dekat atau saudara dekat

jadi dijodohkan anak-anaknya, atau kalau saudara jauh, supaya lebih dekat

kekeluargaan atau persaudaraan biar makin erat.

12. Pada usia berapa putra putri kiai dijodohkan.

Tidak tentu, tapi biasanya dari umur 18 sampe 22 tahun

13. Apakah keluarga Buntet Pesantren sangat menjunjung tinggi tradisi

perjodohan.

Waktu dulu iya, tapi sekarang banyak juga banyak yang tidak melakukan

perjodohan.

14. Bagaimana respon anda sebagai anak Kyai yang dijodohkan?

Respon saya, ya semua ini pasti ada maksud baik dan intinya kalau nurut sama

orang tua, pasti kesananya akan baiak-baik saja..