Anu Anu Kriptokokosis

download Anu Anu Kriptokokosis

of 7

description

nono

Transcript of Anu Anu Kriptokokosis

PendahuluanKriptokokosis termasuk penyakit infeksi yang jarang diderita oleh orang sehat. Umumnya, kriptokokosis mudah dialami pada penderita dengan sistem imun yang rendah, contohnya HIV, seperti halnya pada kasus diatas. Di sisi lain, menurut penelitian oleh Tiksnadi A dkk yang dimuat dalam Neurona 2004, etiologi terbanyak komplikasi susunan saraf pusat pada penderita HIV adalah toxoplasma.Di Indonesia, menurut data September 2002, dari jumlah penduduk tahun 2001 sekitar 214.840.000, diperkirakan terdapat penderita (baik anak-anak maupun dewasa) HIV/AIDS sekitar 130.000 jiwa, sebagian besar bersamaan dengan penyalahgunaan narkoba. Prevalensi HIV pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) di Jakarta adalah 18% (1999), 40% (2000) dan 48% (2001). Prevalensi HIV positif pada pengguna narkoba suntik di Indonesia diperkirakan antara 50-90%. Beberapa laporan menyebutkan bahwa angka kejadian HIV yang mengenai susunan saraf pusat (SSP) adalah sekitar 40%, bahkan terdapat laporan neuropatologik yang menemukan kelainan pada 90% spesimen posmortem penderita HIV yang diperiksa. Angka kejadian ini semakin meningkat apabila disertai penyalahgunaan narkoba suntik. Meningkatnya jumlah penderita HIV disertai tingkat penyalahgunaan narkoba yang semakin tinggi, maka diperkirakan jumlah penderita dengan komplikasi neurologi juga akan semakin tinggi dan sering dijumpai.Menurut laporan dari Rumah Sakit Penyakit Tropis di Ho Chi Minh, Vietnam, jumlah penderita HIV yang mengalami kriptokokosis terus meningkat setiap tahunnya. Di Thailand, prevalensi meningitis kriptokosis sebesar 18,5% pada pasien HIV dan menjadi penyebab infekasi oportunistik tersering pada SSP.Kondisi lain selain HIV yang juga menjadi faktor predisposisi kriptokokosis adalah pasien yang menjalani terapi imunosupresif paska transplantasi organ, sarkoidosis, penyakit limfoproliferatif, hipogammaglobulinemia, terapi kortikosteroid, systemic lupus erythematosus (SLE), sirosis, dan dialisis peritoneal.

PatofisiologiCryptococcus neoformans menyebar secara hematogen ke sistem saraf pusat dari fokus di paru yang mana biasa bersifat subklinis. Tidak ada pneumonitis ditemukan pada 85% pasien dengan penyakit kriptokokal di SSP. Selain, paru-paru dan SSP, kriptokokus juga menyerang kulit, tulang dan saluran kelamin. Meninges merupakan tempat yang paling sering. Sebabnya masih belum jelas, tetapi beberapa teori telah dikemukakan seperti sifat antigen kapsul kriptokokus di cairan serebrospinal yang terbatas sehingga reaksi inflamasi tidak terinduksi. Selain itu cairan serebrospinal juga merupakan media pertumbuhan yang baik, mungkin disebabkan karena kandungan dopamin dan neurotransmiter lain di cairan serebrospinal dn tidak adanya protein yang toksik bagi kriptokokus. Penyakit ini biasanya berkembang bila kadar limfosit T helper CD4 berada dibawah 100 sel/mm3. Pada tahap ini, makrofag juga tidak berfungsi dengan baik.Gejala KlinisGejala klinis yang paling sering dialami adalah sakit kepala, disusul kemudian oleh demam. Gejala klinis lain adalah mual, muntah, lemas, gangguan memori, dan penurunan kesadaran (stupor atau koma).Dari pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan penurunan kesadaran (apatis), kaku kuduk dan gangguan saraf kranialis nervus VII dextra sentral. Oleh karena itu, dipikirkan pasien mengalami meningoensefalitis. Sakit kepala progresif akibat tumor dapat disingkirkan karena pada pasien ditemukan tanda rangsang meningeal positif.DiagnosisDiagnosis definitif pada meningitis kriptokokus memerlukan pungsi lumbal yang disertai dengan pengukuran opening pressure. Cairan serebrospinal yang telah dipungsi selanjutnya diuji dengan pewarnaan tinta India atau dikultur. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal adalah leukositosis mononuklear ringan (50-500 sel/mL), protein >500-1000 mg/dL atau normal, dan glukosa sedikit menurun. Hasil itu mencerminkan meningoensefalitis kronik.Cairan serebrospinal yang telah diwarnai dengan tinta India dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran kuat (minyak emersi). Yang terlihat adalah sel ragi yang berbentuk halo disekelilingnya. Adanya halo tersebut dikarenakan kapsul glukuronoxylomannan. Sensitivitas tes tinta India mencapai 75%. Akan tetapi, jumlah koloni sel ragi 100 sel/mL. Risiko relaps pada fase pemeliharaan adalah sekitar 2%.Amfoterisin B bersifat fungisidal. Resistensi secara in vitro masih jarang ditemukan. Efek samping yang paling dikhawatirkan adalah nefrotoksisitas, tetapi sifatnya reversible apabila dosis total tidak melebihi 4 gr. Nefrotoksisitas dapat tereksaserbasi apabila pasien mengalami kekurangan natrium. Untuk mencegah keadaan itu, pasien sebaiknya mendapatkan infus NaCl 0,9% selama pengobatan amfoterisin B. Bioavailabilitas amfoterisin B buruk pada pemberian oral sehingga harus diberikan secara intravena. Amfoterisin B menyebabkan kerusakan membran melalui ikatan sterol pada sel membran. Selain itu, amfoterisin B juga diduga merangsang fungsi makrofag. Pemberian intratekal dianjurkan hanya sebagai terapi salvage pada pasien relaps.Flusitosine adalah analog nukleotida. Secara in vitro, ditemukan kerja yang sinergis dengan amfoterisin B. Pada studi acak oleh Horst dkk dilaporkan bahwa eliminasi kriptokokus pada cairan serebrospinal lebih cepat pada pasien yang diberikan flusitosine dan amfoterisin B daripada amfoterisin B saja. Flusitosine akan diubah menjadi fluoro-urasil pada sel jamur, dan merupakan zat aktif dari obat itu. Toleransi pengobatan yang kurang baik dan resistensi yang cenderung meningkat menjadi alasan flusitosine tidak digunakan sebagai monoterapi.Golongan azole mempunyai potensi, tolerabilitas, dan penetrasi pada cairan serebrospinal yang baik. Mekanismenya berlawanan dengan amfoterisin B yaitu menghambat pembentukan sterol sehingga efek terapi akan kurang baik apabila keduanya digunakan secara kombinasi meski percobaan pada hewan belum membuktikan hal tersebut.Sementara itu, terapi meningoensefalitis kriptokokus berdasarkan Standard of Procedure Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) agak berbeda dengan yang dikemukakan Saag dkk. [Tabel 2]

PrognosisMeningitis kriptokokus akan berakibat fatal bila tidak diobati. Dengan pengobatan, angka ketahanan hidup akan bertambah tetapi risiko kematian tetap tinggi antara 5,5-46%. Sebagian kecil pasien meninggal dalam 6 minggu pertama setelah diagnosis tanpa pengobatan. Sedangkan sebagian yang lain dapat hidup lebih hingga 18 bulan lebih lama. Angka kekambuhan setelah pengobatan cukup tinggi, sebesar 30-50%. Toksisitas obat sering terjadi yaitu mencapai 60% pasien. Maka dari itu, hidup serasa di ujung tanduk gara-gara jamur!

Cryptococcus neofarmansCryptococcus neofarmans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yangada dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamursistemik yang disebut cryptococcosis, dahulu dikenal dengan nama Torulahistolitica. Jamur ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamurdan merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengangangguan imunitas. Cryptococcus neofarmans dapat ditemukan pada kotoranburung (terutama merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia(colonized human).Gejalanya seperti meningitis klasik yang melibatkan meningitis secara difus.Dengan adanya AIDS, insiden cryptococcal meningitis meningkat drastis. DiAmerika, meningitis ini termasuk lima besar penyebab infeksi oportunistikpada pasien AIDS.a. MikologiCryptococcus neofarmans merupakan yeast like fungus. Pada jaringanyang terinfeksi organisme ini membentuk kapsul polisakarida yangmerupakan antigenpenting yang dapat mempengaruhi tubuh host. Kapsulini terdiri dari empat serotipe antigen yang telah dapat diisolasi yairuA,B,C dan D. Berdasarkan antigen kapsul ini Cryptococcus neofarmansdibagi menjadi dua subgroup, V.neofarmans var neofarmans (serotipe Adan D) dan C.neofarmans var gatti (serotipe B dan C). Serotipe Amerupakan serotipe yang paling sering diisolasi dan yang terutama diAmerika. Serotipe D biasanya ditemukan di Eropa, B dan C ditemukan didaerah tropis dan subtropis. Pada pasien AIDS serotipe yang paling seringditemukan aialah serotipe B dan C.Serotipe B dan C dapat pula menginfeksi manusia (nonimmunosupressanthost) dan lebih banyak menginvasi parenkim otakmenyebabkan lesi massa yang disebut toruloma.Isolasi jamur dapat dilakukan dengan membuat sediaan cairanserebrospinal yang dicampur dengan tinta India kemudian diperiksa padamikroskop. Ukuran diameter yeast 4-6 m dengan kapsul berukuran 1-30m. Jika pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati maka dapat positifpada lebih kurang setengah kasus meningitis cryptococcal, dan lebih tinggipada penderita AIDS. Perhitungan kwantitatif pasien meningitis daro 103-107 count forming unit (CFU) perdarahan milimeter cairan serebrospinal.Patogenesis dan PatofisiologiInfeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungansekitar. Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsulpolisakarida yang besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksikapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida dalamparu.Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam hostmamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer parukelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanyamembatasi penyebaran organisme.Kebanyakan infeksi paru ini tanpagejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti gejala pneumonia padainfeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan inibiasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan denganatau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesipulmonar fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam paru ataulimfenodus sampai pertahanan host melemah.Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodustorakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannyaterganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selamamasa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, makatempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaandimana predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belumdapat diterangkan.Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksiCryptococcus neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur inimempunyai beberapa fenotif karakteristik yang diaktakan berhubungandengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi phenoloxidase,adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengancepat pada suhu tubuh host.Informasi terakhir mengatakan bahwamelanin bertindak sebagai antioksidan yang melindungi organisme ini darimekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik lainnya yaitukemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuhterutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan berkembangpada suhu tubuh manusia.c. PatologiAda tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu,meningitis kronis,vaskulitis daninvasi parenkimal.pada infeksi Cryptococcaljaringan otak menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningenbsal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokongdandpt mengobstruksi aliran likuor dari foramen Luschka dan Magendisehingga terjadi hidrosefalus. Pada jaringan otak terdapat substansigelatinosa pada ruang subarakhnoid dan kista kecil didalam parenkim yterletak terutama pada ganglia basilis pada distribusi arterilentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltratmeningen terdiri dari sel-sel ingflamasi dan fibroblast yang bercampurdengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan padabeberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis danreaksi granulomatosasama dengan yang terlihat pada M.tuberculosa dengan segala bentukkomplikasinya.Menurut Prockop,perubahan susunan saraf pusat termasuk infiltrasimeningen oleh sel mononuklear dan organisma. Organisma ini dapattersebar pada parenkim otak dengan reaksi inflamasi yang minimal atautanpa reaksi inflamasi. Kadang-kadang terdapat abses pada jaringan otakdan granuloma pada meningen otak dan medula spinalis.Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik sepertiakibat infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindromameningitis atau sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakinprogresif selama observasi (paling kurang empat minggu). Manifestasiklinis lainnya berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam, nyerikepala, letargi, confise, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologik.Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan padagejala awal. Misalnya pasien datang ke klinis hanya dengan keluhandemensia subakut tanpa gejala lainnya.Waktu terjadinya penyakit sangat vital dan penting dalammempertimbangkan diagnosis meningitis jamur. Beberapa kasus sebagaimeningitis akut,kebanyakan subakut dan beberapa kronis.Gambaran klinis selain meningitis yang sering ditemukan yaitu gambaranensefalitis. Sering kali pasien didagnosa sebagai meningitis TBC sampaiakhirnya ditemukan diagnosa yang benar dengan ditemukannya jamurdalamcr serebrospinal. Diagnosa meningitis jamur dapat ditegakkandengan kultur dalam medium sabouraud. Granuloma besar padaserebrum, serebrum atau batang otak memberikan gejala seperti spaceoccupaying lesion lainnya. Diagnosa granuloma dapat ditegakkan daripemeriksaan CT scan dan MRI.d. DiagnosaDiagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahanseperti, laboratorium cairan serebrospinal. Gambaran cairan serebrospinalinfeksi Cryptococcus sama dengan meningitis tuberkulosa. Tekananbiasanya meningkat terdapat peningkatan jumlah sel dari 10-500sel/mm3. protein meningkat dan glukosa menurun biasanya sekitar 15-35 mg. Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan organisme ini dalamcairan serebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam mediasabouraud dan berasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamurini juga dapat dikultur dari urine, darah, fases, sputum dan sum-sumtulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairanserebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine,darah, feses, sputum dan sum-sum tulang.e. TerapiTerapi dengan amphotericin B memperlihatkan hasil yang baik.Amphotericin B diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5mg/kg,diberikan enam sampai sepuluh minggu, tergantung dari perbaikanklinis danekmbalinya cairan serebrospinal kearah normal. Peneliti lainmemberikan amphotericin B dengan 5-flurocytosine 150 mg/kg perhari(dalam 4 dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang lebih baik.f. PrognosaPada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulantetapi kadang-kadang menetap sampai beberapa tahun denganrekuren,remisi dan eksaserbasi. Kadang-kadang jamur pada cairanserebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih. Telah dipalorkanbeberapa kasus yang sembuh spontan.

Journal of Clinical Microbiology, July 2005, p. 3548-3550, Vol. 43, No. 70095-1137/05/$08.00+0 doi:10.1128/JCM.43.7.3548-3550.2005Copyright 2005, American Society for Microbiology. All Rights Reserved.

Pewarnaan ini buka untuk mewarnai bakteri, tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi gelap. Caranya secara umum dengan mencampur mikroba dalam setetes tinta bak/ tinta cina/ tinta india (negrosin) lalu meyebarkan diatas kace objek yang bersih (Waluyo, 2008).Pewarnaan negatif menyebabkan mikroba kelihatan transparan (tembus pandang) dan tampak jelas pisah diatara medan yang gelap karenapewarnaan ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Berbeda dengan metode pewarnaan yang lain, pada pewarnaan negative tidak mengalami pemanasan atau perlakuan lain dengan dengan bahan kimia (Waluyo, 2008).Berhasil tidaknya metode ini tergantung pada kaca objek hatus betul-betul bersih, jumlah negrosin yang digunakan menentukan keberhasilan pewarnaan dan campuran mikoorganisme harus digesekkan diatas kaca bjek bukan sekedar didorong (Waluyo, 2008).Ciri-ciri pewarnaan negatif adalah:1. Menggunakan zat warna yang bermuatan negative.2. Tujuan penggunaan zat warna negative tersebut, menyebabkab zat warna tidak mewarnai permukaan sel yang bermuatan negative.3. Pewarnaan negative bukan pewarnaan mikroba, karena sel mikroba tetap tidak berwarna setelah penambahan zat warna.4. Kesalahan yang sering dilakukan yakni preparat ulas terlalu tebal dan terlalu tipis. Bila preparat terlalu tebal menyebabkan lingkungan sekitar bakteri gelap dan mikroba tidak dapat dibedakan dengan lingkungan disekelilingnya. Tetapi bila preparat terlalu tipis tidak terjadi kontras yang tajam antara mikroba dengan lingkungan sekitar.

Cara kerja pewarnaan negatif1. Dibersihkan objek glas dengan alcohol bebas lemak kemudian difiksasikan diatas nyala lampu spiritus.2. Setelah dingin, diambil suspense biakan murni bacillus sp, dengan ose secara aseptis dan letakkna diatas objek glass.3. Diambil sedikit zat warna nigrosin atau tinta cina dengan batang glass dan campur dengan suspense bakteri yang telah diletakaan diatas objek glass.4. Campuran bakteri dengan larutan nitrogliserin (tinta cina) ini kemudian diratakan dengan batang glass hingga merupakan lapisan yang tipis sekali.5. Dikeringkan praparat dengan dianginkan.6. Diamati dibawah mikroskop dengan kuat, sel-sel bakteri akan tampak transparan dengan latar belakang hitam (gelap).

1.Pewarnaan NegatifTujuanMempelajari penggunaan prosedur pewarnaan negatif untuk mengamati morfologi organisme yang sukar diwarnai oleh pewarna pewarna sederhana.

PrinsipPewarnaan negatif memerlukan pewarna asam seperti eosin atau negrosin.pewarna asam memiliki negatif charge kromogen,tidak akan menembus atau berpenetrasi ke dalam sel karena negative charge pada permukaan bakteri.oleh karena itu,sel tidak berwarna mudah dilihat dengan latar belakang berwarna.BahanBiakan pada agar nutrient miring umur 24 jam bakteri Escherichia coli,Bacillus cereus,dan staphylococcus aureus.ReagensiaNigrosin atau tinta India