antropologi lembar balik

21
Food Ideolog y Kelompok 9: Cynthia Ariani D. (‘018) Adinda Pitria Y. (‘040) Retno Deviani (‘048) Aldira Kurnia (‘050) Wulan Syafri Yani (‘035) Ade Yunita (‘046) Monica Yuliasari (‘045) Winda Dwi Putri

description

ppt

Transcript of antropologi lembar balik

Page 1: antropologi lembar balik

Food Ideology

Kelompok 9:Cynthia Ariani D. (‘018)Adinda Pitria Y. (‘040)Retno Deviani (‘048)Aldira Kurnia (‘050)Wulan Syafri Yani (‘035)Ade Yunita (‘046)Monica Yuliasari (‘045)Winda Dwi Putri (‘006)  

Page 2: antropologi lembar balik

Ideologi Pangan?

Food Ideology adalah berbagai sikap, kepercayaan, kebiasaan dan tabu yang

mempergaruhi susunan menu suatu kelompok masyarakat.

Page 3: antropologi lembar balik

Ideologi adalah suatu keyakinan, terutama pada kelompok tertentu yang mempengaruhi cara orang dalam berperilaku.

Cakupan ideologi : Politik, ekonomi, sosial, agama

Food Ideology adalah berbagai sikap, kepercayaan, kebiasaan dan tabu yang mempergaruhi susunan menu suatu kelompok masyarakat.

Misalkan:

1. Apa yang orang anggap sebagai makanan

2. Apa efek yang ditimbulkan makanan tersebut terhadap kesehatan mereka

3. Apa yang mereka pikirkan cocok dengan berbagai umur dan kelompok

Sikap dan keyakinan ini sering timbul karena :

4. Efek

o Rasa yang diperoleh: orang dapat memakan makanan tertentu yang tidak sesuai dengan selera mereka.

o Pilihan diet yang tidak biasa.

2. Pilihan makanan yang berbeda

o Berbagai jenis makanan di berbagai daerah tetapi tidak ada kelompok sosial yang dapat mengklasifikasikan semua bahan makanan yang berfungsi sebagai makanan.

Page 4: antropologi lembar balik

masalah pemenuhan pangan juga

tergantung pada kepercayaan-kepercayaan,

pantangan-pantangan dan upacara-upacara yang mencegah orang

memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang

tersedia bagi mereka.

IDEOLOGI PANGAN . . . .

Page 5: antropologi lembar balik

Banyak dari masalah pemenuhan pangan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan yang keliru, yang terdapat dimana-mana, mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan, dan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-upacara yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka.

Kebiasaan makanan merupakan yang paling menentang perubahan diantara semua kebiasaan. Apa yang kita sukai dan tidak kita sukai, kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa yang dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan, dan keyakinan-keyakinan kita dalam hal makanan yang berhubungan dengan keadaan kesehatan dan pantangan ritual, telah ditanamkan sejak usia muda. Hanya dengan susah payah orang dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan kebiasaan makan sejak usia muda, untuk memulai dengan makanan yang samasekali berlainan.

Karena kebiasaan makan, seperti semua kebiasaan, hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungkin menuju perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi.

Page 6: antropologi lembar balik

Makanan

dalam

Konteks

Budaya

Page 7: antropologi lembar balik

Makanan dalam Konteks Budaya

Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan tahyul-tahyul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan. Para ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya lainnya. Perhatian khusus diberikan terhadap peranan makanan dalam kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan sosial, sanksi-sanksi , kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang penting dalam mengatasi soal makan untuk tubuh manusia.

Makanan dalam konteks budaya dapat dilihat dalam bagaimana:

Kebudayaan dalam menentukan makanan.

Nafsu makan dan lapar.

Klasifikasi makanan dalam masyarakat.

Peranan-peranan simbolik dari makan

Page 8: antropologi lembar balik

Kebudayaan dalam

Menentukan Makanan

Page 9: antropologi lembar balik

1. Kebudayaan dalam Menentukan Makanan

Sebagai suatu gejala budaya, makanan bukanlah semata-mata suatu produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia, yang dapat dipakai oleh organisma yang hidup, termasuk manusia, untuk mempertahankan hidup.

Dalam setiap masyarakat , makanan dibentuk secara budaya. Bagi sesuatu yang akan dimakan, ia memerlukan pengesahan budaya, dan keaslian. Tidak ada suatu kelompok pun, bahkan dalam keadaan kelaparan yang akut, akan memperguna-kan semua zat gizi yang ada sebagai makanan. Karena pantangan agama, tahyul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam sejarah, ada bahan-bahan makanan begizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”.

Kita mengenal variasi makanan yang sangat banyak untuk disantap akibat multi etnik dan sistem produksi makanan yang berlimpah ruah. Namun ada banyak makanan bergizi yang sangat dihargai oleh warga budaya lain yang kita kenal, tapi tidak kita anggap sebagai makanan. Mungkin sekali, suatu makanan yang dari segi gizi dapat diterima, dapat digolongkan sebagai makanan, tapi kita tidak menganggap itu sebaqgai makanan karena tidak pernah atau dilarang memakannya.

Page 10: antropologi lembar balik

Nafsu Makan dan Lapar

Page 11: antropologi lembar balik

2. Nafsu Makan dan Lapar

Nafsu makan dan lapar adalah gejala yang berhubungan, namun berbeda. Nafsu makan dan apa yang diperlukan untuk memuaskannya adalah konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan merupakan suatu konsep fisiologis.

Dalam banyak masyarakat, definisi lengkap dari makanan tidak dapat dibuat tanpa merujuk pada konsep makanan dan waktu makan. Misalnya dalam survey gizi di pedesaan sering tidak diperhatikan konsep makan di tempat yang diteliti. Waktu ditanyakan makanan apa yang sudah dimakan pada hari sebelumnya, jawaban yang diperoleh adalah sederet daftar makanan yang disantap pada setiap waktu makan di tempat tersebut. Akibatnya, banyak macam makanan yang bergizi dan penting termasuk makanan kecil tidak termasuk dalam analisis, sehingga hasil survey gizi mereka menjadi tidak seimbang dengan yang sebenarnya.

Page 12: antropologi lembar balik
Page 13: antropologi lembar balik

3. Klasifikasi Makanan dalam Masyarakat

Dalam setiap masyarakat, makanan diklasifikasikan dengan cara-cara yang bervariasi dan berbeda-beda pada setiap kebudayaan. Pengklasifikasian bisa berdasarkan waktu makan, status dan prestise, menurut jenis pertemuan (sosial, usia, keadaan sakit dan sehat), menurut nilai-nilai simbolik dan ritual, dan lain-lain.

Pertimbangan status memainkan peranan penting, terutama dalam merubah kebiasaan makan. Hasil penelitian Cussler dan deGive menemukan di kalangan rakyat kecil kulit putih dan hitam di Amerika Serikat bagian Tenggara, makanan yang berwarna terang lebih berprestise daripada makanan yang berwarna gelap. Pilihan di kalangan luas terhadap beras putih giling, misalnya, yang dalam hal gizi kurang baik daripada beras coklat yang tidak digiling erat kaitannya dengan ide-ide prestise tersebut.

4. Peran Simbolik dalam Makanan

Selain merupakan hal pokok dalam hidup, makanan penting juga bagi pergaulan sosial. Makanan dapat dimanipulasikan secara simbolis untuk menyatakan persepsi terhadap hubungan antara individu-individu dan kelompok-kelompok atau dalam kelompok untuk meramalkan bagaimana kehidupan sosial terjadi.

Ungkapan simbolis tersebut dapat dilihat dalam:

Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial

Makana sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok

Makanan dan stres

Simbolisme makanan dalam bahasa.

Page 14: antropologi lembar balik
Page 15: antropologi lembar balik

Akibat dari Food Ideologi Terhadap Kecukupan Gizi

Kegagalan Untuk Melihat Hubungan Antara Makanan Dan Kesehatan

Dasar kearifan konvensional mengenai makanan ditandai oleh kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu bisa dugunakan sebaik-baiknya. Yang terpenting dari kesenjangan itu adalah kegagalan yang berulang kali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti antara makanan dan kesehatan.

Contoh: Persepsi mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan berupa suatu pandangan keliru yang meluas: Makanan yang kaya protein, terutama daging dan susu tidak boleh dimakan oleh anak-anak yang mengidap penyakit cacing karena dianggap “menyebabkan cacing-cacing muncul”

Kegagalan untuk mengenali kebutuhan gizi pada anak-anak.

Page 16: antropologi lembar balik
Page 17: antropologi lembar balik

Ideologi Makanan Nusantara:

Ideologi Makanan Suku Batak

Pengertian makanan menurut konsep suku Batak Toba ialah segala hasil organik dengan kuantitas-kuantitas biokimia yang secara fisiologis berfungsi untuk mempertahankan hidup tubuh manusia dan memiliki makna budaya yang diakui dan dibenarkan secara tersendiri oleh anggota setiap kelompok masyarakat. Makanan yang sesuai dengan tradisi batak toba ialah makan nasi beserta dengan lauk pauknya pada waktu yang sudah tertentu.

Ideologi Makanan Suku Jawa

Menurut Satjadibrata, pengertian makanan adalah suatu benda yang dapat dimakan. Dalam konsep kebudayaan jawa dapat dikatakan bahwa belum dapat dikatakan makan apabila belum makan nasi besera dengan lauk pauknya. Biarpun misalnya memakan singkong rebus satu piring tetap saja beranggapan belum makan.

Bila ditelusuri lagi, makanan pada suku Jawa merupakan salah satu cara untuk mengikat tali persaudaraan baik dengan kerabat sendiri maupun orang lain yang tidak mempunyai tali kekerabatan. Hal ini dapat dilihat bila seseorang tetangga atau kerabat datang untuk mencicipi

Page 18: antropologi lembar balik

Contoh Pengaruh Ideologi Pangan pada

Kebiasaan Makan di US

Page 19: antropologi lembar balik
Page 20: antropologi lembar balik
Page 21: antropologi lembar balik

Implikasi ideologi makanan dalam praktek diet:

Membantu untuk memahami ketidakefektifan konseling gizi konvensional antara masyarakat yang menolak nilai-nilai ilmiah.

Menambah pemahaman kita tentang pasien yang tidak patuh dengan rezim diet

Kurangnya pemahaman tentang sistem makanan tradisional menimbulkan hambatan untuk upaya baik untuk memperkenalkan perubahan dalam kebiasaan makanan

Pengembangan dan penguatan dari sistem tradisional yang ada dengan praktek menyuarakan gizi