Antropologi Kesehatan Suku Sasak

43
ANTROPOLOGI KESEHATAN SUKU SASAK MAKALAH KELOMPOK 4 : Rizal Vara Saputro 122110101057 Lutfi Imansari 122110101059 Nindy Rindra Puspita 122110101077 Reza Ahadiansyah 122110101094 Uswatun Asihta 122110101099

description

Untuk Memenuhi tugas MataKuliah Antropologi Kesehatan

Transcript of Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Page 1: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

ANTROPOLOGI KESEHATAN SUKU SASAK

MAKALAH

KELOMPOK 4 :

Rizal Vara Saputro 122110101057

Lutfi Imansari 122110101059

Nindy Rindra Puspita 122110101077

Reza Ahadiansyah 122110101094

Uswatun Asihta 122110101099

UNIVERSITAS JEMBERJEMBER

2013

Page 2: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, taufik

serta hidayahnya penulis dapat menyelesaikan analisa yang berjudul “Nasi papah, antara budaya

dan kesehatan” tepat pada waktunya.

Analisa ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Antropologi Kesehatan

semester II Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut berpartisipasi

serta mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :

1. Ibu Mury Ririanty, S.KM., M.Kes., selaku dosen matakuliah Antropologi Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiranya demi memberikan masukan kepada kami.

2. Kakak-kakak senior serta rekan-rekan kami semua, khususnya dari Fakultas Kesehatan

Masyarakat yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

3. Bapak dan ibu dirumah yang senantiasa mendoakan kami disini

4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu

Penulis berharap semoga analisa ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga

analisa ini dapat menambah pengetahuan kita.

Dalam penulisan analisa ini penulis menyadari bahwa analisa ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari

para pembaca sekalian.

Jember, 15 Mei 2013

Penulis

Page 3: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan........................................................................................ 1

Bab II Pembahasan....................................................................................... 2

2.1 Nasi Papah dari Sisi Budaya............................................................ 2

2.2 Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan.......................................... 8

2.3 Peranan Tokoh Agama    ................................................................. 9

Bab III Kesimpulan....................................................................................... 11

Daftar Pustaka............................................................................................... 12

Page 4: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang kaya dengan beragam suku dan budaya, yaitu sekitar 300

suku bangsa. Setiap suku memiliki keunikan masing-masing. Diantara suku – suku diatas, disini

kita akan membahas tentang Suku Sasak yang hidup di Pulau Lombok yang tinggal di dusun

Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Sekitar 80% penduduk pulau ini diduduki oleh Suku

Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti Suku  Mbojo (Bima), Dompu, Samawa

(Sumbawa), Jawa dan Hindu (Bali Lombok). Suku Sasak adalah suku terbesar di Propinsi yang

berada di antara Bali dan Nusa Tenggara Timur. Suku Sasak masih dekat dengan suku bangsa

Bali, tetapi suku ini sebagian besar memeluk agama Islam.

Umumnya, kepala keluarga suku ini bekerja sebagai petani, sedangkan kaum wanitanya

memiliki sambilan sebagai penenun kain. Hasil Tenunan dipajang di teras rumah atau di gazebo

yang ada di sekitar rumah. Para wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke

rumah untuk melihat hasil tenun sambil melihat rumah adat suku Sasak yang disebut bale tani.

Keunikan dari rumah adat suku Sasak adalah lantai yang dibuat dari campuran tanah liat, kotoran

kerbau, dan kulit padi. Menurut mereka, campuran tersebut lebih kokoh dibandingkan semen

biasa dan memiliki arti tersendiri. Tanah menggambarkan dari mana manusia berasal. Sedangkan

kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka sebagai petani yang sangat memerlukan

kerbau untuk membajak sawah. Budaya lain yang masih ada hingga sekarang salah satunya yaitu

Nasi Papah. Nasi papah yaitu nasi yang dilumatkan dengan mulut yang kemudian diberikan

kepada bayi dan itu sudah berlangsung secara turun temurun. Menurut penduduk Pulau Lombok,

nasi papah mempunyai pengaruh besar pada perkembangan tubuh dan kecerdasan anak serta

percaya bahwa bayi juga memerlukan makanan pendamping selain ASI. Dari Pemaparan diatas,

nampak jelas terlihat banyak sekali hal yang perlu kita ketahui secara mendalam tentang Suku

Sasak, sehingga dapat memperluas khasanah keilmuan dan untuk lebih memahami bahwa

indonesia mempunyai berbagai suku dan adat istiadat masing-masing sehingga kita mempunyai

bekal untuk manentukan sikap dan jalan apa yang paling tepat untuk menyikapinya.

Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa adat istiadat maupun tradisi Suku Sasak

yang berkaitan dengan aspek kesehatan, diantaranya yaitu pemberian Nasi Papah ‘Pakpak’,

Pembangunan Rumah Adat Suku Sasak dan tradisi Suku Sasak saat persalinan.

Page 5: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Rumah Adat Suku Sasak

Rumah Adat Suku Sasak

Rumah Adat Suku Sasak

Page 6: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Bagian Dalam Rumah

Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, Nusa Tenggara Barat,

Indonesia. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana

terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab

tersebut, suku Sasak disebut ‘Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi’. Jika saat kitab tersebut dikarang

suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis

sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan

tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah

adatnya.

Rumah mempunyai posisi penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat

individu dan keluarganya berlindung secara jasmani dan memenuhi kebutuhan spiritualnya. Oleh

karena itulah, jika kita memperhatikan bangunan rumah adat secara seksama, maka kita akan

menemukan bahwa rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom

masyarakatnya, seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Orang Sasak mengenal beberapa jenis bangunan adat yang dijadikan sebagai tempat tinggal dan

juga tempat penyelenggaraan ritual adat dan ritual keagamaan.

Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek).Lantainya

dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat

Page 7: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

dan kotoran kerbau membuat lantaitanah mengeras, sekeras semen. Pengetahuan membuat lantai

dengan caratersebut diwarisi dari nenek moyang mereka.

Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat Sasak

didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu

tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat daribambu.  Rumah adat suku Sasak hanya

memiliki satu pintu berukuransempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.  

Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profanduniawi)

secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan

berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang

merupakan manifestasi darikeyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk), epen

bale(penunggu rumah), dan sebaginya.

Perubahan pengetahuanmasyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya

faktor-faktoreksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan

perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya

seperti arsitektur, tata ruang, danpolanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang

dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.

Untuk menjaga lestarinya rumah adat mereka dari gilasan arsitektur modern,para orang

tua biasanya mengatakan kepada anak-anaknya yang hendakmembangun rumah dengan

ungkapan: Kalau mau tetap tinggal di sini,buatlah rumah seperti model dan bahan bangunan

yang sudah ada. Kalau ingin membangun rumah permanen seperti rumah-rumah di kampung-

kampunglain pada umumnya, silakan keluar dari kampung ini. Demikianlah cara orang Sasak

menjaga eksistensi rumah adat mereka, yaitu dengan cara melembagakan dan mentransmisikan

pengetahuan dan nilai-nilai yangterkandung di dalamnya.

1.) Peralatan, Waktu dan Pemilihan Tempat

a. Peralatan untuk Membangun Rumah

Peralatan yang harus dipersiapkan untuk membangun rumah, diantaranya adalah:

    * Kayu-kayu penyangga.

    * Bambu.

    * Bedek (anyaman dari bambu untuk dinding).

    * Jerami dan alang-alang, digunakan untuk membuat atap.

Page 8: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

    * Kotaran kerbau atau kuda, sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

    * Getah pohon kayu banten dan bajur.

    * Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

b. Waktu Pembangunan Rumah

Rumah mempunyai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat Sasak, oleh karena itu

perlu perhitungan yang cermat tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik untuk memulai

pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat,  mereka berpedoman pada papan warige

yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Oleh karena tidak semua orang

mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun

rumah bertanya kepada pemimpin adat.

Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun

rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitubulan Rabiul

Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada jugayang menentukan hari baik berdasarkan

nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan)

untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan

ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang

malapetaka, seperti penyakit, kebakaran,sulit rizqi, dan sebagainya.

c. Pemilihan Tempat

Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif

dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak

tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan

membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur,dan

pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orangSasak tidak akan membangun

rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut

mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).

2.) Bangunan Rumah Adat Suku Sasak

Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik kebawah

dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah(fondasi). Atap dan bubungannya

(bungus) terbuat dari alang-alang,dindingnya dari anyaman bambu (bedek), hanya mempunyai

satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inanbale

Page 9: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

(ruang induk) meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalemberupa tempat menyimpan harta

benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.

Ruangan baledalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan

makanandan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2meter persegi atau

bisa empat persegi panjang. Kemudian ada sesangkok(ruang tamu) dan pintu masuk dengan

sistem sorong (geser). Di antarabale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga)

danlantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah, danabu jerami.

Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah polapem

bangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan

keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi

kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek

perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk

setempat.

Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiridari beberapa macam,

diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar,Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq

Bencingah, dan BaleTajuk. Nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi darimasing-

masing tempat.

a. Bale Tani

Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang

berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari beberaparuangan, yaitu:

satu ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruanguntuk kamar (dalem bale). Walaupun dalem

bale merupakan ruangan untuktempat tidur, tetapi kamar tersebut tidak digunakan sebagai tempat

tidur. Dalem bale digunakan sebagai tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya

atau tempat tidur anak perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi.

Untuk keperluan memasak(dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus yang disebut pawon.

Fondasibale tani terbuat dari tanah, Design atapnya dengan sistem jurai yangterbuat dari alang-

alang di mana ujung atap bagian serambi (sesangkok) sangat rendah, tingginya sekitar kening

orang dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian dalem bale terbuat dari bedek, sedangkan

pada sesangkok tidak menggunakan dinding.  Posisi dalem bale lebih tinggidari pada sesangkok

oleh karena itu untuk masuk dalem bale dibuatkan tangga (undak-undak) yang biasanya dibuat

tiga trap dengan pintu yangdinamakan lawang kuri.

Page 10: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

b. Bale Jajar

Bale jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah

ke atas.Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah jumlah dalem

balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dansatu serambi (sesangkok), kedua

kamar tersebut dipisah olehlorong/koridor dari sesangkok menuju dapur di bagian belakang.

Ukuran kedua dalem bale tersebut tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada

sepertiga dari panjang bangunan bale jajar.

Bahan yang dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan alang-

alang untuk membuat atap. Penggunaan alang-alang, saatini, sudah mulai diganti dengan

menggunakan genteng tetapi dengan tidakmerubah tata ruang dan ornamennya. Bangunan bale

jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang luas dan ditandai oleh keberadaan sambi yang

menjulang tinggi sebagai tempat penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya.

Bagian depan bale jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan

pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan sekenam, bangunan seperti

berugaq dengan tiang berjumlah enam.

c. Berugaq / Sekepat

Rumahadat sasak Berugaq/sekepat mempunyai bentuk segi empat sama sisi

(bujursangkar) tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu danalang-alang sebagai

atapnya.  Berugaq atau sekepat biasanya terdapat didepan samping kiri atau kanan bale jajar atau

bale tani.Berugaq/sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulukemudian

didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah

bambu yang dianyam dengan tali pintal(Peppit) dengan ketinggian 40 - 50 cm di atas permukaan

tanah.

Fungsi dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu,karena menurut

kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah.  Berugaq/sekepat juga digunakan

pemilik rumah yang memilikigadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).

d. Sekenam

Sekenam bentuknya sama dengan berugaq/sekepat, hanya saja sekenam

mempunyaimempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang

rumah.Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajartata krama,

penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.

Page 11: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

e. Bale Bonter  

Bale bonter merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh

paraperkanggo/Pejabat Desa, Dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun ditengah-tengah

pemukiman dan atau di pusat pemerintahan Desa/kampung.Bale bonter dipergunakan sebagai

temopat pesangkepan/persidangan adat,seperti: tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum

adat, dansebagainya.

Bale bonter juga disebut gedeng pengukuhan dantempat menyimpanan benda-benda

bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur sangkar,

memiliki tiang palingsedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan ini dikelilingidinding

bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya

pada puncak atapnya menggunakan tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.

f. Bale Beleq Bencingah

Balebeleq adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale

beleqdiperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga seringjuga disebut

‘Bencingah’. Adapun upacara kerajaan yang biasa dilakukandi bale beleq diantaranya adalah:

    * Pelantikan pejabat kerajaan

    * Penobatan Putra Mahkota Kerajaan

    * Pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (Pendita) Kerajaan

   * Sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka Kerajaan sepertipersenjataan dan benda

pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen-dokumenKerajaan

    * Dan sebagainya.

g. Bale Tajuk

Baletajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang

memiliki keluarga besar. Bale tajuk berbentuk segi lima dengantiang berjumlah lima buah dan

biasanya berada di tengah lingkungankeluarga Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat

pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata

krama.

h. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq

Selain jenis bangunan yang telah disebut di atas, adapula jenis bangunan lain yang

dibangun berdasarkan kondisi-kondisi khusus, seperti bale gunungrate dan bale balaq. Bale

gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, sedangkan

Page 12: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

bale balaq dibangun dengantujuan untuk menghindari bencana banjir, oleh karena itu

biasanyaberbentuk rumah panggung.

3.) Bangunan Pendukung

Selainbangunan-bangunan yang telah disebut di atas, masyarakat sasak

membuatbangunan-bangunan pendukung lainnya seperti: sambi, alang, dan lombung.

a. Sambi

Sambi merupakan tempat menyimpan hasil pertanian masyarakat. Ada beberapa macam

bentuk sambi, antara lain sambi sejenis lumbung berbentuk rumah panggung. Bagian atas sambi

ini  dipergunakan sebagai tempat menyimpanhasil pertanian, sedangkan bagian bawahnya

dipergunakan sebagai tempattidur atau tempat menerima tamu. Ada juga sambi yang atapnya

diperlebarsehingga pada bagian bawahnya dapat digunakan sebagai tempat menumbuk padi

(lilih) dan juga tempat duduk-duduk, berupa bale-bale yang alasduduknya dibuat dari bilah

bambu dan papan kayu.

Pada umumnya,sambi mempunyai empat, enam atau delapan tiang kayu. Sambi dengan

enamtiang seringkali disebut ayung, karena pada bagian atasnya seringdigunakan untuk tempat

tidur. Bangunan sambi yang bertiang delapanterkadang disebut sambi jajar karena berbentuk

memanjang. Semua sambiselalu dilengkapi dengan tangga untuk naik dan didalamnya juga

memilikitangga untuk turun ke dalam.

b. Alang

Alang sama dengan lumbung, berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian. Hanya saja

alang mempunyai bentuk yang khas, yaitu beratapkan alang-alang dengan lengkungan kira-kira

¾ lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam keatas. Konstruksi bawahnya menggunakan

empat tiang yang ujung tiangbagian atasnya dipadu dengan jelepeng (diikat menjadi satu).

Bagianbawah bangunan alang biasanya digunakan sebagai tempat beristirahatbaik siang atau

malam hari. Alang biasanya diletakkan di halaman belakang rumah atau dekat dengan kandang

hewan.

c. Lumbung

Lumbung adalah tempat untuk menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak

samadengan sambi dan alang, karena lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau

di tempat khusus diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan bedek

Page 13: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

kulitan dengan diameter 1,5meter untuk lumbung yang ditempatkan di dalam rumah dan

berdiameter 3meter jika diletakkan di luar rumah.

Bahan untuk membuat lumbung adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di

bawah papan lantainya dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya

disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti ataprumah tinggal.

4.) Tanaman yang harus dihindari

Di samping adanya bangunan pendukung, orang Sasak sangat memperhatikan

tanamanyang ada di sekitarnya, karena mereka meyakini bahwa ada beberapatanaman yang jika

ditanam dapat mengundang malapetaka. Tanaman yangtidak boleh ditanam di sekitar rumah

adat, antara lain:

    * Lolon Nangke (Pohon nangka).

Masyarakat Sasak menempatkan lolon nangke sebagai pohon agung sehingga harusberada di

atas. Apabila lolon nangke ditanam di dekat rumah, dikhawatirkan akarnya akan masuk ke dalam

pondasi rumah dan akan beradadi bawah. Jika ini terjadi, maka penghuni rumah akan menderita

penyakitpegal linu.

    * Lolon Sabo (Pohon Sawo)

Menurut keyakinan orang Sasak, lolon sabo mempunyai sifat dingin dan panas. Dengan sifat

tersebut, keberadaan lolon sabo dapat menyebabkan disharmoni  dalam rumah tangga, bahkan

terkadang berakhir denganperceraian.

    * Nyambuq Aer (Jambu Air)

Menurut masyarakat Sasak, nyambuq aer memiliki sifat yang sangat sensitive sehingga mudah

mempengaruhi jiwa manusia dan sangat disenangi orang terutama anak-anak. Karena anak-anak

menyukai nyambuq aer maka merekaakan memanjat nyambuq aer tersebut padahal di bawahnya

ada orang tua,hal inilah yang menyebabkan tidak boleh karena akan berakibat kualat(tulah

manuh) bagi anak itu sendiri.

    * Lolon Kelor (pohon Kelor)

Menurut masyarakat Sasak, lolon kelor mempunyai sifat yang sensitif dan daunnya cepat rontok.

Jika lolon kelor berada di dekat rumah para dukun/belian,maka mantra mereka tidak akan

bertuah (mentere pondal).

    * Kedondon (Kedondong)

Page 14: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Pohonini tidak diperbolehkan ditanam di halaman rumah atau di sekitar pemukiman, karena

diyakini bahwa pohon ini akan membawa petaka bagihewan ternak peliharaan.

    * Ceremi (Ceremai/Cermen)

Pohon ini diyakini mengandung racun, oleh karena itu harus dijauhkan dari rumah atau lokasi

pemukiman.

    * Lolon Johar (Pohon Johar)

Pohonini konon mengandung gravitasi tinggi sehingga mampu mempengaruhi jiwamanusia.

Menurut keyakinan masyarakat Sasak, keberadaan pohon ini akanmenciutkan nyali orang yang

memeliharanya. Oleh karena itu, pohon initidak boleh ditanam di halaman rumah atau di sekitar

kampung/lokasipemukiman.

    * Lolon Bile (Pohon Maja).

Masyarakat Sasak juga akan menghindari menanam lolon bile sebagai pagarhalaman/lambah

gubuknya, karena mereka yakin bahwa pohon ini akan menyebabkan seringnya terjadi

perkelahian antar sesama penghunikampung/gubug

Rumah Adat Suku Sasak dalam Aspek Budaya

Rumah merupakan ekspresi pemikiran paling nyata seorang individu atau kelompok dalam

merealisasikan hubungan dengan sesama manusia (komunitas ataumasyarakat), alam, dan

dengan Tuhan (lingkup keyakinan). Keberadaan rumah Sasak, baik bentuk, tata ruang serta

struktur bangunan rumahnya mengandung simbol-simbol yang sarat dengan nilai-nilai filsafat

tinggidan sakral. Di antara nilai-nilai tersebut diantaranya:

Atap rumah dengan design sangat rendah dengan pintu berukuran kecilbertujuan agar

tamu yang datang harus merunduk bila memasuki pinturumah yang relatif pendek. Sikap

merunduk merupakan sikap saling hormat menghormati dan saling menghargai antara

tamu dengan tuan rumah.

Pembangunan rumah dengan arah dan ukuran yang sama menunjukkan bahwa masyarakat

hidup harmonis. Oleh karena itu, jika ada yang membangun rumah yang arahnya tidak

sama dengan bangunan rumah yang sudah ada,maka itu menandakan bahwa penghuni

kampung tersebut tidak harmonis.

Page 15: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Undak-undakan (tangga) tingkat tiga mempunyai pesan bahwa tingkat ketaqwaan ilmu

pengetahuan dan kekayaan tiap-tiap manusia tidak akansama. Oleh karena itu, diharapkan

semua manusia senantiasa menyadari bahwa kekurangan dan kelebihan yang dimiliki

merupakan rahmat Tuhan. Ada juga yang menganggap bahwa anak tangga sebanyak tiga

buah menunjukkan simbol daur hidup manusia, yaitu lahir, berkembang, danmati, atau

simbol keluarga batih (ayah, ibu, dan anak).

Empat tiang penyangga berugaq/sekepat mempunyai pengertian: Kebenaran yang harus

diutamakan; Kepercayaan diri dalam memegang amanah; dalammenyampaikan sesuatu

hendaknya berlaku jujur dan polos; dan sebagaiorang yang beriman hendaknya

pandai/cerdas dalam menyikapi masah(tanggap). Sedangkan atapnya menggambarkan

keyakian bahwa Tuhan Mahatahu atas segalanya, baik yang tersirat maupun yang tersurat.

Ada jugayang beranggapan bahwa pesan dari berugak bertiang empat adalah simbolsyariat

Islam: Quran, Hadis, Ijma, Qiyas. Disamping itu, berugak yangada di depan rumah

merupakan bentuk rasa syukur terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, dan juga sebagai

tempat berinteraksi dengan masyarakat lainnya.

Bale tajuk, pada umumnya, berbentuk segi lima dengantiang berjumlah lima

melambangkan bahwa masyarakat Sasak adalahmasyarakat yang religius yang menurut

keyakinan mereka, setiap mahluk hidup pasti akan mati dan setiap sesuatu yang lahir maka

pasti akanberakhir.

Keberadaan lumbung menunjukkan bahwa warga sasakharus hidup hemat dan tidak boros.

Bahan-bahan yang disimpan didalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu,

misalnya sekali sebulan sebagai persiapan untuk keperluan mendadak, misalnya karena

gagal panen atau karena ada salah satu anggota keluarga meninggal.

Rumah-rumah tersebut dibangun dengan bahan-bahan alami, pilarnya dari bambu atau

kayu yang ditutup dengan dinding anyaman bambu, atapnya dari rumbia, dan lantainya

dari tanah yang dipadatkan dengan campuran getah pohon, abu jerami dan kotoran kerbau.

Penggunaan kotoran kerbau, sekilas mungkin terkesan jorok, akan tetapi faktanya justru

membuat lantai rumah-rumah suku Sasak lebih keras dan membuat udara dalam ruangan

menjadi lebih hangat kala musim hujan. campuran kotoran sapi atau kerbau tersebut juga

diyakini dapat menjaga lantai agar tidak mudah lembab dan retak.

Page 16: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Rumah Adat Suku Sasak dalam Aspek Kesehatan

Hanya tersedia sebuah pintu dan tidak ada jendela memungkinkan tidak adanya ventilasi

udara dan pencahayaan yang baik. Ventilasi sangatlah penting karena mempunyai banyak fungsi.

Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal

ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2

yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya

ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini  merupakan media yang baik untuk

bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari pada ventilasi

adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena

di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan

selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam

kelembaban (humudity) yang optimum. Mengingat lantai rumah Suku Sasak tersebut yang

terbuat dari campuran tanah liat dan kotoran kerbau dan sebagainya serta menggunakan kotoran

tersebut sebagai bahan untuk mengepel lantai, memungkinkan adanya bakteri maupun virus

berbahaya yang tentu saja tidak baik bagi kesehatan, dan menimbulkan berbagai macam

penyakit saluran pernafasan.

1.2. Nasi Papah

. Nasi Papah  atau dalam bahasa Lombok “Nasi Papak” yaitu makanan yang telah

dipapah atau dilumatkan dengan mulut ibu yang kemudian diberikan kepada bayi. Budaya ini

masih tetap berlangsung  dari turun temurun di beberapa bagian Pulau Lombok, yaitu Kabupaten

Lombok Timur, khususnya di daerah-daerah pinggiran yang agak terisolir.

Budaya nasi papah tersebut menjadi permasalah dalam upaya meningkatkan cakupan

pemberian ASI Ekslusif. Tetapi dalam penyelesaiannya dan penanganannya sangat sulit karena

masyarakat di Kabupaten Lombok Timur ini sudah memegang kepercayaan akan

kebudayaannnya dari turun temurun.

Page 17: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Nasi Papah dari Sisi Budaya

Praktik pemberian nasi papah tersebut berlangsung sangat lama dan diteruskan secara

turun temurun. Sebagian Ibu-ibu percaya bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk dapat

tumbuh dan berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang tersedia setiap saat dan tidak

membahayakan kesehatan baik dari segi ukuran maupun teksturnya. Indikator yang dapat dilihat

untuk dapat menentukan kekenyangan seorang bayi adalah apabila dia  terus menerus menangis

walaupun sudah diberikan ASI.

Untuk memenuhi kebutuhan bayi maka ibu-ibu atau nenek akan memberikan berbagai

jenis makanan mulai dari madu, pisang, bubur dan lain sebagainya. Namun masih ada sebagian

masyarakat yang tinggal di daerah-daerah tertentu  yang masih menerapkan kebiasaan

memberikan nasi papah kepada bayinya.

Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu sebelum diberikan kepada bayinya.

Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk beberapa kali pemberian makanan. Kebiasaan

memberikan makanan kepada bayi berupa nasi papah didapatkan secara turun temurun, dan ini 

merupakan bentuk kearifan local tentang hubungan kasih sayang antara ibu dan bayinya.

Kebudayaan nasi papah juga masih berlangsung sampai sekarang bukan hanya dengan

anggapan bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk berkembang sehingga harus diberikan

madu, pisang, bubur dan sebagainya, dan juga dengan kepercayaan bahwa nasi papah adalah

kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang yang  harus  dijalani secara turun temurun.

Tetapi ada juga Sebagian masyarakat memberikan nasi papah  berdasarkan keyakinan  agama

bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah memberikan  papahan kurma kepada anak-anak atau

bayi-bayi. Begitu juga dengan anjuran memberikan madu pada bayi yang baru lahir.

Dari ringkasan  tersebut tentang darimana asal usul dan adanya kepercayaan pemberian

nasi papah, mungkin orang bertanya-tanya jika memang pemberian nasi papah adalah anjuran

Rasulullah Muhammad SAW mengapa budaya nasi papah hanya ada di Pulau Lombok dan tidak

di pulau-pulau lain, dan mungkin orang-orang bertanya-tanya sejauhmana keshahihan hadist-

hadist tersebut sehingga menjadi budaya di Pulau Lombok.

Masyarakat Pulau Lombok terkenal dengan rasa kebersamaan, rasa social yang tinggi,

apalagi dalam bentuk kebudayaan. Memang di Lombok Timur masih memberikan nasi papah

pada bayinya dengan anggapan bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk dapat tumbuh dan

berkembang. tetapi, ditempat lain para ibu-ibu memberikan nasi papah pada anak-anaknya

Page 18: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

dengan kepercayaan bahwa memberikan nasi papah adalah anjuran Rasulullah Muhammad

SAW. Dengan budaya yang berbeda anggapan dan kepercayaan tersebut, masyarakat pulau

Lombok tidak pernah saling cela dan saling beranggapan bahwa adanya budaya nasi papah

memang dari kepercayaannya dan bukan dari anggapan orang dan mereka  tidak pernah

melupakan dan meninggalkan budaya tersebut walaupun banyak orang yang menganggap

budaya tersebut aneh dan berbeda dari daerah-daerah lain.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan

Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat

ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah sebagai sesuatu

yang turun temurun dari satu generasi ke generasi lain, yang kemudian disebut superorganic.

Nasi papah mungkin  sudah ada ratusan atau ribuan tahun lalu, masyarakat pulau Lombok

terus berkembang dan penduduknya terus bertambah dari tahun ketahun salah satunya karena

Orang-orang banyak yang beremigran kelombok. Begitu pula dengan budaya nasi papah yang

terus dijalani turun temurun. Budaya tersebut tidak hanya turun temurun diturunkan dan diikuti

oleh penduduk asli Lombok saja tetapi juga terhadap orang yang bukan penduduk asli Lombok.

Penduduk yang bukan asli Lombok yaitu orang-orang yang beremigran kelombok. Orang-orang

yang yang beremigran kepulau Lombok otomatis akan bergaul dengan masyarakat disekitar,

beradaptasi dengan lingkungan dan akan mempelajari budaya setempat, salah satunya yaitu

budaya nasi papah.

Mungkin pertama-tama orang akan memanggap budaya tersebut aneh dan berbeda dari

budaya lain atau budaya tempat tinggalnya dulu. tetapi, setelah lama tinggal dan bergaul dengan

masyarakat dilingkungannya lama-kelamaan orang tersebut akan dipengaruhi dan mengikuti

budaya tersebut dan secara turun temurun akan tetap diikuti.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai social,

norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur social, religious dan lain-lain,

tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Nasi papah  sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat karena adanya anggapan

itu sudah merupakan tradisi yang harus terus dikembangkan dan dilestarikan. Sekarang

seandainya kita menanyakan pada nenek-nenek kita dikampung, mereka akan mengatakan

bahwa kamu besar juga karena dulu diberikan nasi papah dan kenyataannya kamu bisa hidup dan

sukes seperti ini.

Page 19: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Dari anggapan tersebut para orang tua dan nenek-nenek menganggap bahwa nasi papah

adalah makanan yang berpengaruh besar terhadap perkembangan tubuh dan daya kemampuan

otak. Serta menurut masyarakat yang memegang teguh budaya nasi papah, mereka menilai

bahwa budaya nasi papah mempunyai nilai-nilai dan norma social yang harus dan tetap

dipertahankan karena dengan alasan dapat menyatukan perbedaan, contohnya yaitu dapat

menyatukan perbedaan ras, keyakinan, pendapat dan lain-lain. Dalam hal perbedaan ras,

masyarakat yang pindah dari daerah atau tempat yang beda budaya, setelah pindah ke tempat

yang berbudaya yang menganut budaya nasi papah, otomatis dia juga akan  menganut budaya

tersebut, Karena nilai-nilai social yang ada dalam masyarakat tersebut harus diikuti dan ditaati.

mereka yang tinggal bermasyarakat yang mempunyai aturan-aturan, harus dijalani dan

tidak boleh dilanggar. Dan didalam masyarakatnya tersebut semua para orang tua dan nenek-

neneknya memberikan nasi papah pada cucu dan anak-anaknya, tidak mungkin jika seseorang

tersebut tidak memberikan nasi papah pada anaknya jika dia tinggal didalam masyarakt yang

memegang budaya tersebut, karena menurut masyarakat disekitar, seseorang yang tinggal

didalam lingkup masyarakat  hendaknya harus mengikuti budayanya karena mengikuti budaya

tersebut berarti mentaati nilai-nilai social yang ada.

Masyarakat Lombok yang memberi nasi papah pada anak-anaknya memang menganggap

bahwa bila diberikan nasi papah anak-anaknya akan menjadi pintar, sukses dan sebagainya,

anggapan tersebut menjelaskan bahwa pengetahuan dan pemahamannya sangat minim baik

dalam bidang kesehatan, social dan sebagainya.

Kebudayaan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan meliputi system idea atau gagasan

yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu

bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh

manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,

misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi, seni dan lain-lain,

yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan

bermasyarakat.

Banyak hal yang belum bisa dijelaskan secara nyata tentang pemberian nasi papah

tersebut. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang memilih suatu budaya terutama dalam

makanan antara lain adanya nilai makanan, pantangan agama, takhayul dan kepercayaan tentang

kesehatan.

Page 20: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Pemilihan makanan juga dapat disebabkan karena makanan itu dianggap baik oleh

masyarakat dan yang tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan makanan dan kemampuan

mengeksploitasi bahan makanan tersebut.

Balliwati,dkk. ( 2004 ), mengeksploitasi bahwa komponen ketersediaan dan stabilitas

pangan dipengaruhi aleh sumber daya alam, manusia, sosial dan produksi pangan. Aksen pangan

menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mmempunyai sumber daya yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin

dari kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan prokdusi pangan dan peningkatan

pendapatannya.

Selain factor makanan agama dan lain-lain, factor sosial budaya dan religi juga dapat

mempengaruhi ketahanan pangan dan konsumsi pangan masyarakat. Kebudayaan suatu

masyarakat  mempunyai kekuatan yang besar terhadap pemilihan bahan digunakan untuk

dikonsumsi. Karena aspek sosio budaya merupakan fungsi pangan dalam suatu masyarakat yang

berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat

tersebut.

Masyarakat menganggap pemberian nasi papah aman-aman saja dan tidak menimbulkan

permasalahan yang berarti bagi kesehatan. Dengan memberikan nasi papah merupakan bentuk

ekspresi kasih sayang orang tua kepada anaknya. Mereka merasa menjadi lebih aman, tenang.

Kontak air liur juga dipercaya akan mempererat hubungan  emosional antara orang tua dan si

anak.

Foster dan Andersen, 1986 mengatakan bahwa makanan adalah suatu konsep budaya,

suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan zat ini sesuai bagi kebutuhan kita. Sedemikian

kuat kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa  yang dianggap makanan dan apa yang

dianggap bukan makanan sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk

menyesuaikan makanan  tradisional mereka demi kepentingan kesehatan dan gizi yang lebih

baik.

Masyarakat yang menganut kepercayaan bahwa nasi papah sangat baik untuk bayi, perlu

diberikan pemahaman dan pengetahuan karena masyarakat hanya tahu budaya harus

dipertahankan dan harus dijalani secara turun-temurun tanpa mengetahui dampak dari budaya

yang dijalani tersebut.

Page 21: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Budaya suatu daerah memang ada yang berbentuk nyata dan ada pula yang berbentuk

abstrak. Seperi halnya budaya nasi papah yang berbentuk nyata. Makanan adalah suatu benda

yang bisa dimakan yang bisa membuat manusia kenyang. Tetapi nasi papah berbeda dari

makanan yang semestinya dimakan manusia serta yang memakannya belum waktunya untuk

memakannya.

Budaya yang berbentuk nyata yang seperti ini sangat perlu ditandatangani Karena itu

menyangkut kesehatan. Orang yang melumatkan nasi tersebut perlu diperhatikan apakah dia

sehat atau malah sebaliknya Karena pemberi nasi papah itu akan melumatkan nasi dimulutnya

kemudian akan memberikannya kepada bayi. Seandainya pemberi nasi itu berpenyakitan, secara

langsung bayi tersebut tertular melalui kontak liur. Dampak dari pemberian nasi papah itu

mungkin tidak terlihat secara langsung tetapi, seandainya bayi telah tertular maka penyakit

tersebut akan bersarang  didalam tubuhnya, hal itulah yang  sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan serta daya pikirnya.

Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan

Sebagian besar para ahli sepakat bahwa makanan terbaik bagi bayi adalah Air Susu Ibu

karena mengandung zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi khususnya

sampai berumur 6 bulan, dan setelah itu baru diberikan makanan tambahan berupa makanan

pendamping sesuai umunya. Air susu ibu juga memiliki banyak kelebihan selain yang disebutkan

tersebut seperti mengandung zat antibody terutama pada ASI yang pertama keluar yang disebut

colustrum. ASI juga tidak perlu dibeli, bisa tersedia setiap saat dengan suhu yang sesuai

kebutuhan bayi dan banyak lagi manfaat lainnya.

Pemberian makanan pendamping ASI juga perlu memperhatikan tingkatan umur bayi,

dimana semakin besar umumnya maka kebutuhannya juga akan semakin meningkat. Umumnya

makanan pendamping ASI yang dibuat secara rumahan sangat sedikit mengandung

Mikronutrient yang justru sangat dibutuhkan bayi untuk tumbuh da berkembang terutama utuk

perkembangan kecerdasannya.

ASI sangat penting bagi pertumbuhan dan daya tahan tubuh (sel imun) anak. ASI

mencakup semua kebutuhan bayi yang baru lahir sampai berumur 6 bulan. Seandainya nasi

papah diberikan kepada bayi dimana umurnya dibawah 6 bulan yang daya tahan tubuhnya lemah,

tidak pernah terbayangkan bahwa banyak virus yang  masuk kedalam tubuhnya.

Page 22: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari asfek pemenuhan kebutuhan gizi tersebut,

dimana biasanya yangdipapah hanya makanan sumber Karbohdrat saja seperti beras dan sangat

jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan sumber protein maupun vitamin dan

mineral. Sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.

Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu degan bayi,

dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang berhubungan

dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya.

Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan pangan nasi papah masih perlu

dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit yang diderita ibu melalui air liur,

sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi jelas merugikan si bayi, karena ibu-ibu akan 

mendapatkan sari makanan sedangkan bayinya akan mendapatkan ampasnya.

1.3. Konsep Kelahiran

Kelahiran seorang bayi adalah salah satu peristiwa paling penting dalam siklus kehidupan

orang Sasak. Kelahiran dalam pengetahuan orang Sasak dibayangkan sebagai sebuah keadaan

yang menegangkan dan sakral. Oleh karena itu, harus diadakan upacara adat dan selamatan

untuk menjaga dan menghormati jabang bayi. Selain itu, ritual juga dimaksudkan sebagai

ungkapan rasa syukur pada Tuhan yang telah memberi anugrah dan keselamatan. 

Menjelang masa-masa kelahiran, bagi seorang ibu yang hamil pertama kali, orang Sasak

menggelar upacara adat baretes. Dalam upacara ini dilaksanakan selamatan kecil dengan

mengundang tetangga dekat. Di sela-sela selamatan dibacakan lontar yang berisi kisah tentang

seorang perempuan yang bernama Juarsah di hadapan perempuan yang hamil, sambil dililitkan

sebuah benang ke perutnya. Saat cerita sampai kepada bagian kelahiran Juarsah, benang tersebut

diputus lalu perempuan yang sedang hamil tersebut dimandikan di halaman rumahnya. 

Kelahiran seorang bayi dalam konsep orang Sasak tidak hanya berhubungan dengan

kesehatan sang ibu, makanan sang ibu di mana itu berhubungan dengan asupan gizi, kasih

sayang dari suami, dan doa kedua orangtuanya. Akan tetapi, lebih dari itu semua, kelahiran juga

sangat berkaitan dengan perilaku sang ibu saat hamil. 

Page 23: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Misalnya, jika seorang perempuan Sasak hendak melahirkan, maka sang suami akan

sibuk mencari belian bayi (dukun bayi) yang dianggap mengetahui seluk beluk perempuan yang

akan melahirkan. Apabila perempuan tersebut mengalami kesukaran dalam proses kelahiran

bayinya, maka menurut belian hal itu disebabkan oleh perilaku kasar perempuan tersebut

terhadap orangtuanya (ibunya) atau kepada suaminya.  Dalam kondisi seperti ini, biasanya belian

menyarankan agar perempuan tersebut meminum air bekas cuci tangan orangtuanya (ibunya) dan

suaminya. Bahkan, di beberapa desa di Lombok, perempuan tersebut disuruh meminum air bekas

mencuci kemaluan suaminya. Selain cara itu, belian menasehatkan agar perempuan yang akan

melahirkan tersebut diinjak ubun-ubunnya oleh suaminya. Cara-cara ini dilakukan untuk

mempercepat kelahiran jabang bayi. Ketika jabang bayi telah lahir, maka orang Sasak

menganggap bayi tersebut lahir tidak sendirian, akan tetapi berdua, mereka menyebutnya dengan

adi’ dan kaka’. Adi’ adalah bayinya sendiri sedangkan kaka’ adalah ari-ari yang masih

menempel di pusar jabang bayi. Oleh karena itu, saat kelahiran, ari-ari dirawat dan dihormati

seperti halnya jabang bayi. Ari-ari dicuci sampai bersih seakan memandikan orang yang sudah

mati, kemudian dimasukkan ke dalam periuk atau tempurung kelapa setengah tua, lalu dikubur di

halaman rumah. Sebagai tanda dibuatlah gundukan tanah pada kuburan tersebut dan diletakkan

lekesan (sepah sirih) di dekat gundukan tersebut. Lekesan dianggap sebagai simbol doa agar

jabang bayi kelak berumur panjang. 

Berbeda dengan kebiasaan di atas, di beberapa desa di Lombok, ari-ari tidak dikubur

dalam tanah, akan tetapi diletakkan di atas tiang bambu yang ada di pekarangan rumah atau

kebun. Ari-ari sebelumnya di masukkan ke dalam tempurung kelapa lalu direkatkan kembali

dengan adonan tanah liat dan dibungkus dengan kain putih. 

Setelah lahir, bayi tersebut harus terus dijaga, diperingati dan dihormati hingga bayi

kurang lebih berumur setahun, dengan menyelenggarakan upacara adat atau selamatan.

Tujuannya agar bayi tetap dalam keadaan sehat dan selamat dari gangguan dari roh-roh jahat. 

Pada saat jabang bayi berusia tujuh hari, orang Sasak menggelar upacara adat molang

mali’, yaitu mengoleskan tepah sirih ke dada dan dahi sang ibu dan bayinya, yang dilakukan oleh

belian bayi. Orang Sasak juga meyakini bahwa ketika bayi berusia tujuh hari, maka pusarnya

telah gugur. Usia tersebut juga dianggap sebagai usia yang tepat untuk memberi nama pada

Page 24: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

jabang bayi. Pusar bayi yang gugur biasanya akan dibungkus dengan kain putih lalu disimpan di

dalam rumah.

Pada beberapa desa di Lombok, saat perayaan upacara molang mali’, biasanya juga

dianggap sebagai waktu yang tepat untuk pertama kali jabang bayi boleh keluar dari rumah dan

menjejakkan kakinya di tanah. Jika jabang bayi tersebut berjenis kelamin perempuan, maka

kakinya akan dijejakkan di tempat menenun. Adapun jika bayinya laki-laki maka kakinya akan

dijejakkan di tempat yang ada alat pertaniannya. Penjejakkan kaki dilakukan sebanyak tujuh kali.

Bayi yang lahir juga dipahami orang Sasak sebagai amanat Tuhan agar bayi tersebut dibersihkan

dan dididik sesuai dengan ajaran agama dan perintah Tuhan. Oleh karena itu, sebagai simbol

pembersihan, orang Sasak menggelar upacara ngurisang (potong rambut). Rambut bayi yang

dibawa sejak lahir dianggap orang Sasak sebagai bulu panas yang akan berpengaruh buruk pada

sifat bayi, untuk itu harus dihilangkan. 

Upacara adat ngurisang biasanya dilakukan dengan mengundang tetangga, handai tolan,

dan orang-orang yang pandai mengaji untuk mengadakan selamatan dengan membaca serakalan

atau barzanji (syair-syair yang mengagungkan Nabi Muhammad SAW). Saat serakalan atau

barzanji dilantunkan, bayi digendong oleh bapaknya kemudian diajak berkeliling menghadap

para hadirin dan secara simbolik seluruh hadirin satu per satu memotong sedikit rambut bayi

tersebut. 

Pengaruh Sosial

Pengetahuan orang Sasak tentang kelahiran bayi ini memiliki pengaruh terhadap kehidupan

sosial mereka, antara lain: 

Solidaritas sosial. Upacara adat yang diselenggarakan mengiringi kelahiran bayi orang Sasak

dihadiri para tetangga dan handai tolan. Selain bertujuan untuk menyaksikan peristiwa penting

tersebut, secara sosial upacara tersebut berpengaruh terhadap menguatnya solidaritas sosial orang

Sasak, baik sebagai keluarga maupun masyarakat. Dalam konteks ini, maka penyelenggaraan

upacara adat patut untuk diapresiasi sebagai kebudayaan yang tidak selamanya menyimpang dari

ajaran agama.

Page 25: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Status sosial. Berbagai upacara adat yang melibatkan banyak orang, secara sosial berpengaruh

terhadap status sosial orangtua bayi. Sebagai orangtua yang dapat menyelenggarakan upacara

bagi anaknya, maka status sosialnya akan berbeda dengan orangtua yang tidak dapat

menyelenggarakannya, apalagi upacara tersebut diselenggarakan dengan mewah. Dalam sistem

sosial orang Sasak, biasanya orangtua yang demikian akan dipandang sebagai orang yang kaya

dan taat kepada ajaran adat atau agama. Efeknya mereka akan diperlakukan berbeda dalam

aktifitas-aktifitas sosial, misalnya akan dijadikan panitia dalam perhelatan upacara adat atau

agama.

Menghargai dan menghormati manusia. Pengetahuan tentang kelahiran ini secara sosial juga

tampak jelas sekali mengajarkan masyarakat Sasak untuk menghargai manusia. Hal ini tampak

dari upacara adat dan hal-hal yang harus dilakukan ketika bayi tersebut lahir. Kelahiran adalah

awal kehidupan manusia, untuk itu harus dihormati dan dihargai. Menghormati dan menghargai

manusia secara tidak langsung juga menghormati kehidupan itu sendiri.

Menghargai dan menghormati perempuan. Secara sosial pengetahuan ini juga mengajarkan

masyarakat untuk menghargai dan menghormati kaum perempuan. Perempuan dengan kodratnya

melahirkan, telah sabar dan kuat mengandung bayi hingga melahirkannya. Proses kelahiran yang

menegangkan membutuhkan keberanian seorang perempuan, untuk itu sosoknya harus dihargai

dan dihormati dengan kasih sayang dan penjagaan dari seorang suami.

Konsep Kelahiran Suku Sasak dalam Aspek Kesehatan

Berdasarkan data dari Kepala Dinas Kesehatan NTB, dari banyaknya wilayah di

Indonesia yang memiiki angka kematian bayi dengan jumlah yang cukup tinggi salah satunya

yaitu NTB. Angka Kematian Bayi (AKB) di wilayah Nusa Tenggara Barat masih sekitar 61,2 per

1.000 kelahiran hidup jauh di atas nasional 35 per 1.000 kelahiran hidup dan angka tersebut terus

ditekan dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan program pemeriksaan ibu hamil

secara teratur.

Perempuan yang mengalami kesukaran dalam proses persalinan, sebelumnya dianggap

pernah berperilaku kasar terhadap orangtua (ibunya) atau kepada suaminya di masa lampau. 

Dalam kondisi seperti ini, biasanya belian menyarankan agar perempuan tersebut meminum air

bekas cuci tangan orangtuanya (ibunya) dan suaminya. Bahkan, di beberapa desa di Lombok,

perempuan tersebut disuruh meminum air bekas mencuci kemaluan suaminya. Hal ini sangat

Page 26: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

bertentangan dengan aspek kesehatan, dimana air bekas cucian tangan dari ibu atau suami

perempuan tersebut mengandung berbagai macam bakteri bahkan virus yang dapat

membahayakan kesehatan perempuan tersebut beserta bayinya, begitupun dengan air bekas

cucian kemaluan suaminya yang kemungkinan lebih banyak terdapat bakteri maupun virus

berbahaya. Hal-hal tersebut jika masih saja dilakukan akan berdampak buruk bagi ibu dan

bayi,dan dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit. Selain cara itu, belian menyarankan

agar perempuan yang akan melahirkan tersebut diinjak ubun-ubunnya oleh suaminya, hal ini

juga sangat membahayakan kesehatan fisiologis ibu.

Angka kematian bayi di NTB tinggi salah satunya yaitu karena budaya mereka dalam

konsep kelahiran dimana sang suami harus mencari belian (dukun beranak) ketika menjelang

kelahiran anaknya untuk membantu istrinya dalam proses melahirkan. Seperti yang kita ketahui

bahwa dukun beranak tidak memiliki pengetahuan medis yang ilmiah, sehingga dalam

menangani proses kelahiran mereka menggunakan metode-metode yang sering tidak masuk akal

bahkan berbahaya. Beberapa contoh yang telah disebutkan tersebut jelas dapat berdampak

negatif terhadap ibu dan janin dalam kandungannya.

Dengan adanya beberapa budaya yang dilakukan suku Sasak tersebut jelas terpapar

bahwa besar sekali kemungkinan bayi untuk mati dalam janin ibunya, karena masuknya bakteri-

bakteri kedalam janin yang dapat mengganggu kondisi bayi dengan melakukan hal-hal yang

tidak dibutuhkan dalam prosesi kelahiran seperti meminum air bekas cucian tangan orang tua

ataupun air bekas cucian kemaluan suaminya. Atau dengan salah satu cara mereka yaitu sang

suami dianjurkan untuk menginjak ubun-ubun istrinya. Dalam pernyataan ini belum didapatkan

referensi yang tepat apakah hanya sekedar menyentuh atau benar-benar menginjak. Dengan

perlakuan itu juga sudah sangat jelas akan menimbulkan dampak berbahaya bagi sang ibu dan

janinnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan AKB (Kenaikan angka kematian bayi).

Salah satunya faktor kebudayaan, dimana faktor kebudayaan ini sangat berpengaruh terhadap

perubahan perilaku seseorang. Pernyataan diatas mengenai angka kematian bayi di NTB

merupakan faktor kebudayaan dalam unsur kepercayaan, namun banyak lagi faktor kebudayaan

selain unsur kepercayaan, diantaranya :

Page 27: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

1. Ekonomi : Penduduk Indonesia juga dililit oleh permasalahan yang berkaitan dengan

kemiskinan dan masalah-masalah sosial yang lain. Jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan

yang tinggi, dan persebaran yang timpang dan tingginya angka kemiskinan yang semua ini

merupakan beban pembangunan. Seperti halnya wilayah NTB yang masih memiliki ekonomi

rendah.

2. Ilmu Pengetahuan : Tingginya AKB erat kaitannya dengan kurangnya pengetahuan

masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dan pemeriksaan selama kehamilan. Hal ini

tercermin dari masih rendahnya pertolongan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan (46%).

Meskipun pelayanan bidan sudah mencakup seluruh desa, persalinan yang ditolong oleh bidan

masih rendah. Di wilayah NTB dengan kondisi ekonomi rendah maka ilmu pengetahuanpun

akan kurang dalam masyarakat.

3. Teknologi : Unsur teknologi erat kaitannya dengan unsur ekonomi dan ilmu pengetahuan.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa semakin rendah tingkat ekonomi maka

mempengaruhi dimana tempat ibu bersalin. Seperti di wilayah NTB yang sangat kurang

dijangkau pemerintah maka masyarakat pun masih memilih untuk pergi bersalin dengan dukun

beranak akibat kurangnya teknologi, jikalau ada butuh biaya yang mahal.

4. Organisasi sosial : Kedudukan organisasi social seperti LSM dan lembaga social lainnya

sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai informasi penting

yang berkaitan dengan gizi ibu hamil maupun asupan gizi yang seimbang bagi bayi maupun

balita. Salah satu program Depkes, seperti desa siaga harus melibatkan lembaga ketahanan

masyarakat desa (LKMD).  

5. Bahasa :   Dalam unsur bahasa erat kaitannya dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud

disini kaitannya dengan kasus AKB yakni komunikasi antara pemerintah dengan lembaga-

lembaga sosial, maupun dengan masyarakat.

Page 28: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

BAB III

PENUTUP

Suku Sasak adalah sukubangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa

Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku

Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya.

Dari berbagai macam budaya atau tradisi yang dimiliki oleh Suku Sasak beberapa

berkaitan dengan aspek kesehatan, diantaranya pembangunan rumah yang lantainya terbuat dari

campuran kotoran kerbau, pemberian nasi papah untuk bayi yang semestinya masih diberikan

ASI eksklusif dan konsep melahirkan suku sasak yang terbilang berbahaya karena jika

perempuan yang hendak melahirkan mengalami kesulitan maka sang Belian (dukun)

menganjurkan perempuan tersebut meminum air bekas cucian tangan ibu atau suaminya, bahkan

juga air bekas cucian kemaluan suaminya. Beberapa kebudayaan tersebut apabila terus

dilestarikan maka akan menimbulkan berbagai dampak negative dan berbahaya bagi

kelangsungan kondisi kesehatan suku tersebut.

Page 29: Antropologi Kesehatan Suku Sasak

Daftar Pustaka

http://www.ask.com/web?qsrc=2417&o=15185&l=dis&q=nasi+papah.budaya+lombok

(19.05 20-05-2013)

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasak (21.54 23-05-2013)

Foster. G. M, Andersen B.G. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasak ( 18.44 24-05-2013)

http://www.indonesia.travel/id/destination/478/lombok/article/112/desa-sade-sasak-lombok-dan-

tata-cara-hidup-mereka-yang-patut-anda-simak (14.09 23-05-2013)