Web viewPerpustakaan merupakan bagian penting dalam perjalanan pendidikan seorang mahasiswa....
Transcript of Web viewPerpustakaan merupakan bagian penting dalam perjalanan pendidikan seorang mahasiswa....
1
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Perpustakaan merupakan bagian penting dalam perjalanan pendidikan seorang
mahasiswa. Mahasiswa mana yang tidak pernah ke perpustakaan? Pertanyaan mendasar
yang dapat kita pertanyakan adalah Apakah pelayanan perpustakaan pusat sudah
memberikan pelayanan yang maksimal? Oleh karena itu, Pelayanan memegang peranan
penting di dalam pengaturan perpustakaan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata pelayanan dalam 3 definisi, yaitu:
Perihal atau cara melayani
Usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan
Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.
Berdasarkan definisi tersebut, kami mengambil definisi pelayanan yang kedua.
Jadi, kelompok kami ingin mengangkat permasalahan mengenai pelayanan karyawan
perpustakaan pusat.
1.2 Identifikasi Masalah
Pelayanan yang diberikan oleh karyawan perpustakaan pusat tidak terlalu baik.
Pernyataan di atas meupakan salah satu selentingan yang kami dapatkan ketika
berbincang-bincang dengan rekan-rekan satu almamater.
Permasalahan yang ada dapat dikategorikan menjadi 2 bagian, yaitu
2
Pegawai Perpustakan Pusat seringkali terlambat dalam melayani mahasiswa
sesudah salat jumat.
Pegawai Perpustakaan pusat kurang ramah dalam melayani mahasiswa.
Oleh karena itu, permasalahan pelayanan karyawan perpustakaan pusat sebagaimana telah
kami sebutkan menjadi topik yang kami angkat dalam makalah ini.
1.3 Konteks Penelitian
Kami melakukan penelitian ini bertujuan untuk meluruskan rumor yang beredar di
kalangan mahasiswa. Rumor tersebut adalah “Pelayanan yang diberikan oleh karyawan
perpustakaan pusat kurang ramah”. Kami berpendapat bahwa kebudayaan dari pegawai
perpustakaan pusat memiliki andil dalam faktor pelayanan. Jadi, penelitian kami
didasarkan kepada rumor tersebut.
1.4 Rumusan Masalah
Pelayanan pegawai perpustakaan pusat kepada mahasiswa hanya kami kategorikan ke
dalam pelayanan yang sifatnya langsung. Maksud saya, pelayanan tersebut lebih kea arah
tatap muka dengan mahasiswa. Oleh karena itu, kami tidak membahas pelayanan lain
yang ditawarkan kepada mahasiswa.
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian kami tidak ditujukan untuk memberikan citra yang buruk kepada karyawan
perpustakaan pusat. Penelitian kami memiliki tujuan sebagai suatu pemaparan masalah
kepada khalayak banyak. Kami meminta pendapat dari kedua pihak, baik dari mahasiswa
maupun pegawai perpustakaan pusat. Jadi, tujuan akhir dari makalah ini adalah sebagai
penengah dalam menangani masalah yang ada di Perpustakaan Pusat.
3
4
Bab II
Landasan Teori
Teori Fungsionalisme Struktural (Robert K. Merton)Penekankan dari teori ini adalah kesatuan. Penyebab konflik adalah perubahan-perubahan
dalam masyarakat. Menurut teori ini, masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas
bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.
Teori Fungsionalisme Struktural menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan
konflik dan perubahan2 dlm masyarakat. Konsep-konsep utamanya dapat dirangkumkan ke
dalam 4 bagian, yaitu:
Fungsi, disfungsi
Fungsi laten,
Fungsi manifest
Keseimbangan (equilibrium).
Perubahan yg terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang
lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap
yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan
hilang dengan sendirinya.
Robert K. Merton seorang tokoh pendukung dari teori ini berpendapat bahwa obyek analisis
sosiologi yang digunakan dapat dirangkumkan menjadi beberapa hal, yaitu:
Peranan sosial
Pola-pola institusional
Proses sosial
Organisasi kelompok
Pengendalian sosial
dsb.
Gagasan-gagasan inti dari fungsionalisme ialah perspektif holistis, yaitu sumbangan-
sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian demi tercapainya tujuan-tujuan dari
5
keseluruhan, kontinuitas dan keserasan dan tata berlandaskan consensus mengenai nilai-nilai
fundamental.
Fungsionalisme struktural bermaksud menjadi suatu teori umum mengenai masyarakat yang
tidak begitu membenarkan kapitalisme (walaupun sering terjadi justeru membenarkan).
Sebagai sesuatu yang memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai kesulitan-kesulitan
kapitalisme, tanpa mengutuknya. Seperti akan kita lihat, hal ini dicapai dengan melihat
kesulitan-kesulitan itu sebagai bagian dari model Parsons yang bersifat evolutif, menuntun
kepada stabilitas dan integrasi yang lebih besar.
Teori fungsional ini menganut faham positivisme, sehingga dalam melakukan kajian
haruslah mengikuti aturan ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian, fenomena tidak
didekati secara kategoris, dengan tujuan membangun ilmu dan bukan untuk tujuan praktis.
Analisis teori fungsional bertujuan menemukan hukum-hukum universal [generalisasi] dan
bukan mencari keunikan-keunikan [partikularitas]. Dengan demikian, teori fungsional
berhadapan dengan cakupan populasi yang amat luas, sehingga tidak mungkin mengambilnya
secara keseluruhan sebagai sumber data. Sebagai jalan keluarnya, agar dapat mengkaji
realitas universal tersebut maka diperlukan representasi dengan cara melakukan penarikan
sejumlah sampel yang mewakili. Dengan kata lain, keterwakilan [representatifitas] menjadi
sangat penting.
Teori Frustrasi Agresi (Banton)
Manusia akan melakukan tindakan agresi manakala usahanya untuk memperoleh kepuasan
terhalangi. Apabila tindakan agresinya tidak ditujukan kepada pihak yang menghalangi,
dinamakan agresi yang dialihkan (displaced). Pihak yang dijadikan sasaran agresi ini menjadi
kambing hitam (scapegoat).
6
Perspektif frustasi-agresi dipelopori oleh 5 orang yaitu Dollard, Miller, Doob, Mowrer, dan
Sears pada tahun 1939 (Brigham,1991). Pada mulanya, mereka menyatakan bahwa dalam
setiap frustasi selalu menimbulkan perilaku agresi. Pada tahun 1941, Miller menyatakan
bahwa frustasi menimbulkan sejumlah respon yang berbeda dan tidak selalu muncul. Watson
(1984), Kulik dan Brown (dalam Worchel dan Cooper, 1986) menyatakan bahwa frustasi
yang muncul dari akibat faktor luar menimbulkan perilaku agresi yang lebih besar
dibandingkan dengan halangan yang disebabkan diri sendiri. Hasil penelitian Burnstein dan
Worchel menyatakan bahwa frustasi yang menetap akan mendorong perilaku agresi. Dalam
hal ini, manusia siap melakukan perilaku agresi karena manusia menahan ekspresi agresi.
Frustasi yang disebabkan situasi yang tidak menentu (uncertain) akan memicu perilaku
agresi semakin besar dibandingkan dengan frustasi karena situasi yang menentu.
Wujud KebudayaanMenurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dapat dilihat dari ide, aktivitas, artifak..
Aktivitas manusia berinteraksi dengan manusia lainnya dapat disebut juga sistem sosial.
Tujuh Unsur kebudayaanSistem religi, yang meliputi sistem kepercayaan, sistem nilai, pandangan hidup, komunikasi,
keagamaan, atau upacara keagamaan.
Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial, yang mencakup kekerabatan, asosiasi, perkumpulan,
sistem kenegaraan, dan sistem kesatuan hidup.
Sistem pengetahuan, yang meliputi pengetahuan tentang flora dan fauna, waktu,ruang, bilangan,
tubuh manusia, dan perilaku antar sesama manusia
7
Bahasa, yang berbentuk lisan maupun tulisan.
Kesenian yang meliputi seni patung, pahat, relief lukis dan gambar, seni rias, vokal, musin,
bangunan, kesusastraan, atau drama.
Sistem mata pencaharian hidup/sistem ekonomi, yang meliputi berburu, mengumpulkan makanan,
bercocok tanam, perternakan, perikanan, dan perdagangan.
Sistem teknologi, yang meliputi produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan
konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian, perhiasan, tempat berlindung (perumahan), atau senjata
8
Kepangkatan di dalam PNS
Juru
Juru merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I-A hingga I-D dengan sebutan secara
berjenjang:
JURU MUDA,
JURU MUDA TINGKAT I,
JURU
JURU TINGKAT I
Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan
pendidikan formal jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, atau Madrasah Tsanawiyah.
Akibatnya, pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan juru baru membutuhkan kemampuan-
kemampuan skolastik dasar dan belum menuntut suatu ketrampilan bidang ilmu tertentu.
Jadi, kita dapat dikatakan bahwa juru merupakan pelaksana pembantu dalam bagian kegiatan yang
menjadi tanggung jawab jenjang kepangkatan di atasnya (Pengatur).
Pengatur
Pengatur merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II-A hingga II-D dengan sebutan
secara berjenjang:
PENGATUR MUDA
PENGATUR MUDA TINGKAT I
PENGATUR
PENGATUR TINGKAT I
9
Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan
pendidikan formal jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas hingga Diploma III, atau Madrasah Aliyah.
Akibatnya, pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan pengatur sudah mulai menuntut suatu
ketrampilan dari bidang ilmu tertentu, namun sifatnya sangat teknis.
Jadi, Pengatur adalah orang yang melaksanakan langkah-langkah realisasi suatu kegiatan yang
merupakan implementasi dari program yang dibuat oleh instansinya.
Penata
Penata merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III-A hingga III-D dengan sebutan
secara berjenjang:
PENATA MUDA
PENATA MUDA TINGKAT I
PENATA
PENATATINGKAT I
Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan
pendidikan formal jenjang SI , Diploma IV atau yang setingkat. Akibatnya, pekerjaan tersebut dapat
diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan penata sudah mulai menuntut suatu
keahlian bidang ilmu tertentu dengan lingkup pemahaman kaidah ilmu yang telah mendalam.
Jadi, penggunaan pemahaman penata yang komprehensif tentang sesuatu maka penata bukan lagi
sekedar pelaksana, melainkan sudah memiliki tanggung jawab menjamin mutu proses dan keluaran
kerja tingkatan pengatur.
10
Pembina
Pembina merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan IV-A hingga IV-E dengan sebutan
secara berjenjang:
PEMBINA
PEMBINA TINGKAT I
PEMBINA UTAMA MUDA
PEMBINA UTAMA MADYA
PEMBINA UTAMA.
Sebagai jenjang tertinggi, kepangkatan ini tentunya diperoleh sesudah melalui suatu perjalanan karier
yang panjang sebagai PNS. Ini berarti pekerjaan pada kelompok kepangkatan pembina semestinya
bukan saja menuntut suatu keahlian bidang ilmu tertentu yang mendalam, namun juga menuntut
suatu kematangan dan kearifan kerja yang sudah diperoleh sepanjang masa kerjanya.
Jadi, pembina adalah model peran bagi jenjang-jenjang di bawahnya guna keperluan membina dan
mengembangkan kekuatan sumberdaya untuk jangkauan pandang ke depan.
Eselonisasi
Pengelolaan PNS, hirarki jabatan struktural dikenal dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari
9 jenjang Eselon yang dibagi ke dalam 5 kategori, yaitu:
ESELON I
ESELON II
ESELON III
ESELON IV
ESELON V (Jabatan Eselon V sudah tidak banyak lagi).
11
Guna memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon dikaitkan juga dengan
makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI tentang makna eselonisasi PNS (Eselon I hingga
III), khususnya di tingkat provinsi
ESELON I
Eselon I merupakan hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2 jenjang, yaitu:
Eselon I-A
Eselon I-B
Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah terendah Golongan IV-C dan tertinggi Golongan IV-E.
Artinya, secara kepangkatan personelnya sudah berpangkat pembina yang makna kepangkatannya
adalah membina dan mengembangkan.
Pada tingkat provinsi, Eselon I dapat dianggap sebagai Puncak Pimpinan Wilayah (provinsi) yang
berfungsi sebagai penanggung jawab guna menjamin efektivitas provinsi yang dipimpinnya. Hal itu
dilakukan melalui keahliannya dalam menetapkan kebijakan-kebijakan pokok yang akan membawa
provinsi mencapai sasaran-sasaran jangka pendek maupun jangka panjang.
ESELON II
Eselon II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2 jenjang, yaitu:
ESELON II-A
ESELON II-B
Jenjang pangkat bagi Eselon II adalah terendah golongan IV-C dan tertinggi golongan IV-D. Artinya,
secara kepangkatan personelnya juga sudah berpangkat pembina yang makna kepangkatannya adalah
membina dan mengambangkan.
12
Pada tingkat provinsi, maka Eselon II dapat dianggap sebagai Manajer Puncak Satuan Kerja
(Instansi). Mereka mengemban fungsi sebagai penanggung jawab efektivitas instansi yang
dipimpinnya melalui keahliannya dalam perancangan dan implementasi strategi guna merealisasikan
implementasi kebijakan-kebijakan pokok provinsi.
ESELON III
Eselon III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2 jenjang, yaitu:
ESELON III-A
ESELON III-B
Jenjang pangkat bagi Eselon III adalah terendah Golongan III-C dan tertinggi Golongan IV-D.
Artinya, secara kepangkatan personelnya juga berpangkat pembina atau penata yang sudah mumpuni
(Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya adalah membina dan mengembangkan.
Pada tingkat provinsi, Eselon III dapat dianggap sebagai Manajer Madya Satuan Kerja (Instansi).
Fungsinya sebagai penanggung jawab dalam penyusunan dan realisasi program-program yang
diturunkan dari strategi instansi yang ditetapkan oleh Eselon II.
13
14
Bab III
Metodologi Penelitian
Waktu, Tempat Penelitian, dan Jenis Penelitian
Kami mengambil sampel penelitian pada bulan November 2009. Kami mengadakan
penelitian di kampus Institut Teknologi Bandung, terutama di sekitar perpustakaan pusat.
Jenis penelitian yang kami lakukan adalah penelitian deskriptif. Kami mengambil jenis
penelitian tersebut dikarenakan pengukuran pelayanan sangatlah sulit untuk dicari hipotesis
tandingannya. Terlebih lagi, Kami bermaksud untuk meneliti salah satu fenomena yang
terjadi pada masyarakat kampus ITB yaitu tentang pelayanan karyawan perpustakaan pusat
yang dianggap kurang baik oleh mahasiswa.
Cara Pengambilan Data
Pengambilan sampel dilakukan di perpustakaan pusat, dan hanya kepada mahasiswa dengan
tahun angkatan 2003 – 2009. Kami juga mewawancara beberapa pegawai perpustakaan pusat
pada bulan November 2009. Kami membagi kelompok kami menjadi 2 tim, tim yang pertama
mewawancarai pegawai perpustakaan, sedangkan tim yang kedua membagikan kuesioner.
Responden dari kuesioner kami mencapai 115 orang, yang kami bagikan di sekitar
lingkungan perpustakaan pusat. Kami membagikan di selasar perpustakaan pusat, British
Council, jurusan tekhnik perminyakan, dan jurusan kimia.
15
Kami mewawancara 2 pegawai perpustakaan pusat, pegawai yang pertama bekerja di bagian
penitipan tas. Pegawai perpustakaan pusat kedua yang kami wawancara bekerja di bagian
peminjaman dan pengembalian buku.
Tujuan kami mewawancarai kedua pegawai pada bagian tersebut adalah pegawai
perpustakaan pusat pada divisi tersebut adalah pegawai yang langsung bertatap muka dengan
mahasiswa. Kami tidak mengambil sampel dari British Council karena kami berasumsi
bahwa mahasiswa jarang sekali datang ke tempat tersebut.
Cara Penarikan Kesimpulan
Kami memfokuskan penelitian kami kepada sistem kemasyarakatan, organisasi sosial, dan
sistem mata pencaharian hidup. Walaupun pada praktiknya, kami mencari ketujuh unsur
kebudayaan yang berlaku umum pada kebiasaan mereka.
Kami mengasumsikan bahwa karyawan perpustakaan pusat memiliki kebudayaan yang
homogen. Maksud kami, tidak ada karyawan yang melakukan perbedaan dalam kebiasaan
yang berlaku. Asumsi ini didasarkan kepada kekerabatan yang kuat di antara pegawai
perpustakaan.
Proses Penilaian
Kadar pelayanan merupakan suatu proses yang berlaku subjektif. Setiap mahasiswa memiliki
pendapat yang berbeda-beda mengenai proses pelayanan yang dilakukan oleh pegawai
perpustakaan pusat. Subjek yang kami uji adalah kinerja pegawai perpustakaan pusat sebagai
pemberi pelayanan dan mahasiswa sebagai target dari pelayanan.
16
Metoda yang kami gunakan sebagai pengukur kinerja perpustakaan adalah survai. Kami
memilih pendekatan ini dikarenakan kelompok kami meyakini bahwa metoda ini adalah
metoda yang paling baik dalam menguji kinerja pegawai perpustakaan pusat.
Akan tetapi, sungguh tidak adil apabila kita kelompok kami hanya melihat pelayanan
pegawai perpustakaan pusat hanya dari sudut pandang mahasiswa. Oleh karena itu, kami
akan mewawancara beberapa pegawai perpustakaan pusat sebagai pembanding pendapat dari
para mahasiwa yang akan dilayani.
Tingkat kepuasan konsumen kami asumsikan harus berada di atas 80 persen. Kami merevisi
cara pandang kami.
Pengolahan dan Analisis Data
Kami mengolah data survai menggunakan Microsoft Excel.Kami menggunakan Microsoft
Power Point sebagai alat untuk membantu penyajian data.
17
Bab IV
Analisis dan Pembahasan
Setelah kami mewawancara kedua pegawai perpustakan pusat, kami mendapati wujud dari
kebudayaan. Pada kasus ini, wujud dari kebudayaan merupakan aktivitas dari para pegawai
perpustakaan pusat yang berhubungan dengan salat jumat dan pelayanan yang dilakukan
oleh pegawai perpustakaan pusat.
Wujud kebudayaan yang berupa aktivitas itu dapat dilihat ke dalam 7 unsur kebudayaan.
Hasil wawancara kami adalah sebagai berikut
• Organisasi sosial
Pegawai di perpustakaan pusat, masih ada yang berstatus PNS (Biasanya pegawai
yang sudah bekerja sebelum tahun 1997). Pengangkatan PNS dilakukan setelah 15 -
20 tahun mengabdi kepada institusi. Kebanyakan PNS yang bekerja di perpustakaan
Pegawai Negeri Sipil Golongan III-A dan III-B, akibatnya secara hierarki
keorganisasian, mereka semua merupakan penata.
Perubahan status ITB menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) mengakibatkan
penerimaan pegawai tidak memakai tenaga Pegawai Negeri Sipil lagi. Pegawai
BHMN merupakan pegawai hasil saringan masuk ITB. Sistem kerja juga
menggunakan system kontrak.
18
Krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan sistem kontrak merupakan salah
satu cara agar institusi atau lembaga tersebut dapat menghemat pengeluaran. Akan
tetapi, setelah beberapa tahun mengabdi (Jika pegawai bekerja dengan baik) pegawai
tersebut akan dijadkan karyawan tetap.
• Sistem pengetahuan
Pegawai yang bekerja di perpustakaan pusat didominasi oleh lulusan mahasiswa
strata-1. Sedangkan, pegawai yang tidak mempunyai gelar strata-1 biasanya memiliki
gelar Diploma-3.
Menurut kami, hal ini berhubungan erat dengan keharusan terpenuhinya pegawai
BHMN untuk menggantikan posisi penata di dalah hierarki keorganisasian dari
Pegawai Negeri Sipil.
• Bahasa
Bahasa Sunda merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari dan kebanyakan
digunakan oleh kebanyakan karyawan.. Akan tetapi, banyak pendatang di dalam
lingkungan kampus ITB baik yang berasal dari luar Bandung maupun dari luar Pulau
Jawa. Jadi, apakah Bahasa Sunda sebagai alat percakapan sehari-hari merupakan
suatu pertanyaan yang valid?
19
Kami mempunyai pendapat sebagai berikut, mayoritas karyawan berasal dari daerah
Bandung dan sekitarnya. Andaikan ada karyawan yang berasal dari luar pulau,
mereka sudah tinggal lama di Bandung. Jadi, kebanyakan pendatang menggunakan
Bahasa Sunda sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
Selain bahasa Sunda, Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa sekunder.
Akan tetapi, Bahasa Indonesia digunakan untuk membuat proposal. Bahasa Indonesia
juga digunakan di dalam rapat, ataupun acara yang bersifat resmi.
• Sistem mata pencaharian hidup
Gaji yang tetap baik PNS maupun pegawai BHMN merupakan penghasilan tetap
yang didapat oleh pegawai. Ada beberapa pegawai perpustakaan pusat yang bekerja
sampingan (biasanya pada hari sabtu). Berwirausaha tidak diperbolehkan jika anda
seorang Pegawai Negeri Sipil. Akan tetapi, jika kita berbicara masalah perut, semua
hal bisa jadi benar kan?
Jika ada anak dari pegawai perpustakaan pusat yang berhasil menempuh studi di ITB,
institusi memberikan keringanan kepada pegawai dengan memberikan beasiswa.
Beasiswa tersebut berupa pembayaran setengah biaya kuliah yang ditanggung oleh
institusi. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan bahwa sang anak dapat mencari
sumber beasiswa lain.
20
Ada beberapa karyawan yang istrinya berwirausaha dengan membuka warung.
Akibatnya, menurut kami hal ini merupakan salah satu sumber penghasilan dari
pegawai perpustakaan.
• Sistem teknologi
Kami membagi sistem teknologi yang dimiliki oleh karyawan perpustakaan pusat ke
dalam 2 aspek, yaitu: transportasi dan komunikasi.
ITB memberikan pelayanan kepada karyawan dengan memberikan jasa antar jemput
dengan menggunakan bus. Akan tetapi, banyak karyawan perpustakaan pusat yang
sudah mempunyai kendaraan pribadi berupa motor.
Alat komunikasi yang digunakan oleh para karyawan berupa handphone.
Kesenian
Kebanyakan karyawan masih memelihara budaya sunda berupa tembang-tembang
sunda yang masih mereka lestarikan. Asumsi kami, kebanyakan pendatang sekalipun
masih memiliki darah Sunda di nadinya.
• Sistem Religi
Mayoritas agama yang dipegang oleh karyawan adalah agama Islam. Kelompok kami
tidak membahas mengenai religi terlalu jauh. Hal ini akan kami jelaskan di bagian
pembahasan.
21
• Sistem Kemasyarakatan
Arisan ibu-ibu merupakan hal nyang konsisten terus dilakukan oleh para karyawan
permpuan. Kegiatan kemasyarakatan yang lain adalah pergi Salat Jumat bersama,
baik karyawan laki-laki maupun karyawan perempuan.
22
Pembahasan Hasil Kuesioner
45 % dari responden kami mengatakan bahwa mereka pernah mengalami perlakuan yang
kurang menyenangkan dari karyawan yang bekerja di perpustakaan pusat. Perlakuan yang
tidak menyenangkan tersebut berupa sifat cuek karyawan, karyawan pernah memarahi
mahasiswa (emosi) ataupun sikap karyawan yang sangat ketus terhadap mahasiswa.
Permasalahan ini akan kami jawab pada bagian selajutnya dari laporan ini.
84 % responden kami juga mengatakan bahwa kinerja pegawai perpustakaan sudah cukup
memuaskan (45 % mengatakan bahwa kinerja pegawai baik, sedangkan sisanya mengatakan
bahwa kinerja pegawai perpustakan cukup). Walaupun ada 39 % mahasiswa yang
mengatakan bahwa kinerja pegawai perpustakaan cukup baik, hasil pertanyaan ini masih
tidak bisa dikatakan valid. Hal ini disebabkan oleh kurang cukupnya kriteria kelompok kami
dengan kata cukup. Jadi, kami tidak menjadikan hasil kuesioner ini sebagai duduk persoalan.
76 % mahasiswa memperkirakan bahwa kisaran umur pegawai yang bersikap kurang baik
kepada mahasiswa tersebut adalah 20-55 tahun. Akibatnya, kami menduga bahwa karyawan
yang bersikap kurang baik pastilah karyawan yang telah lama bekerja pada institusi ini.
Perlakuan yang diterima oleh Pegawai
Setelah kami mewawancarai pegawai, kami mendapatkan selentingan buruk yang mereka
kemukakan mengenai segelintir mahasiswa. Maksud kami, ada mahasiswa yang kurang
sopan. Perlakuan yang tidak sopan tersebut kadang-kadang berupa kesombongan (mahasiswa
23
tidak mau menyapa). Pada bagian penitipan tas, pegawai pernah bercerita bahwa ada
mahasiswa yang melemparkan kartu penitipan, petugas merasa kurang dihargai. Pegawai
perpustakaan pusat juga merasa tidak dihormati, dikarenakan tiadanya sopan santun
mahasiswa kepada karyawan perpustakaan pusat.
Analisis
Pertama-tama, kelompok kami akan mencoba untuk memaparkan penyebab-penyebab
perlakuan buruk yang diberikan oleh pegawai perpustakaan pusat.
enurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dapat aktivitas manusia
berinteraksi dengan manusia lainnya dapat disebut juga sistem sosial.
Perpustakaan pusat memiliki sistem sosial yang tercermin di dalam 7
unsur kebudayaan. Kebudayaan Sunda merupakan kebudayaan yang sifatnya santun. Hormat
kepada yang lebih tua merupakan suatu hal yang mutlak.
MMahasiswa pun memiliki sistem sosial. Sistem sosial yang ada pada mahasiswa tidak
homogen seperti sistem kemasyarakatan yang ada di perpustakaan pusat. Akibatnya terjadi
perbedaan budaya. Perbedaan kebudayaan tersebut medasarkan analisis kami kepada teori
fungsionalitas struktural dan teori frustasi agresi.
enurut Teori frustasi-agresi, sang pegawai perpustakaan tidak
mendapatkan kepuasan yang memadai (berupa rasa hormat), mereka
merasa bahwa seorang mahsiswa yang masih muda itu harusnya
menghormati mereka yang lebih tua. Akibatnya, terjadi proses generalisasi yang
mengakibatkan karyawan menilai bahwa semua mahasiswa seperti itu. Frustasi yang dialami
M24
oleh satu orang menjadi semacam gejala sosial yang menyerang seluruh kelompok (dalam hal
ini seluruh karyawan perpustakaan). Konsekuensinya, mahasiswa menjadi kambing hitam
kemarahan dari masyarakat perpustakaan pusat.
Sebaliknya, mahasiswa juga sudah memiliki kebudayaan tersendiri. Budaya tersebut
merupakan kebudayaan yang dia bawa dari kampung halamannya (asal daerah). Kebudayaan
lain yang kemungkinan besar dia bawa adalah kebudayaan yang dihasilkan dari segregasi
budaya lokal dengan budaya daerah asalnya. Ketika sang mahasiswa mendapat perlakuan
yang buruk dari karyawan. Hal tersebut membuat frustasi pada mahasiswa tersebut, karena
ada beberapa mahasiswa lain yang berada pada satu sistem kemasyarakatan yang sama
dengan mahasiswa tersebut yang mengalamai hal yang serupa, terjadi pengeneralisasian.
Akibatnya sistem kemasyarakatan yang ada pada sebagian mahasiswa menjadikan pegawai
sebagai sasaran kemarahan mereka (kambing hitam).
eori fungsionalitas struktural juga turut memperkuat argumen kelompok kami,
karena telah terjadi pengelompokan-pengelompokan pada masyarakat di
lingkungan kampus ITB. Pegawai perpustakaan dengan sistem
kemasyarakatannya, begitu juga mahasiswa dengan sistem kemasyarakatannya.
TKesatuan yang begitu kuat itu menjadi semacam jurang pemisah antara perbedaan budaya
mahasiwa dan budaya karyawan perpustakaan. Maksud kami, seorang mahasiswa paling
lama hanya berada 6 tahun di dalam dunia kampus, sedangkan pegawai perpustakaan sudah
ada yang bekerja lebih dari 30 tahun. Sistem kemasyarakatan yang ada di dalam lingkungan
mahasiswa terus berubah. Sedangkan sistem kemasyarakatan yang ada pada lingkungan
perpustakaan pusat sangat lambat mengalami perubahan.
25
Konsekuensinya, karyawan perpustakaan pusat merasa kaget karena perubahan kebudayaan
yang terjadi. Ironisnya, kenyamanan pada sistem kemasyarakatan yang telah ada membuat
mereka tidak mau mengubah paradigma mereka.
ermasalahan yang kedua adalah pegawai perpustakaan pusat yang tidak tepat
waktu dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa sehabis salat jumat.
Setelah kami mewawancarai karyawan, mereka mengatakan bahwa faktor
penyebab keterlambatan mereka adalah ibu-ibu yang gemar arisan. Faktor lainnya adalah
lamanya proses menunggu makan siang.
PPada kasus ini,. kelompok kami sepakat bahwa karyawan perpustakaan pusatlah yang kurang
disiplin. Teori fungsionalitas structural turut memegang peranan di dalam permasalahan ini.
Kesatuan dan kekeluargaan yang terlalu kuat ini mengakibatkan suatu tindakan indisipliner
yang “disetujui” bersama tersebut menjadi suatu kebudayaan yang tidak mau dirubah.
Penyebab lain yang mungkin menjadi sumber konflik dalam permasalahan ini dilihat
berdasarkan 7 unsur kebudayaan. ITB mengkerutkan jumlah karyawan pada tahun-tahun
sebelum 2009. Akibatnya, terjadi pengurangan jumlah karyawan di perpustakaan pusat.
Konsekuensinya, tejadi frustasi karena kekurangan tenaga karyawan mengakibatkan sifat
agresi yang berlebihan.
26
Jadi, teori fungsionalitas stuktural dan teori frustasi-agresi membantu kami dalam
memberikan kesimpulan yang akan kami bahas di dalam bab selanjutnya.
27
28
Bab V
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Penyebab dari permasalahan yang dialami oleh pegawai perpustakaan pusat dengan
mahasiswa adalah kesalahpahaman.
Penyebab lain dari perlakuan tidak ramah dari karyawan perpustakaan kepada
mahasiswa adalah tidak terjadinya pencampuran budaya. Ketiadaan rasa saling
mengerti antara generasi tua dan muda.
Perubahan cepat yang terjadi pada sistem kemasyarakatan dalam mahasiswa tidak
diimbangi oleh sistem kemasyarakatan yang ada pada perpustakaan pusat. Akibatnya,
terjadi
Penyebab keterlambatan pegawai perpustakaan merupakan kurang disiplinnya
pegawai perpustakaan.
Stres yang berlebih juga menjadi salah satu penyebab agresi.
Saran untuk karyawan
• Arisannya dikurangin dong bu… (Kalo bisa kita ikut!! J)
• Jaman berubah, jangan gengsi dung…
• Kedisiplinan ditingkatkan, agar kualitas pelayanan semakin baik.
Saran untuk Mahasiswa
• Bertobatlah kalian para mahasiswa yang pernah berlaku cuek pada karyawan!!
29
• Karyawan juga manusia, punya rasa punya hati.. Jangan mentang-mentang dah bayar,
mahasiswa jadi boleh seenaknya..
• Ingat 3 S : Senyum, Sapa, Sopan J !!
30
31
LAMPIRAN
32
1% 5% 5%
17%
25%
30%
17% 2003200420052006200720082009
33
Anda mahasiswa angkatan?
46%
18%
36%1x 2x
>2x
34
Berapa kali anda pergi ke perpustakaan pusat
sewaktu TPB(Jika anda masih TPB, berapa kali anda ke perpustakaan
pusat tiap minggunya?)
45%55%
Ya Tidak
35
Pernahkan anda mengalami perlakuan yang kurang
menyenangkan dari karyawan di perpustakaan
pusat?
49%
28%
10%
13%
CuekKetusEmosiLain-Lain
36
Perlakuan buruk apa yang anda dapatkan?
25%
44%
32%22-3030-4040-55
37
Kisaran umur pegawai yang memperlakukan
anda dengan tidak baik?
5% 1%
39%
45%
10%1 (Amat Buruk)2 (Buruk)3(Cukup)4 (Baik)5 (Amat Baik)
38
Penilaian anda pada kinerja pelayanan karyawan di Perpustakaan Pusat
39
Daftar Pustaka
Zainuddin Maliki, Tiga Teori Sosial Hegemonik, (Surabaya : Narasi
Agung, 2003), 50
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi –Jilid 1, cetakan kedua,
Jakarta: Rineka Cipta.
fadlillah.wordpress.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri
http://evysspace.blogspot.com/2009/07/teori-fungsionalisme-struktural-
sebuah.html
http://jurnalparlemenonline.wordpress.com/2010/01/01/artikel-16/
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. 2001 . BALAI PUSTAKA : Jakarta.
N.Siregar, Chairil. Slide perkuliahan : Antropologi
N.Siregar, Chairil. Slide perkuliahan : Format-format Penelitian
Soelaeman, M.Munandar (Cetakan ke-4). 2000. Ilmu sosial dasar.
Bandung: Refika Aditama.
40