Antipsikosis

13
1. ANTIPSIKOSIS Antipsikosis adalah golongan obat yang dapat mengobati gangguan mental pada penderita skizofrenia dengan cara mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosinal pasien psikosis. Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Ciri antipsikosis : Berefek antipsikosis, yaitu mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam atau anastesia Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal ini yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Sedangkan antipsikosis golongan atipikal umumnya mempunyai afinitas lemah terhadap reseptor dopamin 2. Selain itu golongan atipikal juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik, dan reseptor alfa adrenergik. Antipsikosis golongan atipikal diduga efektif mengatasi gejala positif (bicara kacau, halusinasi, delusi) dan gejala negatif (miskin kata-kata, afek datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pada pasien skizofrenia. Antipsikosis tipikal umumnya hanya berespons untuk gejala positif. Antipsikosis mempunyai efek farmakologik terhadap sistem saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor,

description

Antipsikosis Psikiatri

Transcript of Antipsikosis

Page 1: Antipsikosis

1. ANTIPSIKOSIS

Antipsikosis adalah golongan obat yang dapat mengobati gangguan mental pada penderita skizofrenia dengan cara mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosinal pasien psikosis. Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Ciri antipsikosis :

Berefek antipsikosis, yaitu mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis

Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam atau anastesia Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis

Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal ini yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Sedangkan antipsikosis golongan atipikal umumnya mempunyai afinitas lemah terhadap reseptor dopamin 2. Selain itu golongan atipikal juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik, dan reseptor alfa adrenergik.

Antipsikosis golongan atipikal diduga efektif mengatasi gejala positif (bicara kacau, halusinasi, delusi) dan gejala negatif (miskin kata-kata, afek datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pada pasien skizofrenia. Antipsikosis tipikal umumnya hanya berespons untuk gejala positif.

Antipsikosis mempunyai efek farmakologik terhadap sistem saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor, diantaranya dopamin, reseptor alfa adrenergik, muskarinik, histamin H1, dan serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda-beda. Klorpromazin misalnya mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor dopamin dan alfa adrenergik, sementara Risperidon mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2.

2.1. KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIS

1. Antipsikosis tipikala. Golongan fenotiazin : Klorpromazin, flufenazin, perfenazin, tioridazin,

trifluperazinb. Golongan lain : Klorprotiksen, droperidol, haloperidol, loksapin, molindon,

tioktiksen2. Antipsikosis atipikal : Klozapin, olanzapin, risperidon, quetiapin, sulpirid, ziprasidon,

aripriprazol, zotepin, amilsulpirid

2.2. INDIKASI ANTIPSIKOSIS

Page 2: Antipsikosis

1. Indikasi psikiatri Antipsikosis sangat bermanfaat mengatasi keadaan gaduh gelisah. Efektivitas

obat ini sangat membantu pasien psikosis. Obat antipsikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun hanya bersifat simptomatis.

Skizofrenia Gangguan skizoafektif Pasien depresi dengan gejala psikosis Episode manik gangguan bipolar Tourette’s syndrome Gangguan perilaku pada pasien demensia tipe Alzheimer

2. Indikasi non-psikiatri Kebanyakan antipsikosis lamam kecuali tioridazin memilki efek antiemetik.

Efek ini terjadi atas dasar hambatan reseptor dopamin baik di sentral (di kemoreseptor medula oblongata) maupun perifer (reseptor di lambung).

Golongan butirofenon droperidol diindikasikan sebagai anestesi kombinasi dengan opioid fentanil.

CPZ merupakan obat terpilih untuk menghilangkan cegukan (hiccup) yang berlangsung berhari-hari.

PRINSIP-PRINSIP TERAPEUTIK

Menentukan gejala sasaran yang akan diobati. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus

digunakan lagi. Jika tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat efek samping.

Lama minimal percobaan antipsikotik adalah 4 sampai 6 minggu pada dosis yang adekuat. Jika tidak berhasil, dapat dicoba obat dari kelas lain.

Penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu jarang diindikasikan.

Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama episode psikotik.

SINDROM PARKINSON

Sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/ sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Merupakan salah satu dari gejala ekstrapiramidal yang merupakan efek samping dari kebanyakan antipsikosis tipikal.

Page 3: Antipsikosis

Gambaran klinisnya berupa Resting tremor (terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang), Rigiditas (kaku), Bradikinesia (gerakan volunter menjadi lambat, berkurangnya ekspresi muka serta mimic dan gerakan spontan yang berkurang), Disfungsi otonom (keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik).

SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA (SNM)

Merupakan kondisi yang mengancam kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat antipsikosis (khususnya pada “long acting”). Semua pasien yang diberikan obat antipsikosis mempunyai risiko untuk terjadinya SNM tetapi dengan kondisi dehidrasi, kelelahan, atau malnutrisi, risiko ini akan menjadi lebih tinggi.

Butir-butir diagnostik SNM berupa hiperpireksia, rigiditas, disfungsi otonomik (incontinensia urin), perubahan status mental, perubahan tingkat kesadaran, dan gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat.

Pengobatan : hentikan segera obat antipsikosis. Berikan perawatan suportif dan dapat diberikan dopamine agonis (Bromokriptin 7.5-60 mg/hari, L-dopa 2x100 mg/hari, atau Amantadin 200 mg/hari).

2.3. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL

KLORPROMAZIN DAN DERIVAT FENOTIAZIN

CPZ (Klorpromazin) menimbulkan efek sedasi dan sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya efek sedasi tergantung dari status emosional pasien sebelum minum obat.

CPZ menimbulkan efek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. Pada manusia, kemampuan terlatih yang memerlukan kecekatan dan daya pemikiran berkurang.

CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivat Fenotiazin mempengaruhi ganglia basal sehingga menimbulkan gejala Parkinsonisme (efek ekstrapiramidal).

CPZ dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada chemoreseptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh kelainan saluran cerna

Page 4: Antipsikosis

atau vestibuler kurang dipengaruhi, namun fenotiazin potensi tinggi dapat berguna untuk keadaan tersebut.

Fenotiazin terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan sehingga penggunaannya harus sangat berhati-hati pada pasien epilepsi. Derivat piperazin dapat digunakan secara aman pada pasien epilepsi bila dosis diberikan bertahap dan bersama anti konvulsan.

Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal, serupa dengan yang terlihat pada parkinsonisme. Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme, dan sindrom neuroleptic malignant. Dua sindrom lain terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor perioral dan diskinesia tardif.

CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini bersifat sentral, sebab sambungan saraf-otot dan medula spinalis tidak dipengaruhi.

CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai efek samping terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido. Sementara pada pria dapat terjadi penurunan libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan reseptor dopamin yang menyebabkan hiperprolaktinemia, serta adanya peningkatan perubahan androgen menjadi estrogen di perifer. Pada antipsikosis yang baru seperti olanzapin, quetiapin, efek samping ini minimal karena afinitasnya yang rendah terhadap reseptor dopamin.

Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasa terjadi dengan derivat fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frekuensi denyut jantung meningkat. Efek ini dikarenakan efek otonom dari obat antipsikosis. Abnormalitas EKG juga dilaporkan pada pemakaian tioridazin berupa perpanjangan interval QT, abnormalitas segmen ST dan gelombang T. Perubahan ini biasanya reversibel.

Kebanyakan antipsikosis diabsorbsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitas CPZ dan tioridazin berkisar 25-35%, sedangkan haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma serta memiliki volume distribusi besar. Metabolit CPZ ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir.

Gejala idiosinkrasi mungkin timbul berupa ikterus, dermatitis, dan leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.

Page 5: Antipsikosis

CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg. Selain itu juga terdesia dalam bentuk larutan suntik 25 mg/mL. Perfenazin tersedia dalam bentuk tablet 2, 4, 8 mg. Tioridazin tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg. Flufenazin tersedia dalam bentuk tablet HCl 0.5 mg. Masa kerja flufenazin cukup lama sampai 24 jam.

HALOPERIDOL

Berguna untuk menenangkan keadaan mania pada pasien psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal muncul pada 80% pasien yang diobati dengan haloperidol.

Haloperidol memiliki efek antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia.

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibandingkan CPZ, sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ, yaitu memperlambat dan menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan apomorfin.

Pengaruh haloperidol terhadap sistem saraf otonom termasuk menyebabkan pandangan kabur (blurring of vision).

Haloperidol menyebabkan hipotensi tetapi tidak sesering dan sehebat akibat CPZ. Haloperidol juga menyebabkan takikardi.

Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan respons endokrin lain.

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat dan menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma hingga berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan sedikit diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens tinggi terutama pada pasien usia muda. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania. Perubahan hematologik ringan dan selintas sering terjadi, berupa leukopenia dan agranulositosis. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik.

Indikasi utama haloperidol adalah untuk psikosis. Selain itu dapat dipakai untuk megobati sindrom Gilles de la Tourette (kelainan neurologik yang ditandai dengan kejang otot hebat, menyeringai atau grimacing, dan koprolalia).

Page 6: Antipsikosis

Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0.5 dan 1.5 mg. Selain itu juga tersedia dalam bentuk sirup 5 mg/100 mL dan ampul 5 mg/mL.

DIBENZOKSAZEPIN (LOKSAPIN)

Loksapin memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan antiadrenergik. Obat ini berguna untuk mengobati skizofrenia dan psikosis.

Mempunyai efek reaksi ekstrapiramidal dan menurunkan ambang bangkitan pasien sehingga harus hati-hati penggunaannya pada pasien dengan riwayat kejang.

Diabsorbsi baik per oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1 jam (IM) dan 2 jam (oral). Waktu paruhnya ialah 3-4 jam.

Loksapin tersedia dalam bentuk tablet dan suntikan. Dosis awal 20-50 mg/ hari dibagi dalam 2 dosis. Dosis pemeliharaan 20-100 mg dalam 2 dosis.

2. 4.ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL

KLOZAPIN

Merupakan antipsikosis atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut atipikal karena hampir tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal dan kadar prolaktin serum pada manusia tidak meningkat. Klozapin menunjukan efek dopaminergik lemah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi.

Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negatif (social disinterest, incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat standar. Obat ini juga cocok untuk pasien yang menunjukan gejala ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal.

Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan dalam pengobatan dengan klozapin. Pada pasien yang mendapat klozapin selama 4 minggu atau lebih, risiko terjadinya kira-kira 1.2%. Gejala ini paling sering timbul 6-18 minggu setelah pemberian obat. Pengobatan tidak boleh lebih dari 6 minggu kecuali terlihat adanya perbaikan. Penggunaan klozapin dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien dengan pengobatan klozapin harus dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu.

Page 7: Antipsikosis

Efek samping lain diantaranya hipertermia, takikardia, sedai, pusing kepala, hipersalivasi. Gejala takar lajak antara lain : kantuk, letargi, koma, disorientasi, delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang, dan hipertermia.

Klozapin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian oral. Kadar puncak plasma tercapai 1,6 jam setelah pemberian obat. Klozapin secara ekstensif diikat protein plasma dan dimetabolisme hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja. Waktu paruh rata-rata 11.8 jam.

Klozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg.

RISPERIDON

Merupakan derivat dari benzisoksazol yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2, dan afinitas menengah terhadap reseptor dopamin D2, alfa 1 dan alfa 2 adrenergik, serta reseptor histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin.

Bioavailabilitas oral sekitar 70%. Ikatan dengan protein plasma sekitar 90%. Risperidon secara ekstensif dimetabolisme di hati dan dieliminasi lewat urinn dan sebagian kecil melalui feses.

Indikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Selain itu dapat pula untuk gangguan bipolar, depresi dengan ciri psikosis, dan Tourette syndrome.

Efek samping yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia, dan reaksi ekstrapiramidal yang umumnya lebih ringan dibanding antipsikosis tipikal.

Risperidon tersedia dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg, sirup dan injeksi 50 mg.

OLANZAPIN

Merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, serotonin, muskarinik, histamin dan reseptor alfa 1.

Olanzapin diabsorbsi baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jam pemberian. Dimetabolisme di hepar dan diekskresi lewat urin.

Indikasi utamanya adalah mengatasi gejala negatif maupun positif dari skizofrenia dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukan efektivitas pada pasien depresi dengan gejala psikotik.

Page 8: Antipsikosis

Olanzapin tidak menyebabkan agranulositosis. Olanzapin dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama diskinesia tardif yang minimal. Efek samping lainnya diantaranya peningkatan berat badan, gangguan metabolik yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia.

Olanzapin tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 10 mg, dan vial 10 mg.

QUETIAPIN

Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, serotonin, dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin 5HT1A yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun negatif skizofrenia.

Absorbsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai setelah 1-2 jam pemberian. Metabolisme melalui hati dan diekskresikan sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.

Quetiapin diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun negatif. Obat ini juga meningkatkan kemampuan kognitif pasien skizofrenia seperti perhatian, kemampuan berpikir, berbicara, dan kemampuan mengingat. Di samping itu obat ini juga diindikasikan untuk gangguan depresi dan mania.

Efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen, dan dizziness. Selain itu juga memiliki efek samping peningkatan berat badan, gangguan metabolik dan hiperprolaktinemia, sedangkan efek ekstrapiramidalnya minimal.

ZIPRASIDON

Obat ini memiliki spektrum yang luas terhadap skizofrenia, baik gejala positif, negatif, maupun gejala afektif dengan efek samping yang minimal terhadap prolaktin, metabolik, gangguan seksual, dan efek antikolinergik. Obat ini mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin dan dopamin.

Absorbsinya cepat setelah pemberian oral. Metabolismenya berlangsung di hati dan diekskresi sebagian kecil melalui urin dan sebagian besar lewat feses. Obat ini juga tersedia dalam sediaan injeksi IM yang digunakan untuk mendapatkan efek yang cepat pada keadaan akut (agitasi).

Indikasinya adalah untuk mengatasi keadaan akut (agitasi) dari skizofrenia dan gangguan skizoafektif, terapi pemeliharaan pada skizofrenia, skizoafektif kronik, serta gangguan bipolar.

Ziprasidon memiliki efek samping terhadap sistem kardiovaskular yakni perpanjangan interval QT. Pasien dengan gangguan elektrolit atau dengan gangguan kardiovaskular perlu berhati-hati dalam penggunaan obat ini. Tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan ampul 10 mg.

Page 9: Antipsikosis

Hubzungan antara struktur kimia terhadap potensi dan toksisitas

Golongan Obat Potensi klinik

Toksisitas ekstrapiramidal

Efek sedatif

Efek hipotensi

Fenotiazin Alifatik Piperazin

KlorpromazinFlufenazin

++++++

+++++++

++++++

++++

Tioxanten Thiotixene ++++ +++ +++ +++Butirofenon Haloperidol ++++ +++++ ++ +Dibenzodiazepin Klozapin +++ + ++ +++Benzisoksazol Risperidon ++++ ++ ++ ++Tienobenzodiazepin Olanzapin ++++ + +++ ++Dibenzotiazepin Quetiapin ++ + +++ ++Dihidroindolon Ziprasidon +++ + ++ +Dihidrokarbostin Aripripazol ++++ + + ++

Efek samping farmakologik antipsikosis

Sistem organ yang dipengaruhi

Manifestasi Mekanisme

Sistem saraf otonom Gangguan penglihatan, mulut kering, sulit miksi, konstipasi

Hipotensi ortostatik, impotensi, gangguan ejakulasi

Hambatan reseptor muskarinik

Hambatan reseptor adrenergik

Susunan saraf pusat Sindrom parkinson, akatisia distonia

Diskinesia tardif Kejang toksik

Hambatan reseptor dopamin

Supersensitivitas reseptor dopaminHambatan reseptor muskarinik

Sistem endokrin Amenorea, galaktorea, infertilitas, impotensi

Hambatan reseptor dopamin yang menyebabkan hiperproklaktinemia

Sistem lain Peningkatan berat badan Kemungkinan hambatan reseptor H1 dan 5HT2