ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

37
ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI Rahmad Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Firman Sakti W Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Antikoagulan adalah obat untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan/ koagulasi. Heparin merupakan obat yang paling sering dihubungkan dengan anti koagulan. Efek anti koagulan heparin ditemukan oleh McLean pada tahun 1915, saat ia sedang mencari prokoagulan di hati anjing. Ekstrak hirudin dari lintah obat yang pertama kali digunakan untuk antikoagulasi parenteral di klinik pada tahun 1909, tetapi penggunaannya terbatas karena efek samping dan kesulitan dalam mencapai ekstrak sangat murni . Heparin dan kumarin (misalnya: warfarin, phenprocoumon, acenocoumarol) telah menjadi andalan terapi antikoagulan selama lebih dari 60 tahun. Selama dekade terakhir, paradigma penemuan obat telah bergeser ke arah desain rasional mengikuti pendekatan berbasis target, di mana protein tertentu, atau "target", yang dipilih berdasarkan pemahaman patofisiologi saat ini. Beberapa obat baru yang ditemukan berupa trombin inhibitor (DTIs) (yaitu : argatroban, hirudins rekombinan, bivalirudin), oral DTIs (yaitu: etexilate) dan oral langsung faktor Xa inhibitor (yaitu: rivaroxaban, apixaban). Pada tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa obat antikoagulan dan penggunaannya pada pasien dengan atrial fibrilasi, namun sebelumnya perlu juga dipahami mengenai faktor-faktor pembekuan atau koagulasi . Faktor Koagulasi atau Pembekuan

Transcript of ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Page 1: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

ANTIKOAGULAN PADA

ATRIAL FIBRILASI Rahmad Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Firman Sakti W

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan

Antikoagulan adalah obat untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat

pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan/ koagulasi. Heparin

merupakan obat yang paling sering dihubungkan dengan anti koagulan. Efek anti koagulan

heparin ditemukan oleh McLean pada tahun 1915, saat ia sedang mencari prokoagulan di

hati anjing. Ekstrak hirudin dari lintah obat yang pertama kali digunakan untuk antikoagulasi

parenteral di klinik pada tahun 1909, tetapi penggunaannya terbatas karena efek samping

dan kesulitan dalam mencapai ekstrak sangat murni.

Heparin dan kumarin (misalnya: warfarin, phenprocoumon, acenocoumarol) telah menjadi

andalan terapi antikoagulan selama lebih dari 60 tahun. Selama dekade terakhir, paradigma

penemuan obat telah bergeser ke arah desain rasional mengikuti pendekatan berbasis

target, di mana protein tertentu, atau "target", yang dipilih berdasarkan pemahaman

patofisiologi saat ini. Beberapa obat baru yang ditemukan berupa trombin inhibitor (DTIs)

(yaitu : argatroban, hirudins rekombinan, bivalirudin), oral DTIs (yaitu: etexilate) dan oral

langsung faktor Xa inhibitor (yaitu: rivaroxaban, apixaban).

Pada tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa obat antikoagulan dan penggunaannya

pada pasien dengan atrial fibrilasi, namun sebelumnya perlu juga dipahami mengenai

faktor-faktor pembekuan atau koagulasi .

Faktor Koagulasi atau Pembekuan

Page 2: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Faktor-faktor pembekuan darah adalah glikoprotein, yang kebanyakan diproduksi dihepar

dan disekresi ke sirkulasi darah. Tabel berikut ini menunjukan daftar faktor-faktor

pembekuan darah yang dinyatakan dalam angka Romawi, serta sinonim dan beberapa sifat-

sifatnya.

Tabel 1. Faktor pembekuan/koaguasi3

faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan X, begitu juga faktor

XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma,

pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi bentuk

enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi.1,2,3

Faktor-faktor pembekuan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group berdasarkan

fungsinya. Faktor XII, faktor XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin

merupakan zimogen dari serine protease akan dirubah menjadi enzim yang aktif selama

pembekuan darah. Sedangkan faktor V, faktor VIII, highmolecular Beberapa -weight

kininogen (HMWK), dan tissue factor yang terdapat di ekstravaskuler dan harus kontak

Page 3: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

dengan darah untuk berfungsi, bukan merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai

kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan HMWK harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor.

Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin

K ( vitamin K-dependent factor), karena untuk pembentukannya yang sempurna

memerlukan vitamin K. Protein-protein ini mengandung residu asam amino yang unik, g-

carboxyglutamic acid (Gla).

Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh

bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk

sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K

merupakan kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaika n post-translational dari

sintesis faktor-faktor pembekuan yangtergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi

dari asam glutamat menjadi residu g-carboxyglutamic acid. Residu Gla adalah tempat ikatan

ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya dengan fosfolipid membran.

Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada defesiensi vitamin K atau pada beberapa

kelainan hati ( cirrhosis, hepatocelluler carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor

pembekuan dengan tidak ada atau penurunan gamma-carboxylation sites. No n- atau des-

carboxylated protein ini juga disebut protein-induced in vitamin K absence (PIVKA).

Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk

menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen,

memperkuat plak trombosit primer.

Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan

kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-reaksi yang

melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight

Kininogen (HMWK), dan platelet factor 3 (PF-3). Reaksi-reaksi ini berperan untuk

pembentukan suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi-reaksi tersebut

dinamakan jalur instrinsik ( intrinsic pathway). 1,2,3

Page 4: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Gambar 1. Kaskade koagulasi 3

Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi antara tissue fcktor

ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan

jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway). Langkah selanjutnya dalam proses koagulasi melibatkan faktor

X dan V, PF-3, protrombin, dan fibrinogen. Reaksi-reaksi ini dinamakan jalur bersama ( common

pathway).

Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka. Disebut ekstrinsik karena

tromboplastin jaringan ( tissue factor) berasal dari luar darah. Pemeriksaan Protrombin Time (PT)

digunakan untuk skrining jalur ini.

Apabila darah diambil secara hati-hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah tersebut

masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik, karena substansi yang

diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII

dengan permukaan asing. Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah

Page 5: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama -sama mengaktifasi faktor X, dan

disebut jalur bersama. 1,2,3

Anti Koagulan

Anti koagulan adalah golongan obat yang kerjanya menghambat pembekuan darah. Terdapat

banyak obat yang bekerja sebagai anti koagulan. Anti koagulan semakin lama semakin berkembang,

berikut ini diagram yang menjelaskan perkembangan anti koagulan :

Gambar 2. Perkembangan anti koagulan

Page 6: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Anti koagulan dapat dikelompokkan berdasarakan tempat kerja obat, adapun klasifikasi tersebut

seperti pada diagram berikit :

Gambar 3. Diagram klasifikasi anti koagulan4

Untuk memperjelas mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam sistem koagulasi dapat dilihat pada

gambar berikut :

Gambar 4. Mekanisme kerja anti koagulan4

Heparin

Heparin merupakan mukoipolisakarida yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam glukoronat.

Secara farmakologis, heparin berfungsi sebagai antikoagulan yang mempunyai efek langsung sebagai

Page 7: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

antitroombin III, akan tetapi dapat juga bekerja dengan melepaskan plasmimogen aktifator jaringan

dan tissuefactor fatway inhibitor (TPFI) dari end otel. TPFI ini dapat menekan /menetralisir

pembentukan faktor Xa, sehingga tidak terjadi pembekuan. Heparin dibagi atas dua golongan yaitu :

unfractioned heparin (UH) dan low molekuler weight heparin (LMWH).

Unfractioned Heparin (UH)

Dosis pemberian UH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV , kemudian dilanjutkan dengan

drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu dievaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aPTT 1,5-

2,5 kontrol, aPTT diperiksa setiap 4-6 jam. Lama pemerian heparin biasanya 5 hari, kemudian

dilanjutkan dengan antikoagulan oral. Penyesuaian dosis UH :2

Nilai aPTT Dosis Heparin

aPTT < 35” (<1,2 x kontrol) Tingkatkan infus 4 U/KgBB/Jam

aPTT < 35-45” (1,2-1,5 x kontrol) Tingkatkan infus 2 U/KgBB/Jam

aPTT < 46-70” (1,5-2,5 x kontrol) Tidak ada perubahan

aPTT < 71-90” (2,5-3x kontrol) Kurangi kecepatan infus

aPTT > 90” (> 3 x kontrol) Stop infus, pemberian ditunda 4 jam

Tabel 2. Penyesuaian dosis heparin terhadap nilai aPTT

Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)

LMWH berasal dari degradasi UH, dibandingkan UH, LMWH memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

- LMWH merupakan polisakarida dengan berat molekul 4000-6000 dalton, dibandingkan

dengan UH 12.000-14.000 dalton, ukuran yang kecil ini menyebabkan LMWH memiliki

aktivitas anti Xa dan Iia yang lebih tinggi.

- LMWH diabsorbsi secara konsisten melalui pemberian subkutan dengan bioavaibilitas 85%,

dibandingkan 15% UH, dan diekskresikan melaui ginjal dengan waktu paruh 3,504,5 jam

dibandingkan dengan UH 1,5 jam. Pada pemberian LMWH, aPTT tidak akan memanjang

sehingga tidak diperlukan evaluasi secara berkala. Sehingga dapat diberikan pada pasien

dengan rawat jalan.2

Page 8: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Dari berbagai laporan, dilaporkan bahwa LMWh lebih aman, efektif dan memiliki efek yang lebih

baik terhadap regresi trombus dibandingkan dengan UH.

LMWH diberikan secara subkutan, 1-2 kali sehari dengan dosis :

- Enoksaparin (lovenox) : 100 U/KgBB, sekali sehari atau 40 mg setiap 12 jam.

- Nadroparine (fraksiparin) : 4000 U subkutan , diberikan setiap 12 jam

- Dalteparin (Fragmin) 120 U/KgBBsubkurtan setiap 12 jam .

Fondaparinux

Fondaparinux berkerja sebaai inhibitor faktor Xa dengan berikatan dengan anti trombin III (AT III).

Fondaparinux memiliki potensi 300 kali menetralisis faktor Xadengan berikan dengan AT III sehingga

menghambat kaskasde koagulasi. Fondapatinux tidak menginhibisi trombin (faktor IIa) dan fungsi

trombosit, sehingga pada dosis yang direkomendasikan tidak akan berefek terhadap aktivitas

fibrinolitik atau pritrombin time (PT).

Fondapatinux diberikan secara subkutan dengan bioavaibilitas 100 % dan mencapai kadar puncak 3

jam setelah penyuntikan. Eliminasi melalui urine dalam bentuk tidak diubah pada yang memiliki

fungsi ginjal normal dengan waktu paruh eliminasi 17-21 jam. 5

Dosis fondapatinux untuk profilaksis DVT 2,5 mg seklai sehari, sedangkan untuk terapi DVT dan

emboli paru 5 mg (BB<50k) dan 7,5 mg (BB 50-100 kg) dan 10 mg (BB > 100kg) subkutan sekali sehari

diberikan umumnya minimal 5 hari sampai INR dari walfari 2-3. 5

Vitamin K antagonis- Warfarin

Page 9: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Golongan obat ini bekerja tidak langsung dengan menghambat vitamin K, sehingga akan

mengganggu pembentukan faktor koagulasi II,VII,IX dan X. Obat yang termasuk dalam golongan ini

adalah walfarin dan coumarin.

Warfarin umumnya diberikan mengikuti heparin. Pemberian warfarin dimulai 24 jam setelah

heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral, kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah INR

tercapai 2-3 selama 2 hari berturut-turut (biasanya memerlukan 4-5 hari), heparin dapat dihentikan,

pemberian warfarin diteruskan mengikuti protokol yang digunakan. Tabel penyesuaian dosis

warfarin sebagai berikut: 1

Nilai INR Penyesuaian Dosis

1,1-1,4 Naikkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu

1,5-1,9 Naikkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu

2,0-3,0 Dosis tetap. Kontrol 1 minggu

3,0-4,0 Turunkan dosis 5-10 %. Kontrol 2 minggu

4,0-5,0 Turunkan dosis 10-20 %. Kontrol 1 minggu

>5,0 Stop pemerian. Dipantau samapi INR menjadi < 3

Tabel 3. Penyesuaian dosis walfarin dengan nilai INR

Dabigatran etexilate

Debigatran merupakan inhibitor trombin baik yang bentuk bebas dan terikat. Debigataran etexilate

(suatu produrg) yang cepat dikonversi menjadi debigatran setelah dikonsumsi dan diproses dihati.

Puncak konsentrasi plasma debigataran 1,5 jam dengan waktu paruh 14-17 jam, bioavaibilitas 7,2%

dengan ekskresi utama melalui feses, namum eleminasi setelah diaktifkan terjadi di ginjal sekitar

80%.

Salah satu contoh obat dengan debigatran adalah pradaxa. Dosisnya adalah 150 mg untuk pasien

dengan creatinin clearence(CrCl) > 30 mL/min dua kali sehari dengan atau tanpa disertai makanan

Page 10: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal CrCl 15-30 mL/min diberikan 75 mg dua kali sehari.

Sedangkan jika CrCl < 15 mL/min belum diketahui. Untuk menukar menjadi debigatran dari walfarin

tidak terdapat penyesuaian dosis, dapat langsung diberikan setelah walfarin dihentikan ketika INR<2.

Sedangkan pemberian lanjutan dari parenteral antikoagulan, debigatran diberikan 0-2 jam sebelum

pemberian selanjutnya dari parenteral anti koagulan tersebut. Untuk sebaliknya jika akan

menggunakan parenteral anti koagulan pada pasien yang sebelumnya mendapat debigatran,

ditunggu 12 jam (CrCl .30 mL/min) atau 24 jam (CrCl < 30 mL/min) setelah pemberian debigataran

baru diberikan parenteral anti koagulan.6,9

Rivaroxaban

Rivaroxaban merupakan inhibitor faktor Xa. Rivaroxaban mencapai kadar puncak 3 jam setelah di

konsumsi, dengan waktu paruh 4-9 jam. Bioavaibilitas mencapai 80% dan absorbsinya tidak

terpengaruh obat dan makanan lain. Obat ini diekskresikan 66% melalui ginjal, sehingga

dikontraindikasikan pada pasien dengan creatinin clerence < 30 mL/min. 7,8

Salah satu nama dagang dari rivaroxaban adalah xarelto. Untuk pasien dengan atrial fibrilasi non-

valvular diberikan 20 mg sekali sehari, sedangkan jika mengalami gangguan ginjal dengan CrCl , 49

mL/min diberikan 15 mg dan tidak direkomendasikan jika CrCl <15 mL/min. pada psien denan deep

vein trombosis (DVT) diberikan 15 mg dua kali sehari selama 3 mingu pertama dan selanjutnya 20

mg sekali sehari. 7

Adapun perbandingan beberapa anti koagulan yang diberikan secara oral diatas dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 2. Perbedaan anti koagulan 8

Page 11: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Pengertian Atrial Fibrilasi

Atrial Fibrilasi adalah supraventrikuler takiaritmia yang ditandai dengan aktivasi

atrium yang tidak terkoordinasi dengan penurunan fungsi mekanik. AF adalah gangguan

irama jantung yang paling umum, peningkatan prevalensi berhubungan dengan usia.15 Lebih

dari 6 juta orang Eropa menderita aritmia ini, dan prevalensinya diperkirakan setidaknya dua

kali lipat dalam 50 tahun ke depan.16AF sering dikaitkan dengan penyakit jantung struktural

meskipun sebagian besar pasien dengan AF tidak punya penyakit jantung yang terdeteksi.

Adanya gangguan hemodinamik dan kejadian tromboemboli pada AF meningkatkan

morbiditas, mortalitas, dan biaya yang bermakna.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi AF meningkat dengan usia, dari < 0,5% pada 40 - 50 tahun, 5 - 15% pada

80 tahun. Pria lebih sering terkena daripada wanita. Resiko memiliki AF seumur hidup adalah

25% pada mereka yang telah mencapai usia 40.16

ETIOLOGI

AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan structural akibat penyakit

jantung. AF juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik non-kardiak. Tetapi,

sekitar 3% pasien yang menderita AF tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut

dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan risiko tromboemboli yang

tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut risiko ini tetap

akan meningkat.:17

Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :

- Penyakit jantung koroner

- Kardiomiopati dilatasi

- Kardiomiopati hipertropik

- Penyakit katup jantung : reumatik maupun non-reumatik

Page 12: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

- Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atril, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus

syndrome

- Perikarditis

Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :

- Hipertensi sistemik

- Diabetes mellitus

- Hipertiroidisme

- Penyakit paru : PPOK, hipertensi pulmonal primer, emboli paru akut

- Neurogenik : system saraf autonom yang mencetuskan AF pada pasien yang sensitive

melalui peninggian tonus vagal atau adrenergic

KLASIFIKASI ATRIAL FIBRILASI

Secara klinis , untuk membedakan lima jenis AF berdasarkan presentasi dan durasi

aritmia : pertama kali didiagnosis, paroksismal, persistent, long-standing presistent, dan

permanen AF.

(1) Setiap pasien yang datang dengan AF untuk pertama kalinya dianggap pasien yang

didiagnosis AF pertama, terlepas dari durasi dari aritmia dan tingkat keparahan gejala

AF terkait.

(2) Paroxysmal AF merupakan self-terminating AF, biasanya dalam waktu 48 jam.

Meskipun AF paroxysmal dapat terus sampai 7 hari, yang 48 jam titik waktu yang

penting secara klinis - setelah ini kemungkinan konversi spontan rendah dan

antikoagulasi harus dipertimbangkan.

(3) AF persisten hadir ketika sebuah episode AF baik berlangsung lebih dari 7 hari atau

membutuhkan kardioversi, baik dengan obat-obatan atau kardioversi arus searah.

(4) AF long-standing persistent jika AF telah berlangsung selama ≥ 1 tahun sehingga

diputuskan untuk strategi kontrol ritme .

(5) Permanen AF dikatakan ada apabila kehadiran aritmia diterima oleh pasien (dan

dokter). Oleh karena itu, intervensi pengendalian irama yang, menurut definisi, tidak

Page 13: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

dikejar pada pasien dengan AF permanen. Strategi kontrol ritme harus diadopsi,

aritmia yang kembali sebagai 'AF persistent yang lama'.16

DIAGNOSA

Diagnosis AF membutuhkan konfirmasi dengan EKG, AF didefinisikan sebagai

aritmia jantung dengan berikut karakteristik :16

(1) Permukaan EKG menunjukkan interval RR yang irregular (Oleh karena itu AF

kadang-kadang dikenal sebagai aritmia absoluta), yaitu RR interval yang tidak

mengikuti pola yang berulang.

(2) Tidak ada gelombang P yang berbeda pada permukaan EKG. Beberapa aktivitas

listrik atrium teratur dapat dilihat pada beberapa EKG, paling sering di lead V1.

(3) Panjang siklus atrium (bila terlihat), yaitu interval antara dua aktivasi atrium, biasanya

bervariasi dan < 200 ms (>300 bpm).

Page 14: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Gambar 1 : EKG AF RVR

PENATALAKSANAAN ATRIAL FIBRILASI

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan

ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli.

Pada penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat

dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada

pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi,

sedangkan pada AF permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan

ke irama sinus, alternative pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus

dipertimbangkan.17

Kardioversi

Upaya kembali ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki

hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan, mencegah komplikasi tromboemboli,

mencegah kardiomiopati, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi

atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi

farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Risiko tromboemboli

atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga

rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya17.

Page 15: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Kardioversi Farmakologis

Sebagian episode AF berakhir secara spontan dalam jam atau hari pertama. Jika

indikasi medis (misalnya keadaan pasien yang terancam), pada pasien dengan gejala yang

menetap meskipun dengan terapi kontrol rate yang memadai, kardioversi farmakologis AF

dapat dilakukan dengan pemberian obat antiaritmia secara bolus.2 beberapa obat yang

digunakan sebagai kardioversi farmakologis :

Flecainide diberikan i.v. untuk pasien dengan AF durasi pendek (khususnya, 24 jam)

memiliki efek (67 - 92% pada 6 jam) dalam mengembalikan irama sinus. Dosis yang

diberikan adalah 2 mg/kgBB selama lebih dari 10 menit. Sebagian besar pasien

mengkonversi dalam satu jam pertama setelah pemberian intravena (IV). Hal ini jarang

efektif untuk penghentian atrial flutter atau AF persisten. Oral flecainide mungkin efektif

untuk AF yang baru terjadi. Dosis yang dianjurkan adalah 200 - 400 mg. Flecainide harus

dihindari pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya yang melibatkan normal

fungsi LV dan iskemia.16

Kardioversi dengan amiodaron terjadi lebih lama dibandingkan dengan flecainide

atau propafenone. Perkiraan konversi tingkat pada 24 jam pada pasien yang diobati dengan

plasebo adalah 40 - 60%, dan meningkat menjadi 80 - 90% setelah pemberian amiodaron.

Dalam jangka pendek dan jangka menengah, amiodaron tidak mencapai kardioversi. Dalam

24 jam, obat ini menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol dalam

beberapa tapi tidak semua penelitian secara random.17

Page 16: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 17: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Kardioversi Elektrik

Pasien AF dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang

cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.

Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 Joule. Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi

300 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.17

Kontrol Laju Irama Ventrikel

Page 18: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Laju irama ventrikel yang iregular dapat menyebabkan gejala dan gangguan

hemodinamik berat pada pasien AF. Pasien dengan respon ventrikel yang cepat biasanya

memerlukan kontrol laju irama ventrikel yang cepat. Pada pasien yang stabil, hal ini dapat

dicapai dengan pemberian oral beta-blocker atau antagonis calcium channel

nondihydropyridine. Pada keadaan pasien yang tidak stabil, i.v. verapamil atau metoprolol

dapat sangat berguna untuk memperlambat konduksi nodus atrioventrikular dengan cepat.

Dalam keadaan akut, target laju irama ventrikel biasanya 80 - 100 bpm. Pada beberapa

pasien, amiodaron dapat digunakan, terutama pada mereka dengan fungsi LV yang rendah.

AF dengan laju ventrikel yang lambat mungkin respon terhadap pemberian atropin (0,5 - 2

mg iv), tapi banyak pasien dengan bradiaritmia yang simtomatik mungkin memerlukan baik

kardioversi urgent atau penempatan alat pacu jantung sementara dalam ventrikel kanan.16

Obat-obatan yang biasa digunakan adalah b-blockers, kalsium channel antagonis non-

dihydropyridine dan digitalis.2,3 terapi kombinasi mungkin diperlukan. Dronedarone

mungking juga efektif untuk menurunkan denyut jantung selama terjadinya AF. Amiodarone

mungkin untuk beberapa pasien dinyatakan dengan refrakter terhadap kontrol rate.

Kombinasi antara b-blocker dan digitalis mungkin bermanfaat untuk pasien dengan gagal

jantung. Obat-obatan untuk kontrol laju irama termasuk :

- b-Blockers berguna jika adanya tonus adrenergic yang tinggi atau iskemia miocard

yang simtomatis terjadi yang berkaitan dengan AF. Selama pengobatan b-blockers

yang lama menunjukkan keefektifan dan keamanannya pada beberapa studi

dibandingkan dengan placebo dan digoxin.

- Antagonis kalsium channel Non-dihydropyridine (verapamil and diltiazem) efektif

untuk control laju irama pada saat akut maupun kronis. Obat-obat ini harus dihindari

pada pasien-pasien dengan gagal jantung sistolik karena efek inotropik negative

- Digoxin and digitoxin efektif untuk mengontrol denyut jantung pada saat istirahat,

tetapi tidak pada saat berolahraga. Kombinasi dengan b-blocker mungkin efektif pada

pasien dengan atau tanpa gagal jantung.

- Dronedarone efektif sebagai obat pengontrol laju irama untuk pengobatan yang lama,

menurunkan denyut jantung pada saat istirahat dan berolahraga secara signifikan.

Juga berhasil menurunkan denyut jantung selama AF relaps tetapi tidak untuk

permanen AF.

- Amiodarone merupakan obat pengontrol laju irama yang efektif. Intravenous

amiodarone efektif dan ditoleransi dengan baik oleh hemodinamik pasien. Obat ini

Page 19: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

dapat menyebabkan efek samping ekstracardiac yang parah termasuk disfungsi tiroid

dan bradikardia.

Pasien dengan paroxysmal AF harus dianggap sebagai memiliki risiko stroke sama

seperti AF persisten atau permanen. Pasien berusia, 60 tahun, dengan 'lone AF', yaitu tidak

memiliki riwayat klinis atau bukti echocardiographic penyakit kardiovaskular, dengan risiko

stroke yang rendah, diperkirakan 1,3% lebih dari 15 tahun. Kemungkinan stroke pada pasien

Page 20: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

muda dengan lone AF meningkat dengan bertambahnya umur atau adanya hipertensi,

menekankan pentingnya penilaian kembali faktor risiko stroke selama waktu.16

Risiko stroke pada AF mulai muncul dari usia > 65 tahun, meskipun jelas bahwa

pasien AF berusia ≥ 75 tahun (bahkan tanpa faktor risiko lain yang terkait) memiliki risiko

stroke yang signifikan dan memperoleh manfaat dari VKA daripada aspirin. Jika pasien

dengan AF semakin tua, efektivitas relatif dari terapi antiplatelet menurun dalam mencegah

stroke iskemik, sedangkan dengan menggunakan VKA tidak berubah. Dengan demikian,

manfaat mutlak untuk VKA untuk mencegahan stroke meningkat jika pasien AF bertambah

tua.16

Pendekatan berdasarkan factor resiko untuk pasien-pasien dengan non-valvular AF

juga dapat ditunjukkan dengan CHA2DS2-VASc [gagal jantung kongestif, hipertensi, usia

≥75 (doubled), diabetes, stroke (doubled), penyakit vaskular, usia 65–74, dan kategori jenis

kelamin(perempuan)]. Skema ini berdasarkan system poin dimana 2 poin diberikan untuk

riwayat stroke atau TIA sebelumnya, atau usia > 75 tahun; dan 1 poin masing-masing untuk

usia 65-74 tahun, riwayat hipertensi, diabetes, gagal jantung yang baru terjadi, penyakit

vascular (infark miokard, kompleks aortic plaque, dan PAD, termasuk revaskularisasi,

amputasi karena PAD, atau bukti angiografi PAD, dll), dan perempuan.15

Page 21: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 22: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 23: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Terapi Antitrombotik

Selama 2 dekade terakhir, banyak RCT telah menginvestigasi terapi antitrombotik

untuk mengurangi risiko tromboemboli, terutama stroke iskemik, pada pasien dengan AF.

Pada bagian ini, dirangkum bukti dan memberikan rekomendasi pengobatan untuk terapi

VKA, monoterapi antiplatelet (misalnya, aspirin), terapi antiplatelet ganda dengan aspirin dan

clopidogrel, dan antikoagulan oral baru (misalnya, dabigatran) pada pasien dengan AF.22

Obat Antiplatelet

Aspirin dan agen yang bertindak di jalur cyclo-oxygenase Aspirin menghambat

siklooksigenase secara ireversibel dengan asetilasi asam amino yang bersebelahan dengan

situs aktif. Dalam trombosit, ini adalah membatasi langkah dalam sintesis tromboksan A2,

dan menghambat terjadi pada megakaryocyte sehingga semua trombosit muda menjadi

disfungsi. Karena trombosit tidak dapat meregenerasi siklooksigenase dengan cepat, efek

aspirin tetap ada selama umur dari platelet (umumnya sekitar 10 hari). Kelemahan aspirin

adalah bahwa kekhususan untuk siklooksigenase berarti memiliki efek yang sedikit pada jalur

lain dari aktivasi platelet. Jadi aspirin gagal untuk mencegah agregasi disebabkan oleh

trombin dan hanya sebagian menghambat yang disebabkan oleh ADP dan kolagen dosis

tinggi.23

Clopidogrel dan Ticlopidine. Derivat thienopyridine menghambat agregasi platelet

yang disebabkan oleh agonis seperti faktor yang mengaktifkan trombosit dan kolagen, dan

juga mengurangi pengikatan ADP ke permukaan purinoreceptor trombosit. Mekanisme ini

penghambatan ini tampaknya terlepas dari cyclo-oxygenase. Ada juga penurunan dari respon

platelet terhadap trombin, kolagen, fibrinogen, dan faktor von Willebrand. Puncaknya

tindakan pada fungsi trombosit terjadi setelah beberapa hari dari dosis oral. Efek samping

termasuk bukti penekanan sumsum tulang, leukopenia, terutama dengan tiklopidin.23

Obat Antikoagulan

Warfarin. Senyawa ini 4-hydroxycoumarin, menghambat sintesis faktor yang

tergantung pada vitamin K (protrombin; Faktor VII, IX, dan X, protein C, protein S). Tingkat

faktor VII menurun cepat (dalam <24 jam), tetapi faktor II memiliki half-life lebih panjang

dan hanya berkurang 50% dari normal setelah tiga hari.

Page 24: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Heparin. Merupakan antikoagulan glikosaminoglikan yang memiliki efek besar oleh

pentasaccharide dengan afinitas tinggi terhadap antitrombin III. Hasil dari pengikatan ini

terjadi perubahan konformasi pada antitrombin III sehingga inaktivasi enzim koagulasi

trombin (IIa), faktor IXa, dan faktor Xa yang nyata. Waktu paruh yang pendek berarti harus

diberikan secara terus menerus, dan first pass metabolism yang ekstensif sehingga harus

diberikan secara parenteral, sebaiknya dengan infus intravena terus menerus, dan Oleh

karena itu tidak pantas untuk digunakan di rumah. Efek kaskade pembekuan intrinsik harus

dipantau secara hati-hati dengan mengukur activated Partial Thromboplastin Time (APTT),

umumnya nilai 1,5 sampai 2,5 kali dari kontrol23

Terapi antikoagulasi dengan vitamin K antagonis vs kontrol2,8

Dalam meta-analisis, penurunan RR dengan VKA sangat signifikan dan sebesar 64%,

sesuai dengan penurunan resiko stroke sebesar 2,7%. Bila hanya dianggap stroke iskemik,

penggunaan VKA disesuaikan dosis dikaitkan dengan penurunan RR sebanyak 67%.

Penurunan ini sama untuk kedua pencegahan primer dan sekunder stroke. Dari catatan,

banyak stroke terjadi pada pasien dengan terapi VKA yang tidak memakai terapi atau yang

menggunakan antikoagulan subterapeutik. Semua penyebab kematian berkurang secara

signifikan (26%) dengan dosis VKA yang disesuaikan vs kontrol. Risiko perdarahan

intrakranial kecil.16

Page 25: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Empat dari uji coba ini adalah plasebo kontrol, dua diantaranya adalah double blind

berkaitan dengan antikoagulan, salah satunya dihentikan lebih awal karena bukti eksternal

bahwa OAC dengan VKA lebih superior dibandingkan dengan plasebo. Dalam tiga uji coba,

dosis VKA telah diatur sesuai dengan rasio waktu protrombin, sementara dua percobaan yang

digunakan Target INR 2,5-4,0 dan 2,0-3,0.16

Terapi antiplatelet vs Kontrol16,22

Ketika aspirin saja dibandingkan dengan plasebo dalam tujuh percobaan, pengobatan

dengan aspirin dikaitkan dengan tidak signifikannya penurunan 19% (95% CI -1% sampai -

35%) insiden stroke. Ada pengurangan risiko absolut dari 0,8% per tahun untuk uji coba

pencegahan primer dan 2,5% per tahun untuk pencegahan sekunder dengan menggunakan

aspirin. Aspirin juga dikaitkan dengan 13% (95% CI -18% sampai -36%) penurunan stroke

yang mematikan dan 29% (95% CI -6% sampai -53%) penurunan stroke non-mematikan.

Ketika stroke hanya diklasifikasikan sebagai iskemik, aspirin dapat menurunkan 21% (95%

CI -1% sampai -38%) pada stroke. ketika data dari semua perbandingan agen antiplatelet dan

plasebo atau kontrol kelompok dimasukkan dalam meta-analisis, terapi antiplatelet

mengurangi stroke sebesar 22% (95% CI 6-35).16

Dosis aspirin berbeda bermakna antara beberapa studi, mulai 50 - 1300 mg sehari, dan

tidak ada heterogenitas yang signifikan antara hasil uji individu. Sebagian besar efek

menguntungkan dari aspirin dihasilkan oleh satu percobaan positif, SPAF-I, yang

menunjukkan penurunan risiko stroke 42% dengan aspirin 325 mg vs plasebo.

Secara farmakologis, penghambatan trombosit dicapai dengan aspirin 75 mg. Selain

itu, aspirin dosis rendah (100 mg) lebih aman daripada yang dosis lebih tinggi (seperti 300

mg), mengingat bahwa tingkat perdarahan lebih tinggi secara signifikan. Jadi, jika aspirin

digunakan, wajar jika menggunakan dosis terendah yang diperbolehkan (75 - 100 mg per

hari).16

Page 26: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

VKA vs Terapi Dual Antiplatelet dengan Aspirin dan Clopidogrel18,22

Pada Percobaan Atrial Fibrillation Clopidogrel Trial With Irbesartan for Prevention

of Vascular Events (ACTIVE W) trial, terapi antikoagulasi lebih unggul jika dibandingkan

dengan terapi kombinasi clopidogrel ditambah aspirin (RR pengurangan 40%, 95% CI 18-

56), dengan tidak ada perbedaan dalam kejadian perdarahan. Kombinasi VKA (INR 2,0-3,0)

dengan terapi antiplatelet telah dipelajari, tetapi tidak ada efek menguntungkan pada kejadian

stroke iskemik atau kejadian vascular yang terlihat, sementara lebih perdarahan terbukti.

Obat Oral Antikoagulan Baru (NOAC) vs VKA

Beberapa obat antikoagulan baru - dibagi dalam dua kelas, obat oral direct thrombin

inhibitor (misalnya dabigatran etexilate dan AZD0837) dan oral faktor Xa inhibitor

(rivaroxaban, apixaban, edoxaban, betrixaban, dll).1 Tidak memerlukan pemantauan INR dan

memiliki potensi lebih baik untuk penggunaan jangka lama.

Pada RELY study, melibatkan lebih dari 18.000 pasien dengan atrial fibrilasi non-valvular

membandingkan debigatran 110 mg dan debigatran 150 mg dua kali sehari dan walfarin,

diperoleh debigatran 110 mg dua kali sehari tidak hanya memiliki efek anti trombotik yang

sama dengan walfarin dan debigataran 150 mg dua kali sehari, tetapi juga berhubungan

dengan resiko pedarahan yang lebih rendah. 10

Page 27: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Pada ATLAS TIMI study, melibatkan 16.000 pasien dengan acute coronary syndrom,

mendapatkan bahwa dosis rivaroxaban 2,5 mg dan 5 mg dua kali sehari dibandingkan dengan

plasebo atau terapi standart diperoleh penurunan resiko kematian kardiovaskuler, miocardial

infaction dan stroke. Diperoleh juga bahwa semakin tinggi dosis resiko perdarahan semakin

besar. 10

Pada penelitian salim et al, yang membandingkan fondaparinux 2,5 mg sekali sehari

dibandingkan dengan enoxaparin 1 mg/KgBB dua kali sehari pada pasien dengan acute

coronary syndrom pada 20.078 pasien diperoleh bahwa fondaparinux sama dengan

enoxaparin dalam mengurangi resiko iskemik, dan secara significant lebih rendah resiko

perdarahannya. 11

Penelitian sam Schulman et al, membandingkan debigatran dengan walfarin pada kasus DVT

diperoleh bahwa debigatran sama efektifnya dengan walfarin dan tidak memerlukan

monitoring labolatorium. 12

Penelitian ROCKET AF (rivoroxaban once daily oral direct factor Xa Inhibitor compared

with Vitamin K Antagonism for Prevention of Stroke and Embolism Trial in Atrial

Fibrilation), melakukan penelitian pada 14.264 pasien dengan atrial fibrilasi non valvular

denan membandingkan rivaroxaban 20 mg sekali sehari dengan walfarin diperoleh

rivaroxaban non-inferior terhadap walfarin dan tidak terdapat perbedaan dalam hal

perdarahan mayor. 7

American College of Cardiology Foundation/American Heart Association/Heart

Rhythm Society 2011 (ACCF/AHA/HRS) Pedoman Praktek merekomendasikan dabigatran

sebagai antikoagulan alternatif yang berguna untuk pencegahan stroke dan tromboemboli

sistemik dibandingkan dengan warfarin pada pasien dengan paroxysmal - permanen AF.

Guideline menyatakan bahwa calon pasien yang akan diberikan dabigatran harus tanpa katup

jantung prostetik atau penyakit katup signifikan secara hemodinamik, gagal ginjal berat

(kreatinin klirens < 15 mL/menit), atau dengan penyakit hati. American College of Chest

Physicians (ACCP) 2012 pedoman praktek yang dirilis dan mereka merekomendasikan

pemberian antikoagulan dibandingkan dengan tidak diberikan antikoagulan atau terapi

antiplatelet untuk pasien dengan skor CHADS2 dari >1.19

Untuk pasien dengan AF, termasuk mereka yang paroksismal AF, yang beresiko

rendah terhadap stroke (misalnya, CHADS 2 skor = 0), disarankan tidak diberikan terapi

daripada diberikan terapi antitrombotik (Kelas 2B). Untuk pasien yang memilih terapi

Page 28: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

antitrombotik, disarankan pemberian aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) daripada

antikoagulan oral (Kelas 2B) atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (kelas

2B).22

Untuk pasien dengan AF, termasuk dengan paroksismal AF, yang beresiko menengah

untuk terjadinya stroke (misalnya, CHADS 2 skor = 1), disarankan pemberian antikoagulan

oral daripada tidak diberikan terapi (1B Kelas). Disarankan antikoagulan oral daripada aspirin

(75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (Kelas 2B) atau terapi kombinasi dengan aspirin dan

clopidogrel (2B kelas). Untuk pasien yang tidak cocok untuk atau memilih untuk tidak

mengkonsumsi oral antikoagulan (untuk alasan lain selain kekhawatiran tentang perdarahan

besar), disarankan kombinasi terapi dengan aspirin dan clopidogrel daripada aspirin (75 mg

sampai 325 mg sekali sehari) (2B kelas).

Untuk pasien dengan AF, termasuk dengan paroxysmal AF, yang berisiko tinggi

untuk terjadinya stroke (misalnya, CHADS 2 skor ≥ 2), disarankan pemberian antikoagulan

oral daripada tidak diberikan terapi (Kelas 1A), aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari)

(kelas 1B), atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (Kelas 1B). Untuk pasien

yang

tidak cocok atau memilih untuk tidak mengkonsumsi oral antikoagulan (untuk alasan lain

selain masalah tentang perdarahan besar), disarankan terapi kombinasi dengan aspirin dan

clopidogrel

daripada aspirin saja (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (Kelas 1B).22

Untuk pasien dengan AF, termasuk yang dengan paroxysmal AF, untuk rekomendasi

dalam mendukung antikoagulan oral, disarankan dabigatran 150 mg dua kali sehari daripada

terapi VKA dengan dosis yang disesuaikan (target INR 2,0-3,0) (Kelas 2B).

Karena asupan makanan memiliki dampak pada penyerapan dan bioavailabilitas

rivaroxaban (daerah di bawah kurva plasma konsentrasi meningkat sebesar 39%),

rivaroxaban harus dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Tidak ada interaksi makanan

yang relevan untuk NOAC lain dan dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan.20

Juga, bersamaan menggunakan proton-pump inhibitor (PPI) dan H2-blocker bukan

merupakan kontraindikasi untuk NOAC apapun. Terlepas dari interaksi farmakokinetik, jelas

bahwa hubungan antara NOAC dengan antikoagulan lain, penghambat trombosit (Aspirin,

clopidogrel, ticlodipine, prasugrel, ticagrelor, dan lain-lain), dan obat-obatan antiinflamasi

non-steroid (NSAID) meningkatkan risiko pendarahan. Ada data yang menunjukkan bahwa

Page 29: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

risiko perdarahan dalam hubungan dengan agen antiplatelet meningkat setidaknya 60% (sama

seperti penggunaan dengan VKA).

Page 30: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 31: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Resiko Perdarahan

Penilaian risiko perdarahan harus menjadi bagian dari penilaian pasien sebelum

memulai antikoagulasi. Antikoagulan yang diberikan pasien usia tua dengan AF, tingkat

perdarahan intraserebral jauh lebih rendah daripada di masa lalu, biasanya antara 0,1 dan

0,6% dalam laporan kontemporer. Hal ini mungkin menunjukkan intensitas antikoagulasi

rendah, regulasi dosis lebih hati-hati, atau kontrol hipertensi yang lebih baik. Meningkatnya

perdarahan intrakranial dengan nilai INR 3.5-4.0, dan tidak ada peningkatan risiko

perdarahan dengan INR nilai antara 2,0 dan 3,0 dibandingkan dengan tingkat INR rendah.16

Menggunakan kohort 'real-world' dari 3978 subyek di Eropa dengan AF dari Survei

EuroHeart, skor risiko pendarahan sederhana yang baru, HAS-Bled (hipertensi, kelainan

fungsi ginjal/liver, stroke, riwayat perdarahan atau kecenderungan, labil INR, lansia (>65),

obat/alkohol bersamaan), telah diturunkan (Tabel 10). Ini tampaknya masuk akal untuk

menggunakan skor HAS-Bled untuk menilai risiko perdarahan pada pasien AF, dimana skor

≥ 3 menunjukkan 'berisiko tinggi', dan beberapa hati-hati dan memantau pasien secara teratur

diperlukan setelah memulai terapi antitrombotik, apakah dengan VKA atau aspirin.16

Page 32: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson JD, Braunwald E, Isselbacker KJ, et al. Eds. Harison’s Principles of internal medicine. 12th ed.New York : McGraw-Hill, 1991 p: 502-7

2. Acang N, Pemakaian dan Pemantauan Obat-obta Antitrombosis, dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, simadibrata M, Setiati S, Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jakarta, 2003, p: 795-7

3. Bombeli T, Spahn DR, Updates in perioperative coagulation: physiology and management of thromboembolism and haemorrhage, available at : Br J Anaesth. 2004 Aug;93(2):275-87

4. Eikelboom J, Weitz J, New Antocoagulants, American Heart Association, Circulation. 2010 p:1523-1532

5. Highlights Of Prescribing Information, glaxosmithkline, available at: www.glaxosmithkline.com

6. Highlights Of Prescribing Information, Boehringer ingelheim pharmaceuticals, inc, available at: www. Boehringer.com

7. Patel et al, Rivaroxaban Versus Walfarin in Nonvalvular Atrial Fibrilation, N engl J Med2011, p:883-91

8. Ma Qing, Development of Oral Anticoagulants, Br J Clin Pharmacol 2007, p: 263–265 9. Weitz j, New oral anticoagulants in development, Thrombosis and Haemostasis 2010, P;62-

70 10. Garcia D, Libby E, Crowther M, The new oral anticoagulants, Blood, 2010, p: 15-20 11. Salim et al, Comparison of Fondaparinux and Enoxaparin in Acute Coronary Syndromes, N

engl J Med2006, p:1464-76 12. Sam ScHulman et al, Dabigatran versus Warfarin in the Treatment of Acute Venous

Thromboembolism, N engl J Med2009, p:2342-52 13. Camm AJ, kirchhof P, Lip G, Schotten U, Savelieva I, Guidelines for the management of atrial

fibrillation The Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC), available at : www.escardio.org/guidelines

14. King D, Dickerson L, Sack J, Acute Management of Atrial Fibrillation: Part II. Prevention of Thromboembolic Complications, Am Fam Physician 2002, P:271-2

15. .American Heart Association. Management of Patients with Atrial Fibrillation.

American College of Cardiology Foundation : 2011

16. European Society Cardiology. Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation.

European Heart Journal, (2010) 31, 2369–2429

17. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III Ed IV Kardiologi hal 1522. Mei 2006

18. Capodanno D, Capranzano P, Giachhi G, et al. 2012. Novel oral anticoagulants versus

warfarin in non-valvular atrial fibrillation: A meta-analysis of 50,578 patients. From :

International Journal of Cardiology

19. Spinler S, Shafir V. 2012. American Heart Association : New Oral Anticoagulants for

Atrial Fibrillation. From : http://circ.ahajournals.org/content/126/1/133

20. Heidbutchel H, et al. 2013. EHRA Practical Guide on the Use of New Oral

Anticoagulants in Patients with Non-Valvular Atrial Fibrillation : executive

Summary. From :European Heart Journal

Page 33: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

21. Kosar L, Jin M, Kamrul R, Schucter B. 2012. Oral Anticoagulation in Atrial

Fibrillation : Balancing the Risk of Stroke with The Risk of Bleed. From :

www.cfp.ca

22. You J, et al. Antithrombotic Therapy for Atrial Fibrillation. Antithrombotic Therapy

and Prevention of Thrombosis, 9th ed : ACCP Guidelines. Feb 2012. From :

www.chestspub.org

23. Lip G, Blann A. ABC of Antithrombotic Therapy : An overview of Antithrombotic

Therapy pg 10-13. BMJ Publishing Group : Mei 2003. From : www.bmjbooks.com

Page 34: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 35: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 36: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI
Page 37: ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI