Antibiotik Dan Kerjanya

22
TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Campylobacter jejuni pertama kali diisolasi pada tahun 1909 dari plasenta fetus ternak. Dalam perkembangannya genus Campylobacter jejuni dibagi atas : 1. Campylobacter fetus yang bersifat oportunitis 2. Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli yang bersifat patogen untuk manusia Kampilobakteriosis pada umumnya disebabkan oleh Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli. C. jejuni dan C. coli bersifat termofilik, Gram-negatif, berbentuk langsing dan melengkung, dan dapat bergerak (OIE 2008 dan Schlundt et al. 2004). Beberapa spesies Campylobacter yang telah diketahui adalah : Campylobacter fetus, Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, Campylobacter upsaliensis, Campylobacteri hyointestinalis, Campylobacteri lari, Campylobacteri sputorum, Campylobacter mucosalis dan Campylobacter rectus (Lesmana 2003). Campylobacter jejuni merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang bengkok (wing shape) atau seperti huruf “S” atau batang spiral (pada sel yang sudah tua berbentuk kokoid atau bulat). Memiliki ukuran lebar 0.2-0.9 µm dan panjang 0.5- 5.0 µm. Bakteri ini tidak membentuk spora. Alat gerak bakteri ini berupa 1 buah flagella di kedua ujungnya dengan arah gerak positif. Campylobacter jejuni hidup pada kondisi mikroaerofilik (CO 2 10%, 0 2 5% dan N 2 85%). Bakteri ini bersifat invasif dan mampu membentuk toksin yang menyerupai toksin kolera. Pengkulturan C. jejuni dalam media perlu ditambahkan antibiotika untuk mencegah persaingan dengan mikroflora lainnya. Koloni akan tumbuh bulat, meninggi, tembus sinar tetapi tidak transparan (translucent), dan kadang-kadang bersifat mukoid. Bakteri dapat di identifikasi dengan serangkaian uji biokimia (Lesmana 2003 dan Dharmojono 2001). Gejala Klinis Menurut Lesmana (2003) gejala klinis infeksi Campylobacter jejuni di Negara maju berbeda dari yang ditemukan di Negara berkembang. Anak-anak di Negara

Transcript of Antibiotik Dan Kerjanya

Page 1: Antibiotik Dan Kerjanya

4

TINJAUAN PUSTAKA

Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni pertama kali diisolasi pada tahun 1909 dari plasenta fetus

ternak. Dalam perkembangannya genus Campylobacter jejuni dibagi atas :

1. Campylobacter fetus yang bersifat oportunitis

2. Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli yang bersifat patogen untuk

manusia

Kampilobakteriosis pada umumnya disebabkan oleh Campylobacter jejuni

dan Campylobacter coli. C. jejuni dan C. coli bersifat termofilik, Gram-negatif,

berbentuk langsing dan melengkung, dan dapat bergerak (OIE 2008 dan Schlundt et

al. 2004). Beberapa spesies Campylobacter yang telah diketahui adalah :

Campylobacter fetus, Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, Campylobacter

upsaliensis, Campylobacteri hyointestinalis, Campylobacteri lari, Campylobacteri

sputorum, Campylobacter mucosalis dan Campylobacter rectus (Lesmana 2003).

Campylobacter jejuni merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang

bengkok (wing shape) atau seperti huruf “S” atau batang spiral (pada sel yang sudah

tua berbentuk kokoid atau bulat). Memiliki ukuran lebar 0.2-0.9 µm dan panjang 0.5-

5.0 µm. Bakteri ini tidak membentuk spora. Alat gerak bakteri ini berupa 1 buah

flagella di kedua ujungnya dengan arah gerak positif. Campylobacter jejuni hidup

pada kondisi mikroaerofilik (CO2 10%, 02 5% dan N2 85%). Bakteri ini bersifat

invasif dan mampu membentuk toksin yang menyerupai toksin kolera. Pengkulturan

C. jejuni dalam media perlu ditambahkan antibiotika untuk mencegah persaingan

dengan mikroflora lainnya. Koloni akan tumbuh bulat, meninggi, tembus sinar tetapi

tidak transparan (translucent), dan kadang-kadang bersifat mukoid. Bakteri dapat di

identifikasi dengan serangkaian uji biokimia (Lesmana 2003 dan Dharmojono 2001).

Gejala Klinis

Menurut Lesmana (2003) gejala klinis infeksi Campylobacter jejuni di Negara

maju berbeda dari yang ditemukan di Negara berkembang. Anak-anak di Negara

Page 2: Antibiotik Dan Kerjanya

5

tropis yang menderita Campylobacter jejuni menunjukkan gejala diare tanpa tanda

peradangan. Infeksi yang bersifat simptomatik biasanya terjadi pada usia dibawah 1

tahun, sedangkan infeksi asimptomatik banyak dijumpai pada usia anak yang lebih

dari 1 tahun. Patogenesis C. jejuni masih kurang dipahami. C. jejuni menimbukan

enterokolitis akut yang tidak mudah dibedakan dengan penyakit yang disebabkan

oleh patogen enterik lainnya (Schlundt et al. 2004). Gejala infeksi Campylobacter

jejuni dapat bervariasi namun gejala utamanya adalah : malaise, demam, nyeri perut,

diare yang berlangsung beberapa hari sampai lebih dari 1 minggu (mengandung darah

atau hanya air saja) serta mual dan muntah. Infeksi ekstra intestinal akibat

Campylobacter jejuni yang dapat terjadi, meliputi : bakteriemia, meningitis, abortus,

sepsis neonatorum dan sindrom Guillain-Barre.

Sindrom Guillain-Barre adalah suatu kelainan paralitik dari sistem saraf perifer.

Tidak semua jenis Campylobacter jejuni dapat menyebabkan sindrom ini, hanya

beberapa serotipe tertentu saja, diantaranya yang paling banyak adalah serotipe O:19.

Patogenesis dari sindrom ini belum dapat dijelaskan secara pasti namun diduga akibat

suatu bagian yang mirip gangliosida di dalam lipopolisakarida Campylobacter jejuni

mengadakan reaksi silang dengan jaringan syaraf perifer. Waktu inkubasi infeksi

Campylobacter jejuni biasanya berlangsung antara 2 sampai 4 hari, dengan jarak

antara 1 sampai 10 hari, tergantung dari dosis yang masuk (Viray dan Lynch 2012).

Menurut Center for Food Security and Public Health Iowa State University

Cillege of Veterinary Medicine (2003) Campylobacter jejuni dapat menyerang sapi,

kambing, domba, kalkun, anjing, kucing, marmot, babi, primata dan spesies lainnya.

Hewan dapat terinfeksi tanpa menunjukkan gejala klinis. Masa inkubasi infeksi ini

sangat singkat. Simptom enteritis muncul dalam 3 hari pada anak anjing, anak ayam

dan ayam dewasa. Gejala yang tampak adalah timbulnya diare dengan feses yang

berwarna kekuningan kadang disertai mucus atau darah.

Latar Belakang Timbulnya Resistensi Antimikroba pada Bakteri

Pada dunia peternakan antimikroba digunakan untuk terapi infeksi penyakit dan

imbuhan pakan. Pemakaian sebagai imbuhan pakan ditujukan untuk memperbaiki

Page 3: Antibiotik Dan Kerjanya

6

penampilan ternak, peningkatkan produksi ternak, pemacu pertambahan bobot, serta

efisiensi penggunaan pakan. Pemakaian antibiotik sebagai imbuhan pakan biasanya

digunakan pada industri ternak potong, terutama ternak ayam dan babi serta ternak

penghasil susu untuk konsumsi manusia (EMEA 1999, Furuya dan Lowy 2006).

Menurut Feed Animal Compedium (Anonim 2002) antimikroba yang

direkomendasikan dipakai sebagai imbuhan pakan unggas adalah penisilin, basitrasin,

streptomisin, eritromisin, tilosin, neomisin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin,

linkomisin, spiramisin dan virginiamisin. Dosis antimikroba yang digunakan sebagai

imbuhan pakan biasanya lebih rendah dibanding dosis pengobatan.

Pemakaian antimikroba sebagai imbuhan pakan dengan dosis yang tidak tepat

dapat memicu resistensi mikroba terhadap bakteri. Akibat yang akan terjadi jika

pemakaian antimikroba seperti hal diatas maka hanya bakteri resisten yang mampu

bertahan hidup dalam ekosistemnya sedangkan bakteri yang sensitif akan tereliminasi

(Furuya dan Lowy 2006).

Menurut WHO (2002) pengobatan yang dilakukan tanpa resep dokter akan

mengakibatkan ukuran dosis menjadi tidak tepat bisa lebih rendah atau lebih tinggi,

bahkan jangka waktu penggunaannya juga tidak diperhitungkan dengan baik dan

benar. Pada beberapa negara pembelian antimikroba dapat dilakukan tanpa ada resep

dokter, hal ini menimbulkan terjadinya resistensi terhadap antimikroba. Rumah sakit

merupakan salah satu komponen kritis dalam penyebaran resistensi antimikroba.

Kombinasi antara tingginya jumlah pasien, penggunaan antimikroba secara intensif

dalam jangka waktu lama, terjadinya resistensi silang akibat infeksi nosokomial oleh

bakteri patogen yang resisten yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi

bakteri resisten. Penanganan infeksi bakteri resisten di rumah sakit membutuhkan

biaya yang mahal dan sulit dilakukan karena obat yang digunakan biasanya tidak

tersedia setiap saat dan beberapa sediaan antimikroba untuk terapi infeksi bakteri

resisten masih terdapat pembatasan impor. Pencegahan infeksi sederhana biasanya

dilakukan pencucian tangan, penggantian sarung tangan setiap penanganan pasien.

Komponen kritis lainnya adalah penggunaan antimikroba oleh industri peternakan

yang menggunakan antibiotik sebagai imbuhan pakan dan sebagai terapi

Page 4: Antibiotik Dan Kerjanya

7

penanggulangan penyakit tanpa pengawasan dokter hewan. Luasnya penggunaan

antimikroba dalam terapi dan imbuhan pakan pada hewan secara tidak langsung

meningkatkan risiko terjadinya resistensi bakteri seperti Salmonella dan

Campylobacter jejuni dan memiliki kemungkinan bakteri tersebut dapat masuk dalam

makanan yang kemudian menginfeksi manusia (WHO 2002).

Resistensi bakteri merupakan masalah yang harus mendapat perhatian khusus

karena menyebabkan terjadinya banyak kegagalan pada terapi dengan antimikroba.

Berbagai strategi disusun untuk mengatasi masalah resistensi, diantaranya dengan

mencari antimikroba baru atau menciptakan antimikroba semisintetik. Meskipun

demikian ternyata usaha ini belum dapat memecahkan masalah. Kehadiran

antimikroba baru diikuti jenis resitensi baru dari bakteri sebagai pertahanan hidup.

Penggunaan bermacam-macam antimikroba yang tersedia telah mengakibatkan

munculnya banyak jenis bakteri yang resisten terhadap lebih dari satu jenis

antimikroba (multiple drug resistance).

Resistensi Bakteri Terhadap Antimikroba

Menurut The Committee for Veterinary Medical Products, istilah resistensi

antimikroba mengacu pada dua pengertian, yaitu resistensi mikrobial dan resistensi

klinik. Resistensi mikrobial adalah suatu proses biologi yang terkait dengan berbagai

mekanisme resistensi yang melibatkan peran gen resistensi dalam satu bakteri.

Resistensi mikrobial dipengaruhi oleh suatu enzim yang membuat agen antimikroba

tidak aktif (EMEA 1999, Fluit et al. 2001). Resistensi klinis adalah resistensi bakteri

berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap bakteri setelah pengobatan. Pengertian

resistensi klinik berkaitan dengan keberhasilan suatu pengobatan dengan antimikroba

yang tergantung dari dosis yang diberikan, spesies agen penyakit, mekanisme

farmakokinetik antimikroba, status pertahanan tubuh inang dan konsentrasi

antimikroba yang dapat mencapai bakteri dalam organ atau jaringan tubuh induk

semang (EMEA 1999, Fluit et al. 2001).

Peneliti dari Jepang melaporkan pertama kali mengenai adanya gen resistensi

yang dapat berpindah antar bakteri (Davies 1997). Gen bakteri yang mengendalikan

Page 5: Antibiotik Dan Kerjanya

8

resistensi terhadap antimikroba ternyata dapat berpindah antara DNA kromosom dan

DNA ekstra kromosom bakteri, baik antar spesies yang sama maupun spesies yang

berbeda atau antara bakteri gram positif dengan bakteri gram negatif (Courvalin

1994, Tassios et al. 1997, Ling et al. 1998, Nastasi et al. 2000).

Resistensi kromosomal adalah resistensi yang timbul karena adanya mutasi

susunan asam nukleat dalam kromosom bakteri. Mutasi tersebut mengakibatkan

terjadinya sintesis protein atau makromolekul lain yang berbeda sehingga

mengganggu aktivitas antimikroba terhadap sel inang. Mutasi dalam kromosom

terjadi karena pendedahan yang terus menerus (Anonim 2006). Perkembangan

resistensi antimikroba karena mutasi biasanya spesifik terhadap antimikroba tertentu

atau spesifik untuk golongan antimikroba yang sama atau berdekatan dan sifat ini

dapat diturunkan (EMEA 1999).

Plasmid merupakan elemen genetik yang terdapat diluar kromosom yang

dimiliki oleh sebagian bakteri gram positif, gram negatif dan beberapa khamir

(EMEA 1999). Plasmid dapat bereplikasi sendiri tanpa bergantung dari kromosom

dan plasmid mengandung materi genetik. Plasmid berperan penting dalam evolusi,

metabolisme, fertilitas. Plasmid mengandung berbagai macam gen seperti gen

resistensi terhadap antimikroba dan logam berat, gen pengendali produksi toksin, gen

perangsang pertumbuhan tumor dan lain-lain (Anonim 2006). Plasmid pengendali

gen resistensi adalah plasmid R yang ditemukan di Jepang saat terjadi wabah disentri

oleh Shigella dysentrie. Sifat resistensi pada plasmid lebih mudah berpindah daripada

dalam kromosom, karena plasmid dapat dipindahkan antar sel baik yang sama

maupun berbeda spesies (Courvalin 1994, Davies 1997).

Resistensi bakteri adalah suatu keadaaan dimana kehidupan bakteri itu sama

sekali tidak terganggu oleh kehadiran antimikroba. Sifat ini merupakan suatu

mekanisme pertahanan tubuh dari suatu makhluk hidup. Penggunaan antimikroba

secara berlebihan dan tidak selektif akan meningkatkan kemampuan bakteri untuk

bertahan (Craig dan Stitzel 2005). Mekanisme terjadinya resistensi bakteri terhadap

antimikroba tergantung pada jenis bakteri, yaitu resistensi antimikroba oleh bakteri

gram negatif dan bakteri gram positif.

Page 6: Antibiotik Dan Kerjanya

9

Menurut Peleg and Hooper (2010) terdapat beberapa mekanisme resistensi

antimikroba dari bakteri gram negatif yang digunakan sebagai perlawanan terhadap

antimikroba. Mekanisme-mekanisme tersebut adalah:

- Resistensi melalui penutupan celah atau pori (loss of porins) pada dinding sel

bakteri, sehingga menurunkan jumlah obat yang melintasi membran sel;

peningkatan produksi betalaktamase dalam periplasmik, sehingga merusak

struktur betalaktam;

- Peningkatan aktivitas pompa keluaran (efflux pump) pada transmembran,

sehingga bakteri akan membawa obat keluar sebelum memberikan efek;

- Modifikasi enzim-enzim, sehingga antimikroba tidak dapat berinteraksi dengan

tempat target;

- Mutasi tempat target, sehingga mengahambat bergabungnya antimikroba dengan

tempat aksi;

- Modifikasi atau mutasi ribosomal, sehingga mencegah bergabungnya

antimikroba yang menghambat sistesis protein bakteri;

- Mekanisme langsung terhadap metabolik (metabolic bypass mechanism), yang

merupakan enzim alternatif untuk melintasi efek penghambatan antimikroba; dan

- Mutasi dalam lipopolisakarida, yang biasanya terjadi pada antimikroba

polimiksin, sehingga tidak dapat berikatan dengan targetnya.

Page 7: Antibiotik Dan Kerjanya

10

Gambar 1 Mekanisme Resistensi Bakteri Gram Negatif (Peleg dan Hooper 2010)

Hasil studi yang dilakukan Arias dan Murray (2009) menggambarkan

mekanisme resistensi antimikroba yang umum terdapat pada bakteri gram positif

sebagai contoh adalah bakteri Methicillin-Resistant Staphylococccus aureus.

Mekanisme resistensi dapat ditempuh melalui 4 jalur, yaitu : 1) peningkatan produksi

enzim betalaktamase (penisilinase), sehingga menurunkan afinitas penisilin-binding

protein (PBP) terhadap antimikroba betalaktam; 2) resistensi tingkat tinggi pada

glikopeptida yang menyebabkan pemindahan atau mutasi asam amino terakhir dari

prekursor peptidoglikan (D-alanine [D-Ala] ke D-lactate [D-Lac]); 3) resistensi

tingkat rendah pada glikopeptida yang berhubungan dengan peningkatan sintesis

peptidoglikan, yaitu penambahan lapisan dinding bakteri yang menyebabkan

terjadinya pengentalan dinding sel, sehingga menghambat antimikroba melintasi

membran sel dan tidak dapat berinteraksi dengan prekursor yang ada dalam

sitoplasma; dan 4) resistensi melibatkan modifikasi atau mutasi dari DNA atau

ribosomal RNA (rRNA).

Page 8: Antibiotik Dan Kerjanya

11

Gambar 2 Mekanisme resistensi bakteri gram positif (Sumber: Arias dan Murray,

2009)

Klasifikasi, Farmakodinamika dan Farmakokinetika Antimikroba

Klasifikasi Antimikroba

Menurut Giguere (2006) antimikroba adalah zat-zat yang dihasilkan oleh

berbagai spesies mikroba maupun yang dibuat secara sintetik yang dalam jumlah

kecil dapat membunuh/menghambat pertumbuhan mikroba lain (bakteri, jamur dll.).

Obat antimikroba dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kelompok yaitu :

target mikroorganisme, aktivitas antibakteri, kemampuan bakterisidal atau

bakteriostatik serta waktu dan konsentrasi obat, yang dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1) Target mikroorganisme

Antibakteri digambarkan sebagai spektrum sempit jika hanya menghambat

bakteri saja atau dikatakan berspektrum luas jika dapat menghambat bakteri,

Page 9: Antibiotik Dan Kerjanya

12

mikoplasma, rikettsia dan klamidia. Spektrum aktivitas terhadap target

mikroorganisme dijelaskan pada Tabel 1.

2) Aktivitas antibakteri

Beberapa obat antimikroba hanya menghambat bakteri gram negatif atau gram

positif saja sehingga disebut memiliki aktivitas yang sempit, sedangkan antimikroba

dengan aktivitas spektrum yang luas memiliki kemampuan menghambat atau bekerja

pada bakteri gram negatif dan positif. Definisi ini tidak sepenuhnya mutlak karena

beberapa jenis antimikroba dapat bekerja terhadap kedua kelompok bakteri baik gram

positif dan negatif tetapi hanya menghambat sebagian jenis bakteri dari keduanya.

Aktifitas beberapa jenis antimikroba terhadap kelompok bakteri gram positif maupun

negatif dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 1. Spektrum obat antimikroba (Sumber : Giguere 2006)

AntimikrobaKelas mikroorganisme

Bakteri Fungi Mikoplasma riketsia klamidia protozoaAminoglikosida + - + - - -Beta-laktam + - - - - -Kloramfenikol + - + + + -Fluorokuinolon + - + + + -Linkosamid + - + - - +/-Makrolid + - + - + +/-Oksazolidinon + - + - - -Pleuromutilin + - + - + -Tetrasiklin + - + + + +/-Streptogramin + - + - + +/-Sulfonamid + - + - + +Trimethoprim + - - - - +Keterangan : +/- = hanya melawan beberapa jenis protozoa

Page 10: Antibiotik Dan Kerjanya

13

Tabel 2. Aktivitas beberapa antimikroba (Sumber : Giguere 2006)

Aktivitas

Bakteri aerobBakteri

anaerobContoh

Gram

+

Gram

-

Gram

+

Gram

-

Sangat

luas+ + + +

karbapenam; kloramfenikol; generasi ke 3

fluorokuinolon (siprofloksasin); glycylcyline

Cukup

luas

+

+

(+)

+

(+)

(+)

+

+

(+)

(+)

(+)

(+)

Generasi ke 3 dan 4 sepalosporin

Generasi ke 2 sepalosporin

Tetrasiklin

Sempit + +/- + (+) Ampisillin; amoksisilin; generasi 1 cephalosporin

+ - + (+)Penisilin; linkosamid; glikopeptida, streptogramin;

oxazolidinon

+ +/- + (+) Makrolid (erythromycin)

+/- + - - Monobaktan; aminoglikosida

(+) + - - Generasi ke 2 fluorokuinolon

(+) (+) - - Trimetroprim-sulfa

- - + + Nitromidazol

+ - (+) (+) Rimfamisin

Keterangan : + = aktivitas sangat baik

(+) = aktivitas cukup

+/- = aktivitas terbatas

- = tidak ada aktivitas atau diabaikan

3) Kemampuan bakterisidal dan bakteriostatik

Beberapa jenis antimikroba menghambat pertumbuhan bakteri pada suatu

konsentrasi, atau disebut konsentrasi penghambatan minimum “Minimum Inhibitory

Concentration” (MIC), namun membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk

membunuh atau konsentrasi pembunuhan minimum “Minimum Bactericidal

Concentraton” (MBC). Pada pengenceran tinggi suatu antimikroba dapat

menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri maka antimikroba disebut sebagai

bakteriostatik namun pada pengenceran yang hampir sama atau sama dapat

membunuh bakteri maka antimikroba disebut bakterisidal. Sehingga terdapat dua

Page 11: Antibiotik Dan Kerjanya

14

pengelompokkan yaitu : Bakteriostatik (kloramfenikol, tetrasiklin) dan Bakterisidal

(beta-lactam, aminoglikosida). Hal ini tidak berlaku mutlak karena bergantung juga

pada konsentrasi obat dan jenis mikroba target. Salah satu contohnya adalah benzyl

penisilin dari kelompik bakterisidal namun pada konsentrasi rendah dapat sebagai

bakteriostatik.

4) Waktu dan Konsentrasi obat

Antimikroba seringkali diklasifikasikan berdasarkan aktifitas waktu atau

konsentrasi yang bergantung pada farmakodinamik. Farmakodinamik obat

menggambarkan efek obat terhadap bakteri. Farmakokinetik obat menggambarkan

konsentrasi obat dalam serum host yang melalui proses absorpsi, distribusi,

metabolisme dan eliminasi. Ketika digabungkan dengan nilai MIC dapat

memprediksi kemungkinan pemusnahan bakteri dan keberhasilan pengobatan.

Beberapa jenis antimikroba mampu meningkatkan efek bakterisidal jika dilakukan

penambahan konsentrasi. Beberapa jenis antimikroba juga membutuhkan waktu

cukup lama dan konsentrasi tinggi untuk dapat bekerja efektif seperti fluoroquinolone

dan aminoglikosida.

Antimikroba dikenal sebagai agen antimikroba, yaitu obat yang digunakan

untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada tahun 1927, Alexander

Fleming menemukan antimikroba pertama yaitu penisilin. Istilah "antibiotik" awalnya

dikenal sebagai senyawa alami yang dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme lain

yang membunuh bakteri penyebab penyakit pada manusia atau hewan. Beberapa

antimikroba merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme)

yang juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis,

istilah "agen antibakteri" mengacu pada kedua senyawa alami dan sintetis, akan tetapi

banyak orang menggunakan kata "antimikroba" untuk merujuk kepada keduanya.

Meskipun antimikroba memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah

berkontribusi tehadap terjadinya resistensi. (Katzung 2007). Antimikroba dapat

digolongkan berdasarkan aktivitas, cara kerja maupun struktur kimianya.

Page 12: Antibiotik Dan Kerjanya

15

Berdasarkan aktivitasnya, antimikroba dibagi menjadi dua golongan besar,

yaitu (Ganiswara 1995, Lüllmann et al. 2005):

1. Antimikroba kerja luas (broad spektrum), yaitu agen yang dapat menghambat

pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.

Golongan ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan

sebagian besar bakteri. Yang termasuk golongan ini adalah tetrasiklin dan

derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem dan lain-lain.

2. Antimikroba kerja sempit (narrow spektrum) adalah golongan ini hanya aktif

terhadap beberapa bakteri saja. Yang termasuk golongan ini adalah penisilina,

streptomisin, neomisin, basitrasin.

Penggolongan antimikroba berdasarkan cara kerjanya pada bakteri adalah

sebagai berikut (Ganiswara 1995; Lüllmann et al. 2005):

1. Antimikroba yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri,

misalnya penisilin, sefalosporin, carbapenem, basitrasin, vankomisin, sikloserin.

2. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yang termasuk

kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antibakteri

kemoterapetik.

3. Antimikroba yang bekerja dengan menghambat sintesa protein, yang termasuk

golongan ini adalah kloramfenikol, eritromisin, linkomisin, tetrasiklin dan

antimikroba golongan aminoglikosida.

4. Antimikroba yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat bakteri,

yang termasuk golongan ini adalah asam nalidiksat, rifampisin, sulfonamid,

trimetoprim.

5. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba, yang termasuk dalam

kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan

sulfon.

Penggolongan antimikroba berdasarkan gugus kimianya dibagi atas (Katzung

2007) :

1. Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya. Mekanisme

aksi penisilin dan antimikroba yang mempunyai struktur mirip dengan β-laktam

Page 13: Antibiotik Dan Kerjanya

16

adalah menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya terhadap sintesis

dinding sel. Dinding sel ini tidak ditemukan pada sel-sel tubuh manusia dan

hewan, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin dan sefamisin serta betalaktam

lainnya.

2. Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida, Clindamisin dan Streptogramin

Golongan agen ini berperan dalam penghambatan sintesis protein bakteri dengan

cara mengikat dan mengganggu ribosom, antara lain: kloramfenikol, tetrasiklin,

makrolida, klindamisin, streptogramin, oksazolidinon.

3. Aminoglikosida

Golongan Aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin,

amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomicin, etilmicin, dan lain-lain.

4. Sulfonamida, Trimethoprim, dan Kuinolon

Sulfonamida, aktivitas antimikroba secara kompetitif menghambat sintesis

dihidropteroat. Antimikroba golongan Sulfonamida, antara lain Sulfasitin,

sulfisoksazole, sulfamethizole, sulfadiazine, sulfamethoksazole, sulfapiridin,

sulfadoxine dan golongan pirimidin adalah trimethoprim. Trimethoprim dan

kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol menghambat bakteri melalui jalur asam

dihidrofolat reduktase dan menghambat aktivitas reduktase asam dihidrofolik

protozoa, sehingga menghasilkan efek sinergis. Fluoroquinolon adalah quinolones

yang mempunyai mekanisme menghambat sintesis DNA bakteri pada

topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV. Golongan obat ini adalah

asam nalidiksat, asam oksolinat, sinoksasin, siprofloksasin, levofloksasin,

slinafloksasin, enoksasin, gatifloksasin, lomefloksasin, moxifloksasin,

norfloksasin, ofloksasin, sparfloksasin dan trovafloksasin dan lain-lain.

Farmakodinamika dan Farmakokinetika Antimikroba

Keberhasilan pengobatan suatu infeksi mikoba dipengaruhi oleh jenis

antimikroba yang digunakan saat terapi, berikut adalah pembahasan farmakodinamika

dan farmakokinetika menurut Sugiarto (2009) :

Page 14: Antibiotik Dan Kerjanya

17

a. Eritromisin

Eritromisin merupakan antimikroba yang masuk dalam kelompok makrolida.

Obat ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat langsung larut pada zat-zat pelarut

organik. Larutan ini cukup stabil pada suhu 4oC, tetapi aktivitasnya dapat hilang

dengan cepat pada suhu 20oC dan kondisi asam. Eritromisin memiliki aktivitas

farmakodinamik antimikroba yang efektif terhadap organisme-organisme gram

positif, terutama Pneumokokkus, Streptokokkus, dan Corynebacteria, dalam

konsentrasi plasma sebesar 0,02 mg/mL. Selain itu mycoplasma, legionella,

Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumonia, helicobacter,

Listeria, dan Mycobacteria tertentu, juga rentan terhadap eritromisin. Demikian pula

organisme-organisme gram negatif, seperti spesies Neisseria, Bordetella pertussis,

Batonella henselae, dan Batonella quintana (agen-agen penyebab pada penyakit cat

scratch dan angiomatosis basiler), beberapa spesies rickettisia, Tropenome pallidum,

serta spesies Campylobacter jejuni.

Antimikroba ini bekerja dengan cara menghambat sintesa protein Hambatan

sintesis protein terjadi melalui ikatan ke RNA ribosom 50S. Sintesis protein

terhambat karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal.

Resistensi terhadap eritromisin biasanya dikode oleh plasmid. Terdapat 3 mekanisme

yang telah dikenal yaitu :

1) Penurunan permeabilitas membran sel atau pengaliran keluar (efflux) yang aktif

2) Produksi esterase (oleh enterobacteriaceae) yang menghidrolisi makrolida

3) Modifikasi situs ikatan ribosom (disebut juga preoteksi ribosom) oleh mutasi

kromosom atau oleh metilase pengganti atau penginduksi makrolida.

Farmakokinetika eritromisin basa adalah dihancurkan oleh asam lambung dan

harus diberikan dengan salut enterik. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan

konsentrasi basa eritromisin serum dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan

tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah basanya, sementara konsentrasinya

cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi. Waktu paruh serum adalah 1,5

jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien dengan anuria. Penyesuaian untuk

gagal ginjal tidak diperlukan. Eritromisin tidak dapat dibersihkan melalui dialisis.

Page 15: Antibiotik Dan Kerjanya

18

Sebagian besar eritromisin diekskresikan dalam empedu, hilang dalam feses, dan

hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi didistribusikan

secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal. Eritromisin diangkut oleh

leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Obat ini dapat menembus plasenta dan

mencapai janin.

b. Tetrasiklin

Antimikroba golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah

klortetrasiklin kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara

semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces

lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotik golongan

tetrasiklin. Farmakodinamik golongan tetrasiklin adalah menghambat sintesis protein

bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya

antimikroba ke dalam ribosom bakteri gram negatif yakni proses pertama yang

disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik dan proses kedua yakni sistem transport

aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi

masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.

Efek Antimikroba golongan tetrasiklin pada umumnya sama (sebab

mekanismenya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-

masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang

dipengaruhi obat ini. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat

bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.

Spektrum antimikroba Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas

yang meliputi kuman gram-positif dan negatif, aerobik dan anaerobik. Selain aktif

terhadap bakteri juga aktif terhadap mikoplasma, riketsia, klamidia dan protozoa

tertentu. Pada umunya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh

Streptokokus karena lebih efektif dengan penisilin G, eritromisin, sefalosporin;

kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatan sinusitis pada orang dewasa

yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan S. pyogenes. banyak strain S. aureus yang

resisten terhadap tetrasiklin.

Page 16: Antibiotik Dan Kerjanya

19

Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan

infeksi batang gram-positif seperti B. anthracis, Erysipelas, Clostridium tetani dan

Listeria monocytogenes. Kebanyakan strain N. gonorrhoeae sensitif terhadap

tetrasiklin, tetapi N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten

terhadap tetrasiklin.

Efektivitas tetrasiklin tinggi pada infeksi bakteri batang gram-negatif seperti

Brucella, Francisella tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei,

Vibrio cholorae, Campylobacter fetus, Haemophyllus ducreyi, dan

Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Spirillum

minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium.

Strain tertentu H. influenza diketahui sensitif namun E. coli, klebsiella, enterobacter,

Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.

Tetrasiklin merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma

pneumoniae, Ureaplasma urealyticum, Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci

dan berbagai riketsia. Selain itu juga aktif terhadap Borrelia recurrentis, Treponema

pertenue, Actinomyces israelii, dalam kadar tinggi aktif menghambat Entamoeba

histolytica. Resistensi tetrasiklin terhadap beberapa spesies kuman terutama

Streptokokus beta hemolotikus, E. coli, Pseudomonas aeruginosa, Str. pneumoniae,

N. gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella, dan S. aureus. Resistensi terhadap satu jenis

tetrasiklin biasanya disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya, kecuali

minosiklin pada resistensi S.aureus dan doksisiklin pada resistensi B. fragilis.

Farmakokinetik tetrasiklin sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran

cerna. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya

makanan dalam lambung menghambat penyerapan. Absorpsi dihambat pada derajat

tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan

suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan

magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin

diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. Untuk distribusi dalam plasma,

semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi.

Dalam cairan cerebro spinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar

Page 17: Antibiotik Dan Kerjanya

20

dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi

ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Metabolisme dalam tubuh obat

golongan tetrasiklin disimpan di hati, limpa dan sumsum tulang serta di dentin dan

email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin dapat menembus sawar urin

dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi.

Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya

penetrasinya ke jaringan lebih baik. Golongan tetrasiklin di ekskresi melalui urin

dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-

55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang

diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum.

Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi

enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah

terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati

obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi

melalui tinja.

Efek samping penggunaan tetrasiklin yaitu : 1) gangguan lambung akibat

penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung dan sering kali

terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini; 2) efek terhadap

kalsifikasi jaringan akibat deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama

kalsifikasi pada anak yang berkembang, hal ini menyebabkan pewarnaan dan

hipoplasi pada gigi dan menganggu pertumbuhan sementara; 2) hepatotoksisitas fatal

telah diketahui timbul apabila obat ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis

tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis; 3) efek

fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari apabila pasien dalam terapi tetrasiklin

terpajan oleh sinar Ultra Violet; 4) efek gangguan keseimbangan misalnya pusing,

mual, muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe

telinga dan mempengaruhi fungsinya Pseudomotor serebri; 5) efek hipertensi

intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangan kabur yang dapat

terjadi pada orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan

kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen; 6) Superinfeksi,

Page 18: Antibiotik Dan Kerjanya

21

berupa pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau

stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.

c. Kloramfenikol

Kloramfenikol di isolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena

daya anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950,

dan diketahui obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena

toksisitasnya, penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang

mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif lain.

Farmakodinamik kloramfenikol adalah bekerja dengan mengikat sub unit 50S

ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein bakteri. Pengambatan terjadi pada

produksi enzim peptidil trasferase yang merupakan katalisator untuk pembentukan

ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Karena kemiripan ribosom

mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini dihambat

dengan kadar kloramfenikol tinggi. Tingginya kadar kloramfenikol dalam darah akan

menimbulkan toksisitas sumsum tulang. Efek toksiknya pada sel mamalia terutama

terlihat pada sistem hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja

obat ini.

Spektrum antibakteri kloramfenikol cukup luas meliputi gram positif dan

negatif seperti D. pneumoniae, Streptomyces pyogenes, Streptomycesviridans,

Neiserria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. multocida, C.

diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan

bakteri anaerob. Diketahui bahwa beberapa strain D. pneumoniae, H. influenzae dan

N. meningitidis bersifat resisten. Sifat resisten juga terjadi pada kelompok

Enterobactericeae sedangkan S. aureus umumnya masih sensitif. Kloramfenikol

efektif terhadap kebanyakan strain E.coli, K. pneumoniae dan Pr. mirabilis serta

strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain

Pseudomonas aeruginosa dan strain tertentu Salmonella typhi.

Farmakokinetik kloramfenikol melalui pemberian secara oral dijelaskan sebagai

berikut : kloramfenikol diserap dengan cepat kemudian mencapai kadar puncak

Page 19: Antibiotik Dan Kerjanya

22

dalam darah dalam 2 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan

albumin. Obat ini diditribusikan ke berbagai jaringan tubuh, termasuk otak, cairan

cerebrospinal dan mata. Dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam

glukoronat oleh enzim glukuronil transferase. Dalam waktu 24 jam, 80-90%

kloramfenikol yang diberikan per oral telah diekskresi melalui urin dan hanya 5-10%

dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk konjugasi glukuronat atau

hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama

melalui filtrat glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.

Efek samping pemberian kloramfenikol adalah : 1) efek reaksi hematologik,

yang dapat terjadi dalam 2 bentuk : bentuk pertama yaitu reaksi toksik dengan

manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yang terlihat yaitu anemia,

retikulositopenia, peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta vakuolisasi

seri eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua memiliki prognosis sangat buruk karena

anemia yang timbul bersifat irreversible akibat manifestasi sebagai anemia aplastik

dengan pansitopenia; 2) reaksi alergi kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan

kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis menyerupai reaksi Herxheimer pada

pengobatan demam tifoid dengan insidensi yang sangat jarang; 3) Reaksi alergi pada

saluran cerna bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan

enterokolitis; 4) efek Gray baby syndrome dapat terjadi pada masa neonatus karena

tubuh bayi memiliki kapasitas rendah dalam mengglukuronidasi antimikroba serta

belum sempurnanya fungsi ginjalnya untuk ekskresi obat.kedua hal tersebut

menyebabkan penumpukan kloramfenikol sampai tingkat yang mengganggu fungsi

ribosom mitokondria kemudian menyebabkan masuknya makanan terganggu,

menekan pernafasan, kardiovaskular kolaps, sianosis (”grey baby syndrome”) dan

kematian; 5) efek reaksi neurologik dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung,

delirium, dan sakit kepala. Pengobatan menggunakan kloramfenikol dalam waktu

lama dapat menyebabkan neuritis perifer atau neuropati optik.

Page 20: Antibiotik Dan Kerjanya

23

d. Amoksisilin

Amoksisilin adalah antimikroba yang termasuk ke dalam golongan penisilin.

Beberapa contoh obat yang termasuk ke dalam golongan adalah ampicillin,

piperacillin dan ticarcillin. Karena berada dalam satu golongan maka semua obat

tersebut mempunyai mekanisme kerja yang mirip. Amoksisilin bersifat bakterisidal

terhadap mikroorganisme rentan melalui mekanisme penghambatan biosintesis

dinding sel mukopeptida selama multiplikasi.

Menurut Amin AS et al. (1994), farkmako dinamik amoksisilin adalah

menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidasi dalam

sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri tersusun atas polimer polisakarida dan

polisakarida yang berikatan silang kompleks yakni peptidoglikan (murein,

mukopeptida) polisakarida ini mengandung gula amino yang berpasangan yakni N-

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat. Suatu peptida mengandung lima asam

amino dikaitkan dengan gula asam N-asetilmuramat dan berahir di D-alanil-D-alanin.

Enzim Penisilin Binding Protein (PBP) memotong alanin terminal tersebut

pada proses pembentukan suatu ikatan silang dengan peptida didekatnya. Ikatan

silang tersebut membuat struktur dinding sel menjadi kaku. Antibiotik betalaktam

secara struktural merupakan analog substrat PBP yaitu D-alanin-D-alanial berikatan

secara kovalen dengan tempataktif di PBP. Ikatan ini menghambat reaksi

transpeptidase yang menyebabkan penghentian sintesis peptidoglikan sehingga sel

akan mati.

Sintesis dinding sel bakteri yang tidak sempurna menyebabkan sel-sel bakteri

menyerap air secara osmosis, bakteri gram positif dan gram negatif memiliki masing-

masing 10-30 dan 3-5 kali tekanan osmotik intraseluler dari lingkungan eksternal.

Amoksisilin lebih efektif terhadap bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif

dan menunjukkan keberhasilan yang lebih besar dibandingkan penisilin dan antibiotik

lain, misalnya : ampicillin, azithromycin, clarithromycin, cefuroxime dan

doxycycline, dalam pengobatan berbagai infeksi / penyakit.

Farmakokinetik amoksilin diketahui bahwa amoksilin diabsorbsi dengan baik

pada saluran cerna. Bersifat antimikroba spektrum luas dan memiliki bioavailabilitas

Page 21: Antibiotik Dan Kerjanya

24

oral yang tinggi (70-90%) dengan tingkat puncak plasma yang terjadi dalam 1 sampai

2 jam. Amoksisilin yang diberikan secara oral akan menghasilkan peningkatan kadar

darah dua kali lipat lebih tinggi. Distribusi amoksisilin pada tubuh adalah hati, ginjal,

empedu, usus, limfa dan semen. Tingkat obat yang sangat rendah ditemukan dalam

aqueous humor, dan tingkat rendah yang ditemukan dalam air mata, keringat dan

saliva. Sekitar 17-20% terikat pada protein plasma, terutama albumin. Ekskresi

amoksisilin terutama adalah ginjal, sehingga menyebabkan konsentrasi sangat tinggi

pada urine, selain itu amoksisilin juga disekresi dalam susu.

e. Siprofloksasin

Siprofloksasin adalah sintetik kemoterapi antibiotik dari golongan obat

fluorokuinolon. Antibakteri ini adalah generasi kedua fluorokuinolon. Mekanisme

kerjanya dalam membunuh bakteri adalah dengan menghambat dengan enzim yang

diperlukan untuk sintesis DNA dan protein. Siprofloksasin pertama kali dipatenkan

pada tahun 1983 oleh Bayer AG dan kemudian disetujui oleh US Food and Drug

Administration (FDA) pada tahun 1987. Siprofloksasin disetujui FDA untuk

digunakan pada manusia dan hewan. Siprofloksasin adalah antibiotik spektrum luas

yang aktif terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Mekanisme kerjanya

yaitu dengan cara menghambat DNA girase, topoisomerase tipe II, dan

topoisomerase IV, enzim yang diperlukan untuk pemisahan DNA bakteri, sehingga

menghambat pembelahan sel.

Mekanisme ini juga dapat mempengaruhi replikasi sel mamalia. Meskipun

kuinolon sangat beracun bagi sel-sel mamalia dalam kultur, mekanisme kerjanya

sitotoksik tidak diketahui. Kuinolon yang menginduksi kerusakan DNA pertama kali

dilaporkan pada tahun 1986 (Hussy et al. 1986).

Penelitian terbaru telah menunjukkan korelasi antara sitotoksisitas sel mamalia

dari kuinolon dan induksi mikro nukleus. Beberapa fluoroquinolon dapat

menyebabkan cedera pada kromosom sel eukariotik. Masih menjadi perdebatan

mengenai apakah ada atau tidak kerusakan DNA sebagai salah satu mekanisme aksi.

Page 22: Antibiotik Dan Kerjanya

25

Reaksi yang merugikan parah dialami oleh beberapa pasien saat diberikan terapi

fluorokuinolon.

Pemberian 200-400 mg siprofloksasin secara intra vena akan menghasilkan

level obat dalam serum yang sama dengan pemberian dengan dosis 500 mg per oral.

Bioavailabilitas siprofloksasin sekitar 70-80%. Pemberian siprofloksasin secara

intravena selama 60 menit setiap 8 jam menghasilkan kadar serum obat yang sama

seperti 750 mg secara oral setiap 12 jam. Siprofloksasin memiliki waktu paruh 4 jam.