Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

12
 1 Antara filsafat Materialisme Pragmatisme dan Evolusionisme

description

Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme.

Transcript of Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

Page 1: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  1

Antara filsafat Materialisme Pragmatisme

dan Evolusionisme

Page 2: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  2

Antara filsafat Materialisme, Pragmatisme, dan Evolusionisme

Perbandingan antara kelebihan dan kekurangan antara filsafat Materialisme,

Pragmatisme, dan Evolusionisme adalah sebagai berikut:

Materialisme  pada dasarnya adalah suatu pandangan hidup yang mencari dasar segalanya,

termasuk juga kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan

mengenyampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam inderawi. Lihat Hartoko  (1986: 60).

Materialisme juga dapat dibedakan sebagai berikut:

a.  Materialisme metodis. Metode ini khusus digunakan dalam ilmu alam. Presumsinya,

adalah bahwa alam merupakan suatu kebulatan yang semata-mata hanya ditentukan oleh

kualitas mekanistik, segalanya dapat diterangkan secara kuantitatif-matematik.

 b.  Materialisme metafisik. Metode ini menjelaskan bahwa seluruh kenyataan diterangkan

secara materialistik. Pada zaman dahulu oleh Demokritos, tepatnya pada zaman Fajar

Budi oleh Hobbes (1588-1679). (Nasution, 2001: 205), dan lihat juga pada Solomon dan

Higgins  (1966: xiii-xvii). Menurutnya manusia sama dengan sebuah mesin. Kemudian

 pada abad ke-19 oleh Feurbach. Menurutnya manusia adalah hasil kondisi materialnya.

Fikirannya sama dengan getah otak.

c.  Materialisme dialektik. Menurut Karl Marx (1818-1883) lihat Nasution  (2001: 2006)

 bahwa materi itu menggerakkan dirinya sendiri dan dalam kepala manusia menjadi ide-

ide. Gerak materi terjadi secara dialektik, perubahan kuantitatif mendadak berubah

menjadi gerakan kualitatif.

d.  Materialisme historik. Oleh Marx dialektik material diterapkan pada sejarah. Sejarah

fikiran dan cita-cita manusia sebagai idiologi ―lantai atas‖ pada dasarnya material

ditentukan oleh perubahan dalam kondisi ekonomi, hubungan milik, syarat produksi. Bila

 pertentangan antara kaum pemilik dan kaum proletar mencapai puncaknya, maka

meledaklah bangunan politik dan hukum, akibat revolusi masa, dan terbukalah jalan bagi

masyarakat tanpa kelas lewat diktator proletariat. (Hartoko, 1986: 60).

Pragmatisme, Aliran filsafat ini didasari oleh seorang tokoh yang bernama C. S. Peirce

(1839-1914) yang berdekatan dengan Relativisme, Utilitarisme, dan Positivisme.Bukti

kebenaran suatu pernyataan teoritis diukur oleh sejauh mana berguna untuk menyelesaikan

tugas-tugas praktis. Kriteria  – menurut pendapatnya —adalah ―kegunaan.‖ (Hartoko, 1986:

84-85).

Page 3: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  3

Evolusionisme. Suatu teori yang menganggap bahwa Evolusi sebagai hukum tertinggi yang

menentukan taraf-taraf kenyataan. Misalnya materi hidup roh. Teori Evolusionisme dalam

 bidang biologi itu diterapkan terhadap semua cabang filsafat dan ilmu, khusus terhadap

 psikologi, etika, sosiologi, agama, dan sejarah. Teilhard de Chardin berusaha untuk

memadukan teori Evolusi dengan pandangan Kristen Cretio (terciptanya dunia) dan

Providentia(penyelenggaraan ilahi, inayat). (Lihat Hartoko, 1986: 26).

Dari beberapa keterangan di atas dapat diambil beberapa penjelasan, khususnya yang

 berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan dari ketiga macam aliran filsafat yang sedang

dibahas ini, yaitu: Materialisme, Pragmatisme dan Evolusionisme.

a. Kelebihan

1. Materialisme

Memberikan semangat hidup untuk mengakui bahwa ada kebenaran yang bersifat material di

wilayah jangkauan kapasitas manusia yang juga harus diakui. Sikap radikal tidak percaya pada

hal-hal yang material sama dengan sikap radikal yang tidak percaya pada hal-hal yang

metafisik.

2. Pragmatisme

Dalam situasi chaos/kacau cocok untuk diterapkan pada pengambilan keputusan.

3. Evolusionisme

Benar, dalam ranah kehidupan bahwa segala sesuatu dapat berubah sesuai dengan sifat

alamiyah dan dinamika alam maupun budaya manusia.

b. Kekurangan

1. Materialisme

Tidak mengakui hal-hal yang bersifat metafisik, sehingga menemui jalan buntu jika

dihadapkan pada hal-hal yang tidak terjangkau oleh kapasitas manusia.

Contoh : Adanya Tuhan dan jiwa tidak dipercayai keberadaannya. Sementara hal-hal yang

 bersifat material diperlakukan sebagaimana memperlakukan Tuhan. Sementara materi dapat

rusak, Di sisi lain konsekuensi penilaian pada meteri harus dibarengi dengan pengetahuan

terhadap sifat Tuhan dan jiwa yang salah satunya adalah abstak.

2. Pragmatisme

Membawa orang terjebak pada hal-hal yang bersifat untuk sementara tidak memikirkan jangka

 panjang.

3. Evolusionisme 

Page 4: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  4

Tidak benar, jika ditujukan pada hal-hal yang bersifat ketuhanan. Ada kepastian di ranah

ketuhanan.

Kritik

Sebelum mengkritik dari ketiga aliran dalam dunia Filsafat Barat tersebut (Meterialisme,

Pragmatisme, dan Evolusionisme), harus diketahui terlebih dahulu kekurangan dan kelebihan

mereka.

1. Materialisme

Materialisme menyerang terhadap pandangan bahwa agama sebagai perusak struktur

masyarakat. Contoh : Ada orang kaya berasal dari Allah, demikian juga ada orang yang miskin

 berasal dari Allah. Itu merusak struktur masyarakat.

2. Pragmatisme

Yang mengandung kegunaan dan manfaat dalam kehidupan itu bukan hanya kegunaan dan

manfaat dari iman saja, tetapi harus pula mampu diwujudkan dalam aspek amal sholeh

(pragmatisme).

3. Evolusionisme

Evolusi tidak sepantasnya ditujukan pada hal-hal yang bersifat ranah Ketuhanan, melainkan

hanya ditujukan pada ranah Selain-Nya.

SOAL :

2. Filsafat Phenomenologi, Strukturalisme, dan Post Modernisme sangat baik dijadikan

metode kajian untuk memahami suatu konstruk. Coba saudara jelaskan bagaimana cara

kerja masing-masing, dilengkapi dengan contoh agar lebih jelas. Bagaimana pula

penilaian saudara terhadap ketiga pemikiran filsafat tersebut!

JAWABAN :

1. Fenomenologi

Menurut arti kata fenomenologi dapat dianggap sebagai :

a.   Negatif. Semata-mata hanya melukiskan gejala yang nampak, tanpa meneliti hakikat-

hakikat koderat di belakangnya. Lawannya: ontologi.

 b.  Positif. Yang ada menampakkan diri lewat gejala-gejala, sehingga hakikat, makna, dan

nadanya. Yang Ada itu dapat disimpulkan berdasarkan gejala-gejala yang kita ―alami‖.

Pengalaman itu tidak hanya terbatas pada gejala material, melainkan juga menyangkut

hakikat, makna, dan adanya sendiri (Wesensschau). (Lihat : Hartoko, 1986: 30-31). E.

Husserl merintis fenomenologi sebagai aliran filsafat. Metode fenomenologi tidak

Page 5: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  5

mempersoalkan, apakah objek pengalaman itu juga ada lepas dari kesadaran kita (reduksi

fenomenologis). Gejala-gejala harus diajak berbicara, diberi kesempatan memperlihatkan

diri, dapat menjadi ―fenomena‖ (Yunani,  phainomi, artinya memperlihatkan diri).

(Hartoko: 1986: 31).

2. Stukturalisme

Strukturalisme –  yang modern — adalah suatu aliran yang menekankan bahwa kehidupan kita

ditopang oleh struktur-struktur (rangka atau bangunan, pen.), jauh di bawah kesadaran roh,

struktur-struktur itu merupakan pola-pola, jaringan-jaringan yang memberikan arti dan makna

kepada gambar-gambar material. (Lihat : Peursen, 1985: 240).

3. Post Modern (Posmo)

Posmo sesungguhnya merupakan terminologi untuk mewakili suatu pergeseran wacana di

 berbagai bidang seperti seni, arsitektur, sosiologi, literatur, dan filsafat yang bereaksi keras

terhadap wacana modernisme yang terlampau mendewakan rasionalitas sehingga

mengeringkan kehidupan dari kekayaan dunia batin manusia. Filsafat yang delu-elukan sebagai

 pemonopoli kebenaran dibunuh ramai-ramai oleh para postmodernis dengan menyerang pilar-

 pilar filsafat modern yaitu Rene Descartes dan Immnuel Kant yang masing-masing

menjungjung tinggi rasionalitas dengan mengklaim dorongan-dorongan subjektif-rasional

sebagai marjinal, the other. (Lihat : Adian, 2002: 14). Lebih detail lagi bisa dirujuk dari sebuah

 buku yang khusus menjelaskan Posmo, yaitu buku yang dikarang oleh Sugiharto (2004: 23-

28).

Metode untuk Memahami Suatu Konstruk

1. Phenomenologi. Thesis. Sains hanya memiliki satu alur berfikir, sedangkan filsafat memiliki

tiga pemetaan, diantaranya adalah : thesa, antithesa, dan sinthesa. Phenomenologi merupakan

thesis karena dia memiliki pandangan yang hanya terfokus pada masalah yang bersifat diamati

(gejala). Jadi itu merupakan suatu pendapat tersendiri yang disebut dengan thesa.

2. Strukturalisme. Antithesis. Aliran ini memberikan suatu pandangan yang berlawanan dengan

 pandangan sebelumnya, yaitu bahwa kehidupan kita ditopang oleh struktur-struktur yang jauh

di bawah kesadaran kita.

3. Post Modernisme (Posmo). Sinthesa. Aliran ini lebih mengarahkan kepada tentang

 perkembangan ilmu pengetahuan teori dan pengembangan paradigma atas dasar rasionalitas.

Page 6: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  6

Posmo mengkritik bahwa modernisme  –   termasuk didalamnya Phenomenologi dan

Strukturalisme — yang membuat manusia untuk membuat prinsip sistem pembuktian, model

logika serta cara-cara tertentu dalam berpikir rasional, sehingga manusia menjadi objek sistem,

 bukan menjadi dirinya sendiri. Posmo tetap mengakui rasionalitas, tetapi memberi kebebasan

kepada manusia untuk menempuh jalan kritis, kreatif dalam mencari kebenaran. Posmo bukan

hendak membuktikan kebenaran, melainkan hendak mencari kebenaran. (Lihat: Muhajir,

2001: 199). Posmo juga memiliki metodologi (epistimologi) bahwa suatu pendapat yang

terbuka tak ada ukuran tentang kebenaran. Kebenaran itu ―intersubjektif‖ dan dinamis sifatnya. 

Penilaian

Penilaian terhadap ketiga pemikiran filsafat itu cukup baik karena merupakan suatu

 proses yang saling melengkapi dari mulai thesa yang diwakili oleh aliran Phenomenologi,

antithesa yang diwakili oleh Strukturalisme, dan antithesa (kontrol) yang diwakili oleh Post

Modernisme (Posmo). Ini berbeda dengan kostruk sains yang mana hanya memiliki satu

 pandangan yang monoton, yang hanya didasarkan pada thesa belaka. Itulah kedinamisan kostruk

filsafat.

SOAL :

3. Existensialisme, Sekularisme, dan Marxisme. Merupakan filsafat yang berkembang

setelah masa renaissanse. Bagaimana karakter ketiga filsafat tersebut. Coba saudara

kritisi ketiga filsafat tersebut!

JAWABAN :

1. Eksistensialisme  berasal dari dua suku kata, yaitu eksistensi dan isme. Eksistensi sendiri

 berasal dari kata ex, yang berarti keluar dan sistare yang berarti berdiri. Jadi eksistensi berarti

 berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Oleh karena itu secara umum eksistensialisme

dimaksudkan sebagai aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk

di dalamnya manusia. Hanya, permasalahannya adalah siapakah yang benar-benar berada

(bereksistensi). Apakah manusia, atau Tuhan ataukah keduanya? (Nasution, 2001: 190-191).

2. Sekulerisme. Kata ini berasal dari kata latin  saeculum,  yang mempunyai arti dengan dua

konotasi ―waktu dan lokasi‖. Waktu menunjuk pada pengertian ―sekarang‖ atau ―kini‖ dan

lokasi menunjuk pada pengertian ―dunia‖ atau ―duniawi‖. Jadi Seculum  berarti ―zaman ini‖

atau ―masa kini‖ dan zaman ini atau masa kini menunjuk kepada peristiwa-peristiwa di dunia

ini, dan itu juga berarti peristiwa-peristiwa masa kini. (Al-Atas, 1981: 19).

Page 7: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  7

3. Marxisme. Pemikiran Karl Marx dikenal melalui dua tahapan, yaitu periode awal (1841-

1846) yang lazim disebut dengan periode Marx muda, yakni pencerminan diri Marx sebagai

 betul- betul seorang filosof dan belum menjadi ― Marxist”. Di periode ini Marx masih seorang

 pemikir liberal dan merumuskan konsepsi tentang manusia, pembebasan (humanisme) dan

alienasi. Sidney Hook menyebut tahap ini sebagai pandangan Marx yang mendasarkan pada

model Yunani, terutama konsepsinya tentang manusia. Tahap berikutnya, kedua dikenal

dengan periode Marx tua (1847-1883) yakni ketika Marx benar-benar menjadi seorang kritikus

masyarakat, sebab pada periode ini ia memaparkan konsepsi perjuangan kelas, revolusi dan

teori-teori ekonomi dan mencapai puncaknya dalam karya  Das Kapital.  (Bachtiar, 1980 :

100).

Karekter filsafat Existensialis, Sekularis, dan Marxisme

1. Existensialisme

Karekteristik Existensialisme tercermin pada dua tokoh, yakni L. Feurbach (1804-1872) dan

Soren Kierkegard (1855-1855). Keduanya berupaya menampilkan sosok manusia sebagai satu-

satunya yang eksis, sebagai ciptaan terbaik manusia. (Lihat Nasution, 2001: 194). Hal ini

sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Feurbach di dalam bukunya tentang Hakikat

 Agama, dia menyatakan :

―Tugas filsafat adalah mengubah sahabat-sahabat Tuhan menjadi sahabat-sahabat manusia,

mengubah kaum beriman menjadi sahabat-sahabat manusia, mengubah kaum beriman menjadi

 pemikir, mengubah orang-orang yang beribadah menjadi orang yang bekerja, mengubah calon-

calon untuk syurga menjadi murid-murid dunia, mengubah orang Kristiani yang menamai

dirinya sendiri separuh malaikat, separuh binatang menjadi manusia seratus persen.‖

(Hamerswa, 1984: 64).

2. Sekularisme. Pada prinsip yang esensial sekularisme ialah mencari kemajuan manusia dengan

alat materi semata-mata, pembebasan alam dari nada-nada keagamaan dan memisahkannya

dari Tuhan dengan arti kata bahwa sekularisme masuk kepada kategori materialisme yaitu

mengatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi yang berarti bahwa tiap-tiap benda

atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah sati proses material. (Bertens, 1998:

76).

3. Marxisme. Dalam tesis pertama, Marx menggambarkan betapa materialisme kuno, termasuk

di dalamnya Feurbach telah mengabaikan aktifitas revolusioner. Sedangkan dalam tesis Marx

Page 8: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  8

menunjukkan bahwa akal tidak dapat dipisahkan dari tindakan, jangan sampai seperti hasil

filsafat Skolastik. (Mayer, 1951: 433).

Dari segi lain, manusia sebagai individu yang terlepas dari ikatan masyarakat haruslah

dianggap sebagai pandangan yang menyalahi hakikat sejarah, manusia hanya dapat dipahami

sejauh diletakkan dalam kaitannya dengan masyarakat sebab manusia tidak lain hanyalah

keseluruhan relasi-relasi masyarakat. Ringkasnya manusia itu mendapatkan posisinya dalam

kolektifitas sosial. (Ramly, 2000: 77).

Kritisi Terhadap Existensialisme, Sekularisme, dan Marxisme.

1. Existensialisme. Perkembangan setelah renaissans adalah masa modern, yang dikenal sebagai

masa penegasan subjektivitas manusia, sebuah kelanjutan dari semangat zaman renaissans.

Manusia yang tadinya dianggap semata-mata bagian dari alam pada masa Yunani kuno dan

 beranjak menjadi pemegang status tertinggi dalam hirarki ciptaan Tuhan pada Abad

Petengahan, sekarang memperoleh status sebagai subjek bebas dan otonom dalam merumuskan

 pengetahunan, nilai-nailai, dan kebudayaan. Kecenderungan untuk memandang manusia

sebagai subjek yang otonom dikenal sebagai antroposentrisme  pada masa modern. Di

antaranya adalah Existensialisme ini.

2. Sekularisme. Terutama bidang etika dan keagamaan harus dilaksanakan secara ilmiah murni,

terlepas dari ikatan agama dan metafisika.

3.Marxisme. Seseorang yang mempelajari Marxisme tidak dengan sendirinya menjadi seorang

Marxist. Bahkan Karl Marx sendiri merasa dirinya bukan Marxist. Tak ada yang

membahayakan dari pemikiran Karl Marx sejauh dibaca secara kritis, terbuka dan semangat

diskurtif. Bahkan dengan hal itu semua pemikiran Karl Marx bisa menjadi suatu ―inspirasi‖

selama tidak dipahami secara tertutup, dogmatis, dan membeo.

SOAL :

4. Filsafat Perenial merupakan filsafat yang mencoba mempertemukan nilai-nilai spiritual

berbagai agama yang ada. Coba bandingkan antara konsep Yesus kristus seperti yang

diakui dalam Kristen, dengan konsep al-Hulul al-Halaj, serta Wihdah al-Wujudnya Ibnu

‘Arabi dalam Islam, melalui cara pan dang filsafat ini!

JAWABAN :

Filsafat Perennial adalah filsafat yang dipandang dapat menjelaskan segala kejadian yang

 bersifat hakiki, yang menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani hidup yang benar,

Page 9: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  9

yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi besar spritualitas manusia. (Hidayat dan Nafis,

1995: xx).

Adapun Spritualisme  – sebenarnya — memiliki tujuan yang sama dengan Perrenialisme

dan New Age, yaitu menawarkan hal-hal yang sama, yaitu agar manusia kembali ke akar-akar

spritualitas dirinya tanpa tenggelam dalam gemerlap kehidupan materi yang seringkali membuat

kita silau dan menimbulkan berbagai macam tindakan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan

kita. Sehingga, dengan kembali pada pusat spritualitas dirinya, manusia akan memiliki

 pandangan dunia (eltanschauung ) holistik tentang dirinya, tentang alam, dan tentang dunianya.

(Lihat Ruslani  (ed.), 2000: xv). Oleh karena itu , kaum agamawan harus tanggap terhadap

munculnya gejala yang mendambakan adanya spritualitasme. Karena agama, pada awalnya

 berurusan dengan spirit. Tetapi hal itu kemudian dilupakan orang sehingga agama menjadi

terlalu formalistis-ritualis. Untuk itulah agama harus kembali mendapatkan penafsiran secara

spritual, karena jika kebutuhan akan spritualitas meningkat, sedangkan agama tidak bisa

memenuhinya maka boleh jadi suatu saat agama akan ditinggalkan manusia.

Setelah memahami tentang pengertian filsafat Perennial dan spritualime, maka kita akan

mencoba mengadakan perbandingan antara konsep Yesus sebagai Kristus dengan konsep al-

Hulul al-Hallaj, serta Wahdah al-Wujudnya Ibnu ‗Arabi dalam Islam melalui cara pandang

filsafat Perennial ini.

1. Konsep Yesus Sebagai Kristus

 Nabi Isa menurut umat Kristen turun dari langit dengan wujud roh dan dzat Tuhan sebagai

Kristus (Sang Juru Selamat). Transformasi terjadi setelah mereka merayakan sakramen atau

 pertemuan yang menyimpan misteri Yesus Kristus yang dirayakan dan dihadirkan dalam

gereja, setelah mereka menjadi penganut Yesus dalam kehidupan sehari-hari di dalam

kelompok yang sependapat dengan para penganut Yesus yang bersedia melanjutkan misi Yesus

Kristus di dunia. Istirahat dalam Tuhan akan terjadi setelah kematian. Perjalanan hidup kita

dalam keyakinan disempurnakan dalam visi langsung mengenai Tuhan Inilah pandangan

eskatologis atas pengalaman spritual Kristen, yaitu jalan yang menuju masa depan. (Ruslani 

(ed.), 2000: 23-25).

2. Konsep al-Hulul al-Halaj

Menurut al-Hallaj bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ke Tuhanan dan dalam diri Tuhan

terdapat sifat kemanusiaan. Dengan demikian persatuan antara Tuhan dan manusia bisa terjadi,

dan persatuan ini dalam falsafat al-Hallaj mengambil hulul   (mengambil tempat). Dan agar

Page 10: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  10

dapat bersatu itu, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya

dengan fana’. Kalau sifat-sifat kemanusiaan itu telah hilang dan yang tinggal hanya sifat-sifat

ketuhanan yang ada dalam dirinya, di situlah baru Tuhan dapat mengambil tempat dalam

dirinya, dan di ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia. (Nasution, 

1973: 89). Dan, perlu dipahami bahwa dalam konsep Islam tentang bersatunya Roh Tuhan

dengan roh manusia itu, ―hanya‖ rohnya saja. Jadi, tidak termasuk Dzat-Nya.

3. Konsep Wihdah al-Wujud Ibnu ‘Arabi 

Filsafat ini timbul dari faham bahwa Allah sebagai diterangkan dalam paham uraian tentang

hulul , ingin melihat diriNya di luar diriNya dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini. Maka

alam ini melihat kepada alam. Pada benda-benda yang ada dalam alam, karena dalam tiap-tiap

 benda itu terdapat sifat ketuhanan, Tuhan melihat diriNya. Dari sini timbullah faham kesatuan.

Yang ada alam ini kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu. Tak obahnya hal ini sebagai

orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya. Di dalam

tiap cermin ia lihat dirinya: dalam cermin itu dirinya kelihatan banyak, tetapi dirinya

sebenarnya satu.(Nasution, 1971: 93).

DAFTAR PUSTAKA

Adian, Donny Gahral,  Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan (Dari David Hume  sampai

Thomas Kuhn), Jakarta: Teraju, 2002.

Bachtiar, Harsia W., Percakapan dengan Sidney Hook , Jakarta: Djembatan, 1980.

Bertens, K., Ringkasan Sejarah Filsafat , Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Hamerswa, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: Gramedia, 1984.

Hartoko, Dick, Kamus Populer Filsafat, Jakarta: Rajawali Pers, 1986.

Page 11: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  11

Hidayat, Komaruddin dan Wahyudin Nafis,  Agama dan Masa Depan : Perspektif   Filsafat

 Perennial , Jakarta: Paramadina, 1995.

Mayer, Frederick, A History of Modern Philosophy, New York: American Book Company, 1951.

 Nasution, Hasan Bakti, Filsafat Umum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.

 Nasution, Harun, Filsafat & Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Peursen, C.A. Van, Orientasi di Alam Filsafat , Terj. Dick Hartoko,  Filosofische  Orientatic,

Jakarta: Gramedia, 1985.

Ramly, Andi Muawiyah, Peta Pemikiran Karl Marx  ( Materialisme Dialektis dan  Materialisme

 Historis), Yogyakarta: LKiS, 2000.

Ruslani (ed.), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat , Yogyakarta: Qolam, 2000.

Solomon, Robert C. dan Kathleen M. Higgins , A Short History of Philosophy, New York:

Oxford University Press, 1996.

Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme (Tantangan bagi Filsafat), Yogyakarta: Kanisius, 2004. 

Page 12: Antara Filsafat Materialisme, Pragmatisme, Dan Evolusionisme

 

  12