Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

download Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

of 8

Transcript of Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    1/17

    The Day of Wong Jawa,Orang Jawa Suriname di

    Persimpangan Jalan

    Hari ini, 9 Agustus, tepat 125 tahun orang Jawa untuk kali pertamamenginjakkan kaki di Suriname, negara kecil di Amerika Selatan.Banak tantangan ang harus dihadapi !angsa Jawa ke depan.

    "aporan Arief Santosa , Suriname

    SEJARAH mencatat, orang-orang Jawa mulai dikirim ke Suriname pada 1890. Kelompok imigran

    Jawa pertama berjumlah 94 orang. Mereka dibawa dengan menggunakan kapal laut dalam perjalanan

    berbulan-bulan dan tiba di koloni Belanda itu pada 9 Agustus 1890.

    Kelompok itu direkrut De Nederlandsche Handel Maatschappij untuk dipekerjakan di perkebunan tebu

    dan pabrik gula Marienburg.

    Empat tahun kemudian perusahaan yang sama kembali mengirim 582 orang Jawa. Pada 1897

    pemerintah Hindia Belanda mengambil alih proses pengiriman imigran dari Indonesia itu. Hingga

    1939, jumlah orang-orang Jawa yang dibawa ke Suriname mencapai 32.956 orang dengan

    menggunakan 34 kali pengangkutan.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    2/17

    Orang-orang Jawa tersebut bekerja di perkebunan Belanda berdasar sistem kontrak. Dalam perjanjian,

    mereka mempunyai hak untuk pulang ke tanah air (repatriasi) bila masa kontraknya sudah habis. Maka,

    sejak 1890 hingga 1939, ada 8.120 orang yang memilih kembali ke Indonesia. Kemudian, pada 1947,

    gelombang kedua repatriasi membawa 1.700 orang, dan terakhir pada 1954 sebanyak 1.000 orang.

    Dengan demikian, total tak lebih dari 11 ribu orang Jawa yang memilih pulang ke tanah air. Sedangkan

    sebagian besar lainnya memutuskan untuk menetap di Suriname dan kemudian beranak pinak hingga

    generasi keempat sekarang ini.

    ”Mereka itulah nenek moyang kita. Karena itu, setiap tanggal 9 Agustus kita peringati sebagai The Day

    of Wong Jawa untuk menghormati para leluhur yang telah banyak berkorban. Dinggo pengeling-eling

    nek awak dewe isih wong Jawa (untuk pengingat bahwa kita masih orang Jawa),’’ ujar tokoh keturunan

    Jawa paling populer di Suriname, Paul Salam Somohardjo, ketika ditemui Jawa Pos di kantor pusat

    Partai Pertjajah Luhur, Paramaribo, Selasa (4/8).

    Paul Somohardjo adalah pendiri dan ketua umum partai orang Jawa terbesar di Suriname itu. Dia juga

    pernah membidani lahirnya Partai Pendawa Lima bersama Sahidi Rasaam, Rasiman, Muhammad

    Usman, dan Admin Adna. Namun, kepemimpinannya kemudian dikudeta anak-anak muda yang

    dimotori Raymond Sapoen pada 1997.

    Paul juga pernah menjadi menteri kesosialan dan perumahan pada 2000–2005. Ketika Pertjajah Luhur

    menang dalam Pemilu 2005, dia diangkat menjadi ketua parlemen. Puncaknya, pada 2010 Paul menjadi

    orang keturunan Jawa pertama yang maju menjadi calon presiden. Namun, dia gagal menyatukan

    partai-partai Jawa untuk mendukung dirinya. Akibatnya, dalam pemilihan presiden di parlemen, dia

    pun kalah.

    Menurut Paul, sudah saatnya orang Jawa meninggalkan paradigma lama sebagai bangsa terjajah. Sudah

    saatnya sekarang orang Jawa membangun Suriname. Sebab, hidup mati mereka ada di negara ini.

    ” Mulane, awak dewe ojo isin dadi wong Jawa. Ojo mung jenenge wae sing Jawa, tapi ora duwe rasa

    dadi wong Jawa (Maka, kita jangan malu jadi orang Jawa. Jangan hanya namanya yang Jawa, namun

    tidak punya rasa sebagai orang Jawa),” papar pria 72 tahun yang lebih separo hidupnya dihabiskan di

    dunia politik itu.

    Paul mengakui, orang Jawa masih sulit bisa memimpin negara karena Suriname adalah negara

    multietnis yang kalah-menang dalam pemungutan suara ditentukan banyak-sedikitnya warga. Sampai

    saat ini, jumlah penduduk keturunan Jawa masih nomor empat di bawah etnis Hindustan (India), Kreol

    (keturunan Afrika), serta keturunan Maroon (Negro alasan).

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    3/17

    Memang, belum ada data statistik akurat yang memastikan jumlah orang Jawa di Suriname sekarang.

    Namun, kata Paul, jumlahnya masih sekitar 15 persen atau 80 ribu di antara total penduduk Suriname

    yang berjumlah 530 ribu jiwa. Jumlah itu tak banyak berubah dalam sepuluh tahun terakhir.

    ” Mergane bocah-bocah saiki ora gelem duwe anak akeh. Paling-paling mung loro. Beda karo wong

    alasan (Maroon) sing duwe anak iso sampai 10, malah ono sing duwe 18 anak (Sebab, anak-anak

    sekarang tidak mau punya banyak anak. Paling-paling hanya dua. Berbeda dengan warga Maroon yang

    sampai punya 10, bahkan 18 anak),” ungkap bapak sebelas anak dari dua istri itu.

    Selain soal jumlah warga yang kalah bila dibandingkan dengan bangsa lain, bangsa Jawa belum mau

    menyatu, manunggal. Bangsa Jawa terpecah-pecah dalam banyak kepentingan. Baik dalam politik,

    keagamaan, maupun kemasyarakatan.

    ”Dalam riwayatnya, sejak masih menjadi buruh perkebunan, orang Jawa memang tidak pernah bersatu.

    Padahal, kalau mau bersatu, bangsa ini akan sangat kuat,” ucap Salimin Ardjooetomo, tokoh keturunan

    Jawa di Suriname yang aktif bergerak melalui pelestarian bahasa dan kesenian Jawa.

    Menurut catatan dia, pada Pemilu 2010 sebenarnya partai-partai Jawa yang selama ini terpecah-pecah

    sudah bisa bersatu. Mereka adalah Partai Pertjajah Luhur, Partai Pendawa Lima, Partai D-Selikur,

    NPLO (National Party voor Leaderschap en Outwikkeling), dan PPRS (Partij Pembangunan

    RakjatSuriname). Hanya KTPI (Kerukunan Tulada Pranatan Inggil) yang masih enggan bergabung.

    ’’Lantaran partai Jawa belum bulat menyatu, majunya Paul Somohardjo sebagai calon presiden

    pertama dari bangsa Jawa pun gagal total. Suara orang Jawa di parlemen kalah dengan suara bangsa

    lain,’’ kata Salimin.

    Pada Pemilu 2015 Mei lalu, lanjut Salimin, ketika Partai Pertjajah Luhur kembali hendak mengusung

    Raymond Sapoen sebagai calon presiden kedua dari keturunan Jawa, sebenarnya KTPI sudah berhasil

    didekati. Namun, menjelang hari bitingan (pemungutan suara) dilakukan, partai yang dipimpin Willy

    Sumita itu mendadak keluar dari koalisi partai Jawa. KTPI memilih bergabung dengan partai milik

    bangsa Maroon, ADOB. Partai Jawa pun kembali tidak mampu bersaing dengan partai bangsa lain.

    ”Sepertinya partai Jawa sengaja dipecah-pecah biar tidak menyatu dan besar. Sebab, kalau bersatu,

    orang Jawa pasti kuat,” tegas Salimin.

    Bila partai bersatu, yang dicita-citakan bangsa Jawa bisa dicapai. Yakni, terangkatnya martabat dan

    harga diri bangsa ini. Selama ini bangsa Jawa masih dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Bangsa

    Jawa masih sering dianggap ndeso, udik, kampungan, dan tradisional.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    4/17

    ”Ini tantangan bangsa Jawa. Bagaimana bisa bergerak menjadi bangsa yang modern tapi tetap menjaga

    adat istiadat, tradisi yang diwariskan nenek moyang. Seperti yang dilakukan bangsa Jepang. Mereka

    menjadi bangsa yang modern tapi tetap memelihara budaya warisan nenek moyangnya,” papar pria 65

    tahun itu.

    Keprihatinan juga disampaikan anggota parlemen Raymond Sapoen. Menurut dia, bangsa Jawa masih

    sulit memimpin negeri ini selama masih terpencar-pencar dan cakar-cakaran sendiri. Selain itu, partai-

    partai Jawa perlu direformasi agar tidak terkesan eksklusif, tertutup (untuk bangsa lain), dan

    antidemokrasi.

    ”Partai Jawa harus terbuka untuk bangsa lain. Harus nasionalis. Yang ada selama ini sangat eksklusif

    hanya untuk orang Jawa. Sehingga bagaimana bisa meraih suara banyak kalau hanya menggantungkan

    dari kalangan orang Jawa yang sudah dipecah-pecah di banyak partai,” kata mantan menteri pendidikan

    dan pembangunan wilayah itu.

    Pada Pemilu 2015, keturunan Jawa hanya diwakili sembilan orang di parlemen. Itu pun lima di antara

    mereka berada di partai pemerintah (Nationale Demokratische Partij/NDP). Sedangkan empat lainnya

    dari Partai Pertjajah Luhur. Padahal, untuk bisa memenangi pemilihan presiden di parlemen, minimal

    dibutuhkan 32 suara dari 52 anggota dewan.

    Dengan kenyataan seperti itu, Sapoen tidak bisa memperkirakan kapan bangsa Jawa bisa memimpin

    Suriname. Masih butuh waktu lama dan formula baru dalam kehidupan politik bangsa Jawa.

    ”Yang mendasar, partai Jawa harus mau mengubah platform politiknya dari partai tertutup menjadi

    partai nasional demokratis yang bisa menarik bangsa lain,” tandas sarjana hukum yang mengaku

    memiliki nenek moyang dari Banyumas, Jawa Tengah, tersebut.

    Sementara itu, Staf Bidang Politik Kedutaan Besar RI di Suriname Chairil Susena menilai, di tengah

    kompleksitas bangsa multietnis di Suriname, bangsa Jawa berada di persimpangan jalan. Di satu pihak,

    ada kalangan yang sudah berpikiran maju dan modern. Di pihak lain, banyak keturunan Jawa yang

    masih berpikiran tradisional.

    ”Hal ini berdampak hingga dalam kehidupan politik bangsa ini. Diperlukan kajian mendalam serta

    gerakan radikal agar bangsa Jawa bisa segera sejajar dengan bangsa lain di Suriname,” tuturnya.

    Yang turut memperlambat proses kemajuan bangsa Jawa di Suriname adalah enggannya anak-anak

    muda yang berpendidikan tinggi untuk mengabdi di negara sendiri. Mereka memilih ke luar negeri

    untuk merintis karir yang konon lebih menjanjikan.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    5/17

    ”Selulus SMA, biasanya anak-anak cerdas itu memilih kuliah ke Belanda, Amerika, atau Kanada.

    Mereka jarang yang mau kembali. Mereka baru pulang ke Suriname setelah pensiun atau bila sedang

    vakansi (liburan),” bebernya.

    ”Bagi mereka, Suriname itu bukan untuk meniti karir, tapi untuk menikmati hidup,” tambahnya.

    Padahal, kata Chas –panggilan alumnus Hubungan Internasional UGM itu– di Suriname orang

    gampang mencari uang. Hanya, kalau tidak hati-hati, gampang pula menghabiskannya. Terutama untuk 

    biaya kelakuan (foya-foya).

    Misalnya, di Suriname kini ada sedikitnya 26 kasino yang tersebar di kota-kota besar. Belum termasuk

    yang kecil-kecil dan tidak jelas izinnya. ”Untuk ukuran negara dengan jumlah penduduk sekecil ini

    (530 ribu jiwa), jumlah kasino sebanyak itu jadi kelihatan luar biasa,” terangnya.

    Belum lagi tempat-tempat mesum yang diiklankan secara bebas dan terbuka di koran-koran. Bagi para

    pemilik modal, itu kesempatan untuk mencuci uang sekaligus mengeruk untung. Sedangkan bagi yang

    ingin bersenang-senang, Suriname memberi tempatnya.

    ”Di sini semua itu dianggap wajar, normal-normal saja. Belum ada ketentuan yang tegas mengaturnya.

    Jadi, ya kita sendiri yang pandai-pandai mengeremnya,” tandas Chas. (*/c10)

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    6/17

    Keturunan 'Wong Jawa' di

    Suriname Jadi Dokter HinggaCapres

    Raymond bercerita, di negaranya warga keturunan Indonesia berperan sangat penting. Bekerja sebagai

    polisi hingga dokter.

    Keterangan tersebut disampaikan Raymond ketika menjawab pertanyaan dari beberapa warga

    Indonesia melalui Facebook BBC Indonesia.

    "Walaupun faktanya warga keturunan Indonesia di Suriname terdiri dari 15% (dari total 500.000 jiwa

    penduduk), kami sangat terwakili dari semua lapisan masyarakat," ucap Raymond yang pernyataannya

    dikutip dari BBC , Sabtu (21/3/2015).

    "Mulai dari dokter, guru, polisi, pengusaha, politik, mereka yang bergerak di industri serta finansial,"

    kata Raymond.

    Meski mengakui kebanyakan warga keturunan Indonesia di Suriname berasal dari Jawa, Raymond

    mengatakan ada juga warga keturunan berasal dari daerah lain di tanah air. Seperti Sumatera.

    "Ada beberapa imigran dari Sumatra namun saya harus mencari tahu lebih lanjut," tutur Raymond.

    Raymond Sapoen merupakan warga Suriname keturunan Banyumas, Jawa Tengah. Dalam satu

    kesempatan dia pun menegaskan dirinya siap maju jadi orang nomor satu di negara yang juga dijajah

    Belanda ini.

    "Aku tinggal di Suriname, anakku telu, lanang.... Aku arep dadi presiden Republik Suriname, partaiku

     jenengane Pertjaja Luhur  (anak saya tiga, saya mencalonkan diri jadi presiden dari Partai Pertjaja

    Luhur)," kata Raymond.

    http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2015/03/150224_trensosial_sapoen_facebookhttp://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2015/03/150224_trensosial_sapoen_facebook

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    7/17

    Walaupun sudah tiga generasi tinggal di Suriname, ia mengaku tetap menggunakan bahasa Jawa

    dengan orang tua dan juga anak-anaknya.

    "Kami tidak menggunakan bahasa Indonesia, namun bahasa Jawa. Orang tua saya bicara bahasa Jawa.

    Anak-anak saya dalam pendidikannya menggunakan bahasa Belanda, namun di rumah kami berbahasa

    Jawa.”

    "Ini budaya kami, kebiasaan kami, dan kami harus merangkulnya karena bagian dari identitas kami,”

    katanya lagi.

    Raymond sebelumnya pernah menjabat menteri perdagangan dan industri dari 2012 sampai akhir 2014

    dan menjadi menteri pendidikan pada 2010 dan 2012. Saat ini, Raymond Sapoen merupakan kaderpartai oposisi, Partai Pertjaja Luhur dan tengah berkampanye untuk Pemilihan Presiden Suriname yang

    bakal dilangsungkan pada tanggal 25 Mei mendatang.

    Informasi soal Raymond terkait asal usul keturunan asal Banyumas pertama kali dilontarkan oleh

    seorang warga keturunan Belanda yang kini bermukim di Desa Karangbanjar, Purbalingga, Arie

    Grobbee.

    Dia menuturkan, kakek buyut Raymond Sapoen diduga berasal dari Desa Kanding di Banyumas, Jawa

    Tengah. Hal itu ia ketahui setelah menghubungi seorang temannya di Belanda, August de Man, begitu

    melihat ada kata 'Sapoen' pada Raymond Sapoen, beberapa waktu lalu.

    "Teman saya memberikan data mengenai siapa jati diri Sapoen beserta fotonya. Saya kaget, ternyatadari data arsip yang dimiliki Pemerintah Belanda tersebut, Sapoen berasal dari Desa Kanding,

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    8/17

    Banyumas. Data tersebut menyebutkan bahwa Sapoen berangkat dari Batavia pada 1928 ke Suriname.

    Waktu itu, tempat yang dituju adalah Paramaribo," jelasnya.

    Pada data di situs Arsip Nasional Belanda yang ditelusuri BBC, ditemukan nama Sapoen dalam daftar

    warga Hindia Belanda yang dikirim pemerintah kolonial Belanda keSuriname.

    Dalam daftar tersebut dijelaskan bahwa Sapoen diberangkatkan ke Paramaribo pada 30 Juni 1928menggunakan kapal bernama Merauke II. Asal Sapoen dari Desa Kanding, Banyumas juga disebutkan.

    Dari data arsip pemerintahan Belanda, sepanjang 1920-1928 ada sebanyak 2.665 warga di Karesidenan

    Banyumas yang berangkat ke Suriname. Mereka dipekerjakan oleh Belanda di sektor pertanian dan

    perkebunan.(Ger/Ein)

    http://news.liputan6.com/read/2177410/capres-suriname-keturunan-jawa-lidah-saya-tetap-indonesiahttp://news.liputan6.com/read/2177410/capres-suriname-keturunan-jawa-lidah-saya-tetap-indonesia

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    9/17

    Mengenal Suriname, Negara

     yang Memiliki Penduduk

    Keturunan Jawa

    Apa yang terbesit dalam benak kamu jika mendengar kata Suriname? Bagi travelers yang familiar,

    pasti yang kamu ingat adalah Jawa. Lho, kok? Ya, negara bekas jajahan Belanda ini memang kental

    dengan suku Jawa-nya. Kenapa bisa ya?

    Republik Suriname, dulu bernama Guyana Belanda atau Guiana Belanda adalah sebuah negara di

    Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda. Negara ini berbatasan dengan Guyana Prancis

    di timur dan Guyana di barat. Di selatan berbatasan dengan Brasil dan di utara dengan Samudera

    Atlantik.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    10/17

    Bendera Resmi Suriname

    Berdasarkan sensus tahun 2004, sebanyak 16,4 persen berasal dari pulau Jawa. Sementara keturunan

    Hindu masih mendominasi masyarakat Suriname (27,4%), diikuti Kreol (17,7%), Bushnengro dan

    Marun (14,7%) dan kelompok lain seperti Cina, India, Lebanon dan Brasil.

    Lalu, bagaimana suku Jawa bisa jauh-jauh menetap di Suriname?

    Keberadaan suku Jawa di Suriname diyakini sudah ada sejak akhir abad ke-19, yang angkatan

    pertamanya dibawa oleh kolonis Belanda dari Indonesia. Sebagian keturunan mereka kini ada yang

    nenetap di Belanda, namun sampai sekarang bahasa Jawa tidak pernah hilang.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    11/17

    Penduduk Jawa tiba di Suriname

    Berakhirnya sistem perbudakan di Belanda pada 1863 membawa konsekuensi hilangnya sebagian besar

    pekerja pada perkebunan-perkebunan di wilayah jajahannya. Guna mengatasi masalah ini, pemerintah

    Belanda memboyong kuli-kuli angkut bergaji sangat murah dari wilayah jajahannya yang lain,

    termasuk dari Pulau Jawa untuk di bawa ke wilayah jajahan lainnya di Suriname. Prins Willem II

    adalah kapal pertama yang diberangkatkan ke Suriname dengan mengangkut 44 orang Jawa dan tiba

    pada pada 9 Agustus 1890.

    Setelah Indonesia merdeka, banyak orang Jawa di Suriname kembali ke Tanah Air, tapi tidak sedikit

    pula yang memilih tetap di sana.

    Kemudian, pada tahun 1975 saat Suriname merdeka dari Belanda, orang-orang yang termasuk orang

    Jawa diberi pilihan, tetap di Suriname atau ikut pindah ke Belanda. Banyak orang Jawa akhirnya

    pindah ke Belanda, dan lainnya tetap di Suriname.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    12/17

    Foto Klasik Keluarga Jawa di Suriname

    Terdapat keunikan dari orang Jawa Suriname ini. Mereka dilarang menikah dengan anak cucu orang

    sekapal atau satu kerabat. Orang sekapal yang dibawa ke Suriname sudah dianggap seperti saudara

    sendiri dan anak cucunya dilarang saling menikah.

    Nah, itu sekilas sejarah tentang Suriname, travelers. Jadi kalau nanti kamu berkesempatan

    mengunjungi Suriname, jangan kaget kalau masyarakatnya tampak seperti orang Indonesia, khususnya

    Jawa.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    13/17

    u!unya Orang NegroSuriname "er#ahasa Jawa

    Ternyata sebaran pemakai bahasa Jawa sehari-hari tidak hanya di pulau Jawa saja tetapi sudah

    mencapai lintas benua dan lintas etnis. Buktinya salah seorang etnis Kreol (Negro Suriname) sangat

    fasih berbahasa Jawa, mengalahkan cara berbahasa Jawa orang Indonesia non Jawa yang tinggal di

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    14/17

    pulau Jawa. Negara Republik Suriname yang luasnya 163.270 KM2 hampir seluas pulau Sulawesi

    dengan populasi penduduk hampir 500 ribu jiwa itu terdiri dari multi etnis, diantaranya etnis Jawa =

    15-20%.

    Meskipun orang Jawa di sana minoritas tetapi bahasa Jawa berpengaruh terhadap etnis non Jawa

    bahkan non Indonesia untuk mempelajari dan menggunakan sebagai ucapan sehari-hari. Ini bertolakbelakang dengan orang Jawa sendiri yang tersebar di beberapa pulau di luar Jawa terutama pada anak-

    anak keturunannya yang sepertinya enggan menggunakan bahasa leluhur mereka. Orang Jawa

    Suriname yang hampir tidak pernah berinteraksi dengan kerabat dan leluhurnya di Indonesia,

    penggunaan bahasa Jawa sehari-hari di sana berkembang apa adanya, bahkan di kalangan mereka tidak

    tahu sama sekali bahasa Indonesia, itu dikarenakan pada saat migrasi mereka ke benua Amerika itu

    sekitar 120 tahun yang lalu, bahasa Indonesia belum dikenal luas di tanah Jawa, hanya dipakai oleh

    kalangan terbatas.

    Migrasi orang Jawa ke Suriname hampir bersamaan dengan perpindahan penduduk secara besar-

    besaran dari Jawa ke tanah Deli. Mereka bilang tanah Deli karena dulu tahunya hanya Deli, Sumatera

    belum dikenal saat itu oleh penduduk pulau Jawa. Ini yang banyak melahirkan Pujakesuma (putra Jawa

    kelahiran Sumatera) di sekitaran Kisaran Kabupaten Asahan, mereka yang pada masa itu dikontrakoleh Pemerintah India Belanda menjadi pekerja perkebunan tembakau di tanah Deli dan seterusnya

    menetap di sana, tidak kembali ke tanah Jawa. sumber : dutchinmotion.blogspot Dengan adanya

    gejolak politik di Suriname pada tahun 1981, maka banyak warga Suriname asal Indonesia yang pindah

    ke negeri Belanda.

    Diantaranya anak keturunan mereka ada yang menjadi juara dunia perenang perempuan yang mewakili

    Belanda yaitu Ranomi Kromowidjojo. Bahkan sekarang orang Jawa di Suriname sudah banyak yang

    menjadi menteri dan duta besar mewakili pemerintahnya, termasuk duta besar Suriname di Indonesia

    berasal dari etnis Jawa.

    Menyelam Lebih Jauh KeunikanNama Jawa di Suriname

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    15/17

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    16/17

    Suriname merupakan sebuah Negara Republik yang terletak di Benua Amerika, lebih tepatnya di

    bagian Timur Laut Amerika Selatan. Suriname berbatasan dengan Guyana Perancis di Timur dan

    Guyana di Barat, sedangkan di selatan, Suriname berbatasan dengan Brasil dan diselatannya terdapat

    Samudra Atlantik, tentu di Benua Amerika tepatnya Amerika Selatan. Suriname beribukota di

    Paramaribo. Wilayah Republik Suriname berbentuk segi empat dengan panjang sekitar 400 km dan

    lebar juga sekitar 400 km. Pada mulanya, Suriname memiliki nama Guyana Belanda karena

    merupakan negara bekas jajahan Belanda. Namun pada 25 November 1975, negara ini

    memproklamasikan kemerdekaannya dari Belanda berganti nama menjadi Suriname.

    Berdasarkan sensus penduduk 2004, Suriname dengan luas 160.273 km2 ini memiliki penduduk

    berjumlah 497.024 jiwa, dengan kepadatan penduduk 3 orang/km2 dan terbagi dalam 10 distrik.

    Negara Republik Suriname dipimpin oleh seorang Presiden.

    Sekitar 80% daratan di Suriname masih berupa hutan belukar dan belum terjamah oleh tangan-tangan

    manusia, menjadikan negara ini kaya akan ragam flora dan faunanya. Daratan Suriname terbagi dalam

    tiga bagian yaitu: daerah pesisir pantai, daerah savana dan daratan tinggi. Suriname memiliki iklimyang sama seperti Indonesia, yaitu iklim tropis. Hal ini disebabkan karena lokasinya sama-sama berada

    disekitar Garis Khatulistiwa. Beda waktu antara Jakarta dengan Paramaribo 10 jam.

    Banyaknya orang Indonesia, terutama orang Jawa, yang dibuang ke Suriname pada masa penjajahan

    Belanda, menjadikan mayoritas warga di Suriname adalah orang Jawa. Hingga saat ini, bahasa Jawa

    “ngoko” masih dipergunakan terutama oleh para orangtua dan kalangan terbatas, khususnya di “Distrik 

    orang-orang Jawa”. Bahasa India juga masih digunakan dikalangan orang-orang India. Namun yang

    menjadi bahasa nasional di Suriname bukanlah bahasa Jawa, melainkan bahasa Belanda. Selain itu,

    bahasa lain yang digunakan sebagai bahasa nasinal kedua adalah Sranangtongo atau Taki-Taki. Bahasa

    ini digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari dan dimengerti oleh mereka yang berasal dan dilahirkan

    di Suriname.

    Oleh karena banyak orang Jawa yang menetap di Suriname, kebudayaan yang ada pun tak jauh dari

    kebudayaan Jawa. Misalnya saja penggunaan nama jalan yang menggunakan nama Jawa, seperti

    Wagiran Weg (weg artinya jalan), Sastroredjo Weg, Purwodadi Weg, Sidodadi Weg yang semuanya

    merujuk pada nama orang maupun tempat di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Terdapat pula

    masakan Jawa dengan nama Jawa yang tidak diubah, misalnya saja Petjel (pecel), Saoto (soto), Tjenil

    (cenil, yakni salah satu jenis jajanan pasar), Lontong Djangan (lontong sayur), Bami (bakmi), Ketan,

    Guleh (gule).

    Satu hal unik yang masih ada di Suriname adalah penggunaan nama belakang Jawa. Meskipun namadepan mereka menggunakan nama barat, namaun nama belakang yang digunakan masih sangat kental

    dengan nama-nama Jawa, misalnya saja Soeroto, Somohardjo, Sonomedjo, Kartoredjo, Wirjo, dan

    masih banyak yang lainnya. Uniknya lagi, nama-nama Jawa tersebut masih ditulis dengan

    menggunakan EYD lama. Baik orang dewasa maupun remaja, masih menggunakan nama Jawa

    tersebut. Berikut nama-nama orang Suriname yang telah penulis temukan melalui pencarian di media

    social Facebook.

  • 8/20/2019 Anselmus Rico XIIA4 - Tugas Sejarah

    17/17

    Tampak nama Jawa seperti Somoharjdo dan Sonomedjo dengan ejaan EYD lama

    Sulit membayangkan di negara Suriname masih terdapat budaya Jawa yang sangat kental, bahkan

    penggunaan nama juga masih menggunakan nama Jawa. Lantas, bagaimana dengan budaya Jawa yang

    terdapat di Indonesia?