Ansar Salihin - Info Seni, Sastra, Budaya, dan Pendidikan · masyarakat di daerah Gayo ......
-
Upload
phungxuyen -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
Transcript of Ansar Salihin - Info Seni, Sastra, Budaya, dan Pendidikan · masyarakat di daerah Gayo ......
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
1
MOTIF EMUN BERANGKAT DALAM PENCIPTAAN SENI KRIYA
NILAI TRADISI DAN EKSPRESI
Ansar Salihin
Mahasiswa Jurusan Seni Kriya Fakultas Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Padangpanjang
Abstrak: Motif Emun Berangkat adalah salah satu warisan budaya
masyarakat di daerah Gayo (Aceh). Motif ini merupakan salah satu dari
motif kerawang Gayo, bagi masyarakat Gayo produk budaya ini memiliki
peran dan fungsi yang sangat besar dalam sejarah perkembangan
peradaban Gayo. Karena motif Emun Berangkat selain dapat dinikmati
sebagai hasil sebuah karya seni juga mengandung makna filosofi dan
penggambaran budaya Gayo itu sendiri. Sebagai karya seni tradisi motif
Emum Berangkat perlu dilestarikan dan kembangkan, agar tidak
mengalami kepunahan. Salah satu cara pengembangannya adalah
mengangkat karya tersebut sebagai ide penciptaan karya seni. Penciptaan
karya ini berlandaskan kepada nilai budaya tradisi yang dikembangkan
secara global dengan konsep utama ekspresi motif Emun Berangkat dalam
Kriya kayu baik karya ekspresi estetis maupun karya seni ekspresi
fungsional.
Kata Kunci: Motif Emun Berangkat, Ekspresi, Kriya Kayu
Motif Emun Berangkat As Idea Creation of Woodcraft
Functional and Aesthetic Ekpresi
Abstract: Motif Emun Berangkat is one of the cultural heritage of society
in Gayo area (Aceh). This motif represent one of the motif Kerawang
Gayo, to this cultural Gayo product society have very big function and
role in growth history civilization of Gayo. Because motif Emun Berangkat
besides can enjoy as result a Art Work also contain philosophy meaning
and cultural depiction of Itself Gayo. As motif Emum Berangkat tradition
art work require to preserve and develop, in order not to experience of
destruction. One of the way of its development is to lift the masterpiece
mentioned as idea creation of art work. Creation of this Masterpiece have
of base to to cultural value of developed tradition globally with especial
concept of motif Emun Berangkat expression in good woodcraft of
aesthetic expression masterpiece and also functional expression swan
song.
Keyword: Motif Emun Berangkat, Expression, Woodcraft.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
2
LATAR BELAKANG
Kesenian merupakan produk budaya suatu bangsa, semakin tinggi nilai kesenian suatu
bangsa, semakin tinggi nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Kesenian sebagai
ungkapan kreativitas manusia akan tumbuh dan hidup apabila masyarakat tetap memelihara.
Selain itu juga masyarakat harus memberi peluang bergerak, serta menularkan sekaligus
mengembangkan untuk menciptakan suatu kreasi baru.
Motif Emun Berangkat adalah salah satu warisan budaya masyarakat di daerah Gayo
(Aceh). Motif ini merupakan salah satu dari motif kerawang Gayo, bagi masyarakat Gayo
produk budaya ini memiliki peran dan fungsi yang sangat besar dalam sejarah perkembangan
peradaban Gayo. Karena motif Emun Berangkat menunjukan nilai identitas budaya Gayo.
Menurut Sudarjo motif adalah pokok dari suatu ide dalam karya seni. Hubungan
dengan kedudukan ornamen, maka motif merupakan bentuk pokok yang diolah dengan cara
menyusun dalam berbagai variasi, sehingga menghasilkan satu pola. Sedangkan menurut
Dalidjo motif merupakan bentuk-bentuk nyata yang dipakai sebagai titik tolak dalam
menciptakan ornamen. (Zainal, 2002:14)
Menurut Iwan Gayo dalam Ensiklopedia Aceh Kerawang adalah ragam hias
masyarakat Gayo berupa motif-motif, pola atau corak yang ditampilkan pada pakaian atau
untuk memperindah bentuk bangunan, motifnya terdiri dari Ulen-Ulen (Bulan), Tei Kukur
(Kotoran Burung), Emun Berangkat (Awan Berarak), Pucuk Ni Tuis (Pucuk Rebung) dan
lain-lain (1988: 1250)
Motif Emun Berangkat yaitu motif geometrik yang merupakan lingkaran memusat
dengan berbagai ragam hias. Motif Emun Berangkat (awan yang berarak) adalah lambang
ketinggian cita-cita dengan harapan bahwa manusia akan mampu mengarungi cobaan hidup
di dunia ini (Syukri-Kompas: 2012)
Berdasarkan latar belakang di atas, motif Emun Berangkat dapat dijadikan sebagai ide
penciptaan karya seni dalam bentuk ekspresi kriya kayu. Alasannya motif Emun Berangkat
sebagai produk budaya, selain memiliki nilai estetika juga memiliki bentuk yang menarik,
serta memilki nilai filosofis yang tinggi. Penciptaan karya seni bersumber dari produk budaya
tradisi, kemudian diterapkan dalam bentuk ekspresi karya seni kriya, tentunya sudah
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
3
mengalami perubahan. Perubahan tersebut baik sebagian maupun keseluruhan, tujuannya
adalah mengembangkan karya seni bersifat tradisional menuju ke arah karya kontenporer.
PEMBAHASAN
Kriya merupakan salah cabang seni rupa, penenpatannya lebih kepada karya terapan.
Karya seni kriya selain memiliki nilai fungsional juga memiliki fungsi estetis. Awalnya kriya
sebatas karya kerajinan tangan saja yang dapat dimanfaatkan nilai gunanya. Seperti peratan
rumah tangga, peratan perkebunan, pembangunan dan sebagainya. Namun perkembangannya
pemahaman kriya bukan hanya sebatas nilai gunanya saja, akan tetapi sudah menuju kepada
nilai-nilai keindahan.
Seodarso (2006:107) menguraikan bahwa; seni kriya merupakan warisan seni budaya
yang adi luhung, yang pada zaman kerajaan di Jawa mendapat tempat lebih tinggi dari
kerajinan. Seni kriya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan dan masyarakat elit sedangkan
kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula alit, yakni masyarakat yang hidup di
luar tembok keraton.
Berdasarkan penjelasan di atas karya seni kriya pada dasarnya mengacu kepada
karya-karya fungsional yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seni kriya dipandang
sebagai seni yang unik dan berkualitas tinggi karena didukung oleh craftmanship yang tinggi.
Seni kriya bukanlah karya yang dibuat dengan intensitas rajin semata, di dalamnya
terkandung nilai keindahan (estetika) dan juga kualitas skill yang tinggi.
Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan dan pemikir-pemikir seni terutama di
kalangan seniman. Sepertinya seni kriya tidak hanya dipandang sebagai karya yang funsional,
kriyawan-kriyawan ingin membuat sesuatu yang baru. Sehingga karya kriya bukan hanya
berfungsi sebagai nilai guna, namun kriya difungsikan juga sebagai karya ekpresi.
Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan
berkarakteristik yang di dalamnya terkandung muatan nilai estetik, simbolik, filosofis, dan
fungsional, serta grawit dalam pembuatannya. Adapun Kriya dalam konteks masa kini
memberikan pengertian yang berbeda dari pemaknaan kriya masa lampau. Perbedaan ini lahir
karena adanya perbedaan motivasi yang melatarbelakangi lahirnya kembali istilah kriya
(Gustami, 1992: 71 dalam Sriyoga, 2009)
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
4
Kemudian ditegasakan oleh Soedarso (2006: 112) Istilah baru yaitu Kriya Seni
merupakan obsesi para kriyawan menggunakan kreativitasnya untuk menciptakan sesuatu
yang baru yang lain daripada apa yang biasa mereka lakukan. Kriya seni tidak harus
diterjemahkan sebagai seni kriya yang dalam hal objeknya mirip dengan seni murni, atau
menjadikan karya seni murni seperti lukis diterapkan ke dalam relip kayu.
Membuat karya kriya seni tidak hanya memandang keterampilan dan keahlian, namun
sudah mulai masuk ke tahap ekspresi sebuah karya. Nilai estetik merupakan unsur utama
dalam penciptaannya, sehingga keindahan lebih diutamakan daripada pada nilai gunanya.
Walaupun demikian ekspresi dalam sebuah karya seni tidak pernah lepas dari teknik dan
proses pengerjaanya.
Meskipun seni kriya sudah mulai mengacu kepada karya-karya ekspresi dengan
tujuan meningkatkan kepuasan batin dan melahirkan nilai-nilai estetika dalam karya seni
Kriya. Untuk menjaga eksentesi Kriya itu senidiri, dan tidak menghilangkan fungsi utamanya
yaitu nilai guna maka kedua unsur tersebut digabungkan dalam satu karya. Istilah ini sering
disebut dengan karya seni fungsional estetis atau karya fungsional yang diekpresikan. Karya
tersebut selain sebagai karya ekspresi juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kajian Sumber Penciptaan
Sumber ide dalam mewujudkan karya seni dapat diambil dari beberapa aspek.
misalnya mengangkat karya seni yang sudah ada atau karya seni masa lampau, dan
karya seni yang belum pernah diciptakan. Mewujudkan kembali karya seni masa
lampau bukan berarti mewujudkan karya serupa, akan tetapi mengangkat nilai-nilai
yang terkandung di dalam karya tersebut. Tentunya dalam menemukan ide dan
mewujudkan karya perlu pengkajian secara mendalam mengenai sumber ide. Adapun
kajian sumber yang dilakukan dengan cara studi lapangan yaitu oservasi langsung ke
tempat yang menjadi objek ide penciptaan kemudian studi pustaka sebagai referensi
penciptaan karya seni secara ilimaih.
Seni sebagai ekspresi merupakan hasil ungkapan batin seorang seniman yang
terbabar dalam karya seni lewat medium dan alat. Pada saat seseorang sedang
mengekspresikan emosinya. (Kartika, 2004:6). Sedangkan menurut Wulllur dalam
Alex Sabur, (2003: 424) Melukiskan Ekpresi sebagai “pernyataan batin seseorang
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
5
dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekspresi itu selalu
tumbuh karena dorongan akan menjelmakan peranan atau buah pikiran”.
Begitu juga halnya dengan motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya kayu,
mewujudkan nilai-nilai motif Emun Berangkat ke dalam karya seni dengan media
kayu. Konteksnya nilai motif Emun Berangkat merupakan sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukan kualitas. Bagi manusia sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia baik secara religi maupun secara
karya seni.
Motif Emun Berangkat (awan berarak) merupakan motif yang berbentuk
geometrik dengan lingkaran memusat, memanjang, dan bersambung secara berulang.
Jika diamati bentuk pengulangan tersebut tampak seperti deretan gunung dan
perbukitan yang terdiri dari lembah dan ngarai, merupakan penggambaran bukit
barisan sesuai dengan alam Gayo (Zainal, 2002: 44)
Secara universal bentuk motif Emun Berangkat sama dengan motif Kaluak
Paku di Sumatera Barat. Motif Kaluak Paku bentuknya diambil dari tumbuhan paku
melengkung dan menuju satu pusat lingkaran. Begitu juga dengan motif Emun
Berangkat, bentuknya melengkung menuju ke satu titik pusat lingkaran.
Bentuk Dasar Motif Emun Berangkat
Bentuk Motif Emun Berangkat
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
6
Ada beberapa unsur bentuk yang terdapat dalam motif Emun Berangkat,
diantaranya garis lengkung diibaratkan sebagai batang tumbuhan yang menjalar atau
induk dari sebuah tumbuh-tumbuhan. Kemudian daun yang berbentuk tajam seperti
ujung Rencong, daun terdiri dari dua sampai dengan lima pada setiap motif sebagai
penguat garis lengkung agar tidak kaku, selain itu juga daun ini menggambarkan
awan yang bergerak yang dihembuskan angin. Seterusnya bunga kapas yang muncul
satu sampai tiga buah setiap sudut-sudut tertentu dalam motif tersebut. Bunga kapas
merupakan salah satu bagian dari motif Kerawang Gayo selain mtif Emun Berangkat
Kemudian ada yang mengasumsikan motif Emun Berangkat ini seperti irama
gerakan angin yang sedang bergerak menuju satu arah atau satu titik. Menurut tokoh
Gayo Aman Rus (dalam Skripsi Zainal: 45) Motif Emun Berangkat lebih erat
kaitannya dengan suatu musim di daearah Gayo, yang dikenal dengan musim Depik
(Ikan Depik). Musim ini ditandai dengan keluar ikan Depik dari dasar Danau Laut
Tawar banyak sekali, malahan adanya yang menangkapanya berkunye-kunye (satu
Kunye: 1000 Liter). Pada musim ini awan berarak dari arah Barat ke arah Timur
bergumpal-gumpal menuju kesatu arah disertai tiupan angin dan gerimis sepanjang
hari, awan ini mempengaruhi masyarakat Gayo merasa haru dituangkan ke dalam
karya seni yaitu motif Emun Berangkat.
Motif Emun Berangkat bukan sekadar pola hiasan pada sebuah benda, tetapi
ia merupakan warisan budaya nenek moyang masyarakat Gayo yang sangat erat
hubungan dengan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut diantaranya nilai budaya, nilai
identitas, dan nilai filosofis.
Secara nilai budaya motif Emun Berangkat sebagai salah satu motif
Kerawang Gayo memiliki peranan penting dalam budaya Gayo. Oleh karena itu,
keberadaan motif Emun Berangkat merupakan ekspresi dari keyakinan masyarakat
Gayo dalam menunjukkan eksistensi kebudayaan mereka. Sedangkan nilai identitas
motif Emun Berangkat memiliki bentuk dan ragam hias yang khas dan unik. Dengan
menyebut kata motif Emun Berangkat atau motif Kerawang Gayo pada umumnya
sudah tentu akan memberikan identitas budaya bagi masyarakat Gayo.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
7
Kemudian secara filosofis motif Emun Berangkat memiliki makna
kebersamaan, seia-sekata, dan kerukunan. Hal ini dapat dilihat dari bentuknya yang
saling menyatu antara motif yang satu dengan motif yang lain. Tidak ada ruang
pemisah antara lengkungan dan daun serta bunga. Walaupun terjadi beberapa kali
pengulangan motif yang sama, mungkin ada sebagian ukurannya kecil sedang sampai
kepada ukuran terbesar, akan tetapi motifnya tetap saling menyatu.
Begitulah gambaran sistem kemasyarakat Gayo itu sendiri, kebersamaan
merupakan nilai yang terpenting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana
pepatah Gayo mengatakan “Pantas berule lemem bertona” (sepapah sepupuh, senasip
sepenanggungan). Hidup seperti satu keluarga, saling menolong, peduli sesama, dan
saling-sehat menasehati.
Berdasarkan bentuk, filosofis dan nilai–nilai yang terkadung di dalam motif
Emun Berangkat, maka lahirlah ide-ide yang baru untuk menciptakan sebuah karya
seni dengan bentuk dan kreasi baru. Wujud karya diciptakan berbeda dengan wujud
aslinya, begitu juga dengan nilai dilahirkan dalam karya tersebut sudah mengalami
pembaharuan. Walaupun demikian bentuk dan makna sebenarnya tetap diwujudkan
sebagai roh dalam karya seni. Baik dipandang secara historis, sosial, budaya, politik,
ekonomi dan sebagainya. Hal yang demikian akan dijadikan sebagai konsep
penciptaan karya, baik karya fungsional atau karya seni ekspresi estetis. Namun yang
paling mendasar adalah ide penciptaan karya seni ini berangkat dari bentuk, nilai, dan
filosofis motif Emun Berangkat.
Landasan dan Konsep Penciptaan
Karya seni lahir pada dasarnya beranjak dari nilai budaya yang sudah ada dan
realitas sosial. Pengalaman pribadi yang terjadi sehari-hari baik secara sadar maupun
secara tidak sadar dapat menjadi ide dalam penciptaan. Banyak orang yang tidak
menyadari hal tersebut, karena kurangnya kepedulian dan kepekaan terhadap
lingkungan.
Seperti yang dikatakan Gustami (2006: 123) Suatu karya seni memiliki
kekuatan untuk menyampaikan pesan kehidupan, yang biasa tersimpan di balik wujud
fisiknya. Telah dikemukakan, karya seni yang hidup adalah karya seni yang memiliki
kekuatan berdialog dengan penikmatnya, bisa membangkitkan komunikasi, bisa
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
8
mendendangkan cerita visi dan misi yang diembannya, sungguh dialog itu adalah
komunikasi antara kriyawan dengan penikmatnya.
Monroe Beardsley mangatakan, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi
dalam menciptakan karya seni, agar karya tersebut dapat dikatakan indah. Unsur
tersebut adalah 1. Unity (Kesatuan), 2. Comlexity (kerumitan, kompleksitas) dan 3.
Intensty (kesungguhan/ intensitas) (Kartika, 2004: 148).
Berdasarkan dua pendapat di atas, landasan penciptaan karya seni didasarkan
atas dua unsur penting yang menjadi satu kesatuan. Unsur tersebut adalah karya seni
harus memiliki nilai-nilai keindahan juga bagaimana masyarakat menikmatinya.
Sehingga perpaduan nilai estetika dengan fenomena sosial akan menyatu dalam satu
kesatuan yang utuh dalam ekspresi kriya kayu dengan sumber ide motif Emun
Berangkat.
Konsep penerapan motif Emun Berangkat dalam ekspresi kriya kayu lahir
dalam bentuk-bentuk simbol-simbol. Karya tersebut telah mengalami perubahan
bentuk baik secara keseluruhan maupun sebagian. Tujuan perubahan karya tersebut
adalah untuk mewujudkan karya yang bersifat ekspresi. Sehingga nilai dan pesan
yang disampaikan kepada masyarakat tidak lagi nilai tunggal, akan tetapi sudah
menjadi nilai majemuk. Artinya meskipun pengangkatannya dalam nilai budaya
Gayo, pesan yang disampaikan bukan lagi sebagai nilai budaya Gayo secara tunggal.
Akan tetapi, nilai-nilai budaya secara global. Sehingga seluruh kalangan masyarakat
dapat menikmati nilai estetika dan pesan moral yang disampaikan.
Menurut Sausure simbol adalah satu tanda bentuk tanda yag semu natural,
yang tidak sepenuhnya arbirter (terbentuk begitu saja), atau termotivasi. Sedangkan
menurut peirce sebuah tanda berdasarkan konvesi. (Susanto, 2002: 104).
Simbol motif Emun Berangkat bagi masyarakat Gayo adalah sebuah warisan
tradisi berupa karya seni rupa yang melambangkan kebersamaan, dan kerukunan. Hal
ini didasarkan kepada penerapannya pada sebuah benda tertentu. Perwujudan motif
Emun Berangkat dalam karya seni, bukan saja mewujudkan sebatas simbol motif
Emun Berangkat. Namun penerapkan simbol-simbol budaya Gayo dalam konteks
global atau penandaan secara umum.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
9
Ekspresi dalam karya seni berangkat dari nilai dan bentuk yang terdapat dalam
sumber ide penciptaan. Karya tidak sama lagi dengan bentuk sumbernya atau bentuk
aslinya. Begitu juga dengan nilai yang terkandung di dalamnya sudah mengalami
perubahan, akan tetapi tidak secara keseluruhan. Perubahan tersebut dalam ilmu seni
rupa sering disebut dengan deformasi.
Deformasi adalah perubahan bentuk yang sangat kuat/besar sehingga kadang-
kadang tidak ada lagi berwujud figur semula atau sebenarnya. Sehingga hal ini dapat
memunculkan figur/karakter baru yang lain dari sebelumnya (Susanto, 2002: 104)
Melalui definisi tersebut mewujudkan bentuk karya hanya mewakili dari
bentuk motif Emun Berangkat yang asli saja. Sehingga karya yang dihasilkan lebih
tinggi nilai estetisnya dan juga lebih banyak fungsinya baik secara fisik maupun non
fisik. Tentunya fungsi-fungsi tersebut tidak merusak bentuk dan nilai keindahan
dalam karya tersebut. Kemudian melalui bentuk-bentuk dalam karya melahirkan
makna-makna yang berhubungan dengan nilai motif Emun Berangkat dan nilai
budaya Gayo itu sendiri.
Teori tersebut dalam ilmu Seni Kriya dikemukakan dan dikembangkan oleh
kriyawan-kriyawan akademis dan guru besar di bidang seni kriya seperti Prof.
Gustami Sp dan Prof. Soedarso Sp. Tujuan pengembangan tersebut untuk mengubah
persepsi masyarakat terhadap karya seni kriya. Selama ini masyarakat memandang
kriya hanya sebatas kerajinan saja atau lebih kasarnya lagi adalah tukang. Agar
persepsi tersebut tidak berlangsung sepanjang masa, Kriyawan akdemis mengambil
inisiatif mengembangkan karya seni kriya mengarah kepada karya ekspresi. Sehingga
karya seni kriya sama kedudukannya dengan seni rupa murni lainnya, seperti lukisan,
grafis dan patung. Akan tetapi ada komponen kriya yang tidak dapat dihilangkan,
yaitu craft (keahlian) dan skill (keterampilan).
Metode Penciptaan
Lahirnya sebuah karya seni tentu bukan lahir begitu saja, akan tetapi
mengalami proses yang tersistematis. Proses dalam pembuatan karya secara tersusun
akan memudahkan pengkarya dalam menciptakannya. Kematangan konsep yang
dirancang pasti dalam proses pengolahan akan mengalami perubahan, untuk
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
10
menambah nilai keindahan ataupun menutupi suatu kesalahan yang terjadi. Perubahan
itu wajar asalkan tidak mengalami perubahan secara keseluruhan baik dari segi wujud,
isi maupun dari konsep dari rancangan karya tersebut.
Menurut Gustami (2007:329), melahirkan sebuah karya seni khususnya seni
kriya secara metodologis melalui tiga tahapan utama, yaitu Eksplorasi (pencarian
sumber ide, konsep, dan landasan penciptaan), Perancangan (rancangan desain karya)
dan Perwujudan (pembuatan karya).
Eksplorasi meliputi langkah pengembaraan jiwa dan penjelajahan dalam
menggali sumber ide. Langkah-langkah tersebut meliputi penggalian sumber
penciptaan baik secara langsung di lapangan maupun pengumpulan data referensi
mengenai tulisan-tulisan dan gambar yang berhubungan dengan karya. Dari kegiatan
ini akan ditemukan tema dan berbagai persoalan. Langkah kedua adalah menggali
landasan teori, sumber dan referensi serta acuan visual untuk memperoleh konsep
pemecahan masalah secara teoritis, yang dipakai nanti sebagai tahap perancangan.
Tahap perancangan terdiri dari kegiatan menuangkan ide dari hasil analisis
yang telah dilakukan ke dalam bentuk dua dimensional atau disain. Hasil
perancangan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam bentuk karya. Perancangan
meliputi beberapa tahapan, diantarnya rancangan desain alternatif (sketsa). Dari
beberapa sketsa tersebut dipilih beberapa sketsa yang terbaik dijadikan sebagai desain
terpilih. Pemilihan tersebut tentunya mempertimbangkan beberapa asfek seperti
teknik, bahan, bentuk dan alat yang digunakan. Kemudian tahapan kedua
menyempurnakan sketsa terpilih menjadi desain sempurna, sesuai ukuran, skala,
bentuk asli dan penempatannya. Kemudian tahapan terakhir membuat gambar kerja,
terdiri dari tampak depan, tampak samping, tampak atas, potongan, dan perlengkapan
lainnya yang terdapat dalam karya.
Tahap perwujudan merupakan tahap mewujudkan ide, konsep, landasan, dan
rancangan menjadi karya. Dari semua tahapan dan langkah yang telah dilakukan perlu
dilakukan evaluasi untuk mengetahui secara menyeluruh terhadap kesesuaian antara
gagasan dengan karya diciptakan. Tahapan pembuatan karya khusunya Kriya Kayu
ada beberapa tahapan, dianatarnya: persiapan bahan, pemberian pola atau desain,
pembentukan, penghalusan dan finishing akhir.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
11
Berdasarkan tiga tahap metode penciptaan karya seni kriya tersebut dapat
diuraikan menjadi enam langkah proses penciptaan karya seni. Enam langkah tersebut
diantaranya: pengembaraan jiwa, menentukan konsep/tema, merancang sketsa,
penyemrpunaan desain, mewujudkan karya dan evaluasi akhir. Berikut skema Tiga
tahap dan enam langkah proses penciptaan karya seni kriya:
Skema: Tiga tahap-enam langkah proses penciptaan karya seni kriya
Sumber: Gustami Sp, 125: 2006
Tiga tahap dan enam langkah tersebut merupakan proses penciptaan karya seni
kriya yang mengacu kepada metodologi ilmiah. Proses penciptaan seni kriya yang
berfungsi peraktis apabila mengikuti tahap tersebut, maka hasilnya akan persis apa
yang dirancang dalam desain. Karena karya fungsional dari awal perancangan
hasilnya telah diketahui. Sedangkan untuk karya ekspresi tidak dapat sepenuhnya
mengikuti tahap tersebut, sejak awal perancangan belum diketahui hasil akhirnya
yang hendak dicapai. Karena dalam proses penciptaanya selalu berubah-ubah dan
berkembang sesuai konsisi dan keadaan.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
12
Desain Karya Ekspresi Estetis Desain Karya Ekpresi Fungsional
Fungsi: Kaligrafi hiasan dinding Fungsi: Jam Dinding
Karya : Ansar Salihin (2012) Karya : Ansar Salihin (2012)
Tinjauan Karya
Gambar Karya Jam Dinding
Karya: Ansar Salihin (2012)
Karya di atas berjudul perputaran, merupakan karya seni ekspresi fungsional
yang berbentuk dua dimensi dengan ukuran Panjang 60 cm dan Lebar 40 cm. Media
berasal dari Kayu Surian dan tekniknya ukir tembus. Karya tersebut bewarna coklat
tua dengan sistem Gradasi warna menggunakan finishing Impra Milamin Sistem.
Ukiran jam dinding berangkat dari motif Emun Berangkat, dengan konsep
penerapannya ekspresi ke dalam karya seni kriya Kayu. Bentuk motif yang diterapkan
hanya bentuk sebagian saja dan sudah mengalami perubahan bentuk dari motif
aslinya.
Karya berjudul perputaran menggambarkan keadaan alam dan kehidupan
manusia. Alam semesta ini setiap saat terus berjalan dan berputar hari demi hari,
begitu juga dengan kehidupan manusia terus berputar terkadang senang dan terkadang
susah. Setelah ada kehidupan ada kematian dan ada lagi penggantinya. Jam
menunjukan waktu yang terus berputar tampa henti dan kembali lagi kepada keadaan
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
13
semula. Kehidupan manusia juga demikian berawal dari ciptaan tuhan dilahirkan
melalui seorang ibu, kemudian menjadi anak-anak, remaja dewasa, orang tua, dan
sampai kepada kematian kembali lagi kepada sang pencipta.
Karya di atas berjudul Wujud, merupakan karya seni ekspresi dengan ukuran
100 x 60 Cm. Medianya berasal dari Kayu Surian dengan teknik ukir sedang,
warnanya coklat menggunakan finishing Impra Milamin Sistem. Idenya berasal dari
bentuk motif Emun Berangkat dan kaligrafi ayat Alquran. Konsep penerapannya
ekspresi ke dalam karya seni kriya Kayu.
Kaligrafi pada karya dikutif dari surat Yaasiin ayat 82 (Kun Fayaakun) artinya
"Jadilah!" maka terjadilah ia”. Ayat tersebut memperkuat judul dan ide penciptaan
karya sebagai penggambaran alam. Dua motif saling menyatu disuatu titik bermakna
kesatuan, kekompakan dan melindungi. Sedangkan latar berbentuk awan yang tidak
teratur merupakan gambaran ciptaan tuhan terhadap alam, tidak ada sempurna di
dunia ini selain penciptanya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT Surat
Yaasiin ayat 82:
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memiliki kekuasaan tertinggi
dan apa yang dikehendakinya tidak dapat dibantahkan. Ketika Allah menhendaki jadi
maka jadilah dia begitu juga sebaliknya ketika Allah menghendaki kehancuran alam
semesta. Hubungan motif Emun Berangkat dengan Surat Yaasiin ayat 82 adalah
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
14
penciptaan tuhan yang berhubungan dengan alam semesta. Motif Emun Berangkat
sebagai penggambaran alam yang memiliki makna kekompakan, saling menyatu dan
saling menolong. Sedangkan ayat tersebut kehendak tuhan menciptakan alam
semesta.
PENUTUP
Keberadaan produk seni masa lampau menjadi salah satu warisan dan kekayaan
budaya suatu bangsa pada saat sekarang. Salah satu produk budaya tersebut di bidang seni
rupa dan desain yang menjadi warisan budaya dan kebanggaan masyarakat di daerah Gayo
adalah motif Emun Berangkat. Motif ini merupakan bagian dari motif Kerawang Gayo dari
beberapa motif yang lainnya. Motif Emun Berangkat selain dapat dinikmati sebagai hasil
sebuah karya seni juga mengandung filosofi dan penggambaran budaya Gayo itu sendiri.
Sebagai warisan budaya tradisi motif Emun Berangkat harus dijaga dan dipilihara
serta dikembangkan, agar tidak mengalami kepunahan. Salah satu caranya menciptakan karya
seni yang berangkat dari nilai budaya lokal seperti motif Emun Berangkat. Landasan
penciptaan karya seni didasarkan atas dua unsur, yaitu unsur keindahan dan unsure fenomena
sosial. Melahirkan nilai keindahan dalam karya seni juga harus memandang bagaimana
masyarakat menikmatinya. Perpaduan nilai estetika dengan fenomena sosial menyatu dalam
satu kesatuan yang utuh dalam ekpresi kriya kayu dengan sumber ide motif Emun Berangkat.
Konsep karya mengacu kepada karya ekspresi dari motif Emun Berangkat ke dalam
karya seni Kriya Kayu. Sehingga menghasilkan karya baru yang berbeda dengan bentuk
aslinya, namun masih memiliki makna yang serupa. Secara umum karya yang telah
diciptakan yang berangkat dari motif Emun Berangkat menggambarkan keadaan alam,
kehendak tuhan terhadap ciptaannya, dan gambaran kehidupan masyarakat.
Berdasarkan ide, landasan dan konsep tersebut, maka lahirlah karya seperti karya seni
Kaligrafi atau hiasan dinding “Wujud” dan Jam Dinding “Perputaran”. Karya tersebut
merupakan penggambaran alam semesta dan kehidupan manusia baik berhubungan dengan
penciptanya maupun berhubungan sesama manusia. Melalui penggambaran ini memudahkan
orang lain memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karya seni, walaupun bentuknya
sudah mengalami pengembangan.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
15
Karya tersebut dalam konteks kriya dapat digolongkan atas dua macam, yaitu karya
ekpresi estetis dan fungsional. Karya seni ekspresi estetis merupakan karya yang
mengutamakan nilai keindahannya seperti hiasan. Sedangkan karya seni ekspresi fungsional
selain mengutamakan keindahan juga memperhatikan dan mempertingkan fungsinya dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun berbeda dari segi fungsi, kriya tidak dapat terlepas dari
craft (keahlian) dan skill (keterampilan).
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal. 2002, Makna Simbolik Warna dan Motif Kerawang Gayo pada Pakaian Adat
Masyarakat Gayo, Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY): Yogyakarta
Bostomi, Suwaji. 2003, Seni Kriya Seni, UPT Unes Press: Semarang
Departemen Agama RI, 2005, Mushaf Alquran Terjemahan, Alhuda Kelompok Gema Insani:
Jakarta.
Djelantik, A.A.M. 2004, Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
bekerja sama dengan Arti: Bandung.
Gayo, Iwan. 1988, Ensiklopedia Provinsi Aceh, Iwan Gayo Associatos: Jakarta.
Gustami, Sp. 2006, Trilogi Keseimbangan; Ide Dasar Penciptaan Seni Kriya “Gema Seni
Jurnal Komunikasi, Informasi dan Dokumentasi Seni, Vol. I No. 1 Juni 2006”, UPT
Komindok STSI Padangpanjang : Padangpanjang.
___________2007, Butir-Butir Mutiara Estetika Timur, Ide Dasar Penciptaan Karya,
Prasistwa: Yogyakarta.
Ibrahim, Mahmud, Muhammad ZZ, Saleh Kasim, Umar. 1980, Seni Rupa Aceh, PEMDA
NAD: Aceh.
Kartika, Dharsono Sony. 2004, Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains: Bandung.
____________________ 2007, Estetika, Rekayasa Sains: Bandung.
Syukri, Muhammad , 2012, Batik Gayo, Seni Menyulam Falsafah Kompas.com diakses 20
September 2012.
Mike, Susanto. 2002, Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa, Kanisius anggota IKAPI:
Yogyakarta.
Sriyoga, I Wayan. 2009, Pengertian Seni Kriya, www.yogaparta.com diakses 27 September
2012.
Sobur, Alex. 2003, Psikologi Umum, CV Pustaka Setia: Bandung.
Jurnal Karya Seni: Motif Emun Berangkat dalam Penciptaan Seni Kriya Nilai Tradisi dan Ekspresi
16
Soedarso, Sp. 1991, Perkembangan Kesenian Kita, BP, ISI Yogyakarta: Yogyakarta.
___________ 2006, Trilogi Seni, Institut Seni Indonesia Yogyakarta: Yogyakarta.
Sumantra, I Made.____, Domain Seni Kriya, Antara Teknik dan Ekspresi, Sebuah Artikel,
diakses pada 7 Agustus 2012.
Westra, I Made. 1995, Pengetahuan Bahan dan Alat Industri Kayu, Departemen Pendidikan
dana Kebudayaan: Jakarta.
Widyawati, Setya. 2003, Buku Ajar Filsafat Seni, P2AI bekerja sama dengan STSI Press
Surakarta: Surakarta.