Anorektum (LP)

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kesempatan ini penulis mengambil judul penyakit “Anorektum (Anorektal)” masalah tersebut diambil setelah penulis menganalisa masalah ini dengan membaca dari sumber buku. Penulis mencoba menggali masalah penyakit tersebut berdasarkan adanya misi Indonesia sehat 2010. penulis menyusun laporan ini berdasarkan deskripsi mata kuliah KDM I, serta kompetensinya dan penerapan asuhan keperawatan dalam mata kuliah tersebut B. Tujuan Penulisan Dalam penyusunan makalah ini penulis mempunyai diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan “Anorektum (Anorektal)” dan mendokumentasikannya. 2. Tujuan khusus a. Agar mahasiswa mampu mengkaji status kesehatan klien 1

Transcript of Anorektum (LP)

Page 1: Anorektum (LP)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada kesempatan ini penulis mengambil judul penyakit “Anorektum

(Anorektal)” masalah tersebut diambil setelah penulis menganalisa masalah ini

dengan membaca dari sumber buku.

Penulis mencoba menggali masalah penyakit tersebut berdasarkan adanya

misi Indonesia sehat 2010. penulis menyusun laporan ini berdasarkan

deskripsi mata kuliah KDM I, serta kompetensinya dan penerapan asuhan

keperawatan dalam mata kuliah tersebut

B. Tujuan Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini penulis mempunyai diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Tujuan umum

Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan “Anorektum (Anorektal)” dan mendokumentasikannya.

2. Tujuan khusus

a. Agar mahasiswa mampu mengkaji status kesehatan klien

b. Agar mahasiswa mampu menganalisa data dan

merumuskan diagnosis

c. Agar mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan

d. Agar mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi

e. Agar mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan

keperawatan

C. Metode Pembuatan Makalah

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi

perpustakaan dan membaca catatan medik.

1

Page 2: Anorektum (LP)

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I : Pendahuluan

meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan, Bab II : terdiri dari Tinjauan Keperawatan dan Bab III :

terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

2

Page 3: Anorektum (LP)

BAB II

ANOREKTUM (ANOREKTAL)

A. Konsep Dasar Penyakit Anorektum (Anorektal)

1. Defenisi

Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis

terutama akibat nyeri dan perdarahan rektal. Keluhan lain yang sering

adalah protrusi hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal,

stenosis, dan ulserasi. Konstipasi diakibatkan karena menunda defekasi

akibat nyeri.

Kolon (termasuk rektum) merupakan tempat keganasan tersering dari

saluran cerna. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua

kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita

(Cancer Facts and Figures, 1991). Kanker usus besar biasanva merupakan

penyakit pada orang tua, dan insidens puncak adalah pada dekade keenam

dan ketujuh. Kanker ini jarang ditemukan dibawah usia 40 tahun, kecuali

pada orang dengan riwayat kolitis ulserarif atau poliposis familial. Kedua

kelamin terserang sama seringnya, walaupun kaner kolon lebih sering

pada wanita, sedangkan lesi pada rektum lebih, sering pada pria. Kira-kira

60% dari semua kanker usus terjadi pada bagian rektosigmoid, sehingga

dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat pada sigmoidoskopi.

Sekum dan kolon asendens merupakan tempat berikutnya yang paling

sering diserang. Kolon transversa dan fleksura merupakan bagian yang

memiliki kemungkinan terserang yang paling kecil.

Abses Anorektal

Abses anorektal adalah infeksi pada ruang pararektal. Individu dengan

enteritis regional dari status imunodefisiensi lain seperti AIDS terutama

3

Page 4: Anorektum (LP)

rentan terhadap infeksi ini. Abses ini kebanyakan akan mengakibatkan

fistula.

Manifestasi klinis. Abses dapat terjadi pada berbagai ruang didalam

dan disekitar rektum. Seringkali mengandung sejumlah pus berbau

menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superfisial, maka akan

tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang terletak lebih

dalam mengakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah,

serta demam. Sebagian besar abses rektal akan mengakibatkan fistula.

2. Anatomi dan Fisiologi

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang

sekitar 5 kaki (sekitar 1,5m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis

ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil.

Rata-rata sekitar 2,5 inci (Sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus

diameternya semakin keeil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, Kolon dan rektum. seperti

dilukiskan dalam Gambar. 26-1. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan

apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua

atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran

kimus dari ileum ke sekum. Katup dibagi lagi menjadi kolon asendens,

transversumm desendens dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk

kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut

dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai

setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. Lekukan'

bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan

rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi

kiri bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan

air dari rektum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang

terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolor, sigmoid sampai

anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum

dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan

internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 em).

4

Page 5: Anorektum (LP)

3. Etiologi

Walupun panyebab kanker usus besar, seperti kanker lainnya, masih

belum diketahui, telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Hubungan

antara kolitis ulseratif, yaitu jenis polip kolon tertentu, dengan kanker usus

besar telah dibicarakan.

Faktor predisposisi penting lain mungkin berhubungan dengan

kebiasaan makan, karena kanker usus besar (seperti juga divertikulosis)

adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang

mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat

refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitif (Afrika)

dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet

rendah serat, tinggi karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada

flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil

pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat

karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang

berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil.

Selain itu masa transisi feses meningkat. Akiibatnya kontak zat yang

berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

4. Gambaran Klinis/Tanda dan Gejala

Gejala-gejala tersering dari kanker usus besar adalah perubahan

kebiasaan defekasi, perdarahan, nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan

berat badan. Tanda dan gejala berbeda-beda menurut tempat kanker dan

sering dibagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus

besar.

Karsinoma kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan

defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri Kejang dan

kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar,

sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti

pita. Baik mukus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat

5

Page 6: Anorektum (LP)

terjadi anemia akibat kehilangan darah Kronik. Pertumbuhan pada-

sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau

vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid,

nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih

dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.

Karsinoma kolon kanan, di mana isi kolon berupa cairan, cenderung

tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menimbulkan

obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia

akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat

dideteksi dengan tes guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di

klinik). Mukus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang

yang kurus, tumor kolon kanan kadang-kadang dapat diraba, tetapi jarang

pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak

pada abdomen, dan kadang-kadang pada epigastrium.

5. Pengobatan/Konserpatif dan Operatif

Pengobatan karsinoma kolon dan rektum adalah pengangkatan tumor

dan pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering

dilakukan adalah hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi

abdominoperineal. Prognosis eksisi bedah sangat baik bila dibandingkan

dengan kanker dibagian tubuh lain. Angka kelangsungan hidup 5 tahun

adalah sekitar 50%.

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan

aliran balik dari vena eksternanya, dengan satu jari dari tangan lainnya di

dalam anus.

Abses anorektal sering dimulai sebagai peradangan kriptus ani, yang

terletak pada ujung bawah kolum morgagni. Kelenjar anus bermuara

dalam kriptus ani. Obstruksi atau trauma pada salurannya menimbulkan

stasis dan predisposisi terhadap infeksi. Robekan mukosa akibat feses

yang keras dapat pula merupakan faktor predisposisi. Padabeberapa kasus,

dapat ditemukan lesi lokal predisposisi seperti hemoroid bertukak atau

fisura ani.

6

Page 7: Anorektum (LP)

Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu

dipikirkan penyakit Crohn yang terbatas pada usus besar, akan mengalami

fistula in ano. Dua puluh lima persen penderita akan mengalami fistula in

ano bila penyakit Crohn terbatas pada usus halus.

Pengobatan abses dan fistula anorektal adalah insisi dan drainase

abses, serta eksisi fistula yang berhubungan.

6. Penatalaksanaan

Pada tahap awal inflamasi, infeksi dapat dikontrol dengan terapi

antibiotik. Bila abses telah terbentuk, pembedahan diindikasikan. Abses

diinsisi dan dialirkandibawah anestetik lokal. Setelah proses akut teratasi,

pembedahan selanjutnya dilakukan untuk mengeksisi kista dan saluran

sinus sekunder. Luka dimungkinkan untuk sembuh melalui granulasi.

Balutan kasa ditempatkan di luka mempertahankan tepinya tetap terpisah

selama proses penyembuhan.

7. Penatalaksanaan

Terapi paliatif terdiri dari rendam duduk dan analgesik. Namun,

tindakan bedah segera untuk menginsisi dan mendrainase abses adalah

tindakan pilihan. Apabila terdapat infeksi lebih dalam, dengan

kemungkinan fistula, saluran fistula harus diangkat. Apabila mungkin

fistula diangkat ketika abses diinsisi dan didrain, atau prosedur kedua

perlu dilakukan. Luka dapat diberi tampon dan kasa dan dibiarkan sembuh

dengan granulasi.

8. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama

mencakup yang berikut :

a. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan

untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.

b. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa

malu.

7

Page 8: Anorektum (LP)

c. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas

pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme

sfingter pada pascaoperatif.

d. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut

nyeri pada pascaoperatif.

e. Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik.

B. Data Penunjang / Pengkajian

1. Proses Keperawatan Pasien

Pasien Dengan Kondisi Anorektal

Pengkajian

Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa

terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah initerjadi selama

defikasi ? Berapa lama ini berakhir ?Adakah nyeri abdomen dihubungkan

dengan hal itu ? Apakah terdapat perdarahan dari rektum ? Seberapa

banyak ? seberapa sering ? Apa warnanya ? Adakah rabas lain seperti

mukus atau pus ? Pertanyaan lain berhubungan dengan pola eliminasi dan

penggunaan laksatif ; tingkat aktifitas ; dan pekerjaan (khususnya bila

mengharuskan duduk atau berdiri lama).

Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah

atau mukus, dan area perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau

pus.

2. Perencanaan dan Implementasi

Tujuan utama mencakup mendapatkan pola eliminasi adekuat, penurunan

ansietas, penghilangan nyeri, peningkatan eleminasi urinarius, patuh

dengan program terapeutik, dan tidak adanya komplikasi.

3. Intervensi Keperawatan

a. Menghilangkan Konstipasi

Masukan cairan sedikitnya 2 L sehari dianjurkan untuk memberikan

hidrasi adekuat. Makanan tinggi serat dianjurkan untuk meningkatkan

8

Page 9: Anorektum (LP)

bulk dalam feses dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan. Laksatif

bulk seperti metamucil dan pelunak feses diberikan sesuai resep.

b. Menurunkan Ansietas

Pasien yang menghadapi pembedahan rektal dapat merasa kacau dan

peka akibat ketidaknyamanan, nyeri, dan malu. Kebutuhan psikososial

khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu diidentifikasi.

Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien

menginginkannya. Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung

bila pasien menginginkannya.

c. Menghilangkan Nyeri

Selama 24 jam pertama setelah pembedahan rektal, dapat terjadi

spasme yang menimbulkan nyeri pada sfingter dan otot parineal.

Kontrol terhadap nyeri adalah pertimbangan utama. Pasien didorong

untuk memilih posisi nyaman.

Balutan basah yang jenuh oleh air dingin dan witch hazel dapat

membantu menghilangkan edema. Apabila kompres basah digunakan

secara kontinu, petroleum harus diberikan disekitar area anal untuk

mencegah maserasi kulit.

d. Meningkatkan Eliminasi Urinarius.

Berkemih dapat menjadi masalah pada periode pascaoperatif, akibat

spasme refleks sfingter pada jalan keluar kandung kemih dan sejumlah

tertentu otot pelindung dari rasa takut dan nyeri. Semua metode untuk

mendorong berkemih sepontan (meningkatkan masukan cairan,

mendengarkan aliran air, meneteskan air diatas meatus urinarius) harus

dicoba sebelum memasukan kateter. Setelah pembedahan rektal,

haluan urin harus dipantau dengan cermat.

e. Pemantauan dan Penatalaksanaan komplikasi.

Sisi operasi harus diperiksa dengan sering terhadap munculnya

perdarahan rektal. Kaji indikator sitemik perdarahan berlebihan

(takikardia, hipotensi, gelisah, haus). Setelah hemoroidektomi, dapat

9

Page 10: Anorektum (LP)

terjadi hemoragi dari vena yang dipotong, bukti perdarahan harus

tampak pada balutan.

f. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah

Pasien harus mempertahankan area perianal sebersih mungkin, dengan

cara membersihkan secara perlahan dengan air hangat dan kemudian

mengeringkannya dengan kapas absorben. Pasiendiinstrusikan untuk

menghindari menggosok area dengan tisu toilet.

g. Gambar Diagnosa Penyakit

10

Page 11: Anorektum (LP)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis terutama

akibat nyeri dan perdarahan rektal keluhan lain yang sering adalah protusi

hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal, stenosis, dan ulserasi.

Konstipasi diakibatkan karena menunda defikasi akibat nyeri.

Cara mengobati anorektal adalah pengangkatan tumor dan pembuluh limfe

secara pembedahan.

B. Saran

Cara penyembuhan secara anorektal yaitu dengan terapi poliatif terdiri dari

rendam duduk dan analgesik namun tindakan bedah segera untuk mengisi dan

mendrainase abses adalah tindakan pilihan agar penyakit anorektal tidak

terjadi dalam tubuh kita diusahakan jangan menunda defikasi.

11

Page 12: Anorektum (LP)

DAFTAR PUSTAKA

1. Marylin E Donges, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Tiga.

FKUI. Jakarta ; EGC

2. Price Sylvia Anderson, dkk, 1995, Konsep Klinis Proses – Proses

Penyakit. Edisi Empat. Jakarta ; EGC

3. Brunner dan Suddart, Keperawatan Medical – Bedah (diterjemahkan oleh

dr. H. Y. Kuncara, dkk). Penerbit buku kedokteran. Jakarta ; EGC

4. Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia.

Jakarta ; 2002

12

Page 13: Anorektum (LP)

13