Annisa Lbm 2 Mata

download Annisa Lbm 2 Mata

of 50

Transcript of Annisa Lbm 2 Mata

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    1/50

    Annisa Rahim_012106082

    1

    LBM 2 MODUL MATA SGD 8

    STEP 1

    1. COBBLE STONE : benjolan yg besarnya 1mm biasanya tejadi krn penimbunan cairan dan sellimfoit dibawah konjungtiva fornix,bisa juga timbul di palpebra superior

    2. Injeksi konjungtiva : adanya pelebaran pembuluh darah a.konjungtiva posterior,semakinbnyak terlihat di konjungtiva fornix

    3. Vods 6/6 : samadengan visus 6/6 = bisa melihat jarak 6m yg pda orng normal jg dpt mlhat pdjrk 6m mata kanan kiri

    STEP 2

    1. Mengapa mata merah,gatal,keluara secret tetapi pndangan tdk kabur??2. Kenapa sakitnya berulang ulang factor pncetus??3. Hub makan udang dan kerang dg keluhan?4. Kenapa alergi dimata tdk di organ lain??5. Kenapa ada injeksi konjungtiva dab sifat dr injeksi tsb??6. Bagaimana terjadinya cobble stone?7. Kenapa keluhan sudah 5hr tp tdk membaik juga??8. Cara kerja dr obat tetes mata dan obat minum pd scenario dan kemungkinan obat itu apa??9. Dd

    STEP 3

    1. Mengapa mata merah,gatal,keluara secret tetapi pndangan tdk kabur??Tidak ada kelainan pd media refrakta,terjadi kelainan di media lain

    Gangguan pada visus ada 3:refraksi,media refrakta,nervus

    Ada gangguan pd adneksa mata,trjadi gangguan pd konjungtiva

    Mata merah karena adanya infalamasi,vasodilatasi(bradikinin,leukotrin,ptostalgladin)

    Gatal karena adanya histamine

    Bisa trjadi krna 2 hal: senyawa kimia dan mekanik

    Mekanik : bila dikucek2 akan merasa gatal2 terus

    Kimia : dr hisatamin ke kortek serebrigirus postsentralisgatal

    Keluara secret krn klenjar2 di palpebra terjadi peradangan

    Sitokin5interleokin5

    Sel darah putih apakah member gambaran penyakit yg diderita?

    Jenis2 sekret : serous: secret bening lebih encer dr mucus(krn virus),mucus:secret kental dan

    elastic (alergi),purulen:cair keruh(bakteri)fibrin hancur tdk elastis,sanguis:merah biasanya

    brcamur dg darah (kronis),membrane:keruh lengketklau ditarik tdk

    brdarah,pseudomembran: ketika ditarik akan berdarah

    Mekanisme pembentukan secret

    Proses alergi dan infeksi apakah sama(mekanismenya)??

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    2/50

    Annisa Rahim_012106082

    2

    2. Kenapa sakitnya berulang ulang factor pncetus??Krna sel mast mmpunyai memori trhap alergi trsbut

    3. Hub makan udang dan kerang dg keluhan?Ikan mngandung histamine

    Udang:dragonkulusmedinensis menyababkan dradunosis kalau dimata bisa mnyababkan

    konjungtivitis flikten(tipe 4)

    Kerang :

    Kulit udang mengandung 100kdalton

    Faktor endogen dan eksogen dr kerang dan udang yg mnyebabkan alergi

    4. Kenapa alergi dimata tdk di organ lain??5. Kenapa ada injeksi konjungtiva dan sifat dr injeksi tsb??

    Krn proses inflamasi

    Sifat2: mudah digerakkan knpa?

    6. Bagaimana terjadinya cobble stone?histologinyaKelenjar dan pembuluh darah yg mengeluarkan secret cairan

    7. Kenapa keluhan sudah 5hr tp tdk membaik juga??8. Cara kerja dr obat tetes mata dan obat minum pd scenario dan kemungkinan obat itu apa??9. dd

    STEP 4 MAPING

    STEP7

    1. Mengapa mata merah,gatal,keluara secret tetapi pndangan tdk kabur??

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    3/50

    Annisa Rahim_012106082

    3

    The allergic reaction results from the activation of mast cells in a Type I hypersensitivity

    reaction.

    Type I Hypersensitivity

    Hypersensitivity reactions result in the release of inflammatory mediators. Some mediators

    will have direct pharmacological effects on local or even distant tissues; others will recruit

    and activate effector cells that further contribute to tissue damage.

    An allergic reaction results from the interaction of an allergen with specific IgE antibodies, bound to

    Fc receptors on mast cells (see A). This leads to degranulation of the mast cell and release of

    mediators, such as histamine (see B). Rapid systemic release of these mediators will cause capillary

    leakage and mucosal oedema, resulting in shock and asphyxia.

    Type I mediators include:

    preformed molecules HISTAMINE: protease enzymes, proteoglycans (heparin), and

    chemotactic factors

    new synthesised molecules such as platelet activating factor (PAF), leukotrienes and

    prostaglandins (mainly PGD2)

    Actions of histamine depend on site of release. In the airways it induces smooth muscle contraction,

    in the skin it causes the hallmark "wheal and flare" response through increased vascular

    permeability.

    Widespread activation of mast cells leads to systemic effects of circulatory shock, reduced blood

    pressure, collapse, chest tightness, arrested breathing and death when severe (if not treated) - this

    isAnaphylactic Shock.

    http://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/methylemorphine.htmlhttp://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/methylemorphine.htmlhttp://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/methylemorphine.htmlhttp://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/methylemorphine.html
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    4/50

    Annisa Rahim_012106082

    4

    Diseases include rhinitis, asthma, conjunctivitis, diarrhoea and vomiting, eczema, and anaphylactic

    shock. These are the atopic or allergic diseases.

    http://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/index.html

    http://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/index.htmlhttp://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/index.htmlhttp://www.elu.sgul.ac.uk/rehash/guest/scorm/118/package/content/index.html
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    5/50

    Annisa Rahim_012106082

    5

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    6/50

    Annisa Rahim_012106082

    6

    ATOPI

    Mekanisme Atopi

    Fungsi sistem imun

    Normal perlindungan host terhadap antigen asing

    Abnormal respon imun (hipersensitivitas)dapat menyebabkan terjadinya cedera jaringan

    dan penyakit

    Konstribusi genetik

    Isotipe disregulasi imun yang spesifik

    Individu yang atopik cenderung menghasilkan Igs dari golongan isotipe IgE secara berlebihan

    Produksi IgE

    Sistem imun memiliki beberapa mekanisme efektor yang diperantarai antibodi

    Bagian dari hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) terdiri dari reaksi-reaksi yang dimediasi

    terutama oleh IgE

    Reaksi-reaksi ini menyebabkan penyakit atopi melalui respon hipersensitivitas tipe cepat.

    Praunitz dan Kustner, pada tahun 1921, pertama kali mendemonstrasikan adanya serum

    terhadap antigen spesifik reagin pada orang alergi yang mampu mentransfer reaksi alergi

    berupa bentol dan kemerahan.

    Ishizaka, dan Johannson dan Bennich, pada tahun 1967, mendemonstrasikan ciri-ciri reagin

    atau antibodi yang sensitif pada kulit sebagai jenis Ig yang baru, termasuk IgE.

    Gambaran akhir hipersensitivitas tipe cepat diakibatkan oleh:

    Terpajan antigen (alergen)

    Pembentukan antibodi IgE sebagai respon terhadap antigen

    Produksi antibodi IgE spesifik terhadap antigen:

    Membutuhkan kolaborasi yang aktif antara makrofag, limfosit-T, dan limfosit-B.Alergen, yang merupakan semacam rumput-rumputan atau serbuk sari rumput Bermuda:

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    7/50

    Annisa Rahim_012106082

    7

    Masuk melalui traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, atau kulit.

    Bereaksi dengan makrofag yang menghasilkan antigen

    Dipresentasikan ke limfosit T yang peka (sensitif) sewajarnya.

    Limfosit B, terhadap APC, antigen, dan limfosit T yang peka; distimulasi untuk

    berkembang menjadi sel plasmaSintesis sel plasma dan sekresi IgE spesifik terhada antigen.

    Sel plasma menghasilkan IgE sebagian bertempat lamina propria pada kulit, traktus

    respiratorius, dan traktus gastrointestinal.

    Pengikatan IgE pada Sel Mast

    Antibodi IgE diikat pada sel mast:

    Reseptor di sel mast, spesifik untuk FcRegion pada rangkaian kuat epsilon.

    Sel mast yang mengandung IgE didistribusikan ke seluruh tubuh melalui transfer pasif ke

    dalam serum.

    Sel-sel mast:

    Sel jaringan ikat perivaskular yang ditemukan di seluruh jaringan.

    Bermigrasi ke dalam sistem vaskular sebagai basofil (sel yang sama).

    Memiliki 5.000 sampai 500.000 antibodi IgE spesifik terhadap antigen pada permukaannya.

    Level serum IgE merupakan cerminan jumlah IgE yang terikat pada sel.

    Mengandung mediator yang potensial terhadap hipersensitivitas tipe cepat.

    Pajanan Ulang Antigen

    Ikatan antibodi IgE terhadap reseptor sel mediator berhubungan secara langsung terhadap

    konsentrasi serum IgE.

    Semakin tinggi level serum IgE, semakin besar ikatan IgE terhadap sel mast dan basofil.

    Semakin besar sensitivitas pasien, semakin sedikit antigen yang dibutuhkan untuk menginisiasi

    respon alergi

    Interaksi antigen dengan IgE spesifik antigen yang terikat pada permukaan membran sel mas:

    Rangsangan alergen yang berulang oleh alergen spesifik yang sama menginisiasi pertautan-

    silang dua atau lebih molekul IgE yang terikat sel mast.

    Sinyal dikirim ke bagian dalam sel yang menginisiasi respon molekular:

    Rasio siklik guanosine monophosphate (GMP) yang meningkat: adenosine

    monophosphate (AMP).

    Reseptor Fc berhubungan dengan penggabungan protein transmembran dan adenilat

    siklase.

    Penggabungan protein mengaktifkan adenilat siklase ketika pertautan silang (cross-

    linking)antigen terhadap dua antibodi IgE terjadi.

    Adenilat siklase mereduksi adenosinetriphosphate (ATP); cGMP/AMP.

    AMP berkurang melalui kinase yang meningkatkan pelepasan mediator.

    Pembentukan awal granula sitoplasmik:

    Bermigrasi ke permukaan membran sel.

    Bergabung satu sama lain dan membran sel.Keluar melewati membran ke lingkungan-mikro eksternal.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    8/50

    Annisa Rahim_012106082

    8

    Meningkatkan influks ion Ca2+

    dari ruang ekstraseluler:

    Pelepasan mediator anafilaksis Tipe I.

    Produksi leukotrien dan prostaglandin, melalui aktivasi metabolisme asam arakidonat

    (gambar 17-15).

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    9/50

    Annisa Rahim_012106082

    9

    Degranulasi Sel Mast

    Ketika dipicu oleh antigen, membran sel mast membolehkan influks kalsium, yang memicu

    degranulasi dan pelepasan mediator yang berhubungan dengan pembentukan granula (gambar

    17-16).

    Pelepasan asam arakidonat, yang kemudian dimetabolisasi memalui jalur lipoksigenase yang

    menghasilkan leukotrien, seperti LTD4 + LTD5 (gambar 17-10), atau jalur siklooksigenase yang

    menghasilkan prostaglandin dan tromboksan.

    Mediator yang Sudah Ada dalam Granula Sel Mast

    Histamin

    Mediator utama pada reaksi alergi tipe cepat, tapi juga ditemukan pada reaksi tipe lambat.

    Vasodilatasi

    Meningkatkan permeabilitas kapiler

    Bronkokonstriksi

    Edema jaringan

    Dua tipe reseptor jaringan:

    H1: otot polos pembuluh darah, saluran pernapasan, sel goblet, dan mukosa saluran

    pencernaan.

    H2: sel T supresor, basofil, sel mast, neutrofil, dan sel lambung.Heparin

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    10/50

    Annisa Rahim_012106082

    10

    Antikoagulan

    Menekan produksi histamin

    Meningkatkan fagositosis

    Tryptase, beta-glucosaminidase

    Enzim proteolitikEosinophil and neutrophil chemotactic factors (ECF dan NCF, berturut-turut)

    TAME (tosyl-L-arginine methyl ester esterase)

    Enzim degradatif

    Kininogenase

    Menyebabkan edema mukosa vasoaktif

    Mediator yang Terbentuk Kemudian

    Leukotrien D4 dan E4

    Dibentuk dari asam arakidonat melalui jalur lipoksigenaseVasoaktif

    Kemotaksis

    Bronkokonstriksi

    Prostaglandin dan tromboksan

    Dibentuk dari asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase

    Bronkokonstriksi

    Agregasi platelet

    Vasodilatasi

    Faktor aktivasi trombosit (PAF= platelet activating factor)

    Kemotaksis untuk eosinofil

    Merangsang sel lainnya untuk melepaskan mediator

    Sel darah putih

    1. Leukosit (Hitung total)o Nilai normal 4500-10000 sel/mm3o Nilai normal bayi di bawah 1 bulan atau Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita

    rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm

    3, ibu hamil rata-rata 6000-

    17000 sel/mm3

    , postpartum 9700-25700 sel/mm3

    o Interpretasi Hasil:

    Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit,dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

    Anemia hemolitik

    Sirosis hati dengan nekrosis

    Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)

    Keracunan berbagai macam zat

    Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan

    sulfonamid.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    11/50

    Annisa Rahim_012106082

    11

    o Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemiaaplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan kimiawi,

    dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina,

    kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.

    Leukosit (hitung jenis)

    o Nilai normal hitung jenisBasofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm

    3)

    Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)

    Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)

    Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)

    Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)

    Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm

    3

    )

    o Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergidi mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

    o Interpretasi Hasil :Shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif

    dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi

    yang disertai shift to the leftbiasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi

    noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the leftantara lain asma dan penyakit-

    penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa),dan polisitemia vera.

    Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif

    dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right

    biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift

    to the rightantara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

    Sekret

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    12/50

    Annisa Rahim_012106082

    12

    Buku Ajar Diagnostik Fisik: By Mark H. Swartz

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    13/50

    Annisa Rahim_012106082

    13

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    14/50

    Annisa Rahim_012106082

    14

    http://www.aoa.org/documents/CPG-11.pdf

    http://www.aoa.org/documents/CPG-11.pdfhttp://www.aoa.org/documents/CPG-11.pdfhttp://www.aoa.org/documents/CPG-11.pdf
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    15/50

    Annisa Rahim_012106082

    15

    http://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+muc

    ous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&s

    a=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serou

    s%20purulent&f=false

    Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu (Kanski,

    2003):

    1. Penghasil musin

    a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal.

    b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang

    sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.

    c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

    2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring.

    Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

    Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup

    rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang

    mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang baik (Sihota, 2007).

    Antigen IgE+reseptor Fc di sel mast degranulasi mediator2 hiperplasi sel goblet

    hipersekresi mucus.

    Tanda-tanda Inflamasi

    Wilmana (1995), Robbins dan Kumar (1995), serta Abrams (1994) menyebutkan bahwa gejala proses

    inflamasi yang sudah dikenal adalah kemerahan (rubor), panas (calor),rasa nyeri (dolor),

    pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (functio laesa).

    http://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=63xKiuvnpUIC&pg=PA103&lpg=PA103&dq=eye+discharge+mucous+serous+purulent&source=bl&ots=NKAGrOmHrD&sig=inV8XTbSYo6eif0lw8PREwSOJS8&hl=en&sa=X&ei=SW2eUaiEIsLtrAeQkYFI&redir_esc=y#v=onepage&q=eye%20discharge%20mucous%20serous%20purulent&f=false
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    16/50

    Annisa Rahim_012106082

    16

    a. Kemerahan(rubor)

    Kemerahan atau ruborbiasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami

    peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai darah tersebut

    melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang

    sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.

    Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena

    peradangan akut (Abrams, 1994).

    b. Panas (calor)

    Panas atau calorbiasanya terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut

    (Abrams, 1994). Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan

    darah dan dapat juga karena adanya pirogen yang menggangu pusat pusat pengatur panas

    dihipotalamus (Kee dan Hayes, 1996). Sebenarnya, panas merupakan sifat reaksi peradangan yang

    hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370C, yaitu suhu

    di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab daerah

    (pada suhu 370

    C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak dari padayang disalurkan ke daerah normal (Abrams, 1994).

    c. Rasa nyeri (Dolor)

    Rasa nyeri atau dolordari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara, perubahan pH

    lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf, dan pengeluaran

    zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu,

    pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang pasti dapat

    menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1994).

    d. Pembengkakan (tumor)

    Pembengkakan atau tumormerupakan akibat eksudasi disertai peningkatan cairan intertisial

    (Robbins dan Kumar, 1995). Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian eksudat adalah cair,

    seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah

    putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Abrams,

    1994).

    e. Gangguan fungsi (functio laesa)

    Gangguan fungsi atau functio laesa adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Mudah untuk

    mengerti mengapa bagian yang bengkak dan sakit disertai sirkulasi yang abnormal dan lingkungan

    kimiawi lokal yang abnormal berfungsi secara abnormal (Abrams, 1994). Hiperemia pada radang

    akan meningkatkan suhu lingkungan mikro sel-sel yang mengganggu fungsi enzim, atau

    meningkatnya aktivitas metabolisme pada lokasi radang akan menurunkan pH dan mengganggufungsi dengan cara tersebut (Robbins dan Kumar, 1995).

    Cornea and External Eye Disease: Corneal Allotransplantation, Allergic

    Semua organ tubuh kita memberikan respon imun, termasuk mata, yang dibagi menjadi dua

    kategori utama yaitu respon imun humoral dan selular. Respon imun humoral terutama terjadi

    melalui IgE dan sel mast yang mengawali reaksi alergi. IgG kadar tinggi dalam darah dapat berperandalam penyakit autoimun yang mengenai mata seperti pemfigoid. Sedangkan respon imun selular

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    17/50

    Annisa Rahim_012106082

    17

    melibatkan sel T. Respon imun yang efektif terhadap antigen benda asing membutuhkan sel efektor

    dalam suatu aturan lintasan melalui jaringan, meskipun beberapa faktor yang dapat larut (seperti

    sitokin) berperan penting terhadap aktivasi sel - sel imun, leukosit masih diperlukan sebagai tanda

    untuk lalu lintas efektif.

    Mata merupakan kelanjutan susunan saraf pusat sedangkan konjungtiva merupakan

    kelanjutan dari jaringan ikat, berupa mukosa yang berhubungan dengan jaringan limfosit. Epitel

    konjungtiva terdiri dari suatu kelompok sel dendritik yang dikenal sebagai sel langerhans, dimana

    fungsinya sama dengan makrofag di jaringan - jaringan lain dalam tubah, yaitu sebagai sel penjaga

    pada sistem imun permukaan okular. Imunitas humoral pada konjungtiva lebih banyak melibatkan

    IgA, dan imunitas selular yang didominasi oleh CD4+ sel T. Adanya sel - sel imun, konjungtiva

    mempunyai pembuluh limfatik yang kaya suplainya, yang menjadi tempat lintasan sel - sel imun dan

    antigen menuju aliran kelenjar limf dimana respon imun yang didapat lebih banyak terjadi. Sel mast

    ditemukan dalam konjungtiva, koroid dan saraf mata serta mukosa konjungtiva yang merupakan

    komponen mata. Vitreus dan kornea avaskular dan tidak dimasuki sel mast. Uvea yang terdiri dari

    iris, badan siliaris dan choroid adalah jaringan mata yang paling ekstensif vaskularisasinya. Uveaterlibat primer dalam hipersensitivitas selular dan penyakit kompleks imun, sedangkan konjungtiva

    dilibatkan primer dalam hipersensitivitas cepat dan alergi. Kornea avaskular dan tidak terdapat sel

    mast, jadi pada keadaan normal tidak mengalami reaksi alergi akut, kornea juga disokong oleh sel -

    sel dendritik seperti dikonjungtiva, sel -sel dendritik pada epitel kornea juga disebut sel - sel

    langerhans. Kornea turut berpartisipasi dalam reaksi imun melalui jalur humoral dan komponen -

    komponen sel imun yang masuk dari periper melalui pembuluh darah limbus. .

    * Gambaran imunologi di konjungtiva

    Konjungtiva memberikan banyak gambaran tipikal. Mukosa tersebut terdiri dari 2

    lapisan, yaitu lapisan epitel dan lapisan konektif (subtansia propia). Konjungtiva memiliki

    vaskularisasi dan drainase limfatik yang baik menuju kelenjar preaurikular dan submandibula.

    Jaringan tersebut penuh dengan sel Langerhans (SL), sel dendritik (SD), dan makrofag yang berfungsi

    sebagai antigen presenting cell (APC). Folikel- folikel konjungtiva bisa membesar setelah infeksi atau

    inflamasi tertentu pada permukaan okular, ditandai dengan kumpulan limfosit T, limfosit B, dan APC.

    Jika diamati fungsinya seperti peyer patch pada usus halus, dimana folikel menunjukkan adanya

    proses antigen oleh imun lokal yang menyebar melalui epitel tipis yang kemudian diproses oleh

    limfosit T dan limfosit B secara lokal pada folikel konjungtiva, terutama subtansia propia, diinfiltrasi

    penuh oleh sel efektor potensial, yang dapat didominasi oleh sel mast. Seluruh isotipe antibody

    dijumpai, dan merupakan produksi lokal saat terjadi kebocoran pasif. IgA merupakan antibodi yang

    utama pada tear film.Molekul yang terlarut pada sistim imun bawaan juga diproduksi, misalnya komplemen.

    Konjungtiva menyokong respons efektor imun didapat dan bawaan, terutama respons yang

    diperantarai antibodi dan limfosit, meskipun degranulasi sel mast yang diperantai IgE adalah yang

    paling sering dan penting.

    * Sistem imunoregulator

    Sistem imunoregulator terpenting pada konjungtiva adalah jaringan limfoid yang

    berhubungan dengan mukosa yaitu mucosa associated lymphoid tissue (MALT). Konsep MALT

    merupakan jaringan interkoneksi dengan mukosa (susunan epitel traktus respiratorik, usus, dan

    traktus urogenital dan permukaan okular serta adneksanya) yang mempunyai gambaran imunologi

    spesifik :

    - terdapat APC

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    18/50

    Annisa Rahim_012106082

    18

    - struktur tertentu untuk memperoses antigen yang terlokalisir (payer?s pactch dan tonsil)

    - sel efektor unik (misal; limfosit T intraepitel dan sejumlah sel mast)

    Namun, aspek MALT yang paling nyata adalah distribusi dan penempatan efektor limfosit T

    dan B yang diinduksi oleh imunisasi pada satu sisi mukosa, tetapi untuk semua MALT karena adanya

    persamaan ekspresi molekul adhesi sel yang spesifik pada venula-venula post kapiler dari pembuluh

    darah mukosa. Respons imun MALT merangsang T helper 2 (Th2) yang menyebabkan produksi

    antibodi IgA dan IgE. Imunisasi antigen terlarut melalui MALT, terutama pada usus sering

    menimbulkan toleransi oral, terutama oleh karena aktivasi limfosit T regulator mirip T2 yang

    mensupresi sel efektor hipersensitivitas tipe lambat Th I.

    Contoh klinis

    Respon imun terhadap konjungtivitis viral. Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi

    adenovinus merupakan infeksi okular yang sering. Meskipun penjelasan tentang respon imun

    setelah infeksi adenovirus pada konjungtiva belum diketahui, hal tersebut dapat diketahui melaluipenelitian tentang infeksi virus pada mukosa lain, yang diujikan pada hewan. Setelah infeksi dengan

    adenovirus, sel -sel epitel mulai bermatian dalam waktu 36 jam. Mekanisme imun bawaan dapat

    membatasi infeksi aktif segera setelah infeksi. Misalnya, sel yang terinfeksi memproduksi sitokin

    berupa interferon yang membatasi penyebaran infeksi virus dan menarik sel efektor nonspesifik

    seperti makrofag dan neutrofil.

    Namun, respons imun didapat dianggap lebih penting dalam pemberantasan virus. Respons

    didapat primer dimulai ketika makrofag dan sel dendritik terinfeksi atau mengambil serpihan-

    serpihan sel dan antigen virus Baik APC maupun antigen ekstrasel dibawa ke kelenjar preaurikular

    dan submandibular sepanjang limfatik, dimana respons limfosit T helper dan antibody diaktivasi,

    sehingga timbul limfadenopati.

    Proses imun lokal dapat terjadi pada folikel jika virus menyerang kapsul epitel. Selama fase

    efektor awal dari respons limfosit B - primer, antibodi IgM dilepaskan ke dalam darah yang tidak

    begitu efektif untuk mengontrol infeksi permukaan, meskipun dapat mencegah terjadinya hiperemis

    yang luas. Namun, limfosit B yang mengandung IgM menginfiltrasi stroma konjungtiva dan dapat

    melepas antibodi secara lokal pada konjungtiva. Lebih lanjut, respons effektor primer, pengaktifan

    IgA atau IgG yang berperan sebagai media respon efektor lokal, seperti netralisasi atau lisis sel

    terinfeksi yang di mediasi komplemen.

    Sel effektor paling aktif memberikan respons terhadap infeksi viral akut yang berasal dari sel

    natural killer dan citotoksic T lymphocyte (CTL) CD8, yang membasmi epitel terinfeksi. Namun, virusmencegah ekspresi major histocompatibility complex (MHC) kelas I pada sel yang terinfeksi dan

    menghindar pembasmiannya oleh CTL. Imunitas didapat, mengaktifkan makrofag melalui

    mekanisme hipersensitivitas antiviral tipe lambat (delayed hypersensitivity atau DH) selama

    terinfeksi. Respons DH terhadap antigen virus diduga berpengaruh terhadap perkembangan infiltrat

    kornea subepitel yang muncul pada beberapa pasien dengan infeksi adenovirus.

    Respon sekunder dari konjungtiva, oleh karena paparan primer sebelumnya terhadap virus

    yang sama pada daerah mukosa lain, terdapat perbedaan mekanisme efektor yang di mediasi oleh

    antibodi. Karena MALT, antivirus IgA tidak hanya terdapat pada darah tetapi juga pada air mata

    sebagai hasil dari diferensiasi limfosit B pengekresi IgA pada gladula lakrimalis, substansia propia dan

    folikel. Dalam hal ini, infeksi berulang sering dicegah dengan adanya antibodi penetral yang tersebar

    pada air mata dan folikel, mengikuti infeksi primer.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    19/50

    Annisa Rahim_012106082

    19

    Namun, inokulasi virus berulang menghasilkan sawar antibodi ini, atau jika virus telah

    memutasi glikoprotein permukaannya yang telah dikenali oleh antibodi, kemudian infeksi terjadi.

    Proses imun tambahan dapat muncul dalam folikel dan aliran kelenjar. Efektor CTL memori spesifik

    efektif menghilangkan infeksi dalam beberapa hari.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3504/3/09E01374.pdf.txt

    No lymphatic vessels drain the anterior chamber, vitreous cavity or subretinal space,

    although lymph drainage for theCONJUNCTIVA, sclera and choriocapillaris exists. Aqueous humor

    from the anterior chamber drains through the trabecular meshwork into theCANAL OF SCHLEMM,

    which enters directly into the venous circulation that serves the conjunctiva, iris, ciliary body, sclera

    and choriocapillaris. A separate venous network drains the neural retina, which also lacks

    lymphatics.

    http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/fig_tab/nri1224_F2.html

    Mata merupakan bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan petanda dari proses imun

    aktif langsung. Mata memiliki mekanisme perlindungan yang bersifat non imundan imun secara

    alamiah.4, 5, 7, 8

    A. PROTEKSI NON IMUN (BARIER ANATOMIK) :

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3504/3/09E01374.pdf.txthttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3504/3/09E01374.pdf.txthttp://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df10http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df10http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df10http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df11http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df11http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df11http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/fig_tab/nri1224_F2.htmlhttp://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/fig_tab/nri1224_F2.htmlhttp://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/fig_tab/nri1224_F2.htmlhttp://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df11http://www.nature.com/nri/journal/v3/n11/glossary/nri1224.html#df10http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3504/3/09E01374.pdf.txt
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    20/50

    Annisa Rahim_012106082

    20

    Mekanisme perlindungan yang bersifat non imun secara alamiah antara lain :

    1. Palpebra, yang melindungi mata dari paparan dengan lingkungan luar. Palpebra melindungi

    permukaan okuler terhadap organisme yang tersebar di udara, benda asing dan trauma minor.

    2. Bulu mata, mampu mendeteksi adanya benda asing dan segera memicu kedipan mata.

    3. Air mata, mempunyai efek mengencerkan dan membilas. Memegang peranan dalam menjaga

    integritas dari epitel konjungtiva dan kornea yang berfungsi sebagai barier anatomi. Pembilasan

    yang terus menerus pada permukaan okuler mencegah melekatnya mikroorganisme pada mata.5, 7

    Integrasi antara palpebra, silia, air mata dan permukaan okuler merupakan sebuah mekanisme

    proteksi awal terhadap benda asing. Epitel kornea adalah epitel skuamosa non keratin yang terdiri

    hingga lima lapis sehingga akan menyulitkan mikroorganisme untuk menembus lapisan-lapisan

    tersebut. Selain itu kornea juga diinervasi oleh ujung serabut saraf tidak bermielin sehingga akan

    memberikan peringatan awal yang sangat cepat bagi mata terhadap trauma dikarenakan oleh

    sensitifitasnya.5, 7

    B. PROTEKSI IMUN :1. SISTEM LAKRIMALIS

    Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk permukaan okuleradalah Mucosa-Associated

    Lymphoid Tissue (MALT) . MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang

    memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu terdapat banyak APC, struktur khusus

    untuk memproses antigen secara terlokalisir (tonsil) dan sel efektor (sel T intraepitelial dan sel mast

    yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan keseimbangan antara

    imunitas dan toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan mukosa.5, 7, 9, 12

    Jaringan limfoid difus pada permukaan glandula lakrimal, duktus lakrimal, konjungtiva

    (conjunctival associated lymphoid tissue atau CALT) dan berlanjut sampai kanalikulus serta sistem

    drainase lakrimal (lacrimal drainadeassociated lymphoid tissue atau LDALT) secara keseluruhan

    disebut Eye-Associated Lymphoid Tissue (EALT). EALT merupakan kumpulan sel-sel limfoid yang

    terletak pada epitel permukaan mukosa. Sel-sel ini menghasilkan antigen dan mampu menginduksi

    terjadinya respon imun seluler maupun humoral. Kelenjar lakrimalis merupakan penghasil IgA

    terbesar bila dibandingkan dengan jaringan okuler lainnya.12,13

    2. TEAR FILM

    Air mata mengandung berbagai mediator seperti histamin, triptase, leukotrin dan

    prostaglandin yang berhubungan dengan alergi pada mata. Mediator-mediator itu berasal dari sel

    mast. Semuanyadapat menimbulkan rasa gatal, kemerahan, air mata dan mukus yang berhubungandengan penyakit alergi akut dan kronis. Pengerahan komponen seluler lokal melibatkan molekul

    adhesi sepertiIntercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) di epitel konjungtiva yang meningkatkan

    adhesi leukosit ke epitel dan endotel. Ekspresi molekul adhesi diatur oleh banyak komponen

    ekstraseluler dan intraseluler seperti sitokin proinflamasi, matriks protein ekstraseluler dan infeksi

    virus.5, 7

    Pada lapisan mukus yang diproduksi oleh sel goblet dan sel epitel

    konjungtiva, glikocalyxyang disintesis epitel kornea membantu perlekatan lapisan mukus sehingga

    berhubungan dengan imunoglobulin pada lapisan akuos. Pada lapisan akuos sendiri, banyak

    mengandung faktor-faktor terlarut yang berperan sebagai antimikroba. Seperti laktoferin, lisozim,

    dan -lisin. Laktoferin berfungsi utama dalam mengikat besi yang dibutuhkan oleh pertumbuhan

    bakteri, sehingga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Lisozim efektif dalam menghancurkan

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    21/50

    Annisa Rahim_012106082

    21

    dinding sel bakteri gram positif. -lisin memiliki kemampuan dalam merusak dinding sel

    mikroorganisme. Selain faktor terlarut tersebut, lapisan akuos juga mengandung banyak IgA yang

    sangat efektif dalam mengikat mikroba, lalu melakukan opsonisasi, inaktivasi enzim dan toksin dari

    bakteri, serta berperan langsung sebagai efektor melaluiAntigen Dependent Cell Cytotoxycity(tanpa

    berinteraksi dengan komplemen).7, 8, 9

    3. KONJUNGTIVA

    Konjungtiva terdiri dari dua lapisan : lapisan epitel dan lapisan jaringan ikat yang disebut

    substansia propria. Konjungtiva tervaskularisasi dengan baik dan memiliki sistem drainase limfe yang

    baik ke limfonodi preaurikularis dan submandibularis. Jaringan ini mengandung banyak sel

    Langerhans, sel dendritik dan makrofag yang berperan sebagaiAntigen Presenting Cell(APC) yang

    potensial. Folikel pada konjungtiva yang membesar setelah infeksi ataupun inflamasi pada ocular

    surface menunjukkan adanya kumpulan sel T, sel B dan APC. Folikel ini merupakan daerah untuk

    terjadinya respon imun terlokalisir terhadap antigen oleh sel B dan sel T secara lokal di dalam

    folikel.5, 7,13

    Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk ocularadalah Mucosa-Associated LymphoidTissue.MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang memberikan gambaran

    imunologis spesifik tertentu yaitu banyak terdapat APC, struktur khusus untuk memproses antigen

    secara terlokalisir (Peyers patches atau tonsil) dan sel efektor (sel T intraepitelial dan sel mast yang

    berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan keseimbangan antara imunitas

    dan toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan mukosa.5, 7, 9

    Substansia propria kaya akan sel-sel imun dari bone marrow yang akan membentuk sistem

    imun mukosa pada konjungtiva yang dikenal dengan Conjunctiva Associated Limphoied Tissue (CALT)

    yang merupakan salah satu bagian dari MALT. CALT merupakan sistem imunoregulasi yang utama

    bagi konjungtiva. Pada substansia propria terdapat neutrofil, limfosit, IgA, IgG, sel dendrite dan sel

    mast. Eosinofil dan basofil tidak ditemukan pada konjungtiva yang sehat. Konjungtiva mengandung

    banyak sel mast. IgA merupakan antibodi yang paling banyak dalam lapisan air mata. IgA menyerang

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    22/50

    Annisa Rahim_012106082

    22

    bakteri dengan cara membungkusnya sehingga mencegah terjadinya perlekatan antara bakteri

    dengan sel epitel. Molekul terlarut yang banyak adalah komplemen. Respon imun yang terjadi pada

    konjungtiva sebagian besar merupakan respon imun yang dimediasi oleh antibodi dan limfosit,

    namun juga terdapat respon imun yang dimediasi oleh IgE terhadap sel mast pada reaksi alergi.5, 7, 9

    4. SKLERA

    Sklera sebagian besar terdiri atas jaringan ikat kolagen. Hal ini menyebabkan sklera bersifat

    relatif lebih avaskuler dibandingkan dengan konjungtiva. Karenanya pada sklera hanya terdapat

    sedikit sel imun jika dibandingkan dengan konjungtiva. Dalam keadaan normal sklera hanya sedikit

    mengandung sel-sel limfosit, makrofag dan neutrofil. Namun sebagai respon imun saat terjadi

    inflamasi pada sklera sel-sel imun tersebut memasuki sklera melalui pembuluh darah episklera dan

    pembuluh darah koroid Pada saat istirahat IgG ditemukan dalam jumlah yang cukup besar.5, 7, 15

    5. KORNEA

    Kornea unik karena bagian perifer dan sentral jaringan menunjukkan lingkungan mikro

    imunologis yang jelas berbeda. Hanya bagian limbus yang tervaskularisasi. Limbus banyak

    mengandung sel Langerhans, namun bagian perifer, parasentral dan sentral dari kornea dalamkeadaan normal sama sekali tidak mengandung APC. Namun demikian, berbagai stimulus dapat

    membuat sitokin tertentu (seperti IL-1) menarik APC ke sentral kornea. Komplemen, IgM dan IgG

    ada dalam konsentrasi sedang di daerah perifer, namun hanya terdapat IgG dengan level yang

    rendah pada daerah sentral.5, 7, 16

    Sel kornea juga terlihat mensintesis berbagai protein imunoregulasi dan antimikrobial. Sel

    efektor tidak ada atau hanya sedikit terdapat pada kornea normal, namun PMN, monosit dan

    limfosit siap siaga bermigrasi melalui stroma jika stimulus kemotaktik teraktivasi. Limfosit, monosit

    dan PMN dapat pula melekat pada permukaan endotel selama inflamasi, memberikan gambaran

    keratik presipitat ataupun garis Khodadoust pada rejeksi endotel implan kornea. Proses lokalisasi

    dari suatu respon imun tidak terjadi pada kornea, tidak seperti halnya pada konjungtiva. 5, 7, 16

    Kornea juga menunjukkan suatu keistimewaan imun (Immune Privilege) yang berbeda

    dengan uvea. Keistimewaan imun dari kornea bersifat multifaktorial. Faktor utama adalah struktur

    anatomi limbus yang normal, dan lebih khusus lagi kepada keseimbangan dalam mempertahankan

    avaskularitas dan tidak adanya APC pada daerah sentral kornea. Ditambah oleh tidak adanya

    pembuluh limfe pada daerah sentral, menyebabkan lambatnya fase pengenalan pada daerah

    sentral. Meski demikian, sel-sel efektor dan molekul-molekul lainnya dapat menginfiltrasi kornea

    yang avaskuler melalui stroma. Faktor lain adalah adanya sistem imunoregulasi yang intak dari bilik

    mata depan, dimana mengadakan kontak langsung dengan endotel kornea.5, 7, 16

    6. BILIK MATA DEPAN, UVEA ANTERIOR DAN VITREUSBilik mata depan merupakan rongga berisi cairan humor akuos yang bersirkulasi

    menyediakan medium yang unik untuk komunikasi interseluler antara sitokin, sel imun dan sel

    pejamu dari iris, badan siliar dan endotel kornea. Meskipun humor akuos relatif tidak mengandung

    protein jika dibandingkan dengan serum (sekitar 0,1 1,0 % dari total protein serum), namun humor

    akuos mengandung campuran kompleks dari faktor-faktor biologis, seperti sitokin, neuropeptida,

    dan inhibitor komplemen yang mampu mempengaruhi peristiwa imunologis dalam mata.

    Terdapat blood aquous barrieryakniTight junction antara epitel nonpigmen memberikan barier yang

    lebih eksklusif yang dapat mencegah makromolekul interstisiel menembus secara langsung melalui

    badan silier ke humor akuos. Meski demikian, sejumlah kecil makromolekul plasma melintasi barier

    epitel nonpigmen ini dan dapat meresap dengan difusi ke anterior melalui uvea memasuki bilik mata

    depan melalui permukaan iris anterior.5, 7

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    23/50

    Annisa Rahim_012106082

    23

    Intraokuler tidak mengandung pembuluh limfe. Pengaliran sangat tergantung pada saluran

    aliran humor akuos untuk membersihkan substansi terlarut dan pada endositosis oleh sel endotelial

    trabekula meshwork atau makrofag untuk pembersihan partikel-partikel.5, 7

    Traktus uvea merupakan bagian yang penting dalam sudut pandang imunologi.Uvea banyak

    mengandung komponen seluler dari sistem imun termasuk makrofag, sel mast, limfosit dan sel

    plasma.Iris dan badan siliar mengandung banyak makrofag dan sel dendritik yang berperan sebagai

    APC ataupun sebagai sel efektor. Proses imun tidak mungkin terjadi secara terlokalisasi, namun APC

    meninggalkan mata melalui trabekula meshwork bergerak ke lien tempat terjadinya proses imun

    seluler, berupa aktivasi sel T supresor CD8+. Konsentrasi IgG, komplemen dan kalikrein sangat

    rendah didapat pada bilik mata depan yang normal.5, 7

    Uvea anterior memiliki sistem imunoregulasi yang telah digambarkan sebagai immune

    privilege (keistimewaan imun). Konsep modern mengenai immune privilege ini mengacu pada

    pengamatan bahwa implan tumor atau allograft dengan tidak diharapkan dapat bertahan lebih baik

    dalam regio ini, sedangkan implan atau graft yang sama mengalami penolakan lebih cepat pada

    daerah tanpa keistimewaan imun. Daerah immune privilege lain yaitu ruang subretina, otak dantestis. Meskipun sifat dasar dari antigen yang terlibat mungkin penting, immune privilege dari uvea

    anterior telah diamati dengan banyak antigen, meliputi antigen transplantasi, tumor, hapten,

    protein terlarut, autoantigen, bakteri dan virus.5, 7

    Immune privilege dimediasi oleh pengaruh fase aferen dan efektor dari lintasan respon

    imun. Imunisasi dengan menggunakan segmen anterior sebagai fase aferen dari respon imun primer

    berakibat dihasilkannya efektor imunologis yang unik. Imunisasi seperti dengan protein lensa atau

    autoantigen lain melalui bilik mata depan tidak menyebabkan terjadinya pola imunitas sistemik yang

    sama seperti yang ditimbulkan oleh imunisasi pada kulit. Imunisasi oleh injeksi bilik mata depan pada

    hewan coba menyebabkan terjadinya perubahan bentuk imunitas sistemik terhadap antigen yang

    disebutAnterior Chamber-Associated Immune Deviation (ACAID).5, 7, 13

    Pada vitreus tidak ditemukan kekhususan tertentu. Gel vitreus dapat mengikat protein dan

    berfungsi sebagai depot antigen. Gel vitreus secara elektrostatik dapat mengikat substansi protein

    bermuatan dan mungkin kemudian berperan sebagai depot antigen dan substrat untuk adhesi sel

    leukosit. Karena vitreus mengandung kolagen tipe II, ia dapat berperan sebagai depot autoantigen

    potensial pada beberapa bentuk uveitis terkait arthritis.5, 7, 12

    7. RETINA DAN KOROID

    Sirkulasi retina menunjukkan adanya blood retinal barrierpada tight junction antara sel

    endotel pembuluh darah. Pembuluh darah koriokapiler sangat permeabel terhadap makromolekul,

    memungkinkan terjadinya transudasi sebagian besar makromolekul plasma ke ruang ekstravaskulardari koroid dan koriokapiler. Tight junction antar sel RPE menyediakan barier fisiologis antara koroid

    dan retina. Pembuluh limfe tidak didapatkan pada retina dan koroid, namun APC ditemukan dalam

    konsentrasi yang tinggi. Mikroglia (derifat monosit) pada retina memiliki peran dalam menerima

    stimulus antigenik, dapat mengadakan perubahan fisik dan bermigrasi sebagai respon terhadap

    berbagai stimuli.5, 7, 12

    RPE dapat diinduksi untuk mengekspresikan molekul MHC kelas II, yang menunjukkan bahwa

    RPE juga dapat berinteraksi dengan sel T. Namun pada keadaan normal, segmen posterior tidak

    mengandung sel limfosit. Perisit yang berada pada pembuluh darah retina dapat mensintesis

    berbagai sitokin yang berbeda (seperti TGF-)yang dapat mengubah respon imun yang terjadi

    setelahnya. Proses imun yang terlokaliser juga tidak terjadi pada segmen posterior ini.5, 7, 13

    1. IMMUNE PRIVILEGE (KEISTIMEWAAN IMUNITAS)

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    24/50

    Annisa Rahim_012106082

    24

    Immune privilege menggambarkan beberapa organ tubuh yang memiliki kemampuan

    toleransi pengenalan antigen tanpa menyebabkan terjadinya inflamasi sebagai respon imun.

    Beberapa organ yang memiliki immune previlegeadalah otak, mata, uterus dan testis. Immune

    previlege dapat dikatakan sebagai evolusi dari adaptasi tubuh untuk melindungi fungsi organ vital

    dari respon imun yang dapat menimbulkan kerusakan. Inflamasi pada otak atau mata dapat

    menyebabkan hilangnya fungsi organ tersebut.10, 17

    Keberadaan immune previlege pada mata diketahui pada akhir abad 19 oleh

    Medawar. Mata merupakan struktur dengan keistimewaan imunitas, terlindungi dari sistem imun

    oleh berbagai mekanisme. Perlu ditekankan bahwa keistimewaan imunitas bukan berarti

    ketidakmampuan host memicu respon imun, namun merupakan kemampuan menghindarkan diri

    dari konsekuensi berat yang terjadi akibat adanya proses inflamasi. Pada tahap dimana terjadi

    gangguan dari mekanisme ini, akan menyebabkan inflamasi yang lebih berat yang bias mengancam

    penglihatan. Baik dari faktor infeksi maupun mekanisme imun, sangat berpengaruh dalam memicu

    kelemahan mekanisme keistimewaan imunitas mata.5, 7, 10

    Faktor-faktor yang mempengaruhi keistimewaan imunitas pada mata:

    1. Adanya Blood Ocular Barrier

    2. Tidak terdapatnya drainase limfatik pada mata

    3. Adanya faktor-faktor imunomodulator pada humor akuous

    4. Adanya ligand imunomodulator pada permukaan sel-sel parenkim okular

    5. Adanya kemampuan toleransi imun pada bilik mata depan dan bilik mata belakang (Anterior

    Chamber Associated Immune Deviation /ACAID).5, 7, 10, 17

    2.INFLAMASI

    Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap cidera. Reaksi dapat

    menimbulkan reaksi berantai dan rumit yang berdampak terjadinya vasodilatasi, kebocoran

    vaskulatur mikro dengan eksudasi cairan dan protein serta infiltrasi lokal sel-sel inflamasi. Sel fagosit

    diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan asing dan mati di jaringan yang cidera. Mediator

    inflamasi yang dilepas fagosit seperti enzim, radikal bebas anion superoksid dan oksida nitrit

    berperan untuk menghancurkan makromolekul dalam cairan eksudat. Namun respon inflamasi

    merupakan resiko yang harus diperhatikan pejamu. Bila terjadi rangsangan yang menyimpang dan

    menetap atau bahkan ditingkatkan. Reaksi dapat berlanjut yang menimbulkan kerusakan jaringan

    pejamu dan penyakit.4, 5, 7

    Pada inflamasi akut terjadi reaksi yang cepat terhadap benda asing, dapat beberapa jamsampai hari. Gejala inflamasi dini ditandai dengan lepasnya berbagai mediator sel mast seperti

    histamin dan bradikinin, yang diikuti oleh aktivasi komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan

    sel inflamasi akan melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas. Netrofil yang

    dikerahkan ke lokasi cidera akan melepas produk toksik. Bila penyebab inflamasi tidak dapat

    disingkirkan atau terjadi pajanan berulang-ulang dengan antigen, akan terjadi inflamasi kronik yang

    dapat merusak jaringan dan kehilangan fungsi sama sekali.4,5, 7

    Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak lagi dikerahkan dan berdegenerasi. Selanjutnya

    dikerahkan sel mononuklear seperti monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan

    gambaran inflamasi kronik. Dalam inflamasi kronik ini, monosit-makrofag memiliki 2 peran yaitu

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    25/50

    Annisa Rahim_012106082

    25

    memakan dan mencerna mikroba, debris seluler dan neutrofil yang berdegenerasi serta modulasi

    respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin. Monosit-makrofag juga

    mempunyai fungsi dalam penyembuhan luka dan memperbaiki parenkim dan fungsi sel inflamasi

    melalui sekresi sitokin.4, 5, 7

    Inflamasi yang terjadi pada praktek sehari-hari biasanya berfungsi secara fisiologis pada

    level subklinis tanpa manifestasi yang jelas. Misalnya, pada sebagian besar individu, paparan alergen

    permukaan okular yang terjadi tiap hari pada semua manusia atau kontaminasi bakteri selama

    operasi katarak yang terjadi pada sebagian besar mata biasanya dibersihkan oleh mekanisme

    respon imun bawaan atau adaptif tanpa inflamasi yang jelas.4, 5, 7

    3. REAKSI HIPERSENSITIVITASRespon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya berfungsi

    protektif, namunrespon imun juga dapat menimbulkan akibat buruk.Hal ini disebut dengan penyakit

    hipersensitivitas. Komponen-komponen sistem imun yang bekerja pada proteksi adalah sama

    dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang

    patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringantubuh.

    7

    Reaksi hipersensitivitas secara umum dibagi menurut mekanismenya oleh Robert Coombs

    dan Philip HH Gell pada tahun 1963. Lalu klasifikasi ini ditambahkan menjadi 5 Tipe.4, 6, 7

    Hipersensitivitas Tipe I : Alergi

    Hipersensitivitas tipe I terdiri atas tiga fase.

    a. alergen menyebabkan produksi IgE pada paparan pertama yang disebut fasesensitasi. IgE kemudian kontak dengan sel mast dan basofil.

    b. Fase kedua terjadi pada paparan kedua oleh antigen yang sama, dimanaakan diproduksi lebih banyak IgE dan terjadi degranulasi sel mast sehingga

    menghasilkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan

    bradikin.4, 5, 6, 7, 18

    c. Fase ketiga adalah terjadinya reaksi sebagai efek dari mediator-mediatoryang dilepas oleh sel mast dengan aktivitas farmakologik. Manifestasi

    okuler adalah konjungtivitis alergi, konjungtivitis papil raksasa,

    keratokonjungtivitis atopik dan keratokonjungtivitis vernal.4, 5, 6, 7, 18

    Hipersensitivitas Tipe II : Sitotoksik

    Tipe ini melibatkan antibodi IgG dan IgM, yang dapat menyebabkan lisis seluler akibat dari

    adanya dan teraktivasinya sel inflamasi yang berinteraksi dengan komplemen. Antibodi akanmengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R, dimana salah satunya adalah sel NK. Sel NK akan

    menyebabkan lisisnya sel yang terpapar antigen melaluiAntibody Dependent Cell Cytotoxicity(ADCC)

    (tanpa interaksi dengan komplemen). Manifestasi okuler : Ulkus Mooren dan Sikatriks Pemfigoid,

    Dermatitis Herpetiformis.4, 5, 6, 7, 18

    Hipersensitivitas Tipe III : Kompleks Antigen-Antibodi

    Hipersensitivitas tipe III terjadi akibat penimbunan kompleks antigen-antibodi. Normalnya,

    kompleks imun akan disingkirkan oleh fagosit, namun bila terdapat kompleks imun yang persisten

    akan mengaktifkan komplemen sehingga sel inflamasi memasuki deposit kompleks imun.4, 5, 6, 7

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    26/50

    Annisa Rahim_012106082

    26

    Karena pembuluh darah lebih mudah untuk menjadi tempat deposit kompleks imun, maka

    badan siliar merupakan bagian yang mudah mengalami reaksi tipe ini. Manifestasi okuler : Uveitis,

    Sindroma Behcet dan Sindroma Sjgren.4, 5, 6, 7

    Hipersensitivitas Tipe IV : Tipe Lambat

    Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe ini diawali oleh adanya peptida antigen yang

    dipresentasikan oleh APC ke sel T. Sel T ini akan bermigrasi ke jalan masuk antigen dan melepaskan

    mediator inflamasi seperti TNF. Reaksi ini terdiri dari 2 tipe yaitu Delayed Type Hypersensitivity(DTH)

    dan T Cell Mediated Cytolisis (TMC). Pada DTH, sel CD4+ Th 1 melepas sitokin IFN- yang

    mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai sel efektor. Pada DTH terdapat 2 fase yaitu fase

    sensitasi (pengenalan) dan fase peningkatan respon imun. Pada TMC, sel CD8+ yang langsung

    membunuh sel sasaran (efektor).Manifestasi okuler : Simpatetik oftalmia, Uveitis idiopatik, alergi

    okuler, reaksi penolakan transplantasi kornea4, 5, 6, 7, 18

    Hipersensitivitas Tipe V : Stimulasi

    Merupakan kategori yang baru dimana autoantibodi terikat pada reseptor hormon yang

    menyerupai hormon itu sendiri. Hal ini mengakibatkan stimulasi terhadap sel target. Contoh reaksi

    ini adalah pada tirotoksikosis.7

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    27/50

    Annisa Rahim_012106082

    27

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    28/50

    Annisa Rahim_012106082

    28

    http://wenliang.myweb.uga.edu/mystudy/immunology/ScienceOfImmunology/Hypersensiti

    vitydiseases.html

    GATAL

    MEKANISME RASA GATALSampai saat ini neurofisiologi rasa gatal masih belum jelas. Terdapat 3 teori yang diajukan

    untuk menerangkan mekanisme rasa gatal, yaitu :

    1. Teori Spesifisitas

    Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok sel saraf sensoris yang hanya mem-

    berikan respon terhadap stimuli pruritogenik.

    Teori ini didukung oleh bukti-bukti adanya serabut saraf C spesifik untuk rasa gatal yang

    menghantarkan rangsang rasa gatal dari perifer ke sentral dan terdapatnya sel saraf yang

    sen-

    sitif terhadap histamin pada traktus spinotalamikus. Eksperimen pada awal 1980 mendapat-

    kan bahwa peningkatan intensitas rasa gatal menginduksi rasa gatal yang lebih hebat tetapi

    http://wenliang.myweb.uga.edu/mystudy/immunology/ScienceOfImmunology/Hypersensitivitydiseases.htmlhttp://wenliang.myweb.uga.edu/mystudy/immunology/ScienceOfImmunology/Hypersensitivitydiseases.htmlhttp://wenliang.myweb.uga.edu/mystudy/immunology/ScienceOfImmunology/Hypersensitivitydiseases.htmlhttp://wenliang.myweb.uga.edu/mystudy/immunology/ScienceOfImmunology/Hypersensitivitydiseases.htmlhttp://wenliang.myweb.uga.edu/mystudy/immunology/ScienceOfImmunology/Hypersensitivitydiseases.html
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    29/50

    Annisa Rahim_012106082

    29

    tidak menyebabkan nyeri. Hal ini memperkuat teori bahwa rasa gatal dan nyeri adalah

    sensasi yang terpisah yang disalurkan melalui jaras yang berbeda

    2. Teori Intensitas

    Teori ini mengatakan bahwa perbedaan intensitas stimulus berperan penting pada aktivasi

    serabut saraf. Intensitas stimulus yang rendah akan mengaktivasi serabut saraf rasa gatal,

    sedangkan peningkatan intensitas stimulus akan mengaktivasi serabut saraf nyeri.

    Kelemahan teori ini adalah perangsangan dengan stimulus noksius (termal dan mekanik)

    pada dosis ambang rangsang tidak menimbulkan rasa gatal. Pemeriksaan mikroneurografi

    juga tidak dapat membuktikan kebenaran teori ini. Pengobatan yang menghambat nyeri

    tidak

    dapat menghambat rasa gatal melainkan malah sebaliknya, menyebabkan rasa gatal.

    3. Teori Selektivitas

    Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok nosiseptor aferen yang secara selek-

    tif memberikan respon terhadap stimulus pruritogenik. Kelompok nosiseptor ini memiliki hu-

    bungan sentral yang berbeda dan mengaktifkan sel saraf sentral yang berbeda pula. Teoriini didukung oleh penemuan yang mendapatkan bahwa stimulus mekanik, termal dan kimia

    noksius dengan memakai bradikinin lebih nyata menginduksi rasa gatal daripada nyeri pada

    penderita gatal kronis.

    4.Sensitisasi

    Rasa gatal kronis memiliki banyak persamaan dengan nyeri kronis, keduanya diduga melalui

    mekanisme perifer dan sentral. Mediator inflamasi klasik, antara lain prostaglandin, bra-

    dikinin, leukotrien, serotonin, pH yang rendah dan substansi P, dapat mensensitisasi

    nosiseptor secara kimiawi. Mediator inflamasi tersebut menurunkan ambang rangsang

    reseptor terhadap mediator lain seperti histamin dan capsaicin, sebagai akibatnya terjadi

    induksi baik pada nyeri maupun rasa gatal.

    4.1. Sensitisasi perifer

    Pada penderita gatal kronis, dermatitis atopik dan dermatitis kontak terdapat peningkatan

    mediator neurotropin 4 (NT-4) serta ekspresi serum nerve growth factor (NGF).5,7,8 NGF

    dan NT-4 juga dapat mensensitasi nosiseptor.

    Peningkatan mediator tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat perifer terjadi mekanisme

    sensitisasi yang sama antara nyeri dan rasa gatal sehingga sampai sekarang belum dapat

    dibedakan antara nosiseptor dan pruriseptor.5,7

    4.2. Sensitisasi sentral

    Ada banyak persamaan mekanisme sensitisasi sentral pada nyeri dan rasa gatal.5,7,8Aktivitas

    nosiseptor kimia pada penderita gatal kronis menimbulkan sensitisasi sentral sehingga me-

    ningkatkan sensitivitas terhadap rasa gatal.

    Terdapat dua tipe peningkatan sensitivitas terhadap rasa gatal, yang pertama adalah

    aloknesis

    yang analog dengan alodinia terhadap rangsang nyeri. Alodinia artinya rabaan atau te-

    kanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri oleh penderita

    dirasakan nyeri, sedangkan aloknesis adalah rabaan atau tekanan ringan yang dalam ke-

    adaan normal tidak menimbulkan rasa gatal oleh penderita dirasakan gatal. Aloknesis

    sering dijumpai, bahkan pada penderita dermatitis atopik aloknesis merupakan gejala

    utama.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    30/50

    Annisa Rahim_012106082

    30

    Aloknesis dapat menerangkan keluhan rasa gatal yang berhubungan dengan berkeringat,

    perubahan suhu mendadak, serta memakaidan melepas pakaian. Seperti halnya alodinia,

    fenomena ini memerlukan aktivitas sel saraf yang terus berlangsung (ongoing activity).

    Tipe kedua adalah hiperknesis punktat yang analog dengan hiperalgesia. Pada hiperalgesia,

    suatu rangsang nyeri berupa tusukan ringan (pinprick) dipersepsi sebagai nyeri yang lebih

    hebat di sekitar daerah inflamasi, sedangkan hiperknesis punctat merupakan peningkatan

    sensitivitas pada rasa gatal dimana suatu rangsang berupa tusukan ringan yang menginduksi

    rasa gatal dipersepsi sebagai rasa gatal yang lebih hebat di daerah sekitar lesi kulit.

    Fenomena ini tidak memerlukan aktivitas nosiseptor primer yang terus berjalan sehingga

    dapat berlangsung lebih lama. Hiperalgesia dapat menetap berjam-jam setelah trauma.

    Gambar 1 menjelaskan bahwa pada keadaan

    normal serat saraf C dan A menghambat rasa

    gatal. Sensitisasi yang terus menerus pada

    pruriseptor dapat mengubah interaksi (garisputus-putus), sehingga rangsangan nyeri yang

    dihantarkan oleh serat saraf C dan A diper-

    sepsi sebagai rasa gatal (hiperknesis punktat).

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    31/50

    Annisa Rahim_012106082

    31

    http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_185Hubunganrasagatal.pdf

    2. Kenapa sakitnya berulang ulang factor pncetus??Krna sel mast mmpunyai memori trhap alergi trsbut

    3. Hub makan udang dan kerang dg keluhan?Faktor endogen dan eksogen dr kerang dan udang yg mnyebabkan alergi

    Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan

    berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik.

    http://www.thevets.net/download/hypoallergenic.pdf

    http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_185Hubunganrasagatal.pdfhttp://www.kalbemed.com/Portals/6/09_185Hubunganrasagatal.pdfhttp://www.thevets.net/download/hypoallergenic.pdfhttp://www.thevets.net/download/hypoallergenic.pdfhttp://www.thevets.net/download/hypoallergenic.pdfhttp://www.kalbemed.com/Portals/6/09_185Hubunganrasagatal.pdf
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    32/50

    Annisa Rahim_012106082

    32

    http://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular

    +weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqD

    JIDL_-

    VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molec

    ular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=false

    IgE and Anti-IgE Therapy in Asthma and Allergic Disease

    edited by Robert Fick

    Salah satu penyakit parasiter yang sering menyerang udang windu adalah zoothamniosis yang

    disebabkan oleh Zoothamnium panaei dari kelas Ciliata. Bila penyakit ini menyerang insang dan

    permukaan tubuh udang, maka akan menyebabkan udang sulit bernafas, sulit ganti kulit (moulting),

    dan terjadi peradangan pada kulit.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein membran imunogenik Zoothamnium penaei yangdapat diisolasi dan diidentifikasi dari udang windu asal pantai Utara adalah protein membran dengan

    berat molekul 106.4 kDa, 46.1 kDa dan 41.5 kDa. Sedangkan yang dari pantai Selatan Jawa Timur

    dengan berat molekul 118.3 kDa, 71.6 kDa, 68 kDa, 38.8 kDa dan 18 kDa.

    http://repo.unair.ac.id/data/richfiles/abstrak%20EKSAK%2006-10%20_upload_(109).pdf

    A. DEFINISI

    Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada manusia dan

    hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit.

    Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan

    http://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://repo.unair.ac.id/data/richfiles/abstrak%20EKSAK%2006-10%20_upload_(109).pdfhttp://repo.unair.ac.id/data/richfiles/abstrak%20EKSAK%2006-10%20_upload_(109).pdfhttp://repo.unair.ac.id/data/richfiles/abstrak%20EKSAK%2006-10%20_upload_(109).pdfhttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=1TPqFao7XYMC&pg=PA332&lpg=PA332&dq=molecular+weight+protein+shrimp+dalton+allergy&source=bl&ots=G3UZ7w0Pfu&sig=TOmTyBQQjjlqDJIDL_-VMwMYf18&hl=en&sa=X&ei=2YueUYL1D4iNrQf2loHIAg&redir_esc=y#v=onepage&q=molecular%20weight%20protein%20shrimp%20dalton%20allergy&f=false
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    33/50

    Annisa Rahim_012106082

    33

    yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan

    aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi (Baratawidjaja 1991: 13;

    Campbell,dkk2000: 77).

    B. KARAKTERISTIK

    Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai berikut:

    1. Asing (berbeda dari self)

    Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai selftidak bersifat imunogenik, jadi untuk

    menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.

    2. Ukuran molekul

    Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar. Molekul dengan berat

    molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran sangat kecil seperti

    asam amino tidak bersifat imunogenik.

    3. Kompleksitas kimiawi dan struktural

    Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam amino kurang

    bersifat imunogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asamamino yang berbeda.

    4. Determinan antigenic (epitop)

    Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut dengan determinan antigenic

    atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan. Suatu determinan mempunyai

    ukuran lima asam amino atau gula.

    5. Tatanan genetic penjamu

    Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap antigen yang

    sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.

    6. Dosis, cara dan waktu pemberian antigen

    Respon imun tergantung kepada banyaknya antigen yang diberikan, maka respon imun tersebut

    dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk jumlah dosis),

    cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang diberikan)

    (buku mik kedok hlm 177178).

    C. PEMBAGIAN ANTIGEN

    1. PEMBAGIAN ANTIGEN MENURUT EPITOP

    Menurut epitop, antigen dapat dibagi sebagai berikut:

    a. Unideterminan, univalen

    Yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu molekul.

    b. Unideterminan, multivalenYaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian tersebut ditemukan pada satu molekul.

    c. Multideterminan, univalen

    Yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan

    protein).

    d. Multideterminan, multivalen

    Yaitu banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan

    berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi).

    (Baratawidjaja 1991: 14).

    2. PEMBAGIAN ANTIGEN MENURUT SPESIFISITAS

    Menurut spesifisitas, antigen dapat dibagi sebagai berikut:

    a. Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    34/50

    Annisa Rahim_012106082

    34

    b. Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.

    c. Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.

    d. Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari spesies yang

    berbeda.

    e. Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri

    (Baratawidjaja 1991: 14-15; Sell : 910).

    3. PEMBAGIAN ANTIGEN MENURUT KETERGANTUNGAN TERHADAP SEL T

    Menurut ketergantungan terhadap sel T, antigen dapat dibagi sebagai berikut:

    a. T dependentyaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat

    menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.

    b. T independentyaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel Tuntuk membentuk

    antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang dipecah di dalam badan secara

    perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida,ficoll, dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri.

    (Baratawidjaja 1991: 15).

    4. PEMBAGIAN ANTIGEN MENURUT SIFAT KIMIAWIMenurut sifat kimiawi, antigen dapat dibagi sebagai berikut:

    a. Hidrat arang (polisakarida)

    Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun terutama

    pembentukan antibodi. Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, mempunyai sifat

    antigen dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.

    b. Lipid

    Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier. Lipid

    dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.

    c. Asam nukleat

    Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier. DNA

    dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA terjadi pada

    penderita dengan SLE.

    d. Protein

    Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan univalent.

    (Baratawidjaja 1991: 15)

    Antigen juga dibagi menjadi antigen lengkap dan antigen tidak lengkap. Antigen lengkap merupakan

    salah satu dari antigen yang dapat menginduksi respon imun dan bereaksi dengan produknya

    sebagai respo tersebut. Antigen lengkap meliputi imunogen dan antigen. Antigen tidak lengkap

    (hapten) adalah substansi kimia aktif yang mempunyai berat molekul kecil yang tidak dapatmenginduksi respon imun oleh dirinya sendiri tetapi dapat bergabung dengan molekul yang lebih

    besar (carrieratau Schlepper) menjadi bersifat imunogenik dan dapat mengikat antibodi. Contoh

    hapten adalah berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul yang rendah.

    Hapten biasanya dikenal oleh sel B sedangkan carrieroleh sel T. Carriersering digabungkan dengan

    hapten dalam usaha imunisasi (Baratawidjaja 1991: 13; Sell : 2).

    KARAKTERISTIK ANTIGEN

    Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan struktur tersier.

    a. Ukuran

    Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang besar. Tetapi molekul kecil

    dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat bersifat imunogen dengan

    membentukkompleks molekul kecil (hapten) dan protein inang (carrier).

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    35/50

    Annisa Rahim_012106082

    35

    b. Bentuk

    Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen utama, seperti DNP dalam DNP-L-lisin yang

    memberi bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam homolog primer. Kopolimer dari dua

    asam amino bersifat imunogenik untuk beberapa spesies, yang mana polimer dari tiga atau empat

    asam amino yang merupakan syarat yang penting untuk spesies lain. Lokasi dari struktur dalam

    determinan juga sangat penting.

    c. Rigiditas

    Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya non imunogenik.

    Kespesifitasanya dari produksi antigen secara langsung diangkut ke gelatin.

    d. Lokasi determinan

    Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang penting yang dapat

    dimasukkan oleh molekul besar.

    e. Struktur tersier

    Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting dalam mendeterminasi kespesifikan dari respon

    suatu antibody. Produksi antibody rantai A dari insulin tidak bereaksi dengan molekul alami.Reduksi dan reoksidasi dari ribonuklease di bawah kondisi kontrol diproduksi dari campuran molekul

    protein yang berbeda hanya dalam struktur tiga dimensi. Jika katabolisme terjadi, struktur tersier

    dari imunogen akan dihancurkan

    (Sell : 34).

    APC (Antigen-presenting cell)

    Sel-sel yang menghancurkan antigen meliputi sel B dan makrofaga. Kelompok sel tersebut bertindak

    sebagai sel penyaji antigen (antigen-presenting cell) atau APC yang mensiagakan system kekebalan,

    melalui sel T helper, bahwa ada antigen asing dalam tubuh. Makrofag atau sel B memproses dan

    menyajikan antigen kepada sel T. Sel T yang teraktivasi tersebut kemudian berinteraksi denagn sel

    B. Sel B yang membawa imunoglkoblin permukaan yang cock dengan antigen, dirangsang untuk

    berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membnetuk protein antibody spesifik

    atau berdiferensiasi menjadi sel memori yang hidup dalam jangka waktu lama. Sel plasma tersebut

    mensintesis imunoglobulin dengan spesifisitas yang sama dengan yang dibawa oleh sel B.

    (Brooks, dkk2001: 179).

    Perbedaan itu bisa terletak pada salah satu dari tiga jenis imunitas yang pada dasarnya dimiliki oleh

    setiap orang.

    a. imunitas natural ada di dalam tubuh kita sejak kita lahir. bisa dipengaruhi genetic.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    36/50

    Annisa Rahim_012106082

    36

    http://omim.org/entry/147050

    b. imunitas adaptif, adalah imunitas yang berkembang seumur hidup kita karena tubuh kitaterkena serangan penyakit atau mendapat vaksinasi.

    c. Imunitas pasif adalah jenis yang ketiga. Dinamai pasif karena "dipinjam" dari sumber lain danbertahan untuk waktu singkat. Misalnya ASI.

    4. Kenapa alergi dimata tdk di organ lain??

    http://omim.org/entry/147050http://omim.org/entry/147050http://omim.org/entry/147050
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    37/50

    Annisa Rahim_012106082

    37

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    38/50

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    39/50

    Annisa Rahim_012106082

    39

    Sifat2: mudah digerakkan knpa? a.conjuntiva post terikat longgar.

    6. Bagaimana terjadinya cobble stone?histologinyaPerubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang

    banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai

    hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat

    proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.

    Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga

    terbentuklah gambaran cobblestone.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    40/50

    Annisa Rahim_012106082

    40

    Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga

    konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva

    tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva

    tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik

    Fase vascular dan selular dini akan segeradiikuti dengan deposisi kolagen,

    hialuronidase,peningkatan vaskularisasi yang lebihmencolok, serta reduksi sel radang

    secarakeseluruhan. Deposisi kolagen dan substansidasar maupun seluler

    mengakibatkanterbentuknya deposit stone yang terlihatsecara nyata pada pemeriksaan

    klinis.Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atasmembentuk giant papil bertangkai dengandasar

    perlekatan yang luas. Horner- Trantas dots yangterdapat di daerah ini sebagianbesar terdiri

    dari eosinofil, debris selular yangterdeskuamasi, namun masih ada sel PMNdan limfosit.

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    41/50

    Annisa Rahim_012106082

    41

    http://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+

    tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-

    4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-

    qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secre

    tion&f=false

    DiFiore's Atlas of Histology With Functional Correlations

    By Victor P. EroschenkoGlandula tarsal sel asinimucus.

    http://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=JZoTjdNSlpQC&pg=PA493&lpg=PA493&dq=conjunctiva+tarsal+function+secretion&source=bl&ots=Uj5MmQE_yk&sig=-C5kUkF63kU9REsUTXqDO7-4-uA&hl=en&sa=X&ei=jJ6eUe-qJ4W3rAefkYCQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=conjunctiva%20tarsal%20function%20secretion&f=false
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    42/50

    Annisa Rahim_012106082

    42

    7. Kenapa keluhan sudah 5hr tp tdk membaik juga??Two effector phases of type I hypersensivity reactions

    Type I hypersensitivity has two phases:

    immediate phase: The early response occurs within minutes of allergen exposure and

    primarily involves histamine, leukotrienes (LTC4), and prostaglandin (PGD2). The

    effects of these mediators lead to bronchoconstriction, vasodilation, and some

    buildup of mucus.

    late phase: The late response occurs hours later and involves additional mediators,

    including IL-4, IL-5, IL- 16,TNF-, eosinophil chemotactic factor (ECF), and platelet-

    activating factor (PAF). The overall effects of these mediators is to increase

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    43/50

    Annisa Rahim_012106082

    43

    endothelial cell adhesion as well as to recruit inflammatory cells, including

    eosinophils and neutrophils, into the bronchial tissue.

    8. Cara kerja dr obat tetes mata dan obat minum pd scenario dan kemungkinan obat itu apa??

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    44/50

    Annisa Rahim_012106082

    44

    http://secure.medicalletter.org/doc_allergies

    9. Dd

    http://secure.medicalletter.org/doc_allergieshttp://secure.medicalletter.org/doc_allergieshttp://secure.medicalletter.org/doc_allergies
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    45/50

    Annisa Rahim_012106082

    45

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    46/50

    Annisa Rahim_012106082

    46

    Oftalmologi Ed. 9

    http://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-

    YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKK

    x5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_e

    http://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKKx5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKKx5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKKx5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKKx5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKKx5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=X8pF13DaF-YC&pg=PA65&lpg=PA65&dq=patofisiologi+cobblestone+konjungtiva&source=bl&ots=X1ze2DKKx5&sig=PDGeSCTZC1h3adZr1UaNL3NEW9M&hl=en&sa=X&ei=YJyeUavSOMjDrAe6_4Ao&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=false
  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    47/50

    Annisa Rahim_012106082

    47

    sc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20cobblestone%20konjungtiva&f=false

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    48/50

    Annisa Rahim_012106082

    48

    KONJUNGTIVITIS VERNAL

    Konjungtivitis vernalis merupakan salah satu bentuk proses inflamasi kronik dan berulang pada

    mata, umumnya bilateral. Pasien dengan atopi mempunyai risiko lebih besar untuk menderita

  • 7/28/2019 Annisa Lbm 2 Mata

    49/50

    Annisa Rahim_012106082

    49