Anisa Cerpen

8
PIALA INI UNTUK IBU Sedikit tergesa-gesa, Risky berlari melintasi halaman rumahnya. Dengan wajah terlihat gembira, sesekali anak kelas 1 SMP itu memandangi piala yang digenggamnya. Sepertinya ia sudah tidak sabar lagi menunjukkan piala itu pada ibunya dan membuktikan hobi sepakbola yang ia banggakan bisa membuahkan prestasi. “Ibuu…Risky pulaang ,” ucap Risky setengah berteriak sambil membuka daun pintu. Risky tertegun, disudut ruang tamu banyak sekali tetangga yang duduk bersimpuh mengerumuni ibunya. Risky mencoba melangkah mendekat. Sejurus kemudian Risky melihat ibunya menangis sambil menyebut-nyebut namanya. “Ibuu..ibu kenapa, ini Risky bu.. ini piala yang Risky janjikan kemarin, Risky berhasil jadi juara satu buu..,” teriak Risky mulai dilanda kekhawatiran. Namun rupanya tak seorangpun mendengar teriakannya, termasuk ibunya yang suara tangisannya semakin keras. Belum terjawab keheranan Risky tentang apa yang terjadi, tiba- tiba ia mendengar suara sirine mobil ambulans yang sepertinya berhenti tepat di halaman rumah. Tak lama kemudian pintu terbuka dan masuk beberapa orang memakai seragam putih-putih dengan menandu seseorang, lalu mereka membaringkan tubuh seseorang itu di meja ruang tamu. Seketika suasana rumah menjadi gaduh. Jeritan ibunya semakin menjadi-jadi diiringi isak tangis orang-orang disekitarnya. Risky…Risky anakkuuu…,” teriak ibu Risky sambil mendekap tubuh seseorang itu. Dipenuhi rasa penasaran, Risky kembali mendekati ibunya. Alangkah terkejutnya ia melihat tubuh yang terbaring di meja itu yang tak lain adalah tubuhnya. “Ibuu..apa yang terjadi denganku..,” gumam Risky dalam hati. Belum habis rasa terkejutnya, Risky mendengar orang yang berseragam putih disamping ibunya mulai berkata kata. ”Bu..kami sudah berusaha, tapi penggumpalan darah di otak anak ibu sangat parah, maafkan kami. Anak ibu sudah pergi ,” ucapnya lirih. Risky mulai tahu apa yang terjadi. Ingatannya melayang pada peristiwa beberapa jam yang lalu di lapangan bola. Saat ini tim Risky unggul 1 – 0 saat bertanding melawan tim SMP 45. Dimenit- menit akhir terjadi tendangan bebas didekat mistar gawang yang menguntungkan pihak lawan. Risky yang berperan sebagai salah satu pagar betis berusaha membentengi gawang supaya tidak terjadi gol.

Transcript of Anisa Cerpen

Page 1: Anisa Cerpen

PIALA INI UNTUK IBU

Sedikit tergesa-gesa, Risky berlari melintasi halaman rumahnya. Dengan wajah terlihat gembira, sesekali anak kelas 1 SMP itu memandangi piala yang digenggamnya. Sepertinya ia sudah tidak sabar lagi menunjukkan piala itu pada ibunya dan membuktikan hobi sepakbola yang ia banggakan bisa membuahkan prestasi.“Ibuu…Risky pulaang ,” ucap Risky setengah berteriak sambil membuka daun pintu.Risky tertegun, disudut ruang tamu banyak sekali tetangga yang duduk bersimpuh mengerumuni ibunya. Risky mencoba melangkah mendekat. Sejurus kemudian Risky melihat ibunya menangis sambil menyebut-nyebut namanya.“Ibuu..ibu kenapa, ini Risky bu.. ini piala yang Risky janjikan kemarin, Risky berhasil jadi juara satu buu..,” teriak Risky mulai dilanda kekhawatiran. Namun rupanya tak seorangpun mendengar teriakannya, termasuk ibunya yang suara tangisannya semakin keras.Belum terjawab keheranan Risky tentang apa yang terjadi, tiba-tiba ia mendengar suara sirine mobil ambulans yang sepertinya berhenti tepat di halaman rumah. Tak lama kemudian pintu terbuka dan masuk beberapa orang memakai seragam putih-putih dengan menandu seseorang, lalu mereka membaringkan tubuh seseorang itu di meja ruang tamu. Seketika suasana rumah menjadi gaduh. Jeritan ibunya semakin menjadi-jadi diiringi isak tangis orang-orang disekitarnya.Risky…Risky anakkuuu…,” teriak ibu Risky sambil mendekap tubuh seseorang itu. Dipenuhi rasa penasaran, Risky kembali mendekati ibunya. Alangkah terkejutnya ia melihat tubuh yang terbaring di meja itu yang tak lain adalah tubuhnya.“Ibuu..apa yang terjadi denganku..,” gumam Risky dalam hati.Belum habis rasa terkejutnya, Risky mendengar orang yang berseragam putih disamping ibunya mulai berkata kata.”Bu..kami sudah berusaha, tapi penggumpalan darah di otak anak ibu sangat parah, maafkan kami. Anak ibu sudah pergi ,” ucapnya lirih.Risky mulai tahu apa yang terjadi. Ingatannya melayang pada peristiwa beberapa jam yang lalu di lapangan bola. Saat ini tim Risky unggul 1 – 0 saat bertanding melawan tim SMP 45. Dimenit-menit akhir terjadi tendangan bebas didekat mistar gawang yang menguntungkan pihak lawan. Risky yang berperan sebagai salah satu pagar betis berusaha membentengi gawang supaya tidak terjadi gol. Ia sempat melihat bola melayang sebelum akhirnya membentur bagian belakang kepalanya ketika ia melompat sambil membalikkan badan. Setelah itu, ia tidak ingat lagi apa yang terjadi kemudian.“Jadi..jadi Risky sudah meninggal buu..,” Risky terisak sambil berusaha meraih bahu ibunya. Tapi rupanya sang ibu tak bisa merasakan sentuhan tangan Risky.Risky mulai meneteskan airmata. Takut, sedih, cemas semua bercampur jadi satu. Sebelum tahu apa yang harus ia lakukan, entah darimana datangnya tiba-tiba ada sesosok bayangan putih menghampirinya.“Ayahh…,” gumam Risky lirih.“Risky..sudah waktunya Risky ikut ke rumah ayah yang baru..,” ucap bayangan putih itu.“Tapi ibu…,” jawab Risky sambil menoleh ibunya yang masih tetap menangis.“Jika tiba waktunya nanti, ibu pasti menyusul ke rumah kita yang baru naak, “ kata bayangan putih itu seperti tahu perasaan Risky yang enggan berpisah dengan ibunya.Sekejab kemudian, Risky perlahan menghilang bersama sosok bayangan itu. Entah kemana..hanya mereka yang tahu.

Page 2: Anisa Cerpen

I’M SURE, I CAN DO IT

Aku adalah seorang lelaki dari desa yang terpencil di daerah Bogor. Aku tinggal bersama kedua orangtuaku serta saudara-saudara besarku. Aku terlahir dari keluarga yang kurang mampu, semua saudaraku hanya bisa bersekolah sampai pada tingkat dasar saja. Tapi beruntungnya aku yang disekolahkan di sebuah sekolah menengah pertama ini. Namun, nasibku kini tak seberuntung mereka yang telah bekerja menjadi pedagang. aku sangat senang sekali bisa bersekolah menengah pertama ini.Tahukah kamu?, aku sangat terganggu bersekolah disini. Aku malu! Setiap hari aku sangat malu!. Karena bayaran tunggakan sekolah yang belum sempat aku bayar, bukan karena aku tidak sempat, tapi aku tidak punya uang untuk melunasinya. Lalu aku pulang dengan wajah murung menghadap orangtuaku dan aku berbincang-bincang mengenai masalahku, tapi balas orangtuaku hanyalah aku harus bersabar dan tidak untuk memikirkan semua ini, biarkan hal ini menjadi beban orangtua saja.Selama 3 tahun aku bersekolah di sekolah menangah pertama ini, percaya atau tidak, aku masih belum seperak pun menyimpan uang biaya sekolah, namun entah mengapa aku bisa lulus, mungkin kedua orangtuaku telah mendapat rejeki untuk itu, entahlah.Hari pertama masuk sekolah menengah atas, aku tidak ingin kejadian memalukan yang sebelumnya terjadi di sekolah menengah pertama terjadi kembali padaku di SMA kini. Setiap harinya aku berniat mengumpilkan uang Rp 1,- dalam sakuku. Untuk bayaran. Dengan seperti ini aku bisa nyaman bersekolah tanpa harus dipanggil oleh guru bagian tata usaha dan ditagih uang bayaran, sungguh menyenangkan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya yang bersekolah setinggi ini, tidak ada anak seumuranku yang bersekolah setingkat SMA. Aku ingin derajatku setelah lulus nanti dibedakan kualitasnya dengan anak yang tidak bersekolah, oleh karena itu, setiap hari aku pergi ke sekolah secara sembunyi-sembunyi dan lewat sawah berlumpur demi tidak ketahuan bahwa aku adalah anak SMA.Tiga tahun aku lalui di SMA ini, akhirnya aku lulus sekolah, aku sangat senang. Pada waktu itu aku berencana untuk mencoba mengisi formulir UMPTN untuk masuk universitas. Lagi lagi masalah biaya membahana di kepalaku. Bagaimana ini? Aku berusaha berbincang secara baik dengan orangtuaku dan aku sangat miris sekali. Keesokan harinya aku diberikan sejumlah uang untuk membeli formulir itu yang seharga Rp 15.000,- aku harus menggunakan uang ini untuk hal yang berguna. Jangan sampai aku sia-siakan uang ini yang didapatkan orangtuaku dari menggadaikan sebuah sarung kepada seseorang.Lalu aku membeli formulirya dan mengikuti beberapa tes, dan hasilnya.. AKU DITERIMA. Sungguh, apakah ini mimpi. Aku tembah kaget lagi setelah temanku memperliahatkan sebuah Koran berisi pengumuman yang diterima. Aku sangat sennang sekali mendengarnya, lalu aku melakukan sedikit gerakan tarian sambil menuju kamar mandi, namun aahh.. anak tangga ini melukai kakiku, yang masih berbekas hingga kini, luka ini terjadi pada tanggal 8 agustus.Letak kampus ini ternyata jauh sekali dari rumahku, lalu kuputuskan untuk tinggal bersama orang lain di dekat kampusku. Percaya atau tidak, aku menjadi pembantu disana, sebagai seorang lelaki yang tidak digaji, aku harus tahu diri bahwa aku menumpang disini. Setiap pagi aku harus menjalankan aktivitas rumahtangga di rumah orang, demi mengisi perut dan menumpang tidur saja.Dua tahun berlalu, nampaknya aku sudah memiliki penghasilan sendiri. Penghasilan yang kudapatkan dari bisnis kecil-kecilan ini ternyata mampu mengontrakan sebuah rumah kecil di pekarangan yang kumuh dan bau. Aku mendapatkan uang dengan cara berbisnis fotocopy di kelas. Biasanya sang dosen memberikan kami sebuah materi yang harus di fotocopy, dan tentu saja hal ini menjadikan peluang bisnis untukku, aku mengambil alih semua tugas itu dan aku pergi ke Jakarta untuk memfotocopy lembaran materi itu, keuntungan yang baik bukan dan lumayan untuk membelikan martabak untuk keluargaku. HeheHari demi hari berlalu begitu saja, aku tidak menyangka secepat itukah aku lulus, dan aku dilantik menjadi seorang guru, dan aku ditugaskan mengajar di NTB. Selama 15 tahun aku disana dengan pekerjaanku, aku juga menemukan sosok yang setia menemaniku, aku menemukan jodohku disana. Seolah kedatanganku ini untuk menjamput isteriku sekarang.Pesan Moral: tidak ada manusia yang dilahirkan untuk gagal, semua manusia dilahirkan untuk menjadi orang yang sukses, tidak ada kata menyerah, namun semua ini tergantung pada bagaimana caramu mengambil keputusan.

Page 3: Anisa Cerpen

PIANIS PESIMIS

Rara itulah namaku, sekarang aku duduk di kelas 8, hobiku bermain piano dan juga membuat

cerita cerita fiksi. Ceritanya berawal dari piano baruku yang diberikan oleh orang tuaku saat aku

berumur 12 tahun tepatnya di hari ulang tahunku, sekarang umurku menginjak 14 tahun. Aku

belajar piano sudah 2 tahun dan belajar secara otodidak (sendiri) dan melihat lihat video video

gratis di situs video terkenal yaitu Youtube. Pertama aku bermain piano aku sangat giat berlatih

karena ingin menjadi pianis terkenal seperti yang aku lihat di Youtube.

“Oh alangkah merdunya suara yang dikeluarkan oleh piano, aku jadi termotivasi untuk terus

belajar dan berlatih” Kataku sambil takjub melihat pianis pianis handal yang memainkan alat

musik paling romantis alias piano.

Setelah beberapa bulan berlalu aku tetap tidak bias bermain piano, “Kenapa sih aku gak bisa-bisa

main piano?” protesku sambil menitikan setitik dua titik air mata. “Pokoknya aku gak mau lagi

main piano, aku benci piano!” protesku sambil terus berderai air mata. Ternyata orang tuaku

mendengar keluhanku terhadap piano yang telah diberikannya. “Ra, tenang mana ada orang yang

baru sebulan sudah handal bermain piano? Sabar ya Ra, terus berlatih supaya kamu bisa bermain

piano” Ibuku memotivasiku untuk tidak bersikap pesimis atau gampang menyerah, “Tapi bu…”

protesku, “Tidak ada tapi tapian pokoknya sekarang kamu harus belajar dengan giat dan

semangat!” potong ibuku.

“Akhirnya aku bisa juga memainkan lagu One Direction kesukaan di piano” kataku sambil

tersenyum manis. “Pokoknya aku akan terus belajar, berlatih supaya bisa meraih apa yang aku

inginkan” kataku sambil memotivasi diriku supaya tidak bersifat pesimis, tetapi harus bersikap

optimis.

Dua tahun berlalu begitu cepatnya, ada suatu tanggal yang dinantikan-nantikan oleh Rara yaitu

tanggal 12 Mei 2013, kenapa dia begitu menantikan natikannya?

“Ma, Pa ayo kita berangkat ke gedung Melati, nanti terlambat loh kita kan harus sound check

dulu” kataku menyuruh mama dan papaku untuk bersiap pergi ke gedung melati. Aku

mengadakan konser piano tunggal di gedung Melati, dan sekarang aku mau sound check dulu,

jadi terus baca ke bawah lagi ya… Hehehehe

“Sekarang kita akan mendengarkan alunan lagu dari Demi Lovato Heart Attack yang akan di

mainkan oleh Rara si Pianis Muda Berbakat” Sahut MC dan semua penonton bertepuk tangan

yang sangat meriah. Setelah beberapa jam berlalu akhirnya konserpun selesai dan alhasil Rara

menjadi terkenal.

Page 4: Anisa Cerpen

MATEMATIKA IS MY LIFE

“Huhh.. kenapa sih nilai ulangan matematikaku selalu… saja jelek! Padahal aku kan sudah belajar?” tanya Nanda sambil berdecak kesal. “hay, Nanda? Kamu kenapa? Kok suntuk begitu sih?” tanya Nida teman Nanda. “gini, Nid. Tadi aku kan ulangan Matematika, tapi nilaiku jelek. Padahal aku sudah belajar!” kata Nanda. “m.. gini aja Nan, kamu coba belajar lebih giat lagi, dan hilangkan rasa tidak percaya diri dan tidak bisa dari dalam dirimu. Sebelumnya aku mau tanya, kamu benci gak sama pelajaran Matematika?” tanya Nida. “m.. Iya sih Nid. Aku benci… banget sama pelajaran Matematika. Soalnya, aku males… banget kalau belajar hitung-hitungan. Bikin puyeng kepala!” kata Nanda. “m.. itulah masalahnya! Kamu pasti tidak suka pelajaran itu. Makanya kamu anggap sepele dan jadinya nilaimu jelek deh. Coba kamu belajar lebih giat. Atau kamu mau belajar di rumahku?” tawar Nida. “ok, jam berapa?” tanya Nanda riang. “Jam 03.00 sampai jam 05.00” kata Nida lagi. “oh ya sudah! Dah sampai ketemu ya,” kata Nanda berlari riang keluar dari pagar sekolah. Nida hanya tersenyum sambil melambaikan tangan.

Sampai di rumah, Nanda langsung berganti baju dan makan siang. Lalu, dia melirik jam di rumahnya. Jam 14.45. ia lalu berkemas menyiapkan buku Matematikanya, dan ia pergi ke rumah Nida dengan berjalan kaki karena rumah Nida dekat dengan rumah Nanda.

Sampai di rumah Nida, Nanda dan Ninda langsung membuka buku matematika mereka. Mereka membaca buku itu dan menjawab soalnya dengan serius dan tekun. Lalu Nanda berkata “Nin, sepertinya aku mulai suka matematika deh, soalnya aku tertantang memecahkan berbagai jenis macam soal yang rumit” ucap Nanda riang. “ok, yuk kita belajar lagi semoga besok nilai kita seratus ya!” doa Nida “semoga!” kata Nanda lagi. Mereka pun berpelukan erat sekali.

Esoknya di sekolah…Nanda terduduk di kursi sekolah. Bu Sari guru matematikanya sedang asyik membagikan soal matematika pada murid-murid. Nanda berdoa dalam hati agar nilainya seratus. Sehelai kertas pun di taruh di meja Nanda. Itu adalah sehelai kertas Ulangan Matematika. Nanda langsung mengerjakan soal matematika itu. Ia begitu serius mengerjakannya. Baginya, tak ada soal yang susah. Untungnya, ia sudah belajar dengan Nida. Setelah selesai mengerjakan soal, semua murid mengumpulkan soal itu pada Bu Sari. Dengan cepat kilat, Bu Sari memeriksa semua soal yang telah di kerjakan murid-muridnya itu.

Dan saatnya Bu Sari mengumumkan yang mendapat nilai seratus. “yang dapat nilai seratus adalah Dyo, Iwan, Fita, Rara, Dyana, Nida, dan Nanda!” pekik Bu Sari. Nanda pun bersorak girang. Ia berterima kasih pada Nida. “Nida, makasih ya! Kamu udah ajarin aku. Tanpamu, nilaiku tidak mungkin bagus!” ujar Nanda riang. “ sama-sama Nan. Kamu ingat terus ya pesanku, kamu harus rajin belajar agar nilaimu bagus,” kata Ninda. “ok Nid. Masalah itu kamu gak usah khawatir. Aku gak akan lupa kok!” kata Nanda. Nida hanya tersenyum menanggapi ucapan Nanda.

Sampainya di rumah, Nanda menghampiri ibunya dan ia memberitahu ibunya bahwa ia mendapat nilai seratus. Ibu hanya tersenyum dan berkata “ibu bangga sama kamu nak! Tapi jangan cepat puas ya, terus rajin belajar!” nasihat ibu. Nanda menganggukkan kepala tanda mengerti. Ibu memeluk Nanda. Nanda juga memluk ibunya dengan riang. Hari itu bagaikan hari yang tidak dapat di lupakan Nanda.

Page 5: Anisa Cerpen

YANG TERBAIK

Dari kecil hingga sekarang hidupku selalu di iringi dengan mulut berbisa. Aku selalu merasakan

depresi dalam menjalani hidup ini. Seperti tidak ada harapan untuk menyambut masa depan yang

indah. Di kepalaku hanya masa depan yang suram saja. Setiap aku berangkat sekolah di

perjalanan aku selalu di ejek dan di caci-maki oleh pelajar dari sekolah lain bahkan orang

dewasa, maupun anak kecil juga seperti itu.

Di siang hari ketika aku pulang sekolah aku bertemu dengan tiga anak perempuan yang se–

umuran dengan ku, ketika mereka melihatku mereka tertawa kecil. Di dalam hatiku berkata

“sepertinya puas sekali yaa… Men-tertawakan orang lain karena keburukan fisiknya sedangkan

mereka tidak mau jika di tertawakan seperti itu.” lalu aku secepatnya pergi dan menuju ke

rumah.

Aku berfikir mengapa hidupku ini tidak seindah hidup orang lain, “mungkin aku tidak di

takdirkan untuk mendapatkan kehidupan yang indah dan bahagia”

Suatu ketika aku melihat seorang anak tanpa kaki kanannya, aku lalu mendekatinya dan bertanya

kepadanya.

“hai kau sedang apa?”

“aku ingin pergi ke toko untuk membeli beras”.

“tapi kenapa kau tidak meminta tolong pada orang lain saja atau biar ibumu yang membelinya?”

“Ibuku sedang sakit keluarga yang ada tinggal aku dan ibuku, dan aku kan masih punya kaki

yang satunya jadi buat apa kita menyerah dan jangan merasa bahwa hidup kita tidak se-indah

hidup oarng lain lebih baik kita syukuri saja apa yang tuhan sudah berikan walau banyak orang

yang mengejek ku, aku menganggap itu hanyalah cobaan dari tuhan untuk kita meraih

keberhasilan.”

Aku terdiam dan berfikir “bahwa ucapan anak itu benar juga sementara aku yang lebih normal

dari anak itu sudah menyerah dalam menjalani hidup ini”.

Setelah kejadian itu aku lalu mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga dalam hidup ini dan

termotivasi untuk bangkit dan menjadi Yang Terbaik untuk hidup ku dan orang lain dan

menganggap mulut berbisa itu hanyalah cobaan untuk meraih keberhasilan dalam hidup ini.