Anies Bakal Cawapres Prabowo? Agelora45.com/news/SP_20170220_02.pdf · dalam pelaksanaan Pilkada...

1
[JAKARTA] Bawaslu men- catat, dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 paling banyak terjadi di DKI Jakarta. Dugaan pelanggaran yang dilaporkan terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), persoalan logistik pemilu, dan keterlibatan penyelenggara di tingkat bawah. Netralitas penyelenggara pemilu pun dipertanyakan. Apalagi ketika Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Sumarno, memasang foto profil WhatsApp-nya dengan foto Aksi Damai 212 di Monas. Selain itu, terjadi kesalahan pemasukan data perhitungan KPU berdasarkan hasil scan C1 yang rampung Jumat (17/2). Meski tak mem- pengaruhi peringkat perolehan suara, KPU DKI Jakarta mengubah persentase perole- han suara. Berbagai pelang- garan dalam putaran pertama harus diusut tuntas sehingga tidak terulang di putaran kedua. Terkait seleksi calon ang- gota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Tim Seleksi harus jeli memilih kandidat yang sesuai UU terutama dalam hal indepen- densi dan tidak terafiliasi pada kepentingan politik tertentu. Seperti diberitakan sebe- lumnya, pada seleksi calon anggota KPU terungkap bahwa salah satu kandidat yang ada- lah ketua Bawaslu, Muhammad, aktivitasnya adalah di ormas Front Pembela Islam (FPI). Menurut Muhammad, ia pernah men- jadi anggota FPI sebelum di Bawaslu. “Itu sudah clear,” katanya menjawab pertanyaan anggota Timsel KPU di Kemdagri, Jakarta Pusat, akhir Januari lalu. Keterkaitan penyelengga- ra pemilu pada kepentingan kelompok politik dikhawatir- kan membuat netralitasnya terganggu. Di DKI Jakarta, Bawaslu mencatat terdapat 97 kasus dugaan pelanggaran pada hari pencoblosan. Salah satu per- soalan yang cukup menonjol, yakni warga yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangpahaman KPPS terhadap mekanisme dan prosedur yang ada. Hal ini seolah telah menjadi per- soalan yang rutin dan pasti terjadi dalam setiap pemilihan. Direktur Eksekutif Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta, Rindang Adrai mengatakan, kelalaian penye- lenggara pemilu masih saja terulang pascapemungutan dan penghitungan suara Pilgub Jakarta 2017. "Persoalan pemungutan suara ulang (PSU) bukan perkara sederhana, PSU adalah bukti bahwa penyelenggara tidak siap dalam melaksanakan pungut hitung, tidak serius dalam melaksanakan perintah Peraturan KPU dan adanya potensi keberpihakan penye- lenggara," ujar Rindang di Jakarta, Minggu (19/2). Sedangkan masalah keti- dakseriusan melaksanakan Peraturan KPU Nomor 14/2016 terkait pemungutan dan peng- hitungan suara, menurut Rindang, KIPP Jakarta meni- lai ada kejanggalan dalam rekruitmen PPK, PPS dan KPPS. "DKPP dan Bawaslu wajib memeriksa proses rek- rutmen terhadap lembaga adhoc tersebut," kata dia. Di lain pihak, kata dia, alasan ketidaksengajaan dalam bekerja juga bisa disalahartikan sebagai bentuk potensi keber- pihakan. Jika tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon, menurut dia, bisa juga berpihak kepada ketidakber- pihakan menjaga integritas penyelenggara pemilu. Sedangkan Uthe Pelu selaku pemantau KIPP Jakarta menyatakan bahwa persoalan PSU terkait pemilih yang menggunakan hak pilih dengan menggunakan C6 yang bukan miliknya. Pelu mengaku aneh karena seorang bisa menggu- nakan hak pilih yang bukan miliknya. "Bukankah KPPS adalah orang-orang yang dipilih berdasarkan tempat tinggal atau lokasi TPS tersebut. Sehingga berkemungkinan mengenal semua pemilih yang ada," tandasnya. Kesengajaan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan, KPU beserta jajarannya harus mengevaluasi secara menye- luruh mengenai persoalan ini. “Bawaslu perlu menelusuri kekurangpahaman KPPS ini disengaja atau tidak,” kata Titi, Minggu (19/2). Jika terbukti adanya faktor kesengajaan, penyelenggara Pemilu dapat dipidana paling singkat setahun dan paling lama dua tahun. Ancaman pidana sesuai Pasal 178 UU No 1/2015 bila dengan senga- ja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana pen- jara paling singkat setahun dan paling lama dua tahun dan denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 24 juta. Meski demikian, Titi mengatakan, kekurangpaham- an petugas penyelenggara pemilu di lapangan dominan disebabkan kemampuan teknis dan penguasaan atas aturan yang baik oleh KPPS. Dipaparkan, kekurangpaham- an ini lantaran pelatihan dan internalisasi materi soal pro- sedur dan aturan penyeleng- garaan pungut hitung yang tidak maksimal dilakukan pada KPPS. Bimbingan teknis atau Bimtek pada KPPS belum mampu membuat mereka menguasai ketentuan teknis operasional pungut hitung di TPS. Selain itu, terdapat kega- gapan dalam mengimplemen- tasikan berbagai aturan baru yang pemberlakuannya juga cenderung tergesa-gesa. "Misalnya soal pengguna- an e-KTP, Suket, membawa KK asli, ataupun kewajiban mengisi form data bagi pemi- lih tambahan (DPTb)," katanya. Lebih jauh Titi menam- bahkan, terdapat juga KPPS yang terlalu ekstraberhati-ha- ti atau over protective mence- gah terjadinya pelanggaran akibat isu prapemungutan suara soal KTP elektronik dan Suket palsu. Hal ini berakibat pada penghilangan hak pilih warga negara di lapangan. Misalnya meski nama ada di DPT tapi tidak membawa Form C6 maka dikategorikan sebagai pemilih tambahan atau DPTb yang hanya bisa mencoblos setelah jam 12, padahal tidak demiki- an aturan yang ada. "Membludaknya dan antusiasme pemilih serta besarnya pemilih yang gunakan hak pilih di luar nama-nama yang ada di DPT membuat kepanikan tersendiri terutama terkait ketersediaan logistik surat suara. Satu sisi mereka harus melayani pemilih guna- kan hak pilihnya, namun sisi lain harus berhati-hati mence- gah agar tidak terjadinya kecurangan," paparnya. Tak hanya itu, Titi juga menyoroti pola komunikasi struktural KPU yang tidak menunjang respon cepat perma- salahan-permasalahan yang ada di lapangan. Akibatnya terjadi distorsi atau kesenjangan infor- masi antara pembuat kebijakan, yakni KPU DKI Jakarta dengan petugas teknis di lapangan. Untuk itu, mengantisipasi persoalan ini agar tidak terulang saat hari pemungutan pada putaran kedua April nanti, Titi meminta KPU memasukan semua nama pemilih tambah- an, yang belum terdata, dan pengguna Suket ke dalam DPT. Pelatihan dan bimbingan teknis perlu ditingkatkan untuk memastikan KPPS paham teknis dan prosedur pungut hitung dengan baik. Titi menambahkan, KPU DKI Jakarta harus menginven- tarisasi persoalan-persoalan yang dihadapi pada hari H putaran pertama dan menye- diakan jawaban atau respons atau sikap yang harus diambil KPPS atau para pihak jika menghadapinya. "Materi ini harus diberikan pada KPPS dan disebarluaskan pula secara luas kepada publik. KPU DKI juga perlu berkola- borasi dengan media dan para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa rekapitulasi data pemilih putaran kedua benar-benar komprehensif dan optimal menjangkau semua pemilih yang punya hak pilih," papar- nya. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, KPU harus lebih gencar lagi dalam menyosialisasikan aturan hak pilih supaya tidak ada stigma negatif ke KPU. [ YUS/C-6/F-5] A nies Baswedan lolos ke putaran kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta bersama calon wakil gubernur (cawa- gub) pasangannya, Sandiaga Uno. Kini, Anies menapaki upaya untuk meraih keme- nangan pada putaran kedua nanti melawan pasangan Basuki Tjahaja Purnama- Djarot Saiful Hidayat (Ahok- Djarot). Namun, belum selesai pergelaran Pilgub DKI Jakarta, Anies diisukan akan menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Dia disebut-sebut akan mendam- pingi Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto. “Kalau kalah, Anies akan menjadi ca- wapres mendam- pingi Prabowo. Tetapi, jika menang, Anies akan memberikan ta- waran tinggi. Bukan tidak mungkin dia yang ingin men- jadi calon presiden (capres),” kata sebuah sumber di Jakarta, Senin (20/2). Sumber itu mengatakan, ada beberapa partai yang su- dah siap mendorong Anies menjadi cawapres atau cap- res. Salah satunya adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “PKS ingin memakai Anies sebagai figur tengah atau mode- rat. Mereka ingin melawan stigma selama ini bahwa PKS adalah partai Islam yang agak keras,” ujarnya. Jika Anies berhasil me- nang menjadi Gubernur DKI, ujarnya, PKS akan sekuat te- naga (all out ) untuk mengu- sung Anies ke level yang lebih tinggi. PKS pun akan mema- kai Anies sebagai ikon baru kampanye. Diharapkan, Anies bisa meraih simpati para pe- milih moderat di Indonesia. Informasi lain menyebut- kan, niat Anies menjadi ca- wapres atau capres untuk membalas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memecatnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anies ingin menunjukkan ke Jokowi bah- wa dirinya memiliki kemam- puan dan massa pendukung. “Kita tunggu saja, apakah Anies bisa menang di Pilgub DKI nanti atau tidak. Kalau menang, dia akan percaya diri untuk melawan Jokowi di Pemilu 2019,” ujar sumber tersebut. [R-14] Utama 2 Suara Pembaruan Senin, 20 Februari 2017 Pilgub DKI Jakarta Netralitas Penyelenggara Dipertanyakan Anies Bakal Cawapres Prabowo? ANTARA/APRILLIO AKBAR Petugas KPPS mengecek Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat pemilihan ulang Pilgub DKI Jakarta di TPS 01 Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta, Minggu (19/2).

Transcript of Anies Bakal Cawapres Prabowo? Agelora45.com/news/SP_20170220_02.pdf · dalam pelaksanaan Pilkada...

Page 1: Anies Bakal Cawapres Prabowo? Agelora45.com/news/SP_20170220_02.pdf · dalam pelaksanaan Pilkada ... lumnya, pada seleksi calon anggota KPU terungkap bahwa ... salahan-permasalahan

[JAKARTA] Bawaslu men-catat, dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 paling banyak terjadi di DKI Jakarta. Dugaan pelanggaran yang dilaporkan terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), persoalan logistik pemilu, dan keterlibatan penyelenggara di tingkat bawah.

Netralitas penyelenggara pemilu pun dipertanyakan. Apalagi ketika Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Sumarno, memasang foto profil WhatsApp-nya dengan foto Aksi Damai 212 di Monas. Selain itu, terjadi kesalahan pemasukan data perhitungan KPU berdasarkan hasil scan C1 yang rampung Jumat (17/2). Meski tak mem-pengaruhi peringkat perolehan suara, KPU DKI Jakarta mengubah persentase perole-han suara. Berbagai pelang-garan dalam putaran pertama harus diusut tuntas sehingga tidak terulang di putaran kedua.

Terkait seleksi calon ang-gota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Tim Seleksi harus jeli memilih kandidat yang sesuai UU terutama dalam hal indepen-densi dan tidak terafiliasi pada kepentingan politik tertentu.

Seperti diberitakan sebe-lumnya, pada seleksi calon anggota KPU terungkap bahwa salah satu kandidat yang ada-l a h k e t u a B a w a s l u , Muhammad, aktivitasnya adalah di ormas Front Pembela Is lam (FPI) . Menurut Muhammad, ia pernah men-jadi anggota FPI sebelum di Bawaslu. “Itu sudah clear,” katanya menjawab pertanyaan anggota Timsel KPU di Kemdagri, Jakarta Pusat, akhir Januari lalu.

Keterkaitan penyelengga-ra pemilu pada kepentingan kelompok politik dikhawatir-kan membuat netralitasnya terganggu.

Di DKI Jakarta, Bawaslu mencatat terdapat 97 kasus dugaan pelanggaran pada hari pencoblosan. Salah satu per-soalan yang cukup menonjol, yakni warga yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangpahaman KPPS terhadap mekanisme dan prosedur yang ada. Hal ini seolah telah menjadi per-soalan yang rutin dan pasti terjadi dalam setiap pemilihan.

Direktur Eksekutif Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta, Rindang Adrai mengatakan, kelalaian penye-lenggara pemilu masih saja terulang pascapemungutan dan penghitungan suara Pilgub Jakarta 2017.

"Persoalan pemungutan suara ulang (PSU) bukan perkara sederhana, PSU adalah bukti bahwa penyelenggara tidak siap dalam melaksanakan pungut hitung, tidak serius dalam melaksanakan perintah Peraturan KPU dan adanya potensi keberpihakan penye-lenggara," ujar Rindang di Jakarta, Minggu (19/2).

Sedangkan masalah keti-dakseriusan melaksanakan Peraturan KPU Nomor 14/2016 terkait pemungutan dan peng-hitungan suara, menurut Rindang, KIPP Jakarta meni-lai ada kejanggalan dalam rekruitmen PPK, PPS dan KPPS. "DKPP dan Bawaslu wajib memeriksa proses rek-rutmen terhadap lembaga adhoc tersebut," kata dia.

Di lain pihak, kata dia, alasan ketidaksengajaan dalam bekerja juga bisa disalahartikan sebagai bentuk potensi keber-pihakan. Jika tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon, menurut dia, bisa juga berpihak kepada ketidakber-pihakan menjaga integritas penyelenggara pemilu.

Sedangkan Uthe Pelu selaku pemantau KIPP Jakarta menyatakan bahwa persoalan PSU terkait pemilih yang

menggunakan hak pilih dengan menggunakan C6 yang bukan miliknya. Pelu mengaku aneh karena seorang bisa menggu-nakan hak pilih yang bukan miliknya.

"Bukankah KPPS adalah orang-orang yang dipilih berdasarkan tempat tinggal atau lokasi TPS tersebut. Sehingga berkemungkinan mengenal semua pemilih yang ada," tandasnya.

Kesengajaan Direk tu r Ekseku t i f

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan, KPU beserta jajarannya harus mengevaluasi secara menye-luruh mengenai persoalan ini. “Bawaslu perlu menelusuri kekurangpahaman KPPS ini disengaja atau tidak,” kata Titi, Minggu (19/2).

Jika terbukti adanya faktor kesengajaan, penyelenggara Pemilu dapat dipidana paling singkat setahun dan paling lama dua tahun. Ancaman

pidana sesuai Pasal 178 UU No 1/2015 bila dengan senga-ja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana pen-jara paling singkat setahun dan paling lama dua tahun dan denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 24 juta.

Meski demikian, Titi mengatakan, kekurangpaham-an petugas penyelenggara pemilu di lapangan dominan disebabkan kemampuan teknis dan penguasaan atas aturan yang baik oleh KPPS. Dipaparkan, kekurangpaham-an ini lantaran pelatihan dan internalisasi materi soal pro-sedur dan aturan penyeleng-garaan pungut hitung yang tidak maksimal dilakukan pada KPPS. Bimbingan teknis atau Bimtek pada KPPS belum mampu membuat mereka menguasai ketentuan teknis operasional pungut hitung di TPS. Selain itu, terdapat kega-gapan dalam mengimplemen-tasikan berbagai aturan baru yang pemberlakuannya juga

cenderung tergesa-gesa."Misalnya soal pengguna-

an e-KTP, Suket, membawa KK asli, ataupun kewajiban mengisi form data bagi pemi-lih tambahan (DPTb)," katanya.

Lebih jauh Titi menam-bahkan, terdapat juga KPPS yang terlalu ekstraberhati-ha-ti atau over protective mence-gah terjadinya pelanggaran akibat isu prapemungutan suara soal KTP elektronik dan Suket palsu. Hal ini berakibat pada penghilangan hak pilih warga negara di lapangan. Misalnya meski nama ada di DPT tapi tidak membawa Form C6 maka dikategorikan sebagai pemilih tambahan atau DPTb yang hanya bisa mencoblos setelah jam 12, padahal tidak demiki-an aturan yang ada.

"Membludaknya dan antusiasme pemilih serta besarnya pemilih yang gunakan hak pilih di luar nama-nama yang ada di DPT membuat kepanikan tersendiri terutama terkait ketersediaan logistik surat suara. Satu sisi mereka

harus melayani pemilih guna-kan hak pilihnya, namun sisi lain harus berhati-hati mence-gah agar tidak terjadinya kecurangan," paparnya.

Tak hanya itu, Titi juga menyoroti pola komunikasi struktural KPU yang tidak menunjang respon cepat perma-salahan-permasalahan yang ada di lapangan. Akibatnya terjadi distorsi atau kesenjangan infor-masi antara pembuat kebijakan, yakni KPU DKI Jakarta dengan petugas teknis di lapangan.

Untuk itu, mengantisipasi persoalan ini agar tidak terulang saat hari pemungutan pada putaran kedua April nanti, Titi meminta KPU memasukan semua nama pemilih tambah-an, yang belum terdata, dan pengguna Suket ke dalam DPT. Pelatihan dan bimbingan teknis perlu ditingkatkan untuk memastikan KPPS paham teknis dan prosedur pungut hitung dengan baik.

Titi menambahkan, KPU DKI Jakarta harus menginven-tarisasi persoalan-persoalan yang dihadapi pada hari H putaran pertama dan menye-diakan jawaban atau respons atau sikap yang harus diambil KPPS atau para pihak jika menghadapinya.

"Materi ini harus diberikan pada KPPS dan disebarluaskan pula secara luas kepada publik. KPU DKI juga perlu berkola-borasi dengan media dan para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa rekapitulasi data pemilih putaran kedua benar-benar komprehensif dan optimal menjangkau semua pemilih yang punya hak pilih," papar-nya.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, KPU harus lebih gencar lagi dalam menyosialisasikan aturan hak pilih supaya tidak ada stigma negatif ke KPU. [ YUS/C-6/F-5]

Anies Baswedan lolos ke putaran kedua Pemilihan Gubernur

(Pilgub) DKI Jakarta bersama calon wakil gubernur (cawa-gub) pasangannya, Sandiaga Uno. Kini, Anies menapaki upaya untuk meraih keme-nangan pada putaran kedua nanti melawan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot).

Namun, belum selesai pergelaran Pilgub DKI Jakarta, Anies diisukan akan menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Dia

disebut-sebut akan mendam-pingi Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto.

“Kalau kalah, Anies akan menjadi ca-wapres mendam-pingi Prabowo. Tetapi, jika menang, Anies akan memberikan ta-waran tinggi. Bukan tidak mungkin dia yang ingin men-jadi calon presiden (capres),” kata sebuah sumber di Jakarta, Senin (20/2).

Sumber itu mengatakan, ada beberapa partai yang su-dah siap mendorong Anies menjadi cawapres atau cap-

res. Salah satunya adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “PKS ingin memakai

Anies sebagai figur tengah atau mode-rat. Mereka ingin melawan stigma selama ini bahwa

PKS adalah partai Islam yang agak keras,” ujarnya.

Jika Anies berhasil me-nang menjadi Gubernur DKI, ujarnya, PKS akan sekuat te-naga (all out) untuk mengu-sung Anies ke level yang lebih tinggi. PKS pun akan mema-kai Anies sebagai ikon baru kampanye. Diharapkan, Anies bisa meraih simpati para pe-

milih moderat di Indonesia.Informasi lain menyebut-

kan, niat Anies menjadi ca-wapres atau capres untuk membalas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memecatnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anies ingin menunjukkan ke Jokowi bah-wa dirinya memiliki kemam-puan dan massa pendukung.

“Kita tunggu saja, apakah Anies bisa menang di Pilgub DKI nanti atau tidak. Kalau menang, dia akan percaya diri untuk melawan Jokowi di Pemilu 2019,” ujar sumber tersebut. [R-14]

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Senin, 20 Februari 2017

Pilgub DKI Jakarta

Netralitas Penyelenggara Dipertanyakan

Anies Bakal Cawapres Prabowo?

ANTARA/ApRillio AkbAR

Petugas KPPS mengecek Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat pemilihan ulang pilgub Dki Jakarta di TpS 01 Utan panjang, kemayoran, Jakarta, Minggu (19/2).