Angiofibroma Dodo
-
Upload
melly-selvia-a -
Category
Documents
-
view
14 -
download
5
description
Transcript of Angiofibroma Dodo
I Pendahuluan
Angiofibroma nasofaring adalah jenis tumor hidung jinak yang cenderung
menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan, sehingga secara klinis
berbahaya, terutama ditemukan hampir pada anak laki-laki. Karena hidung
mempunyai hubungan erat dengan struktur disekitarnya, misalnya sinus
paranasal dan nasofaring, sehingga tumor di rongga hidung sering meluas ke
tempat tersebut atau sebaliknya, Penanganan tumor hidung sangat tergantung
dari jenis, jinak ganasnya, letak, besar dan luas penyebarannya, sehingga cara
operasi belum tentu memberikan hasil yang memuaskan atau dapat dilakukan,
maka diperlukan terapi lainnya yaitu terapi kombinasi. Pada refrat ini akan
membahas khusus pada Angiofibroma nasofaring.
II. Definisi
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring, tetapi secara
klinis tumor ini berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan hebat, dan
menimbulkan kerusakan karena mendesak organ-organ disekitarnya.1, 2
III. Epidemiologi
Tumor ini terjadi pada anak laki-laki remaja. Umumnya terdapat pada
rentang usia 7 sampai dengan 21 tahun dengan usia tersering antara usia 14
sampai dengan 14 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun. Tumor ini
merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor
kepala dan leher.2
IV. Etiologi
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai teori banyak diajukan.
Diantaranya teori jaringan antar sel, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan
spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung.
Faktor ketidak-seimbangan hormonal. Anggapan ini didasarkan atas adanya
hubungan antara jenis kelamin dan umur. Banyak ditemukan pada anak atau
remaja laki-laki.2
V. Patogenesis
Patogenesis sera histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis
ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi
tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari
arteri faringeal asenden atau arteri maksilaris interna.2,3 Angiofibroma kaya
dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam
fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus
paranasal, rahang atas, pipi dan orbita, serta dapat meluas ke intrakranial
setelah mengerosi dasar tengkorak.1,2
VI. Gejala klinik
Gejala klinik terdiri dari hidung tersumat (80-90%); merupakan gejala
tersering, diikuti oleh epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren,
nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal,
pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia,
tuli, pembengkakan palatum serta deformitas pipi.1,2,3
VII.Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik secara
rinoskopi posterior akan terlihat tumor dengan massa kenyal, warnanya
bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, mukosanya mengalami
hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya ulserasi. Pemeriksaan
penunjang radiologik berupa foto kepala potongan antero-posterior, lateral
dan posisi waters) akan terlihat gambar klasik yang disebut tanda Holman-
Miller yaitu berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus
maksilaris. Biopsi tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan pendarahan
masif.1,2
VIII.Klasifikasi
Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.2,4
Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut :
o Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring.
o Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan
perluasan ke satu sinus paranasal.
o Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
o Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke
tulang orbita.
o Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.
o Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam
sinus kavernosus.
Klasifikasi menurut Fisch :
o Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.
o Stage II :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan
destruksi tulang.
o Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah
parasellar sampai sinus kavernosus.
o Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau
fossa pituitary.
Gambar 1. Coronal CT scan, menunjukan suatu lesi di kavum nasi sebelah
kiri dan sinus etmoidalis, memblokir sinus maksilaris dan menyebabkan
deviasi septum nasalis ke kanan. (Sumber: www. emedicine.com/Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma)4
Gambar 2. Axial CT scan, menunjukan suatu lesi yang meliputi kavum nasi
sebelah kanan dan sinus paranasal. (Sumber: www. emedicine.com/Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma)4
IX. Pengobatan
Pengobatan tergantung dari luas dan besarnya tumor, bila masih terbatas
dalam nasofaring dan rongga hidung dapat dilakukan pembedahan.
Radioterapi digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus
rekuren.1,2,3
X. Daftar pustaka
1. Nurtrisno, Achadi I, dkk. 1988. Tumor Hidung yang Berdarah di Rumah
Sakit Dr. Karyadi Semarang. Available from: www.kalbe.co.id (Accessed
29 Desember 2007).
2. Harry. 2002. Angiofibroma Nasofaring Belia. Available from:
www.library.usu.ac.id (Accessed 29 Desember 2007).
3. Adams, George L, Boies LR, Higler P. 1997. Boeis, Buku Ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta:EGC.
4. Anonim. Februari 2003. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
Available from: www. emedicine.com (Accessed 29 Desember 2007)