Anestesi Uro

73
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sejak 1980, banyak kemajuan yang terjadi dalam bidang bedah urologi. Lithotripsy dan operasi endoskopi telah digantikan dengan prosedur operasi terbuka untuk pengobatan batu saluran kemih. Keuntungan operasi ini telah membuat ahli anestesi berhadapan dengan berbagai tantangan. Sebagai contoh, operasi invasif minimal membuat pasien terlalu lemah keadaannya dapat menjalani operasi terbuka. Anestesi pada saat ini jauh lebih aman dan menyenangkan bagi pasien. Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah mulai dimengertinya fisiologi dan farmakologi dengan baik, sehingga persiapan peoperatif dan persiapan pasien dan pengawasan pasien yang dianestesi dapat dilakukan dengan baik apalagi dengan tersedianya teknik anestesi yang baru seperti pemakaian relaksan otot, intubasi endotrakea dan penggunaan obat-obat anestesi yang mudah menguap. Penggunaan anestesi ini akan sangat membantu ahli bedah dalam menangani operasi yang sulit dan dapat melakukan lebih banyak operasi. Urologi meliputi ginjal, ureter, uretra, buli-buli, prostat. Operasi pada daerah lower abdominalis termasuk bedah urologi sering menggunakan anestesi regional baik

description

word

Transcript of Anestesi Uro

Page 1: Anestesi Uro

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sejak 1980, banyak kemajuan yang terjadi dalam bidang bedah urologi. Lithotripsy dan operasi endoskopi telah digantikan dengan prosedur operasi terbuka untuk pengobatan batu saluran kemih. Keuntungan operasi ini telah membuat ahli anestesi berhadapan dengan berbagai tantangan. Sebagai contoh, operasi invasif minimal membuat pasien terlalu lemah keadaannya dapat menjalani operasi terbuka.

Anestesi pada saat ini jauh lebih aman dan menyenangkan bagi pasien. Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah mulai dimengertinya fisiologi dan farmakologi dengan baik, sehingga persiapan peoperatif dan persiapan pasien dan pengawasan pasien yang dianestesi dapat dilakukan dengan baik apalagi dengan tersedianya teknik anestesi yang baru seperti pemakaian relaksan otot, intubasi endotrakea dan penggunaan obat-obat anestesi yang mudah menguap. Penggunaan anestesi ini akan sangat membantu ahli bedah dalam menangani operasi yang sulit dan dapat melakukan lebih banyak operasi.

Urologi meliputi ginjal, ureter, uretra, buli-buli, prostat. Operasi pada daerah lower abdominalis termasuk bedah urologi sering menggunakan anestesi regional baik

Page 2: Anestesi Uro

spinal maupun epidural Tidak menutup kemungkinan juga menggunakan anestesi umum bila terdapat indikasi tertentu.

Ginjal terletak di dalam rongga retroperitoneal dengan pusat setinggi L2 tulang vertebra. Rasa sakit ginjal disampaikan balik oleh segmen T10-L1 saraf spinal oleh saraf simpatik. Inervasi simpatik di suplai oleh saraf preganglion dari T8-L1 sedangkan nervus vagus memperlengkapi inervasi parasimpatik ke ginjal.

Ureter juga merupakan struktur retroperitoneal dan mempunyai inervasi simpatik dan nociceptive projection ke saraf spinal yang nyaris sama yang ada didalam ginjal. Segmen spinal ini juga menyediakan inervasi somatic ke daerah lumbal, flank, area ilioinguinal, dan scrotum atau labia. Nyeri dari ginjal dan ureter berasal dari area itu. Saraf parasimpatik dari S2-4 saraf spinal mempersarafi ureter.

Kandung kemih terletak di ruang retropubis dan menerima persarafan dari nervus simpatik yang berasal dari T11-L2, yang mana mengatarkan rasa sakit, sentuhan dan sensasi suhu, sedangkan sensasi kandung kemih ditransmisikan via saraf parasimpatik dari segmen S2-4. parasimpatik juga menyediakan kandung kemih dengan sebagian besar persarafan motorik.

Prostat, penile urethra, dan penis juga menerima serabut simpatik dan parasimpatik dari T11-L2 dan S2-4 segmen. Nervus pudenda menyuplai sensasi rasa sakit ke penis melalui dorsal penis. Persarafan sensorik dari skrotum

Page 3: Anestesi Uro

berasal dari nervus kutaneus, yang mana dirancang ke segmen lumbosakral, sedangkan sensasi testicular diantarkan ke bawah torakal dan atas segmen lumbal.

II. Tujuan

Memberikan gambaran tentang persiapan dan teknik anestesi pada bedah urologi, obat-obatan yang digunakan maupun risiko komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada saat operasi berlangsung.

Page 4: Anestesi Uro

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Anestesi dalam Bedah Urologi

Anestesi dalam bedah urologi merupakan suatu teknik anestesi yang digunakan pada operasi urologi guna menghasilkan efek sedasi, analgetik dan relaksasi pada saat berlangsungnya operasi.Bedah urologi yang biasanya dilakukan seperti nephrotectomi, vesikolithotomi, nephrolithotomi, prostaktektomi, ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), TUVP (Transurethral Vaporization of the Prostat). Penggunaan obat anestesi untuk setiap pembedahan urologi tentunya berbeda-beda. Pada pasien dengan kelainan ginjal yang berat, pemberian dosis obat anestesi harus dikurangi sebab fungsi ekskresi ginjal menurun.

2. Persiapan Anestesi dalam bedah urologi

A. Anamnesis

1. Identitas pasien

2. Keluhan dan tindakan operasi yang akan dihadapi

3. Riwayat penyakit yang sedang atau yang pernah diderita yang dapat

menjadi penyulit anestesi, seperti alergi, DM, penyakit paru khronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.

Page 5: Anestesi Uro

4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat dan

obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi.

5. Riwayat anestesi atau penyakit sebelumnya.

6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan

anestesi, seperti merokok,minum alkohol,obat penenang,narkotik dan muntah.

7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan.

8. Riwayat berdasarkan sistem organ pasien.

9. Makanan yang terakhir dimakan (pasien puasa).

B. Pemeriksaan fisik

1. Tinggi dan berat badan.Untuk memperkirakan dosis obat, terapi

cairan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.

2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan dan

suhu tubuh.

3. Jalan napas (airway) untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi

geligi, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi trakhea, massa dan

bruit.

4. Jantung untuk mengetahui kondisi jantung.

Page 6: Anestesi Uro

5. Paru untuk melihat adanya dispnu dan ronkhi

6. Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, ascites, hernia atau

tanda regurgitasi.

Page 7: Anestesi Uro

7. Ekstermitas, terutama melihat perfusi distal, adanya jari tubuh,

sianosis, dan infeksi kulit untuk melihat ditempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional.

8. Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi.

9. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf kranial, kesadaran,

dan fungsi sensori motorik.

C. Pemeriksaan laboratorium

1. Rutin: Darah (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, gol darah,

masa perdarahan, dan masa pembekuan), urin (protein, reduksi dan

sediment), foto dada (terutama untuk bedah mayor), elektrokardiografi (untuk pasien berusia diatas 40 tahun).

2. Khusus,dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi, seperti

Elektrokardiografi, Spirometer, Bronkospirometri, fungsi hati dan fungsi.

D. Persiapan hari operasi pada bedah urologi.

1. Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah

aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah.Pada operasi elektif pasien dewasa puasa 6-8 jam namun pada anak cukup 3-6 jam.

Page 8: Anestesi Uro
Page 9: Anestesi Uro

2. Gigi palsu,bulu mata palsu,cincin,gelang dilepas,serta bahan

kosmetik (lipstik,cat kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.

3. Kandung kemih dikosongkan dan bila perlu lakukan katerisasi

4. Saluran napas dibersihkan dari lendir.

5. Pembuatan informed consent berupa izin pembedahan secara tertulis

dari pasien atau keluarga.

6. Pasien masuk kamar opersi menggunakan pakaian khusus (diberi tanda dan tabel).

7. Pemeriksaan fisik dapat diulang diruang operasi.

8. Pemberian obat premedikasi secara intramuskular atau oral dapat

diberikan ½-1 jam sebelum dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intravena.

E. Premedikasi

1. Analgetik narkotik

• Morfin, hampir seluruhnya dimetabolisme dihepar menjadi bentuk inaktif yaitu glukoronida, yang diekstresikan lewat urin. Sehingga pemberian pada pasien dengan gagal ginjal terutama pada dosis analgesia tidak menyebabkan depresi yang memanjang. Dosis yang digunakan adalah 0,1 – 0,2 mg/kgBB.

• Petidin, diberikan untuk menekan tekanan darah pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis yang digunakan adalah 1-1,5 mg/kgBB diberikan IV.

2. Obat Penenang

Page 10: Anestesi Uro

• Midazolam, mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. belakangan lebih disukai dibanding diazepam. dosis yang digunakan untuk premedikasi adalah 0,2 mg/kgBB untuk anestesi regional.

3. Obat anti emetik

• Ondansetron, digunakan untuk pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah akibat kemoterapi. Dosis intravena 4 mg, diberikan tanpa diencerkan dalam 1-5 menit, jika perlu, dosis dapat diulang.

4. Obat Pelumpuh Otot. Obat ini berfungsi untuk menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. ada 2 golongan yaitu :

• Golongan Depolarisasi. a) Suksametonium ( Suksinil Kolin ), mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit. dosis intubasi 11,5 mg/kgBB IV.

• Golongan Non Depolarisasi.

Page 11: Anestesi Uro

a) Trakurium (Atracurium Besilat), keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang. mula dan kerja obat tergantung dosis yang diberikan. dosis intubasi yang diberikan adalah 0,5-0,6 mg/kgBB IV, dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB. Dosis rumatan adalah 0,1-0,2 mg/kgBB.

• Antagonis Pelumpuh Otot Non Depolarisasi a) Prostigmin (Neostigmin Metilsulfat), merupakan antikolesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropin dosis 1-1,5 mg.

F. Obat Induksi

• Bupivacain, anestetik golongan amida dengan mula kerja lambat dan masa kerja panjang. untuk anestesi blok digunakan larutan 0,25-0,50 % sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5 %. Untuk anestesi spinal, dosis yang digunakan adalah 7-15 mg (larutan 0,75%).

• Ketamin, merupakan golongan rapid acting nonbarbiturat general anesthetic.kontraindikasi cerebro vaskular disease, Decompensatio Cordis,

Page 12: Anestesi Uro

gangguan jiwa. dosis induksi adalah 1-4 mg/kgBB IV dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB.

• Propofol ( diprivan, recofol ), dosis yang digunakan untuk induksi dengan bolus adalah 2-2,5 mg/kgBB

G. Terapi Cairan perioperatif

Puasa dapat menyebabkan pasien menjadi dehidrasi terutama pasien orang tua. Resusitasi cairan yang tepat diberikan pada pasien dengan tanda-tanda dehidrasi untuk menghindarkan hipotensi pada induksi anestesi. Selain itu penggantian cairan untuk mengkompensasi puasa preoperasi harus diberikan sebelum pembedahan.

Pada pemeliharaan cairan selama operasi, kehilangan cairan karena penguapan, pembukaan abdomen, (10-30 mL/kg/jam) harus diperhitungkan. Dapat terjadi kehilangan darah, dan perdarahan dapat juga terjadi sehingga kebutuhan cairan selama operasi menjadi tinggi.

Kristaloid dipakai untuk pemeliharaan. Cairan yang mengandung potasium dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Koloid dan PRC diberikan bila terjadi perdarahan. Pasien dapat mengalami anemia sebelum operasi sehingga mereka dapat mentoleransi kehilangan darah yang sedikit daripada pada pasien dengan kadar hemoglobin yang tinggi. Produk darah lainnya seperti fresh frozen plasma, cryopresipitat dan platelet dapat diperlukan pada kehilangan darah yang masif.

Page 13: Anestesi Uro
Page 14: Anestesi Uro

Keluaran urin dapat menurun selama pembedahan, parameter ini dapat dipakai untuk menilai penggantian cairan. Keluaran urin post operasi sekitar 0,5-1 ml/ kgBB/ Jam pada fungsi ginjal normal. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal mempunyai masalah dengan keseimbangan cairan. Pasien anuria hanya kehilangan dan pemeliharaan yang digantikan cairannya, dialisis digunakan pada post operasi jika terdapat elemen cairan yang belebihan.

Pre Operative Persiapan Untuk Bedah Dan Anestesi

Penilaian

Tujuan dari penilaian pra operasi adalah untuk mengidentifikasi dan mengoptimalkan setiap keadaan penyakit. Penting untuk membedakan antara penyakit kronis yang stabil dan klinis memburuk yang butuh masukan dari spesialis lebih lanjut.

Pra-Penilaian Klinik

Pada kelompok bedah, pasien muda dengan serebral palsy dan pasien usia lanjut memiliki resiko karena kemungkinan memiliki gangguan multisistem. Kedua kelompok ini merupakan tantangan bagi dokter anestesi. Dengan penilaian pra klinik, diharapkan pasien bisa mengetahui pembedahan yang akan dilakukan dan pembatalan operasi dapat diminimalkan. Penilaian klinik ini dilakukan oleh perawat yang nantinya dapat dikonsulkan kepada ahli anestesi. Dengan memberikan suasana yang baik, diharapkan memudahkan untuk mendapatkan persetujuan pasien.

Penilaian pra-operasi yang dilakukan yang harus dilakukan :

Airway

Pernafasan

Sirkulasi

Apakah pasien ada riwayat penggunaan narkoba, anemia, diabetes dan posisi pasien.

Airway

Setelah dilakukan penilaian, dokter anestesi harus mampu memilih teknik yang tepat untuk manajemen airway. Hal-hal yang harus dipertimbangkan :

Faktor pasien :

Perut penuh/risiko mengotori jalan napas

Gangguan Neuromuskular

Page 15: Anestesi Uro

Gangguan fungsi pernafasan

Faktor Bedah

Operasi abdominal yang membutuhkan relaksasi otot

Posisi pasien

Lama operasi

Laparoskopi/pneumoperitoneum.

Para pasien berikut ini harus dirujuk untuk mendapatkan pendapat anestesi:

Pembukaan mulut <2 cm

Immobilitas tulang belakang misalnya ankylosing spondylitis serviks

Leher pendek

Obesitas atau perawakan pendek

Ketidakstabilan serviks tulang belakang

Sulit intubasi

Kelainan wajah bawaan

Operasi kepala dan leher sebelumnya/radioterapi

Trakeostomi sebelumnya

Operasi tiroid/gondok

Pernapasan

PaO2 arteri < 8 kPa dan sesak nafas saat istirahat adalah indikator kuta bahwa pasien memerlukan ventilasi pasca operasi. Pasien dengan fungsi paru-paru buruk lebih mendapatkan manfaat dengan anestesi regional, walaupun belum dibuktikan secara universal.

Sirkulasi

Pada pasien lanjut, angka morbiditas kardiovaskular menunjukkan nilai yang signifikan. Respon stress terhadap pembedahan dan anestesi dapat memicu kejadian jantung. Angka kejadian jantung perioperatif, misalnya infark miokard atau aritmia, membawa kematian lebih tinggi dan morbiditas daripada jika mereka terjadi di luar periode perioperatif.

Page 16: Anestesi Uro

Faktor-faktor yang harus didiskusikan dengan seorang ahli jantung dan dokter anestesi adalah:

Angina atau nyeri saat istirahat atau aktivitas minimal

Gejala sinkop, gagal jantung dan sesak napas pada latihan

Riwayat sindrom koroner tidak stabil atau MI terakhir

Demam rematik dengan keterlibatan jantung

Riwayat bedah jantung

Adanya alat pacu jantung yang ditanamkan

Hipertensi tidak terkontrol

Obat

Polifarmasi sangat umum terjadi pada pasien lanjut. Kelompok-kelompok obat berikut secara khusus relevan dengan urologi:

Angiotensin-converting enzyme inhibitor digunakan untuk gagal jantung dan hipertensi. Mereka tidak bisa digunakan pada hari operasi karena mereka dapat menyebabkan hipotensi persisten setelah anestesi. Elektrolit serum bisa terganggu dan harus diperiksa sebelum operasi.

Warfarin digunakan untuk berbagai alasan. Pembedahan tidak boleh dilakukan dengan rasio normalisasi internasional (INR)> 2 kecuali dalam keadaan darurat, ketika fresh frozen plasma dapat diberikan untuk menormalkan pembekuan. Vitamin K digunakan secara terbatas dalam situasi akut karena memiliki onset yang lambat dan menyebabkan kesulitan membangun kembali kontrol yang efektif dari INR.

Obat anti-platelet digunakan untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik. Aspirin ireversibel menghambat fungsi trombosit hingga 7 hari. Thienopyridines seperti clopidogrel adalah obat antiplatelet yang lebih baru bertindak melalui penekanan ADP platelet. Mereka harus dihentikan selama 7 hari sebelum operasi kecuali efek antiplatelet lanjutan diperlukan.

β-blocker bertindak pada jantung untuk mengurangi kronisitas dan inotropy. Mereka telah terbukti mengurangi kejadian jantung yang merugikan, MI secara khusus akut, bila diresepkan dari 1 minggu sebelum dengan 1 bulan setelah operasi

α-blocker digunakan untuk hipertensi atau kontrol gejala pembesaran prostat

Page 17: Anestesi Uro

Diuretik digunakan untuk hipertensi, jantung, ginjal dan kerusakan hati. Penting untuk menetapkan alasan penggunaan dan memeriksa efek samping obat, misalnya frusemid dapat menyebabkan hipokalemia.

Anemia

Adanya penilaian apakah pasien anemia atau tidak saat pre operatif sangat penting dilakukan. Transfusi pre operatif saat ini masih menimbulkan hal kontroversial dan memerlukan analisis dari dokter anestesi.

Insulin Dan Kontrol Diabetes

Diabetes adalah penyakit multisistem umum dan sering mempengaruhi sistem ginjal melalui perubahan microcirculatory atau efek langsung. Banyak pasien urologi pada akhirnya akan menjadi diabetes. Penilaian pra operasi diarahkan untuk melihat dampak pada sistem organ lain dan merencanakan program penanggulangan diabetes melalui periode perioperatif. Hypoglycaemics oral dan insulin dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi untuk semua jenis diabetes.

Pasien yang menjalani prosedur minor dapat tidak menggunakan obat hipoglikemik oral dan melanjutkan pengobatan dan diet setelah operasi. Pasien yang menjalani operasi besar atau yang tergantung insulin harus memiliki insulin dan regimen dekstrosa dititrasi dampaknya. Ini harus digunakan sebelum operasi dan dipelihara selama periode pemulihan. Hal ini dapat mempercepat pemulihan dan mengurangi masa tinggal di rumah sakit. Penurunan tingkat infeksi luka dengan mengontrol diabetes saat ini terus ditingkatkan.

Posisi Pasien

Hal ini penting untuk menilai sebelum operasi apakah pasien aman untuk mentolerir pembedahan. Contohnya adalah : penggantian pinggul dan posisi litotomi, atau ankylosing spondylitis dan posisi meja-break lateral untuk nephrectomy. Prosedur seperti prostatektomi radikal laparoskopi menggunakan tilt Trendelenburg bersamaan dengan insuflasi rongga peritoneal untuk waktu lama. Hal ini dapat menyebabkan gangguan fisiologis.

Manajemen Perioperatif

Pilihan utama yang harus dipikirkan adalah apakah akan menggunakan teknik anestesi lokal, regional, general atau gabungan. Sedasi digunakan sebagai tambahan untuk anestesi lokal atau regional. Faktor pasien dan bedah mempengaruhi pilihan obat bius. Ini termasuk komorbiditas pasien dan berbagai prosedur bedah. Regional anestesi secara intrinsik tidak aman daripada anestesi umum.

Manajemen perioperatif dapat dianggap di bawah subpos:

Page 18: Anestesi Uro

Lokal anestesi

Pusat saraf blokade

Anestesi umum

Anestesi Lokal

Banyak daerah tubuh yang anenable untuk masuknya anestesi lokal. Ahli bedah harus tahu bahwa banyak operasi dapat dilakukan di bawah anestesi lokal saja. Pengetahuan tentang berikut ini adalah penting untuk praktek yang aman.

Tanda dan gejala toksisitas obat bius lokal:

SSP, pusing, kesemutan circumoral, kebingungan, kejang, koma.

Kardiovaskular sistem : takikardia, hipertensi dengan adrenalin; bradikardia dan hipotensi. Keduanya dapat diikuti dengan aritmia yang parah atau fatal.

Maksimum aman dosis bius lokal: (dengan dosis adrenalin)

Bupivakain 2 mg / kg (2 mg / kg)

Lidokain 3 mg / kg (7 mg / kg)

Prilokaina 6 mg / kg (8 mg / kg).

Semua obat ini beracun dan dapat mematikan jika diberikan secara intravena. Jika diizinkan adrenalin dapat ditambahkan untuk meningkatkan lamanya analgesia tetapi tidak mengurangi toksisitas injeksi intravena.

Bagaimana menghitung dosis / volume obat yang dapat diberikan:

Perhatikan bahwa larutan 1% mengandung 10 mg / mL obat, misalnya seorang pria 75-kg diperbolehkan 150 mg bupivakain = maksimal 30 mL larutan 0,5%

Komponen lingkungan yang aman untuk anestesi lokal:

Jika sejumlah besar obat bius lokal yang akan digunakan akses intravena harus dibentuk dan pemantauan pasien dihasut dengan fasilitas resusitasi segera tersedia.

Blokade Saraf

Perifer saraf blok:

Kedua ahli bedah dan anestesi dapat menggunakan blok saraf berikut

Page 19: Anestesi Uro

Blok penis: saraf dorsal penis (S2-4 pudenda) dapat diblokir di kedua sisi pembuluh penis di tepi ekor dari simfisis pubis. Ini cocok untuk sunat dan operasi serupa. Cabang genital dari saraf genitofemoral perlu diblokir untuk operasi pada kulit di dasar penis.

Ilioinguinal (L1) dan iliohypogastric (L1) dapat diblokir di bawah aponeurosis miring eksternal medial dan ekor untuk spina iliaka anterior superior. Ini cocok untuk operasi skrotum, testis, dan hidrokel.

Genitofemoral (L1, 2) dapat diblokir di cincin dalam di atas titik tengah dari ligamentum inguinalis, mendalam untuk aponeurosis miring eksternal. Hal ini memungkinkan operasi pada skrotum dan labia majora.

Sebuah blok paravertebral dibuat oleh dokter anestesi, pada tingkat yang sesuai untuk operasi, mendalam untuk proses melintang dari tulang belakang dada atau pinggang.

Saraf pusat blokade (CNB)

Seorang pasien sadar memungkinkan penilaian cepat terhadap perubahan neurologis dan mungkin ada gangguan minimal dari fungsi pernapasan. Setelah operasi, ada balasannya cepat untuk asupan oral. Disfungsi kognitif pasca operasi dapat terjadi lebih sering dengan pasien usia lanjut sadar dan CNB dibandingkan dengan anestesi umum. Tiga jenis CNB ditemui oleh urolog:

Anestesi Spinal

Dosis kecil bupivakain (10-30 mg) dengan atau tanpa opioid (opioid tindakan sinergis) yang disuntikkan intrathecal mengakibatkan sensorik, motorik dan blok simpatik. Posisi pasien dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi tingkat penyebaran anestesi lokal. Misalnya, posisi litotomi menyebabkan penyebaran cephalad obat bius. Keuntungannya adalah onset yang cepat sehingga dapat diandalkan anestesi bedah, durasi efektif (60-90 menit). Tingkat kegagalan 5-10%, membutuhkan baik upaya kedua atau konversi untuk anestesi umum.

Anestesi epidural

Volume yang lebih besar (5-20 mL) dari anestesi lokal dengan atau tanpa opioid dikirim ke ruang peri-dural. Obat-obat berdifusi mengerahkan efek pada saraf tulang belakang dan akar saraf. Keunggulan dibandingkan tulang belakang anestesi adalah bahwa dosis tambahan dapat diberikan dan penggunaan dapat dilanjutkan ke periode pasca operasi untuk analgesia.

Caudal anestesi epidural

Page 20: Anestesi Uro

Volume besar (10-40 mL) bius lokal dikirim ke ruang ekor, melalui hiatus sakral, yang merupakan kelanjutan dari ruang epidural. Pada orang dewasa hanya berisi akar saraf sacral dan lumbar dengan berakhirnya dura mater di tingkat S2. Caudal injeksi epidural anestesi memberikan tambahan ke daerah pelana untuk operasi perineum. Ruang mungkin sulit untuk menemukan andal dan hiatus sakral tidak ada dalam ≈ 10% dari populasi. Hal ini relatif mudah dilakukan pada anak. Caudal anestesi memiliki asosiasi dengan blok saraf femoralis berkepanjangan, mobilisasi lebih lambat dan retensi urin.

CNB tidak bisa mudah dikerjakan; efek samping yang sangat jarang bisa berakibat fatal atau melemahkan, terutama yang mempengaruhi kanal tulang belakang. Informed consent Sebelumnya tertentu harus diperoleh untuk jenis anestesi.

Ada kontraindikasi, efek samping dan efek diprediksi umum untuk semua jenis CNB

Absolute: sepsis lokal dan sistemik; koagulopati.

Relatif: pra-ada penyakit neurologis; kardiovaskular patologi, kurangnya persetujuan.

Efek samping yang disebabkan oleh:

Proses fisik :

Trauma saraf langsung.

Kabel karena hematoma kanal tulang belakang kompresi.

Abses.

Stroke.

Meningisme / meningitis.

Pasca-dural sakit kepala tusukan.

Obat:

Intravascular suntikan opioid, anestetik lokal atau adrenalin.

Lokal anestesi toksisitas.

Opioid gatal dan depresi pernapasan.

Diprediksi fisiologis tanggapan:

Motor dan blokade saraf sensorik.

Simpatik blokade dengan efek vagal terlindung.

Page 21: Anestesi Uro

Retensi urine.

Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa anestesi regional memerlukan penilaian kurang pra operasi dan lebih mudah daripada anestesi umum. Semua pasien harus disiapkan dengan standar yang sama untuk kedua teknik. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa daerah anestesi telah mengurangi jangka panjang morbiditas dan mortalitas untuk bedah urologi.

Anestesi Umum

Anestesi umum adalah teknik pilihan untuk berbagai macam pasien bedah, prosedur intra-abdomen atau thoraks misalnya. Ketidakstabilan kardiovaskular atau prosedur panjang yang melibatkan induksi, pemeliharaan dan munculnya anestesi oleh agen farmakologis. untuk membahas farmakokinetik individu dan farmakodinamika obat yang digunakan dalam anestesi tidak terma. Induksi dapat dilakukan baik oleh inhalasi hidrokarbon terhalogenasi seperti injeksi sevofluran atau intravena dari propofol fenol atau barbiturat thiopentone.

Bidang minat khusus adalah:

Pengelolaan jalan napas.

Sederhana dan kompleks pemantauan pasien.

Suhu kontrol.

Fisiologis efek pneumoperitoneum.

Airway

Jalan napas mungkin didukung oleh sungkup muka, saluran napas masker laring atau dengan intubasi trakea. Saluran napas masker laring diposisikan di atas laring dan memungkinkan ventilasi spontan atau terkontrol.

Indikasi untuk intubasi trakea adalah:

Untuk melindungi jalan napas dari kekotoran.

Untuk memfasilitasi ventilasi mekanis.

Relaksasi otot mungkin diperlukan untuk memfasilitasi operasi untuk itu diperlukan obat memblokir neuromuskuler. Blokade neuromuskuler tidak dapat dibalik sampai dengan 20 menit setelah pemberian dosis terakhir dan karena itu dosis lebih lanjut untuk membantu penutupan memimpin luka untuk anestesi yang berkepanjangan.

Pemantauan

Page 22: Anestesi Uro

Alasan untuk memantau pasien selama periode perioperatif adalah: Agen anestesi mengurangi drive pernapasan dan berbaring terlentang mengarah pada penurunan kapasitas residual fungsional paru-paru. Agen anestesi mengurangi kontraktilitas miokard dan inotropy, dan ini dikombinasikan dengan hasil vasodilatasi perifer pada hipotensi. Bedah menyebabkan kehilangan darah dan pergeseran cairan, depleting volume intravaskular. Mengukur konsentrasi berakhir karbon dioksida dan agen anestesi membantu untuk memastikan ventilasi efektif dan kedalaman anestesi.

Pemantauan dilakukan sebelum induksi dan berlanjut sampai pemulihan. Ini terdiri dari:

1. Klinis pengamatan; warna, frekuensi napas, denyut nadi.

2. Pemantauan sederhana, elektrokardiogram, oksimetri nadi, kapnografi dan tekanan darah noninvasif.

3. Lanjutan pemantauan; vena sentral dan tekanan arteri, darah analisa gas.

4. Lainnya; pengukuran suhu, output urin, volume pernapasan dan pengukuran tekanan.

Sebuah teknik pemantauan umum digunakan adalah non-invasif probe Doppler esofageal. Perangkat ini mengukur kecepatan sel darah merah dalam aorta turun dan kemudian memperoleh tingkat aliran darah. Analisis lebih lanjut memungkinkan asumsi tentang cardiac output dan status volume intravaskuler. Hal ini dapat dilihat secara real-time, cairan membimbing dan terapi inotrope oleh perubahan dinamis.

Kontrol Temperatur

Selama pasien bedah dapat menjadi hipotermia. Kehilangan panas meningkat adalah karena kontrol thermoregulatory gangguan selama anestesi. Pada orang tua, autoregulasi telah terjadi penurunan dan anak-anak memiliki relatif besar permukaan-daerah untuk massa tubuh rasio. Suhu inti berkorelasi baik dengan pengukuran suhu dari telinga, hidung dan dubur. Faktor-faktor predisposisi untuk kehilangan panas adalah suasana kering dingin dari ruang operasi, yang menyebabkan hilangnya panas melalui konduksi, konveksi dan evaporasi

Efek klinis hipotermia adalah:

1. Menggigil yang meningkatkan kebutuhan metabolik;

2. Peningkatan rasa sakit dan kecemasan;

3. Infeksi luka meningkat;

4. Kelainan koagulasi;

Page 23: Anestesi Uro

5. Jantung aritmia;

6. Keterlambatan ekstubasi;

7. Lama tinggal di rumah sakit.

Berguna teknik untuk mengurangi kehilangan panas:

1. Isolasi dengan selimut perangkap udara / kapas steril;

2. Penggunaan bahan reflektif panas dalam topi dan legging;

3. Pemanasan dari kedua cairan infus dan cairan operasi;

4. Hangat udara blower / selimut;

5. Kelembaban dan suhu ruang operasi dapat ditingkatkan;

6. Hindari tirai basah.

Pneumoperitoneum

Operasi laparoskopi membutuhkan insuflasi gas karbon dioksida ke dalam rongga peritoneum, yang memungkinkan operasi dan visualisasi visera. Intra-abdomen tekanan sampai 20 cmH2O digunakan dengan implikasi anestesi berikut:

Belat diafragma;

Peningkatan tekanan intragastrik;

Awalnya peningkatan aliran balik vena yang menyebabkan hipertensi relatif. Kenaikan lebih lanjut dalam tekanan mengurangi aliran balik vena dan menyebabkan hipotensi;

Difusi dan kemungkinan embolisasi karbon dioksida ke dalam aliran darah;

Trendelenburg dan posisi litotomi akan memperburuk efek dari pneumoperitoneum.

Pasca Operasi

Setelah anestesi pasien dipindahkan ke ruang pemulihan untuk memastikan pemeliharaan saluran napas, stabilisasi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler, analgesia yang efektif dan pengamatan yang berkaitan dengan komplikasi bedah. Perawatan pasca operasi dapat dibagi lagi menjadi persyaratan untuk perawatan kritis, manajemen cairan, analgesia dan situasi urologis tertentu.

Kritis Perawatan

Page 24: Anestesi Uro

Perawatan kasus pembedahan kompleks dan pasien berisiko tinggi membutuhkan pemantauan lebih, intervensi keperawatan dan perawatan medis ahli daripada yang dapat disediakan di bangsal bedah terbuka. Di Inggris, ini perawatan kritis disampaikan dalam unit perawatan intensif (ICU), tinggi ketergantungan unit (HDU), dan tempat tidur bangsal dipantau. Keputusan untuk mengakui pasien untuk lingkungan kritis perawatan harus didiskusikan antara ahli bedah dan dokter anestesi.

Masyarakat Perawatan Intensif (Inggris) telah menyepakati tingkat perawatan untuk kelompok pasien yang berbeda, yang tercantum di bawah ini. Pasien urologi paling membutuhkan tingkat 0 dan 1 perawatan di bangsal bedah. Namun, mengingat usia dan komorbiditas beberapa pasien, dikombinasikan dengan operasi besar, proporsi akan membutuhkan tingkat 2 perawatan untuk 24-36 jam dalam suasana HDU / ITU. Dalam prakteknya kita saat ini sangat jarang bahwa kasus-kasus urologi membutuhkan tingkat 3 perawatan dalam ITU.

Tingkat 0: Pasien kebutuhan dapat dipenuhi melalui perawatan bangsal biasa di rumah sakit akut.

Level 1: Pasien yang beresiko kondisi mereka memburuk, atau mereka yang baru-baru ini dipindahkan dari tingkat perawatan yang lebih tinggi yang kebutuhannya dapat dipenuhi pada bangsal akut dengan saran tambahan dan dukungan dari tim perawatan kritis.

Level 2: Pasien membutuhkan pengamatan yang lebih rinci atau intervensi termasuk dukungan untuk sistem organ tunggal gagal atau perawatan pasca operasi dan mereka mundur dari tingkat perawatan yang lebih tinggi.

Level 3: Pasien yang membutuhkan dukungan pernafasan maju sendiri atau dukungan pernapasan dasar, bersama dengan dukungan dari setidaknya dua sistem organ. Tingkat ini termasuk semua pasien yang kompleks yang membutuhkan dukungan untuk kegagalan multiorgan.

Perioperatif Fluida Manajemen

Ini melibatkan penilaian dinamis dan pengobatan pergeseran yang cepat dalam keseimbangan cairan, dengan penilaian yang teratur dan koreksi penanda hematologi dan biokimia. Tujuannya adalah untuk mempertahankan normovolaemia dengan konsentrasi hemoglobin yang memadai untuk memastikan pengiriman oksigen ke jaringan, sedangkan elektrolit menjaga dalam kisaran normal.

Ketika mempertimbangkan manajemen cairan dari pasien individu, faktor yang harus dipertimbangkan meliputi:

Preoperative

Page 25: Anestesi Uro

Mengurangi asupan cairan karena kelaparan atau proses penyakit, yaitu perut akut.

Peningkatan cairan kerugian dari muntah, output ileostomy, persiapan usus.

Intraoperatif

Menguapkan kerugian dari perut terbuka 10-30 mL / kg / jam.

Kehilangan ruang ketiga untuk usus, omentum dan retroperitoneum.

Perdarahan.

Nasogastrik kerugian.

Normal pingsan kerugian dan pemeliharaan.

Pasca operasi

Berkelanjutan kerugian ruang ketiga.

Ileus paralitik.

Gangguan Nasogastrik.

Perdarahan.

Pemeliharaan.

Dengan keberadaan fungsi ginjal normal dan variabel hemodinamik, cairan pemeliharaan kecepatan 40 mL / kg / hari (1,6 mL / kg / jam) harus menjaga output urin 0,5-1,0 mL / kg / jam. Hal ini memungkinkan untuk insensible losses yang normal sementara mempertahankan volume intravaskular.

Sebagai contoh, seorang pria 80-kg harus menerima 3000 mL dan lulus 1000-2000 mL urin dalam 24 jam. Puasa pra operasi tanpa cairan infus selama 8 jam menghalangi pasien ini dari 1000 mL. Ini perlu diganti awal selama operasi.

Keseimbangan cairan pasca operasi pada kasus dengan kerugian kompleks atau yang sedang berlangsung harus diamati secara teliti baik secara klinis dan dengan masukan per jam dan grafik output. Jika volume urin per jam berkurang, koreksi yang cepat dan tepat penipisan intravaskular dapat mencegah penghinaan ginjal pasca operasi. Dalam beberapa prosedur urologis, penilaian yang akurat dari urin mungkin sulit, irigasi kandung kemih misalnya.

Penggantian cairan ideal menggantikan 'yang sejenis', yaitu koloid dan dikemas sel darah merah untuk perdarahan, dan kristaloid untuk pemeliharaan dan ketiga ruang

Page 26: Anestesi Uro

kerugian. Pemilihan cairan juga harus dipandu oleh penghargaan terhadap tuntutan elektrolit pasien; 24 persyaratan elektrolit jam untuk orang dewasa adalah 1-2 mmol Na + / kg, K + 1 mmol / kg dan pemeliharaan kisaran normal untuk magnesium dan fosfat . Untuk mengurangi kejadian asidosis hiperkloremik praktek saat ini adalah dengan menggunakan cairan dengan kandungan klorida yang lebih rendah ion dari 0,9% garam, Hartmanns misalnya atau Gelofusine.

Elektrolit kelainan khusus untuk urologi terjadi pada pasien yang memiliki neobladder formasi, saluran ileum dan konstruksi Mitrofanoff. Dimana urin mengalir di atas atau melalui saluran usus yang terjadi asidosis metabolik, dengan hyperchloraemia dan rendah kadar bikarbonat serum. Sindrom TURP menjadi gejala dari hiponatremia disebabkan oleh penyerapan cairan irigasi. Jika pasien perlu manajemen aktif ini harus terjadi dalam lingkungan kritis perawatan.

Transfusi Darah

Kapan transfusi sel darah merah telah menjadi topikal dalam beberapa tahun terakhir, dengan meningkatnya biaya dan ketakutan dari prion dan transmisi virus. Dalam pengaturan kritis perawatan, tingkat hemoglobin ≥ 80 g / L secara memuaskan. Namun, tingkat hemoglobin minimal ≥ 100 g / L mungkin lebih umum digunakan di bangsal bedah. Anemia pra operasi harus diselidiki secara menyeluruh dan dikelola sebelum operasi elektif. Tabel 1 menunjukkan strategi untuk mengurangi transfusi

Tabel 1. Strategi untuk mengurangi transfusi darah

Pasien Bedah Anestesi

Preoperative beri terapi

Erythropoietin

Preoperative autologous sumbangan darah

Efisien koagulasi

Pilihan teknik

Hipotensi anestesi

Your penyelamatan

Akut normovolaemic hemodilusi

Page 27: Anestesi Uro

Analgesia

Analgesia selama periode operasi dapat diberikan secara sistemik atau dengan blokade saraf, atau teknik gabungan. Hal ini penting untuk memberikan tingkat efektif dan konsisten sebagai analgesia bergerak pasien melalui periode perioperatif.

Mobilisasi dan efektifnya batuk sebelum pasien sangat penting untuk mengurangi komplikasi pernafasan pasca operasi. OAINS bertindak dengan menghambat siklooksigenase enzim, untuk menghambat pembentukan prostaglandin, tromboksan dan prostacyclins, bahwa reseptor rasa sakit peka terhadap rangsangan. Aliran darah mukosa lambung dapat dikurangi dan ini menyebabkan erosi lambung. Dosis tunggal NSAID mungkin memicu gagal ginjal akut, terutama pada dehidrasi dan orang tua. Kelengketan platelet berkurang, menyebabkan peningkatan kehilangan darah selama dan setelah operasi. Relaksasi otot polos bronkus dapat dikurangi dan pada 10-20% penderita asma dapat terjadi bronkospasme.

Parasetamol merupakan analgesik yang sangat aman dan obat antipiretik yang digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang pasca operasi. Tidak memiliki efek anti-inflamasi yang sama dengan NSAID, tetapi juga tidak menyebabkan pencernaan, efek buruk pernapasan atau ginjal. Dalam overdosis parasetamol dapat menyebabkan gagal hati fulminan. Parasetamol dapat diberikan secara oral, rektal dan baru-baru persiapan intravena telah tersedia di Inggris.

WHO menyarankan menggunakan sebuah 'tangga analgesik' untuk memberikan manajemen nyeri yang efektif.

Langkah 1: ketidak nyamanan ringan bisa diobati dengan parasetamol biasa.

Langkah 2: nyeri sedang dapat diobati dengan penambahan kodein atau DF118.

Langkah 3: Nyeri berat harus dirawat dengan menggunakan obat opioid yang kuat seperti morfin.

NSAID dapat diberikan di tingkat manapun. Contohnya adalah ibuprofen dan diklofenak.

Pasien controlled analgesia (PCA) adalah teknik yang memungkinkan pasien untuk titrasi analgesia mereka sendiri. Ini adalah perangkat infus terkontrol yang diprogram untuk memungkinkan dosis set obat yang akan diberikan dalam periode yang ditetapkan, dan yang dipicu oleh pasien. Rejimen yang normal mengizinkan pemberian 1 mg morfin setiap 5 menit. Dibandingkan dengan perawat-disampaikan injeksi intramuskular dengan opioid, PCA menawarkan pengiriman analgesik yang lebih cepat. PCA aman dan efektif bila digunakan dengan tepat, tetapi kesesuaian pasien merupakan faktor penting, karena pemahaman tentang cara menggunakan perangkat yang diperlukan. Sistem ini

Page 28: Anestesi Uro

jarang diterapkan pada bedah anak, meskipun perawat yang dikendalikan alat bisa digunakan.

Kontinyu analgesia epidural dapat digunakan untuk mengontrol rasa sakit hingga 5 hari setelah operasi. Kombinasi obat bius lokal dan opioid terus dimasukkan ke dalam ruang epidural melalui kateter. Konsentrasi rendah anestesi lokal memberikan analgesia dengan blokade motorik minimal. Pasien perlu dirawat dalam lingkungan yang sesuai untuk alasan yang dijelaskan sebelumnya.

Anestesi dalam bedah urologi

Anestesi untuk Pasien dengan Penyakit Ginjal

Evaluasi Fungsi Ginjal

Taksiran akurat pada fungsi ginjal tergantung pada determinasi laboratorium. Gangguan renal (renal impairment) bisa mengarah pada disfungsi glomerulus, fungsi tubulus atau obstruksi traktus urinarius.

Karena abnormalitas fungsi glomerulus disebabkan adanya gangguan yang hebat dan dapat dideteksi, tes laboratorium yang dapat digunakan adalah yang berhubungan dengan GFR (glomerular filtration rate).

Creatinin Clearance

Pengukuran CrCl adalah metode yang paling akurat untuk perkiraan klinis fungsi ginjal secara keseluruhan CrCl < 25 mL/min indikasi dari gagal ginjal.

Urinalisis

Selanjutnya urinalisis adalah tes rutin yang paling biasa dilakukan untuk evaluasi fungsi renal. Urinalisis bisa membantu untuk identifikasi beberapa gangguan pada disfungsi tubulus ginjal maupun beberapa gangguan nonrenal. Urinalisis rutin termasuk pH, berat jenis (BJ), deteksi dan kuantitas glukosa, protein, bilirubin dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sedimen urin.

pH urin membantu bila pH arteri diketahui. Bila pH urin lebih dari 7,0 pada sistemik asidosis memberi kesan asidosis tubulus renal.

BJ (berat jenis) berhubungan dengan osmolalitas urin 1,010 biasanya berhubungan dengan 290 mOsm/kg. BJ lebih dari 1,018 setelah puasa 1 malam merupakan indikasi adekuatnya kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasi. BJ yang lebih rendah memperlihatkan hiperosmolality dari plasma yang konsisten dengan diabetes insipidus.

Page 29: Anestesi Uro

Glikosuria adalah hasil dari ambang batas bawah glukosa pada tubulus rendah ( normal 180 mg/dl) atau hiperglikemia.

Proteinuri dideteksi dengan urinalisis rutin yang seharusnya dievaluasi pada pengumpulan urin 24 jam. Ekskresi protein urin lebih dari 150 mg/dl adalah signifikan.

Peningkatan level bilirubin pada urin terlihat pada obstruksi biliari.

Analisa mikroskopik pada sedimen urin bisa mendeteksi adanya sel darah merah atau sel darah putih, bakteri, cast, dan kristal.Sel darah merah mungkin mengindikasikan perdarahan akibat tumor, batu, infeksi, koagulopati atau trauma.

Sel putih dan bakteria biasanya berhubungan dengan infeksi. Proses penyakit pada level nefron membentuk tubular cast.

Kristal mungkin mengindikasikan abnormalitas pada asam oksalat, asam urat atau metabolisme kistin.

Perubahan Fungsi Ginjal Dan Efeknya Terhadap Agen-Agen Anastesi

Banyak obat-obatan sebagian tergantung pada ekskresi renal untuk eliminasi. Sehingga modifikasi dosis harus dilakukan untuk mencegah akumulasi obat atau metabolit aktif.

Efek sistemik azotemia bisa menyebabkan potensiasi kerja farmakologikal dari agen-agen ini. Observasi terakhir bisa disebabkan menurunnya ikatan protein dengan obat, penetrasi ke otak lebih besar oleh karena perubahan pada blood brain barrier, atau efek sinergis dengan toxin yang tertahan pada gagal ginjal.

Agen Intravena

Propofol & Etomidate

Secara Farmakokinetik tidak mempunyai efeknya secara signifikan pada gangguan fungsi ginjal.

Barbiturat

Sering terjadi peningkatan sensitivitas terhadap barbiturat selama induksi. Mekanismenya dengan peningkatan barbiturat bebas yang bersirkulasi karena ikatan dengan protein yang berkurang.

Page 30: Anestesi Uro

Asidosis menyebabkan agen ini lebih cepat masuknya ke otak dengan meningkatkan fraksi non ion pada obat.

Ketamin

Farmakokinetik ketamin berubah sedikit karena penyakit ginjal. Beberapa metabolit yang aktif di hati tergantung pada ekskresi ginjal dan bisa terjadi potensial akumulasi pada gagal ginjal. Hipertensi sekunder akibat efek ketamin bisa tidak diinginkan pada pasien-pasien hipertensi ginjal.

Benzodiazepin

Benzodiazepin menyebabkan metabolisme hati dan konjugasi karena eliminasi di urin. Karena banyak yang terikat kuat dengan protein, peningkatan sensitivitas bisa terlihat pada pasien-pasien hipoalbuminemia.

Diazepam seharusnya digunakan berhati-hati pada gangguan ginjal karena potensi akumulasi metabolit aktifnya.

Opioid

Opioid (morfin, meperidin, fentanil, sufentanil dan alfentanil) di inaktifasi oleh hati, beberapa metabolitnya nantinya diekskresi di urin. Farmakokinetik remifentanil tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal karena hidrolisis ester yang cepat di dalam darah.

Kecuali morfin dan meferidin, Akumulasi morfin (morfin-6-glucuronide) dan metabolit meperidine pernah dilaporkan memperpanjang depresi pernafasan pada beberapa pasien dengan gagal ginjal. Peningkatan level normeperidine, metabolit meperidine, dihubungkan dengan kejang-kejang.

Agonis-antagonis opioid (butorphanol nalbuphine dan buprenorphine) tidak terpengaruh oleh gagal ginjal.

Agen-Agen Antikolinergik

Atropin dan glycopyrolate dalam dosis premedikasi, biasanya aman karena lebih dari 50% dari obat-obat ini dan metabolit aktifnya di ekskresi normal di urin, potensi akumulasi terjadi bila dosis diulang.

Scopolamine kurang tergantung pada ekskresi ginjal, tapi efek sistem syaraf pusat bisa dipertinggi oleh azotemia.

Phenothiazines, H2 Blockers Dan Agen-Agen Yang Berhubungan.

Page 31: Anestesi Uro

Phenothiazines, seperti promethazine bisa terjadi berpotensiasi dari depresi pusat oleh azotemia. Kerja antiemetiknya bisa berguna untuk penanganan mual preoperatif. Droperidol sebagian bergantung pada ekskresi ginjal. Akumulasi bisa dilihat pada dosis besar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal, biasanya droperidol digunakan pada dosis kecil (< 2,5 mg)

Semua H2 reseptor bloker sangat tergantung pada ekskresi ginjal. Metoclopramide sebagian diekskresinya tidak berubah di urin dan akan diakumulasikan juga pada gagal ginjal.

Agen-Agen Inhalasi

Agen-agen volatile

Agen anastetik volatile hampir ideal untuk pasien dengan disfungsi renal karena tidak tergantungnya pada eliminasi ginjal, kemampuan untuk mengkontrol tekanan darah dan biasanya mempunyai efek langsung minimal pada aliran darah ginjal.

Percepatan induksi dan timbulnya bisa dilihat pada anemis berat (Hb <5 g/dL) dengan GGK; observasi ini bisa dijelaskan oleh turunnya blood gas portion coefficient atau kurangnya MAC.

Enflurane dan sevoflurane (dengan aliran gas <2 L/min) tidak disarankan untuk pasien-pasien dengan penyakit ginjal pada prosedur lama karena potensi akumulasi fluoride.

Nitrous Oxide

Banyak klinisi tidak menggunakan atau membatasi penggunaan NO2 sampai 50% dengan tujuan untuk meningkatkan penggunaan O2 arteri pada keadaan anemia.

Pelumpuh Otot

Succinyl choline

· SC bisa digunakan secara aman pada gagal ginjal, dengan konsentrasi serum kalium kurang dari 5 mEq/L pada saat induksi. Bila K serum lebih tinggi, pelumpuh otot nondepol sebaiknya digunakan

Cisatracurium, atracurium & Mivacurium

Page 32: Anestesi Uro

· Mivacurium tergantung pada eliminasi ginjal secara minimal. Cisatracurium & atracurium didegradasi di plasma oleh eliminasi hidrolisis ester enzymatik & nonenzymatik hofman. Agen-agen ini mungkin merupakan obat pilihan untuk pelumpuh otot pada pasien-pasien dengan gagal ginjal.

Vecuronium & Rucoronium

· Eliminasi dari vecuronium secara primer ada di hati, tapi lebih dari 20% dari obat dieliminasi di urine.

· Efek dari dosis besar vecuronium (> 0,1 mg/kg) hanya memanjang sedikit pada pasien renal insufisiensi. Perpanjangan kerja pada penyakit ginjal berat pernah dilaporkan.

Curare

· Eliminasi dari curare tergantung baik pada ginjal maupun ekskresi empedu; 40-60% dosis curare secara normal dieksresi di dalam urin. Dosis lebih rendah dan perpanjangan interval pemberian dosis diperlukan untuk rumatan agar pelumpuh otot optimal

Pancuronium, Pipecuronium, Alcuronium, & Doxacurium

· Obat-obat ini tergantung terutama pada ekskresi renal (60-90%). Walaupun pancuronium di meta- bolisme di hati menjadi metabolit intermediate yang kurang aktif, eliminasi paruh waktunya masih tergantung pada ekskresi ginjal (60-80%). Fungsi neuromuscular harus dimonitor ketat jika obat-obat ini digunakan pada fungsi ginjal abnormal.

Metocurine, Gallamine & Decamethonium

· Obat-obat ini hampir sepenuhnya tergantung pada ekskresi ginjal untuk eliminasi dan harus dihindari peng gunaannya dari pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Obat-obat Reversal

· Ekskresi ginjal adalah rute utama eliminasi bagi edrophonium, neostigmine & pyridostigmine. Waktu pa ruh dari obat-obat ini pada pasien dengan gangguan gagal ginjal memanjang setidaknya sama dengan pelumpuh otot sebelumnya diatas.

Anestesia pada pasien dengan gagal ginjal

Pertimbangan pre operasi

Gagal Ginjal Akut

Page 33: Anestesi Uro

Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara cepat yang menghasilkan penumpukan dari sampah nitrogen (azotemia). Zat ini sebagian besar bersifat racun, dihasilkan oleh metabolisme protein dan asam amino. Termasuk urea, senyawa guanidine (termasuk creatin dan creatinin), asam urat, asam amino alifatik, berbagai jenis peptida dan metabolisme dari asam amino aromatik.

Azotemia dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan penyebabnya yaitu prerenal, renal, dan postrenal.

Penyebab oliguria

Pre renal Renal Post Renal

Hypovolemia

Hypotension

Poor cardiac output Renal

Pre existing renal damage

Renal vascular disease

Renal vasoconstriction

Sepsis

Hypoxia

From pre renal causes

Renal vein thrombosis

Nephrotoxins system

Amphotericin

Chemotherapeutic agents

NSAIDS

Contrast media (beware Renal or in diabetes and multiple myeloma)

Tissue injury

Haemoglobinuria

Myoglobinuria

Uric Acid (tumour lysis)

Inflammatory nephritides

Glomerulonephritis

Interstitial nephritis

Bladder neck

obstruction

Blocked drainage system

Pelvis surgery

Prostatic enlargement

Raised intra-abdominalpressure

Renal or ureteric

Calculi

Clots

Necrotic papillae

Haemoglobinuria

Page 34: Anestesi Uro

Polyarteritis

Myeloma

Azotemia renal dan postrenal bersifat reversible pada tahap inisial namun jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan azotemia renal. Kebanyakan pasien dewasa dengan gagal ginjal akan terjadi oliguria.

Pasien yang nonoliguri (yaitu pasien dengan urin output >400mL/hari) terus menerus membentuk urin yang secara kualitatif miskin, pada pasien ini cenderung memiliki pemeliharaan yang cukup baik dari GFR. Walaupun filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus terganggu, kelainannya untuk cenderung buruk lebih sedikit pada gagal ginjal nonoliguri.

Pembahasan mengenai gagal ginjal akut bervariasi, namun pada tipe oliguria bertahan sampai 2 minggu dan diikuti oleh fase diuretik yang ditandai dengan adanya peningkatan yang progresif pada urin output. Fase diuretik ini sering menghasilkan sangat banyaknya urin output dan biasanya tidak ditemui pada gagal ginjal yang non oligurik. Fungsi urinari semakin baik dalam beberapa minggu namun bisa tetap bertahan tidak kembali normal sampai 1 tahun.

Gagal Ginjal Kronis

Sindroma ini dikarakteristikkan oleh adanya penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dalam waktu 3-6 bulan. Penyebab utamanya adalah hipertensi nefrosklerosis, diabetik nefropati, glomerulonefritis kronis, dan penyakit ginjal polikistik.

Manifestasi penuh dari sindrom ini sering dikenal dengan uremia yang akan terlihat setelah GFR menurun dibawah 25 mL/menit. Pasien dengan klirens dibawah 10 mL/menit (sering disebut dengan end stage renal disease) akan bergantung kepada dialisis untuk bertahan sampai dilakukan transplantasi. Dialisis dapat berbentuk intermittent hemodialysis melalui arteriovenous fistula atau dialisis terus menerus melalui kateter yang diimplantasikan.

Manisfestasi of Uremia

Neurological Cardiovascular

Peripheral neuropathy Fluid overload

Autonomic neuropathy Congestive heart failure

Page 35: Anestesi Uro

Muscle twitching Hypertension

Encephalopathy Pericarditis

Asterixis Arrhythmia

Myoclonus Conduction blocks

Lethargy Vascular calcification

Confusion Accelerated atherosclerosis

Seizures Metabolic

Coma Metabolic acidosis

Pulmonary Hyperkalemia

Hyperventilation Hyponatremia

Interstitial edema Hypermagnesemia

Alveolar edema Hyperphosphatemia

Pleural effusion Hypocalcemia

Gastrointestinal Hyperuricemia

Anorexia Hypoalbuminemia

Nausea and vomiting Hematological

Delayed gastric emptying Anemia

Hyperacidity Platelet dysfunction

Mucosal ulcerations Leukocyte dysfunction

Hemorrhage Skin

Adynamic ileus Hyperpigmentation

Endocrine Ecchymosis

Glucose intolerance Pruritus

Secondary hyperparathyroidism Skeletal

Page 36: Anestesi Uro

Hypertriglyceridemia Osteodystrophy

Periarticular calcification

Efek yang meluas dari uremia biasanya dapat dikontrol dengan dialisis. Banyak pasien yang menjalani dialisis setiap hari dengan normal dan mungkin tidak terjadi discoloration yang terkait dengan end stage renal disease dan dialisis.

Mayoritas pasien di dialisis 3 kali perminggu. Sayangnya, semakin lama biasanya komplikasi uremia sukar disembuhkan. Lebih lagi, beberapa komplikasi berhubungan langsung dengan proses dialisis tersebut.

Hipotensi, neutropenia, hipoksemia, sindroma disequilibrium bersifat sementara dan hilang beberapa jam setelah dialisis. Beberapa faktor yang menyebabkan hipotensi selama dialisis termasuk efek vasodilatasi dari larutan asetat dialisat, neuropati otonom dan pergerakan yang cepat dari cairan. Interaksi antara sel darah putih dengan membran derivat dialisis cellophane akan mengakibatkan neutropenia dan leukocyte-mediated pulmonary disfunction menyebabkan hipoksemia. Sindroma disequilibrium dikarakteristikkan oleh gejala neurologis sementara yang berhubungan dengan penurunan dengan cepat osmolaritas ekstraselular dari osmolaritas intraselular.

Manifestasi dari Gagal Ginjal

A. Metabolik

Pasien dengan gagal ginjal dapat berkembang dengan abnormalitas dari metabolik yang multipel termasuk hiperkalemia, hiperphospatemia, hipokalemia, hipermagnesemia, hiperuricemia, dan hipoalbuminemia.

Retensi air dan natrium akan mengakibatkan pemburukan dari hiponatremia dan cairan ekstra seluler yang berlebihan.

Kegagalan untuk mengekskresikan produksi asam yang non folatil mengakibatkan asidosis metabolik dengan anion gap yang tinggi.

Hipernatremia dan hipokalemia adalah komplikasi yang jarang.

Hiperkalemia adalah abnormalitas yang paling mematikan karena memiliki efek pada jantung. Hal ini biasanya ditemukan pada pasien dengan kreatinin klirens < 5 mL/menit, namun dapat berkembang secara cepat pada pasien dengan klirens yang lebih tinggi oleh karena dengan masukan kalium yang besar (trauma, hemolisis, infeksi atau konsumsi kalium).

Page 37: Anestesi Uro

Hipermagnesia biasanya ringan kecuali masukan magnesium meningkat (umumnya dari antasida yang mengandung magnesium).

Hipokalsemia terjadi dengan sebab yang tidak diketahui. Mekanisme yang diakibatkan oleh deposit kalsium ke tulang secara sekunder oleh karena hiperphospatemia, resistensi dari hormon paratiroid dan penurunan absorbsi usus halus secara sekunder menurunkan sintesa renal dari 1,25-dihidroksi kolekalsiferol.Gejala dari hipokalsemia jarang berkembang kecuali pasien dalam kondisi alkalosis.

Pasien dengan gagal ginjal juga secara cepat kehilangan protein jaringan sehingga menyebabkan hipoalbuminemia. Anoreksia, restriksi protein dan dialisis (terutama dialisis peritonium) juga berperan.

B. Hematologik

Anemia biasanya muncul jika kreatinin klirens dibawah 30 ml/menit. Konsentrasi hemoglobin umumnya 6-8 gram/dl. Penurunan produksi eritropoetin menurunkan produksi sel darah merah, dan menurunkan pertahanan sel. Faktor tambahan termasuk perdarahan saluran cerna, hemodilusi, dan penekanan sumsum tulang dari infeksi sebelumnya. Walaupun dengan transfusi, konsentrasi hemoglobin meningkat sampai 9 gram/dl sangat sulit untuk dipertahankan. Pemberian eritropoetin biasanya dapat mengoreksi anemia. Peningkatan dari 2,3-difosfogliserat bertanggung jawab dalam penurunan kapasitas pembawa oksigen. 2,3-DPG memfasilitasi pelepasan oksigen dari hemoglobin. Asidosis metabolik juga mengakibatkan pergeseran ke kanan pada kurva oksigen-hemoglobin dissosiasi.

Fungsi platelet dan sel darah putih terganggu pada pasien dengan gagal ginjal. Secara klinis, hal ini dimanifestasikan sebagai pemanjangan waktu perdarahan dan gampang terkena infeksi. Pada pasien dengan penurunan aktivitas platelet faktor III, dan juga penurunan ikatan dan agregrasi platelet. Pasien yang dihemodialisa juga memiliki efek sisa antikoagulan dari heparin.

C. Kardiovaskuler

Cardiac Output dapat meningkat pada gagal ginjal untuk menjaga oksigen delivery pada penurunan kapasitas pembawa oksigen.

Retensi natrium dan abnormalitas pada sistem renin angiotensin berakibat pada hipertensi sistemik arteri. Left ventrikuler hipertropi umum dijumpai pada gagal ginjal kronis. Cairan ekstraseluler yang berlebihan oleh karena retensi natrium

Page 38: Anestesi Uro

bersamaan dengan peningkatan kebutuhan yang terganggu oleh karena anemia dan hipertensi mengakibatkan pasien gagal jantung dan edema pulmonum. Peningkatan permeabilitas dari membran kapiler alveoli dapat menjadi faktor predisposisi.

Blok konduksi sering ditemukan mungkin diakibatkan oleh deposit kalsium dari sistem konduksi.

Aritmia sering ditemukan dan mungkin berhubungan pada kelainan metabolik.

Perikarditis uremia dapat ditemukan pada beberapa pasien, pasien bisa asimptomatis , yang ditandai dengan adanya nyeri dada atau terbentuknya tamponade jantung.

Pasien dengan gagal ginjal kronis juga dikarakteristikan dengan peningkatan pembuluh darah perifer dan penyakit arteri koroner.

Depresi volume intravaskuler dapat muncul pada fase diuretik pada gagal ginjal akut jika replacement cairan tidak adekuat. Hipovolemi juga muncul jika terlalu banyak cairan yang terlalu banyak dikeluarkan ketika dialisis.

D. Pulmonary

Tanpa dialisis atau terapi bikarbonat, pasien bergantung pada peningkatan ventilasi permenit untuk mengkompensasikan asidosis metabolik.

Cairan ekstravaskular pulmonum biasanya meningkat dalam bentuk interstitial edema, mengakibatkan perluasan gradien alveolar ke arterial oksigen yang menyebabkan terjadinya hipoksemia. Peningkatan permeabilitas dari kapiler alveolar pada beberapa pasien menyebabkan edema paru walaupun dengan tekanan kapiler paru yang normal, karakteristik pada foto toraks menyerupai ”butterfly wings”.

E. Endokrin

Toleransi glukosa yang abnormal ditandai dengan adanya gagal ginjal akut dari resistensi perifer pada insulin, pasien mempunyai glukosa dalam darah dengan jumlah besar dan jarang menggunakannya.

Hiperparatiroidisme yang sekunder pada pasien dengan gagal ginjal kronis dapat mengakibatkan penyakit tulang metabolik, yang dapat menyebabkan fraktur.

Kelainan metabolisme lemak sering mengakibatkan hipertrigliseridemia dan kemungkinan berperan dalam atherosklerosis.

Page 39: Anestesi Uro

Peningkatan dari tingkat protein dan polipeptida yang biasanya segera didegradasikan di ginjal sering terlihat, hal ini berhubungan dengan hormon para- tiroid, insulin, glukagon, growth hormon, luteinizing hormone, dan prolaktin.

F. Gastrointestinal

Anoreksia, nausea, vomiting dan ileus adinamik umumnya berhubungan dengan azotemia.

Hipersekresi dari asam lambung meningkatkan insiden dari tukak peptik dan perdarahan saluran pencernaan, yang muncul pada 10-30% dari pasien.

Penundaan pengosongan lambung secara sekunder pada neuropati autonom dapat mencetuskan adanya aspirasi perioperatif.

Pasien dengan gagal ginjal kronis juga memiliki koinsiden terhadap virus hepatitis (tipe B dan C), sering diikuti oleh disfungsi hepatik.

G. Neurologis

Tubuh kurus, letargi, confussion, kejang, dan koma adalah manifestasi dari uremik encephalopathy. Gejala pada umumnya berhubungan dengan derajat azotemia.

Neuropati autonom dan perifer umumnya dijumpai pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Neuropati perifer bersifat sensoris dan melibatkan ekstremitas distal bagian bawah.

Evaluasi Preoperatif

Gagal ginjalnya berhubungan dengan komplikasi post operatif atau trauma. Pasien dengan gagal ginjal akut juga mempercepat pemecahan protein. Manajemen perioperatif yang optimal tergantung dari dialisis preoperatif. Hemodialisis lebih efektif dari pada peritoneal dialisis dan dapat dilakukan melalui internal jugular yang temporer, dialisis dengan kateter subklavia atau femoral. Kebutuhan dialisis pada pasien nonoligurik dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual.

Indikasi Untuk Dialisis

Overload Cairan Hiperkalemi

Page 40: Anestesi Uro

Asidosis Berat Enselopaty Metabolik

Perikarditis Koogulopati

Refraktory Gastrointestinal Symtom Toksisitas Obat

Pasien dengan gagal ginjal kronis semua manifestasi yang reversibel dari uremia harus dikontrol. Dialisis pre operatif pada hari pembedahan atau hari sebelumnya dibutuhkan.

Evaluasi fisik dan laboratorium harus di fokuskan pada fungsi jantung dan pernafasan. Tanda–tanda kelebihan cairan atau hipovolemia harus dapat diketahui. Kekurangan volume intravaskuler sering disebabkan oleh dialisis yang berlebihan. Perbandingan berat pasien sebelum dan sesudah dialisis mungkin membantu.

Data hemodinamik, jika tersedia dan foto dada sangat bermakna dalam kesan klinis.

Analisa gas darah juga berguna dalam mendeteksi hipoksemia dan mengevaluasi status asam-basa pada pasien dengan keluhan sesak nafas.

EKG harus diperiksa secara hati-hati sebagai tanda-tanda dari hiperkalimia atau hipokalimia seperti pada iskemia, blok konduksi, dan ventrikular hipertropi.

Echocardiography sangat bermakna dalam mengevaluasi fungsi jantung pada pasien dibawah prosedur pembedahan mayor karena hal ini dapat mengevaluasi ejeksi fraksi dari ventrikel, seperti halnya mendeteksi dan kuantitatif hipertropi, pergerakan abnormal pembuluh darah, dan cairan perikard adanya gesekan bisa tidak terdengar pada auskultasi pada pasien dengan efusi perikard.

Transfusi pre operatif sel darah merah harusnya diberikan pada pasien dengan anemia berat (hemoglobin <6-7 g/dL) atau ketika kehilangan darah sewaktu operasi diperkirakan.

Waktu perdarahan dan pembekuan dianjurkan, khususnya jika ada pertimbangan regional anestesi. Serum elektrolit, BUN, dan pengukuran kreatinin dapat menentukan keadekuatan dialisis.

Pengukuran glukosa dibutuhkan dalam mengevaluasi kebutuhan potensial untuk terapi insulin perioperatif.

Page 41: Anestesi Uro

Perlambatan pengosongan lambung akibat sekunder dari neuropati otonom pada beberapa pasien bisa mempengaruhi pasien-pasien GGK untuk terjadinya aspirasi pada perioperatif

Terapi obat preoperatif diberikan secara hati-hati pada obat yang dieliminasi di ginjal. Penyesuaian dosis dan pengukuran kadar darah (jika memungkinkan) dibutuhkan untuk mencegah toksisitas obat.

Obat yang berpotensial berakumulasi secara signifikan pada pada pasien dengan ganggaun ginjal

Muscle relaxants : Metocurine, Gallamine, Decamethonium, Pancuronium, Pipecurium, Doxacurium, Alcuronium

Anticholinergics : Atropine, Glycopyrrolate

Metoclopramide

H2 reseptor antagonists : Cimetidine, Ranitidine

Digitalis

Diuretics

Calcium Channel antagonis : Nifedipine, Diltiazem

β – Adrenergic blockers : Propanolol, Nadolol, Pindolol, Atenolol

Anti Hipertensi : Clonidine, Methyldopa, Captporil, Enalapril, Lisinopril, Hydralazine, Nitroprusside (Thiocyanate)

Antiarrhytmics : Procainamide, Disopyramide, Bretylium, Tocainide, Encainide (Genetically determined)

Bronchodilators : Terbutalline

Psychiatric : Lithium

Antibiotics : Penicillins, Cephalosporin, Aminoglycosid, Tetracycline, Vancomycin

Anticonvulsants : Carbamazepine, Ethosuximide, Primidone

Premedikasi

Pada pasien yang relatif stabil dan sadar dapat diberikan pengurangan dosis dari opioid atau benzodiazepin.

Page 42: Anestesi Uro

Profilaksis untuk aspirasi diberikan H2 blocker diindikasikan pada pasien mual, muntah atau perdarahan saluran cerna.

Metoclopramide, 10 mg secara oral atau tetes lambat intra vena juga berguna dalam mempercepat pengosongan lambung, mencegah mual dan menurunkan resiko aspirasi.

Pengobatan preoperatif terutama obat anti hipertensi harus dilanjutkan sampai pada saat pembedahan.

Pertimbangan Intraoperatif

Monitoring

Prosedur pembedahan membutuhkan perhatian pada kondisi medis secara menyeluruh. Karena bahaya dari adanya oklusi, tekanan darah sebaiknya tidak diukur dari cuff pada lengan dengan fistula arteriovena.

Intra-arterial, vena sentral, dan arteri paru membutuhkan perhatian, terutama pada pasien dibawah prosedur dengan pergeseran cairan yang luas, volume intravaskuler sering sulit disesuaikan hanya dari tanda klinis.

Monitoring tekanan darah intra-arteri secara langsung diindikasikan pada pasien yang hipertensinya tidak terkontrol.

Monitoring invasif yang agresif diindikasikan khususnya pada pasien diabetes dengan penyakit ginjal berat yang sedang menjalani pembedahan mayor, pasien jenis ini mungkin memiliki tingkat morbiditas 10 kali lebih banyak pada pasien diabetes tanpa penyakit ginjal. Yang terakhir ini menunjukkan insiden yang tinggi pada komplikasi kardiovaskular pada grup pertama.

Induksi

Pasien dengan mual, muntah atau perdarahan saluran cerna harus menjalani induksi cepat dengan tekanan krikoid.

Dosis dari zat induksi harus dikurangi untuk pasien yang sangat sakit. Thiopental 2-3 mg/kg atau propofol 1-2 mg/kg sering digunakan. Etomidate, 0,2-0,4 mg/kg dapat dipertimbangkan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil.

Opioid, beta-bloker (esmolol), atau lidokain bisa digunakan untuk mengurangi respon hipertensi pada intubasi.

Succinylcholine, 1,5 mg/kg, bisa digunakan untuk intubasi endotrakeal jika kadar kalium darah kurang dari 5 meq/L. Rocuronium (0,6mg/kg),cisatracurium (0,15 mg/kg), atracurium (0,4 mg/kg) atau mivacurium (0,15 mg/kg) dapat digunakan

Page 43: Anestesi Uro

untuk mengintubasi pasien dengan hiperkalemia. Atracurium pada dosis ini umumnya mengakibatkan pelepasan histamin. Vecuronium, 0,1 mg/kg tepat digunakan sebagai alternatif, namun efeknya harus diperhatikan.

Pemeliharaan

Tehnik pemeliharaan yang ideal harus dapat mengkontrol hipertensi dengan efek minimal pada cardiac output, karena peningkatan cardiac output merupakan kompensasi yang prinsipil dalam mekanisme anemia.

Anestesi volatil, nitrous oxide, fentanyl, sufentanil, alfentanil, dan morfin dianggap sebagai agen pemeliharaan yang memuaskan.

Isoflurane dan desflurane merupakan zat yang mudah menguap pilihan karena mereka memiliki efek yang sedikit pada cardiac output.

Nitrous oxide harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan fungsi ventrikel yang lemah dan jangan digunakan pada pasien dengan konsentrasi hemoglobin yang sangat rendah (< 7g/dL) untuk pemberian 100% oksigen.

Meperidine bukan pilihan yang bagus oleh karena akumulasi dari normeperidine. Morfin boleh digunakan, namun efek kelanjutannya perlu diperhatikan.

Ventilasi terkontrol adalah metode teraman pada pasien dengan gagal ginjal. Ventilasi spontan dibawah pengaruh anestesi yang tidak mencukupi dapat menyebabkan asidosis respiratorik yang mungkin mengeksaserbasi acidemia yang telah ada, yang dapat menyebabkan depresi pernafasan yang berat dan peningkatan konsentrasi kalium di darah yang berbahaya. Alkalosis respiratorik dapat merusak karena mengeser kurva disosiasi hemoglobin ke kiri, dan mengeksaserbasi hipokalemia yang telah ada, dan menurunkan aliran darah otak.

Terapi Cairan

·Operasi superfisial melibatkan trauma jaringan yang minimal memerlukan penggantian cairan dengan 5 % dekstrosa dalam air. Prosedur ini berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak atau pergeseran yang membutuhkan kristalloid yang isotonik, koloid, atau keduanya.

Ringer laktat sebaiknya dihindari pada pasien hiperkalemia yang membutuhkan banyak cairan, karena kandungan kalium (4 meq/L), normal saline dapat digunakan. Cairan bebas glukosa digunakan karena intoleransi glukosa yang berhubungan dengan uremia.

Page 44: Anestesi Uro

Kehilangan darah diganti dengan packed red blood cells.

Anestesi Pada Pasien Dengan Gangguan Ginjal Ringan Sampai Sedang

Pertimbangan Preoperatif

Ginjal biasanya menunjukkan fungsi yang besar. GFR, yang dapat diketahui dengan kreatinin klirens, dapat menurun dari 120 ke 60 mL/ menit tanpa adanya perubahan klinis pada fungsi ginjal. Walaupun pada pasien dengan kreatinin klirens 40 -60 mL/menit umumnya asimtomatik. Pasien ini hanya memiliki gangguan ginjal ringan namun harus dipertimbangkan sebagai gangguan ginjal.

Ketika kreatinin klirens mencapai 25 – 40 mL/menit gangguan ginjal sedang dan pasien bisa disebut memiliki renal insufisiensi. Azotemia yang signifikan selalu muncul, dan hipertensi maupun anemia secara bersamaan. Manajemen anestesi yang tepat pada pasien ini sama pentingnya pada pasien gagal ginjal yang berat. Yang terakhir ini terutama selama prosedur yang berkaitan dengan insiden yang relatif tinggi dari gagal ginjal postoperatif, seperti pembedahan konstruktif dari jantung dan aorta.

Kehilangan volume intravaskular, sepsis, obstruktif jaundice, kecelakaan, injeksi kontras dan aminoglikosid, angiotensin converting enzim inhibitor, atau obat-obat terapi seperti NSAID sebagai resiko utama pada perburukan akut pada fungsi ginjal.

Hipovolemia muncul khususnya sebagai faktor yang penting pada gagal ginjal akut postoperatif. Penekanan manajemen pada pasien ini adalah pencegahan, karena angka kematian dari gagal ginjal post operatif sebesar 50%–60%.

Peningkatan resiko perioperatif berhubungan dengan kombinasi penyakit ginjal lanjut dan diabetes.

Profilaksis untuk gagal ginjal dengan cairan diuresis efektif dan diindikasikan pada pasien dengan resiko tinggi, rekonstruksi aorta mayor, dan kemungkinan prosedur pembedahan lainnya.

Mannitol (0,5 g/kg) sering digunakan dan diberikan sebagai perioritas pada induksi.

Cairan intravena diberikan untuk mencegah kehilangan intra vaskular. Infus intravena dengan fenoldopam atau dopamin dosis rendah memberikan peningkatan aliran darah ginjal melalui aktivasi dari vasodilator reseptor dopamin pada pembuluh darah ginjal.

Page 45: Anestesi Uro

Loop diuretik juga dibutuhkan untuk menjaga pengeluaran urin dan mencegah kelebihan cairan.

Pertimbangan Intraoperatif

Monitoring

Monitor standard yang digunakan untuk prosedur termasuk kehilangan cairan yang minimal. Untuk operasi yang banyak kehilangan cairan atau darah, pemantauan urin output dan volume intravaskular sangat penting.

Walaupun dengan urin output yang cukup tidak memastikan fungsi ginjal baik, namun selalu diusahakan pencapaian urin output lebih besar dari 0,5 mL/kgBB/jam.

Pemantauan tekanan intra arterial juga dilakukan jika terjadi perubahan tekanan darah yang cepat, misalnya pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau sedang dalam pengobatan yang berhubungan dengan perubahan yang mendadak pada preload maupun afterload jantung.

Induksi

Pemilihan zat induksi tidak sepenting dalam memastikan volume intravaskular yang cukup terlebih dahulu. Anestesi induksi pada pasien dengan Renal Insuffisiensi biasanya menghasilkan hipotensi jika terjadi hipovolemia. Kecuali jika diberikan vasopressor, hipotensi biasanya muncul setelah intubasi atau rangsangan pembedahan. Perfusi ginjal, yang dipengaruhi oleh hipovolemia semakin buruk sebagai hasil pertama adalah hipotensi dan kemudian secara simpatis atau farmakologis diperantarai oleh vasokonstriksi ginjal. Jika berlanjut, penurunan perfusi ginjal pengakibatkan kerusakan ginjal postoperatif. Hidrasi preoperatif biasanya digunakan untuk mencegah hal ini.

Pemeliharaan

Semua zat pemeliharaan dapat diberikan kecuali Methoxyflurane dan Sevoflurane. Walau enflurane bisa digunakan secara aman pada prosedur singkat, namun lebih baik dihindari pada pasien dengan insuffisiensi ginjal karena masih ada pilihan obat lain yang memuaskan. Pemburukan fungsi ginjal selama periode ini dapat menghasilkan efek hemodinamik lebih lanjut dari pembedahan (perdarahan) atau anestesi (depresi jantung atau hipotensi).

Page 46: Anestesi Uro

Efek hormon tidak langsung (aktifasi simpatoadrenal atau sekresi ADH), atau ventilasi tekanan positif. Efek ini biasanya reversibel ketika diberikan cairan intravena yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskuler yang normal atau meluas.

Pemberian utama dari vasopresor α – adrenergik (phenyleprine dan norepineprine) juga dapat mengganggu. Dosis kecil intermitten atau infus singkat mungkin bisa berguna untuk mempertahankan aliran darah ginjal sebelum pemberian yang lain (seperti transfusi) dapat mengatasi hipotensi. Jika mean tekanan darah arteri, cardiac output dan cairan intravaskuler cukup, infus dopamin dosis rendah (2-5 mikrogram/kg/menit) dapat diberikan dengan batasan urin output untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan fungsi ginjal.”Dosis dopamin untuk ginjal”telah juga dapat menunjukkan setidaknya sebagian membalikkan vasokonstriksi arteri ginjal selama infus dengan vasopresor α–adrenergik (norepinephrine). Fenoldopam juga mempunyai efek yang sama.

Terapi Cairan

Perhatikan jika ditemukan pemberian cairan yang berlebihan, namun masalah biasanya jarang dengan pasien yang urin outputnya cukup. Maka perlu dilakukan pemantauan pada urin outputnya, jika cairan yang berlebihan diberikan maka akan menyebabkan edema atau kongestif paru yang lebih mudah ditangani daripada gagal ginjal akut.

Berbagai Prosedur Pembedahan Pada Pasien Dengan Insufisiensi Renal

Pasien dengan kegagalan ginjal dapat membutuhkan berbagai prosedur pembedahan darurat atau elektif. Persiapan preoperatif, tehnik pemantauan, penatalaksanaan anestesi, dan perawatan post-operasi dari pasien-pasien ini sama pentingnya dengan mereka yang mendapatkan transplantasi ginjal. Pasien-pasien ini, bagaimanapun juga, tidak seperti pasien transplantasi, tidak memerlukan obat-obat imunosupresi.

Beberapa dari prosedur-prosedur pembedahan ini dapat dilakukan dibawah pengaruh anestesi lokal dengan perawatan anestesi yang terpantau. Oleh karena pemberian anestesi regional, maka neuropati perifer harus disingkirkan. Waktu perdarahan, jumlah platelet, kadar fibrinogen, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial juga harus diperiksa. Anestesi spinal dengan bupivakain 0,75% pada pasien dengan kegagalan ginjal kronis mungkin berhubungan dengan penyebaran cepat dari penghambatan

Page 47: Anestesi Uro

sensorik, level hambatan yang lebih tinggi, dan pemulihan yang cepat dari penghambatan motorik.

Berbagai Prosedur Urogenital

Banyak pasien yang menjalani prosedur pembedahan urologi baik orang tua maupun anak-anak. Oleh karena pasien usia lanjut menderita penyakit-penyakit kardiovaskuler atau pulmoner, prinsip utama anestesi pada pasien tersebut harus ditegaskan. Hal ini mencakup menghindari terjadinya hipoksia, hipotensi, dan hipoventilasi. Pemeliharaan jalan napas dan pemberian obat-obat secara lambat dan minimal penting untuk penatalaksanaan anestesi pasien-pasien ini. Fluktuasi tekanan darah tidak diharapkan dan harus diterapi sedemikian rupa, untuk menghindari efek samping kardiovaskuler dan susunan saraf pusat.

Pembedahan Radikal Prostat Atau Ginjal

Jika fungsi ginjal terganggu oleh penyakit-penyakit urologik, seperti yang kebanyakan terjadi, perhatian harus diberikan pada obat-obat yang mempunyai efek minimal pada fisiologi ginjal. Efek anestetik diuraikan dalam Bab lain, dan pembahasan teoretik ini seharusnya membentuk dasar untuk pemilihan praktis obat anestesi.

Sistouretroskopi dan Prosedural Ureteral

Sistourethroscopy biasa digunakan untuk memeriksa dan mengobati penyakit traktus urinarius bagian bawah. Di masa yang lalu, sistourethroscopy dilakukan dengan endoskopi yang kaku, dan dibutuhkan anestesi regional atau anestesi umum demi kenyamanan pasien. Pada masa kini, telah digunakan endoskopi yang lentur dan mengikuti sudut

anatomis sehingga pasien dapat merasa lebih nyaman. Untuk melakukan sistokopik, digunakan 5-10 ml anestesi jelly sebagai pelumas (2% lidocaine hydrochloride jelly). Teknik lokal anestesi ini memberikan anestesi yang adekuat pada pasien yang mengalami sistoskopi sederhana.Untuk prosedur yang lebih lama, teknik pemberian obat sedasi dengan memanfaatkan berbagai variasi obat hipnotik-sedatif, anxyolitik, dan analgesik telah terbukti memberikan kenyamanan bagi pasien dan kondisi pasien dengan proses penyembuhan yang sangat cepat. Bila diperlukan anestesi umum untuk sistoskopi atau prosedur uretral, laryngeal mask airways merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan

traditional face mask. Ureteroskopi merupakan perluasan dari teknik sistoskopi, dan biasanya dibutuhkan dilatasi dari orifisium uretra dan ureter intramural, seringkali membutuhkan anestesi regional atau anestesi umum.

Page 48: Anestesi Uro

Teknik anestesi pada TURP (1)

Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TUR atau ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan hilangnya darah ketika prosedur TURP dilakukan dengan menggunakan anestesi regional dan anestesi umum.

Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan dengan anestesi umum, pada pasien yang mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol nyeri dan penurunan kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif. Bowman dkk menemukan bahwa hanya 15 % dari pasien yang mendapatkan anestesi spinal pada TURP membutuhkan pengobatan nyeri selain daripada acetaminophen tetapi kebutuhan analgesik meningkat empat kali lipat setelah anestesi umum.

Studi prospektif yang membandingkan efek dari anestesi umum versus anestesi spinal pada fungsi kognitif setelah TURP ditemukan penurunan yang signifikan pada status mental pada kedua kelompok pada 6 jam setelah pembedahan, tetapi tidak memiliki perbedaan pada fungsi mental postoperatif pada kapan saja pada 30 hari pertama setelah pembedahan. Ghoneim dkk juga menemukan tipe anestesi (regional versus umum) tidak mempengaruhi keadaan pasien yang mengalami prostatektomi, histerektomi, atau penggantian sendi.

Morbiditas dan mortalitas pada pasien yang berusia lebih dari 90 tahun yang mengalami TURP tidak bergantung dari tipe anestesi yang digunakan. Sebuah studi dari kejadian iskemik miokardial perioperatif pada pasien yang mengalami pembedahan transuretral, ditentukan bahwa kedua insidens dan durasi dari iskemik miokardial meningkat mengikuti pembedahan TUR tetapi tidak memiliki perbedaan antara anestesi umum atau anestesi spinal. Studi kedua membuktikan bahwa penemuan-penemuan ini dan disimpulkan bahwa adanya durasi yang singkat atas iskemik miokardial tidak berhubungan dengan efek samping pada pasien berusia lanjut yang mengalami prosedur TURP.

Bila anestesi regional digunakan pada prosedur, tingkat dermatom anestesi T10 dibutuhkan untuk memblok nyeri dari saluran kemih dengan irigasi cairan. Bagaimanapun, tingkat S3 dilaporkan adekuat pada 25 % pasien jika saluran kemih tidak diijinkan untuk terisi penuh. Anestesi spinal merupakan pilihan utama jika dibandingkan

Page 49: Anestesi Uro

anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok sepenuhnya dengan teknik epidural.

Anestesi lokal juga digunakan sebagai prosedural TURP pada pasien dengan kelenjar prostat stadium ringan hingga sedang. Teknik anestesi ini melibatkan infiltrasi dari 1-3 ml enceran anestesi lokal (0.25% bupivacaine, 1% lidocaine) ke dalam kandung kemih dan lobus lateral dari prostat untuk memblok pleksus saraf hipogastrik inferior kemudian dengan injeksi anestesi lokal transuretral ke dalam glandula di sekitar uretra prostatikus. Dengan tipe anestesi ini, dokter bedah dapat memindahkan sejumlah kecil dari jaringan prostat dengan ketidaknyamanan pasien yang seminimal mungkin. Meskipun penulis melaporkan bahwa teknik ini sulit dilaksanakan dalam skala besar, mereka meyakini bahwa teknik ini dapat berguna pada pasien dengan resiko tinggi yang tidak dapat ditoleransi dengan anestesi umum maupun spinal.

Reseksi transuretral pada tumor kandung kemih

Kanker kandung kemih merupakan keganasan urologi kedua yang paling sering ditemui dengan jumlah sekitar 50,000 kasus baru terdiagnosa. Tumor kandung kemih terjadi dengan perbandingan pria-wanita adalah 3:1. Meskipun penyebab dari tumor ini tidak diketahui, berbagai pola hidup dan faktor lingkungan telah dapat dikaitkan dengan perkembangan kanker kandung kemih, seperti merokok, kopi, penggunaan pemanis buatan, penyinaran pelvis dan paparan karsinogen industri.

Karsinoma sel transisional superfisial diperhitungkan sekitar 90% dari kanker kandung kemih, dan kebanyakan pasien mengalami prosedural endoskopi reseksi transuretral dari kandung kemih baik diagnosis dan pengobatan dari penyakit ini. Prosedural ini dapat dilakukan baik dengan anestesi regional maupun anestesi umum. Bila digunakan anestesi regional, tingkat anestesi pada T10 diperlukan untuk memblok nyeri yang berhubungan dengan distensi kandung kemih selama prosedural. Bagaimanapun, jika tumor kandung kemih berada dekat nervus obturatorius, anestesi umum dengan muscle relaxan merupakan teknik pilihan.

Komplikasi selama reseksi transuretral kandung kemih

Page 50: Anestesi Uro

Perforasi kandung kemih telah dilaporkan selama pembedahan transuretral. Komplikasi ini dapat terjadi bila kandung kemih menggelembung pada stadium akhir dari prosedur, menyebabkan cairan pada kandung kemih diencerkan oleh reseksi. Perforasi dari kandung kemih memberi haril ekstravasasi intraperitoneal dari cairan yang digunakan untuk mengirigasi kandung kemih, menyebabkan pola irigasi abnormal irigasi yang mana cairan disuling ke dalam kandung kemih tetapi tidak pulih. Diagnosis klinis dari perforasi kandung kemih akan menjadi lebih sederhana bila prosedural dilakukan di bawah anestesi regional. Pasien yang sadar memperlihatkan nyeri abdomen yang hebat dan tiba-tiba, dan sering dihubungkan dengan nyeri yang mengarah ke bahu. Gejala yang berhubungan termasuk pucat, berkeringat, rigiditas abdominal, mual, dan muntah. Bila diperkirakanterjadi ekstravasasi, operasi harus dilakukan secepat mungkin. Perforasi kecil dengan minimal kebocoran intraperitoneal jarang menyebabkan perubahan hemodinamik

dan biasanya dapat diatasi dengan drainase kateter dan diuretik. Eksplorasi terbuka dengan penutupan perforasi dianjurkan untuk pasien dengan gangguan pernafasan.

Nervus obturatorius melewati dinding kandung kemih lateral, leher kandung kemih, dan uretra prostatikus lateral seperti melingkari pelvis. Stimulasi dari nervus obturator dengan elektrokauter selama pembedahan transuretral mungkin dapat menyebabkan otot paha berkontraksi hebat, yang mengarah kepada terjadinya perforasi kandung kemih. Anestesi spinal, anestesi umum “dalam”, dan perubahan baik frekuensi elektrokauter atau tempat dari elektroda inaktif yang menjadi inefektif memblok kontraksi otot. Bagaimanapun, reflek ini mungkin dapat dieliminasi baik dengan penggunaan muscle relaxan selama anestesi umum atau infiltrasi lokal anestesi dari nervus obturatorius sebagaimana melewati kanal obturator.

Percutaneous Renal Procedures(1)

Percutaneous nephrostomy (PCN) adalah hal yang paling sering dibicarakan untuk diagnosa dan pengobatab dari segala macam masalah-masalah urologi, termasuk pertolongan pada obstruksi ginjal, pengangkatan batu, biopsi tumor dan penempatan stent ureteral. Selama prosedur PCN, jarum dimasukkan ke dalam ginjal dibawah tuntunan fluoroskopik. Setelah jarum dimasukkan dengan tepat, kawat ‘penuntun’ dimasukkan melalui jarum, kemudian jarum diangkat. Kemudian kateter ditempatkan setelah kawat penuntun, membuat saluran ke ginjal. Prosedur ini diperkenalkan pasien-pasien trauma dan anestesi lokal

Page 51: Anestesi Uro

dengan sedasi yang digunakan untuk analgetik. Bagaimanapun, jika pasien memerlukan saluran kateter ekstra, nephrostomy tract diperluas dengan plastik dilator melewati kawat penuntun. Perluasan dari nephrostomy tract dilakukan dengan mempertimbangkan ketidaknyamanan dan keperluan anestesi umum atau regional (spinal atau epidural). PCN melibatkan tempat dari endoskopi melalui nephrostomy tract. Percutaneus nephrolithotomy, sebuah prosedur untuk mengangkat kanalikuli ginjal yang terlalu besar untuk ditangani dengan lithotripsi, adalah salah satu dari prosedur bedah dalam yang paling sering membutuhkan perluasan dari nephrotomy tract.

Meskipun teknik bedah percutaneus adalah yang paling sedikit menginfasi dibandingkan dengan prosedur bedah terbuka, macam-macam komplikasi dapat terjadi sepanjang prosedur ini. Selama memasukkan pipa nephrostomy, trauma lien, hati, atau ginjal dapat berakibat kehilangan darah mendadak yang mengharuskan prosedural bedah terbuka darurat. Luka pada kolon telah dilaporkan jika kolon retrorenal melampaui sudut bawah dari ginjal. Masalah ini biasanya diatur oleh penempatan tabung kolostomi, namun kolostomi dapat diindikasikan jika pasien mempunyai tanda-tanda klinis dari peritonitis. Luka pada pleura dapat terjadi pada penempatan tabung nephrostomy saat akses dibuat di bawah iga ke-12 atau manipulasi ginjal pada posisi cephalad.

Laparoskopi urologi(4)

Prosedural laparoskopi dilakukan dalam urologi termasuk prosedur diagnostik untuk evaluasi testis undesenden, orchiopexy, varicocelectomy, penggantungan kandung kemih, pelvis limfadenektomi, nephrectomi, nephroureterectomi, adrenalektomi, dan sistektomi.

Prosedur laparoskopi urologi berbeda dengan laparoskopi konvensional pada beberapa hal. Banyak struktur dari sistem genitourinari merupakan ekstraperitoneal (misalnya kandung kemih, ureter, glandula adrenal, dan ginjal), dan para urologis seringkali memilih insuflasi ekstraperitoneal selama pembedahan laparoskopi pada organ-organ ini. Beberapa penelitian menduga bahwa absorpsi CO2 lebih besar pada ekstraperitoneal dibandingkan dengan insuflasi intraperitoneal. Mullet dkk melaporkan bahwa laparoskopi pelvis limfadenektomi ekstraperitoneal menyebabkan 76% peningkatan pada eliminasi CO2, dimana diagnostik pelvis laparoskopi intraperitoneal dan laparoskopi kolesistektomi dihubungkan dengan peningkatan eliminasi CO2. Analisa

Page 52: Anestesi Uro

retrospektif dari pasien yang mengalami laparoskopi ginjal dan pembedahan pelvis menyebutkan bahwa eliminasi CO2 meningkat sebanyak 135% ketika operasi dilakukan dengan ekstraperitoneal sedangkan 61% ketika digunakan intraperitoneal insufllasi. Peningkatan absorpsi dari CO2 selama teknik laparoskopi ekstraperitoneal memaksa para anestesiologis secara hati-hati memonitor dan mengatur ventilasi sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara normocarbia.

Waktu insuflasi yang diperpanjang selama prosedur ini meningkatkan kandungan CO2 yang diabsorbsi dan mengharuskan penggunaan anestesi umum untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Terjadinya oliguria pada pembedahan laparoskopi mungkin disebabkan karena peningkatan kadar stress hormon, seperti ADH. Karena oliguria intraoperatif sering ditangani dengan pemberian cairan, dan sangat penting bagi seorang anestesiologis untuk berhati-hati terhadap adanya oliguria selama prosedur laparoskopi yang diperpanjang mungkin tidak memberi gambaran bila terjadi kehabisan volume intravaskular.

KESIMPULAN

Peran dokter anestesi dimulai dengan penilaian pra operasi dan meluas di seluruh pasien menjalani rawat inap. Prinsip-prinsip pengelolaan anestesi telah dibahas, tetapi seni sejati anestesi adalah untuk menyesuaikan rencana untuk setiap individu.

Penilaian pra operasi dan stabilisasi kondisi kesehatan kronis meningkatkan hasil, mengurangi tingkat pembatalan dan meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan. Teknik-teknik umum dari blokade saraf yang dapat digunakan untuk analgesia dan anestesi telah dijelaskan. Umum dan regional anestesi memiliki kelebihan tetapi pilihan utama dari teknik adalah kompromi antara dokter anestesi, pasien dan ahli bedah. Keselamatan pasien harus diutamakan dalam proses pengambilan keputusan.

Dari masuk sampai debit, fisiologi pasien harus dipantau dan didukung, untuk mengurangi komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Langkah-langkah ini dapat sebagai sederhana sebagai keseimbangan cairan benar dinamis mengurangi penghinaan ginjal, atau mempertahankan kontrol glukosa darah yang baik.

Dalam era pasien yang dipimpin perawatan, analgesia yang efektif adalah hak dasar kemanusiaan (WHO) yang mempromosikan penyembuhan cepat dan kesejahteraan. Menanggapi hal ini, layanan yang lebih akut nyeri sedang dibuat. Dunia saat ini akses teknologi dan Internet telah melihat pergeseran dalam kesadaran pasien anestesi dan pilihan operasi. Ini adalah hak bahwa kedua ahli bedah dan anestesi dapat

Page 53: Anestesi Uro

menjawab pertanyaan yang diajukan sebagai pasien didorong untuk mempertanyakan keputusan medis.

Rencana baru untuk pelatihan bedah diusulkan oleh Royal College of Surgeons (Inggris) telah meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan dalam pelatihan perawatan anestesi dan kritis, mengakui bahwa keterampilan penting bisa dipelajari. Tidak hanya akan meningkatkan kesinambungan perawatan selama periode peri-operatif, tetapi memungkinkan untuk persetujuan baik untuk pasien pada semua tahap.

Kemajuan dalam pelatihan, pengawasan, farmasi dan alat kesehatan, dikombinasikan dengan penggunaan pedoman nasional, telah meningkatkan keselamatan pasien di departemen operasi dalam 20 tahun terakhir. Sebuah pendekatan multidisiplin untuk peduli disampaikan selama periode peri-operatif akan meningkatkan perawatan pasien dan melanjutkan tren ini.