Anestesi Spinal Lapsus

29
BAB I PENDAHULUAN Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakan pada tindakan anestesi sehari-hari.Tehnik ini telah digunakan secara luas untuk memberikan anestesia, terutama untuk operasi pada daerah di bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal. Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota tubuh bagian bawah operasi abdomenbagian bawah. Spinal anestesi, diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama utama dalam praktek klinis. Operasi seksio sesaria memerlukan anestesi yang efektif yaitu regional (epidural atau tulang belakang) atauanestesi umum. Dengan epidural anestesi, obat anestesi yang dimasukkan kedalam ruang di 1

Transcript of Anestesi Spinal Lapsus

Page 1: Anestesi Spinal Lapsus

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi yang aman, ekonomis dan

dapat dipercaya serta sering digunakan pada tindakan anestesi sehari-hari.Tehnik ini

telah digunakan secara luas untuk memberikan anestesia, terutama untuk operasi pada

daerah di bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam

tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah,

menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan

menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang

minimal.

Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer.

Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan

anggota tubuh bagian bawah operasi abdomenbagian bawah. Spinal anestesi,

diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama utama dalam

praktek klinis. Operasi seksio sesaria memerlukan anestesi yang efektif yaitu regional

(epidural atau tulang belakang) atauanestesi umum. Dengan epidural anestesi, obat

anestesi yang dimasukkan kedalam ruang di sekitar tulang belakang ibu, sedangkan

dengan spinal anestesi yaitu obat anestesi disuntikkan sebagai dosis tunggal ke dalam

tulang belakang ibu. Dengan dua jenis anestesi regional ini ibu terjaga dalam proses

persalinan,tetapi mati rasadari pinggang kebawah. Dengan anestesi umum, ibu tidak

sadar dalam proses persalinan dan obat anestesi yang digunakan dapat mempengaruhi

seluruh tubuhnya serta bayi yang akan dilahirkan (Shah, 2002).

Teknik anestesi pada umumnya dibagi atas teknik anestesi general dan anestesi

regional.Anestesi general bekerja menekan aksis hipotalamus pituitari adrenal

sedangkan anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan

menekan saraf otonom eferenke adrenal. Umumnya pada tindakan seksio sesarea

dilakukan teknik anestesi regional.Anestesi regional yang dilakukan pada pasien

1

Page 2: Anestesi Spinal Lapsus

obstetric adalah dengan teknik blok paraservikal, blok epidural, blok sub arakhnoid,

dan blok kaudal. Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan pilihan utama dalam

tindakan seksio sesarea. Alasan pemilihan anestesi spinal karena rendahnya efek

samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya

aspirasi pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling

penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri

pasca operasi(Morgan,2006)

2

Page 3: Anestesi Spinal Lapsus

BABII

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anastesi Spinal

Anestesi spinal atau blok subarachnoid adalah salah satu teknik regional

anestesi dengan cara menyuntikkan obat anestetik local secara langsung ke dalam

cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid pada regio lumbal di bawah lumbal

2 dan pada regio sakralis di atas vertebra sakralis 1 untuk menimbulkan. Anestesi

regional (RA) dan anestesi umum (GA) adalah teknik anestesi yang umumnya

digunakan untuk operasi caesar (CS), keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.

Ini penting untuk menjelaskan apa jenis anestesi yang lebihmujarab.Anestesi regional

dibandingkan dengan anestesi umum untuk operasi caesar. Operasi caesar dilakukan

ketika seorangbayi dilahirkan melalui sayatan di perutibu dan dinding rahim. Hal ini

membutuhkan anestesi yang efektif, biasanya dengan regional (epidural atau tulang

belakang) atau anestesi umum. Dengan dua jenis anestesi regional, ibu terjaga untuk

kelahiran tetapi mati rasa dari pinggang ke bawah.

Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar untuk kelahiran dengan anestesi

mempengaruhi seluruh tubuhnya.Serta sebagai perempuan memiliki pandangan

mengenai apakah mereka mungkin ingin terjaga atau tertidur untuk kelahiran caesar,

penting untuk mengetahui keseimbangan manfaat dan efek samping dari berbagai

jenis anestesi. Tinjauan pustaka ini berusaha untuk menilai manfaat dan kerugian

anestesi regional dibandingkan dengan anestesi umum. Ada beberapa keuntungan

yang disukai pada anestesi umum, misalnya, mual dan muntah kurang. Ada juga

beberapa kentungan yang disukai pada regional anestesi, misalnya, kehilangan darah

kurang dan kurang menggigil. Karena ada cukup bukti tentang manfaat dan efek

samping, perempuan yang paling mungkin untuk memilih anestesi untuk operasi

caesar, tergantung pada apakah mereka ingin terjaga atau tertidurselama kelahiran.

Operasi caesar mengacu pada prosedur dimana bayi dilahirkan melalui sayatan pada

3

Page 4: Anestesi Spinal Lapsus

dinding perut dan rahim ibu. Hal ini sering menyelamatkan nyawa dan bertujuan

untuk menjaga kesehatan dari ibu dan bayinya. Meskipun operasi telah menjadi

sangat aman selama bertahun tahun,masih berhubungan dengan ibuyang lebih besar

mortalitas dan morbiditas (Enkin 2000; Aula 1999).

Risiko kematian ibu dengan operasi caesar adalah empat kali yang terkait

dengan semua jenis kelahiran vagina,yang adalah 1 per 10.000 kelahiran (Enkin

2000). Hal ini diketahui bahwa ada risiko lebih besar pernapasan neonatal distress

with caesar dibandingkan persalinan vagina, tanpa memperhatikan usia kehamilan

(Enkin2000). Hal ini telah digambarkan sebagai ringan dan sementara (Danforth

1985),operasi caesar biasanya dianggap aman untuk janin. Operasi caesar sering

digambarkan sebagai pilihan (ketika direncanakan) atau keadaan darurat. Jenis

anestesi yang digunakan dan perawatan yang diberikan merupakan faktor penentu

penting dari hasil operasi caesar (Andersen 1987; Enkin 2000). Regional dan umum

anestesi biasanya digunakan untuk operasi caesar dankeduanya memiliki kelebihan

dan kekurangan (Spielman 1985), Mengingat manfaat dan risiko dari teknik yang

berbeda, penting untuk menjelaskanapa jenis anestesi yang lebih manjur yang

berkaitan dengan ibu dan bayi dengan berbagai indikasi untuk operasi caesar.

2.2 Anatomi Dalam Spinal Anestesi

Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebre, yaitu 7 vertebra servikalis, 12

vertebra thorakalis, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral dan 4 vertebra coccygeus.

Disatukan oleh ligamentum vertebralis membentuk kanalis spinalis dimana medulla

spinalis terdapat didalamnya.Kanalis spinalis terisi oleh medulla spinalis dan

meningen, jaringan lemak, dan pleksus venosus.Sebagian besar vertebra memiliki

corpus vertebra, 2 pedikel dan 2 lamina.

Untuk menjaga dan mempertahankan medulla spinalis seluruh vertebra dilapisi

oleh beberapa ligamentum. Tiga ligamentum yang akan dilalui pada prosedur spinal

anestesi teknik midline adalah ligamentuim supraspinosum, ligamentum

interspinosum dan ligamentum flavum.2,3 Ligamentum interspinosum bersifat

4

Page 5: Anestesi Spinal Lapsus

elastis, pada L3-4, panjangnya sekitar 6 mm dan pada posisi fleksi maksimal menjadi

12 mm.

Ligamentum flavum merupakan ligamentum terkuat dan tebal, diservikal

tebalnya sekitar 1,5-3 mm, thorakal 3-6 mm, sedangkan daerah lumbal sekitar 5-6

mm. Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu durameter, arakhnoid,

dan piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu; ruang epidural, sudural dan

subarachnoid. Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara arakhnoid dan

piameter.Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel, saraf spinalis, dan cairan

serebrospinal.Ruang subdural merupakan suatu ruangan yang batasnya tidak jelas,

yaitu ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arakhnoid.Ruang

epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh durameter dan

ligamentum flavum.Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L1

atau L2 pada orang dewasa. Pada anak-anak medulla spinalis berakhir pada level L3.

2.3 Indikasi Anastesi Spinal

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum-perineum

4. Bedah obstetrik-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi

dengan anestesia umum ringan

2.4 Indikasi Kontra Absolut

1. Pasien menolak

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. Hipovolemia berat, syok

4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

5

Page 6: Anestesi Spinal Lapsus

5. Tekanan intrakranial meninggi

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesi.

2.5 Indikasi Kontra Relatif

1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronis

2.6 Persiapan Anastesi Spinal

Pada dasarnya persiapan untuk anastesi spinal seperti persiapan pada anestesia

umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,

mislanya ada kelainan anatomi tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga

tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah

ini :

1. Informed consent (izin dari pasien)

Kita tdak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal.

2. Pemeriksaan fisik

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-

lainnya

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran

Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time), dan PTT (partial

thromboplastine time)

6

Page 7: Anestesi Spinal Lapsus

2.7 Peralatan Anastesi Spinal

1. Peralatan monitor

Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG

2. Peralatan resusitasi/anesthesia umum

3. Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, Quinke-

Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point, Whitecare)

Quinke-Babcock pencil point, Whitecare

2.8 Teknik Anastesi Spinal

Posisi duduk atau tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah

ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi

tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan

posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkankan menyebarnya obat.

7

Page 8: Anestesi Spinal Lapsus

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri

bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat

pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain

ialah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka dengan

tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan temapt tusukan misalnya L2-L3,

L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap

medulla spinalis.

8

Page 9: Anestesi Spinal Lapsus

3. Sterilkan tempat penusukan dengan betadin atau alcohol.

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.

5. Cara tusukan medial atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau

25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G,

dianjurkan menggunakan penuntun jarum (intoducer), yaitu jarum suntik biasa

semprit 10 cc. Tusukan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kea rah

sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mendrinnya ke dalam lubang

jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum

(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel

mengarah ke atas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat

berakibat timbulnya nyeri kepala pasca-spinal. Setelah resistensi menghilang,

mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan

obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya

untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada

posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya likuor

keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6

cm.

9

Page 10: Anestesi Spinal Lapsus

2.9 Anastetik Lokal Untuk Analgesia Spinal

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37°C ialah 1.003-1.008.

Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik local

dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.Anestetik local dengan

berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.Anestetik lokal yang sering

digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik local

dengan dekstrosa.Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh

dengan mencampur dengan air injeksi.

2.10 Penyebaran Anestetik Local Tergantung:

a. Faktor utama

1. Berat jenis anestetika local (barisitas)

2. Posisi pasien (kecuali isobarik)

3. Dosis dan volum anestetik local (kecuali isobarik)

b. Faktor tambahan

1. Ketinggian suntikan

2. Kecepatan suntikan/barbotase

3. Ukuran jarum

4. Keadaan fisik pasien

5. Tekanan intraabdominal

2.11 Lama Kerja Anestetik Lokal Tergantung

a. Jenis anestetik lokal

b. Besarnya dosis

c. Ada tidaknya vasokonstriktor

d. Besarnya penyebaran anestetika local

10

Page 11: Anestesi Spinal Lapsus

2.12 Komplikasi Tindakan Anastesi Spinal

a. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’. Pada dewasa dicegah

dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml

sebelum tindakan.

b. Bradikardi

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok

sampai T-2.

c. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.

d. Trauma pembuluh darah

e. Trauma saraf

f. Mual-muntah

g. Gangguan pendengaran

h. Blok spinal tinggi, atau spinal total

2.13 Penilaian Pasca Anestesi

Pulih dari anestesi umum atau regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau

unit perawatan pasca anestesi. Idealnya dapat bangun dari anesthesia secara bertahap,

tanpa keluhan dan mulus.Kenyataannya sering dijumpai hal - hal yang tidak

menyenangkan akibat stress pasca operasi atau pasca anesthesia yang berupa

gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual - muntah,

menggigil dan kadang - kadang perdarahan.Selama di unit perawatan pasca anestesi

pasien dilakukan monitoring terhadap bromage score, berupa kemampuan gerakan

pasien pasca sadar dari anastesi regional. Apabila Bromage score ≤ 2, maka pasien

boleh dipindahkan.

Kriteria nilai :

a. Gerakan penuh dari tungkai, 0

b. Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat mengangkat kaki, 1

11

Page 12: Anestesi Spinal Lapsus

c. Tidak mampu fleksi lutut atau tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih

dapat menekuk lutut, 2

d. Tidak mampu fleksi pergelangan kaki, 3

Keterangan :

Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau perawatan pasca anestesi jika score ≤ 2

2.14 Preload Ringer Laktat

Preloading adalah pemberian cairan 20 menit sebelum dilakukan anestesi

spinal. Preload dengan volume 1 – 2 liter cairan intravena, pasien dibebani dengan

500 – 1000 ml cairan kristaloid. Jumlah volume cairan yang diberikan untuk

mencegah hipotensi adalah sekitar 10 – 20 ml/kg BB dalam waktu 10 menit atau 20

menit. Dengan preload volume darah akan meningkat sehingga mengurangi

penurunan darah baik akibat penumpukan darah karena blokade simpatis. Meskipun

digunakan secara luas tetapi penggunaannya harus hati-hati pada pasien dengan

fungsi jantung yang lemah karena ada resiko edema pulmonum dan gagal jantung.

Penurunan tekanan darah dapat dicegah dengan pemberian preloading cairan

kristaloid. Namun hal ini tergantung dari waktu pemberian cairan tersebut. Hal ini

disebabkan oleh karena waktu paruh kristaloid yang pendek, dimana saat mulai

terjadinya hipotensi, kristaloid sudah mulai berdifusi ke ruang interstisial, sehingga

tidak dapat mempertahankan venous return dan curah jantung.berbeda dengan

pemberian kristaloid saat dilakukan anestesi spinal, ternyata cara ini lebih efektif

dalam menurunkan insidensi terjadinya hipotensi, karena dengan cara ini kristalod

masih dapat memberikan volume intravaskular tambahan untuk mempertahankan

venous return dan curah jantung.

12

Page 13: Anestesi Spinal Lapsus

BAB III

PEMBAHASAN

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. S

Umur : 33 tahun

Alamat : Jl. Banten, Plaju

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No RM : 221566

Ruangan : 3B Kebidanan

Masuk RS : 15 Agustus 2013

Diagnosa Pra bedah : G1P0A0 hamil aterm jth preskep dengan KPSW

Tindakan : Seksio Sesarea

2. Anamnesa

a. Penderita MRS RS. Muhammadiyah Palembang pada Kamis, 15 Agustus

2013

b. Datang dari ruang rawat kebidanan dengan keluhan nyeri perut merasa ingin

melahirkan.

c. HPHT : November 2012

d. Mengaku G1P0A0

e. Batuk, pilek, demam, pusing disangkal

f. Riwayat aswa, hipertensi dan DM tidak ada

g. Penderita telah puasa persiapan op sejak pukul 00.00 WIB.

13

Page 14: Anestesi Spinal Lapsus

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Lemah, tampak sakit ringan

b. BB : 60 kg

c. Vital Sign :

- HR : 82 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler

- RR : 20 x/menit, reguler

- TD : 120/90 mmHg

- Temp. : 36,40C

d. Pemeriksaan Khusus

Kepala : Normocephali, conj. palpebra anemis (-), sclera ikterik (-),

pupil isokor, refleks cahaya +/+, M I

Leher : Pembesaran KGB (-),TMD ≥ 6,5 cm

Thorax

Inspeksi : Simetris, retraksi (-), pelebaran sela iga (-), venektasi (-),

napas spontan, thoraco-abdominal

Palpasi : Stem fremitus +/+ normal

Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS VI

Auskultasi : Vesikuler nomal, wheezing (-), ronki (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis (-)

Palpasi : Trill (-)

Perkusi : Batas jantung kiri : melebar hingga mid axilla anterior

Auskultasi : Suara jantung murni, suara tambahan (-), reguler

Abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-),

massa (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : BU (+) normal

14

Page 15: Anestesi Spinal Lapsus

Ekstremitas

Inspeksi : Pucat (-), ikterik (-), sianosis (-)

Palpasi : Akral hangat

4. Pemeriksaan obstetric

Status reproduksi : Haid teratur.

Riwayat ANC : 3x ANC

Tinggi fundus uteri (TFU) : 34 cm

DJJ : 120 x/menit

G1P0A0 (39 minggu)

5. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

Hb : 10,5gr/dl

WBC : 8700

LED : 32 mm/jam

Difcount : 1/0/0/61/29/10

Gol. Darah : O

BT : 11’

CT : 2’

6. Kesimpulan

Status fisik ASA I

Assesment : Rencana regional anestesia

Saran :Informed consent

15

Page 16: Anestesi Spinal Lapsus

7. Penatalaksanaan Anestesia

a. Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV

b. Teknik anestesia : Regional anestesia

c. Induksi : Bucain 2 mg

d. Pemeliharaan : O2

e. Obat-obatan :

1. Induxin 2 ml Drip

2. Pospargin 1 ml Drip

3. Midazolam 3 mg IV

4. Asam Traneksamat 10 ml IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis hamil G1P0A0 hamil aterm jth preskep

dengan KPSWyang akan dilakukan persalinan dengan tindakan seksio sesarea dengan

status fisik ASA I.

Penggunaan regional anestesia dengan teknik spinal anastesi adalah untuk

kenyamanan pasien karena pada saat operasi diharapkan agar pasien tetap terjaga

selama proses operasi sehingga ikatan antara ibu dan bayi tetap berlangsung hingga

bayi dilahirkan.

Pada pasien ini, sebagai premedikasi diberikan Ondansentron4 mg/kgBB IV

dengan tujuan sebagai anti muntah karena pada saat operasi berlangsung bagian

abdomen akan banyak mengalami eksplorasi dengan berbagai tindakan yang akan

merangsang nervus vagus sehingga akan menimbulkan rasa mual dan keinginan

untuk muntah.

Premedikasi adalah pemberian obat 1 – 2 jam sebelum induksi anestesia dengan

tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya

sebagai berikut (Latief dkk., 2010).

16

Page 17: Anestesi Spinal Lapsus

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Memperlancarkan induksi anestesia

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

4. Minimalkan jumlah obat anestetik

5. Mengurangi mual muntah pasca bedah

6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi cairan lambung, dan

8. Mengurangi refleks yang membahayakan (Latief dkk., 2010).

Kemudian, dilanjutkan dengan pemberian induksi berupa Bucain 2 mg /kgBB

dengan memasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarkhnoid untuk

menghasilkan blok spinal.

Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi

tidak sadar. Induksi anestesia dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi,

intramuskular atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia lansung

dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai

(Latief dkk., 2010).

Post op, pasien dibawa ke ruangan pemulihan dimana layaknya pasien

dilakukan monitoring terhadap bromage score, berupa kemampuan gerakan pasien

pasca sadar dari anastesi regional. Apabila Bromage score ≤ , maka pasien boleh

dipindahkan.

Pada pasien ini nilai Aldrete score dan Bromage scorenya baik, maka pasien

boleh dipindahkan.

Untuk maintaince cairan, pada pasien ini memerlukan 2 x BB dimana pasien ini

BB 60 kg, maka maintaince yang diperlukan sekitar 120 ml dengan pengganti cairan

stess operasi yaitu maintaince x 6sekitar 720 ml, dan besar cairan pengganti puasa,

yaitu maintaince x 8 sekitar 960 ml.

17

Page 18: Anestesi Spinal Lapsus

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anestesi umum mengacu pada hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri

terkait dengan hilangnya kesadaran yang dihasilkan oleh intravena atau anestesi

inhalasi agen. Untuk operasi caesar, ini melibatkan penggunaan thiopentone untuk

induksi, intubasi trakea difasilitasi oleh suksametonium ventilasi, tekanan positif pada

paru-paru dengan campuran oksida atau oksigen oxide plus agen yang mudah

menguap, dan relaksan otot. Resiko tersebut meliputi aspirasi isi perut, kesadaran

prosedur bedah, gagal intubasi, dan pernapasan masalah bagi ibu dan bayi. Ketika

dilengkapi dengan halogenasi agen volatil, anestesi umum juga telah dikaitkan

dengan risiko lebih besar kehilangan darah ibu dibandingkan dengan anestesi regional

anestesi. Namun, adalah prosedur yang lebih cepat dan sering diberikan pilihan dalam

kasus-kasus dimana kecepatan adalah penting.

Anestesi regional mengacu pada penggunaan solusi anestesi lokal untuk

menghasilkan anestesi regional terbatas dari hilangnya sensasi. Jenis regional anestesi

yang digunakan untuk operasi caesar yaitu, tulang belakang (subaraknoid) dan

epidural (ekstradural), anestesi melibatkan infiltrasi agen anestesi lokal, biasanya

bupivakain, ke lingkungan dari sumsum tulang belakang melalui punggung bawah

wanita itu. Dengan spinal anestesi, obat ini disuntikkan langsung ke dalam ruang

subaraknoid sementara, dengan epidural, itu disuntikkan melalui kateter yang telah

diperkenalkan ke dalam ekstradural ruang. Spinal dan epidural anestesi menyebabkan

penurunan substansial dari tekanan darah ibu, yang dapat mempengaruhi ibu dan

janin, dan mungkin berbahaya ketika telah ada komplikasi perdarahan.

Hal itu juga kontraindikasi pada wanita dengan gangguan koagulasi

(pembekuan) sejak penyisipan blok dapat menimbulkan pendarahan. Hal tersebut

dapat menyebabkan post-dural tensionheadache meskipun insiden dari ini sekarang

18

Page 19: Anestesi Spinal Lapsus

berkurang dengan penggunaan jarum khusus. Keuntungan dari anestesi regional

termasuk pengurangan insiden komplikasi anestesi yang berhubungan dengan ikatan

antara ibu dan bayi baru lahir, karena ibu terjaga selama prosedur. Secara khusus

spinal dan epidural anestesi adalah serupa dalam profil safety patient dengan

beberapa perbedaan. Spinal anestesi memiliki onset cepat aksi dan memerlukan obat

lebih sedikit, tetapi lebih menyebabkan hipotensi dibandingkan anestesi epidural.

Alasan untuk tren ini telah dikaitkan dengan fakta bahwa angka kematian ibu

dengan anestesi regional anestesi telah berkurang terus selama beberapa tahun

sedangkan anestesi umum tetap sama, dan lebih mengakrabkan antara ahli anestesi

dengan pasien. Efek pada neonatus kurang jelas dengan beberapa studi yang

menunjukkan ada perbedaan bahwa hasil neonatal lebih baik dengan anestesi regional

dibandingkan dengan anestesi umum. Sebagian besar penelitian yang melaporkan

tidak ada perbedaan adalah mereka dilakukan pada wanita yang menjalani operasi

elektif sementara mereka dilakukan pada keadaan darurat cenderung melaporkan

positif perbedaan dalam hasil neonatal dengan anestesi regional dibandingkan dengan

umum.

19

Page 20: Anestesi Spinal Lapsus

DAFTAR PUSTAKA

Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, M.R. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi.

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta, Indonesia

Morgan, GE., Mikhail, M.S., Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology 4thedition.

USA: Lange Medical Books

Shah A, Bhatia PK, Tulsiani KL. Post dural puncture headache in Caesarean Section

– A comparative study using 25G Quincke, 27G Quincke and 27G Whitacre

needle. Dalam : Indian Journal of Anaesthesiology, 456,2002,hal:373-7.

20