anemia+gastritis erusif

44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Definisi Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin biasanya kurang dari 13,5 g/dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa. 2.1.2 Kriteria Anemia Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantungpada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (cut offpoint) di bawah kadar mana kita anggap terdapat anemia. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki- laki adalah 14 gldl dan 12 gldlpada perempuan dewasa pada ilermukaan laut. Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit3S%) untuk perempuan dewasa, I 1 g/dl (hematokrit 36%) untukperempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa.

description

anemia

Transcript of anemia+gastritis erusif

Page 1: anemia+gastritis erusif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

2.1.1 Definisi

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin biasanya kurang dari 13,5 g/dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa.

2.1.2 Kriteria Anemia

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantungpada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (cut offpoint) di bawah kadar mana kita anggap terdapat anemia. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki- laki adalah 14 gldl dan 12 gldlpada perempuan dewasa pada ilermukaan laut. Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit3S%) untuk perempuan dewasa, I 1 g/dl (hematokrit 36%) untukperempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa.

Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktek dokter) di Indonesia dan negara berkembang lainnya, kriteria WHO sulit dilaksanakan karena tidak praktis. Apabila kriteria WHO dipergunakan secara ketat maka sebagian besar pasien

Page 2: anemia+gastritis erusif

yang mengunjungi poliklinik atau dirawat di rumah salcit akan memerlukan pemeiksaanwork up anemialebih lanjut. Oleh karena itu beberapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up anemia, atau di India dipakai angka l0-1 1 g/dl.

2.1.3Prevalensi Anemia

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. De Maeyer memberikan gambaran prevalensi anemia di dunia untuk tahun 1985 seperti terlihat pada tabel berikut

Untuk Indonesia, Husaini dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahun 1989 sebagai berikut:

Anak prasekolah : 30 – 40% Anak usia sekolah : 25 – 35% Perempuan dewasa tidak hamil : 30 – 40% Perempuanhamil : 50 – 70% Laki-laki dewasa : 20 – 30& Pekerja berpenghasilan rendah : 30 – 40%

Berbagai survei yang telah pemah dilakukan di Bali memberikan angka-angka yang tidakjauh berbeda dengan angka di atas.

2.1.4 Klasifikasi Anemia

Tabel 1. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi

Page 3: anemia+gastritis erusif

Mikrositik Hipokrom Normositik Normokrom Makrositik

MCV<80 fl

MCH <27 pg

MCV 80-95 fl

MCH >26 pg

MCV >95 fl

Defisiensi besi Talasemia Anemia penyakit

kronik (beberapa kasus) Keracunan timbal Anemia sideroblastik

Banyak anemia hemolitik(Seperti G6PD)

Anemia penyakit kronik (beberapa kasus)

Setelah perdarahan akut Penyakit Ginjal Defisiensi campuran Kegagalan sumsum

tulang, misalnya kemoterapi, infiltrasi oleh karsinoma, dll

Megaloblastik; defisiensi vit B12 atau asam folat

Non megaloblastik: alkohol, penyakit hati, mielodisplasia, anemia aplastik, dll

2.1.5Etiologi Anemia

Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada: dasarhya anemiaisebabkan oleh karena: 1). Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2).Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3). Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum wakhrnya (hemolisis). Gambaran lebih rinci tentang etiologi anemia dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 4: anemia+gastritis erusif

2.1.6Patofisiologi dan Gejala anemia

Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul pada setiap kasusanemia, apapun penyebabnya, apablla kadar hemoglobin turun di bawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2).Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di b aw ah I gl dl. B erut ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a). Derajat penurunan hemoglobin; b).Kecepatan penurunan hemoglobin; c).Usia; d).Adanya kelainan jantung atau panr sebelumnya.

Page 5: anemia+gastritis erusif

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:

1. Gejala umum anemia. Gejalaumum anemia, disebutjuga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<l ddl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mend.qnging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia.Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan danjaringan di bawah kuku.Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb <7gld1).

2. Gejala khas masing-masing anemia. Gejalaini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:

Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia).

Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B 12

Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala penyakit dasar. Gejalayang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gej ala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia.Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

2.2 Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik didefinisikan sebagai anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi eritrosit.Destruksi eritrosit seharusnya terjadi rata-rata setelah 120 hari.Pasien mungkin menunjukkan kepucatan membran mukosa, ikterus ringan yang berfluktuasi, dan splenomegali.Tidak ada bilirubin

Page 6: anemia+gastritis erusif

dalam urin, tetapi urin dapat menjadi gelap bila dibiarkan karena urobilinoen berlebihan.Tabel 2. Klasifikasi Anemia Hemolitik

Herediter Didapat

Membran

Sferositosis herediter, eliptositosis herediter

Imun

Autoimun

Aloimun

Reaksi transfusi hemolitik

Penyakit hemolitik pada neonatus

Terkait obat

Metabolisme

Defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase

Hemoglobin

Abnormal (HbS, HbC)

Sindrom fragmentasi eritrosit

Purpura trombositopenik trombotik

Sindrom hemolitik uremik

Sepsis meningokokal

Koagulasi intravaskular diseminata

Infeksi

Malaria, clostridium

Zat Kimia

Khususnya obat, zat industri rumah tangga

Sekunder

Penyakit hati dan ginjal

Hemoglobinuria nokturnal paroksismal

Hemolisis intravaskular dan Ekstravaskular

Page 7: anemia+gastritis erusif

Terdapat dua mekanisme utama penghancuran eritrosit pada anemia hemolitik. Mungkin terdapat penghancuran eritrosit berlebihan oleh sistem retikuloendotelial (hemolisis ekstravaskular) atau eritrosit dapat dihancurkan langsung dalam sirkulasi pada suatu proses yang disebut hemolisis intravaskular. Gambaran laboratorium hemolisis intravaskular adalah sebagai berikut.

1. Hemoglobinemia dan hemoglobinuria 2. Hemosiderinuria (protein cadangan besi dalam sedimen urin)3. Methemalbuminemia (terdeteksi secara spektrofotometri dengan uji

Schuman)1

Gambar 1. Algoritma Anemia Hemolitik

Page 8: anemia+gastritis erusif

Gambar 2. Hemolisis Ekstravaskular (a), Hemolisis Intravaskular (b)

Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus.Oleh karena itu, hanya aspek perawatan medis yang relevan dengan sebagian besar kasus anemia hemolitik yang dibahas di sini.

1. Terapi transfusi Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka

mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.

Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung.

Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah.

Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi

Page 9: anemia+gastritis erusif

khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.

2. Menghentikan obat  Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan

hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet). Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut

- Penisilin- Sefalotin- Ampicillin- Methicillin- Kina- Quinidine- Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun. 

3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-

langkah lain telah gagal. Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti

anemia hemolitik agglutinin dingin. Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti

Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.

2.3 Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia.Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi. Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi. Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu

Page 10: anemia+gastritis erusif

sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.

Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :

Iron depletion : Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis : Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.

Iron deficiency anemia : Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah

Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi.Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.

1. Terapi Oral Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.

2. Terapi parental Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe oral Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.

Page 11: anemia+gastritis erusif

Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5 3.

3. Terapi Transfusi Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb

2.4 Gastritis Erosif

1 Pengertian Gastritis

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).

Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

Gastritis berarti peradangan mukosa lambung.Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung,

Page 12: anemia+gastritis erusif

dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap.Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).

Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis.Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik.Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan.Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001).

1.1 Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422).Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan.

Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).

1.1.1 Gastritis Akut Erosif

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi.Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis.Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.

Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian

Page 13: anemia+gastritis erusif

atas.Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).

Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja.Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2001).

2.1.1.2 Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya (Suyono, 2001).

Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995: 525).

1.2 Gastritis Kronik

Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma.Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).

Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan

Page 14: anemia+gastritis erusif

berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).

Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut (Suyono, 2001).

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi :

1. Gastritis kronik superficial

Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh.Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.

2. Gastritis kronik atrofik

Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata.Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis.

3. Atrofi lambung

Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.

4. Metaplasia intestinal

Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :

1. Gastritis Kronis Tipe A

Page 15: anemia+gastritis erusif

Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik.Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423).

Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Chandrasoma, 2005 : 522).

Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya.Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori.Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi.Mukosa sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).

2. Gastritis Kronis Tipe B

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa.Kadar gastrin yang rendah sering terjadi.Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori.Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince, 2005: 423).

Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi Helicobacter pylori.Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa lambung superfisial.Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum.Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan

Page 16: anemia+gastritis erusif

destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).

Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001).

Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar.Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa lambung.Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi yang menunjukkan gastritis kronis.Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa.Keberadaan Helicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).

3. Gastritis kronis tipe AB

Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).

2 Anatomi dan Fisiologi

2.1 Anatomi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di daerah epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa.Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri atas empat bagian, yaitu: cardia, fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).

Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam.Di daerah pilorus dan kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar mengandung sel parietal (oksintik), yang menyekresikan asam

Page 17: anemia+gastritis erusif

hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell (sel zimogen, sel peptik), yang mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang disekresikan oleh sel-sel di leher kelenjar.Beberapa kelenjar bermuara keruang bersamaan (gastric pit) yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa.Mukus juga disekresikan bersama HCO3- oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar (Ganong, 2001).

Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom.Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen.Serabut-serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung.Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum (Prince, 2005).

2.2 Fisiologi Lambung

Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase.Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).

Page 18: anemia+gastritis erusif

Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum.Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen.HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas.Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001).

Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon.Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung.Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).

2.3 Faktor-faktor Penyebab Gastritis

2.3.1 Pola Makan

Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.

1. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif.Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat

Page 19: anemia+gastritis erusif

pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus.Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).

Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual.Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).

2. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali

Page 20: anemia+gastritis erusif

dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).

Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).

3. Porsi Makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun.Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).

3.2 Kopi

Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.

Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.

Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung.Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).

Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa

Page 21: anemia+gastritis erusif

segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin.Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung.Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).

Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung).Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).

3.3 Teh

Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).

Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).

Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).

3.4 Rokok

Page 22: anemia+gastritis erusif

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).

Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori.Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung.Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).

3.5 AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)

Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).

Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik.

Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenase

Page 23: anemia+gastritis erusif

merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum.Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).

3.6 Stress

Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005).

1. Stress Psikis

Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis.Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).

2. Stress Fisik

Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar

Page 24: anemia+gastritis erusif

akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).

Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis.Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh.Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.

3.7 Alkohol

Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun.Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung.Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik.Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).

3.8 Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang.Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia.Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung.Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau

Page 25: anemia+gastritis erusif

minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini.Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).

3.9 Usia

Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.

Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

4 Patofisiologi

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu.Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat

Page 26: anemia+gastritis erusif

serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005)

Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung.Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung.Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001).

5 Manifestasi Klinis

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001).

Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).

Page 27: anemia+gastritis erusif

6 Komplikasi Gastritis

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.

Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Prince, 2005).

Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel kelenjar dalam mukosa.Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal (Anonim, 2010).

7 Penatalaksanaan Gastritis

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif.Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4.Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat.Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.

Page 28: anemia+gastritis erusif

Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi.Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Suyono, 2001).

Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai.Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory.Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).

Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi dan memulai farmakoterapi.Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 (Chandrasoma, 2005 : 522).

8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai macam tes, diantaranya :

1. Tes Darah

Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil test yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).

2. Breath Test

Page 29: anemia+gastritis erusif

Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.

3. Stool Test

Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja seseorang.Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori.Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan dalam lambung karena gastritis.

4. Rontgen

Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.

5. Endoskopi

Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit.Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam.Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop (Anonim,2010).

DAPUS

Bakta, I Made. 2009. Pendekatan terhadap pasien anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Page 30: anemia+gastritis erusif

Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Mitchell RN, Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta: ECG

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Rinaldi,I. dan Sudoyo, A.W.2009.Anemia Hemolitik Non Imun,Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.