Anemia Pelatihan Kemampuan Dosen Hematologi-2009
-
Upload
stedy13102012 -
Category
Documents
-
view
81 -
download
2
Transcript of Anemia Pelatihan Kemampuan Dosen Hematologi-2009
Anemia
Tim Praktikum Hematologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Depkes Bandung
pelatihan dosen hematologi-2009
Anemia
Topik: Anemia Aplastik
Anemia Defisiensi Besi Anemia Hemolitik
pelatihan dosen hematologi-2009
Pengantar
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya kadar Hemoglobin di bawah nilai normal.
Anemia dapat diklasifikasi berdasarkan morfologi dan etiologi.
Berdasarkan morfologi, anemia digolongkan dalam: - anemia makrositik
- mikrositik hipokrom - normositik normokrom.
pelatihan dosen hematologi-2009
Pengantar
Menurut etiologi, anemia digolongkan pada anemia yang disebabkan oleh :- kehilangan darah akut atau kronik,
` - anemia akibat aktivitas eriropoiesis yang berkurang yang disebabkan oleh kekurangan gizi,- kegagalan produksi eritrosit oleh sumsum tulang karena anemia aplastik atau keganasan - anemia akibat destruksi eritrosit yang meningkat karena kelainan bawaan atau didapat.
pelatihan dosen hematologi-2009
Anemia aplastik
Tim Praktikum Hematologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Depkes Bandung pelatihan dosen hematologi-2009
Definisi:
Anemia aplastik adalah suatu penyakit yang ditandai oleh pansitopenia akibat aplasia pada sumsum tulang.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
Berdasarkan penyebab, anemia aplastik dibagi dua:
1. Anemia aplastik primer
2. Anemia aplastik sekunder
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
1. Anemia aplastik primer, disebabkan oleh: Kongenital (Tipe Fanconi-non Fanconi) Idiopatik2. Anemia aplastik sekunder, disebabkan oleh: Obat (siklofosfamid, klorambusil, kloramfenikol,
kemoterapi, dll) Infeksi (Hepatitis Virus A, non A non B, CMV, HIV dan
EBV. Paparan zat kimia (benzene, insektisida, dll). Radiasi ionisasi
pelatihan dosen hematologi-2009
Defek yang mendasari terjadinya anemia aplastik adalah adanya penurunan jumlah sel stem pluripoten dan kegagalan sel sumsum tulang untuk membelah dan berdiferensiasi.
Penyebab Anemia Aplastik
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
Beberapa penyebab terjadinya AnemiaAplastik:1. Obat Mekanisme yang menerangkan suatu obat
dapat menyebabkan aplastik berbeda-beda. Beberapa obat kemoterapi dapat berefek sitotoksik secara langsung terhadap sel prekursor sumsum tulang.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
2. Virus
Virus dapat menginduksi aplasia sumsum
tulang melalui beberapa mekanisme: Virus dapat bersifat sitotoksik secara langsung
pada sel sumsum tulang. Infeksi virus pada sel progenitor sumsum tulang
juga dapat menstimulasi timbulnya respon imun terhadap sel progenitor tersebut melalui aktivasi limfosit T sitotoksik.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
Ekspresi protein virus pada permukaan sel terinfeksi atau mengekspresikan epitop sehingga bisa menimbulkan reaksi autoimun.
Infeksi virus terhadap sel stroma sumsum tulang juga dapat menyebabkan penurunan hematopoiesis.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
Hepatitis akut telah dihubungkan dengan kejadian aplastik anemia. Hepatitis pada pediatrik didapatkan bahwa kurang dari 0,07% kasus diikuti oleh timbulnya anemia aplastik.
Sedangkan anemia aplastik pada hepatitis non A non B, ditemukan pada , 2% kasus
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyebab Anemia Aplastik
Paparan radiasi baik secara akut maupun kronis dalam dosis besar dapat menyebabkan depresi fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan hipoplasia sumsum tulang. Timbulnya anemia aplastik tergantung pada besarnya dosis radiasi. Paparan pada dosis > 4,4 Gy dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran Klinis
Anemia aplastik ini dapat timbul pada setiap usia, dengan insiden tertinggi pada usia sekitar 30 tahun dan terutama dijumpai pada pria.
Perjalanan penyakit dapat perlahan-lahan atau akut dengan gejala yang disebabkan oleh anemia, netropenia atau trombositopenia.
Infeksi pada mulut dan tenggorokan sering ditemukan. Infeksi ini dapat mengancam nyawa bila berlanjut menjadi infeksi sistemik.
Echimosis, perdarahan hidung dan gusi adalah bentuk perdarahan yang sering ditemukan dan biasanya disertai oleh gejala anemia.
Hati, Limfa dan kelenjar getah bening tidak membesar.
pelatihan dosen hematologi-2009
Laboratorium
Anemia dengan retikulositopenia, Jumlah lekosit biasanya tidak kurang dari
1.500/μL Limfositosis dan netropenia Trombositopenia selalu ditemukan, pada
kasus yang berat dapat kurang dari 10.000/ μL.
pelatihan dosen hematologi-2009
Laboratorium
Pada hapusan darah tepi didapatkan :
- eritrosit normokrom, normositik
- limfositosis relatif,
- netropenia
- tidak dijumpai sel abnormal.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penilaian Sumsum Tulang pada anemia aplastik Pada hapusan sumsum tulang tampak kepadatan sel
hiposelular, jaringan hemopoiesis berkurang diganti oleh jaringan lemak sampai lebih dari 75% dari jaringan sumsum tulang.
Megakariosit jumlahnya berkurang atau tidak dapat ditemukan. Sel yang utama adalah limfosit dan sel plasma.
Pada biopsi sumsum tulang didapatkan gambaran selularitas mieloid menurun dengan limfositosis. Terdapat pergantian jaringan sumsum tulang oleh lemak.
pelatihan dosen hematologi-2009
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan dari derajat beratnya penyakit.
Dapat ditemukan gejala dan tanda akibat pansitopenia seperti lemah, sesak nafas, perdarahan dan infeksi.
pelatihan dosen hematologi-2009
Jenis-jenis anemia aplastik
Berdasarkan beratnya penyakit, ada 3 jenis anemia aplastik yaitu severe, very severe dan moderate aplastik anemia.1. Severe Aplastic Anemia (SAA)
Bila pada biopsi sumsum tulang didapatkanhiposeluler, ditambah 2 dari 3 kriteria berikut: Jumlah retikulosit absolut < 25.000/uL Jumlah netrofil absolut < 500 uL Jumlah trombosit < 20.000 uL
pelatihan dosen hematologi-2009
Jenis-jenis anemia aplastik
2. Very Severe Aplastic Anemia (VSAA) Merupakan SAA dengan jumlah netrofil
absolut < 200 dan biasanya prognosis buruk.
3.Moderate Aplastic Anemia (MAA) Keadaan pansitopenia dengan sumsum
tulang hipoplastik yang tidak memenuhi kriteria SAA dan VSAA.
pelatihan dosen hematologi-2009
Definition
Pancytopenia Anemia Neutropenia Thrombocytopenia
Reticulocyto-penia Aplastic bone marrow
Hypocellular with all elements down; mostly fat and stroma
Residual hematopoietic cells are normal
No malignancy or fibrosis No megaloblastic
hematopoiesis
pelatihan dosen hematologi-2009
pelatihan dosen hematologi-2009
pelatihan dosen hematologi-2009
Anemia Defisiensi Besi
Tim Praktikum Hematologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Depkes Bandung
pelatihan dosen hematologi-2009
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi adalah anemi yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang.
Kelainan ditandai oleh anemia hipokromik mikrositik, feritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi.
pelatihan dosen hematologi-2009
Pengantar
Anemia Defisiensi Besi merupakan anemia paling sering ditemukan terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga pendududk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.
pelatihan dosen hematologi-2009
Metabolisme Besi
Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi evolusinya, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah sehingga sebagian besar besi diperoleh dari sumber nabati terutama di negara tropik. Tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.
pelatihan dosen hematologi-2009
Komposisi besi dalam tubuh
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa:
1. senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh
2. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang
pelatihan dosen hematologi-2009
Komposisi besi dalam tubuh
3. Besi transpor, besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.
pelatihan dosen hematologi-2009
Komposisi besi dalam tubuh
Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuklogam bebas (free iron), tetapi selalu berikatan denganprotein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan,mempunyai sifat seperti radikal bebas. Contoh kandunganbesi seorang laki-laki dengan Berat Badan 75 kg:a. Senyawa fungsional: Hb (2300 mg), Mioglobin 320 mg,
enzim-enzim 80 mg.b. Senyawa besi transportasi (Transferin 3 mg)c. Senyawa besi cadangan : Feritin 700 mg, Hemosiderin
300 mg, Total: 3803 mg.
pelatihan dosen hematologi-2009
Absorpsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi.
Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal disebabkan oleh struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi ada 3 fase:
pelatihan dosen hematologi-2009
Absorpsi Besi
1. Fase luminal:
besi dalam makanan diolah dalam lambung,
kemudian diserap di duodenum. Besi dalam
makanan terdapat dalam 2 bentuk:
- Besi Hem:
terdapat dalam daging dan ikan, proporsi absorpsinya tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavaibilitasnya tinggi.
pelatihan dosen hematologi-2009
Absorpsi Besi
Besi non hem:
berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, proporsi absorpsinya rendah, dipengaruhi oleh bahan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.
pelatihan dosen hematologi-2009
Absorpsi Besi
2. Fase mukosal:
proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif. Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks.
pelatihan dosen hematologi-2009
Absorpsi Besi
3. Fase Korporeal:
meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan besi oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin.
pelatihan dosen hematologi-2009
Absorpsi Besi
Banyaknya absorpsi besi tergantung dari:
1. Jumlah kandungan besi dalam makanan.
2. Jenis besi dalam makanan : heme, non hem.
3. Adanya bahan penghambat absorpsi dalam makanan (besi anorganik, bentuk ferri, basa-antasida, agen yang mengendapkan (fitat, fosfat), teh).
4. Jumlah cadangan besi dalam tubuh.
5. Kecepatan eritropoiesis.pelatihan dosen hematologi-2009
Klasifikasi Anemia Defisiensi Besi menurut beratnya defisiensi
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh ada 3 tingkatan :
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoisis belum terganggu.
2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu, tetapi belum muncul anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong, disertai anemia defisiensi besi.
pelatihan dosen hematologi-2009
Etiologi Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, dapat berasal dari:
a. saluran cerna: akibat dari kanker lambung, kanker kolon, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia wanita: menorrhagiac. Saluran kemih: hematuriad. Saluran nafas: Hemaptoepelatihan dosen hematologi-2009
Etiologi Anemia Defisiensi Besi
2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada pada anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, kolitis kronik.
pelatihan dosen hematologi-2009
Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun (iron depleted state). Jika cadangan kosong dan kekurangan besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinik belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis.
pelatihan dosen hematologi-2009
Patogenesis
Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Anemia Defisiensi Besi
Ada 3 gejala:
1. Gejala Umum Anemia (sindrom anemia), apabila dijumpai penurunan kadar Hb di bawah 7-8 g/ dL. Gejala berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Anemia Defisiensi Besi
2. Gejala khas akibat defisiensi besi: Koilonikia: kuku sendok (spoon nail): kkuku
menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai becak berwarna pucat keputihan. Disfagia: Nyeri menelan karena kerusakan epitel
hipofaring.pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Anemia Defisiensi Besi
3. Gejala penyakit Dasar Pada ADB dapat dijumpai gejala-gejala
penyakit yang menjadi penyebab ADB tersebut.
Contoh: Akibat penyakit cacing tambang:
dijumpai kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
pelatihan dosen hematologi-2009
Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus ADB:1. Kadar Hb dan indeks eritrosit:
didapatkan anemia hipokromik mikrositik dengan penurunan kadar Hb mulai ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70 fL hanya didapatkan pada ADB dan thalasemia mayor. RDW (Red cell Distribution Width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. pelatihan dosen hematologi-
2009
Pemeriksaan Laboratorium2. Apusan Darah Tepi: menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target.
Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia. Lekosit dan trombosit normal.
Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.pelatihan dosen hematologi-
2009
Pemeriksaan Laboratorium3. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dL,
dan saturasi transferin < 15%.4. Kadar serum feritin < 20 ug/dL .5. Sumsum tulang: menunjukkan hiperplasia
normoblastik dengan normoblas kecil-kecil dominan.
6. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif).
pelatihan dosen hematologi-2009
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis ADB Secara laboratorik harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis ADB dapat dipakai kriteria diagnosis ADB (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:
pelatihan dosen hematologi-2009
DiagnosisAnemia hipokromik mikrositik pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fL dan MCHC < 31% dengan salah satu dari 1, 2, 3, 4, berikut ini:
1. Dua dari tiga parameter di bawah ini:
a. Besi serum < 50 mg/dL
b. TIBC > 350 mg/dL
c. Saturasi transferin < 20 ug/dL
pelatihan dosen hematologi-2009
Diagnosis2. Feritin serum< 20 ug/ dL
3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif
4. Dengan pemberian Sulfas ferosus 3x200 mg/ hari (atau preparat besi yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar HB lebih dari 2 g/dL.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran Morfologi darah tepi pada anemia defisiensi besi
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran Morfologi darah tepi pada anemia defisiensi besi
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran Morfologi Sumsum Tulang pada anemia defisiensi besi
pelatihan dosen hematologi-2009
Anemia Hemolitik
Tim Praktikum Hematologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Depkes Bandung
pelatihan dosen hematologi-2009
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum 120 hari).
Pada orang dengan sumsum tulang normal, hemolisis pada darah tepi akan direspon oleh tubuh dengan peningkatan eritropoiesis dalam sumsum tulang.
pelatihan dosen hematologi-2009
Pengantar
Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit < 50 hari), maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia (Hemolisis terkompensasi). Tetapi jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui, maka akan terjadi anemia yang disebut anemia hemolitik.
pelatihan dosen hematologi-2009
Klasifikasi anemia hemolitikPada dasarnya anemia hemolitik dibagi 2 :
1. Anemia hemolitik karena faktor di
dalam eritrositnya sendiri (intra-
korpuskuler), yang sebagian besar
bersifat herediter.
2. Anemia hemolitik karena faktor di luar
eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang
sebagian besar bersifat didapat.pelatihan dosen hematologi-2009
Klasifikasi anemia hemolitik
1. Gangguan Intrakorpuskuler:
A. Herediter-Familier Gangguan membran eritrosit (membranopati):
sperositisis herediter, eliptositosis herediter, stomatositosis herediter.
Gangguan metabolisme/ enzim eritrosit: Defek pada jalur heksokinase monofosfat defisiensi G6PD, Defek pada jalur Embden-Meyerhoff Defisiensi Piruvat Kinase, Defek enzim Nukleotida.
pelatihan dosen hematologi-2009
Klasifikasi anemia hemolitik
Gangguan pembentukan Hb (Hemo-globinopati) : hemoglobinopati struktural (kelainan struktur asam amino pada rantai alfa atau beta,HbC, HbD, HbE, HbS, unstable Hb, dll) , Sindrom talasemia (gangguan sintesis rantai alfa atau beta), Heterozigot ganda hemoglobinopati dan talasemia.
pelatihan dosen hematologi-2009
Klasifikasi anemia hemolitik
B. Didapat Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
(PNH) yaitu kelainan didapat pada membran eritrosit yang ditandai oleh sensitivitas abnormal terhadap komplemen. Pola klasiknya berupa hemolisis intravaskuler dan hemoglobinuria pada malam hari.
pelatihan dosen hematologi-2009
Klasifikasi anemia hemolitik
2. Gangguan Ekstra Vaskuler:A. Didapat:
Imun: auto imun (warm antibodi, cold antibodi), aloimun (reaksi transfusi hemo-litik, Haemolityc Disease of the Newborn)
Infeksi: Malaria, clostridia. Bahan kimia dan fisika: Obat, bahan kimia dan rumah tangga, luka
bakar yang meluas.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Gejala klinis anemia berhubungan dengan :
- peningkatan katabolisme hemoglobin
(destruksi eritrosit) dan
- peningkatan eritropoiesis.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
- Ikterus mencerminkan peningkatan produksi bilirubin.
- Urin berwarna gelap atau merah terjadi akibat eksresi Hb plasma yang terjadi pada hemolisis intravaskuler.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
- Gejala primer yang berhubungan dengan anemia antara lain:
pucat, lemah dan keluhan pada jantung.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Hemolisis Intravaskuler:
eritrosit hancur dalam pembuluh darah. Bila terjadi hemolisis, Hb bebas akan dilepaskan ke dalam plasma. Hb kemudian diikat oleh protein plasma yaitu haptoglobin, komplek Hb-haptoglobin diangkut ke makrofag hati, dimetabolisme menjadi bilirubin dan dieksresi ke usus melalui saluran empedu.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Pada hemolisis intravaskuler yang berat, sintesis haptoglobin mungkin tidak mencukupi. Bila kadar haptoglobin tidak mencukupi, maka Hb bebas akan dioksidasi menjadi metHb dan diikat oleh albumin. MetHb yang berlebihan akan dipecah menjadi gugus heme dan globin. Heme akan berikatan dengan protein plasma lain yaitu hemopeksin. Komplek Hb-haptoglobin, Heme-hemopeksin dan metHb-albumin akan dibersihkan dari plasma oleh RES hati.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Hb bebas yang masih ada dalam sirkulasi akan difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi oleh tubulus proksimal. Bila kecepatan filtrasi Hb melebihi kemampuan reabsorpsi tubulus, Hb akan dikeluarkan melalui urin.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Tergantung dari beratnya Hb-uria, urin bisa berwarna merah muda, merah atau hitam kecoklatan. Hb akan mengendap pada sel tubulus dan akan dikeluarkan melalui urin dan tampak sebagai hemosiderin. Pada hemolisis intravaskuler kronik, hemosiderin ada dalam urin walaupun tidak terdapat hemoglobinuria.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Pada pemeriksaan Sediaan hapus darah tepi:
- didapatkan gambaran anisositosis, poikilositosis seperti fragmentosit, sferosit.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis Pada hemolisis ekstravaskuler eritrosit
difagositosis oleh makrofag di limpa, hati dan sumsum tulang. Hemolisis tipe ini lebih sering daripada hemolisis intravaskuler. Tidak terjadi hemoglobinemia, hemoglobinuria maupun hemosiderinuria karena Hb tidak langsung dilepas ke dalam plasma, melainkan dipecah menjadi gugus heme dan globin. Heme selanjutnya dikatabolisme menjadi bilirubin yang akan dieksresi melalui hati.pelatihan dosen hematologi-2009
Gejala Klinis
Pemeriksaan laboratorium yang bermakna adalah peningkatan produk heme, antara lain:
- peningkatan bilirubin serum,
- serta peningkatan urobilinogen urin
dan feses.
pelatihan dosen hematologi-2009
Kelainan laboratorium pada anemia hemolitikA. Adanya anemia:
1. Penurunan kadar HB, PCV, Jumlah Eritrosit.
2. Penurunan Hb> 1g/dL dalam waktu satu
minggu, khas pada anemia hemolitik akut didapat.
pelatihan dosen hematologi-2009
Kelainan laboratorium pada anemia hemolitikB. Tanda-tanda hemolisis
1. Penurunan masa hidup eritrosit2. Peningkatan katabolisme heme (peningkatan urobilinogen urine dan sterkobilinogen feses).3. Penurunan Haptoglobin serum4. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler: hemoglobinemia, hemoglobinuria,
hemosiderinuria, methemalbuminemia, Penurunan kadar hemopeksin serum.
pelatihan dosen hematologi-2009
Kelainan laboratorium pada anemia hemolitik Kompensasi sumsum tulang: retikulositosis,
polikromasia pada darah tepi, hiperplasia normoblastik pada sumsum tulang.
ME rasio terbalik:
Normal ME rasio 4 : 1 (2,5 – 12:1),
Pada Anemia Hemolitik ME rasio : 1: 4 -10
Kelainan laboratorium akibat penyakit dasar: Tes Coomb positif, tes fragilitas osmotik.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran Anemia Hemolitik
Sediaan Hapus Darah Tepi: Anisositosis, poikilositosis (target sel. Sferosit, tear
drop, dll) Polikromasi
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran Anemia Hemolitik
Sediaan BM ( Sumsum Tulang): ME Ratio : Eritropoiesis meningkat
( 1: 4-10) Selularitas : meningkat, lebih padat,
trombopoiesis.
pelatihan dosen hematologi-2009
Thalasemia
Thalasemia Beta:
Penyakit yang diturunkan secara otosom resesif, disebabkan oleh mutasi gen yang terletak pada kromosom 11 yang mengatur sintesis rantai globin Beta, sehingga terjadi penurunan sintesis rantai Beta. Adanya ketidakseimbangan sintesis rantai Alfa dan Beta mengakibatkan:
pelatihan dosen hematologi-2009
Thalasemia
1. Penurunan produksi hemoglobin A yang merupakan hemoglobin utama di dalam eritrosit yang mengakibatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom.
2. Penurunan sintesis rantai Beta akan menyebabkan berlebihnya rantai Alfa yang membentuk badan inklusi Alfa 4 yang bersifat unstable. Rantai Alfa membentuk presipitasi Alfa 4 yang menyebabkan membran eritrosit teroksidasi dan merusak eritrosit.
pelatihan dosen hematologi-2009
Thalasemia
Disfungsi eritrosit yang berat dan kerusakan berinti di dalam sumsum tulang menyebabkan terjadinya eritropoiesis inefektif.
Secara klinis thalasemia ada 2 bentuk:
1. Thalasemia Beta homozigot (Gen thalasemia Beta diturunkan dari kedua orangtuanya)
2. Thalasemia Beta heterozigot (Gen thalasemia Beta diturunkan dari salahsatu orang tua).
pelatihan dosen hematologi-2009
Thalasemia
Gambaran Anemia hemolitik pada Kasus Thalasemia Beta-HbE Heterozigot Ganda:
A. Gambaran Darah Tepi: Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisositosis dan
poikilositosis berat ( sel target, tear drop sel, eritrosit polikrom).
Lekosit: jumlah dan morfologi normal Trombosit: kesan jumlah dan morfologi normal
pelatihan dosen hematologi-2009
Thalasemia
B. Gambaran Sumsum Tulang: ME rasio : Seri eritropoisis meningkat Selularitas: Meningkat, lebih padat,
bandingkan dengan sel lemak Trombopoisis
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyakit Hemoglobin H
Hb H merupakan Thalasemia Alfa dengan 3 gen delesi (α-/--), yang diturunkan dari kedua orang tua. Kelainan ini sering dijumpai di Asia Tenggara.
Patofisiologi: Sintesis rantai alfa yang berkurang menyebabkan
sintesis rantai beta dan gama secara relatif meningkat. Bila terjadi pada masa fetal akan menyebabkan berlebihannya rantai gama sehingga terbentuk tetramer gama4 yang merupakan komponen dari Hb Bart’s.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyakit Hemoglobin H
Bila terjadi pada masa dewasa akan terbentuk tetramer Beta, yang merupakan komponen dari hemoglobin H yang bersifat tidak stabil dan mudah mengalami denaturasi membentuk badan Heinz (Heinz’s bodies) yang melekat pada membran sel seri eritrosit. Oleh karena itu membran eritrosit menjadi kaku sehingga sulit memasuki mikrosirkulasi.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyakit Hemoglobin H
Pada sumsum tulang didapatkan hematopoiesis inefektif. Selain itu hemoglobin H juga mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen dan sensitif terhadap proses oksidasi. Berkurangnya sintesis rantai Alfa menyebabkan hemoglobin A menurun sehingga eritrosit tampak mikrositik hipokrom. Eritrosit yang mengandung badan Heinz saat melewati limfa akan di pitting dan menyebabkan kerusakan membran yang menahun sehingga menimbulkan anemia hemolitik menahun.
pelatihan dosen hematologi-2009
Penyakit Hemoglobin H
Anemia akan menyebabkan meningkatnya absorbsi besi heme dan non heme di usus. Pada penyakit HbH terjadi penurunan sintesis rantai globin Alfa, pembentukan tetramer Beta 4, inefektif hematopoiesis dan anemia hemolitik menahun yang memperberat gejala klinik dari penyakit hemoglobin H.
pelatihan dosen hematologi-2009
Klinik Anemia dapat ringan sampai berat, yang
memburuk pada saat kehamilan, infeksi bila memakai obat yang bersifat oksidan. Anemia yang terjadi merupakan anemia hemolitik ekstravaskuler menahun, sehingga angka kejadian batu empedu tinggi pada penyakit ini. Pada HbH didapatkan hepatosplenomegali yang akan berlanjut menjadi hipersplenisme dan mengakibatkan sitopenia. Lekopenia mengakibatkan mudah terjadi infeksi. Gejala klinik lain yang berupa ulkus pada tungkai karena eritrosit yang kurang lentur dan sulit masuk ke mikrosirkulasi.pelatihan dosen hematologi-
2009
Laboratorium Gambaran darah tepi dijumpai anemia
mikrositik hipokrom dengan kadar Hb antara 8-10 g/dL, anisopoikilositosis yang ditandai dengan peningkatan nilai RDW. Dengan pewarnaan supravital retikulosit meningkat antara 5-10% dan dijumpai banyak eritrosit yang mengandung badan inklusi hemoglobin H dan badan Heinz. Pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dijumpai kadar HbH 2-40%. HbA2 menurun dan HbF normal.pelatihan dosen hematologi-
2009
Kelainan laboratorium pada anemia hemolitik Kompensasi sumsum tulang:
retikulositosis, polikromasia pada darah tepi, hiperplasia normoblastik pada sumsum tulang.
Kelainan laboratorium akibat penyakit dasar: Tes Coomb positif, tes fragilitas osmotik.
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran morfologi darah tepi pada anemia hemolitik
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran morfologi darah tepi pada anemia hemolitik
NnN
pelatihan dosen hematologi-2009
Gambaran morfologi sumsum tulang pada anemia hemolitik
pelatihan dosen hematologi-2009
pelatihan dosen hematologi-2009