Anemia Hemolitik

21
Anemia Hemolitik Autoimun pada Wanita Muda Santi Prima Natasia Pakpahan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna No.6 Jakarta 11510 [email protected] Pendahuluan Tiap hari kita membuat sekitar 10 12 eritrosit (sel darah merah) baru melalui proses eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel punca yang merupakan prekursor eritrosit pertama yang dapat dikenali dalam sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas meningkatkan serangkaian normoblas yang lebih kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas makin banyak mengandung hemoglobin dalam sitoplasma nya. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas akhir di dalam sumsum tulang dan menghasilkan stadium retikulosit. Hasilnya adalah eritrosit matang yang seluruhnya terpulas merah muda, yang merupakan cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menurunkan 16 eritrosit matang. Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin. Secara normal, 90% hormon ini dihasilkan dalam sel-sel interstisial peritubular ginjal dan 10% di hati dan tempat lain sebagai respons terhadap suplai oksigen (O2). Produksi eritropoietin meningkat pada anemia, ketika hemoglobin karena suatu alasan metabolik atau struktural tidak mampu melepaskan O2 secara normal. 1 1

Transcript of Anemia Hemolitik

Anemia Hemolitik Autoimun pada Wanita MudaSanti Prima Natasia PakpahanFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna No.6 Jakarta [email protected]

PendahuluanTiap hari kita membuat sekitar 1012 eritrosit (sel darah merah) baru melalui proses eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel punca yang merupakan prekursor eritrosit pertama yang dapat dikenali dalam sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas meningkatkan serangkaian normoblas yang lebih kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas makin banyak mengandung hemoglobin dalam sitoplasma nya. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas akhir di dalam sumsum tulang dan menghasilkan stadium retikulosit. Hasilnya adalah eritrosit matang yang seluruhnya terpulas merah muda, yang merupakan cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menurunkan 16 eritrosit matang. Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin. Secara normal, 90% hormon ini dihasilkan dalam sel-sel interstisial peritubular ginjal dan 10% di hati dan tempat lain sebagai respons terhadap suplai oksigen (O2). Produksi eritropoietin meningkat pada anemia, ketika hemoglobin karena suatu alasan metabolik atau struktural tidak mampu melepaskan O2 secara normal.1

Gambar 1. Urutan pematangan dalam perkembangan eritrosit matang dari pronormoblas

Destruksi eritrosit normalDestruksi eritrosit pada keadaan normal terjadi setelah jangka hidup rata-rata 120 hari pada saat sel disingkirkan di ekstravaskular oleh makrofag sistem retikuloendotel (RE), khususnya di dalam sumsum tulang tetapi juga di hati dan limpa. Oleh karena sel-sel eritrosit tidak berinti, metabolisme eritrosit mengalami degradasi dan tidak digantikan dan sel menjadi tidak hidup. Pemecahan heme dari eritrosit membebaskan besi untuk sirkulasi ulang melalui transferin plasma terutama ke eritroblas sumsum tulang, dan protoporfirin yang dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin bersirkulasi ke hati tempat ia mengalami konjugasi dengan glukuronida yang diekskresikan ke duodenum melalui empedu dan dikonversi menjadi sterkobilinogen dan sterkobilin direabsorpsi sebagian dan diekskresikan dalam urin sebagai urobilinogen dan urobilin. Rantai globin dipecah menjadi asam amino yang digunakan ulang untuk sintesis protein umum dalam tubuh. Hemolisis intravaskular (pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah) memainkan peran kecil atau tidak berperan dalam destruksi eritrosit normal.1Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi. Akan tetapi, jika sumsum tulang tidak dapat berkompensasi akibat proses hemolisis maka akan terjadi anemia yang kita kenal sebagai anemia hemolitik.6

Gambar 2. Pemecahan eritrosit normal di luar dan dalam pembuluh darah.

Pengantar Anemia HemolitikAnemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritosit 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence), yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah (intravaskular) atau di luar pembuluh darah (ekstravaskular).1

Skenario 5Seorang wanita, 25 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual, muntah, BAK frekuensi dan warna dalam batas normal, dan BAB frekuensi, warna, dan konsistensi masih dalam batas normal.

AnamnesisAnemia bisa dibilang sebagai penyakit dan hanya sebagai gejala dari penyakit yang mendasarinya. Oleh sebab itu kita wajib melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara pasti diagnosis dari keluhan yang berhubungan dengan anemia.Pada skenario, keluhan utama pasien tersebut adalah mudah lelah. Selain itu wajah nya terlihat agak pucat.Hal yang dapat ditanyakan bagi seorang dokter adalah :1. Mudah lelah, sudah sejak kapan? Mendadak atau bertahap ?2. Lelah nya kapan terjadi? Saat beraktifitas atau beristirahat ?3. Ada keluhan lain seperti pusing, mual, muntah, dan sesak nafas ? jika ada, tanyakan bagaimana intensitas gejala tersebut? Pada saat sedang beraktifitas atau beristirahat gejala tersebut muncul? Apakah gejala tersebut muncul tiba-tiba atua perlahan?4. Bagaimana warna, bau dan frekuensi BAK dan BAB?Karena pasien pada kasus tersebut adalah seorang perempouan pada riwayat penyakit dahulu ditanyakan,5. Bagaimana riwayat menstruasi? Teratur atau tidak ? Saat menstruasi, berapa kali ganti pembalut?6. Adakah gangguan saluran pencernaan ?7. Adakah riwayat trauma atau perdarahan pada saluran pencernaan ?8. Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan jantung, obat diabetes, antibiotik?Riwayat penyakit keuarga ditanyakan,9. Apakah keluarga ada yang menderita anemia?Riwayat sosial10. Bagaimana pengaturan pola makan?11. Apakah mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok atau obat-obatan terlarang?Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita anemia adalah pemeriksaan tanda-tanda ital, inspeksi, dan palpasi.Pemeriksaan fisik khusus diberikan pada berikut :a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami.b. Purpura : petechie dan echymosisc. Kuku : koilonychia (kuku sendok).d. Mata : ikterus konjungtiva pucat, perubahan funduse. Mulut : ulserasi, hipertofi gusi, atrofi papil lidahf. Limfadenopatig. Hepatomegalih. splenomegali

Pemeriksaan PenunjangUji HematokritNilai RujukanNeonatus : 55%-68% Bayi usia 1 bulan : 37%-49%Lelaki dewasa : 42%-52%Perempuan dewasa : 36%-48%

Hitung RetikulositRetikulosit membetuk 0,5%-2,5% hitung SDM total. Pada bayi, hitung retikulosit yang normal berkisar dari 2%-6% pada saat lahir, yang menurun ke kadar dewasa dalam 1-2 minggu.2

Hemoglobin TotalNilai RujukanKonsentrasi Hb bervariasi bergantung pada jenis sampel yang diambil serta usia dan jenis kelamin : 2Neonatus : 17-22 g/dlAnak-anak : 11-13 g/dlLelaki dewasa : 14-17,4 g/dlPerempuan dewasa : 12-16 g/dl Temuan abnormalKonsentrasi Hb yang rendah mungkin menunjukkan anmeia, perdarahan yang baru terjadi, atau retensi cairan, yang menyebabkan hemodilusi. Kadar Hb yang tinggi mengarahkan pada dugaan adanya hemokonsentrasi akibat polisitemia atau dehidrasi. 2

Indeks Sel Darah MerahNilai RujukanIndeks yang diperiksa meliputi volume korpuskular rata-rata (MCV), hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH), dan konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC). MCV, rasio antara HCT (volume packed red cell) dengan hitung SDM mencerminkan ukuran rata-rata dari eritrosit dan menunjukkan apakah SDM berukuran kecil (mikrositik), besar (makrositik),atau normal (normositik). MCH, rasio Hb-SDM, memberikan berat Hb dalam suatu SDM rata-rata. MCHC, rasio antara berat Hb dan HCT, menentukan konsentrasi Hb dalam 100 ml packed red cell. MCHC membantu membedakan SDM yang normal berwarna (normokromik) dan SDM yang lebih pucat (hipokromik). Kisaran indeks SDM yang normal adalah sebagai berikut : 2MCV : 84-99 mikro(m)3MCH : 26-32 pg/selMCHC : 30-36 g/dlTemuan abnormalMCV dan MCHC yang rendah menunjukkan adanya anemia mikrositik, hipokromik yang disebabkan oleh defisiensi besi, anemia responsif terhadap piridoksin, atau talasemia. MCV yang tinggi memberi kesan adanya anemia makrositik yang disebabkan oleh anemia megaloblastik, defisiensi asam folat atau vitamin B12, gangguan sintesis asam deoksiribonukleat turunan, atau retikulositosis. Karena MCV mencerminkan volume rata-rata dari banyak sel, nilainya dalam kisaran normal dapat meliputi SDM dalam berbagai ukuran, dari mikrositik sampai makrositik. 2

Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrositDirect Antiglobulin Test (direct Coombs Test): sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi. 3Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test): untuk mendeteksi auntoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobolin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi degan antiglobolin serta dengan terajadinya aglutinasi. 3

Gejala Klinis Gambaran klinik anemia hemolitik sangat bervariasi disebabkan oleh perjalanan penyakit (akut dan kronik) dan tempat kejadian hemolisis (intravaskuler atau ekstravaskuler) sehingga pada umumnya dilihat dari gejala kliniknya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :a. Anemia hemolitik kronik herediter-familier. : sferositosis herediter, defisiensi G6PD, anemia sel sabit.b. Anemia hemolitik akut (AHA) didapat : AHA autoimun, AHA karena obat.

Kedua jenis hemolisis ini mempunyai gambaran klinik yang berbeda, dimana anemia hemolitik kronik herediter-familier didominasi oleh gejala akibat hemolisis ekstrevaskuler yang berlangsung perlahan-lahan, sedangkan pada anemia hemolitik akut didapat terjadi hemolisis ekstravaskuler masif atau hemolisis intravaskuler. Namun, kedua golongan ini tidak selalu dapat dipisahkan secara tegas. Gejala klinik anemia hemolitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :1. Gejala umum anemia (anemic syndrome)2. Gejala hemolisis baik ekstravaskuler maupun intravaskuler.3. Gejala penyakit dasar (penyebab) masing-masing anemia hemolitik tersebut.1

Gejala umum anemiaSepertri pada semua anemia lainnya, gejala umum anemia akan timbul jika hemoglobin turun