ANDRIANI 2010.pdf

68
STUDI PEMBUATAN BOLU KUKUS TEPUNG PISANG RAJA ( Musa paradisiaca L.) Oleh : DWI ANDRIANI G 611 08 288 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Transcript of ANDRIANI 2010.pdf

Page 1: ANDRIANI 2010.pdf

STUDI PEMBUATAN BOLU KUKUS TEPUNG PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.)

Oleh :

DWI ANDRIANI G 611 08 288

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

Page 2: ANDRIANI 2010.pdf

STUDI PEMBUATAN BOLU KUKUS TEPUNG PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.)

Oleh :

DWI ANDRIANI G 611 08 288

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2012

Page 3: ANDRIANI 2010.pdf

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Studi Pembuatan Bolu Kukus Tepung Pisang Raja

(Musa paradisiaca L.) Nama : Dwi Andriani

Stambuk : G 611 08 288

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui

Tim Pembimbing

Pembimbing I

Dr. Ir. Jumriah Langkong, MP

NIP 19571215 198703 2 001

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali

NIP 19630702 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS

NIP 19570923 198312 2 001

Ketua Panitia Ujian Sarjana Ir. Nandi K. Sukendar, M.App. Sc

NIP. 19571103 1984061 1 001

Tanggal Lulus : 2012

Page 4: ANDRIANI 2010.pdf

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam maka

tiada lain yang patut penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat

dan hidayahNya telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada

jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin

Makassar.

Penulis menghaturkan terima kasih banyak yang

sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Jumriah Langkong, MP dan

Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam

penyusunan skripsi. Tak lupa pula ucapan dan terima

kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS dan

Februadi Bastian STP. M.Si selaku penguji yang telah meluangkan

waktunya guna memberikan masukan dan petunjuk menuju

kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

Page 5: ANDRIANI 2010.pdf

Melalui kesempatan yang berharga ini penulis juga tak lupa

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ketua Jurusan dan Staf Dosen beserta seluruh karyawan Jurusan

Teknologi Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan

kepada penulis selama menempuh pendidikan.

2. Dekan Fakultas Pertanian dan para Pembantu Dekan, Karyawan dan

Staf dalam lingkup Fakultas Pertanian.

3. Ketua Panitia Seminar dan Ujian Sarjana

Ir. Nandi K. Sukendar, M. App. Sc atas luang waktunya dalam

penyelesaian berkas-berkas ujian sarjana.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, sama

halnya dengan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan tetapi penulis sadari bahwa kesalahan merupakan motivasi dan

pelajaran dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik untuk kesempurnaan lebih lanjut pada skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat

imbalan dan limpahan rahmat yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan semoga

laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, khususnya

penulis, Amien.

Wassalam

Makassar, November 2012

Penulis

Page 6: ANDRIANI 2010.pdf

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini didukung dan dibantu oleh orang-

orang yang ada disekeliling penulis. Melalui kesempatan yang berharga ini

penulis haturkan banyak terima kasih kepada :

1. Ayahanda Baso Beta dan Ibunda Nur Aeni yang tak pernah lelah

mendoakan serta mengusahakan yang terbaik untuk penulis . Juga tak lupa

mengucapkan terima kasih kepada saudara penulis Kakanda Syafriadi,

yang selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi penulis.

2. Teman - teman “Tekpert08” terkhusus buat sahabat-sahabat penulis

Hildayanti, Yaumil Rakhmah dan Ismi Dian P Rachman yang telah

banyak membantu penulis.

3. Saudara saudari penulis warga KMJTP UH yang selama ini telah

memberikan banyak pelajaran buat penulis berupa pengalaman yang

sangat berharga buat penulis.

Page 7: ANDRIANI 2010.pdf

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Dwi Andriani, lahir di Benteng Selayar

Tanggal 28 Desember 1990. Penulis dilahirkan

dari pasangan Baso Beta dan Nur Aeni yang

merupakan anak ke Dua dari 2 bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah dijalani

adalah :

1. Sekolah Dasar Inpres Benteng II Benteng Selayar (1996 -2002).

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Benteng Selayar (2002-2005)

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Benteng Selayar (2005-2008)

4. Pada Tahun 2008 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri

Universitas Hasanuddin melalui jalur UMB pada Program Strata Satu

(S1) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Hasanuddin Makassar.

Page 8: ANDRIANI 2010.pdf

Dwi Andriani, G 61108288. Studi Pembuatan Bolu Kukus Tepung Pisang Raja (Musa paradisiaca L). Dibawah bimbingan Jumriah Langkong dan Abu Bakar Tawali.

RINGKASAN

Tepung pisang raja adalah tepung yang terbuat dengan bahan dasar pisang raja (Musa paradisiaca L.) yang dikeringkan kemudian dihaluskan. Tepung pisang merupakan alternatif utama dengan prospek yang baik sebagai salah satu sumber karbohidrat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam produk olahan seperti bolu kukus sehingga dapat mengurangi penggunaan tepung terigu. Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari pembuatan tepung pisang dan pemanfaatannya menjadi bolu kukus. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Perlakuan yang diberikan pada penelitian pendahuluan yaitu perendaman pada larutan garam dapur (NaCl). Penelitian utama dilakukan pembuatan bolu kukus dengan formulasi perbandingan tepung pisang raja dan tepung terigu 100%:0 dan 70%:30%. Parameter penelitian adalah daya kembang, uji sensori dengan metode hedonik berdasarkan kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa serta uji analisa proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji daya terima produk tepung pisang raja yang paling disukai berdasarkan pengujian warna, aroma dan tekstur ialah pada perendaman NaCl dengan konsentrasi 0,3%. Sedangkan bolu kukus terbaik adalah pada formulasi 70% tepung pisang raja dan 30% tepung terigu dengan daya kembang 187.5% dan mengandung kadar air 29,89%, kadar abu 4%, kadar protein 5,48% dan kadar lemak 17,55%.

Kata kunci : Bolu kukus, Tepung pisang, NaCl

Page 9: ANDRIANI 2010.pdf

Dwi Andriani, G 61108288. Study Of Making A Steam Cake Of Musa paradisiaca Flour. Supervised by Jumriah Langkong and Abu Bakar Tawali.

ABSTRACT

Musa paradisiaca flour is a flour of Musa paradisiaca that is dried and than crushed. Banana flour is an alternative source of carbohydrates that can be used as an ingredient in a mixture of refined products such as steam cake.This can reduce the use of wheat flour. The objective of this research was to study the preparation and utilization of banana flour in Steam cake preparation. The study was divided into two stages: a preliminary and primary study. The treatment given in the preliminary study was the immersion of NaCl solution. The primary research was conducted to prepare steam cake with banana flour formulation of 100% and 70% banana flour. Parameters of research were the power cake development, moisture content, ash content, protein content and fat content, sensory test with hedonic method of the color, aroma, texture and taste. The result of hedonic test showed that most panelist preferred the banana flour with immersion in NaCl solution of 0.3%. The best Steam cake was resulted from the formulation of 70% banana flour and 30% wheat flour. It had a power cake development of 187.5% and contained 29.89% moisture, 4% ash, 5.48% protein, and 17.55% fat.

Keyword : Steam Cake, Banana Flour, NaCl Solution

Page 10: ANDRIANI 2010.pdf

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang Raja (Musa paradisiaca L.) ............................................ 5

a. Kandungan Gizi Pisang ........................................................ 5

b. Tepung Pisang ...................................................................... 6

c. Sifat Tepung Pisang.............................................................. 8

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Tepung Pisang ... 9

e. Pengeringan ..................................................................... 11

f. Garam Dapur (NaCl) ......................................................... 11

B. Tepung Terigu ........................................................................ 12

C. Pembuatan Bolu Kukus .......................................................... 14

a. Telur .................................................................................. 15

b. Mentega ............................................................................ 15

c. Susu .................................................................................. 16

d. Gula Pasir ......................................................................... 16

e. Bahan Pelembut (SP) ....................................................... 17

f. Vanili ................................................................................. 17

g. Baking Powder .................................................................. 17

h. Cokelat Pasta ................................................................... 18

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ................................................................. 19

B. Alat dan Bahan ....................................................................... 19

C. Prosedur Penelitian ................................................................ 19

Page 11: ANDRIANI 2010.pdf

1. Penelitian Pendahuluan ....................................................... 19

2. Penelitian Utama .................................................................. 20

D. Perlakuan ................................................................................. 21

E. Parameter Pengamatan ........................................................... 21

a. Metode Analisa .................................................................. 22

b. Pengolahan Data ............................................................... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan ........................................................... 28

B. Penelitian Utama ...................................................................... 29

1. Daya Kembang .................................................................... 30

2. Kadar Air .............................................................................. 32

3. Kadar Abu ............................................................................ 34

4. Kadar Protein ....................................................................... 36

5. Kadar Lemak ........................................................................ 38

6. Uji Organoleptik

a. Warna .............................................................................. 39

b. Aroma .............................................................................. 41

c. Tekstur ............................................................................. 43

d. Rasa ................................................................................. 45

V. PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 48

B. Saran ...................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 49

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ 52

Page 12: ANDRIANI 2010.pdf

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Komposisi Kimia Daging Buah Pisang Raja ................................... 6

2. Sifat Fisik dan kimia Tepung Pisang Raja dari Berbagai Varietas .. 9

3. Komposisi Kimia tepung terigu…………………………………………13

Page 13: ANDRIANI 2010.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Gambar Pisang Raja (Musa paradisiaca L.) ...................................... 49

2. Gambar Tepung Pisang Raja ............................................................ 49

3. Gambar Proses Pencampuran Bahan ............................................... 50

4. Gambar Bolu kukus dari Tepung Pisang Raja ................................... 50

5. Hasil Analisa Daya Kembang Bolu Kukus Pisang Raja ..................... 51

6. Hasil Analisa Kadar Air Bolu Kukus Pisang Raja ............................. 51

7. Hasil Analisa Kadar Abu Bolu Kukus Pisang Raja ............................. 51

8. Hasil Analisa Kadar Protein Bolu Kukus Pisang Raja ........................ 51

9. Hasil Analisa Kadar Lemak Bolu Kukus Pisang Raja ........................ 51

10. Hasil Analisa Uji Organoleptik terhadap Warna Bolu Kukus Pisang Raja ................................................................................................... 51

11. Hasil Analisa Uji Organoleptik terhadap Aroma Bolu Kukus Pisang Raja ................................................................................................... 52

12. Hasil Analisa Uji Organoleptik terhadap Tekstur Bolu Kukus Pisang raja .................................................................................................... 52

13. Hasil Analisa Uji Organoleptik terhadap Rasa Bolu Kukus Pisang Raja ................................................................................................... 52

Page 14: ANDRIANI 2010.pdf

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pisang merupakan salah satu komoditas buah tropis yang

sangat popular dan cukup berpotensi di Indonesia khususnya di

Kabupaten Maros Sulawesi selatan. Buah pisang merupakan hasil

tanaman pertanian dari kelompok hortikultura dan termasuk salah satu

tanaman pangan penting di Indonesia. Produksi buah pisang rata-rata

63.166 ton per tahun. Sebagai komoditi hasil pertanian, buah pisang

merupakan produk yang bersifat mudah rusak. Sedangkan umur

simpannya juga sangat terbatas, sehingga diperlukan penggunaan

teknologi yang tepat guna untuk mengolah buah pisang menjadi

produk makanan yang lebih meningkat nilai tambah dan daya

tahannya.

Buah pisang merupakan buah yang sangat digemari

masyarakat. Bukan hanya para petani yang gemar menanam tanaman

ini tetapi juga kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena pisang

merupakan tanaman yang mudah ditanam, cepat tumbuh, cepat

berkembang biak, dan hanya dibutuhkan waktu

sekitar 10 hingga 12 bulan untuk berproduksi. Selain itu, pisang dapat

tumbuh dimana-mana baik sebagai tanaman sela maupun batas pagar

sekitar rumah dan pekarangan termasuk kebun. Pisang juga

sangat digemari, bukan saja karena rasanya yang enak, namun juga

Page 15: ANDRIANI 2010.pdf

kandungan gizi serta manfaatnya. Selain memberikan kontribusi gizi

lebih tinggi, pisang juga dapat menyediakan cadangan energi dengan

cepat bila dibutuhkan. Termasuk ketika otak mengalami keletihan.

Terdapat berbagai jenis varietas pisang yang jumlahnya

mencapai ratusan. Dari sekian banyak jenis pisang, terdapat satu

varietas yang masih kurang proses pengolahannya namun

persediaannya melimpah, yaitu pisang raja. Dimana bentuk buahnya

melengkung dengan bagian pangkal yang bulat, warna daging

buahnya kuning kemerahan tanpa biji, empulur buahnya nyata dengan

tekstur kasar, dan rasanya manis. Biasanya pisang raja ini dikonsumsi

secara langsung atau hanya diolah menjadi pisang goreng, kripik

pisang atau pisang ijo. Padahal jenis pisang ini memiliki sejuta manfaat

bagi kesehatan seperti sebagai obat maag, dan harganya pun relatif

murah.

Pisang raja dapat diolah menjadi tepung pisang, dimana

pembuatan tepung ini merupakan usaha untuk memperpanjang daya

simpan tanpa mengurangi nilai gizi dari pisang tersebut. Selain itu, juga

untuk mempermudah dan memperluas pengembangan pemanfaatan

pisang seperti untuk diolah menjadi bolu kukus.

Page 16: ANDRIANI 2010.pdf

Berdasaran hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian

mengenai proses pengolahan pisang raja (Musa paradisiaca L) dengan

memanfaatkan tepung pisang raja sebagai bahan subtitusi dengan

tepung terigu untuk menghasilkan bolu kukus yang dapat diterima oleh

konsumen.

B. Rumusan masalah

Pisang raja merupakan bahan pangan yang bersifat mudah

rusak. Sehingga untuk memperpanjang masa simpan perlu dilakukan

pengolahan seperti pembuatan tepung pisang. Selain itu, dengan

dihasilkannya tepung pisang maka dapat pula dilakukan substitusi

bahan baku dengan menggunakan tepung pisang dan tepung terigu

pada pembuatan bolu kukus. Akan tetapi belum ditemukannya

formulasi dan metode yang tepat dalam menghasilkan bolu kukus dari

subtitusi tepung pisang yang optimal, yaitu berapa jumlah konsentrasi

tepung pisang raja yang dapat disubtitusi pada tepung terigu untuk

menghasilkan bolu kukus yang dapat diterima oleh konsumen.

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui formulasi

pembuatan bolu kukus dari hasil konsentrasi perendaman buah pisang

dengan garam dapur (NaCl) serta perbandingan tepung pisang raja

dengan tepung terigu untuk menghasilkan bolu kukus.

Page 17: ANDRIANI 2010.pdf

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi

pengoptimalan pisang raja dan menjadi alternatif sebagai bahan

pangan subtitusi tepung terigu menghasilkan produk bolu kukus.

Page 18: ANDRIANI 2010.pdf

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang Raja (Musa paradisiaca L.)

Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah

dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia

Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya menyebar ke

berbagai negara baik negara tropis maupun negara subtropis. Akhirnya

buah pisang dikenal di seluruh dunia. Jadi pisang raja termasuk

tanaman asli Indonesia dan kultivar-kultivarnya banyak ditemukan di

pulau Jawa (Zuhairini, 1997).

Adapun klasifikasi tanaman pisang raja menurut Tjitrosoepomo

(2001) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

a. Kandungan Gizi Pisang

Pisang adalah buah yang kaya mineral seperti kalium,

magnesium, fosfor, kalsium, dan besi. Bila dibandingkan dengan

jenis makanan nabati lain, mineral pisang, khususnya besi, hampir

seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh. Berdasarkan berat

Page 19: ANDRIANI 2010.pdf

kering, kadar besi pisang mencapai 2 miligram per 100 gram dan

seng 0,8 mg. Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama

provitamin A, yaitu betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat

kering, sedangkan pada apel hanya 15 mg. Pisang juga

mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin

B6/piridoxin (Anonim, 2011).

Beberapa penelitian yang telah dilakuan terhadap kandungan

gizi dalam buah pisang raja, diantaranya dilaporkan Riana (2000)

yang beberapa kandungannya tertera pada Table 1.

Tabel 1. Komposisi kimia daging buah pisang raja (Nilai per 100 g porsi makanan)

Sumber : Riana (2000).

b. Tepung Pisang

Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri

pangan, sebagai bahan makanan (bubur) balita juga sebagai bahan

baku produk roti (bakery). Sebagai bahan baku industri,

ketersediaan buah pisang dapat dipenuhi karena tanaman pisang

mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan

Komponen Nilai Konsentrasi

Proksimat %b/b

Air 67, 30 g 67, 30

Energi 116, 00 kkal -

Protein 0, 79 g 0, 79

Total Lemak 0, 18 g 0, 18

Karbohidrat 31, 15 g 31, 15

Serat 2, 30 g 2, 30

Ampas 0, 58 g 0, 58

Page 20: ANDRIANI 2010.pdf

panen sepanjang tahun (tidak tergantung musim). Buah pisang

yang digunakan sebagai bahan baku tepung pisang adalah buah

pisang tua tetapi belum matang. Pada kondisi tersebut kadar pati

buah mencapai maksimum sehingga sesuai untuk pembuatan

tepung. Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan/

perebusan buah pisang, pengupasan, pengirisan dan pengeringan.

Selanjutnya gaplek pisang dilakukan penepungan/penggilingan dan

pengayakan (Antarlina et al., 2004).

Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang

dalam bentuk olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat

diterapkan di daerah perkotaan maupun pedesaan. Pada dasarnya,

semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung pisang, asal

tingkat ketuaanya cukup. Tetapi, sifat tepung pisang yang

dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang.

Pisang.yang paling baik menghasilkan tepung pisang adalah pisang

kepok. Tepung pisang yang dihasilkannya mempunyai warna yang

lebih putih dibandingkan dengan yang dibuat dari pisang jenis lain.

Kelemahannya adalah aroma pisangnya kurang kuat. Tepung

pisang yang dihasilkannya mempunyai wama yang lebih

putih dibandingkan dengan yang dibuat dari pisang jenis

lain (Anonim, 2010a).

Page 21: ANDRIANI 2010.pdf

Pisang yang baik untuk pembuatan tepung pisang adalah

pisang yang dipanen pada saat mencapai tingkat ketuaan ¾ penuh

atau kira-kira berumur 80 hari setelah berbunga. Hal ini disebabkan

pada kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai

maksimum, dan sebagian besar tannin telah terurai menjadi

senyawa ester arom atik dan fenol sehingga dihasilkan rasa asam

dan manis yang seimbang. Jika pisang yang digunakan terlalu

matang maka rendemen tepung yang dihasilkan sedikit dan juga

selama pengeringan akan terbentuk cairan. Hal ini karena pati telah

terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana sehingga kandungan

patinya menurun. Jika pisang yang digunakan terlalu muda akan

menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit

dan sepat karena kandungan tannin yang cukup tinggi sementara

kandungan patinya masih terlalu rendah (Crowther, 1979).

c. Sifat Tepung Pisang

Semua jenis pisang bisa dijadikan tepung pisang, tinggal

dibuat sesuai kebutuhan. Jenis pisang kepok dan pisang lampung

menghasilkan tepung yang berwarna lebih putih daripada pisang

yang lain sehingga potensial dijadikan tepung untuk tujuan

komersial. Jika ingin tepung pisang dengan kadar karbohidrat yang

tinggi dapat digunakan pisang jenis pisang Nangka ataupun pisang

ambon, tapi tentu saja warnanya tak seputih tepung pisang kepok.

Ciri tepung pisang yang baik antara lain (Anonim, 2012) :

Page 22: ANDRIANI 2010.pdf

- Warna putih

- Rasa dan aroma khas

- Tidak ditumbuhi jamur

- Kadar air 9-11 %

Tabel 2. Sifat fisik dan kimia tepung pisang dari berbagai varietas pisang.

Varietas Warna Kadar air

(%) Kadar

asam (%) Karbohidrat

(%)

Kepok Putih 6,08 1.85 76.47

Nangka Putih coklat 6,09 0.85 79.84

Ambon Putih

abu-abu 6,26 1.04 78.99

Raja Putih coklat 6,24 0.84 76.47

Ketan Putih

abu-abu 6,24, 0.78 75.33

Lampung Putih 8,39 0.49 70.10

Siam Kuning

coklat 7,62 1.00 77.13

Sumber : Murtiningsih dan Imam Muhajir (1990).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mutu Tepung Pisang

Kualitas dari tepung pisang dapat dipengaruhi oleh 2 (dua)

faktor, yaitu bahan baku serta pengaruh blanching.

1. Pengaruh Bahan Baku

Jenis dan keseragaman bahan baku seperti tingkat

kematangan buah dan besar ukuran sangat mempengaruhi

tepung pisang yang dihasilkan. Sifat tepung pisang sangat

dipengaruhi oleh jenis pisang yang digunakan. Tidak semua

jenis pesang dapat menghasilkan tepung pisang yang bermutu

Page 23: ANDRIANI 2010.pdf

baik. Jenis-jenis pisang yang baik dibuat sebagai tepung adalah

pisang susu, pisang raja dan piisang kepok.

2. Pengaruh Blanching

Perlakuan blanching sebelum pengolahan akan dapat

mereduksi sebagian mikroba dan juga berfungsi untuk

mengurangi kehilangan gizi selama pengolahan. Blanching

adalah tahapan perlakuan pra pengolahan pangan., terutama

untuk sayuran dan buah. Perlakuan blanching ini akan berperan

dalam menginaktifkan enzim-enzim peroksida., mengurangi

kadar oksigen dalam sel, memperbaiki warna dan menstabilkan

kadar gizi dalam bahan (Buckle, et al, 2007).

Menurut winarno (2002), pada umumnya proses

pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu proses

pencoklatan enzimatis dan non enzimatis.

Pada pencoklatan enzimatis seperti buah apel dan buah

lain setelah dikupas disebabkan pengaruh aktivitas enzim

polyphenol oksidase (ppo) gas dengan bantuan oksigen akan

mengubah monophenol menjadi o, hidroksi phenol yang

selanjutnya diubah menjadi o-kuinon , gugus o-kuinon inilah

yang membentuk warna coklat. Sedangkan reaksi pencoklatan

nonenzimatis belum diketahui secara penuh. Tetapi pada

umumnya reaksi pencoklatan akibat vitamin C (Taufik, 2009).

Page 24: ANDRIANI 2010.pdf

e. Pengeringan

Pengeringan merupakan cara untuk mengawetkan bahan

makanan. Pada cara pengeringan kadar air bahan diturunkan

sedemikian rupa sehingga enzim-enzim tidak dapat bekerja dan

jasad renik tidak dapat berkembang baik. Banyaknya sisa air yang

diperbolehkan adalah berbeda untuk tiap jenis bahan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi antara lain kadar gula, kadar garam, lamanya

penyimpanan dan sebagainya. Pada umumnya kadar air makanan

yang telah dikeringkan antara 1 sampai 20% (Santoso, 1995).

Untuk keberhasilan dalam suatu usaha pengeringan ada

beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu : (1) Luas permukaan ;

(2) Suhu pemanasan ; (3) kecepatan aliran udara ; (4) tekanan

udara. Pengering dapat berlangsung baik jika terjadi case

hardening. Case hardening yaitu suatu keadaan dimana luar

(permukaan) bahan sudah kering tapi bagian dalam masih basah.

Penyebab terjadinya case hardening adalah suhu pemanasan yang

terlalu tinggi. Suhu pengeringan untuk buah berkisar 55-700C

(Marliyati, Sulaiman, Anwar, 1992).

f. Garam Dapur (NaCl)

Larutan garam dapat mencegah terjadinya pencoklatan.

Konsentrasi larutan garam yang terlalu rendah menyebabkan

penghambatan pencoklatan dan mempersulit ektraksi pati, tetapi

konsentrasi garam yang terlalu tinggi menyebabkan pati menjadi

Page 25: ANDRIANI 2010.pdf

asin sehingga membatasi pemanfaatan pati sebagai bahan industry

(Makfoeld, 1982).

Adanya senyawa fenol memungkinkan terjadinya

pencoklatan pada proses pembuatan pati sehingga menyebabkan

warna kecoklatan. Perendaman dalam larutan garam

mengakibatkan warna semakin mendekati putih disebabkan ion Na

dari garam berikatan dengan gugus OH fenol sehingga tidak

terbentuk kuinon yang berwarna coklat (Winarno, 2002).

B. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam

pembuatan produk bakery dan kue. Secara garis besar ada dua jenis

tepung gandumm yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung

gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras digunakan untuk

membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan

proses fermentasi serta puff pastry, tepung terigu lunak biasanya

digunakan untuk membuat kue dan biskuit. Perbedaan utama dari

kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu

keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak

kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung

jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah

ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi

menggunakan ragi ( Apriyanto, 2006).

Page 26: ANDRIANI 2010.pdf

Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta

akan mengembang bila dicampur dengan air. Gluten akan menentukan

hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka

yang akan mempengaruhi baik tidaknya produk. Baik tidaknya suatu

produk akan ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya

jaringan akan ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten

dipengaruhi banyak tidaknya kandungan protein, banyak sedikitnya

kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan

(Subagjo, 2007).

Tepung gandum mengandung kurang lebih 0,5 sampai 0,8%

pentose yang larut dalam air. Zat ini memiliki sifat kelarutan dalam air

sehingga menghasilkan larutan yang sangat kental. Terjadinya

pengentalan disebabkan tepung mempunyai kemampuan menyerap air

(Desrosier, 2008)

Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada table 3.

Table 3. Komposisi Kimia tepung terigu dalam 100 g bahan

Komposisi Jumlah

Kalori (kal) 365

Protein (g) 8,9

Lemak (g) 1,3

Karbohidrat (g) 77,3

Kalsium (mg) 16

Fosfor (mg) 106

Besi (mg) 1,2

Nilai Vit. A (S.I) 0

Vit. B1 (mg) 0,12

Vit. C (mg) 0

Air (g) 12,0

Bdd (%) 100

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

Page 27: ANDRIANI 2010.pdf

C. Pembuatan Bolu Kukus

Kue bolu adalah kue berbahan dasar tepung (umumnya tepung

terigu, gula dan telur). Kue bolu umumnya dimasak dengan cara

dipanggang di oven, walaupun ada juga yang namanya bolu kukus.

Banyak macan kue bolu, misalnya kue tart yang biasa digunakan untuk

acara pesta pernikahan dan hari raya ulang tahun, dan bolu juga bias

digunakan untuk acara-acara lainnya (Veranita, 2012).

Pada umumnya bolu adalah kue berbahan dasar tepung

biasanya menggunakan tepung terigu, gula dan telur. Kue bolu

umumnya dimatangkan dengan 2 cara dipanggang di dalam oven dan

dikukus. Faktor keberhasilan dalam pembuatan pembuatan bolu kukus

adalah dalam cara mengocok adonan dan mengukus adonan,

misalnya mengocoknya terlalu lama atau terlalu sebentar ataupun

pengukusannya tidak sempurna bisa membuat bolu kukus tidak jadi

(bantat) (Rohimah, 2008).

Bahan dasar untuk pembuatan bolu kukus dibagi dalam 2 jenis.

Pertama jenis bahan yang membentuk susunan bolu kukus adalah

tepung, telur, dan susu. Kedua adalah jenis bahan yang menjadikan

bolu kukus empuk yaitu gula, lemak, dan baking powder.

Page 28: ANDRIANI 2010.pdf

a. Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling

lengkap gizinya. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba

guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur,

dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram,

karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di

dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).

Telur dan tepung membentuk suatu kerangka pada bolu

kukus. Telur juga akan memberi cairan, aroma, rasa, nilai gizi, dan

warna pada kue. Telur juga dapat melembabkan kue. Sebelum

digunakan telur harus dikocok terlebih dahulu sampai bagus dan

kaku. Lechitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi,

sedangkan lutein dapat memberi warna pada hasil akhir produk.

b. Mentega

Mentega dianggap sebagai lemak yang paling baik diantara

lainnya karena rasanya yang menyakinkan serta aroma yang begitu

tajam, karena lemak mentega berasal dari lemak susu hewan.

Lemak mentega sebagian besar terdiri dari asam palmitat,

oleat dan stearat serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak

Page 29: ANDRIANI 2010.pdf

sejenis lainnya. Bahan lain yang terdapat dalam jumlah kecil adalah

vitamin A, E dan D serta sebagai flavor adalah diasetil, lakton,

butirat dan laktat.

Adapun tujuan penambahan lemak dalam bahan pangan

ialah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan,

menambah nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang

gurih dari bahan pangan.

c. Susu

Susu yang digunakan pada pembuatan cake bolu kukus

dapat berbentuk susu padat, kental atau susu murni. Susu padat

dapat membangkitkan rasa atau aroma dan merupakan bahan

penahan cairan yang baik. Air yang ada dalam susu cair

menimbulkan rasa lezat pada bolu kukus.

d. Gula Pasir

Fungsinya memberi rasa manis, memberi warna pada kulit

kue, membantu mengempukkan kue, melembapkan kue, dan

melemaskan adonan. Untuk membuat bolu kukus, jenis gula yang

digunakan bisa macam-macam. Namun untuk hasil terbaik

sebaiknya gunakan gula yang halus butirannya agar susunan bolu

kukus rata dan empuk. Bila mengkremkan gula dengan lemak,

yang paling baik ialah dengan menggunakan gula sebanyak dua

kali lemak. Gula akan mematangkan dan mengempukkan susunan

Page 30: ANDRIANI 2010.pdf

sel dan bila presentase gula terlalu tinggi dalam adonan, maka hasil

bolu kukus akan kurang baik, cenderung "jatuh" bagian

tengah-tengahnya. Lemak juga mempunyai pengaruh yang sama

pada bolu kukus.

e. Bahan Pelembut (SP)

Berfungsi untuk melembutkan tekstur bolu kukus dan

membuat adonan lebih menyatu. Kandungan SP adalah gula ester.

Esternya adalah asam lemak seperti asam steart, palmitic, dan

oleic. Penggunaan SP lebih direkomendasikan dalam pembuatan

bolu kukus, karena hasil pengocokan adonan bisa lebih stabil,

sehingga hasilnya lebih maksimal.

f. Vanili

Berfungsi untuk untuk menambah atau menguatkan aroma

pada bahan bolu kukus, cake, roti, kue, puding maupun minuman

serta menghilangkan bau amis dari telur.

g. Baking Powder

Baking powder merupakan bahan pengembang (leavening

agent), yang terdiri dari campuran sodium bicarbonat, sodium

alumunium fosfat, dan monocalcium fosfat. Sifat zat ini jika bertemu

dengan cairan/air dan terkena panas akan membentuk

karbondioksida. Karbondioksida inilah yang membuat adonan jadi

Page 31: ANDRIANI 2010.pdf

mengembang. Baking powder berfungsi untuk mengembangkan

kue atau bolu kukus. Baking Powder menghasilkan rasa yang netral

dan tekstur yang berpori kecil tapi cenderung lebih beremah.

Baking powder sebagai leavening agent (bahan

pengembang) dipakai secara luas dalam produksi kue. Baking

powder merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam dengan

natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking

powder menghasilkan gas Co2 dan residu yang tidak bersifat

merugikan pada bolu.

h. Coklat Pasta

Terdapat aneka pasta, seperti pasta pandan, pasta vanili,

pasta stroberi, pasta moka, pasta cokelat dan lain sebagainya.

Aneka pasta ini ditambahkan pada produk bolu kukus, kue atau

minuman dengan tujuan meningkatkan cita rasa dan aroma lebih

kuat. Seperti cake cokelat. Meskipun sudah menggunakan cokelat

blok atau cokelat bubuk, dengan ditambahkan pasta cokelat maka

warna akan lebih cokelat dan aroma cokelat lebih kuat.

Page 32: ANDRIANI 2010.pdf

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2012 di

Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia dan Analisa Mutu Pangan,

Jurusan teknologi Pertanian, Fakultas pertanian Universitas

Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau, talenan,

sendok, blender, ayakan tepung, kompor, baskom, gelas ukur,

timbangan analitik, mesin penggiling, blower, loyang kue, mixer,

kukusan.

Bahan-bahan yang digunakan adalah garam dapur (NaCl),

aluminium foil, tepung pisang raja, tepung terigu, gula pasir, telur,

susu, mentega, coklat pasta, SP, vanili dan baking powder.

C. Prosedur Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini digunakan untuk menentukan

konsentrasi garam dapur (NaCl) terbaik yang akan digunakan pada

proses perendaman pisang raja yaitu pada konsentrasi 0,1%, 0,2%,

Page 33: ANDRIANI 2010.pdf

0,3%, 0,4% dan 0,5%. Prosedur kerja pada penelitian ini adalah

antara lain:

- Buah pisang raja matang dengan kriteria kulit berwarna hijau

muda dan setiap sudutnya berisi penuh dikukus selama 10

menit

- Dikupas kulit luarnya dan diperoleh daging buah dan diiris tipis

setebal 0,4 cm

- Dilakukan perendaman NaCl (A1 = 0,1%, A2 = 0,2%,

A3 = 0,3%, A4 = 0,4% dan A5 = 0,5%), selama 15 menit.

- Buah pisang raja yang telah direndam, kemudian ditiriskan

- Dikeringkan pada blower dengan suhu 600C selama 7-8 jam

- Digrinder

- Diayak dengan ukuran 80 mesh.

- Dilakukan pengujian organoleptik meliputi warna, aroma dan

tekstur.

2. Penelitian Utama

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formulasi pembuatan

bolu kukus serta perbandingan tepung pisang raja dengan tepung terigu

untuk menghasilkan bolu kukus. Prosedur kerja pada penelitian ini

adalah antara lain:

- Ditimbang masing-masing bahan

- Dikocok mentega 100 g, Gula pasir 300 g dan telur 400 g

Page 34: ANDRIANI 2010.pdf

- Ditambahkan SP 20 g, vanili 2,5 g, baking powder 5 g dan

susu 125 g, dikocok hingga kalis

- Dimasukkan tepung terigu, tepung pisang

- Diambil 25% bagian adonan dan campur dengan coklat

pasta 5 ml

- Dituang di dalam loyang secara bergantian dengan adonan

putih dan coklat, dilakukan hingga adonan habis

- Dikukus selama 45 menit

- Bolu kukus pisang raja

- Dilakukan pengujian daya kembang, uji organoleptik (warna,

aroma, tekstur dan rasa) dan analisis kimia (kadar air, kadar

abu, kadar protein dan kadar lemak).

D. Perlakuan

Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi :

A : 100% tepung pisang

B : 70% tepung pisang + 30% tepung terigu

E. Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah analisa kimia

(kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak) dan uji

organoleptik terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa.

Page 35: ANDRIANI 2010.pdf

1. Metode Analisa Pengamatan

a. Kadar air (AOAC, 2005)

Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang. Setelah itu

dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui

beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu

105oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator,

lalu ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat

konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan

rumus :

( ) ( )

b. Kadar Abu (AOAC, 2005)

Sebanyak 2 – 3 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke

dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas

nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian

dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu

maksimum 550oC selama 4 – 6 jam atau sampai terbentuk abu

berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator,

selanjutnya ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh

berat konstan. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan

menggunakan rumus :

( )

( )

Page 36: ANDRIANI 2010.pdf

c. Kadar Lemak (AOAC, 2005)

Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 1-2 g,

kemudian dibungkus dengan selongsong kertas saring yang

dilapisi dengan kapas dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi

(soxhlet), yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana).

Refluks dilakukan selama 6 jam (minimum) pada suhu 800C.

Setelah itu pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi.

Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi

dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga beratnya

konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

Kadar lemak (%b/b) =

d. Kadar Protein (AOAC, 2005)

Sebanyak 1,0±0,1 g K2SO4, 40 ml HgO dan dan 2±0,1 ml

H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam 0,5 – 1 g sampel. Sampel

dididihkan selama kurang lebih 2 jam sampai cairan menjadi

jernih kehijau-hijauan. Sampel dipindahkan ke dalam alat

destilasi dan labu kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata

selama beberapa kali. Sebanyak 8-10 ml larutan 60% NaOH-5%

Na2S2O3 ditambahkan ke dalam sampel. Erlenmeyer berisi 5 ml

larutan H3BO3 dan indikator BCG-MR (campuran bromcresol

green dan methyl red) diletakan di bawah ujung kondensor.

Sampel didestilasi hingga diperoleh 10-15 ml destilat. Destilat

Page 37: ANDRIANI 2010.pdf

sampel diencerkan hingga 50 ml. Larutan sampel dititrasi

dengan larutan HCl 0,02 N hingga berwarna merah muda.

Dilakukan penetapan blanko. Penetapan kadar N dan kadar

protein dilakukan dengan persamaan berikut:

Keterangan :

V1 = Volume titrasi bahan

N = Normalitas larutan HCl atau H2SO4 0,02 N

p = Faktor pengenceran 100/5

e. Uji daya pengembangan

Prosedur uji pengembangan cake dilakukan dengan cara

diukur menggunakan lidi dengan menusukkan pada bagian

tengah adonan kemudian diukur tinggi sebelum dan sesudah

pemanggangan dapat diketahui :

Keterangan = A = tinggi adonan sebelum pemanggangan

B = tinggi adonan setelah pemanggangan

f. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat

kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh

penelis (konsumen). Metode pengujian yang dilakukan adalah

Page 38: ANDRIANI 2010.pdf

metode hedonik (uji kesukaan) meliputi: warna, aroma, tekstur

dan rasa dari produk yang dihasilkan. Dalam metode hedonik ini

panelis penelis diminta memberikan penilaian

berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan

adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka),

1 (sangat tidak suka).

2. Pengolahan Data

Data merupakan rata-rata dari setiap parameter pengamatan

untuk sampel bolu kukus tepung pisang raja. Data yang diperoleh

disajikan secara deskriptif kuantitatif.

Page 39: ANDRIANI 2010.pdf

PEMBUATAN TEPUNG PISANG RAJA

Sortasi/Pembersihan

Pengukusan 10 menit

Pengupasan Kulit Pisang

Pengirisan 0,4 cm

Perendaman pada larutan NaCl (0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, 0,5%) 15 menit

Penirisan

Pengeringan Blower pada suhu 600C selama 7-8 jam

Penggilingan dengan Blender

Pengayakan 80 mesh

Uji OrganoLeptik (Warna, aroma tekstur)

Gambar 1. Digram alir pembuatan tepung pisang raja

Pisang Raja dengan tingkat kematangan mencapai ¾ penuh

Tepung Pisang Raja

Page 40: ANDRIANI 2010.pdf

PEMBUATAN BOLU KUKUS

Persiapan bahan Sesuai perlakuan

Pencampuran

Pengadukan

Mixer hingga kalis

Adonan

50% adonan putih 25% adonan putih + Coklat pasta

Dituang dalam loyan secara bergantian

Pengukusan

Gambar 2. Diagram alir pembuatan bolu kukus berbahan baku tepung pisang raja

Bolu kukus Pisang Raja Pengamatan

Analisa sensori - Warna, Aroma,

Rasa, Tekstur

- Daya kembang

Analisa kimia - Kadar air - Kadar abu - Kadar Protein

- Kadar Lemak

Tepung pisang & T. Terigu

A : 100% : 0%

B : 70% : 30%

Mentega 10% SP 2 %

Gula halus 32% Vanili 0,2% Telur 42%

Baking powder 0,5% Susu kental 9%

Page 41: ANDRIANI 2010.pdf

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui hasil

perendaman pisang raja pada larutan NaCl 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%

dan 0,5%. Hasil pada penelitian pendahuluan ini dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan warna, aroma, tekstur dengan perendaman NaCl

Pisang Raja.

Gambar 3 menunjukkan hasil terbaik pada perendaman NaCl

yaitu pada konsentrasi 0,3%. Hal ini disebabkan karena pada

konsentrasi tersebut tidak terjadi perubahan fisik yang signifikan

seperti terjadinya perubahan warna, aroma maupun tekstur. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hudaida (2004), bahwa baik perebusan

maupun perendaman dalam air garam pada dasarnya hanya untuk

3.42

3.08

4.25

3

3.5 3.25

3.5 3.58

3.17 3.25

3.92

3.25

4.08

3.17 3

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

A B C0.1

A B C0.2

A B C0.3

A B C0.4

A B C0.5

War

na,

Aro

ma,

Te

kstu

r (S

kor

1-5

)

konsentrasi NaCl (%)

Warna (A)

Aroma (B)

Tekstur(C)

Page 42: ANDRIANI 2010.pdf

menginaktifkan enzim untuk mencegah reaksi pencoklatan. Perlakuan

perendaman dalam larutan NaCl pada pengolahan tepung pisang akan

menghasilkan gas yang dapat mencegah reaksi pencoklatan

(browning) atau dapat menjadikan bahan mempunyai warna lebih

putih. dan menurut Winarno (2002), bahwa adanya senyawa fenol

memungkinkan terjadinya pencoklatan pada proses pembuatan pati

sehingga menyebabkan warna kecoklatan. Perendaman dalam larutan

garam mengakibatkan warna semakin mendekati putih disebabkan ion

Na dari garam berikatan dengan gugus OH fenol sehingga tidak

terbentuk kuinon yang berwarna coklat. Hasil dari penelitian

pendahuluan ini akan dilanjutkan pada penelitian utama dengan

mengaplikasikan tepung pisang menjadi bolu kukus.

B. Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi proses pembuatan bolu kukus dengan

menggunakan variasi perlakuan yang terbaik pada penelitian

pendahuluan dengan perendaman 0,5% asam sitrat dan 0,3% NaCl,

kemudian setiap perlakuan ditambahkan mentaga 10%, SP 2%, Gula

halus 32%, vanili 0,2%, telur 42%, baking powder 0,5%, susu 13%,

cokelat pasta 0,5% dan perbandingan penggunaan tepung pisang

dengan tepung terigu sehingga diperoleh bolu kukus.

dilanjutkan dengan analisa daya kembang, analisa kadar air, kadar

Page 43: ANDRIANI 2010.pdf

abu, kadar protein dan kadar lemak dan0 pengujian organoleptik bolu

kukus terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa dengan hasil sebagai

berikut:

1. Daya kembang

Daya pengembangan bolu kukus merupakan kemampuan

bolu kukus mengalami pertambahan ukuran setelah proses

pengukusan. Hasil pengukuran daya kembang terhadap bolu kukus

tepung pisang raja dengan berbagai perlakuan memberikan hasil

yang dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang Raja dan tepung

terigu Terhadap Daya Kembang Bolu Kukus yang dihasilkan.

Hasil pengukuran daya pengembangan pada bolu kukus

tepung pisang raja yang dihasilkan menunjukkan bahwa daya

pengembangan pada formulasi tepung pisang 70% dan tepung

terigu 30% yaitu 187% sedangkan daya pengembangan pada

125.5

187.5

0

50

100

150

200

100+0 70+30

Day

a k

em

ban

g (%

)

Penggunaan tepung pisang (%) + tepung terigu (%)

Page 44: ANDRIANI 2010.pdf

formulasi tepung pisang 100% yaitu 125%. Hal ini menunjukkan

bahwa persentase penggunaan tepung terigu berpengaruh

terhadap daya kembang bolu kukus. Hal ini disebabkan

karena tepung terigu mengandung senyawa gluten.

Menurut Anonim (2006), senyawa gluten tersusun atas dua fraksi

yaitu glutenin dan gladin yang masing-masing akan menentukan

elastisitas serta plastisitas adonan. Sifat elastis dan plastis pada

adonan tersebut diakibatkan terbentuknya kerangka-kerangka

seperti jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gladin. Selanjutnya

kerangka seperti jaring-jaring inilah yang berperan sebagai

perangkap udara sehingga adonan menjadi mengembang. Udara

yang tertangkap dalam kerangka jaring-jaring gluten sebenarnya

merupakan gas CO2. Gas tersebut dapat dihasilkan oleh yeast/

khamir ( yang biasa digunakan sebagai inang pada adonan donat,

roti tawar, dan lain-lain) ataupun akibat pada pengocokan telur

(pada adonan roti, cake, bolu,dan lain-lain). Udara yang

terperangkap tersebut dapat lolos kembali apabila kerangka gluten

yang terbentuk tidak kuat dan mengakibatkan bolu kukus menjadi

kempes kembali setelah dikeluarkan dari kukusan.

Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis

serta akan mengembang bila dicampur dengan air. Gluten akan

menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi

jaringan atau kerangka yang akan mempengaruhi baik tidaknya

Page 45: ANDRIANI 2010.pdf

produk. Baik tidaknya suatu produk akan ditentukan oleh baik

tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan oleh

kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya

kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan

ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007).

2. Kadar air

Kadar air merupakan parameter yang mempunyai peranan

yang besar terhadap stabilitas mutu suatu produk. Kadar air yang

melebihi standar akan menyebabkan produk tersebut rentan

ditumbuhi mikroba atau jasad renik lainnya sehingga

akan mempengaruhi kestabilannya. Selain itu kadar air juga sangat

berpengaruh terhadap tekstur serta citarasa produk. Oleh karena

itu pada penelitian ini perlu dilakukan analisa kadar air pada produk

terbaik berdasarkan uji organoleptik.

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam

bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu

karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air

dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada

bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan

kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang

tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk

berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan

pangan (Winarno, 1997).

Page 46: ANDRIANI 2010.pdf

Analisa kimia mengenai kadar air bertujuan untuk

mengetahui persentase kadar air yang terkandung pada bolu

kukus. Hasil analisa kadar air bolu kukus yang dihasilkan dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang raja Terhadap Kadar

Air bolu kukus yang Dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa bolu kukus

tepung pisang dari dengan formulasi tepung pisang

raja 100% mengandung kadar air yang lebih rendah

yaitu 27,95%. Sedangkan bolu kukus tepung pisang dengan

formulasi tepung pisang raja 70% dan 30% tepung terigu

mengandung kadar air sebesar 29,89% . Hal ini menunjukkan

bahwa jumlah tepung terigu yang ditambahkan berpengaruh

terhadap kadar airnya. Hal ini disebabkan karena tepung terigu

dapat menyerap air dengan kapasitas yang besar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Desrosier (2008), bahwa tepung gandum

27.95 29.89

1.0

2.0

4.0

8.0

16.0

32.0

100+0% 70+30%

kad

ar a

ir(%

)

Tepung Pisang Raja + Tepung Terigu

Page 47: ANDRIANI 2010.pdf

mengandung kurang lebih 0,5 sampai 0,8% pentose yang larut

dalam air. Zat ini memiliki sifat kelarutan dalam air sehingga

menghasilkan larutan yang sangat kental. Terjadinya pengentalan

disebabkan tepung mempunyai kemampuan menyerap air dan

pendapat Shahzadi et al (2005), menyatakan bahwa Peningkatan

kadar protein berpengaruh pada peningkatan daya serap air. Hal ini

disebabkan terjadinya peningkatan gugus pentose yang dapat

meningkatkan daya ikat terhadap air.

3. Kadar abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik

atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Nilai kadar

abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah

mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.

Bahan makanan sebagian besar, yaitu sekitar 96% terdiri

dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari mineral. Unsur

mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam

proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat

anorganiknya tidak.

Analisa kimia mengenai kadar abu bertujuan untuk

mengetahui persentase kadar abu (mineral) yang terkandung pada

bolu kukus. Hasil analisa kadar abu bolu kukus yang dihasilkan

dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 48: ANDRIANI 2010.pdf

Gambar 6. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang raja Terhadap Kadar

Abu bolu kukus yang Dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa bolu kukus

tepung pisang pada formulasi tepung pisang raja 100%

mengandung kadar abu 4,16%. Sedangkan bolu kukus pada

formulasi 70% tepung pisang raja dan 30% tepung terigu

mengandung kadar abu 4%. Hal ini menunjukkan bahwa

formulasi tepung pisang yang digunakan berpengaruh terhadap

kadar abu bolu kukus yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena

kadar abu tepung pisang lebih tinggi dibandingkan kadar abu

tepung terigu. Dimana kadar abu tepung pisang berkisar 3,2%,

sedangkan tepung terigu berkisar 1,3%. Hal ini sesuai dengan

pendapat Suyanti Sutuhu dan Ahmad Supriyadi (1999), bahwa

kadar abu tepung pisang berkisar 3,2% dan kadar abu tepung

terigu berkisar 1,3%.

4.15 4.00

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

100+0% 70+30%

kad

ar a

bu

(%)

Tepung Pisang Raja + Tepung Terigu

Page 49: ANDRIANI 2010.pdf

4. Kadar protein

Menurut Antarlina et al.(2004), kandungan protein dari

tepung pisang berkisar 3,36 – 4,12 %. Jika dibandingkan dengan

kadar protein tepung terigu berkisar 8-9%, maka kandungan tepung

pisang jauh lebih rendah. Dengan demikian semakin rendah pula

kandungan protein glutenin dan gliadin. Kadar protein yang rendah

menyebabkan pengembangan adonan bolu kukus rendah.

Analisa kimia mengenai kadar protein bertujuan untuk

mengetahui persentase kadar protein yang terkandung pada bolu

kukus. Hasil analisa kadar protein bolu kukus yang dihasilkan dapat

dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang raja Terhadap Kadar

Protein Bolu Kukus yang Dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa bolu kukus tepung

pisang pada formulasi 100% tepung pisang raja mengandung kadar

protein 3,91%. Sedangkan bolu kukus pada formulasi 70% tepung

3.91

5.48

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

100+0% 70+30%

kad

ar p

rote

in (

%)

Tepung Pisang Raja + Tepung Terigu

Page 50: ANDRIANI 2010.pdf

pisang raja dan 30% tepung terigu mengandung kadar protein 5,48%.

Hal ini menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu yang ditambahkan

berpengaruh terhadap kandungan protein bolu kukus yang dihasilkan.

Hal ini disebabkan karena pada tepung pisang kandungan proteinnya

lebih rendah dibandingkan kadar protein tepung terigu. Kadar protein

tepung pisang hanya 3,36% sampai 4,12 %. Sedangkan kadar protein

tepung terigu berkisar antara 8% sampai 9%. Hal ini sesuai dengan

pendapat Antarlina et al (2004), bahwa kadar protein tepung pisang

berkisar 3,36% sampai 4,12 %.

Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan ialah

ketepatan penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu

berprotein 12-14% ideal untuk pembuatan roti dan

mie, 10,5-11,5% untuk biskuit, pie, dan donat. Sedangkan untuk

gorengan, cake dan wafer gunakan yang berprotein 8-9%. Kandungan

protein dalam tepung memiliki peranan penting dalam dunia bakery.

Hal ini sesuai dengan pendapat Subarna, (2002) bahwa sifat dari

tepung harus mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk

mencapai konsistensi adonan yang tepat, dan memiliki elastisitas

yang baik untuk menghasilkan suatu produk dengan tekstur lembut

dan volume yang besar.

Page 51: ANDRIANI 2010.pdf

5. Kadar Lemak

Lemak merupakan polimer yang tersusun dari unsur-unsur

karbon, hydrogen, dan oksigen. Lemak mempunyai sifat tidak larut

dalam air. Struktur dasar lemak adalah triester dan gliserol yang

dinamakan trigliserida. Kadar lemak tepung sangat berhubungan erat

dengan ketahanan produk olahan yang berbahan dasar tepung

terhadap ketengikan karena oksidasi lemak. Kandungan lemak tepung

pisang berkisar antara 0,50%-0,85%. Kadar lemak tepung pisang lebih

rendah dibandingkan kadar tepung terigu yang berkisar 0,9%. Nilai

kadar lemak tersebut cukup rendah sehingga apabila terjadi kerusakan

lemak pada tepung pisang tidak terlalu menyebabkan terjadinya bau

tengik.

Analisa kimia mengenai kadar lemak bertujuan untuk

mengetahui persentase kadar lemak yang terkandung pada bolu

kukus. Hasil analisa kadar lemak bolu kukus yang dihasilkan dapat

dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 8) terlihat bahwa bolu

kukus tepung pisang pada formulasi 100% tepung pisang raja

mengandung kadar lemak 14,38%. Sedangkan bolu kukus pada

formulasi 70% tepung pisang raja mengandung kadar lemak 17,55% .

Hal ini menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu yang ditambahkan

berpengaruh terhadap kandungan Lemak bolu kukus yang dihasilkan.

Hal ini disebabkan karena pada tepung pisang kandungan lemaknya

Page 52: ANDRIANI 2010.pdf

lebih rendah dibandingkan kadar lemak tepung terigu. Kadar lemak

tepung pisang hanya 0.50%-0.85%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Luthfiyanti dan Kumalasari (2011), bahwa kadar lemak tepung pisang

adalah 0,50%-0,85% sedangkan kadar lemak tepung terigu menurut

DepKes RI (1996), berkisar 1,3%.

Gambar 8. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang raja Terhadap Kadar

Lemak Bolu Kukus yang Dihasilkan.

6. Uji Organoleptik

a. Warna

Warna merupakan salah satu aspek yang penting

terhadap kualitas suatu produk makanan. Kualitas warna

dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur dari suatu

makanan agar makanan tersebut dapat diterima di masyarakat.

Warna juga mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia

pada makanan. Menurut deMan (1997), warna penting bagi

14.38

17.55

1.0

3.0

5.0

7.0

9.0

11.0

13.0

15.0

17.0

19.0

100+0% 70+30%

kad

ar le

mak

(%

)

Tepung Pisang Raja + Tepung Terigu

Page 53: ANDRIANI 2010.pdf

banyak makanan, bersama bau rasa dan tekstur warna

memegang peranan penting dalam hal penerimaan suatu

makanan.

Menurut Soekarto (1990), warna merupakan salah satu

komponen yang dapat menentukan mutu dari suatu bahan

ataupun produk pangan. Warna dapat memberikan petunjuk

mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan

dan pengkaramelan. Warna merupakan salah satu tolak ukur

ada atau tidak terjadinya penyimpangan pada produk pangan.

Uji organoleptik terhadap warna bertujuan untuk

mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya

terhadap formulasi tepung pisang raja pada masing-masing

perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma bolu kukus

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang Raja dan Tepung

Terigu Terhadap Warna Bolu Kukus yang Dihasilkan.

3.8 3.5

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

100%+0% 70%+30%

War

na

(sko

r 1

-5)

Tepung Pisang Raja + Tepung terigu

Page 54: ANDRIANI 2010.pdf

Berdasarkan histogram hasil pengujian terhadap warna

bolu kukus tepung pisang raja diatas, dapat dilihat bahwa pada

formulasi 100% tepung pisang raja disukai oleh panelis yaitu

dengan skor 3,8. Sedangkan pada formulasi 70% tepung

pisang raja dan 30% tepung terigu agak disukai oleh panelis

yaitu dengan 3,5. Hal ini menunjukkan bahwa terlihat

perbedaan yang spesifik terhadap warna pada kedua perlakuan

tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan

coklat pasta yang dapat memberikan kombinasi warna yang

seragam dengan tepung pisang raja yang berwarna kecoklatan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Meilgaard et al. (2007), bahwa

Warna merupakan salah satu atribut penampilan suatu produk

yang seringkali menentukan tingkat penerimaan konsumen

terhadap produk tersebut secara lengkap.

b. Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor yang menentukan

kelezatan bahan makanan cita rasa dari bahan pangan

sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu bau, rasa dan

rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak

menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau

lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera

penciuman.

Page 55: ANDRIANI 2010.pdf

Menurut Kartika (1988), Pengujian terhadap aroma di

industri pangan merupakan hal yang dianggap penting karena

dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap

produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut oleh

konsumen. Selain itu juga aroma dipakai sebagai indikator

terjadinya kerusakan produk. Pada produk bolu kukus tepung

pisang raja ini, aroma yang dapat dirasakan oleh panelis ialah

aroma khas pisang. Hal ini sesuai dengan pendapat

Anonim (2012), bahwa ciri tepung pisang yang baik ialah

memiliki rasa dan aroma khas.

Uji organoleptik terhadap aroma bertujuan untuk

mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya

terhadap formulasi tepung pisang raja pada masing-masing

perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma bolu kukus

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang Raja Terhadap

Aroma bolu kukus yang Dihasilkan.

3.9

3.3

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

100%+0% 70%+30%

Aro

ma

(sko

r 1

-5)

Tepung Pisang Raja + Tepung terigu

Page 56: ANDRIANI 2010.pdf

Berdasarkan histogram hasil pengujian terhadap aroma

bolu kukus tepung pisang raja diatas, dapat dilihat bahwa

tingkat kesukaan panelis pada formulasi 70% tepung pisang raja

dan 30% tepung terigu lebih rendah yaitu dengan skor 3,3

(agak suka). Sedangkan pada formulasi 100% tepung pisang

raja disukai oleh panelis yaitu dengan skor 3,9. Hal ini

menunjukkan bahwa konsentrasi tepung pisang raja dan tepung

terigu mempengaruhi aroma dari bolu kukus yang dihasilkan.

Hal ini disebabkan karena tepung pisang raja memiliki aroma

khas pisang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2012),

bahwa ciri tepung pisang yang baik ialah memiliki rasa dan

aroma khas. Menurut Hulme (1981), Komponen penyusun

aroma pada buah pisang adalah iso–amil asetat, amil asetat,

amil propionat, amil butirat, heksil asetat, metil asetat, pentanol,

butil alkohol, amil alkohol, dan heksil alkohol.

c. Tekstur

Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk

yang dapat dirasakan melalui sentuhan kulit ataupun

pencicipan. Tekstur merupakan segi penting dari mutu

makanan, bahkan lebih penting dari bau dan rasa. Adapun

tekstur yang paling penting adalah pada makanan lunak dan

makanan renyah. Indera tubuh yang digunakan untuk menilai

tekstur yaitu indera peraba, pendengar, penglihat, dan pencicip.

Page 57: ANDRIANI 2010.pdf

Tekstur sering kali memberikan citra dan prestise terhadap

produk yang tentunya akan meningkatkan minat konsumen.

Tekstur produk pangan merupakan salah satu komponen

penting yang perlu dinilai dalam uji organoleptik bolu kukus

tepung pisang. Uji organoleptik terhadap tekstur bertujuan untuk

mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya

terhadap bolu kukus yang dihasilkan pada masing-masing

perlakuan. Hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur bolu

kukus tepung pisang raja dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang Raja dan Terigu

Tepung Terhadap Tekstur bolu kukus yang Dihasilkan.

Berdasarkan histogram hasil pengujian tekstur terhadap

bolu kukus tepung pisang raja diatas, dapat dilihat bahwa

tingkat kesukaan panelis pada formulasi 100% tepung pisang

yaitu 3,3 (agak suka). Sedangkan pada formulasi 70% tepung

pisang raja dan 30% tepung terigu disukai oleh panelis yaitu

3.3

4.3

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

100%+0% 70%+30%

Teks

tur

(sko

r 1

-5)

Tepung Pisang Raja + Tepung terigu

Page 58: ANDRIANI 2010.pdf

dengan skor 4,3 (suka). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi

tepung terigu berpengaruh terhadap nilai tekstur bolu kukus

tepung pisang raja yaitu semakin lembut dan empuk. Hal ini

disebabkan karena adanya kandungan gluten atau glidin pada

tepung terigu. Dimana tepung terigu mampu menyerap air dan

dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat untuk

menghasilkan bolu kukus dengan tekstur yang lembut. Menurut

Anonim (2012a), Tepung pisang digunakan untuk membuat

cookies atau biskuit, brownies, pancake, waffle, campuran es

krim, dan campuran makanan bayi. Dengan karakteristik bolu

yang dihasilkan lebih lembut dan teksturnya lebih berat.

d. Rasa

Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang

dapat diterima oleh indera pencicip atau lidah. Rasa adalah

faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Jika

komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak

menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima

produk pangan tersebut.

Menurut deMan (1997), rasa umum disepakati bahwa

hanya ada empat rasa dasar yaitu manis, pahit, masam dan

asin. Kepekaan terhadap rasa terdapat pada kuncup rasa pada

lidah. Hubungan antara struktur kimia suatu senyawa lebih

mudah ditentukan dengan rasanya. Pada produk bolu kukus

Page 59: ANDRIANI 2010.pdf

tepung pisang raja ini, rasa yang dapat dirasakan oleh panelis

ialah rasa manis. Rasa manis yang dirasakan oleh panelis

disebabkan karena adanya penambahan gula serta dari rasa

manis khas pisang raja tersebut. Menurut Paul dan Palmer

(1981), Rasa manis dari pisang raja tersebut, ditentukan oleh

adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih

sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa.

Uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk

mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya

terhadap bolu kukus yang dihasilkan pada masing-masing

perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap rasa bolu kukus yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan Penggunaan Tepung Pisang raja Terhadap

Rasa bolu kukus yang Dihasilkan.

3.5

4.2

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

100%+0% 70%+30%

Ras

a (s

kor

1-5

)

Tepung Pisang Raja + Tepung terigu

Page 60: ANDRIANI 2010.pdf

Berdasarkan histogram hasil pengujian terhadap rasa bolu

kukus tepung pisang raja diatas, dapat dilihat bahwa pada

formulasi 100% tepung pisang raja agak disukai oleh panelis

yaitu dengan skor 3,5. Sedangkan pada formulasi tepung

pisang raja 70% dan tepung terigu 30% disukai oleh panelis

dengan skor 4,2. Hal ini dipengaruhi oleh bahan dasar

penambahan tepung pisang raja yang mempengaruhi rasa

bolu kukus yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Murtiningsih dan Imam Muhajir (1990), bahwa Tepung pisang

mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan

pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan

tepung (tepung beras, tepung terigu) di dalamnya.

Page 61: ANDRIANI 2010.pdf

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Uji daya terima produk tepung pisang raja yang paling disukai

berdasarkan pengujian warna, aroma dan tekstur ialah tepung

pisang raja pada perendaman NaCl dengan konsentrasi 0,3%.

2. Bolu kukus terbaik adalah pada formulasi 70% tepung pisang

raja dan 30% tepung terigu dengan daya kembang 187,5% dan

kandung kadar air sebesar 29,89%, kadar abu 4%, kadar

protein 5,48% dan kadar lemak 17,55%.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan pengolahan dari tepung yang

mengandung gluten kemudian diaplikasikan pada produk seperti

biscuit, cookies dan brownies sebagai pensubtitusi tepung terigu

untuk membandingkan daya terima dan pengaruh terhadap produk

yang dihasilkan.

Page 62: ANDRIANI 2010.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Lebih Akrab Dengan Kue Basah. www.ebookpangan.com. Akses Tanggal 5 Maret 2012, Makassar.

.______, 2010a. Pembuatan Tepung Pisang. http://blogs.unpad.ac.id /selfiertanti/. Akses Tanggal 5 Maret 2012, Makassar.

______, 2011. Manfaat dan Kandungan Pisang. http://www.arrofi.com/ kesehatan/manfaat-dan-kandungan-gizi-pisang. Tanggal 5 Maret 2012, Makassar.

______, 2012. Tips Praktis Membuat Tepung Pisang. http://desailmu.blogspot. com/2012/01/tips-praktis-bikin-tepung-pisang.html. Akses Tanggal 7 Maret 2012, Makassar.

______, 2012a. Macam-macam Tepung Nonterigu. http://femina.co.id /article/mobArticleDetail.aspx?mc=004&smc=002&ar=95. Akses Tanggal 15 oktober 2012, Makassar.

Antarlina, S.S., Y. Rina, S. Umar dan Rukayah. 2004. Pengolahan Buah Pisang Dalam Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Kalimantan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. Puslitbang Sosek Pertanian : 724-746.

AOAC Association of Official Analytical Chemist, 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Apriyanto, A., 2006. Bahan Pembuat Bakery dan Kue. http://dunia.pelajar-islam.or.id. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar.

Buckle et al., 2007. Food Science. Penerjemah: Purnomo&Adiono. Jakarta: UI Press.

deMan, M.J. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah K. Padmawinata. ITB-Press. Bandung.

Depkes RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI.

Desrosier, N.W., 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ketiga. Penerjemah, M. Miljohardjo. UI-Press, Jakarta.

Crowther, P.C., 1979. The Processing of Banana Products for Food Use. Tropical Product Institute, London.

Page 63: ANDRIANI 2010.pdf

Hardiman. 1982. Tepung Pisang. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Hudaida Syahrumsyah, 2004. Pengaruh blanching dan lamanya perendaman irisan buah pisang dalam larutan Metabisulphite terhadap mutu tepung pisang (Musa paradisiaca L.). Buletin Bimada 12(17): 7-11.

Hulme, A.C., 1981. The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2, Academic Press London and New York.

Kartika, B. Hastuti, Supartono, W., 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Kumalasari, R., Luthfiyanti, R. 2011. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat Dan Waktu Sulfitasi Terhadap Mutu Tepung Pisang Matang (Ripe Banana Powder) Varitas Nangka. Prosiding Satek II Universitas Lampung, Lampung.

Makfoeld, D., 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Penerbit Agritech, Yogyakarta

Marliyati, S. A, Ahmad Sulaeman dan Faizal Anwar, 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. PAU Pangan dan Gizi, IPB: Bogor.

Meilgaard, MC, GV Civille dan BT Carr, 2007. Sensory Evaluation Techniques, 4th edition. CRC Press, Boca Raton, FL, USA.

Murtiningsih dan Imam Muhajir, 1990. Pengaruh Cara PengeringanTerhadap Mutu Tepung Beberapa Varietas Pisang .Penelitian Hortikultura, No. 1, Vol. 5, Tahun 1990, Hal. 92-97.

Riana. 2000. Nutrisi Pisang. http://www.asiamaya.com/nutrients/pisang raja. Akses Tanggal 7 Maret 2012, Makassar.

Rohimah, E, 2008. Bolu Kukus. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/ JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/196005041986012-ADE_JUWAEDAH/Bolu_kkus.pdf. Akses Tanggal 31 oktober 2012, Makassar.

Santoso, B., 1995. Tepung. Bina Karya, Jakarta.

Satuhu, S. Dan A Supriyadi. 1999. Pisang : Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar, 10ed. Penebar Swadaya, Jakarta.

Shahzadi, Naureen, Masood sadiq Butt, Saleem Ur Rehman dan kamran Sharif, 2005. Rheological and Baking Performance of Composite Flours. Int. J. Agri. Biol., Vol 7 No 1, 2005.

Soekarto, 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. Penerbit IPB Press. Bogor.

Page 64: ANDRIANI 2010.pdf

Subarna, 2002. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-prinsip Teknologi Pangan Bagi Food Inspector. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Sudaryani, 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Taufik, 2009. Kajian Tentang pH Daya Ikat Air, keempukan dan kadar protein Daging Sapi Dengan beberapa Waktu Pelayuan dan Metode Pembekuan. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

Tjitrosoepomo, 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah mada university Press.

Palmer, J.K.,1981. The Banana. Dalam: Hulme, A.C. (Ed). The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2. Academic Press London and New York.

Paul, P.C. and H. P. Halen., 1981. Fruit Theory and Application. John Willey and Sons Inc. Co., New York.

Veronita, 2012. Bolu Chiffon Rainbow (Bolu batik). http://veronita-kwu2.blogspot.com. Akses Tanggal 31 oktober 2012, Makassar.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, FG., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Utama, Jakarta.

Zuhairini E. 1997. Budidaya Pisang Raja. Jakarta: Trubus Agrisarana.

Page 65: ANDRIANI 2010.pdf

LAMPIRAN

Gambar 13. Pisang Raja (Musa Paradisiaca L)

Gambar 14. Tepung Pisang Raja

Page 66: ANDRIANI 2010.pdf

Gambar 15. Proses pencampuran bahan

Gambar 16. Proses pencampuran bahan

Page 67: ANDRIANI 2010.pdf

Lampiran 1. Tabel hasil analisa Daya kembang Bolu kukus pisang raja

Formulasi tepung pisang raja dan tepung terigu

100%:0 70:30%

Ulangan 1 169.2% 81,8%

Ulangan 2 250% 125%

Rata-rata 125,5% 187,5%

Lampiran 2. Tabel hasil Analisis kadar Air pada Bolu kukus pisang raja

100% tepung pisang raja 70% Tepung pisang raja dan 30% tepung terigu

Ulangan 1 28, 48 29,79

Ulangan 2 27, 42 29,98

Rata-rata 27, 95 29,89

Lampiran 3. Tabel hasil Analisis kadar Abu pada Bolu kukus pisang raja

100% tepung pisang raja 70% Tepung pisang raja dan 30% tepung terigu

Ulangan 1 3, 96 4,06

Ulangan 2 4, 35 3,94

Rata-rata 4, 16 4,00

Lampiran 4. Tabel hasil Analisa kadar Protein pada Bolu kukus pisang raja

100% tepung pisang raja 70% Tepung pisang raja dan 30% tepung terigu

Ulangan 1 3, 84 5,57

Ulangan 2 3, 96 5,39

Rata-rata 3, 91 5,48

Lampiran 5. Tabel hasil Analisa kadar Lemak pada Bolu kukus pisang raja

100% tepung pisang raja 70% Tepung pisang raja dan 30% tepung terigu

Ulangan 1 14, 34 17,61

Ulangan 2 14, 41 17,50

Rata-rata 14, 38 17,55

Lampiran 6. Tabel hasil uji Organoleptik terhadap warna Bolu kukus pisang raja

Formulasi tepung pisang raja dan tepung terigu

100%:0 70:30%

Ulangan 1 3, 8 3, 5

Ulangan 2 3, 8 3, 5

Rata-rata 3, 8 3, 8

Page 68: ANDRIANI 2010.pdf

Lampiran 7. Tabel hasil uji Organoleptik terhadap Aroma Bolu kukus pisang raja

Formulasi tepung pisang raja dan tepung terigu

100%:0 70:30%

Ulangan 1 3, 8 3, 5

Ulangan 2 3, 9 3, 1

Rata-rata 3, 9 3, 3

Lampiran 8. Tabel hasil uji Organoleptik terhadap Tekstur Bolu kukus pisang raja

Formulasi tepung pisang raja dan tepung terigu

100%:0 70:30%

Ulangan 1 3, 4 4, 3

Ulangan 2 3, 3 4, 2

Rata-rata 3, 3 4, 2

Lampiran 9. Tabel hasil uji Organoleptik terhadap Rasa Bolu kukus pisang raja

Formulasi tepung pisang raja dan tepung terigu

100%:0 70:30%

Ulangan 1 3, 5 4, 3

Ulangan 2 3, 6 4, 1

Rata-rata 3, 5 4, 2