ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

21
ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN Celosia cristata, Catharanthus roseus, DAN Gomphrena globosa PADA LINGKUNGAN UDARA TERCEMAR ASTRI NUR ANDINI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

Page 1: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN Celosia

cristata, Catharanthus roseus, DAN Gomphrena globosa PADA

LINGKUNGAN UDARA TERCEMAR

ASTRI NUR ANDINI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

ABSTRAK

ASTRI NUR ANDINI. Anatomi jaringan daun dan pertumbuhan tanaman Celosia cristata,

Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa pada lingkungan udara tercemar. Dibimbing oleh

SULISTIJORINI dan DORLY.

Lingkungan yang udaranya tercemar ditandai dengan adanya gas berupa CO, NOx, SOx,

O3, HC, Pb, dan partikel berupa debu (TSP). Untuk mengetahui seberapa jauh pencemaran itu

maka digunakan tanaman Celosia cristata, Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui anatomi jaringan daun dan pertumbuhan tanaman

Celosia cristata, Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa pada lingkungan udara tercemar.

Tanaman-tanaman tersebut ditempatkan di unit kebun Babakan blok E University Farm, Babakan

Sawah Baru Dramaga – Bogor yang dekat dengan jalan raya dan rumah plastik Departemen

Biologi, FMIPA IPB yang jauh dari jalan raya. Pengamatan pertambahan tinggi relatif dan jumlah

daun relatif diukur setiap 5 hari, luas daun relatif setiap 10 hari, dan bobot tanaman ditimbang

setelah 3 bulan pengamatan. Pengamatan anatomi meliputi sayatan paradermal dengan metode

whole mount dan sayatan transversal dengan metode parafin. Parameter anatomi meliputi indeks

dan kerapatan stomata, trikoma kelenjar dan non-kelenjar, tebal kutikula, tebal daun, tebal

epidermis, tebal palisade, dan tebal bunga karang. Setiap parameter yang diamati memiliki nilai

terbesar di lokasi dekat dengan jalan raya dibandingkan di rumah plastik yang jauh dari jalan raya.

Pada Celosia cristata terjadi modifikasi anatomi berupa peningkatan indeks dan kerapatan stomata

(adaksial dan abaksial) diikuti dengan pertambahan luas daun. Catharanthus roseus memiliki

modifikasi anatomi berupa peningkatan tebal daun diikuti dengan peningkatan bobot basah dan

bobot kering akar. Pengaruh pencemaran udara menyebabkan jenis Gomphrena globosa memiliki

modifikasi anatomi berupa peningkatan indeks dan kerapatan stomata, trikoma kelenjar sisi

adaksial tanpa diikuti perbedaan pertumbuhan relatif tanaman.

Kata kunci : Lingkungan udara tercemar, Celosia cristata, Catharanthus roseus, Gomphrena

globosa, pertumbuhan relatif, anatomi jaringan daun

ABSTRACT

ASTRI NUR ANDINI. Leaf tissue anatomy and plant development of Celosia cristata,

Catharanthus roseus, and Gomphrena globosa at air pollution environment. Under the guidance of

SULISTIJORINI and DORLY.

The presence of CO, NOx, SOx, O3, HC, Pb, and TSP (dust) at environment indicated air

pollution. The plant of Celosia cristata, Catharanthus roseus, and Gomphrena globosa could be

used to detect how bad the air pollution in the environment. The objective of this research were to

analyze the anatomy of leaf tissue and plant development of Celosia cristata, Catharanthus

roseus, and Gomphrena globosa due to air pollution. The plants were grown in the Block E

Babakan garden unit of University Farm, Babakan Sawah Baru Dramaga – Bogor which closed to

roadside and greenhouse Department of Biology FMIPA IPB which far away from roadside. The

increasing plant height and leaf number were observed every 5 days, however, leaf size was every

10 days. Fresh and dry plant weighted after the end of 3 months. The stomatal index and density,

glandular and non-glandular trichome, cuticular, leaf, epidermal, palisade parenchyma, spongy

parenchyma of thickness were observed on paradermal section using whole mount, and transversal

section using paraffin methods. Plant parameters showed higher value at location closed to

roadside than in the greenhouse. Celosia cristata had anatomical modification: stomatal index and

density increased (adaxial and abaxial) and showed bigger the leaf size. Catharanthus roseus

leaves thicker due to anatomical changed (transversal section), fresh and dry plant roots weight

increased. While the effect of air pollution on Gomphrena globosa showed higher stomatal index

and density, glandular trichome at adaxial side, but no differences for their relative growth.

Key words : Air pollution environment, Celosia cristata, Catharanthus roseus, Gomphrena

globosa, relative growth, leaf tissue anatomy

Page 3: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN Celosia

cristata, Catharanthus roseus, DAN Gomphrena globosa PADA

LINGKUNGAN UDARA TERCEMAR

ASTRI NUR ANDINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 4: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Anatomi Jaringan Daun dan Pertumbuhan Tanaman Celosia cristata,

Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa Pada Lingkungan

Udara Tercemar

Nama : Astri Nur Andini

NIM : G34061817

Disetujui

Tanggal lulus:

Pembimbing I

Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si

Diketahui

Ketua Departemen

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si

Pembimbing II

Dr. Ir. Dorly, M.Si

NIP 19630920 198903 2 001

NIP 19640416 199103 2 002

NIP 19641002 198903 1 002

Page 5: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kemudahan yang

diberikan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 hingga Desember 2010 adalah Anatomi Jaringan Daun dan

Pertumbuhan Tanaman Celosia cristata, Catharanthus roseus, dan Gomphrena globosa Pada

Lingkungan Udara Tercemar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si, Dr. Ir. Dorly, M.Si selaku

pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Alex Hartana selaku penguji atas bimbingan dan pengarahan yang

telah diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Bapak dan Ibuku

tersayang atas segala pengorbanan dan perjuangan dalam mendidik anak bungsumu ini, Mamas

Fajar Miyarhadi, Mba Laila Susanti, Efania, Mumtaz, Efelina, dan Arkan atas keceriaan, dan

pelengkap keharmonisan keluarga. Terima kasih kepada Briptu Irfan (Mas Iif), Ningsih, my

roommate “Cicit (Cita)”, Tyas, Lia, Sars, Iqbal, Mba Ira, Kak Goto, Kak Budi, Pak Nunu, Pak

Naryo, Uncle Jo, Mba Tini, Mba Ani, teman-teman di Laboratorium Anatomi Tumbuhan atas

bantuan dan dukungan yang selalu ada, dan teman-teman Aisyah Family atas suasana keakraban

yang diciptakan. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Biologi

Angkatan 43. Karya ilmiah ini juga turut dipersembahkan kepada seseorang yang telah disiapkan

oleh-Nya untuk menjadi penyempurna setengah Dien-Ku, serta teruntuk manusia-manusia baru

yang akan dititipkan oleh-Nya sebagai amanah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, April 2011

Astri Nur Andini

Page 6: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 29 Mei 1988 dari Bapak H. Marsidi dan Ibu Hj.

Sumiyarsih. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus

seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terpilih masuk Program

Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Perkembangan

Hewan pada tahun ajaran 2008/2009, mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2010/2011, dan

mata kuliah Mikroteknik pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis aktif sebagai Bendahara Umum

Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (Ikahimbi) wilayah kerja Jawa I, Jabodetabekten,

Bandung Raya, dan Priangan Timur pada tahun 2007/2009, staf Biosains Himpunan Mahasiswa

Biologi (Himabio) pada tahun 2008/2009, staf pengajar B’Expert mata kuliah Biologi Dasar TPB

pada tahun 2008/2009, dan peserta lomba PKMP yang didanai oleh DIKTI dengan judul

“Pemanfaatan Cendawan Endofit Dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Penghasil

Senyawa Bioaktif Untuk Diare” pada tahun 2009. Penulis juga aktif sebagai panitia berbagai acara,

diantaranya sebagai staf Humas pada acara Public Speaking “Speak Up Your Mind” tahun 2008,

staf Acara Crew pada acara G-Force 44 “Reborn and Reinspiring the New Colorfull Generation of

FMIPA” tahun 2008, staf Dekorasi pada acara Pesta Sains Nasional tahun 2008, dan staf Acara

pada kegiatan Revolusi Sains “Kontribusi Anak Negeri Demi Kemandirian dan Kebangkitan

Bangsa” tahun 2008.

Penulis melaksanakan kegiatan studi lapang di Sukabumi, dengan judul “Kapang

Selulolitik Asal Serasah Lantai Hutan, Taman Wisata Alam Situgunung, Sukabumi” pada tahun

2008. Penulis juga melaksanakan kegiatan praktik lapang di Badan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Pemerintah Kota Bekasi, dengan judul “ Pengawasan Kandungan Limbah Cair dan Sungai

Kota di Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Laboratorium Badan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Pemerintah Kota Bekasi” pada tahun 2009.

Page 7: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................................viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang .................................................................................................................. 1

Tujuan ............................................................................................................................... 1

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat ............................................................................................................ 1

Alat dan Bahan .................................................................................................................. 1

Metode

Analisis Kualitas Udara, Tanah, dan Kompos ........................................................ 1

Persiapan Media Tanam, Pembibitan, dan Pemeliharaan ....................................... 2

Pengamatan Pertumbuhan ...................................................................................... 2

Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal ............................................................... 2

Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal ............................................................. 2

Pembuatan Preparat Sayatan Transversal ............................................................... 2

Pengamatan Preparat Sayatan Transversal ............................................................. 3

Analisis Data .......................................................................................................... 3

HASIL

Analisis Udara, Tanah, dan Kompos .................................................................................. 3

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman .................................................................................. 3

Pengamatan Sayatan Paradermal ........................................................................................ 4

Pengamatan Sayatan Transversal ....................................................................................... 6

PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 7

SIMPULAN ................................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 9

LAMPIRAN ................................................................................................................................10

Page 8: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kualitas udara di lokasi 1 dan 2, 29 Desember 2009 pukul 10.00 WIB ................................ 3

2 Respon pertumbuhan relatif tanaman .................................................................................... 4

3 Bobot basah (akar, daun, dan tajuk), bobot kering (akar, daun, dan tajuk), dan rasio bobot

kering tajuk dan akar ............................................................................................................. 4

4 Kerapatan dan indeks stomata (adaksial dan abaksial), kerapatan trikoma kelenjar

(adaksial dan abaksial), dan kerapatan trikoma non-kelenjar (adaksial dan abaksial) .......... 5

5 Tebal kutikula (adaksial dan abaksial), tebal epidermis (adaksial dan abaksial), tebal daun,

tebal palisade, dan tebal bunga karang ................................................................................. 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Sayatan paradermal epidermis adaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B) C. cristata,

(C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa ........................................................................................ 5

2 Sayatan paradermal epidermis abaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B) C. cristata,

(C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa ......................................................................................... 6

3 Hasil sayatan paradermal: (a) trikoma kelenjar pada C. cristata, (b) trikoma non-kelenjar

pada C. roseus, (c-e) trikoma non-kelenjar dan trikoma kelenjar G. globosa ....................... 6

4 Sayatan transversal daun: C. cristata di lokasi 1 (A) dan lokasi 2 (B), C. roseus di lokasi 1

(C) dan lokasi 2 (D), dan G. globosa di lokasi 1 (E) dan lokasi 2 (F); (a) palisade,

(b) bunga karang ................................................................................................................... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi seri larutan Johansen ...........................................................................................11

2 Komposisi larutan Gifford .....................................................................................................11

3 Hasil analisis tanah ................................................................................................................11

4 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah ...............................................................................11

5 Hasil analisis kompos ............................................................................................................12

6 Harkat mutu kompos .............................................................................................................12

7 Ketiga jenis tanaman di dua lokasi berbeda ..........................................................................13

Page 9: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran udara secara umum

didefinisikan sebagai substansi gas yang

memiliki efek negatif pada tanaman, hewan

termasuk manusia, atau material-material

lainnya (Treshow 1984). Bahan pencemar

udara terdiri dari CO, NOx, SOx, TSP (debu),

O3, HC, dan Pb (Krupa 1997). Bahan-bahan

pencemar tersebut dapat merusak tanaman.

Kerusakan tersebut terlihat dari terbentuknya

bercak putih pada daun dan buah, klorosis dan

nekrosis yang pada akhirnya dapat

menimbulkan kematian pada tanaman

(Treshow & Anderson 1991).

Bagian tanaman yang menjadi target

penyerapan polutan adalah stomata (Duldulao

& Gomez 2008) yang secara langsung dapat

berinteraksi dengan jaringan mesofil (Gostin

2009). Berbagai respon tanaman terhadap

polutan telah banyak diketahui. Peningkatan

jumlah epidermis dan stomata serta

peningkatan indeks stomata merupakan salah

satu respon tanaman terhadap polusi udara.

Peningkatan jumlah stomata ditandai dengan

penurunan ukuran stomata seperti yang

terlihat pada Fraxinus pensylvanica

(Radoukova 2009), Phaseolus mungo, dan

Lens culinaris yang memberikan respon

berupa peningkatan jumlah stomata dan

trikoma (Azmat et al. 2009). Jaringan daun

yang mengalami nekrosis di lokasi terpolusi

dapat mempengaruhi bagian jaringan daun

lainnya seperti yang dialami oleh Genipa

americana (Sant’Anna-Santos 2006). Hal

yang sama juga dialami pada Ficus

bengalensis, Guaiacum officinale, Eucalyptus

sp. (Jahan & Iqbal 1992), Trifolium

montanum, dan Trifolium pretense (Gostin

2009) yang menunjukkan pengurangan tebal

kutikula, epidermis, palisade, dan bunga

karang di lokasi terpolusi.

Tanaman yang digunakan dalam penelitian

ini termasuk tanaman liar. Jengger ayam yang

dikenal dengan nama ilmiah Celosia cristata

termasuk ke dalam famili Amaranthaceae dan

tanaman anual dengan tinggi 0,5-1,0m. Dalam

satu rumpun terdapat beberapa batang utama

yang menghasilkan bunga, daun berbentuk

hati memanjang dan bagian tepinya bergerigi

(Mursito & Prihmantoro 2002). Catharanthus

roseus (tapak dara) termasuk ke dalam famili

Apocynaceae (Jaleel et al. 2008). Tanaman ini

tumbuh secara liar dan sangat mudah ditanam,

tumbuh tegak dan bercabang banyak,

termasuk tanaman perenial dengan permukaan

daun yang halus, memiliki jenis bunga

berwarna putih dan merah muda keunguan

serta mekar disetiap musim (Daniel 2006).

Gomphrena globosa (bunga kenop) termasuk

ke dalam famili Amaranthaceae, termasuk

tanaman herba yang anual asli dari India

dengan tinggi mencapai 0,1-0,7 m. Selain itu

daun tanaman ini cukup tebal dengan

permukaan yang kasar (Fank de Carvalho et

al. 2010).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

anatomi jaringan daun dan pertumbuhan

tanaman Celosia cristata, Catharanthus

roseus, dan Gomphrena globosa pada

lingkungan udara tercemar.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian lapangan dilaksanakan mulai

bulan Januari-Juli 2010 di Unit kebun

Babakan blok E University Farm sebagai

lokasi 1 dan rumah plastik Departemen

Biologi sebagai lokasi 2. Pengamatan anatomi

dilaksanakan mulai bulan Agustus-Desember

2010 di Laboratorium Anatomi dan Morfologi

Tumbuhan, bagian Ekologi dan Sumberdaya

Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah saringan tanah 0,5 cm x 0,5 cm,

timbangan (AND GF-6000 dan

AINSWORTH CL-104), oven (ABC Labo

Corporation KP-30AT dan Memmert), silet,

mikrotom Yamato RV-240, mikroskop

Olympus CH12, dan kamera mikroskop

Olympus. Bahan yang digunakan adalah benih

tanaman Celosia cristata, Catharanthus

roseus, dan Gomphrena globosa didapatkan

dari SEAMEO BIOTROP. Pupuk yang

digunakan bernama Bioplus organik. Tanah

yang digunakan berasal dari daerah Babakan

Sawah Baru Dramaga Bogor.

Metode

Analisis Kualitas Udara, Tanah, dan

Kompos

Analisis kualitas udara dilakukan di depan

kantor Bulog, jalan raya Dramaga - Bogor

sebagai lokasi 1 dan sekitar kampus IPB di

rumah plastik Departemen Biologi sebagai

lokasi 2. Parameter yang diukur meliputi SO2,

NO2, CO, Pb, Ozon (O3), TSP (debu), suhu,

kelembaban, dan kecepatan angin. Analisis

tanah dan kompos dilakukan di Departemen

Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas

Page 10: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

2

Pertanian, IPB. Parameter tanah yang

dianalisis meliputi kandungan N, P, K, KTK,

rasio C/N, pH, dan tekstur, sedangkan kompos

meliputi C, N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, dan

Mn.

Persiapan Media Tanam, Pembibitan, dan

Pemeliharaan

Tanah yang digunakan dijemur di lokasi 2

kemudian diayak dengan saringan berukuran

0,5 cm. Benih tanaman ditempatkan pada tray

menggunakan perbandingan tanah : kompos

sebesar 3 : 1. Bibit yang telah berumur 8-25

hari atau tinggi tanaman mencapai 10 cm

dipindahkan ke polybag ukuran 10 cm x 15

cm untuk adaptasi (±1 minggu). Tanaman

dipindahkan ke polybag ukuran 2 kg yang

berisi tanah dan kompos dengan perbandingan

3 : 1, kemudian dipindahkan ke lokasi 1 dan

lokasi 2. Ketiga jenis tanaman masing-masing

dengan 10 polybag yang ditempatkan di lokasi

1 dan 2, sehingga jumlah unit percobaan

sebanyak 60 polybag. Pemeliharaan dilakukan

dengan penyiraman setiap hari, selain itu

sampel dirawat agar tidak rusak serta dijaga

kelembabannya.

Pengamatan Pertumbuhan

Pengamatan dilakukan selama 3 bulan.

Parameter yang diamati meliputi tinggi

tanaman, jumlah daun, umur daun, dan luas

daun. Pengamatan terhadap peubah tersebut

dilakukan secara visual. Pengamatan tinggi

tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap 5

hari, sedangkan luas daun diukur setiap 10

hari. Umur fisiologi daun diamati mulai daun

muncul hingga gugur. Pasca penanaman

selama 3 bulan, seluruh tanaman dipanen dan

ditimbang bobot basah serta bobot keringnya.

Penimbangan bobot basah tanaman dilakukan

setelah panen. Kemudian tanaman tersebut

dioven dengan suhu 80 ºC selama 3 hari

kemudian ditimbang untuk mendapatkan

bobot kering tanaman.

Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal

Pembuatan preparat sayatan paradermal

menggunakan metode whole mount (Sass

1951). Sebelum dilakukan metode tersebut,

terlebih dahulu daun yang telah berumur 35

hari dipanen dan segera difiksasi dengan

alkohol 70%. Setelah difiksasi daun dibilas

akuades, direndam dengan larutan Asam

Nitrat konsentrasi 25-50% selama 5 hingga 20

menit. Kemudian daun dibilas dengan

akuades, dilanjutkan dengan pengerikan

bagian adaksial dan abaksial daun

menggunakan silet. Hasil sayatan direndam

dengan byclean agar jernih, dibilas dengan

akuades kembali, digunakan pewarna safranin

1%, kemudian sampel diletakkan di gelas

objek yang telah berisi gliserin 30% dan

ditutup dengan gelas penutup.

Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal

Parameter yang diamati meliputi jumlah

stomata, epidermis, trikoma kelenjar, dan

trikoma non-kelenjar. Pengamatan dilakukan

menggunakan mikroskop dengan perbesaran

40 x 10 untuk jumlah stomata dan epidermis.

Sedangkan pengamatan untuk trikoma

kelenjar dan trikoma non-kelenjar digunakan

perbesaran 10 x 10. Setiap parameter diamati

dengan lima bidang pandang yang berbeda

dengan tiga ulangan. Jumlah sel stomata dan

epidermis digunakan untuk mendapatkan

indeks stomata (Willmer 1983). Sedangkan

kerapatan stomata dan trikoma didapatkan

dengan perbandingan jumlah stomata atau

trikoma dengan luas bidang pandang.

Penentuan indeks dan kerapatan stomata

dengan rumus sebagai berikut:

∑ stomata

IS = x 100

∑ stomata + ∑ epidermis

∑ stomata

KS =

satuan luas bidang pandang

Keterangan:

IS = indeks stomata

KS = kerapatan stomata

Rumus pada kerapatan stomata digunakan

juga untuk menentukan kerapatan trikoma.

Pembuatan Preparat Sayatan Transversal

Pembuatan preparat sayatan transversal

menggunakan metode parafin (Johansen

1940). Daun yang telah berumur 35 hari

difiksasi sementara dalam alkohol 70% dibuat

ukuran daun menjadi 0,6 cm x 0,4 cm.

Kemudian daun dengan ukuran tersebut

difiksasi dengan larutan FAA (formaldehid:

asam asetat glasial: alkohol 70% = 5:5:90)

selama 3 hari, kemudian dibilas dengan

alkohol 70% dan 50%, selanjutnya dilakukan

penjernihan dengan larutan seri Johansen I-

VII (Lampiran 1), kemudian infiltrasi yang

dilakukan di dalam oven, dilanjutkan ke tahap

penanaman sampel dalam parafin, sampel

yang telah berbentuk blok tersebut dilunakkan

dengan larutan Gifford ±1-4 minggu

(Lampiran 2), sampel yang telah lunak

Page 11: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

3

kemudian dipotong dengan mikrotom Yamato

RV-240 dengan ukuran 18-26 mikron. Sampel

yang telah dipotong diletakkan di gelas objek

yang telah berisi gliserin-albumin. Sampel di

letakkan di atas hotplate selama 24 jam.

Kemudian dilakukan pewarnaan dengan

safranin 2% dan fastgreen 0,5%. Langkah

terakhir sampel ditutup dengan gelas penutup

yang sebelumnya telah diberi entellan sebagai

perekat.

Pengamatan Preparat Sayatan Transversal

Parameter yang diamati adalah tebal

kutikula adaksial dan abaksial, tebal daun,

tebal epidermis adaksial dan abaksial, tebal

palisade, dan tebal bunga karang. Pengamatan

menggunakan mikroskop Olympus CH12

dengan perbesaran 100 x 10 untuk parameter

tebal kutikula adaksial dan abaksial, serta

perbesaran 40 x 10 untuk parameter tebal

daun, tebal epidermis adaksial dan abaksial,

tebal palisade, dan tebal bunga karang.

Pengamatan dilakukan dalam dua bidang

pandang yang berbeda dengan tiga ulangan

tanaman.

Analisis Data

Data dianalisis dengan uji-t menggunakan

SPSS 16.0. Respon pertumbuhan tanaman

dengan 10 kali ulangan dan respon anatomi

dengan 3 kali ulangan.

HASIL

Analisis Udara, Tanah, dan Kompos

Hasil analisis udara menunjukkan bahwa

TSP (debu) adalah parameter yang mendekati

baku mutu dibandingkan parameter lainnya

dengan nilai 223 µg/Nm3 dan hasil tersebut

didapat di lokasi 1. Selain nilai TSP,

konsentrasi NO2, SO2, CO, O3, dan Pb di

lokasi 1 lebih besar dibandingkan lokasi 2

(Tabel 2). Hasil analisis tanah menunjukkan

tanah yang digunakan memiliki komposisi liat

terbesar (46,33 %). Tanah bersifat agak

masam dengan pH sebesar 6,4. Kandungan

Kalsium (Ca) termasuk kategori sedang

dengan nilai 9,64 me/100g (Lampiran 3-4).

Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa

kompos yang digunakan memiliki nilai

Karbon (C) termasuk kedalam kategori sedang

dengan nilai 21,2% (Lampiran 5-6).

Tabel 1 Kualitas udara di lokasi 1 dan 2, 29

Desember 2009 pukul 10.00 WIB

* Nilai ambang batas kualitas udara ambien,

PP. No. 41/1999

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman

Pada C. cristata nilai berbeda nyata hanya

pada parameter pertambahan luas daun relatif.

Pertambahan tinggi relatif, pertambahan

jumlah daun relatif, bobot basah dan bobot

kering akar, daun, dan tajuk serta rasio bobot

kering tajuk dan akar tidak berbeda nyata

antara lokasi 1 dan 2. Pada C. roseus berbeda

nyata antara lokasi 1 dan 2 terlihat pada

parameter bobot basah dan bobot kering akar.

Pertambahan tinggi relatif, pertambahan

jumlah daun relatif, pertambahan luas daun

relatif, bobot basah dan bobot kering daun dan

tajuk serta rasio bobot kering tajuk dan akar

tidak berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.

Pada G. globosa seluruh parameter

pertumbuhan tidak menunjukkan beda nyata

antara lokasi 1 dan 2 (Tabel 2-3).

Umur fisiologi daun di lokasi 1 lebih

pendek yaitu 30-35 hari dibandingkan lokasi 2

yaitu 35-40 hari. Jumlah gugur daun terbesar

di lokasi 1 terlihat pada jenis C. cristata

dibandingkan kedua jenis tanaman lainnya.

Daun C. cristata di lokasi 1 mulai gugur di

hari ke-30 setelah pengamatan dan gugur di

hari ke-35 di lokasi 2. Jenis C. roseus dan G.

globosa memiliki waktu gugur daun yang

sama yaitu di hari ke-35 pada lokasi 1, dan

daun gugur di hari ke-40 di lokasi 2.

Parameter

Hasil

Baku

mutu* Unit

Lokasi

1

Lokasi

2

NO2 14 6 400 µg/Nm3

SO2 43 16 900 µg/Nm3

O3 27 4 235 µg/Nm3

CO 247 229 30000 µg/Nm3

TSP (debu) 223 52 230 µg/Nm3

Pb <0.030 <0.030 2 µg/Nm3

Suhu 33,4 34,1 - ºC

Kelembaban 61,8 58,4 - %

Kec. Angin 0,3 m/s

Arah angin

Utara-

Selatan -

Page 12: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

4

Tabel 2 Respon pertumbuhan relatif tanaman

* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%

Tabel 3 Bobot basah (akar, daun, dan tajuk), bobot kering (akar, daun, dan tajuk), dan rasio bobot

kering tajuk dan akar

Parameter

C. cristata C. roseus G. globosa

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 1 Lokasi 2

Bobot basah akar (g) 5,99 11,55 5,87 3,29* 3,34 5,11

Bobot basah daun (g) 1,77 7,34 18,21 30,11 17,86 36,45

Bobot basah tajuk (g) 61,66 105,13 30,27 35,39 75,29 109,65

Bobot kering akar (g) 1,99 3,96 2,01 1,08* 1,79 2,27

Bobot kering daun (g) 0,28 0,73 2,62 3,13 2,67 3,52

Bobot kering tajuk (g) 13,97 22,49 6,66 7,73 18,24 25,80

Rasio bobot kering 7,32 6,90 3,40 8,01 10,65 12,83

tajuk dan akar

* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%

Pengamatan Sayatan Paradermal

Variasi tipe stomata dan trikoma dijumpai

pada pengamatan paradermal. Jenis C. cristata

dan G. globosa memiliki stomata tipe

anomositik dan C. roseus memiliki stomata

tipe diasitik (Gambar 1-2). Tanaman G.

globosa memiliki kedua jenis trikoma yaitu

trikoma non-kelenjar dan trikoma kelenjar,

sedangkan jenis C. cristata hanya memiliki

trikoma kelenjar, dan C. roseus yang hanya

memiliki trikoma non-kelenjar (Gambar 3).

Pada C. cristata kerapatan stomata adaksial

dan abaksial, indeks stomata adaksial dan

abaksial berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.

Kerapatan trikoma kelenjar dan trikoma non-

kelenjar sisi adaksial dan abaksial tidak

berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada C.

roseus kerapatan trikoma non-kelenjar

abaksial berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.

Kerapatan stomata adaksial dan abaksial,

indeks stomata abaksial, kerapatan trikoma

kelenjar adaksial dan abaksial, serta kerapatan

trikoma non-kelenjar adaksial tidak berbeda

nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada G. globosa kerapatan stomata adaksial, indeks stomata

adaksial, dan kerapatan trikoma kelenjar

adaksial berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2.

Kerapatan trikoma non-kelenjar adaksial,

kerapatan stomata abaksial, indeks stomata

abaksial, kerapatan trikoma kelenjar abaksial,

dan kerapatan trikoma non-kelenjar abaksial

tidak berbeda nyata antara lokasi 1 dan lokasi

2 (Tabel 4).

C. cristata C. roseus G. globosa

Parameter Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi

1 2 1 2 1 2

Pertambahan tinggi relatif 18,85 36,25 15,42 23,45 11,62 17,38

(cm/bulan)

Pertambahan jumlah daun 1,33 1,67 33,23 31,70 14,83 24,50

relatif (jumlah/bulan)

Pertambahan luas daun 72,69 29,59* 29,69 40,77 12,15 4,99

relatif (cm²/bulan)

Page 13: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

5

Tabel 4 Kerapatan dan indeks stomata (adaksial dan abaksial), kerapatan trikoma kelenjar

(adaksial dan abaksial), dan kerapatan trikoma non-kelenjar (adaksial dan abaksial)

Parameter

C. cristata C. roseus G. globosa

Lokasi

1

Lokasi

2

Lokasi

1

Lokasi

2

Lokasi

1

Lokasi

2

Kerapatan stomata 79,33 47,62* 112,38 107,56 90,03 73,98*

(jumlah/mm2)

Indeks stomata 17,32 13,03* 16,88 17,42 27,02 23,17*

Adaksial

Kerapatan trikoma

kelenjar 2,72 2,42 0 0 0,93 0,13*

(jumlah/mm2)

Kerapatan trikoma non-

kelenjar 0 0 6,28 3,73 1,63 2,63

(jumlah/mm2)

Kerapatan stomata 189,18 113,45* 292,59 233,19 71,84 70,37

(jumlah/mm2)

Indeks stomata 30,32 22,62* 34,99 30,47 22,09 21,37

Abaksial

Kerapatan trikoma

kelenjar 1,27 0,72 0 0 0 0

(jumlah/mm2)

Kerapatan trikoma non-

kelenjar 0 0 21,69

10,86* 3,17 1,63

(jumlah/mm2)

* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%

Gambar 1 Sayatan paradermal epidermis adaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B)

C. cristata, (C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa (skala: 50µm)

Page 14: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

6

Gambar 2 Sayatan paradermal epidermis abaksial di lokasi 1 (L) dan lokasi 2 (R): (A-B)

C. cristata, (C-D) C. roseus, (E-F) G. globosa (skala: 50 µm)

Pengamatan Sayatan Transversal Terlihat kerusakan jaringan pada jenis C.

cristata di lokasi 1 berupa nekrosis yang

menyebabkan ukuran sel penyusun jaringan

daun tidak sempurna (Gambar 4). Ketiga jenis

tanaman memiliki bentuk mesofil yang

terbentuk secara dorsiventral, yaitu daun yang

memiliki parenkima palisade di satu sisi

daunnya dan parenkima bunga karang di sisi

yang lain. Pada jenis G. globosa terlihat

bahwa berkas pembuluh tanaman tersebut

terikat sejajar dikelilingi oleh jaringan

parenkim (Gambar 4). Pada C. cristata tebal

daun dan tebal palisade berbeda nyata antara

lokasi 1 dan 2. Parameter tebal kutikula

adaksial dan abaksial, tebal epidermis adaksial

dan abaksial, serta tebal bunga karang tidak

berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada C.

roseus tebal daun berbeda nyata antara lokasi

1 dan 2. Tebal kutikula adaksial dan abaksial,

tebal epidermis adaksial dan abaksial, tebal

palisade, dan tebal bunga karang tidak

berbeda nyata antara lokasi 1 dan 2. Pada G.

globosa seluruh parameter sayatan transversal

tidak menunjukkan beda nyata antara lokasi 1

dan 2 (Tabel 5).

Gambar 3 Hasil sayatan paradermal: (a) trikoma kelenjar pada C. cristata, (b) trikoma

non-kelenjar pada C. roseus, (c-e) trikoma non-kelenjar dan trikoma kelenjar

G. globosa (skala: 50 µm)

Page 15: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

7

Tabel 5 Tebal kutikula (adaksial dan abaksial), tebal epidermis (adaksial dan abaksial), tebal

daun, tebal palisade, dan tebal bunga karang

Parameter

C. cristata C. roseus G. globosa

Lokasi

1

Lokasi

2

Lokasi

1

Lokasi

2

Lokasi

1

Lokasi

2

Tebal kutikula 2,22 2,17 2,00 2,22 2,39 2,39

Adaksial (µm)

Tebal epidermis 17,08 15,69 17,91 18,75 28,47 25,00

(µm)

Tebal kutikula 1,67 1,67 1,61 1,78 1,33 1,78

Abaksial (µm)

Tebal epidermis 11,39 7,64 10,69 9,30 31,25 25,56

(µm)

Tebal daun (µm)

170,69 125,83* 166,81 148,75* 182,50 176,39

Tebal palisade (µm) 89,17 67,91* 72,22 67,36 52,08 42,22

Tebal bunga karang (µm) 60,00 44,72 59,30 54,86 54,86 37,22

* Beda nyata antar lokasi pada uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%

Gambar 4 Sayatan transversal daun: C. cristata di lokasi 1 (A) dan lokasi 2 (B), C. roseus di

lokasi 1 (C) dan lokasi 2 (D), dan G. globosa di lokasi 1 (E) dan lokasi 2 (F); (a)

palisade, (b) bunga karang (skala: 50µm)

PEMBAHASAN

Analisis kualitas udara menunjukkan

parameter yang hampir mendekati baku mutu

adalah TSP (debu) dengan nilai 223 µg/Nm3.

Selain nilai TSP, konsentrasi NO2, SO2, CO,

O3, dan Pb di lokasi 1 lebih besar

dibandingkan lokasi 2. Hal tersebut diduga

karena di lokasi 1 terdapat aktivitas kendaraan

bermotor yang cukup padat dibandingkan

lokasi 2. Menurut Siregar (2005), kendaraan

bermotor merupakan pencemar bergerak yang

menghasilkan pencemar CO, hidrokarbon

yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx, dan

TSP. Konsentrasi NO2 dan SO2 di lokasi 1 dua

kali lebih besar dibandingkan dengan lokasi 2

kemudian O3 di lokasi 1 enam kali lebih besar

dibandingkan lokasi 2 (Tabel 1).

Tanah sangat penting bagi tanaman karena

merupakan penyedia utama unsur makro dan

mikronutrien (Larcher 1980). Analisis tanah

menunjukkan bahwa tanah yang digunakan

kaya akan Kalsium (Ca) dan Fosfor (P).

Tanah yang digunakan berasal dari daerah

Babakan Sawah Baru Dramaga Bogor, bukan

termasuk tanah yang miskin hara karena

kandungan Ca, Mg, K, dan Na termasuk

kedalam kategori sedang. Tekstur tanah yang

Page 16: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

8

digunakan tergolong liat dengan persentase

sebesar 46,33 %. Tanah liat mampu mengikat

kation-kation logam berat sehingga

konsentrasi logam berat setelah melalui kolom

tanah menjadi berkurang (Siregar 2005).

Kondisi tanah yang liat dengan adanya

penambahan kompos diharapkan mampu

mendukung pertumbuhan tanaman. Derajat

keasaman (pH) tanah menunjukkan nilai

sebesar 6,4. Hal ini menunjukkan keadaan

tanah dalam kondisi baik karena berada pada

rentang pH yang aman. Karena jika pH berada

dibawah 3 dan berada diatas 9, maka sistem

pembuluh pada akar akan rusak (Larcher

1980). Berdasarkan hasil analisis kompos,

kompos yang digunakan kaya akan karbon (C)

dan besi (Fe). Pada tanaman, Fe berfungsi

sebagai sintesis protein kloroplas, aktivator

enzim peroksidase, katalase, peredoksin, dan

sitokrom oksidase (Pallardy 2008).

Pada C. cristata berbeda nyata antara

lokasi 1 dan 2 hanya pada pertambahan luas

daun relatif, dengan adanya modifikasi

anatomi berupa peningkatan nilai kerapatan

stomata dan indeks stomata sisi adaksial dan

abaksial, tebal daun, dan tebal palisade.

Pertambahan luas daun relatif di lokasi 1 lebih

besar dibandingkan lokasi 2 (Tabel 2).

Menurut Sitompul & Guritno (1995), luas

daun merupakan salah satu parameter utama

dalam penentuan besar atau kecilnya laju

fotosintesis pada tanaman. Sehingga pada

kondisi tersebut C. cristata mempertahankan

dirinya dengan meningkatkan efisiensi

fotosintesis di lokasi terpolusi. Modifikasi

anatomi berupa meningkatnya kerapatan

stomata dan indeks stomata di lokasi 1

merupakan salah satu respon tanaman

terhadap polutan. Menurut Muud &

Kozlowski (1975), tanaman yang tumbuh di

lokasi terpolusi cenderung mempertahankan

dirinya dengan meningkatkan jumlah stomata.

Hal serupa juga dilaporkan oleh Radoukova

(2009) pada tanaman Fraxinus pensylvanica

dengan nilai kerapatan stomata terbesar

terlihat di lokasi terpolusi. Peningkatan

jumlah stomata sangat membantu dalam hal

penyerapan CO2 untuk fotosintesis (Azmat et

al. 2009). Pengamatan sayatan transversal

daun pada C. cristata yang tumbuh di lokasi 1

dan lokasi 2 menunjukkan hasil yang sangat

berbeda. Kerusakan kronis terjadi pada

tanaman yang tumbuh di lokasi 1 (Gambar 4).

Menurut Sant’Anna-Santos et al. (2006), hal

tersebut diduga karena terjadinya nekrosis

pada tanaman yang mengakibatkan rusaknya

jaringan palisade, jaringan bunga karang, sel

epidermis, dan kutikula. Besarnya nilai tebal

palisade di lokasi 1 merupakan salah satu

modifikasi tanaman C. cristata untuk

meningkatkan efisiensi fotosintesis, karena di

dalam jaringan palisade terdapat kloroplas

yang berfungsi untuk fotosintesis (Fahn

1991). Pada C. roseus berbeda nyata antara

lokasi 1 dan 2 pada bobot basah dan bobot

kering akar dengan adanya modifikasi

anatomi berupa peningkatan nilai kerapatan

trikoma non-kelenjar dan tebal daun. Bobot

basah dan bobot kering akar di lokasi 1 lebih

besar dibandingkan lokasi 2. Menurut

Pallardy (2008), hal tersebut diduga

merupakan bentuk pertahanan diri tanaman

terhadap cekaman kekeringan di lokasi

terpolusi, selain itu juga untuk meningkatkan

efisiensi penyerapan air. Meningkatnya

kerapatan trikoma non-kelenjar di lokasi 1

pada jenis C. roseus merupakan salah satu

bentuk respon tanaman terhadap polutan.

Trikoma non-kelenjar berfungsi sebagai

pencegah penguapan (Syarif 2009). Pada G.

globosa modifikasi anatomi terlihat adanya

peningkatan nilai kerapatan stomata adaksial,

indeks stomata adaksial, dan kerapatan

trikoma kelenjar adaksial. Trikoma kelenjar di

lokasi 1 lebih besar dibandingkan lokasi 2.

Menurut Hidayat (1995), trikoma kelenjar

berfungsi untuk mencegah kekeringan pada

tanaman. Selain itu trikoma kelenjar juga

berfungsi sebagai sekresi berbagai bahan

seperti larutan garam, larutan gula (nektar),

terpentin, dan polisakarida (Fahn 1991).

Terlihat adanya hubungan pertumbuhan

dan perubahan anatomi. Pertumbuhan relatif

tanaman di lokasi 1 relatif lebih rendah

dibandingkan lokasi 2. Polutan merupakan

penyebab utama hal tersebut dapat terjadi.

Namun, di sisi lain tanaman memodifikasi

dirinya dengan meningkatkan kerapatan dan

indeks stomata guna untuk penangkapan CO2,

hal tersebut diikuti juga dengan penebalan

yang terjadi pada jaringan palisade dan bunga

karang yang berfungsi untuk meningkatkan

efisiensi fotosintesis. Modifikasi lainnya

adalah terjadinya peningkatan kerapatan

trikoma pada tanaman guna mencegah

terjadinya penguapan. Berbagai polutan dapat

menghambat beberapa parameter tanaman

yang diamati, namun di sisi lain tanaman

dapat memodifikasi dirinya sehingga dapat

terus bertahan hidup.

Page 17: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

9

SIMPULAN

Pada Celosia cristata terjadi modifikasi

anatomi berupa peningkatan indeks dan

kerapatan stomata (adaksial dan abaksial)

diikuti dengan pertambahan luas daun relatif.

Catharanthus roseus memiliki modifikasi

anatomi berupa peningkatan tebal daun diikuti

dengan peningkatan bobot basah dan bobot

kering akar. Gomphrena globosa memiliki

modifikasi anatomi berupa peningkatan

indeks dan kerapatan stomata, dan trikoma

kelenjar sisi adaksial tanpa diikuti perbedaan

pertumbuhan relatif tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Azmat R, Haider S, Nasreen H, Aziz F, Riaz

M. 2009. A viable alternative mechanism

in adapting the plants to heavy metal

environment. Pak J Bot 41: 2729-2738.

Daniel M. 2006. Medicinal Plants. USA:

Science Publisher.

Duldulao MCG, Gomez RA. 2008. Effects of

vehicular on morphological

characteristics of young and mature

leaves of Sunflower (Tithonia

diversifolia) and Napier Grass

(Pennisetum purpureum). Res J XVI:

142-151.

Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan Edisi

Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Fank de Carvalho SM, Rodrigues de Aguiar

Gomes M, Silva PIT, Bao SN. 2010. Leaf

surface of Gomphrena spp.

(Amaranthaceae) from Cerrado biome.

Biocell 34: 23-25.

Gostin IN. 2009. Air pollution effect on the

leaf structure of some Fabaceae species.

Not Bot Hort Agrobot Cluj 37: 57-63.

Hidayat EB. 1995. Anatomi Tumbuhan

Berbiji. Bandung: Institut Teknologi

Bandung (ITB).

Jahan S, Iqbal MZ. 1992. Morphological and

anatomical studies of leaves of different

plants affected by motor vehicles exhaust.

J Islamic Acad Sci 5: 21-23.

Jaleel CA, Gopi R, Manivannan P,

Panneerselvam R. 2008. Soil salinity

alters the morphology in Catharanthus

roseus and its effect on endogenous

mineral constituents. EurAsia J Biosci 2:

18-25.

Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique.

New York: Mc-Graw-Hillbook Company,

Inc.

Krupa SV. 1997. Air Polution, People, and

Plants. USA: APS Press.

Larcher W. 1980. Physiological Plant

Ecology. New York: Springer-Verlag.

Mursito P, Prihmantoro H. 2002. Tanaman

Hias Berkhasiat Obat. Depok: Penebar

Swadaya.

Muud JB, Kozlowski TT. 1975. Responses of

Plants to Air Pollution. London:

Academic Press.

Pallardy SG. 2008. Physiology of Woody

Plant. USA: Academic Press.

Radoukova T. 2009. Anatomical mutability of

the leaf epidermis in two species of

Fraxinus L. in a region with autotransport

pollution. Biotechnol & Biotechnol 23:

405-409.

Sant’Anna-Santos BF, Campos da Silva L,

Azevedo AA, Aguiar R. 2006. Effects

simulated acid rain on leaf anatomy and

micromorphology of Genipa americana

L. (Rubiaceae). Brazilian Arch Biol

Technol 49: 313-321.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique.

Iowa: The Iowa State College Press.

Siregar EBM. 2005. Pencemaran Udara,

Respon Tanaman dan Pengaruhnya Pada

Manusia. [e-book] Medan: Universitas

Sumatera Utara. e-USU Repository http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789

/1095/1/05001255. pdf [13 Februari

2011].

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis

Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Syarif M. 2009. Struktur dan Fungsi Jaringan

Tumbuhan. Bandung: Pusat

Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK

IPA).

Treshow M, Anderson FK. 1991. Plant Stress

from Air Pollution. New York: John

Willey & Sons, Ltd.

Treshow M. 1984. Air Pollution and Plant

Life. New York: John Willey & Sons,

Ltd.

Willmer CM. 1983. Stomata. New York:

Longman Inc.

Page 18: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

10

LAMPIRAN

Page 19: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

11

Lampiran 1 Komposisi seri larutan Johansen

Komposisi

Seri Larutan Johansen

I II III IV V VI VII

Air 50% 30% 15% - - - -

Etanol 95% 40% 50% 50% 45% - - -

Etanol 100% - - - - 25% - -

Tertier butyl alkohol 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50%

Minyak parafin - - - - - - 50%

Lampiran 2 Komposisi larutan Gifford

Komposisi Volume (ml)

Asam asetat glacial 20

Alkohol 60% 80

Gliserin 5

Lampiran 3 Hasil analisis tanah

Jenis C N- P Ca Mg K Na KTK Tekstur (%)

contoh pH (%) total (ppm)

(me/100g)

(%) Pasir Debu Liat

Tanah 6,4 1,43 0,15 4,3 9,64 1,9 0,5 0,59 22,2 18,7 34,93 46,33

Lampiran 4 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1993)

Sifat tanah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) <1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 >5,00

N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 >0,75

C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25

P2O5 HCl

(mg/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60

P2O5 Bray (ppm) <10 10-15 16-25 26-35 >35

P2O5 Olsen (ppm) <4,5 <4,5-11,5 11,6-22,8 >22,8 -

K2O HCl 25%

(mg/100g)*) <10 10-20 21-40 41-60 >60

K-total (ppm)**) <100 100-200 210-400 410-600 >600

KTK

(me/100g)***) <5 5-16 17-24 25-40 >40

Susunan kation:

K (me/100g) <0,2 0,2-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1,0

Na (me/100g) <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0

Mg (me/100g) <0,4 0,4-1,1 1,1-2,0 2,1-8,0 >8,0

Ca (me/100g) <2 2-5 6-10 >20

Kejenuhan Basa

(%) <20 20-35 36-60 61-75 >75

Kejenuhan

Alumunium (%) <10 10-20 21-30 31-60 >60

Sangat masam Masam Agak Netral Agak Alkalis

masam alkalis

pH H2O

<4,5 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5 *) 1mg/100g = 1mg/100.000mg = 10 mg/1.000.000 mg = 10 ppm

**) Puslittanak, 1993

***) me/100 g = cmol (+)/kg

Page 20: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

12

Lampiran 5 Hasil analisis kompos

Lampiran 6 Harkat mutu kompos

Parameter Satuan Rendah Sedang Tinggi

pH - 6,6 7,3 8,2

C organic (%) 14,5 19,6 27,1

N total (%) 0,6 1,1 2,1

Rasio C/N (%) <10 >20

P2O5 (%) 0,3 0,9 1,8

K2O (%) 0,2 0,6 1,4

CaO (%) 2,7 4,9 6,2

MgO (%) 0,3 0,7 1,6

KTK me/100g 20,1 30,0 45,0

Sumber: Service Laboratory SEAMEO BIOTROP

Jenis C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn

contoh …(%)… …(ppm)…

Kompos 21,2 1,27 0,27 1,2 0,98 0,37 12150 48 349 1180

Page 21: ANATOMI JARINGAN DAUN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN ...

13

Lampiran 7 Ketiga jenis tanaman di dua lokasi yang berbeda

A. Tanaman Celosia cristata (1), di lokasi 2 (2) dan di lokasi 1 (3)

B. Tanaman Catharanthus roseus (1), di lokasi 2 (2) dan di lokasi 1 (3)

C. Tanaman Gomphrena globosa (1), di lokasi 2 (2) dan di lokasi 1 (3)