Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

15
Sistem Respiratori Anatomi Histologi dan Fisiologi Saluran Pernapasan Atas RAHDIAN HUSA 13011101204 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

description

Anatomi Histologi Fisiologi Saluran Pernapasan Atas

Transcript of Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Page 1: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

RAHDIAN HUSA 13011101204

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Anatomi Histologi dan Fisiologi Saluran Pernapasan Atas

Page 2: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Anatomi Sistem Saluran Pernapasan Atas

1. HIDUNG

Gambar 1. Anatomi Hidung.2

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: Pangkal hidung (bridge), batang hidung, (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior).1

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal; serta tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.1

Udara memasuki hidung dan melewati permukaan konka nasal (nasal turbinates) yang luas. Permukaan yang luas dan bergelombang ini berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.3

Bagian dari rongga hdung atau kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial (septum nasi), dinding lateral (terdapat 4 buah konka), dinding inferior dan superior.1

Batas Rongga Hidung

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung1

Page 3: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid, frontal.

Vaskularisasi Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatine mayor, yang disebut Pleksus Kiesselbach (Little’s area).1

Persarafan Hidung

Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1

2. FARING

Gambar 2. Anatomi Faring.2

1) NasofaringBatas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.4

Page 4: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

2) Orofaring Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adala palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.4

Dinding Posterior FaringSecara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.4

TonsilTonsil adalah masa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kapsul didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.4

3) Laringofaring (Hipofaring)Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esophagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal.4

Ruang Faringal

1. Ruang Retrofaring (Retropharyngeal Space)Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Abses retrofarin sering ditemukan pada bayi atau anak.4

2. Ruang Parafaring (Fosa Faringo-maksila)Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasar tengkorak dekat foramen jugularis dna puncaknya pada kornu mayus os hyoid.4

3. LARING

Gambar 3.

Anatomi Laring.2

Page 5: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napsa bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.5

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid. Kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihbungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.5

Page 6: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Gambar 4. Anatomi Laring (Kartilago)

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hyoid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum

Page 7: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.5

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara kesulruhan,sedangkan otot-otot intrinsic menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan pita suara.

Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (suprahioid), m. digastrikus, m. geniohioid. Otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral, m. tiroepiglotika.5

Gambar 5. Anatomi Laring (Muskulus)

Rongga Laring

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka tebentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). 1 Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibule.5

Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring (supraglotik), glotik dan subglotik (rongga laring yang terletak dibawah plika vokalis). Rima glottis terdiri 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang anatara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior.5

Page 8: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Gambar 6. Anatomi Laring dan Pita Suara.2

Epiglotis membantu melindungi laring saat proses menelan dengan mengarahkan makanan kea rah esophagus. Kartilago aritenoid yang membantu proses pembukaan dan penutupan glotis kurang jelas terlihat pada anak dibandingkan orang dewasa. Ruang subglotis menyempit kea rah krikoid yang meruupakan bagian dari trakea. Pada anak usia kurang dari 3 tahun, cincin krikoid (cincin trakea pertama yang berbentuk lingkaran utuh) merupakan bagian tersempit jalan napas, sementara pada anak besar atau dewasa, glotis merupakan bagian tersempit.5

Page 9: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

Histologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

I. HIDUNG

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.1

Mukosa olfaktorius dan konka superior, yaitu salah satu sekat bertulang dalam ronngga hidung. Epitel olfaktorius dikhususkan untuk menerima rangsang baud an karenanya, berbeda dengan epitel respiratorius; epitel ini adalah bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel goblet. Epitel olfaktorius terdapat di rongga hidung, pada kedua sisi septum, dan di dalam konka nasal superior.6

Dibawah lamina propria terdapat kelenjar olfaktoris tubuloasinar (kelenjar Bowman). Kelenjar ini menghasilkan secret serosa, berbeda dengan sekret campur mukosa dan serosa yang dihasilkan kelenjar di bagian lain rongga hidung.6

II. FARING

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Orofaring, dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna , epitelnya gepeng berlapis tidak bersilia.4 Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial.4

III. LARING

Pita suara superior, atau pita suara palsu laring dibentuk oleh mukosa dan diteruskan sebagai permukaan posterior epiglottis. Epitel pelapisnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet.6 Dibawah epitel, yaitu di dalam lamina propria, terdapat kelenjar campur yang terutama terdiri dari mukosa. Duktus ekskretorius yang bermuara di permukaan epitel, terlihat antara asini kelenjar. Limfonoduli terlettak di dalam lamina propria pada sisi ventricular pita suara.6

Ventrikel adalah lekukan atau ceruk dalam memisahkan pita suara palsu dengan pita suara sejati. Mukosa pada dinding lateral ventrikel serupa dengan mukosa pada pita suara palsu.6

Mukosa pita suara sejati terdiri atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan lamina proopria padat dan tipis tanpa kelenjar, jaringan limfoid, maupun pembuluh darah. Pada apeks pita suara sejati terdapat ligamentum vocal yang terdiri atas serabut elastin padat

Page 10: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

menyebar ke dalam lamina propria dan otot rangka vocal didekatnya.6 Otot rangka tiroaritenoid dan tulang rawan tiroid membentuk sisa dindingnya.

Epitel laring bagian bawah berubah menjadi epitel bertingkat semu silindris bersilia, dan lamina propria dibawahnya mengandung kelenjar campur. Tulang rawan krikoid adalah tulang rawan paling bawah laring.6

Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

A. HIDUNG Fungsi Respirasi

Udara masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kearah nasofaring. Fungsi pengatur suh dimungkinkan oleh banyak pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh: rambut pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.1

Fungsi PenghiduHidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.1

Fungsi FonetikResonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).1

Refleks NasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti.1

B. FARING Fungsi Menelan

Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disengaja. Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak disengaja. Fase esofagal, bolus makanan bergerak secara peristaltik di esophagus menuju lambung.4

Fungsi Faring dalam Proses BicaraPada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.4

Page 11: Anatomi Histologi Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas

C. LARING Fungsi Proteksi

Mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.5

Fungsi RespirasiMengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m. krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).5

Fungsi FonasiMembuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid.5

Referensi:

1. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo, Retno S. Wardani. Sumbatan Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p. 96-100.

2. Boediman, Muljono Wirjodiardjo. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratorik. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008

3. Edward R. Carter, Susan G. Marshall. In: Darmawan Bs, Rifan Fauzle, editor. Sistem Respiratori. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 6th edition. Singapura: Elsevier; 2011

4. Rusmarjono, Bambang Hermani. Nyeri Tenggorok. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p. 190-194.

5. Bambang Hermani, Syahrial M Hutauruk. Disfonia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p. 209-214.

6. Victor P. Eroschenko, Ph.D. Sistem Pernapasan. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. 9th edition. Jakarta: EGC; 2003