Anatomi Hipofisis Posterior

download Anatomi Hipofisis Posterior

of 25

Transcript of Anatomi Hipofisis Posterior

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    1/25

    ASKEP GANGGUAN HIPOFISIS POSTERIOR

    Disusun untuk memenuhi tugas KMB III

    Dosen pengampu : Jualiana S., SST

    Disusun oleh :

    Aprilia Damayanti (2220111862)

    Ardi Surya Nugraha (2220111863)

    Desy Rahmawati (2220111867)

    Nur Atmi Astuti (2220111880)

    Vellanika Rahmawati (2220111894)

    Desti Dwi Kusrini (2220111902)

    Fitria Mardiana (2220111907)

    Kelas : IIA

    AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

    YOGYAKARTA

    MARET, 2013

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    2/25

    BAB I

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.

    PENGERTIAN HIPOFISIS POSTERIORHipofisis posterior atau neurohipofisis merupakan perpanjangan dari hipotalamus yang

    terbentuk dari sekelompok akson dari hypothalamic neurosecretory neurons yang

    berselingan dengan sel glia.

    B. ANATOMI HIPOFISIS POSTERIORKelenjar hipofisis terletak pada dasar tengkorak pada bagian tulang sphenoid yang

    disebut sella tursika (Turkish Saddle). Bagian anterior yaitu tuberkulum sella tursika, diapit

    oleh dua tonjolan posterior sayap tulang sphenoid yaitu prosesus klinoideus anterior, dorsum

    sellae membentuk dinding posterior, pada sudut atasnya menonjol ke prosesus klinoideus

    posterior. Kelenjar dilapisi oleh dura dan atapnya dibentuk oleh lipatan dura yang melekat

    pada prosesus klinoideus, yaitu diafragma sellae. Dalam keadaan normal, membrane

    arakhnoidea dan cairan serebrospinal tidak dapat masuk sella tursika dengan adanya

    diafragma sellae. Tangkai hipofisis dan pembuluh darahnya melewati lubang pada diafragma

    ini. Dinding lateral kelenjar secara tidak langsung berhadapan dengan sinus kavernosus dan

    dipisahkan oleh duramater. Kiasma optikum terletak 5-10 mm diatas diafragma sellae dan

    didepan tangkai kelenjar (Greenspan and Baxter, 1998).

    Lobus posterior hipofisis (neurohipofisis) berasal dari jaringan saraf, secara embrional

    dari evaginasi hipotalamus ventral dan ventrikel ketiga. Neurohipofisis terdiri dari akson dan

    ujung saraf dari neuron yang badannya berada di supraoptik dan nukleus paraventrikel dari

    hipotalamus dan jaringan penyokong. Traktus nervus hipotalamo-neurohipofiseal terdiri dari

    kurang lebih 100.000 serat saraf. Tebal serat saraf berkisar antara 1 sampai 50 mikrometer

    terdapat pada saraf terminalis (Greenspan and Baxter, 1998).

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    3/25

    C. FISIOLOGI HIPOFISIS POSTERIORHormon yang disekresikan lewat neurohipofisis (hipofisis posterior) menurut Greenspan and

    Baxter (1998), yakni:

    1. Antidiuretik Hormone (ADH, juga dikenal sebagai vasopresin): pengatur keseimbanganpenting, juga vasokonstriktor kuat dan berperan penting pada regulasi sistem

    kardiovaskuler.

    2. Oksitosin: menyebabkan kontraksi otot polos uterus untuk membantu mengeluarkan janinselama persalinan, dan merangsang ejeksi susu dari kelenjar mamaria selama menyusui.

    Hipotalamus dan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang terdiri

    dari suatu populasi neuron neuroskretoris yang badan selnya terletak di dua kelompok di

    hipotalamus (nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel). Akson dari neuron-neuron ini

    turun melalui tangkai penghubung tipis untuk berakhir di kapiler di hipofisis posterior.

    Hipofisis posterior terdiri dari ujung-ujung saraf ini plus sel penunjang mirip glia. Secara

    fungsional dan anatomis, hipofisis posterior sebenarnya hanya perpanjangan dari hipotalamus

    (Sherwood, 2011).

    Hipofisis posterior sebenarnya tidak menghasilkan hormon apapun. Bagian ini hanya

    meyimpan dan, setelah mendapat rangsangan yang sesuai, mengeluarkan dua hormon peptida

    kecil. Vasopresin dan oksitosin, yang disintesis oleh badan sel neuron di hipotalamus,

    kedalam darah. Kedua peptida hidrofilik ini dibuat di nukleus supraoptikus dan paraventrikel,

    tetapi satu neuron hanya dapat menghasilkan salah satu dari kedua hormon ini. Hormon yang

    disintesis dikemas dalam granula sekretorik yang diangkut melalui sitoplasma akson dan

    disimpan di terminal neuron dihipofisis posterior. Setiap ujung saraf ini menyimpan

    vasopresin atau oksitosin, tidak keduanya. Karena itu, hormon-hormon ini dapat dikeluarkan

    secara independen sesuai kebutuhan. Akibat sinyal stimulatorik ke hipotalamus, vasopresin

    atau oksitosin dilepaskan ke dalam darah sistemik dari hipofisis posterior melalui proses

    eksositosis granula sekretorik yang sesuai. Pelepasan hormon ini terjadi sebagai respon

    terhadap potensial aksi yang berasal dari badan sel di hipotalamus dan merambat ke ujung

    saraf dihipofisis posterior. Seperti pada neuron lainnya, potensial aksi dihasilkan di neuron

    sekretorik ini sebagai respon terhadap sinyal sinaptik ke badan sel saraf (Sherwood, 2011).

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    4/25

    Baik oksitosin dan ADH (vasopresin) kedua-duanya merupakan polipeptida yang

    mengandung sembilan asam amino. Rangkaian asam aminonya adalah sebagai berikut:

    Vasopresin: Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn-Cys-Pro-Arg-GlyNH

    Oksitosin: Cys-Tyr-Ile-Gln-Asn-Cys-Pro-Leu-GlyNH

    Perhatikan bahwa kedua hormon ini hampir identik kecuali pada vasopresin, fenilalanin,

    dan arginin menggantikan isoleusin dan leusin pada molekul oksitosin. Kesamaan dari kedua

    molekul ini dapat menjelaskan fungsinya yang kadang kala mirip (Guyton and Hall, 1997).

    1. VasopressinImpuls neural yang memicu pelepasan ADH diaktifkan oleh sejumlah stimulus

    yang berlainan. Peningkatan osmolalitas dalam plasma merupakan stimulus fisiologik

    yang primer. Peristiwa ini diperantarai oleh osmoreseptor yang terletak dalam

    hipotalamus dan baroreseptor yang terletak dalam jantung serta region lainnya pada sitem

    vaskuler. Peristiwa hemodilusi (penurunan osmolalitas) memberikan efek yang

    berlawanan. Stimulus lainnya adalah stres emosional serta stres fisik dan preparat

    farmakologik yang mencakup asetilkolin, nikotin, serta morfin. Sebagian besar efek ini

    meliputi peningkatan sintesis ADH dan neurofisin II, mengingat deplesi hormone yang

    tersimpan tidak berkaitan dengan kerja ini. Epinefrin dan preparat yang memperbesar

    volume plasma akan menghambat sekresi ADH, sebagaimana halnya dengan etanol(Murray et al.,1999).

    Vasopresin (hormone antidiuretik, ADH) memiliki dua efek utama yang sesuai

    dengan namanya: (1) meningkatkan retensi HO oleh ginjal (efek antidiuretik), dan (2)

    menyebabkan kontraksi otot polos arteriol (suatu efek presor pembuluh). Efek pertama

    memiliki peran fisiologik lebih penting. Pada kondisi normal, vasopresin adalah faktor

    endokrin utama yang mengatur pengeluaran HO secara keseluruhan. Sebaliknya,

    vasopresin dalam kadar biasa hanya berperan minimal dalam mengatur tekanan darah

    melalui efek presornya (Sherwood, 2011).

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    5/25

    Kontrol utama pelepasan vasopresin dari hipofisis posterior adalah masukan dari

    osmoreseptor hipotalamus, yang meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respon

    terhadap peningkatan osmolaritas plasma. Masukan yang lebih lemah dari reseptor

    volume atrium kiri meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respon terhadap penurunan

    volume CES dan tekanan darah arteri (Sherwood, 2011).

    2. OksitosinImpuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan

    stimulus primer bagi pengeluaran oksitosin. Distensi vagina dan uterus merupakan

    stimulus sekunder. PRL dilepaskan oleh banyak stimulus yang melepaskan oksitosin, dan

    fragmen oksitosin pernah dikemukakan sebagai faktor pelepasan-prolaktin. Estrogen

    merangsang produksi oksitosin serta neurofisin I, dan progesterone menghambat produksi

    senyawa ini (Murray et al.,1999).

    Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus untuk membantu mengeluarkan

    janin selama persalinan, dan hormon ini juga merangsang penyemprotan (ejeksi) susu

    dari kelenjar mamaria (payudara) selama menyusui. Sekresi oksitosin ditingkatkan oleh

    refleks-refleks yang berasal dari jalan lahir selama persalinan dan oleh refleks yang

    terpicu ketika bayi menghisap payudara (Sherwood, 2011).

    Selain kedua efek fisiologik utama tersebut, oksitosin terbukti juga mempengaruhi

    berbagai perilaku, terutama perilaku ibu. Sebagai contoh, hormon ini meningkatkan

    ikatan batin antara ibu dan bayinya (Sherwood, 2011).

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    6/25

    D. GANGGUAN HIPOFISIS PORTERIOR1. Hipersekresi Neurohipofisis

    Syndrome of Inappropriate Antidiuretic HormoneScretion (SIADH)

    a. PengertianSindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai (SIADH; Syndrome of

    Inappropriate Antidiuretic HormoneScretion) mengacu pada sekresi ADH yang

    berlebihan dari kelenjar hipofisis dalam menghadapi osmolalitas serum subnormal.

    (Suzanne C.Smeltzer: 2001).

    SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh

    ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang

    berasal dari hipofisis posterior. (BarbaraK.Timby).

    SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena sekresi ADH yang

    berlebihan dari lobusposterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan

    Matassarin Jacob, 1993).

    SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan jumlah ADH

    akibat ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001). SIADH adalah gangguan pada

    hipofisis posterior akibat peningkatan produksi ADH sebagai respon terhadap

    peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)

    Menurut kelompok SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior yang

    disebabkan oleh beberapa factor misalnya trauma, tumor, penyakit paru dan sebab-

    sebab yang lain yang dapat mengakibatkan peningkatan sekresi ADH yang berlebih

    dan terjadi hiponatremia.

    b. PatofisiologiPengeluaran berlanjut dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal

    dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.

    Dalam kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron menyebabkan

    penurunan Na+

    direabsorbsi tubulus proximal.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    7/25

    Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum

    menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan

    mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan

    osmolaritas serum menjadi normal.

    Pada pelepasan ADH berlanjut tanpa kontrol umpan balik, walaupun

    osmolaritas plasma darah dan volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada

    keadaan yang kronik, Na turun dan Kalium naik, kadang-kadang terdapat keadaan

    yang disertai semua kadar elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya

    kelainan boikimiawi hanya hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan

    korteks kolaps, sel-sel kolaps yang masih hidup mengalami pembesaran dengan

    sitoplasma eosinofil. (Black dan Matassarin Jacob, 1993)

    c. EtiologiPenyebab SIADH yaitu:

    1) Kelainan pada sistem saraf pusat, seperti atrofi serebrum senilis, hidrosefalus,delifiumtremens, psilosis akut, penyakit demielinisasi dan degenerative, penyakit

    peradangan, trauma / cedera kepala / cerebrovaskular accident, operasi pada otak,

    tumor (karsinuma bronkus, leukemia, limfoma, timoma, sarkoma ) atau infeksi

    otak (ensepalitis, meningitis) dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi

    langsung kelenjar hipofisis.

    2) Beberapa obat (vasopressin, desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat,karbamazepin, vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic

    tiazida, dan lain-lain) dan nikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat tersebut

    dapat menstimulasi langsung kelenjar hipofisis atau meningkatkan sensitifitas

    tubulus renal terhadap ADH yang beredar dalam darah.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    8/25

    3) Produksi dari vasopressin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kankerprostate dan limfoma dari duodenum, tymus dan kandung kemih adalah yang

    paling umum sering meyebabkan SIADH). (Black dan Matassarin, 1993)

    4) Factor lain yang menyebabkan SIADH:a) Kelebihan vasopressin-Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses

    infeksi maupun trauma pada otak.

    b) Proses inflamasi (virus dan bakteri pneumonia)c) Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin,

    cisplatin, danocytocin)

    d) Penyakit endokrin seperti insufisiensi adrenal, mixedema dan insufisiensipituitary anterior.

    e) Penyakit paru seperti, infeksi: tuberculosis, pneumonia, abses, gagal napasakut, dan ventilasi tekanan positif.

    5) Faktor Pencetus:a) Trauma Kepalab) Meningitis.c) Ensefalitis.d) neoplasma.e) Cedera Serebrovaskuler.f) Penyakit Endokrin.

    d. Manifestasi KlinisManifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah:

    1) Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun / letargi sensitive koma, mobilitasgastrointestinal menurun (Anorexia).

    2) Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tapa oedema) sekitar 5-10%.3) Distensi vena jugularis.4) Takhipnea5) Kelemahan

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    9/25

    6) Sakit kepala7) Mual dan muntah8) Kekacauan mental.9) Kejang generalisata.10)Penurunan output urine11)Koma.

    Berbagai manifestasi tersebut terjadi akibat pergesaran cairan osmotic dan

    edema otak dan peningkatan tekanan intracranial yang ditimbulkannya;

    pembengkakan otak yang dibatasi oleh ukuran tengkorak. Mekanisme fisiologis untuk

    melawan pembengkakan ini mencakup deplesi osmol intrasel, khususnya ion kalium.

    Semakin cepat perkembangan hiponatremia, semakin besar kemungkinan terjadinyaedema otak dan peningkatan tekanan intracranial dan bahwa penyulit neurologis dan

    herniasi dapat menyebabkan kerusakan permanen. Namun, meskipun timbul secara

    perlahan, hiponatremia, pada kasus yang ekstrem (misalnya natriumserum

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    10/25

    3) Cegah komplikasiRencana non farmakologi

    1) Pembatasan cairan (control kemungkinan kelebihan cairan)2) Pembatasan sodiumRencana farmakologi:

    1) Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah2) Obat / penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin3) Hiperosmolaritas, volume oedema menurun4) Ketidakseimbangan system metabolic, konten dari hipertonik saline 3% secara

    perlahan-lahan mengatasihi ponatremi dan peningkatan osmolaritas serum

    (dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara solusi ini mungkin

    disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.

    Pengobatan khusus = prosedur pembedahan.

    Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, saat ADH bersal dari

    produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor

    tersebut. Penyuluhan yang dilakukan untuk penderita SIADH antara lain:

    1) Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan untukmembantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan (menghemat

    cairan untuk situasi socialdan rekreasi).

    2) Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diureticsecara kontinyu.

    3) Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.4) Indicator intoksikasi air dan hiponat: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera

    lapor dokter.

    5) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efeksamping.

    6) Pentingnya tindak lanjut medis: tanggal dan waktu.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    11/25

    7) Untuk kasus ringan, retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampaisindrom secara spontan lenyap. Bila penyakit lebih parah, maka diberikan diuretik

    dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul. Kadang-kadang

    digunakan larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi

    natrium plasma. Bila ADH berasal dari produksi tumor ektopik, maka terapi

    untuk menghilangkan tumor tersebut.

    f. KomplikasiKomplikasi:

    Gejala - gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfunsi sampai

    kejang otot, koma dan intoksikasi air.

    2. Hipofungsi NeurohipofisisDiabetes Insipidus

    a. DefinisiDiabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini

    diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme

    neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam

    mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus

    yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis

    kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009).

    Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output

    urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti

    frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan

    enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol") Urin output.

    ditingkatkan karena tidak terkonsentrasi biasanya,. Akibatnya bukannya warna

    kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair tampilan dan konsentrasi diukur

    (osmolalitas atau berat jenis) rendah.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    12/25

    Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon

    antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran

    sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat

    penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara

    alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.

    Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke

    dalam aliran darah olehhipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika

    kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal

    terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik).

    b. EtiologiDiabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan

    penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu hanya pria yang

    terserang penyakit ini. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini

    kepada anak laki-lakinya.

    Diabetes insipidus secara umum dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

    1) Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormonantidiuretik

    2) Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah3) Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan4) Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)5) Tumor6) Sarkoidosis atau tuberculosis7) Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak8) Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitisBerdasarkan etiologinya, Diabetes Insipidus dapat dibedakan menjadi dua, antaralain:

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    13/25

    1) Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan

    filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin,

    menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH. Kelainan

    hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut

    Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area

    hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor

    metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh

    obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin,

    alkohol, lithium carbonat.

    2) Diabetes insipidus NephrogenikGinjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal

    terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes

    insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik.

    Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

    a) Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease,pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.

    b) Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia.c) Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,

    propoksifen.

    d) Penyakit sickle celle) Gangguan diet

    c. Manifestasi KlinisKeluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah :

    1) Poliuri 5-15 liter / hari2) Polidipsi3) Berat jenis urine sangat rendah 1001-10054) Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg5) Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    14/25

    Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.

    Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain

    poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru

    yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang

    timbul akibat gangguan rangsang haus. Diabetes insipidus dapat timbul secara

    perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Seringkali satu-satunya gejala

    adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi

    hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-

    38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi

    dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.

    d. PatofisiologiVasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus

    supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya

    yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat

    pembuatannya), melalui akson menuju ke ujung saraf yang berada di kelenjar

    hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis,

    vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang

    tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor

    volume dan osmotic. Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan

    volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian

    meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui

    suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP

    siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.

    Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara

    290 dan 296 mOsm/kg H2O.

    Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan airpada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan

    menyebabkan poliuria atau banyak kencing.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    15/25

    Peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya

    penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic

    pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga

    apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan

    mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan

    merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak

    (polidipsia).

    Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus

    sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus

    nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal

    terhadap vasopresin.

    Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone

    antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa

    disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis

    hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan

    pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan

    aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke

    dalam sirkulasi jika dibutuhkan.

    DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang

    kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi

    normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya

    antibody terhadap ADH.

    e. Penatalaksanaan1) Terapi cairan parenteral

    Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam

    jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus karena penyakit diabetes insipidus

    merupakan suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang

    menyebabkan rasa haus yang berlebihan dan pengeluaran sejumlah besar air

    kemih yang sangat encer sehingga penderita bayi dan anak-anak harus sering

    diberi minum.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    16/25

    2) Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrateuntuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.

    3) Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan vasopressinatau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik). Pemberian

    beberapa kali sehari berguna untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang

    normal. Terlalu banyak mengkonsumsi obat ini dapat menyebabkan penimbunan

    cairan, pembengkakan dan gangguan lainnya.

    4) Obat-obat tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid (misalnyahidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti peradangan non-steroid (misalnya

    indometacin atau tolmetin).

    5) Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonalreplacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan

    pilihan utama. Selain itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur

    keseimbangan air, seperti: Diuretik Tiazid, Klorpropamid, Klofibrat, dan

    Karbamazepin.

    f. Pemeriksaan DiagnostikJika dicurigai penyebab poliuria adalah Diabetes Insipidus, maka harus dilakukan

    pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis

    Diabetes Insipidus yang dialami karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes

    insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:

    1) Hickey Hare atau Carter-RobbinsHickey-Hare tes adalah uji endokrin untuk menyelidiki osmoregulasi. Cairan

    NaCl hipertonis diberikan IV dan akan menunjukkan bagaimana respon

    osmoreseptor dan daya pembuatan ADH.

    a) Infus dengan dexrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).

    b) Infuse di ganti dengan NaCl 2,5% dengan jumlah 0,25 ml/menit/kg BB dipertahankan selama 45 menit

    c) Urin ditampung selama 15 menit.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    17/25

    Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok

    Perhatian : pemeriksaaan ini cukup berbahaya

    2) Uji nikotinProduksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsung dirangsang oleh nikotin. Obat

    yang di pakai adalah nikotin salisilat secara IV. Akibat sampingnya adalah mual,

    muntah.

    Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok

    Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya

    3) Pemeriksaan laboratoriumMenunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah dan air kemih yang sangat

    encer. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.

    Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat

    jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan

    memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi

    penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-

    apa.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    18/25

    BAB II

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH

    A. Pengkajian1. Breating : Takipnea2. Blood : Inspeksi : Distensi Vena Jugularis

    Auskultasi : Takikardi

    3. Brain : Kekacauan mental, sakit kepala, disorientasi4. Bladder : Penurunan volume urine dan penurunan frekuensi berkemih5. Bowel : Mobilitas gastrointestinal menurun (anoreksia) dan mual muntah6. Pantau status cairan dan elektrolit7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan lebih dari 1 kg laporkan pada

    dokter)

    8. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukantindakan untuk mengatasinya.

    Pemeriksaan diagnostik

    1. Natrium serum: menurun < 135 M Eq/L2. Natrium urin: kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi ginjal terhadap Na.

    Natrium urine > 20 M Eq/L menandakan SIADH.

    3. Kalium serum: mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan Kaliumsedikit.

    4. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun, tergantung ion mana yang hilang denganDNA.

    5. Osmolalitas: umumnya rendah, tetapi mungkin normal atau tinggi.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    19/25

    6. Osmolalitas urin: mungkin turun/biasanya < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimanakasus ini akan melebihi osmolalitas serum.

    7. Berat jenis urin: meningkat (lebih dari 1,020) bila ada SIADH.8. Ht: tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya: kelebihan cairan versus dehidrasi.

    B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    1. Volume cairan berlebihan berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan.2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berhubungan dengan perubahan

    absorpsi nutrisi dan natrium.

    3. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.

    C. INTERVENSI

    1. Volume cairan berlebihan berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan.Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan juga

    tidak ada oedema pada tubuh cairan serta pengeluaran urine kembali seimbang.

    NOC : 1. Fluid Balance

    Kriteria hasil :

    a. Tekanan darah normal.b. Denyut nadi normal.c. Tekanan vena pusat normal.d. Tidak terjadi acites/oedema pada perut.e. Masukan selama 24 jam seimbang.f. Berat badan tidak menurun.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    20/25

    g. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba.h. Serum elektrolite normal.i. Hematokrit normal.j. Turgor kulit baik.k. Berat jenis urine normal.NIC : 1. Fluid/electrolyte management.

    Rencana tindakan keperawatan :

    a. Kaji keadaan umum pasien.b. Kaji tanda-tanda Vital.c. Monitor tanda dan gejala peningkatan retensi urine.d. Monitor hasil laboratorium yang berkaitan dengan retensi uriene.e. Monitor hasil laboratorium yang berkaitan dengan keseimbangan cairan seperti

    hemetoktrit, albumin, protein total, osmolalitas serum, berat jenis urine.

    f. Monitor status hemodinamika seperti tekanan vena pusat.g. Monitor respon pasien terhadap terapi yang diberikan.h. Pantau masukan dan keluaran urine serta hitung keseimbangan sairan.i. Berikan/batasi cairan tergantung pada status volume cairan.j. Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan.EVALUASI DX I

    a. Tekanan darah normal dengan skala 1 atau 2b. Denyut nadi normal dengan skala 1 atau 2c. Tekanan vena pusat normal dengan skala 1 atau 2

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    21/25

    d. Denyut nadi teraba. Dengan skala 1 atau 2e. Tidak terjadi acites/oedema pada perut.dengan skala 1 atau 2f. Masukan selama 24 jam seimbang.dengan skala 1 atau 2g. Berat badan tidak menurun.dengan skala 1 atauh. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba.dengan skala 1atau 2i. Serum elektrolite normal.dengan skala 1 atau 2j. Hematokrit normal.dengan skala 1 atau 2k. Turgor kulit baik.dengan skala 1 atau 2l.

    Berat jenis urine normal.dengan skala 1 atau 2.

    2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan absorpsinutrisi dan Na.

    Tujuan tindakan keperawatan :

    Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan berat badan pasien akan stabil dan

    pasien bebas dari tanda-tanda mal nutrisi serta pasien dapat mengumpulkan energinya

    kembali untuk beraktivitas.

    NOC : 1. Nutritional status : ffood and fluid intake.

    Kriteria hasil :

    a. Asupan Nutrisi.b. Asupan makanan dan cairan.c. Kakuatan dapat terkumpul kembali.d. Berat badan meningkat.e. Pemeriksaan biomekanis.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    22/25

    NIC : 1. Nutrition management.

    2. Nutrition terapi.

    3. Eating disorders management.

    NIC I rencana tindaklan keperawatan.

    a. Kaji berat badan pasienb. Berriksn makanan tinggi kslori, untuk peningkkatan energi.c. Tingkatkan pemberian makan yang mengandung proein, vitamin, dan besi apabila

    dianjurkan.

    d. Berikan makanan tinggi Nae. Sediakan makanan kecil yang menarik.f. Seleksi jenis makanan yang tepatNIC II rencana tindakan keperawatan:

    a. Berikan lingkungan yang nyaman pada saat pasien makan.b. Lakukan perawatan mulut sebelum pasien makan.c. Sediakan makanan yang menarik untuk pasien agar pasien merasa tertaik.d. Ajari pasien dan keluaraga tentang diet yang harus diberikan.NIC III rencana tindakan keperawatan:

    a. Tentukan target berat badan yang harus di capai pasien.b. Timbang berat badan pasien secara teratur.c. Monitor masukan kalori setiap hari.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    23/25

    d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain untuk pemberian asupan yang tepat.e. Batasi aktivitas fisik.f. Berikan program diet yang dianjurkan.EVALUASI DX II

    a. Asupan nutrisi baik dengan skala 1 atau 2.b. Asupan makanan dan cairan baik dengan skala 1 sampai 2.c. Energi terkumpul kembali dengan sekala 1 sampai 2d. Berat badan meningkat dengan skala 1 sampai 2.e. Pemeriksaan biomekanis menunjukan hasil yang baik dengan skala 1 sampai 2.

    3. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat

    meningkat kembali ditandai dengan dapat mengenali lingkungan sekitar, serta memiliki

    koping mekanisme yang baik.

    NOC : Cognitive ability.

    Kriteria hasil :

    a. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik.b. Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya.c. Orientasi pasien kembali normal.d. Proses informasi bisa kembali lancar.NIC : 1. Electrolyte management : Hyponatremia.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    24/25

    Rencana asuhan keperawatan :

    a. Kaji keadaan umum pasien.b. Monitor tanda-tanda vital.c. Monitor seberapa banyak pasien kehilangan sodium.d. Monitor keseimbangan elektrolit pasien.e. Batasi aktivitas pasien untuk mengumpulkan energi.f. Berikan larutan hipertonik (3% sampai 5%) 3 ml/kg/jam sesuai dengan keluhan

    hyponatremia.

    g. Ajari pasien untuk penggunaan terapi diuresis.h. Monitor manifestasi dari sistem kardiovaskuler.i. Monitor fungsi ginjal.j. Timbang berat badan pasien.k. Berikan makanan/cairan tinggi sodium.

  • 7/23/2019 Anatomi Hipofisis Posterior

    25/25

    DAFTAR PUSTAKA

    Greenspan, F.S., Baxter, J.D., 1994. Basic and Clinical Endocrinology (4th

    ed.). Wijaya, Caroline

    et al. 1998 (alih bahasa), EGC: Jakarta.

    Guyton, A.C., Hall, J.E., 1996. Textbook of Medical Physiology (9th

    ed.). Setiawan, Irawati et al.

    1997 (alih bahasa), EGC: Jakarta.

    Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R.O., 1995. Basic Histology (8th

    ed.). Tambayong, Jan.

    1997 (alih bahasa), EGC: Jakarta.

    Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., 1996. Harpers Biochemistry (24th

    ed.). Hartono, Andry. 1999 (alih bahasa), EGC: Jakarta.

    Sherwood, L., 2007. Human Physiology: from Cells to Systems (6th

    ed.). Pendit, B.U. 2011 (alih

    bahasa), EGC: Jakarta