anatomi ginjal

17
Anatomi Makroskopik Ginjal Gambar 1-1. Ren dextra dilihat dari anterior ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK GINJAL ANATOMI MAKROSKOPIK GINJAL Kedua ginjal (ren) berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolisme. Ren mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah. Ren bewarna coklat-kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen samping kanan dan kiri columna vertebralis; dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dextra terletak sedikit lebih rendah dibanding ren sinistra karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Bila diaphragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ren turun ke arah vertikal sampai sejauh 2,5 cm. Pada kedua margo medialis ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilum renale. Hilum renale meluas ke suatu ruangan yang besar, disebut sinus renalis. Ren mempunyai selubung sebagai berikut: Capsula fibrosa, meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren. Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa.

description

ginjal merupakan organ yang penting oleh karenanya penting kita jaga untuk tetap sehat

Transcript of anatomi ginjal

  • Anatomi Makroskopik Ginjal

    Gambar 1-1. Ren dextra dilihat dari anterior ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK GINJAL

    ANATOMI MAKROSKOPIK GINJAL Kedua ginjal (ren) berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolisme. Ren mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah.

    Ren bewarna coklat-kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen samping kanan dan kiri columna vertebralis; dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dextra terletak sedikit lebih rendah dibanding ren sinistra karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Bila diaphragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ren turun ke arah vertikal sampai sejauh 2,5 cm. Pada kedua margo medialis ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilum renale. Hilum renale meluas ke suatu ruangan yang besar, disebut sinus renalis.

    Ren mempunyai selubung sebagai berikut:

    Capsula fibrosa, meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren.

    Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa.

  • Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa serta meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.

    Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal.

    Letak

    Ren Dextra

    Anterior Posterior

    Flexura coli dextra Colon ascendens Duodenum (II) Hepar (lob. dextra) Mesocolon transversum

    M. psoas dextra M. quadratus lumborum dextra M. transversus abdominis dextra N. subcostalis (VT XII) dextra N. ileohypogastricus dextra N. ileoinguinalis (VL I) dextra Costae XII dextra

    Ren Sinistra

    Anterior Posterior

    Flexura coli sinistra Colon descendens Pancreas Pangkal mesocolon transversum Lien Gaster

    M. psoas sinistra M. quadratus lumborum sinistra M. transversus abdominis sinistra N. subcostalis (VT XII) sinistra N. ileohypogastricus sinistra N. ileoinguinalis (VL I) sinistra Pertengahan costae XI & XII sinistra

    VASKULARISASI REN Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing

    arteria renalis biasanya bercabang menjadi arteriae segmentales yang masuk ke dalam hilum

    renalis, empat di depan dan satu di belakang pelvis renalis. Arteiae ini mendarahi segmen-

    segmen atau area renalis yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis,

    masing-masing satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis, setiap

    arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae interlobares. Arteriae interlobares

    berjalan menuju cortex di anatara pyramides renales. Pada perbatasan cortex dan medula

    renalis, arteriae interlobares bercabang menjadi arteriae arcuatae yang melengkung di atas

    basis pyramides renales. Arteriae arcuatae mempercabangkan sejumlah arteriae interlobulares

    yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriol aferen glomerulus, yang masuk ke kapsul

    Bowman, merupakan cabang arteriae interlobulares.

    PERSARAFAN REN

  • Serabut plexus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervi thoracici X, XI, dan XII.

    ANATOMI MIKROSKOPIK GINJAL

    Glomerulus Glomerulus adalah massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang perjalanan

    arteriol, dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen

    meninggalkan glomerulus. Diameter arteriol aferen lebih besar dibanding diameter

    arteriol eferen dan akibatnya glomerulus menjadi sebuah sistem yang bertekanan relatif

    tinggi, membantu pembentukan cairan jaringan dalam jalinan kapiler.

    Epitel parietal, yaitu podosit, mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan di antara

    ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tangkai dengan daerah bersisian

    dengan lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu

    terletak sel mesengial. Sel ini berbentuk bintang mirip perisit ang dijumpai di tempat

    lain dengan cabang-cabang sitoplasma yang kadang-kadang meluas di antara endotel

    dan lamina basal. Sel mesangial ini dapat berkerut jika dirangsang oleh angiotensin,

    dengan akibat berkurangnya aliran darah dalam kapiler glomerulus. Selain itu, sel

    mesangial dianggap bersifat fagositik dan akan bermitosis untuk proliferasi pada

    beberapa penyakit ginjal.

    Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol

    aferen bersifat epitelod. Intinya bulat dan sitoplasmanya mengandung granula,

    walaupun granula itu tak tampak dengan pulasan rutin hematoksilin dan eosin. Sel-sel

    ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Dalam arteriol aferen, lamina elastika interna

    tidak ada, sehingga sel JG berdekatan dengan endotel, jadi berdekatan dengan darah

    dalam lumen. Sel-sel itu juga berhubungan erat dengan makula densa, suatu bagian

    khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen.

    Makula densa tidak mempunyai lamina basal. Berhubungan dengan sel yang bergranul,

    terdapat beberapa sel warna pucat yang disebut sel Lacis atau sel mesangial

    ekstraglomerular. Fungsinya tidak diketahui, akan tetapi mungkin menghasilkan

    eritropoietin (EPO), hormon yang merangsang eritropoiesis di dalam sumsum tulang.

    Sel JG menghasilkan enzim yang disebut renin. Dalam darah, renin mempengaruhi

    angiotensinogen (suatu protein plasma) untuk menghasilkan angiotensin I. Bentuk ini

    tidak aktif, akan tetapi diubah menjadi angiotensin II oleh sekresi suatu enzim konversi

    yang terdapat dalam paru (angiotensin converting enzyme/ACE). Angiotensin II

    berperan terhadap korteks adrenal dan menyebabkan pelepasan aldosteron yang pada

    gilirannya mempengaruhi tubulus renal (terutama tubulus distal) untuk menambah

    reabsorpsi natrium dan klorida; jadi air yang menambah volume plasma. Angiotensin II

    juga merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat.

    Kapsul Bowman Kapsul Bowman, pelebaran nefron yang

    dibatasi epitel, diinvaginasi oleh jumbai

    kapiler glomerulus sampai mendapatkan

    bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda.

    Terdapat rongga berupa celah yang sempit,

    Gambar 1-6. Glomerulus: arteri aferen (AA), sel Juxtaglomerulus (JC), makula densa (MD), tanda panah menunjukkan granula yang mungkin merupakan renin yang dihasilkan oleh JC. Tanda bintang merupakan nulcei dari sel-sel endotelial arteriole aferen glomerulus

  • rongga kapsula, di antara lapisan luar atau parietal (epitel kapsula) dan lapisan dalam

    atau viseral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada jumbai kapiler. Korpuskel

    ginjal mempunyai polus vaskular, tempat arteriol aferen dan eferen masuk dan keluar

    glomerulus dan tempat lapisan kapsula membalik untuk melapisi pembuluh darah

    sebagai lapisan viseral. Korpuskel ginjal juga mempunyai polus urinarius pada sisi

    sebelahnya, tempat rongga kapsula berhubungan dengan lumen tubulus kontortus

    proximal dan tempat epitel parietal (gepel) melanjutkan diri pada epitel kuboid atau

    silindris rendah tubulus kontortus proximal.

    Lapisan parietal kapsul Bowman tersusun dari epitel selapis gepeng dengan inti

    agak menonjol ke rongga kapsula. Pada polus urinari, sel-sel gepeng ini bertambah

    tinggi melebihi 4-5 sel untuk berhubungan dengan epitel silindris rendah yang melapisi

    dinding tubulus kontortus proximal. Lapisan viseral epitel melekat erat pada kapiler

    glomerulus dengan inti sel-sel epitel ini pada sisi kapsula lamina basal, akan tetapi tidak

    membentuk lembaran yang utuh dan sel-selnya telah mengalami perubahan.

    Sel ini disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk bintang, dengan badan selnya

    yang hampir tidak pernah melekat pada lamina basal kapiler glomerulus, akan tetapi

    terpisah sejauh 1-2 m.

    Tubulus Kontortus Proximal Tubulus kontortus proximal, mulai dari polus urinarius korpuskel ginjal, panjangya

    hampir 14 mm dengan diameter luar 50-60 m. Tubulus ini berakhir sebagai saluran yang lurus dan berjalan menuju berkas medular yang paling dekat tempat tubulus

    melanjutkan diri dengan ansa Henle.

    Pada pangkalnya terdapat bagian sempit yang disebut leher (neck), tempat terjadinya peralihan yang mendadak dari epitel gepeng (parietal) kapsul Bowman ke

    epitel selapis silindris rendah tubulus proximal. Sel-sel tubulus proximal bersifat

    eosinofilik dengan batas sikat (brush border) dan garis-garis basal (basal striations)

    dan lumen biasanya nyata lebar. Batas sel tak jelas karena sistem interdigitasi yang

    rumit dan membran plasma lateral sel-sel yang bersisian.

    Ansa Henle Segmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus proximal pars rekta)

    ke segmen tipis biasanya mendadak, berselang beberapa sel dengan perubahan epitel

    kuboid dan torak rendah ke gepeng. Diameter luar segmen tipis hanya 12-15 m, dengan diameter lumen relatif besar, sedangkan tinggi epitel hanya 1-2 m.

    Segmen tebal. Peralihan segmen tipis ke segmen tebal tiba-tiba, dengan sel-sel

    yang bertambah tinggi dari gepeng sampai kuboid. Pada nefron panjang, perubahan

    terjadi di pars ascendens. Pada nefron pendek, perubahan biasanya terdapat pada pars

    descendens sehingga segmen tebal membentuk ansa. Melihat strukturnya, segmen tebal

    mirip tubulus kontortus distal pars kontorta, akan tetapi tinggi epitel lebih pendek dan

    inti cenderung menonjol ke lumen. Pars rekta tubulus distal berjalan dari medula ke

    korteks, menuju korpuskel renal asal dan menempati tempat bersisian dengan arteriol

    aferen dan eferen sebagai makula densa, dengan demikian membentuk bagian akhir

    ansa Henle.

    Tubulus Kontortus Distal Di daerah makula densa, nefron melanjutkan diri sebagai tubulus kontortus distal yang

    menempuh perjalanan yang pendek berkelok-kelok di korteks dan berakhir dekat

    sebuah berkas medula dengan melanjutkan diri ke dalam duktus koligens. Tubulus

    kontortus distal lebih pendek dari tubulus kontortus proximal sehingga pada sediaan

    tampak dalam jumlah yang lebih kecil, diameter lebih kecil dan sel-selnya kuboid lebih

    kecil dan tidak mempunyai brush border. Biasanya 6-8 inti tampak dalam potongan

  • melintang. Umumnya sel kurang mengambil warna bila dibandingkan dengan sel-sel

    tubulus kontortus proximal. Di dalam sitoplasma bagian basal terdapat interdigitasi

    tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip dengan yang tampak pada tubulus

    proximal. Hal ini memberikan gambaran bergaris pada bagian basal sel dan merupakan

    mekanisme pompa natrium yang aktif dari cairan tubular. Setiap tubulus kontortus distal

    dihubungkan oleh saluran penghubung pendek ke duktus koligens yang kecil.

    Duktus Koligen Duktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap

    tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang

    sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat

    beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju

    medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu

    untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut

    duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak

    seperti sebuah tapisan (area cribrosa).

    Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari

    kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama.

    Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan

    beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter

    dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).

    Struktur detail

    Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan

    berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke

    dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena

    renal, dan ureter.

    Organisasi

    Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian

    paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida

    yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar

    yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih

    dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air

    dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian

    mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya

    akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan

    arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri

    dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan

    oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut

    glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari

  • arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan.

    Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula

    Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan

    akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat

    arteri eferen. Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman

    terdapat tiga lapisan:

    1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus

    2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar

    3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)

    Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga

    lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat

    glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar.

    Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati

    ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat

    glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi

    ginjal.

    Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus

    Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat

    glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah

    lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle diberi nama

    berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle

    menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang

    melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan

    terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral.

    Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus

    melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang

    terdiri dari:

    tubulus penghubung

    tubulus kolektivus kortikal

    tubulus kloektivus medularis

    Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular,

    mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya

    sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk

    membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

  • 1. FISIOLOGI GINJAL, PEMBENTUKAN URIN, DAN ASPEK BIOKIMIA PERAN GINJAL FUNGSI GINJAL:

    a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.

    b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya

    melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.

    c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H

    +), bikarbonat (HCO3

    -), dan amonium (NH4

    +) serta memproduksi urin asam atau basa,

    bergantung pada kebutuhan tubuh.

    d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.

    e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam

    mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan tekanan darah dan

    retensi air.

    f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas

    konsentrasi nutrien dalam darah.

    g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

    PEMBENTUKAN URIN

    Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan

    tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.

    a. Filtrasi glomerulus Filtrasi glomerulus adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerulus, dalam

    gradien tekanan tertentu ke dalam kapsul Bowman. Filtrasi ini dibantu oleh faktor berikut:

    Membran kapiler glomerulus lebih permeabel dibanding kapiler lain dalam tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat.

    Tekanan darah dalam kapiler glomerulus lebih tinggi dibanding tekanan darah dalam kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil dibanding diameter arteriol aferen.

    b. Reabsorpsi tubulus Sebagian besar filtrat (99%) secara selektif direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi

    pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut, atau difusi

    terfasilitasi. Sekitar 85% NaCl dan air serta semua glukosa dan asam amino pada filtrat

    glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proximal, walaupun reabsorpsi

    berlangsung pada semua bagian nefron.

    c. Sekresi tubulus Mekanisme sekresi tubulus adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah

    dalam kapiler peritubulus melewati sel-sel tubulus menuju cairan tubulus untuk dikeluarkan

    dalam urin.

    Tabel 2-1. Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan

    distal nefron

    Tubulus Kontortus Proximal

    Reabsorpsi Sekresi

    67% Na+ yang difiltrasi secara aktif Sekresi H+ bervariasi, bergantung

  • direabsorpsi; Cl- mengikuti secara

    pasif

    Semua glukosa dan asam amino yang difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi

    aktif sekunder

    PO4- dan elektrolit lain yang difiltrasi

    direabsorpsi dalam jumlah yang

    bervariasi;

    65% H2O yang difiltrasi secara osmosis direabsorpsi

    Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi

    pada status asam-basa tubuh

    Sekresi ion organik

    Tubulus Kontortus Distal

    Reabsorpsi Sekresi

    Rebasorpsi Na+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron; Cl

    - mengikuti secara

    pasif

    Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin

    Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

    Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron

    Duktus Koligen

    Reabsorpsi Sekresi

    Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin

    Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

    KARAKTERISTIK URIN

    a. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:

    Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.

    Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.

    Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil.

    Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium.

    Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.

    Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.

    Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu

    ginjal atau kalkuli.

    b. Sifat fisik

    Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.

    Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes

    yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.

    Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan

    meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.

    Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.

  • 1. Memahami tentang glomerulonefritis

    Definisi

    Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

    tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus hemolitikus grup A yang

    nefritogenik.

    Etiologi

    Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria

    dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus

    respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12,

    4, 16, 25 dan 49.

    Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada

    tahun 1907 dengan alasan bahwa :

    1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.

    2.Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.

    3.Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum penderita.

    Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari

    tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang

    satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lain, tidaklah diketahui.

    Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya

    GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis,

    keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan

    lupus eritematous.

    Patogenesis

    Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

    kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.

    Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

    1.Terbentuknya kompleks antigen antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan

    kemudian merusaknya.

    2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

    autoimun yang merusak glomerulus.

    3.Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang

    sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

  • Gejala Klinis

    Gambaran klinis dapat bermacam macam. Kadang kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak

    datang dengan gejala berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria / kencing berwarna

    merah daging. Kadangkala disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh

    tubuh.

    Pasien kadang kadang datang dengan gejala gagal jantung kongestif atau sembab paru. Hipertensi

    sering dijumpai bahkan terlihat ensefalopati hipertensif yang ditunjukkan dengan adanya gejala

    sakit kepala, muntah, letargi, disorientasi dan kejang. Oliguria serta anuria tidak jarang dikeluhkan

    beberapa pasien menampakkan gejala anemia. Umumnya edema berat terdapat oligouria dan bila

    ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60 70 % anak dengan GNA pada hari I, kemudian

    pada akhir minggu I menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan

    darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya

    menjadi kronis. Hipertensi ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan

    dengan gejala serebrum dan kelainan jantung. Suhu badan tidak seberapa tinggi tetapi dapat tinggi

    sekali pada hari pertama. Kadang kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi

    lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan

    diare tidak jarang menyertai penderita glomerulonefritis akut.

    Selama fase akut terdapat vasokontriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi

    menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi kurang. Filtrasi air,

    garam, ureum dan zat zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin

    dalam darah meningkat. Fungsi tubulus hati relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air diresorpsi

    kembali sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang,

    ureumpun diresorpsi kembali lebih dari biasa. Akhirnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan

    uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolik.

    Pemeriksaan Laboratorium

    Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).

    Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria

    makroskopis ditemukan pada 50 % penderita. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit

    (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin.

    Albumin serum sedikit menurun, demikian juga komplemen serum (globulin beta lC). Ureum dan

    kreatinin darah meningkat. Titer anti streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi

    Streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50 %

    penderita.

  • GLOMERULONEFRITIS (GN)

    A. DEFINISI GN Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral yang dimulai dalam

    glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria. Meskipun lesi

    terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami

    kerusakan sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Penyakit yang mula-mula digambarkan

    oleh Richard Bright pada tahun 1827 (Brights disease), sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi (sebagian besar tidak diketahui),

    meskipun respons imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.

    KLASIFIKASI GN

    B. GLOMERULONEFRITIS PRIMER:

    GN membranosa (nefropati membranosa). Penyakit dengan progresif lambat ini, sering terjadi pada usia antara 30 dan 50 tahun, secara morfologis ditandai dengan

    adanya endapan berisi imunoglobulin di subepitel sepanjang membran basa glomerulus

    (GBM). Pada awal penyakit, glomerulus mungkin tampak normal dengan mikroskop

    cahaya, tetapi kasus yang sudah terbentuk sempurna memperlihatkan penebalan difus

    dinding kapiler.

    Nefrosis lipoid (minimal change disease). Gangguan yang relatif jinak ini merupakan penyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak. Penyakit ini ditandai dengan

    glomerulus yang pada pemeriksaan mikroskop cahaya tampak normal, tetapi di bawah

    mikroskop elektron memperlihatkan hilangnya tonjolan-tonjolan kaki sel epitel visera.

    Walaupun dapat timbul pada semua usia, penyakit ini paling sering ditemukan pada usia

    2-3 tahun.

    Glomerulosklerosis segmental fokal (FSG). FSG secara histologis ditandai dengan sklerosis yang mengenai sebagian, tetapi tidak semua glomerulus dan melibatkan hanya

    segmen setiap glomerulus. Gambaran histologik ini sering berkaitan dengan sindrom

    nefrotik dan dapat terjadi:

    berkaitan dengan penyakit lain, seperti infeksi HIV (nefropati HIV), kecanduan heroin (nefropati kecanduan heroin);

    sebagai proses sekunder pada bentuk lain GN (misal, nefropati IgA); sebagai komponen nefropati ablasi glomerulus; pada suatu bentuk kongenital herediter yang terjadi akibat mutasi gen sitoskeletal

    yang diekspresikan di podosit; atau

    sebagai penyakit primer. GN membranoproliferatif (MPGN). MPGN secara histologis bermanifestasi sebagai

    perubahan membran basal dan mesangium serta proliferasi sel glomerulus. Penyakit ini

    membentuk sekitar 5-10% kasus sindrom nefrotik idiopatik pada anak dan dewasa.

    GN proliferatif akut (pascastreptokokus, pascainfeksi). GN proliferatif (PGN) difus, salah satu penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh

    kompleks imun. Antigen pemicu mungkin berasal dari eksogen atau endogen. Infeksi

    oleh organisme lain selain streptokokus juga dapat berkaitan dengan PGN difus.

    Ditemukan gambaran tipikal pada penyakit kompleks imun, seperti

    hipokomplementemia dan endapan granular IgG dan komplemen di GBM

    GN progresif cepat (RPGN/cresentic). RPGN adalah suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik GN. Apa pun penyebabnya, gambaran histologis ditandai dengan

    adanya bulan sabit di sebagian besar glomerulus (GN cresentic/CrGN). Bulan sabit ini sebagian disebabkan oleh proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan

    sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.

    Nefropati IgA (Bergers disease). Penyakit ini biasanya mengenai anak dan dewasa muda dan berawal sebagai hematuria makroskopik yang terjadi dalam 1 atau 2 hari

    setelah infeksi saluran napas atas nonspesifik. Nefropati IgA merupakan salah satu

  • penyebab umum hematuria mikroskopik dan makroskopik berulang dan merupakan

    penyakit glomerulus tersering di seluruh dunia. Tanda utama patogenik adalah

    pengendapan IgA di mesangium.

    GN kronis (CrGN kronis). CrGN kronis adalah salah satu penyebab penting penyakit ginjal stadium-akhir yang bermanifestasi sebagai gagal ginjal kronis. Saat CrGN

    ditemukan, kelainan glomerulus telah sedemikian lanjut sehingga sulit diketahui sifat

    lesi awal. CrGN kronis mungkin mencerminkan stadium akhir berbagai entitas, yang

    terutama adalah RPGN, FSG, MGN, dan MPGN.

    PENYAKIT SEKUNDER (SISTEMIK) GANGGUAN HEREDITER

    Lupus eritematosus sistemik (LES) Sindrom Alport

    Diabetes melitus (DM) Penyakit Fabry

    Amiloidosis

    Sindrom Goodpasture

    Poliarteritis nodosa

    Granulomatosis Wegener

    Purpura Henoch-Schnlein

    Endokarditis bakterialis

    C. ETIOLOGI GN AKUT Kasus klasik GN akut terjadi setelah infeksi sterptokokus pada tenggorokan atau kadang-

    kadang pada kulit sesudah masa laten 1-2 minggu. Organimsme lazim yang

    menyebabkannya adalah Streptococcus -hemolyticus grup A tipe 12 atau 4 dan 1; jarang oleh penyebabnya. Namun, sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan

    pada ginjal, tetapi diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus

    yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik.

    Glomerulonefritis akut pascastreptokokus paling sering menyerang anak usia 3-7

    tahun, meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang. Perbandingan

    penyakit ini pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2:1.

    a. PATOGENESIS GN AKUT Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersikulasi ke dalam glomerulus

    tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.

    Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik

    leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan

    pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM).

    Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti

    sel-sel mesangial dan selanjutnya sel-sel epitel. Meningkatnya kebocoran kapiler

    glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah keluar ke dalam urine yang sedang

    dibentuk oleh ginjal sehingga mengakibatkan proteinuria dan hematuria.

    b. MANIFESTASI KLINIS GN AKUT Onset penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh malaise, demam ringan, mual, dan

    sindrom nefritik. Pada kasus yang biasa, oliguria, azotemia, edema, dan hipertensi biasanya

    hanya ringan sampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urine tampa

    cokelat berasap (bukan merah terang). Proteinuria adalah gambaran konstan pada penyakit

    ini, tetapi kadang-kadang cukup berat sehingga terjadi sindrom nefrotik. Kadar komplemen

    serum rendah selama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum meningkat pada

    kasus pascastreptokokus. Gejala biasanya berkurang dalam beberapa hari, meskipun

    hematuria mikroskopik dan proteinuria dapat menetap selama berbulan-bulan.

  • DIAGNOSIS GN

    A. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanda dan gejala spesifik dapat mengindikasikan glomerulonefritis, tetapi kondisi yang

    sering muncul adalah ketika hasil urinalisis rutin abnormal. Urinalisis dapat

    memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:

    Sel darah merah dan silinder eritrosit, merupakan indikator yang menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan pada glomeruli

    Sel darah putih, indikator umum yang menyatakan adanya infeksi atau inflamasi

    Protein yang meningkat, yang mengindikasikan kerusakan pada nefron.

    Untuk menegakkan diagnosis GN, prosedur diagnostik yang dapat dilakukan selain

    urinalisis adalah:

    Tes darah. Hal ini dapat memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi pada ginjal dan gangguan mekanisme filtrasi yang dapat diketahui dengan cara mengukur

    kadar zat-zat sisa (seperti kreatinin dan urea) dalam darah.

    Tes pencitraan. Jika dokter mendeteksi adanya kerusakan pada ginjal, maka ia berhak untuk merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan pencitraan ginjal, seperti X-ray,

    ultrasonografi, atau CT-scan (computerized tomography scan).

    Biopsi ginjal. Prosedur ini dilakukan menggunakan metode khusus untuk mengekstraksi bagian kecil dari ginjal yang nantinya akan diperiksa secara

    mikroskopik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengetahui penyebab terjadinya

    reaksi inflamasi. Biopsi ginjal hampir selalu diperlukan untuk memastikan diagnosis

    glomerulonefritis.

    B. KOMPLIKASI GN

    Gagal ginjal akut. Kehilangan fungsi filtrasi nefron dapat menyebabkan penumpukan bahan-bahan yang tidak berguna. Kondisi ini dapat membuat penderita membutuhkan

    terapi dialisis, yaitu metode yang berguna untuk mengeluarkan cairan dan bahan-bahan

    sisa dari dalam darah (menggunakan dializer).

    Gagal ginjal kronik. Keadaan ini menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya. Fungsi ginjal yang kurang dari 10% dari normal mengindikasikan penyakit ginjal stadium-

    akhir, yang biasanya membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal untuk

    mempertahankan hidup.

    Tekanan darah tinggi.

    Sindrom nefrotik. Ini merupakan sekelompok tanda dan gejala yang dapat menyertai glomerulonefritis (GN) dan kondisi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan

    filtrasi glomerulus. Sindrom nefrotik ditandai dengan kadar protein yang tinggi dalam

    urin sehingga menyebabkan kadar protein dalam darah menurun; kolesterol darah yang

    tingg; dan edema kelopak mata, kaki, dan abdomen.

    a. PROGNOSIS GN Diperkirakan lebih dari 90% anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna.

    Pada orang dewasa, prognosisnya menjadi kurang baik (30-50%). Dua sampai lima persen

    dari semua kasus akut mengalami kematian, sedangkan sisa pasien lainnya dapat

    berkembang menjadi glomerulonefritis progresif cepat (RPGN), atau glomerulonefritis

    kronik yang perkembangannya lebih lambat. Pada RPGN, kematian akibat uremia biasanya

    terjadi dalam jangka waktu beberapa bulan saja, sedangkan pada glomerulonefritis kronik,

    perjalanan penyakit dapat berkisar antara 2-40 tahun.

    Pengobatan

  • TERAPI FARMAKOLOGIS

    Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab, sedangkan non-spesifik untuk

    menghambat progresivitas penyakit. Kontrol tekanan darah dengan diuretik, angiotensin

    converting enzyme inhibitors (ACEi), angiotensin II receptor antagonists (AIIRA)

    terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat

    membantu menghambatt progresivitas GN.

    Efektivitas penggunaan obat imunosupresif GN masih belum seragam. Diagnosis GN,

    faktor pasien, efek samping, dan faktor prognostik merupakan pertimbangan terapi

    imunosupresif. Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat

    sitokin proinflamasi seperti IL- atau TNF- dan aktivitas transkripsi NFkB yang berperan pada patogenesis GN. Siklofosfamid, klorambusil, dan azatioprin mempunyai efek

    antiproliferasi dan dapat menekan inflamasi glomerulus. Imunosupresif lain seperti metil

    mikofenolat, takrolimus, dan sirolimus juga belum diindikasikan secara penuh untuk

    pengobatan glomerulonefritis.

    Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

    1.Istirahat mutlak selama 3 4 minggu

    Dulu dianjurkan istirahat selama 6 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk

    menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita setelah 3 4

    minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

    2.Pemberian penisilin pada fase akut

    Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi

    menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.

    Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama

    sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas

    yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,

    namun kemungkinan ini sangat kecil sekali.

    3.Makanan

    Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1 g/hari).

    Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah

    normal kembali.Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10 %.

    Pada penderita tanpa komplikasi, pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila

    ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang

    diberikan harus dibatasi.

    4.Pengobatan terhadap hipertensi

    Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Pemberian

    cairan dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beistirahat.

    Pada hipertensi dengan gejala serebral, diberikan reserpin dan hidralasin. Mula mula diberikan

    reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5 10 jam kemudian, maka

  • selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat

    parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

    5. Bila anuria berlangsung lama (5 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

    dengan beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus. Bila

    prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah venapun

    dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

    6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir akhir ini pemberian

    furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 10 menit tidak berakibat buruk pada

    hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan

    hipertensi.

    7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

    Prognosis

    - Sebagian besar pasien akan sembuh, 5 % mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan

    cepat.

    - Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 10 setelah awal penyakit, dengan

    menghilangnya sembab dan secara bertahap TD menjadi normal kembali.

    - Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3 4

    minggu.

    - Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6 8 minggu.

    - Kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan bulan bahkan bertahun tahun pada

    sebagian besar pasien.

    -Prognosa baik, dipengaruhi pada faktor makin muda umur penderita, beratnya gangguan faal ginjal

    dan penyulitnya.

    PENCEGAHAN

    Sebagian besar GN tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa tindakan bermanfaat yang

    dapat dilakukan:

    Mengobati infeksi streptokokus pada radang tenggorokan

    Untuk menghindari infeksi (seperti HIV dan hepatitis) yang dapat menyebabkan GN, ikuti pedoman safe-sex, dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang secara intravena

    Kontrol gula darah untuk membantu mencegah terjadinya diabetic nephropathy.

    Kontrol tekanan darah untuk mencegah bahaya hipertensi terhadap ginjal.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Kapita Selekta Kedokteran : Glomerulonefritis Akut, Edisi Ke 2 , Media Aesculapius FKUI,

    1982, 601 602.

    2. Noer, Muhammad Syaifullah : Glomerulonefritis, Buku Ajar Nefrologi Anak, Jilid II, Ikatan

    Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 1996, 318 326.

    3. Richard E. Behrman, Victor C. Vaughn : Glomerulonefritis Akut Dalam Nelson Textbook of

    Pediatrics, Alih Bahasa dr. R.F. Maulana, M.Sc ; EGC, Jakarta, 1992, 89 104.

    4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Glomerulonefritis Akut, Ilmu Kesehatan Anak, Buku

    Kuliah 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid 2, jakarta, 1985, 835 839.

    5. Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

    6. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC

    7. Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore,

    Maryland: Lippincott Williams & Wilkins

    8. Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

    IPD FKUI

    9. Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC

    10. Mayo Clinic Staff. 2009. Glomerulonephritis.

    http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503

    11. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.

    Jakarta: EGC

    12. Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.

    Jakarta: EGC

    13. Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC

    15. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

    16. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

    17. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

    18. Syam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK

    YARSI