Anatomi Dan Fisiologi Sinus Paranasal

download Anatomi Dan Fisiologi Sinus Paranasal

of 32

description

referat

Transcript of Anatomi Dan Fisiologi Sinus Paranasal

BAB IPENDAHULUANANATOMI HIDUNG DAN SINUS

Hidung bagian luarBentuk hidung bagian luar menyerupai piramid, puncaknya dikenal sebagai tip atau apex. Dari tip membentang ke atas dan di belakang disebut dorsum nasi, yang kemudian bersatu dengan os frontale membentuk radix nasi. Columella adalah bagian yang turun ke depan bawah tip ke bibir atas. Pada sisi kanan dan kiri, yang dibatasi dari lateral oleh alaenasi, dan dari inferior oleh alaris nasi.Rangka hidung bagian proximal dibentuk oleh rangka tulang, bagian distal oleh rangka tulang rawan, sehingga bagian proximal lebih kokoh dan sukar digerakkan. Kerangka tulang ini merupakan kesatuan dari os nasale dan processus frontalis maxillae. Bagian tulang rawan terdiri dari cartilago septi nasi, yang memegang peranan menentukan tinggi rendahnya hidung seseorang. Sedangkan puncak hidung (tip) dibentuk oleh septalangle dan cartila alaris mayor.

Gambar 1. Hidung Bagian Luar (19 Root of Nose), 20 (Dorsum (Brigde) of Nose), 21. Tip of Nose Apex, 22. Alae Nasi

Gambar 2. (24. Nasal Cartilage, 25. Lateral Nasal Cartilage, 26. Greater Alar Cartilage, 26. Medial Crus, 27.Lateral Crus, 28.Lesser Alar Cartilage, 29. Accessory Nassal Cartilage, 30. Cartilaginous Nasal Septum, 30. Cartilaginous Nasal Septum, 30a. Prosesus Lateralis, 31. Prosesus Posterior, 32. Vomevanasal Cartilage, 33.Mobile Part of Nasal Septum.

Kerangka tulang dan tulang rawan ini terikat erat satu sama lain oleh jaringan ikat yang kuat. Otot-otot tipis yang melapisi hidung bagian luar terdiri dari otot-otot dilatator dan otot-otot konstriktor. Kulit yang melapisi hidung bagian proximal lebih tipis dan lebih longgar hubungannya dengan jaringan ikat dan tulang di bawahnya; sedangkan di bagian distal lebih tebal dan lebih erat hubungannya dengan jaringan dan tulang rawan di bawahnya. Bagian distal ini juga banyak mengandung kelenjar-kelenjar sebaciuus. Vestibulumnasi termasuk hidung bagian luar, karena diisi oleh kulit dan mengandung kelenjar-kelenjar sebacious dan vibrisae.Hidung bagian dalam

Terdiri dari cavum nasi yang berbentuk terowongan yang menyerupai piramid, dipisahkan menjadi dua bagian kiri dan kanan oleh septum nasi. Pintu depan dari cavum nasi disebut neres anterior, cavum nasi berhubungan langsung ke belakang dengan nasopharynx melalui choanae atau nares posterior. Cavum nasi itu terdiri dari dinding-dinding lateral, medial, atap dan dasar cavum nasi.a. Dinding lateral. Bagian ini merupakan bagian yang amat penting dan kompleks dari cavum nasi, karena ada hubungan langsung dengan sinus-paranasalis. Pada dinding ini terdapat tiga conchae nasalis, yakni conchae nasalis inferior, conchae nasalis media, dan conchae nasalis superior. Conchae nasalis inferior merupakan tulang yang berdiri sendiri, sedangkan conchae nasalis media dan conchae nasalis superior merupakan bagian dari tulang othmoidalis. Di antara ketiga conchae nasalis ini terbentuk celah-celah yang masing-masing kita kenal sebaai meatus nasi inferior, meatus nasi media yang letaknya antara conchae inferior dan conchae media, dan meatus superior yang letaknya antara conchae media dengan conchae superior.Pada meatus inferior terdapat muara dari ductus nasolacrimalis yang menghubungkan saccus lacrimalis dengan cavum nasi. Pada meatus medius dimana terdapat hiatus semilunaris bermuara ketiga ostia dari sinus frontalis, ostium sinus ethmoidalis anterior dan ostium sinus maxillaris.Pada meatus nasi posterior terdapat ostia dari sinus paranasalis kelompok belakang, yakni ostium sinus othmoidalis posterior dan ostium dari sinus sphenoidalis. Atas dasar hubungan anatomis ini, maka setiap adanya kelainan pada meatus nasi medius, kita harus pikirkan kemungkinan hubungannya dengan kelainan dalam sinus paranasalis kelompok depan sedangkan kelainan pada meatus nasi superior kita harus pikirkan kemungkinan adanya kelainan dalam sinus paranasalis kelompok belakang.b. Dinding medial. Dinding medial cavum nasi adalah septum nasi yang membagi cavum nasi atas dua bagian yang kurang lebih sama besarnya. Septum ini dibentuk oleh lamina perpendicularis ossis ethmoidalis yang merupakan lempeng tulang yang tipis yang menempati bagian belakang atas dari septum nasi; cartilago septi nasi (cartilago quadrilateral) yang terletak di depan, dan vomer yang merupakan tulang yang terletak di belakang bawah dari septum nasi. Kerangka septum ini dilapisi oleh mukosa yang pada umumnya tebalnya tak teratur. Septum nasi pada seorang dewasa jarang yang benar-benar lurus, pada umumnya ada deviasi ringan, yang berupa obstruksi nasi (akan dibicarakan pada bagian patologi).Atap. Atap cavum nasi merupakan bagian yang tertinggi dan tersempit, dari depan ke belakang terdiri dari os nasale, processus nasalis os frontalis, corpus ethmoidalis, corpus sphenoidalis. Lamina eribrosa dari ethmoid membentuk sebagian besar dari atap cavum nasi, atap dari cavum nasi ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis dengan fossa cranii anterior, sehingga kalau terdapat fraktur pada lamina eribrosa, akan terbuka jalan ke fossa cranii anterior dengan segala akibatnya.d.Dasar cavum nasi. Merupakan atap dari rongga mulut. 2/3 bagian depan dibentuk oleh pars palatina os maxillae, 1/3 belakang oleh pars horizontalis os palatina.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASALAda empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.

Sinus MaksilaSinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.

Sinus FrontalSinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.1,2

Sinus EtmoidDari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.1,2

Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.

Sinus SfenoidSinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.1,2Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2

Kompleks Ostio-MeatalPada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2

Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,21. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.3. Membantu keseimbangan kepalaSinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.4. Membantu resonansi suaraSinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.5. Sebagai peredam perubahan tekanan udaraFungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus6. Membantu produksi mukusMukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

Selama inspirasi, aliran udara masuk hidung melalui vestibulum secara vertical obliq . Secara aerodinamis, keadaan udara ini dalam state tekanan lamelar, yang berarti bahwa tidak ada pencampuran lapisan udara yang berbeda. Ketika udara terinspirasi mencapai katup hidung yang terletak antara ruang depan dan rongga hidung, kemudian melalui bagian tersempit di saluran pernapasan ata saluran (Lumen nasi). Ketika melewati katup hidung, potongan melintang jalan napas menjadi sangat berkembang, menciptakan "efek diffuser" yang mengubah sebagian besar aliran laminar dari udara terinspirasi menjadi turbulen aliran, di mana lapisan udara yang berbeda berputar-putar bersama-sama. Selain kecepatan udara, tingkat perubahan dan karakteristik aliran udara pada tahap ini sangat dipengaruhi dengan anatomi khusus rongga hidung, yang tunduk pada perbedaan individu. Deviasi septum dan spur tulang rawan pada septum yang signifikan dalam hal ini sebagai pencetus turbulensi, menyebabkan hiperplasia konka atau perforasi septum.

Fungsi Protektif dari Mukosa Hidung1. Mekanisme Pertahanan NonspesifikPertahanan mekanik: Paling penting dari mekanisme pertahanan mekanik mukosa hidung, apparatus mukosiliar yang secara fisik membersihkan terinspirasi udara. Sistem transportasi mukosiliar terdiri dari silia epitel pernapasan dan mucous blanket, yang terdiri dari dua lapisan: lebih dalam, kurang kental di sebut layer sol" di mana gerakan silia terjadi, dan dangkal, lebih kental "lapisan gel" (Gbr. 1.9). fisiologigerakan silia dijelaskan dalam 1.5.Gangguan transportasi mukosiliar dapat memiliki berbagai penyebab, seperti peningkatan viskositas dan ketebalan dari lapisan periciliary sol, menghambat gerakan silia, atau perubahan viscoelasticity gel lapisan sehingga transportasi lendir tidak efektif. akhirnya, berbagai mekanisme patogen dapat menghasilkan perubahan dalam silia sendiri, terlepas dari viskositas selimut lendir. Sebagai contoh, sebuah infeksi virus akut dari saluran pernapasan bagian atas dapat menyebabkan deskuamasi epitel, dengan hilangnya sel bersilia. Mikro-organisme tertentu dapat secara langsung mempengaruhi motilitas silia dengan mengurangi frekuensi gerak silia. Akhirnya, gangguan sindrom diskinesia silia congenital berdasarkan perubahan morfologi di silia seperti tidak adanya lengan dynein. Hal ini menyebabkan terkoordinasi, gerakan silia diskinesia yang mencegah transportasi efektifitas mukus (lihat juga sinusitis paranasal).

Protektif Nonspesifik Faktor : Mukosa hidung memiliki mekanisme pertahanan spesifik lainya, dalam bentuk faktor pelindung dalam mucosal blanket (Tabel 1.1). Pertahanan seluler: Mukosa memiliki pertahanan nonspesifik pada tingkat sel. Sel fagosit adalah granulosit neutrofil, monosit, dan makrofag. Mereka diikuti oleh "natural killer" (sel NK), yang terdiri dari sebagian kecil dari limfosit perifer dan melindungi terutama terhadap infeksi virus mukosa hidung.

2. Mekanisme Perahanan Spesifik

Selain mekanisme pertahanan nonspesifik dari mukosa hidung disebutkan di atas, hidung memiliki fungsi Sistem kekebalan tubuh yang dapat dilihat sebagai terpisah Unit imunologi. Hal ini terdiri dari mukosa hidung itu sendiri dan jaringan limfoepitelial dari cincin Waldeyer. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa struktur cincin Waldeyer itu, khususnya faring dan tonsila palatine, berfungsi sebagai komponen induktif yang aktif dalam penyerapan, pengolahan, dan presentasi antigen, sedangkan mukosa hidung sendiri adalah murni organ efektor. Misalnya bahan asing phagocytized oleh imunokompeten sel. Sistem imun spesifik lokal mukosa hidung didasarkan pada tindakan antibodi, yang bertanggung jawab untuk respon imun humoral, dan respon imun seluler.Respon imun humoral: Antibodi terbentuk di sel plasma paraglandular. Terutama, IgA adalah immunoglobulin yang merupakan karakteristik dari mukosa pernsapasan dan karena itu dari mukosa hidung. Sel-sel plasma juga mensintesis IgM dan kurang IgG. Ketika dirilis, immunoglobulin (terutama IgA) yang diserap oleh sel-sel kelenjar lamina propria, dilengkapi dengan komponen sekretori, dan kembali dirilis sebagai antibodi sekretori (sIgA). Respon imun seluler: Perwakilan dari seluler respon imun mukosa hidung termasuk sel mast, makrofag, berbagai polimorfonuklear leukosit (neutrofil, basofil, granulosit eosinofilik), limfosit, dan sel-sel sistem retikuloendotelial yang terjadi terutama sebagai dendritik (Langerhans) sel pada mukosa hidung. Limfosit T adalah penting dalam kontrol dan Fungsi memori dari respon imun, sedangkan limfosit B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sehingga memiliki peran penting dalam respon imun humoral mukosa sehubungan dengan produksi antibodi lokal.Granulosit eosinofilik ditemukan terutama dalam hubungan dengan sinusitis kronis dan polip hidung. Butiran mereka mengandung zat sitotoksik yang dapat jaringan kerusakan oleh lisis membran sel. Basophilic granulosit terlibat dalam reaksi alergi langsung, meskipun sel mast adalah yang paling jenis sel yang dominan dalam fase ini. Sel-sel mast yan juga terutama bertanggung jawab untuk pelepasan histamin dalam tahap awal reaksi alergi. granulosit basophilic (satu-satunya wakil dari polimorfonuklear leukosit) dan sel mast juga memiliki reseptor khusus (FcR) untuk mengikat IgE. Pada kontak dengan sesuai zat alergi, ini dapat menghasut menghancurkan Reaksi alergi yang mungkin berujung pada shok anafilaksis.Sel-sel epitel mukosa hidung juga memiliki fungsi kekebalan tubuh. Secara khusus, molekul adhesi ICAM-1, dinyatakan oleh sel-sel epitel, membantu untuk mencegah infeksi virus dengan bertindak sebagai reseptor untuk lebih dari 90% dari rhinovirus.Akhirnya, sel-sel endotel pembuluh darah bermain peran penting dalam respon imun spesifik mukosa hidung. Sel-sel endotel vascular diaktifkan oleh berbagai mediators- inflamasi misalnya, interleukin 1, tumor necrosis factor- (TNF-), dan mereka mengatur diapedesis transendothelial dari Sel-sel imunokompeten ke jaringan sekitarnya melalui ekspresi berbagai molekul adhesi (Gambar. 1.10, 1.11).13

BAB IIRHINOSINUSITIS

DefinisiSinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitisdikarakteristikkan sebagai suatu peradangan padasinus paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengansinusyang terkena. Bila mengenai beberapasinusdisebut multisinusitis. Bila mengenai semuasinus paranasalis disebutpansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empatsinusyaitusinus maksilaris(terletak di pipi),sinus etmoidalis(kedua mata),sinus frontalis(terletak di dahi) dansinus sfenoidalis(terletak di belakang dahi).1,2Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.10

KlasifikasiTerdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10

Etiologi dan Faktor PredisposisiBeberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 1Penyebab sinusitis dibagi menjadi:1. RhinogenikPenyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.2. Dentogenik/odontogenikPenyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya kerusakan pada gigi.1,2 Sinusitis DentogenMerupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.Dasar sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1 Sinusitis JamurSinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sering kali berakhir dengan kematian.1Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang.Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam sinus.1

EpidemiologiRinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis.Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11

PatofisiologiKesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1

Manifestasi KlinisKeluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam dan lesu.1Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) .nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:a. Sakit kepala kronikb. Post-nasal dripc. Batuk kronikd. Ganguan tenggoroke. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachiusf. Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis, serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1

Working DiagonsisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid).Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.3

RINOSINUSITIS

Major SymptomsMinor Symptoms

Facial pain/pressureHeadache

Facial congestion/fullnessFever (non acute)

Nasal obstruction/blockageHalitosis

Nasal discharge/purulence/discolored posterior drainageFatique

Hyposmia/anosmiaDental pain

Purulence on nasal examCough

Fever (acute rhinosinusitis only)Ear pain/pressure/fullness

a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in the absence of another symptom or sign.b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for diangosis in the absence of another symptom or sign.

Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963

Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis perlu di masukkan ke dalam diagnosa banding. 3Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus. Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari paparan radiasi. 3

Gambar 2: Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid 4

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 3,4Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. 3,4

Differential DiagnosisDokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus mereka bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus.Banyak kondisi yang mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan.Sindrom sakit kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal.Pada keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan strabismus.Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan temporomandibular juga harus dipertimbangkan.Sakit kepala mungkin disebabkan dari kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien.Pasien yang mempunyai sinus sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena neoplasma.Neoplasma yang sering adalah karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa.Kejadian ini lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh.Faktor genetik dan lingkungan juga mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit manusia(HLA) juga telah diidentifikasi.5Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan rinosinusitis yaitu :6 Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya mempengaruhi saluran pernapasan, tetapi dapat juga berkembang melibatkan organ lain. Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli, berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi cerebellar. Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus. Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis, bronkiektasis dan sindrom Kartagener. Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan dengan sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan bronkiektasis. Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan asma. Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan mastoiditis. Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome)dikaitkan dengan efusi pleura berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis. Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder pada obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan sinusitis.

PenatalaksanaanPengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi sinusitis adalah: a) Mempercepat penyembuhan,b) Mencegah komplikasic) Mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih alami.6,1

Medika Mentosa1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien dapat membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan antibiotik.72. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan lokal atau obat-obatan over-the-counter (OTC).3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan. 4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan dekongestan oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk drainase. Pasien dinasihatkan tidak menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka masa yang panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa.Drainase medis dicapai dengan vasokonstriktor topikal dan sistemik. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 10-14 hari untuk mengembalikan fungsi mukosiliar dan drainase menjadi normal. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per oral bisa menyebabkan hipertensi dan takikardi, maka mereka dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Obat ini juga dikontraindikasikan pada atlit yang mau berkompetisi karena peraturan pertandingannya. Vasokonstriktor topikal (Oxymetazoline hydrochloride) membantu drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis medikamentosa bila digunakan untuk periode yang lama.5,6,75. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas (community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi durasi penyakit dan membantu membasmi infeksi. Berdasarkan uji klinis, amoksisilin, doxycycline, atau trimethoprim-sulfametoksazol merupakan antibiotik yang disukai dan direkomendasikan selama 10 sampai 14 hari. Pilihan lain termasuk macrolide seperti azitromisin atau klaritromisin, atau sefalosporin generasi kedua/ketiga.5 Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. 1Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang disebabkan oleh bakteri.Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak berbeda dari yang disebabkan oleh virus.Simptom yang menunjukkan rinosinusitis bakteri termasuk demam, malaise seluruh badan dan sakit kepala pada bagian frontal unilateral.Selain itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien berisiko (immunodeficiency, usia lanjut, dll).Infeksi bakteri harus dipertimbangkan jika gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis, jadi pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak beresiko resisten, amoksisilin merupkan terapi lini pertama. Alternatif lini pertama yang lain termasuk trimethoprimsulfamethoxazole atau doxycycline.76. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk populasi anak. Penggunaan selama 10 hari dapat memberikan pemberantasan 90 %.57. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan nanah hidung, resolusi demam atau berkurangnya hidung tersumbat, standar pendekatan adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan lebih lama.Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus beralih ke cakupan yang lebih luas. Antibiotik lini kedua termasuk amoksisilin-asam klavulanat, sefalosporin dan makrolida.5,78. Respons klinis dan pengobatan biasanya tergantung individual.59. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for Allergy and Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5 hari terapi dan diteruskan untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan. Namun, jika tiada respon, antibiotik seharusnya ditukar.710. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih tinggi. Kortikosteroid yang digunakan intranasal bisa efektif dengan melemahkan respon inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan. Penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin memiliki kelebihan dibandingkan dengan penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang tinggi dan tidak ada risiko pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane baru-baru ini yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut, melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan jangka pendek.5,811. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis sekresi lendir. Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara teori mempunyai manfaat seperti menipiskan sekresi mukus dan memperbaiki drainase. Ia jarang digunakan untuk praktek klinis pengobatan sinusitis akut.6,712. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat pada sinusitis akut. Antihistamin mungkin berbahaya karena ia mengeringkan membran mukus dan menurunkan klirens sekresi. Antihistamin bermanfaat untuk mengurangkan obstruksi ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien sinusitis akut. Antihistamin mungkin memburukkan drainase dengan terjadinya penebalan dan tertumpuknya(pooling) sekresi sinonasal.6 Antihistamin tidak diberikan rutin karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat, sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua.113. Peran antibiotik pada rinosinusitis kronis(CRS) masih dipertanyakan. Pada penyakit ini sangat penting untuk mengidentifikasikan faktor penyebab seperti rinitis alergi, kelainan struktur, immunodeficiency, asap tembakau dan faktor lingkungan atau kerja. Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang CRS pada Dewasa, antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan sinus drainase yang purulen. Lama pengobatan antibiotik masih kontroversial, tapi pengobatan antibiotik untuk jangka panjang selama 3-6 minggu mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek. Seperti pada rinosinusitis akut, perawatan lain termasuk steroid topikal dan irigasi sinus. Steroid oral jangka pendek mungkin bermanfaat dalam mengobati CRS terutama CRSwNP(chronic rhinosinusitis with nasal polyps). Evaluasi lebih lanjut diperlukan pada pasien yang gagal terapi medis dan mungkin memerlukan intervensi bedah.14. Pada AFRs(allergic fungal rhinosinusitis), operasi biasanya diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menghapuskan mukus yang menebal. Setelah intervensi bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan hidung kortikosteroid topikal digunakan untuk mengendalikan peradangan.15. Pengobatan antibiotik kronis mungkin memerlukan cakupan anaerobik, seperti klindamisin, amoksisilin/klavulanat, metronidazole yang dikombinasikan dengan macrolide, atau moksifloksasin. Lamanya pengobatan adalah 4 sampai 6 minggu. 716. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge yang berbau busuk, pengobatan anaerobik diperlukan dengan menggunakan klindamisin atau amoksisilin dengan metronidazole.17. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan intravena yang adekuat untuk organisme gram negatif. Antibiotik aminoglikosida biasanya merupakan drug of choice karena mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif dan penetrasi sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil dari sekresi maksila.18. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan antibiotik intravena. Sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime, ceftriaxone) dengan kombinasi vancomycin yang memberikan penetrasi intrakranial yang adekuat, merupakan pilihan pertama.619. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1

Non Medika Mentosa1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan anatomi dan hanya setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak untuk operasi meliputi setiap perluasan infeksi atau adanya tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif termasuk sinusitis bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma yang recalcitrant. Kerjasama yang erat dengan otolaryngologist berpengalaman sangat penting dalam kasus-kasus yang sulit.Bedah sinus endoskopi fungsional(BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,52. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).1Selain itu, simptomnya juga dapat dikurangkan dengan humidifikasi/vaporizer, kompresi hangat, hidrasi yang adekuat dan nutrisi seimbang.6

Pencegahan1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu mencegah flu dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas .3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu mencegah infeksi .4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi gejala pilek.5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh .6. Rencana serangan alergi musiman .a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan, menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari alergen, obat bebas atau obat resep dapat membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung dapat digunakan untuk serangan akut.b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-alergi.c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim alergi. Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara dapat digunakan untuk menyaring alergen serta penggunaan humidifier juga dapat membantu.d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-tahun.7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi hidung tipis.b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray selama penerbangan. 8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9

KomplikasiKomplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6Komplikasi mungkin timbul dengan cepat.Komplikasi yang sering adalah selulitis atau abses pada daerah preseptal atau orbita.Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain mungkin memerlukan pengobatan pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid.Sinus yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila.Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis .Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan.Perluasan pada intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi intrakranial.1,5 Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott bengkak(Potts puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase.Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles.Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus.Sinus frontal adalah yang paling sering terlibat.Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata, mengakibatkan diplopia.Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan cystic fibrosis.5Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1

PrognosisSinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya. Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa antibiotik.Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 20122. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-2403. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 24 April 2014. 4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201. 5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 23 April 2014.7. Georgy MS,PetersAT. Chapter 8:rhinosinusitis. Allergy AsthmaProc. 2012 ;33 Suppl 1:24-78. Venekamp RP,Bonten MJM,Rovers MM,Verheij TJM,Sachs APE.Systemic corticosteroid monotherapyforclinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-79. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_prevention.10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-4311. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):212. Rhinosinusitis, diunduh dari : https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-sinusitis,-rhinosinusitis.aspx 13. Basic Otorhinolaringology. Probst,Rudolf.Ebook. 2006. Thime

16