Anatomi Dan Fisiologi

25
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian : 1. Konjungtiva palpebra 2. Konjungtiva forniks 3. Konjungtiva bulbi Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid yang disebut caruncula.2 Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.2

description

anatomi

Transcript of Anatomi Dan Fisiologi

Page 1: Anatomi Dan Fisiologi

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi

permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada

sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat

pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea.

Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :

1. Konjungtiva palpebra

2. Konjungtiva forniks

3. Konjungtiva bulbi

Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis

dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada

lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid

yang disebut caruncula.2

Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial

mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel

ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas

lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung

jaringan ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.2

Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang

menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva adalah a.siliaris

anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe.

Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 2

Konjuntiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air

mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan

di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke

bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan

demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.2,3

Page 2: Anatomi Dan Fisiologi

Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda

lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat

pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata,

alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan

memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme

patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak

berkembang di daerah mata.

Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya

beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m.

rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang-

cabang yang mengelilingi kornea.3

Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang

berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.3

B. KONJUNGTIVITIS

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain

memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti

klilipen, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi lalat. Jika

meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling

ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis.

Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.2,3

Gejala objektif dari konjuntivitis adalah:2

a. hiperemi;

Merupakan gejala yang paling umum pada konjuntivitis. Terjadi karena pelebaran

pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya

kemerahan pada konjuntiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjuntiva.

Page 3: Anatomi Dan Fisiologi

b. Epifora atau mata berair, nrocos.

Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang

berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. eksudat

adalah produksi dari peradangan konjuntiva.

c. Peradangan

pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan

berbeda pada infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah. Sedang

infeksi koken lain akan memberi getah radang mukus.

d. Kemosis

Sembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya

peradangan yang berat, baik di dalam maupun diluar.

e. Follikel,

Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau fornicis.

Terdapat pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan,

berwarna pucat atau abu-abu.

f. Granula

Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.

g. Flikten

Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak

menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.

h. Membran dan pseudomembran,

Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada

pseudomembran koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran

koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel.Pengelupasan membran akan

menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran tidak menimbulkan

Page 4: Anatomi Dan Fisiologi

perdarahan

Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :4

1. Bakterial:

- Konjungtivitis Blenore

- Konjungtivitis Gonorre

- Konjungtivitis Difteri

- Konjungtivitis Folikuler

- Konjungtivitis kataral

- Blefarokonjungtivitis

2. Viral :

- Keratokonjungtivitis epidemika

- Demam Faringokonjungtivitis

- Keratokonjungtivitis New castle

- Konjungtivitis Hemoragik akut

3. Jamur

4. Alergi :

- Konjungtivitis vernal

- Konjungtivitis flikten

C. KONJUNGTIVITIS VERNALIS

1.Definisi

Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang

mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini

juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”.1,2,3,4,5,6

2.Klasifikasi

Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :3,6

- Bentuk Palpebra

Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat

pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.

Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding

Page 5: Anatomi Dan Fisiologi

bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak

dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

- Bentuk Limbal

Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.

Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian

epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil

3.Patofisiologi1

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang

banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai

hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat

proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.

Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva

sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.

Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga

konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva

tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada

konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi

yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering

menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun

kuantitas stem cells.

Tahap awall konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini,

akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh

satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta

pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi

stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.

Page 6: Anatomi Dan Fisiologi

Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast

dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini

hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam

membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan

eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya

abnormalitas jaringan.

Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,

peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara

keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan

terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi

jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan

yang luas. Horner- Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari

eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

4.Diagnosis

Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :

- Gejala klinis1,2,4,6

Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa

mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini

disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau

keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan

penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.

Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble

stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian

berat sehingga timbul pseudoptosis.

Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit

menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dot’s. Ini banyak terjadi pada anak-

anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan

pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul

Page 7: Anatomi Dan Fisiologi

perdarahan.

Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan

fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam

hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya

sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.

- Pemeriksaan Laboratorium1

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari

gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula-

granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.

5.Diagnosis Banding1

Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa

muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis

atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis

disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar

mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dot’s

juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada konjungtivitis

vernalis.

Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary

conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya

mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya papil

raksasa di knjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu

sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak

ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan

dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.

Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma

stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.

6.Penatalaksanaan1,3,5,6

Page 8: Anatomi Dan Fisiologi

Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan

untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau

menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua

akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus

dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga

bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga

bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3)

Pembedahan.

1.Tindakan Umum

Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi

keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan

tersebut antara lain :

- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter

- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari

- Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di

udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi

allergen.

- Kompres dingin di daerah mata

- Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi

protektif karena membantu menghalau allergen.

- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-

therapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan.

Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative bila

keadaan memungkinkan

- Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena

telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator sel mast.

2.Terapi Medik

Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien

tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan

Page 9: Anatomi Dan Fisiologi

mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan

yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor pertimbangan yang

penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah eksudat yang

kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang

sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting

dalam timbulnya gejala.

Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik

seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat

serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan

10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan

atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.

Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis

vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian

dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak

diharapkan.

Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical prednisolone fosfat

1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis

sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih

parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat

atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu

diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah

mungkin dan sesingkat mungkin.

Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain

karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila

dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada

kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian

kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah

efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak- anak, hal ini dapat juga

Page 10: Anatomi Dan Fisiologi

mengganggu aktivitas sehari- hari.

Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan

kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin

yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.

Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti

steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi

kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel

masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I,

namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE

dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal

kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan

cara mengatur fosforilasi.

Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam

konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik

terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14

hari.

3. Terapi pembedahan

Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva

tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak

efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan

telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih membrane mukosa

pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan.

Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama

4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah dewasa.

sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/konjungtivitis-

vernalis.html#ixzz3BPWEV8KF 

Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Page 11: Anatomi Dan Fisiologi

Konjungtivitis vernal adalah iritasi bilateral yang terjadi musiman dan berulang pada

konjungtiva (selaput mata). Penyakit ini dikenali dari adanya bintil kecil yang biasanya

terdapat pada konjungtiva tarsal, dan bintil dapat membesar atau berkembang secara terpisah

maupun menyatu pada sekeliling konjungtiva. Bagian yang warnanya putih, tampak berkapur

dan mengeras, dikenal sebagai titik-titik “Horner-Trantas” yang kadangkala tampak pada satu

atau lebih daerah sekitar limbus. Gejala yang mendasar adalah rasa gatal; manifestasi lain

yang menyertai meliputi: mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan

seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan

sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas

normal.

B. Terjadinya Penyakit

Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien

dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia,

Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat,

Swedia, Rusia dan Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda, jarang terjadi pada

pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang tercatat di literatur,

750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun. Dalam koleksi kami sendiri

terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia lebih muda dari 14 tahun, ketika penyakit tersebut

berawal. Usia yang paling banyak adalah 5 tahun, dimana lebih banyak anak laki-laki daripada

perempuan yang terinfeksi. Beigelman memaparkan 5000 kasus yang dilaporkan dan

menemukan bahwa penyakit berpeluang dua kali lipat terjadi pada anak laki-laki.

Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami menemukan

bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak

keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput, iritasi

kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini

umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39 pasien memiliki

satu atau lebih dari empat penyakit turunan utama.

Kurun waktu konjungtivitis vernal rata-rata berkisar 4 sampai 10 tahun. Akan tetapi penyakit

ini jarang tinggal menetap pada usia 30an, 40an dan 50an, tetapi infeksinya lebih parah

daripada anak-anak.

Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk

pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan

konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih

menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami

Page 12: Anatomi Dan Fisiologi

gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti

sepanjang tahun.

C. Gejala Patologis

Penelitian terbaik atas patologi konjungtivitis vernal (berdasarkan jaringan yang diawetkan

dalam formalin dan terdapat campuran hematoxylin dan eosin) ditulis dalam buku yang

komprehensif karya Beigelman.

Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan utamanya

terletak pada lokasi. Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area

dan menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di antara

sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria

(jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma, eosinofil, dan

basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan

kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar pada jaringan yang

timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya

pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen

berlangsung cepat dan menyolok. Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:

perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma,

limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma.

Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan

elektron dapat memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari

penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria.

Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak

terdapat jaringan epitel konjungtiva normal. Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian

besar sel yang secara rutin tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah

menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada ukuran 1-m sehingga

dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah sel berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah

rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa

peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi,

untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka

jaringan akan membesar dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.

Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis vernal yang

terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien mengandung spesimen IgA-,

IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak

ditemukan pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.

Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien konjungtivitis vernal

dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara air

Page 13: Anatomi Dan Fisiologi

mata dengan level kandungan serum pada kedua mata (P<0.05). Kandungan IgE pada air

mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml)

dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam

serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara

spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain

itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi

butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya

maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan

menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal,

dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan

negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis

vernal lebih banyak berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada

antibodi IgE.

Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara

signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada 13 orang normal (10ng/ml,

P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan mikroskopi elektron yang

diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia

daripada dengan pengamatan yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel

mastosit ”hantu” ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.

Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya banyak eosinofil

dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat

khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi

eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini.

Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan trakhom dan

konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan dua

penyakit tersebut. Trakhom ditandai dengan banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat,

sedangkan pada konjungtivitis vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakhom, eosinofil

tidak tampak pada kikisan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis

vernal, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom meninggalkan parut-parut pada tarsal,

sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat ditangani.

Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda konjungtivitis vernal

adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki karakteristik sedikit eosinofil, tidak ada sel

mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan sel mastosit pada substantia propria, dan

tidak terdapat basofil, sedangkan konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga

serangkai, yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada

jaringan.

Page 14: Anatomi Dan Fisiologi

D. Patogenesis

Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah digambarkan secara luas,

namun patogenesis spesifik masih belum dikenali. Pada contoh hewan, infiltrasi basofil dan

eosinofil pada konjungtiva tarsal bagian atas dapat ditimbulkan dengan menginjeksi antigen

ke dalam jaringan

J.      Asuhan keperawatanAnamnesa

a.      IdentitasNama               : Ny. LUsia                 : 25 thnJenis kelamin   : wanitaSuku/bangsa    : jawaAgama             : IslamPendidikan      : d3Pekerjaan         : ibu rumah tanggaAlamat                        : Tangerang Selatan

b.      Riwayat Kesehatan1.      Keluhan utama : yang tiba-tiba2.      Riwayat kesehatan sekarang :         Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut seluruh

tubuh sudah menggunakan minyak tawon tidak menolang.3.      Riwayat penyakit dahulu :

         Tidak memiliki alergi terhadap apapun         Tidak pernah mengalami alergi apapun

4.      Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :         Sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga5.      Pola Aktivitas Sehari-hari :         Pola tidur klien terganggu karena gatal yyang tiba-tiba datang                    c.        Pemeriksaan Fisik1.      Keadaan umum dan tanda vital :         Baik         TD 110/70 mmHg, N: 82x/menit, RR: 16x/menit, T:36,5 C.2.      kelopak mata bengkak, telinga dan seluruh bagian tubuh merah3.      tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi normal4.      bunyi paru vaskuler5.      jantung normal

Data Objektif Data Subyektif

Page 15: Anatomi Dan Fisiologi

kelopak mata bengkakTelinga dan seluruh bagian tubuh merah

Tekanan darah, pernapasan, suhu, dan nadi normal

Bunyi paru vaskulerJantung normal

Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut di seluruh tubuh.

Data tambahan:Malaise, lemah, rasa sakit Urtikaria, eritema, pucat, serak, Peningkatan peristaltik, muntah, disfagia, mual, diare, dan gelisah.Diagnosa keperawatan1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi alergi.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan reaksi alergi.

4. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan peningkatan peristaltik usus.

5. Risiko defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebih.

6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.

Problem Etiologi SymptomAnsietas b.d perubahan status

kesehatan, gatal diseluruh tubuh.

DS: pasien mengatakan pasientiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semutDO: pasien terlihat Gelisah, pucat

Kerusakan integritas kulit Inflamasi DS:       Klien mengeluh gatal

diseluruh tubuh       Klien mengeluh timbul

bintil-bintil diseluruh tubuhDO:

       Telinga dan seluruh bagian tubuh merah.

       Kelopak mata terlihat bengkakTerlihat bintil-bintil diseluruh tubuh

Gangguan pola tidur b.d reaksi alergi DS: Tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut.DO: Urtikaria, gelisah

Risiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

b.d peningkatan peristaltik usus

DS: muntah, disfagia, mual, diare (2x)

Page 16: Anatomi Dan Fisiologi

DO: -Risiko kekurangan volume cairan

b.d output cairan yang berlebih

DS: muntah,  diare (2x)DO:-

Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan DO: Edema kelopak mataDS:-

K.    Tindakan keperawatanDiagnosa Tujuan/ KH Intervensi RasionalAnsietas b.d perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh.

Tujuan:       Ansietas

berkurang setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam.

KH:       Klien merasa

nyaman       Ansietas

berkurang       Rasa gatal dan

nyeri diseluruh tubuh berkurang

       Klien mengetahui bagaimana cara mengurangi rasa cemas

Mandiri:       Bantu klien

mengekspresikan perasan marah, kehilangan dan ketakutan.

       Kaji tanda verbal dan nonverbal didampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

       Lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan dan beri lingkungan yang tenang serta suasana penuh istirahat.

       Tingkatkan kontrol sensasi klien.

       Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

       Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

       Ansietas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung.

       Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah.

       Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

       Memberikan informasi tentang keadaan klien.

       Orientasi dapat menurunkan ansietas.

       Mengurangi ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Kerusakan integritas kulit b.d inflamasi ditandai dengan telinga dan seluruh bagian tubuh

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam,gangguan integritas pada kulit mulai berkurangKH:

Mandiri:       Observasi kulit setiap

hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.

       Pertahankan personal hygiene kulit, mis; membasuh kemudian

       Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.

       mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi. Pembasuhan kulit sebagai

Page 17: Anatomi Dan Fisiologi

merah.       Mempertahankan integritas kulit.

       Mengidentifikasi factor resiko dan menunjukan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan kulit.

keringkan dengan hati-hati lakukan penggunaan lotion/ krim.

       Gunting kuku secara teratur.

       Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.

       Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.

Kolaborasi:       Rencanakan pemberian

obat anti histamine

ganti menggaruk u/ menurunkan resiko trauma dermal pada kulit.

       Kuku yang panjang/ kasar dapat meningkatkan resiko kerusakan dermal.

       menghindari alergen akan menurunkan respon alergi

       Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan kulit  terbuka terhadap udara menurunkan resiko infeksi.

       Mengurangi rasa gatal dan membuat nyaman.

Gangguan pola tidur b.d reaksi alergi. Ditandai dengan:Tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut. Urtikaria, gelisah

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam maka gangguan pola tidur teratasiKH:pasien cukup tidur

Mandiri       Bantu klien Ciptakan

lingkungan yang nyaman dan tenang

       Atur posisi tidur senyaman mungkin

       Kaji pola kebiasaan tidur klien

       Instruksikan tindakan relaksasi

       Hindari gangguan terhadap pasien bila mungkin

Kolaborasi       Penatalaksanaan

pemberian obat sedative, hipnotik sesuai indikasi.

       Lingkungan yang tenang dapat memberikan ketenangan untuk tidur

       Membantu menginduksikan tidur

       Mengidentifikasi intervensi yang tepat

       Membantu menginduksi tidur klien

       Tidur tanpa gangguan dapat menimbulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak bisa tidur kembali bila telah terbangun.

       Membantu/memudahkan pasien untuk memenuhi

Page 18: Anatomi Dan Fisiologi

istirahat/tidurnya.