anastesi umum

download anastesi umum

of 24

description

anestesi umum

Transcript of anastesi umum

2.8 Anastesi UmumAnestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah hilang kesadaran yang bersifat reversibel yang disebabkan oleh agen anestetik dengan kehilangan sensasi nyeri di seluruh tubuh. Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri bisa juga disebut sebagai suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti ketamin. (Munaf, 2008). Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain (Joomla, 2008). Idealnya anaestesi umum memberikan efek analgesia (hilangnya sensasi nyeri), amnesia (hilangnya memori), dan hipnosis secara bersamaan dengan refleks inhibisi dan hilangnya tonus otot skeletal sehingga aman untuk dilakukan prosedur pembedahan.Menurut Kee et al (1996), Anastesi seimbang, suatu kombinasi obat-obatan, sering dipakai dalam anastesi umum. Anestesi seimbang terdiri dari: 1. Hipnotik diberikan semalam sebelumnya 2. Premedikasi, seperti analgesik narkotik atau benzodiazepin (misalnya, midazolam dan antikolinergik (contoh, atropin) untuk mengurangi sekresi diberikan kira-kira 1 jam sebelum pembedahan 3. Barbiturat dengan masa kerja singkat, seperti natrium tiopental (Pentothal) 4. Gas inhalan, seperti nitrous oksida dan oksigen 5. Pelemas otot jika diperlukan 2.8.1 Obat Anastesi Umum: 2.8.1.1 Agen Induksi IntravenaPada pasien dewasa yang menerima anestesi umum, anestesiologis ingin mencapai stage III anestesi secepatnya. Agen IV biasanya lebih disukai dibandingkan anestesi inhalasi karena bereaksi lebih cepat dan tidak menghasilkan bau tidak menyenangkan (halothane)1. Barbiturat. Barbiturat yang biasa digunakan adalah methohexital, thiopental, dan thiamylal. Obat lain yang dapat digunakan adalah diazepam, midazolam, lorazepam, etomidate, ketamine, dan propofol.Methohexital memiliki onset yang cepat dan merupakan short acting barbiturate. Digunakan untuk anestesi umum pada prosedur yang singkat (kurang dari 30 menit). Dosis yang digunakan untuk induksi anestesi umum adalah 1mg/kg.Thiopental (Penthotal) dan thiamylal (Surital) onset dari obat ini sekitar 30-40 detik dan durasinya lebih lama dari methohexital.Kontraindikasi untuk pemberian barbiturat adalah penderita asma dan porphyria.2. Benzodiazepin. Benzodiazepin dapat digunakan untuk induksi anestesi umum. Benzodiazepin yang dapat digunakan adalah diazepam, midazolam, dan lorazepam. Benzodiazepin memiliki efek yang lebih lambat dan gradual dibandingkan dengan barbiturat.3. Agen lainAgen lain yang biasa digunakan untuk agen induksi intravena adalah etomidate (Amidate) yang diperkenalkan si Amerika pada tahun 1983 sebagai agen induksi intravena non barbiturat. Dosis yang digunakan adalah 0,3-0,4 mg/kg. Etomidate memiliki onset of action yang cepat dengan depresi respiratory yang lebih sedikit dibandingkan dengan barbiturat. Selain itu etomidate membuat kardiovaskular tetap stabil. Kerjanya short acting dan half-lifenya 60 menit. Efek samping etomidate termasuk burning sensation, inhibisi sintesis steroid.Ketamin dapat digunakan sebagai agen induksi secara intravena maupun intramuscular. Biasanya digunakan pada anak atau anak yang menderita asma karena memiliki efek bronchodilatasi. Penggunaan ketamin harus bersama dengan atropine atau glikopirolat untuk menurunkan sekresi airway.Propofol (diisopropylphenol) adalah agen anestesi IV non barbiturat yang digunakan ketika diperlukan onset yang cepat dan durasi yang singkat.

2.8.1.2 Opioid (Agonis dan Agonis/Antagonis)Opiooid digunakan untuk maintenance pada anestesi umum. Anestesi diinduksi oleh agen induksi intravena short acting lalu dipertahankan oleh opioid dengan dosis yang periodik. N2O-)2 digunakan untuk meminimalisir dosis opioid. Opioid yang digunakan untuk anestesi umum adalah morfin, mepheridine, fentanyl, sulfentanyl, alfentanyl, dan ramifentanyl.2.8.1.3 Agen NeuroleptikNeuroleptik dihasilkan ketika obat neuroleptik (tranquilizer) dan analgesik opioid diberikan secara bersamaan untuk menghasilkan karakteristik sebagai berikut: Rasa kantuk tanpa kehilangan kesadaran secara total Sikap acuh tak acuh secara psikologis terhadap lingkungan Tidak ada gerakan volunter Analgesia AmnesiaPada praktiknya neuroleptantesia biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat neuroleptic, opioid, N20-02, dan muscle relaxant. Agen neuroleptanesthesia yang paling sering digunakan adalah innovar. Innovar merupakan kombinasi dari dreperidol 2,5 mg/ml dan fentanyl 0,05 mg/ml. Innovar merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mendapatkan kondisi neuroleptik.Keuntungan Tidak mengiritasi vena dan jaringan Sistem kardiovaskular stabil Tidak ada efek toksik untuk hati dan ginjal Nonemetic Nonexplosive Recovery cepat Durasi analgesia dan amnesia yang lama Mengurangi tekanan cerebrospinal fluid dan tekanan intraocularKerugian Depresi respirasi dan apnea yang dapat disebabkan karena fentanyl dan muscle relaxant.2.8.1.4 Anesthesia DissociativeAnestesi disosiatif dihasilkan oleh ketamin. Pada kondisi disosiatif, pasien tampak bangun (matanya terbuka dan dapat melakukan gerakan involunter) namun tidak sepenuhnya sadar. Setelah administrasi intravena ketamin, analgesia dan ketidaksadaran terjadi 30 detik kemudian. Dosis ketamin yang biasa digunakana dalah 1-2 mg/kg dengan 0,5mg/kg/min. Kebanyakan digunakan pada anak-anak. Digunakan pada prosedur bedah yang tidak memerlukan relaksasi otot skeletal atau memiliki kesulitan dalam menjaga jalan napas misalnya pada koreksi luka atau luka bakar di wajah karenaa pada prosedut ini sulit untuk menggunakan intubasi.Anestesia disosiatif kontraindikasi pada pasien pada bedah intraokular dan pasien yang memiliki riwayat kenaikan tekanan CSF, cerebrovascular accident (CVA), dan tekanan darah tinggi karena efek samping dari ketamin adalah kenaikan tekanan darah, detak jantung, dan tekanan intraokular.2.8.1.5 Muscle Relaxants (Neuromuscular Blocking Drugs)Agen ini memberikan relaksasi otot skeletal untuk memudahkan intubasi trakea dan pengontrolan ventilasi mekanis. Obat-obat ini mengganggu transmisi impuls dari saraf motorik ke otot pada skeletal neuromuscular junction. Muscle relaxant biasanya diperlukan pada anestesi umum outpatient dengan durasi yang lama, pasien memerlukan intubasi. Terdapat 4 cara kerja dari muscle relaxant:1. Defisiensi blok. Defisiensi blok ini mengganggu sintesis atau transmisi asetilkolin. Contoh obat yang bekerja dengan cara ini adalah neomycin, kanamycin, dan streptomycin.2. Nondepolarizing block atau dikenal sebagai competitive blok. Obat ini berikatan dengan reseptor kolinergik, mencegah asetilkolin berikatan dengan reseptor. Contoh obat nondepolarizing block adalah metocurine, vecuronium, atracurium, mivacurium, dan gallamine.3. Depolarizing Block (Phase I Block). Obat ini bekerja mirip seperti asetilkolin namun dengan waktu yang panjang. Obat ini bekerja menghasilkan kontraksi otot yang disebut fasciculations, diikuti dengan perlemahan otot yang panjang. Dua obat yang menghasilkan efek ini adalah succinylcholine dan decamethonium.4. Dual block atau disebut juga desensitization block. Pada dual block, membrane berdepolarisasi lalu perlahan-lahan repolarisasi. Obat memasuki serabut saraf dan berekerja sebagai agen nondepolarisasi.Nondepolarizing muscle relaxant lebih sering digunakan ketika pembedahan daripada depolarizing agent karena durasinya yang lebih panjang. Depolarizing agent digunakan untuk intubasi endotracheal, laryngoscopy, bronchoscopy, esophagoscopy, dan prosedur singkat lainnya. Obat-obat yang sering digunakan sebagai agen muscle relaxant adalah succinylcholine, tubocurarine, dan pancuronium.2.8.1.6 Anastetik InhalasiAnestetik inhalasi paling sering digunakan dalam anestesi umum karena dapat dikontrol. Obat-obat yang sering digunakan untuk anestesi inhalasi adalah N2O, halothane, enflurane, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane. Saat ini yang paling sering digunakan adalah N2O. Fungsi utama dari N2O adalah untuk memperkuat aksi dari obat lain. Dengan administrasi N2O (bersamaan dengan O2), obat primer pada anestesi umum dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil dan konsentrasi yang lebih rendah.Halothane dikenalkan pada tahun 1956 pada praktik anestesi dan memiliki efek anestesi dan pembedahannya sendiri yaitu tidak mudah terbakar sehingga dokter bedah dapat menggunakan electrocautery dan extensive electronic monitoring oleh anestesiologis. Kerugian dari halothane adalah dapat menyebabkan efek hepatotoksisitas. disaritmia jantung dan dapat menyebabkan tremor selama recovery pada pasien dengan suhu tubuh yang rendah.

Teknik Sedasi InhalasiTeknik Sedasi Inhalasi pada pasien secara umum dibagi menjadi 3 fase : fase perkenalan (langkah1-4), fase injeksi dan perawatan (langkah5) dan fase penyembuhan (langkah 6 dan 7).1) Flow rate (liter per menit) dari 100% oksigen diberikan, dan penutup hidung ditempatkan pada hidung pasien. Pasien diinstruksikan untuk membenarkan posisi penutup hidung hingga terasa nyaman.2) Flow rate yang benar dicapai ketika pasien bernapas dengan 100% oksigen. 3) Presentase N2O yang dimulai, biasanya 20%. N2O kemudian dititrasi dengan kenaikan 10% tiap 60 detik. 4) Ketika pasien merasa telah nyaman dan lebih relax, level yang ideal untuk sedasi klinis telah dicapai5) Ketika level yang ideal dari sedasi telah dicapai, anastesi lokal dapat diberikan dan rencana perawatan dental dapat dilakukan6) N2O kemudian dihilangkan, dan pasien diberikan 100% oksigen murni. Oksigen diberikan 3 sampai 5 menit atau lebih lama jika tanda klinis dari sedasi tetap ada. 7) Pasien dapat meningalkan tempat praktek dengan tidak didampingi bila benar-benar telah pulih dari sedasi.

Teknik administrasi pada pasien pada sedasi inhalasi : 1) Monitoring selama sedasi inhalasiHal-hal berikut perlu untuk dimonitor selama sedasi inhalasi :(1) Tanda-tanda vital preoperative(2) Komunikasi verbal dengan pasien(3) Tanda-tanda vital yang dipantau secara berkala selama prosedur(4) Tanda-tanda vital postoperative

2) Persiapan dari Peralatan untuk sedasi inhalasiDental assisstant mempersiapkan unit untuk sedasi dengan membuka satu silinder dari O2 dan N2O. Silinder tersebut dibuka dengan memutar knop berlawanan dengan arah jarum jam secara perlahan-lahan untuk meminimalkan kenaikan temperatur internal. Setelah itu dilakukan juga pengecekan pada penutup hidung untuk memastikan telah bersih dan bebas dari kebocoran.

3) Persiapan pasien(1) Mempersilahkan pasien untuk ke kamar kecil terlebih dahulu(2) Me-review riwayat penyakit dari pasien dan memantau tanda-tanda vital sebelum dimulai N2O-O2(3) Jika pasien memakai lensa kontak, maka lensa kontak harus dilepaskan sebelum proses inhalasi dimulai.

4) Teknik Administrasi(1) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dengan posisi berbaring pada dental chair. Posisi setengah berbaring dapat juga digunakan untuk kenyamanan pasien atau untuk kenyamanan dokter saat prosedur. (2) Unit sedasi inhalasi ditempatkan di belakang pasien, jauh dari pandangan pasien. (3) Mulai aliran O2 pada 6liter/menit, tempatkan penutup hidung pada hidung pasien, dan ingatkan pasien untuk bernapas melalui hidung. 4) Amankan penutup hidung.Penutup hidung diamankan dengan menggunakan slip ring yang diamankan ke belakang sandaran kepala. Penutup hidung tidak boleh terlalu kencang atau kendor.

5) Menentukan flow rate yang sesuai untuk pasien.Merupakan bagian yang paling penting untuk keberhasilan sedasi N2O-O2. Pasien harus mampu untuk bernapas secara nyaman sebelum aliran N2O diberikan agar selama prosedur pasien dapat merasa nyaman. Pada awal prosedur diberikan 6L/menit aliran O2 100%. Pasien diinstruksikan untuk bernapas hanya melalui hidung. Bila pasien nyaman dengan aliran O2 tersebut maka aliran O2nya adalah 6L/menit, tetapi bila tidak nyaman aliran O2 dapat ditingkatkan menjadi 7L/menit dan kembali dicek semenit kemudian apakah telah nyaman.

6) Memantau reservoir bagPenampakan dari resevoir bag mengindikasikan kedalaman dan kecepatan respirasi. Reservoir bag yang mengembang dan mengempis sebagian disetiap napas menindikasikan volume per menit dari oksigen cukup dan nasal hood tertutup rapat. Bila reservoir bag terlalu mengempis atau terlalu mengembang, maka aliran gas harus diperbaiki.

7) Memulai titrasi dari N2OKetika aliran gas O2 telah adekuat, maka administrasi dari N2O dapat dimulai. Terdapat 2 metode untuk administrasi N2O pada pasien. Cara pertama total aliran gas (N2O dan O2) per menit tetap konstan selama prosedur (constant liter flow technique). Pada cara yang kedua, volume oksigen tetap konstan, sedangkan volume N2O ditingkatkan (the constant O2 flow technique). Menggunakan teknik manapun, persentase inisal dari N2O harus kira-kira 20%.

8) Observasi pasienOperator harus melihat tanda dan symptom dari sedasi. Operator menanyakan keadaan dari pasien dengan pertanyaan terbuka.

9) Melanjutkan titrasi dari N2OBila konsesntrasi inisial dari N2O terbukti tidak adekuat, maka level dari N2O ditingkatkan dengan kenaikan kurang lebih 10%.

10) Observasi pasienObservasi gejala dan tanda dari keadaan pasien. N2O 30% biasanya memberikan respon lebih positif. Symptomnya berupa : kepala terasa ringan, parastesia pada lengan, kaki, atau kavitas oral, merasa hangat dan melayang.

11) Memulai prosedur dentalPasien terlihat mulai relax pasa saat ini. Titrasi dilanjutkan kira-kira 10% kenaikan level dari N2O hingga tanda dan gejala dari sedasi yang adekuat terlihat. Prosedur dental seperti administrasi anastesi lokal dapat dilakukan.

12) Mengobservasi pasien dan unit sedasi inhalasi selama prosedur dental

13) Menghilangkan aliran N2OBila perawatan telah selesai, aliran N2O dimatikan. Aliran O2 kemudian kembali ke aliran normal saat prosedur dimulai. Biasanya semakin panjang prosedur sedasi N2O-O2 maka semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk membalik efek sedasi.

14) Melepaskan alat pada pasien

15) Merekam data yang berhubungan dengan proses sedasi

16) Membersihkan peralatan dari kontaminasi bakteri dan virus

Tahap-tahap Anestesi Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I Stadium induksi atau eksitasi volunter, dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II Stadium eksitasi involunter, dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia.

Stadium III Pembedahan/operasi, terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf, 2008). Teknik Anestesi UmumAnestesi umum yang digunakan di kedokteran gigi:2.8.2.1 Outpatient General AnesthesiaAnestesi ini digunakan pada pasien dengan status ASA I, ASA II, dan beberapa ASA III. Terdapat dua cara yang biasa digunakan pada pembedahan oral dan maksilofasial menggunakan outpatient general anesthesia.a. IV barbiturate atau propofol (kurang dari 30 menit)Digunakan pada prosedur bedah oral dan maksilofasial yang singkat, biasanya kurang dari 30 menit seperti kasus impaksi molar ketiga. Methohexital merupakan barbiturat IV yang paling sering digunakan dan propofol merupakan rival methohexital dari golongan non barbiturate. Recovery pada propofol terjadi lebih cepat dibandingkan dengan barbiturate. Teknik yang digunakan disebut ultralight general anesthesia. Diberikan juga obat tambahan seperti nitrous oxide-oxygen, benzodiazepin, opioid, dan anestesi lokal untuk membantu maintenance dari anestesi.Benzodiazepin dan N2O-O2 digunakan untuk memperpanjang durasi anestesi dan memperkuat efek dari barbiturate atau propofol sehingga dapat digunakan dosis obat yang lebih kecil. O2 juga berguna untuk meminimalisasi resiko hipoksia.Anestesi lokal penting untuk mencegah stimulus rasa sakit mencapai otak, meminimalisasi dosis barbiturat (dan obat depresan CNS lain), dan memperpendek recovery. Lokal anestesi seperti bupivacaine juga dapat berfungsi untuk kontrol nyeri posoperatif selama 6-12 jam setelah operasi. b. Conventional operating theater (lebih dari 30 menit, kurang dari 4 jam)Cara ini digunakan pada prosedur yang memerlukan waktu lebih dari 30 menit dan kurang dari 4 jam. Prosedur yang dilakukan pada anestesi umum konvensional mirip dengan anestesi umum inpatient. Bedanya adalah anetesi yang diberikan adalah anestesi short-acting dan pasien akan pulih dengan cepat sehingga pasien akan pulih total setelah selesai prosedur pembedahan. Biasanya dilakukan pada pasien ASA I atau II. Pasien tetap harus melakukan tes laboratorium dan pemeriksaan fisik 48 jam sebelum dilakukan prosedur operasi. Pasien diberikan instruksi preoperative termasuk puasa 6-8 jam sebelum operasi. Pagi hari sebelum operasi ada beberapa hal yang harus dilakukan: Pasien telah puasa 6-8 jam Hasil tes laboratorium telah diterima, diperiksa, dan hasil harus dalam batas normal Rekam medis pasien lengkap, termasuk riwayat medis dan pemeriksaan fisik Informed consent telah ditandatangan.

Sebelum dilakukan prosedur, pasien diminta untuk melepaskan lensa kontak atau protesa yang digunakan. Tidak dianjurkan menggunakan obat-obatan premedikasi dengan cara intramuscular karena waktu pemulihannya lebih lama. Antikolinergik seperti atropine dianjurkan secara IM atau IV sebelum induksi anestesi umum. Pasien duduk di dental chair atau meja operasi dan anesthesiologist memasang alat-alat monitoring seperti ECG, precordial stethoscope, blood pressure cuff, dan pulse oximeter. Lalu mulai memberikan infus IV dengan 5% dextrose dan air atau lactated Ringers solution. Mukosa nasal disemprotkan 4% kokain atau 0,5% phenylephrine.Anestesi diinduksi dengan short-acting barbiturate seperti methohexital, propofol, atau anestesi inhalasi. Pada anak lebih mudah digunakan inhalasi karena sulit melakukan IV pada keadaan sadar. Berikan 1mg pancuronium dan succinylcholine untuk mencegah fasikulasi sebelum dipasang nasotracheal tube. Teknik intubasi yang dilakukan sama seperti pada anestesi umum inpatient.Setelah dilakukan anestesi induksi, berikan prosedur anestesi lanjutan (maintenance) menggunakankombinasi N2O, O2, dan obat anestesi inhalasi seperti enflurane atau sevoflurane. Mucle relaxant jarang digunakan pada prosedur ini. Dapat juga digunakan tambahan anestesi local sehingga dapat mengurangi kebutuhan obat depresan CNS.Setelah prosedur berakhir, pasien diberikan 100% O2 dan setelah reflex protektifnya kembali maka lakukan ektubasi dan bawa pasien ke area recovery dimana terdapat kasur, O2 suction, peralatan monitoring, serta peralatan dan obat-obatan emergency. Pasien berada di ruang recovery sampai pulih kurang lebih selama 1 jam sampai dokter mengijinkan pulang. Pada beberapa keadaan terkadang pasien harus menginap (overnight) karena pemulihan yang lambat.

2.8.2.2 Inpatient General AnesthesiaPasien yang menjalani inpatient general anesthesia biasanta merupakan pasien dengan ASA IV atau beberapa kasus ASA III atau yang memiliki keadaan yang kontraindikasi dengan prosedur outpatient. Walaupun dental surgery terlihat lebih minor dibandingkan operasi lain yang memerlukan anestesi umum seperti operasi jantung atau syaraf, tetapi prosedur dental memiliki beberapa hal yang lebih menyulitkan dibandingkan operasi lainnya karena kavitas oral digunakan oleh dokter bedah mulut sehingga lebih potensial untuk terjadinya komplikasi jalan napas.Pasien memasuki rumah sakit 1 hari sebelum prosedur pembedahan sehingga dapat dilakukan evaluasi preoperatif yang lengkap seperti pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Di beberapa rumah sakit, pasien dewasa diharuskan melakukan x-ray dada dan ECG. Sore hari sebelum prosedut anesthesiologist akan melakukan preanasthetic visit dengan tujuan mengevaluasi kondisi pasien seperti adanya resiko anestesi seperti potensi gangguan jalan nafas atau resiko ketika pembedahan serta meninjau hasil tes laboratorium dan untuk mendiskusikan anestesi seperti apa yang akan dilakukan esok hari. Biasanya dokter gigi meminta pasien diintubasi dengan cara nasoendotracheal dan bukan dengan oroendotracheal sehingga dental prosedur diharapkan tidak menggaggu jalan nafas pasien. Pasien juga diminta untuk berpuasa sebelum operasi dan pemberian medikasi preoperatif diberikan dengan cara intramuskuler satu jam sebelum prosedur. Premedikasi yang biasanya diberikan adalah obat antianxiety seperti diazepam, midazola, barbiturat (phentobarbital), opioid (meperidine), dan antikolinergik (scopolamine atau atropine).Sebelum pasien datang ke kamar operasi, anesthesiologist mempersiapkan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan. Pasien datang dan perawat akan mempersiapkan pasien seperti menempatkan pada meja operasi dan memasang monitor fisiologi untuk memonitor tekanan darah, stetoskop precordial. EGC leads, dan pulse oximeter. Infus IV dipasangan pada tangan yang tidak dipasangan blood pressure cuff. Tanda vital dimonitor dan direkam pada anesthesua record.Pada saat kedatangan tim bedah, dilakukan induksi anestesi dengan cara IV dan dapat menggunakan dosis rendah benzodiazepin untuk menghasilkan sedasi sambil menunggu tim bedah siap. Topikal anestesi diberikan di lubang hidung pasien menggunakan cotton applicator stick untuk memproduksi analgesia ketika intubasi nasal. Masker full-face dipasangkan pada pasien dan diberikan O2 1000% 5-7L/menit.Thiopental, thiamylal, atau propofol diberikan sampai pasien kehilangan kesadaran. Setelah itu anesthesiologist memastikan bahwa terdapat jalan napas yang baik pada pasien, setelah itu diberikan muscle relaxant (succhycholine, depolarizing muscle relaxant). Untuk meminimalisir terjadinya fasciculation dapat diberikan muscle relaxant non depolarizing sebelumnya. Apabila terjadi fasikulasi dan pasien mengalami apnea, pasangkan nasotracheal tube yang sudah dilubrikasi pada lubang hidung dengan berhati-hati ke nasofaring, dapat digunakan laryngoscope. Dengan Margill intubation forceps, tube endotracheal dimasukan ke dalam trakhea. Endotracheal tube tersambungkan dengan mesin anestesi dan pasien terventilasi.Setelah itu dilakukan maintenance anestesi dengan memberikan sevoflurane atau meperidine IV. Pasien juga diberikan gas N2O 3L/menit dan O2 2L/menit dan pasien disiapkan untuk menjalani prosedut pembedahan. Anesthesiologist mengontrol tanda vital pasien dan memberikan tambahan dosis obat maintenance. Pada prosedur dental anesthesiologist kadang memberikan tambahan anestesi lokal untuk membantu mengontrol rasa sakit dan hemostasis. Apabila pasien memberika respon terhadap stimulasi-stimulasi maka pasien memerlukan tambahan obat anestesi. Dengan anestesi inhalasi, konsentrasi obat akan menurun secara bertahap serendah mungkin tanpa mengabaikan respon dari pasien. Dosis minimal anestetik injeksi diberikan secara periodik dilihat dari respon pasien pada stimulasi atau pada tanda vitalnya.Setelah prosedur pembedahan berakhir, pemberian anestesi inhalasi dihentikan dan mulai memberikan kembali 100% O2. Diperlukan juga obat tambahan untuk membalikkan efek-efek dari obat yang telah diberikan seperti IV opioid, benzodiazepin, dan muscle relaxant. Obat-obatan tersebut seperti naloxone untuk opioid, flumazenil untuk aksi residual benzodiazepin, dan antikolinesterase seperti neostigmine untuk muscle relaxant. Atropine diberikan dengan neostigmine untuk mencegah terjadinya brakikardia.Apabila gerakan respirasi pasien sudah adekuat, dilakukan ektubasi. Lalu pasien dipindahkan ke ruang recovery. Pasien menerima oksigen melalui nasal cannula dan tanda vital tetap dimonitor sampai stabil dan pasien bangun. Pada ASA I atau II, pasien biasanya tinggal di rumah sakit untuk dilakukan recovery 1-3 malam namun pada ASA III atau ASA IV dapat lebih lama sampai keadaan pasien stabil.Status Fisik Pasien Berdasarkan ASAPada tahun 1963 American Society of Anesthesiologists (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah kategori keenam kemudian ditambahkan Kriteria status fisik pasien sebelum operasi menurut ASA (American Society of Anesthesiologist). Status tersebut adalah sebagai berikut:

1. ASA I : Pasien yang normal dan sehat 2. ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan.3. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat.4. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang merupakan ancaman bagi kehidupan5. ASA V : Pasien yang tidak dapat diharapkan untuk bertahan hidup tanpa operasi6. ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan dikeluarkan untuk tujuan donor.

Jika pembedahan darurat, klasifikasi status fisik yang diikuti dengan E misalnya 3E. Kelas 5 biasanya keadaan darurat dan karena itu biasanya 5E. Kelas 6e tidak ada dan hanya dicatat sebagai kelas 6, karena semua pengambilan organ pada pasien mati otak dilakukan segera. Darurat sekarang didefinisikan sebagai bila keterlambatan dalam pengobatan secara signifikan akan meningkatkan ancaman terhadap kehidupan pasien atau bagian tubuh. Dengan definisi ini, sakit parah karena patah tulang, batu ureter atau nifas (melahirkan) bukan merupakan darurat.Skala yang mereka diusulkan hanya pada pra operasi pasien saja, bukan prosedur pembedahan atau faktor lainnya yang dapat mempengaruhi hasil bedah. Mereka berharap ahli anestesi dari seluruh bagian negara akan mengadopsi istilah umum mereka, membuat perbandingan statistik morbiditas dan kematian mungkin dengan membandingkan hasil untuk prosedur operasi dan kondisi pra operasi pasien.Penyakit lokal juga dapat mengubah status fisik namun belum disebutkan dalam klasifikasi ASA. Sistem klasifikasi ini mengasumsikan bahwa usia pasien tidak ada hubungannya dengan kebugaran fisik, dimana tidak benar. Neonatus dan orang tua, bahkan denagan tidak adanya penyakit sistemik, toleransinya dinyatakan serupa anestesi buruk dibandingkan dengan orang dewasa muda. Demikian pula klasifikasi ini mengabaikan pasien dengan keganasan (kanker). Sistem klasifikasi ini tidak dapat diperbaiki ke bentuk yang lebih dijabarkan dan ilmiah, mungkin karena sering digunakan untuk penggantian biaya.Beberapa dokter anestesi sekarang mengusulkan bahwa seperti pengubah suatu E untuk darurat, sebuah pengubah P untuk kehamilan harus ditambahkan dengan nilai ASA

Kerugian Teknik Sedasi Intravena dan InhalasiKerugian Teknik Sedasi Intravena1) Venipuncture sangat penting.Beberapa orang secara psikologis tidak mampu untuk menerima tusukan jarum pada tubuhnya. Juga tidak semua pasien memiliki vena yang mudah dilihat sebagai akses bagi venipuncture itu sendiri. Venipuncture yang baik diperoleh dari pembelajaran skill tersendiri, sehingga akan lebih mudah jika pengalaman yang dipunya lebih banyak. 2) Komplikasi dapat terjadi pada tempat dari venipuncture.Terdapat komplikasi mayor dan minor yang dapat terjadi pada tempat venipuncture. Hal ini termasuk hematoma, phlebitis, dan intraarterial injection dari obat. 3) Dibutuhkan monitoring yang lebih intensif daripada teknik sedasi lain.Karena obat yang diadministrasi secara intravena bekerja secara cepat, maka seluruh tim dental harus terlatih untuk menilai status fisik dan mental dari pasien di dalam prosedur. Makin besar level sedasinya, makin besar pula kebutuhan monitoring pada pasien. 4) Pemulihan dari obat yang diadministrasi secara intravena tidak langsung pada saat akhir perawatan.Semua pasien yang menerima obat depresant SSP secara intravena harus didampingi oleh orang tua atau orang terdekat setelah perawatan dental.5) Kebanyakan agen intravena tidak dapat dibalikKebanyakan obat yang diadministrasi secara intravena tidak dapat dibalik efeknya dengan obat antagonis spesifik. Walaupun terdapat antagonis bagi beberapa grup obat seperti opioid, benzodiazepines, dan antikonilergik, tetapi mereka tidak direkomendasikan untuk administrasi rutin. Pada pasien yang tersedasi berlebihan, penanganan yang paling efektif adalah dengan melakukan basic life support.

Kerugian Teknik Sedasi Inhalasi1) Harga peralatan untuk sedasi inhalasi mahal2) Harga gas (O2 dan N2O) yang dipakai dalam sedasi inhalasi mahal3) Peralatan yang diperlukan untuk sedasi inhalasi tidak praktis dan membutuhkan tempat yang cukup besar. 4) Kegagalan dapat muncul karena potensi agen N2O kurang.N2O bukan merupakan agen yang poten. Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 tidaklah begitu efektif. Kegagalan dapat terjadi akibat kurangnya potensi dari agen tersebut. 5) Kerjasama pasien sangat diperlukan. Untuk sedasi inhalasi yang efektif, pasien harus menghirup gas lewat hidung atau mulut. Jika pasien tidak mampu melakukannya maka hasilnya akan gagal.6) Semua staf yang mengoperasikan harus mendapat pelatihan untuk menciptakan inhalasi yang aman dan efektif.7) Paparan sisa N2O ada kemungkinan dapat mengganggu kesehatan operator.

Keuntungan Teknik Sedasi Intravena dan InhalasiKeuntungan Teknik Sedasi Intravena1) Onset of action dari obat yang diadministrasi secara intravena sangatlah cepat dibandingkan dengan teknik lain. 2) Dosis dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Titrasi dapat dilakukan.Karena onset of action yang cepat, dosis obat dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari pasien. Konsep dari dosis individual ini dinamakan titrasi dan menunjukkan faktor keamanan terpenting yang dihubungkan dengan administrasi obat melalui intravena. 3) Tingkat ringan, sedang, dan berat sedasi didapat dengan mudah lewat rute intravena.Karena onset of actionnya yang cepat, dokter dapat menyediakan level sedasi yang cocok bagi pasien. Tingkatan sedasi mulai dari ringan, sedang dan berat dapat dicapai. Tentunya level sedasi ini tidak melebihi yang seharusnya.4) Periode kesembuhan dari sedasi lebih pendek daripada administrasi oral, rektal, intranasal, atau intramuskular.5) Vena yang jelas adalah faktor aman.Vena yang jelas dipertahankan selama prosedur. Hal ini dilakukan untuk mempermudah reinjection dari obat tambahan dan juga yang terpenting sebagai sarana untuk memasukkan obat-obatan saat emergency selama terapi IV.6) Efek samping berupa mual dan muntah sangatlah jarang ketika obat diadministrasi secara intravena. 7) Kontrol dari sekresi saliva memungkinkan ketika administrasi antikolinergik dengan intravena. Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi berbagai macam terapi dental. 8) Refleks sumbatan lebih sedikit.Pasien yang menerima sedasi intravena jarang mengalami tersedak. 9) Gangguan motorik (epilepsi, cerebral palsy) dapat dikurangi.10) Pada kasus emergensi sedasi intravena merupakan suatu keuntungan.IV lines menyediakan akses langsung ke sistem kardiovaskuler dimana sangat efektif pada saat situasi emergency.

Keuntungan Teknik Sedasi Inhalasi1) Onset of Action sedasi inhalasi lebih cepat daripada sedasi oral, rektal, atau intramuskular. Onset of action dari sedasi intravena kurang lebih sama dengan sedasi inhalasi. 2) Memberikan aksi klinis puncak dalam jangka waktu titrasi.3) Kedalaman sedasi yang didapat dapat diubah dari satu waktu ke waktu yang lain, sehingga administrator dapat meningkatkan atau menurunkan kedalaman sedasi. Tingkat kontrol ini menggambarkan keamanan signifikan dari inhalasi sedasi.4) Durasi aksi bervariasi, tergantung administrator.5) Waktu pemulihan dari sedasi inhalasi cepat dan merupakan yang paling cepat dibandingkan dengan teknik lain. Karena gas N2O tidak dimetabolisme oleh tubuh, gas secara cepat dieliminasi dari tubuh dalam 3-5 menit. 6) Titrasi dapat dilakukan7) Kesembuhan dari sedasi hampir selalu tercapai sempurna; pasien dapat pulang sendiri, dengan tidak ada gangguan pada aktivitas.Tetapi, karena obat yang diadministrasikan merupakan obat depresant SSP, pasien tidak diperbolehkan untuk meninggalkan tempat praktek sendirian untuk mengendarai kendaraan atau melakukan hal-hal yang membutuhkan perhatian mental beberapa jam setelah administrasi obat bila pemulihan dari sedasi tidak tercapai sempurna. 8) Tidak ada injeksi yang diperlukan dengan sedasi inhalasi.9) Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 adalah aman. Sangat sedikit efek samping yang dihubungkan dengan penggunaannya. 10) Obat-obatan yang digunakan pada teknik ini tidak memiliki efek samping pada hati, ginjal, otak, atau sistem kardiovaskular dan respirasi.11) Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 dapat digunakan sebagai pengganti anastesi lokal pada prosedur-prosedur tertentu.N2O memiliki sifat analgesik ketika diberikan pada konsentrasi sedatif biasa. Analgesia diproduksi oleh konsentrasi 20% dari N2O yang sama dengan 10-15 mg morfin.