ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

154
ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN YANG BERDASARKAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG DIBANGUN DIATAS TANAH HAK PENGELOLAAN ( STUDI KASUS APARTEMEN GREEN PRAMUKA CITY ) Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Hukum DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH: MULYANI OKTAVIA 017210405010 FAKULTAS HUMANIORA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS PRESIDEN BEKASI 2018 i

Transcript of ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

Page 1: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN

YANG BERDASARKAN AKTA PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG

DIBANGUN DIATAS TANAH

HAK PENGELOLAAN

( STUDI KASUS APARTEMEN GREEN PRAMUKA CITY )

Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian

Studi Sarjana Hukum

DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH:

MULYANI OKTAVIA

017210405010

FAKULTAS HUMANIORA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PRESIDEN

BEKASI

2018

i

Page 2: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

PENGESAHAN SKRIPSI

Skirpsi yang berjudul:

”ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN YANG BERDASARKAN

AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG

DIBANGUN DI ATAS HAK PENGELOLAAN (STUDI KASUS

APARTEMEN GREEN PRAMUKA CITY)” disiapkan dan diajukan oleh

Mulyani Oktavia dalam memenuhi persyaratan untuk gelar S1 Program Studi

Ilmu Hukum. Skripsi ini telah direview oleh dosen pembimbing sebagai

persyaratan untuk sidang skripsi.

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Maria Fransisca, SH., MKn. Timotius N. Susilo, SE., SH., MM., MKn.

ii

Page 3: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

DEKLARASI SKRIPSI

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEPEMILIKAN SATUAN

RUMAH SUSUN YANG BERDASARKAN AKTA PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG DIBANGUN DI ATAS TANAH

HAK PENGELOLAAN (STUDI KASUS APARTEMEN GREEN

PRAMUKA CITY)” adalah judul dan isi yang terbaik dari pengetahuan dan

kepercayaan saya sendiri. Skripsi ini belum pernah diajukan sebagian atau

seluruhnya ke Universitas lain sebagai syarat mendapat gelar sarjana Program

Studi Ilmu Hukum.

Bekasi, 05 Maret 2018

Mulyani Oktavia

iii

Page 4: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PEMBIMBING

Skirpsi yang berjudul:

”ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN YANG BERDASARKAN

AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG

DIBANGUN DI ATAS HAK PENGELOLAAN (STUDI KASUS

APARTEMEN GREEN PRAMUKA CITY)” telah selesai disusun dan

diajukan oleh Mulyani Oktavia jurusan Hukum Fakultas Humaniora telah dinilai

dan disetujui untuk lulus ujian secara lisan pada tanggal 05 Maret 2018.

Gratianus prikasetya putra, S.H.,M

Penguji Skripsi

Dr. Maria Fransisca, SH., MKn.

Pembimbing I

Timotius N. Susilo, SE., SH., MM., MKn.

Pembimbing II

iv

Page 5: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

ABSTRAK

Asas pemisahan horizontal memungkinkan dalam satu bidang tanah yang sama

terdapat beberapa hak kepemilikan atas tanah secara bersamaan. PT. Duta

Paramindo Sejahtera yang merupakan pengembang dari Apartemen Green

Pramuka City membangun rumah susun di atas bidang tanah Hak Pengelolaan

(HPL) milik PT Angkasa Pura I (Persero) yang terletak di jalan Jendral A. Yani

Kavling 49, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Proses jual beli kepada

pelanggan dilakukan dengan Perjanjian Jual Beli (PPJB) dibawah tangan dan

sampai dengan penulisan ini pelanggan belum memperoleh sertipikat sebagai

bukti sah kepemilikan atas bangunan tersebut. Penulis tertarik melakukan kajian

yang lebih mendalam terkait dengan perlindungan konsumen atas proses

pembelian rumah susun yang dilakukan oleh perusahaan pengembang atau

perusahaan pembangunan dan pemukiman kepada konsumennya yang

menggunakan PPJB dibawah tangan dan perlindungan konsumen terkait dengan

pembangunan satuan rumah susun yang dibangun diatas Hak Pengelolaan,.

Metode penelitian ini yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis

normatif-empiris, sepesifikasi penulisan adalah deskriptif, data yang digunakan

adalah bahan hukum primer yang diperoleh dari ketentuan aturan perundangan-

undangan dan didukung dengan data sekunder berupa literatur-literatur dari buku-

buku yang berhubungan dengan judul penulisan ini.

PPJB yang dibuat antara developer dengan pembeli dilakukan dibawah tangan,

kurang memberikan perlindungan kepada konsumen, selain itu kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan konsumen ini adalah kurangnya

kesadaran hukum dari konsumen. Konsumen dalam membeli apartemen tidak

mengetahui adanya perjanjian pengelolaan tanah hak pengelolaan yang dibangun

satuan rumah susun antara pemilik hak atas hak pengelolaan dengan Developer

sehingga konsumen kurang memahami resiko atas pembelian satuan rumah susun

tersebut.Tanah Hak Pengelolaan hanya dapat dibangun rumah susun apabila tanah

tersebut dilekati dengan Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai (HP), akan

tetapi kelemahan dari HGB dan HP adalah bahwa kedua hak tersebut memiliki

jangka waktu yang apabila tidak diperpanjang atau diperbaruhi menyebabkan

status haknya kembali kepada pemilik awal yaitu pemegang Hak Pengelolaan.

Apabila hak atas tanah tersebut kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan,

maka Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun hapus demi hukum.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Rumah Susun, Perjanjian

Pengikatan Jual Beli

v

Page 6: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

ABSTRACT

he principle of horizontal separation allows in the same plot of land there are

several land ownership rights simultaneously. PT. Duta Paramindo Sejahtera, a

developer of Green Pramuka City Apartment, built a flats house in the field of

Right of Management (HPL) owned by PT Angkasa Pura I (Persero) located on

Jalan Jendral A. Yani Kavling 49, Rawasari, Cempaka Putih, Central Jakarta, The

process of buying and selling to customers is done with the Sale and Purchase

Agreement (PPJB) under the hand and until this writing the customer has not

obtained the certificate as a legal proof of ownership of the building. The authors

are interested in conducting a more in-depth study related to consumer protection

of the flats purchasing process undertaken by development companies or

development and resettlement companies to their customers who use PPJB under

the hand and consumer protection associated with the development of apartment

units built on the Right of Management. This research method used in this writing

is juridical normative-empirical, the specification of writing is descriptive, the

data used is the primary legal material obtained from the provisions of the rules of

legislation and supported by secondary data in the form of literature-literature of

books related to title of this writing. PPJB created between the developer and the

buyer is done under the hands, giving less protection to the consumer, besides the

obstacle faced in the implementation of this consumer protection is the lack of

legal awareness of the consumer. Consumers in buying an apartment are not

aware of any land management rights agreement built by apartment units between

rights owners and management rights so that consumers do not understand the

risks of purchasing the apartment units. The land of management rights can only

be constructed by flats if the land is attached with Right of Use (HGB) or Right to

Use (HP), but the disadvantage of HGB and HP is that both rights have a time

period which, if not extended or altered, causes the status of the rights to return to

the original owner of the Right of Management. If the right to the land is returned

to the holder of the Right to Management, then the Property Owned by the

Housing Unit is deleted by law.

Keywords : consumer protection, Flats, Sale and Purchase Agreement.

Page 7: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

KATA PENGANTAR

Puji syukurah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunianya kepada penulis. Akhirnya penulis berhasil menyelesaikan

penulisan ini dengan baik dan tepat pada waktunya, dengan judul ANALISIS

YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEPEMILIKAN

SATUAN RUMAH SUSUN YANG BERDASARKAN AKTA PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG DIBANGUN DI ATAS TANAH

HAK PENGELOLAAN (STUDI KASUS APARTEMEN GREEN

PRAMUKA CITY)

Skripsi ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Humaniora, Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Presiden. Dalam penulisan ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, baik secara moril maupun materil yang sangat berharga. Oleh

karena itu selayaknya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Jony Oktavian Haryanto, SE, MM, MA, selaku Rektor

Universitas Presiden yang telah menyediakan segala sarana dan prasarana

sebagai penunjang, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Teuku Rezasyah Haryanto, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Humaniora

Universitas Presiden beserta jajarannya yang telah mempermudah proses

penyelesaian penulisan ini.

Page 8: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

3. Kepala Progam Studi Ilmu Hukum Universitas Presiden Ibu Fennika

Kristianto, SH., MH., MKn., yang telah banyak memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing Penulis Ibu Dr. Maria Fransisca , S.H, MKn. dan Bapak

Timotius Noto Susilo, SE., SH., MM., MKn. yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian

penulisan ini.

5. Bapak/ Ibu Dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu-ilmunya

kepada penulis sehingga penulis bisa seperti ini mengerti apa yang belum

penulis mengerti, semua ilmu yang telah diberikan sangat berarti dan

berharga demi kesuksesan penulis dimasa mendatang.

6. Kepada orangtua tercinta terima kasih telah membimbing dan mendidik

dengan rasa iklas dan penuh kesabaran selama ini.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Seperjuangan Fakultas Hukum President

University Angkatan 2014 yang kompak dan penuh kekeluargaan.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini belum sempurna oleh karena

itu dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran guna

penyempurnaan tesis ini, Terima kasih.

vi

Page 9: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI......................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR...................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................. ... vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7

1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................... 8

1.4. Kegunaan Penelitian.............................................................................. 8

1.4.1. Kegunaan Teoritis..................................................................... 9

1.4.2. Kegunaan Praktis...................................................................... 9

1.5. Kerangka Pemikiran............................................................................... 11

1.5.1. Kerangka Teori.......................................................................... 11

1.5.2.Kerangka Konsepsional.............................................................. 13

1.6. Metode Penelitian................................................................................... 18

1.6.1.Metode Pendekatan..................................................................... 19

1.6.2.Spesifikasi Penelitian................................................................... 21

1.6.3. Sumber Data dan Jenis Data.......................................................... 22

Page 10: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

1.6.4. Tehnik Pengumpulan Data............................................................. 26

1.6.5. Metode Analisa Data....................................................................... 28

1.6.6. Lokasi Pengumpulan Data............................................................... 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hak-Hak Atas Tanah..................................................................... 30

2.1.1. Hak-hak atas tanah yang bersifat Primer............................ 30

2.1.2. Hak-hak atas tanah yang bersifat Sekunder........................ 50

2.1.3. Hak Jaminan atas Tanah: Hak Tanggungan......................... 55

2.2. Bangunan atas Satuan Rumah Susun............................................. 58

2.3. Pengertian Rumah Susun dan Satuan Rumah susun..................... 59

2.4. Penjualan Satuan Rumah Susun...................................................... 62

2.5. Strata Title........................................................................................ 66

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN AKTA PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB)

3.1. Perlindungan Konsumen................................................................. 68

3.2. Perjanjian Pengikatan Jual Beli........................................................ 78

3.3. Perikatan dan Perjanjian................................................................... 79

3.3.1. Macam-macam Perikatan dan Perjanjian .............................. 80

3.3.2. Syarat-syarat sahnya Suatu Perjanjian................................... 81

3.3.3 Wanprestasi dan Akibat Hukumnya......................................... 84

3.3.4. Batal dan Pembatalan Suatu Perjanjian................................... 85

Page 11: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

3.3.5. Resiko dan Hapusnya Suatu Perjanjian................................... 91

3.4. Perjanjian Pengikatan Jual Beli........................................................ 94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah

Susun Berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.................... 101

4.1.1. Analisis berdasarkan keputusan Menpera No.11/KPPS/94

Tentang Pedoman PPJB............................................................ 109

4.1.2. Analisis Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Unit Satuan

Rumah Susun............................................................................ 110

4.2. Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah

Susun Yang Dibangun Diatas Tanah Hak Pengelolaan...................... 118

4.2.1. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PMDN No. 5

Tahun 1974............................................................................... 118

4.2.2. Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No. 20

Tahun 2011............................................................................... 122

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan..................................................................................... 134

5.2. Saran................................................................................................ 136

Daftar Pustaka..................................................................................................... 139

vii

Page 12: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai tanah merupakan pokok bagi kehidupan manusia

di dunia ini, sebab tanpa tanah maka manusia akan kehilangan nilai-nilai

sosial dan jati dirinya sebagai manusia. Hal ini diketahui bahwa manusia

sejak lahir sampai mati membutuhkan tanah.1

Hak-hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan

tanah dengan batas-batas yang ditentukan dengan peraturan-peraturan

terkait. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (untuk selanjutnya disebut UUPA) menjelaskan

tentang status tanah dapat dibedakan menjadi: tanah negara, tanah adat

(ulayat), dan tanah yang mempunyai alas hak seperti: Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah,

Hak Memungut Hasil Hutan dan hak-hak lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

(selanjutnya disebut UUD 1945) disebutkan bumi dan air dan kekayaan

yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2 Menurut konsepsi hukum tanah

nasional (UUPA) dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa seluruh bumi,

air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung

1 Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing) Dalam Sistem Hukum Pertanahan

Nasional, Jakarta: Restu Agung, Hlm. 57 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat (3)

Page 13: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

2

didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

kekayaan nasional.3

Selain mengelola bumi air dan kekayaan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya, negara juga berperan dalam mensejahterakan rakyat

sebagaimana diamanatkan dalam tujuan negara yang tertuang dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sabagai berikut “Kemudian

daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .” 4

Salah satu cara dalam mensejahterakan rakyat adalah pemerintah

memberikan dan menyediakan fasilitas rumah yang layak bagi rakyatnya,

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan

dan Pemukiman disebutkan bahwa “Rumah adalah bangunan yang

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

keluarga.”5 Sedangkan rumah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

online adalah:

1) Bangunan untuk tempat tinggal

2) Bangunan pada umumnya (seperti gedung)6

3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

UU Nomor 5 Tahun 1960, Pasal 1 ayat (2) 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Alinea keempat

5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemujiman, Pasal 1 angka 1

6 Kamus Besar Bahasa Indonesia Diring, https://kbbi.kemdikbud.go.id

Page 14: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

3

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan rumah adalah

bangunan untuk tempat tinggal yang pada umumnya seperti gedung. Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(untuk selanjutnya disebut UU Bangunan Gedung) menyebutkan “Bangunan

gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan

tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di

dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.”7

Fungsi gedung sebagai tempat tinggal berdasarkan Pasal 4 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (untuk

selanjutnya disebut PP Bangunan Gedung) menyebutkan “… sebagai tempat

tinggal manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret,

rumah tinggal susun, dan rumah tinggal sementara.”8

Setiap manusia membutuhkan tempat tinggal sebagai kebutuhan

pokok yang harus dihadapi, oleh karenanya tanah sebagai tempat berpijak

bagi manusia merupakan kebutuhan hidup yang tidak bisa dipungkiri.9

Keberadaan tanah yang semakin terbatas terutama di kota-kota besar

membuat konsep rumah tinggal deret beralih ke konsep rumah tinggal susun

atau sering disebut dengan apartemen.

7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 1 angka 1

8 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 4 ayat (1) 9 Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing) Dalam Sistem Hukum Pertanahan

Nasional, Jakarta: Restu Agung, hlm.1

Page 15: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

4

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun (untuk selanjutnya disebut UU Rumah Susun)

disebutkan bahwa “Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal

dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi

dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”10

Hak-hak atas tanah yang diberikan oleh negara, diatur dalam Pasal 16

ayat (1) UUPA, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

Hak Pakai, Hak Sewa Untuk Bangunan, dan Hak Pengelolaan sedangkan

hak atas tanah untuk pembangunan rumah susun dapat dilakukan di atas

tanah yang memiliki Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak

Sewa Untuk Bangunan, dan Hak Pengelolaan.

Hak Pengelolaan tidak dikenal dalam UUPA, akan tetapi Hak

Pengelolaan ini terdapat dalam Penjelasan Umum UUPA yaitu Kekuasaan

Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan suatu hak oleh seseorang atau

pihak lain adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman kepada tujuan

yang disebutkan di atas, negara dapat memberikan tanah yang demikian itu

kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut

peruntukkan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan, hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada

10

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 1 angka 1

Page 16: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

5

sesuatu badan pengusaha (Departemen, Jawatan, atau Swatantra) untuk

dipergunakan bagi pelaksanaan tugas masing-masing (Pasal 2 ayat (4).11

Penguasaan atas rumah susun dapat dilakukan dengan berbagai cara

yaitu secara pembelian maupun sewa, pada saat ini perusahaan pengembang

atau perusahaan pembangunan dan pemukiman memberikan berbagai

macam kemudahan untuk dapat memiliki rumah susun, pembelian atas

rumah susun dapat dilakukan secara tunai ataupun dengan cicilan.

PT. Duta Paramindo Sejahtera merupakan salah satu perusahaan

pengembang atau perusahaan pembangunan dan pemukiman yang

akan/sedang/telah membangun bangunan-bangunan rumah susun di atas

bidang tanah Hak Pengelolaan (HPL) milik PT Angkasa Pura I (Persero)

yang terletak di jalan Jendral A. Yani Kavling 49 Kelurahan Rawasari,

Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, setempat dikenal sebagai Green

Pramuka City.

Antara PT. Duta Paramindo Sejahtera sebagai penjual dan

konsumennya sebagai pembeli melakukan jual beli atas satuan rumah susun

dengan menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat

dibawah tangan antara penjual dan pembeli. PPJB dibuat untuk melakukan

pengikatan sementara sebelum pembuatan Akta Jual Beli (AJB) resmi di

hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara umum, isi PPJB

adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada

pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan

kesepakatan. Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab

11

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

UU Nomor 5 Tahun 1960, Penjelasan Umum

Page 17: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

6

tertentu seperti pembayaran harga belum lunas. Di dalam PPJB memuat

perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan waktu pelunasan dan

dibuatnya AJB.

Ketentuan secara umum atas PPJB dalam pelaksaaan jual beli rumah

susun diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Nomor 9 Tahun 1995. Perjanjian ini merupakan salah satu kekuatan hukum

sekaligus jaminan hukum pada saat membeli rumah.

Pembelian oleh konsumen atas satuan rumah susun harus

mendapatkan perlindungan secara hukum oleh pemerintah. Berdasarkan

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen)

disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.12

Perlindungan konsumen bertujuan untuk (a) Meningkatkan kesadaran,

kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, (b)

Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, (c) Meningkatkan

pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-

haknya sebagai konsumen, (d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen

yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta

akses untuk mendapatkan informasi, (e) Menumbuhkan kesadaran pelaku

usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap

12

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 1 angka 1

Page 18: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

7

yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, (f) Meningkatkan

kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi

barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen.13

Sebagaimana telah diuraikan diatas, diperlukan kajian yang lebih

mendalam terkait dengan perlindungan konsumen atas proses pembelian

rumah susun yang dilakukan oleh perusahaan pengembang atau perusahaan

pembangunan dan pemukiman kepada konsumennya yang menggunakan

PPJB dibawah tangan dan perlindungan konsumen terkait dengan

pembangunan satuan rumah susun yang dibangun diatas Hak Pengelolaan,

untuk hal tersebut tertarik untuk melakukan penulisan atas penelitian dan

kajian dengan topik: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN

KONSUMEN ATAS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN

YANG BERDASARKAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL

BELI (PPJB) YANG DIBANGUN DI ATAS TANAH HAK

PENGELOLAAN (STUDI KASUS APARTEMEN GREEN

PRAMUKA CITY).

13

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 3

Page 19: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

8

1.2. Identifikasi Masalah

Masalah penelitian merupakan suatu pertanyaan yang mempersoalkan

keberadaan suatu variabel atau mempersoalkan hubungan antara variabel

pada suatu fenomena.14

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini meliputi:

a) Bagaimana perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan rumah

susun yang berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)?

b) Bagaimana perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan rumah

susun yang dibangun di atas Hak Pengelolaan?

1.3. Tujuan Penulisan

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisanya.15

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini meliputi:

a) Untuk menganalisa perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan

rumah susun yang berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB)?

b) Untuk menganalisa perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan

rumah susun yang dibangun di atas Hak Pengelolaan?

14

Ronny Kountur, Metode Penelitian – Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: Buana

Printing, hlm.35 15

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm.43

Page 20: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

9

1.4. Kegunaan Penelitian

Fungsi metode penelitian adalah alat untuk mengetahui sesuatu

masalah yang akan diteliti, baik ilmu-ilmu sosial, ilmu hukum maupun ilmu

lainnya.

Kegunaan dalam penelitian ini antara lain:

1.4.1. Kegunaan Teoritis

a) Untuk menjadi pengetahuan tentang perkembangan bidang

pertanahan, khususnya mengenai kajian yuridis tentang

perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan rumah susun

berdasarkan atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

yang dibuat dibawah tangan dan perlindungan konsumen atas

kepemilikan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak

Pengelolaan. 16

b) Untuk dapat dijadikan dasar penelitan lain terkait dengan

mengenai kajian yuridis tentang perlindungan konsumen atas

kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan atas akta

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dibawah

tangan dan perlindungan konsumen atas kepemilikan rumah

susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.

c) Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi kajian hukum

agraria di Indonesia terutama mengenai perlindungan konsumen

atas kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan atas akta

16

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.21

Page 21: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

10

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dibawah

tangan dan perlindungan konsumen atas kepemilikan rumah

susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a) Bagi Badan Pertanahan Nasional / Kantor Wilayah Pertanahan /

Kantor Pertanahan, untuk dapat dijadikan dasar bagi Badan

Pertanahan Nasional / Kantor Pertanahan untuk membuat aturan

teknis mengenai mengenai kajian yuridis tentang perlindungan

konsumen atas kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan

atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat

dibawah tangan dan perlindungan konsumen atas kepemilikan

rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.17

b) Bagi pelaku usaha, untuk dapat memberikan panduan dan

pertimbangan bagi pelaku usaha dan pihak-pihak yang

berkepentingan lainnya dalam membeli dan berinvestasi properti

dan mengetahui tentang kajian yuridis tentang perlindungan

konsumen atas kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan

atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat

dibawah tangan dan perlindungan konsumen atas kepemilikan

rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.

c) Bagi masyarakat umum, untuk memberikan tambahan

pengetahuan dan mengetahui konsekuensi atas kajian yuridis

17

Ahmad Muliadi, Politik Hukum, Akademia permata, Jakarta, 2013, hlm 98

Page 22: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

11

tentang perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan rumah

susun berdasarkan atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB) yang dibuat dibawah tangan dan perlindungan konsumen

atas kepemilikan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak

Pengelolaan.

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan keberadaan hukum sebagai aturan

sangat dibutuhkan dalam setiap kehidupan sosial masyarakat karena

hukum dapat mewujudkan dan menjaga tatanan kehidupan bersama

yang harmonis. Peraturan-peraturan diperlukan dalam kehidupan

masyarakat demikian juga dalam hubungannya dengan negara

kepastian hukum harus dijaga demi keamanan negara, maka hukum

positif harus selalu ditaati, meskipun isinya kurang adil atau juga

kurang sesuai dengan tujuan hukum.18

Dalam penelitian ini digunakan teori-teori, konsep-konsep, dan

pandangan-pandangan para pakar-pakar yang berpengaruh sebagai

landasan kerangka pemikiran penelitian. Pandangan teoritis tersebut

dikombinasikan dengan peraturan perundang-undangan dan

instrumen-instrumen hukum perjanjian dan pertanahan. Kerangka

konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dengan teori

18

H. Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi dan Tesis- Buku Kedua, Jakarta: Rajawalipers, hlm.1

Page 23: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

12

perikatan, perjanjian, hokum jaminan, perlindungan hukum dan

hukum pertanahan nasional.

Legal Theory (teory hukum) mempunyai kedudukan yang sangat

penting di dalam penelitian disertasi dan tesis, karena teori hukum

tersebut dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk mengungkapkan

fenomena-fenomena hukum baik dalam tataran hukum normatif

maupun empiris.

Teori hukum yang dalam bahasa Inggris disebut dengan theory

of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan rechtstheorie

mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam proses

pembelajaran maupun di dalam penerapan hukum, karena adanya teori

hukum dapat membantu dalam kerangka memecahkan berbagai

persoalan, dimana di dalam hukum normatif tidak diatur.19

Hukum agraria atau hukum tanah nasional merupakan hukum

tanah Indonesia yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam

pikiran hukum adat, sehingga sumber utama dalam pembangunan

hukum agraria adalah hukum adat. Falsafah / konsepsi hukum agraria

adalah komulaistik-religius yang memungkinkan penguasa tanah

secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi,

sekaligus mengandung unsur kebersamaan.

Dalam hukum agrarian menyatakan bahwa secara prinsip negara

mempunyai penguasaan atas bumi, air dan kekayaan yang terkandung

didalammya tetapi negara juga mempunyai peran penting untuk

19

Ahmad Muliadi, Op. Cit., hlm.5

Page 24: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

13

memberikan lesejahteraan bagi rakyatmya dikarenakan setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan

kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat

strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai

salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati

diri, mandiri, dan produktif.

Sebagai regulator dan dalam tanggung jawabnya untuk

menyediakan tempat tinggal, negara bertanggung jawab melindungi

segenap bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan perumahan, baik

rumah deret maupun rumah susun yang layak bagi kehidupan yang

sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah

Indonesia.20

Setiap orang diharapkan dapat berpartisipasi untuk memenuhi

kebutuhan tempat tinggal melalui pembangunan rumah deret maupun

rumah susun yang layak, aman, harmonis, terjangkau secara mandiri,

dan berkelanjutan, dan negara juga berkewajiban memenuhi

kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat.

1.5.2. Kerangka Konsepsional

Dalam penelitian hukum normatif maupun sosiologis atau

empiris, dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsepsional yang

20

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 1 angka 1

Page 25: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

14

di piris, dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsepsional yang

didasarkan atau diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu.

Biasanya kerangka konsepsionil tersebut, sekaligus merumuskan

definisi-definisi tertentu yang dapat dijadikan pedoman operasionil di

dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.

a) Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen. Perlindungan konsumen bertujuan untuk: 21

(1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri,

(2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang

dan/atau jasa,

(3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai

konsumen,

(4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang

mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan

informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,

(5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai

pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh

sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha,

21

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 3

Page 26: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

15

(6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang

menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau

jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen.22

b) Rumah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online

disebutkan pengertian mengenai rumah yaitu, (1) Bangunan

untuk tempat tinggal dan (2) Bangunan pada umumnya (seperti

gedung).23

Pasal 1 angka 1 UU Perumahan dan Pemukiman

disebutkan bahwa “Rumah adalah bangunan yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

keluarga.”24

c) Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-

bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah

horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang

masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,

terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”25

d) Perjanjian Pengikatan Jual Beli, ketentuan secara umum atas

PPJB dalam pelaksaaan jual beli rumah susun diatur

berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat

22

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 3 23

Kamus Besar Bahasa Indonesia Diring, https://kbbi.kemdikbud.go.id 24

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemujiman, Pasal 1 angka 1 25

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 1 angka 1

Page 27: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

16

Nomor 9 Tahun 1995. Perjanjian ini merupakan salah satu

kekuatan hukum sekaligus jaminan hukum pada saat membeli

rumah.

e) Hak Pengelolaan tercantum dalam Penjelasan Umum UUPA;

Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan suatu

hak oleh seseorang atau pihak lain adalah lebih luas dan penuh.

Dengan berpedoman kepada tujuan yang disebutkan di atas,

negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada

seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut

peruntukkan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan, hak pakai atau memberikannya

dalam pengelolaan kepada sesuatu badan pengusaha

(Departemen, Jawatan, atau Swatantra) untuk dipergunakan bagi

pelaksanaan tugas masing-masing (Pasal 2 ayat (4)).26

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri

(PMDN) Nomor 5 Tahun 1974 disebutkan bahwa Hak

Pengelolaan adalah hak atas tanah yang memberi wewenang

kepada pemegangnya untuk:

(1) Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan.

(2) Menggunakan tanah yang bersangkutan untuk keperluan

pelaksanaan usaha.

26

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Penjelasan Umum

Page 28: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

17

(3) Menyerahkan bagian tanah yang bersangkutan kepada

pihak ketiga dengan hak pakai untuk jangka waktu 6

(enam) bulan.

(4) Menerima uang pemasukan / ganti kerugian dan uang

wajib Tahunan.27

f) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), berdasarkan Pasal 1

angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang

diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun.28

PPAT bertugas pokok

melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan

membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi

pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan

oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum adalah sebagai

berikut: jual beli; tukar menukar; hibah; pemasukan ke dalam

perusahaan (inbreng); pembagian hak bersama; pemberian Hak

Guna Bangunan / Hak Pakai atas Tanah Hak Milik; pemberian

27

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, tentang Ketentuan-Ketentuan mengenai

Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, Pasal 3 28

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 1

angka (1)

Page 29: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

18

Hak Tanggungan; pemberian Kuasa membebankan Hak

Tanggungan.29

g) Notaris, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.30

Sedangkan yang dimaksud dengan Akta Otentik adalah Suatu

akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-

Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

untuk itu di tempat akta itu dibuat.31

1.6. Metode Penelitian

Penelitian penting dilakukan karena manusia memerlukan jawaban

untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Untuk

itu diperlukan pengetahuan ilmiah, proses pencarian pengetahuan ilmiah

atau pengetahuan yang benar itu harus berlangsung sesuai prosedur dan

langkah-langkah yang dilakukan secara sistematis, kritis, terkontrol dan

dilakukan menurut hukum dan kaidah-kaidah berlakunya akal yaitu logika

dan hasil penelitian bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis.32

Dalam melaksanakan pendekatan permasalahan yang berhubungan

dengan topik penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

29

Ibid, Pasal 2 ayat (1) dan (2) 30

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 angka 1 31

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1868 32

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju. hlm.9

Page 30: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

19

1.6.1. Metode Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.

Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi

dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari

jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian

hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach),

pendekatan konseptual (conceptual approach).33

Pendakatan undang-undang atau statute approach dan sebagian

ilmuwan hukum menyebutnya dengan pendekatan yuridis, yaitu

penelitian terhadap produk-produk hukum.34

Penelitian ini

menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach)

dikarenakan dilakukan dengan menelaah peraturan dan regulasi yang

terkait dengan perlindungan konsumen atas kepemilikan satuan rumah

susun berdasarkan atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

yang dibuat dibawah tangan dan perlindungan konsumen atas

kepemilikan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak

Pengelolaan.

Sebagai ilmu normatif (ilmu tentang norma) ilmu hukum

mengarahkan refleksinya kepada norma dasar yang diberi bentuk

33

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum – Edisi Revisi, Jakarta: Prenadamedia Group,

hlm.133 34

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju. hlm.92

Page 31: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

20

konkret dalam norma-norma yang ditentukan dalam bidang-bidang

tertentu.35

Beda dengan ilmu-ilmu empiris yang dapat dibuktikan

kebenarannya melalui penilaian dalam pola tertentu, menurut Huljbers

ilmu hukum yang berisi norma-norma dan kewajiban dalam hidup

manusia tidak mungkin dibuktikan kebenarannya, sebagaimana yang

diinginkan oleh sarjana-sarjana dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan

positif (empiris). Alasannya, karena norma dan kewajiban hanya dapat

dipastikan kesungguhannya dalam kesadaran masing-masing manusia

yang menghadapinya, sebagai gejala yang tidak dapat dielakkan.36

Penelitian hukum empiris bertujuan untuk mengetahui sejauh

mana bekerjanya hukum dalam masyarakat. Penelitian ilmu hukum

empiris sebagai hasil interaksi antara ilmu hukum dengan disiplin

ilmu-ilmu lainnya terutama sekali sosiologi dan antropologi

melahirkan sosiologi hukum dan antropologi hukum.37

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis normatif-empiris. Penggunaan metode yuridis normatif-

empiris ini dikarenakan penulisan yuridis normatif dalam bidang

hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum yang

dapat digunakan untuk menjawab permasalahan / isu hukum tertentu

yang dihadapi. Metode ini berkaitan dengan prinsip-prinsip dan

norma-norma hukum pertanahan / agraria di Indonesia serta praktek

35

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia

Publishing, hlm.49 36

Ibid., hlm.50 37

Bahder Johan Nasution, Op.Cit. hlm.123

Page 32: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

21

penerapannya terutama terkait dengan perlindungan konsumen atas

kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan atas akta Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dibawah tangan dan

perlindungan konsumen atas kepemilikan rumah susun yang dibangun

di atas tanah Hak Pengelolaan..

Penelitian empiris adalah karena adanya fenomena hukum

masyarakat atau fakta sosial yang terdapat dalam masyarakat terkait

dengan adanya pelaku usaha dan masyarkat umum yang melakukan

pembelian atas satuan rumah susun yang beralaskan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan dan dibangun di atas tanah Hak

Pengelolaan.

1.6.2. Spesifikasi Penelitian

Suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan

data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-

gejala lainnya.38

Spesifikasi dalam penelitian ini menggunakan

bersifat deskriptif analitis yaitu untuk memperoleh suatu gambaran

yang menyeluruh dan sistematis tentang permasalahan mengenai

kajian yuridis tentang perlindungan konsumen atas kepemilikan

satuan rumah susun berdasarkan atas akta Perjanjian Pengikatan Jual

Beli (PPJB) yang dibuat dibawah tangan dan perlindungan konsumen

atas kepemilikan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak

38

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm.10

Page 33: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

22

Pengelolaan ditinjau dari perspektif hukum agraria dan hukum

perlindungan konsumen.

1.6.3. Sumber Data dan Jenis Data

Lazimnya di dalam penelitian, dibedakan antara data yang

diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka, yang

pertama disebut data primer atau data dasar (primary data atau basic

data) dan yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data).

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku

warga masyarakat, melalui penelitian. Data sekunder antara lain,

mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.39

a) Sumber Data

Secara umum, maka dalam penelitian biasanya dibedakan

data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (mengenai

perilakunya: data empiris) dan dari bahan pustaka. Sumber data

yang digunakan dalam penulisan ini adalah dari bahan pustaka

dan menggunakan data sekunder. Sumber data sekunder terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tertier, antara lain:

1) Bahan Hukum Primer

39

Ibid. hlm.12

Page 34: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

23

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat. Bahan hukum primer yang digunakan dalam

penelitian ini, antara lain:

a) Pembukaan UUD 1945 dan Undang-Undang Dasar

1945

b) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.

c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang

Perumahan dan Pemukiman.

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

e) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung.

f) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris.

g) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang

Rumah Susun.

h) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai atas Tanah.

i) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.40

40

Ibid. hlm.51

Page 35: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

24

j) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Pejabat Pembuat Akta Tanah.

k) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

l) Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965

tentang Pelaksanaan Konversi Hak Pengusaan dan

Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang

Kebijaksanaan selanjutnya.

m) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun

1974, tentang Ketentuan-Ketentuan mengenai

Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan

Perusahaan,

n) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti

misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan

seterusnya.41

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penulisan ini antara lain: buku-buku tentang hukum

pertanahan dan literatur-literatur mengenai pertanahan,

41

Ibid. hlm.52

Page 36: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

25

pendapat hukum tentang teori kepastian hukum, berkas-

berkas atau dokumen-dokumen dan bahan-bahan dari

internet yang berkaitan dengan pertanahan dengan teori

perjanjian.

3) Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder.

Bahan hukum tertier yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Kamus Lengkap Inggris-Indonesia

Indonesia-Inggris Karangan Tri Kembara (Penerbit

Pustaka Dua Surabaya) dan Kamus Inggris Indonesia oleh

John M.Echols dan Hasan Shadily (Penerbit PT. Gramedia

Jakarta) serta Kamus Besar Bahasa Indonesia bertujuan

untuk membantu menjelaskan bahan hukum primer dan

sekunder.42

b) Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan

seterusnya. Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian

ini yaitu: buku-buku atau literatur-literatur dan peraturan

perundang-undangan mengenai pertanahan, hasil penelitian

42

Ibid , hlm 53

Page 37: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

26

terdahulu, artikel, berkas-berkas, atau dokumen-dokumen dan

sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

1.6.4. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data pada penulisan ini dilakukan dengan

memakai data sekunder yaitu studi kepustakaan (library research)

yang didukung dengan bahan-bahan hukum lainnya sebagai berikut:

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum ini di dapat melalui studi kepustakaan

(library research) yang digunakan untuk dapat menemukan dan

mengkaji peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan hukum agraria khususnya tentang perlindungan

konsumen atas kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan

atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat

dibawah tangan dan perlindungan konsumen atas kepemilikan

rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan yang

berhubungan dengan penelitian ini.43

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum ini pengumpulannya melalui studi dokumen

yang dikumpulkan dari dokumen-dokumen yang bersumber dari

buku-buku mengenai hukum khususnya yang berhubungan

dengan masalah hukum agraria atau pertanahan, literatur hukum,

maupun dari berbagai penulisan baik makalah, jurnal maupun

43

Ibid, hlm 54

Page 38: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

27

internet lainnya tentang perlindungan konsumen atas

kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan atas akta

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dibawah

tangan dan perlindungan konsumen atas kepemilikan rumah

susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan. Data yang

dikumpulkan akan diproses dan digunakan untuk mendukung

bahan hukum primer melalui langkah-langkah yang bersifat

umum, kemudian difokuskan pada hal-hal yang penting untuk

diambil suatu kesimpulan guna dilakukan verifikasi. Data yang

terkumpul akan direduksi untuk kemudian dicari maknanya,

mencari pola hubungan persamaan hal-hal yang sering timbul

dan kemudian akan disimpulkan. Tehnik tersebut digunakan

untuk memberikan gambaran atas penelitian ini.44

c) Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tersier didapatkan dengan mencari dan

meneliti guna melengkapi bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang telah ada, selanjutnya akan didapatkan

melalui Kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus

bahasa Inggris-Indonesia yang membantu dalam memberikan

penjelasan yang lebih mendalam.

44

Soerjono Soekamto, Loc.Cit.

Page 39: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

28

1.6.5. Metode Analisis Data

Pada dasarnya pengolahan, analisa dan konstruksi data dapat

dilakukan secara kualitatif dan / atau secara kualitatif. Kadang-kadang

penyajian hasil-hasil penelitian (sebagai hasil pengolahan data)

disatukan dengan analisa data.45

Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis

yang menggambarkan bagaimanasuatu data dianalisis dan apa manfaat

data yang terkumpul untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah

penelitian.

Analisis bahan hukum adalah bagaimana memanfaatkan

sumber-sumber bahan hukum yang telah terkumpul untuk digunakan

untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Dasar dari

penggunaan analisis adalah normative-empiris, dikarenakan bahan-

bahan hukum dalam penelitian ini mengarah pada kajian-kajian yang

bersifat teoritis dalam bentuk asas-asas hukum, konsep-konsep

hukum, serta kaidah-kaidah hukum ditambah dengan fakta hukum

yang ada di masyarakat. Bahan-bahan hukum yang telah berhasil

dikumpulkan berkenaan dengan “Kajian yuridis tentang perlindungan

konsumen atas kepemilikan satuan rumah susun berdasarkan atas akta

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dibawah tangan

dan perlindungan konsumen atas kepemilikan rumah susun yang

dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan”, dalam hal ini terlebih

45

Ibid. hlm.68

Page 40: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

29

dahulu dilakukan analisis yaitu: deskriptif, interprestasi, evaluasi,

sistematisasi. 46

1.6.6. Lokasi Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2017

dengan lokasi yang diambil adalah di PT Duta Paramindo Sejahtera

Jakarta Pusat dan studi kepustakaan di Universitas Presiden

Kabupaten Bekasi, beberapa Kantor Notaris dan PPAT serta Kantor

Pertanahan Jakarta Pusat.

46

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju, hlm.174

Page 41: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hak-Hak Atas Tanah

Pasal 4 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa; “Atas dasar hak menguasai

dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 (UUPA), ditemukan

adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang

diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun

bersama sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.1

Hak tanah merupakan hak pengusaan atas tanah yang berisi

serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya

untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki antara lain:

2.1.1. Hak-hak atas tanah yang bersifat Primer

Hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah rmerupakan hak-

hak atas tanah yang diberikan oleh negara, diatur dalam Pasal 16 ayat

(1) UUPA, antara lain:

a) Hak Milik

Hak Milik diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 37

UUPA. Pasal 20 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa Hak Milik

adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat

1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Pasal 4 ayat (1)

Page 42: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

31

dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6

(UUPA).2

Hak Milik tidak mempunyai jangka waktu dan dapat

diwakafkan. Hak Milik dapat dibebani dengan hak-hak lainnya

seperti Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak

Tanggungan, dan hak-hak lainnya.3

Hapusnya Hak Milik terdapat dalam Pasal 27 yang menetapkan

faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan

tanahnya jatuh kepada negara, yaitu:

1) Karena pencabutan hak sesuai Pasal 18 UUPA

2) Karena Penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya

3) Karena ditelantarkan

4) Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai

subyek Hak Milik atas tanah

5) Karena perpindahan Hak Milik kepada orang lain atau

badan hukum yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek

Hak Milik.4

b) Hak Guna Usaha

Berdasarkan Pasal 28 UUPA disebutkan bahwa Hak Guna

Usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu sebagaimana

2 Ibid., Pasal 20

3 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, hlm.38. 4 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Pasal 27

Page 43: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

32

dimaksud dalam Pasal 29 (UUPA) guna perusahaan pertanian,

perikanan atau perkebunan.5

Jangka waktu pemanfaatan tanah atas Hak Guna Usaha diatur

dalam Pasal 29 UUPA dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 disebutkan bahwa Hak Guna

Usaha diberikan untuk jangka waktu 35 Tahun dan dapat

diperpanjang 25 Tahun atas permintaan pemegang hak dengan

mengingat keadaan perusahaannya. Sesudah jangka waktu Hak

Guna Usaha dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang

hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah

yang sama untuk jangka waktu paling lama 35 Tahun.6

Tanah dalam Hak Guna Usaha adalah tanah negara atau tanah

yang dikuasai langsung oleh negara, kalau asal tanah berasal

dari kawasan hutan, maka Hak Guna Usaha dapat diberikan

setelah kawasan hutan tersebut dikeluarkan statusnya sebagai

kawasan hutan. Kalau asal tanah Hak Guna Usaha adalah tanah

hak tertentu, maka Hak Guna Usaha dapat diberikan setelah

tanah hak tersebut dilepaskan atau diserahkan oleh pemegang

haknya dengan pemberian ganti kerugian atas tanah dan

bangunan oleh calon pemegang Hak Guna Usaha (Pasal 28 ayat

(1) UUPA dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1996).7

5 Ibid., Pasal 28

6 Ibid., Pasal 29

7 Ibid., Pasal 28

Page 44: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

33

Berdasarkan Pasal 31 UUPA dan Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor

40 Tahun 1996 menetapkan bahwa Hak Guna Usaha terjadi

karena Penetapan Pemerintah dalam bentuk Keputusan

Pemberian Hak oleh Kepala Badan Pertanahan Republik

Indonesia atau pejabat Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia yang diberikan kelimpahan kewenangan untuk

memberikan hak atas tanah. Surat Keputusan Pemberian Hak

Guna Usaha wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota. Pendaftaran tersebut dimaksudkan

untuk diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan penguasaan

Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal

diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Pasal 12 PP Nomor 40 Tahun 1996).8

Pasal 34 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya

Hak Guna Usaha, yaitu:

(1) Jangka waktunya berakhir

(2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak terpenuhi

(3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu

berakhir

(4) Dicabut untuk kepentingan umum

(5) Ditelantarkan

8 Ibid., Pasal 31

Page 45: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

34

(6) Tanahnya musnah

(7) Karena pemegang haknya tidak memenuhi syarat sebagai

pemegang Hak Guna Usaha.9

c) Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf (c) dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 40 UUPA,

Pasal 35 UUPA menyebutkan bahwa:

(1) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan

mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan

miliknya sendiri dengan jangka waktu 30 Tahun

(2) Atas permintaan pemegang hak dengan mengingat

keperluan dan keadaan bangunan-bangunannya, jangka

waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama 20 Tahun

(3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain”.10

Berdasarkan pengertian tersebut pemegang Hak Guna Bangunan

berhak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas

tanah yang bukan miliknya sendiri untuk jangka waktu tertentu.

Pasal 37 UUPA menetapkan bahwa tanah Hak Guna Bangunan

dapat berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau

tanah milik orang lain.11

9 Ibid., Pasal 34

10 Ibid., Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3)

11 Ibid., Pasal 37

Page 46: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

35

Pasal 21 PP Nomor 40 Tahun 1996 menambahkan asal tanah

Hak Guna Bangunan yaitu tanah yang dapat diberikan dengan

Hak Guna Bangunan adalah tanah negara, tanah Hak

Pengelolaan, dan tanah Hak Milik.12

Pasal 36 ayat (1) juncto Pasal 19 PP Nomor 40 Tahun 1996

menetapkan bahwa yang dapat mempunyai (subjek) Hak Guna

Bangunan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum

yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia.13

Pasal 32 PP Nomor 40 Tahun 1996 menetapkan hak pemegang

Hak Guna Bangunan yaitu: Pemegang Hak Guna Bangunan

berhak menguasai dan menggunakan tanah yang diberikan

dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi

atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada

pihak lain dan membebaninya.14

Pasal 34 ayat (2) juncto Pasal 34 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun

1996 menetapkan macam perlihan Hak Guna Bangunan yaitu

jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan

pewarisan. Jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal,

dan hibah merupakan peralihan Hak Guna Bangunan yang

12

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

dan Hak Pakai Atas Tanah, Pasal 21 13

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Pasal 36 14

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

dan Hak Pakai Atas Tanah, Pasal 32

Page 47: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

36

berbentuk dialihkan, sedangkan pewarisan merupakan peralihan

Hak Guna Bangunan yang berbentuk beralih. Peralihan Hak

Guna Bangunan karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar

menukar, penyertaan dalam modal, dan hibahdilakukan dengan

akta yang dibuat oleh PPAT. Peralihan Hak Guna Bangunan

karena lelang dibuktikan dengan berita acara lelang yang dibuat

oleh pejabat dari Kantor Lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan

karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat wasiat atau

surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang

berwenang. Peralihan Hak Guna Bangunan baik dalam bentuk

beralih atau dialihkan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan

Kabupaten / Kota untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan

perubahan nama pemegang Hak Guna Bangunan dalam

sertipikat. Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang

Hak Pengelolaan, Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak

Milik yang bersangkutan.15

Pasal 40 UUPA menetapkan faktor-

faktor penyebab hapusnya Hak Guna Bangunan, yaitu:

(1) Jangka waktunya berakhir

(2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak terpenuhi

15

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, hlm.66

Page 48: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

37

(3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktunya berakhir

(4) Dicabut untuk kepantingan umum

(5) Ditelantarkan

(6) Tanahnya musnah

(7) Karena pemegang haknya tidak memenuhi syarat sebagai

pemegang Hak Guna Bangunan.16

d) Hak Pakai

Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA disebitkan bahwa

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memunggut

dari hasil tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik

orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

berwenang atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah yang

bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan

tanah, asal segala sesuatunya tidak bertentangan dengan jiwa

dan ketentuan undang-undang ini (UUPA).

Jangka waktu Hak Pakai adalah sebagai berikut:

(1) Pasal 41 ayat (2) UUPA

(a) Selama waktu tertentu atau selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu.

(b) Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau

pemberian jasa berupa apapun.

16

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Pasal 40

Page 49: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

38

(2) PP Nomor 40 Tahun 1996

(a) Hak Pakai dapat diberikan untuk jangka waktu

paling lama 25 Tahun dan dapat diperpanjang untuk

jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu.

(b) Setelah jangka waktu panjangnyasudah selesai,

kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan

Hak Pakai atas tanah yang sama.

(c) Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang

tidak ditentukan dapat diberikan kepada:

i. Departemen, Lembaga Pemerintahan Non

Departemen dan Pemerintah Daerah.

ii. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan

Badan Internasional.

(d) Hak Pakai atas tanah negara dapat diperpanjang atau

diperbaharui atas permohonan pemegang hak jika

memenuhi syarat:17

i. Tanahnya masih digunakan dengan baik

sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan

pemberian hak.

ii. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi

dengan baik oleh pemegang hak.

17

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Pasal 41 ayat (1)

Page 50: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

39

iii. Pemegang hak masih memenuhi syarat

sebagai pemegang hak.

(e) Jangka waktu hak pakai atas tanah milik dapat

diberikan paling lama 25 Tahun dan tidak dapat

diperpanjang.

(f) Hak Pakai atas tanah milik dapat diperbaharui

dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang

dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan.

(g) Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat-

syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.18

Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa

asal tanah Hak Pakai adalah tanah yang dikuasai lengsung

oleh negara atau tanah milik orang lain. Pasal 41 PP

Nomor 40 Tahun 1996 menambahkan asal tanah yang

dapat diberikan Hak Pakai adalah: Tanah Negara, Tanah

Hak Pengelolaan dan Tanah Hak Milik.

Pasal 52 PP Nomor 40 Tahun 1996 menetapkan hak

pemegang Hak Guna Bangunan, yaitu: Pemegang Hak

Pakai berhak menguasai dan menggunakan tanah yang

diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk

keperluan pribadi atau usahanya serta memindahkan hak

18

H.M. Arba (2015), Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. hlm.117

Page 51: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

40

tersebut kepada pihak lain dan membebaninya atau selama

digunakan untuk keperluan tertentu.19

Pasal 54 PP Nomor 40 Tahun 1996 mengatur peralihan

Hak Pakai atas tanah, yaitu:

(1) Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk

jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak

Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain.

(2) Hak Pakai atas tanah negara yang tidak berjangka

waktu tertentu tidak dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain. Hak Pakai yang tidak berjangka

waktu tertentu adalah Hak Pakai yang dikuasai oleh

Departemen, Lembaga Pemerintah Non

Departemen, Pemerintah Daerah, badan keagamaan,

badan social, perwakilan negara asing, dan

perwakilan badan internasional.

(3) Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat

dialihkan apabila hak tersebut memungkinkan dalam

perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak

Milik yang bersangkutan. Pengalihan Hak Pakai atas

tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan

tertulis dari pemegang Hak Pakai yang berangkutan

(4) Peralihan Hak Pakai terjadi karena:

19

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

dan Hak Pakai Atas Tanah, Pasal 52

Page 52: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

41

(a) Jual Beli

(b) Tukar menukar

(c) Penyertaan dalam modal

(d) Hibah

(e) Pewarisan

(5) Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota.

(6) Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli

melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam

modal dan hibah harus dilakukan dengan akta yang

dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

(7) Jual beli yang dilakuan melalui pelelangan

dibuktikan dengan berita acara lelang yang dibuat

oleh pejabat dari Kantor Lelang.

(8) Peralihan karena pewarisan harus dibuktikan dengan

surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat

oleh instansi yang berwenang.

(9) Perlaihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan

harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari

pemegang Hak Pengelolaan.20

UUPA tidak mengatur hapusnya Hak Pakai atas tanah,

Hapusnya Hak Pakai atas tanah diatur dalam Pasal 55 PP Nomor

40 Tahun 1996, yaitu:

20

Ibid., Pasal 54

Page 53: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

42

1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam

perjanjian pemberiannya

2) Dibatalkannya oleh pejabat yang berwenang pemegang

Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum

jangka waktunya berakhir karena:21

(a) Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang

hak, dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan

sebagaimana dimaksud Pasal 50, Pasal 51, dan Pasal

52 (UUPA)

(b) Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-

kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian

Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan

pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan

tanah Hak Pengelolaan atau

(c) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap

3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya

sebelum jangka waktunya berakhir

4) Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

1961

5) Ditelantarkan

6) Tanahnya musnah

21

21 Ibid., Pasal 55

Page 54: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

43

7) Karena pemegang haknya tidak memenuhi syarat sebagai

subyek Hak Pakai (Ketentuan Pasal 40 ayat (2).

e) Hak Sewa Untuk Bangunan

Hak sewa diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 45 UUPA,

berdasarkan Pasal 50 ayat (2) UUPA disebutkan bahwa

ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Sewa Untuk Bangunan

diatur dengan peraturan perundangan.

Pengertian Hak Sewa Untuk Bangunan disebutkan dalam Pasal

44 ayat (1) UUPA, yaitu seseorang atau badan hukum

mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak

menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan

dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai

sewa.22

Dalam Penjelasan Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA dinyatakan

bahwa: Oleh karena Hak Sewa merupakan Hak Pakai yang

mempunyai sifat-sifat khusus, maka disebut tersendiri. Hak

sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan berhubungan

dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) UUPA. Hak Sewa tanah

pertanian hanya mempunyai sifat sementara (Pasal 16 jo Pasal

53). Negara tidak dapat menyewakan tanah karena negara bukan

pemilik tanah.23

22

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, hlm.82 23

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Penjelasan Pasal 44 dan 45

Page 55: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

44

UUPA membedakan hak sewa atas tanah menjadi 2 macam,

yaitu:

1) Hak Sewa untuk bangunan

2) Hak Sewa untuk pertanian

Dalam Hak Sewa Untuk Bangunan, pemilik tanah menyerahkan

tanahnya dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan

maksud agar penyewa dapat mendirikan bangunan di atas tanah

tersebut. Bangunan itu menurut hukum menjadi milik penyewa,

kecuali ada perjanjian lain.24

Berdasarkan Pasal 44 ayat (3) UUPA menetapkan bahwa

perjanjian sewa menyewa tanah tidak boleh disertai dengan

syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan dan

mengharuskan Hak Sewa Untuk Bangunan dibuat dengan

perjanjian antara pemilik tanah dengan pihak lain sebagai calon

pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan.

Perjanjian untuk terjadinya Hak Sewa Untuk Bangunan menurut

Pasal 44 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah, dibuat dalam bentuk akta Pejabat Pembuat Akta Tanah,

yaitu: “Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah, atau

Hak Milik atas satuan rumah susun, pembebanan Hak Guna

Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa Untuk Bangunan atas Hak

Milik, dan pembebanan lain pada ha katas tanah atau hak milik

atas satuan rumah susun yang ditentukan oleh peraturan

24

Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Jakarta: Universitas Terbuka – Karunika.

hlm.5.25 dikutip oleh Urip Santoso, Op.Cit., hlm.83

Page 56: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

45

perundang-undangan dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta

yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku’.25

Pasal 44 ayat (2) UUPA mengatur pembayaran uang sewa dalam

Hak Sewa Untuk Bangunan, yaitu pembayaran uang sewa dapat

dilakukan:

1. Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu

2. Sebelum atau sesudah tanahnya digunakan.

UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama jangka waktu

Hak Sewa Untuk Bangunan. Jangka waktu berlakunya Hak

Sewa Untuk Bangunan diserahkan kepada kesepakatan antara

pemilik tanah dan pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan. Pada

dasarnya, pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan tidak

diperbolehkan mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain

tanpa izin dan persetujuan dari pemilik tanah. Pelanggaran

terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan

sewa menyewa tanah antara pemilik tanah dan pemegang Hak

Sewa Untuk Bangunan.

UUPA tidak mengatur hapusnya Hak Sewa Untuk Bangunan.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab hapusnya Hak Sewa

Untuk Bangunan yaitu:

(1) Jangka waktunya berakhir

25

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 44 ayat (1)

Page 57: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

46

(2) Dihentikannya sebelum jangka waktunya berakhir

disebabkan pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan tidak

memenuhi syarat-syarat sebagai pemegang Hak Sewa

Untuk Bangunan

(3) Dilepaskan oleh pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan

sebelum jangka waktunya berakhir

(4) Hak Milik atas tanah dicabut untuk kepentingan umum

(5) Hak Milik atas tanah dilepaskan atau diserahkan oleh

pemilik tanahnya

(6) Tanahnya musnah

f) Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan atas tanah tidak dikenal dalam UUPA, akan

tetapi Hak Pengelolaan ini terdapat dalam Penjelasan Umum

UUPA, sehingga yang menjadi dasar pengaturan Hak

Pengelolaan adalah sebagai berikut:26

Penjelasan Umum UUPA; Kekuasaan Negara atas tanah yang

tidak dipunyai dengan suatu hak oleh seseorang atau pihak lain

adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman kepada tujuan

yang disebutkan di atas, negara dapat memberikan tanah yang

demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan

sesuatu hak menurut peruntukkan dan keperluannya, misalnya

hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atau

memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan

26

26 Ibid., Pasal 44 ayat (2)

Page 58: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

47

pengusaha (Departemen, Jawatan, atau Swatantra) untuk

dipergunakan bagi pelaksanaan tugas masing-masing (Pasal 2

ayat (4).27

Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang

Pelaksanaan Konversi Hak Pengusaan dan Tanah Negara dan

Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya,

disebutkan Jika Hak Penguasaan atas Tanah Negara yang

diberikan kepada departemen-depertemen, direktorat-direktorat,

dan daerah-daerah swatantra, selain digunakan untuk

kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga

untuk dapat diberikan kepada suatu hak kepada pihak ketiga,

maka Hak Penguasaan atas Tanah Negara tersebut dikonversi

menjadi Hak Pengelolaan.28

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PMDN Nomor 5 Tahun 1974

disebutkan bahwa Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah yang

memberi wewenang kepada pemegangnya untuk:

1) Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan

2) Menggunakan tanah yang bersangkutan untuk keperluan

pelaksanaan usaha

27

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Penjelasan Umum 28

Urip Santoso, Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,

Depok; Kencana, hlm.173

Page 59: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

48

3) Menyerahkan bagian tanah yang bersangkutan kepada

pihak ketiga dengan hak pakai untuk jangka waktu 6

(enam) bulan

4) Menerima uang pemasukan / ganti kerugian dan uang

wajib Tahunan.29

Pemegang Hak Pengelolaan berdasarkan Pasal 9 Peraturan

Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 berkewajiban

mendaftarkan Hak Pengelolannya kepada Kantor Pendaftaran

Tanah yang bersangkutan. Pendaftaran Hak Pengelolaan

ditegaskan lagi dalam Peraturan Menteri Agraria No.1 Tahun

1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan yaitu

kewajiban untuk mendaftarkan Hak Pengelolaan bagi

depertemen-departemen, direktorat-direktorat, dan daerah-

daerah swatantra yang memperoleh Hak Pengelolaan.30

Dalam perkembangannya, Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah LNRI Tahun 1997

No.50 TLNRI No.3696 menetapkan bahwa Hak Pengelolaan

termasuk obyek pendaftaran tanah, selain Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Tanah Wakaf, Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Tanggungan dan tanah

negara.31

29

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, tentang Ketentuan-Ketentuan mengenai

Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, Pasal 3 30

Urip Santoso, Loc.Cit. 31

Ibid, hlm.174

Page 60: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

49

Tanda bukti pendaftaran Hak Pengelolaan diterbitkan surat

tanda bukti hak berupa Sertipikat Hak Pengelolaan oleh kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota (dahulu Kantor Pendaftaran Tanah).

Menurut Pasal 1 Angka 20 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun

1997, yang dimaksud dengan sertipikat adalah surat tanda bukti

hak sebagaimana dimaksud dalam 19 ayat (2) huruh c UUPA

untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak

Milik atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan yang

masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang

bersangkutan.32

Ketentuan Pasal 7 Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985

tentang Satuan Rumah Susun menyebutkan:

(1) Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak

milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara

atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(2) Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah

susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan,

wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak

pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah

susun yang bersangkutan.33

32

Urip Santoso, Loc.Cit. 33

Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Satuan Rumah Susun, Pasal 7

Page 61: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

50

2.1.2. Hak-hak atas tanah yang bersifat Sekunder

Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam Pasal 53

UUPA, hak tersebut dimaksudkan sebagai hak yang bersifat

sementara karena pada suatu ketika hak tersebut akan dihapus. Hak-

hak atas tanah sekunder adalah hak-hak atas tanah yang bersumber

dari pihak lain.

a) Hak Gadai Tanah

Hak Gadai diatur dalam Pasal 53 UUPA dan Pasal 7 Undang-

Undang Nomor 56/Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas

Tanah Pertanian yang Dimiliki oleh Satu Keluarga.

Hak Gadai sering disebut juga jual gadai atau jual sende, Hak

Gadai adalah penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah

uang dengan ketentuan bahwa orang yang menyerahkan berhak

atas pengembalian tanahnya dengan memberikan uang tebusan.

Penegang gadai dapat menggunakan tanah yang dipegangnya.

Kapan hak gadai itu akan berakhir bergantung pada kapan uang

pinjaman akan dikembalikan (kapan tanah akan ditebus). Dalam

hal gadai tidak disebut-sebut soal bunga, karena pemegang gadai

dapat memetik hasil tanah jaminan tersebut.34

Hak Gadai disamping mempunyai unsur tolong menolong,

namun juga mengandung sifat pemerasan karena selama pemilik

34

H.M. Arba, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.127

Page 62: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

51

tanah tidak dapat menebus tanahnya, tanahnya akan tetap

dikuasai oleh pemegang gadai.35

Hak Gadai dapat dialihkan oleh pemegangnya kepada pihak

lain, baik dengan persejuan atau tanpa persetujuan pemilik

tanah. Tanah yang digadaikan itu dapat juga dibebani dengan

hak sewa. Jika pemegang gadai meninggal dunia, maka gadai

beralih kepada ahli warisnya.36

Faktor-faktor yang menyebabkan hapusnya Hak Gadai adalah

sebagai berikut:

(1) Telah dilakukan penebusan oleh pemilik tanah (pemberi

gadai)

(2) Hak Gadai sudah berlangsung 7 tahun atau lebih

(3) Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa

pemegang gadai menjadi pemilik tanah yang digadaikan

karena pemilik tanah tidak dapat menebus dalam jangka

waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam

Gadai Tanah

(4) Tanahnya dicabut untuk kepentingan umum

(5) Tanahnya musnah.37

b) Hak Usaha Bagi Hasil

Hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan hukum

untuk menggarap di atas tanah pertanian milik orang lain dengan

35

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, hlm.134 36

H.M. Arba, Op.Cit. hlm.127 37

Urip Santoso, Op.Cit. hlm.138

Page 63: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

52

perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak

menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya.38

Menurut Departemen Penerangan dan Ditjen Agraria Depdagri,

Perjanjian bagi hasil adalah suatu perbuatan hukum dimana

pemilik tanah karena suatu sebab tidak dapat mengerjakan

sendiri tanahnya tetapi ingin mendapatkan hasil atas tanahnya.

Oleh karena itu, ia membuat suatu perjanjian bagi hasil dengan

pihak lain dengan imbangan bagi hasil yang telah disetujui oleh

kedua belah pihak.39

Faktor-faktor yang menjadi penyebab hapusnya perjanjian bagi

hasil adalah:

(1) Jangka waktunya berakhir

(2) Atas persetujuan kedua belah pihak, perjanjian bagi hasil

diakhiri

(3) Pemilik tanah meninggal dunia

(4) Adanya pelanggaran oleh penggarap terhadap larangan

dalam perjanjian bagi hasil

(5) Tanahnya musnah.40

c) Hak Sewa Tanah Pertanian

Hak Sewa Tanah pertanian adalah penyertaan tanah pertanian

kepada orang lain yang memberi sejumlah uang kepada

pemiliknya dengan perjanjian bahwa setelah penyewa itu

38

H.M. Arba, Op.Cit. hlm.128 39

Departemen Penerangan dan Ditjen Agraria Depdagri, dikutip oleh Urip Santoso, Op.Cit,

hlm.138 40

Ibid. hlm.143

Page 64: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

53

menguasai tanah selama waktu tertentu, tanahnya akan kembali

kepada pemiliknya.41

Hak sewa pertanian bisa terjadi dalam bentuk perjanjian yang

tidak tertulis atau tertulis yang memuat unsur-unsur para pihak,

obyek, uang sewa, jangka waktu, hak dan kewajiban bagi

pemilik tanah pertanian dan penyewa.42

Faktor-faktor yang menjadi penyebab hapusnya Hak Sewa

Tanah pertanian yaitu:

(1) Jangka waktunya berakhir

(2) Hak sewa dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan

dari pemilik tanah kecuali hal itu diperkenankan oleh

pemilik tanah

(3) Hak sewanya dilepaskan secara sukarela oleh penyewa

(4) Hak atas tanah tersebut dicabut untuk kepentingan umum

(5) Tanahnya musnah.43

d) Hak Menumpang

Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada

seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah di atas

pekarangan orang lain. Pemegang Hak Menumpang tidak wajib

membayar sesuatu kepada pemilik tanah. Hubungan hukum

dengan tanah tersebut lemah, artinya sewaktu-waktu dapat

diputus oleh pemilik tanah jika dia memerlukan sendiri tanah

41

H.M. Arba, Op.Cit. hlm.129 42

Urip Santoso, Op.Cit. hlm.146 43

Ibid. hlm.146

Page 65: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

54

tersebut. Hak Menumpang dilakukan hanya terhadap

pekarangan / bangunan dan tidak terhadap pertanian.44

Hak menampung biasanya terjadi karena atas dasar kepercayaan

oleh pemilik tanah kepada orang lain yang belum mempunyai

rumah sebagai tempat tinggal dalam bentuk tidak tertulis, tidak

ada saksi dan tidak diketahui oleh perangkat desa/kelurahan

setempa, sehingga jauh dari jaminan kepastian hukum dan

perlindungan hukum bagi kedua belah pihak.45

Dalam Hak Menampung memuat wewenang seseorang untuk

mempergunakan tanah yang bersangkutan, dalam arti

mendirikan rumah dan mendiaminya di atas tanah milik orang

lain.46

Hak menumpang bersifat turun temurun, artinya apabila yang

berhak menumpang itu meninggal dunia, maka hak menumpang

itu dilanjutkan oleh ahli warisnya.47

Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab hapusnya Hak

Menampung adalah sebagai berikut:

(1) Pemilik tanah sewaktu-waktu dapat mengakhiri hubungan

hukum antara pemegang Hak Menampung dengan tanah

yang bersangkutan

(2) Hak milik atas tanah yang bersangkutan dicabut untuk

kepentingan umum

44

H.M. Arba, Loc.Cit. 45

Urip Santoso, Op.Cit. hlm.144 46

Urip Santoso, Loc.Cit. 47

H.M. Arba, Op.Cit, hlm.130

Page 66: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

55

(3) Pemegang Hak Menampung melepaskan hak secara

sukarela Hak Menampung

(4) Tanahnya musnah.48

e) Wakaf

Ketentuan tentang Wakaf diatur dalam Pasal 49 UUPA sebagai

berikut: (1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial

sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan

dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin

pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan

usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. (2) Untuk

keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai

dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai

langsung oleh Negara dengan hak pakai. (3) Perwakafan tanah

milik dilindungi dan diatur dengan PP.

2.1.3. Hak Jaminan Atas Tanah : Hak Tanggungan.

Ketentuan tentang Hak Jaminan Atas Tanah diatur dalam Pasal

23, 33, 39, 51 UUPA dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak

jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah (sebagai mana

dimaksud dalam UUPA) berikut atau tidak berikut benda-benda lain

48

Urip Santoso, Op.Cit. hlm.145

Page 67: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

56

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan

hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain (bandingkan

dengan Pasal 1162 KUH Perdata tentang Hipotik).49

Hak Tanggungan jika dikaitkan dengan Pasal 4 UUHT maka berakibat

sebagai berikut :

(1) Hak Tanggungan sebagai hak jaminan atas hak atas tanah tidak

hanya menyangkut benda-benda yang telah ada saja, tetapi juga

benda-benda yang akan ada (Pasal 4 ayat 4; bandingkan dengan

Pasal 1175 KUH Perdata).

(2) Dimungkinkan pula pembebanan Hak Tanggungan atas

bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut yang tidak

dimiliki oleh pemegang hak atas tanah (dimiliki oleh orang lain)

dengan syarat pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda

tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta

pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang

bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu

olehnya dengan akta otentik (Pasal 4 ayat 4 dan Pasal 5 UUHT).

Selanjutnya dalam Penjelasan Umum angka 1 UUHT tersebut

disinggung masalah pembangunan ekonomi sebagai bagian dari

pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

49

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Pasal 49

Page 68: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

57

Pancasila dan UUD 1945. Untuk memelihara kesinambungan

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat

secara perorangan ataupun badan hukum, sangat diperlukan dana

dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatkan kegiatan

pembangunan, meningkat pula keperluan akan tersedianya dana, yang

sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat

pentingnya kedudukaan dan perkreditan tersebut dalam proses

pembanguan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta

pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga

hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian

hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.50

Namun demikian berbicara tentang kegiatan perkreditan sudah tentu

tidak terlepasdari bidang hukum yang mengatur masalah perjanjian,

hubungan hutang-piutang antara kreditur dengan debitur, dan apa

yang dapat dilakukan kreditur jika debitur misalnya tidak dapat

memenuhi apa yang sudah diperjanjikan atau wanprestasi.

Dalam kaitan itu hukum bukan saja hanya memperhatikan

kepentingan kreditur sebagai pihak yang memberikan kredit, tetapi

perlindungan juga diberikan secara seimbang kepada debitur yang

pada tahap permohonan kreditnya belum disetujui, yang dalam

hubungannya dengan kreditur kedudukannya masih lemah. Bahkan

perlindungan juga diberikan kepada pihak ketiga yang kepentingannya

50

Frieda Husni Abdullah, Hukum Kebendaan Perdata, Cetakan Ketiga 2009, Jakarta PT CV

INDHILL CO, hlm 135

Page 69: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

58

bisa terpengaruh oleh hubungan hutang piutang antara kreditur dan

debitur serta penyelesaiannya jika debitur cidera janji.51

2.2. Bangunan Atas Satuan Rumah Rumah Susun

Salah satu cara dalam mensejahterakan rakyat adalah pemerintah

memberikan dan menyediakan fasilitas rumah yang layak bagi rakyatnya,

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan

dan Pemukiman disebutkan bahwa “Rumah adalah bangunan yang

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

keluarga.”52

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online

rumah adalah:

(1) Bangunan untuk tempat tinggal

(2) Bangunan pada umumnya (seperti gedung)53

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan rumah adalah

bangunan untuk tempat tinggal yang pada umumnya seperti gedung. Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(untuk selanjutnya disebut UU Bangunan Gedung) menyebutkan “Bangunan

gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan

tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di

dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

51

Frieda Husni Abdullah, Loc. Cit. 52

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemujiman, Pasal 1 angka 1 53

Kamus Besar Bahasa Indonesia Diring, https://kbbi.kemdikbud.go.id

Page 70: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

59

kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.”54

Fungsi gedung sebagai tempat tinggal berdasarkan Pasal 4 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (untuk

selanjutnya disebut PP Bangunan Gedung) menyebutkan “… sebagai tempat

tinggal manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret,

rumah tinggal susun, dan rumah tinggal sementara.”55

Setiap manusia membutuhkan tempat tinggal sebagai kebutuhan

pokok yang harus dihadapi, oleh karenanya tanah sebagai tempat berpijak

bagi manusia merupakan kebutuhan hidup yang tidak bisa dipungkiri.56

Keberadaan tanah yang semakin terbatas terutama di kota-kota besar

membuat konsep rumah tinggal deret beralih ke konsep rumah tinggal susun

atau sering disebut dengan apartemen.

2.3. Pengertian Rumah Susun Dan Satuan Rumah Susun

Pengertian rumah susun disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (untuk selanjutnya

disebut UU Rumah Susun), yaitu bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal

dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimilki dan

54

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 1 angka 1 55

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 4 ayat (1) 56

Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing) Dalam Sistem Hukum Pertanahan

Nasional, Jakarta: Restu Agung, hlm.1

Page 71: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

60

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi

dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pada rumah

susun terdapat bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,

yang disebut satuan rumah susun.57

Pengertian satuan rumah susun disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 UU

Rumah Susun, yaitu rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara

terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana

penghubung ke jalan umum.58

Hak yang lahir dari satuan rumah susun disebut Hak Milik atas Satuan

Rumah Susun. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun adalah Hak Milik Atas

Satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah, meliputi juga hak bersama

atas bagiab bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pada Hak Milik

atas Satuan Rumah Susun terdapat hak bersama, yang meliputi bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Bagian bersama berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU Rumah Susun yaitu

bagian rumah susun yang dimiliki tidak terpisah untuk pemakaian bersama

dalam satuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.59

Pasal 1 angka 6 UU Rumah Susun menyatakan bahwa benda bersama

yaitu benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, melainkan bagian

yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.60

Pengertian tanah bersama disebutkan dalam Pasal 1 angka 4 UU

Rumah Susun, yaitu sebidang tanah atau tanah sewa untuk membangun

57

Urip Santoso, Hak Atas Tanah,Hak Pengelolaan dan Hak Milik Satuan Rumah Susun, Cetakan

kesatu oktober 2017, Jakarta PT Kharisma Putra Utama, hlm 215 58

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 1 angka 2 59

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 1 angka 5 60

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 1 angka 6

Page 72: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

61

yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya

berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin

mendirikan bangunan.61

UU Rumah Susun menetapkan 4 (empat) jenis rumah susun, yaitu :

a) Rumah Susun Umum

Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah

(Pasal 1 angka 7 UU Rumah Susun)

b) Rumah Susun Khusus

Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan khusus (Pasal 1 angka 8 UU Rumah Susun).

c) Rumah Susun Negara

Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimilki oleh negara

dan berfungsi sebagai tempat tinggal atas hunian, sarana pembinaan

keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai

negeri (Pasal 1 angka 9 UU Rumah Susun).

d) Rumah Susun Komersial

Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan

untuk mendapatkan keuntungan (Pasal 1 angka 10 UU Rumah Susun).

61

Urip Santoso, Op. Cit. hlm 215

Page 73: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

62

2.4. Penjualan Satuan Rumah Susun

Pelaku pembangunan rumah susun dapat menjual satuan rumah susun

nya kepada masyarakat melalui 2 (dua) cara,yaitu:

a) Penjualan satuan rumah susun melalui pembuatan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Pelaku pembangunan rumah susun dapat melakukan pemasaran

sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. Dalam hal

pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun

dilaksanakan, pelaku pembangunan rumah susun sekurang-kurangnya

harus memiliki:

(1) Kepastian peruntukan ruang;

(2) Kepastian hak atas tanah;

(3) Kepastian status penguasaan rumah susun;

(4) Perizinan pembangunan rumah susun

(5) Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga

penjamin.

Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun

dilaksanakan, segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku

pembangunan rumah susun dan/atau agen pemasaran mengikat

sebagai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) bagi para pihak.

Proses jual beli satuan rumah susun sebelum pembangunan rumah

susun selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli

yang dibuat dihadapan Notaris.62

62

Ibid. hlm 221

Page 74: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

63

Perjanjian Pengikatan Jual Beli dilakukan setelah memenuhi

persyaratan kepastian atas:

(1) Status kepemilikan tanah;

(2) Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

(3) Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

(4) Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen; dan

(5) Hal yang diperjanjikan.

b) Penjualan satuan rumah susun melalui pembuatan Akta Jual Beli

(AJB)

Proses jual beli satuan rumah susun yang dilakukan sesudah

pembangunan rumah susun selesai dilakukan melalui Akta Jual Beli

(AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) yang

berwenang. Akta Jual Beli dibuat dihadapan notaris Pejabat Pembuat

Akta Tanah untuk Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG)

satuan rumah susun sebagai bukti peralihan hak.63

c) Kepemilikan Atas Satuan Rumah Susun

Ruang lingkup kepemilikan satuan rumah susun ditetapkan

dalam Pasal 46 Undang-undang No.20 Tahun 2011,yaitu:

Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik

atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan dan terpisah

dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama.

63

Ibid. hlm 222

Page 75: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

64

Pada bangunan rumah susun terdapat bagian yang dimiliki yang

bersifat perseorangan dan terpisah disebut satuan rumah susun.

Pengertian satuan rumah susun disebutkan dalam Pasal 1 angka 2

Undang-undang No.20 Tahun 2011, yaitu rumah susun yang tujuan

utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai

tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

Satuan rumah susun bersifat perseorangan dan terpisah adalah

ruang yang dibatasi oleh permukaan dinding, permukaan kolom,

permukaan atas lantai (sebagai batas bawah). Komponen bangunan

yang menjadi bagian pemilikan perseorangan adalah ruang tamu/

ruang makam, ruang tidur, dapur, kamar mandi/MCK, ruang jemuran,

jendela, dan pintu.64

Pada rumah susun juga terdapat hak bersama bagi setiap pemilik

satuan rumah susun, yang meliputi:

a) Bagian bersama

Pengertian bagian bersama disebutkan dalam Pasal 1 angka 5

Undang-undang No.20 Tahun 2011, yaitu bagian rumah susun

yang dimilki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama

dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

Yang dimaksud dengan bagian bersama, antara lain fondasi,

kolom, balok, dinding lantai, atap, talang air, tangga, lift,

selasar, pipa, jaringan listrik, gas, dan telekomunikasi.

b) Benda bersama

64

Urip Santoso. Loc. Cit.

Page 76: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

65

Pengertian benda bersama disebutkan dalam Pasal 1 angka 6

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011, yaitu benda yang bukan

merupakan bagian rumah susun, melainkan bagian yang dimiliki

bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Yang

dimaksud dengan benda bersama, antara lain ruang pertemuan,

tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, twmpat

ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau

menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.

c) Tanah bersama

Pengertian tanah bersama disebutkan dalam Pasal 1 angka 4

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011, yaitu sebidang tanah atau

tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak

bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah

susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin

mendirikan bangunan.

Tanah yang dimiliki secara bersama-sama oleh setiap pemilik

satuan rumah susun berstatus Hak Milik, Hak Guna Bangunan

atas tanah negara, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah negara, atau Hak Pakai atas

tanah Hak Pengelolaan. 65

Hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dihitung

berdasarkan atas Nilai Perbandingan Proporsional (NPP).

1. Nilai Perbandingan Proporsional (NPP)

65

Ibid, hlm 223

Page 77: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

66

Dalam satuan rumah susun dikenal dengan adanya Pengertian

Nilai Perbandingan Proporsional (NPP), berdasarkan Pasal 1

angka 13 UU Rumh Suaun NPP adalah angka yang menunjukan

perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas tanah

bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang

dihitung berdasarkan nilai satuan rumah susun yang

bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara

keseluruhan pada waktu pembangunan pertama kali

memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan

untuk menentukan harga jualnya.66

Satuan rumah susun yang bersifat perseorangan dan

terpisah dikelola sendiri oleh pemilik satuan rumah susun yang

bersangkutan, sedangkan hak bersama yang meliputi bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama dikelola secara

bersama-sama oleh seluruh pemilik satuan rumah susun melalui

Penghimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun

(PPPSRS).

2.5. Strata Title

Strata Title merupakan istilah lain yang sangat populer dari rumah

susun atau gedung bertingkat di luar negeri, terutama di negara- negara yang

menganut sistem common law atau Anglosaxon. Konsep strata title tidak

dikenal dalam sistem hukum Indonesia yang berasal dari hukum Belanda

66

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 1 angka 13

Page 78: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

67

yang menganut sistem civil law atau kontonental. Istilah strata title pertama

kali diperkenalkan di Australia pada tahun 1967 melalui Undang –Undang

yang dikenal dengan Strata Title Act.67

Jadi, konsep hukum strata title dikenal di negara-negara yang

menganut sistem hukum Anglosaxon (inggris beserta negara-negara

jajahannya dan Amerika Serikat) yang berakar pada jenis tenancy in

common. Konsep strata title memisahkan hak seseorang terhadap beberapa

strata (tingkatan), yakni terhadap hak atas permukaan tanah, atas bumi di

bawah tanah, dan udara di atasnya. Pada intinya konsep strata title

memungkinkan kepemilikan bersama secara horisontal disamping pemilikan

secara vertikal.68

Strata Title adalah suatu sistem pemukiman atau hunian yang

memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang

disebut satuan (parcel) yang masing-masing merupakan hak yang terpisah

yang dapat dimiliki secara individual. Di samping kepemilikan secara

individual tersebut dikenal pula adanya tanah, benda, serta bagian yang

merupakan milik bersama (common property). Jadi, dalam strata title

terdapat gabungan kepemilikan bersama dan kepemilikan individual. Hal ini

tidak ada pada model pemilikan tanah dan rumah pada kawasan horisonal,

seperti di kompleks perumahan (real estate) atau pemukiman individual

lainnya di kampung-kampung yang berada dalam kawasan perkotaan.

67

Suriansyah Murhaini, Hukum Rumah Susun, Cetakan Kesatu 2015, Laksbang Grafika , hlm 39 68

Ibid,hlm 40

Page 79: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

68

BAB III

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN

AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB)

3.1. Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen.1 Perlindungan konsumen bertujuan untuk

a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri,

b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,

c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,

d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi,

e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha,

1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 1 angka 1

Page 80: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

69

f) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.2

Hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen

adalah sebagai berikut:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d) Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

2 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 4

Page 81: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

70

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.3

Sedangkan kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UU Perlindungan

Konsumen sebagai berikut:

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Berdasarkan Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa hak-

hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 5

Page 82: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

71

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya. 4

Berdasarkan Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa hak-

hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan;

4 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 7

Page 83: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

72

f) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

g) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.5

Berdasarkan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan tentang

ketentuan pencantuman klausula baku adalah sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

(a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

(b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen;

(c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

(d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

(e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang

atau pemanfaatan jasa yang dibeli ileh konsumen;

5 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 18

Page 84: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

73

(f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat

jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjdi

obyek jual beli jasa;

(g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang

berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan

lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa

konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

(h) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku

usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak

jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan

dengan Undang-undang ini.6

Berdasarkan Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan tentang

tanggung jawab pelaku usaha adalah sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

6 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 19

Page 85: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

74

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)

hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berdasarkan Pasal 29 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa

pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan perlindungan

konsumen sebagaimana berikut:7

(1) Pemerintah bertanggun jawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen

dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan

7 Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 29.

Page 86: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

75

pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku

usaha.

(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan

konsumen sebagaimana dimakasud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

(3) Menteri sebagaiman dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi

atau penyelenggaraan perlindungan konsumen.

(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindunagn konsumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk :

(a) terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat

antara pelaku usaha dan konsumen;

(b) berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat;

(c) meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta

meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang

perlindungan konsumen.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Pasal 30 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa

pemerintah bertanggung jawab atas pengawasan atas perlindungan

konsumen sebagaimana berikut:8

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumenserta

penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya di

8 Undang-undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 30.

Page 87: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

76

selenggarakan oleh pemerintah, dan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat.

(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh menteri dan/atau menteri teknis terkait.

(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang

beredar di pasar.

(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan membahayakan konsumen, menteri dan/atau menteri

teknis terkait mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(5) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan

kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan

menteri teknis.

(6) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan denan Peraturan

Pemerintah.9

Pengertian Konsumen dalam UUPK luas dibandingkan dengan 2 (dua)

rancangan undang-undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama

dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan

9 Undang-undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8

Tahun 1999, Pasal 30.

Page 88: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

77

oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa

“Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain

yang tidak untuk diperdagangkan kembali.”

Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik

Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut

Rancangan Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas

Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan pengembangan

perdagangan Departemen perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen

adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan batang untuk dipakai

dan tidak untuk diperdagangkan.10

Dapat diketahui pengertian Konsumen dalam UUPK lebih luas

daripada pengertian konsumen pada kedua Rancangan Undang-undang

Perlindungan Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam

UUPK juga, meliputi pemakaian barang untuk kepentingan mahluk hidup

lain. Hal ini berarti UUPK dapat memberikan perlindungan kepada

konsumen yang bukan manusia (hewan,maupun tumbuh-tumbuhan).

Pengertian Konsumen yang luas seperti itu, sangat tepat dalam rangka

memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada konsumen. Walaupun

begitu masih perlu disempurnakan sehubungan dengan penggunaan istilah “

pemakai”, demikian pula dengan eksistensi “ badan hukum” yang

tampaknya belum masuk dalam pengertian tersebut.

10

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Perlindungan Konsumen Cetakan Kedelapan 2014, Jakarta,

PT RajaGrafindo persada 2015, hal 5

Page 89: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

78

Dari sudut pandang yang lain, jika kita hanya berpegang pada

rumusan pengertian konsumen dalam UUPK, kemudian dikaitkan dengan

Pasal 45 yang mengatur tentang gugatan ganti kerugian dari konsumen

kepada pelaku usaha, maka keluarga, orang lain dan mahluk hidup lain,

tidak dapat menuntut ganti kerugian karena mereka tidak termasuk

konsumen, tetapi kerugian yang dialaminya dapat menjadi alasan untuk

mengadakan tuntutan ganti kerugian.11

Berdasarkan hal itu, apabila badan hukum, keluarga , dan orang lain

diberi hak untuk menuntut ganti kerugian maka rumusan pengertian

konsumen sebaiknya menentukan bahwa “ konsumen adalah setiap orang/

badan hukum yang memperoleh dan/atau memakai barang/jasa yang berasal

dari pelaku usaha dan tidak untuk dperdagangkan.”

Disebutkan kata “ berasal dari pelaku usaha” dalam rumusan di atas,

karena pengertian konsumen dalam UUPK sangat terkait dengan masalah

tuntutan ganti kerugian dari konsumen kepada pelaku usaha tidak tercakup

dalam undang-undang ini.

3.2. Perjanjian Pengikatan Jual Beli

PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum

pembuatan AJB resmi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Secara umum, isi PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri

akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau

uang muka berdasarkan kesepakatan. Umumnya PPJB dibuat di bawah

11

Ibid. hlm 6

Page 90: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

79

tangan karena suatu sebab tertentu seperti pembayaran harga belum lunas.

Di dalam PPJB memuat perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan

waktu pelunasan dan dibuatnya AJB.

3.3. Perikatan dan Perjanjian

Menurut Subekti dalam buku Hukum Perjanjian disebutkan bahwa

suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kewajiban

itu.12

Perikatan adalah suatu hubungan hokum yang artinya hubungan yang

diatur dan diakui oleh hokum. Hubungan hokum ini perlu dibedakan dengan

hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan

kesopanan, kepatutan dan kesusilaan.13

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara

dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan

suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,

perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji

atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

12

Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan keduapuluhtiga 2010, Jakarta, PT Intermasa, hlm.1 13

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan Kelima, September 1994, Bandung,

Binacipta, Hlm. 3

Page 91: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

80

3.3.1. Macam-macam perikatan dan perjanjian

Sebagaimana sudah kita lihat, suatu perikatan merupakan suatu

hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Apabila di masing-masing pihak

hanya ada satu orang, sedangkan sesuatu yang dapat dituntut hanya

berupa satu hal, dan penuntutan ini dapat dilakukan seketika,maka

perikatan ini merupakan bentuk yang paling sederhana. Perikatan

dalam bentuk yang paling sederhana ini dinamakan perikatan

bersahaja atau perikatan murni.14

Di samping bentuk yang paling sederhana itu, Hukum perdata

mengenal pula berbagai macam perikatan yang agak lebih rumit.

Bentuk-bentuk yang lain itu,adalah:

(a) Perikatan bersyarat,

(b) Perikatan dengan ketetapan waktu;

(c) Perikatan mana suka (alternatif);

(d) Perikatan tanggung-menanggung atau soldier;

(e) Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi;

(f) Perikatan dengan ancaman hukuman.

14

Subekti, Op Cit.

Page 92: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

81

3.3.2. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat:

(a) sepakat mereka yang mengikat dirinya;

(b) cakap untuk membuat suatu perjanjian;

(c) mengenai suatu hal tertentu;

(d) suatu sebab yang halal;15

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif,

karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan

perjanjian, sedangkan dua syarat yang terkahir dinamakan syarat-

syarat objektif karena mengenai perjanjian sendiri atau obyek dari

perbuatan hukum yang dilakukan itu.16

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan

bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus

bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari

perjanjian yang diadakan pihak yang lain. Mereka menghendaki

sesuatu yang sama secara timbal-balik.

Si penjual mengingini sejumlah uang, sedang si pembeli

mengingini sesuatu barang dari si penjual. Orang yang membuat suatu

perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, Setiap orang

yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikiranya, adalah cakap

menurut hukum. Dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum

15

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1320 16

Subekti , Hukum Perjanjian, cetakan keduapuluhtiga 2010, Jakarta, PT Intermesa, hlm 17

Page 93: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

82

Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat

suatu perjanjian :

1) Orang –orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3) Orang perempuan dalam hal-hal ditetapkan oleh undang-

undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah

melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.17

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus

mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak

dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.

Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus

ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di

tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan

oleh undang-undang.juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja

kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Akhirnya oleh Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata tersebut di atas, ditetapkan sebagai syarat keempat untuk suatu

perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini

dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus

dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah

sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang

termaksud. Bukan itu yang di maksudkan oleh Undang-undang

dengan sebab yang halal iyu. Sesuatu yang menyebabkan seorang

17

Subekti, op cit hlm.19

Page 94: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

83

membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu

perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-undang.18

Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada

dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-citakan seorang. Yang

diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan

orang-orang dalam masyarakat.

Jadi, yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu

perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. Dalam suatu perjanjian jual

beli isinya adalah: pihak yang satu menghendaki uang. Dalam

perjanjian sewa-menyewa: satu pihak mengingini kenikmatan sesuatu

barang, pihak yang lain menghendaki uang.19

Dalam hal ini harus dibedakan antara syarat subyektif dengan

syarat obyektif. Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat itu tidak

terpenuh, perjanjian itu batal demi hukum, artinya: dari semula tidak

pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu

perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut

untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan

demikian , maka tidak dasar untuk saling menuntut di depan hakim.

Dalam bahasa inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu

null and void.20

Dalam hal suatu syarat subyektif, jika syarat itu tidak terpenuhi,

perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak

18

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1320 19

Subekti, Op Cit, hlm 19 20

Ibid. Hlm. 20

Page 95: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

84

mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.

Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak

cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya ( perizinannya) secara

tidak bebas. Jadi perjanjian yang telah buat itu mengikat juga,selama

tidak dibatalkan (oleh Hakim) atas permintaan pihak yang berhak

meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian

seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak

untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable

(bahasa inggris) atau vernietigbaar (bahasa belanda). Ia selalu diancam

dengan bahaya pembatalan (conceling). Yang dapat meminta

pembatalan dalam hal seorang anak yang belum dewasa adalah anak

itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal

seorang yang telah memberikan sepakat atau perizinanya secara tidak

bebas, orang itu sendiri. Bahaya pembatalan itu mengancam selama 5

(lima) tahun ( Pasal 1454 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

3.3.3. Wanprestasi dan akibat hukumnya

Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang

dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan” wanpretasi”. Ia alpa

atau “lalai” atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia

melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.

Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti

Page 96: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

85

prestasi buruk (Bandingkan: wanbeheer yang berarti pengurusan

buruk, wandaad perbuatan buruk).21

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat

berupa empat macam :

a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.

Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai

ada empat macam,yaitu:22

Pertama : membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan

singkat dinamakan ganti-rugi;

Kedua : pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan

perjanjian;

Ketiga : peralihan resiko;

Keempat : membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di

depan hakim.

3.3.4. Batal dan Pembatalan Suatu Perjanjian

Dalam bab mengenai syarat-syarat untuk sahnya suatu

perjanjian, telah ditrerangkan, bahwa apabila suatu syarat objektif

21

Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Keduapuluhtiga, Jakarta, PT Intermasa, hlm 45 22

Subekti, Op. Cit

Page 97: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

86

tidak terpenuhi (hal tertentu atau causa yang halal), maka

perjanjiannya adalah batal demi hukum (bahasa inggris: null and

volid). Dalam hal yang demikian, secara yuridis dari semula tidak ada

suatu perjanjian dan tdiak ada pula suatu perikatan antara orang-orang

yang bermaksud membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk

meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain,

telah gagal. Tak dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain di

depan hakim,karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan

karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu

perjanjian atau perikatan.23

Apabila pada waktu pembuatan perjanjia, ada kekurangan

mengenai syarat yang subyektif sebagaimana sudah kita lihat, maka

perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan

pembatalan( cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah : pihak

yang tidak cakap menurut hukum ( orang tua atau walinya, ataupun ia

sendiri apabila ia sudah menjadi cakap), dan pihak yang memberikan

perizinannya atau menyetujuinya perjanjian itu secara tidak bebas.

Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang

tertentu, dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian tidak dapat

dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-

masing pihak. Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh Hakim.

Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, teranglah bahwa perjanjian

yang demikian itu tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum

23

Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Keduapuluhtiga 2010, Jakarta, PT Intermasa, hlm 22

Page 98: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

87

atau kesusilaan. Hal yang demikian juga seketika dapat diketahui oleh

Hakim. Dari sudut keamanan dan ketertiban, jelaslah bahwa

perjanjian-perjanjian seperti itu harus dicegah.

Tentang perjanjian yang kekurangan syarat-syarat subyektifnya

yang menyangkut kepentingan seseorang, yang mungkin tidak

mengingini perlindungan hukum terhadap dirinya, mislanya, seorang

yang oleh undang-undang dipandang sebagai tidak cakap, mungkin

sekali sanggup memikul tanggung jawab sepenuhnya terhadap

perjanjian yang telah dibuatnya. Atau, seorang yang telah memberikan

persetujuannya karena khilaf atau tertipu,mungkin sekali segan atau

malu meminta perlindungan Hukum. Juga adanya kekurangan

mengenai syarat subyektif itu tidak begitu saja dapat diketahui oleh

Hakim. Jadi harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan, dan

apabila diajukan kepada hakim, mungkin sekali disangkal oleh pihak

lawan,sehingga memerlukan pembuktian.24

Oleh karena itu, dalam hal adanya kekurangan mengenai syarat

subyektif, undang-undang menyerahkan kepada pihak yang

berkepentingan, apakah ia menghendaki pembatalan perjanjiannya

atau tidak. Jadi, perjanjian yang demikian itu, bukannya batal demi

hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan.

Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu,

harus diberikan secara bebas. Dalam Hukum Perjanjian ada tiga sebab

yang membuat perizinan tidak bebas, yaitu: paksaan,kekhilafan dan

24

Ibid. hlm 22

Page 99: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

88

penipuan. Yang dimaksudkan dengan paksaan, adalah paksaan rohani

atau paksaan jiwa ( psychis), jadi bukan paksaan badan (fisik),

misalnya, salah satu pihak, karena diancam atau ditakut-takuti

terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Jadi kalau seorang dipegang

tangannya dan tangan itu dipaksa menulis tanda tangan di bawah

sepucuk surat perjanjian yang telah dt itu. Orang yang dipegang

tangannya secara paksaan ini tidak memberikan persetujuannya,

sedangkan yang dipersoalkan di sini adalah orang yang memberikan

persetujuannya, sedangkan yang dipersoalkan di sini adalah orang

yang memberikan persetujuannya karenna ia takut terhadap suatu

ancaman, misalnya akan dianiaya atau akan dibuka suatu rahasia

kalau ia tidak menyetujui suatu perjanjiaan. Kalau yang diancamkan

itu suatu tindakan yang memang diizinkan oleh undang-undang,

misalnya ancaman akan digugat di depan hakim, maka tidak dapat

dikatakan tentang suatu paksaan. Adalah dianggap sebagai mungkin,

bahwa paksaan itu dilakukan oleh seorang ketiga. Lain halnya dengan

penipuan,yang hanya dapat dilakukan oleh pihak lawan. 25

Kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak

khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau

tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek

perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian

itu. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa, hingga seandainya

25

Ibid. hlm 23

Page 100: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

89

orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan

memberikan persetujuannya. 26

Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan

keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan

tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan

perizinannya. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk

menjerumuskan pihak lawannya.27

Dengan demikian, maka ketidakcakapan seorang dan

ketidakbebasan dalam memberikan perizinan pada suatu perjanjian,

memberikan hak kepada pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak

bebas dalam memberikan sepakatnya ituuntuk meminta pembatalan

perjanjiannya. Dengan sendirinya harus dimengerti bahwa pihak

lawan dari orang-orang tersebut tidak boleh meminta pembatalan itu.

Hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak

yang oleh undang-undang diberi perlindungan itu. Meminta

pembatalan itu oleh Pasal 1454 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu, yaitu 5 tahun.

Waktu mana mulai berlaku (dalam hal ketidakcakapan suatu pihak)

sejak orang ini menjadi cakap menurut hukum. Dalam hal paksaan,

sejak hari paksaan itu telah berhenti. Dalam kehilafan atau penipuan

itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap pembatalan

yang diajuakan selaku pembelaan atau tangkisan, yan mana selalu

dapat dikemukakan.

27

Ibid. hlm 24

Page 101: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

90

Memang ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian itu.

Pertama pihak yang berkepentingan secara aktif sebagai penggugat

meminta kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara kedua,

menunggu sampai ia digugat di depan hakim untuk memenuhi

perjanjian tersebut. Di depan sidang pengadilan itu, ia sebagai

tergugat mengemukakan bahwa perjanjian tersebut telah disetujuinya

ketika ia masih belum cakap, ataupun disetujuinya karena ia diancam,

atau karena ia khilaf mengenai obyek perjanjian atau karena ia ditipu.

Dan didepan sidang pengadilan itu ia memohon kepada hakim supaya

perjanjian dibatalkan. Meminta pembatalan secara pembelaan inilah

yang tidak dibatasi waktunya.

Terhadap asas konsensualisme yang dikandung oleh Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebagaimana sudah kita lihat,

ada kekecualianya, yaitu di sana sini oleh undang-undang ditetapkan

suatu formalitas untuk beberapa macam perjanjian. Misalnya untuk

perjanjian penghibahan benda tak bergerak harus dilakukan dengan

akta notaris. Perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis dan

lain sebagainya. Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan suatu

formalitas atau bentuk cara tertentu sebagai mana sudah kita lihat,

dinamakan perjanjain formil. Apabila perjanjain yang demikian itu

tidak memenuhi formalitas yang ditetapkan oleh undang-undang,

maka ia batal oleh hukum.28

28

Ibid, hlm. 26

Page 102: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

91

3.3.5. Resiko dan Hapusnya Suatu Perjanjian

Resiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan

karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Barang yang

diperjual belikan musnah di perjalanan karena perahu yang

mengangkutnya karam.

Barang yang dipersewakan terbakar habis selama waktu

dipersewakannya.29

Dalam bagian umum Buku ke III Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, sebenarnya kita hanya dapat menemukan satu Pasal, yang

senagajka mengatur soal risiko ini, yaitu Pasal 1237. Pasal ini

berbunyik sebagai berikut : “ Dalam hal adanya perikatan dilahirkan,

adalah atas tanggungan si berpiutang”. Perkataan tanggungan dalam

Pasal ini sama dengan “resiko”. Dengan begitu, dalam perikatan untuk

memberikan suatu barang tertentu tadi, jika barang ini sebelum

diserahkan, musnah karena suatu peristiwa di luar keslahan slah satu

pihak, kerugian ini harus sipikul oleh “si berpiutang”, yaitu pihak

yang berhak menerima barang itu. Suatu perikatan untuk

memberiakan suatu barang tertentu, adalah suatu perikatan yang

timbul dari suatu perjanjian yang sepihak. Pembuat undang-undang

disini hanya memikirkan suatu perjanjian di mana hanya ada suatu

kewajiban pada satu pihak, yaitu kewajiban memberiak suatu barang

tertentu, dengan tidak memikirkan bahwa pihak yang memikul

kewajiban ini juga dapat menjadi pihak yang berhak atau dapat

29

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1237

Page 103: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

92

menuntut sesuatu. Dengan kata lain, pembuat undang-undang tidak

memikirkan perjanjian-perjanjian yang timbal-balik, dimana pihak

yang berkewajiban melakuakan suatu prestasi juag berhak menuntut

suatu kontraprestasi! Dia hanya memikirkan pada suatu perikatan

secara abstrak, dimana ada suatu pihak yang wajib melakukan suatu

prestasi dan suatu pihak lain yang berhak atas prestasi tersebut.

Bagaimana pun Pasal 1237 itu, hanya dapat dipakai untuk perjanjian

yang sepihak, sepertinya : perjanjain penghibahan dan perjanjian

pinjam pakai. Ia tidak dapat dipakai untuk perjanjain-perjanjian yang

timbal-balik! Jadi, satu-satunya Pasal yang kita ketemukan dalam

Bagian Umum, yang sengaja mengatur perihal resiko, hanya dapat

kita pakai untuk perjanjian-perjanjianyang sepihak dan tidak dapat

kita pakai untuk perjanjian timbal-balik. Untuk perjanjian-perjanjian

yang timbal-balik ini, kita harus mencari Pasal-Pasal dalam Bagian

Khusus, yaitu dalam bagian yang mengatur perjanjian-perjanjian

khusus: jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa dan sebagainya.

Dalam Bagian Khusus, memang kita ketemukan beberapa Pasal

yang mengatur soal resiko tersebut, miaslnya Pasal 1460. Jika kita

bandingkan Pasal 1460 (risiko dalam jual beli) dengan Pasal 1545

(risiko dalam tukar-menukar), maka ternyatalah dua Pasal itu, kedua-

duanya mengatur soal risiko dalam suatu perjanjian yang tibal-balik

tetapi sangat berbeda satu sama lain, bahkan berlawanan satu sama

lain.

Page 104: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

93

Pasal 1460 mengatakan “Jika barang yang dijual itu berupa

suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat

pembelian adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahanya

belum dilakukan, dan sipenjual berhak menuntut harganya :30

Sebaliknya Pasal 1545 menentukan: “Jika suatu barang tertentu,

yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah diluar kesalahan

pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang

telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah

diberikanya dalam tukar-menukar itu”.

Memang kedua Pasal tersebut di atas, berlainan sekali. Pasal

1460 (jual-beli) meletakan risiko pada pundaknya si pembeli, yang

merupakan kreditur terhadap barang yang dibelinya (kreditur, karena

ia berhak menuntut penyerahanya). Pasal 1545 (tukar-menukar)

meletakan risiko pada pundak masing-masing pemilik barang yang

dipertukaran. Pemilik adalah debitur terhadap barang yang

dipertukarkan dan musnah sebelum diserahkan.31

Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang

mengatur masalah risiko dalam perjanjian sewa-menyewa, yang juga

suatu perjanjian timbal-balik, adalah selaras dengan Pasal 1545 yang

meletakan risiko pada pundak si pemilik barang yang di persewakan.

Lain dari Pasal 1237 dan 1460, yang kedua duanyajelas memakai

perkataan “tanggungan” (yang berarti “risiko”), Pasal 1553 dalam

sewa-menyewa itu tidak memakai perkataan tersebut dan peratutan

30

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1460 31

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1553

Page 105: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

94

tentang risiko hanya “tersirat” di dalamnya, artinya kita ambil

peraturan itu secara menyimpulkan dari kata-kata yang dipakai di situ.

Dalam Pasal 1553 itu disebutkan : “Jika selama waktu sewa, barang

yang dipersewakan itu musnah diluar kesalahan salah satu pihak,

maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum. Dari perkataan

“gugur” itu, kita simpulkan, bahwa masing-masing pihak tak dapat

menuntut seuatu apa dari pihak lainya. Dengan kata lain : Kerugian

akibat kemusnahan itu dipikul seluruhnya oleh pemilik barang!

Selaras dengan pedoman atau asas yang telah kita simpulkan dari

Pasal 1545, yang mengatur masalah risiko dalam tukar menukar.

3.4. Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Definisi Jual Beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang

mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak

yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Yang dijanjikan oleh pihak yang satu ( pihak penjual), menyerahkan

atau memindahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan

yang dijanjikan olehbpihak yang lain, membayar harga yang telah

disetujuinya. Meskipun tiada dissebutkan dalam salah satu Pasal undang-

undang , namun sudah semestinya bahwa “ harga” ini harus berupa sejumlah

uang,karena bila tidak demikian dah harga itu berupa barang atau barter.32

Yang harus diserahkan oleh penjual kepada pembeli, adalah hak milik

atas barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tadi. Yang harus

3232

Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Keduapuluhtiga 2010, Jakarta, PT Intermasa, hlm 79

Page 106: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

95

dilakukan adalah “ penyerahan” atau “ levering” secara yuridis, bukannya

penyerahan feitelijk ! dan sebagaimana sudah kita ketahui, maka menilik

macam-macamnya barang, menurut Hukum perdata ada tiga macam

penyerahan yuridis itu :

a) Penyerahan barang bergerak

b) Penyerahann barang tak bergerak dan

c) Penyerahan piutang atas nama yang masing-masing mempunyai cara-

caranya sendiri.33

Sebagaimana sudah kita ketahui dari Hukum Benda, maka:

a) Penyerahan barang bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata

atau menyerahkan kekuasaan atas barangnya ( Pasal 612 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata).

b) Penyerahan barang tak bergerak terjadi dengan pengutipan sebuah “

akta transport” dalam register tanah di depan pegawai Balik Nama

(Ordonansi Balik Nama L.N. 1834-27). Sejak berlakunya Undang-

undang Pokok Agraria ( Undang-undang No.5 Tahun 1960) dengan

pembuatan aktanya jual-beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

(P.P.A.T)

c) Penyerahan piutang atas nama dilakukan dengann pembuatan sebuah

akta yang diberitahukan kepada si berutang (akta ” cessie”,Pasal 613).

Jual beli suatu perjanjian konsensuil, artinya, ia sudah dilahirkan sebagai

suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada

detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur

33

Ibid, hlm 79

Page 107: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

96

yang pokok (essentialia) yaitu barang dan harga, biarpunjual beli itu

mengenai barang yang tak bergerak. Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan

dalam Pasal 1428 yang berbunyi, “Jual beli dianggap telah terjadi antarab

kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang

dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum

dibayar.”34

Salah satu sifat yang penting lagi dari jual beli menurut sistem Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya

“obligator” saja! Apa artinya ini? Ini berarti, menurut sistem Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, jual beli itu belum memindahkan hak milik, ia baru

memberikan hak dan meletakan kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu

memberikan kepada sipembeli hak untuk menuntut diserahkanya hak milik

atas barang yang dijual. Apa yang dikemukakanya disini mengenai sifat jual

beli ini nampak jelas dari Pasal 1459, yang menerangkan bahwa hak milik

atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama

penyerahnya belum dilakukan (menurut ketentuan-ketentuan yang

bersangkutan). Suatu sistem yang berlainan dari sistem Code Civil, yang

menetapkan bahwa hak milik sudah berpindah kepada si pembeli sejak saat

dicapainya persetujuan tentang barang dan harga (Pasal 1583 Code Civil). 35

Dengan demikian jual beli yang harga belinya ditetapkan oleh seorang

ketiga merupakan suatu perjanjian dengan suatu syarat tangguh, juga

34

Ibid. hlm 80 35

Ibid. hlm 80

Page 108: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

97

diperbolehkan untuk menetapkan harga itu kemudian, asal cara menetapkan

disetujui oleh kedua belah pihak36

Resiko dalam jual beli sebagaimana sudah kita lihat sewaktu kita

membicarakan maslah risiko ini, pada umumnya menurut Pasal 1460 Kitab

Undang-undang Hukum perdata, diletakan pada pundaknya si pembeli. Kita

sudah melihat, bahwa untuk membatasi kemungkinan keganjilan-keganjilan

yang dapat timbul karena peraturan tersebut, Pasal tersebut dibatasi

berlakunya, hingga hanya mengenai barang tertentu saja yang musnah

sebelum diserahkan kepada si pembeli.

Pasal 1460 tersebut di atas, sebagai mana halnya dengan Pasal 1471,

telah dikutip dari Code Civil tanpa disadari bahwa Pasal tersebut dalam

sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan saat

pemindahan hak milik pada detik dilakukanya penyerahan (levering),

tidaklah tepat.

Sesuai dengan peraturan risiko yang termaktub dalam Pasal 1460

tersebut diatas, oleh Pasal 1461 ditetapak jika sejumlah barang-barang tidak

dijual menurut tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah atau ukuran, maka

barang-barang itu ditimbangan, dihitung atau diukur.37

Jika sebaliknya, barang-barang itu dijual menurut tumpukan, maka

barang-barang itu adalah tanggungan si pembeli meskipun belum ditimbang,

dihitung atau diukur (Pasal 1462). Si penjual mempunyai dua kewajiban

utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya. Menyerahkan

adalah memindahkan barang yang telah dijual itu menjadi milik si pembeli.

36

Ibid. hlm 82 37

Ibid. hlm 83

Page 109: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

98

Jadi, penyerahan (leveling) itu, suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan

untuk memindahkan hak milik dari satu ke lain orang, dari si penjual kepada

si pembeli. Kita sudah melihat, bahwa menilik macam-macamnya barang

yang harus diserahkan itu, dalam Hukum Perdata ada tiga macam atau cara

penyerahan (barang bergerak, barang tak bergerak dan piutang atas nama).38

Biaya penyerahan harus dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya

pengambilan harus dipikul oleh si pembeli, jika tidak diperjanjikan

sebaliknya (Pasal 1476). Penyerahan harus dilakukan di tempat di mana

barang yang di perjual belikan itu berada, pada waktu ditutupnya perjanjian

jual beli tersebut, jika tentang itu tidak ada perjanjian lain (Pasal 1477).

Barang harus diserahkan dalam keadaan di mana ia berada pada saat

ditutupnya perjanjian jual beli. Sejak saat itu segala hasil kepunyaan si

pembeli (Pasal 1481).

Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat

padanya, seperti penanggungan-penanggungan, hak-hak istimewa dan

hipotik-hipotik. Dengan kata lain, sangkut-paut atau embel-embel dari

piutang tadi ikut serta (Pasal 1533). Barangsiapa menjual suatu piutang atau

hak tak bertubuh lainnya harus menanggung bahwa hak-hak itu bener ada

sewaktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji

penanggungan (Pasal 1543).39

Sangat penting apa yang ditentukan dalam Pasal 1535 bahwa si penjual

piutang tidak bertanggung jawab tentang cukup mampunya si berutang

38

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1476 39

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1533

Page 110: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

99

(debitur), kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan hanya

untuk jumlah harga pembelian yang telah diterima nya untuk piutangnya.40

Sebenarnya, jika suatu piutang kita dianggap sebagai suatu barang,

tidak mampunya si debitur ( hal mana yang tidak diketahui oleh si pembeli

piutang). Adalah mirip dengan suatu cacad tersembunyi. Dalam hal suatu

barang, cacad demikian itu harus ditanggung oleh si penjual. Tetapi di sini

kita melihat, apakah si debitur itu mampu membayar utangnya ataupun tidak,

adalah dil uar tanggungan si penjual piutang.41

Kalau jual beli piutang ini kita bandingkan dengan penjualan suatu

wesel (piutang wesel), maka nampaklah tanggung jawab si penjual piutang

lebih ringan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, kita lihat bahwa

seorang yang menjual dan menyerahkan suatu wesel (endosan) harus

menanggung pembayaran wesel itu. Kewajiban menanggung ini dinamakan

wajib regres.

Jika jual beli diadakan tanpa suatu janji, bahwa harganya boleh dicicil

(jual beli tunai), dan pembeli tidak membayar harga itu, maka selama

barangnya masih berada di tangan si pembeli, penjual dapat menuntut

kembali barang itu, asal saja penuntut kembali ini dilakukan dalam jangka

waktu tiga puluh hari. Hak si penjual ini terkenal dengan nama “ hak

reclame” (reklame berarti penuntutan kembali) dan diatur dalam Pasal 1145

Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu suatu Pasal yang terdapat dalam

Buku II ( Hukum Benda) bagian “ piutang-piutang di istimewakan”

(privileges).

40

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1535 41

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1145

Page 111: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

100

Hak reklame juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang,

yaitu Pasal 230 dan selanjutnya, tetapi peraturan yang terdapat dalam Kitab

Undang-udang Hukum Dagang ini hanya berlaku dalam hal si pembeli telah

dinyatakan pailed. Dalam kepailitan si pembeli itu tuntutan reclame harus

ditunjukan kepada Balai Harta Peninggalan sebagai surat curatrice (

pengampu) si pembeli.42

Syarat-syarat untuk melakukan reklame dalam Kitab Undang-undang

Hukum Dagang adalah lebih longgar, yaitu:

a) Jual beli nya tidak usah kontan (tunai), memang dalam kalangan

perdagangan jual beli lebih banyak dilakukan secara kredit;

b) Penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari. Jadi

lebih lama dari jangka waktu yang diperkenankan oleh Kitab Undang-

undang Hukum Perdata;

c) Tuntutan reklame masih boleh dijalankan, meskipun barangnya sudah

berada ditangan orang lain.

Jika kita perhatikan benar-benar hak reclame ini, nampak sifatnya sama

dengan hak membeli kembali, yaitu hakekatnya merupakan hak si penjual

untuk diluar hakim membatalkan perjanjian jual beli. Barang yang dibeli dan

sudah diserahkan (dilever) kepada si pembeli secara yuridis sudah menjadi

milik si pembeli. Hanyalah dengan jalan pembatalan itu, si penjual dapat

menuntut kembali barang tadi sebagai miliknya.

42

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hlm 230

Page 112: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

101

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah Susun

Berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Pembangunan rumah susun di Indonesia dibangun untuk

kemudian dipasarkan kepada warga. Pemasaran yang dilakukan dengan

memperhatikan peraturan lain yang berkaitan dengan transaksi tersebut.

Disamping peraturan yang telah disebut di atas beberapa aturan lain

diantranya adalah berkaitan dengan hak atas tanah maka yang perlu

diperhatikan adalah UndanUndang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah. 1

UU No 20 Tahun 2011 mengatur tentang pemasaran rumah susun.

Pemasaran tersebut dapat dilakukan sebelum pembangunan sarusun

dilaksanakan, apabila hal ini dilakukan sekurang-kurangnya pengembang

harus sudah memiliki:

1. Kepastian peruntukan ruang.

2. Kepastian hak atas tanah.

3. Kepastian status penguasaan rumah susun.

4. Perizinan pembangunan rumah susun.

5. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

1 Suriansyah Murhaini, Hukum Rumah Susun, Cetakan Kesatu November 2015, Jakarta, Penerbit

Laksbang Grafika, hlm 112

Page 113: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

102

Pemasaran yang dilaksanakan dalam pembangunan belum dilaksanakan, maka

harus melalui perjanjian pengikatan jual beli ( PPJB) yang dibuat dihadapan

pejabat yang berwenang yaitu Notaris. PPJB memuat kepastian mengenai:

1. Status kepemilikan tanah.

2. Kepemilikan IMB.

3. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

4. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

5. Hal yang diperjanjikan.

Terhadap pembangunan rumah susun yang telah dilaksanakan, maka dapat

dilaksanakan ditandai dengan adanya sertifikat laik fungsi dan sertifikat hak milik

satuan rumah susun dan sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah

susun. Rumah susun komersial penguasaannya dapat dimiliki dengan jual beli

atau sewa.2

Pada kasus Apartemen Green Pramuka City pada penelitian perjanjian

yang dibuat antara Pihak Konsumen sebagai pihk kedua berminat untuk membeli

dari pihak pertama unit satuan Rumah Susun. Antara pihak pertama sebagai

perusahaan pengembangan atau perusahaan pembangunan yang telah membangun

bangunan-bangunan Rumah Susun atas bidang tanah Hak Pengelolaan (HPL).

Bahwa satu dan hal lain jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang

berwenang belum dapat oleh kedua belah pihak, maka kedua belah pihak hendak

membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Satuan Rumah Susun Green

Pramuka City.

2 Ibid , hlm 90

Page 114: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

103

Jual beli menurut menurut KUHPerdata pasal 1457 adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya umtuk menyerahkan suatu

benda dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Maka dari itu dalam

perjanjian jual beli Rumah Susun, hubungan kontraktual antara pengembang dan

pembeli secara normatif diatur dalam Pasal 42 Rumah Susun yang mengatur

kewajiban dan syarat yang harus dipenuhi oleh pengembang yaitu:3

1. Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan

Rumah Susun dilaksanakan

2. Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan Rumah Susun

dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan

sekurang-kurangnya harus memilki.

a. Kepastian peruntukan ruang:

b. Kepastian hak atas tanah;

c. Kepastian status penguasaan Rumah Susun;

d. Perizinan pembangunan Rumah Susun; dan

e. Jaminan atas pembangunan Rumah Susun dari lembaga penjamin.

3. Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan Rumah Susun

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), segala sesuatu yang dijanjikan oleh

pelaku pembangunan dan / atau agen pemasaran mengikat sebagai

perjanjian pengikat jual beli (PPJB) bagi para pihak.

3 Ibid, hlm 90

Page 115: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

104

Pengikatan jual beli hak milik atas satuan Rumah Susun yang dilakukan

pengembang selaku kreditor dan pihak pembeli atau user selaku debitor,

tujuannya adalah agar kedua belah pihak mengikatkan diri untuk dalam perjanjian

jual beli tersebut pembayarannya dilakukan secara bertahap hingga selesainya

pembangunan dan pengalihan oleh pihak pertama kepada pihak kedua sampai

dibuatnya perjanjian jual beli yang dibuat di hadapan Notaris.4

Peralihan satuan Rumah Susun melalui jual beli, pada mulanya dilakukan

dengan perjanjian jual beli yang dikenal dengan perjanjian pengikatan jual beli

(PPJB). PPJB ini sebagai perjanjian pendahuluan (pra contractual) yang dilakukan

dengan pemesanan terlebih dahulu atas Sarusun. Beberapa pihak yang terkait

dalam suatu transaksi jual beli Rumah Susun, yaitu pihak pengembang dan pihak

pembeli (konsumen).

Perjanjian pengikatan jual beli ini berfungsi sebagai ikatan jual beli,

dikarenakan bangunan Rumah Susun yang dijual masih dalam tahap penyelesaian,

sehingga nantinya akan dialhikan melalui Akta Jual beli. Pembayaran atas harga

jual beli dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan sampai dinyatakan lunas,

baru kemudian dilakukan penyerahan unit Sarusun kepada pembelinya jika telah

selesai dibangun.

4 4 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kesembilan, PT

Rajagrafindo persada 2015, hlm 44

Page 116: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

105

Mengenai pengalihan Rumah Susun, menurut Pasal 44 Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, menyatakan bahwa:

1. Proses Jual Beli, yang dilakukan sesudah pembangunan Rumah susun

selesai, dilakukan memalui akta jual beli (AJB).

2. Pembangunan Rumah Susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) apabila telah diterbitkan.

a. Sertifikat laik fungsi; dan

b. SHM atas Sarusun atau SKBG ( Sertifikat Kepemilikan

Bangunan Gedung) atau Sarusun.

Unsur –unsur jual beli Rumah Susun dilakukan oleh pihak pengembang

dan pembeli. Penandatanganan akta jual beli (AJB) untuk setiap unit satuan

Rumah Susun dilakukan di hadapan Notaris. Dalam proses jual beli tersebut juga

dilibatkan pihak Badan Pertanahan Nasional atau kantor pertanahan. Hal ini

terkait dengan penerbitan sertifikat hak atas sarusun dan proses balik nama satuan

Rumah Susun oleh pihak kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk

selanjutnya diserahkan kepada masing-masing pembeli.5

Terkait dengan perlindungan konsumen, maka harus diperhatikankan juga UU No.

8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK). “Perlindungan

konsumen” adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen. (Pasal 1 angka 1 UUPK).

“Perlindungan hukum” adalah suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa

seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya,

sehingga yang bersangkutan merasa aman. Perlindungan hukum UUPK diberikan

5 Urip santoso,Hak Atas Tanah,Hak Pengelolaan&Hak Milik Satuan Rumah Susun,Cetakan Kesatu

Oktober 2017,HLM 177

Page 117: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

106

kepada setiap konsumen. Konsumen berdasarkan Pasal 2 UUPK angka 2 adalah:

Konsumen adalah setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Konsumen pada rumah susun adalah masyarakat yang membeli barang

berupa sarutan rumah susun yang beli pada pelaku pembangunan/pelaku usaha

dan juga penghuni. Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai

pemilik maupun bukan pemilik.pembentukan UUPK adalah: 6

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

5. mendapatkan informasi;

6. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab

dalam berusaha;

7. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen.

6 Ibid, hlm 182

Page 118: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

107

Konsumen pada satuan rumah susun juga seharus menjadi target UUPK.

Hal ini disebabkan karena penghuni dan pemilik membeli barang atau menyewa

barang yang diproduksi oleh pelaku usaha/pelaku pembangunan. Konsumen

rumah susun juga seharusnya menjadi tujuan dari UUPK karena sebagai

konsumen penghuni dan pemilik belum memiliki kesadaran dan kemampuan

untuk melindungi diri. Disamping itu konsumen tidak mengetahui hukum yang

mengatur mengenai barang atau rumah susun yang dibelinya. Ketidaktahuan itu

juga dimanfaatkan oleh pelaku pembangunan/pelaku usaha. Konsumen dalam

UUPK memiliki hak dan kewajiban yaitu: Hak konsumen adalah:7

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/

atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

7 Ibid, hlm 191

Page 119: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

108

8. Hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Kewajiban konsumen adalah

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut;

Pada konsumen rumah susun salah satu hak yang terdapat di UUPK tidak

didapatkannnya yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.8

Jika bangunan Rumah Susun tersebut mengalami kerusakan dan roboh

maka akibat hukumnya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan hapus.

Kerusakan dan robohnya bangunan Rumah Susun akan hapus, yang disebabkan

keadaan force majeure membebaskan kreditur untuk bertanggung jawab. Hal ini

membawa akibat seluruh hak-hak yang melekat atau tertumpang atau

menumpangi di atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan turut pula

berakhir dan hapus.

8 Ibid,hlm 192

Page 120: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

109

Perlindungan konsumen dalamPasal 3 menyebutkan tentang ketentuan hak untuk

memperoleh ganti kerugian. Hak atas ganti rugi dimaksudkan untuk memulihkan

keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan

barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait

dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa

kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri konsumen. untuk

merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang

diselesaikan secara damai diluar pengadilan maupun yang diselesaikan melalui

pengadilan.9

4.1.1 Analisis berdasarkan keputusan Menpera Nomor 11/KPPS/94 Tentang

Pedoman PPJB.

Berdasarkan Keputusan Menpera Nomor 11/KPPS/94 tentang Pedoman

PPJB Sarusun meliputi:

a. penandatangan surat pemesanan yang berisi nomor bangunan sarusun

yang dipesan, nomor lantai, tipe sarusun, luas sarusun, harga jual,

ketentuan pembayaran uang muka, spesifikiasi bangunan, tanggal

selesainya pembangunan dan pernyataan setuju menerima persyaratan.

b. terhitung 30 hari kalender sejak tanggal surat pemesanan dilakukan

penandatanganan akta PPJB dilakukan di hadapan Notaris yang memuat

objek berikut fasilitas dilingkungan Rusun seseuai dengan NPP.

9 Ibid, hlm 202

Page 121: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

110

c. jual beli dilakukan dihadapan PPAT apabila telah terbit sertipikat Laik

Fungsi, Sertipikat Hak Milik Sarusun, atau dihadapan Notaris untuk

sertipikat SKBG (sertikat Kepemilikan Bangunan Gedung).

Berikut aturan pajak-pajak terkait rumah susun tersebut, yaitu

untuk properti di atas Rp.42.000.000,- dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

sebesar 10 % dari harga jual untuk sarusun dengan harga bangunan per meter

persegi di atas Rp. 4.000.000,- atau luasnya lebih dari 150 m2 dikenakan PPNBm

(Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah) sebesar 20 % dari harga jual (apabila

dibeli dari developer), Serta dikenakan BPHTB sebesar 5 % (dari harga transaksi

dikurangi harga jual objek pajak tidak kena pajak), untuk harga jual objek pajak

tidak kena pajak dapat melihat dari Peraturan Daerah tentang BPHTB di masing-

masing Pemerintah Daerah.Idealnya selama alur proses perijinan belum

diikuti/belum dilaksanakan maka Notaris/PPAT belum bisa membuat akta-akta

yang dimaksudkan sebagai transaksi jual beli rumah susun/apartemen dalam unit-

unit sarusun untuk menghindari potensi masalah yang akan muncul.10

4.1.2. Analisis Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Unit Satuan Rumah

Susun

1. Dari UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Dalam PPJB unit satuan rumah susun terdapat klausa yang mengecualikan

Pasal 43 Ayat (2) UU No. 20/2011, oleh karena itu bagi konsumen terdapat

beberapa aspek yang perlu dibahas. Aspek yang dapat di analisis dari segi sanksi

perdata dan pidana, maupun perlindungan hak konsumen.

10

Ibid, hlm 204

Page 122: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

111

Apabila melihat ketentuan Pasal 105 Ayat (2) UU NO. 20/2011 telah jelas

menyatakan bahwa:

“(2) dalam Hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak

tercapai, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada

dilingkungan pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan yang

disepakati para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa”.

Lebih lanjut dalam Pasal 106 UU No.20/2011 mengatur ketentuan sebagai

berikut:11

“Pasal 106

Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 Ayat (2) dapat dilakukan oleh:

a. Orang perseorangan;

b. Badan Hukum;

c. Masyarakat; dan/atau

d. Pemerintah atau instansi terkait.”

Artinya, dari ketentuan di atas maka pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini

konsumen yang telah melakukan PPJB dengan pihak developer PT. Y tidak

menutup kemungkinan dapat mengajukan gugatan perdata kepada developer PT.

Y. Hal ini disebabkan karena perjanjian mengikat kedua belah pihak berdasarkan

pada terpenuhinya sama syarat yang telah diatur dalam peraturan, dalam hal ini

telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUHPerdata).

Selain itu adanya akibat hukum dari PPJB unit satuan rumah susun yang tidak

memenuhi ketentuan Pasal 43 Ayat (2) UU No. 20/2011, telah diberikan sanksi

11

Adrian Sutedi,Hukum Rumah Susun dan Apartemen,Sinar Grafika,Jakarta,2012,hlm 112

Page 123: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

112

secara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 110 UU No. 20/ 2011, yang

menuliskan sebagai berikut:

”Pasal 110 Pelaku pembangunan yang membuat PPJB:

a. Yang tdiak sesuai dengan yang dipasarkan, atau

b. Sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43

Ayat (2):

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.

4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).

Dari ketentuan di atas telah mengatur konsekuensi hukum secara pidana apabila

developer membuat PPJB unit satuan rumah susun yang belum memenuhi Pasal

43 Ayat (2) No.20/2011. Hal ini sangat mutlak bagi kesalahan developer PT. Y,

dimana dalam PPJB unit satuan rumah susun yang telah secara tegas

mengakuidan membuat ketentuan pada awal konsideran huruf f PPJB unit satuan

rumah susun yang berbunyi:

“ Bahwa mengingat beberapa persyaratan sebagaimana diatur didalam peraturan

Rumah Susun belum dapat dipenuhi dan pembangunan sedang dalam tahap

penyelesaian, maka Jual Beli Satuan Unit Rumah Susun Green Pramuka City

sebagaimana disyaratkan peraturan Rumah Susun dengan akta yang dibuat

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah belum dapat dilakukan”.12

Dikatakan mutlak karena secara jelas bahwa PT. Y selaku developer

Green Pramuka City telah mengakui secara tegas bahwa dalam proses

pembangunan satuan rumah susun belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana

12

Ibid, hlm 114

Page 124: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

113

telah diatur dalam Peraturan Rumah Susun, dalam hal ini adalah UU No. 20/2011

tentang Rumah Susun. Akan tetapi, sanksi yang diberikan oleh UU No.20/2011

sangatlah mengikat dan berlaku secara umum tanpa melihat adanya kesepakatan

para pihak.13

Hal ini disebabkan ketentuan pidana dibuat oleh pemerintah bersama

dengan legislatif bertujuan melindungi konsumen dalam melakukan transaksi

awal atas pembelian rumah susun. Selain itu, karakteristik ketentuan pidana di

indonesia hanya melihat dari pemenuhan unsur pidana yang dilanggar, maka

siapapun dapat dilaporkan pidana. Dengan adanya ketentuan pidana ini, maka

diharapkan adanya perlindungan konsumen dan juga kepastian dari developer

dalam membangunan Rumah Susun.

2. Dari Hukum Perdata

Apabila kita berbicara mengenai syarat sahnya perjanjian, maka

berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata khususnya untuk syarat dalam suatu sebab

yang halal ditemukan adanya pelanggaran mengenai syarat sahnya perjanjian.

Namun, perlu dicatat bahwa perjanjian akan mengikat kedua belah pihak

berdasarkan kesepakatan yang dibuat secara dengan undang-undang yang berlaku.

“ Pasal 1320 KUHPerdata syarat sahnya perjanjian perlu dipenuhi empat syarat:

1. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.”

13

Ibid, hlm 116

Page 125: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

114

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut menyatakan bahwa untuk sahnya

suatu perjanjian diperlukan 4(empat) syarat yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian yang mana terjadinya

pertemuan atau kesesuaian kehendak diantara para pihak, dan kesepakatan

tersebut karena diberikan secara bebas, artinya bebas dari paksaan dan

kekhilafan, dan penipuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1321

KUHPerdata.14

Dalam Hal ini para pihak yang terlibat dalam kesepakatan ini adalah pihak

Green Pramuka City yang diwakili oleh Developer dalam hal ini PT. Y

dengan pihak pembeli satuan Rumah Susun ( konsumen) tanpa ada

paksaan, kehilafan dan penipuan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dimana kecakapan dari sahnya

suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak yaitu pihak Green Pramuka

City yang diwakili oleh PT. Y dengan pihak konsumen adalah sah tidak

melanggar dan syarat kecakapan dalam sahnya suatu perjanjian.

c. Suatu Hal Tertentu

Hal tertentu maksudnya adalah objek perjanjian atau prestasi yang

diperjanjikan harus jelas, dapat dihitung dan dapat ditentukan jenisnya.

Dalam hal ini jelas yang menjadi objek perjanjian adalah unit satuan

rumah susun. Ditinjau dari Pasal 1332-1334 KUHPerdata objek perjanjian

dibuat oleh pihak Developer PT. Y dengan pembeli satuan rumah susun

14

Badruzaman, Mariam D,Perjanjian Baku,Perkembangannya di Indonesia,Bina Cipta,Jakarta,1994,hlm 45

Page 126: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

115

yang menjadi barang diperdagangkan, mempunyai pokok suatu barang

paling sedikit ditentukan jenisnya dan barang yang baru ada pada waktu

yang akan datang adalah hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS)

Green Pramuka City dikawasan cempaka putih, jakarta selatan, DKI

Jakarta.

d. Suatu Sebab Yang Halal

Dalam pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab

adalah terlarang. Apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila

berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dilihat dari

PPJB yang dilakukan pihak Green Pramuka City yang dilakukan oleh

pihak PT. Y dengan pihak pembeli satuan rumah susun (konsumen) adalah

tidak sah karena isi PPJB tidak memenuhi Pasal 43 Ayat (2) Huruf d yang

menyatakan bahwa dalam hal melakukan PPJB sebagaimana dimaksud

Pasal 1 dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas

keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen), namun pihak Green

Pramuka City dalam hal ini diwakili oleh Developer PT. Y dalam PPJB

yang dibuat diantara mereka memuat suatu pasal pengabaian yang diatur

dalam Pasal 21 Ayat (1) huruf b yaitu mengabaikan Pasal 43 ayat (2) UU

No. 20 THUN 2011 tentang Rumah Susun. 15

Padahal secara jelas dan

tegas dalam UU No. 20 Tahun 2011 menyatakan bahwa dalam Pasal 98

huruf b dimana pelaku pembangunan dalam hal ini PT. Y sebagai pihak

Developer dilarang membuat PPJB sebelum memenuhi persyaratan

kepastian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Ayat (2) yaitu adanya

15

Ibid,hlm 49

Page 127: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

116

kepastian keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen). Selain itu,

UU No.20 Tahun 2011 memiliki sifat imperatif dimana dalam Pasal 110

huruf b menyatakan bahwa Pelaku Pembangunan bila tidak memenuhi

persyaratan kepastian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Ayat (2)

sebagaimana dimaksud dalam pasal 98, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.4.000.000.000

(empat milyar).16

Maka berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata yang mempunyai 4

(empat) unsur dalam sahnya suatuperjanjian, PPJB unit Satuan Rumah

Susun yang mana dalam hal ini diwakili oleh PT.Y dengan pihak pembeli

unit satuan rumah susun ( konsumen) tidak memenuhi salah satu unsur

sahnya suatu perjanjian yaitu unsur sebab yang halal yang mana unsur

tersebut sangat memegang peran penting dalam menentukan sahnya

perjanjian dari segi hukum perjanjian. Selain itu didukung juga oleh

UURS yang baru yaitu UU No. 20 Tahun 2011 dimana dalam UU ini

dengan jelas mengatur secara tegas bila terjadi pelanggaran yang dilarang

dalam Pasal dalam UU ini maka akan dikenakan sanksi pidana dan

administratif (UU No.20 Tahun 2011 bersifat imperatif atau memkasa).

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka PPJB unit Satuan

Rumah Susun Green Pramuka City dengan diwakili oleh PT. Y dengan

pihak Pembeli Satuan Rumah Susun Green Pramuka City (konsumen)

dapat batal demi hukum (null and void). Dengn batalnya demi hukumnya

suatu perjanjian para pihak yang tidak dapat mengajukan tuntutan

16

Ibid,hlm 53

Page 128: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

117

pengadilan untuk melaksanakan perjanjian atau meminta ganti rugi,

karena perjanjian tersebut tidak melahirkan hak dan kewajiban yang

mempunyai akibat hukum, selain itu, secara jelas diatur juga dalam Pasal

1338 KUHPerdata, yang isi lengkapnya adalah sebagai berikut:

“Pasal 1338 KUHPerdata: Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan

undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan

kesepakatan kedua belah pihak, atau, karena alasan-alasan yang ditentukan

oleh undang-undang persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”17

Lebih lanjut bahwa perjanjian tersebut harus dilandaskan oleh

itikad baik dari masing-masing pihak. Selain itu, berdasarkan Pasal 1339

KUHPerdata juga menjelaskan lebih lanjut yaitu:

“Pasal 1339 KUPerdata: Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang

dengan tegas ditentukan didalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang

menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau

undang-undang.”

Ketentuan Pasal di atas mengatur bahwa perjanjian harus

didasarkan pada nilai keadilan, kebiasaan, dan undang-undang. Jadi

sangatlah jelas bahwa tidak cukup dengan kata sepakat saja dapat

membuat perjanjian menjadi sah dan mengikat, tetapi harus dibuat sesuai

dengan undang-undang yang berlaku, keadilan,kebiasaan dalam

masyarakat.

17

Ibid,hlm 58

Page 129: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

118

Dalam hal ini pembangunan satuan rumah susun Green Pramuka

City yang telah dituangkan dalam PPJB tidak dapat mengikat secara

hukum antara para pihak, karena melanggar Pasal 1338 dan Pasal 1339

KUHPerdata. Konsekuensi hukum yang terjadi adalah perjanjian tidak

dapat mengikat secara hukum (batal demi hukum) karena terdapat

pengaturan dalam PPJB unit Satuan Rumah Susun yang mengecualikan

ketentuan Pasal 43 Ayat (2) UU No. 20/2011. Oleh karena itu , apabila ada

pihak yang merasa dirugikan tidak dapat mengajukan tuntutan hak ke

pengadilan negeri atas Pasal 21 PPJB unit Satuan Rumah Susun.18

Walaupun demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 105 Ayat (4) UU

No.20/2011 menyatakan bahwa” Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menghilangkan tanggung jawab

pidana”. Oleh karena itu, konsekuensi hukum yang dapat dikenakan

terhadap PT.Y selaku Developer bukan terbatas pada hak keperdataan saja.

Tetapi dapat dituntut berdasarkan ranah Hukum pidana.

4.2. Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah Susun Yang

Dibangun Diatas Tanah Hak Pengelolaan.

4.2.1. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PMDN No. 5 Tahun 1974

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PMDN Nomor 5 Tahun 1974

disebutkan bahwa Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah yang memberi

wewenang kepada pemegangnya untuk merencanakan peruntukan dan

pengunaan tanah yang bersangkutan, menggunakan tanah yang

18

Ibid,hlm 55

Page 130: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

119

bersangkutan untuk keperluan pelaksanaan usaha , menyerahkan bagian

tanah yang bersangkutan kepada pihak ketiga dengan hak pakai untuk

jangka 6 (enam) bulan, dan menerima uang pemasukan / ganti kerugian dan

uang wajib tahunan.19

Semula hak pengelolaan diberikan kepada departemen, direktorat,

jawatan, daerah swatantra (Pemerintah Daerah), perusahaan pembangunan

perumahaan, dan industrial estate. Dengan peraturan menteri Negara

Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 ini terbuka

pengelolaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Badan Hukum pemerintah

ini dapat mempunyai Hak Pengelolaan dengan syarat tugas pokok dan

fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah.

Terkait dengan kedudukan Hak Pengelolaan dalam Hukum Tanah

Nasional terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Ada yang

menyatakan bahwa Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas

tanah dan ada pula yang berpendapat bahwa Hak Pengelolaan merupakan

hak atas tanah.

Jadi pengertian “Hak Pengelolaan dalam peraturan Menteri Negara

Agraria/ kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, Pasal 1

angka 3 adalah hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaannya

sebagaian dilimpahkan kepada pemegangnya, sehingga dengan demikian,

Hak pengelolaan adalah bukan hak atas tanah sebagaimana yang

dimaksudkan dalam Pasal 16 UUPA”. 20

19

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria,Isi, dan Pelaksanaan, Djambatan, Jakarta,1998, hal 77 20

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Cetakan Kedua, 1989, hal 1010

Page 131: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

120

Pada banyak fakta di lapangan, perjanjian yang dibuat antara

pemilik tanah dengan pihak swasta memberikan kewenangan kepada pihak

tersebut selama jangka waktu tertentu dapat mengalihkan atau mengoperkan

Hak yang diberikan kepadanya baik itu merupakan Hak Guna Bangunan

ataupun Hak Pakai untuk dipecah-pecah dan dialihkan kepada pihak ketiga

Sebagai contoh salah satu kasus Apartemen Green Pramuka City melakukan

perjanjian kerja sama dengan PT Angkasa Pura 1 ( Persero) yang status

tanahnya berupa Hak Pengelolaan (HPL) Pemda Khusus Ibu Kota Jakarta

tersebut memberikan hak kepada PT. Angkasa Pura (Persero) dengan Hak

Guna Bangunan (HGB) di atas tanah HPL selama 20 tahun, sehingga atas

pemberian hak tersebut maka dikeluarkanlah sertifikat HGB atas nama PT.

Angkasa Pura (Persero). Permasalahan mulai timbul pada saat pemilik stand

pertokoan ITC Mangga Dua Jakarta mengetahui bahwa status tanah bersama

yang ditempati sebenarnya adalah HGB diatas HPL.21

Hal ini menimbulkan masalah apabila status tanah beralih menjadi

HPL maka secara otomatis SHMRS tersebut juga akan hapus, karena

mendasarkan pula pada Pasal 17 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun, bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas

tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas

Tanah Negara, dan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas Hak

Pengelolaan.

Atas dasar itulah, maka terlihat jelas bahwa masih banyak ketidak

pahaman masyarakat akan pengaturan hukum pertanahan di Indonesia. Hal

21

Ibid, hlm 57

Page 132: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

121

sama dapat terjadi pula pada kasus-kasus serupa. Kasus dimana pemilik

lahan selaku pemegang Hak Pengelolaan memberikan kewenangan kepada

developer atau suatu perusahaan. Pada sistem ini pemilik lahan memberikan

persetujuannya untuk dapat diberikan hak atas tanah berupa Hak Guna

Bangunan di atas Hak Pengelolaan. Dalam kesepakatannya pula pihak

perusahaan atau developer diharuskan menyelesaikan proses pemecahan

sertifikat Hak Guna Bangunan untuk kemudian diterbitkan sertifikat Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun non. Permasalahan yang kerap kali timbul

yaitu apabila setelah jangka waktu perjanjian berakhir, secara otomatis

seluruh bangunan dan lahan akan beralih kembali kepada pemilik lahan.22

Konsekuensinya Hak Guna Bangunan yang melekat diatas Hak

Pengelolaan juga akan hapus jika tidak diperpanjang dan tentunya diikuti

pula dengan hapusnya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun non Hunian,

hal ini dikarenakan tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun non Hunian dapat berdiri di atas tanah bersama

yang berstatus Hak Pengelolaan sebagaimana Pasal 17 UndangUndang

Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang telah dijelaskan di atas.

Perlu diketahui bahwa asas hubungan hukum antara orang dengan tanah di

Indonesia menganut asas pemisahan horizontal yaitu asas dimana bangunan

dan tanaman bukan merupakan satu kesatuan dengan tanah.

22

Iman Kuswahyono, “ Hukum Rumah Susun dalam Arie Sukanti Hutagalung “Sistem Kondominium di Indonesia: Implikasi dan Manfaatnya bagi Developer/Property Owner”. Makalah Seminar, 18 Januari, Jakarta: Tanpa Penerbit, hlm 83

Page 133: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

122

4.2.2. Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2011

Adapula dengan hapusnya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun non

Hunian, hal ini dikarenakan tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun non Hunian dapat berdiri di atas tanah

bersama yang berstatus Hak Pengelolaan sebagaimana Pasal 17 UU Nomor

20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang telah dijelaskan di atas. Perlu

diketahui bahwa asas hubungan hukum antara orang dengan tanah di

Indonesia menganut asas pemisahan horizontal yaitu asas dimana bangunan

dan tanaman bukan merupakan satu kesatuan dengan tanah. telah disepakati,

untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/ atau

sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Konsep BGS

untuk Objek berupa aset non negara/ daerah, mengacu pada hukum

perjanjian yaitu kesepakatan diantara para pihak untuk mengikatkan diri

dengan aturan-aturan sesuai dengan konsep BGS yaitu Objek.23

Perjanjian berupa tanah milik salah satu pihak dalam perjanjian,

yang selanjutnya didirikan bangunan dan/atau sarana oleh pihak lainnya dan

pihak tersebut kemudian mempergunakannya dalam jangka waktu yang

telah disepakati. Kemudian apabila jangka waktu perjanjian telah berakhir,

maka pihak tersebut berkewajiban untuk menyerahkan kembali tanah

beserta bangunan dan/atau sarana kepada pemilik tanah.

Rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu

lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

23

Ibid,hlm 85

Page 134: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

123

fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah, teruntuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama. Berdasarkan definisi di atas, ada dua

kepemilikan yang terkandung dalam rumah susun yaitu pertama adalah

kepemilikan individual (perseorangan) dan terpisah, sebagaimana

pengertian satuan rumah susun menurut R. Soeprapto adalah unit-unit ruang

yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dan berdiri sebagai hunian

serta dapat menuju ke jalan umum. Berdiri sendiri artinya tidak melalui

ruang milik orang lain dilengkapim dengan bagian bersama, benda bersama,

dan tanah bersama sebagai satu kesatuan. Kedua adalah kepemilikan

bersama yaitu terdiri dari bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama.24

Rumah susun dalam regulasi yang terbaru (Undang-Undang No. 20

Tahun 2011) membagi 4 (empat) macam rumah susun yaitu rumah susun

umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun

komersial. Pada Pasal 17 nya pula menyatakan dengan tegas bahwa rumah

susun hanya dapat dibangun di atas tanah:

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah Negara;

c. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 memungkinkan jual-beli

dilakukan sebelum rumah susun tersebut dibangun, akan tetapi jual-beli

24

Ibid , hlm 110

Page 135: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

124

tersebut hanya dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB) yang dibuat dihadapan notaris bukan dengan akta jual beli (AJB),

dengan persyaratan adanya kepastian atas:25

1. Status kepemilikan tanah

2. Kepemilikan IMB

3. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum

4. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen)

5. Hal yang diperjanjikan

Prosedur peralihan SHM sarusun harus terlebih dahulu

memperhatikan syarat materiil dan formil agar peralihan tersebut sah. Untuk

peralihan SHM sarusun dengan cara jual-beli, maka harus memperhatikan

syarat keabsahan suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 BW yaitu

sepakat, cakap, suatu hal tertentu (objek), dan suatu sebab yang halal (kausa

yang diperbolehkan), akan tetapi khusus objek berupa tanah maka harus

pula memperhatikan syarat-syarat tentang pertanahan yang telah diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Syarat materiil di sini, harus

memperhatikan syarat sahnya subjek hukum yang dapat menerima hak atas

tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, sehingga dianggap sebagai

cakap melakukan perbuatan hukum. Subjek Hak Milik Atas satuan Rumah

Susun adalah yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah,

sedangkan objek dalam hal ini adalah satuan rumah susun.

Hak milik atas sarusun merupakan salah satu objek pendaftaran tanah

sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah

25

Ibid 113

Page 136: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

125

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu objek pendaftaran

tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan;

c. Tanah wakaf

d. Hak milik atas satuan rumah susun

e. Hak tanggungan

f. Tanah negara.

Sebelum melalui proses pemeliharaan data pendaftaran tanah,

pertama kali yang harus dilakukan adalah adanya proses peralihannya

apakah karena beralih melalui pewarisan ataukah dialihkan melalui proses

jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, atau lelang.

Untuk proses pemeliharaan pendaftaran tanah melalui pewarisan, maka

pembuktian perolehan haknya berdasarkan surat kematian dan surat

penetapan ahli waris atau berdasarkan pada putusan pengadilan. Sedangkan

untuk pembuktian perolehan hak berdasarkan jual-beli, tukar-menukar,

hibah, pemasukan dalam perusahaan hanya dapat didaftaran jika dibuktikan

dengan akta yang dibuat oleh PPAT.26

Berdasarkan pembuktian hak tersebut, maka selanjutnya dapat didaftarkan

kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk mengubah data fisik atau data

yuridis objek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Menjawab isu hukum

pertama penulisan ini terkait Hak Milik sarusun diatas tanah yang berstatus

26

Ibid, hlm 122

Page 137: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

126

Hak Pengelolaan apakah dapat dimiliki selamanya ataukah tidak, maka

berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan bahwa

tidak ada rumah susun yang dapat berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan.

Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa rumah susun hanya dapat berdiri di

atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah

negara, dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak

pengelolaan.

Apabila rumah susun tetap didirikan diatas tanah hak pengelolaan,

maka terlebih dahulu harus diajukan permohonan hak atas tanah di atas

tanah hak pengelolaan. Hak atas tanah yang dapat dilekati dengan hak

pengelolaan adalah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Akan tetapi kedua

hak atas tanah ini memiliki kelemahan yaitu hak tersebut bukan merupakan

hak mutlak yang dapat dimiliki selama-lamanya sebagaimana hak milik.

Kedua hak tersebut memiliki jangka waktu sebagaimana aturan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Hal ini memberikan

konsekuensi yaitu apabila jangka waktu tersebut telah berakhir dan tidak

diperpanjang, maka secara hukum hak atas tanah tersebut kembali kepada

pemegang Hak Pengelolaan dan secara hukum pula hak milik atas satuan

rumah susun yang melekat di atas tanah bersama berupa HGB atau Hak

Pakai juga akan berakhir.27

Status Hak Milik Atas Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak

Pengelolaan selain mendasar pada hak atas tanahnya, tidak terlepas pula dari

perjanjian antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pemegang HGB.

27

Ibid, hal 125

Page 138: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

127

Rumah susun yang didirikan diawali dengan perjanjian BGS, harus

dicermati terlebih dahulu dari jangka waktu yang telah disepakati. Ada dua

kemungkinan yang terjadi yaitu HGB berakhir terlebih dahulu dari pada

perjanjian BGS atau sebaliknya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, HGB yang berakhir

menyebabkan status tanah kembali ke status asalnya, yaitu apabila HGB

tersebut berdiri di atas tanah Hak Milik maka apabila HGB berakhir tanah

tersebut kembali berstatus tanah Hak Milik, sama halnya apabila HGB

tersebut berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan maka apabila HGB tersebut

berakhir, tanah tersebut kembali statusnya menjadi tanah Hak Pengelolaan.

Sehingga apabila hak atas tanah bersama rumah susun berakhir dan kembali

kepada pemegang Hak Pengelolaan, maka kedudukan SHM sarusun secara

hukum juga akan berakhir, akan tetapi berakhirnya ini tidak menyebabkan

status bangunannya beralih kepada pemegang Hak Pengelolaan. Hal ini

dikarenakan sebelum berakhirnya perjanjian BGS, bangunan masih

merupakan milik para penghuni rumah susun hingga jangka waktu

perjanjian BGS berakhir.28

Apabila perjanjian BGS berakhir terlebih dahulu dari pada Hak Guna

Bangunan, maka bangunan beserta fasilitas termasuk pula sertpikat hak atas

tanah bersama yaitu HGB setelah jangka waktu perjanjian berakhir beralih

kepada pemegang Hak Pengelolaan. Pada posisi ini HGB yang masa

berlakunya belum berakhir diserahkan kembali kepada pemegang Hak

Pengelolaan akan menimbulkan permasalahan baru yaitu Apakah bisa satu

28

Ibid, hal 129

Page 139: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

128

Subjek hukum memiliki 2 (dua)sertifikat hak atas tanah yaitu HGB dan Hak

Pengelolaan. Apabila ditarik dari hukum pertanahan nasional, salah satu

tujuan lahirnya UUPA adalah untuk menciptakan kepastian hukum terhadap

hukum pertanahan, termasuk pula proses pendaftaran hak atas tanah.

Apabila dalam satu Objek tanah terdapat dua hak atas tanah dengan Subjek

sama, maka akan timbul ketidak pastian hukum. Di samping itu padaposisi

ini pula, tidak ada kesempatan bagi pemilik sarusun atau perhimpunan

pemilik dan penghuni sarusun untuk memperpanjang HGB.29

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa yang dapat melakukan

permohonan memperpanjang atau memperbarui Hak Guna Bangunan adalah

pemegang Hak Guna Bangunan. Apabila hak guna bangunan berakhir, maka

hak guna bangunan atas tanah negara atas permintaan pemegang haknya

dapat diperpanjang dan diperbarui. Pengertian ini memfoskuskan pada

pemegang Hak Guna Bangunan yang dapat memperpanjang haknya. Salah

satu bukti seseorang atau badan hukum sebagai pemegang Hak Guna

Bangunan adalah nama yang tercantum dalam sertifikat Hak Guna

Bangunan.

Pada satuan rumah susun, diketahui bahwa Hak Guna Bangunan

adalah atas nama developer atau investor yang membangun rumah susun,

sedangkan penghuni rumah susun bukan merupakan nama yang tercantum

dalam sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut. Hal ini yang menjadi

permasalahan adalah terkait dengan kewenangan memperpanjang berada

pada pemegang Hak Guna Bangunan ataukah pada pemegang Hak Milik

29

Ibid, hlm 132

Page 140: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

129

Atas Satuan Rumah Susun. Untuk menjawab permasalahan ini maka harus

dilihat terlebih dahulu dari tujuan awal terbentuknya rumah susun.30

Tujuan dibentuknya rumah susun sebagaimana amanat dalam

undang-undang adalah untuk memberikan kepastian hukum salah satunya

terhadap kepemilikan rumah susun. Hal ini menunjukan bahwa kedepannya

kewenangan perpanjangan HGB tersebut akan beralih pada pemilik satuan

rumah susun, salah satu caranya adalah dengan mengubah kepemilikan Hak

Guna Bangunan dalam sertifikat atas nama pemilik satuan rumah susun atau

atas nama perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun.

Penegasan amanat tersebut sebenarnya telah diatur dalam

peraturan perundangundangan yaitu Peraturan PemerintahN Nomor 4 Tahun

1998 sebagai pelaksana UU Rumah Susun, yaitu pada Pasal 52 ayat (1)

yang menyatakan bahwa “sebelum Hak Guna Bangunan atau Amanat

tersebut sebenarnya telah dipertegas dalam konsep rumah susun

sebagaimana Pengertian rumah susun pada Undang-undang Nomor 20

Tahun 2011 yang pada intinya menyebutkan bahwa rumah susun tersebut

adalah bangunan gedung bertingkat yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Dalam arti, apabila developer

menjual satuan rumah susun kepada pihak ketiga, maka yang diperjual

belikan bukan hanya bangunannya saja akan tetapi termasuk pula bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

30

Sumardji, Jual Beli Hak Milik Atas Satuan Apartemen di Indonesia, Majalah Yuridika FH UNAIR, Vol.20, September-Oktober, hal 387

Page 141: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

130

Di samping itu dapat dilihat pula pada prosedur proses penerbitan

sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang telah dijelaskan pada

Bab III. Proses penerbitan SHM Sarusun pertama kali harus dilakukan

pemisahan dan pemecahan pertelan rumah susun dengan akta pemisahan.

Akta tersebutlah yang membagi sarusun dalam pertelannya (perunit atas

satuan rumah susun) termasuk pula tanah bersama berupa HGB milik

developer atau investor, sehingga apabila pihak ketiga membeli satuan

rumah susun dengan bukti kepemilikan SHM sarusun, maka yang dibeli

juga termasuk tanah bersama berupa HGB.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka dapat diperoleh

suatu pemahaman bahwa developer atau investor dengan sadar telah

menjual sebagian atau seluruh Hak Guna Bangunannya yang merupakan

tanah bersama kepada tiaptiap penghuni atau pemilik rumah susun.

Apabila disimpulkan, walaupun sertifikat masih atas nama developer atau

investor dan belum dibalik nama atas nama pemilik satuan rumah susun

atau perhimpunannya, secara yuridis sebenarnya developer atau investor

telah menyerahkan tanah bersama tersebut kepada tiap-tiap pemilik satuan

rumah susun, sehingga developer atau investor tidak lagi memiliki

kewenangan terhadap hak atas tanah tersebut.31

Hak Pakai atas tanah negara yang di atasnya berdiri rumah susun

sebagimana maksud pasal 389 haknya berakhir, para pemilik melalui

perhimpunan penghuni mengajukan permohonan perpanjangan atau

pembaharuan hak atas tanah tersebut sesuai peraturan perundangundangan

31

Sumardji, Op Cit, hal 391

Page 142: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

131

yang berlaku”. Pasal tersebut memberi penegasan bahwa pemilik sarusun

melalui perhimpunan penghuni memiliki kewenangan untuk

memperpanjang Hak Guna Bangunan. Menjadi permasalahan adalah

apakah peraturan pemerintah tersebut masih berlaku mengingat aturan

undang-undang rumah susun Nomor 16 Tahun 1985 sudah tidak berlaku.

Walaupun dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdapat beberapa

klausula yang tidak lagi relevan diterapkan dikarenakan adanya UU

Rumah Susun terbaru, akan tetapi selama peraturan pemerintah tersebut

belum ada pengganti atau pembaruan dan belum pula dicabut, maka

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 masih berlaku selama tidak

bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang ada di atasnya

yaitu: UndangUndang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat, dan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (PERPU).32

Jangka waktu Hak Guna Bangunan dapat diperpanjang atau

diperbarui haknya selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya

jangka waktu tersebut atau perpanjangannya. Adapun syarat Hak Guna

Bangunan dapat diperpanjang ataupun diperbarui yaitu:

1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan

keadaan sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik

oleh pemegang hak; Pemegang hak masih memenuhi

syarat sebagai pemegang hak.

32

Ibid,hlm 402

Page 143: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

132

3. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah yang bersangkutan.

Selain syarat sebagaimana di atas, terdapat syarat mutlak yang

harus dilakukan bagi pemegang Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak

Milik dan di atas tanah Hak Pengelolaan. Syarat memperpanjang jangka

waktu atau memperbarui hak Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak

Pengelolaan adalah mendapat ijin atau persetujuan dari pemilik tanah Hak

Pengelolaan, sedangkan Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik

tidak bisa diperpanjang tetapi hanya diperbarui dan syarat pembaruannya

adalah adanya kesepakatan baru antara pemilik Hak Milik dengan

pemegang Hak Guna Bangunan, untuk selanjutnya diberikan Hak Guna

Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996. Apabila Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik tidak

diperbarui, maka hapusnya Hak Guna Bangunan mengakibatkan tanahnya

kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik, sama halnya apabila

Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan tidak diperpanjang

jangka waktu atau diperbarui haknya, maka hapusnya Hak Guna

Bangunan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan

pemegang Hak Pengelolaan.33

Selain syarat sebagaimana di atas, terdapat syarat mutlak yang

harus dilakukan bagi pemegang Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak

Milik dan di atas tanah Hak Pengelolaan. Syarat memperpanjang jangka

33

Ibid,hlm 402

Page 144: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

133

waktu atau memperbarui hak Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak

Pengelolaan adalah mendapat ijin atau persetujuan dari pemilik tanah Hak

Pengelolaan, sedangkan Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik

tidak bisa diperpanjang tetapi hanya diperbarui dan syarat pembaruannya

adalah adanya kesepakatan baru antara pemilik Hak Milik dengan

pemegang Hak Guna Bangunan, untuk selanjutnya diberikan Hak Guna

Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996. Apabila Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik tidak

diperbarui, maka hapusnya Hak Guna Bangunan mengakibatkan tanahnya

kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik, sama halnya apabila

Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan tidak diperpanjang

jangka waktu atau diperbarui haknya, maka hapusnya Hak Guna

Bangunan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan

pemegang Hak Pengelolaan.34

Pemilik satuan rumah susun dapat mengajukan perpanjangan

jangka waktu Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas

tanah yang berstatus Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan dengan

terlebih dahulu memperoleh ijin dari pemegang Hak Pengelolaan. Guna

memperlancar proses perpanjangan, maka dibentuklah perhimpunan

penghuni dan pemilik sarusun yang pembentukannya harus terlebih dahulu

mendapatkan kuasa dari seluruh pemilik sarusun.

34

Ibid,hlm 404

Page 145: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

134

Page 146: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

134

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah

Susun Berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(a) PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum

dilakukan pembuatan akta jual beli (AJB) dan menjadi pedoman

bagi para pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban.

(b) PPJB yang dibuat antara PT Duta Paramindo Sejahtera selaku

pengembang (Developer) dengan pembeli dilakukan dibawah

tangan, hal tersebut kurang memberikan perlindungan kepada

konsumen dikarenakan posisi tawar yang tidak berimbang antara

Developer dengan konsumen yasng lebih menguntungkan.

(c) Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

perlindungan konsumen ini adalah kurangnya kesadaran hukum

baik dari konsumen maupun pelaku usaha/pengembang dan juga

kurang memadainya peraturan perundang-undangan

khususnyaUndang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8

Tahun 1999 yang tidak secara eksplisit dan tegak mengatur

perlindungan konsumen di bidang perumahan pada umumnya

dan konsumen apartemen pada khususnya.

Page 147: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

135

2) Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah

Susun Yang Dibangun Diatas Tanah Hak Pengelolaan

(a) Pembangunan Rumah Susun di atas Hak Pengelolaan tidak

mempunyai aturan yang tegas terkait jangka waktu masa perjanjian

penggunaan tanah Hak Pengelolaan tersebut.

(b) Konsumen dalam membeli rumah susun tidak mengetahui perjanjian

pengelolaan tanah hak pengelolaan yang dibangun satuan rumah

susun antara pemilik hak atas hak pengelolaan dengan Developer

sehingga konsumen kurang memahami resiko atas pembelian satuan

rumah susun tersebut.

(c) Tanah Hak Pengelolaan hanya dapat dibangun rumah susun apabila

tanah tersebut dilekati dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai,

akan tetapi kelemahan dari HGB dan HP adalah bahwa kedua hak

tersebut memiliki jangka waktu yang apabila tidak diperpanjang atau

diperbaruhi menyebabkan status haknya kembali kepada pemilik

awal yaitu pemegang Hak Pengelolaan. Apabila hak atas tanah

tersebut kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan, maka Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun hapus demi hukum, sebagaimana

Undang-undang Rumah Susun bahwa tidak ada rumah susun yang

dapat berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan.

Page 148: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

136

5.2. Saran

1) Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah

Susun Berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(a) Pembuatan akta sebaiknya dilakukan oleh pejabat Notaris yang

berwenang.

(b) Sebelum melakukan PPJB hendaknya konsumen memahami isi

dari PPJB sehingga konsumen tidak dirugikan.

(c) Penyelesaian atau jalan keluarnya adalah meningkatkan

kesadaran hukum para pihak dengan memberikan pendidikan,

penyuluhan dan pengawasan dari lembaga-lembaga terkait dan

pemerintah. Meningkatkan sosialisasi Undang-undang

Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, terutama memberi

pengetahuan yang cukup kepada masyarakat, agar masyarakat

mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen dapat

melakukan pilihan yang tepat terutama apabila terjadi

perselisihan atau sengketa antara konsumen dengan pelaku

usaha. Konsumen dapat menentukan sikapnya sesuai dengan apa

yang dikehendaki atau menjadi tujuan dari Undang-undang

Perlindungan Konsumen. perlunya penyempurnaan Undang-

undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, mengingat

telah dibuat pada 15 (lima belas) tahun yang lalu di saat ini

kurang memadai dengan perkembangan bisnis dan transaksi

Page 149: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

137

yang ada, khususnya transaksi jual beli di bidang perumahan/

apartemen.

(d) PPJB apartemen atau rumah susun diwajibkan dibuat dalam

bentuk tertulis secara notaril dengan mencantumkansecara detail

dan terperinci mengenai kondisi apartemen yang akan diterima

oleh konsumen baik secara fisik, luasan, maupun secara legalitas

kepemilikan hak atas satuan rumah susun tersebut.

Menyebutkan dengan jelas dan detail kewajiban dan hak

pengembang, serta kewajiban dan hak konsumen, sehingga

dapat memberikan kekuatan hukum terutama dalam pembuktian

apabila terjadi perselisihan di antara para pihak di kemudian

hari. Instansi pemerintah di daerah yang terkait dengan

pembangunan apartemen lebih meningkatkan sosialisasi

peraturan-peraturan tentang apartemen khususnya UURS No. 20

Tahun 2011 kepada pengembang-pengembang dan konsumen.

sehingga baik pengembang maupun konsumen sama-sama

mengetahui hak dan kewajibannya dengan jelas dan lengkap.

2) Perlindungan Konsumen Atas Kepemilikan Satuan Rumah

Susun Yang Dibangun Diatas Tanah Hak Pengelolaan

(a) Dalam setiap pembelian developer wajib menjelaskan produk

yang dijual sesuai dengan amanah UUPK.

(b) Bagi masyarakat yang akan membeli satuan Rumah Susun

diharapkan untuk lebih cermat dan teliti dalam membeli unti

Page 150: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

138

satuan Rumah Susun dan harus juga dilihat dari aturan yang

lebih konkrit terkait dalam Undang-undang HPL.

(c) Bagi pelaku usaha diharapkan untuk lebih bersikap kooperatif

dan terbuka mengenai status tanah di mana rumah susun tersebut

didirikan.

(d) Pemerintah sebagai pembuat dan pelaksanaan Undang-undang

diharapkan untuk merevisi Undang-undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Revisi tersebut berupa

pengecualian asas pemisahan horizontal terhadap rumah susun.

Asas pemisahan horizontal dikecualikan dengan menggunakan

asas perlekatan. Pemerintah juga diharapkan memberikan

pendidikan konsumen kepada masyarakat yang akan membeli

unit satuan rumah susun.

Page 151: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

139

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Muliadi Ahmad, Politik Hukum, Akademia Permata, Jakarta, 2013

Miru Ahmadi & Yodo Sutarman, Perlindungan Konsumen Cetakan Kedelapan 2014,

Jakarta, PT RajaGrafindo persada 2015.

Miru Ahmad & Yodo Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan kesembilan,

PT Rajagrafindo Persada 2015.

Harsono Boedi, Hukum Agaria Indonesia – Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Nasution Johan Bahder, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju.

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambaran, Jakarta, 2008.

H. Salim dan Nurbani Septiana Erlies, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian

Disertasi dan Tesis – Buku Kedua, Jakarta: Rajawali Pers.

Ibrahim Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayumedia Publishing.

Yosua Suhanan, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing) Dalam Sistem Hukum

Pertanahan Nasional, Jakarta: Restu Agung.

Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan keduapuluhtiga 2010, Jakarta, PT Intermasa.

Kountur Ronny, Metode Penelitian – Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta:

Buana Printing,

Page 152: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

140

Setiawan R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan Kelima, September 1994,

Bandung, Binacipta

Soekamto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Murhaini Suriansyah, Hukum Rumah Susun, Cetakan kesatu November 2015, Jakarta ,

Penerbit Laksbang Grafika,

H. Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Marzuki Mahmud Peter, Penelitian Hukum – Edisi Revisi, Jakarta: Prenadamedia

Group.

Santoso Urip, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Arba H.M. (2015), Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika

Mertokusumo Soedikno, Hukum dan Politik Agraria, Jakarta: Universitas

Terbuka – Karunika. hlm.5.25 dikutip oleh Urip Santoso,

Husni Abdullah Frieda, Hukum Kebendaan Perdata, Cetakan Ketiga 2009, Jakarta PT

CV INDHILL CO.

Murhaini Suriansyah, Hukum Rumah Susun, Cetakan Kesatu 2015, Laksbang

Grafika.

Sutedi Adrian, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Sinar Grafika,

Jakarta,2012.

Mariam D Badruzaman, , Perjanjian Baku, Perkembangannya di Indonesia, Bina

Cipta, Jakarta, 1994.

Page 153: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

141

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria. UU Nomor 5 Tahun 1960.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen UU

Nomor 8 Tahun 1999.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, tentang Ketentuan-Ketentuan

mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

C. SUMBER LAIN

Kamus Besar Bahasa Indonesia Diring, https://kbbi.kemdikbud.go.id

Page 154: ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS …

142