ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

115
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA SISTER CITY ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH DENGAN PEMERINTAH KOTA HIGASHIMATSUSHIMA SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Memenuhi dan Melengkapi Syarat syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : CUT ADELIA DESTA SARI 140200017 Departemen Hukum Internasional FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara

Transcript of ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

Page 1: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA

SAMA SISTER CITY ANTARA

PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH DENGAN

PEMERINTAH KOTA HIGASHIMATSUSHIMA

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Memenuhi dan Melengkapi Syarat – syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

CUT ADELIA DESTA SARI

140200017

Departemen Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

i

ABSTRAKSI

Cut Adelia Desta Sari*)

Dr. Sutiarnoto, S.H.,M.Hum.**

)

Abdul Rahman, S.H., M.H.***

)

Pola interaksi yang paling sering terjadi antar subyek hukum

internasional berupa kerjasama yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.

Perjanjian Internasional adalah salah satu sumber utama hukum internasional,

yang meskipun sering terdapat perbedaan istilah dalam penggunaannya namun

tidak berpengaruh terhadap kekuatan hukumnya. Negara mempunyai kapasitas

untuk mengikatkan diri kedalam sebuah internasional melalui Pemerintah Pusat.

Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam mengurus daerahnya sesuai

dengan kebutuhan dan tujuan kotanya melalui otonomi daerah. Era globalisasi

mendorong setiap kota-kota di dunia untuk selalu berkembang dari waktu ke

waktu untuk mewujudkan suatu “Kota Impian” dimana hal ini tidak dapat dicapai

melainkan dengan berbagai bantuan dari kota lain.

Perjanjian kerjasama sister city adalah salah satu perjanjian internasional

yang dibuat oleh Pemerintah Daerah antar satu kota dengan kota lainnya di dunia.

Dalam pembuatannya, perjanjian sister city harus mengikuti berbagai tahapan

koordinasi dan konsultasi dengan Kementrian Luar Negeri. Penandatanganan

perjanjian sister city harus diwakilkan oleh seseorang yang mendapatkan surat

kuasa penuh (full powers) agar penandatanganan terhadi atas nama Pemerintah

Republik Indonesia.

Perjanjian Sister City sudah lama dipraktikkan dalam kehidupan

bernegara di Indonesia. Salah satunya adalah Perjanjian Sister City yang dibuat

antara Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima. Dalam hal

penulisan ini, penulis melakukan tinjauan langsung ke Kantor Sekretariat Daerah

Kota Banda Aceh dan melakukan tinjauan kepustakaan guna mendapatkan data-

data terkait untuk mendukung penulisan skripsi ini.

Perjanjian Sister City merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan

Pemerintah Daerah guna mengembangkan kotanya guna mencapai tujuan. Akan

lebih baik lagi jika perjanjian Sister City ini dilandasi dengan hal dan tujuan yang

bermanfaat bagi kedua pihak yang mengikatkan perjanjian. Kerjasama yang sudah

terjalin antara Pemerintah Kota Banda Aceh dan Kota Higashimatsushima

diharapkan dapat berdampak positif bagi kedua kota tersebut.

* Mahasiswa Fakultas Hukum 2014

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

† Globalisasi secara literal dapat dipahami sebagai suatu proses fenomena lokal atau regional

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

ii

Kata kunci : Perjanjian Internasional, Pemerintah Daerah, Sister City

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana

atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan

kepada penulis untuk mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Salawat beriring salam penulis diberikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan telah menjadi penerang bagi seluruh

ummatnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengangkat judul “Analisis Yuridis

Perjanjian Internasional Kerja Sama Sister City antara Pemerintah Kota

Banda Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima” guna memenuhi

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta,

kedua malaikat yang Allah turunkan untuk saya, ayahanda Ir. Teuku Darmansyah

dan ibunda Deliana yang telah memberikan cinta dan curahan kasih sayang yang

tak terhingga kepada penulis berupa perhatian dan doa yang tiada pernah

habisnya, semangat dan motivasi yang tak mengenal waktu, nasehat dan

kepercayaan yang selalu membuat penulis bangkit dan bersemangat lagi serta

selalu menjadi pendukung terbaik penulis dalam melangkah dan menggapai cita-

cita sehingga dapat menyelesaikan pendidikan formal hingga strata satu (S1).

Selain itu juga saya ucapkan terima kasih kepada kedua adik saya Cut Asyifa

Meidya Putri dan Cut Annisa Dila Fitri yang selalu hadir dalam suka dan duka

hidup penulis, dengan ikhlas selalu menghadirkan tawa dan semangat, serta

motivasi untuk pribadi penulis agar selalu menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Hidup bersama keluarga selama 22 tahun membuat mereka menjadi sosok yang

paling mengerti dan menerima saya dalam kondisi apapun.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

iii

Dalam proses menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan serta

dukungan berbagai pihak lainnya, dalam kesempatan tak lupa pula penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Saidin,S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum.,selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen yang banyak

membantu penulis dengan ilmu dan motivasinya, baik selama masa

perkuliahan ataupun dalam setiap program ILSA.

5. Bapak Abdul Rahman, S.H.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum

Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga

merupakan Dosen Pembimbing II yang sangat berjasa dan sudah banyak

membantu penulis, baik dalam perkuliahan maupun dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Sutiarnoto,S.H.,M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum

Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga

merupakan Dosen Pembimbing I yang telah banyak berjasa dalam

membantu penulis menyelesaikan masa perkuliahan dengan meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran sehingga selesainya skripsi ini serta atas

nasihat-nasihat dan jalan keluar selama proses perkuliahan dan dalam

terjalankannya ILSA 2017.

7. Bapak Affan Mukti, S.H.,M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis dari semester I sampai dengan semester VII, terima kasih atas

arahaman dan bimbingan yang diberikan selama ini.

8. Seluruh Dosen Hukum Internasional. Terima kasih atas ilmu dan motivasi

yang tak bosan selalu diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

iv

9. Seluruh Dosen pengajar serta pegawai administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang sudah memberikan ilmu dan dukungan

selama masa perkuliahan penulis.

10. Seseorang special yang selalu ada di sisi Penulis, sosok yang selalu tabah

menghadapi mood swing-nya penulis, salah satu motivator dan pendengar

keluh kesah penulis dan selalu membuat penulis jatuh hati dengan

dukungan dan kesabarannya, Mahadi Masri,S.T. Thank you for all the

things you‟ve done for me!

11. Untuk Fadhila Daratulaila, tempat keluh kesahnya penulis, tempat berbagi

rasa senang dan susah dari hari pertama menjalani masa perkuliahan di

kampus hingga saat ini, yang selalu mendukung dan selalu ada di sisi

penulis pada saat apapun. Thank You for always have my back, beb!

12. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan penulis semasa kuliah hingga saat ini,

Cut Maidina Ananda Putri (ini saudara ketemu tua), Ajeng Hanifa ZCA

(ummi yang selalu kembalikan kami ke jalan yang benar), RR. Meidy

Irzha (makasih ya Med udah nemenin aku di HI), Rizky Amelia (thank

you ya me selalu meramaikan geng kita ini) dan Fadhila Daratulaila (enak

namamu dua kali kan). Akhirnya nama kita ada S.H. nya juga ya we!

*terharu*.

13. Untuk sahabat-sahabat penulis lainnya yang selalu mendukung penulis,

Nabila Deanna sang “psikolog pribadi” penulis (Thank You ya Nab.

You‟re my best), Yunalistya Sakanti Putri sang “adek kesayangan” yang

super duper tak tergantikan (Makasih ya Kante udah selalu ada buat kakak

walaupun kita terpisah jarak:”)

14. Kepada keluarga besar International Law Student Association (ILSA)

2017 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kesan luar bisa dalam hidup penulis, terkhusus untuk “Alumni Jepang”

dan seluruh presidium ILSA. (Thank you for the memories, guys!)

15. Kepada teman-teman penulis lainnya yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, yang setia mendukung dan memotivasi penulis baik yang berada

di dalam maupun di luar lingkungan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

v

16. Untuk Bapak dr. Sofyan Tan selaku Anggota DPR-RI Komisi X dan

Pemberi beasiswa kepada penulis melalui “Sofyan Tan Scholarship” dari

awal perkuliahan hingga meraih gelar Sarjana Hukum. Juga kepada Ci

Tracey Harjatanaya selaku pembina “Sofyan Tan Scholarship” yang telah

menjadi motivator dan inspirasi bagi saya. Terima kasih pula untuk Pak

Edy Jitro Sihombing yang tak lelah membimbing, menasehati dan selalu

percaya kepada penulis dalam menyelesaikan masa perkuliahan.

17. Keluarga besar “Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda” dan

“Association of Sofyan Tan Scholars” yang tak bisa saya sebutkan satu

persatu. Terima kasih banyak untuk setiap dukungan, doa dan

kepercayaannya kepada penulis hingga saat ini.

Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan hasil penelitian ini. oleh

sebab itu penulis berharap kepada semua pihak agar memberikan kritik

dan saran yang konstruktig guna menghasilkan sebuah penelitian yang

lebih baik lagi, baik dari segi materi hingga cara penulisan.

Demikian kata pengantar ini disampaikan, dan dengan seluruh

bantuan dan dukungan yang penulis dapatkan akhirnya dengan

menyerahkan diri dan memohon petunjuk serta perlindungan Allah SWT

semoga skripsi ini memberikan manfaat dan berguna bagi ilmu

pengetahuan di masa yang akan datang. Aamin ya Rabbalalamin.

Medan, Januari 2018

Penulis,

Cut Adelia Desta Sari

NIM : 140200017

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 7

1.3. Tujuan Penulisan ............................................................... 7

1.4. Manfaat Penulisan ............................................................. 8

1.5. Keaslian Penulisan ............................................................ 9

1.6. Tinjauan Kepustakaan ....................................................... 11

1.7. Metode Penulisan .............................................................. 14

1.8. Sistematika Penulisan ........................................................ 16

BAB 2 DASAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ........... 19

A. Pengaturan tentang Perjanjian Internasional menurut

Hukum Internasional .......................................................... 19

2.1.1. Pengertian Pejanjian Internasional ........................... 22

2.1.2. Perjanjian Internasional sebagai Sumber

Hukum Internasional ................................................... 25

2.1.3. Sifat Perjanjian Internasional ......................................

26

2.1.4. Bentuk dan Istilah Perjanjian Internasional .............. 27

2.1.5. Tahap-tahap Pembuatan Perjanjian Internasional ..... 31

B. Perkembangan Hukum Nasional Indonesia mengenai

Perjanjian Internasional ...................................................... 35

1. Pengertian Perjanjian Internasional dalam Hukum

Nasional Indonesia .................................................... 35

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

vii

2. Perkembangan Peraturan Perundang-undangan

Indonesia mengenai Perjanjian Internasional ............ 37

BAB 3 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL ...................... 42

3.1. Tinjauan umum tentang Pemerintahan Daerah .................. 42

1. Pengertian Desentralisasi, Otonomi Daerah dan

Pemerintah Daerah .................................................... 44

2. Desentralisasi dalam Negara Kesatuan ..................... 45

3. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penyeleng-

garaan Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No.23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ............... 46

3.2. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pembuatan

Perjanjian Internasional menurut Perundang-undangan

di Indonesia ........................................................................ 51

3.2.1. UU No. 32/1999 tentang Hubungan Luar Negeri ..... 51

3.2.2. UU No. 24/2000 tentang Perjanjian Internasional .... 54

3.2.3. UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah ....... 56

3.2.4. UU No. 11/ 2006 tentang Pemerintahan Aceh ......... 59

3.3. Prosedur Pembuatan Perjanjian Internasional oleh

Pemerintah Daerah .............................................................. 60

BAB 4 ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL

KERJA SAMA SISTER CITY ANTARA PEMERINTAH

KOTA BANDA ACEH DENGAN PEMERINTAH

KOTA HIGASHIMATSUSHIMA ............................................. 69

A. Latar Belakang Perjanjian Kerjasama Sister City

(Kota Bersaudara) .............................................................. 69

4.1.1. Sejarah Singkat Perkembangan Sister City .................

69

4.1.2. Pengertian Sister City ..................................................

71

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

viii

4.1.3. Manfaat dan Tujuan Kerjasama Sister City .................

73

4.1.4. Prosedur dan Mekanisme Kerjasama Sister City ........

74

B. Perkembangan Sister City di Indonesia ............................. 77

1. Sister City Kota Yogyakarta dengan Kota Kyoto ...... 78

2. Sister City Kota Medan ddengan Kota Ichikawa ....... 80

C. Deskripsi Perjanjian Kerjasama Sister City antara Kota

Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima .................. 82

1. Gambaran Umum Kota Banda Aceh dengan

Kota Higashimatsushima ............................................. 82

2. Latar Belakang Kerjasama Sister City antara Kota

Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima ........... 83

3. Uraian Perjanjian Kerjasama Sister City antara Kota

Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima ......... 86

D. Status Hukum Perjanjian Kerjasama Sister City antara

Kota Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima ......... 90

E. Analisis Implementasi Perjanjian Kerjasama Sister City

antara Kota Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima .. 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 100

A. Kesimpulan ............................................................................ 100

B. Saran ...................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 104

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Globalisasi adalah salah satu faktor dimana terjadinya berbagai

perubahan – perubahan di dalam berbagai sektor kehidupan. Akibat dari pesatnya

perkembangan arus globalisasi, kebutuhan akan berbagai kebutuhan meningkat

yang mana tidak hanya sekedar kebutuhan pribadi atau perseorangan, melainkan

juga kebutuhan berbagai negara- negara di dunia. Dalam era globalisasi† ini,

interaksi dan intensitas hubungan antar negara menjadi semakin meningkat yang

antara lain ditandai dengan dicapainya berbagai kesepakatan kerjasama baik yang

bersifat regional, bilateral dan multirateral. Interaksi yang sudah melintasi batas

suatu negara yang sering disebut hubungan Internasional. Istilah “Internasional”

menurut seorang filosof Jeremy Bentham pada 1970 adalah sebagai suatu

pencerahan dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan keseharian

hidupnya yaitu berkembangnya negara-bangsa dan transaksi yang terjadi melintasi

batas di antara masyarakat di dunia ini.

Bentuk interaksi yang terjadi dalam pergaulan masyarakat internasional

tidak dapat dipisahkan dengan pelaku-pelakunya, baik pelaku negara – negara

(state actors) maupun oleh pelaku-pelaku bukan negara (non-state actors). Pola

interaksi hubungan internasional ini dapat berupa kerjasama (cooperation),

† Globalisasi secara literal dapat dipahami sebagai suatu proses fenomena lokal atau regional

menjadi satu tataran global. Sheila L Croucher menulis pemahaman globalisasi dalam

Globalization and Belonging : The Politics of Identity a Charging World, Rowman & Littlefield

(2004), Pages 10, sebagai “a process of blending norm homogenization by which the people of the

world are unified into a single society and function together. This process is a combination a

economic, technological, sociocultural and political forces”.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

2

persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Sehingga dalam

hal ini yang harus dilakukan adalah bagaimana agar setiap hubungan tersebut

terpelihara dan bertahan sehingga dapat menghasilkan peningkatan kerjasama

yang adil dan saling menguntungkan; dengan mencegah dan menghindari konflik

dan bagaimana mengubah kondisi- kondisi persaingan dan pertentangan menjadi

kerja sama‡.

Hubungan kerjasama antar negara atau dikenal dengan sebutan hubungan

luar negeri berkaitan erat dengan politik luar negeri suatu negara. Setiap negara di

dunia memiliki arah politiknya masing-masing yang biasanya mencirikan

kepentingan dari negara itu sendiri§. Hubungan luar negeri selalu berkaitan

dengan kecenderungan manusia untuk berinteraksi, bertukar atau berdagang.

Kenyataan ini menuntut harus tersedianya suatu perangkat yang mengatur

interaksi tersebut yang selain berguna untuk melindungi kepentingan negara dan

warga negara serta memperkokoh bangsa itu sendiri. Interaksi pertukaran global

dan perkembangan teknologi yang makin pesat ini, melahirkan berbagai bentuk

perjanjian, substansi, maupun struktur dari perjanjian yang semakin bervariasi.

Meskipun adanya perbedaan dalam penamaan-penamaan perjanjian, akan tetapi

pada hakikatnya juga termasuk sebagai sebuah perjanjian internasional. Dapat

dilihat berdasarkan pengertian mengennai perjanjian internasional itu sendiri.

Penamaan dari perjanjian internasional tersebut tidak menentukan bobot

yuridisnya karena tidak ada satu pun ketentuan dalam hukum internasional baik

Konvensi Wina 1969**

maupun instrumen hukum internasional lainnya atau

‡ T. May Rudy, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-masalah Global, (Bandung:

Refika Aditama, 2003), hlm. 3. § Ibid.

** Yang dimaksud adalah Vienna Convention on the Law of Treaties 1969

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

3

peraturan perundang-undangan nasional di Indonesia yang mengatur mengenai

bobot yuridis tersebut, dengan demikian secara teknis perjanjian internasional

dapat diberi nama Treaty, Convention, Covenant, Agreement, Protocol, bahkan

Memorandum od Understanding (MoU)††

.

Berdasarkan hukum internasional yang berlaku, sebuah perjanjian

internasional merupakan prioritas utana dari hierarki sumber hukum internasional

yang terdapat dalam Article 38 (1) Statute of International Court of JusticeArticle

38 (1) Statute of International Court of Justice yang menyatakan :

a. The Court, whose function is to decide in accordase with international

law such disputes as are submitted to it, shall apply ‡‡

:

a. International conventions, whether general or partivular,

establishing rules expressly recognizedby the contesting states;

b. International Customs, are evidance of a general practice accepted

by the law;

c. The general principles of law recognized by civiled nations;

d. Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the

teachings of most highly qualified publicist of the various nations, as

subsidiary means for the determination of rules of law.”

Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional di atas dianggap sebagai

sebuah pernyataan yang sudah sangat tepat mengenai sumber hukum

internasional§§

. Perjanjian internasional diletakkan paling atas dalam hierarki

sumber hukum internasional meskipun tidak dijelaskan secara lengkap perjanjian

internasional yang bagaimana yang memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat

dibandingakan dengan sumber hukum internasional lainnya. Perjanjian dapat

dianggap sebagai sumber terpenting apabila persoalan yang banyak terjadi saat ini

††

Prof. A. Zen Umar Purba, Berbagai Isu Aktual dalam Pelaksanaan Undang- Undang Perjanjian

Internasional, Jurnal Hukum Internasional Volume 5 Nomor 3 (April 2008) ‡‡ Article 38 (1) Statute of International Court of JusticeArticle 38 (1) Statute of International

Court of Justice §§

Ian Brownlie, Principles od Public International Law, Oxford: Clarendon Press, 1996, hlm.3.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

4

di berbagai belahan dunia dapat diatur dengan perjanjian antar negara termasuk

pula masalah yang awalnya hanya dianggap sebagi hukum kebiasaan.

Dalam Pasal 1 huruf (a) Konvensi Wina 1969***

dijelaskan pengertian

„treaty‟ atau perjanjian internasional adalah bahwa suatu perjanjian internasional

hanya dapat dibuat oleh negara. Pemikiran tersebut dilatarbelakangi oleh negara

sebagai subyek hukum internasional sehingga dapat membuat suatu perjanjian

internasional. Selain negara, yang dapat membuat perjanjian internasional disebut

sebagai subyek hukum internasional adalah tahta suci (Vatikan), Palang Merah

Internasional, Organisasi Internasional, Orang-Perorang (individu), Pemberontak

dan pihak dalam sengketa (belligerent)†††

.

Di Indonesia pengaturan tentang pelaksanaan hubungan luar negeri dan

pembuatan perjanjian internasional diatur pada Undang-undang Nomor 37 Tahun

1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000

tentang Perjanjian Internasional. Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2000 tentang Perjanjian Internasional sudah menjabarkan lebih rinci tentang

permasalahan berkenaan dengan perjanjian internasional, mulai dari tahap- tahap

pembuatan, pemberlakuan, pelaksanaan dan pengakhiran berlakunya perjanjian

internasional seperti yang diatur dalam Konvensi Wina 1969 dan 1986‡‡‡

.

Indonesia adalah negara berdaulat dan mempunyai kapasitas yang layak untuk

membuat sebuah perjanjian internasional, baik dengan negara lainnya atau dengan

bukan negara seperti organisasi internasional.

***

Pasal 1 huruf (a) Konvesi Wina 1969 menjelaskan: “treaty” means an international agreement

concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in

a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation; †††

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Cet.2. Bandung : Alumni., hlm. 70. ‡‡‡

I Wayan Parthiana, Kajian Akademis (Teoritis dan Praktis) atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Berdasarkan Hukum Perjanjian Internasional, Jurnal

Hukum Internasional, Volume 5 Nomor 3 (April 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

5

Undang – undang dasar negara kesatuan memberikan kuasa penuh pada

pemerintah pusat untuk melakukan hubungan luar negeri. Betapapun luas otonomi

daerah yang dimiliki oleh provinsinya, masalah yang menyangkut hubungan luar

negeri merupakan wewenang pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah tidak

boleh melakukan hubungan luar negeri secara langsung dengan negara luar§§§

. Hal

tersebut didukung oleh peraturan perundang- undangan Indonesia, yaitu Undang-

undang Perjanjian Internasional dan Undang- undang Pemerintahan Daerah.

Menurut pengertian dalam Vienna Convention in The Law of Treaties bahwa

perjanjian internasional yang termasuk dalam konvensi adalah perjanjian

internasional yang dibuat oleh negara. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan,

apakah kerja sama internasional yang dihasilkan pemerintah daerah termasuk

dalam ranah perjanjian internasional. Terkait dengan Pemerintahan Daerah perlu

dilihat mengenai kewenangan Pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah

seperti yang dimuat pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah****

.

Meskipun demikian, berdasarkan peraturan perundang-undangan

nasional Indonesia juga memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah

untuk melaksanakan hubungan luar negeri atau kerjasama internasional. Pada

praktiknya, segala bentuk pelaksanaan hubungan luar negeri oleh pemerintah

daerah dengan negara lain adalah rill dan sudah dipraktikkan sejak lama. Suatu

pemerintahan daerah dapat melakukan hubungan luar negeri atau perjanjian

internasional dengan syarat harus memperloh surat kuasa penuh (full powers)

yang merupakan alat dimana Pemerintah Pusat memberikan mandat kepada

§§§

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian : Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika

Global, Bandung: Alumni,2011. hlm. 13. ****

Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, ps. 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

6

Pemerintah Daerah untuk membuat suatu perjanjian internasional.††††

. Pemerintah

daerah bertindak sebagai inisiator atas nama pemerintah pusat membuat perjanjian

internasional.

Bentuk perjanjian internasional yang dapat dibuat oleh pemerintah

daerah salah satunya adalah perjanjian sister city. Banyak kota di Indonesia sudah

mengadakan perjanjian Sister City dengan kota lintas negara. Fakta ini

membuktikan Indonesia adalah adalah negara yang cukup aktif membuat

perjanjian sister city, terlebih otonomi daerah di Indonesia sudah adanya peraturan

yang mengaturnya secara lebih rinci. Salah satu contoh kota yang mengadakan

perjanjian sister city adalah Perjanjian Kerja sama sister city antara Pemerintah

Kota Banda Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima. Perjanjian kedua

kota ini dilatarbelakangi oleh adanya kesamaan nasib, yaitu kedua kota pernah

diterjang bencana Tsunami yang motivasi kedua kota tersebut untuk bangkit dari

keterpurukan yang diakibatkan bencana alam tersebut. Dalam pelaksanaannya,

pelaksanaan perjanjian Internasional ini sudah cukup lama berlangsung sehingga

dapat dilihat pelaksanaannya saat ini telah mencapai tahap kedua. Perjanjian sister

city terbagi dua tahap, pada tahap pertama kerjasama dibentuk dalam 4 bentuk

yaitu ; suistanable city management, disaster management, community business,

dan effective locel government organizational structure. Sukses nya tahap

pertama, membuat kedua kota ini melanjutkann kerjasama nya ke tahap kedua,

yaitu mengenai establlishing a model of empowerment that enchance the regional

disaster mitigation. Kerjasama antar kedua kota ini dilaksanakan di bawah

††††

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Konvensi Wina tahun 1969 menyatakan, A person is considered

as representing a state for purpose of adopting or authenticating the text of a treaty or for the

purpose of expressing the consent of the state to be bound by a treaty practice of the state

concerned or from other circumstances that their intention was to consider that person as

representing the state for such purposes and to dispense with full powers.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

7

naungan THE JICA (Japan International Cooperation Agency) Partnership

Program yang merupakan Lembaga yang berada dibawah naungan Departemen

Luar Negeri Jepang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah dasar hukum Perjanjian Internasional?

2. Bagaimana Kewenangan Pemerintah Daerah dalam membuat Perjanjian

Internasional?

3. Bagaimanakah implementasi dari Perjanjian Internasional yang dibuat

antara Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Pemerintah Kota

Higashimatsushima?

C. TUJUAN PENULISAN

Dengan menelaah latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat

disimpulkan bahwa tujuan umum dari penelisan yang berjudul “Analisis Yuridis

Perjanjian Internasional Kerja Sama Sister City antara Pemerintah Kota Banda

Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima” ini adalah untuk memberikan

pemahaman serta analisis umum mengenai bagaimana sebuah Perjanjian

Internasional dibuat oleh Pemerintah Daerah di Indonesia dengan menelaah lebih

jauh pada perjanjian kerja sama Sister City antara Kota Banda Aceh dengan Kota

Higashimatsushima.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

8

Sedangkan tujuan khusus penulisan ini antara lain:

1. Untuk mengetahui dasar hukum tentang perjanjian internasional terkait sister

city.

2. Untuk mengetahui kewenangan Pemerintah Daerah dalam membuat suatu

perjanjian internasional.

3. Untuk mengetahui bagaimana implementasi dari perjanjian internasional

D. MANFAAT PENULISAN

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif baik

dari segi teoritis maupun dari segi prakteknya.

1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah- masalah yang telah

dirumuskan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pandangan dan pemikian mengenai perjanjian internasional, terlebih lagi

perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah daerah.

2. Penulisan ini juga dapat dijadikan langkah awal untuk pengembangan serta

penulisan lebih lanjut.

3. Pembahasan terhadap masalah ini dalam praktisnya diharapkan dapat menjadi

masukan bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam memahami norma –

norma, baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional yang

berkaitan dengan perjanjian internasional tentang kerjasama sister city yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Pemerintah Kota

Higashimatsushima.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

9

E. KEASLIAN PENULISAN

Berdasarkan tinjauan kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, sebelumnya belum ada penulisan dengan judul

“Analisis Yuridis Perjanjian Internasional Kerja sama Sister City antara

Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima”.

Pernah ada penulisan dari mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dengan judul :

1. Sdr. Imran Rinaldin, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, NIM : 950221019, Judul “Kedudukan Perjanjian Internasional dan

Kebiasaan Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional”. Dalam

rumusan masalah :

a. Apa segi positif dan negatif apabila ketentuan-ketentuan perjanjian

internasional diberlakukan terhadap pohak ketiga yang bukan peserta

perjanjian tersebut ?

b. Bagaimana peranan hukum kebiasaan terhadap hukum perjanjian

internasional yang diatur dalam Konvensi Wina tahun 1969 ?

c. Secara praktis, kebiasaan-kebiasaan internasional dapat diterima menjadi

hukum kebiasaan. Bagaimana bila suatu negara menolak diberlakukannya

hukum kebiasaan tersebut ?

2. Sdr. Edriansyah Rendy, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, NIM : 100200166, Judul “Kerjasama Kota Kembar Pemerintah Kota

Medan dengan Pemerintah Kota Penang dalam Hubungan Diplomatik

menurut Perspektif Hukum Internasional”. Dalam rumusan masalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

10

a. Bagaimana kerjasama kota kembar antara Pemerintah Kota Medan dan

Pemerintah Kota Penang?

b. Bagaimana konsep dan teori hukum mengenai perjanjian internasional

dalam hubungan diplomasi?

c. Bagaimanakah kewenangan Pemerintah Daerah dalam hubungan diplomasi

pada kerjasama kota kembar antara Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah

Kota Penang?

3. Sdri. Kathy Carissa Bangun, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, NIM : 110200056, Judul “Status Perjanjian Internasional

dalam Kaitannya dengan Kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang

dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Ichikawa.

Dalam rumusan masalah :

a. Bagaimana pengaturan tentang perjanjian internasional dalam hukum

internasional dan dalam hukum nasional?

b. Bagaimana kesepakatan kerjasama sister city (Kota Bersaudara) yang dibuat

oleh pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Ichikawa?

c. Bagaimana status perjanjian internasional dalam kerjasama Sister City (Kota

Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah

Kota Ichikawa?

Rumusan masalah dalam beberapa penulisan yang disebutkan di atas

menyatakan bahwa judul dan permasalahannya tidak ada yang serupa atau sama

dengan yang ditulisa saat ini. Maka, penulisan ini adalah tulisan asli dan secara

akademis dapat dipertanggungjawabkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

11

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada tinjauan kepustakaan, disebutkan beberapa pengertian dan batasan-

batasan yang nantinya akan menjadi pedoman penulis dalam menyusun tulisan

ini. Hal ini bermanfaat guna melihat bagaimana ruang lingkup penulisann agar

tetap berada pada batasan yang jelas sesuai dengan permasalahan yang diangkat

dalam penulisan. Batasan ini akan dijelaskan secara bertahap, maka akan

mempermudah para pembaca untuk memahami hal-hal yang dituangkan dalam

skripsi ini.

Disini, penulis menggunakan landasan teori yang mendukung kerangka

pemikian penulis tentang teori dan praktik tahapan dalam membuat sebuah

perjanjian internasional. Setiap pelaksanaan hubungan antar negara yang

dilakukan Pemerintah Indonesia didasarkan pada Pancasila sebagai dasar dan

falsafah negara dan merupakan sumber dari segala sumber hukum.

Berbagai jenis hubungan yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia

sebagai negara yang berdaulat sangatlah variatif, dan salah satu bentuk hubungan

yang sangat krusial adalah hubungan luar negeri. Hubungan luar negeri adalah

setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan

oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga

negara, badan usaham organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat, atau warga negara Indonesia‡‡‡‡

. Hubungan luar negeri ini tidak luput

dari aturan- aturan yang tercantum dalam hukum Internasional. Hukum

internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri

‡‡‡‡

Indonesia, Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri, UU No. 37 Tahun 1999, LN No.

156 Tahun 1999, TLN No. 3882, ps. 1 angka (1).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

12

dari asas-asas dan karena itu biasanya diataati dalam hubungan negara-negara satu

sama lain§§§§

.

Bentuk dari hubungan luar negeri yang dibangun oleh Pemerintah

Indonesia seringkali menghasilkan berbagai kesepatakan yang sering disebut

dengan Perjanjian Internasional. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam

bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hubungan hukum internasional yang

dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum

publik*****

. Dalam membuat perjanjian internasional, seseorang yang membuat

perjanjian tersebut haruslah memiliki Surat Kuasa Penuh (Full Powers) yang

merupakan surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan

kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik

Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan

persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau

menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian

internasional†††††

.

Dalam hal pembuatan perjanjian internasional oleh pemerintah daerah

suatu negara harus sesuai dengan sistem hukum nasional negara yang

bersangkutan. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati

atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

§§§§

Drs. C. S. T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), hlm. 461. *****

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, UU No. 24 Tahun 2000, LN

No. 185 Tahun 2000, TLN 4012., ps. 1 angka (1) †††††

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, Op. Cit. Ps.1 angka (3)

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

13

daerah. Di Indonesia, hak ini diberikan kepada pemerintah daerahnya yang

disebut sebagai otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Salah satu contoh perjanjian internasioanl yang dibuat oleh pemerintah

daerah adalah perjanjian sister city yang merupakan perjanjian konsep

penggandengan dua kota yang berbeda lokasi dan administrasi politik dengan

tujuan menjalin hubungan budaya dan kontak sosial antar penduduk. Biasanya

kesamaan dari kota ini berupa persamaan keadaan demografi dan masalah yang

dihadapi. Hubungan sister city dapat menjadi sangat bermanfaat bagi program

kerjasama di berbagai bidang, seperti pertumbuhan ekonomi‡‡‡‡‡

.

Konsep kerjasama Sister City ini sudah cukup berkembang di Indonesia

dan dilaksanakan oleh berbagai Kota, termasuk Kota Banda Aceh. Dalam

penulisan ini penulis berfokus pada hubungan kerjasama Sister City yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kota

Higashimatsushima. Dikarenakan fokus penulis mengenai perjanjian internasional

yang dibuat oleh pemerintah daerah Kota Banda Aceh yang merupakan salah satu

daerah di Indonesia dengan otonomi khusus, maka analisis yang digunakan akan

diikutsertakan menurut Undang- undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang

Pemerintah Aceh.

‡‡‡‡‡

Sumber :“Kota Kembar” Sebagaimana yang dimaksud dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_kembar diakses pada tanggal 5 November 2017.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

14

G. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan penulis adalah :

1. Jenis Penelitian

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan yuridis

normatif. Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan analisis atas

perjanjian internasional, khususnya mengenai hubungan kerjasama sister city

antara Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kota Higashimatsushima.

Sedangkan pendekatan yuridis normatif yang digunakan dalam penulisan ini yaitu

penulisan mengenai norma hukum yang berhubungan dengan pokok masalah

yang diteliti dan terdapat dalam peraturan perundang-undangan di bidang

hubungan luar negeri, perjanjian internasional dan pemerintah daerah yang

berlaku dan mengikat masyarakat dengan meneliti secara kepustakaan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini dikumpulkan dengan

menggunakan teknik Metode Penulisan Literatur (Library Research) dengan

menggunakan jenis data sekunder, yaitu penulisan kepustakaan dengan

menggunakan bahan- bahan pustaka hukum yang mendukung dengan cara

mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber terkait, seperti buku, jurnal

ilmiah, artikel terkait, kamus maupun berbagai sumber lainnya dari internet.

Bahan pustaka berdasarkan kekuatan mengikatnya yang digunakan dalam

penulisan ini yaitu :

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat

seperti norma dasar, peraturan perundang- undangan atau putusan

pengadilan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

15

Bahan hukum primer dalam penulisan ini antara lain :

- Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian

- Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

perubahan-perubahannya.

- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi

Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik dan Konvensi

Wina Tahun 1963 mengenai Hubungan Konsuler.

- Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar

Negeri.

- Undang - undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional.

- Undang – undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

- Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

- Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No.

09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan

dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.

- Permendagri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer dan isinya

tidak mengikat. Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis disini

adalah buku-buku yang membahas mengenai hukum internasional, terutama

yang terkait dengan perjanjian internasional dan otonomi serta pemerintah

daerah. Selain buku- buku,penulis juga menggunakan artikel, jurnal,

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

16

majalah serta makalah dari berbagai sumber yang berkaitan dengan

permbahasan yang ditulis.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam tulisan ini,

penulis akan menggunakan kamus dan ensiklopedi yang berkaitan dengan

masalah yang dianalisis, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia yang

digunakan untuk menyamakan berbagai defenisi dan istilah- istilah yang

berhubungan dengan permasalahan yang ditulis.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika dalam penulisan nya adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan latas belakang

mengenai atas dasar apa skripsi ini situlis; permasalahan yang

menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini; tujuan

penulisan skripsi ini; manfaat penulisan skrispsi ini; keaslian dari

skripsi ini; defenisi operasional yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini; metode penulisan yang digunakan dalam rangka

pencarian data untuk penulisan skripsi ini; serta bagaimana

sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II : DASAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

Dalam bab ini penulis menguraikan bagaimana dasar

hukum perjanjian internasional. Bab ini terbagi dalam 3 subbab,

yaitu subbab mengenai pengaturan tentang perjanjian internasional

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

17

menurut hukum internasional, subbab mengenai perkembangan

hukum nasional Indonesia mengenai perjanjian internasional dan

subbab mengenai kaitan antara hukum internasional dengan hukum

nasional mengenai perjanjian internasional.

BAB III : KEWENGANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan secara lebih

rinci mengenai permasalahan kewenangan Pemerintah Daerah

dalam membuat suatu Perjanjian Internasional. Pada bab ini akan

dijelaskan lebih lanjut tentang bagaimanakah Pemerintah Daerah

dapat membuat sebuah Perjanjian Internasional yang berdasarkan

dengan konsep Pemerintahan Daerah di Indonesia. Selain itu, pada

bab ini juga dijelaskan apa saja yang menjadi kewenangan

Pemerintah Daerah serta bagaimana tahapan atau prosedur

pembuatan sebuah Perjanjian Internasional itu sendiri.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL

KERJASAMA SISTER CITY ANTARA PEMERINTAH KOTA

BANDA ACEH DENGAN PEMERINTAH KOTA

HIGASHIMATSUSHIMA

Dalam bab ini, penulis menganalisis Perjanjian

Internasional Kerjasama Sister City antara Pemerintah Kota Banda

Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima secara rinci.

Analisis ini terlebih dahulu akan didahului dengan uraian singkat

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

18

mengenai sister city dan deskripsi singkat mengenai perjanjian

yang menjadi objek kajian di atas.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan mencoba memberikan

kesimpulan dari apa yang telah di uraikan dan dianalisis pada bab-

bab sebelumnya. Kemudian penulis juga akan menuliskan saran-

saran bagi para pihak yang nantinya akan membutuhkan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

19

BAB II

DASAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

A. PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Dalam dunia yang terus berkembang secara pesat, perjanjian

Internasional telah mengalami berbagai perkembangan yang pesat seiring dengan

perkembangan hukum Internasional. Perjanjian Internasional dapat kita katakan

sebagai sumber hukum yang terpenting dewasa ini, karena perjanjian internasional

merupakan instrumen utama hubungan internasional antar negara.§§§§§

Hukum

Internasional telah memerikan dasar hukum bagi perjanjian Internasional

sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum

Perjanjian Internasional. Pada masa modern ini, batas- batas teritorial suatu negara

tidaklah menjadi tembok penghalang lagi bagi negara- negara dalam bertukar

informasi ataupun memenuhi kebutuhan negaranya. Perjanjian Internasional

merupakan salah satu hal atau sumber hukum yang paling penting dalam sebuah

Hukum Internasional. Berdasarkan hukum internasional yang berlaku, perjanjian

internasional merupakan prioritas utama dari hierarki sumber hukum internasional

yang tersirat dalam Article 38 (1) Statute of International Court of Justice (Statuta

Mahkamah Internasional) yang menyatakan:******

“1. The Court, whose function is to decide in accordance with

internasional law such disputes as are submitted to it, shall apply:

§§§§§

Sefriani, SH, M.Hum., Hukum Internasional, Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2010,

hlm. 28. ****** Article 38 (1) Statute of International Court of Justice

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

20

a. International conventions, whether general or particular,

establishing rules expressly recognized by the contesting states;

b. International Customs, as evidence of a general practice accepted

by law;

c. The general principles of law recognized by civilized nations;

d. Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the

teachings of most highly qualified publicist of the various nations,

as subsidiary means for the determination of rules of law.

Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tersebut dianggap sebagai suatu

pernyataan yang sempurna mengenai sumber hukum internasional††††††

. Perjanjian

Internasional adalah salah satu sumber penting bagi hukum Internasional yang

dimana dapat dilihat kedua sifat dan karakteristiknya berkaitan satu sama lain.

Hingga saat ini terdapat 2(dua) konvensi yang mengatur tentang perjanjian

Internasional, yang antara lain adalah sebagai berikut :

1. Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian Internasioal (Vienna

Convention on The Law of Treaties)

Konvensi Wina Tahun 1969 ditandatangani pada tanggal 23 Mei 1969

dan efektif berlaku di negara-negara yang menandatanganinya pada tanggal 27

Januari 1980‡‡‡‡‡‡

. Konvensi ini telah diratifikasi oleh 35 negara§§§§§§

.

Pada konvensi ini pertama kali memuat ketentuan-ketentuan (code of

conduct yang mengikat) mengenai perjanjian internasional, karena itulah

Konvensi Wina tahun 1969 dikatakan sebagai induk perjanjian

Internasional*******

. Sebelum adanya Konvensi Wina 1969 perjanjian antar negara

diselenggarakan semata-mata berdasarkan asas-asas seperti good faith, pacta sun

††††††

Ian Brownlie, Principles of Public International Law, Oxford: Clarendon Press, 1996, hlm.

3. ‡‡‡‡‡‡

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Vienna_Convention_on_the_Law_of_Treaties diakses

pada 7 November 2017 §§§§§§

Vienna Convention on the Law of Treaties,. hlm. 1 *******

Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4268/konvensi-wina-1969-induk-

pengaturan-perjanjian-inrenasional diakses pada 17 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

21

servanda dan perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di

dalamnya. Pada intinya sebelum keberadaan Konvensi Wina 1969 Perjanjian

Internasional antar negara diatur berdasarkan kebiasaan internasional yang

berbasis pada praktik negara dan keputusan-keputusan Mahkamah Internasional

maupun pendapat-pendapat para ahli hukum internasional (sebagai perwujudan

dari opinion juris).

Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian konsiderans

dan bagian isi serta terdapat pula annex dan dua deklarasi. Konsiderans yang

dimaksud ini menggambarkan dasar-dasar pertimbangan dari sudah lahirnya

konvensi, baik berupa fakta- fakta yang sudah ada dan berlaku sebelumnya,

maupun asas- asas hukum yang melandasi substansi atau pasal- pasal konvensi,

serta tujuan yang hendak dicapai oleh konvensi†††††††

.

Konvensi Wina tentang perjanjian internasional tidak hanya sekedar

merumuskan kembali hukum kebiasaan internasional ke dalam bidang perjanjian,

melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum internasional

tentang perjanjian. Namun dalam Konvensi Wina ini tetap mengakui eksistensi

hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian, khususnya tentang persoalan-

persoalan yang belum diatur dalam Konvensi Wina.

2. Konvensi Wina Tahun 1986 tentang Perjanjian Internasional antara Negara

dengan Organisasi Internasional atau antar Organisasi Internasional (Vienna

Convention on The Law of Treaties Between States and International

Organizations or Between International Organization)

†††††††

I, Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional, Bagian I, Bandung, : Mandar Maju,

2002,. hlm. 51

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

22

Konvensi Wina Tahun 1986 adalah konvensi pengembangan dari

Konvensi Wina Tahun 1969. Pasal 6 Konvensi Wina Tahun 1969 menekankan

bahwa hanya negara saja yang dapat membuat perjanjian Internasional. Seperti

halnya dengan Konvensi Wina Tahun 1969, Konvensi ini juga memiliki dua

bagian, yaitu bagian konsiderans dan bagian substansi. Bahkan beberapa butir dari

konsiderans Konvensi Wina tahun 1969 dapat ditemukan juga di dalam Konvensi

Wina tahun 1986. Sedangkan beberapa butir lagi memang terdapat perbedaan

yang menandakan adanya perbedaan antara kedua konvensi ini. Hal ini

menandakan bahwa konvensi Wina tahun 1986 ini isi dan jiwanya maupun

maksud dan tujuannya tidak jauh berbeda dengan konvensi Wina 1969.

Kenyataan ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya kedua konvensi

mengatur tentang perjanjian internasional, hanya saja subyek yang terikat atau

yang menjadi pihak di dalam perjanjian yang diatur dalam dua konvensi

berbeda‡‡‡‡‡‡‡

.

Namun, dalam tulisan ini penulis akan menggunakan Konvensi Wina

Tahun 1969 karena pembahasannya terkait dengan perjanjian internasional

dengan negara sebagai subjek dari pembuat perjanjian internasional itu sendiri.

Untuk mengetahui lebih rinci mengenai pembahasan selanjutnya, maka akan

dibahas berbagai penjelasan lebih lanjut mengenai perjanjian internasional.

1. Pengertian Perjanjian Internasional

Hukum Internasional yang mengatur perjanjian Internasional terdapat

dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional. Pada

dasarnya, sebuah perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian tertulis yang

‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., hlm. 69-70

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

23

dibuat oleh dua atau lebih Negara yang berdaulat atau organisasi Internasional.

Perjanjian Internasional dapat diakhiri dengan berbagai cara, antara lain mulai dari

kesepakatan yang diatur di dalam perjanjian Internasional, repudiasi kewajiban

oleh salah satu pihak di dalam perjanjian Internasional, dan hilangnya obyek dari

perjanjian internasional atas dari prinsip hukum rebus sic stantibus.

Menurut Konvensi Wina Tahun 1969 dan beberapa pendapat para

sarjana, perjanjian Internasional disebutkan dengan istilah “Treaty”. Pengertian

perjanjian Internasional menurut Konvensi Wina Tahun 1969 yang terdapat pada

pasal 2 ayat (1) huruf a adalah§§§§§§§

:

“Treaty means an international agreement conclude between states in written

form and governed by international law, whether embodied in a single

instrument or in two or more related instruments and whatever its particular

designation.”

(Perjanjian artinya suatu persetujuan Internasional yang diadakan antara

Negara-negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur dalam hukum

Internasional, baik yang berupa satu instrumen tunggal atau berupa dua atau

lebih instrumen yang berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya).

Para sarjana hukum internasional telah memberikan defenisi masing-

masing mengenai apa yang ditekankan dalam istilah tersebut. Dari defenisi-

defenisi itu makan dapat ditarik persamaan yang menggambarkan ciri- ciri

perjanjian internasional.

Menurut I Wayan Parthiana, perjanjian Internasional adalah kata sepakat

antara dua atau lebih subjek hukum Internasional mengenai suatu objek atau

masalah tertentu dengan maksud membentuk suatu hubungan hukum atau

melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum Internasional********

.

§§§§§§§

Vienna Convention on the Law of Treaties,. Pasal 2 ayat (1) ********

I. Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional, 2002, Bagian I, Op. Cit., Hlm. 12

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

24

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, perjanjian Internasional

adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang

bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu††††††††

.

Dari pengertian- pengertian di atas, maka terdapat beberapa ciri atau

kriteria dasar yang dipenuhi oleh suatu perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai

sebuah perjanjian internasional, sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh

Konvensi Wina Tahun 1969 tentang perjanjian internasional, yaitu‡‡‡‡‡‡‡‡

:

1. Perjanjian harus berkarakter internasional (an international agreement),

sehingga tidak mencakup perjanjian- perjanjian berskala nasional.

2. Perjanjian harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by

subject of international law). sehingga tidak mencakup perjanjian yang

sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subyek hukum

internasional.

3. Perjanjian tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international

law) yang oleh Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional disebut dengan “diatur dalam hukum internasional serta

menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”. Perjanjian yang

tunduk pada hukum perdata tidak mencakup kriteria ini.

Dalam pembahasan mengenai “governed by international law” yang

sering menimbulkan kerancuan, maka komisi Hukum International (International

Law Committee) yang membuat konvensi tersebut menjelaskan lebih lanjut bahwa

††††††††

Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kedua,

Cetakan ke-1, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 117. ‡‡‡‡‡‡‡‡

Damos Dumoli Agusman. Hukum Perjanjian Internasional (Kajian Teoritis dan Praktik

Indonesia). (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

25

suatu dokumen dikatakan “governed by international law” jika memenuhi dua

unsur, yaitu:

a. Adanya maksud menciptakan kewajiban dan hubungan hukum

(intended to create obligations and legal relations). there may be

agreements whilst concluded between States but create no obligation

and legal relations.§§§§§§§§

b. Tunduk pada rezim hukum Internasional (Under International Law).

There may be agreement between States but subject to the local law of

one of the parties or by a private law system/conflict of law*********

.

Meskipun Komisi Hukum Internasional telah berusaha memberi

penjelasan lebih tetapi masih timbul permasalahan mengenai bagaimana sebuah

dokumen dapat dikategorikan sebagai “governed by international law”.

2. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional

Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (Statute of

International Court of Justice), menyatakan bahwa Perjanjian Internasional

adalah salah satu sumber Hukum Internasional. Hal tersebut dikarenakan banyak

kelebihan yang terdapat dalam Perjanjian Internasional untuk digunakan dalam

praktik internasional dibandingkan dengan sumber hukum lainnya, atau bisa

disebut Perjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional yang

utama. Penempatan perjanjian Internasional pada posisi tertinggi hierarki yang

disebutkan dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional menjadi bukti lainnya

bahwa secara tidak langsung menyatakannya sebagai salah satu sumber hukum

terpenting. Perjanjian internasional yang dimaksud disini adalah perjanjian

§§§§§§§§

ILC Draft and Commentary on the Law of Treaties, AJIL, Vol 61, 1967 *********

Report of the ILC Special Rapporteur, 1962

Universitas Sumatera Utara

Page 35: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

26

anggora masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan mengadakan suatu akibat

tertentu yang dibuat antara negara- negara dengan negara-negara; maupun negara

dan kesatuan lainnya bukan negara; serta kesatuan-kesatuan bukan negara satu

sama lain.†††††††††

3. Sifat Perjanjian Internasional

Pengaruh suatu perjanjin internasional dalam memberikan arahan

terhadap pembentukan kaidah-kaidah hukum internasional tergantung kepada sifat

dari perjanjian internasional yang bersangkutan. Agar lebih mudah

mengidentifikasinya, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian Internasional yang membuat hukum (Law Making Treaties)

Perjanjian internasional yang membuat hukum ini menetapkan aturan-

aturan yang berlaku secara universal dan bersifat umum. Ketentuan-ketentuan dari

perjanjian internasional tersebut menjadi sumber hukum internasional, namun

beda halnya dengan perjanjian internasional yang berbentuk kontrak karena hanya

mengikat pihak-pihak diantaranya saja.

Perjanjian internasional yang membuat hukum ini pada hakikatnya tidak

dapat menjadi suatu ketentuan yang memuat kaidah hukum internasional yang

berlaku secara menyeluruh. Pembagian perjanjian-perjanjian internasional yang

membuat hukum terbagi menjadi:

a. Memuat kaidah-kaidah hukum internasional yang universal

b. Menetapkan kaidah-kaidah umum

†††††††††

Frams E. Likadja, Desain Konstruksional Dasar Hukum Internasional, (Jakarta:

Ghlm.ia,1988) hlm. 102.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

27

Penggunaan istilah law making treaties yang digunakan di berbagai

perjanjian internasional ini tidak sepenuhnya menetapkan kaidah-kaidah hukum

seperti kewajiban-kewajiban kontraktual yang harus ditaati negara pesertanya.

2. Perjanjian Internasional berupa Kontrak (Treaty Contract)

Perjanjian Internasional berupa kontrak merupakan perjanjian yang

dibuat antara dua atau beberapa negara yang menyetujui atau memiliki satu

pandangan yang sama terhadap satu permasalahan khusus yang menyangkut

negara-negara yang bersangkutan. Perjanjian berupa kontrak ini tidak serta merta

menjadi sumber hukum internasional, namun diantara pesertanya dapat menjadi

hukum yang khusus maka digunakan istilah konvensi-konvensi khusus yang

terdapat dalam pasal 38 ayai (1) (a) Statuta International Court of Justice.‡‡‡‡‡‡‡‡‡

4. Bentuk dan Istilah Perjanjian Internasional

Bentuk – bentuk utama dari perjanjian Internasional antara lain adalah

sebagai berikut : §§§§§§§§§

1. Perjanjian Internasional yang dibuat oleh kepala-kepala negara selaku

pemegang kedaulatan negara.

2. Perjanjian Internasional yang dibuat antar pemerintah. Dalam praktik

digunakan untuk perjanjian yang bersifat non-politis.

3. Perjanjian Internasional yang dibuat antar negara secara tegas atau implisit.

4. Perjanjian dapat dirundingkan dan ditandatangani di antara menteri negara

terkait, yang biasanya diwakilkan oleh Menteri Luar Negeri.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Jilid 1, (An Introduction to International

Law), diterjemahkan oleh Bambang Iriana, cet. kesepuluh , (Jakarta: Sinar Grafika,1992), hlm. 55. §§§§§§§§§

J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional Jilid 2, (An Introduction to International

Law), diterjemahkan oleh Bambang Iriana, cet. kedua, (Jakarta: Sinar Grafika,1992), hlm. 585.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

28

5. Dapat berupa perjanjian antar departemen yang diwakili oleh wakil

departemen pemerintah khusus.

Dalam perkembangan perjanjian internasional dari waktu ke waktu,

muncul berbagai istilah atau terminologi yang digunakan berbagai pihak untuk

menyatakan perjanjian internasional. Namun perbedaan istilah yang digunakan

tidak akan menimbulkan perbedaan yuridis, baik secara formil maupun materil

dalam perjanjian tersebut. Pada penyusunan Konvensi Wina 1969 Komisi Hukum

Internasional melihat tidak ada artinya melakukan pembedaan penamaan tersebut

sehingga hanya digunakan istilah treaty. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Komisi Hukum Internasional menyatakan bahwa perbedaan yuridis dari berbagai

perjanjian internasional tidak ditntukan oleh nomenklatur melainkan ditentukan

oleh materi dari perjanjian itu sendiri. **********

Berikut adalah berbagai terminologi yang sering digunakan untuk

menyatakan perjanjian internasional:

1. Perjanjian Internasional atau Traktat (Treaty)

Treaty memiliki pengertian baik secara umum maupun khusus. Dalam

arti umum, treaty memiliki pengertian yaitu mencakup segala hal yang ada dalam

perjanjian internasional itu sendiri, baik subyek yang terlibat, substansi, dan

ketertarikan perjanjian internasional tersebut terhadap hukum internasional.

2. Konvensi (Convention)

Jika dilihat dari ketentuan Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional

menyebutkan convention sebagai salah satu sumber hukum internasional. Maka

**********

ILC Draft and Commentary on the Law of Treaties, Op. cit., hlm. 288.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

29

dari itu, istilah ini menyatakan konvensi memiliki kedudukan tertinggi karena

seringnya digunakan dalam praktik internasional. ††††††††††

3. Persetujuan (Agreement)

Istilah agreement sering dijumpai di perjanjian internasional yang

bersifat teknis dan administratif. Jenis perjanjian ini ruang lingkupnya relatif lebih

kecil dibandingkan perjanjian lainnya.

4. Piagam (Charter)

Istilah ini sangat erat kaitannya dengan organisasi internasional

dikarenakan dalam pembentukan sebuah organisasi internasional pembentukannya

sering menggunakan istilah charter untuk menentukan konstitusi dan dasar dari

pembentukan organisasi tersebut.

5. Kovenan (Covenant)

Penggunaan istilah covenant dalam pembentukan perjanjian

internasional, hampir sama dengan istilah charter yakni erat kaitannya dengan

perjanjian internasional yang kemudian dijadikan sebagai konstitusi bagi suatu

organisasi internasional.

6. Deklarasi (Declaration)

Deklarasi dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengumuman. Pada

umumnya isi dari deklarasi merupakan kesepakatan antara para pihak yang masih

bersifat umum dan berisi tentang hal-hal yang merupakan pokok saja‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

.

††††††††††

Ibid, hlm. 91. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid,. hlm. 29.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

30

7. Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding)

Perjanjian ini mengatur pelaksanaan teknik operasional suatu perjanjian

induk, sepanjang materi yang diatur bersifat teknik, MoU dapat berdiri sendiri dan

tidak memerlukan adanya perjanjian induk.

8. Protokol (Protocol)

Protokol sendiri terdapat beberapa jenis yaitu protocol of signature,

optional protocol, dan protocol based on a framework treaty§§§§§§§§§§

, yang

keseluruhannya bersifat perjanjian tambahan bagi ketentuan yang belum diatur

dalam perjanjian utamanya.

9. Statuta (Statute)

Istilah statuta sering digunakan untuk perjanjian internasional yang

dijadikan sebagai konstitusi suatu organisasi internasional yang hampir serupa

dengan istilah charter.

10. Pertukaran Nota (Excghange of Notes)

Exchange of Notes adalah suatu pertukaran penyampaian atau

pemberitahuan resmi posisi pemerintah masing-masing Negara yang telah

disetujui bersama mengenai suatu masalah tertentu. Instrumen bisa menjadi suatu

perjanjian itu sendiri jika para pihak bermaksud untuk itu, yang dikenal dengan

istilah Exchange of Notes.

11. Modus Vivendi

Istilah ini kerap digunakan sebagai sebuah instrumen kesepakatan yang

bersifat sementara dan informal dimana para pihak pada umumnya akan

§§§§§§§§§§

Ibid,. Hlm. 92-93.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

31

menindaklanjuti dengan mengadakan perjanjian yang lebih formal dan bersifat

permanen***********

.

5. Tahap-tahap Pembuatan Perjanjian Internasional

Dalam pembuatan suatu perjanjian internasional, terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut :

1. Perundingan

Langkah pertama yang harus ditempuh suatu negara saat hendak

melakukan sebuah negosiasi adalah mengutus wakil-wakil untuk melakukan

negosiasi. Wakil-wakil yang dikirimkan sebuah negara untuk melakukan

perundingan harus memenuhi kriteria yang dimuat dalam Konvensi Wina 1969

Pasal 7, negara dapat menunjuk seseorang yang ditunjuk untuk mewakili negara

tersebut dalam tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional dengan membuat

surat kuasa penuh (full powers). Surat kuasa penuh tidak diperlukan apabila dari

praktek negara yang berunding mereka harus menganggap orang yang

bersangkutan sebagai mewakili negara pengirim dan melepaskan surat kuasa

penuh (Pasal 7 Konvensi Wina 1969). Pada ayat 2 menyatakan bahwa (a) Kepala

Negara, kepala pemerintahan dan menteri luar negeri; (b) kepala perwakilan

diplomatik dalam rangka mengadopsi perjanjian antara Negara pengirim dan

negara penerima misi diplomatik; (c) Perwakilan Negara pada suatu konfrensi

internasional, organisasi internasional dan organnya dalam rangka mengadopsi

***********

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

32

perjanjian hasil konferensi, perjanjian dalam organisasi internasional dan

organnya dalam rangka mengadopsi perjanjian hasil konferensi, perjanjian dalam

organisasi internasional dan organnya; tidak memerlukan surat kuasa penuh.

Dalam konferensi diplomatik yang diadakan untuk membuat instrumen

multilateral, dipakai prosedur yang berbeda. Pada awal acara dilakukan

pengangkatan Komite tentang Kuasa Penuh (Committee of Full Powers) untuk

memberikan laporan umum kepada konferensi mengenai sifat surat kuasa penuh

yang dimiliki setiap wakil pada konferensi tersebut. Namun dalam prakteknya,

Komite ini tidak pernah menuntut diserahkannya instrumen-instrumen resmi

kuasa penuh tapi kadang-kadang untuk sementara menerima surat-surat

kepercayaan (credentials)†††††††††††

.

Dalam melakukan perundingan, para wakil negara tetap memelihara

hubungan dengan pemerintahannya dan pada setiap tahap dapat mengadaan

konsultasi dengan pemerintah negara pengirimnya.

2. Penandatanganan

Untuk menyatakan persetujuan mengenai mengikatnya sebuah perjanjian

internasional dibuatlah sebuah prosedur penandatangan tanpa ratifikasi apabila

suatu perjanjian internasional tersebut diperlukan berlaku dalam waktu singkat.

Maka perjanjian tersebut langsung berlaku tanpa mengunggu proses ratifikasi.

Aturannya terdapat dalam Pasal 12 Konvensi Wina 1969, yaitu:

(1) Persetujuan negara untuk diikat suatu perjanjian dapat dinyatakan dalam

bentuk tandatangan wakil negara tersebut;

a. Bila perjanjian tersebut yang menyatakannya

†††††††††††

Starke, ...An Introduction to International Law, hlm. 595.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

33

b. Bila terbukti bahwa negara-negara yang berunding menyetujuinya

demikian;

c. Bila full powers wakil-wakil negara menyebutkan demikian atau

dinyatakan dengan jelas waktu perundingan.

3. Pengesahan

Pengesahan adalah sebuah ekspresi untuk terikat pada suatu perjanjian

internasional. Permasalahan yang kerap timbul mengenai pengesahan adalah

mengenai bagaimana jika dalam sebuah perjanjian internasional tidak diatur

mengenai pengesahan‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

. Penandatanganan suatu perjanjian internasional

tidak secara langsung mengikatkan suatu ikatan hukum bagi pada pihaknya.

Perjanjian tersebut harus disahkan oleh badan yang berwenang pada negaranya

masing- masing. Perbedaan antara tandatangan dan ratifikasi dinggap perlu yang

akan memungkinkan pihak berwenang memiliki treaty making power untuk

memeriksa apakah para utusan yang diutus untuk berunding tidak keluar dari

instruksi§§§§§§§§§§§

. Ratifikasi ini terdapat pada Pasal 14 Konvensi Wina 1969 :

(1) Bahwa persetujuan negara untuk diikat suatu perjanjian dinyatakan dalam

bentuk ratifikasi apabila:

a. Perjanjian tersebut mengharuskan supaya persetujuan diberikan dalam

bentuk raitifikasi.

b. Bila terbukti bahwa negara-negara yang ikut berunding setuju untuk

mengadakan ratifikasi.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Sinclair, The Vienna Convention on The Law of Treaties,Manchester : manchester

University Press, 1973. hlm 36 §§§§§§§§§§§

Ibid., hlm. 117.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

34

c. Bila utusan-utusan negara menandatangani perjanjian tersebut dengan

syarat untuk meratifikasinya kemudian, atau,

d. Full powers deligasi itu sendiri menyatakan bahwa ratifikasi

diharuskan kemudian.

Selain dengan ratifikasi, persetujuan untuk mengikatkan diri terhapat

suatu perjanjian internasional dapat dilakukan dengan cara pernyataan turut serta

(accession)************

, menerima (acceptence) atau persertujuan

(approval)††††††††††††

. Dilihat dari tahap pembentukannya, perjanjian internasional

terbagi atas:

1. Perjanjian internasional melalui dua tahap, biasanya mengenai hal-hal yang

bersifat teknis, hal-hal yang tidak begitu besar dan penting.

2. Perjanjian internasional melalui tiga tahap, dilakukan karena materi dari

perjanjian sangat penting sehingga diperlukan adanya ketelitian dan

pertimbangan yang matang sebelum menyatakan diri untuk terikat pada

perjanjian. Selain itu juga sebagai kontrol atas kepercayaan yang diberikan

pemerintah kepada utusannya dalam mewakili negara.

************

Pasal 15 Konvensi Wina tahun 1969. Aksesi adalah suatu perbuatan hukum dimana

suatu Negara yang bukan merupakan peserta asli perjanjian multilateral, menyatakan

persetujuannya untuk diikat perjanjian tersebut. ††††††††††††

Pasal 14 ayat (2) Konvensi Wina tahun 1969. Bidang internasional tidak ada perbedaan

antara ratifikasi dengan meneriman/akseptasi. Hanya ada perbedaan di bidang nasional di mana

formalitas akseptasi lebih sederhana daripada formalitas ratifikasi. Di Indonesia istilah yang

dipakai adalah ratifikasi. Demikian juga dengan istilah persetujuan/aprobasi yang berasal dari

kebiasaan internal suatu Negara.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

35

B. PERKEMBANGAN HUKUM NASIONAL INDONESIA MENGENAI

PERJANJIAN INTERNASIONAL

1. Pengertian Perjanjian Internasional dalam Hukum Nasional

Indonesia

Pengertian perjanjian internasional yang dikenal dalam berbagai lapisan

masyarakat di Indonesia sangat banyak dan beragam. Secara umum, masyarakat

memahami perjanjian internasional sebagai sebuah bentuk perjanjian yang bersifat

melintasi batas-batas negara.

Pengertian “perjanjian” yangg disebutkan dalam Pasal 11 Undang-

undang Dasar 1945 tidak mencakup perjanjian perdata antar negara. Dapat dilihat

dari penempatan pasal ini yang berada di antara Pasal 10 hingga Pasal 15, yang

pada penjelasan UUD 1945 dinyatakan bahwa kekuasan Presiden dalam pasal ini

merupakan konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai kepala negara.

Perjanjian ini berarti dimaksudkan sebagai perjanjian publik. Hal ini dikarenakan

secara kebiasaan, setiap interaksi kepala negara selalu menghasilkan perjanjian

yang terikat dan tunduk pada hukum internasional. Seluruh dokumen yang

bersifat transnasional yang diadakan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan

negara-negara lainnya, atau dengan subyek hukum internasional bukan negara

disimpan di dalam ruang perjanjiang “Treaty Room” dibawah kewenangan

Kementrian Luar Negeri.

Dalam peraturan perundang-undangan telah disebutkan defenisi

Perjanjian Internasional, yang antara lain adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

Universitas Sumatera Utara

Page 45: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

36

Pasal 1 ayat (3) memberi defenisi perjanjian internasional, yaitu :

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan

apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis

oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara,

organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta

menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia

yang bersifat hukum publik.”‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

b. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional

Pada undang-undang ini dalam Pasal 1 ayat (1), perjanjian internasional

diartikan sebagai: “Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan

nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis

serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”§§§§§§§§§§§§

Dari dua undang-undang di atas dapat dengan dimengerti bagaimana

pengertian dari perjanjian internasional. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, implementasi perjanjian

internasional di Indonesia telah menunjukkan konsistensinya meskipun masih

terdapat banyak kesulitan dalam menentukan perbedaan yang berkaitan dengan

istilah “governed by international law”. Dikarenakan kesulitan itu semua

dokumen yang dibuat oleh Pemerintah RI dengan subyek hukum internasional

lain masih dianggap sebagai perjanjian internasional sekalipun secara hakikatnya

tunduk pada hukum nasional yang tidak menciptakan kewajiban atau hubungan

hukum. Dalam pelaksanaannya, ada ditemukan perjanjian yang bersifat

administratif yang dibuat oleh Kementrian Indonesia dengan Kementrian Negara

sahabat, termasuk fokus kita pada penulisan ini yaitu perjanjian antara Pemerintah

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Indonesia, Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri, UU No. 37 Tahun 1999,

LN No. 156 Tahun 1999, TLN No. 3882, ps. 1 ayat 3. §§§§§§§§§§§§

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, UU No. 24 Tahun 2000,

LN No. 185 Tahun 2000, TLN 4012, ps. 1 ayat 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

37

daerah seperti Sister City. Perjanjian ini sering menjadi perbedaan pendapat di

kalangan akademisi mengenai statusnya sebagai suatu perjanjian internasional.

2. Perkembangan Peraturan Perundang-undangan Indonesia

mengenai Perjanjian Internasional

Indonesia sebagai anggota dari masyarakat Internasional sudah memiliki

peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum berlakunya suatu

perjanjian internasional. disebutkan dalam Pasal 11 UUD 1945 Perubahan Ketiga

(2001) dan Perubahan Keempat (2002) serta Undang-undang Nomor 24 Tahun

2000 tentang perjanjian Internasional. Jika diurutkan secara kronologisnya,

peraturan perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia sejak

kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 hingga saat ini antara lain dapat diurutkan

sebagai berikut*************

:

1. Periode 18 Agustus 1945 – 18 Desember 1949, periode pertama berlakunya

UUD 1945 sebagai periode Revolusi.

2. Periode 18 Desember 1949 – 17 Agustus 1950, periode berlakunya UUD

RIS sebagai periode Federasi.Federal.

3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959, periode berlakunya UUD Sementara

1950 sebagai periode Demokrasi Liberal.

4. Periode 5 Juli 1959 – sekarang, yakni periode Kembali ke UUD 1945

berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang dapat dibagi menjadi

subperiode yakni:

a. Sub-periode 15 Juli 1959 – 11 Maret 1966, periode Orde Lama.

b. Sub-periode 11 Maret 1966 – 16 Mei 1998 periode Orde Baru.

*************

Parthiana, Kajian Akademis (Teoritis dan Praktis) atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun

2000..., hlm. 463.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

38

Jika kita telaah secara singkat, setelah 5 Juli 1959, yaitu dimana adanya

pernyataan tidak berlakunya lagi UUDS, dikeluarkan Dekrit Presiden RI 5 Juli

1959 yang isinya menyatakan UUDS berubah menjadi UUD 1945 kembali

sehingga berlakulah kembali UUD 1945. Pada saat itulah secara langsung dasar

hukum perjanjian Internasional Indonesia kembali ke Pasal 11 UUD 1945 dengan

rumusan yang tetap tanpa adanya perubahan. Adanya perdebatan yang terjadi

mengenai sebuah frase dalam Pasal tersebut yaitu “Presiden dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat membuat perjanjian dengan negara lain”. Frase pada

pasal tersebut dianggap masih menimbulkan banyak interpretasi yang berbeda

oleh berbagai pihak dan masih kurangnya rincian lebih lanjut mengenai frase

tersebut.

Keadaan yang menjadikan perdebatan itu kemudian diambil langkah

lanjutan, dimana Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royonh (DPRGR)

mengajukan surat kepada Presiden yang isinya bertanya mengenai kejelasan dari

makna yang terkandung pada Pasal 11 UUD 1945. Kemudian, Presiden merespon

dengan dikeluarkannya surat bernomor 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960

yang materinya beirikan bahwa perjanjian-perjanjian yang harus disampaikan ke

Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan sebelumnya disahkan

oleh Presiden adalah perjanjian-perjanjian yang umunya berbentuk treaty yang

materinya berisikan hal-hal sebagai berikut :†††††††††††††

a. Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik

Negara.

†††††††††††††

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

39

b. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya sehingga mempengaruhi haluan

politik luar negeri Indonesia

c. Soal-soal yang menurut Undang-Undang Dasar atau menurut

perundangundangan kita harus diatur dengan Undang-Undang

d. Perjanjian yang mengandung materi yang lazimnya berbentuk agreement.

Hal penting lainnya yang berlangsung pada sejarah perkembangan

perjanjian Internasional di Indonesia yaitu jatuhnya kekuasaan orde barupada 16

Mei 1998 sehingga melahirkan orde reformasi yang salah satu agenda pentingnya

dalah mengamandemen UUD 1945. Salah satu obyek amandemennya adalah

Pasal 11 yang mengatur tentang perjanjian internasional. Dalam perkembangan

proses amandemen, berjalannya amandemen pertama dan kedua terhadap UUD

1945 belum mengubah isi dari Pasal 11. Namun pada amandemen selanjutnya,

yaitu amandemen ketiga (2001) dan keempat (2002), Pasal 11 menjadi salah satu

pasal yang diubah‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

. Pelaksanaan dari peraturan perundangan-undangan

Pasal 11 UUD 1945, setelah kurang lebih empat puluh lima tahun kemudian, yang

merupakan dasar awalnya yaitu Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22

Agustus 1260 selanjutnya diwujudkan dalam bentuk Undang-undang, yaitu

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang

secara umum berlaku pada tanggal 23 Oktober 2000.

Berikut adalah beberapa alasan dibuatnya UU Perjanjian Internasional,

yakni sebagai berikut :

1. Ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional yang

diatur oleh Pasal 11 UUD 1945 terlalu ringkas.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

40

2. Tidak adanya ketentuan hukum yang jelas selama hampir 50 tahun

mengakibatkan terjadinya kontroversi dan tidak terkoordinasinya secara baik

pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional yang tentu pada akhirnya

akan merugikan kepentingan bangsa dan pembangunan hukum nasional di

Indonesia.

3. Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960, yang digunakan sebagai pedoman

untuk membuat dan mensahkan perjanjian internasional sudah tidak sesuai

dengan semangat reformasi karena bukan suatu produk hukum yang sesuai

dengan hukum tata negara di Indonesia yang lebih tegas, jelas dan mengikat.

4. Adanya peningkatan dan intensitasi pembuatan perjanjian internasional yang

dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan negara manapun ataupun

dengan organisasi dan subyek hukum internasional lainnya sebagai akibat dari

perkembangan zaman.

Pada awalnya, tahapan pembuatan dan pengesahan perjanjian

internasional hanya diatu dalam beberapa pasal dalam bab III Rancangan Undang-

undang (RUU) tentang Hubungan Luar Negeri. Lalu Kementrian Luar Negeri

menyatakan bahwa hal-hal terkait Perjanjian Internasional perlu diatur dalam

RUU tersendiri sehingga RUU mengenai Hubungan Luar Negeri yang sudah

diinventarisir di Sekretariar Kabinet ditarik kembali guna direvisi sebelum

kembali diajukan ke DPR-RI. Pada revisi tersebut, semua pembahasan mengenai

perjanjian internasional yang awalnya direncanakan akan dibubuhkan pada Bab

III RUU Hubungan Luar Negeri diubah dengan satu pasal yang menjelaskan

bahwa seluruh hal yang terkait perjanjian internasional akan diatur dalam undang-

undang tersendiri. Kemudiaan RUU tersebut kembali dirancang oleh Kementrian

Universitas Sumatera Utara

Page 50: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

41

Luar Negeri, dan setelah rampung RUU tersebut disosialisasikan ke kalangan

universitas, akademisi, seluruh departemen dan lembaga pemerintah non

departemen lain guna menampung masukan, saran, tanggapan, usulan dan

perbaikan. Setelah ditampungnya masukan dari berbagai kalangan, RUU

disempurnakan kembali dan dirapatkan ke seluruh departemen, lembaga

pemerintah non-departemen dan kalangan universitas sebelum akhirnya dikirim

kepada Sekretaris Kabinet dan kemuadian disampaikan kepada DPR-RI.

RUU tersebut kemudian dibahas di DPR-RI dengan penyempurnaan dan

perubahan yang akhirnya berhasil diundangkan oleh Pemerintah Republik

Indonesia pada tanggal 23 Oktober 2000 sebagai Undang-undang Nomor 24

Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

42

BAB III

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBUAT

PERJANJIAN INTERNASIONAL

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Indonesia adalah negara berbentuk kesatuan yang terdesentralisasi. Di

dalam konstitusinya, Indonesia mengarahkan mengenai bentuk Negara Kesatuan

Republik Indonesia kepada sistem desentralisasi dalam pelaksanaann

pemerintahannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 jo. Pasal 37 ayat

(5), dan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945. Pasal 1 ayat (3) berbunyi, “Negara

Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik§§§§§§§§§§§§§

.

Pada pasal 37 ayat (5) UUD 1945 berbunyi, “Khusus mengenai bentuk

negara kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan

perubahan”**************

. Kemudian pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945

berbunyi,”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dam kota, yang tiap-tiap

provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur

dengan undang-undang.”††††††††††††††

Berdasarkan ketentuan pada pasal-pasal

tersebut dalam disimpulkan bahwa UUD 1945 tidak memandang sentralisasi dann

desentralisasi sebagai dikotomi melainkan sebuah kontinum.

Undang-undang yang saat ini berlaku dalam hal mengatur pemerintahan

daerah adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

§§§§§§§§§§§§§

Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, pasal 1 (ayat) 3. **************

Ibid., pasal 37 (ayat) 5. ††††††††††††††

Ibid., pasal 18 (ayat) 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

43

Daerah. Pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan “Negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah

kabupaten dan kota‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

.” Kemudian pada pasal 3 ayat (1) disebutkan

“Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan

Daerah.”§§§§§§§§§§§§§§

Berdasarkan ketentuan pada pasal-pasal tersebut, maka baik

yang terdapat pada UUD 1945 maupun di Undang-undang No. 23 Tahun 2014

dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang

terdesentralisasi. Hal ini ditandai dengan adanya pemerintahan daerah

sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 dan Undang-undang No. 23 tahun

2014.

Eksistensi pemerintahan daerah sangat krusial bagi kehidupan suatu

negara layaknya Indonesia yang memiliki wilayah luas, penduduk yang beragam

dengan jumlah yang cukup besar, keberagaman dalam berbagai hal, baik

kehidupan sosial, budaya maupun keberagaman dalam kondisi geografis tiap-tiap

wilayahnya. Pemerintah Daerah diharapkan untuk dapat berperan sebagai

pembantu dari tugas pemerintah dalam menjalankan pemerintahan.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No.23 Tahun 2014,

LN No. 244 Tahun 2014, TBLN No 5587, Pasal 2 ayat (1) §§§§§§§§§§§§§§

Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No.23 Tahun 2014,

LN No. 244 Tahun 2014, TBLN No 5587, Pasal 3 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 53: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

44

1. Pengertian Desentralisasi, Otonomi Daerah dan Pemerintah Daerah

Kegiatan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah ini

berasal dari pembagian atau distribusi kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah.

Hal ini diistilahkan sebagai desentralisasi. Menurut Undang-undang Nomor 23

tahun 2014, Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh

pemetintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.***************

Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah

berdasarkan otonomi daerah.†††††††††††††††

Desentralisasi berasal dari istilah asing,

yaitu Decentralization. Dalam kamus bahasa Inggris, konsep decentralization

memiliki arti yang bervariasi.

Defenisi otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

. Sedangkan daerah otonom atau yang selanjutnya disebut

daerah memiliki pengertian sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakay setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. §§§§§§§§§§§§§§§

***************

Ibid., Pasal 1 butir 8 †††††††††††††††

Ibid., Pasal 1 butir 7 ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., Pasal 1 butir 6 §§§§§§§§§§§§§§§

Ibid., Pasal 1 butir 12

Universitas Sumatera Utara

Page 54: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

45

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan dewanperwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945****************

. Sedangkan

pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah otonom††††††††††††††††

.

2. Desentralisasi dalam Negara Kesatuan

Pembagian kekuasaan pemerintahan secara vertikal yang melahirkan

desentralisasi dan otonomi daerah, pada hakikatnya merupakan komplementer

(pelengkap) dari pembagian kekuasaan secara horizontal yang melahirkan

kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif. Dalam negara kesatuan,

desentralisasi diselenggarakan oleh Pemerintah (Pusat), dimana kewenangan yang

dimiliki oleh pemerintah daerah merupakan sisa dari kewenangan yang dimiliki

oleh Pemerintah (pusat).

Desentralisasi memperlihatkan bahwa adanya pola hubungan

kewenangan antar organisasi. Sekalipun hubungan antara local government

dengan Pemerintah merupakan hubungan antar organisasi, local government atau

dengan kata lain disebut daerah otonom merupakan ciptaan pemerintah. Maka

itulah, daerah otonom keberadaannya dependent dan sub-ordinate terhadap

Pemerintah, sehingga akan menghasilkan pola hubungan kewenangan intra

organisasi. Secara konsepnya, desentralisasi oleh para pakar administrasi publik

****************

Ibid., Pasal 1 butir 2 ††††††††††††††††

Ibid., Pasal 1 butir 3

Universitas Sumatera Utara

Page 55: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

46

sering dipandang sebagai instrumen yang hendak dicapai untuk tujuan tertentu.

Tujuan tersebut umumnya tertulis dalam kebijakan nasional, peraturan perundang-

undangan, atau pernyataan-pernyataan politik dari politik nasional mengenai

desentralisasi. Hal ini dikarenakan tujuan tersebut bersifat filosofi dalam

penyelenggaraan desentralisasi suatu negara, sehingga seringkali dikarenakan

banyaknya tujuan yang hendak dicapai melalui desentralisasi, tiap negara

membuat skala prioritas dalam pelaksanaan pemerintah daerahnya masing-

masing.

3. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah

Menurut Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, dalam pelaksanaannya kekuasaan pemerintahan tertinggi menurut Pasal 5

ayat (1) adalah Presiden Republik Indonesia. Kekuasaan tersebut kemudian akan

diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan. Pemerintah pusat melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

daerah‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

. Presiden memegang tanggung jawab akhir atas

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat

dan daerah§§§§§§§§§§§§§§§§

.

Penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi dan kabupaten/kota terdiri

atas*****************

; Kepala Daerah, DPRD dan dibantu perangkat daerah. Dalam

penyelenggaraan nya, pemerintah daerah wajib berpedoman pada asas

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No.23 Tahun 2014,

LN No. 244 Tahun 2014, TBLN No 5587, Pasal 7 ayat (1) §§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid. Pasal 7 ayat (2) *****************

Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah ,UU No. 9 Tahun 2015, LN No. 58, TBLN No.5679. Pasal 57

Universitas Sumatera Utara

Page 56: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

47

penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas†††††††††††††††††

: (a)

kepastian hukum; (b) tertib penyelenggara negara; (c) kepentingan umum; (d)

keterbukaan; (e) proporsionalitas; (f) profesionalitas; (g) akuntabilitas; (h)

efisiensi; (i) efektivitas ; dan (j) keadilan.

Secara garis besar, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi

urusan pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni; urusan pemerintahan absolut,

urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Urusan Pemerintahan Absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat§§§§§§§§§§§§§§§§§

. Urusan pemerintahan

konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan

Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota******************

. Urusan

pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Presiden sebagai kepala pemerintahan††††††††††††††††††

.

Sebagai salah satu unsur dari penyelenggaran urusan pemerintahan,

pemerintah daerah memiliki tugas dan fungsi di dalam berbagai bidang. Berikut

beberapa bidang yang merupakan capaian bagi pemerintah daerah menurut

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 yaitu Urusan pemerintahan absolut

pemerintah meliputi (a) politik luar negeri; (b) pertahanan; (c) keamanan; (d)

kemanan; (d) yustisi; (e) moneter dan fiskal nasional; dan (f)

agama‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

. Dalam penyelenggaraan urusan tersebut di atasm

pemerintah pusat dapat (a) melaksanakan sendiri ; (b) melimpahkan wewenang

†††††††††††††††††

Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah ,UU No. 9 Tahun 2015, LN No. 58, TBLN No.5679. Pasal 58. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No.23 Tahun 2014,

LN No. 244 Tahun 2014, TBLN No 5587. pasal 9 ayat (1) §§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid., pasal 9 ayat (2) ******************

Ibid., pasal 9 ayat (3) ††††††††††††††††††

Ibid., pasal 9 ayat (4) ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., pasal 10 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 57: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

48

kepada instansi Vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi§§§§§§§§§§§§§§§§§§

.

Selain urusan pemerintah absolut, terdapat urusan pemerintahan

konkuren. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah

terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan

pilihan*******************

. Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud

terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan

Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan

Dasar†††††††††††††††††††

yang berpedoman pada standar pelayanan minimal yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain, pemerintah daerah baik

provinsi atau kabupaten/kota wajib memprioritaskan 6 (enam) urusan pelayanan

dasar meliputi‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

:

a. Pendidikan;

b. Kesehatan;

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;

e. Ketentraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan

f. Sosial;

§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid., pasal 10 ayat (2) *******************

Ibid., pasal 11 ayat (1) †††††††††††††††††††

Ibid., pasal 11 ayat (2) ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., pasal 12 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 58: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

49

Sedangkan urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan

Pelayanan Dasar, meliputi§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

:

a. Tenaga kerja;

b. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

c. Pangan;

d. Pertanahan;

e. Lingkungan hidup;

f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;

h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;

i. perhubungan;

j. komunikasi dan informatika;

k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;

l. penanaman modal;

m. kepemudaan dan olah raga;

n. statistik;

o. persandian;

p. kebudayaan;

q. perpustakaan; dan

r. kearsipan

Sedangkan urusan pemerintahan Pilihan, meliputi********************

:

a. kelautan dan perikanan;

b. pariwisata;

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid., pasal 12 ayat (2) ********************

Ibid., pasal 12 ayat (3)

Universitas Sumatera Utara

Page 59: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

50

c. pertanian;

d. kehutanan;

e. energi dan sumber daya mineral;

f. perdagangan;

g. perindustrian; dan

h. transmigrasi.

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan

daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksudkan di atas

didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta

kepentingan strategis nasional††††††††††††††††††††

. Berdasarkan prinsip sebagaimana

dimaksud dalam pembagian pemerintahan konkuren, kriteria urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah provinsi adalah‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

:

a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;

b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;

c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah

kabupaten/kota; dan/atau

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila

dilakukan oleh Daerah Provinsi. Selain itu, kriteria urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah kabupaten/ kota meliputi§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

:

a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;

b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;

c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam

Daerah kabupaten/kota; dan/atau

††††††††††††††††††††

Ibid., pasal 13 ayat (1) ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., pasal 13 ayat (3) §§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid., pasal 13 ayat (4)

Universitas Sumatera Utara

Page 60: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

51

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien

apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Daerah dalam

menetapkan kebijakan Daerah wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur,

dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan

konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi diselenggarakan:

a. sendiri oleh Daerah provinsi;

b. dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas

Pembantuan; atau

c. dengan cara menugasi Desa.

Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota

berdasarkan asas Tugas Pembantuan. Tugas pembantuan adalah penugasan

pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemeritnah

daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Pada pasal

236 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 disebutkan bahwa “untuk menyelenggarakan

otonomi daerah dan tugas pembantuan, daerah membentuk

perda*********************

”.

B. KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBUATAN

PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT PERUNDANG -

UNDANGAN DI INDONESIA

*********************

Ibid., pasal 236 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara

Page 61: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

52

1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

Kewenangan Pemerintah Daerah dalam pembuatan perjanjian

internasional dengan jelas disebutkan dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun

1999 tentang Hubungan Luar Negeri pada Pasal 1 ayat 1, yang berbunyi

,”Hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional

dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah,

atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik,

lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.”†††††††††††††††††††††

Pasal tersebut di atas menyatakan bahwa salah satu pelaku setiap

kegiatan terkait aspek regional dan internasional salah satunya adalah Pemerintah

Daerah. Pemerintah Daerah dalam hal mengadakan hubungan luar negeri harus

memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang disebutkan dalam Keputusan

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.09/A.KP/XII/2006/01,

yakni:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Dengan negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Negara

Indonesia dan dalam rangka Kesatuan Negara Republik Indonesia.

2. Sesuai dengan bidang kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan nasional republik Indonesia.

3. Mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPRD)

4. Tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan dalam negeri

5. Tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam negeri masing-masing

negara.

†††††††††††††††††††††

Indonesia, Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri, UU No.37 tahun

1999, LN No.156 tahun 1999, pasal 1 (ayat) 1. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Indonesia, Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor

SK.09/A.KP/XII/2006/01

Universitas Sumatera Utara

Page 62: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

53

6. Berdasarkan asas persamaan hak dan tidak saling memaksakan kehendak

7. Memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, pemberian manfaat dan

saling menguntungkan bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat

8. Mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan nasional dan

daerah serta pemberdayaan masyarakat

Kemudian pada Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 yang

berbunyi, “Presiden dapat menunjuk pejabat negara selain Menteri Luar Negeri,

pejabat pemerintah, atau orang lain untuk menyelenggarakan Hubungan Luar

Negeri di bidang tertentu”§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Di pasal ini dijelaskkan Presiden

dapat menunjuk pejabat negara selain Menteri Luar Negeri dalam hal mengadakan

Hubungan Luar Negeri. Disebutkan pada Pasal 7 ayat (1) dijelaskan kembali

penunjukan perjabat yang dilakukan Presiden ini sebagaimana yang dimaksudkan

pada Pasal 7 ayat (1) harsu dengan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan

Menteri Luar Negeri.

Tata cara koordinasi dengan Menteri sebagai pelaksana hubungan dan

politik luar negeri, dengan tujuan melindungi segala kepentingan nasional dan

memberikan arahan agar setiap pembuatan perjanjian internasional nantinya tidak

bertentangan dengan ketentuan kebijakan politik luar negeri Republik Indonesia.

Selain itu, Menteri Luar Negeri harus memastikan tata cara pelaksanaannya

dengan pedoman yangg ditetapkan dalam Undang-undang mengenai Perjanjian

Internasional. Tata cara koordinasi dalam hal ini dapat dilakukan dengan rapat

antar departemen atau dengan komunikasi secara surat-menyurat antara lembaga-

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Indonesia, Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri,

UU No.37 tahun 1999, LN No.156 tahun 1999 Pasal 7 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 63: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

54

lembaga dengan departemen Luar Negeri untuk meminta pandangan politis dan

yuridis mengenai rencana pembuatan perjanjian internasional.**********************

Pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 menyatakan bahwa

Lembaga Negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun departemen,

yang memili rencana untuk membuat suatu perjanjian internasional, pertama-tama

harus melakukan konsultasi mengenai rencana tersebut dengan koordinasi dengan

Menteri. Namun pada Pasal 14 disebutkan bahwa Pejabat lembaga pemerintah,

baik departemen maupun nondepartemen, yang akan menandatangani perjanjian

internasional yang diadakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan

Pemerintah negara lain, organisasi internasional atau subyek hukum internasional

lainnya, harus mendapat surat kuasa dari Menteri. Surat yang dimaksud disini

adalah surat kuasa penuh atau Full Powers sebagaimana kita ketahui di dalam

perjanjain internasional mengenai wakil yang berhak mewakilkan suatu negara

dalam hal mengadakan sebuah perjanjian internasional. Dengan adanya pemberian

sutrat kuasa penuh atau full powers maka dalam penandatanganan sebuah

perjanjian menjadi atas nama Pemerintah Indonesia.

2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional

Salah satu bukti dari sudah terjadinya hubungan luar negara satu negara

atau dengan negara lainnya, atau dengan subyek hukum internasional bukan

negara lainnya adalah umumnya terbentuk suatu kesepakatan yang dalam hal ini

diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional. Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-

undang Nomor 2000 tentang Perjanjian Internasional berbunyi “Lembaga negara

**********************

Agustinus Supriyanto dan Andi Sandi ATT, Pengembangan Potensi Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Melalui Kerja sama Sister Province, Mimbar Hukum Universitas

Gajah Mada (Mei 2001) hlm. 128.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

55

dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, ditingkat

pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian

internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai

rencana tersebut dengan Menteri.”††††††††††††††††††††††

Pada pasal tersebut, yang

dimaksud dengan Menteri dalam hal ini adalah Menteri yang bertanggung jawab

di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri seperti apa yang disebutkan

dalam Pasal 1 ayat 9. Undang-undang tentang perjanjian internasional ini menjadi

acuan dasar untuk menciptakan one door policy dalam mekanisme pembuatan dan

pengesahan perjanjian internasional, termasuk dalam hal pembuatan perjanjian

sister city. Yang dimaksud dengan one door policy adalah peranan dari

Kementrian Luar Negeri dalam memberikan pandangan politis dan yuridis

mengenai rencana pembuatan perjanjian internasional.

Selain hal yang disebutkan di atas, dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-

undang tentang Perjanjian Internasional disebutkan‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

:

“...Pemerintah Republik Indonesia dapat membuat perjanjian internasional

yang berlaku setelah penandatangan atau pertukaran dokumen

perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara-cara lain sebagaimana

disepakati oleh para pihak pada perjanjian tersebut”

Dalam penjelasan Pasal 15 ayat 1 ini dikatakan bahwa:

“Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan adanya pengesahan

dalam pemberlakuan perjanjian tersebut dan memuat materi yang bersifat

teknis atau merupakan pelaksanaan teknis atas suatu perjanjian induk, dapat

langsung berlaku setelah penandatangan, pertukaran dokumen

perjanjian/nota diplomatik atau setelah melalui cara-cara lain sebagaimana

disepakati para pihak pada perjanjian internasional. Perjanjian yang

termasuk dalam kategori tersebut di antaranya adalah perjanjian yang secara

teknis mengatur kerja sama di bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata,

††††††††††††††††††††††

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, UU No.24 tahun

2000, LN No.185 tahun 2000, pasal 1 (ayat) 1. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, UU No.24 tahun

2000, LN No.185 tahun 2000, pasal 15 (ayat) 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

56

penerangan, kesehatan, keluarga berencana, pertanian, kehutanan, serta

kerja sama antarpropinsi dan antarkota.”

Dari penjelasan Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Perjanjian Internasional

itu disebutkan adanya frasa “kerjasama provinsi dan antarkota” dan perjanjian

kerjasama tersebut merupakan perjanjian internasional yang dibuat oleh

pemerintah daerah.

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Tidak hanya dalam Undang-undang Hubungan Luar Negeri dan Undang-

undang Perjanjian Internasional saja yang memuat ketentuan tentang kewenangan

pemerintah daerah dalam mengadakan hubungan luar negeri dan perjanjian

internasional, tetapi juga Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah juga menyebutkan hal tersebut. Pasal 10 ayat 1 yang

menyatakan bahwa Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (2) meliputi: a. Politik luar negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d.

Yustisi; e. Moneter dan Fiskal nasional; dan f. Agama. Dari penjelasan pasal di

atas, yang dimaksud dengan “urusan politik luar negeri” adalah mengangkat

pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan

lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian

dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan

sebagainya. Hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kewenangan pemerintahan

absolut, yang menurut Pasal 10 ayat 2 huruf a adalah Pemerintah Pusat. Namun

pada Pasal 10 ayat 2 huruf b dinyatakan pula kewenangan ini dapat diturunkan ke

Pemerintahan Daerah sebagai wakil Pemerintah pusat.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

57

Pernyataan tersebut berarti bahwa pemerintah daerah dalam hal urusan

pemerintahan absolut mengenai politik luar negeri yang salah satunya

menyebutkan tentang perjanjian internasional diperbolehkan untuk diadakan oleh

pemerintah daerah namun dalam halnya berkedudukan sebagai wakil dari

pemerintah pusat.

Pada Pasal 101 ayat 1 huruf f Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah disebutkan DPRD Provinsi mempunyai tugas dan

wewenang yaitu memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah

Daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di Daerah provinsi

Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional di Daerah provinsi” dalam

ketentuan ini adalah perjanjian antara Pemerintah Pusat dan pihak luar negeri

yang berkaitan dengan kepentingan Daerah provinsi. Kemudian pada Pasal 101

ayat 1 huruf g menyatakan tugas DPRD Provinsi lainnya yakni memberikan

persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah provinsi. Sedangkan yang dimaksud dengan ”kerja sama

internasional” dalam ketentuan ini adalah kerja sama antara Pemerintah Daerah

provinsi dan pihak luar negeri yang meliputi kerja sama provinsi ”kembar” (sister

city), kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama penerusan

pinjaman/ hibah, kerja sama penyertaan modal, dan kerja sama lainnya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 154 ayat 1 huruf f dan g Undang-undang No 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah,DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan

wewenang yaitu (f) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah

Daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian international di Daerah (g)

Universitas Sumatera Utara

Page 67: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

58

memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan

”perjanjian internasional di Daerah kabupaten/kota” dalam ketentuan ini adalah

perjanjian antara Pemerintah Pusat dan pihak luar negeri yang berkaitan dengan

kepentingan Daerah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan ”kerja sama

internasional” dalam ketentuan ini adalah kerja sama Daerah ntara Pemerintah

Daerah kabupaten/kota dan pihak luar negeri yang meliputi kerja sama

kabupaten/kota ”kembar” (sistercity), kerja sama teknik termasuk bantuan

kemanusiaan, kerja sama penerusan pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan

modal, dan kerja sama lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 363 menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada pertimbangan

efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. Kerja sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Daerah dengan: a.

Daerah lain; b. pihak ketiga; dan/atau c. lembaga atau pemerintah daerah di luar

negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kerja sama

dengan Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikategorikan

menjadi kerja sama wajib dan kerja sama sukarela. Pada pasal ini menyatakan

bahwa pemerintah boleh saja mengadakan perjanjian internasional selama maksud

dan tujuan serta tata caranya tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia.

Pasal 367 Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

yang menyatakan bahwa Kerja sama Daerah dengan lembaga dan/atau pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Page 68: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

59

daerah di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 ayat (2) huruf c

meliputi: a. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. pertukaran

budaya; c. peningkatan kemampuan teknis dan manajemen pemerintahan; d.

promosi potensi Daerah; dan e. kerja sama lainnya yang tidak bertentangan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kerja sama Daerah dengan

lembaga dan/atau pemerintah daerah di luar negeri sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Pemerintah Pusat. Kerja sama

Daerah dengan lembaga dan/atau pemerintah daerah di luar negeri sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan

perundangundangan.

4. Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

Disebutkan pada pasal 7 ayat (1) Undang-undang Pemerintah Aceh atau

yang disebut dengan UUPA bahwa Pemerintah Aceh dan kabupaten atau kota

berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor

publik selain yang menjadi kewenangan Pemerintah. Kewenangan Pemerintah

yang dimaksud adalah urusan pemerintahan yang bersifat nasional. Pada pasal ini

dinyatakan bahwa pemerintah Aceh baik dalam tingkat provinsi, kabupaten atau

kota diperbolehkan untuk mengurus urusan pemerintahannya disegala sektor

selain urusan pemerintah pusat. Dalam Pasal 8 UUPA dikatakan rencana

persetujuan internasional yang menyangkut tentang Pemerintah Aceh yang dibuat

pemerintah harus dilakukan dengan konsultasi dan pertimmbangan DPR Aceh

(DPRA).

Pada Pasal 9 ayat (1) dikatakan bahwa Pemerintah Aceh dapat

mengadakan kerjasama dengan lembaga atau badan di luar negeri kecuali yang

Universitas Sumatera Utara

Page 69: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

60

menjadi kewenangan Pemerintah, kemudian pada Pasal 23 dinyatakan beberapa

tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam hal

mengadakan perjanjian internasional yaitu pada huruf g dan h yang menyatakan:

(g) DPRA memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional

yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh; (h) Memberikan pertimbangan terhadap

rencana kerjasama internasional yang dibuat oleh Pemerintah yang berkaitan

langsung dengan Pemerintah Aceh.

Dari uraian di atas, tidak terdapat perbedaan yang signifikan tentang

bagaimana kewenangan suatu Daerah ataupun daerah otonomi khusus seperti

Aceh dalam mengadakan suatu perjanjian internasional. Pemerintah Aceh seperti

yang dituangkan dalam Undang-undang Pemerintah Aceh diberikan kewenangan

untuk melakukan kerjasama internasional selama perjanjian tersebut tidak

mengganggu gugat kewenangan Pemerintah Pusat.

C. PROSEDUR PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL OLEH

PEMERINTAH DAERAH

Dengan dijadikannya Daerah sebagai salah satu aktor dalam Hubungan

Luar Negeri sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang No.37 Tahun

1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-undang No.24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang

pemerintah Daerah, maka hal ini menyebabkan oemerintah daerah membutuhkan

suatu pengaturan dan panduan mengenai prosedur bagaimanakah suatu perjanjian

internasional yang dibuat oleh pemerintah daerah. Prosedur tersebut dituangkan

dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor :

09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerja

Universitas Sumatera Utara

Page 70: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

61

Sama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah. Sebagaimana yang telah disebutkan

pada Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang

terkait dengan hubungan dan kerjasama luar negeri, berdasarkan Undang-undang

No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang No.24

Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional mengatakan wajib untuk

mengkonsultasikan dan mengkoordinasikan setiap hubungan luar negeri yang

hendak dilakukan Pemerintah Daerah dengan Menteri yang berwenang, yakni

Menteri Luar Negeri.

Hubungan dan kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah harus

diselenggarakan sesuai dengan Politik Luar Negeri. Bidang-bidang hubungan dan

kerjasama luar negeri oleh Daerah yang memerlukan konsultasi dan koordinasi

dengan Departemen Luar Negeri antara lain adalah sebagai berikut :

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

a. Kerjasama ekonomi

(1) Perdagangan

(2) Investasi

(3) Ketenagakerjaan

(4) Kelautan dan Perikanan

(5) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(6) Kehutanan

(7) Pertanian

(8) Pertambangan

(9) Kependudukan

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor :

09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri

oleh Pemerintah Daerah, Butir 16.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

62

(10) Pariwisata

(11) Lingkungan hidup

(12) Perhubungan

b. Kerjasama Sosial Budaya

(1) Pendidikan

(2) Kesehatan

(3) Kepemudaan

(4) Kewanitaan

(5) Olahraga

c. Bentuk Kerjasama lain.

Departemen Luar Negeri sebagai koordinator penyelenggaraan hubungan

dan kerjasama luar negeri berperan untuk memberi saran dan pertimbangan

politis/yuridis terhadap program kerjasama yang dilaksanakan oleh Daerah

daengan badan/lembaga di luar negeri. Sedangkan departemen teknis memberikan

saran dan pertimbangan mengenai materi /substansi program

kerjasama***********************

.

Kerjasama luar negeri yang dilakukan Pemerintah Daerah harus dengan

syarat-syarat sebagai berikut :†††††††††††††††††††††††

a. Dengan negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);

b. Sesuai dengan bidang kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur

dalam perundang-undangan nasional Republik Indonesia;

c. Mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD);

***********************

Ibid., Butir 17. †††††††††††††††††††††††

Ibid., Butir 20.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

63

d. Tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan dalam negeri;

e. Tidak mengaarah pada campur tangan urusan dalam negeri masing-masing

negara;

f. Berdasarkan asas persamaan hak dan tidak saling memaksakan kehendak;

g. Memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, memberikan manfaat dan

saling menguntungkan bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat;

h. Mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan nasional dan

Daerah serta pemberdayaan masyarakat.

Kemudian terdapat pula pernyataan bahwa pelaksanaan kerjasama luar

negeri haruslah aman dari berbagai segi, antara lain :‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Politis : tidak bertentangan dengan Politik Luar Negeri dan kebijakan

Hubungan Luar Negeri Pemerintah Pusat pada umumnya.

2. Keamanan : kerjasama luar negeri tidak digunakan atau disalahguunakan

sebagai akses atau kedok bagi kegiatan asing (spionase) yang dapat

mengganggu atau mengancam stabilitas dan keaman dalam negeri.

3. Yuridis : terdapat jaminan kepastian hukum yang secara maksimal dapat

menutup celah-celah (loopholes) yang merugikan bagi pencapaian tujuan

kerjasama.

4. Teknis : tidak bertentangan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh

Departemen teknis yang terkait.

Dalam melaksanakan kerjasama, terdapat dua pihak yang terkait di

dalamnya. Yakni pihak Indonesia, yang antara lain adalah Departemen Luar

Negeri, Perwakilan RI di Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., Butir 21.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

64

teknis, Pemerintah Daerah dan Lembaga Non-Departemen di Pusat dan Daerah.

pihak lainnya adalah pihak asing yang terdiri atas Pemerintah Daerah/pemerintah

Negara Bagian, Badan/lembaga Internasional, Badan/lembaga Negara Asing,

Lembaga Non Pemerintah/Lemabaga Swadaya Masyarakat Asing dan Badan

Usaha Swasta Asing. Dalam pelaksanaan kerjasama ini, pihak-pihak terkait perlu

mempersiapkan materi kerjasama yang memuat hal-hal sebagai berikut

:§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

(1) Subyek kerjasama

(2) Maksud dan tujuan kerjasama

(3) Obyek kerjasama

(4) Ruang lingkup kerjasama dan kewenangan daerah

(5) Hak, kewajiban dan tanggung jawab

(6) Tata cara pelaksanaan

(7) Pengorganisasian

(8) Pembiayaan

(9) Penyelesaian perselisihan

(10) Perubahan (amandemen) kerjasama

(11) Jangka waktu kerjasama

(12) Keadaan memaksa (force majeur)

(13) Pemberlakuan dan pengakhiran kerjasama

Mekanisme hubungan dan kerjasama luar negeri terjadi atas prakarsa dua

pihak yang terkait yaitu prakarsa Pihak Indonesia dan Prakarsa Pihak Asing.

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid., Butir 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

65

Berikuy merupakan mekanisme hubungan dan kerjasama luar negeri atas prakarsa

Pihak Indonesia, yakni :************************

a. Pemerintah Daerah sebagai instansi pemrakarsa melakukan koordinasi

dengan Departemen Luar Negeri serta instansi terkait dan mengajukan

usulan program kerjasama yang berisi latar belakang kerjasama, tujuan,

sasaran, pertimbangan, porensi daerah, keunggulan komparatif, dan profil

pihak asing yang akan menjadi mitra kerjasama;

b. Pemerintah Daerah sebagai instansi pemrakarsa dapat mengadakan rapat

dengan mengundang Departemen Luar Negeri dan instansi terkait untuk

membicarakan usulan program tersebut;

c. Koordinasi dapat juga dilakukan melalui komunikasi resmi surat-menyurat;

d. Departemen Luar Negeri selanjutnya memberikan pertimbangan

politis/yuridis Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri sesuai dengan

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia;

e. Departemen Luar Negeri berdasarkan masukan dari Perwakilan RI

menyediakan informasi yang diperlukan dalam rangka menjalin kerjasama

dengan pihak asing;

f. Departemen Luar Negeri mengkomunikasikan rencana kerjasama denga

Perwakilan Diplomatik dan Konsuler pihak asing di Indonesia dan

Perwakilan RI di luar negeri;

g. Departemen Luar Negeri memberitahukan hasil koordinasi kerjasama

denagn Pihak Asing kepada instansi terkait di Daerah dan Perwakilan RI di

luar negeri;

************************

Ibid., Butir 24.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

66

h. Kesepakatan kerjasama antara Pihak Asing dan Daerah dituangkan dalam

bentuk Perjanjian Internasional yang lazim digunakan sesuai dengan

pertimbangan Departemen Luar Negeri. Dalam hal diperlukan Surat Kuasa

(full powers) dari Menteri Luar Negeri, dapat diberikan setelah dipenuho

persyaratan-persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

i. Departemen Luar Negeri ikut serta memantau dan melakukan evaluasi

terhadap tindak lanjut dan pelaksanaan kerjasama.

Sedangkan mekanisme Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri atas

prakarsa dari Pihak Asing, adalah sebagai berikut :††††††††††††††††††††††††

a. Setelah melalui pertimbangan politis/yuridis Departemen Luar Negeri

secara resmi menyampaikan tawaran program kerja sama dari Perwakilan

RI di Luar Negeri dan atau Pihak Asing kepada Pemerintah Daerah dan atau

instansi terkait;

b. Terhadap tawaran program kerja sama tersebut, Pemerintah Daerah secara

resmi menyampaikan tanggapan di antaranya berupa usulan program kerja

sama yang berisi latar belakang kerja sama, tujuan, sasaran, pertimbangan,

potensi Daerah, keunggulan komparatif, dan profil Daerah kepada

Departemen Luar Negeri dan Departemen Dalam Negeri serta instansi yang

terkait langsung dengan substansi dan materi kerja sama;

c. Usulan program kerja sama dibahas dalam rapat interdep yang

dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri atau instansi yang terkait

††††††††††††††††††††††††

Ibid., Butir 25.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

67

langsung dengan substansi dan materi kerja sama dengan melibatkan

Daerah;

d. Departemen Luar Negeri menyampaikan hasil rapat interdep kepada

Perwakilan RI di luar negeri dan berkoordinasi dengan Perwakilan

Diplomatik dan Konsuler pihak asing di Indonesia;

e. Departemen Luar Negeri memberitahukan hasil koordinasi kerja sama

dengan Pihak Asing kepada Instansi terkait di daerah;

f. Kesepakatan kerja sama antara Pihak Asing dan Daerah dituangkan dalam

bentuk Perjanjian Internasional yang lazim digunakan, sesuai dengan

pertimbangan Departemen Luar Negeri. Dalam hal diperlukan Surat Kuasa

(Full powers ) dari Menteri Luar Negeri, dapat diberikan setelah dipenuhi

persyaratan-persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Apabila telah terlaksananya prosedur dalam pembuatan perjanjian

internasional di atas, MoU akan dituangkan dalam bentuk tertulis untuk kemudian

ditandatangani kedua belah pihak. Maka dari itu dokumen perjanjian internasional

tersebut berlaku mengikat kedua belah pihak dan harus disepakati sesuai dengan

tanggal kesepakatan mengenai pelaksaan kerjasama yang diatur dalam perjanjian

internasional terkait. Langkah selanjutnya adalah Pemerintah Daerah wajib untuk

mengalokasikan dana yang ditimbulkan dari kerjasama terkait. Sumber dari dana

ini dapat diperoleh dari APBN, APBD ataupun sumber lainnya yang sah. Pada

tahap awal dari pelaksanaan perjanjian kerjasama dapat dibentuk tim guna

pembahasan pengelompokan prioritas program. Pelaksanaan kerjasama tersebut

nantinya akan dievaluasi secara berkala dari waktu ke waktu guna untuk melihat

apakah kerjasama yang dilakukan berjalan sesuai dengan ekspektasi dan

Universitas Sumatera Utara

Page 77: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

68

membuahkan hasil seperti yang diinginkan atau tidak. Jika pelaksanaan program

kiranya tidak berjalan sebagaimana seharusnya harus dicari permasalahannya

serta harus ada pembahasan mengenai solusi dari permasalahan tersebut dari

kedua belah pihak. Dari Pihak Indonesia diperbolehkan untuk Mendagri

mengadakan koordinasi dengan Kemenlu untuk menghentikan kerjasama dengan

berbagai alasan.

Apabila terjadi tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kepentingan

nasional atau pertentangan dengan kebijakan politikk luar negeri RI, perundang-

undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional, Menteri Luar Negeri

RI dapat mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu demi dipatuhinya

ketentuan sebagaimana yang idmaksud dalam Undang-undagn No. 37 Tahun 1999

tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang No.24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

. Apabila Daerah membutuhkan

informasi, konsultasi dan koordinasi yang berkaitan dengan Hubungan dan

Kerjasama Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri, dapat menghubungi

Departemen Luar Negeri , Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjain

Internasional.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid., Butir 26

Universitas Sumatera Utara

Page 78: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

69

BAB IV

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJASAMA

SISTER CITY ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH DENGAN

PEMERINTAH KOTA HIGASHIMATSUSHIMA

A. LATAR BELAKANG PERJANJIAN KERJASAMA SISTER CITY

(KOTA BERSAUDARA)

1. Sejarah Singkat Perkembangan Sister City

Sister City adalah jaringan diplomasi yang menimbulkan dan

mengkokohkan hubungan antara komunitas-komunitas di Amerika Serikat dan

juga di negara-negara lain, khususnya melalui pembentukan “sister cities”. Lebih

dari 2000 kota, negara bagian dan kabupaten berkerja sama dalam 136 negara di

seluruh dunia. Organiasi ini memiliki semboyan “strives to build global

cooperation at the municipal level, promote cultural understanding and stimulate

economic development”. Atau secara singkat dapat dikatakan bertujuan untuk

mempromosikan pemahaman budaya dan melakukan simulasi terhadap

perkembangan ekonomi. Sebagai organisasi resmi yang menghubungan secara

langsung yurisdiksi Amerika Serikat dengan komunitas-komunitas di seluruh

dunia. Sister City memahami, mencatat dan mengkoordinasi sister city,

kabupaten, kotamadya, prefektur desa, provinsi, daerah, negara bagian, dan

kota§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

.

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Shannon Wijayanti,”Perjanjian Sister City antara Jogjakarta dengan Kyoto”,

dalam Makalah Hukum Perjanjian Internasional, FH Univ. Katolik Atma Jaya, 2014. hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

70

Istilah kota bersaudara atau sister city banyak digunakan di Amerika

Serikat, Australia dan Asia serta kota-kota aliansi Amerika Serikat lainnya.

Sedangkan di Eropa untuk penyebutannya lebih sering digunakan istilah Twin

City atau kerjasama kota kembar. Kerjasama sister city yang pertama kali dalam

sejarah adalah di benua Eropa, yaitu antara Keighley, Yorkshire Barat (sekarang

berada di Inggris) dengan Poix-dunord, Nord, Perancis pada tahun 1920 menyusul

berakhirnya perang dunia pertama. Namun pada saat itu kerjasama yang dilakukan

belum resmi karena belum adanya penandatanganan perjanjian hingga tahun

1986. Dalam perkembangannya, pada tahun 1956, Presiden Amerika Serikat,

Dwight Eisenhower melaksanakann sebuah program yang bernama “American

Sister City Program” dimana program tersebut memacu daerah-daerah yang

berada di Amerika Serikat untuk melakukan kerjasama.*************************

Amerika Serikat sendiri memiliki sebuah wadah yang bernama “Sister

Cities International” atau sering disingkat sebagai SCI.†††††††††††††††††††††††††

SCI

adalah sebuah aliansi yang terdiri dari kota-kota di Amerika Serikat yang

melakukan praktik kerjasama Sister city dengan kota-kota lain di berbagai belahan

dunia. SCI didirikan pada tahun 1956 sebagai bagian dari The National League of

Cities yang kemudian pada tahun 1967 memisahkan diri menjadi NGO atau

korporasi non profit.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Sedangkan Twin city yang merupakan

istilah kerjasama yang digunakan di Benua Eropa tergabung dalam Council of

*************************

Usmar Salam,”Dinamika Kerjasama Internasional Provinsi di Indonesia

dengan Luar Negeri”, dalam Makalah Lokakarya Cara penanganan Kerjasama Internasional, 2004.

hlm. 7. †††††††††††††††††††††††††

“Ide Awal Dicetuskannya Kerjasama Sister City”, (diakses 17 November

2017), available from URL : http://www.sistercity.org/about-sister-cities-international. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

“Our Mission and History” (diakses 17 November 2017), available from

URL : http://sistercity.org/mission-and-history.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

71

European Municipalities and Regions (CEMR) yang berada di bawah Masyarakat

Ekonomi Eropa (MEE) dan aliansinya di berbagai dunia. CEMR didirikan sejak

tahun 1951 dengan tujuan untuk mempromosikan kerjasama antar kota dan

komunitas Eropa sebagai driving force untuk pertumbuhan dan

pembangunan§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

.

Kerjasama sister city di Indonesia sudah mulai muncul pada tahun 1960-

an. Berbagai motivasi di awal munculnya kegiatan kerjasama, tetapi motivasi

utamanya adalah karena didorong oleh kesamaan, misalnya Jakarta sebagai

ibukota Indonesia melakukan kerjasama dengan ibukota negara-negara lainnya di

dunia. Tahun 1980-an kerjasama internasional yang berbentuk sister city semakin

marak. Istilah sister city sendiri digunakan oleh Kementrian Dalam negeri dan

Kementrian Luar Negeri ditandai dengan keluarnya Surat Edaran Menteri Dalam

Negeri No. 193/1652/PUOD tanggal 26 April 1993 perihal Tata Cara

Pembentukan Hubungan Kerjasama antar kota (sister city) dan antar provinsi

(sister province) dalam dan luar negeri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama berbentuk sister

city telah dimulai sejak tahun 1951 yang awalnya berawal dari negara-negara

Eropa, lalu berkembang di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia sudah mulai

munculnya kerjasama sister city sejak tahun 1960 namun hanya saja istilah sister

city sendiri resmi digunakan di Indonesia pada tahun 1993.

2. Pengertian Sister City

Hubungan kerjasama bersaudara (sistership) adalah hubungan kemitraan

antara satu daerah dengan daerah lainnya. Secara umum kerjasama bersaudara

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Sumber : http://www.ccre.org/en/article/introducing_cemr “Introducing

CEMR” diakses 17 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 81: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

72

(sistership) terdiri dari dua macam, yaitu kerjasama internasional kota kembar

(sister city) dan kerjasama antar provinsi di suatu negara dengan negara lainnya

(sister province)**************************

. Salah satu bentuk kerjasama internasional

yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah kerjasama sister city atau kota

bersaudara atau kota kembar. Sister city atau twinning city merupakan

persetujuan kerjasama antara dua kota, daerah setingkat provinsi, negara bagian

atau prefektur yang memiliki satu atau lebih kemiripan karakteristik dimana dua

daerah tersebut terdapat pada dua negara yang berbeda. Kemiripan tersebut

misalnya ada pada kemiripan latar belakang sejarah, budaya atau dilihat dari segi

geografis kedua daerah sama-sama daerah pantai atau daerah

kepulauan††††††††††††††††††††††††††

. Dalam perkembangannya sister city lebih

berorientasi pada hubungan persahabatan dan kemitraan.

Di dalam buku panduan sister city Kota Bandung, Pemerintah Kota

Bandung menjelaskan bahwa sister city adalah suatu bentuk kerjasama yang

melibatkan kota di suatu negara dengan kota di negara lainnya yang bertujuan

untuk meningkatkan rasa persaudaraan yang erat dan saling menguntungkan.

Sister city dapat meningkatkan volume kerjasama dengan perkembangan di

berbagai bidang kerjasama yang dianggap perlu bagi kesejahteraan masyarakat di

suatu kota. Menurut Donal Bell Souder & Shanna Bredel dalam A Study of Sister

City Relations, kerjasama sister city terbagi ke dalam bidang-bidang berikut:

1. Budaya, dalam konteks ini kerjasama ditunjukkan guna memahami

keanekaragaman budaya yang berbeda sehingga terjalinnya pemahaman

**************************

Hendrini Renola Fitriyah dan Faisyal Rani, Implementasi Kerjasama Sister

City Studi Kasus Sister City Bandung dan Braunschweig, Jurnal Transnasional Volume 5 Nomor

1, Juli 2013 ††††††††††††††††††††††††††

Sumber: www.wikipedia.org\wiki\sister_province,” Sister Cities” diakses

pada 18 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 82: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

73

untuk meningkatkan kerjasama yang lebih mendalam antar kota yang

biasanya melibatkan unsur budaya di dalamnya, seperti seni musik,

pagelaran budaya dan hal lainnya.

2. Akademik, pada bidang ini akan dilibatkan duta/delegasi dari suatu kota ke

kota lainnya guna mempromosikan dan mempelajari budaya lain.

3. Pertukaran informasi, mengenai bidang ini fitujukan untuk menanggulangi

suatu kesamaan persoalan yang dihadapi, sehingga dapat terselesaikan dan

pengembangan hal ini ditujukan untuk pembangunan kota ke arah yang

lebih baik.

4. Ekonomi, konteks ini merupakan yang terpenting dalam kerjasama sister

city dikarenakan bidang ini berlandaskan pada tujuan peningkatan

perdagangan antar kota.

3. Manfaat dan Tujuan Kerjasama Sister City

Tujuan dari kerjasama sister city pada hakikatnya adalah untuk

mengembangkan kualitas dari kota itu sendiri, baik dalam bidang ekonomi,

sumber daya manusia, ataupun budaya. Tujuan utama dari pelaksanaan kerjasama

sister city adalah untuk menjembatani hubungan antara masyarakat kota di suatu

negara dengan masyarakat kota di negara lain sebagai “people to people

diplomacy”. Kerjasama sister city dapat dijadikan sarana untuk mengoptimalkan

potensi yang dimiliki daerah. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Pada awal perkembangannya, sister city banyak dilaksanakan oleh

sesama kota negara maju, namun lambat laun hubungan kerja sama sister city ini

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Deplu, 2001, “Prosedur Pembentukan Kerjasama Kota Kembar (sister City)

dan Propinsi kembar (sister province di Indonesia dengan kota dan propinsi di luar negeri, paper,

tidak dipublikasikan, Jakarta hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

74

terjadi antara kota negara maju dengan kota negara berkembang, maupun kota

negara berkembang satu sama lain.

Berikut merupakan manfaat kerjasama sister city

yakni:§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

1. Kesempatan untuk tukar menukar pengetahuan dan pengalaman

pengelolaan pembangunan bidang-bidang yang dikerjasamakan.

2. Mendorong tumbuhnya prakarsa dan peran aktif pemerintah daerah kota,

masyarakat dan swasta.

3. Mempererat persahabatan pemerintah dan masyarakat kedua belah

pihak.

4. Kesempatan untuk tukar menukar kebudayaan dalam rangka

memperkaya kebudayaan daerah.

Tujuan dan manfaat dari kerjasama sister city yang telah disebutkan di

atas dapat dirasakan pihak-pihak yang mengadakan kerjasama apabila kerjasama

tersebut terlaksanakan dengan baik dan dengan prosedur yang sudah ditetapkan

pula. Manfaat yang demikian nantinya akan mendorong kehidupan masyarakat

dan perkembangan kota terkait menjadi lebih maju.

4. Prosedur dan Mekanisme Kerjasama Sister City

Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bagaimana langkah-langkah atau

prosedur membuat kerjasama Internasional oleh pemerintah daerah. Namun,

dalam Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh

Pemerintah Daerah yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Republik

Indonesia disebutkan bahwa untuk perjanjian kerjasama dalam bidang tertentu ada

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Harza Sandityo, Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Internasional yang

Dibuat oleh Pemerintah Daerah (Studi kasus: Perjanjian Kerjasama Sister City/Sister Province,

Jurnal Hukum Internasional, FH UI, 2011, hlm. 68-69.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

75

beberapa tahapan lainnya yang harus dilaksanakan.

Prosedur dan mekanisme nya antara lain adalah sebagai berikut

:***************************

a. Kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Daerah di luar

negeri (Sister City/City Province) dilakukan dengan negara yang memiliki

hubungan diplomatik dengan negara Republik Indonesia, tidak mengganggu

stabilitas politik dan keamanan dalam negeri, dan berdasarkan pada prinsip

menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan

kedudukan, tidak memaksakan kehendak, memberikan manfaat dan saling

menguntungkan serta tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam

negeri masing-masing;

b. Pemerintah Daerah yang berminat mengadakan kerjasama dengan

Pemerintah Kota/Provinsi di luar negeri memberitahukan kepada

Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri dan instansi terkait

untuk mendapat pertimbangan;

c. Pemerintah Daerah bersama dengan Departemen Luar Negeri melalui

Perwakilan RI di luar negeri mengadakan penjajakan untuk mengetahui

apakah minatnya tersebut mendapat tanggapan positif dari pemerintah

Kota/Provinsi di luar negeri;

d. Dalam hal terdapat tanggapan positif dari kedua Pemerintah Daerah

mengenai rencana kerjasama, maka kedua Pemerintah Daerah, jika

***************************

Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor :

09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata ..... , Butir 29.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

76

diperlukan, dapat menyiapkan penandatanganan kesepakatan awal dalam

bentuk Letter of Intent (LoI);

e. Letter of Intent (LoI) dapat disiapkan oleh Pemerintah Daerah, Departemen

Luar Negeri atau Perwakilan RI di luar negeri untuk disampaikan dan

dimintakan tanggapan kepada mitra asing di luar negeri;

f. Naskah LoI yang disepakati bersama dapat ditandatangani oleh Pimpinan

atau pejabat setingkat dari kedua Pemerintah Daerah;

g. Sebagai tindak lanjut dari LoI, kedua pihak dapat bersepakat untuk

melembagakan kerjasama dengan menyiapkan naskah Memorandum of

Understanding (MoU);

h. Pembuatan MoU sebagai salah satu bentuk perjanjian internasional

dilakukan menurut mekanisme sebagaimana tertuang dalam Bab X Panduan

ini;

i. Rancangan naskah MoU dapat memuat bidang kerjasama sebagaimana

dimaksud dalam Bab III butir 16 dengan memperhatikan pula aturan tentang

pemberian visa, ijin tinggal, perpajakan dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

j. Dalam hal para pihak sepakat untuk melakukan penandatanganan terhadap

MoU tersebut, selanjutnya dapat dimintakan Surat Kuasa (Full Powers)

kepada Menteri Luar Negeri;

k. Naskah asli Letter of Intent (LoI) dan Memorandum of Understanding

(MoU) Kerjasama Sister Province/Sister City yang telah ditandatangani oleh

kedua pihak diserahkan kepada Departemen Luar Negeri c.q. Direktorat

Universitas Sumatera Utara

Page 86: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

77

Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, untuk disimpan di ruang perjanjian

(Treaty Room).

Selanjutnya Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya akan

membuatkan salinan naskah resmi (certified true copy) untuk kepentingan/arsip

Pemerintah Daerah.

B. PERKEMBANGAN SISTER CITY (KOTA BERSAUDARA) DI

INDONESIA

Perkembangan kerjasama sister city di Indonesia terus berkembang dari

waktu ke waktu. Kerjasama sister city di Indonesia mulai muncul pada tahun

1960-an dengan berbagai motivasi sehingga terlaksananya kerjasama tersebut.

Terhitung sampai tahun 2013, kerjasama sister city di Indonesia sudah mencapai

102 Memorandum of Understanding (MoU)†††††††††††††††††††††††††††

. Kerjasama

yang terlaksana bukan hanya diadakan oleh Jakarta sebagai Ibukota Indonesia

saja, karena hingga saat ini hampir seluruh kota-kota di Indonesia sudah

mengadakan kerjasama sister city dengan berbagai kota-kota lainnya di dunia.

Perkembangan yang cukup pesat ini terutama dimungkinkan oleh adanya

dukungan dari berbagai kebijakan pemerintah pusat yang mengarahkan

pemerintah daerah untuk melaksanakan hubungan kerjasama luar negeri dan

kemudian kebijakan luar negeri ditingkatkan sebagai pelengkap dalam

pembangunan nasional. Pada saat ini lebih kurang 100 kerjasama yang berbentuk

Sisterhood telah tercatat di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Dari

catatan yang ada, mungkin tidak sampai 15% dari kerjasama tersebut yang

†††††††††††††††††††††††††††

Sumber : Kementerian Dalam Negeri,

www.bangda.kemendagri.go.id/webbangda/buletin/buletin_mei_2013/ diakses 23 November

2017.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

78

berjalan dengan baik, dan tidak sampai 20% berjalan dengan seadanya dan

sisanya lebih dari 65% tidak melakukan kegiatan apapun‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

.

Perkembangan sister city saat ini sudah dilaksanakan oleh banyak kota di

Indonesia, antara lain§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

:

a. Banda Aceh dengan Apeldoorn, Samarkand dan Higashimatsushima

b. Medan dengan George Town (Penang), Ichikawa, Gwangju, Chengdu

c. Jakarta dengan Beijing, Hanoi, Berlin, Paris (sebagai kota rekan), Pyongyang,

Rotterdam, Seoul, Tokyo, Athena, Bangkok, Casablanca, jeddah, Instanbul,

Islamabad, Los Angeles.

d. Bogor dengan St. Louis.

e. Bandung dengan Fort Worth, Texas, Braunschweig, Yingkou, Luizhou,

Suwon, Bega Valley, New South Wales, Hamamatsu.

f. Bau-Bau dengan Seoul.

g. Semarang dengan Brisbane.

h. Yogyakarta dengan Kyoto, Hefei, Savannah, Distrik Commewijne, Suriname.

1. Sister City Kota Yogyakarta dengan Kota Kyoto

Kyoto adalah salah satu kota yang berada di Jepang. Sedangkan DI

Yogyakarta sebagai salah satu kota di Indonesia yang memperoleh gelar Daerah

Istimewa selain Aceh memiliki banyak hal untuk ditawarkan dalam era globalisasi

khususnya dari segi kebudayaan dan kemajuan kota tersebut. Kerjasama antara

Kota Yogyakarta dengan Kota Kyoto ini sudah terjalin sejak tahun 1985 dan saat

ini masih berjalan dengan cukup aktif. Kerjasama yang dijalin antara lain dalam

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Usmar Salam, “......... Provinsi di Indonesia dengan Luar Negeri”,

dalam Makalah Lokakarya Cara penanganan Kerjasama Internasional. 2004., Op.Cit. hlm 7. §§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_kembar diakses pada 23

November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 88: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

79

bidang seni budaya, pendidikan dan iptek, pariwisata, dan industri. Kerjasama

antar kedua kota ini diperkuat dengan League Historical Cities (LHC) Jogja yang

merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang menjadi anggota dari Liga kota-

kota bersejarah atau LHC yang berpusat di Kyoto.

Kedua kota ini memang mempunyai banyak kesamaan spiritual dan

budaya, misalnya dulu Sultan Hamengkubuwono I mendirikan Keraton

Yogyakarta dengan tata ruang yang dikembangakan dengan poros Utara-Selatan,

Gunung Merapi di sebelah utara, keraton di tengah dan Pantai Selatan di sebelah

selatan. Sama halnya dengan Kyoto yang didirikan dengan poros Utara-Selatan.

Di keempat penjuru Kota Jogja, didirikan empat masjid Pathok Nagari sebagai

tempat peribadatan sekaligus benteng ketahanan budaya Yogjakarta. Di Kyoto

bagian Tenggara dan Barat Daya juga didirikan kuil peribadatan. Kemudian,

Kyoto dan Yogyakarta juga pernah menjadi Ibukota pada jaman dahulu, selain

keduanya dikenal sebagai kota budaya dan sejarah yang unik. Kyoto terkenal

dengan kerajinan kain tenun tradisional, Jogja juga memiliki kain batik yang kini

sebagai tren busana modern. Dalam hubungan kemasyarakatan, Kyoto memiliki

budaya kebersamaan di dalam masyarakat. Selaras dengan ajaran Hamemayu

Hayunning Bawono yaitu hidup harus membangun harmoni hubungan antara

manusia dengan manusia, alam semesta, dan Tuhan.****************************

Pada setiap momen yang mana memperingati kerjasama antara

Yogyakarta dan Kyoto, selalu diadakan festival dimana tempat diperkenalnkannya

budaya-budaya dari kedua belah pihak dan juga sebagai salah satu upaya untuk

menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Di bidang pendidikan, kedua

****************************

Sumber : http://www.academia.edu/31053107/Sister_City_Yogyakarta

diakses pada 23 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 89: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

80

kota ini juga telah melakukan kerjasama antata lain, tim Overseas Training Dinas

Dikpora Yogyakarta berkunjung ke Kyoto guna mempelajari penerapan teknologi

pada pendidikan dasar hingga menengah di Jepang. Selain itu, Perguruan Tinggi

Swasta yangg ada di Yogyakarta juga telah berniat untuk mengembangkan

kerjasama Pemerintah Yogyakarta-Kyoto melalui program Student Exchage

Program, Joint Research, Double Degree, serta program-program lainnya. Selain

itu juga ada pelatihan prapensiun bagi pegawai pemerintah kedua kota. Pelatihan

terserbut dilakukan di kedua kota tergantung kesepakatan kedua pihak. Kerjasama

kedua kota ini berjalan cukup baik yang dapat dilihat bahwa kedua kota tidak

sekedar menjalani kerjasama di atas kertas saja, namun telah dilihat dari berbagai

realisasi ke berbagai bentuk, mulai dari bidang kebudayaan, pendidikan, dan

ekonomi. Saat ini kerjasama terus berkembang lebih jauh lagi sehingga manfaat

yang diterima dapat dirasakan seluruh pihak.

2. Sister City Kota Medan dengan Kota Ichikawa

Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia jug ikut

mengambil peran dalam perkembangan kerjasama sister city di Indonesia.

Pemerintah Kota Medan sudah mengadakan kerjasama dengan bentuk sister city

di beberapa kota di luar negeri antara lain Kota Pulau Pinang, Kota Gwangju,

Kota Chengdu, Kota Milaukee dan Kota Ichikawa.

Kota Ichikawa yang merupakan salah satu kota di Jepang yang cukup

berpengaruh pada arus globalisasi saat ini dirasakan sangat bermanfaat guna

pengembangan pembangunan di berbagai aspek serta guna mengembangkan

persahabatan untuk menyumbangkan perdamaian dan kemakmuran dunia. Dasar

hukum dari terjalinnya kerjasama Sister City antara Kota Medan dengan Kota

Universitas Sumatera Utara

Page 90: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

81

Ichikawa adalah adanya Pernyataan Bersama Kota Bersaudara antara Kotamadya

Tingkat II Medan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara Republik Indonesia

dan Kota Ichikawa, Chiba Prefecture, Jepang yang ditandatangani kedua belah

pihak pada tanggal 4 November 1998.††††††††††††††††††††††††††††

Kerjasama antara kedua pihak tersebut kemudian dituangkan dalam

bentuk Memorandum of Understanding (MoU). Kerjasama sister city antara

Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Ichikawa sebenarnya sudah

berlangsung sejak tanggal 4 November 1989. Dengan adanya MoU ini,

Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Ichikawa secara resmi menjalin

kerjasama dalam berbagai bidang, antara lain ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

:

1. Bidang Administrasi;

2. Bidang Pendidikan;

3. Bidang Ekonomi;

4. Bidang Keanggotaan Masyarakat dan lainnya.

††††††††††††††††††††††††††††

Kathy Carissa Bangun ,”Status Perjanjian Internasional dalam Kaitannya

Dengan Kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang Dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dan

Pemerintah Kota Ichikawa”, Skripsi, FH USU, 2015. hlm. 64. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid,. hlm. 67.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

82

C. DESKRIPSI PERJANJIAN KERJASAMA SISTER CITY ANTARA

KOTA BANDA ACEH DENGAN KOTA HIGASHIMATSUSHIMA

1. Gambaran Umum Kota Banda Aceh dan Kota

Higashimatsushima

Kota Banda Aceh merupakan kota sekaligus ibu kota provinsi Aceh,

Indonesia yang berada di ujung Pulau Sumatera. Kota ini memiliki luas total

wilayah mencapai 62,34km2. Sebagai pusat pemerintahan, Banda aceh juga

merupakan pusat kegiatan ekonomi, sosial, politik, sosial dan

budaya.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Secara geografis, Kota Banda Aceh berada di belahan bumi bagian utara.

Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Banda Aceh memiliki batas-batas, yaitu

Utara adalah Selat Malaka, Selatan adalah Kabupaten Aceh Besar, Barat adalah

Samudera Hindia dan Timur adalah Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan letak

geografisnya, Kota Banda Aceh berada di ujung Utara Pulau Sumatera sekaligus

menjadi wilayah paling barat dari Pulau Sumatera*****************************

. Kota

Banda Aceh merupakan salah satu wilayah terparah yang terkena gempa bumi dan

hempasan tsunami pada 26 Desember 2004 silam. Salah satu penyebabnya

dikarenakan letak kota Banda Aceh yang berada di ujung Pulau Sumatera dengan

menghadap ke arah Samudera Hindia. Bukan sekedar menghilangkan ratusan ribu

nyawa, namun juga mengakibatkan kota ini hancur porak-poranda dan pada pasca

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Sumber : “Kota Banda Aceh”,

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banda_Aceh, diakses pada 27 November 2017 *****************************

BPS Aceh, Banda Aceh Dalam Angka 2015, (Banda Aceh: Badan Pusat

Statistik Kota Banda Aceh, 2015), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

83

tsunami dapat dikatakan sebagai “kota mati” dikarenakan infrastruktur yang

hancur.

Sedangkan Kota Higashimatsushima adalah kota yang berlokasi di

Prefektur Miyagi, Jepang. “Matsushima” berarti pohon pinus. Kota ini dibentuk

pada tanggal 1 April 2005, yang menyatukan dua kota, yaitu Naruse dan Yamato.

Kota ini berpopulasi 43.142 jiwa. Luas wilayah Kota Higashimatsushima seluas

101,36km2.

††††††††††††††††††††††††††††† Kota yang berlokasi diantara Sendai dan

Ishinomaki ini memiliki industri utama di bidang pembuatan bejana, aquaculture

dan agriculture. Selain Kota Banda Aceh, Kota Higashimatsushima juga

merupakan salah satu kota yang terkena dampak pasca gempa dan tsunami Jepang

pada 11 Maret 2011 yang melanda hampir seluruh daerah Utara Jepang. Kota

Higashimatsushima merupakan kota yang langsung menghadap Samudera Pasifik.

Walaupun kota ini sadar mereka berada di bawah daerah rawan bencana dan

sudah mempuanyai standar keselamatan yang cukup tinggi, namun musibah

gempa dan tsunami Jepang silam jauh dari fugaan dan jangkauan mereka.

2. Latar Belakang Kerjasama Sister City antara Kota Banda Aceh dengan

Kota Higashimatsushima

Kerjasama sister city yang dibangun antara Pemerintah Kota Banda Aceh

dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima sudah berlangsung dua tahap.

Dimana pada tahap awal dimulai dari bulan November 2013 sampai dengan bulan

Maret tahun 2016. Kemudian dikarenakan keberhasilan kerjasama pada tahap

pertama, kerjasama ini kemudian dilanjutkan ke tahap dua yang ditandatangani

pertanggal 11 Desember 2015.

†††††††††††††††††††††††††††††

Sumber : “Higashimatsushima”,

http://en.wikipedia.org/wiki/Higashimatsushimadiakses pada 27 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 93: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

84

Seperti yang sudah kita bahas terdahulu, terdapat beberapa alasan

mengapa sebuah kota atau provinsi bersedia mengadakan perjanjian sister city

atau sister province. Salah satu alasannya adalah adanya persamaan nasib atau

adanya historis mengenai suatu peristiwa yang sama yang terjadi di kedua kota

atau provinsi yang bersangkutan. Alasan tersebut merupakan alasan utama

mengapa Kota Banda aceh dengan Kota Higashimatsushima mengadakan

perjanjian sister city. Seperti yang kita ketahui bersama pada Desember 2004

silam, Kota Banda Aceh diterjang Gempa dan Tsunami yang didaulat sebagai

salah satu bencana terhebat di abad 21 yang dimulai dengan adanya gempa 9,1 SR

di Samudera Hindia. Gempa dan tsunami yang melanda Kota Banda Aceh ini

menggelontorkan jutaan liter air laut ke darat dan diperkirakan memakan korban

hingga 280 ribu jiwa.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Bencana yang melanda Kota Banda

Aceh tersebut meluluhlantakkan seluruh isi kota, mulai dari rumah warga,

infrastruktur kota, tempat ibadah, dan transportasi serta timbulnya gangguan

listrik dan air bersih. Akibat dari hancurnya berbagai infrastruktur tersebut

menimbulkan sampah dan polusi yang sangat memprihatinkan sebagai tempat

tinggal bagi masyarakat.

Sedangkan Kota Higashimatsushima pada tanggal 9 Maret 2011 juga

terkena bencana gempa dan tsunami Tohoku. Gempa tersebut terjadi di sebelah

barat Samudera Pasifik, 130 kilometer di timur Sedai, Honshu, Jepang. Gempa

tersebut menimbulkan tsunami setinggi 5 meter yang menerjang pantai utara

Jepang. Tokyo Broadcasting System dan Japanese National Police Agency

menyebutkan gempa dan tsunami ini menelan sebanyak 15.269 jiwa. Dampak dari

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/12/26-desember-

2004-gempa-dan-tsunami-getarkan-aceh diakses pada 29 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 94: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

85

bencana ini adalah timbulnya kebakaran di beberapa bangunan, hancurnya rumah

penduduk, pencairan tanah, rusaknya sejumlah sistem pembangkit tenaga nuklir,

hingga hancurnya sarana transportasi dan infrastruktur kota.

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Adanya kesamaan nasib dimana kedua kota pernah terkena bencana

gempa dan tsunami yang cukup besar ini membuat kedua kota bersepakat

mengadakan perjanjian kerjasama sister city. Kerjasama ini difokuskan terhadap

penanganan mitigasi bencana dan pembanguan pasca bencana. Namun tidak

hanya itu, kerjasama sister city antara Kota Banda Aceh dengan Kota

Higashimatsushima juga merangkup hal lainnya, seperti ini dalam bidang

pendidikan dan ekonomi masyarakat.

Selain dengan adanya kesamaan peristiwa yang terjadi, kedua kota itu

terjalin erat karena kondisi geografis yang cukup dapat dilihat kesamaannya.

Kedua kota merupakan kota yang dapat digolongkan sebagai kota kecil yang

berada di ujung negaranya masing-masing. Kota Banda Aceh berada di ujung

barat Indonesia, sedangkan Kota Higashimatsushima berada di ujung utara

Jepang. Kedua kota pun sama – sama memiliki museum tsunami di kotanya.

Selain dari alasan-alasan yang disebutkan di atas, kedua kota memiliki visi dan

misi yang sama dalam mengembangkan kotanya, salah satu nya adalah kedua kota

tersebut sedang berpacu menuju smart city.******************************

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_T%C5%8

Dhoku_2011#cite_note-27 diakses pada 29 November 2017 ******************************

Sumber : http://www.bandaacehtourism.com/destinasi/banda-aceh-

mengingatkan-iko-pada-higashi-matsushima/#.Wh2r1tKWbIU diakses pada 29 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 95: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

86

3. Uraian Perjanjian Kerjasama Sister City antara Kota Banda Aceh

dengan Kota Higashimatsushima

Perjanjian kerjasama sister city antara Pemerintah Kota Banda Aceh

dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima sudah berlangsung sebanyak 2 (dua)

tahap. Hubungan kedua kota ini terjadi pada bulan Mei 2011 tidak lama setelah

adanya gempa bumi dan tsunami Tohoku yang melanda Kota Higashimatsushima.

Wakil Walikota Banda Aceh telah mengunjungi Higashimatsushima pada Agustus

2012 dan kemudian staff dari Pemerintah Kota Higashimatsushima melakukan

penelitian lapangan di Banda Aceh mengenai rehabilitasi pasca bencana tsunami

Aceh 2004 silam. Sejak saat itulah hubungan keduanya terus terjalin seingga

muncul ide dari The Japan International Cooperation Agency yang selanjutnya

disebut sebagai “JICA” untuk membuat kerjasama sister city antar kedua kota

tersebut. Kerjasama sister city pada tahap pertama ditandatangani pada tanggal 15

November 2013. Kerjasama ini mulai berlangsung pada bulan November 2013

hingga bulan Maret 2016. Penandatangan dilakukan oleh Walikota Banda Aceh

yaitu Ir. Mawardy Nurdin dan Kepala Perwakilan JICA Indonesia yaitu Atsushi

Sasaki yang disaksikan dengan Walikota Higashimatsushima Hideo Abe dan

Presiden Higashimatsushima Organization for Progress and Economy, Education

and Energy atau yang selanjutnya disebut sebagai “HOPE Higashimatsushima”

Dr. Seiichi Otaki. Judul dari perjanjian ini adalah “The Minutes of Meeting

Universitas Sumatera Utara

Page 96: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

87

between The Japan International Cooperation Agency and Banda Aceh City

Republic of Indonesia on Japanese Technical Cooperation under The JICA

Partnership Program for Community Based Mutual Reconstruction Acceleration

Program by Utilization of Local Resources in Banda Aceh City and

Higashimatsushima City”.

Kemudian perjanjian kerjasama dilanjutkan ke tahap 2 (dua) yang

ditandatangani pada tanggal 11 Desember 2015. Perjanjian tahap kedua ini

berlangsung pada bulan Januari 2016 hingga Januari 2019 mendatang yang sudah

ditandatangani oleh Walikota Banda Aceh yaitu Illiza Saladuddin Djamal dan

Kepala Perwakilan JICA Indonesia yaitu Naoki Ando yang disaksikan dengan

Walikota Higashimatsushima Hideo Abe dan Presiden HOPE Higashimatsushima

Dr. Seiichi Otaki.. Nama dari perjanjian ini adalah “The Minutes of Meeting

Between The Japan International Cooperation Agency and Banda Aceh City

Republic of Indonesia on Japanese Technical Cooperation Under The JICA

Partnership Program for Banda Aceh and Higashimatsushima Mutual

Reconstruction Project : Community Economic Empowerment for Local Disaster

Mitigation”. Pada perjanjian tahap kedua ini meliputi pada tiga sektor, yakni

perikanan, comunal garden, disaster management dan program creative camp

dengan tujuan guna membangun model pemberdayaan ekonomi yang akan

meningkatkan mirigasi bencana regional.

Dari kedua tahap perjanjian kerjasama sister city di atas, dapat kita lihat

bahwa kerjasama sister city ini selain melibatkan dua pihak, yaitu Pemerintah

Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kota Higashimatsushima, namun kerjasama ini

juga berada di bawah JICA Partnership Program. Badan Kerjasama Internasional

Universitas Sumatera Utara

Page 97: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

88

Jepang atau yang lebih sering dikenal sebagai JICA (Japan Internasional

Cooperation Agency) adalah sebuah lembaga yang didirikan

pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang.

Lembaga ini berada di bawah kekuasan Departemen Luar Negeri dan didirikan

pada Agustus 1974. Lembaga ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kerja

sama internasional antara Jepang dengan negara-negara lain. Pada 1

Oktober 2003 lembaga ini dijadikan sebuah institusi administrasi yang

mandiri.††††††††††††††††††††††††††††††

Sedangkan JICA Partnership Program yang

selanjutnya disebut “JPP” atau Program Kemitraan JICA merupakan suatu

program dukungan JICA yang bertujuan mendorong pelaksanaan berbagai

proyek pembangunan pada tingkat masyarakat akar rumput di berbagai negara

berkembang yang diprakarsai oleh berbagai mitra pembangunan Jepang

(khususnya lembaga swadaya masyarakat atau LSM, pemerintah daerah, dan

perguruan tinggi) yang memiliki teknologi dan pengalaman dalam pembangunan.

Proyek JPP ditujukan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat di

berbagai negara, termasuk Indonesia.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Dalam pelaksanaan kerjasama sister city yang berada dibawah naungan

The JICA Partnership Program, terdapat 3 (tiga) poin penting dalam skema

program JPP yaitu kerjasama dikategorikan sebagai kerjasama teknik, Dirancang

sebagai suatu program yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hajat hidup

manusia sehingga dapat dirasakan langsung manfaatnya dalam rangka perbaikan

dan peningkatan taraf hidup masyarakat di berbagai negara berkembang dan

††††††††††††††††††††††††††††††

Sumber : http

://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Kerjasama_Internasional_Jepang diakses pada 7 Desember 2017 ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Sumber : http://www.jica.go.jp/indonesia/indonesian/activities/activity03

diakses pada 7 Desember 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 98: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

89

merupakan program yang memberikan kesempatan bagi anggota masyarakat

Jepang untuk meningkatkan pemahamannya serta partisipasinya dalam kerjasama

internasional. Kategori kerjasama yang dinaungi JPP antara Kota Banda Aceh dan

Kota Higashimatsushima adalah Ktergori Pemerintah Daerah (Local Government

Type) dimana adanya pemanfaatan teknologi dan pengalaman yang dimiliki oleh

pemerintah daerah Jepang. Selain itu kategori ini mendukung peran serta

kontribusi berbagai pemerintah daerah (pemda) di Jepang dalam proses

pembangunan di berbagai negara berkembang yang dalam hal ini adalah Kota

Banda Aceh yang berada di Indonesia. Periode pelaksanaan prgram paling lama 3

tahun yang dapat kita lihat sebagaimana yang tercantum pada perjanjian tahap

satu dan tahap dua yang masing-masing selama 3 (tiga) tahun lamanya. Selain itu

program ini mendapat pendanaan program maksimal 30 juta Yen per program.

Pendanaan untuk JPP berasal dari dana Bantuan Resmi Pemerintah (Official

Development Assistance atau yang selanjutnnya disebut ODA) Jepang, sehingga

pelaksanaan proyek JPP – JICA yang dipercayakan kepada mitra pembangunan

Jepang yang mengajukannya merupakan bagian dari kegiatan ODA. Peruntukan

pendanaan JICA untuk proyek JPP meliputi kegiatan di dalam negeri Indonesia,

kegiatan di dalam negeri Jepang, fasilitas dan peralatan penunjang kegiatan,

pengeluaran untuk personil pelaksanaan program, pengeluaran lainnya yang

bersifat tidak langsung.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Kerjasama sister city antara Kota Banda Aceh dan Kota

Higashimatsushima tetap termasuk di dalam kerjasama sister city atau kota

bersaudara. Walaupun berada di bawah naungan JICA Partnership Program

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

90

(JPP). Hal ini dikarenakan status JICA sendiri merupakan Lembaga Kerjasama

Internasional Jepang yang berada dibawah naungan langsung Departemen Luar

Negeri Jepang. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan tindakan JICA tidaklah

melanggar ketentuan perundang-undangan, baik di Jepang maupun di Indonesia.

D. STATUS HUKUM PERJANJIAN KERJA SISTER CITY ANTARA

KOTA BANDA ACEH DENGAN KOTA HIGASHIMATSUSUHIMA

Dalam pembentukan perjanjian internasionall yang diadakan oleh

Pemerintah Daerah tentunya menimbulkan beberapa keraguan. Keraguan tersebut

muncul karena adanya aturan pada Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian

Internasional yang menyatakan bahwa perjanjian internasional merupakan

perjanjian yang dibentuk oleh negara-negara. Konvensi Wina 1986 juga tidak

memberi ruang kepada Pemerintah Daerah sebagai subjek yang dapat membuat

perjanjian internasional. Keraguan yang terjadi dikarenakan masyarakat telah

menerima secara luas pengertian dari konvensi-konvensi tersebut di atas. Namun

dalam praktiknya, banyak dijumpai perjanjian internasional yang menjadikan

Pemerintah Daerah sebagai subjek dari perjanjian internasional tersebut.

Perjanjian internasional yang dimaksud disebut sebagai perjanjian sister province

untuk kerjasama antar provinsi di dunia dan perjanjian sister city untuk perjanjian

kerjasama antar kota di dunia. Demikian pula praktiknya di Indonesia yang hingga

saat ini mayoritas provinsi atau kotanya sudah mengadakan berbagai perjanjian

kerjasama dengan provinsi atau kota lainnya di dunia. Keraguan yang timbul

dikarenakan kewenangan Pemerintah Daerah pasti berada dibawah kewenangan

Pemerintah Pusat dalam sebuah negara namunn jika dilihhat dari sudut lain

perjanjian yang dibentuk tersebut bersifat lintas negara. Maka karena adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 100: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

91

keraguan tersebut penulis merasa perlu adanya analisis mengenai status hukum

dari perjanjian internasional yang diadakan oleh Pemerintah Daerah yang dalam

hal ini perjanjian kerjasama sister city antara Pemerintah Kota Banda Aceh

dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima.

Pada pembuatan perjanjian internasional oleh Pemerintah Daerah

digunakan berbagai terminologi. Terminologi yang digunakan atas perangkat

internasional tersebut tidaklah mengurangi hak dan kewajiban yang tertuang di

dalamnya. Bentuk dan nama perjanjian internasional yang kita temui dalam

praktiknya sangatlah beragam, seperti treaty, convention, agreement,

memorandum of understanding, protocol, charter, declarations, final act

arrangement, exchange of notes, agreed minutes, summary records, process

verbal, modus Vivendi, dan Letter of Intent. International Court of Justice atau

yang selanjutnya disebut “ICJ” Qatar/Bahrain Case, 1994, memberikan petunjuk

bahwa untuk menetapkan apakah suatu dokumen adalah perjanjian internasional

tidak harus dilihat dari judul perjanjian. Dalam tanggapannya terhadap “Minutes

signed by Foreign Ministers of Bahrain, Qatar and Saudi Arabia, 1990”, ICJ

(International Court of Justice) menyatakan bahwa Minutes ini adalah perjanjian

internasional merujuk pada The ICJ (International Court of Justice) Aegean Sea

Continental Shelf, 1978:*

1. In order to ascertain whether an agreement of that kind has been

concluded, the Court must have regard above all to its actual terms and to

the particular circumstances in which it was drawn up.

2. The Minutes are not a simple record of a meeting; they do not merely give

an account of discussions and summarize points of agreement and

disagreement. They enumerate the commitments to which the Parties have

* The ICJ Aegean Sea Continental Shelf, 1978, Dalam tanggapannya terhadap “Minutes signed by

Foreign Ministers of Bahrain, Qatar and Saudi Arabia, 1990”

Universitas Sumatera Utara

Page 101: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

92

consented. They thus create rights and obligations in international law for

the Parties. They constitute an international agreement.

3. Having signed such a text, the Foreign Minister of Bahrain is not in a

position subsequently to say that he intended to subscribe only to a

"statement recording a political understanding” and not to an

international agreement”.

4. The Court concludes that the Minutes of 25 December 1990, like the

exchanges of letters of December 1987, constitute an international

agreement creating rights and obligations for the Parties.

Konvensi Wina dan jurisprudensi tidak menjadikan judul dokumen

sebagai faktor penentu, perlu pula diperhatikan bahwa praktek negara tentang

judul suatu perjanjian sangat dinamis dan memunculkan berbagai variasi. Selain

beberapa istilah perjanjian internasional yang terlah disebutkan di atas, terdapat

pula beberapa istilah lainnya yang banyak digunakan oleh negara, seperti Joint

Statement, Protocol, Charter, Joint Declaration, Final Act, Process Verbal,

Memorandum of Cooperation, Side Letter, Reciprocal Agreement (dalam format

Nota Diplomatik), Letter of Intent, Minutes of Meeting, Aide Memoire, Demarche,

Letter of Agreement, Memorandum of Agreement, Letter of Understanding,

Memorandum of Cooperation, Record of Understandings, atau nama lain yang

disepakati oleh para pihak dalam perjanjian.

Apabila perbedaan penyebutan yang terjadi dalam penamaan perjanjian

Internasional jika kita teliti lebih jauh maka terjadinya perbedaan istilah ini bisa

jadi untuk mengelompokkan perjanjian internasional dalam nomenklatur tertentu

dimaksudkan dan diupayakan untuk menunjukkan kesamaan materi yang diatur.

Walaupun adanya ketidak konsistenan dalam penyebutan suatu perjanjian

internasional bahwa nomenklatur tertentu menunjukkan bahwa materi perjanjian

tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya dengan perjanjian

internasional lainnya, atau untuk menunjukkan hubungan antara perjanjian

tersebut dengan perjanjian internasional lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

93

Menurut undang-undang perjanjian Internasional yang dimaksud dengan

perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang

diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan

hak dan kewajiban di dalam bidang hukum publik†. Di Indonesia dapat dilihat

sekalipun tidak mengikat secara hukum cenderung menempatkan Agreement lebih

tinggi dari MOU yang kemudian diikuti dengan Arrangements, Exchange of Notes

dan berbagai istilah perjanjian internasional lainnya. Pada pasal 29 Konvensi

Wina tahun 1969 disebutkan bahwa :‡

“Unless a different intention appears from the treaty or is otherwise

established, a treaty is binding upon each party in respect of its entire

territory.”

Berdasarkan pasal tersebut maka suatu negara dapat membuat suatu

perjanjian internasional yang hanya berlaku khusus untuk sebagian wilayah

negaranya bila memang diperjanjiakan demikian oleh pihak-pihak yang membuat

perjanjian.

Pada kerjasama sister city yang menandatangani sebuah naskah

perjanjian adalah walikota. Perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknik

operasional suatu perjanian induk. Sepanjang materi yang mengatur pelaksanaan

teknik, perjanjian sister city dapat berdiri sendiri dan tidak memerlukan adanya

perjanjian induk. Jenis perjanjian ini pada umumnya dapat segera berlaku setelah

penandatanganan tanpa memerlukan pengesahan.§ Menurut Pasal 15 ayat (1)

Undang-undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional menyatakan

† Indonesia, Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-undang Nomor 37 Tahun

1999, LN No. 156 Tahun 1999 , TLN No. 3882., pasal 1 ayat (1). ‡ Article 29 Vienna Convention 1969

§ Mauna, Hukum Internasional..., hal. 95.

Universitas Sumatera Utara

Page 103: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

94

bahwa “Pemerintah Republik Indonesia dapat membuat Perjanjian internasional

yang berlaku setelah penandatanganan**

Dalam kerjasama sister city sebuah perjanjian internasional pada

umumnya dituangkan kedalam perjanjian dengan menggunakan istilah

Memorandum of Understanding (MoU), namun hal tersebut tidaklah menjadi

patokan bahwasannya setiap perjanjian sister city harus diadakan dan dituangkan

ke dalam MoU. Hal ini dapat kita lihat dari perjanjian kerjasama sister city antara

Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima yang

dengan sepakat menggunakan istilah “Minutes of Meeting” (MoM) dalam

perjanjian kerjasamanya baik pada tahap 1 (satu) maupun tahap 2(dua). Dimana

MoM ini disetujui oleh kedua belah pihak dan ditandatangani oleh kedua Kepala

Daerah, yaitu Walikota Banda Aceh dan Walikota Higashimatsushima dan

disertai penyaksian oleh dua pihak yang ikut dalam kerjasama tersebut yang

dalam hal ini adalah pihak perwakilan JICA Indonesia dan HOPE

Higashimatsushima. Minutes of Meeting ini dituliskan dalam satu bahasa, yaitu

Bahasa Inggris yang memuat kesepakatan kedua belah pihak dan dua pihak

lainnya yang bersedia untuk bekerjasama dalam pelaksanaan sister city ini.

Jika di teliti seluruh dokumen yang tersimpan pada treaty room

Kementrian Luar Negeri berdasarkan materi perjanjian (the meriths of the

document), maka hakikatnya dapat di lakukan klasifikasi sebagai berikut :

1. Perjanjian seperti yang didefinisikan oleh viena convention on the law

of treaties 1969 dan viena convention on the law of treaties between

states and internasional organizations or between international

**

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, UU No.24 tahun 2000, LN No.185

tahun 2000 Pasal 15 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 104: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

95

organization 1986,UU NO. 24 th 2000 (multilateral convention,border

treaties, extraditiaon, agreement, MOU‟s, exchange of notes,etc)

2. Perjanjian yang memiliki karakter internasional tetapi tidak tunduk pada

hukum internasional public ( loan agreemen, procurement contracts,etc,)

3. Dokumen yang tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum ( joint

statement, declarations, agreed minutes, minutes of meeting,etc )

Kemudian apabila kita melihat perjanjian kerjasama sister city antara

Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima yang

menggunakan istilah”Minutes of Meeting”, maka dapat disimpulkan bahwa

perjanjian sister city yang diadakan merupakan dokumen yang tidak memiliki

kekuatan mengikat secara hukum.

Mengenai latar belakang dan teknis pelaksanaan perjanjian lebih lanjut

diatur dalam attached document, dan annex mengenai garis besar program yang

akan dilaksanakan. Maka berdasarkan beberapa keterangan di atas dapat

disumpulkan bahwa perjanjian kerjasama sister city antara Pemerintah Kota

Banda Aceh dengan Pemerintah Kota Higashimatsushima merupakan sebuah

perjanjian internasional yang dalam hal ini ditekankan bahwa Pemerintah Daerah

memiliki peranan yang besar sebagai lembaga pemrakarsa dan objek dalam

perjanjian internasional tersebut. Namun, sebagai subyek tetaplah negara karena

yang menandatangani, dalam hal ini walikota telah mengantongi sebuah surat

kuasa (full powers) sehingga ketika perjanjian sister city tesebut ditandatangani

oleh Walikota tersebut berarti telah terjadi penandatanganan atas nama

Pemerintah Republik Indonesia. Dapat dikatakan status hukum kerjasama antara

Universitas Sumatera Utara

Page 105: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

96

Banda Aceh dan Higashimatsushima ini bersifat sah karena memiliki dasar hukum

yang kuat baik dalam pembentukannya maupun dalam proses administrasinya.

E. ANALISIS IMPLEMENTASI PERJANJIAN KERJASAMA SISTER

CITY ANTARA KOTA BANDA ACEH DENGAN KOTA

HIGASHIMATSUSHIMA

Banda Aceh dan Higashimatsushima merupakan kota yang dapat

digolongkan sebagai dua kota dengan populasi penduduk yang tidak terlalu padat.

Kedua kota ini sudah mengadakan sebuah perjanjian kerjasama sister city yang

dituangkan ke dalam Minutes of Meeting (MoM) sebanyak 2 (dua) tahap. Antara

lain adalah sebagai berikut :

Minutes of Meeting tahap 1 (satu) ditandatangani oleh Walikota Banda

Aceh yaitu Ir. Mawardy Nurdin dan Kepala Perwakilan JICA Indonesia yaitu

Atsushi Sasaki yang disaksikan dengan Walikota Higashimatsushima Hideo Abe

dan Presiden HOPE Higashimatsushima Dr. Seiichi Otaki pada 15 November

2013. Nama lengkap dari perjanjian ini adalah “The Minutes of Meeting between

The Japan International Cooperation Agency and Banda Aceh City Republic of

Indonesia on Japanese Technical Cooperation under The JICA Partnership

Program for Community Based Mutual Reconstruction Acceleration Program by

Utilization of Local Resources in Banda Aceh City and Higashimatsushima City”.

Pada perjanjian kerjasama sister city tahap pertama ini meliputi bidang-

bidang, antara lain :

1. Rekonstruksi dan revitalisasi lokal yang di impelentasikan dengan adanya

pengelolaan kota yang berkelanjutan.

2. Manajemen bencana

Universitas Sumatera Utara

Page 106: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

97

3. Kewirausahaan masyarakat, dan

4. Struktur organisasi pemerintahan daerah yang efektif.

Ruang lingkup kerjasama yang dilakukan pada tahap pertama lebih

bersifat umum pada sektor pengelolaan sampah, mitigasi bencana, perikanan dan

pariwisata serta community bussiness. Pada tahap pertama pula, kedua belah pihak

telah beberapa kali mengadakan program On the Job Training atau yang

selanjutnya disebut “OJT”(pertukaran delegasi) baik PNS maupun masyarakat

untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman.

Kemudian karena suksesnya kerjasama pada tahap pertama, kedua kota

dibawah kerjasamanya dengan JICA dan HOPE Higashimatsushima bersepakat

untuk kembali menjalin kerjasama. Kerjasama tahap 2 (dua) ditandatangani oleh

Walikota Banda Aceh yaitu Illiza Saladuddin Djamal dan Kepala Perwakilan

JICA Indonesia yaitu Naoki Ando yang disaksikan dengan Walikota

Higashimatsushima Hideo Abe dan Presiden HOPE Higashimatsushima Dr.

Seiichi Otaki pada 11 Desember 2015. Nama dari perjanjian ini adalah “The

Minutes of Meeting Between The Japan International Cooperation Agency and

Banda Aceh City Republic of Indonesia on Japanese Technical Cooperation

Under The JICA Partnership Program for Banda Aceh and Higashimatsushima

Mutual Reconstruction Project : Community Economic Empowerment for Local

Disaster Mitigation”.

Pada perjanjian tahap kedua ini meliputi bidang-bidang sebagai berikut :

3. Perikanan

4. Comunal garden

5. Disaster management dan

Universitas Sumatera Utara

Page 107: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

98

6. Program creative camp dengan tujuan guna membangun model

pemberdayaan ekonomi yang akan meningkatkan mitigasi bencana

regional.

Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam kerjasama ini tidak

digunakan istilah kerjasama sister city sebagaimana biasa digunakan dalam

praktik di Indonesia. Penggunaan istilah Minutes of Meeting dikarenakan adanya

perbedaan istilah dan terminologi yang digunakan sebagaimana yang dituangkan

mengenai perjanjian sister city pada bab sebelumnya. Namun hal tersebut

tidaklah menjadi permasalahan dimana dalam perjanjian ini dicari istilah yang

lebih mengakomodir kerjasama antara kedua kota yaitu Banda Aceh dan

Higashimatsushima dimana berada dalam JICA Partnership Program yang

dalam pelaksanaannya dibantu oleh HOPE Higashimatsushima.

Naskah Minutes of Meeting pada tahap satu dan dua terdiri dari satu

lembar pengesahan, kemudian diikuti oleh dokumen lampiran yang menerangkan

tentang pihak pelaksana program, hak dan kewajiban para pihak, dan konsultasi

timbal balik. Kemudian kedua MoM diikuti oleh lampiran yang berisi Garis Besar

Program yang secara lebih rinci lagi menerangkan tempat berlangsungnya

program, latar belakang terjadinya kerjasama, tujuan, area yang menjadi target,

sasaran, hasil dan indikator yang diharapkan, jangka waktu, dan pihak

pelaksana. Format dari kedua MoM tersebut serupa, namun pada perjanjian

tahap pertama terdapat tambahan lampiran mengenai garis besar ahli proyek

dan garis besar garis besar program On the Job Training (OJT) dan seminar

kewirausahaan masyarakat di Higashimatsushima.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

99

Materi dalam Minutes of Meeting tersebut telah mendapat persetujuan

dari DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) dan Menteri Luar Negeri. Dasar

dari penandatangan naskah kerjasama ini telah sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia, baik Undang-undang Hubungan Luar

Negeri, Undang-undang Perjanjian Internasional, Undang-undang Pemerintahan

Daerah maupun Peraturan Menteri Luar Negeri sebagaimana telah dijelaskan dan

dianalisis pada bab sebelumnya. Perjanjian kerjasama ini tergolong baru karena

melibatkan JICA dan HOPE Higashimatsushima dalam pelaksanaannya namun

hal ini tidak menjadi suatu permasalahan yang berarti.

Universitas Sumatera Utara

Page 109: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

100

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari pemaparan yang sudah dibahas pada bab-bab

sebelumnya, berikut merupakan beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari

pembahasan, antara lain adalah sebagai berikut :

5. Arus globalisasi yang begitu pesat ini secara tidak langsung juga

mempengaruhi hubungan internasional yang berlangsung. Hubungan

Internasional tidaklah lepas dari berbagai kegiatan yang dilakukan negara-

negara setiap waktunya. Implementasi yang dilakukan oleh negara-negara

dalam menghadapi globalisasi pun berbeda. Salah satu bentuk praktik tersebut

salah satunya membuat Perjanjian Internasional yang merupakan salah satu

dari sumber utama Hukum Internasional. Perjanjian Internasional yang

dibentuk antar negara tunduk kepada Konvensi Wina Tahun 1969 tentang

Hukum Perjanjian Internasional.

6. Secara hakikat, tidak ada perjanjian internasional yang dapat dibuat oleh

Pemerintah Daerah yang bertindak sebagai subyek karena Pemerintah Daerah

merupakan bagian dari pemerintahan sebuah negara dan bukanlah subyek

Hukum Internasional. Pengecualian dapat terjadi apabila dalam perundang-

undangan suatu negara memberi ruang bagi pemerintah daerahnya untuk

mengadakan sebuah perjanjian internasional. Peraturan perundang-undangan

Indonesia memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk mengambil peran

yang besar dalam mengadakan sebuah perjanjian internasional. Namun untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 110: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

101

7. mengesahkan sebuah perjanjian internasional yang telah dibuat diperlukan

koordinasi dan konsultasi terlebih dahulu oleh Pemerintah Daerah kepada

Menteri Luar Negeri yang merupakan instansi Pemerintah pusat. Selain itu

Pemerintah Daerah harus memiliki Full Powers ketika melakukan

penandatanganan sehingga perjanjian internasional dibuat atas nama

Pemerintah Republik Indonesia.

8. Perjanjian Kerjasama sister city adalah salah satu bentuk perjanjian

internasional yang dibuat oleh pemerintah daerah antara kota dengan kota

lainnya di dunia. Hal yang paling ditekankan pada perjanjian sister city adalah

adanya Full Powers yang diberikan pada Walikota atau sederajat sehingga

dapat bertindak atas nama Pemerintah Indonesia dan dapat dikatakan bahwa

sebenarnya perjanjian tersebut merupakan antara negara dengan negara

satunya.Kerjasama Sister City atau kota bersaudara antara Pemerintah Kota

Banda Aceh yang berada di Indonesia dan Kota Higashimatsushima yang

berada di Jepang merupakan salah satu dari kerjasama sister city yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan kota-kota lainnya di dunia. Materi

yang ada di dalam kerjasama kedua kota ini terjalin dikarenakan adanya visi

yang sama untuk bangkit dari kehancuran pasca gempa dan tsunami yang

pernah melanda kedua kota terkait. Kesamaan latar belakang ini membuat

kedua kota membuat kerjasama yang dinaungi oleh The JICA Partnership

Program yang merupakan lembaga dibawah Departemen Luar Negeri Jepang.

Kerjasama antar kedua kota ini berawal dari tahun 2011 dan masih

berlangsung hingga saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

102

B. SARAN

1. Hukum Internasional yang mengatur perjanjian dan kerjasama internasional

hingga saat ini dapat dikatakan sudah memiliki dasar hukum yang cukup kuat.

Namun jika ditelaah lebih lanjut, akan lebih baik apabila adanya penalaran

atau penjelasan yang lebih rinci lagi. Seperti mengenai pengertian negara yang

dibutuhkan penjelasan lebih tajam dan lebih pasti lagi agar tidak adanya

pendapat yang berbeda-beda.

2. Jika dilihat dari Hukum Internasional, Pemerintah Daerah bukanlah subyek

hukum internasional dan hingga saat ini tidak ada suatu tanda bahwa akan

adanya suatu konvensi internasional yang akan membahas hal tersebut secara

lebih lanjut. Seiring peran Pemerintah Daerah dalam perjanjian internasional

yang semakin besar, maka hal tersebut diharapkan dapat difasilitasi

berdasarkan perundang- undangan negara sehingga dasar hukumnya menjadi

lebih jelas. Hal ini dilakukan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan

dikemudian hari. Selain itu, Departemen Luar Negeri sebagai koordinator dan

tempat konsultasinya Pemda dalam hal membuat perjanjian internasional tidak

sekedar menunggu inisiatif dari daerah yang akan mengadakan suatu

perjanjian kerjasama luar negeri akan tetapi Deplu diperlukan untuk lebih

proaktif dalam penyelenggaraan kerjasama luar negeri oleh pemerintah

daerah. Hal ini diperlukan agar terjaminnya pemenuhan ketentuan-ketentuan

suatu perjanjian internasional yang berlaku tepat sasaran dan berdaya guna.

3. Perjanjian kerjasama sister city yang merupakan perjanjian internasional yang

dibuat oleh Pemerintah Daerah masih belum dimanfaatkan secara maksimal

oleh pemerintah daerah itu sendiri. Apabila dapat dimaksimalkan

Universitas Sumatera Utara

Page 112: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

103

pemanfaatannya, perjanjian ini akan memberikan dampak yang cukup

signifikan bagi perkembangan dari kota yang bersangkutan. Evaluasi juga

diperlukan terkait implementasi kerjasama yang dapat dilakukan baik dari

masing-masing pihak maupun adanya penunjukan pihak ketiga. Selain itu

sosialisasi diperlukan ke penduduk kota guna agar penduduk dapat berperan

aktif. Dalam hal Perjanjian kerjasama sister city antara Pemerintah Kota

Banda Aceh dengan Kota Higashimatsushima dinilai sudah cukup baik

dikarenakan dilaksanakan dengan prosedur yang tepat dan implementasinya

yang sudah cukup baik di kedua kota sehingga dapat memunculkan manfaat

yang positif. Sudah terjadinya perjanjian kerjasama hingga dua tahap hingga

saat ini membuktikan adanya hubungan baik yang dijaga oleh kedua kota

sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi pembuatan kerjasama sister

city bagi kota-kota lainnya di dunia.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

104

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional : Kajian Teori

dan Praktik Indonesia . Bandung: Refika Aditama.

Brownlie, Ian. 1996. Principles of Public International Law. Oxford: Clarendon

Press.

BPS Aceh,2015, Banda Aceh Dalam Angka 2015, (Banda Aceh: Badan Pusat

Statistik Kota Banda Aceh.

Kansil, C. S. T. 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia

Jakarta: Balai Pustaka.

Kusumaatmadja, Mochtar. 2012. Pengantar Hukum Internasional. Cet. 2.

Bandung: PT.Alumni.

Kusumaatmadja, Mochtar, Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum Internasional,

Edisi Kedua, Cetakan ke-1, Alumni, Bandung.

Likadja, Frans E. 1988. Desain Konstruksional Dasar Hukum Internasional.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mauna, Boer. 2011. Hukum Internasional Pengertian: Peranan dan Fungsi dalam

Era Dinamika Global. Bandung: Alumni.

Parthiana, I. Wayan. 2002. Hukum Perjanjian Internasional, Bagian I, Bandung, :

Mandar Maju.

Rudy, T. May. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-

masalah Global. Bandung: Refika Aditama.

Sefriani, SH, M.Hum. 2014. Hukum Internasional : Suatu Pengantar. Jakarta :

Rajawali Pers.

Sinclair, I.M. 1973. The Vienna Convention on the Law of Treaties. Manchester:

Manchester University Press.

Starke, J.G. 1992. Pengantar Hukum Internasional [An Introduction to

International Law]. Jilid I. Diterjemahkan oleh Bambang Iriana. Jakarta:

Sinar Grafika.

_______. 1992.Pengantar Hukum Internasional [An Introduction to International

Law]. Jilid II. Cet. 2. Diterjemahkan oleh Bambang Iriana. Jakarta: Sinar

Grafika.

JURNAL DAN MAKALAH Ariadno, Melda Kamil. “Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Hukum

Nasional”. Jurnal Hukum Internasional LPHI FHUI Volume 5 Nomor 3

(April 2008).

Deplu, “Prosedur Pembentukan Kerjasama Kota Kembar (sister City) dan

Propinsi kembar (sister province di Indonesia dengan kota dan propinsi di luar negeri, paper, tidak dipublikasikan, Jakarta. (2001)

Fitriyah, Hendrini Renola dan Faisyal Rani, Implementasi Kerjasama Sister City

Studi Kasus Sister City Bandung dan Braunschweig, Jurnal

Transnasional Volume 5 Nomor 1, (Juli 2013)

ILC Draft and Commentary on the Law of Treaties, 1967. AJIL, Vol 61.

Universitas Sumatera Utara

Page 114: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

105

Kathy Carissa Bangun ,”Status Perjanjian Internasional dalam Kaitannya Dengan

Kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang Dibuat oleh Pemerintah

Kota Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa”, Skripsi, FH USU (2015)

Ko, Swan Sik. ”Beberapa Catatan atas Permasalahan Treaty di Indonesia”. Jurnal

Hukum Internasional LPHI FHUI Volume 5 Nomor 3 (April 2008).

Yuhassarie, Emmy. “Traktat Internasional dan Paradoks Globalisasi”. Jurnal

Hukum Internasional LPHI FHUI, Volume 3 Nomor 4 (Juli 2006).

Parthiana, I.Wayan. “Kajian Akademis atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2000

tentang Perjanjian Internasional”. Jurnal Hukum Internasional LPHI

FHUI Volume 5 Nomor 3 (April 2008).

Purba, A. Umar Zen. “Berbagai Isu Aktual dalam Pelaksanaan Undang-Undang

Perjanjian Internasional”. Jurnal Hukum Internasional LPHI FHUI

Volume 5 Nomor 3 (April 2008).

Report of the ILC Special Rapporteur, 1962.

Sandityo, Harza. 2011, Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Internasional yang

Dibuat oleh Pemerintah Daerah (Studi kasus: Perjanjian Kerjasama Sister

City/Sister Province, Jurnal Hukum Internasional, FH UI (2011)

Supriyanto, Agustinus, dan Andi Sandi ATT. “Pengembangan Potensi Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Melalui Kerjasama Sister Province”.

Mimbar Hukum Universitas Gajah Mada (Mei 2001).

The ICJ Aegean Sea Continental Shelf, 1978, Dalam tanggapannya terhadap

“Minutes signed by Foreign Ministers of Bahrain, Qatar and Saudi

Arabia, 1990

Usmar Salam,”Dinamika Kerjasama Internasional Provinsi di Indonesia dengan

Luar Negeri”, dalam Makalah Lokakarya Cara penanganan Kerjasama

Internasional, (2004). Wijayanti, Shannon. ”Perjanjian Sister City antara

Jogjakarta dengan Kyoto”, dalam Makalah Hukum Perjanjian

Internasional, FH Univ. Katolik Atma Jaya, (2014)

INTERNET

Wikipedia (2017). Kota Kembar. http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_kembar,

diakses 5 November 2017.

http://en.wikipedia.org/wiki/Vienna_Convention_on_the_Law_of_Treati

es , diakses pada 7 November 2017

“Kota Banda Aceh”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banda_Aceh,

diakses pada 27 November 2017

“Higashimatsushima”,

http://en.wikipedia.org/wiki/Higashimatsushimadiakses pada 27

November 2017

http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_T%C5%8Dhoku

_2011#cite_note-27 diakses pada 29 November 2017

http ://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Kerjasama_Internasional_Jepang

diakses pada 7 Desember 2017

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4268/konvensi-wina-1969-induk

pengaturan-perjanjian-inrenasional diakses pada 17 November 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 115: ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN INTERNASIONAL KERJA SAMA ...

106

http://www.sistercity.org/about-sister-cities-international, diakses 17 November

2017

http://sistercity.org/mission-and-history. diakses 17 November 2017

http://www.ccre.org/en/article/introducing_cemr “Introducing CEMR” diakses 17

November 2017

www.bangda.kemendagri.go.id/webbangda/buletin/buletin_mei_2013/ diakses 23

November 2017.

http://www.academia.edu/31053107/Sister_City_Yogyakarta diakses pada 23

November 2017

http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/12/26-desember-2004-gempa-dan-

tsunami-getarkan aceh diakses pada 29 November 2017

http://www.bandaacehtourism.com/destinasi/banda-aceh-mengingatkan-iko-pada-

higashi-matsushima/#.Wh2r1tKWbIU diakses pada 29 November 2017

http://www.jica.go.jp/indonesia/indonesian/activities/activity03 diakses pada 7

Desember 2017

KAMUS Kamus Besar Bahasa Indonesia

KONVENSI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Vienna Convention on The Law of Treaties, 1969

Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan Perubahannya

Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan

Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik dan

Konvensi Wina Tahun 1963 mengenai Hubungan Konsuler

Repubik Indonesia, Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar

Negeri

Republik Indonesia, Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional

Republik Indonesia, Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No.

09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan

Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah

Republik Indonesia, Permendagri No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri

Universitas Sumatera Utara