ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

116
ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Dan Kebijakan Publik Oleh : INGGAR WIDIYARTO NIM : S310906208 PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM KONSENTRASI KEBIJAKAN PUBLIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008

Transcript of ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

Page 1: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA

MENGENAI PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM

PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum Dan Kebijakan Publik

Oleh :

INGGAR WIDIYARTO

NIM : S310906208

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM

KONSENTRASI KEBIJAKAN PUBLIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008

Page 2: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

ii

ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIAMENGENAI PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM

PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

Disusun Oleh :

Nama : INGGAR WIDIYARTO

NIM : S.310906208

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing

Dosen Pembimbing

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Jamal Wiwoho,SH.,M.Hum. ……………… ………… NIP. 131 658 560

Pembimbing II Winarno Budyatmojo, SH.,M.S. ……………… ………… NIP. 131 658 559

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Prof.Dr.H.Setiono,S.H,M.S.NIP. 130 345 735

Page 3: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

iii

ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM

PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

Disusun Oleh :

Nama : INGGAR WIDIYARTO

NIM : S.310906208

Telah Disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof.Dr.H.Setiono, S.H.,M.S. ...................... ................

Sekretaris Dr.Hari Purwadi, S.H., M.Hum. ...................... ................

Anggota 1. Dr.Jamal Wiwoho, S.H.,M.Hum. …………….. …………

2. Winarno Budyatmojo,S.H.,M.S. …………….. …………

Mengetahui,

Ketua Program Studi Prof.Dr.H.Setiono,S.H,M.S. ………………… Ilmu Hukum NIP. 130 345 735

Direktur Program Prof.Drs.Suranto,M.Sc.,PhD. ............................. Pasca Sarjana NIP. 131 472 192

Page 4: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini ;

Nama : Inggar Widiyarto

NIM : S.310906208

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul ” Analisis Yuridis

Kebijakan Bank Indonesia Mengenai Prinsip Kehati-hatian Dalam

Pemberian Kredit Perbankan ” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal

yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan di

dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Surakarta, Desember 2008

Yang membuat pernyataan,

Inggar Widiyarto

Page 5: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

v

PERSEMBAHAN

Akhirnya, dengan kerja keras yang penulis lakukan, untuk

menyelesaikan tesis ini, sebagai salah satu syarat kelulusan studi di Program

Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret, telah terselesaikan

dengan baik dan sesuai dengan apa yang penulis inginkan. Hal tersebut mustahil

tercapai tanpa bantuan dari pihak lain.

Maka dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan tesis

ini kepada :

1. Allah SWT...Penguasa langit dan bumi, karena kasihMu maka

penulis bisa menyelesaikan apa yang menjadi cita-cita dan

harapan dalam hidup ini.

2. Nabi besar Muhammad SAW...sebagai tauladan dalam mengisi

kehidupan di dunia ini.

3. Kedua orang tuaku...Bapak Sumadi,SPd dan Ibu Sri Supadmi.

Kedua orang yang telah memberikan cinta kasihnya selama ini

kepada penulis. Yang telah memberikan segala-galanya.

4. Istriku tercinta...Pratiwi Agustin Sinaga, SH. Yang selalu

menemani hari-hari penulis, yang telah memberikan segala kasih

sayang dan cintanya, yang menenteramkan hati disaat sedih,

yang membuat penulis menjadi seorang manusia yang lebih

dewasa. Aku persembahkan tesis ini untukmu, pendamping

hidupku.

5. Guru-guruku, mereka yang telah memberikanku ilmu yang

bermanfaat, dari ketidaktahuanku diwaktu kecil hingga seperti

saat ini.

6. Almamaterku

7. Nusa dan Bangsaku

Page 6: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah

dan karuniaNya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari, tanpa pertolongan dan ridho dari Nya sangat mustahil ini

semua bisa terselesaikan dengan baik. Untuk itu manusia wajib berusaha dan

berdoa, akan tetapi Allah SWT yang menentukan segala hasilnya.

Penulisan tesis merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh

setiap mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Adapun Tesis ini berjudul Analisis Yuridis Kebijakan

Bank Indonesia Mengenai Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit

Perbankan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik

dan tepat waktu tanpa bantuan serta dorongan semangat dari berbagai pihak. Oleh

karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

yang terhormat :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana yang

telah memberikan banyak fasilitas dan kesempatan dalam studi penulis di

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. H. Setiono, SH., M.S., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

kemudahan dan fasilitas guna keperluan penulisan tesis ini dan petunjuk

dalam penulisan tesis ini.

Page 7: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

vii

3. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan bantuan fasilitas guna keperluan penulisan tesis ini, serta saran

dan bimbingan yang berguna sebagai petunjuk dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr.Jamal Wiwoho,SH.,M.Hum. selaku pembimbing I dalam penulisan

tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis,

meluangkan waktu untuk memberikan koreksi terhadap penulisan tesis ini,

sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik.

5. Bapak Winarno Budyatmojo, SH.,M.S. selaku pembimbing II dalam

penulisan tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis, meluangkan waktu untuk memberikan koreksi terhadap penulisan

tesis ini, sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik.

6. Bapak dan Ibuku tercinta yang telah memberikan dorongan dan semangat,

serta doa yang tulus tak henti-hentinya kepada penulis, sehingga penulisan

tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Kakakku Indah Widiyasari dan

Wijanarko, adikku Irma Novitasari, serta keponakanku Jasmin Mutia Salina.

7. Istriku, pendamping hidupku yang tercinta. Wanita yang aku cintai dan

sayangi dengan setulus hati, ibu dari anak-anakku kelak. Yang tersayang

Pratiwi Agustin Sinaga, SH. yang telah banyak memberikan dorongan

semangat, dan tak lelah mengingatkanku untuk segera menyelesaikan

penulisan tesis ini. Aku persembahkan tesis ini untukmu. Dan untuk anakku

tersayang yang masih dalam kandungan. Semoga engkau lahir dengan sehat

Page 8: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

viii

dan selamat, dan menjadi orang yang berguna bagi keluarga, masyarakat, nusa

bangsa, dan agama.

8. Seluruh teman-teman Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta khususnya Konsentrasi Hukum dan

Kebijakan Publik Angkatan September 2006, Vita ( atas segala bantuan dan

dorongan semangat, serta kebersamaan yang kau berikan ), Siska ( Terima

kasih semuanya ), Lingga, Bu Tutik, Widi, Arif, Danang, Feri, Agus, Pak

Junizar, Pak Sugeng, Pak Waliyana, Pak Ismiyanto, Mas Aris, Pak Bambang

Hakim, Pak Bambang Winahyo, terima kasih atas bantuan tugas mata

kuliahnya, atas bantuan catatan-catatan kuliah, atas buku-bukunya, atas

kedatangan waktu seminar proposal, dan atas semua kebersamaan kita,

persahabatan yang tak harus terhenti seketika. Sampai bertemu kembali dilain

kisah dilain waktu..

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala

bantuannya yang telah diberikan kepada penulis hingga selesainya penulisan

tesis ini.

Semoga tesis yang masih jauh dari sempurna ini dapat menjadi referensi

yang bermanfaat bagi siapa saja, yang ingin mengkaji dan meneliti mengenai

Hukum dan Kebijakan Publik, khususnya mengenai dunia perbankan.

Surakarta, Desember 2008

Penulis

Page 9: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x

ABSTRAK .......................................................................................................... xi

ABSTRACT ....................................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1B. Perumusan Masalah ............................................................................... 7C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8

BAB II. LANDASAN TEORI ...........................................................................A. Tinjauan Umum Tentang Hukum dan Teori Hukum ............................. 10B. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Publik ........................................... 16C. Tinjauan Umum Tentang Perbankan dan Hukum Perbankan ................ 20D. Kerangka Berpikir .................................................................................. 35

BAB. III METODE PENELITIAN .................................................................... 38A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 39B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 41C. Jenis Data ............................................................................................... 42D. Tehnik Pengumpulan Data ..................................................................... 43E. Tehnik Analisa Data ............................................................................... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 46B. Pembahasan ........................................................................................... 52

BAB V. PENUTUP ........................................................................................... 96A. Kesimpulan ........................................................................................... 96B. Implikasi ............................................................................................... 98C. Saran-saran ............................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

Page 10: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

Page 11: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

xi

ABSTRAK

Inggar Widiyarto, S.310906208 . 2008. Analisis Yuridis Kebijakan Bank Indonesia Mengenai Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit Perbankan. Tesis : Program Pascasarjana Universitas sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menganalisa mengenai kebijakan apakah yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sebagai langkah penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan. Selanjutnya, apakah yang menjadi persamaan dan perbedaan antara kebijakan tersebut dengan Undang-undang perbankan khususnya dalam hal penerapan prinsip kehati-hatian .

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif. Konsep hukum yang digunakan adalah konsep hukum yang kedua, dari pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu hukum adalah norma-norma positif didalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Data ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka atau lazim disebut data sekunder. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara metode deduktif atau silogisme deduksi. Penulis memulai dari data-data yang bersifat umum ( premis mayor ), yakni mengenai pemberian kredit perbankan. Kemudian yang bersifat khusus ( premis minor ), yakni mengenai penerapan prinsip kehati-hatian. Untuk kemudian ditarik hubungan diantara keduanya, sebagai sebuah konklusi.

Dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Bank Indonesia mengenai prinsip kehati-hatian, khususnya dalam bidang kredit perbankan, dikeluarkan dalam bentuk PBI No. 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan SEBI No. 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Substansi yang terkandung di dalam peraturan tersebut, belum sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang perbankan.. Dalam PBI No. 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan SEBI No. 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, terdapat persamaan dan perbedaan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Perbankan. Yang dikaji menggunakan teori hukum dari Hans Kelsen, mengenai Stufen Theory. Adapun yang menjadi persamaannya adalah prinsip kehati-hatian menjadi pedoman dalam setiap aktifitas perbankan; pemberian kredit perbankan dilaksanakan dengan memegang prinsip kehati-hatian; adanya penetapan limit kredit; dan kewajiban bagi bank untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian, sebagai bagian mewujudkan good corporate governance. Sedangkan yang menjadi perbedaanya adalah penerapan sanksi administratif terhadap pelanggaran sistem manajemen risiko, bertentangan dengan ketentuan didalam Undang-undang perbankan; adanya sistem pengendalian intern untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian.

Page 12: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

xii

ABSTRACT

Inggar Widiyarto. S.310906208. A Juridical Analysis of the Bank of Indonesia’s Policy on the Principles of Carefulness in the giving of Bank Credit. Thesis: Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta, 2008.

This research investigates: (1) what policies are issued by the Bank of Indonesia as a foundation to apply the principles of carefulness in the giving of bank credit; and (2) what are the similarities and differences between the policies and the prevailing banking laws particularly in the application of the principles of carefulness.

This research is a normative legal one. It uses the second law concept as suggested by Soetandyo Wignyosoebroto, which says that a law is positive norms in the legislation system of national law. Data of the research were gathered through a library study, generally accepted as secondary data. The data were then analyzed by using a deductive method or deductive syllogism. The analysis was started from the general data (major premise), that is, the giving of the bank credit then was continued to the specific data (minor premise), that is, the application of the principles of carefulness. Finally, the relation between the two premises was drawn as conclusions.

Based on the results of the research and the discussion on the research problems, conclusions are drawn that (1) to deal with the application of the principles of carefulness, particularly in the giving of bank credit, the Bank of Indonesia issues PBI NO. 5/8/PBI/2003 on the Application of Risk Management for General Bank and SEBI No. 5/21/DPNP, Year 2003 on the Application of Risk Management for General Bank; and (2) there are some similarities and differences between the policies and the provisions of the banking laws, which are examined by using the Stufen Theory as suggested by Hans Kelsen. The similarities between the policies and the banking laws are as follows: (1) the policies and the banking laws state that the principles of carefulness become the foundations and guidelines the banking activities; (2) the giving of bank credit shall be based on the principles of carefulness; (3) the giving of bank credit shall be subject to the credit limit; and (4) the banks are obliged to apply the principles of carefulness as a part to manifest good corporate governance. The differences between the policies and the banking laws are as follows: (1) the application of administrative sanctions to the infringement of risk management system contradicts the provisions of the prevailing banking laws; and (2) there is an internal control system to execute the principles of carefulness.

Page 13: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam memasuki era globalisasi yang meliputi semua aspek kehidupan baik

politik, sosial, budaya, dan ekonomi banyak tuntutan yang harus dipenuhi oleh suatu

negara. Untuk memenuhi tuntutan tersebut tiap negara harus melaksanakan

pembangunan agar dapat mensejajarkan diri dengan negara-negara lain. Begitu pula

dengan Indonesia, usaha untuk memenuhinya terdapat dalam tujuan bangsa Indonesia

seperti yang termaktub didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4,

yaitu sebagai berikut :

1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia

2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial

Tujuan tersebut dapat tercapai apabila dilaksanakan berdasarkan kerjasama

antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu bidang pembangunan nasional yang

dilaksanakan adalah pembangunan dibidang ekonomi. Pembangunan nasional

memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna mencapai sasaran-sasarannya.

Sasaran ini terus diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu.

1

Page 14: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

2

Untuk itu upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan khususnya industri

perbankan menjadi sangat penting.

Sektor perbankan memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai

pengatur urat nadi perekonomian nasional. ( William A Lovett, 1997:1 ) Lancarnya

aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Dengan

demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran

akhir dari kebijakan-kebijakan disektor perbankan. Mengingat pentingnya fungsi

perbankan, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan

menjadi sangat penting untuk dilakukan. Bisnis perbankan merupakan bisnis yang

penuh dengan resiko ( full risk business ), disamping menjanjikan keuntungan yang

besar jika dikelola dengan baik dan prudent.

Prinsip kehati-hatian ( prudent banking principle ) adalah suatu asas atau

prinsip yang menyatakan bahwa Bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan

usahanya wajib bersikap hati-hati ( prudent ) dalam rangka melindungi dana

masyarakat yang dipercayakan padanya.( Rachmadi Usman, 2001:18 ) Hal ini

disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ” bahwa perbankan

Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian.”

Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana

disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-undang Perbankan di atas, tidak ada

penjelasan yang secara resmi, tetapi kita dapat mengemukakan bahwa Bank dan

Page 15: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

3

orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijakan dan

menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-

masing secara cermat, teliti dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan

masyarakat. Selain itu, Bank dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan

usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku

secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. (www.bappenas.go.id., diakses 16

Juli 2007 )

Prinsip kehati-hatian juga ditegaskan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-undang

Perbankan yang berbunyi : “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan Bank sesuai

dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,

rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha Bank, dan

wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Dalam

penjelasan Pasal 29 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikatakan antara lain : “Di pihak

lain, Bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka

menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan Bank

yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian”

Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan, dalam hal ini Bank

Indonesia berwenang menetapkan aturan dan bertanggung jawab melakukan

pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh karenanya,

kebijakan pemerintah disektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan

perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh. Pemerintah telah cukup memberikan

perhatian pada penyempurnaan peraturan-peraturan hukum di bidang perbankan.

Page 16: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

4

Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang bersifat teknis sudah cukup

tersedia. Bahkan peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian ( prudent

banking principle) sudah sangat memadai. Namun demikian kelengkapan peraturan

saja tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari

segala permasalahan.( Mulhadi, 2005:3 )

Prinsip kehati-hatian itu harus dijalankan oleh Bank tidak hanya karena

dihubungkan dengan kewajiban Bank untuk tidak merugikan kepentingan nasabah

yang mempercayakan dananya kepada Bank, tetapi juga karena kedudukan Bank

yang istimewa dalam masyarakat yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang

menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah

penyimpan dana dari Bank itu saja.

Penerapan prinsip kehati-hatian serta kesehatan bank tidak dapat dilepaskan

begitu saja dari aspek pengaturan berbagai pihak yang terlibat

dalam kancah dunia perbankan. Ada kepentingan yang paling utama yang dimiliki

oleh negara, dimana pengaturan masalah bank dapat dikatakan sebagai wujud dari

adanya campur tangan negara di bidang perekonomian.

Dalam kaitannya dengan dunia perbankan, campur tangan negara dapat

dilihat melalui berbagai aspek, yakni aspek politik hukum, aspek perijinan, serta

aspek usaha secara langsung. Dengan politik hukum pemerintah berusaha

mengendalikan perbankan melalui pembentukan hukum di bidang perbankan, dilihat

dari aspek perizinan pemerintah mengendalikan sektor perbankan melalui perijinan-

perijinan yang diberikan guna memperlancar dunia usaha, serta perbankan dapat

Page 17: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

5

dilihat dari aspek kegiatan usaha langsung, maka pemerintah terjun secara langsung

melakukan kegiatan perbankan dengan mendirikan bank pemerintah (

http://adln.lib.unair.ac.id, diakses 16 Juli 2007 )

Salah satu faktor yang membuat sistem perbankan nasional keropos adalah

akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank, yang cenderung mengeksploitasi

dan atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha. Disamping faktor

penunjang lain yakni lemahnya kontrol pengawasan dari pemerintah melalui Bank

Indonesia. ( http://www.kompas.com, diakses 24 Juni 2007 )

Peranan sektor keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan

meningkat. Salah satu sektor keuangan yang memiliki peran cukup besar adalah

perbankan. Perkembangannya ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan

meningkat sebesar 14,1 persen dari sekitar Rp 698,7 triliun pada tahun 2005

menjadi Rp 787,1 triliun pada tahun 2006, dan mencapai Rp 794,7 triliun di bulan

Maret 2007 ( http://www.bappenas.go.id, diakses 16 Juli 2007 ). Kredit menjadi

sumber pendapatan terbesar bagi pihak kreditur, dalam hal ini adalah perbankan, dan

juga merupakan salah satu penyebab utama perbankan menghadapi permasalahan

atau risiko.

Penyaluran dana kepada pihak ketiga atau penyaluran kredit, merupakan

usaha perbankan yang menjadi salah satu faktor utama penyebab terpuruknya kondisi

perbankan nasional saat ini, karena banyak penyimpangan-penyimpangan sistem dan

prosedur pemberian kredit. Para pelaku usaha perbankan saat ini banyak yang

Page 18: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

6

mengabaikan tentang arti pentingnya prinsip kehati-hatian dalam melakukan

usahanya didalam penyaluran kredit.

Angka kredit macet ( non performing loan / NPL ) yang dialami perbankan

nasional saat ini cukup tinggi, menurut ketentuan dari Bank Indonesia toleransi

terhadap angka kredit macet dalam suatu Bank adalah 2 % sampai dengan 5 %.. Hal

tersebut jelas menggambarkan betapa buruk dan rendahnya komitmen untuk

melaksanakan prinsip kehati-hatian di kalangan pelaku bisnis perbankan, khususnya

mengenai kegiatan penyaluran dana kepada pihak ketiga.

Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian guna mengetahui sampai sejauh

mana Bank Indonesia menerapkan prinsip kehati-hatian, dalam pengambilan

kebijakan-kebijakan bagi perbankan nasional, khususnya mengenai pemberian kredit

perbankan. Hal ini dilakukan dengan mencari tahu tentang kebijakan apa yang telah

diambil atau dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sehubungan dengan pelaksanaan

prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Perbankan,

khususnya dalam pemberian kredit perbankan. Dan mencari apa sajakah yang

menjadi persamaan dan perbedaan dari kebijakan tersebut, dengan ketentuan yang

ada dalam Undang-undang Perbankan, kaitannya dengan penerapan prinsip kehati-

hatian.

Berdasarkan uraian diatas, maka dari itu penulis merasa sangat tertarik untuk

menulis tesis dengan judul : “ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK

INDONESIA MENGENAI PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM

PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN “

Page 19: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

7

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah untuk mengidentifikasikan persoalan yang diteliti

secara jelas, guna mencari jawaban atas persoalan yang ingin dipecahkan. Arti

penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan dan manfaat

penelitian dalam rangka mencapai kualitas yang optimal. Berdasarkan penjelasan

pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka perumusan masalah yang ingin

dikaji oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan apakah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, untuk

melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan,

sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam Undang-undang Nomor

10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun

1992 Tentang Perbankan ?

2. Persamaan dan perbedaan mengenai substansi dari kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan prinsip kehati-

hatian dalam pemberian kredit perbankan, dengan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan.

Page 20: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

8

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian pasti mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai

dari diadakannya penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui :

1. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, untuk melaksanakan

prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan, sebagaimana

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, berikut perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun

1992 Tentang Perbankan.

2. Persamaan dan perbedaan mengenai substansi dari kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan prinsip kehati-

hatian dalam pemberian kredit perbankan, dengan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat baik secara langsung

ataupun tidak langsung kepada berbagai pihak, yang antara lain yaitu ;

1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah, khususnya bagi

Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas keuangan dan perbankan,

Page 21: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

9

dalam pembuatan atau perumusan kebijakan-kebijakan moneter, yang

menyangkut kepentingan publik.

2. Mengetahui bagaimana Bank Indonesia selaku pemegang otoritas

keuangan dan perbankan, menerapkan prinsip kehati-hatian didalam setiap

aktifitas perbankan melalui kebijakan-kebijakannya, dan untuk

mengetahui apakah kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia telah

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Perbankan.

3. Menambah khasanah kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian

dibidang pembuatan kebijakan oleh pemerintah, khususnya didalam dunia

perbankan.

Page 22: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum dan Teori Hukum

1. Pengertian dan fungsi hukum

Memahami pengertian tentang hukum memang bukan suatu yang mudah,

karena pengertian mengenai hukum ada bermacam-macam dan tergantung dari segi

mana kita memandangnya.

Menurut Plato hukum adalah pikiran yang masuk akal (reason thought ,

logismos) yang dirumuskan dalam keputusan negara. ( Lili Rasjidi , 2001:18)

Di Indonesia hukum dikatakan merupakan : ( Van Hoeve, Ensiklopedi

Indonesia, 1982:1344 ) “… rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik

yang tertulis, maupun yang tidak tertulis …., yang menentukan atau mengatur

hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat. “

Hukum atau tata hukum ialah semua peraturan-peraturan hukum yang

diadakan / atau diatur oleh negara atau bagian-bagiannya dan berlaku pada waktu itu

seluruh masyarakat dalam negara itu. Jelasnya semua hukum yang berlaku bagi

suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu. ( C.S.T. Kansil,

1993:11 )

Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah

dalam kehidupan bersama ; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam

10

Page 23: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

11

suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu

sanksi. ( Sudikno Mertokusumo, 1986 :37 )

Ditinjau dari sudut ilmu politik, menurut Mahfud, MD. hukum merupakan

suatu sarana dari elit yang memegang kekuasaan dan sedikit banyak dipergunakan

sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya, atau untuk serta

mengembangkannya.( Mahfud MD. , 1999: 4 )

Menurut Lon L. Fuller dalam (Ronny Hanintyo Sumitro,1998:2 )

mengartikan hukum sebagai upaya untuk mempertahankan perilaku manusia

dibawah perintah dari peraturan-peraturan. Beliau juga berpendapat bahwa untuk

untuk mengenal hukum sebagai suatu sistem, maka harus dicermati apakah ia

memenuhi delapan ( 8 ) azas atau principles of legality berikut ini ; ( Esmi Warassih,

2005:31 )

a. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan artinya ia tidak boleh

mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc

b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan

c. Peraturan tidak boleh berlaku surut

d. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti

e. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan

satu sama lain

f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa

yang dapat dilakukan

g. Peraturan tidak boleh sering dirubah-rubah

Page 24: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

12

h. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan

pelaksanaan sehari-hari

Teori normatif tentang hukum dalam hal ini dikemukakan oleh Hans Kelsen.

Teori Hans Kelsen yang bersifat dasar adalah konsepsi mengenai Grundnorm. Beliau,

menyebutkan hukum memiliki suatu susunan berjenjang ( stufen theory ), menurun

dari norma positif tertinggi sampai kepada perwujudan yang paling rendah. Hans

Kelsen menamakan norma tertinggi tersebut sebagai Grundnorm ( norma dasar ), dan

Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah. Melalui Grundnorm inilah semua

peraturan hukum disusun dalam satu kesatuan secara hirarkhis.( Esmi Warassih,

2005:32 ) Oleh karena itu , dalam susunan norma hukum tidak diperbolehkan adanya

kontradiksi antara norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih

tinggi.

Suatu tata kaedah hukum merupakan sistem kaedah-kaedah hukum secara

hirarkhis. Susunan kaidah-kaidah hukum dari tingkat terbawah keatas adalah sebagai

berikut :

a. Kaedah hukum individual atau keadah hukum konkret dari badan-badan

penegak atau pelaksana hukum, terutama pengadilan.

b. Kaedah hukum umum atau kaedah hukum abstrak di dalam undang-undang

atau hukum kebiasaan.

c. Kaedah hukum dari Konstitusi.

Ketiga macam kaedah hukum tersebut, dinamakan kaedah-kaedah hukum

positif atau kaedah-kaedah hukum aktual. Diatas konstitusi terdapat kaedah hukum

Page 25: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

13

fundamental atau dasar yang bukan merupakan kaedah hukum positif, oleh karena

dihasilkan oleh pemikiran-pemikiran yuridis. Sahnya kaedah-kaedah hukum dari

golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaedah-kaedah

hukum yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi (Soerjono Soekanto, 1986 :

127-128).

Dari beberapa definisi hukum diatas, masih banyak lagi definisi hukum yang

lain menurut para pakar hukum, jadi dapat disimpulkan bahwa hukum adalah alat

atau sarana untuk mengatur dan menjaga ketertiban guna mencapai suatu masyarakat

yang berkeadilan dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang berupa

peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan memberikan sanksi bagi mereka yang

melanggarnya, baik itu mengatur masyarakat ataupun aparat pemerintah sebagai

penguasa.

Dalam pelaksanaanya hukum sebagai suatu norma, tentunya tidak selamanya

dapat berjalan secara serasi dengan norma-norma yang ada didalam masyarakat dan

seringkali menghadapi banyak benturan. Untuk itu diperlukan peran serta dari orang-

orang yang ada di dalam masyarakat untuk menyesuaikan berlakunya hukum agar

dapat berjalan dan menjalankan fungsinya terus menerus. Hukum sebagai sarana

untuk mengatur perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya

tentunya mempunyai suatu fungsi yang harus dijalankannya.

Menurut Aubert dalam ( Soetandyo Wignyosoebroto, 2002:6) bahwa fungsi

hukum dapat dijabarkan menjadi lima fungsi, yaitu antara lain:

Page 26: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

14

a. Memerintah, yaitu hukum termasuk mengendalikan perilaku ke dalam

keinginan langsung melalui sanksi positif dan negatif.

b. Distribusi, yaitu hukum membantu dalam distribusi dalam rangka membatasi

gap di dalam masyarakat.

c. Melindungi harapan, yaitu hukum mengungkapkan prediksi antara sejumlah

subyek melalui apa yang diharapkan.

d. Konflik berkepanjangan, yaitu hukum membantu memisahkan beberapa

subyek yang sedang konflik.

e. Nilai-nilai yang diwujudkan dalam gagasan, yaitu hukum berfungsi

mengutarakan beberapa gagasan dalam suatu masyarakat.

Menurut Hoebel dalam (Esmi Warassih, 2005:26) fungsi hukum ada 4

(empat) , yaitu antara lain:

a. Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat, dengan

menunjukkan jenis-jenis tingkah laku-tingkah laku apa yang diperkenankan

dan apa pula yang dilarang;

b. Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang boleh

melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus

memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif;

c. Menyelesaikan sengketa;

d. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan cara

merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat..

Page 27: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

15

Dengan melihat fungsi hukum tersebut, maka dapat dilihat, bahwa hukum

sesungguhnya memang dipersiapkan sebagai suatu sarana untuk menangani proses-

proses yang dikerjakan oleh manusia dalam sebuah masyarakat.

2. Tujuan hukum

Setelah diuraikan mengenai makna atau pengertian mengenai apa itu hukum,

dan juga fungsi dari hukum tersebut diatas, maka hukum juga mempunyai tujuan-

tujuan yang hendak dicapai oleh hukum itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dalam

beberapa pandangan para ahli hukum mengenai apa tujuan dari hukum tersebut,

antara lain yaitu ;

Dalam bukunya Esmi Warassih yang berjudul “ Pranata hukum sebagai telaah

sosiologis “ menyebutkan beberapa tujuan hukum, antara lain :

Pertama, Teori Etis, hukum hanya semata-mata bertujuan mewujudkan

keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang apa yang adil dan

tidak adil. Dengan perkataan lain, hukum bertujuan untuk merealisasikan atau

mewujudkan keadilan.

Kedua, Teori Utilitas, menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk

menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-

banyaknya (the greatest good of the greatest number)

Ketiga, Teori Campuran, berpendapat bahwa tujuan pokok hukum adalah

ketertiban, dan oleh karena itu ketertiban merupakan syarat bagi adanya suatu

masyarakat yang teratur.

Page 28: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

16

Demikian pula Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto mengatakan

didalam bukunya :

“ bahwa tujuan hukum adalah demi kedamaian hidup antar pribadi yang

meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi ”

(Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto,1978:67)

Dalam pengertian filsafat hukum menurut Darji Darmodiharjo ( Darji

Darmodiharjo,1999:151) hukum mempunyai dua (2) fungsi, yaitu :

a. Hukum berfungsi untuk mewujudkan ketertiban umum, yaitu suatu

keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia dalam

kehidupannya bersama-sama manusia lainnya.

b. Hukum berfungsi menciptakan rasa keadilan didalam masyarakat

Disamping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan

yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat pada zamannya “ (Satjipto

Raharjo.1986:50)

B. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Publik

1. Pengertian tentang kebijakan publik

Menurut Harold D. Laswell dalam (Setiono, 2006:2). Kebijakan Publik

adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang

terarah.

Page 29: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

17

Menurut Thomas R. Dye, Kebijakan Publik adalah apa saja yang dilakukan

maupun tidak dilakukan oleh pemerintah. “Public Policy is whatever to government

choose to do or not to do.”( Thomas R.Dye,1978:3)

Carl Friedrich, memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan

terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka

mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.(Budi

Winarno,2002:16).

Menurut Robert Eyestone, kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai

hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.(Robert Eyestone,1971:18)

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa : Kebijakan Publik memiliki implikasi

sebagai berikut :

a. Bentuk awalnya adalah merupakan penetapan tindakan-tindakan

pemerintah.

b. Kebijakan publik tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk-bentuk

teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau diimplementasikan

secara nyata.

c. Kebijakan publik harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik

jangka panjang maupun jangka pendek, yang telah dipikirkan secara matang

terlebih dahulu.

Page 30: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

18

d. Pada akhirnya segala proses yang ada diatas adalah diperuntukkan bagi

pemenuhan kepentingan masyarakat. (Setiono, 2006:2)

Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik, menurut Young dan

Quinn ada baiknya kita membahas beberapa konsep kunci yang termuat dalam

kebijakan publik, yakni :

a. Tindakan pemerintah yang berwenang

b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata

c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan

d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

e. Dan sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang

aktor (Edi Suharto, 2006:44)

Kebijakan publik yang lebih menekankan kepada proses nampaknya menjadi

lebih populer daripada hukum. Namun sesungguhnya hukum keberadaannya tetap

dibutuhkan oleh masyarakat modern. Sebab sebuah hasil persepakatan yang tidak

memiliki kekuatan legalitas yang mengikat maka akan menimbulkan kerawanan

terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran beberapa pihak atas kesepakatan yang

telah dicapai dalam proses kebijakan publik itu sendiri.

Perbincangan tentang hubungan hukum dan kebijakan publik bermuara

sebagaimana kinerja di antara keduanya dapat berjalan dengan lebih baik. Berbicara

tentang hukum maka kita harus pula banyak membahas tentang segala aspek yang

ada dalam kebijakan publik. Demikian pula sebaliknya dalam kita berbicara

Page 31: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

19

tentang kebijakan publik maka kendalanya kita harus membicarakan segala aspek

yang ada di dalam hukum.

2. Hubungan antara hukum dan kebijakan publik

Penerapan hukum sangat tergantung pada kebijakan publik sebagai sarana

yang dapat mensukseskan berjalannya penerapan hukum itu sendiri. Sebab dengan

adanya kebijakan publik, maka pemerintah dengan masyarakat setempat akan

mampu merumuskan apa saja yang harus dilakukan, agar penerapan hukum yang

ada dapat berjalan dengan baik.

Hukum dan kebijakan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan

yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebijakan pemerintah semakin dibutuhkan

untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. Kebutuhan tersebut semakin

dirasakan seiring dengan semakin meluasnya peranan pemerintah memasuki bidang

kehidupan manusia, dan semakin kompleksnya persoalan-persoalan ekonomi, sosial

dan politik.

Dengan begitu secara tersirat sesungguhnya dapat terlihat bahwa kebijakan

publik yang dibuat bukanlah bermaksud untuk melakukan sesuatu yang

bertentangan dengan aturan hukum yang ada justru sebaliknya ia ingin berupaya

agar aturan hukum itu dapat terselenggara dengan baik.

Pada dasarnya di dalam penerapan hukum tergantung pada empat unsur:

(Setiono, 2006:6)

a. Unsur hukum

b. Unsur struktural

Page 32: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

20

c. Masyarakat

d. dan Budaya

Menurut Muhcsin dan Fadillah Putra, hubungan hukum dan kebijakan publik

dari sudut pandang kebutuhan hukum ada dua keterkaitan. Keterkaitan yang pertama

adalah antara hukum dan kebijakan publik memiliki kesamaan, keterkaitan ini

terutama terlihat pada proses pembentukan hukum dengan proses formulasi kebijakan

publik, yakni keduanya sama-sama berangkat dari realita yang ada dalam masyarakat

dan berakhir pada penetapan sebuah solusi atas realita tersebut.

Sedangkan keterkaitan yang kedua adalah bahwa produk hukum (Undang-

undang) memerlukan sebuah kekuatan dan kemapanan dari kandungannya, dan untuk

hal tersebut memerlukan sebuah cara yang sangat kuat untuk menuju pada hasil yang

mapan pada substansi tersebut. Kebijakan publik sebagai sebuah proses ternyata

sedikit banyak mampu memenuhi kebutuhan kemapanan hasil atau produk hukum

(Undang-undang) tersebut. ( Ayub Torry Satriyokusumo, 2007:15).

C. Tinjauan Umum Tentang Perbankan Dan Hukum Perbankan

1. Tinjauan umum tentang perbankan

a. Pengertian perbankan

Pengertian bank berasal dari bahasa Italia yaitu Branca yang berarti suatu

banku atau tempat duduk. Hal ini terjadi, karena pasa saat itu pada abad pertengahan,

pihak banker Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya

dengan duduk di bangku-bangku halaman pasar (Abdurrachman A, 1991:80)

Page 33: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

21

Apabila akan membicarakan tentang lembaga keuangan bank, ada dua istilah

yang perlu dijelaskan terlebih dahulu, yaitu perbankan dan bank. Menurut Pasal 1,

angka (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan, pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang

menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan

proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pada angka (2) pasal tersebut

disebutkan pengertian bank, yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan / atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak

Melihat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian perbankan

bermakna lebih luas, dibanding pengertian bank. Sedangkan pengertian tentang bank

yang lain yaitu ;

Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam

hal ini sebagai media perantara ( Financial Intermediary ) antara debitur dengan

kreditur. (Ruddy Tri Santoso, 1997:1)

Sedangkan menurut kamus istilah hukum Fockema Andreae, yang dimaksud

dengan bank ialah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan

dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. ( Kamus

Hukum Fockema. Andrea, 1983:40 )

Page 34: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

22

b. Fungsi bank

Bank sebagai lembaga keuangan, mempunyai fungsi antara lain sebagai

berikut ; (Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, 2006:5)

1) Agent of trust, Bank adalah lembaga yang landasannya adalah

kepercayaan. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila

dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya

tidak akan disalahgunakan oleh bank, uang akan dikelola dengan baik,

bank tidak akan bangkrut dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan

tersebut dapat ditarik kembali dari bank.

2) Agent of development, Lembaga yang memobilisasi dana untuk

pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan

penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian

di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat

melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi

barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi

tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang.

3) Agent of service, Lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan

ekonomi. Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran

dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada

masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan

perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa

Page 35: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

23

jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan

bank, dan penyelesaian tagihan.

c. Jenis-jenis bank

Menurut fungsinya bank dibedakan menjadi ; (Abdulkadir Muhammad,

2004:36)

1) Bank Sentral, dalam hal ini adalah Bank Indonesia, yang mempunyai

tugas sebagai lembaga negara yang berwenang untuk mengeluarkan alat

pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan

kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,

mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai

lender of the last resort.

2) Bank Umum, yang berfungsi sebagai bank yang dapat menjalankan segala

jenis usaha di bidang jasa perbankan.

3) Bank Perkreditan Rakyat, berfungsi sebagai bank yang menjalankan usaha

di bidang jasa perbankan tidak termasuk jasa lalu lintas pembayaran,

terutama untuk melayani usaha kecil dan rakyat pedesaan.

Sedangkan jenis - jenis bank yang disebutkan didalam Undang-Undang

Nomor 7 Nomor 1992 jo.Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan yaitu :

1) Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Page 36: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

24

2) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Tinjauan umum tentang Bank Indonesia

Didalam pembagian jenis-jenis bank, yang diuraikan didepan. Bahwa terdapat

salah satu jenis bank yakni Bank Sentral. Bank sentral disini yang dimaksud adalah

Bank Indonesia. Bank sentral dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1992 tidak

dikategorikan sebagai suatu jenis bank yang diaturnya, hal tersebut karena fungsi,

tugas dan peranan bank sentral adalah sebagai otoritas moneter, serta melakukan

pengawasan dan pembinaan bank.

Oleh karena itu bank sentral bukan merupakan jenis bank yang diatur dalam

undang-undang ini, tetapi justru merupakan lembaga negara yang ikut bertanggung

jawab atas dilaksanakannya Undang-Undang Perbankan dimaksud, sehingga diatur

dengan undang-undang tersendiri.

Menurut Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang

Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari

campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang

secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

a. Status Bank Indonesia

Status bank Indonesia diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1999. Menurut ketentuan pasal tersebut Bank Indonesia mempunyai 3 ( tiga ) macam

status, yaitu ;

Page 37: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

25

1) Bank sentral

Bank sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk

mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan

melaksanakan kebijakan moneter mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai

lender of the last resort. Bank sentral mempunyai tujuan mencapai dan memelihara

kestabilan nilai rupiah dan tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang

dilakukan bank pada umumnya.

2) Lembaga negara independen

Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia bebas dari campur

tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam Undang-Undang Bank Indonesia.

3) Badan hukum publik

Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-Undang

Bank Indonesia. Dengan demikian terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia

dalam mengelola kekayaan sendiri terlepas dari Anggaran dan Belanja Negara. Selain

itu Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi

dalm batas kewenangannya.

b. Tugas dan tujuan Bank Indonesia

Sedangkan mengenai tugas dari Bank Indonesia sendiri, selaku bank sentral

seperti yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998,

Page 38: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

26

guna mencapai tujuan dari Bank Indonesia, antara lain sebagai berikut ; (Budi

Untung, 2000:20)

1) Memberikan ketentuan tentang kesehatan bank

2) Meminta penjelasan dan keterangan

3) Melakukan pemeriksaan buku-buku, berkas dan dokumen perbankan

4) Melakukan pemeriksaan secara berkala atau insidentil

5) Memberikan laporan kepada Dewan Moneter

6) Menetapkan persyaratan dan tata cara pemeriksaan bank

7) Meminta bank-bank untuk menyampaikan neraca, perhitungan laba rugi,

serta laporan berkala lainnya

8) Menetapkan tata cara pembuatan dan pengumuman neraca, dan

perhitungan laba rugi bank

9) Menetapkan pengecualian bagi bank-bank perkreditan rakyat untuk

diaudit oleh akuntan publik

10) Melakukan tindakan-tindakan penyelamatan jika suatu bank

membahayakan keselamatannya

11) Mencabut ijin suatu bank dan memerintahkan likuidasi

12) Meminta pemerintah untuk membentuk badan khusus dalam rangka

penyehatan bank

Adapun tujuan dari Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara

kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai

rupiah terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan

Page 39: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

27

nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dari perkembangan laju inflasi.

Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dari nilai

tukar dengan mata uang negara lain.

Kestabilan nilai rupiah ini sangat penting untuk mendukung pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

c. Hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah

Dalam hubungannya dengan pemerintah Bank Indonesia bertindak sebagai

pemegang kas pemerintah. Sebagai pemegang kas pemerintah, Bank Indonesia

menatausahakan rekening pemerintah, bertindak untuk dan atas nama pemerintah

dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan

kewajiban dan tagihan, dan kewajiban pemerintah terhadap pihak luar negeri.

Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia, dan atau mengundang

Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan,

dan keuangan yang berkaitan dengan tugas dari Bank Indonesia.

Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah

mengenai RAPBN ( Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara ) serta

kebijakan lainnya yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

Dalam hal pemerintah menerbitkan surat-surat hutang negara, pemerintah wajib

terlebih dahulu untuk berkonsultasi dengan Bank Indonesia.

3. Tinjauan tentang hukum perbankan

Dalam perkembangan dewasa ini, maka istilah bank dimaksudkan sebagai

suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup

Page 40: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

28

beraneka ragam, seperti memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan

pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpan untuk benda-

benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan (Abdurrachman A, 1991 :80)

Hukum perbankan Indonesia merupakan hukum yang mengatur masalah-

masalah perbankan yang berlaku di Indonesia. Hukum perbankan adalah sekumpulan

peraturan yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala

aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang

kehidupan yang lain. (Muhamad Djumhana, 1993:10)

Adapun yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan

adalah sebagai berikut : (Muhamad Djumhana, 1993 :10).

a. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,

profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga

perbankan, hubungan, hak dan kewajiban bank;

b. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan

karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum

pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan

terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta,

patungan dengan asing, atau bank asing.

c. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur

perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti

pencegahan persaingan yang tidak sehat, perlindungan nasabah, dan lain-

lain.

Page 41: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

29

d. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang yang berhubungan

dengan bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank

Sentral, dan lain-lain.

e. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai

oleh bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif,

pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.

Di dalam mempelajari tentang hukum perbankan, terdapat asas hukum

mengenai lembaga keuangan dalam kegiatan operasionalnya, antara lain yaitu :

a. Asas Kepercayaan ( fiduciary relation )

Asas kepercayaan adalah asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi

oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. bank berusaha dari dana

yang disimpan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap orang perlu

menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan

kepercayaan masyarakat. (Rachmadi Usman., 2001:16)

b. Asas Kerahasiaan ( confiential relation )

Adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala

sesuatu yang berhubungan dengan keuangan yang menurut kelaziman dunia

perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini untuk kepentingan bank itu sendiri

karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.

(Ronny Sautma Bako,1995:46)

Page 42: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

30

c. Asas Kehati-hatian ( prudential relation )

Adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi

dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka

melindungi dana masyarakat yang dipercayakan pada bank. (Veronica Diaz,2006:11)

d. Asas Mengenal Nasabah ( know your customer priciples )

Asas ini merupakan salah satu asas dalam operasional bank yang

dikedepankan sebagai sebuah asas yang patut untuk diperhatikan dan memiliki

urgensi bagi pelaku bisnis bank agar bersikap lebih concern dalam mengenal nasabah

yang bertransaksi dengan bank tersebut. (Veronica Diaz,2006:11)

4. Tinjauan umum tentang kredit

Dengan pemberian kredit, bank umum memberikan sumbangan yang penting

terhadap perputaran roda ekonomi bangsa. kredit perbankan membantu tersedianya

dana untuk membiayai kegiatan produksi nasional, penyimpanan bahan, pembiayaan

kredit penjualan, transportasi barang, kegiatan perdagangan, dan sebagainya. (

Siswanto Sutojo, 1997:2 )

a. Pengertian kredit

Penyaluran dana ( fund lending ) adalah kegiatan usaha meminjamkan dana

kepada masyarakat dalam bentuk kredit ( hutang ). Menurut ketentuan Pasal 1 angka

(11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 :

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan

Page 43: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

31

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. “

Kredit yang berasal dari kata dalam bahasa Romawi, yaitu ‘ credere ‘ yang

artinya percaya ( Belanda : vertruwen ; Inggris : believe, trust, or confidenced ).

(Mariam Darus Badrulzaman, 1985:21 ) dengan kata lain adalah mempercayakan

uang atau barang kepada orang yang mampu mengembalikan.

b. Unsur-unsur kredit

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan, secara yuridis dapat dirinci dan dijelaskan unsur-

unsur kredit seperti berikut : ( Abdulkadir Muhammad , Rilda Muniarti, 2004:58)

1) penyediaan uang sebagai hutang oleh pihak bank, atau

2) tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang sebagai

pembiayaan, misalnya pembiayaan pembuatan rumah, pembelian

kendaraan;

3) kewajiban pihak peminjam (debitur melunasi hutangnya menurut jangka

waktu, disertai pembayaran bunga ;

4) berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam uang antara bank dan

peminjam ( debitur ) dengan persyaratan yang disepakati bersama.

Apabila ditelaah secara konseptual, maka dalam konsep kredit selalu

terkandung unsur-unsur esensial berikut ini : (Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003:34 )

Page 44: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

32

1) kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dan pihak Bank atas atas prestasi

yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya

sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu.

2) waktu, adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan

pelunasanya; jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui

atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana.

3) prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi

pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian

kredit antara bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga

imbalan.

4) risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu

antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk

mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya

wanprestasi dan nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan

jaminan dan agunan

c. Prinsip-prinsip pemberian kredit

Didalam pemberian kredit perbankan, seharusnya bank berpedoman pada

prinsip-prinsip seperti berikut : ( Erna Indriasari, 2005 :39 )

1) Prinsip kepercayaan

Sesuai dengan arti kredit yang berarti kepercayaan, maka kredit seharusnya

diberikan berdasarkan kepercayaan. Untuk memenuhi unsur kepercayaan ini kreditur

harus dapat melihat apakah calon debitur dapat memenuhi berbagai kriteria yang

Page 45: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

33

biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit oleh karena itu timbul prinsip

lain yang disebut kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ).

2) Prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle )

Prinsip kehati-hatian ini adalah suatu konkretisasi dari prinsip kepercayaan

dalam suatu pemberian kredit. Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian ( Prudent

Banking Principle ) ini, dilakukan berbagai usaha pengawasan baik oleh bank itu

sendiri (internal) maupun oleh pihak luar ( eksternal )

Keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit sebenarnya

juga mempunyai tujuan agar kredit diberikan secara hati-hati, sehingga ada jaminan

bahwa kredit yang bersangkutan akan dibayar kembali oleh pihak debitur. Prinsip

kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) ini diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 8, Pasal 11, dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Prinsip 5 C, dalam dunia perbankan dikenal prinsip 5 C yang biasa disebut

sebagai “ The Five of Credit Analysis ” , prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai

berikut : (Budi Untung, 2000:123 )

a) Character ( sifat-sifat calon debitur )

b) Capital ( modal dasar dari calon debitur )

c) Capacity ( kemampuan untuk membayar kembali dari calon debitur )

d) Collateral ( jaminan yang disediakan oleh calon debitur )

e) Condition of economy ( kondisi perekonomian )

Page 46: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

34

Ada juga Prinsip 3 R, yang antara lain sebagai berikut ; ( Johannes

Ibrahim,2004:100 )

a) Return ( hasil yang diperoleh )

Merupakan hasil yang diperoleh debitur, dalam hal ini kredit yang diberikan

harus diantisipasi oleh calon kreditur ( bank ).

b) Repayment ( pembayaran kembali )

Kemampuan membayar dari pihak debitur juga mesti dipertimbangkan dan

apakah kemampuan bayar tersebut sesuai dengan jadwal pembayaran kembali

c) Risk hearing ability ( kemampuan menangung risiko )

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana terdapatnya

kemampuan debitur untuk menanggung risiko

d. Tujuan kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak

dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank itu sendiri. Dalam praktiknya

tujuan pemberian suatu kredit sebagai berikut : (Kasmir, 2004:105)

1) Mencari keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan.

Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank, disamping juga untuk

membesarka usaha bank tersebut.

2) Membantu usaha nasabah

Page 47: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

35

Dengan dana tersebut ,maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan

memperluas usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama

diuntungkan.

3) Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh perbankan,

maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana

dalam rangka peningkatan pembangunan diberbagai sektor, terutama sektor riil.

D. Kerangka Berpikir

Sehubungan dengan masalah yang diteliti pada penelitian ini, maka dapat

dibuat alur berpikir dari penulis sebagai berikut :

Untuk menunjang kondisi perekonomian nasional yang kuat, salah satu unsur

yang mendukung terciptanya stabilitas perkonomian adalah usaha perbankan.

Perbankan merupakan urat nadi perekonomian nasional saat ini. Perbankan melalui

kegiatannya sebagai lembaga keuangan, yang bertugas menghimpun dan

menyalurkan dana kepada masyarakat, dan sebagai agent of development mempunyai

tugas yang tidaklah mudah.

Permasalahan perekonomian nasional, salah satunya adalah kondisi

perbankan nasional yang tidak sehat. Hal ini tercermin pada masih tingginya angka

kredit macet ( non performing loan / NPL ), yang berimbas pada kondisi

perekonomian nasional. Disebabkan masih lemahnya kontrol pengawasan dari

pemerintah, melalui Bank Indonesia, dan para pelaku usaha perbankan yang masih

Page 48: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

36

belum mengindahkan arti pentingnya prinsip kehati-hatian, didalam melakukan

segala kegiatan usahanya yang penuh dengan resiko ( full risk business ).

Oleh karena itu, pemerintah melalui Bank Indonesia sebagai pemegang

otoritas keuangan dan perbankan, berusaha untuk membuat suatu kebijakan yang

digunakan sebagai acuan dan pedoman bagi perbankan nasional, dalam melakukan

kegiatan usahanya, khususnya mengenai pemberian kredit. Kebijakan tersebut harus

memuat mengenai prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ), yang

merupakan prinsip dasar didalam menjalankan usaha perbankan, sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Perbankan. Adapun kebijakan tersebut tertuang didalam

bentuk peraturan perundang-undangan, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,

seperti Peraturan Bank Indonesia, dan Surat Edaran Bank Indonesia.

Permasalahan yang muncul adalah kebijakan apakah yang telah dikeluarkan

oleh Bank Indonesia, sebagai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit

perbankan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

Sedangkan permasalahan lainnya adalah berkaitan dengan apa yang menjadi

persamaan dan perbedaan dari substansi kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia

tersebut, dengan Undang-undang perbankan kaitannya dengan prinsip kehati-hatian.

Alur pemikiran tersebut diatas dapat penulis gambarkan dalam bentuk bagan,

sebagaimana lampiran berikut :

Page 49: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

37

KERANGKA BERPIKIR

Bagan 1. Kerangka Pemikiran

Perekonomian Nasional

Perbankan Bank Indonesia

Kredit Perbankan

- PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

- SE BI No.5/21/DPNP Perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

- UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan ( Pasal 2 )

- UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan ( Pasal 8, 11, dan 29 )

Page 50: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

38

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa

dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. (Soerjono

Soekanto, 2001: 1)

Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus dipenuhi dalam

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Metodologi penelitian adalah suatu

jalan untuk memecahkan masalah yang ada, dengan mengumpulkan, menyusun, serta

mengolah data-data yang ada guna menemukan, mengembangkan, atau menguji

kebenaran suatu penelitian ilmiah.

Metodologi, juga metodologie ( Kamus Bahasa Belanda, Wokowasito,

1999:401) artinya ilmu tentang metode-metode. Metodologi (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 1999: 653 ) berarti ilmu tentang metode. Metode dalam arti yang umum

berarti suatu studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip yang

mengarahkan suatu penelitian. Metodologi juga berarti cara ilmiah untuk mencari

kebenaran. ( Setiono,2005:3 )

Adapun metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut ;

38

Page 51: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

39

A. Jenis Penelitian

Dalam memilih atau menggunakan suatu metode tertentu harus jelas apa yang

akan kita cari dan kita teliti, dalam hal ini apa yang kita maksud dengan hukum itu.

Mengikuti pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, ada lima konsep hukum yaitu ;

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan

berlaku universal

2. Hukum adalah norma-norma positif didalam sistem perundang-undangan

hukum nasional

3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto, dan

tersistematisasi sebagai jugde made law

4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis

sebagai variabel sosial yang empirik

5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial

yang tampak dalam interaksi antar mereka

Dalam penelitian ini penulis mendasarkan pada konsep hukum yang kedua,

yaitu bahwa hukum merupakan aturan-aturan atau norma-norma positif didalam

sistem perundang-undangan hukum nasional. Yakni peraturan-peraturan perundang-

undangan yang tertulis, dan berlaku di negara Indonesia.

Penelitian yang digunakan ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis

normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yakni penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. (Soerjono Soekanto,

2001:13 ) Disebut juga sebagai penelitian doktrinal, yakni penelitian tersebut

Page 52: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

40

dilakukan ( terutama ) terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, sepanjang

bahan-bahan hukum tersebut mengandung kaidah-kaidah hukum.( Bambang

Sunggono, 2003:94 )

Sedangkan menurut sifatnya adalah penelitian deskriptif, yakni penelitian

yang ditujukan atau dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin

tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.( Setiono, 2005: 5 ) Dalam hal

ini, yakni mengenai kebijakan apakah yang telah dikeluarkan Bank Indonesia,

sehubungan dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit

perbankan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

Menurut bentuknya, merupakan penelitian evaluatif, yakni bertujuan untuk

menilai program-program yang dijalankan ( Setiono, 2005:6 ). Yakni mengenai

apakah yang menjadi persamaan dan perbedaan dari kebijakan yang telah dikeluarkan

Bank Indonesia, sehubungan dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam

pemberian kredit perbankan, dibandingkan dengan ketentuan yang ada dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Page 53: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

41

Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya berjudul “ Penelitian hukum

normatif suatu tinjauan singkat “, penelitian hukum normatif mencakup yaitu ; (

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001:14 )

1. Penelitian terhadap asas-asas hukum

2. Penelitian terhadap sistematika hukum

3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal

4. Perbandingan hukum

5. Sejarah hukum

Dalam hal ini, penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian normatif

terhadap taraf sinkronisasi vertikal, yakni penelitian yang bertujuan untuk

mengungkapkan kenyataan, sampai sejauh mana perundangan tertentu serasi secara

vertikal. Pada penelitian terhadap taraf sikronisasi secara vertikal, maka yang ditelaah

adalah perundang-undangan suatu bidang tertentu, didalam perspektif hierarkisnya.

Sudah tentu bahwa telaah itu juga harus didasarkan pada fungsi masing-masing

perundang-undangan tersebut, sehingga taraf keserasiannya akan tampak dengan

jelas. ( Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001:76 )

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tesis ini dilakukan di perpustakaan pribadi, warung internet

umum (warnet), perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,

, dan perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 54: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

42

C. Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang normatif, oleh karena itu

jenis data yang digunakan adalah data dari bahan-bahan pustaka, lazimnya disebut

data sekunder. Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup (Soerjono

Soekanto, 1982: 52 ) :

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, dan

terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan,

bahan hukum yang telah dikodifikasi, yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari

zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Di dalam penelitian ini bahan

hukum primer yang digunakan adalah ;

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang

Bank Indonesia

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank

Indonesia

Page 55: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

43

6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Perihal Penerapan

Manajemen Risiko bagi Bank Umum

Yang kedua adalah bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-

undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder ; contohnya adalah

kamus besar bahasa Indonesia, kamus bahasa Belanda, dan kamus bahasa Inggris.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan studi kepustakaan , yakni teknik pengumpulan data dilakukan dengan :

1. Fungsi katalog atau katalogisasi terhadap buku-buku, ataupun bahan

hukum lainnya. Maksudnya mencari bahan pustaka, dengan melihat

daftar yang memberikan informasi mengenai koleksi bahan pustaka yang

dimiliki oleh suatu perpustakaan (Soerjono Soekanto, 2001:45 )

2. Klasifikasi, maksudnya pengelompokan atau penggolongan bahan pustaka

berdasarkan sifat-sifat khusus dari bahan pustaka yang menjadi koleksi

suatu perpustakaan. ( Soerjono Soekanto, 2001:50 )

3. Pembuatan catatan-catatan khusus tentang isi bahan hukum tertentu

4. Serta penelusuran bahan hukum melalui media internet

Page 56: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

44

E. Teknik Analisa Data

Sebagai cara untuk memperoleh suatu kesimpulan yang merupakan jawaban

dari pertanyaan dasar yang telah dirumuskan, maka model dan teknik analisa data

yang digunakan didalam penelitian ini adalah berdasarkan logika deduksi, dengan

memperhatikan penafsiran hukum yang dilakukan serta asas-asas hukum yang

berlaku pada ilmu hukum.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif ,

yang oleh Burhan Ashshofa disebut dengan silogisme deduksi. Burhan Ashshofa

menyebutkan bahwa metode silogisme deduksi atau yang lebih dikenal dengan

sebagai logika matematika terdiri dari tiga premis, yaitu umum ( mayor ), khusus (

minor ) dan sebagai kesimpulan ( konklusi ) (Burhan ashshofa, 2004:37). Penulis

memulai dari data-data yang bersifat umum ( premis mayor ), kemudian yang bersifat

khusus ( premis minor ). Untuk kemudian ditarik hubungan antara keduanya, sebagai

sebuah konklusi.

Premis mayor :

“ bahwa, didalam salah satu usahanya sebagai financial intermediary,

perbankan diharuskan untuk menyalurkan dana masyarakat yang terkumpul dalam

bentuk simpanan, kepada pihak ketiga yang biasa disebut dengan pemberian kredit (

pinjaman ).. ”

Premis minor :

“ bahwa, di dalam kegiatan usaha penyaluran dana kepada pihak ketiga atau

kredit. Terdapat prinsip kehati-hatian, yang harus dipatuhi dalam setiap kegiatan

Page 57: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

45

usahanya, dan juga harus berpedoman kepada Undang-undang perbankan, maupun

peraturan-peraturan pelaksananya.”

Konklusi :

” Didalam pemberian kredit oleh perbankan, perbankan diharuskan untuk

melaksanakan prinsip-prinsip kehati-hatian sesuai dengan aturan perundang-

undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia.

Mengenai pengertian mengenai Premis Mayor, Premis Minor, dan Konklusi

diatas dapat digambarkan dengan keterangan bagan sebagai berikut :

Bagan 2. Metode Analisis Data Silogisme Deduksi menurut Burhan Ashshofa

Premis Mayor ( Pemberian kredit perbankan )

Premis Minor ( Penerapan Prinsip Kehati-hatian )

Konklusi ( Kebijakan BI dalam bentuk PBI dan SEBI sebagai penerapan Prinsip Kehati-hatian )

Page 58: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Sejalan dengan jenis penelitian ini, yakni penelitian hukum normatif, maka

yang menjadi data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder. Adapun data

sekundernya berupa peraturan-peraturan perundang-undangan, yang berupa peraturan

pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya. Dalam hal ini

peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun wakilnya,

yang dikeluarkan sebagai bentuk pelaksanaan daripada Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan.

Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang senantiasa

bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan yang semakin luas, harus selalu

diikuti secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan fungsi dan

tanggung jawabnya kepada masyarakat. Perbankan yang berasaskan demokrasi

ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dana dan penyalur dana

masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan

pembagunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan

hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, kearah peningkatan

taraf hidup masyarakat.

46

Page 59: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

47

Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan suatu bentuk peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai perbankan, sebagai tindak lanjut dalam

mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pemerintah seperti dijelaskan

didalam penjelasan sebelumnya.

Di dalam Undang-undang Perbankan diatur mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan dunia perbankan, mulai dari definisi istilah-istilah perbankan,

hingga kedalam seluk beluk pengaturan mengenai aktifitas perbankan pada

umumnya, peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral, maupun sanksi dan

ketentuan pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perbankan.

Adapun penelitian ini mengkhususkan kepada penelitian terhadap kebijakan

publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Bank Indonesia,

dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Yang berkaitan dengan penerapan

Prinsip Kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ), sebagai salah satu asas penting

dalam dunia perbankan, khususnya yang berkaitan dengan pengaturan mengenai

kredit perbankan.

Ketentuan mengenai asas atau prinsip kehati-hatian ini, tercantum didalam

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang berbunyi : ”

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi

dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. ” Hal ini memberikan pengertian bahwa

prinsip kehati-hatian merupakan asas yang mutlak untuk dilaksanakan oleh dunia

perbankan, yang merupakan bisnis penuh dengan risiko ( full risk business ).

Page 60: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

48

Dan juga diatur didalam Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, yang berbunyi : ” Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai

dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,

rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan

wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”

Mengenai pengertian kredit diatur juga didalam Undang-undang Perbankan.

Kredit merupakan salah satu usaha utama dalam dunia perbankan, yang berguna

menjaga kelangsungan hidup bagi dunia perbankan. Kredit sebagai salah satu usaha

perbankan, diatur di dalam Pasal 6 huruf B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan.

Bank Indonesia sebagai bank sentral, mempunyai kedudukan dan peranan

yang sangat strategis didalam dunia perbankan. Bank Indonesia selaku bank sentral

mempunyai kewenangan sebagai wakil dari pemerintah dalam mengatur sistem

perbankan nasional, dan juga mengadakan pembinaan dan pengawasan. Dengan jalan

mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai segala

sesuatu yang menyangkut mengenai operasional perbankan, kebijakan-kebijakan

moneter, maupun ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman bagi para pelaku

bisnis perbankan.

Sedangkan mengenai kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral itu

sendiri, diatur didalam Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Page 61: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

49

Dan juga didalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang

perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

Bank Indonesia sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, mempunyai tugas untuk menetapkan batas maksimum pemberian kredit

perbankan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Hal tersebut merupakan

bentuk pelaksanaan dari prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) didalam

pemberian kredit perbankan.

Sedangkan ketentuan perundang-undangan yang lain, yang memberikan

kewenangan terhadap Bank Indonesia, guna melaksanakan prinsip kehati-hatian (

Prudent Banking Principle ) didalam pelaksanaan pemberian kredit perbankan

tercantum didalam Pasal 29 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang

berbunyi ; ” ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia ”.

Saat ini Bank Indonesia tengah melakukan penyempurnaan sistem

pengawasan bank, dari sistem compliance ( kepatuhan pada regulasi ) menjadi

pengawasan risiko ( risk based supervision ). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

permasalahan bank sejak dini. (Mulhadi, 2005:10)

Untuk melaksanakan berbagai ketentuan mengenai pemberian kredit

perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ),

sebagaimana yang tercantum didalam Undang-undang Perbankan, maupun Undang-

Page 62: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

50

undang tentang Bank Indonesia tersebut diatas, Bank Indonesia mengeluarkan suatu

peraturan perundang-undangan yang berisi pedoman pelaksanaan prinsip kehati-

hatian ( Prudent Banking Principle ) didalam usaha perbankan, yang didalamnya

termasuk pula pengaturan mengenai kredit perbankan.

Pedoman pelaksanaan usaha perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

tersebut, sebagai penerapan prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle )

dimuat didalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dan penjelasannya didalam Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi

Bank Umum.

Pengertian manajemen risiko didalam peraturan perundangan tersebut adalah

serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi,

mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha

bank. Adapun penegrtian risiko itu sendiri menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank

Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum, adalah potensi terjadinya suatu peristiwa ( events ) yang dapat menimbulkan

kerugian bank.

Penerapan Manajemen Risiko tersebut bagi bank umum merupakan wujud

pelaksanaan daripada prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) didalam

kegitan usaha perbankan. Dan juga sebagai usaha untuk mewujudkan tata kelola yang

sehat atau good corporate governance dalam kegiatan usaha perbankan. Situasi

lingkungan internal maupun eksternal perbankan mengalami perkembangan pesat

Page 63: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

51

saat ini, yang menimbulkan semakin kompleksnya risiko yang timbul dari usaha

perbankan.

Pedoman standar penerapan manajemen risiko bagi bank umum yang tertuang

didalam PBI Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum, merupakan acuan standar yang wajib dipenuhi oleh bank, sehingga bank

dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan bank.

Proses penerapan manajemen risiko didalam kegiatan usaha perbankan

dilakukan terhadap risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,

risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategis, serta risiko kepatuhan. Khusus

didalam penelitian ini hanya membatasi mengenai lingkup risiko kredit, sebagaimana

tema penelitian yang diambil yakni tentang prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking

Principle ) didalam pemberian kredit perbankan.

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan

(counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai

aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasuri dan

investasi, dan pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun

trading book. ( Lampiran SE No.5/21/DPNP, 2003: 19 )

Produk perundang-undangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi

bank umum tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan yang

menyertainya. Karena tidak mungkin ada suatu produk peraturan perundang-

undangan yang bisa sempurna, tanpa ada revisi atau perbaikan terhadap produk

perundang-undangan tersebut. Hingga saat ini, kondisi perbankan nasional masih

Page 64: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

52

sangat rapuh dan rawan terhadap kredit bermasalah ( non perfoming loan ). Hal ini

bisa menggambarkan bagaimana tingkat keberhasilan dari dikeluarkannya suatu

produk perundang-undangan yang khususnya mengatur mengenai penerapan

manajemen risiko bagi bank umum, sebagai bagian pelaksanaan daripada prinsip

kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) dalam kegiatan usaha perbankan

khususnya didalam pemberian kredit.

B. Pembahasan

1. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, untuk melaksanakan prinsip

kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan

Di dalam pembahasan berikut ini akan dibahas mengenai bentuk dan isi dari

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Bank Indonesia.

Yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya peraturan perundang-

undangan perbankan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan , dan juga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Selanjutnya diadakan analisa terhadap bentuk dan isi dari kebijakan tersebut,

apakah sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-undang

Perbankan. Menurut Teori dari Hans Kelsen ( stufen theory ) mengenai konsepsi yang

bersifat dasar yakni menyebutkan hukum memiliki suatu susunan berjenjang,

menurun dari norma positif tertinggi sampai kepada perwujudan yang paling rendah.

Page 65: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

53

Hans Kelsen menamakan norma tertinggi tersebut sebagai Grundnorm ( norma dasar

), dan Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah.

Melalui Grundnorm inilah semua peraturan hukum disusun dalam satu

kesatuan secara hirarkhis.( Esmi Warassih, 2005:32 ) Oleh karena itu , didalam

susunan norma hukum tidak diperbolehkan adanya kontradiksi antara norma hukum

yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi..

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sebagai pelaksanaan dari

pada ketentuan-ketentuan yang ada didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Adalah

dikeluarkannya suatu produk peraturan perundang-undangan yang berbentuk suatu

peraturan pelaksana, yakni Peraturan Bank Indonesia ( PBI ) dan Surat Edaran Bank

Indonesia ( SEBI ).

Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor

5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risisko Bagi bank Umum, dan juga

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Mengapa, penerapan mengenai Manajemen Risiko yang dipilih oleh Bank

Indonesia, untuk dikeluarkan dalam suatu produk perundang-undangan guna

melaksanakan prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) dalam pemberian

kredit perbankan ?

Page 66: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

54

Hal tersebut tidak terlepas dari adanya penyempurnaan sistem pengawasan

perbankan, dari sistem compliance ( kepatuhan pada regulasi ) menjadi pengawasan

risiko ( risk based supervision ), yang dilakukan oleh Bank Indonesia. ( Mulhadi,

2005 : 10 ) Serta sebagai usaha untuk mewujudkan tata kelola yang sehat didalam

bisnis perbankan, atau good corporate governance.

Situasi lingkungan internal maupun eksternal perbankan yang mengalami

perkembangan pesat saat ini, yang mana telah menimbulkan semakin kompleksnya

risiko yang timbul dari usaha perbankan, juga memberikan andil dari timbulnya

Manajemen Risiko sebagai langkah pelaksanaan daripada Prinsip Kehati-hatian (

Prudent Banking Principle ) dalam pemberian kredit perbankan.

Pengertian dari Manajemen Risiko itu sendiri adalah, serangkaian prosedur

dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan

mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. ( Pasal 1 PBI No.

5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum )

a) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

Di dalam PBI Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum, terdapat pengaturan mengenai segala sesuatu yang bersifat umum,

yang menyangkut tentang manajemen risiko, dalam upaya pelaksanaan prinsip

kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) dalam usaha perbankan dan pelaksanaan

good corporate governance dalam usaha bisnis perbankan.

Page 67: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

55

PBI Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum, terdiri dari 10 bab dan 36 pasal. Adapun secara garis besar substansi dari PBI

Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan manajemen Risiko Bagi Bank Umum dapat

diuraikan per bab sebagai berikut ;

a) Di dalam Bab 1 yang terdiri dari 1 Pasal, berisi mengenai ketentuan umum

yang menyangkut penerapan manajemen risiko bagi bank umum, seperti

pengertian manajemen risiko itu sendiri.

b) Mengenai ruang lingkup manajemen risiko, diatur didalam Bab II. yang

terdiri dari 3 Pasal, yakni Pasal 2, 3, dan 4. Yang berisi mengenai kewajiban

perbankan umum untuk melaksanakan manajemen risiko, hal-hal yang

tercakup didalam manajemen risiko, serta bidang-bidang yang ada di dalam

manajemen risiko, antara lain yaitu risiko kredit, yang akan dibahas secara

khusus didalam penelitian ini.

c) Pada Bab III berisi mengenai pengawasan manajemen risiko yang

diterapkan oleh dewan komisaris dan direksi. Dewan komisaris dan direksi

yang dimaksud adalah, mereka yang menjadi dewan komisaris dan direksi di

masing-masing bank. Diatur juga mengenai kewenangan, dan tanggung jawab

dewan komisaris, serta kewenangan dan tanggung jawab direksi. Yang diatur

didalam Pasal 5, 6, dan 7.

d) Bab IV, yang terdiri dari Pasal 8 dan 9, mengatur mengenai kebijakan,

prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko. Yakni mengatur tentang hal-

hal yang perlu diatur di dalam manajemen risiko, prosedur yang dilakukan

Page 68: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

56

dalam melakukan manajemen risiko, serta pedoman penetapan limit risiko

yang akan dijadikan sebagai standar dalam pengaturan manajemen risiko

didalam internal masing-masing bank.

e) Di dalam Bab V, terdapat 3 pasal ,yakni Pasal 10, 11, dan 12 yang

mengatur tentang proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian,

dan sistem informasi dalam manajemen risiko. Dalam bab ini, dijelaskan

mengenai pedoman standar, atau hal-hal yang sekurang-kurangnya harus

terdapat didalam proses identifikasi, pemantauan, pengukuran, dan

pengendalian manajemen risiko.

f) Mengenai sistem pengendalian intern, diatur didalam Bab VI , yang terdiri

dari Pasal 13, 14, dan 15. Berisi mengenai pedoman standar yang harus ada

dan kewajiban terhadap bank untuk melakukan sistem pengendalian intern di

dalam penerapan manajemen risiko di masing-masing bank.

g) Bab VII , diatur tentang organisasi dan fungsi manajemen risiko. Di dalam

Bab VII terdapat Pasal 16, 17, 18, dan 19 yang secara garis besar mengatur

mengenai struktur organisasi yang khusus mempunyai tugas di bidang

pengawasan manajemen risiko. yaitu pembentukan Komite Manajemen

Risiko, dan Satuan Kerja Manajemen Risiko di masing-masing bank. Adapun

tugas, wewenang., dan tanggung jawab dari masing-masing bidang tersebut

diatas tercantum dengan jelas.

Page 69: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

57

h) Pada Bab VIII, terdiri dari 2 pasal yakni pasal 20, dan 21. Dapat dijelaskan

bahwa bank harus menerapkan pedoman-pedoman standar yang berada

didalam kedua pasal tersebut, sebagai langkah pelaksanaan manajemen risiko.

i) Selanjutnya Bab IX, terdapat cara-cara penyampaian, dan pembuatan

laporan manajemen risiko. Bab ini sendiri terdiri dari Pasal 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28, dan Pasal 29.

j) Mengenai Lain-lain yang belum diatur didalam bab-bab sebelumnya dimuat

dalam Bab X ini, yang antara lain berupa sanksi administratif bagi mereka

yang terlambat untuk melaporkan laporan perihal pelaksanaan sistem

manajemen risiko.

b) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

Dalam Surat Edaran BI ini, memuat pengaturan tentang penerapan

manajemen risiko, sebagai ketentuan pelaksana dari dikeluarkannya Peraturan Bank

Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi bank

Umum. SE BI tersebut ditujukan kepada seluruh bank-bank, baik bank pemerintah,

swasta nasional, maupun swasta asing, yang berada atau melakukan usahanya di

Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan tugas dari Bank Indonesia untuk menetapkan

dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur, dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran, mengatur dan mengawasi Bank. (Abdulkadir Muhammad , Rilda

Muniarti, 2004 : 38 )

Page 70: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

58

Surat Edaran tersebut memuat beberapa poin penting guna dijadikan sebagai

pedoman standar bagi perbankan nasional untuk melaksanakan sistem manajemen

risiko. Didalamnya terdapat dua belas poin yang menjadi acuan perbankan nasional

dalam pelaksanaan sistem manajemen risiko. Surat Edaran Bank Indonesia ini dibuat

lebih jelas lagi mengenai penjelasan penerapan manajemen risiko, semua yang

berhubungan dengan sistem manajemen risiko, termasuk didalamnya tentang

penerapan prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) dalam pemberian

kredit perbankan, dalam suatu lampiran yang tidak terpisahkan.

Adapun kedua belas poin tersebut adalah sebagai berikut :

a) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

merupakan acuan standar penerapan manajemen risiko yang wajib dipenuhi

oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan

kebutuhan Bank.

b) Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan atau pedoman

penerapan manajemen risiko namun belum memenuhi standar penerapan

manajemen risiko, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan

berpedoman pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini.

c) Pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka

2, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)

hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan

pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action

plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.

Page 71: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

59

d) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum,

sekurang-kurangnya memuat:

i) Pedoman Umum

i.1 Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, termasuk organisasi

dan fungsi manajemen risiko;

i.2 Kebijakan, prosedur dan penetapan limit;

i.3 Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan sistem informasi

manajemen risiko, termasuk pengelolaan assets and liabilities

management (ALMA), penggunaan model pengukuran risiko dan

stress testing; dan

i.4 Pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko.

ii) Proses penerapan Manajemen Risiko

Proses penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko kredit,

risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko

reputasi dan risiko strategis, serta risiko kepatuhan.

iii) Hal-hal lain

Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

memuat hal-hal lain yang relevan dengan penerapan manajemen risiko,

sesuai dengan kondisi dan kompleksitas usaha Bank, seperti:

iii.1 Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru;

iii.2 Penerapan Manajemen Risiko Transaksi Derivatif.

e) Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Bank wajib membentuk

Page 72: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

60

Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai

dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi Manajemen

Risiko pada Bank Umum dapat mengacu pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank

Indonesia ini.

f) Dalam rangka proses penerapan manajemen risiko, Bank dapat

menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode

standar seperti yang direkomendasikan oleh Basle Committee on Banking

Supervision pada Bank for International Settlements maupun dengan metode

pengukuran yang advanced (internal model). Pengukuran dengan

menggunakan internal model tersebut dimaksudkan untuk antisipasi

perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks maupun antisipasi

kebijakan perbankan di masa mendatang. Penerapan internal model

memerlukan berbagai persyaratan minimum baik kuantitatif maupun kualitatif

agar hasil penilaian risiko dapat lebih mencerminkan kondisi Bank yang

sebenarnya. Untuk kepentingan perhitungan risiko pasar yang terkait dengan

perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), Bank diwajibkan untuk mengacu

pada ketentuan yang berlaku.

g) Penerapan manajemen risiko secara efektif dan menyeluruh wajib

dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam laporan action plan

atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.

h) Bank wajib melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan atau

penyempurnaan yang diperlukan dalam rangka penerapan manajemen risiko

Page 73: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

61

yang efektif, antara lain:

i) melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan,

prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan

penerapan manajemen risiko. Selanjutnya Bank menilai dan menyusun

rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

ii)menugaskan pejabat atau staf atau project team yang bertanggungjawab

untuk proses penyusunan analisis dan pemantauan kemajuan rencana

kegiatan (action plan).

iii)melakukan sosialisasi pedoman penerapan manajemen risiko kepada

pegawai agar memahami praktek manajemen risiko, dan

mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai

pada setiap tingkatan organisasi Bank.

iv)menyusun laporan rencana kegiatan (action plan) dan laporan realisasi

kegiatan (progress report) sesuai dengan Lampiran 3 dan Lampiran 4

sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.

v)memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta

memantau dalam proses penyusunan rencana kegiatan (action plan) dan

realisasi rencana kegiatan dimaksud, serta penyusunan laporan profil

risiko triwulanan.

i) Bank wajib menyampaikan laporan profil risiko kepada Bank Indonesia

dengan berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6 sebagaimana tercantum

Page 74: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

62

dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.

j) Bank wajib menyampaikan laporan produk dan aktivitas baru kepada Bank

Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran 7 sebagaimana tercantum

dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.

k) Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan

usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank yang

melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib menerapkan

proses manajemen risiko sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud

dan Prinsip Syariah.

l) Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.

Sedangkan mengenai bagian yang berisi perihal penerapan manajemen risiko

sebagai pelaksanaan prinsip kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) dalam

pemberian kredit perbankan, dijelaskan secara detil dalam lampiran 1 bagian ke III

dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Adapun uraian dan penjelasan dari Pedoman Standar Penerapan Manajemen

Risiko Kredit adalah sebagai berikut :

a) Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi

Komisaris bertanggung jawab dalam melakukan persetujuan dan peninjauan

berkala atau sekurang-kurangnya secara tahunan mengenai strategi dan kebijakan

risiko kredit pada Bank. Strategi dan kebijakan dimaksud harus:

Page 75: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

63

i) mencerminkan batas toleransi Bank (bank’s tolerance) terhadap risiko

dan tingkat probabilitas pendapatan yang diharapkan akan diperoleh

secara terus menerus dengan memperhatikan siklus dan perubahan

kondisi ekonomi.

ii) memperhatikan siklus perekonomian domestik dan internasional dan

perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi komposisi dan kualitas

seluruh portofolio kredit.

iii)dirancang untuk keperluan jangka panjang dengan penyesuaian-

penyesuaian yang diperlukan.

Sedangkan Direksi bertanggung jawab untuk mengimplementasikan strategi

dan kebijakan risiko kredit serta mengembangkan prosedur identifikasi, pengukuran,

pemantauan dan pengendalian risiko kredit. Kebijakan dan prosedur yang

dikembangkan dan diimplementasikan secara tepat tersebut harus dapat:

i) mendukung standar pemberian kredit yang sehat;

ii) memantau dan mengendalikan risiko kredit; dan

iii) mengidentifikasi dan menangani kredit bermasalah.

b) Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit

i) Kriteria Pemberian Kredit yang Sehat

Bank harus memiliki informasi yang cukup guna membantu Bank dalam

melakukan penilaian secara komprehensif terhadap profil risiko debitur. Faktor yang

harus dipertimbangkan dan didokumentasikan dalam persetujuan kredit antara lain

meliputi:

Page 76: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

64

i.1 tujuan kredit dan sumber pembayaran;

i.2 profil risiko terkini dari debitur dan agunan serta tingkat sensitifitas

terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar;

i.3 analisis kemampuan untuk membayar kembali, baik secara historis

maupun di masa yang akan datang berdasarkan perkembangan

keuangan historis dan proyeksi arus kas dengan berbagai skenario (ex

ante dan ex post analysis);

i.4 kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi / usaha

peminjam serta posisi peminjam dalam industri tertentu;

i.5 persyaratan kredit yang diajukan, termasuk perjanjian yang dirancang

untuk membatasi perubahan eksposur risiko debitur diwaktu yang

akan datang.

ii) Seleksi Transaksi Risiko Kredit

Seleksi yang dilakukan terhadap transaksi kredit dan komitmen dalam

mengambil eksposur risiko harus mempertimbangkan tingkat profitabilitas, yang

sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara memastikan bahwa analisa perkiraan

biaya dan pendapatan telah dilakukan secara komprehensif dan mencakup biaya

operasional, biaya dana, dan biaya yang berhubungan dengan estimasi terjadinya

default dari debitur sampai diperolehnya pembayaran penuh, serta perhitungan

kebutuhan modal.

Selain daripada itu, perlu adanya penetapan harga (pricing) fasilitas kredit

harus dilakukan secara konsisten dengan memperhitungkan tingkat risiko dari

Page 77: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

65

transaksi yang bersangkutan, khususnya kondisi debitur secara keseluruhan serta

kualitas dan tingkat kemudahan pencairan (marketability) agunan yang dijadikan

jaminan.

Dan sekurang-kurangnya setiap triwulanan, Direksi harus memperoleh hasil

analisis kinerja ( x-post ) profitabilitas dari transaksi kredit yang diberikan. Pricing

dari transaksi kredit, apabila perlu, harus diperbaiki dan seluruh tindakan perbaikan

yang diperlukan harus dilakukan untuk mencegah memburuknya kondisi keuangan

Bank.

iii) Analisis, Persetujuan serta Pencatatan Kredit

Prosedur pengambilan keputusan untuk pinjaman dan atau komitmen,

khususnya apabila melalui pendelegasian wewenang harus diformalkan secara jelas

sesuai dengan karakteristik Bank (ukuran, organisasi, jenis aktivitas, dan

kompleksitas transaksi) serta harus didukung oleh sistem yang dimiliki oleh Bank.

Bank harus memastikan bahwa kerangka kerja atau mekanisme kepatuhan

prosedur pendelegasian dalam mengambil keputusan pemberian kredit dan atau

komitmen terdapat pemisahan fungsi antara yang melakukan persetujuan, analisis dan

administrasi kredit.

Selain daripada itu Bank harus memiliki satuan kerja yang melakukan review

guna menetapkan atau mengkinikan kolektibilitas atau kualitas transaksi yang

mengandung risiko kredit. Proses review tersebut sekurang-kurangnya dilakukan

secara triwulanan yang meliputi klasifikasi eksposur risiko kredit, penilaian kualitas

(marketability) agunan, penentuan besarnya provisi. Hasil review tersebut merupakan

Page 78: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

66

bagian yang tidak terpisahkan dari arsip perkreditan.

Dalam mengembangkan sistem administrasi kredit, Bank harus memastikan:

iii.1 efisiensi dan efektivitas operasional administrasi kredit, termasuk

pemantauan dokumentasi, persyaratan kontrak, perjanjian kredit (legal

aspect) dan pengikatan agunan;

iii.2 akurasi dan ketepatan waktu informasi yang diberikan untuk sistem

informasi manajemen;

iii.3 pemisahan fungsi / tugas (segregation of duties) yang layak;

iii.4 kelayakan pengendalian seluruh prosedur back office, dan

iii.5 kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur intern tertulis serta

ketentuan yang berlaku.

iii.6 menatausahakan dan mendokumentasikan seluruh informasi

kuantitatif dan kualitatif serta bukti-bukti material dalam arsip (file)

kredit yang digunakan dalam melakukan penilaian dan kaji ulang.

iii.7 melengkapi catatan pada arsip perkreditan sekurang- kurangnya setiap

triwulan, khususnya bagi debitur yang memiliki tunggakan atau kredit

yang diklasifikasikan serta juga terhadap debitur yang mengakibatkan

portofolio kredit Bank terekspos risiko yang tinggi (large exposures

and loan concentration).

iv) Penetapan Limit

Dalam prosedur penetapan limit risiko kredit, Bank antara lain harus

menggambarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetapan limit risiko kredit

Page 79: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

67

dan proses pengambilan keputusan / penetapan limit risiko kredit.

Menetapkan limit untuk seluruh nasabah atau counterparty sebelum

melakukan transaksi dengan nasabah tersebut, dimana limit tersebut dapat berbeda

satu sama lain;

Limit untuk risiko kredit ditujukan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan

karena adanya konsentrasi penyaluran kredit. Limit yang ditetapkan sekurang-

kurangnya mencakup:

iv.1 eksposur kepada nasabah atau counterparty;

iv.2 eksposur kepada pihak terkait;

iv.3 eksposur terhadap sektor ekonomi tertentu atau area geografis.

iv.4 limit untuk satu nasabah atau counterparty dapat didasarkan atas hasil

analisis data kuantitatif yang diperoleh dari informasi laporan

keuangan maupun hasil analisis informasi kualitatif yang dapat

bersumber dari hasil interview dengan nasabah.

iv.5 penetapan limit risiko kredit harus didokumentasikan secara tertulis

dan lengkap yang memudahkan penetapan jejak audit (audit trail)

untuk kepentingan auditor intern maupun ekstern.

c) Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan Risiko Kredit

i) Identifikasi Risiko Kredit

Bank harus mengidentifikasi risiko kredit yang melekat pada seluruh produk

dan aktivitasnya. Identifikasi risiko kredit tersebut merupakan hasil kajian terhadap

karakteristik risiko kredit yang melekat pada aktivitas fungsional tertentu, seperti

Page 80: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

68

perkreditan (penyediaan dana), treasuri dan investasi, dan pembiayaan perdagangan.

Untuk kegiatan perkreditan dan jasa pembiayaan perdagangan, penilaian

risiko kredit harus memperhatikan kondisi keuangan debitur, dan khususnya

kemampuan membayar secara tepat waktu, serta jaminan atau agunan yang diberikan.

Untuk risiko debitur, penilaian harus mencakup analisa terhadap lingkungan debitur,

karateristik mitra usaha, kualitas pemegang saham dan manajer, kondisi laporan

keuangan terakhir, hasil proyeksi arus kas, kualitas rencana bisnis, dan dokumen

lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung analisa kredibilitas debitur. yang

menyeluruh terhadap kondisi dan

Untuk kegiatan treasuri dan investasi, penilaian risiko kredit harus

memperhatikan kondisi keuangan counterparty, rating, karakteristik instrumen, jenis

transaksi yang dilakukan dan likuiditas pasar serta faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi risiko kredit.

ii) Pengukuran Risiko Kredit

Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran risiko

yang memungkinkan untuk: sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance

sheet yang mengandung risiko kredit dari setiap debitur atau per kelompok debitur

dan atau counterparty tertentu mengacu pada konsep single obligor;

Penilaian perbedaan kategori tingkat risiko kredit dengan menggunakan

kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif data dan pemilihan kriteria tertentu; serta

distribusi informasi hasil pengukuran risiko secara lengkap untuk tujuan pemantauan

oleh satuan kerja terkait.

Page 81: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

69

Sistem pengukuran mempertimbangkan: risiko kredit sekurang kurangnya

memuat :

ii.1 karakteristik setiap jenis transaksi risiko kredit, kondisi keuangan

debitur / counterparty serta persyaratan dalam perjanjian kredit seperti

dalam jangka waktu dan tingkat bunga;

ii.2 jangka waktu kredit (maturity profile) dikaitkan dengan perubahan

potensial yang terjadi di pasar;

ii.3 aspek jaminan, agunan dan / atau garansi;

ii.4 potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik berdasarkan

hasil penilaian pendekatan konvensional maupun hasil penilaian

pendekatan yang menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan

secara intern (internal risk rating);

ii.5 kemampuan Bank untuk menyerap potensi kegagalan (default).

Bagi Bank yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan pendekatan

internal risk rating harus melakukan validasi data secara berkala. Parameter yang

digunakan dalam pengukuran risiko kredit antara lain mencakup:

ii.1 non performing loans (NPLs);

ii.2 konsentrasi kredit berdasarkan peminjam dan sektor ekonomi;

ii.3 kecukupan agunan;

ii.4 pertumbuhan kredit;

ii.5 non performing portofolio, treasuri dan investasi (non kredit);

ii.6 komposisi portofolio treasuri dan investasi (antar bank, surat berharga

Page 82: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

70

dan penyertaan);

ii.7 kecukupan cadangan transaksi treasuri dan investasi;

ii.8 transaksi pembiayaan perdagangan yang default;

ii.9 konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan.

Untuk mengukur risiko kredit yang disebabkan transaksi over the counter

(OTC) atau pada suatu pasar tertentu, khususnya pasar transaksi derivatif, maka Bank

harus menggunakan metode penilaian mark to market.

Eksposur risiko kredit harus diukur dan dikinikan sekurang- kurangnya setiap

bulan atau lebih intensif khususnya apabila portofolio debitur atau kelompok usaha

debitur sangat signifikan dan atau volatilitas parameter pasar yang digunakan untuk

menilai mark to market mengalami perubahan / fluktuasi.

Limit kredit yang dialokasikan untuk satu debitur atau kelompok debitur harus

diuji berdasarkan penilaian mark-to-market sedangkan faktor risiko harus digunakan

untuk memperhitungkan perubahan kondisi pasar dan pengaruh replacement cost.

Bank dapat mengunakan sistem dan metodologi statistik / probabilistik untuk

mengukur risiko yang berkaitan dengan jenis tertentu dari transaksi risiko kredit,

seperti credit scoring tools. Dalam penggunaan sistem tersebut maka Bank harus:

ii.1 melakukan kaji ulang secara berkala terhadap akurasi model dan

asumsi yang digunakan untuk memproyeksikan kegagalan (defaults );

ii.2 menyesuaikan asumsi dengan perubahan yang terjadi pada kondisi

internal dan eksternal.

Apabila terdapat eksposur risiko yang besar atau transaksi yang relatif

Page 83: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

71

kompleks maka proses pengambilan keputusan transaksi risiko kredit tidak hanya

didasarkan pada sistem tersebut sehingga harus didukung sarana pengukuran risiko

kredit lainnya.

Bank harus mendokumentasikan kredit seperti asumsi, data dan informasi

yang digunakan pada sistem tersebut, termasuk perubahannya, serta dokumentasi

tersebut selanjutnya dikinikan secara berkala.

Penerapan sistem ini harus mendukung proses pengambilan keputusan dan

memastikan kepatuhan terhadap ketentuan pendelegasian wewenang, independen

terhadap kemungkinan rekayasa yang akan mempengaruhi hasil (score-outputs)

melalui prosedur pengamanan yang layak dan efektif, dilakukan kaji ulang oleh

satuan kerja atau pihak yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan

sistem tersebut.

iii) Pemantauan Risiko Kredit

Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan prosedur

untuk memantau kondisi setiap debitur atau counterparty pada seluruh portofolio

kredit Bank. Sistem pemantauan risiko kredit sekurang-kurangnya memuat ukuran-

ukuran dalam rangka memastikan bahwa Bank mengetahui kondisi keuangan terakhir

dari debitur atau counterparty, memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam

perjanjian kredit atau kontrak transaksi risiko kredit, menilai kecukupan agunan

dibandingkan dengan kewajiban debitur atau counterparty, mengidentifikasi

ketidaktepatannya pembayaran mengklasifikasikan kredit bermasalah secara tepat

waktu, dan menangani dengan cepat kredit bermasalah.

Page 84: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

72

Bank juga harus melakukan pemantauan eksposur risiko kredit dibandingkan

dengan limit risiko kredit yang telah ditetapkan, antara lain dengan menggunakan

kolektibilitas atau internal risk rating.

Pemantauan eksposur risiko kredit tersebut harus dilakukan secara berkala dan

terus menerus oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko dengan cara membandingkan

risiko kredit aktual dengan limit risiko kredit yang ditetapkan.

Untuk keperluan pemantauan eksposur risiko kredit, Satuan Kerja Manajemen

Risiko harus menyusun laporan mengenai perkembangan risiko kredit secara berkala,

termasuk faktor-faktor penyebabnya, yang disampaikan kepada Komite Manajemen

Risiko dan Direksi.

d) Pengendalian Risiko Kredit

Bank harus menetapkan suatu sistem penilaian (internal credit reviews ) yang

independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas penerapan proses manajemen

risiko kredit. Kaji ulang tersebut sekurang-kurangnya memuat evaluasi proses

administrasi perkreditan, penilaian terhadap akurasi penerapan internal risk rating

atau penggunaan alat pemantauan lainnya, dan efektivitas pelaksanaan satuan kerja

atau petugas yang melakukan pemantauan kualitas kredit individual.

Pelaksanaan kaji ulang tersebut harus dilakukan oleh satuan kerja atau petugas

yang independen terhadap satuan kerja yang melakukan transaksi risiko kredit. Hasil

kaji ulang tersebut selanjutnya harus dilaporkan secara langsung dan lengkap kepada

Satuan Kerja Audit Intern (SKAI), Direktur Kepatuhan, Direksi terkait lainnya, dan

Komite Audit (apabila ada).

Page 85: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

73

Bank harus memastikan bahwa satuan kerja perkreditan dan transaksi risiko

kredit lainnya telah dikelola secara memadai dan eksposur risiko kredit tetap

konsisten dengan limit yang ditetapkan dan memenuhi standar kehati-hatian.

Bank harus menetapkan dan menerapkan pengendalian intern untuk

memastikan bahwa penyimpangan ( exceptions ) terhadap kebijakan, prosedur, dan

limit telah dilaporkan tepat waktu kepada Direksi atau pejabat terkait untuk keperluan

tindakan perbaikan.

Pada saat melaksanakan audit intern, SKAI harus melakukan pengujian

terhadap efektifitas pengendalian intern untuk memastikan bahwa sistem

pengendalian tersebut telah efektif, aman, serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku

serta kebijakan, pedoman, dan prosedur intern Bank. Setiap terjadi ketidakefektifan,

ketidakakuratan atau temuan penting dalam sistem tersebut harus segera dilaporkan

dan menjadi perhatian Direksi dan Satuan Kerja Manajemen Risiko sehingga

tindakan perbaikan dapat segera dilaksanakan.

Bank harus memiliki prosedur pengelolaan penanganan kredit bermasalah

termasuk sistem deteksi kredit bermasalah secara tertulis dan menerapkannya secara

efektif. Apabila Bank memiliki kredit bermasalah yang cukup signifikan, Bank harus

memisahkan fungsi penyelesaian kredit bermasalah tersebut dengan fungsi yang

memutuskan penyaluran kredit. Setiap strategi dan hasil penanganan kredit

bermasalah yang efektif ditatausahakan dalam suatu dokumentasi data yang

selanjutnya digunakan sebagai input untuk kepentingan Lampiran SE No.5/21/DPNP

tanggal 29 September 2003.

Page 86: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

74

Penjelasan diatas merupakan isi dari lampiran Surat Edaran Bank Indonesia

Nomor 5/21/DPNP/2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum,

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia

tersebut.

2 Persamaan dan perbedaan mengenai substansi dari kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7

tahun 1992 Tentang Perbankan

Di dalam suatu produk perundang-undangan, sebagai bentuk dari kebijakan

pemerintah. Keberhasilan tujuan yang akan dicapai melalui produk perundang-

undangan tersebut, dapat diketahui dari dampak yang telah dihasilkan, sebagai akibat

dari dikeluarkannya produk peraturan perundang-undangan tersebut.

Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu dari sarana yang banyak

dipilih dalam kebijakan publik. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau

justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan,

bukan sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah

dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah,

maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah. ( Edi Suharto, 2006 : 45 )

Page 87: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

75

Secara ideal, suatu keadaan yang akan diinginkan akan tampak pada tujuan

kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Apabila keadaan yang akan diinginkan

tersebut belum terwujud, berarti masih terdapat kelemahan-kelemahan yang

menyertai dari peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan, sebagai bentuk dari

kebijakan pemerintah. Meskipun disatu sisi, peraturan perundang-undangan tersebut

mempunyai kelebihan-kelebihan juga.

Pembahasan ini, akan mengambil pokok permasalahan mengenai persamaan

dan perbedaan yang terdapat didalam Kebijakan Bank Indonesia, mengenai

penerapan Prinsip Kehati - hatian dalam pemberian kredit perbankan, dengan

ketentuan di dalam Undang-undang Perbankan, yang ditinjau dari teori normatif

Hans Kelsen mengenai Stufen Theory, dan Teori dari Fuller mengenai principles

legality dari suatu produk perundang-undangan.

Hukum sebagai suatu sistem, harus dicermati apakah mengandung peraturan-

peraturan yang bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya,

sebagaimana disebutkan oleh Lon L. Fuller dalam salah satu dari delapan azas, atau

sering disebut principles of legality.

Selain daripada itu, L.M. Friedman menggambarkan keterpautan antara

peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah dengan mengatakan,

“the heart of the system is the way in turning input into output. The structure of the

legal system is like some gigantic computer program, ended to deal with million of

problems that are fed dialing into the machine”.( Esmi Warassih, 2005:42) Yang

jika dipahami sebagai suatu sistem norma, maka setiap peraturan perundang-

Page 88: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

76

undangan yang paling tinggi sampai kepada peraturan perundang-undangan yang

paling rendah haruslah merupakan suatu jalinan sistem yang tidak boleh

bertentangan satu dengan yang lain.

Hans Kelsen dalam teorinya yang biasa disebut stufen theory, yang

menggambarkan perwujudan norma hukum sebagai sebuah bangunan atau susunan

yang berjenjang mulai dari norma yang paling tinggi hingga perwujudan norma yang

paling rendah. Disebutkan bahwa dalam tata susunan norma hukum tidak

diperbolehkan adanya kontradiksi antara norma hukum yang lebih tinggi dengan

norma hukum yang lebih rendah.( Esmi Warassih, 2005:33)

Berdasarkan beberapa teori dan pendapat para pakar hukum diatas, dapat

disimpulkan bahwa antara suatu peraturan dengan peraturan yang lainnya, yang

tingkatannya lebih tinggi hingga yang paling rendah tidak diperbolehkan adanya

suatu pertentangan. Oleh karena itu, didalam pembahasan ini akan dicari mengenai

persamaan dan perbedaan daripada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003

Tentang Penerapan manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 5/21/DPNP Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum, dengan ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang Perbankan, dalam

hal ini sebagai peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya.

Page 89: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

77

a. Persamaan antara kebijakan Bank Indonesia, mengenai penerapan prinsip

kehati-hatian dengan ketentuan didalam Undang-undang Perbankan

Pembahasan ini akan mengambil pasal-pasal yang terdapat didalam Undang-

undang Perbankan, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang khusus mengatur

mengenai penerapan dan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudent

banking principle) didalam seluruh aktivitas perbankan, dalam hal ini adalah

masalah pemberian kredit perbankan. Yang selanjutnya akan dicari persamaan

substansi yang terdapat didalam PBI No.5/8/PBI/2003 dan SEBI No.5/21/DPNP

Tahun 2003, dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-undang Perbankan.

Yang menunjukan adanya keterkaitan anatara peraturan yang lebih tinggi, dalam hal

ini Undang-undang Perbankan, dengan peraturan yang berada dibawahnya sebagai

peraturan pelaksana, dalam hal ini PBI No.5/8/PBI/2003 dan SEBI No.

5/21/DPNP/2003.

Adapun yang menjadi persamaan antara substansi kebijakan Bank Indonesia

mengenai penerapan prinsip kehati-hatian, dengan ketentuan didalam Undang-

undang Perbankan adalah sebagai berikut :

1) Prinsip kehati-hatian ( prudent banking principle ) sebagai pedoman

dalam setiap aktifitas perbankan

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang

isinya ; ” Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi

Page 90: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

78

ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian ”.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan diatas, dijelaskan didalam konsideran pada

PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Adapun yang dijelaskan didalam konsideran tersebut, mengenai pertimbangan-

pertimbangan dikeluarkannya peraturan bank Indonesia mengenai penerapan

manajemen risiko bagi bank umum yakni pertama, kebutuhan praktek tata kelola

yang sehat (good governance) di dalam kegiatan usaha perbankan, yakni tuntutan

menjalankan fungsi-fungsi akuntabiltas, disclosure, fairness, transparancy dan

tanggung jawab. ( Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003 : 10 )

Kedua, peningkatan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan

pengendalian risiko yang dimaksudkan agar aktivitas usaha yang dilakukan oleh bank

tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat

mengganggu kelangsungan usaha bank. Ketiga, pengelolaan setiap aktivitas

fungsional bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem dan proses

pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif.

Ruang lingkup aturan prudent banking ( pembinaan dalam arti sempit )

meliputi persyaratan modal awal, maupun rasio modal terhadap kemungkinan resiko

yang dihadapinya, BMPK ( Batas Maksimum Pemberian Kredit ), rasio pinjaman

terhadap deposito ( LDR ) maupun posisi luar negeri ( NOP ), rasio cadangan

minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif ( kredit macet ), transparansi

pembukuan berdasarkan standarisasi akuntansi serta audit. ( Mulhadi, 2005 : 13 )

Page 91: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

79

2) Pemberian kredit perbankan dilaksanakan dengan menerapkan prinsip

kehati-hatian ( prudent banking principle )

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

a) ayat (1) yang berbunyi ; ” Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan

berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

b) ayat (2) yang berbunyi ; ” Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan

pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia."

Dengan adanya Sistem Manajemen Risiko, Bank Indonesia dapat

melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan, prosedur, dan

pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan manajemen

risiko. Selanjutnya Bank Indonesia menilai dan menyusun rencana penyempurnaan

sesuai dengan acuan, dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi

Bank Umum dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang

senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang

semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju.

Dalam sistem manajemen risiko, Bank Indonesia mewajibkan kepada bank

umum untuk menyampaikan pelaporan mengenai penerapan manajemen risiko.

Page 92: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

80

Sehingga, secara berkala Bank Indonesia dapat melihat perkembangan kondisi

perbankan dengan cepat. Apasaja yang sedang dialami oleh dunia perbankan

nasional, khususnya mengenai tingkat pertumbuhan kredit, maupun kredit bermasalah

( non performing loan / NPL ) dapat dipantau dengan baik oleh Bank Indonesia

dengan adanya pelaporan berkala yang dilakukan oleh bank umum.

Bagi otoritas pengawasan Bank, penerapan manajemen risiko akan

mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank yang

dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam

menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank

Pengawasan perbankan salah satunya dengan melakukan pembinaan bank

yang efektif, yakni mensyaratkan bahwa profil risiko masing-masing bank dapat

dipahami dan perlengkapan bagi pembina disediakan secukupnya. Serta pembina

harus yakin bahwa bank yang dibina mempunyai persediaan yang cukup untuk

mengambil risiko, termasuk modal yang cukup, manajemen yang tangguh, sistim

kontrol dan sistem administrasi serta sistem akunting yang memadai. ( Gunarto

Suhardi, 2004 : 38 )

Sesuai dengan ketentuan diatas, didalam PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dijelaskan didalam Pasal 2, 3, dan 4

ayat (1), dan SE BI No. 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum disebutkan mengenai kewajiban menerapkan manajemen

risiko bagi perbankan, memiliki pedoman standar tentang pelaksanaan manajemen

risiko, dan hal-hal yang tercakup didalam manajemen risiko, termasuk didalamnya

Page 93: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

81

mengenai risiko kredit. Ketiga hal diatas melahirkan apa yang dinamakan ” The five

C of credit analysis ” atau prinsip 5 C’S, apa yang mesti dinilai oleh Bank sebelum

memberikan kredit atau pembiayan berdasarkan prinsip syariah adalah watak,

kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha ( Hessel Nogi S.Tangkilisan,2003:

43)

Sedangkan dalam lampiran penjelasan SE BI No.5/21/DPNP Tahun 2003

Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, disebutkan mengenai

faktor yang harus dipertimbangkan dan didokumentasikan dalam persetujuan kredit

antara lain meliputi :

i. tujuan kredit dan sumber pembayaran;

ii. profil risiko terkini dari debitur dan agunan serta tingkat sensitivitas

terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar;

iii. analisis kemampuan untuk membayar kembali, baik secara historis

maupun di masa yang akan datang berdasarkan perkembangan keuangan

historis dan proyeksi arus kas dengan berbagai skenario (ex ante dan ex

post analysis);

iv. kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi / usaha peminjam

serta posisi peminjam dalam industri tertentu;

v. persyaratan kredit yang diajukan, termasuk perjanjian yang dirancang

untuk membatasi perubahan eksposur risiko debitur diwaktu yang akan

datang.

Page 94: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

82

Pada dasarnya penjelasan diatas merupakan penjabaran dari prinsip 5 C’s,

yang pada sasarannya konsep 5 C’s ini akan dapat memberikan informasi mengenai

itikad baik ( willingness to pay ) dan kemampuan membayar ( ability to pay ) nasabah

untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya ( Dahlan Siamat, 1995 : 99 )

3) Adanya penetapan limit kredit dalam pemberian kredit perbankan

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

a) ayat (1) yang isinya ; ” Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai

batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal

lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank kepada peminjam atau

sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-

perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan"

b) ayat (4) A yang isinya ; ” Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum

pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)."

Pasal 11 ayat (1) diatas menjadi dasar hukum bagi Bank Indonesia untuk

menetapkan batas maksimum pemberian kredit, serta kewenangan untuk

mengeluarkan segala peraturan yang mengatur tentang pemberian kredit (limit

kredit), dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian.

Ketentuan yang sesuai dengan Pasal 11 ayat (4) A, yang terdapat di dalam

Page 95: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

83

lampiran SE BI No.5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum yakni ; dalam prosedur penetapan limit risiko kredit, bank antara

lain harus menggambarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetapan limit

risiko kredit dan proses pengambilan keputusan / penetapan limit risiko kredit. Bank

harus menetapkan limit untuk seluruh nasabah atau counterparty sebelum melakukan

transaksi dengan nasabah tersebut, dimana limit tersebut dapat berbeda satu sama

lain. Untuk itu perlu adanya ketentuan tentang penentuan batas maksimum pemberian

kredit atau legal lending limit yang harus dipatuhi oleh setiap bank. ( Sutan Remy

Sjahdeini, 1994 : 17 )

Batas maksimum pemberian kredit ( BMPK ) adalah prosentase perbandingan

batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. (

S.Sundari S. Arie, 38 ) Atau batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan

untuk disalurkan oleh Bank kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.

(Abdulkadir Muhammad , Rilda Muniarti, 2004 : 65 )

4) Adanya kewajiban bagi Bank Umum untuk melaksanakan prinsip kehati-

hatian, sebagai upaya mewujudkan good corporate governance

Hal ini dibahas didalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

a) ayat (1) yang isinya ; ” Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank

sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas

manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha

Page 96: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

84

sesuai dengan prinsip kehati-hatian. ”

b) ayat (2) yang isinya ; ” Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank

wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”

Mengenai pelaksanaan daripada ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, di dalam PBI No. 5/8/PBI/2003 Tentang

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum terdapat di dalam Pasal 2 dan Pasal

4 ayat (2), (3), dan (4). Yang dijelaskan mengenai kewajiban bank untuk

melaksanakan manajemen risiko secara efektif, sebagai bagian dari penerapan prinsip

kehati-hatian (prudent banking principle), dan Good Corporate Governance ( GCG ),

mengenai penerapan Manajemen Risiko yang sekurang-kurangnya mencakup :

i. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;

ii. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit;

iii.kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian

risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan

iv. sistem pengendalian intern yang menyeluruh ( self regulation )

Di dalam PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi

Bank Umum dan SE BI No. 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum memuat berbagai tujuan yang diinginkan,. sebagai bagian

dari penerapan prinsip kehati-hatian ( prudent banking principle) dalam aktivitas

perbankan, termasuk didalamnya mengenai pemberian kredit perbankan.

Page 97: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

85

Yang diwujudkan dalam bentuk adanya sistem manajemen risiko, yang

bertujuan untuk meminimalisasi segala risiko yang ditimbulkan dari adanya bisnis

perbankan, dalam upaya meningkatkan good corporate governance dan manajemen

risiko pada industri perbankan

Sedangkan didalam SE BI No. 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, ketentuan sebagai pelaksanaan dari Pasal 29

UU No.10 Tahun 1998 tersebut, dijelaskan sebagai berikut ;

i. Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan

usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank..

ii. Bank harus mengidentifikasi dan mengelola risiko kredit yang melekat pada

seluruh produk dan aktivitas baru serta memastikan bahwa risiko dari

produk dan aktivitas baru telah melalui proses pengendalian manajemen

risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan, dan harus

disetujui oleh Direksi atau direkomendasikan oleh Komite Manajemen

Risiko terlebih dahulu.

iii. Bank harus memiliki informasi yang cukup guna membantu Bank dalam

melakukan penilaian secara komprehensif terhadap profil risiko debitur.

iv. Seleksi yang dilakukan terhadap transaksi kredit dan komitmen dalam

mengambil eksposur risiko harus mempertimbangkan tingkat profitabilitas,

yang sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara memastikan bahwa analisa

perkiraan biaya dan pendapatan telah dilakukan secara komprehensif dan

mencakup biaya operasional, biaya dana, dan biaya yang berhubungan

Page 98: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

86

dengan estimasi terjadinya default dari debitur sampai diperolehnya

pembayaran penuh, serta perhitungan kebutuhan modal.

v. Penetapan harga (pricing) fasilitas kredit harus dilakukan secara konsisten

dengan memperhitungkan tingkat risiko dari transaksi yang bersangkutan,

khususnya kondisi debitur secara keseluruhan serta kualitas dan tingkat

kemudahan pencairan ( marketability ) agunan yang dijadikan jaminan.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syahril Sabirin ( 2003:22 ), bahwa

langkah-langkah untuk menciptakan industri perbankan yang sehat dan kuat juga

dilakukan secara terus menerus diantaranya dengan program reformasi perbankan

yang mencakup hal-hal yang mendasar sebagai berikut ;

a. Program restrukturisasi dan penyehatan perbankan

b. Kelanjutan upaya untuk mendorong merger antar bank

c. Penyempurnaan lebih lanjut terhadap pelaksanaan penerapan prinsip

kehati-hatian dalam upaya memperbaiki kondisi internal perbankan

d. Memperkuat fungsi pengawasan perbankan khususnya dalam menegakkan

undang-undang dan ketentuan yang berlaku

e. Menyempurnakan perangkat hukum yang meliputi Rancangan Undang-

undang Perbankan dan pendirian lembaga asuransi simpanan

Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati-hatian ini adalah adanya

kewajiban bagi bank untuk menyediakan informasi mengenai kemungkinan

timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi yang dilakukan oleh nasabah

melalui bank. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko

Page 99: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

87

kerugian nasabah tersebut dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi

mengenai kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka, yang sekaligus

menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. ( Mulhadi, 2005 : 14 )

b. Perbedaan antara kebijakan Bank Indonesia, mengenai penerapan prinsip

kehati-hatian dengan ketentuan didalam Undang-undang Perbankan

Angka kredit macet ( non performing loan / NPL ) yang dialami perbankan

nasional saat ini cukup tinggi, menurut ketentuan dari Bank Indonesia toleransi

terhadap angka kredit macet dalam suatu Bank adalah 2 % sampai dengan 5 % dari

total kredit yang diberikan ( Outstanding ). Hal ini menggambarkan bahwa kondisi

perbankan nasional saat ini sangat buruk.

Kredit bermasalah yang terjadi di perbankan nasional saat ini, tidak hanya

menghinggapi bank-bank swasta saja, namun juga terhadap bank-bank pemerintah.

Permasalahan tersebut tidak akan terjadi bila para pelaku bisnis perbankan

melaksanakan prinsip kehati-hatian ( prudent banking principle ) dalam proses

pemberian kredit perbankan.

Dalam pembahasan ini akan dicari mengenai perbedaan-perbedaan apa

sajakah, yang terdapat dalam PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum dan SE BI No. 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dibandingkan dengan Undang-undang

Perbankan.

Page 100: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

88

1) Penerapan sanksi administratif terhadap pelanggaran sistem manajemen

risiko

Dalam hal ini, dapat dilihat pada Pasal 34 PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, yang isinya ; ” Bank yang tidak

melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini

dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapat dikenakan sanksi administratif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998, antara lain berupa :

a. Teguran tertulis

b. Pembekuan kegiatan usaha tertentu

Kredit bermasalah timbul dari adanya pelanggaran terhadap proses pemberian

kredit itu sendiri. Yang tidak mengacu pada pedoman standar pemberian kredit yang

sehat, yang dijelaskan dalam konsep Sistem Manajemen Risiko.

Penyalahgunaan tujuan perkreditan, juga masih marak saat ini. Hal-hal

tersebut tidak mungkin terjadi apabila pihak Bank Indonesia memberikan sanksi yang

lebih berat. Karena Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk melakukannya.

Sanksi pidana seharusnya yang digunakan terhadap pelanggaran dalam pemberian

kredit., karena dampak yang ditimbulkan juga cukup berat. Yang berujung pada

munculnya permasalahan kredit macet ( non performing loan ).

Sementara tindakan hukum atau law enforcement dalam pelanggaran Sistem

Manajemen Risiko ini harus dilakukan dengan tindakan tegas oleh Bank Indonesia.

Page 101: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

89

Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya haruslah segera mengambil tindakan

hukum.

Disini dapat terlihat adanya dualisme mengenai pengenaan sanski terhadap

pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Risiko, sebagai

salah satu bentuk pengawasan tidak langsung oleh Bank Indonesia terhadap

perbankan. Dimana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

dijelaskan didalam Pasal 48 ayat ( 1 ), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A, serta lebih

ditekankan lagi didalam Pasal 51, yang secara garis besar disimpulkan bahwa

pelanggaran terhadap pelaporan kegiatan usaha perbankan, yang dilakukan oleh

komisaris, direksi, ataupun pegawai bank, dengan memanipulasi data, atau cara-cara

yang tidak dibenarkan lainnya, merupakan suatu kejahatan. Dan dapat dikenakan

sanksi pidana penjara, serta denda berupa uang tunai.

Namun dalam prakteknya BI masih terlalu ” lunak ” dalam melakukan

pengawasan pelaksanaan Sistem Manajemen Risiko, hal ini bisa terlihat didalam

pemberian sanksi terhadap pelanggaran Sistem Manajemen Risiko yang dilakukan

oleh bank umum. Bank Indonesia sebagai pembuat kebijakan, dalam hal ini peraturan

perundangan yang mengatur mengenai Sistem Manajemen Risiko, haruslah

berkomitmen dengan tetap berdasarkan pada Undang-undang perbankan, dalam

setiap kebijakan yang dikeluarkan termasuk didalamnya penerapan sanksi. Jadi sanksi

Page 102: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

90

yang ada bukan lebih ringan dari apa yang sudah ditetapkan oleh peraturan yang

berada diatasnya.

Sesuai dengan teori hukum Hans Kelsen tentang ” stufen theory ”, bahwa

dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara norma

hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi. ( Esmi Warassih,

2005:33 ). Dalam suatu sistem perundang-undangan tidak boleh mengandung

peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain, hal ini disebutkan dalam

pendapat Lon L. Fuller mengenai principles of legality. ( Esmi Warassih, 2005:31 )

Adanya dualisme penerapan sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan Sistem

Manajemen Risiko tersebut sangat jelas menggambarkan adanya pertentangan antara

peraturan perundangan.

Hal ini bisa diperkuat bila kita melihat ketentuan yang ada didalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ), mengenai kejahatan jabatan, khususnya

pada Pasal 416 KUHP yang berbunyi ; ” Seorang pejabat atau orang lain yang

ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu,

yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang

khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama

empat tahun ” ( Moeljatno, 1999 : 148 )

Adapun Sistem Manajemen Risiko, menuntut adanya sistem pelaporan

berkala yang dilakukan oleh Bank kepada Bank Indonesia, yang mana pelaporan ini

harus betul-betul akurat dan dilakukan dengan sebaik-baiknya, karena berkaitan pula

dengan proses pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Jadi

Page 103: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

91

sebaiknya pelanggaran terhadap ketentuan Manajemen Risiko sepatutnya dikenakan

sanksi pidana, karena terdapat dasar hukum yang kuat untuk ”mengkriminalisasikan”

pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan.

Selain daripada itu dengan adanya dualisme dalam penerapan sanksi terhadap

pelanggaran pelaksanaan Sistem Manajemen Risiko oleh pihak perbankan,

memunculkan permasalahan yang sangat serius. Hal ini berkaitan dengan

kesungguhan sikap pihak perbankan dalam melaksanakan Sistem Manajemen Risiko.

Apabila sanksi yang diberikan terlalu ringan, menimbulkan kecenderungan untuk

tidak melaksanakan Sistem Manajemen Risiko secara optimal.

Dampak yang ditimbulkan dari adanya pelanggaran terhadap Sistem

Manajemen Risiko yang sangat besar, mengingat berkaitan langsung dengan

konsekuensi tingkat kesehatan suatu bank ( likuiditas ), yang berdampak pada

kepentingan para nasabah, pemegang saham, dan juga para stake holder lainnya. Atau

pada umumnya masyarakat dan negara.

Sementara itu tindakan tegas ( fortiter in rei ) ini penting untuk diambil untuk

menjaga atau mencegah efek penularan ( contangion effect ), efek jatuhnya

kepercayaan masyarakat terhdap sistem perbankan nasional, dan untuk melindungi

para nasabah bank. Efek rusaknya kepercayaan kepada perbankan nasional juga akan

memberikan akibat yang berat bagi kelancaran sistem pembayaran nasional, yang

akan mengacaukan sistem transaksi yang meluas dalam negara kita. ( Gunarto

Suhardi. 2004 : 93 )

Page 104: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

92

2) Sistem Pengendalian Intern

Pelaksanaan Sistem Manajemen Risiko merupakan salah satu sarana menuju

terciptanya good corporate governance, yang merupakan langkah penting dalam

membangun kepercayaan pasar ( market confidence ) dan mendorong arus investasi

internasional yang lebih stabil, dan bersifat jangka panjang. (Hessel Nogi S.

Tangkilisan, 2003 : 112 )

Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yakni pada Pasal 29 ayat

(5) disebutkan bahwa ” Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia."

Yang dimaksud ketentuan didalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah

ketentuan mengenai kewajiban untuk memelihara tingkat kesehatan bank sesuai

dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,

rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan

wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Memberikan

Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha

lainnya, wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Sedangkan yang terakhir adalah kewajiban menyediakan informasi mengenai

kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang

dilakukan melalui bank. Oleh karena itu segala peraturan yang menyangkut dengan

penerapan prinsip kehati-hatian ditetapkan hanya oleh Bank Indonesia, sesuai dengan

Page 105: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

93

kewenangannya untuk dilaksanakan oleh pihak perbankan.

Yang menjadi permasalahan, didalam PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diatur secara tersendiri mengenai

Sistem Pengendalian Intern, dalam melaksanakan Sistem Manajemen Risiko sebagai

bagian dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Yakni dibagian kedua, didalam Pasal

15 ayat (1) PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum.

Yang isinya menyebutkan mengenai ; ” Sistem pengendalian intern dalam

penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d

sekurang-kurangnya mencakup:

a. kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang

melekat pada kegiatan usaha Bank;

b. penetapan wewenang dan tanggungjawab untuk pemantauan kepatuhan

kebijakan, prosedur dan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan

Pasal 9;

c. penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja

operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian;

d. struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank;

e. pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu;

f. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan

dan perundang-undangan yang berlaku;

g. kaji ulang yang efektif, independen dan obyektif terhadap prosedur

Page 106: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

94

penilaian kegiatan operasional Bank;

h. pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi

manajemen;

i. dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur

operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank

berdasarkan hasil audit;

j. verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap

penanganan kelemahan – kelemahan Bank yang bersifat material dan

tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan

yang terjadi

Sistem Pengendalian Intern dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Risiko

menuntut adanya kemandirian dari masing-masing bank, untuk bertindak secara

sepihak melaksanakan penerapan Prinsip kehati-hatian dalam konsep Sistem

Manajemen Risiko, dalam hal menetapkan aturan internal yang mengacu pada PBI

No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Dalam Undang-undang Perbankan, menyebutkan bahwa Bank Indonesia yang

mempunyai kwenangan untuk menetapkan segala peraturan tersebut. Seharusnya

peraturan tersebut dikeluarkan oleh BI, untuk kemudian dilaksanakan secara serentak

oleh pihak perbankan nasional. Jadi disini ada suatu keseragaman mengenai

pengaturan Sistem Manajemen Risiko. Sehingga dapat dihindari adanya penafsiran

yang berbeda-beda dari masing-masing pihak bank untuk mengimplementasikan

Page 107: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

95

ketentuan tersebut.

Di satu sisi Sistem Pengendalian Intern membawa konsekuensi yang baik bagi

pihak perbankan, dalam hal pelaksanaan secara mandiri mengenai prinsip kehati-

hatian. Menuntut adanya kesigapan dari masing-masing pihak bank untuk

melaksanakan Sistem Manajemen Risiko, dimana saat ini BI juga tengah merubah

sistem pengawasannya dari sistem compliance atau kepatuhan pada regulasi, menjadi

sistem risk based supervision atau sistem pengendalian risiko.

Page 108: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

96

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pokok permasalahan didalam penelitian

ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kebijakan Bank Indonesia mengenai prinsip kehati-hatian ( prudent

banking principle ), sebagai salah satu asas atau prinsip dasar dalam dunia

perbankan, khususnya dalam bidang kredit perbankan, dikeluarkan

sebagai pelaksanaan daripada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan. Kebijakan Bank Indonesia tersebut

tertuang dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan, yaitu

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia

Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum.

2. Dalam produk peraturan perundangan, yakni Peraturan Bank Indonesia

Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003

96

Page 109: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

97

Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, sebagai bagian

dari kebijakan Bank Indonesia dalam penerapan prinsip kehati-hatian (

prudent banking principle ) terdapat persamaan dan perbedaan mengenai

substansi yang terkandung dengan ketentuan yang ada dalam Undang-

undang Perbankan. Proses sinkronisasi antara peraturan tersebut dengan

Undang-undang perbankan menggunakan teori dari Hans Kelsen, yakni

mengenai konsepsi Stufen Theory dan delapan ( 8 ) azas legalitas atau

principles of legality dari Lon L. Fuller.

Yang menjadi persamaan dari masing-masing peraturan tersebut adalah ;

a) Prinsip kehati-hatian ( prudent banking principle ) menjadi

pedoman dalam setiap aktifitas perbankan

b) Pemberian kredit perbankan dilaksanakan dengan memegang

prinsip kehati-hatian

c) Adanya penetapan limit kredit

d) Kewajiban bagi bank untuk melaksanakan prinsip kehati-

hatian, sebagai bagian mewujudkan good corporate

governance

Sedangkan perbedaan yang terdapat dari masing-masing peraturan

tersebut adalah ;

Page 110: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

98

a) Penerapan sanksi administratif terhadap pelanggaran sistem

manajemen risiko, bertentangan dengan ketentuan didalam

Undang-undang perbankan

b) Adanya Sistem Pengendalian Intern untuk melaksanakan

prinsip kehati-hatian

B. Implikasi

Adapun, pokok permasalahan yang dilakukan penelitian dan pembahasan

dalam penelitian ini, menimbulkan konsekuensi logis dari rumusan permasalahan

sebagai berikut ;

1. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan

nasional sudah terwujud, dengan dikeluarkannya kebijakan dari Bank

Indonesia, dalam bentuk PBI No.5/8/PBI/2003 dan SEBI No.5/21/DPNP

Tahun 2003 Tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, yang menjadi

pedoman bagi perbankan di Indonesia dalam melakukan seluruh aktifitas

perbankan, khususnya dalam pemberian kredit perbankan.

2. Adanya perbedaan substansi yang terdapat dalam PBI No.5/8/PBI/2003

dengan ketentuan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, berikut

perubahannya dalam UU No.10 Tahun 1998 Tentang perubahan Atas UU

No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, mengakibatkan tidak sahnya suatu

peraturan perundang-undangan, karena terdapat kontradiksi antara

masing-masing peraturan yang mempunyai hubungan secara hierarkhis.

Page 111: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

99

Selain dari pada itu juga menyebabkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian

dalam pemberian kredit perbankan belum optimal.

C. Saran-Saran

1. Perlunya keseragaman dalam peraturan yang khusus mengatur mengenai

pelaksanaan prinsip kehati-hatian, yakni dalam Sistem Manajemen Risiko.

Sehingga tidak ada perbedaan penafsiran mengenai ketentuan yang dibuat.

Peraturan yang dipakai hanya peraturan yang dikeluarkan oleh BI,

sehingga masing-masing bank tidak diperkenankan untuk membuat aturan

pelaksana daripada kebijakan BI tersebut. Yang dimungkinkan akan

timbul penambahan dan pengurangan nilai-nilai yang sudah tertuang

dalam kebijakan BI tersebut, tanpa berpedoman pada ketentuan diatasnya..

2. Penggunaan sanksi pidana didalam Peraturan Bank Indonesia mengenai

penerapan manajemen risiko, yakni dengan sanksi pidana penjara,

kurungan, ataupun pembayaran denda, bukan hanya sanksi administratif,

sehingga diharapkan memberikan efek jera bagi pihak perbankan agar

semakin berhati-hati dalam pelaksanaan penyaluran kredit. Karena

dampak yang ditimbulkan sangat merugikan bagi negara dan masyarakat.

3. Diadakannya sistem sertifikasi atau uji kelayakan terhadap para pejabat

kredit lini, yakni mereka yang langsung berhubungan dengan pemberian

kredit perbankan, melalui fit & proper test. Jadi tidak hanya untuk jajaran

direksi saja, yang perlu diadakan sertifikasi, melainkan juga para pejabat

operasional dibawahnya, dalam hal ini pejabat kredit lini.

Page 112: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...
Page 113: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

DAFTAR PUSTAKA

Buku –buku

Abdulkadir Muhammad , Rilda Muniarti.2004.Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan.Edisi Revisi. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Abdurrachman A.1991.Ensiklopedia Perdagangan. Jakarta : Pradnya Paramita.

Balai Pustaka.Kamus Besar bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1999.

Bambang Sunggono. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Budi Untung.2000.Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta : Andi.

Budi Winarno.2002.Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media

Pressindo.

Burhan Ashshofa.2004.Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.

C.S.T. Kansil.1993.Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Dahlan Siamat.1993.Manajemen Bank Umum. Jakarta : Intermedia.

Darji Darmodiharjo.1999.Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Dye, Thomas R,.1978.Understanding Public Policy. Prentice Hall, Inc.

Edi Suharto.2006.Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial.Edisi Revisi. Bandung : Alfabeta.

Esmi Warassih.2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang : PT.Suryandaru Utama.

Eyestone, Robert.1971.The Tread of Policy : A Studi in Policy Leadership.Indianapolis : Bobbs Merril.

Fockema, Andrea.1983.Kamus Istilah Hukum. Bandung : Bina Cipta.

Gunarto Suhardi. 2004. Usaha Meningkatkan Kinerja & Kepatuham Perbankan di

Indonesia. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Hessel Nogi S. Tangkilisan.2003.Manajemen Keuangan Bagi Analisis Kredit Perbankan ; Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance.Yogyakarta : Balairung & Co.

Kasmir.2004,Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi.2001.Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum. Bandung :Citra Aditya Bakti.

Page 114: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

Lovett, William A.1997.Banking And Financial Institutions Law. USA : West Publishing Co.

Mariam Darus Badrulzaman.1985.Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni.

Moeljatno. 1999. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksara.

Moh. Mahfud MD.1999.Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta :Gama Media.

Muhamad Djumhana.1993.Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan Dan Pedoman Untuk Pembentukan Istilah.1996. Bandung : Pustaka Setia.

Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto.1978.Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata hukum. Bandung : Penerbit Alumni.

Rachmadi Usman. 2001. Aspek - Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta :Gramedia.

Ronny Hanintyo Sumitro.1998.Politik, Kekuasaan dan Hukum (Pendekatan Manajemen Hukum). Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ronny Sautma Bako.1995.Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito.Cetakan kesatu. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Ruddy Tri Santoso.1997.Mengenal Dunia Perbankan. Yogyakarta : Andi.

Satjipto Raharjo.1986.Hukum dan Mayarakat. Bandung : Penerbit Angkasa..

Setiono.2005. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

. 2006.Hukum dan Kebijakan Publik. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Siswanto Sutojo.1997.Menangani Kredit Bermasalah ; Konsep, Tehnik dan Kasus.Jakarta : Pustaka Binaman Pers Indonesia.

Soerjono Soekanto.2001. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafisindo Persada.

Sudikno Mertokusumo.1986.Mengenal Hukum, Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberti.

Syahrir Sabirin. 2003. Perjuangan Keluar Dari Krisis. Yogyakarta : BPFE.Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru.2006.Bank dan Lembaga Keuangan Lain,

Jakarta : Salemba Empat.Wojowasito, S.1982.Ensiklopedi Indonesia.Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve. .1999.Kamus Umum Belanda Indonesia. Jakarta : Ichtiar Baru Van

Hoeve.

Undang-undang

Undang-undang Dasar 1945

Page 115: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

Surat Edaran bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

Karya ilmiah

Ayub Torry Satriyokusumo.2007. Studi hukum dan Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang.Surakarta:Universitas Sebelas Maret. Tesis

Diaz, Veronica. 2006. Penerobosan Kerahasiaan Bank dalam ketentuan Know Your Customer. Semarang. Universitas Diponegoro.Skripsi.

Erna Indriasari.2005.Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Perusahaan Daerah BPR Bank Pasar Kabupaten Karanganyar.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret .Surakarta.Tesis.

Mulhadi.2005.Prinsip Kehati-hatian ( Prudent Banking Principle ) dalam Kerangka UU Perbankan di Indonesia.USU Repositary.

Soetandyo Wignyosoebroto.2002.Fungsionalisme Struktur Antopoieses dan Perilaku Terhadap Hukum.Makalah untuk Kuliah Hukum dan Perubahan Sosial pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret. 27 Juni 2002 Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Sutan Remy Sjahdeini.1994.Sudah Memadaikah Perlindungan yang Diberikan oleh Hukum kepada Nasabah Penyimpan Dana. Orasi Ilmiah dalam rangka memperingati Dies Natalis XL / Lustrum VIII Universitas Airlangga.Surabaya. Universitas Airlangga.

Artikel

Bappenas. 2007. Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makrohttp://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=download&pathext=ContentExpress/RKP%202008/Perpres/Buku2/&view=Bab%2023%20-%20Narasi.doc : di akses tanggal 16 Juli 2007.

Chumaida, Zahry Vandawaty. Penerapan Prinsip Kehati-hatian dan Kesehatan Bank Dalam UU N0.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.2000.http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2000-chumaida2c

Page 116: ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENGENAI ...

254law&node=229&start=121&PHPSESSID=e99ecec43aeb91a73c0e368ce140cf5f. diakses tanggal 16 Juli 2007

Susidarto.2004.Reposisi Pengawasan Bank:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/26/opini/menu33.htm. : diakses 24 Juni 2007.

S. Sundari S. Arie. Perbankan. Ringkasan Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.