ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP … · CVM, dan analisis regresi logistik. Hasil...
Transcript of ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP … · CVM, dan analisis regresi logistik. Hasil...
i
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT
TERHADAP AIR BERSIH DI KAWASAN PERUMAHAN XYZ
KOTAMADYA BOGOR
SITI ANNISA PUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iiii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Willingness to
Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Siti Annisa Putri
NIM H44090074
iv
ABSTRAK
SITI ANNISA PUTRI. Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air
Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI
dan BENNY OSTA NABABAN.
Perumahan XYZ merupakan perumahan yang masih mengandalkan air
tanah sebagai sumber kebutuhan air sehari-harinya. Permasalahan sumberdaya air
yang terjadi adalah kekeringan akibat debit air yang menurun dan resiko air tanah
tercemar. Tujuan utama dari penelitian adalah mengestimasi besarnya nilai
Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap air bersih dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif, analisis Willingness to Pay dengan menggunakan dichotomous choice
CVM, dan analisis regresi logistik. Hasil WTP diperoleh sebesar Rp 5.400.84 dan
Rp 5 167.81 dengan menggunakan perhitungan metode logit dan Rp 6 000 dengan
metode Turnbull. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan
untuk membayar adalah nilai bid/lelang dan pendapatan. Nilai WTP yang
didapatkan menggambarkan WTP masyarakat untuk menerima perubahan sumber
air dari non PDAM ke PDAM. Mekanisme pembayaran WTP merupakan tarif air
per meter kubik. Nilai air ini adalah untuk kebutuhan air rumah tangga, tidak
hanya use value seperti untuk konsumsi dan pemakaian kebutuhan rumah tangga
lainnya, tetapi juga merupakan non use value dari air dimana terdapat nilai
kenyamanan, nilai kesehatan, nilai keberadaan, dan nilai konservasi.
Kata kunci: Dichotomous Choice CVM, Sumberdaya Air, Willingness to Pay.
ABSTRACT
SITI ANNISA PUTRI. Willingness to Pay Analysis towards Clean Water at XYZ
Residential, Bogor City. Supervised by AKHMAD FAUZI and BENNY OSTA
NABABAN.
XYZ is a residential that still rely on ground water as a source of its daily
water needs. Water resource problems that occured was drought because water
debit decreased and the risk of contaminated groundwater. The primary objective
of this research were to estimate the value of Willingness to Pay (WTP) towards
clean water and to identify the factors that influence it. This research used
descriptive analysis, analysis of Willingness to Pay used dichotomous choice
CVM, and logistic regression analysis. WTP results obtained by Rp 5.400.84 and
Rp 5 167.81 by using the calculation method of logit and Rp 6 000 with Turnbull
method. The factors that significantly influence the decision to pay was the value
of the bid and revenue. WTP values obtained illustrate WTP society to accept the
changes in water resources from non PDAM into PDAM. WTP payment
mechanisms is a water tariff per cubic meter. This is the value of water for
domestic water needs, not only use value as for the consumption and use of other
household needs, but also the non-use value of water such as amenity, value of
health, existence value, and conservation value.
Keywords: Dichotomous Choice CVM, Water Resources, Willingness to Pay.
iv
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT
TERHADAP AIR BERSIH DI KAWASAN PERUMAHAN XYZ
KOTAMADYA BOGOR
SITI ANNISA PUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
ivii
Judul Skripsi : Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di
Perumahan XYZ Kotamadya Bogor
Nama : Siti Annisa Putri
NIM : H44090074
Disetujui oleh,
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc
Pembimbing I
Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
iix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi
ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah ”Analisis
Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ
Kotamadya Bogor”.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada
kedua orang tua tercinta yaitu Ibu Ani Iryani dan Bapak Nasser Isa, beserta kakak
dan adik penulis tersayang, M. Nassa dan Siti Nabila atas dukungan, doa, kasih
sayang, dan perhatiannya. Teima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi,
M.Sc dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta pengarahan,
saran, dan motivasi hingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Bapak Rizal
Bahtiar S.Pi, M.Si dan Ibu Nuva, SP, MSi selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada
kantor BPLH Kota Bogor, PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, Kelurahan
Katulampa, Kepala RT/RW dan masyarakat perumahan XYZ yang telah
membantu selama pengumpulan data.
Terima kasih kepada keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas
semua arahan, masukan, dan bantuannya. Terima kasih juga kepada Andrian
Irwansyah yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan nasehatnya selama
proses pengerjaan skripsi. Terima kasih kepada sahabat tercinta, Yulis, Verry,
Alia Lolita, Fato, Hilman, Irfan, Astri, Ines, Rizha, Pritha, Isna serta teman-teman
satu bimbingan yang selalu memberikan bantuan dan semangatnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.
Bogor, Desember 2013
Siti Annisa Putri
NIM H44090074
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian .................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8
2.1. Ketersediaan dan Kebutuhan Air ............................................ 8
2.2. Sistem Penyedia Air ............................................................... 9
2.3. Pengembangan Sumberdaya Air............................................. 10
2.4. Pengelolaan Sumberdaya Air ................................................. 11
2.5. Nilai Ekonomi Sumberdaya Air ............................................. 14
2.6. Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ...................... 16
2.7. Konsep Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay) .... 16
2.8. Model Regresi Logistik .......................................................... 20
2.9. Penelitian Terdahulu ............................................................... 22
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 25
IV. METODE PENELITIAN ................................................................. 28
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 28
4.2. Jenis dan Sumber Data............................................................ 28
4.3. Metode Pengambilan Sampel ................................................. 28
4.4. Metode dan Prosedur Analisis ................................................ 29
4.4.1. Analisis Deskriptif mengenai Karakterstik Masyarakat
Perumahan XYZ terhadap Air Bersih ......................... 29
4.4.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Masyarakat
terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ ..................... 30
4.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besaran WTP
Masyarakat untuk Mendapatkan Air Bersih ............... 33
V. GAMBARAN UMUM .................................................................... 36
5.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................... 36
5.2. Kondisi Hidrologi ................................................................... 37
VI. KARAKTERISTIK MASYARAKAT PERUMAHAN XYZ
TERHADAP AIR BERSIH ............................................................. 42
ixi
VII. WILLINGNESS TO PAY (WTP) MASYARAKAT TERHADAP
AIR BERSIH ................................................................................... 48
7.1. Perhitungan Nilai WTP dengan Metode Logit ....................... 49
7.2. Perhitungan Nilai WTP dengan Metode Turnbull ................. 51
7.3. Perbandingan Hasil WTP dengan Tarif PDAM ..................... 52
VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS
TO PAY MASYARAKAT TERHADAP AIR BERSIH ................. 55
IX. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 59
9.1. Simpulan................................................................................. 59
9.2. Saran… ................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61
LAMPIRAN ............................................................................................. 63
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 78
xii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Unsur-unsur fungsional dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 9
2 Kriteria dan tujuan pengelolaan sumberdaya air ................................. 12
3 Matriks metode analisis data ................................................................ 29
4 Zona konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur ........................... 38
5 Potensi air dan sumberdaya air Kelurahan Katulampa ........................ 39
6 Sumber air bersih Kelurahan Katulampa ............................................. 39
7 Tarif pemakaian air PDAM TPKB berdasarkan golongan pelanggan
rumah tangga ........................................................................................ 40
8 Kedalaman sumur responden................................................................ 45
9 Jumlah pemakaian air per bulan ........................................................... 46
10 Pemakaian air tanah untuk konsumsi .................................................. 46
11 Kesediaan membayar masyarakat untuk mendapatkan air bersih dari
PDAM dengan metode Turnbull .......................................................... 51
12 Hasil kesediaan untuk membayar masyarakat dari tiap metode .......... 53
13 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat
terhadap air bersih ................................................................................ 55
ixiii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Peta konservasi air tanah Kota Bogor tahun 2011 .............................. 4
2 Gambar transformasi logit .................................................................. 20
3 Diagram alur berpikir ......................................................................... 27
4 Peta konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur ........................... 38
5 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ...................... 42
6 Persentase responden berdasarkan pekerjaan...................................... 43
7 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan ....................... 44
8 Persentase responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ............. 44
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Kuesioner penelitian............................................................................. 64
2 Data responden perumahan XYZ ........................................................ 69
3 Hasil olahan Minitab ........................................................................... 71
4 Perhitungan WTP metode logistik ....................................................... 73
5 Perhitungan WTP metode Turnbull ..................................................... 75
6 Dokumentasi wilayah penelitian .......................................................... 76
ii
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jika tidak ada air
maka tidak ada kehidupan. Air menjadi sumberdaya vital bagi manusia karena
setiap aktivitas yang dilakukan tidak dapat terlepas dari air, seperti untuk
konsumsi sehari-hari, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan industri, pertanian,
rekreasi dan lain sebagainya.
Pada tahun 2002 oleh UNESCO telah ditetapkan Hak Dasar Manusia atas
air sebesar 50 liter/orang/hari. Rinciannya adalah 5 L untuk minum, 20 L untuk
kebersihan lingkungan, 15 L untuk mandi, dan 10 L untuk memasak. Angka ini
memang tidak besar namun saat ini separuh penduduk dunia belum menikmati
kebutuhan dasar air ini (Hehanussa, 2004).
Dahulu air dianggap sumberdaya yang melimpah, tetapi seiring
berjalannya waktu persediaan air kadang tidak sejalan dengan permintaannya.
Ancaman krisis air bersih semakin jelas terlihat. Hal ini disebabkan oleh populasi
manusia yang berkembang pesat, teknologi yang semakin maju sehingga muncul
industri-industri yang banyak menggunakan air, eksploitasi berlebih terhadap
sumber mata air untuk kepentingan komersil, serta pencemaran air yang
disebabkan oleh limbah industri maupun rumah tangga yang menurunkan kualitas
dan kuantitas ketersediaan air bersih.
Sumber air baku didapatkan dari air permukaan (sungai, danau) dan air
tanah. Pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat dapat
menggunakan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Tetapi nyatanya
PDAM belum dapat secara merata mendistribusikan air ke seluruh wilayah, maka
dari itu banyak pula yang menggunakan air tanah sebagai sumber pemenuhan
kebutuhan akan air. Air tanah masih menjadi andalan utama sumber air bersih
bagi masyarakat, baik untuk kebutuhan rumah tangga yang bersifat tidak
komersial maupun keperluan komersial (industri, perdagangan, dan jasa). Hal ini
dilakukan karena biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan
menggunakan air PDAM atau karena memang belum masuknya jaringan PDAM
pada daerah tersebut.
2
Menurut Sanim (2011) masalah ketidakmerataan ketersediaan dan
kebutuhan air ini disebabkan karena jumlah penduduk yang terus meningkat dan
adanya ketidakmerataan penyebaran penduduk, dimana Pulau Jawa dengan
tingkat kepadatan penduduk tinggi dan dengan jumlah penduduk sebesar 125 juta
jiwa membutuhkan ketersediaan air yang lebih besar dari tahun ke tahun
dibandingkan dengan Pulau Kalimantan atau Papua, sementara ketersediaan air di
Pulau Jawa sangatlah terbatas. Berdasarkan perhitungan, tahun 2000 ketersediaan
air permukaan hanya mencukupi 23 persen dari kebutuhan penduduk di Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kesulitan air merupakan masalah yang penting di
Indonesia.
Jawa Barat merupakan wilayah padat penduduk dimana pertumbuhan
penduduk semakin meningkat. Perkembangan industri di berbagai sektor juga
semakin berkembang pesat. Hal ini diikuti dengan kerusakan lingkungan yang
terjadi di berbagai daerah. Sumberdaya air di Jawa Barat semakin menurun hal ini
dapat dilihat dari kondisi air tanah di Jawa Barat semakin lama semakin
memprihatinkan, yang mengakibatkan turunnya muka air tanah secara drastis,
menurunnya kualitas air tanah dan amblesan tanah (land subsidence). Jika
dilakukan eksploitasi berlebih dapat menyababkan kekeringan sehingga air bersih
sulit didapat.
Terlepas dari keadaan sumberdaya air yang semakin menurun kualitas
maupun kuantitasnya, kebutuhan air bersih untuk masyarakat harus terus
terpenuhi. Sesuai dengan penjaminan konstitusi yaitu pada Pasal 5 UU No. 7
Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yang menyatakan “Negara menjamin hak
setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Secara eksplisit
ayat tersebut menunjukkan bahwa untuk dapat memperoleh air bersih adalah hak
setiap orang, warganegara dari suatu negara, tak terkecuali warga negara
Indonesia. Jaminan tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang
ke sumber air untuk mendapatkan air (Sanim, 2011).
Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan pusat perekonomian nasional dan
ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional (Perpres No. 54 Tahun 2008).
3
Pertumbuhan penduduk di kawasan ini sangat pesat dengan laju bervariasi 4.1 –
6.4% yang secara otomatis diikuti oleh kebutuhan lahan untuk permukiman
beserta sarana dan prasarana pendukungnya. Kondisi tersebut menyebabkan
kebutuhan air bersih yang juga terus meningkat, sehingga memerlukan
perencanaan dalam penyediaan air bakunya. UU No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air Pasal 26 menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air
didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan
mengutamakan pendayagunaan air permukaan. Pasal tersebut mengamanahkan
pemerintah untuk menyediakan air bersih bagi rakyat. Pelayanan air bersih oleh
pemerintah dilakukan melalui PDAM, dengan air baku yang diutamakan
bersumber dari air permukaan (Wibowo et al, 2010).
Wilayah Kota Bogor dialiri 2 (dua) sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung
dan Sungai Cisadane. Pada umumnya aliran sungai tersebut dimanfaatkan oleh
sebagian masyarakat Kota Bogor serta sumber air baku bagi Perusahaan Daerah
Air Minum. Air untuk konsumsi rumah tangga di Kota Bogor umumnya
menggunakan air PDAM yaitu dari PDAM Tirta Pakuan. Sesuai dengan salah satu
agenda KTT Bumi tahun 2002 di Johannesburg, dalam menyongsong Millenium
Development Goals (MDGs), untuk Indonesia diharapkan pada tahun 2015
cakupan pelayanan air minum dapat ditingkatkan menjadi 80% perkotaan dan
40% di pedesaan. Seiring dengan berjalannya waktu target MDGs ini dipandang
sulit untuk dicapai pada tahun 2010, sehingga pada tahun 2015 target cakupan
MDGs PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor adalah 71.85 %1.
Sampai akhir tahun 2010, jumlah pelanggan aktif PDAM Kota Bogor
adalah sebanyak 94 995 sambungan (sudah termasuk 1 378 pelanggan di
Kabupaten Bogor yang dilayani PDAM Kota Bogor), sedangkan jumlah
pelanggan PDAM Kabupaten Bogor yang tercatat sebagai penduduk Kota Bogor
adalah sebanyak 14 009 sambungan. Dengan memperhitungkan jumlah rata-rata
per jiwa per rumah tangga di Kota Bogor sebesar 5.5 orang, maka cakupan
pelayanan air bersih untuk seluruh penduduk kota adalah sebagai berikut:
1. Cakupan pelayanan masyarakat Kota Bogor yang dilayani PDAM Tirta
Pakuan Kota Bogor adalah sebesar 50.65 %.
1
Laporan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Kegiatan Pengembangan Jaringan Pipa
Distribusi PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, November 2011
4
2. Cakupan pelayanan masyarakat Kota Bogor yang dilayani PDAM Tirta
Pakuan Kota Bogor dan PDAM Kabupaten Bogor adalah sebesar 58.47 %.
Informasi terbaru yang didapatkan, pada saat ini cakupan pelayanan
PDAM Tirta Pakuan sebesar 67.29 %2. Sehingga dapat disimpulkan masyarakat
Kota Bogor yang mendapatkan pelayanan air bersih dari PDAM baru 67.29 %.
Sisanya menggunakan sumber air besih selain dari PDAM seperti dengan
menggunakan air tanah (sumur/pompa).
Sumber : BPLH (2013)
Gambar 1 Peta Konservasi Air Tanah Kota Bogor Tahun 2011
Dengan pengambilan air tanah sebesar 1 176 828 m3/tahun (2011), secara
umum Kota Bogor yaitu sebesar 80.4 % berada pada zona konservasi air tanah
aman dengan luas 95.8 km2. Adapun zona rawan air tanah telah terjadi seluas 13.3
km2 (11.2 %) terletak pada sebagian Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor
Timur dan Kecamatan Bogor Selatan. Penyebaran zona kritis air tanah seluas 6.2
km2 (5.2 %) dan zona rusak air tanah seluas 3.2 km
2 (3.2 %) terletak pada
sebagian Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan (BPLH, 2013).
Jika dilihat dari Gambar 1, daerah Kecamatan Bogor Timur berada dalam
zona rawan air tanah dan zona kritis di sebagian Kecamatan Bogor Timur.
Perumahan XYZ yang terletak di Kelurahan Katulampa Kecamatan Bogor Timur
2Wawancara dengan Ibu Neli, Humas PDAM Tirta Pakuan pada tanggal 10 Juni 2013
5
merupakan salah satu perumahan yang belum mendapatkan jaringan pipa
distribusi PDAM. Sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari warga adalah
dengan mengandalkan air tanah.
Pada idealnya untuk ukuran perumahan, kebutuhan air masyarakatnya
didistribusikan oleh PDAM daripada menggunakan air tanah. Hal ini dikarenakan
mengingat perumahan yang padat penduduk dimana nantinya air tanah akan
banyak tereksploitasi, sehingga pemakaian air dari PDAM dapat menghindari
terjadinya deplesi pada air bawah tanah. Penurunan muka air tanah merupakan
salah satu masalah yang ditimbulkan akibat pengeksploitasian air tanah. Hal inilah
yang terjadi di perumahan XYZ, permasalahan air yang dialami masyarakat
adalah kekeringan pada saat musim kemarau karena menurunnya muka air tanah.
1.2 Perumusan Masalah
Perumahan XYZ merupakan perumahan yang masih mengandalkan air
tanah sebagai sumber pemenuhan akan air sehari-hari. Keterbatasan layanan air
bersih PDAM menyebabkan masyarakat masih menggunakan air tanah. Informasi
yang didapatkan dari pihak PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor terdapat beberapa
kendala untuk pemasangan pipa distribusi PDAM yaitu menyangkut masalah
investasi dan teknis. Permasalahan investasi adalah pada awal pemasangan
dimana untuk adanya jaringan PDAM di perumahan XYZ dibutuhkan
pembangunan reservoir untuk menampung air yang nantinya akan didistribusikan
ke tiap rumah. Investasi yang cukup besar tidak bisa ditanggung sepenuhnya oleh
pihak PDAM sehingga diajukan sharing dengan pihak developer dimana diminta
menyediakan lahan untuk dibangunnya reservoir, tetapi hal itu tidak berjalan
sehingga pemasangan jaringan PDAM tertunda. Kendala teknis yang ditemukan
adalah letak perumahan XYZ yang lebih tinggi menyebabkan untuk disalurkan
air, membutuhkan teknologi pemompaan dari daerah yang sudah terdapat jaringan
PDAM.
Permasalahan dalam pemanfaatan air tanah sebagai sumber air utama
masyarakat yaitu masalah kekeringan yang setiap tahunnya terjadi yang
menyebabkan krisis air di perumahan XYZ. Krisis air sering terjadi pada saat
musim kemarau. Pada tahun 2011 saat kekeringan, masyarakat dibantu oleh
6
PDAM dengan memasang terminal hidran air. Penggunaan air bersih dari hidran
air tersebut minggu pertama digratiskan, tetapi setelah itu air dihargai Rp 900 per
galon sebagai biaya operasional terminal3. Pada tahun berikutnya juga terjadi hal
yang sama, masyarakat dibantu dengan disalurkan air dari PDAM berupa tanki air
yang ditempatkan di tiap RW.
Masyarakat tidak hanya mengandalkan air bantuan dari PDAM pada saat
kekeringan, ada pula masyarakat khususnya di RW 17 yang mengambil air dari
mata air yang terdapat di dekat perumahan XYZ, sumber air tersebut dikelola
dengan penyambungan pipa dan ditampung sehingga dapat digunakan oleh warga
sekitar. Usaha yang paling banyak dilakukan masyarakat adalah dengan
memperdalam sumur-sumur di tiap rumah untuk mendapatkan air tanah kembali.
Permasalahan yang terjadi menyebabkan masyarakat menginginkan
adanya perbaikan kondisi lingkungan dalam hal ini kondisi sumberdaya air di
perumahan XYZ yaitu dengan adanya jaringan distribusi air dari PDAM. Hal ini
diinginkan masyarakat agar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air dapat terjaga.
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas maka perumusan
masalah penelitian yang menarik untuk dikaji, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik masyarakat perumahan XYZ terhadap air bersih?
2. Berapa estimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat
terhadap air bersih di perumahan XYZ?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk
memperoleh air bersih di perumahan XYZ?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai air yang
dapat diestimasi melalui WTP masyarakat untuk mendapatkan air dan faktor-
faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar air bersih di
perumahan XYZ. Secara khusus tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Mengkaji karakteristik masyarakat perumahan XYZ terhadap air bersih.
2. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat
terhadap air bersih di perumahan XYZ.
3
Artikel “Terminal Hidran Air Terkendala Lokasi” 16 Maret 2011. http://www.radar-
bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=70741 diakses pada 6 Juni 2013.
7
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besaran WTP
masyarakat untuk memperoleh air bersih di perumahan XYZ.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi pengambil keputusan baik Pemerintah Daerah maupun pihak
pengembang dalam memperhatikan kesejahteraan masyarakat dalam
mengakses air bersih.
2. Bagi PDAM Tirta Pakuan sebagai rekomendasi kajian kesanggupan
masyarakat untuk membayar air bersih dalam rencana pemasangan
jaringan pipa distribusi PDAM di daerah penelitian.
3. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini berguna dalam pengaplikasian ilmu
pengetahuan yang telah didapatkan pada saat perkuliahan dan diterapkan
untuk pemecahan permasalahan di daerah penelitian.
4. Bagi akademisi sebagai bahan referensi dalam penelitian sejenis atau
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan sumberdaya air.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup dan batasan dalam melakukan penelitian ini adalah
penelitian ini berlokasi di perumahan XYZ Kota Bogor, yaitu RW 15, RW 16, dan
RW 17 Kelurahan Katulampa Kecamatan Bogor Timur. Responden merupakan
masyarakat yang tinggal di perumahan XYZ yang masih menggunakan air tanah
(sumur/pompa) dalam mencukupi kebutuhan air bersih sehari-hari. Penelitian ini
terfokus pada Willingness to Pay (WTP) masyarakat untuk mendapatkan air
bersih dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketersediaan dan Kebutuhan Air
Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi
70 persen permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik.
Apabila dituang merata ke seluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan
dengan kedalaman rata-rata tiga kilometer. Namun hanya sebagian kecil saja dari
jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0.003 persen.
Sebagian besar air, kira-kira 97 persen, ada dalam samudera atau laut, dan kadar
garamnya terlalu tinggi. Sedangkan dari tiga persen sisanya yang ada, hampir
semuanya, kira-kira 87 persennya tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat
dalam di bawah tanah (Middleton dalam Sanim, 2011). Dalam satu tahun, rata-
rata jumlah tersebut tersisa lebih dari 40 000 kilometer kubik air segar yang dapat
diperoleh dari sungai-sungai di dunia. Bandingkan dengan jumlah penyedotan
yang kini hanya ada sedikit diatas 3 000 kilometer kubik tiap tahun. Ketersediaan
ini (sepadan dengan lebih dari 7 000 meter kubik untuk setiap orang) sepintas
kelihatannya cukup untuk menjamin persediaan yang cukup bagi setiap penduduk,
tetapi kenyataannya air tersebut seringkali tersedia di tempat-tempat yang tidak
tepat (Sanim, 2011).
Kebutuhan air bersih di Indonesia dirasakan semakin terbatas, hal ini
terlihat dari tingkat ketersediaan air di kota-kota besar di Indonesia yang berada
dalam kondisi kritis. Apabila kondisi ini terus berlangsung tanpa dilakukan upaya
pengelolaan yang berkelanjutan, dikhawatirkan pada tahun mendatang akan
terjadi defisit air bersih. Walaupun ketersediaan air permukaan dari waktu ke
waktu relatif tetap karena mengikuti daur hidrologis, namun keadaan dan sifat
kualitasnya dapat membatasi pemakaian dan manfaat yang diberikan. Di samping
itu kebutuhan air di Indonesia pada saat ini dan di masa mendatang akan terus
meningkat sementara ketersediaan air permukaan relatif tetap dan tersebar di
banyak pulau (Oktavianus, 2003).
9
2.2 Sistem Penyedia Air
Penyediaan sumberdaya air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan
daya air serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas
(Kodoatie dan Sjarief, 2005). Menurut Linsley dan Franzini (1995) suatu sistem
penyediaan air yang modern meliputi:
1. Sumber-sumber penyediaan
2. Sarana-sarana penampungan
3. Sarana-sarana penyaluran (ke pengolahan)
4. Sarana-sarana pengolahan
5. Sarana-sarana penyaluran (dari pengolahan) tampungan sementara
6. Sarana-sarana distribusi
Tabel 1 Unsur-unsur fungsional dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Unsur fungsional Masalah utama dalam
perencanaan sarana
Uraian
Sumber
penyediaan
Jumlah/mutu Sumber-sumber air permukaan bagi
penyediaan, misalnya sungai, danau,
dan waduk atau sumber air tanah.
Penampungan Jumlah/mutu Sarana-sarana yang dipergunakan
untuk menampung air permukaan
biasanya terletak pada atau dekat
sumber penyediaannya.
Penyaluran Jumlah/mutu Sarana-sarana untuk menyalurkan air
dari tampungan ke sarana-sarana
pengolah.
Pengolahan Jumlah/mutu Sarana-sarana yang dipergunakan
untuk memperbaiki atau merubah
mutu air.
Penyaluran dan
penampungan
Jumlah/mutu Sarana-sarana untuk menyalurkan air
yang sudah diolah ke sarana-sarana
penampungan sementara ke satu atau
beberapa titik distribusi.
Distribusi Jumlah/mutu Sarana-sarana yang dipergunakan
untuk membagi air ke masing-
masing pemakai yang terkait di
dalam sistem.
Sumber : Linsley dan Franzini (1995)
Secara umum pengelolaan dan proses infrastruktur untuk water supply
system dapat dijelaskan sebagai berikut (Kodoatie dan Sjarief, 2005):
a. Pendayagunaan sumberdaya air: sumberdaya air permukaan dan sumberdaya
air tanah.
10
b. Pengolahan (Water Treatment Plant)
c. Penampungan: penampungan air baku (waduk, kolam, sungai/long storage,
dll) dan penampungan air bersih sesudah treatment (tangki tertutup, kolam
terbuka, dll).
d. Transmisi: truk tangki/kapal tanker, jaringan pipa transmisi dari primer ke
sekunder, bak pelepas tekan untuk daerah dengan perbedaan topografi yang
besar dari hulu ke hilir, pompa untuk meneikkan tekanan dari wilayah rendah
ke tinggi, dan pipa.
e. Jaringan distribusi ke pelanggan: sistem jaringan pipa, sistem tampungan,
fittings, kontrol, valve, dan pompa.
2.3 Pengembangan Sumberdaya Air
Pengembangan sumberdaya air memainkan peranan yang kompleks dalam
proses pengambilan keputusan. Tidak saja efisiensi ekonomi yang harus
diperhatikan, tetapi juga pembangunan regional, kualitas lingkungan, distribusi
manfaat dan biaya, serta lain-lain dimensi kesejahteraan manusia dijadikan tujuan
yang eksplisit, yang harus dicapai oleh pengambil keputusan. Oleh karena itu,
informasi yang lengkap dengan analisis yang tajam dan terpadu perlu disampaikan
kepada para pengambil keputusan (Sanim, 2011).
Pengembangan sumberdaya air (water resources development) dapat
didefinisikan sebagai aktivitas fisik untuk meningkatkan pemanfaatan air untuk
air bersih, irigasi, penanggulangan banjir, listrik tenaga air, perhubungan,
pariwisata, perikanan, dan lain sebagainya (Wiyono, 2000).
Visi dan misi nasional pengembangan sumberdaya air dalam Kodoatie dan
Sjarief (2005) adalah sebagai berikut:
1. Visi nasional pengelolaan sumberdaya air: pengembangan dan pengelolaan
air, tanah, dan sumberdaya terkait yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan untuk kesejahteraan rakyat.
2. Misi nasional pengelolaan sumberdaya air adalah:
a. Konservasi sumberdaya air untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air.
b. Pemanfaatan air yang tepat, adil, efisien, dan efektif.
11
c. Jaminan ketersediaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian
rakyat.
d. Pengelolaan bencana terpadu terkait dengan air (banjir, longsor,
kekeringan, dll).
Dalam RUU tentang Sumberdaya Air, telah disebutkan bahwa
pengembangan air bersih yang dilakukan melalui pengusahaan sumber air
permukaan dapat dilakukan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) di bidang pengelolaan sumberdaya air atau
kerjasama antara BUMN dengan BUMD (Pasal 46 ayat 2). Selanjutnya
ditambahkan pula dalam Pasal 46 ayat 3 bahwa pengusahaan sumberdaya air
selama yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 di atas, juga dapat dilaksanakan oleh
Badan Usaha, perorangan atau kerjasama antara Badan Usaha dengan ijin
pengusahaan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan rencana alokasi air menurut sumber air (Sanim,
2003).
2.4 Pengelolaan Sumberdaya Air
Sumber air didapatkan dari air permukaan dan air tanah. Sumber air
permukaan yaitu dari sungai, danau, rawa, situ, embung, ranu, dan telaga.
Sedangkan sumber air tanah antara lain dari cekungan air tanah yang bisa terdiri
atas confined aquifer dan unconfined aquifer, serta mata air (spring). Ketersediaan
air permukaan perhitungannya berdasarkan pada curah hujan, luas DAS, dan
karakteristik lahan. Berbeda dengan air permukaan, pengembangan dan
pengelolaan air tanah lebih sulit karena lokasinya yang berada di bawah tanah.
Pengelolaan air bawah tanah atau groundwater merupakan contoh untuk
memahami kasus sumberdaya yang bersifat common property dalam bentuknya
paling asli atau The purest common pool problem. Hal ini disebabkan karena pada
saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki secara jelas, ia akan menjadi common pool
dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang
dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesi
dari sumberdaya air dinilai tanpa harga (Fauzi, 2006).
12
Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air
mengamanatkan setidaknya 3 (tiga) kegiatan utama dalam pengelolaan
sumberdaya air, yaitu:
1. Konservasi sumberdaya air, yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan
keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumberdaya air.
2. Pendayagunaan sumberdaya air, ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya
air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok
masyarakat secara adil.
3. Pengendalian daya rusak air, dilakukan secara terpadu, menyeluruh, dan
terkoordinasi serta mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, pemulihan,
dan perbaikan akibat bencana dengan mengutamakan upaya pencegahan.
Tabel 2 Kriteria dan tujuan pengelolaan sumberdaya air Kriteria Tujuan
Efisiensi 1. Biaya penyediaan air yang murah
2. Penerimaan per unit sumberdaya yang tinggi
3. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan
Equity 4. Akses air bersih untuk semua masyarakat
Sustainability 5. Menghindari terjadinya deplesi pada air bawah
tanah
6. Menyediakan cadangan air yang cukup untuk
memelihara ekosistem
7. Meminimalkan pencemaran air
Sumber : Fauzi (2006)
Pengelolaan air bersih harus terpadu dan menyeluruh dan merupakan
bagian dari pengelolaan sumberdaya air. Hal-hal yang menyebabkan air perlu
dikelola meliputi (GWP, 2001 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005):
1. Kondisi kebutuhan pangan dan air (sumberdaya alam).
2. Kondisi kebutuhan air dan tanah (sumberdaya alam).
3. Batas administrasi wilayah berbeda dengan batas teknis (DAS).
4. Perubahan tata guna lahan akan berpengaruh besar terhadap sumberdaya air
baik secara kuantitas maupun kualitas.
5. Tiap tata guna lahan membutuhkan air namun juga akan memberikan dampak
keberadaan air di tata guna yang lain. Perubahan tata guna lahan memberikan
dampak yang besar terhadap keberadaan air di lahan tersebut.
13
6. Recovery kerusakan tata guna lahan dan tata air yang terjadi umumnya akan
sulit mengembalikan sampai sama seperti semula.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan rendahnya pengelolaan
sumberdaya air di Indonesia dalam Sanim (2011), antara lain:
1. Adanya fragmentasi pengelolaan antar instansi Pemerintah Republik
Indonesia dan sulitnya koordinasi antar berbagai instansi dalam mengelola
sumberdaya air.
2. Pengelolaan sumberdaya air yang masih terbatas dan berorientasi hanya pada
sisi penyediaan semata bukan pada sisi kebutuhan.
3. Borosnya pemakaian air untuk pertanian karena rendahnya efisiensi
pemakaian air untuk sektor pertanian. Sebagai pengguna 80-90 persen dari
seluruh pemanfaat air, sektor pertanian diperkirakan memakai air efektif untuk
pertumbuhan tanaman hanya 50-60 persen, selebihnya hilang saat pengaliran
di saluran atau menggenang tidak optimal di area persawahan. Apabila saat ini
air yang dialokasikan untuk irigasi sekitar 4 000 meter kubik per detik, maka
peningkatan efisiensi sekitar 10 persen saja akan menghemat air 400 meter
kubik per detik.
4. Organisasi pengelolan sumberdaya air masih tersentralisasi di pusat belum
terdesedentralisasi walaupun otonomi daerah telah dicanangkan sejak tahun
2000.
5. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya air disatu sisi
dan disisi lain masih belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat lokal
dalam organisasi pengelolaan sumberdaya air.
6. Distribusi pelayanan air tidak merata. Distribusi lebih banyak difokuskan
untuk melayani kegiatan komersial yang mendukung pembangunan ekonomi.
Hanya konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki akses terhadap
air bersih.
7. Polusi air yang menyebabkan air di Jakarta dan kota besar lainnya tidak layak
dijadikan sebagai air minum karena sumberdaya air yang telah tercemar,
seperti adanya kandungan bakteri coli dalam air tanah.
8. Ketidakmampuan Pemerintah Indonesia untuk memperluas jaringan irigasi
bagi keperluan pertanian, sehingga terjadi penurunan produksi padi.
14
9. Berkurangnya sediaan (supply) air, baik bagi air bersih maupun air minum
yang disebabkan berkurangnya daerah tangkapan air akibat alih fungsi lahan.
2.5 Nilai Ekonomi Sumberdaya Air
Sumberdaya air merupakan sumberdaya penting yang dibutuhkan bagi
kehidupan manusia. Air selain merupakan kebutuhan dasar manusia, tapi juga
sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk
kepemilikan bersama (global commons atau sebagai common resources),
sumberdaya alam yang dikelola secara kolektif, bukan untuk dijual atau
diperdagangkan guna memperoleh keuntungan. Dengan adanya UU No.7 Tahun
2004 tentang Sumberdaya Air dan Konvenan Internasional4
, pandangan
tradisional tersebut sudah berubah dan ditinggalkan, karena air tidak sekedar
hanya barang publik tetapi sudah menjadi komoditas ekonomi. Paradigma
tradisional ini bertentangan dengan paradigma pengelolaan air modern yang
berdasarkan pada nilai ekonomi intrinsik (intrinsic value) dari air, yang
didasarkan pada asumsi adanya keterbatasan dan kelangkaan air (limited and
scarcity water) serta dibutuhkannya investasi atau penyediaan air bersih, sebagai
pemenuhan hak atas setiap warga negara (Sanim, 2011).
Air sebagai komoditas ekonomi diperlukan untuk berbagai kebutuhan
seperti untuk kebutuhan air domestik (rumah tangga), industri, pertanian, dan
pembangkit listrik. Seperti yang dinyatakan dalam Prinsip Dublin pada KTT
Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yaitu:
1. Air tawar adalah sumberdaya terbatas dan rentan, penting untuk
mempertahankan kehidupan, pembangunan, dan lingkungan hidup.
2. Pengembangan dan manajemen air harus didasarkan pada pendekatan
partisipatif melibatkan pengguna, perencana, dan pembuat kebijakan pada
semua tingkatan.
3. Perempuan memainkan peran sentral dalam penyediaan, manajemen, dan
pengamanan air.
4 Konvenan Internasional yang diimplementasikan pada Pasal 4 UU No.7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air, yang menyatakan bahwa “Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan
hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras”.
15
4. Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh penggunaan bersaing dan harus
diakui sebagai barang ekonomi.
Prinsip keempat Dublin menyatakan bahwa air sebagai komoditas
ekonomi, sehingga sangat penting untuk mengenali hak dasar manusia untuk
memiliki akses ke air bersih dan sanitasi dengan harga yang terjangkau.
Mengelola air sebagai barang ekonomi merupakan cara penting untuk mencapai
efisiensi penggunaan yang adil dan merata, serta mendorong pelestarian dan
perlindungan sumberdaya air. Menyadari air sebagai barang ekonomi merupakan
alat untuk pengambilan keputusan dalam mendistribusikan air antar sektor
ekonomi yang berbeda dan pengguna yang berbeda dalam sektor. Hal ini sangat
penting ketika pasokan air tidak dapat ditingkatkan (GWP, 2010).
Mangkoesoebroto (1987), mengatakan bahwa air harus digunakan sebagai
barang ekonomis dan penggunaannya harus diatur agar tercapai kesejahteraan
masyarakat yang optimal. Apalagi dengan perkembangan jumlah penduduk dan
kemajuan teknologi, akan menyebabkan permintaan air menjadi semakin besar
sedangkan penawarannya semakin sedikit. Oleh karena itu perlu ditentukan suatu
kebijaksanaan agar air yang tersedia dapat digunakan secara efisien dengan
menetapkan suatu harga, tidak hanya pada air bersih yang dihasilkan oleh
perusahaan air minum, tetapi juga seluruh air yang tersedia.
Nilai ekonomi secara umum didefinisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh
barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar
(willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi, 2006). Nilai air bagi penggunanya
adalah jumlah maksimum konsumen mau membayar (willingness to pay)
penggunaan air.
2.6 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)
Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method)
memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat
diestimasi nilai ekonominya. CVM adalah cara perhitungan secara langsung,
dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to
16
pay) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda
publik yang penekanannya pada standar nilai uang/moneter (Hanley dan Spash,
1993).
Pendekatan yang tepat untuk memperkirakan kebersediaan membayar
adalah dengan Contingent Valuation Method. Ide yang mendasari metode ini
adalah bahwa sesungguhnya orang-orang memiliki preferensi yang tersembunyi
untuk semua komoditas lingkungan. Diasumsikan bahwa orang-orang memiliki
kemampuan untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini ke dalam satuan
moneter (d’Arge, 1985 dalam Tresnadi, 2000). Berdasarkan asumsi ini, CVM
menilai barang lingkungan dengan menanyakan pada responden salah satu dari
pertanyaan berikut:
a. Berapa jumlah maksimum uang yang akan dibelanjakan oleh anda atau rumah
tangga anda (Willingness to Pay) setiap bulan atau tahun untuk memperoleh
perbaikan kualitas lingkungan (environment improvement)
b. Berapa jumlah uang minimum yang anda atau rumah tangga anda dapat terima
(Willingness to Accept) setiap bulan atau tahun untuk menerima kerusakan
atau penurunan kualitas lingkungan (environment deterioration)
Kedua pertanyaan diatas penting dalam membentuk pasar hipotesis
perubahan lingkungan, yaitu pasar yang terbentuk dimana responden mau
membeli (WTP) dan menerima (WTA) barang-barang lingkungan pada kondisi
kualitas yang lebih baik atau lebih buruk. Penelitian ini akan meneliti nilai
kesediaan membayar masyarakat (WTP) untuk perbaikan kualitas lingkungan
yaitu perbaikan sumberdaya air.
2.7 Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay)
Willingness to pay dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang
mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi,
2006). Menurut Hanley dan Spash (1993), Willingness to Pay atau kesediaan
untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap
sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan.
Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat
secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka
17
memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa
lingkungan. Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar merupakan salah
satu bagian dari metode CVM (Contingent Valuation Method) yang akan
digunakan dalam penelitian ini.
CVM merupakan metode langsung penilaian ekonomi melalui pertanyaan
kemauan membayar seseorang (Willingness to Pay). Menurut Pearce et al (2006)
dalam Fauzi (2013), secara umum analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama
yakni:
1. Identifikasi barang dan jasa yang akan divaluasi
Peneliti harus terlebih dahulu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang
akan di valuasi, perubahan kualitas dan kuantitas apa yang menjadi konsern
kebijakan serta jenis barang dan jasa non-pasar apa yang akan divaluasi.
2. Konstruksi skenario hipotetik
Jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan akan sangat berpengaruh
terhadap outcome yang akan dihasilkan pada analisis CVM. Ada tiga elemen
esensial dalam tahap ini yakni, 1) deskripsi perubahan kebijakan yang akan
dievaluasi, 2) deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan 3) deskripsi
metode pembayaran.
3. Elisitasi nilai moneter
Metode elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar
dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format
tertentu. Format elisitasi dalam CVM umumnya terdiri dari lima jenis yaitu,
1) Open ended, 2) Bidding game, 3) Kartu pembayaran, 4) Single bounded
dichotomous, dan 5) Double bounded dichotomous.
Metode elisitasi nilai moneter yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan format elisitasi single bounded dichotomous yang selanjutnya akan
disebutkan dengan metode dichotomous choice CVM.
2.7.1 Dichotomous Choice CVM
Salah satu model CVM yang paling umum digunakan adalah model
dikotomus (Fauzi, 2006). Garrod dan Willis (2009) dalam Fauzi (2013)
18
menyatakan bahwa pendekatan ini merupakan alternatif terbaik untuk menjawab
defisiensi pendekatan Contingent Valuation yang didasarkan pada pertanyaan
terbuka maupun bidding games. Pendekatan ini dianggap lebih mendekati teori
dibandingkan model-model lainnya, seperti open ended CVM atau bidding game
CVM. Pada tahun 1980-an mulai disadari adanya kelemahan pada model open
ended CVM dan bidding game CVM ini dalam hal memperkirakan nilai WTP
yang tepat karena metode tersebut mengharuskan responden untuk
mengkonstruksi nilai maksimum WTP mereka yang sering pada akhirnya
menimbulkan bias (Fauzi, 2006).
Fauzi (2013) menyatakan bahwa dalam dichotomous choice CVM, nilai
ekosistem atau nilai sumberdaya alam yang tidak dipasarkan dihitung berdasarkan
nilai Willingness to Pay (WTP) dari pertanyaan yang bersifat diskrit. Responden
diajukan pertanyaan untuk membayar Rp X baik untuk perbaikan ekosistem
maupun penilaian suatu jasa lingkungan yang masih utuh. Oleh karena hanya dua
kemungkinan jawaban yakni “ya” atau “tidak” atau “setuju” atau "tidak setuju”,
maka metode ini disebut dichotomous choice. Nilai rupiah yang ditawarkan ini
disebut “nilai tawaran” atau “bid value”.
Menurut Alberni, et al (2005) dalam Fauzi (2013), salah satu keunggulan
penggunaan dichotomous choice CVM adalah karena metode ini lebih mendekati
perilaku pasar dimana konsumen biasanya mengambil keputusan membeli atau
tidak terhadap harga yang ditawarkan. Selain itu dichotomous choice CVM juga
dianggap sesuai dengan mekanisme insentif yang ditawarkan kepada masyarakat
jika masyarakat memperoleh informasi serta mengurangi beban kognitif yang
dihadapi masyarakat jika harus memilih secara terbuka (open bid) maupun pilihan
jamak (Fauzi, 2013).
Perhitungan nilai WTP dari dichotomous choice CVM dapat dilakukan
dengan metode probit, logit, dan turnbull. Penelitian ini menggunakan dua
metode, yaitu metode logit dan turnbull untuk mendapatkan nilai WTP
masyarakat terhadap air bersih.
19
2.7.2 Perhitungan nilai WTP dengan menggunakan metode logit
Secara prinsip perbedaan dengan model probit adalah pada asumsi fungsi
densitas kumulatif (CDF atau cumulative density function). Pada model logit,
peluang untuk menjawab ya ditentukan oleh fungsi berikut (Fauzi, 2013):
.......................................(1)
Fauzi (2013) menyatakan nilai WTP yang menggambarkan nilai ekonomi
SDAL dapat diduga dengan menggunakan koefisien yang diperoleh dari logit
yakni α = β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan variabel bebas) dan δ
= -1 / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan “bid”). Nilai harapan rataan
WTP dapat diduga dari kedua koefisien tersebut yakni:
...................................................(2)
Sementara nilai harapan WTP yang terkait dengan salah satu variabel
bebas dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
(
).............................................(3)
2.7.3 Perhitungan nilai WTP dengan menggunakan metode turnbull
Metode turnbull adalah pendekatan non parametrik untuk perhitungan
nilai kerugian dan nilai ekonomi. Pendekatan ini mengandalkan distribusi “ya”
dan “tidak” dari responden terhadap respon pertanyaan lelang (Fauzi, 2013). Jika
responden menjawab “tidak” terhadap nilai lelang yang ditawarkan, maka nilai
maksimum WTP akan lebih rendah dari nilai lelang. Sebaliknya jika responden
menjawab “ya” maka WTP nya akan lebih besar atau paling tidak sama dengan
nilai lelang yang ditawarkan. Dengan mengetahui distribusi responden menjawab
“tidak” (Fj) maka kita dapat menentukan batas bawah dari WTP (lower bound
WTP) dan nilai rataan WTP (Fauzi, 2013). Nilai lower bound dari WTP dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut:
∑ ( )
∑
.......................................(4)
20
2.8 Model Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang dapat
digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel
independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif.
Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai
(dichotomous), seperti ya/tidak, sukses/gagal, dan lain-lain, atau lebih dari dua
nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat
setuju (Rosadi, 2011). Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang
kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari
regresi linear ke logit (Firdaus dan Afendi, 2008). Formulasi transformasi logit
tersebut adalah: (
)
Pi Logit (Pi)
Logit Transform
Predictor Predictor
Gambar 2 Gambar transformasi logit
Dimana Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori sukses dari
peubah respon untuk orang ke-i dan loge adalah logaritma dengan basis bilangan
e. Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi perhatian
dalam penelitian. Gambar 2 mengilustrasikan proses transformasi logit tersebut
(Firdaus dan Afendi, 2008).
Interpretasi model logistik sama seperti model OLS yaitu dengan slope
dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat
perubahan satu unit peubah bebas. Keuntungan dalam penggunaan rergresi
logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak sukses
dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam kaitannya
dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan
dengan kelompok lain. Apabila pengamatan Y ke-i merupakan setuju/bersedia
untuk membayar maka dilambangkan Yi=1, peluangnya adalah Pi, sedangkan
21
peluang untuk Yi=0 (tidak setuju) adalah (1-Pi). Fungsi logit harus
ditransformasikan sedemikian rupa agar menjadi bentuk linier, salah satu bentuk
transformasinya dikenal dengan transformasi logit.
Li = Ln (
) = ..............................(5)
Odds ratio dituliskan sebagai berikut:
..........................................................(6)
Li dikenal dengan logit, yang merupakan logaritma dari rasio sebelumnya
dan linier dalam variabel independen dan parameter. Estimasi parameter dari
metode regresi logistik dapat dilakukan dengan metode maximum likelihood
estimator (mle), dimana parameter optimal dapat diperoleh dengan metode
numeric (Rosadi, 2011).
Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan
model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik uji G
dan statistik uji Wald.
2.8.1 Uji G
Hasil pengujian signifikansi regresi secara simultan didasarkan pada
statistik uji G. Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood
ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara
bersamaan (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Rumus umum untuk uji G adalah:
*
+ .................................................(7)
Dimana:
Lo = Likelihood tanpa variabel bebas
L1 = Likelihood dengan variabel bebas
Dengan hipotesis:
Ho : β1 = β2 = ... = βp = 0
H1 : minimal ada satu nilai βi ≠ 0
Dimana i = 1,2,3,...,p
22
Statistik uji G mengikuti sebaran chi-square (χ2) dengan derajat bebas p.
Kaidah keputusan yang diambil yaitu menolak H0 jika G > (Hosmer dan
Lemeshow, 1989).
2.8.2 Uji Wald
Menurut Rosadi (2011), untuk menguji kecocokan koefisien, kita bisa
menggunakan uji Wald. Uji Wald merupakan uji univariat terhadap masing-
masing koefisien regresi logistik (sering disebut partially test).
1. H0: prediktor secara univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap respons
( βi = 0; = 0,1,2,...,p).
H1: prediktor secara univariat berpengaruh signifikan terhadap respons
( βi ≠ 0; = 0,1,2,...,p).
2. Tingkat signifikansi: α
3. Statistik uji:
(
)
................................................................................................(8)
Dimana: bi = penduga bi
SE (bi) = penduga galat baku dari bi
4. Daerah kritik: H0 ditolak apabila |Wi| > |Zα/2|
2.9 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait dengan nilai ekonomi air didapatkan dengan mencari
nilai willingness to pay atau kesediaan masyarakat untuk membayar air tersebut.
Penelitian terkait dengan WTP dapat dilihat dari penelitian Simanjuntak (2009)
yang berjudul Analisis Willingness to Pay (WTP) Mayarakat terhadap
Peningkatan Pelayanan Sistem Penyediaan Air Bersih dengan WSLIC (Water
Sanitation for Low Income Community). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
mengkaji lebih jauh WTP (Willingness to Pay) kesediaan masyarakat untuk
membayar) air bersih dengan proyek WSLIC jika ada peningkatan pelayanan
yang dilakukan oleh pihak BPS (Badan Pengelola Sarana). Dari model WTP yang
dihasilkan diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam
membayar iuran air. Analisis data kualitatif diolah secara deskriptif untuk
mengetahui kondisi umum masyarakat pengguna WSLIC, serta penggunaan dan
23
pengelolaan air di Desa Situdaun. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui
model WTP masyarakat pengguna air. Dari hasil analisis, faktor-faktor yang
secara nyata mempengaruhi WTP masyarakat dalam membayar iuran air adalah
tingkat pendapatan dan kelompok responden. Nilai WTP yang diperoleh dari tiap
kelompok pengguna air adalah Rp 1 000,00 untuk masyarakat pengguna air
kelompok pertama, Rp 703,0303 untuk masyarakat pengguna air kelompok kedua,
dan Rp 498,7273 untuk masyarakat pengguna air kelompok ketiga.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Arianti (1999) dengan melakukan
analisis pilihan sumber air bersih dan kesediaan membayar bagi perbaikan
kualitas dan kuantitas air PDAM di Kodya Bengkulu. Tujuan penelitian yang
terkait adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan air
PDAM, WTP pelanggan rumah tangga untuk perbaikan kualitas dan kuantitas air
PDAM, dan faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan. WTP pelanggan
diperoleh berdasarkan teknik survei menggunakan Contingent Valuation Method
(CVM) dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan
dilakukan analisis regresi atas variabel bebas penentu WTP pelanggan.
Hasil WTP pelanggan kelompok rumah tangga secara individual adalah
sebesar Rp 50.65/m3 di atas harga air PDAM yang berlaku atas pelanggan yang
bersangkutan. WTP agregat atau WTP populasi pelanggan rumah tangga (89 %
dari populasi pelanggan PDAM) adalah sebesar Rp 160 988 467.50/tahun di atas
pengeluaran yang biasa untuk penggunaan air PDAM atau sebesar 26.79 % dari
nilai investasi untuk perbaikan kualitas dan kuantitas air PDAM. Sedangkan dari
hasil analisis regresi atas variabel bebas penentu WTP pelanggan yaitu WTP
pelanggan dipengaruhi positif oleh sikap keberatan pelanggan atas rendahnya
kualitas air PDAM.
Penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus (2003) dengan judul “Analisis
Keinginan Membayar Penduduk Perkotaan terhadap Pelayanan Air Bersih (Studi
Kasus Pelanggan PDAM Tirtamusi Kota Palembang)” dengan tujuan yang terkait
yaitu mengkaji berapa besar keinginan membayar masyarakat Kota Palembang
(dengan kondisi tertentu) sebagai responnya terhadap pelayanan air bersih PDAM
Tirtamusi, menelaah faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi WTP
masyarakat, dan mengkaji besarnya tarif yang dapat diusulkan jika PDAM
24
Tirtamusi akan melakukan penyesuaian tarif air bersih terhadap rumah tangga
sangat sederhana. Metode yang digunakan adalah dengan metode harga hedonik
dengan pendekatan regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa
besarnya keinginan membayar penduduk perkotaan terhadap pelayanan air bersih
adalah Rp 38 239.73 per bulan atau lebih besar Rp 6 157.51 dari nilai rata-rata
yang sebenarnya dibayarkan setiap bulan sebesar Rp 32 082.22. faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya keinginan membayar penduduk perkotaan terhadap
pelayanan air bersih dari PDAM Tirtamusi adalah jumlah anggota keluarga,
pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, kelancaran aliran air bersih, dan
keluhan atas aliran air bersih dari PDAM Tirtamusi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu objek
penelitian, permasalahan yang dihadapi, dan metode penelitian yang digunakan.
Hasil penelitian terdahulu dapat digunakan penulis sebagai literatur tentang
penilaian ekonomi sumberdaya air.
25
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kebutuhan air bersih rumah tangga dapat dipenuhi dengan menggunakan
air dari PDAM, air tanah, maupun air dalam kemasan untuk kebutuhan konsumsi
air minum langsung. Masyarakat Kota Bogor mengandalkan air PDAM dan air
tanah sebagai pemenuhan akan airnya. Pada saat ini cakupan pelayanan PDAM
Tirta Pakuan Kota Bogor sebesar 67.29% dan sisanya masyarakat menggunkan air
tanah maupun sumber lainnya untuk kebutuhan air rumah tangga. Salah satu
daerah yang belum terjangkau oleh PDAM Tirta Pakuan yaitu Perumahan XYZ
Kelurahan Katulampa Bogor Timur yaitu RW 15, RW 16, dan RW 17.
Permasalahan yang muncul dalam penggunaan air tanah yaitu debit air
yang berkurang pada saat musim kemarau. Hal ini menyebabkan kurangnya
pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari sehingga masyarakat melakukan usaha
lebih untuk mendapatkan air seperti dengan membeli air dan melakukan
penggalian sumur lebih dalam agar mendapatkan air kembali. Selain itu masalah
kualitas air yang dapat menurun mengingat daerah perumahan ini padat penduduk
dan jarak rumah berdekatan begitu pula jarak tempat pembuangan (septic tank)
dengan sumur warga juga berdekatan sehingga resiko air tanah tercemar dapat
terjadi.
Permasalahan yang muncul menyebabkan warga menginginkan untuk
mendapat sumber air bersih yang lebih baik kuantitas, kualitas, maupun
kontinuitasnya. Usaha yang telah dilakukan oleh warga adalah pengajuan
pemasangan jaringan PDAM di lingkungan perumahan. Tetapi permasalahan
yang dialami PDAM menyangkut investasi dan kendala teknis pemasangan
menyebabkan PDAM belum dapat menjangkau daerah perumahan XYZ.
Pengajuan pemasangan PDAM menunjukkan kemampuan masyarakat untuk
membayar air demi mendapatkan air bersih untuk kebutuhan pokok sehari-
harinya, sehingga dapat menggunakan analisis Willingness to Pay (WTP) sebagai
metode untuk mengestimasi besarnya keinginan membayar masyarakat
perumahan XYZ terhadap air bersih. Serta mengidentifikasi faktor-faktor yang
26
mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk memperoleh air bersih di
perumahan XYZ dengan menggunakan metode analisis regresi logistik.
Sebelumnya penulis ingin mengkaji karakteristik masyarakat perumahan
XYZ terhadap air bersih dengan menggunakan metode analisis deskriptif untuk
menjabarkan karakteristik masyarakat secara umum, pola penggunaan air, dan
sumber air pada saat musim hujan dan musim kemarau.
Dari hasil penelitian dirumuskan rekomendasi kebijakan bagi para
stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya air. Untuk mempermudah
pelaksanaan penelitian dan memuat tujuan-tujuan diatas, dibuat alur pemikiran
yang dapat dilihat pada Gambar 3.
27
Gambar 3 Diagram Alur Berpikir
Mengidentifikasi
faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran
WTP masyarakat
Mengkaji karakteristik
masyarakat perumahan
XYZ terhadap air
bersih
Kebutuhan Air Bersih
Rumah Tangga
Rekomendasi Kebijakan
Air Tanah
Air minum
kemasan/air isi ulang
Keinginan pemasangan
jaringan PDAM
Analisis Regresi
Logistik
Analisis Deskriptif
Tercemarnya air tanah
yang menyebabkan
kualitas air kurang baik
PDAM
Debit air yang
berkurang saat
musim kemarau
Permasalahan dalam
pemakaian air sumur
Mengestimasi besarnya
nilai WTP masyarakat
terhadap air bersih di
perumahan XYZ
Analisis Willingness
to Pay (WTP)
Pembelian
lebih mahal
28
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di perumahan XYZ, Kota Bogor. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan daerah tersebut merupakan
salah satu perumahan yang masih menggunakan air tanah (sumur/pompa) dalam
pemenuhan kebutuhan airnya, dimana masalah krisis air terjadi pada saat kemarau
tiba sehingga warga mengajukan pemasangan pipa distribusi PDAM agar masalah
mengenai air ini dapat terpecahkan. Pengambilan data primer dilaksanakan selama
bulan Juni-September 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak
terkait yang mengetahui informasi mengenai penyediaan air di perumahan XYZ,
serta wawancara dengan responden melalui kuesioner dimana responden
merupakan masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut. Data sekunder
meliputi data-data yang terkait dengan daerah penelitian dan data lainnya yang
dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dari PDAM Tirta Pakuan
Kota Bogor, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bogor,
berbagai pustaka seperti buku, jurnal, tesis, dan internet.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat di
perumahan XYZ Kelurahan Katulampa RW 15, 16, dan 17. Responden yang
diambil dari populasi masyarakat perumahan XYZ adalah kepala keluarga
sebanyak 80 orang dari total keseluruhan 611 KK. Responden dibagi kedalam
empat kategori yang masing-masing terdiri dari 20 orang. Hal ini sesuai dengan
kategori tingkat WTP yang ditawarkan yaitu empat kategori. Metode pengambilan
sampel dilakukan dengan random split sampling, yaitu sampel yang ditarik ke
29
dalam kelas-kelas yang tidak overlapping dan kemudian memilih sampel secara
acak dari setiap kelas.
4.4 Metode dan Prosedur Analisis
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan
menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan program
Minitab 15. Tabel 3 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data
dan metode analisis data.
Tabel 3 Matriks metode analisis data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis
1 Mengkaji karakteristik masyarakat
perumahan XYZ terhadap air
bersih.
Data primer dan data
sekunder
Analisis deskriptif
2 Mengestimasi besarnya nilai
Willingness to Pay (WTP)
masyarakat terhadap air bersih di
perumahan XYZ
Data primer
(wawancara
menggunakan
kuesioner)
Analisis
Willingness to Pay
dengan metode
dichotomous
choice CVM
3
Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran WTP
masyarakat untuk memperoleh air
bersih di perumahan XYZ
Data primer
(wawancara
menggunakan
kuesioner)
Analisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
melalui regresi
logistik
Sumber : Penulis (2013)
4.4.1 Analisis deskriptif mengenai karakteristik masyarakat Perumahan
XYZ terhadap air bersih
Analisis data pada dasarnya digunakan dalam rangka mengungkap
informasi yang relevan di dalam data dan menyajikan hasil dalam bentuk yang
lebih ringkas dan sederhana. Analisis deskriptif diperlukan dalam melakukan
analisis data dengan menggunakan berbagai cara misalnya dengan menampilkan
grafik, diagram serta rekapitulasi data dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif
bersifat eksploratif berupaya menelusuri dan mengungkapkan struktur dan pola
data tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu (Juanda, 2007).
30
Analisis deskriptif digunakan agar penelitian tidak hanya terbatas pada
data statistik yang bersifat kaku, selain itu agar penelitian dapat menghasilkan
kesimpulan yang lebih menarik. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan
untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai karakteristik masyarakat,
pola pemanfaatan air dan sumber air bersih di perumahan XYZ.
4.4.2 Analisis Willingness To Pay (WTP) masyarakat terhadap air bersih di
Perumahan XYZ
Analisis kesediaan membayar (WTP) masyarakat digunakan untuk
mengetahui tingkat kemampuan membayar masyarakat untuk mendapatkan air
bersih dimana tingkatan harga yang ditawarkan merupakan harga air yang ingin
dibayar oleh masyarakat per meter kubiknya. Sehingga dapat dilihat sejauh mana
masyarakat merasakan manfaat air dan menginginkan perbaikan kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas dari sumber air yang ingin mereka terima. Skenario
hipotetik sangat berpengaruh terhadap outcome yang dihasilkan pada analisis
CVM. Skenario hipotetik dibentuk berdasarkan permasalahan sumberdaya air di
perumahan XYZ dimana terjadi penurunan kondisi sumberdaya air yang
masyarakat dapatkan. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk
mengukur kesediaan membayar masyarakat untuk mendapatkan air bersih.
Skenario hipotetik dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
Perumahan XYZ merupakan perumahan yang masih mengandalkan air
tanah sebagai sumber kebutuhan air sehari-harinya. Permasalahan yang tiap tahun
terjadi yaitu kekeringan pada sumur-sumur warga akibat debit air yang menurun
pada saat musim kemarau. Perumahan XYZ terus mengalami peningkatan jumlah
penduduk yang menyebabkan kebutuhan air terus meningkat, sehingga nantinya
air tanah akan lebih banyak tereksploitasi. Hal ini dapat mengakibatkan keringnya
sumur warga yang lebih dangkal karena sumber air tersedot pada satu lokasi yang
sama sehingga terjadinya penurunan muka air tanah. Resiko air tanah tercemar
juga dapat terjadi salah satunya dari tempat pembuangan rumah tangga yang ada
pada tiap rumah. Permasalahan yang dirasakan masyarakat dan mengingat
kebutuhan air bersih sangat penting maka masyarakat menginginkan perbaikan
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas akan air bersih.
31
Setelah responden mengetahui gambaran mengenai kondisi sumberdaya
air secara terperinci dan masalah sumberdaya air yang terjadi di lingkungan
perumahannya, maka penting untuk memperbaikan kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas sumber air bersih yang diterima masyarakat. Teknik atau metode yang
dilakukan adalah dengan metode dichotomous choice CVM dan untuk
memperoleh nilai WTP menggunakan metode logit dan metode turnbull
(Fauzi,2013). Metode digunakan dengan menanyakan kepada responden
mengenai sejumlah nilai penawaran (bid) tertentu yang diajukan sebagai nilai
kesediaan membayar air bersih. Sehingga didapatkan jawaban setuju atau tidak
setuju responden akan nilai bid yang ditawarkan. Terdapat empat kategori bid
yang ditanyakan kepada masing-masing 20 responden.
1. Kategori kelas WTP Rp 2 500
2. Kategori kelas WTP Rp 5 000
3. Kategori kelas WTP Rp 7 500
4. Kategori kelas WTP Rp 10 000
Berikut merupakan struktur elisitasi untuk single bounded dichotomous
choice CVM dalam penelitian ini.
Apakah saudara sanggup
untuk membayar?
N1 N2 N3 N4
Rp 2 500 Rp 5 000 Rp 7 500 Rp 10 000
Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak
Nilai bid dapat ditentukan dari informasi yang didapatkan mengenai
sumberdaya yang akan divaluasi. Pada penelitian ini, dalam menentukan nilai bid
untuk sumberdaya air, dilihat dari tarif yang dikenakan PDAM untuk pelanggan
rumah tangga. Perumahan XYZ diasumsikan masuk kedalam ketegori golongan
rumah tangga 4 (R4), sehingga tarif yang dikenakan adalah Rp 2 500/m3. Tarif
32
inilah yang menjadi dasar ditentukan nilai bid terendah yang akan ditawarkan
kepada masyarakat. Nilai bid yang paling besar ditentukan dari tarif termahal
yang dapat ditetapkan oleh PDAM untuk penggunaan air per meter kubiknya.
Untuk mendapatkan nilai WTP dilakukan perhitungan dengan
menggunakan metode logit dan turnbull. Metode logit dalam penelitian ini diolah
menggunakan software Minitab, setelah dilakukan pengolahan regresi logistik
dimana variabel respon merupakan keputusan responden “setuju” atau “tidak
setuju” pada nilai tawaran (bid) yang ditanyakan, didapatkan model persamaan
logit. Nilai WTP yang menggambarkan nilai ekonomi SDAL dapat diduga dengan
menggunakan koefisien yang diperoleh dari logit yakni α = β / σ (vektor koefisien
yang berhubungan dengan variabel bebas) dan δ = -1 / σ (vektor koefisien yang
berhubungan dengan bid). Nilai harapan rataan WTP dapat diduga dari kedua
koefisien tersebut yakni:
..........................................................(9)
Sedangkan untuk menggunakan metode Turnbull, WTP dapat dihitung
menggunakan formula,
∑ ( )
∑
...........................................(10)
Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2013) menyatakan beberapa
langkah berikut:
1. Hitung distribusi Fj dengan menggunakan formula
dimana jumlah
Nj adalah respon “tidak” untuk nilai lelang j dan Yj adalah respon “ya” untuk
lelang j. Total respon adalah Tj = Nj + Yj
2. Dimulai dengan lelang terendah, bandingkan Fj dan Fj+1
3. Jika Fj+1 > Fj perhitungan mean WTP dapat dilanjutkan dengan menggunakan
formula E(WTP) diatas.
4. Jika Fj+1 < Fj , gabungkan (pooled) nilai lelang ke j dan j+1 menjadi satu nilai
lelang dengan batas bawah dan batas atas lelang adalah ( Bj , Bj+2). Kemudian
33
hitung nilai
, dengan kata lain menghilangkan nilai lelang
Bj+1 dan menggabungkannya dengan nilai lelang Bj.
5. Lanjutkan dengan menghitung WTP dengan formula E(WTP), jika distribusi
sudah terlihat meningkat secara monotonik (monotonically increasing)
6. Tentukan nilai maksimum distribusi yang menunjukkan tidak ada
responden yang ingin membayar lebih dari nilai lelang maksimum.
Salah satu kelebihan menggunakan pendugaan melalui lower bound
adalah terkait dengan distribusi Turnbull dimana terdistribusi normal dan nilai
Bj tetap sehingga juga normal. Haab dan McConnel (2002) dalam
Fauzi (2013) merumuskan formula untuk menghitung keragaman yang dapat
digunakan untuk menghitung seberapa besar tingkat kepercayaan kita terhadap
pendugaan nilai rataan WTP. Keragaman (variance) dari WTP adalah:
( ) ∑ (
) ∑∑
( ) ∑
∑ ( )
..........................(11)
Sehingga,
( ∑ (
) ∑
)..................(12)
4.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk
mendapatkan air bersih
Untuk menentukan dan menganalisis besarnya nilai keinginan membayar
(WTP) masyarakat terhadap air bersih, perlu ditentukan variabel-variabel yang
akan dimasukkan ke dalam model untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran WTP masyarakat terhadap air bersih. Beberapa variabel
yang akan dimasukkan ke dalam model yaitu:
34
1) Bid
Variabel bid berpengaruh penting karena nilai bid menentukan apakah
masyarakat bersedia atau tidak membayar nilai bid yang ditawarkan. Asumsi
yang berlaku adalah semakin tinggi nilai bid maka peluang menjawab tidak
setuju semakin tinggi.
2) Tingkat Pendidikan
Variabel tingkat pendidikan dinilai berpengaruh penting kerena masyarakat
dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dapat lebih memahami mengenai
permasalahan sumberdaya air yang terjadi, kelangkaan akan sumberdaya air,
kualitas dan kuantitas air tanah yang menurun akibat pengambilan terus-
menerus secara massal, sehingga lebih mengerti akan nilai ekonomi
sumberdaya air. Asumsi yang berlaku adalah semakin tinggi tingkat
pendidikan responden maka akan semakin besar peluang masyarakat
menjawab setuju untuk membayar.
3) Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga atau total pendapatan dalam satu rumah tangga sangat
berpengaruh pada jumlah WTP yang ingin dikeluarkan untuk air bersih per
meter kubik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam
membayar biaya untuk air bersih tersebut. Asumsi yang digunakan adalah
semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang masyarakat
menjawab setuju untuk membayar.
4) Kualitas Air Tanah
Variabel kualitas air tanah yaitu penilaian responden akan air yang
diterimanya yaitu air tanah. Penilaian kualitas air tanah dapat dinilai
responden dengan kualitas air tanah baik atau kurang baik. Responden yang
menjawab kualitas air tanah yang kurang baik adalah responden yang
mengeluhkan air yang keruh, kuning, berbau, dan kurang layak konsumsi.
Asumsi yang digunakan yaitu jika kualitas air tanah baik maka akan semakin
besar peluang masyarakat menjawab tidak setuju untuk membayar.
Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab
akibat faktor-faktor yang mempengaruhi WTP masyarakat terhadap air bersih
adalah regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-
35
faktor apa saja yang mempengaruhi WTP masyarakat terhadap air bersih. Variabel
respon bersifat dikotomi (Dichotomous Choice Model) atau memiliki dua peluang
kejadian. Dalam penelitian ini peluang kejadian adalah memilih bersedia atau
tidak bersedia untuk membayar air bersih. Persamaan regresi logit untuk melihat
besarnya kesediaan responden untuk membayar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
Li = Ln (
) = β0 + β1BID + β2PDDKN + β3PDPTN + β4KAT......................(13)
Dimana:
Li : Peluang masyarakat bersedia atau tidak bersedia membayar
β0 : Intersep
β1-4 : Koefisien regresi
BID : Bid (rupiah/m3)
PDDKN : Tingkat pendidikan (tahun)
PDPTN : Pendapatan keluarga (Rp)
KAT : Kualitas air tanah
1 = Dummy kualitas air tanah baik
0 = Dummy kualitas air tanah kurang baik
Variabel bid, tingkat pendidikan, pendapatan dan kualitas air tanah diduga
berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar masyarakat. Variabel dengan
arah positif adalah tingkat pendidikan dan pendapatan. Sedangkan variabel
dengan arah negatif yaitu bid dan kualitas air tanah.
36
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Perumahan XYZ yang telah dibangun sejak tahun 2005 terletak di
Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan Katulampa
termasuk dalam Kecamatan Bogor Timur yang secara geografis terletak pada
106046’11” Bujur Timur - 106
050’25” Bujur Timur dan 6
035’10” Lintang Selatan
- 6038’5” Lintang Selatan. Ketinggiannya berada pada 300 – 370 m dpl, curah
hujan per tahunnya adalah 3000 mm, dan suhu rata-rata harian berkisar 25 0C.
Batas administrasi Kelurahan katulampa adalah di sebelah utara berbatasan
dengan Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan Tanah Baru, sebelah timur berbatasan
dengan Kelurahan Cibanon dan Kelurahan Sukaraja, sebelah selatan berbatasan
dengan Kelurahan Tajur dan Kelurahan Sindangsari, dan di sebelah barat
berbatasan dengan Kelurahan Baranang Siang dan Kelurahan Sukasari. Orbitasi
jarak dari Kelurahan Katulampa ke ibukota Kecamatan adalah 3 km dengan waktu
tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 15 menit. Jarak ke ibukota
kabupaten/kota adalah 7 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Jarak ke
ibukota provinsi (Bandung) sekitar 120 km dengan waktu tempuh 4 jam,
sedangkan jarak ke ibukota negara (DKI Jakarta) sekitar 60 km dengan waktu
tempuh 150 menit (Kelurahan Katulampa, 2013).
Terdapat 17 Rukun Warga (RW) di Kelurahan Katulampa dengan jumlah
penduduk sebanyak 28 657 jiwa. Jumlah RW yang terdapat di perumahan XYZ
adalah tiga RW yaitu RW 15, 16, dan 17. Data yang diperoleh pada tahun 2012
jumlah penduduk yang ada di RW 15 adalah 755 jiwa dengan 212 KK, lalu
jumlah penduduk di RW 16 adalah 507 jiwa dengan 185 KK, dan jumlah
penduduk di RW 17 adalah 664 jiwa dengan 214 KK. Sehingga secara
keseluruhan perumahan XYZ terdiri dari 611 KK dengan jumlah penduduk 1 926
jiwa. Perumahan XYZ berbatasan dengan Kali baru di sebelah utara, Desa
Cibanon di sebelah timur, RW 14 dimana banyak area persawahan di sebelah
barat, dan dengan RW 08 di sebelah selatan.
37
5.2 Kondisi Hidrologi
Sumber air bagi Kota Bogor menurut asalnya terdiri dari sungai, air tanah,
dan mata air. Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor terdiri dari Sungai
Ciliwung dan Sungai Cisadane, serta beberapa anak sungai. Pada umumnya aliran
sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor sebagai
sarana MCK dan usaha perikanan keramba serta air baku bagi PDAM.
Keberadaan air tanah di Kota Bogor kualitasnya terbilang cukup baik. Namun
demikian tingkat pelapukan batuan yang cukup tinggi selain tingginya laju
perubahan penutupan lahan oleh bangunan menyebabkan kapasitas infiltrasi air
hujan menjadi sangat rendah yang pada akhirnya mempertinggi run off, hal ini
merupakan salah satu penyebab menurunnya muka air tanah di musim kemarau.
Secara umum aliran air tanah di Kota Bogor mengalir dari selatan ke utara
sejumlah 3 344 394 m3/tahun. Aliran air tanah lokal mengalir dari tinggian ke
rendahan (BPLH, 2013).
Perumahan XYZ yang terletak di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor
menggunakan air tanah sebagai sumber airnya. Masyarakat menggunakan sumur
gali dan sumur pantek untuk mendapatkan air tanah. Hal ini karena belum
tersedianya jaringan PDAM di kawasan perumahan. Sumur warga rata-rata
memiliki kedalaman 13 meter. Kedalaman sumur terendah adalah 6 meter, hal ini
dipengaruhi dari lama tinggal karena warga yang lebih lama tinggal cenderung
akan memiliki sumur yang lebih dalam. Hal ini dikarenakan setiap tahunnya
terdapat musim kering yang menyebabkan sumur-sumur warga kering sehingga
usaha yang dilakukan adalah memperdalam sumur.
Kondisi air tanah dapat dilihat dari peta konservasi air tanah di Kecamatan
Bogor Timur yang ditunjukkan dari Gambar 4. Bila dilihat dari gambar,
Kelurahan Katulampa yang merupakan lokasi penelitian berada pada wilayah
berwarna merah muda dimana itu berarti menunjukkan kondisi kritis.
38
Sumber : BPLH Kota Bogor (2013)
Gambar 4 Peta konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur
Zona konservasi air tanah untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada Tabel 4
dimana terdapat 4 zona konservasi air tanah yaitu zona aman, rawan, kritis, dan
rusak. Kelurahan Katulampa memiliki zona aman sebesar 10.3%, zona rawan
sebesar 37.4%, zona kritis sebesar 39.7%, dan zona air tanah yang rusak sebesar
12.6%.
Tabel 4 Zona konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur
No. Kelurahan Luas
(km2)
Konservasi Air Tanah (%)
Aman Rawan Kritis Rusak
1 Sindangsari 0,9 100% - - -
2 Sindangrasa 1,06 38,2% 31,2% 30,2% 0,4%
3 Tajur 0,45 - - - 100%
4 Katulampa 4,91 10,3% 37,4% 39,7% 12,6%
5 Baranangsiang 2,35 - 48,4% 14,3% 37,3%
6 Sukasari 0,48 - 13,7% 20,7% 65,6%
Sumber : BPLH Kota Bogor (2013)
Kondisi sumberdaya air di Kelurahan katulampa beserta potensinya dapat
dilihat pada Tabel 5. Terdapat sumber air berupa bendungan/waduk/situ, danau,
embung, jebakan air, mata air, dan sungai. Kodisi potensi air yang besar di
kelurahan Katulampa bersumber dari bendungan/waduk/situ dan sungai.
39
Tabel 5 Potensi air dan sumberdaya air Kelurahan Katulampa Sumber Kondisi
Bendungan/waduk/situ Besar
Danau Kecil
Embung-embung Kecil
Jebakan air Kecil
Mata air Kecil
Sungai Besar Sumber : Kelurahan Katulampa (2013)
Sedangkan untuk sumber air bersih kelurahan Katulampa dapat dilihat
pada Tabel 6. Sebanyak 4 760 KK menggunakan air PAM sebagai sumber air
bersihnya. Sumber air bersih dengan menggunakan sumur pompa sebanyak 1 600
KK sedangkan pompa gali sebanyak 310 KK. Sumber air lainnya yaitu mata air
sebanyak 160 KK dan dari depot isi ulang sebanyak 1 316 KK.
Tabel 6 Sumber air bersih Kelurahan Katulampa Jenis Jumlah (Unit) Pemanfaat (KK) Kondisi
Baik/Rusak
Depot isi ulang
Embung
Hidran umum
Mata air
PAM
Pipa
Sumur gali
Sumur pompa
Sungai
4
0
0
67
3247
0
200
1250
0
1316
0
0
160
4760
0
310
1600
0
Baik
Baik
Baik
Baik
Rusak
Baik
Baik
Sumber : Kelurahan Katulampa (2013)
Sumber air di daerah penelitian perumahan XYZ sendiri menggunakan air
tanah dan air minum dalam kemasan. Belum adanya jaringan PDAM di
perumahan tersebut. Perumahan XYZ terletak di Kotamadya Bogor, maka dari itu
pelayanan PDAM dilakukan oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
40
Tabel 7 Tarif pemakaian air PDAM TPKB berdasarkan golongan pelanggan
rumah tangga
Golongan Pelanggan Besaran Tarif Air Minum (Rp/m
3)
0 – 10 m3 >10 m
3
R1 1.700 2.800
R2 1.900 3.100
R3 2.300 3.700
R4 2.500 4.100
R5 3.100 4.800
R6 4.600 7.000
R7 5.600 8.100
R8 6.700 9.000 Sumber : Peraturan Walikota Bogor Nomor 21 tahun 2012 tentang Tarif Air Minum PDAM Tirta
Pakuan Kota Bogor
Menurut golongan tarif PDAM, masyarakat perumahan XYZ termasuk
pada golongan rumah tangga dari R3 sampai R6 apabila bangunan awal telah
direnovasi menjadi lebih besar. Penelitian ini mengasumsikan bahwa perumahan
XYZ masuk kepada golongan pelanggan R4 setelah melihat kondisi daerah
penelitian. Hal ini sesuai dengan klasifikasi kelompok pelanggan PDAM pada
Peraturan Walikota Bogor Nomor 30 tahun 2011 Pasal 2 ayat 2. Kriteria
klasifikasi kelompok pelanggan:
Rumah Tangga 4 (R4)
a. Luas bangunan ≤ 36 m2
yang berlokasi di pemukiman, terletak di jalan 1.
b. Luas bangunan > 36 m2 sampai dengan ≤ 54 m
2 yang berlokasi di
pemukiman, terletak di jalan 2.
c. Luas bangunan > 54 m2 sampai dengan ≤ 70 m
2 yang berlokasi di
pemukiman, terletak di jalan 3 dan jalan 4.
d. Luas bangunan > 70 m2 sampai dengan ≤ 100 m
2 yang berlokasi di
pemukiman, terletak di jalan 5 dan 6.
e. Luas bangunan > 36 m2 sampai dengan ≤ 54 m
2 yang berlokasi di
perumahan umum, terletak di jalan 3
f. Luas bangunan > 54 m2 sampai dengan ≤ 70 m
2 yang berlokasi di
perumahan umum, terletak di jalan 4 dan jalan 5.
g. R3 yang mempunyai kegiatan usaha.
41
Keterangan:
1. Jalan 1 : jalan arteri primer/jalan arteri sekunder/jalan kolektor primer
yang menghubungkan antar wilayah kota, kabupaten, atau provinsi.
2. Jalan 2 : jalan jalan kolektor primer/jalan kolektor kelas 1-3/jalan arteri
sekunder yang menghubungkan suatu kawasan permukiman dan
perumahan menuju Jalan 1.
3. Jalan 3 : jalan kolektor sekunder/jalan lokal primer yang menghubungkan
suatu kawasan permukiman dan perumahan menuju Jalan 1 dan Jalan2.
4. Jalan 4 : jalan masuk/utama suatu kawasan permukiman dan perumahan
menuju Jalan 1, Jalan 2, dan Jalan 3.
5. Jalan 5 : jalan dengan lebar ≤ 3 m (kurang dari tiga meter) di kawasan
permukiman dan perumahan yang terhubung dengan Jalan 1, Jalan 2, Jalan
3 dan Jalan 4.
6. Jalan 6 : jalan/gang dengan lebar 1 m (satu meter) sampai dengan 2 m (dua
meter) di kawasan permukiman dan perumahan yang terhubung dengan
Jalan 1, Jalan 2, Jalan 3, Jalan 4 dan Jalan 5.
42
VI KARAKTERISTIK MASYARAKAT PERUMAHAN XYZ TERHADAP
AIR BERSIH
Karakteristik masyarakat XYZ terhadap air bersih dapat diwakili oleh
karakteristik responden yang diteliti. Karakteristik yang diamati dalam penelitian
ini adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga,
kedalaman sumur, volume air yang digunakan per bulan, pola pemanfaatan air
dan sumber air pada saat musim hujan dan musim kemarau.
Tingkat pendidikan responden dikategorikan dari jenjang pendidikan
formal yang mereka lalui. Responden dalam penelitian ini sebagian besar
merupakan lulusan SMA yaitu sebesar 43.75%, kemudian responden yang
menempuh jenjang pendidikan sampai S1 yaitu sebesar 31.25%. Sedangkan
responden dengan tingkat pendidikan sampai dengan diploma sebesar 16.25%.
Persentase lulusan S2 sebesar 5%, untuk lulusan SMP sebesar 2.50%, dan
responden yang merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) hanya 1.25%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
masyarakat perumahan XYZ tinggi yaitu sebagian besar SMA, diikuti dengan
lulusan S1, diploma, S2, SMP, dan SD (Gambar 5).
Gambar 5 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
SD
1.25% SMP
2.50%
SMA
43.75%
DIPLOMA
16.25%
S1
31.25%
S2
5.00%
43
Pekerjaan responden dalam penelitian ini cukup beragam. Berdasarkan
hasil penelitian, sebagaian besar responden memiliki pekerjaan sebagai pegawai
swasta dan ibu rumah tangga yaitu sebesar 37.50%. Selanjutnya sebanyak 12.50%
responden memiliki pekerjaan sebagai wirausaha, kemudian sebesar 11.25%
responden memiliki mata pencaharian sebagai PNS. Hanya sebesar 1.25%
responden yang bekerja sebagai TNI/POLRI (Gambar 6).
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan pekerjaan
Tingkat pendapatan responden dikategorikan menjadi lima bagian, yaitu
tingkat pendapatan dengan kisaran Rp 1 000 000 – Rp 2 000 000 sampai kisaran
> Rp 5 000 000. Tingkat pendapatan masyarakat perumahan XYZ tergolong
tinggi, dapat dilihat dari responden dengan pendapatan lebih dari Rp 5 000 000
yaitu sebesar 31.25%. Persentase responden dengan pendapatan Rp 2 000 001 –
Rp 3 000 000 yaitu sebesar 26.25%, lalu sebesar 20% responden memiliki tingkat
pendapatan dengan kisaran Rp 3 000 001 – Rp 4 000 000. Persentase responden
dengan tingkat pendapatan dengan kisaran Rp 4 000 001 – Rp 5 000 000 adalah
sebesar 12.50%, dan sebesar 10% responden memiliki tingkat pendapatan dengan
kisaran Rp 1 000 000 – Rp 2 000 000 (Gambar 7). Dari tingkat pendapatan, dapat
dilihat bahwa perumahan XYZ merupakan masyarakat yang tergolong masyarakat
menengah keatas.
WIRAUSAHA
12.50%
PNS
11.25%
TNI/POLRI
1.25%
IRT
37.50%
PEGAWAI
SWASTA
37.50%
44
Gambar 7 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan
Jumlah anggota keluarga mencakup tanggungan keluarga inti maupun
bukan yang tinggal di dalam rumah dan ditanggung oleh responden. Dari hasil
survei yang dilakukan sebagian masyarakat yaitu 43.75% memiliki jumlah
anggota keluarga sebanyak empat orang. Jumlah anggota keluarga responden
sebanyak lima orang memiliki persentase sebesar 28.75%. Sebesar 13.75%
responden memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak tiga orang. Jumlah
anggota keluarga responden dengan jumlah lebih dari sama dengan enam orang
ada sebesar 7.50% dan jumlah anggota keluarga sebesar kurang dari sama dengan
dua orang sebesar 6.25% (Gambar 8).
Gambar 8 Persentase responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
10.00%
26.25%
20.00%
12.50%
31.25% 1,000,000-2,000,000
2,000,001-3,000,000
3,000,001-4,000,000
4,000,001-5,000,000
>5,000,000
≤ 2 orang
6.25%
3 orang
13.75%
4 orang
43.75%
5 orang
28.75%
≥ 6 orang
7.50%
45
Air bersih yang didapatkan masyarakat XYZ berasal dari air tanah (sumur
gali atau sumur pompa). Kedalaman sumur warga beragam, dari yang paling
dangkal dengan kedalaman enam meter sampai paling dalam yaitu 25 meter.
Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa dari 80 responden, terdapat 28 responden (35%)
memiliki kedalaman sumur lebih dari sama dengan 15 meter. Terdapat 20%
responden memiliki kedalaman sumur 12 meter, 20% responden memiliki
kedalam sumur kurang dari sama dengan 10 meter, 11.25% responden memiliki
kedalaman sumur 13 meter, 8.75% responden memiliki kedalaman sumur 14
meter, dan 5% responden memiliki kedalaman sumur 11 meter.
Tabel 8 Kedalaman sumur responden
Kedalaman sumur (meter) Jumlah responden
Frekuensi Presentase (%)
≤ 10 16 20
11 4 5
12 16 20
13 9 11.25
14 7 8.75
≥15 28 35
Jumlah 80 100
Sumber : Data primer diolah (2013)
Kedalaman sumur responden berkaitan dengan letak sumber air tanah
yang bisa didapat. Masyarakat Perumahan XYZ umumnya telah mendalami
sumur mereka lebih dalam dari semula. Hal ini disebabkan oleh keringnya sumur-
sumur warga pada saat musim kemarau, sehingga salah satu usaha yang dilakukan
warga adalah memperdalam sumur mereka agar mendapatkan air kembali.
Masyarakat Perumahan XYZ seluruhnya mengandalkan air tanah untuk
kebutuhan air sehari-hari. Kebutuhan masyarakat akan air beragam sehingga
mempengaruhi jumlah air yang digunakan per bulannya. Berdasarkan Tabel 9
dapat dilihat bahwa umumnya responden menggunakan air sebesar 20-30m3/
bulan yaitu sebanyak 55% responden. Berikutnya adalah sebanyak 33.75%
responden menggunakan air sebesar 10-20m3/ bulan, lalu responden dengan
pemakaian air sebanyak 0-10m3/ bulan sebesar 6.25%, sedangkan responden yang
menggunakan air sebanyak 30-40m3/ bulan sebesar 5%.
46
Tabel 9 Jumlah pemakaian air per bulan Jumlah pemakaian air
(m3/bulan)
Jumlah responden (orang) Persentase (%)
0-10 m3 5 6.25
10-20 m3 27 33.75
20-30 m3 44 55
30-40 m3 4 5
Total 80 100
Sumber : Data primer diolah (2013)
Kebutuhan akan air masyarakat Perumahan XYZ cukup besar. Hal ini
ditunjukkan dengan sebanyak 55% responden menggunakan 20-30 m3
air per
bulan. Penggunaan air secara umum digunakan untuk mandi dan mencuci (piring
atau pakaian), penggunaan lebih besar jika responden memiliki kendaraan seperti
mobil atau motor. Alokasi air untuk minum dan memasak terbagi menjadi dua
yaitu responden yang menggunakan airnya untuk minum dan memasak serta
responden yang tidak menggunakan air untuk minum dan masak tetapi dengan
menggunakan sumber air lain seperti dengan membeli air minum dalam kemasan
(air galon) atau air isi ulang.
Tabel 10 Pemakaian air tanah untuk konsumsi Pemakaian air tanah untuk
konsumsi Jumlah responden (orang) Persentase (%)
Ya 10 12.5
Tidak 70 87.5
Total 80 100 Sumber : Data primer diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 10 dapat kita lihat responden yang menggunakan air
tanah untuk konsumsi hanya sebesar 12.5%. Sedangkan 87.5% responden lainnya
menyatakan belum berani mengkonsumsi langsung air tanah khususnya untuk
kebutuhan minum. Alasan yang biasa mereka kemukakan adalah khawatir air
tidak sehat dan terdapat bakteri yang bisa mengganggu kesehatan.
Sumber air yang didapat pada saat musim hujan dan musim kemarau
berbeda. Pada saat musim hujan seluruh masyarakat dapat menggunakan air tanah
untuk kebutuhan sehari-hari karena jumlahnya yang mencukupi. Tetapi pada saat
musim kemarau terjadi penurunan debit air pada sumur-sumur warga, bahkan
terdapat sumur warga yang kekeringan dan tidak ada air sama sekali. Pada saat
47
terjadi kekeringan, masyarakat dibantu dengan air dari PDAM yang diletakkan di
tiap RW dengan kapasitas tanki sebesar kurang lebih 3 000 L yang tiap harinya
dapat diambil pada saat pagi dan sore. Masyarakat yang mengalami kekeringan di
data dan diberikan kupon bantuan air sehingga dapat mengambil maksimal 8
galon sehari. Ada pula masyarakat yang mengambil air dari mata air yang terdapat
di dekat Perumahan XYZ. Tetapi pada umumnya usaha yang dilakukan oleh
masyarakat pada saat musim kemarau adalah menggali sumur mereka lebih dalam
agar mendapatkan air tanah kembali.
48
VII WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP AIR
BERSIH
Analisis Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap air bersih
digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar masyarakat untuk
mendapatkan air bersih dimana tingkatan harga yang ditawarkan merupakan harga
air yang ingin dibayar oleh masyarakat per meter kubiknya. Sehingga dapat dilihat
sejauh mana masyarakat merasakan manfaat air dan menginginkan perbaikan
kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dari sumber air yang ingin mereka terima.
Contingen Valuation Method (CVM) digunakan dalam penelitian ini untuk
mendapatkan nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat perumahan XYZ
terhadap air bersih. Analisis CVM melibatkan tiga tahap utama yaitu
mengidentifikasi barang dan jasa yang akan dievaluasi, konstruksi skenario
hipotetik, dan elisitasi nilai moneter yang sebelumnya telah dijelaskan pada bab 4.
Teknik yang dilakukan untuk mendapatkan besarnya nilai WTP untuk air bersih
adalah dengan menggunakan metode turnbull (Fauzi,2013) dan menggunakan
analisis regresi logistik biner yaitu variabel respon bersifat dikotomi
(Dichotomous Choice Model) atau memiliki dua peluang kejadian dimana dalam
penelitian ini responden memilih bersedia atau tidak bersedia membayar sejumlah
uang untuk mendapatkan air bersih.
Dengan menggunakan metode dichotomous choice CVM, nilai bid yang
ditawarkan kepada responden terdiri dari empat kategori kelas WTP yaitu sebesar
Rp 2 500, Rp 5 000, Rp 7 500, dan Rp 10 000. Masing-masing bid ditanyakan
kepada 20 responden yang berbeda secara acak. Sehingga responden dalam
penelitian ini berjumlah 80 responden. Tiap responden memilih bersedia atau
tidak bersedia membayar nilai bid yang ditawarkan oleh peneliti. Hasil struktur
elisitasi untuk single bounded dichotomous choice CVM dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
49
Apakah saudara sanggup
untuk membayar?
N1 N2 N3 N4
Rp 2 500 Rp 5 000 Rp 7 500 Rp 10 000
Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak
18 2 16 4 9 11 5 15
Dari hasil yang didapatkan, distribusi responden yang menjawab setuju
pada nilai bid Rp 2 500 sebanyak 18 orang sedangkan distribusi responden dengan
jawaban tidak hanya dua orang. Pada nilai bid Rp 5 000 distribusi responden yang
menjawab setuju sebanyak 16 orang sedangkan distribusi responden dengan
jawaban tidak ada empat orang. Distribusi responden yang menjawab setuju pada
nilai bid Rp 7 500 ada 9 orang sedangkan distribusi responden dengan jawaban
tidak sebanyak 11 orang. Untuk nilai bid terakhir yaitu Rp 10 000 distribusi
responden yang menjawab setuju hanya lima orang sedangkan distribusi
responden dengan jawaban tidak sebanyak 15 orang.
Perhitungan nilai WTP dari dichotomous choice CVM dalam penelitian ini
menggunakan dua metode, yaitu metode logit dan turnbull.
7.1 Perhitungan nilai WTP dengan metode logit
Metode logit dalam penelitian ini diolah menggunakan software Minitab
dengan regresi logistik biner (binary logistic regression) dimana variabel respon
merupakan keputusan responden “setuju” atau “tidak setuju” pada nilai tawaran
(bid) yang ditanyakan. Terdapat dua hasil WTP dari metode logit dalam penelitian
ini. Hal ini disebabkan kedua hasil diperoleh dengan menggunakan variabel bebas
yang berbeda.
50
7.1.1 Hasil WTP dari regresi logistik pertama (logit 1)
Hasil WTP dari regresi logistik yang pertama menggunakan variabel
bebas bid, pendidikan, pendapatan keluarga, dan kualitas air tanah. Setelah
melakukan pengolahan dengan memasukkan variabel respon berupa keputusan
setuju/tidak setuju responden dan variabel bebas berupa bid, pendidikan,
pendapatan keluarga, dan kualitas air tanah, maka didapatkan model regresi
logistik yaitu,
Li = 3.22862 – 0.0005978BID + 0.0162670PDDKN + 0.0000002PDPTN
– 1.45200KAT
Sehingga E(WTP) yang didapatkan adalah sebesar Rp 5 400.84
(Lampiran 4). WTP agregat atau total WTP dapat diperoleh untuk menduga WTP
seluruh kepala keluarga di perumahan XYZ. TWTP didapatkan dari perkalian
nilai WTP dengan jumlah kepala keluarga di perumahan XYZ yang tercatat 611
KK pada tahun 2012. Total WTP yang didapatkan sebesar Rp 3 299 911.04
(Lampiran 4).
Proporsi WTP terhadap pendapatan rumah tangga adalah sebesar 0.11%
(Lampiran 4). Nilai ini menggambarkan proporsi dari nilai WTP yang dibayarkan
masyarakat untuk air bersih per meter kubiknya terhadap pendapatan rumah
tangga. Nilai proporsi WTP yang didapat telah sesuai dengan teori, dimana nilai
WTP lebih dari nol dan kurang dari pendapatan.
7.1.2 Hasil WTP dari regresi logistik kedua (logit 2)
Hasil WTP dari regresi logistik yang kedua hanya menggunakan variabel
bebas bid dan pendapatan keluarga. Hal ini karena kedua variabel tersebut
merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan. Setelah melakukan
pengolahan kembali dengan variabel bebas yang berbeda maka didapatkan model
regresi logistik yaitu,
Li = 2.75496 – 0.0005331BID + 0.0000002PDPTN
Sehingga diperoleh E(WTP) sebesar Rp 5 167.81 dari hasil logit kedua.
Total WTP yang didapatkan adalah sebesar Rp 3 157 532.47 dan proporsi WTP
terhadap pendapatan rumah tangga adalah sebesar 0.10% (Lampiran 4).
51
7.2 Perhitungan nilai WTP dengan metode turnbull
Selain menggunakan metode logit, untuk menghitung nilai WTP dari
dichotomous choice CVM adalah menggunakan metode turnbull. Prinsip metode
ini cukup sederhana. Jika responden menjawab “tidak” terhadap nilai lelang yang
ditawarkan, maka nilai maksimum WTP akan lebih rendah dari nilai lelang.
Sebaliknya jika responden menjawab “ya” maka WTP nya akan lebih besar atau
paling tidak sama dengan nilai lelang yang ditawarkan (Fauzi, 2013).
Tabel 11 Kesediaan membayar masyarakat untuk mendapatkan air bersih dari
PDAM dengan metode Turnbull Lelang/Bid
(Rp)
Jumlah Nj
(Respon
”tidak”)
Total Respon
(Tj)
Distribusi
“tidak” (Fj)
Nilai
(Fj+1-Fj)
2500 2 20 0.1 0.1
5000 4 20 0.2 0.1
7500 11 20 0.55 0.35
10000 15 20 0.75 0.2
>10000
1 0.25 Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 11 menunjukkan distribusi responden yang menjawab tidak pada
masing-masing bid. Nilai expected WTP (EWTP) dengan metode turnbull
didapatkan dengan mengalikan nilai bid dengan nilai yang merupakan
pengurangan dari selang atas dan selang bawah distribusi responden yang
menjawab tidak. Expected WTP yang diperoleh dari metode turnbull adalah
sebesar Rp 6 000. Hasil WTP didapatkan dengan menggunakan perhitungan
sebagai berikut:
∑ ( )
∑
E (WTP) = (2500*0.1) + (5000*0.35) + (7500*0.2) + (10000*0.25) = 6000
Nilai variance dari WTP adalah sebagai berikut:
( ) ∑
52
( ) ∑
= (0.0045*6250000) + (0.008*6250000) + (0.012375*6250000) +
(0.009375*6250000)
= 214062.5
Varian yang didapatkan dari hasil di atas adalah sebesar 214 062.5. Nilai
varian/keragaman ini dapat digunakan untuk menghitung seberapa besar tingkat
kepercayaan kita terhadap pendugaan nilai rataan WTP. Dari hasil varian,
didapatkan standard error yaitu sebesar 462.67. Sehingga selang kepercayaan
(confidence interval) 95% untuk lower bound WTP menjadi 6000 ± 1.96(462.67)
atau 6000 ± 906.83 atau Rp 5 093.17 dan Rp 6 906.83.
Total WTP dapat diperoleh untuk menduga WTP kepala keluarga di
perumahan XYZ secara keseluruhan. Total WTP yang didapatkan adalah sebesar
Rp 3 666 000. Proporsi WTP terhadap pendapatan rumah tangga adalah sebesar
0.12%. Nilai ini menggambarkan proporsi dari nilai WTP yang dibayarkan
masyarakat untuk air bersih per meter kubiknya terhadap pendapatan rumah
tangga (Lampiran 5).
7.3 Perbandingan hasil WTP dengan tarif PDAM
Setelah melakukan perhitungan dugaan WTP dengan menggunakan
metode logit dan turnbull, didapatkan nilai kesediaan membayar (Willingness to
Pay) masyarakat terhadap perbaikan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air bersih
yang ingin mereka peroleh. Nilai EWTP yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel
12. Perhitungan untuk memperoleh nilai EWTP dalam penelitian ini
menggunakan dua metode yaitu metode logit dan metode Turnbull. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana hasil (outcome) pendugaan WTP yang
didapatkan dari metode yang berbeda.
53
Tabel 12 Hasil kesediaan untuk membayar (WTP) masyarakat dari tiap metode Metode EWTP TWTP Proporsi WTP terhadap
pendapatan
Turnbull Rp 6 000 Rp 3 666 000 0.12%
Logit 1 Rp 5 400.84 Rp 3 299 911.04 0.11%
Logit 2 Rp 5 167.81 Rp 3 157 532.47 0.10% Sumber : Data Primer, 2013
Seperti yang dilihat pada Tabel 12, nilai dugaan WTP masyarakat terhadap
air bersih yang dihasilkan sesuai dengan confidence interval yang didapatkan
yaitu ada pada kisaran Rp 5 093.17 sampai Rp 6 906.83 per meter kubiknya. Nilai
WTP yang didapatkan menggambarkan WTP masyarakat untuk menerima
perubahan sumber air dari non PDAM ke PDAM. Mekanisme pembayaran WTP
merupakan tarif air per meter kubik yang ingin didapatkan. Nilai air ini adalah
untuk kebutuhan air rumah tangga, tidak hanya use value seperti untuk konsumsi
dan pemakaian kebutuhan rumah tangga lainnya, tetapi juga merupakan non use
value dari air dimana terdapat nilai kenyamanan (amenity), nilai kesehatan
(kualitas air PDAM yang baik), nilai keberadaan air, dan nilai konservasi air.
Sehingga masyarakat lebih memilih air PDAM dibanding dengan air tanah yang
mereka gunakan saat ini. Total Economic Value (use value dan non use value)
bisa dilihat pada total WTP pada Tabel 12.
Jika dibandingkan dengan tarif air PDAM dimana masyarakat perumahan
XYZ termasuk kepada golongan pelanggan R4 dengan pemakaian air lebih dari
10 m3 sehingga tarif PDAM yang dikenakan adalah Rp 4 100/m
3. Sedangkan dari
hasil dugaan WTP yang didapatkan, keinginan membayar air bersih oleh
masyarakat perumahan XYZ berada pada kisaran Rp 5 093.17 sampai
Rp 6 906.83 sesuai dengan hasil perhitungan WTP dengan kedua metode tersebut
(logit dan Turnbull). WTP masyarakat terhadap air bersih lebih tinggi
dibandingkan dengan tarif yang ditetapkan oleh PDAM. Selisih dari nilai WTP
dan tarif PDAM menunjukkan nilai-nilai yang tidak diperoleh dari pasar atau nilai
non-market seperti kenyamanan apabila menggunakan air PDAM sehingga
masyarakat tidak khawatir kesulitan air pada saat kemarau, dari segi kesehatan
dimana air PDAM kualitasnya lebih terjamin, dari nilai keberadaan air sehingga
kontinuitas air dapat terjaga untuk masa kini dan masa yang akan datang, dan dari
nilai konservasi air. Kelebihan Rp 1 900 (apabila menggunakan hasil WTP dari
54
metode Turnbull) menggambarkan surplus konsumen. Surplus konsumen
merupakan pengukuran kesejahteraan di tingkat konsumen yang diukur
berdasarkan selisih keinginan membayar dengan apa yang sebenarnya dibayarkan.
Perhitungan dan penetapan tarif air minum PDAM didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut seperti yang tertera pada Peraturan Walikota Bogor Nomor
30 tahun 2011 tentang Tarif Air Minum PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor:
a. Keterjangkauan dan keadilan
b. Mutu pelayanan
c. Pemulihan biaya (full cost recovery)
d. Efisiensi pemakaian air
e. Transparansi dan akuntabilitas
f. Perlindungan air baku
Pada prinsip perhitungan dan penetapan tarif diatas belum adanya
perhitungan berdasarkan survey kesediaan masyarakat untuk membayar atau
Willingness to Pay masyarakat untuk membayar air bersih dari PDAM. Maka dari
itu hasil dari penelitian ini dapat melengkapi penetapan tarif yang memasukkan
unsur kesediaan masyarakat untuk membayar air bersih.
55
VIII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO
PAY MASYARAKAT TERHADAP AIR BERSIH
Terkait dengan kesediaan masyarakat untuk membayar air bersih, terdapat
faktor atau penyebab yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk
memberikan penilaian terhadap sumberdaya air. Dalam penelitian ini variabel
respon yang digunakan adalah dalam bentuk pilihan bersedia atau tidak bersedia
membayar air bersih. Responden yang menjawab bersedia diberi nilai satu dan
responden yang menjawab tidak diberi nilai nol. Terdapat empat variabel bebas
yang mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk membayar air bersih
diantaranya nilai bid, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, dan kualitas air
tanah. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dapat ditentukan dengan
menggunakan analisis regresi logistik melalui software statistik yaitu dalam
penelitian ini menggunakan software Minitab. Hasil analisis faktor yang
mempengaruhi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar
masyarakat terhadap air bersih Parameter Koefisien P-Value Odds ratio
Konstanta 3.22862 0.075
Bid (Rp/m3) -0.0005978 0.000* 1.00
Tingkat Pendidikan (tahun) 0.0162670 0.897 1.02
Pendapatan (Rp) 0.0000002 0.041** 1.00
Kualitas air tanah -1.45200 0.074*** 0.23
Log-Likelihood = -36.321
Test that all slopes are zero: G = 35.040, DF = 4, P-Value = 0.000
Goodness of Fit Test
Method Chi-Square DF P
Pearson 118.551 58 0.000
Deviance 62.598 58 0.316
Hosmer-Lemeshow 6.397 7 0.494
Sumber : Hasil olahan data primer (2013)
Keterangan : * nyata pada taraf α = 1 %
** nyata pada taraf α = 5%
*** nyata pada taraf α = 10%
56
Model regresi logit yang dihasilkan berdasarkan Tabel 13 adalah sebagai
berikut:
Li = 3.22862 – 0.0005978BID + 0.0162670PDDKN + 0.0000002PDPTN
– 1.45200KAT
Dimana:
Li : Peluang masyarakat bersedia atau tidak bersedia membayar
β0 : Intersep
β1-4 : Koefisien regresi
BID : Bid (rupiah/m3)
PDDKN : Tingkat pendidikan (tahun)
PDPTN : Pendapatan keluarga (Rp)
KAT : Kualitas air tanah
1 = Dummy kualitas air tanah baik
0 = Dummy kualitas air tanah kurang baik
Model logit diatas terdiri dari tiga variabel bebas kontinyu yaitu bid,
tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga, serta satu variabel bebas dummy
kualitas air tanah. Apabila kualitas air tanah baik maka diberi nilai satu, dan jika
tidak diberi nilai nol. Tabel 13 menunjukkan variabel-variabel bebas yang
mempengaruhi peluang menjawab setuju atau tidak setuju untuk membayar air
bersih sesuai bid yang ditawarkan berdasarkan analisis regresi logistik.
Hasil perhitungan analisis regresi logistik menampilkan statistik G, derajat
bebas (df), dan P-Value. Hasil pengujian signifikansi regresi secara simultan
didasarkan pada statistik uji G. Statistik uji G adalah pengujian hipotesis untuk
melihat apakah semua koefisien faktor-faktor yaitu bid, tingkat pendidikan,
pendapatan, dan kualitas air sama dengan nol. Berdasarkan hasil log-likelihood
sebesar -36.321 menghasilkan statistik G sebesar 35.040 dan P-Value bernilai 0.000
sehingga hipotesis nol harus ditolak yang berarti terdapat minimal satu slope model yang
tidak sama dengan nol atau variabel bebas secara simultan berpengaruh nyata terhadap
peluang menjawab setuju atau tidak setuju untuk membayar air bersih sesuai bid
yang ditawarkan pada taraf nyata α = 1%.
Uji kebaikan model dengan metode Pearson, Deviance, dan Hosmer-
Lemeshow diperoleh nilai P pada Pearson sebesar 0.000; Deviance sebesar 0.316;
dan Hosmer-Lemeshow sebesar 0.494. Nilai P yang diharapkan dari masing-
57
masing metode adalah lebih besar dari 0.100 (menggunakan taraf nyata 10%)
karena hipotesis nolnya adalah model baik dalam mengepas data (model fit).
Metode Deviance dan Hosmer-Lemeshow dihasilkan kesimpulan bahwa tidak ada
cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa model yang diperoleh tidak baik dalam
mengepas (fit) data, sedangkan metode Pearson diperoleh kesimpulan sebaliknya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan cukup baik.
Varibel bebas yang berpengaruh nyata terhadap model adalah nilai
lelang/bid, pendapatan keluarga, dan kualitas air tanah. Interpretasi tiap variabel
bebas adalah sebagai berikut:
1. Bid
Variabel bid berpengaruh penting karena nilai bid menentukan apakah
masyarakat bersedia atau tidak membayar nilai bid yang ditawarkan. Koefisian
bertanda negatif (-) yang berarti variabel bid berpengaruh negatif, semakin rendah
nilai bid maka semakin besar peluang menjawab setuju. Variabel bid memilliki
koefisien sebesar -0.0005978 artinya adalah kenaikan nilai bid sebesar Rp 1 000
akan mempengaruhi peluang menjawab tidak setuju sebesar 0.59%. Variabel bid
memiliki P-Value sebesar 0.000 yang menandakan variabel berpengaruh
signifikan pada taraf nyata α = 1 %. Nilai odds ratio variabel bid adalah 1.00 yang
berarti nilai bid yang lebih rendah mempengaruhi responden untuk bersedia
membayar WTP satu kali lebih besar dibandingkan dengan nilai bid yang lebih
tinggi.
2. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga atau total pendapatan dalam satu rumah tangga
sangat berpengaruh pada jumlah WTP yang ingin dikeluarkan untuk air bersih per
meter kubik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam
membayar biaya untuk air bersih tersebut. Koefisian bertanda positif (+) yang
berarti variabel pendapatan berpengaruh positif, semakin besar pendapatan
keluarga maka semakin besar peluang menjawab setuju. Variabel pendapatan
memilliki koefisien sebesar 0.0000002 artinya adalah kenaikan pendapatan
keluarga sebesar Rp 1 000 000 akan mempengaruhi peluang menjawab setuju
sebesar 0.2%. Variabel pendapatan memiliki P-Value sebesar 0.041 yang
menandakan variabel berpengaruh signifikan pada taraf nyata α = 5 %. Nilai odds
58
ratio variabel pendapatan adalah 1.00 yang berarti tingkat pendapatan yang lebih
tinggi mempengaruhi responden untuk bersedia membayar WTP satu kali lebih
besar dibandingkan dengan responden yang pendapatannya lebih rendah.
3. Kualitas Air Tanah
Variabel kualitas air tanah yaitu penilaian responden akan air yang
diterimanya yaitu air tanah. Penilaian kualitas air tanah dapat dinilai responden
dengan kualitas air tanah baik atau kurang baik. Responden yang menjawab
kualitas air tanah yang kurang baik adalah responden yang mengeluhkan air yang
keruh, kuning, berbau, dan kurang layak konsumsi. Variabel kualitas air tanah
merupakan variabel dummy dimana kondisi kualitas air tanah baik diberi nilai
satu sedangkan kondisi kualitas air tanah kurang baik diberi nilai nol. Koefisien
bertanda negatif (-) yang berarti variabel kualitas air tanah berpengaruh negatif,
apabila kualitas air tanah dinilai baik, maka akan semakin besar peluang
menjawab tidak setuju untuk membayar WTP. Variabel kualitas air tanah
memiliki koefisien sebesar 1.45200 artinya apabila kualitas air tanah baik maka
peluang responden menjawab setuju untuk membayar WTP akan menurun sebesar
1.45%. Variabel kualitas air tanah memiliki P-Value sebesar 0.074 yang
menandakan variabel berpengaruh signifikan pada taraf nyata α = 10 %. Nilai
odds ratio variabel kualitas air tanah adalah 0.23 yang berarti kualitas air tanah
yang lebih buruk mempengaruhi responden untuk bersedia membayar WTP 0.23
kali lebih besar dibandingkan dengan kualitas air tanah yang baik.
Variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap kesediaan membayar
responden adalah tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan tidak
berpengaruh nyata karena memiliki P-Value sebesar 0.897 yang lebih besar dari
taraf nyata. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat akan air tidak dipengaruhi
tingkat pendidikan. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
belum tentu memiliki kebutuhan air lebih besar sehingga variabel tingkat
pendidikan bukan merupakan variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan
membayar responden.
59
IX SIMPULAN DAN SARAN
9.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan karakteristik masyarakat perumahan XYZ, dapat disimpulkan
masyarakat perumahan XYZ memiliki pendidikan cukup tinggi dan termasuk
golongan masyarakat menengah keatas. Jumlah anggota keluarga mayoritas
sebanyak empat orang, memiliki kedalaman sumur lebih dari sama dengan 15
meter, dan penggunaan air tanah cukup tinggi yaitu pada kisaran 20-30m3 per
bulan.
2. Nilai kesediaan masyarakat untuk membayar (WTP) air bersih didapatkan
dengan dua cara yaitu metode logit dan metode Turnbull. Hasil expected WTP
dari metode logit adalah Rp 5 400.84 dan Rp 5 167.81. Terdapat dua hasil dari
metode logit karena menggunakan variabel bebas yang berbeda. Hasil
expected WTP dari metode Turnbull adalah sebesar Rp 6 000. Jika
dibandingkan dengan tarif air PDAM, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan
tarif yang ditetapkan PDAM yaitu sebesar Rp 4 100. Hal ini menunjukkan
masyarakat mampu untuk membayar dan mau adanya perbaikan kualitas
lingkungan dengan menggunakan air dari PDAM. Nilai WTP juga
menunjukkan nilai-nilai yang tidak diperoleh dari pasar atau nilai non-market
seperti kenyamanan apabila menggunakan air PDAM sehingga masyarakat
tidak khawatir kesulitan air pada saat kemarau, dari segi kesehatan dimana air
PDAM kualitasnya lebih terjamin, dari nilai keberadaan air sehingga
kontinuitas air dapat terjaga untuk masa kini dan masa yang akan datang, dan
dari nilai konservasi air.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk membayar air
bersih dipengaruhi oleh nilai bid/lelang yang ditawarkan, tingkat pendidikan,
pendapatan keluarga, dan kualitas air tanah. Setelah melakukan regresi
logistik didapatkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan adalah nilai
bid, pendapatan, dan kualitas air tanah.
.
60
9.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai sumberdaya air di
perumahan XYZ, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya air agar
bersama-sama menjaga dan melakukan penghematan penggunaan sumberdaya
air yang ada. Sehingga pada saat telah ada jaringan PDAM pun masyarakat
tetap melakukan penghematan dan penggunaan air secara efisien.
2. Para stakeholder yaitu pihak developer dan pemerintah daerah (PEMDA) agar
lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan air masyarakat dan lebih
mengutamakan penyediaan sumberdaya air melalui PDAM dalam tiap
perencanaan pengembangan kawasan (seperti perumahan) daripada
menggunakan air tanah.
3. Nilai kesediaan membayar masyarakat dapat menjadi acuan untuk pihak
PDAM yang berperan sebagai operator penyediaan air bersih untuk
melakukan pemasangan jaringan PDAM pada wilayah perumahan XYZ.
4. Penetapan tarif yang diberlakukan PDAM masih undervalue. Seharusnya
dimasukkan pula nilai-nilai yang tidak diperoleh dari pasar atau nilai non-
market dari air seperti nilai keberadaan dan nilai konservasi. Nilai ini dapat
dilihat dari hasil dugaan WTP yang didapatkan, sehingga direkomendasikan
untuk menjadi pertimbangan dalam penetapan tarif PDAM.
5. Penelitian selanjutnya mengenai analisis WTP menggunakan dichotomous
choice CVM dapat menggunakan sampel yang lebih banyak dan nilai bid
dengan range yang lebih luas. Analisis WTP juga dapat menggunakan metode
choice modeling/choice experiment.
61
DAFTAR PUSTAKA
Arianti NN. 1999. Analisis Pilihan Sumber Air Bersih dan Kesediaan Membayar
Bagi Perbaikan Kualitas dan Kuantitas Air PDAM di Kodya Bengkulu
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPLH] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. 2013. Laporan
Konservasi Air Tanah dan Pengendalian Banjir di Kota Bogor. Bogor
(ID): BPLH.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
. 2013. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.
Firdaus M dan Afendi F. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk
Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Press.
[GWP] Global Water Partnership. 2010. Dublin-Rio Principles [internet]. [2013
Juni 6]. Tersedia pada: http://www.gwp.org/en/The-Challenge/What-is-
IWRM/Dublin-Rio Principles/.
Hanley N dan Spash CL. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment
Methods and Case Studies. (UK): Edward Elgar Publishing Limited.
Hehanussa PE. 2004. Transformasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air.
Jakarta (ID): LIPI Press.
Hosmer DW dan Lemeshow S. 1989. Applied Logistic Regression. New York
(US): John Wiley and Sons.
Juanda B. 2007. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Kelurahan Katulampa. 2013. Profil Kelurahan Katulampa 2013. Bogor (ID):
Kelurahan Katulampa.
Kodoatie RJ dan Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu.
Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Linsey RK dan Franzini JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta (ID):
Erlangga. Penerjemah Ir. Djoko Sasongko, M.Sc.
62
Mangkoesoebroto S. 1987. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan. Jakarta (ID): Universitas Indonesa.
Oktavianus E. 2003. Analisis Keinginan Membayar Penduduk Perkotaan terhadap
Pelayanan Air Bersih (Studi Kasus Pelanggan PDAM Tirtamusi Kota
Palembang) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rosadi, Dedi. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R.
Andi. Yogyakarta.
Sanim B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor
Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Bogor (ID): IPB Press.
. 2011. Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik. Bogor (ID): IPB
Press.
Simanjuntak GE. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap
Peningkatan Pelayanan Sistem Penyediaan Air Bersih dengan WSLIC
(Water Sanitation for Low Income Community) (Studi Kasus Desa
Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Tresnadi H. 2000. Valuasi Komoditas Lingkungan Berdasarkan Contingent
Valuation Method. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol.1/No.1/38-53.
Wiyono A. 2000. Catatan Kuliah Pengembangan Sumberdaya Air. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
Wibowo H, Harsono E, Setiawan F. 2010. Evaluasi Ketersediaan Air Baku untuk
Air Bersih Domestik di Jabodetabek. Jakarta (ID): Pusat Penelitian
Limnologi LIPI.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN
Jl. Kamper level 5 Wing kampus IPB Darmaga Bogor 16680
Telp. (0251) 8621 834, Fax (0251) 8421 762
KUESIONER PENELITIAN MASYARAKAT (RUMAH TANGGA)
Nama : No. :
Alamat :
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : L / P
2. Usia : .............tahun
3. Status Pernikahan : Belum Menikah / Sudah Menikah
4. Jumlah Tanggungan : .............orang
5. Pendidikan Terakhir
a. SD e. Akademi/Diploma
b. SLTP f. Perguruan Tinggi (S1/S2/S3)
c. SLTA
6. Pekerjaan
a. PNS e. TNI/POLRI
b. Pegawai Swasta f. Lainnya,..........................
c. Wirausaha
7. Total pendapatan rumah tangga per bulan (Rp)
a. < 1.000.000,00 Tepatnya : Rp..........................
b. Rp 1.000.001,00 – 1.500.000,00 Tepatnya : Rp..........................
c. Rp 1.500.001,00 – 2.500.000,00 Tepatnya : Rp..........................
d. Rp 2.500.001,00 – 3.500.000,00 Tepatnya : Rp..........................
e. > Rp 3.500.001,00 Tepatnya : Rp..........................
8. Pendapatannya lainnya:
a. Ya, bekerja sebagai..................................pendapatan per bulan
Rp......................
b. Tidak
9. Status Kependudukan :
a. Penduduk Asli b.Pendatang
10. Sudah berapa lama tinggal di lokasi ini : ....................tahun
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI mengenai “ESTIMASI NILAI
SUMBERDAYA AIR DI PERUMAHAN XYZ” yang dilakukan oleh Saya, SITI
ANNISA PUTRI (H44090074). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk
berkenan mengisi kuesioner ini dengan teliti, fakta, dan lengkap sehingga dapat
memberikan data yang objektif. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i akan dijamin
kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian dan partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/i, Saya ucapkan Terima Kasih.
65
11. Status tempat tinggal
a. Milik sendiri c. Lainnya,....................
b. Sewa/kontrak
12. Luas tanah tempat tinggal :.................................m2
13. Luas bangunan tempat tinggal :.................................m2
14. Daya listrik yang dipakai saat ini :
a. 450 watt b.900 watt c. 1300 watt d. ≥ 1300 watt
15. Biaya listrik : Rp ……………… /bulan
16. Jumlah kendaraan yang dimiliki
a. … Mobil b. … Motor
B. Pola Pemanfaatan dan Sumber Air Bersih Masyarakat
17. Darimana sumber air yang Saudara dapatkan? Dan berapa jumlah volume air
yang digunakan per hari?
a. Air tanah : …………. L/hari
b. Air dari mata air : …………. L/hari
c. Air dari Hydran : …………. L/hari
d. Air keliling : …………. L/hari
e. Air minum dalam kemasan : …………. galon/minggu
f. Lainnya :………………..
18. Jika menggunakan air tanah
a. Apakah jenis pompa yang digunakan? [ ] Jetpam [ ] Sanyo
b. Berapa lama menyalakan pompa dalam sehari? ....... jam/hari
c. Sumur yang dipakai? [ ] disediakan oleh developer [ ] buat sumur baru
d. Berapa kedalaman sumur ? ……… meter
e. Bagaimana kualitas air tanah? [ ] baik [ ] kurang baik [ ] buruk
19. Darimana sumber air yang Saudara dapatkan pada saat kemarau (kekeringan)?
Dan berapa jumlah volume air yang digunakan per hari?
a. Air tanah : …………. L/hari
b. Air dari mata air : …………. L/hari
c. Air dari Hydran : …………. L/hari
d. Air keliling : …………. L/hari
e. Air minum dalam kemasan : …………. galon/minggu
f. Lainnya :………………..
20. Berapa harga air pada masing-masing sumber?
a. Air tanah : Rp ………….
b. Air dari mata air : Rp ………….
c. Air dari Hydran : Rp ………….
d. Air keliling : Rp ………….
e. Air minum dalam kemasan : Rp …………. /gallon (19 L)
f. Lainnya :………………..
21. Air tersebut digunakan untuk kegiatan apa saja?
a. Minum f. Mencuci kendaraan
b. Masak g. Menyiram tanaman
c. Mandi h. Lainnya :……………………..
d. Mencuci piring
e. Mencuci pakaian
22. Berapa debit air rata-rata yang Saudara gunakan per bulan?
a. 0 m3– 5 m
3
b. 5 m3 – 10 m
3
c. 10 m3 – 15 m
3
d. 15 m3 – 20 m
3
66
C. Informasi tentang Kesediaan Membayar (WTP) Air Bersih
Perumahan XYZ merupakan perumahan yang masih mengandalkan air
tanah sebagai sumber kebutuhan air sehari-harinya. Permasalahan yang tiap tahun
terjadi yaitu kekeringan pada sumur-sumur warga akibat debit air yang menurun
pada saat musim kemarau. Perumahan XYZ terus mengalami peningkatan jumlah
penduduk yang menyebabkan kebutuhan air terus meningkat, sehingga nantinya
air tanah akan lebih banyak tereksploitasi. Hal ini dapat mengakibatkan keringnya
sumur warga yang lebih dangkal karena sumber air tersedot pada satu lokasi yang
sama sehingga terjadinya penurunan muka air tanah. Resiko air tanah tercemar
juga dapat terjadi salah satunya dari tempat pembuangan rumah tangga yang ada
pada tiap rumah. Permasalahan yang dirasakan masyarakat dan mengingat
kebutuhan air bersih sangat penting maka masyarakat menginginkan perbaikan
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas akan air bersih.
Berikut ini adalah perbandingan jika rumah tangga menggunakan air tanah dan
air PDAM:
Air Tanah PDAM
Tidak ada biaya untuk pemakaian air
Masalah kekeringan saat kemarau
Biaya untuk menggali/mendalami
sumur
Kualitas air tanah yang dapat beresiko
tercemar
Berdampak negatif pada lingkungan
(menurunkan tingkat permukaan tanah,
menurunnya debit air tanah dapat
mempercepat interusi air laut ke
daratan)
Praktis
Kemudahan dalam akses
memperoleh air bersih
Kualitas air terjamin
Kontinuitas air pada tiap musim bisa
terjaga
Adanya pembayaran/tarif
penggunaan air
Berdasarkan pemaparan diatas, berapa nilai yang bersedia Saudara bayarkan
untuk mendapatkan air bersih per meter kubiknya?
TERIMA KASIH
67
Kategori Kelas WTP Rp 2 500 Kategori Kelas WTP Rp 5 000
Responden Setuju Tidak Setuju Responden Setuju Tidak Setuju
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
68
Kategori Kelas WTP Rp 7 500 Kategori Kelas WTP Rp 10 000
Responden Setuju Tidak Setuju Responden Setuju Tidak Setuju
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
69
Lampiran 2 Data responden perumahan XYZ
No WTP* BID (Rp) PENDIDIKAN
(Tahun) PENDAPATAN (Rp)
KUALITAS
AIR TANAH**
1 1 2500 12 3,000,000 0
2 0 2500 18 15,000,000 1
3 1 2500 14 2,500,000 0
4 1 2500 14 2,500,000 0
5 0 2500 12 2,000,000 0
6 1 2500 16 6,000,000 1
7 1 2500 12 1,700,000 0
8 1 2500 16 8,000,000 0
9 1 2500 12 5,000,000 0
10 1 2500 12 2,500,000 1
11 1 2500 16 10,000,000 0
12 1 2500 12 3,500,000 1
13 1 2500 14 5,000,000 0
14 1 2500 16 10,000,000 0
15 1 2500 16 7,000,000 0
16 1 2500 16 3,000,000 1
17 1 2500 12 8,000,000 0
18 1 2500 12 3,000,000 0
19 1 2500 12 3,000,000 0
20 1 2500 16 8,000,000 1
21 1 5000 14 10,000,000 0
22 1 5000 14 4,000,000 0
23 0 5000 9 4,000,000 0
24 1 5000 16 3,500,000 0
25 1 5000 12 3,500,000 0
26 1 5000 14 3,500,000 0
27 1 5000 12 3,000,000 0
28 0 5000 12 4,000,000 0
29 1 5000 14 3,000,000 0
30 0 5000 12 2,300,000 1
31 1 5000 12 3,000,000 0
32 1 5000 16 5,500,000 0
33 1 5000 12 4,000,000 0
34 1 5000 12 5,000,000 1
35 1 5000 12 3,000,000 0
36 1 5000 16 7,000,000 0
37 1 5000 12 7,000,000 1
38 1 5000 16 6,000,000 0
39 0 5000 12 6,000,000 1
40 1 5000 16 7,000,000 0
70
No WTP* BID (Rp) PENDIDIKAN
(Tahun) PENDAPATAN (Rp)
KUALITAS
AIR TANAH**
41 1 7500 16 12,000,000 0
42 1 7500 16 5,000,000 0
43 0 7500 12 3,000,000 0
44 1 7500 12 3,000,000 0
45 1 7500 14 3,500,000 0
46 0 7500 16 4,000,000 0
47 1 7500 14 4,000,000 0
48 1 7500 18 5,000,000 0
49 1 7500 12 10,000,000 0
50 1 7500 16 7,000,000 1
51 0 7500 12 2,000,000 1
52 0 7500 12 4,000,000 1
53 0 7500 18 8,000,000 0
54 0 7500 6 2,000,000 0
55 0 7500 9 1,000,000 0
56 0 7500 12 3,000,000 0
57 0 7500 12 2,000,000 0
58 0 7500 12 3,000,000 0
59 1 7500 14 3,500,000 0
60 0 7500 14 5,000,000 0
61 1 10000 18 20,000,000 0
62 0 10000 16 5,000,000 0
63 0 10000 12 4,000,000 0
64 0 10000 12 1,500,000 0
65 0 10000 16 3,000,000 0
66 0 10000 16 10,000,000 0
67 1 10000 12 2,000,000 0
68 0 10000 14 4,000,000 0
69 0 10000 12 3,000,000 1
70 0 10000 12 4,000,000 0
71 1 10000 16 10,000,000 0
72 0 10000 12 3,000,000 0
73 0 10000 12 2,500,000 0
74 0 10000 12 3,000,000 0
75 1 10000 4 6,000,000 0
76 0 10000 16 5,000,000 0
77 0 10000 16 5,000,000 0
78 0 10000 16 5,000,000 1
79 1 10000 16 15,000,000 0
80 0 10000 16 6,000,000 0
*1 = Setuju membayar, 0 = Tidak setuju membayar
** 1 = Kualitas air tanah baik, 0 = Kualitas air tanah kurang baik
71
Lampiran 3 Hasil olahan Minitab
(Logit 1)
Binary Logistic Regression: WTP versus BID, PENDIDIKAN, ... Link Function: Logit
Response Information
Variable Value Count
WTP 1 48 (Event)
0 32
Total 80
Logistic Regression Table
Odds 95% CI
Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper
Constant 3.22862 1.81029 1.78 0.075
BID -0.0005978 0.0001378 -4.34 0.000 1.00 1.00 1.00
PENDIDIKAN 0.0162670 0.125924 0.13 0.897 1.02 0.79 1.30
PENDAPATAN 0.0000002 0.0000001 2.05 0.041 1.00 1.00 1.00
KUALITAS AIR -1.45200 0.812692 -1.79 0.074 0.23 0.05 1.15
Log-Likelihood = -36.321
Test that all slopes are zero: G = 35.040, DF = 4, P-Value = 0.000
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 118.551 58 0.000
Deviance 62.598 58 0.316
Hosmer-Lemeshow 6.397 7 0.494
Table of Observed and Expected Frequencies:
(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Group
Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
1
Obs 1 0 3 5 8 7 8 8 8 48
Exp 0.8 1.5 3.8 3.9 6.9 6.3 7.7 8.3 8.8
0
Obs 7 8 8 3 2 1 1 1 1 32
Exp 7.2 6.5 7.2 4.1 3.1 1.7 1.3 0.7 0.2
Total 8 8 11 8 10 8 9 9 9 80
Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Number Percent Summary Measures
Concordant 1324 86.2 Somers' D 0.73
Discordant 205 13.3 Goodman-Kruskal Gamma 0.73
Ties 7 0.5 Kendall's Tau-a 0.35
Total 1536 100.0
72
(Logit 2)
Binary Logistic Regression: WTP versus BID, PENDAPATAN Link Function: Logit
Response Information
Variable Value Count
WTP 1 48 (Event)
0 32
Total 80
Logistic Regression Table
Odds 95% CI
Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper
Constant 2.75496 0.904681 3.05 0.002
BID -0.0005331 0.0001244 -4.29 0.000 1.00 1.00 1.00
PENDAPATAN 0.0000002 0.0000001 2.36 0.018 1.00 1.00 1.00
Log-Likelihood = -38.041
Test that all slopes are zero: G = 31.599, DF = 2, P-Value = 0.000
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 185.909 37 0.000
Deviance 50.083 37 0.074
Hosmer-Lemeshow 8.609 7 0.282
Table of Observed and Expected Frequencies:
(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Group
Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
1
Obs 1 1 4 4 8 6 8 9 7 48
Exp 1.4 2.5 3.6 4.3 5.6 6.9 7.8 8.2 7.7
0
Obs 9 9 5 4 0 3 1 0 1 32
Exp 8.6 7.5 5.4 3.7 2.4 2.1 1.2 0.8 0.3
Total 10 10 9 8 8 9 9 9 8 80
Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Number Percent Summary Measures
Concordant 1316 85.7 Somers' D 0.72
Discordant 206 13.4 Goodman-Kruskal Gamma 0.73
Ties 14 0.9 Kendall's Tau-a 0.35
Total 1536 100.0
73
Lampiran 4 Perhitungan WTP metode logistik
Model regresi logistik 1
Li = 3.22862 – 0.0005978BID + 0.0162670PDDKN + 0.0000002PDPTN
– 1.45200KAT
WTP responden :
Total WTP :
Proporsi WTP terhadap pendapatan :
74
Metode regresi logistik 2
Li = 2.75496 – 0.0005331BID + 0.0000002PDPTN
WTP responden :
Total WTP :
Proporsi WTP terhadap pendapatan :
75
Lampiran 5 Perhitungan WTP metode Turnbull
WTP dapat dihitung menggunakan formula:
∑ ( )
∑
E (WTP) = (2500*0.1) + (5000*0.35) + (7500*0.2) + (10000*0.25) = 6000
Nilai variance dari WTP adalah sebagai berikut:
( ) ∑
( ) ∑
= (0.0045*6250000) + (0.008*6250000) + (0.012375*6250000) +
(0.009375*6250000)
= 28125 + 50000 + 77343.75 + 58593.75
= 214062.5
Total WTP :
Proporsi WTP terhadap pendapatan :
76
Lampiran 6 Dokumentasi wilayah penelitian
Gerbang utama perumahan XYZ
Jalan masuk utama perumahan XYZ
77
Rumah ukuran standard peumahan XYZ
Rumah di salah satu cluster di perumahan XYZ
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1991 yang merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara pasangan M.Nasser Isa dan Ani Iryani. Pada
tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Negeri
Pembina Jakarta Timur dan menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Polisi
5 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menegah Pertama Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor dan lulus
pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis masuk sebagai salah satu
mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2013.
Selama masa kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan
intra dan ekstra kampus. Tercatat penulis pernah menjadi Staf divisi
Enterepreneurship Himpunan Profesi REESA (Resources and Environmental
Economic Student Assosiation) IPB tahun 2011-2012, dan anggota Paduan Suara
Mahasiswa (PSM) Agria Swara sejak tahun 2010. Selain itu, penulis aktif sebagai
panitia kegiatan kemahasiswaan dan peserta pada berbagai kegiatan seminar
terkait keilmuan penulis.