Analisis Vektor...ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah...

of 30 /30
ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran yang hanya memiliki nilai tanpa arah disebut dengan skalar. Contohnya adalah massa, muatan, kerapatan, dan temperatur. Untuk notasinya, besaran yang dinyatakan sebagai vektor akan ditandai dengan tanda panah di atas simbolnya ( A , B , dan seterusnya), sedangkan skalar dinyatakan dengan huruf biasa. Besar (nilai) dari suatu vektor A dapat dituliskan Aatau dengan notasi skalar, A . Gambar 1 Dalam diagram, vektor biasanya dinyatakan dengan panah. Panjang dari panah sebanding dengan besar vektor dan kepala panah menyatakan arah dari vektor tersebut. Minus A (yaitu A ) adalah sebuah vektor dengan besar yang sama seperti A , tetapi pada arah sebaliknya (gambar 1). Perhatikan bahwa vektor memiliki besar dan arah, tetapi tidak mutlak menyatakan lokasi. Sebagai contoh, sebuah perpindahan sejauh 4 km ke arah utara dari Bandung direpresentasikan dengan vektor yang sama pada perpindahan sejauh 4 km ke utara Padang (kelengkungan Bumi diabaikan). Dengan demikian vektor dapat digeser sesuka hati selama besar dan arahnya tidak diubah. halaman 1 A A

Embed Size (px)

Transcript of Analisis Vektor...ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah...

  • ANALISIS VEKTOR

    Aljabar Vektor

    Operasi vektor

    Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah

    perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran yang

    hanya memiliki nilai tanpa arah disebut dengan skalar. Contohnya adalah massa, muatan,

    kerapatan, dan temperatur. Untuk notasinya, besaran yang dinyatakan sebagai vektor akan

    ditandai dengan tanda panah di atas simbolnya ( A , B , dan seterusnya), sedangkan skalar

    dinyatakan dengan huruf biasa. Besar (nilai) dari suatu vektor A dapat dituliskan ∣A∣

    atau dengan notasi skalar, A .

    Gambar 1

    Dalam diagram, vektor biasanya dinyatakan dengan panah. Panjang dari panah

    sebanding dengan besar vektor dan kepala panah menyatakan arah dari vektor tersebut.

    Minus A (yaitu �A ) adalah sebuah vektor dengan besar yang sama seperti A , tetapi

    pada arah sebaliknya (gambar 1). Perhatikan bahwa vektor memiliki besar dan arah, tetapi

    tidak mutlak menyatakan lokasi. Sebagai contoh, sebuah perpindahan sejauh 4 km ke arah

    utara dari Bandung direpresentasikan dengan vektor yang sama pada perpindahan sejauh 4

    km ke utara Padang (kelengkungan Bumi diabaikan). Dengan demikian vektor dapat

    digeser sesuka hati selama besar dan arahnya tidak diubah.

    halaman 1

    A�A

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 2

    Operasi vektor dapat dibagi menjadi empat kelompok:

    (1) Penjumlahan dua vektor. Tempatkan ekor B pada kepala A sehingga dapat

    diperoleh jumlah vektor AB , yaitu vektor dari ekor A hingga kepala B (gambar 2).

    Penjumlahan vektor bersifat komutatif sehingga jika B ditukar dengan A pada proses di

    atas, maka hasilnya akan tetap sama:

    AB=B A .

    Gambar 2

    Penjumlahan ini juga bersifat asosiatif:

    AB C= ABC .

    Untuk mengurangkan sebuah vektor (gambar 3), tambahkan kebalikannya:

    A�B= A�B .

    Gambar 3

    (2) Perkalian dengan sebuah skalar. Perkalian suatu vektor oleh sebuah skalar k

    positif merupakan perkalian besar vektor oleh skalar tersebut dengan arah yang tidak

    berubah (gambar 4). Namun jika k negatif, arah vektor berubah menjadi sebaliknya.

    A

    B

    B A

    A

    B

    B A

    A

    �B

    A�B

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 3

    Perkalian ini bersifat distributif:

    k AB =k AkB .

    Gambar 4 Gambar 5

    (3) Perkalian titik dua vektor. Perkalian titik didefinisikan oleh

    A⋅B=ABcos , (1)

    dengan adalah sudut antara vektor-vektor tersebut ketika kedua ekornya saling bertemu

    (gambar 5). Perhatikan bahwa A⋅B menghasilkan sebuah skalar sehingga perkalian titik

    ini sering juga disebut perkalian skalar. Perkalian ini bersifat komutatif,

    A⋅B=B⋅A ,

    dan distributif,

    A⋅BC = A⋅B A⋅C . (2)

    Secara geometri, A⋅B adalah perkalian dari A dengan proyeksi B pada A (atau

    sebaliknya perkalian B dengan proyeksi A pada B ). Jika dua vektor sejajar, maka

    A⋅B=AB . Untuk sembarang vektor A , secara khusus berlaku

    A⋅A=A2 . (3)

    Jika vektor A dan B saling tegak lurus, maka A⋅B=0 .

    (4) Perkalian silang dua vektor. Perkalian silang didefinisikan oleh

    A×B=ABsin n , (4)

    A

    2 A

    A

    B

    A

    B

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 4

    dengan n adalah sebuah vektor satuan (yang panjangnya 1) mengarah tegak lurus bidang

    yang sisi-sisinya dibentuk oleh vektor A dan B . Namun ternyata ada dua arah yang

    tegak lurus bidang tersebut, yaitu “masuk” dan “keluar”. Untuk mengatasi masalah ini,

    digunakanlah kesepakatan aturan tangan kanan: jadikan keempat jari selain ibu jari agar

    menunjuk pada vektor pertama (dengan ibu jari tegak lurus keempat jari), kemudian putar

    keempatnya (pada sudut terkecil) ke arah vektor kedua, maka ibu jari menandakan arah

    dari perkalian silang kedua vektor tersebut. Perhatikan bahwa A×B akan menghasilkan

    sebuah vektor sehingga perkalian silang sering disebut dengan perkalian vektor.

    Gambar 6. A×B mengarah keluar bidang kertas, B×A mengarah masuk bidang kertas.

    Perkalian silang bersifat distributif,

    A×BC = A×B A×C , (5)

    tetapi tidak komutatif, justru

    A×B=�B× A . (6)

    Secara geometri, ∣A×B∣ adalah luas daerah jajaran genjang yang dibentuk oleh A dan

    B (gambar 6). Jika kedua vektor saling sejajar, maka perkalian silangnya nol dan secara

    khusus A× A=0 untuk sembarang vektor A .

    Bentuk komponen

    Pada bagian sebelumnya telah didefinisikan beberapa operasi vektor dalam bentuk yang

    masih kabur, yakni tanpa merujuk pada sistem koordinat tertentu. Dalam praktik biasanya

    cukup mudah untuk bekerja dengan komponen vektor dalam sistem koordinat tertentu.

    Misalkan pada koordinat kartesian: i , j , dan k masing-masing adalah vektor satuan

    A

    B

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 5

    yang sejajar dengan sumbu-x, y, dan z (gambar 7). Sebuah vektor sembarang A dapat

    dinyatakan dalam suku vektor basis tersebut (gambar 8), yaitu

    A=Ax iA y jAz k .

    Gambar 7 Gambar 8

    Bilangan Ax , A y , dan Az disebut komponen dari A . Tafsiran geometri dari

    komponen vektor tersebut adalah proyeksi A sepanjang tiga sumbu koordinat. Dengan

    hasil ini, keempat operasi vektor yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dirumuskan ulang

    dalam bentuk komponen-komponennya:

    (1) Penjumlahan dua vektor:

    AB=AxBx iA yB y jAzBz k . (7)

    (2) Perkalian dengan sebuah skalar:

    k A=k Ax ik A y jk Az k . (8)

    (3) Perkalian titik dua vektor:

    i⋅i=j⋅j=k ̇k=1; i ̇j=i⋅k=j⋅k=0 .

    A⋅B=Ax BxA y B yAzBz .

    A⋅A=Ax2A y

    2Az2 ,

    ⇒ A=Ax2A y2Az2 .

    (9)

    (10)

    (11)

    x

    y

    z

    i

    jk

    x

    y

    z

    A x i

    A y j

    Az kA

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 6

    (4) Perkalian silang dua vektor:

    i×i=j×j=k×k=0 ,

    i×j=�j×i=k ,

    j×k=�k×j=i ,

    k×i=�i×k=j .

    A×B=∣i j kAx A y AzBx B y Bz

    ∣ .

    (12)

    (13)

    Perkalian tripel

    Perkalian titik dan silang antara 3 buah vektor, A , B , dan C dapat menghasilkan

    sesuatu yang berarti dalam bentuk A⋅B C , A⋅B×C , dan A×B×C . Aturan-

    aturan yang berlaku adalah:

    A⋅B C≠ A B⋅C .

    A⋅B×C =B⋅ C× A =C⋅ A×B ,

    A⋅B×C =∣Ax A y AzBx B y BzC x C y C z

    ∣ .A×B×C ≠ A×B×C ,

    A×B×C = A⋅C B� A⋅B C

    A×B ×C= A⋅C B�B⋅C A .

    (14)

    (15)

    (16)

    (17)

    (18)

    Perkalian A⋅B×C disebut dengan perkalian tripel skalar dan dapat ditulis [ A B C ] .

    Secara geometri, perkalian tripel skalar akan menghasilkan besar volume ruang yang

    dibentuk oleh A , B , dan C sebagai sisi-sisinya. Volume ruang tersebut akan bernilai

    positif atau negatif tergantung pada unsur perkalian silang di dalam perkalian tripel skalar.

    Sementara itu, perkalian A×B×C disebut dengan perkalian tripel vektor karena hasil

    akhirnya adalah sebuah vektor.

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 7

    Posisi, perpindahan, dan jarak

    Lokasi sebuah titik dalam tiga dimensi dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian

    x , y ,z . Vektor yang mengarah ke titik tersebut dari titik asal disebut dengan vektor

    posisi:

    r=x i y jz k . (19)

    Besarnya

    r=x 2 y2z 2 , (20)

    adalah jarak dari titik asal, dan

    r=rr=

    x i y jz k

    x 2 y 2z 2, (21)

    merupakan vektor satuan yang mengarah radial keluar.

    Bagian kecil vektor perpindahan, dari x , y ,z hingga xdx , ydy ,zdz adalah

    d r=dx idy jdz k . (22)

    Pada berbagai kasus fisika, kita akan sering berhadapan dengan permasalahan yang

    melibatkan dua titik, yatu sebuah titik sumber r ' (tempat sumber medan berada) dan titik

    medan r yang sedang ditinjau besar medannya. Akan memudahkan jika sejak awal

    dibuatkan notasi baru untuk menyatakan posisi relatif dari titik sumber ke titik medan.

    Notasi yang akan digunakan untuk keperluan ini adalah r (gambar 9):

    r=r�r ' . (23)

    Gambar 9. Vektor posisi relatif antara titik sumber dan titik medan.

    r

    r '

    r

    titik sumber

    titik medan

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 8

    Besar dari vektor posisi relatif tersebut adalah

    r=∣r�r '∣ , (24)

    dan vektor satuannya (mengarah dari r ' ke r ):

    r=r

    r=r�r '∣r�r '∣

    . (25)

    Kalkulus Vektor

    Limit, kontinuitas, dan turunan fungsi vektor

    Jika untuk setiap nilai suatu skalar u kita kaitkan sebuah vektor A , maka A disebut

    fungsi dari u dan dinyatakan dengan A u . Notasi ini dalam tiga dimensi dapat dituliskan

    menjadi A u =A x u iA y u jAz u k .

    Konsep fungsi ini dapat diperluas dengan mudah. Jika setiap titik x , y ,z berkaitan

    dengan sebuah vektor A , maka A adalah fungsi dari x , y ,z yang dinyatakan dengan

    A x , y ,z =Ax x , y , z iA y x , y , z jAz x , y ,z k . Dapat dikatakan vektor A

    ini mendefinisikan sebuah medan vektor dan serupa dengannya x , y ,z mendefinisikan

    medan skalar.

    Aturan limit, kontinuitas, dan turunan untuk fungsi vektor mengikuti aturan yang sama

    seperti skalar.

    (1) Fungsi vektor yang dinyatakan dengan A u dikatakan kontinu pada u0 jika untuk

    setiap bilangan positif dapat ditemukan suatu bilangan positif sehingga

    ∣A u � A u0∣ dengan ∣u�u0∣ . Pernyataan ini ekuivalen dengan

    limu u0

    Au = A u 0 .

    (2) Turunan dari A u didefinisikan d Adu= limu0

    A u u � A u u

    , dengan syarat

    limitnya ada. Pada kasus A u =A x u iA y u jAz u k dapat diperoleh

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 9

    d Adu=

    dAx

    dui

    dA y

    duj

    dAz

    duk . (26)

    Turunan yang lebih tinggi seperti d 2 A /du 2 didefinisikan dengan cara yang serupa.

    (3) Jika A x , y ,z =Ax x , y , z iA y x , y , z jAz x , y ,z k , maka

    d A=∂ A∂x

    dx∂ A∂ y

    dy∂ A∂ z

    dz . (27)

    adalah diferensial total dari A .

    (4) Turunan dari perkalian vektor dengan skalar atau vektor dengan vektor mengikuti

    aturan yang sama seperti pada fungsi skalar. Namun perlu diingat ketika kita

    melibatkan perkalian silang maka urutan penulisan penting untuk diperhatikan karena

    terkait dengan arah dari hasil perkalian tersebut.

    Beberapa contoh diantaranya:

    d

    du A=

    d Adu

    ddu

    A ,

    ∂∂ y A⋅B= A⋅

    ∂B∂ y∂A∂ y⋅B , (urutan tidak masalah)

    ∂∂ z A×B =A×

    ∂ B∂ z∂ A∂z×B (pertahankan urutan A dan B ).

    (28)

    (29)

    (30)

    Gradien, Divergensi, dan Curl

    Misalkan sebuah operator vektor ∇ dalam koordinat kartesian didefinisikan

    ∇=i ∂∂ xj ∂

    ∂ yk ∂

    ∂ z . (31)

    Jika x , y ,z dan A x , y ,z memiliki turunan parsial pertama yang kontinu pada

    daerah tertentu, maka dapat didefinisikan beberapa besaran berikut:

    gradien: grad= ∇=∂∂x

    i∂∂ y

    j∂∂z

    k (32)

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 10

    divergensi: div A= ∇⋅A=∂Ax∂ x

    ∂ A y∂ y

    ∂ Az∂z

    curl: curl A= ∇× A=∣i j k∂∂ x

    ∂∂ y

    ∂∂ z

    Ax A y Az∣

    (33)

    (34)

    Jika turunan parsial dari fungsi-fungsi A , B , U , dan V diasumsikan ada, maka

    1. ∇UV = ∇U ∇V atau grad UV =gradUgradV

    2. ∇⋅ AB= ∇⋅A∇⋅B atau div AB=div Adiv B

    3. ∇× AB = ∇× A ∇×B atau curl AB =curl Adiv B

    4. ∇⋅U A = ∇U ⋅AU ∇⋅A

    5. ∇×U A= ∇U ×AU ∇× A

    6. ∇⋅ A×B=B⋅ ∇× A� A⋅ ∇×B

    7. ∇× A×B =B⋅∇ A�B ∇⋅A� A⋅∇ BA ∇⋅B

    8. ∇ A⋅B =B⋅∇ A A⋅∇BB× ∇× A A× ∇×B

    9. ∇⋅ ∇U =∇2U=

    ∂2U

    ∂x 2∂2U

    ∂ y 2∂2U

    ∂z 2 disebut Laplacian dari U

    dan ∇2=∂2

    ∂x2

    ∂2

    ∂ y2

    ∂2

    ∂ z2 disebut dengan operator Laplacian.

    10. ∇× ∇U =0 . Curl dari gradien U adalah nol.

    11. ∇⋅ ∇× A =0 . Divergensi dari curl A adalah nol.

    12. ∇× ∇× A = ∇ ∇⋅A �∇ 2 A

    Gradien, divergensi, dan curl bukanlah sekedar operasi matematik belaka. Ketiganya

    dapat ditafsirkan secara geometri.

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 11

    Tafsiran Gradien. Seperti vektor lainnya, gradien memiliki besar dan arah. Untuk

    menentukan arti geometrinya, kita dapat memisalkan ada sebuah fungsi tiga variabel,

    katakanlah temperatur dalam ruang, T x , y ,z , yang merupakan sebuah skalar.

    Seberapa cepat perubahan temperatur tersebut dinyatakan dalam bentuk diferensial total

    dT=∂T∂x dx∂T∂ y dy∂T∂ z dz . (35)Dalam bentuk perkalian titik, pernyataan di atas setara dengan

    dT=∂T∂x i∂T∂ y j∂T∂z k⋅dx idy jdz k= ∇ T ⋅d r ,

    (36)

    atau

    dT= ∇ T⋅d r =∣∇T∣∣d r ∣cos , (37)

    yang berarti

    dT

    dr=∣∇ T∣cos= ∇ T⋅u , (38)

    dengan adalah sudut antara ∇ T dan d r , kemudian u adalah suatu vektor satuan

    yang menyatakan arah gerak kita. Dengan demikian, laju perubahan temperatur ( dT /dr )

    akan bernilai paling besar ketika geraknya searah dengan ∇ T (yaitu saat =0 ).

    Bayangkan kita berada pada sebuah lereng bukit. Lihat ke sekeliling dan temukan

    bagian yang paling curam. Itu adalah arah dari gradien. Sekarang ukur kemiringan pada

    arah tersebut. Itu adalah besar dari gradien. Lalu bagaimana jika gradiennya nol? Jika

    ∇ T=0 pada x , y ,z , maka dT=0 untuk perpindahan yang kecil di sekitar titik

    x , y ,z . Keadaan ini akan berarti sebuah titik stasioner dari fungsi T x , y ,z . Titik

    tersebut dapat berupa nilai maksimum (puncak), minimum (lembah), daerah pelana, atau

    sebuah permukaan berbentuk seperti “bahu”.

    Tafsiran Divergensi. Sesuai namanya, divergensi ∇⋅A menyatakan ukuran

    penyebaran vektor A . Perhatikan gambar 10 sebagai contoh pada kasus dua dimensi.

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 12

    Fungsi pada gambar 10(a) memiliki divergensi yang sangat besar dan positif (jika panahnya

    mengarah ke dalam berarti nilainya negatif), fungsi pada gambar 10(b) memiliki divergensi

    nol, dan fungsi pada gambar 10(c) memiliki divergensi positif yang nilainya agak kecil.

    (a) (b)

    (c)

    Gambar 10

    Tafsiran Curl. Pemilihan nama curl juga disesuaikan dengan arti geometrinya yang

    menyatakan ukuran rotasi pada sebuah titik. Oleh karena itu seluruh fungsi pada gambar

    10 memiliki curl yang bernilai nol (bisa kita cek dengan mengetahui fungsinya) dan fungsi

    pada gambar 11 memiliki curl yang sangat besar berarah pada sumbu-z.

    Gambar 11

    x

    y

    z

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 13

    Koordinat lengkung

    Misalkan persamaan transformasi

    x= f u 1, u2 , u3 , y= g u 1, u2 , u3 , z=h u1 ,u 2 ,u 3 (39)

    (dengan asumsi f, g, h kontinu, memiliki turunan parsial kontinu, dan memiliki sebuah nilai

    invers tunggal) membentuk korespondensi satu-satu antara titik-titik dalam sistem

    koordinat xyz dan u1 u 2u3 . Dalam notasi vektor, persamaan (39) dapat dituliskan

    r=x i y jz k= f u1 ,u 2 ,u 3i g u1 ,u 2 ,u 3 jh u 1, u2 ,u 3 k . (40)

    Sebuah titik P (gambar 12) dengan demikian dapat didefinisikan tidak hanya oleh

    koordinat x , y ,z tetapi juga oleh koordinat u 1, u2 , u3 . Kita sebut u 1, u2 , u3

    sebagai koordinat lengkung dari suatu titik.

    Gambar 12

    Dari persamaan (40), diperoleh

    d r=∂r∂ u1

    du 1∂r∂ u 2

    du 2∂r∂ u 3

    du 3 . (41)

    Dalam sistem koordinat lengkung ini, bentuk diferensial dari panjang busur suatu kurva

    dapat dituliskan

    ds2= g11du1

    2 g22 du22 g 33du3

    2 , (42)

    dengan

    y

    z

    P

    r

    x

    e1 e2

    e3

    u 2

    u 3

    u 1

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 14

    g11=∂r∂x⋅∂r∂x

    , g22=∂r∂ y⋅∂r∂ y

    , g22=∂r∂ z⋅∂r∂ z

    . 43)

    Vektor ∂r /∂u 1 bersinggungan dengan koordinat u1 pada P. Jika e1 merupakan

    sebuah vektor satuan pada arah tersebut, maka ∂r /∂u 1=h1 e 1 dengan h1=∣∂r /∂u 1∣ .

    Serupa dengannya, ∂r /∂ u 2=h2 e 2 dan ∂r /∂u 3=h3 e3 dengan h2=∣∂r / ∂ u2∣ dan

    h3=∣∂r /∂u 3∣ . Dengan demikian,

    d r=h1du 1 e 1h2du2 e 2h3du3 e 3 , (44)

    Besaran h1 ,h2 , h3 sering disebut sebagai faktor skala.

    Jika e1 , e 2 , e3 saling tegak lurus pada titik P, koordinatnya dikatakan ortogonal. Oleh

    karena itu, kita temukan kuadrat panjang busur adalah

    ds2=d r⋅d r=h1

    2du1

    2h 22du2

    2h32du3

    2 , (45)

    yang bersesuaian dengan panjang diagonal ruang balok pada gambar 12, dan elemen

    volumnya ( d ) dapat ditulis

    d =h1h2h3du1du 2du3 . (46)

    Misalkan adalah sebuah fungsi skalar dan A=A1 e 1A2 e 2A3 e3 adalah fungsi

    dalam koordinat lengkung ortogonal u1 ,u 2 ,u 3 , maka gradien, divergensi, curl, dan

    laplacian-nya adalah:

    1. ∇=grad=1

    h1

    ∂∂u 1

    e11

    h2

    ∂∂ u2

    e21

    h3

    ∂∂u3

    e 3

    2.∇⋅A=div A=

    1

    h1 h2 h3 [∂∂ u1

    A1 h2 h3∂∂u 2

    h1 A2h 3∂∂u 3

    h1 h2 A3 ]

    3. ∇× A=curl A=1

    h1h2h3∣h1 e1 h2 e2 h3 e 3∂∂ u1

    ∂∂ u2

    ∂∂u3

    A1 A2 A3∣

    4. ∇2= laplacian=1

    h1h2 h3 [ ∂∂u 1h2 h 3h1

    ∂∂ u1 ∂∂ u2

    h1h3h2

    ∂∂ u2 ∂∂ u3

    h1h2h3

    ∂∂ u3 ]

  • X

    Y

    Z

    r

    ρxy

    φO

    z

    P(ρ, θ, z)

    X

    Y

    Z

    r

    ρx

    y

    φO

    z

    θ

    P(r, θ, φ)

    Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 15

    Keempat bentuk tersebut* akan tereduksi menjadi ekspresi biasa dalam koordinat

    kartesian jika u1 , u2 ,u3 digantikan oleh x , y ,z ; lalu e1 , e 2 , e3 diganti dengan i , j , k ; dan

    h1=h2=h3=1 .

    Bentuk khusus koordinat lengkung ortogonal lain diantaranya adalah koordinat silinder

    dan koordinat bola.

    Gambar 13 Gambar 14

    Koordinat Silinder , ,z . Perhatikan gambar 13.

    Persamaan transformasi: x=cos , y=sin , z=z ,

    dengan ≥0 ,0≤2 ,�∞z∞ .

    Faktor skala: h1=1 ,h 2= ,h3=1 .

    Elemen panjang busur: ds2=d 22d 2dz 2 .

    Elemen volum: d =d d dz

    Perhatikan bahwa dari sini dapat juga diperoleh hasil lain untuk koordinat polar dalam

    bidang dengan mengabaikan ketergantungan pada z. Sebagai contoh dalam kasus

    koordinat polar tersebut, ds 2=d 22 d 2 ; sedangkan elemen volum digantikan oleh

    elemen luas, da=d d .

    * Lihat buku Mathematical Methods in The Physical Sciences (Mary L. Boas) untuk penurunan lengkapnya.

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 16

    Koordinat Bola , , . Perhatikan gambar 14.

    Persamaan transformasi: x=r sin cos , y=r sin sin ,z=r cos ,

    dengan r≥0 ,0≤≤ , 0≤2 .

    Faktor skala: h1=1 ,h 2=r ,h3=r sin .

    Elemen panjang busur: ds2=dr 2r 2d 2r 2 sin2 d 2 .

    Elemen volum: d =r 2sin dr d d .

    Integral Garis, Permukaan, dan Volum

    Dalam bahasan listrik magnet selanjutnya akan ditemui berbagai macam bentuk integral,

    diantaranya yang paling penting adalah integral garis (atau lintasan), integral permukaan

    (atau fluks), dan integral volum.

    Integral Garis. Sebuah integral garis I adalah suatu pernyataan dalam bentuk

    I=∫a

    b

    v⋅d r , (47)

    dengan v adalah sebuah fungsi vektor, d r adalah elemen vektor perpindahan (pers. 22),

    dan daerah integrasi berada pada lintasan antara titik a hingga titik b . Jika lintasan

    integrasi membentuk loop tertutup, maka tanda integral diberi tambahan lingkaran:

    ∮v⋅d r .

    Integral Permukaan. Sebuah integral permukaan I didefinisikan

    I=∫S

    v⋅d a ,(48)

    dengan v adalah sebuah fungsi vektor dan d a adalah elemen vektor luas yang arahnya

    tegak lurus permukaan yang dimaksud. Jika permukaannya tertutup (menjadi seperti

    ruang), maka seperti sebelumnya tanda integral diberi tambahan lingkaran:

    ∮v⋅d a .

    Untuk integral permukaan biasa (pers. 48) , dapat ditemui dua arah yang tegak lurus

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 17

    permukaan sehingga pemilihan arah permukaan akan cukup membingungkan. Namun

    biasanya kita bebas memilih salah satu dari kedua arah tersebut. Untuk kasus integral

    permukaan tertutup, arah yang keluar (menjauh) dari permukaan disepakati sebagai arah

    elemen luas, d a .

    Integral Volum. Sebuah integral volum I dinyatakan

    I=∫V

    T d ,(49)

    dengan T adalah sebuah fungsi skalar dan d adalah elemen kecil dari volum. Untuk

    koordinat kartesian,

    d =dx dy dz .

    Sebagai contoh, jika T adalah kerapatan suatu materi (yang nilainya dapat bervariasi dari

    titik ke titik), maka integral volum akan memberikan massa total.

    Kadang akan ditemui juga bentuk integral volum dari suatu fungsi vektor:

    ∫v d =∫ vx iv y jv z kd =i∫ v x d j∫v y d k∫ v z d .

    Teorema fundamental

    Untuk memudahkan perhitungan seringkali dibutuhkan penyederhanaan bentuk integral

    yang berdasarkan pada teorema tertentu. Ada tiga teorema fundamental berkaitan dengan

    operasi diferensial dan integral yang telah dijelaskan sebelumnya.

    Teorema Gradien: ∫a

    b

    ∇ T ⋅d r=T b �T a

    Teorema Curl (Stokes): ∫S

    ∇×v ⋅d a=∮v⋅d r

    Teorema Divergensi (Gauss): ∫V

    ∇⋅v d =∮S

    v⋅d a

    (50)

    (51)

    (52)

    Dari pers. 50 s.d. 52 dapat dilihat bahwa teorema gradien melibatkan operasi gradien dan

    integral garis; teorema curl melibatkan operasi curl, integral permukaan, dan integral garis;

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 18

    dan teorema divergensi melibatkan operasi divergensi, integral volum, dan integral

    permukaan.

    Teorema potensial (skalar dan vektor)

    Teorema 1. Jika curl dari sebuah medan vektor F bernilai nol dimanapun, maka F

    dapat dituliskan sebagai gradien dari sebuah potensial skalar V :

    ∇×F=0 ⇔ F=�∇V , (53)

    atau setara dengan pernyataan berikut:

    ∫a

    b

    F⋅d r tidak tergantung lintasan (konservatif) untuk setiap titik-titik ujung yang

    diberikan,

    ∮ F⋅d r =0 untuk sembarang loop tertutup.

    Teorema 2. Jika divergensi dari sebuah medan vektor F bernilai nol dimanapun,

    maka F dapat dinyatakan sebagai curl dari sebuah potensial vektor A :

    ∇⋅F=0 ⇔ F= ∇× A , (54)

    yang juga setara dengan:

    ∫ F⋅d a tidak tergantung permukaan untuk setiap batas tertutup yang diberikan,

    ∮ F⋅d a=0 untuk sembarang permukaan tertutup.

    KUMPULAN SOAL-JAWAB

    SOAL 1

    Misalkan suatu vektor C seperti pada gambar di samping. Turunkan

    aturan cosinus dengan memanfaatkan perkalian titik dari vektor C pada

    dirinya sendiri dengan menyesuaikan variabel pada A dan B !A

    B

    C

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 19

    Jawab:

    Dari gambar dapat kita tentukan: C= A�B , kemudian

    C⋅C= A�B⋅ A�B = A⋅A� A⋅B�B⋅AB⋅B ,

    atau

    C2=A2B2�2 AB cos (aturan cosinus).

    SOAL 2

    Tentukan sudut antara dua buah diagonal ruang suatu kubus!

    Jawab:

    Berdasarkan gambar di samping,

    A=�1 i�1 j1 k ; A=3

    B=1 i1 j1 k ; B=3

    A⋅B=�1�11=1=ABcos=33cos

    ⇔cos=1

    3,

    sehingga =arc cos13 ≈70,5288o .SOAL 3

    Dengan menggunakan perkalian silang, tentukanlah

    komponen vektor satuan yang tegak lurus bidang seperti

    ada gambar!

    Jawab:

    Perkalian silang antara dua vektor sembarang yang menjadi

    sisi-sisi bidang pada gambar akan menghasilkan vektor

    yang tegak lurus bidang tersebut. Sebagai contoh, ambil bagian alas dan sisi sebelah kiri

    masing-masing menjadi vektor A dan B :

    x

    y

    z

    1

    1

    Ar

    Br

    x

    y

    z

    1

    3

    2

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 20

    A=�1 i2 j0 k ; B=�1 i0 j3 k

    A×B=∣i j k�1 2 0�1 0 3∣=6i3 j2 k .

    Vektor A×B ini arahnya sudah sesuai dengan n , tetapi besarnya belum cocok (ingat,

    vektor satuan harus bernilai 1 satuan). Untuk menghasilkan vektor satuan n , bagi saja

    A×B dengan besarnya: ∣A×B∣=3694=7 . Dengan demikian,

    n=A×B

    ∣A×B∣=6

    7i

    3j2

    7k .

    SOAL 4

    Carilah vektor posisi relatif r dari titik sumber (2, 8, 7) ke titik medan (4, 6, 8). Tentukan

    besarnya dan bentuk vektor satuan r !

    Jawab:

    r=r�r '=4 i6 j8 k �2 i8 j7 k =2 i�2 j1 k .

    ∣r∣=441=3 , sehingga r=2

    3i�

    2

    3j

    1

    3k .

    SOAL 5

    Tentukan gradien fungsi-fungsi berikut:

    (a) f x , y , z =x 2 y3z 4 ; (b) f x , y , z =x 2 y 3z 4 ; (c) f x , y , z =ex sin y lnz .

    Jawab:

    (a) ∇ f =2 x i3 y2 j4 z3 k

    (b) ∇ f =2 x y 3z 4 i3 x 2 y2 z4 j4 x 2 y3 z4 k

    (c) ∇ f =e x sin y ln z iex cos y ln z jex sin y 1z k

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 21

    SOAL 6

    Ketinggian dari suatu bukit (dalam satuan meter) diberikan oleh

    h x , y =102 x y�3 x 2�4 y 2�18x28 y12 ,

    dengan y adalah jarak (dalam km) sebelah utara, x adalah jarak ke timur kota Bandung.

    (a) Di manakah puncak bukit tersebut berada?

    (b) Berapa ketinggian bukit tersebut?

    (c) Seberapa curam kemiringan (dalam satuan m/km) pada sebuah titik 1 km utara dan 1

    km timur kota Bandung? Pada arah manakah kemiringan tercuram di titik tersebut?

    Jawab:

    (a) Tentukan gradien fungsi terlebih dahulu:

    ∇ h=10[2 y�6 x�18 i2 x�8 y28 j ] .

    Untuk menentukan puncak bukit, gunakan syarat ∇ h=0 (puncak bukit merupakan

    salah satu jenis titik stasioner):

    ∇ h=10[2 y�6 x�18 i2 x�8 y28 j ]=0 , menghasilkan sistem persamaan

    linear dua peubah:

    2 y�6 x�18=02 x�8 y28=0

    } . Solusi dari sistem persamaan ini adalah x , y =�2 ,3 .

    Dengan demikian puncak bukit tersebut berada pada 2 km sebelah barat dan 3 km

    utara Bandung.

    (b) Substitusikan x , y =�2 ,3 pada h x , y :

    h �2, 3=10 �12�12�36368412=720 m .

    (c) Substitusikan x , y =1, 1 pada ∇ h .

    ∇ h 1 ,1=10 [2�6�18i2�828 j ]=220 �ij .

    ∣∇ h∣=2202≈311 m/km , arahnya ke barat laut (135 derajat dari sumbu-x positif).

  • x

    y

    z

    (1 , 1 , 1 )

    O

    x

    y

    z

    (1 , 1 , 1 )

    O

    z = x2 = y2

    Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 22

    SOAL 7

    Misalkan r adalah sebuah vektor dari suatu titik tertentu x 0 , y 0 , z0 ke titik x , y ,z

    dan r adalah panjangnya.

    (a) Tunjukkan bahwa ∇ r2=2r

    (b) Cari rumus umum untuk ∇ rn (dalam bentuk r , yaitu vektor satuan yang searah

    dengan r )

    Jawab:

    r=x�x 0 i y� y 0 jz�z0 k

    r=x�x 02 y� y 02z�z 0 2

    r2=x�x 0

    2 y� y 02z�z 0

    2

    (a)∇ r2= ∂

    ∂ x[x�x 0

    2 y� y0 2z�z 0

    2 ]i ∂∂ y[x�x 0

    2 y� y 02z�z0

    2] j

    ∂∂ z[x�x 0

    2 y� y 02z�z0

    2] k

    =2x�x 0 i2 y� y 0 j2 z�z 0 k=2r (terbukti)

    (b) ∂∂x rn =n rn�1

    ∂ r

    ∂x=n rn�112 1r 2 rx=n rn�1 r x , ( rx=x�x 0 )

    ∂∂ y rn =n r n�1 r y ,

    ∂∂z rn =n rn�1 rz ; sehingga ∇ rn =n rn�1 r .

    SOAL 8

    Ujilah kebenaran teorema gradien, menggunakan fungsi T=x24 x y2 y z3 dengan

    titik-titik a=0, 0 ,0 , b=1 ,1, 1 dan dua lintasan berikut:

    (a) (b)

    (x0 , y0 , z0 )

    (x, y, z)

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 23

    Jawab:

    Teorema gradien adalah: ∫a

    b

    ∇ T ⋅d r=T b �T a .

    Pada soal telah disebutkan T=x24 x y2 y z3 , sehingga

    T a =0 ; T b =142=7 ; dan T b �T a =7 .

    (a) Lintasan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian,

    - bagian 1, x :01 , y=z=dy=dz=0 . ∫ ∇ T ⋅d r 1=∫0

    1

    2 x dx=[x 2 ]01=1 .

    - bagian 2, y :01 , x=1 , z=0 , dx=dz=0 . ∫ ∇ T ⋅d r 2=∫0

    1

    4 dy=[4 y ]01=4 .

    - bagian 3, z :01 , x= y=1 , dx=dy=0 . ∫ ∇ T ⋅d r 3=∫0

    1

    6z 2dz=[2z 3]01=2 .

    ∫a

    b

    ∇ T ⋅d r=∫ ∇ T ⋅d r 1∫ ∇ T ⋅d r 2∫ ∇ T ⋅d r 3=142=7 .

    (b) ∇ T ⋅d r=2 x4 y dx4 x2z3dy6 y z 2dz .

    Karena x :01; y=x , z=x 2 , dy=dx , dz=2 x dx , maka

    ∇ T ⋅d r=2 x4 x dx4 x2 x6 dx6 x x 4 dx=10x14 x 6 dx

    ∫0

    1

    ∇ T ⋅d r=∫0

    1

    10x14 x 6 dx=[5 x 22 x7 ]01=52=7 .

    SOAL 9

    Uji kebenaran teorema divergensi untuk fungsi

    v=x y i2 y z j3 x z k . Gunakan volum pada

    gambar kubus di samping dengan panjang sisi 2 satuan!

    Jawab:

    Teorema divergensi adalah: ∫V

    ∇⋅v d =∮S

    v⋅d a .

    Cari dulu nilai ruas kiri: sesuai dengan soal, dapat diperoleh ∇⋅v= y2z3 x .

    x

    y

    z

    2

    2

    2

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 24

    ∫ ∇⋅v d =∫0

    2

    ∫0

    2

    ∫0

    2

    y2z3 x dx dy dz=48 .

    Cek nilai ruas kanan dengan menggunakan penomoran permukaan berikut ini:

    (I) d a1=dy dz i , x=2 ; ∫v⋅d a 1=∫0

    2

    ∫0

    2

    2 y dy dz=2 [ y2 ]02=8 .

    (II) d a 2=�dy dz i , x=0 ; v⋅d a 2=0 ; ∫v⋅d a 2=0 .

    (III) d a3=dx dz j , y=2 ; ∫v⋅d a 3=∫0

    2

    ∫0

    2

    4z dx dz=16 .

    (IV) d a4=�dx dz j , y=0 ; v⋅d a 4=0 ; ∫v⋅d a 4=0 .

    (V) d a5=dx dy k , z=2 ; ∫v⋅d a 5=∫0

    2

    ∫0

    2

    6 x dx dy=24 .

    (VI) d a6=�dx dy k , z=0 ; v⋅d a6=0 ; ∫v⋅d a 6=0 .

    Jumlahkan seluruh integrasi (I) s.d. (VI), ternyata hasilnya adalah

    ∫v⋅d a=81624=48 (cocok dengan ruas kiri).

    SOAL 10

    Ujilah kembali kebenaran teorema divergensi untuk fungsi

    v=r2cos rr

    2cos �r 2cossin .

    Gunakan bola berjari-jari R pada oktan pertama sebagai volum yang ditinjau!

    x

    y

    z

    (I )

    (II )

    (II I)(IV )

    (V )

    (V I)

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 25

    Jawab:

    Sesuai transformasi pada koordinat lengkung, divergensi

    untuk koordinat bola dapat dituliskan

    ∇⋅v=1

    r2∂∂ rr 2v r

    1

    r sin∂∂vsin

    1

    r sin

    ∂v∂

    ,

    sehingga untuk soal ini diperoleh

    ∇⋅v=1

    r2

    ∂∂ rr 2r 2 cos

    1

    r sin∂∂r 2cos sin

    1

    r sin∂∂

    �r 2 cos sin

    =1

    r24 r

    3cos

    1

    r sinr2coscos

    1

    r sin�r 2 cos cos

    =r cossin

    [4 sincos�cos]=4 r cos .

    Kemudian hitung ruas kiri teorema divergensi dengan elemen volum dalam koordinat

    bola, d =r 2 sindr d d :

    ∫ ∇⋅v d =∫∫∫ 4 r cosr 2sindr d d =4∫0

    R

    r2dr ∫

    0

    / 2

    cossind ∫0

    /2

    d

    =R 4 12 2 =R4

    4.

    Sekarang cek ruas kanan, perrmukaan bola yang dimaksud terdiri dari 4 bagian:

    (1) bagian lengkung, d a1=R2sin d d r ; r=R ; v⋅d a 1=R

    2cosR 2sin d d

    ∫v⋅d a 1=R4∫0

    /2

    cossind ∫0

    /2

    d =R4122 =R4

    4.

    (2) kiri: d a 2=�r dr d ; =0 ; v⋅d a 2=r2cossinr dr d =0 ⇒ ∫ v⋅d a 2=0 .

    (3) belakang: d a3=r dr d ; =2; v⋅d a3=�r

    2cossinr dr d =�r 3cosdr d

    ∫v⋅d a 3=�∫0

    R

    r3dr ∫

    0

    /2

    cosd =� 14 R 41=� 14 R4 .

    x

    y

    z

    R

    R

    R

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 26

    (4) alas: d a4=r sin dr d ; =2; v⋅d a=r

    2cosr dr d

    ∫v⋅d a 4=∫0

    R

    r3dr ∫

    0

    /2

    cosd =1

    4R

    4.

    Totalnya adalah: ∫v⋅d a=R4

    40�

    1

    4R

    41

    4R

    4=R 4

    4 (cocok).

    SOAL 11

    Uji kebenaran teorema Stokes (curl) untuk fungsi v= y k

    pada permukaan segitiga seperti gambar di samping!

    Jawab:

    Teorema Stokes adalah: ∫S

    ∇×v ⋅d a=∮v⋅d r

    Cek ruas kanan, v⋅d r = y dz .

    Ambil jalur yang berlawanan jarum jam pada garis-garis batas permukaan tertutup segitiga.

    Ada 3 bagian garis pada segitiga tersebut:

    (1) kiri: z=a�x ; dz=�dx ; y=0 ; sehingga ∫v⋅d r 1=0 .

    (2) alas: dz=0 , sehingga ∫v⋅d r 2=0 .

    (3) belakang (kanan): z=a�1

    2y ; dz=

    �12

    dy ; y : 2a0 .

    ∫v⋅d r 3=∫2 a

    0

    y �12

    dy =�1

    2 [ y2

    2 ]2 a0

    =4 a

    2

    4=a 2

    Totalnya dalam loop tertutup adalah ∮v⋅d r =00a 2=a 2 .

    Sekarang cek ruas kiri: ∇×v=i .

    ∫ ∇×v ⋅d a= proyeksi permukaan segitiga pada bidang xy=1

    2a 2a =a 2 (cocok).

    x

    y

    z

    (0 , 0 , a)

    (a , 0 , 0 )

    (0 , 2a , 0 )

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 27

    SOAL 12

    Misalkan F 1=x2 k dan F 2=x i y jz k . Hitung divergensi juga curl dari F 1 dan

    F 2 . Manakah yang dapat dituliskan sebaga gradien dari skalar? Cari potensial skalar yang

    cocok dengannya! Dan manakah yang dapat dinyatakan sebagai curl dari vektor? Cari

    potensial vektor yang cocok dengannya!

    Jawab:

    ∇⋅F 1=∂∂ x0 ∂

    ∂ y0 ∂

    ∂zx 2 =0; ∇⋅F 2=

    ∂x∂x∂ y∂ y∂z∂z=111=3 .

    ∇× F 1=∣i j k∂∂ x

    ∂∂ y

    ∂∂ z

    0 0 x2 ∣=�j ∂∂ x x 2=�2 x j ; ∇× F 2=∣

    i j k∂∂x

    ∂∂ y

    ∂∂ z

    x y z∣=0 .

    ➔ ∇× F 2=0 , maka F 2 adalah gradien dari suatu skalar.

    Potensial skalar yang memenuhi adalah V=�1

    2x 2 y 2z2 sehingga F 2=�

    ∇V .

    ➔ ∇⋅F 1=0 , maka F 1 adalah curl dari suatu vektor.

    Potensial vektor yang berkaitan dengan F 1 adalah A dengan syarat F 1=∇× A ,

    menyebabkan ∂A y∂z �∂Az∂ y =∂Ax∂z �∂Az∂ x =0 ; ∂A y∂x

    �∂Ax∂ y

    =x 2 ⇒ A y=x3

    3.

    Dengan ketentuan ini dapat dipilih Ax=Az=0 sehingga A=x2

    3j (tapi tidak unik).

    Fungsi Delta Dirac (Pengayaan)

    Misalkan ada suatu fungsi vektor v=1

    r2r dalam koordinat bola. Pada setiap titik, v

    mengarah radial keluar.

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 28

    Jika seseorang mencari sebuah fungsi dengan divergensi positif yang sangat besar, maka

    fungsi itulah contohnya. Akan tetapi, jika divergensinya dihitung dengan cara biasa

    (koordinat bola), ternyata hasilnya tepat nol !

    ∇⋅v=1

    r2

    ∂∂ r r 2 1r 2 =

    1

    r2

    ∂∂r1=0 .

    Lebih aneh lagi jika kita coba uji kebenaran teorema divergensi dengan mengecek ruas

    kanan teorema, yaitu dengan mengintegrasikan fungsi sepanjang permukaan bola berjari-

    jari R yang berpusat pada titik asal koordinat:

    ∮v⋅d a=∫ 1R 2 r ⋅R 2sin d d r =∫0

    sind ∫0

    2

    d=4 ,

    padahal ruas kiri teorema divergensi, ∫ ∇⋅v d =0 .

    Mana yang benar? Ruas kiri atau ruas kanan? Apakah teorema divergensi telah salah?

    Permasalahan rupanya disebabkan oleh titik r=0 di mana v nilainya meledak secara

    liar (pembagian dengan nol akan menghasilkan nilai tak hingga). Divergensi v ( ∇⋅v )

    sebenarnya memang bernilai nol, kecuali di r=0 . Oleh karena itu, perlu didefinisikan

    fungsi baru yang dapat mengakomodasi sifat divergensi ini. Patokan yang digunakan untuk

    adalah nilai teorema divergensi untuk kasus ini haruslah 4 (mengacu pada ruas kanan).

    Fungsi spesial ini dikenal dengan nama fungsi delta Dirac.

    Fungsi delta Dirac 1D

    Gambar 15. Fungsi delta Dirac, luas daerah di bawah kurva bernilai 1 satuan.

    x�a

    xa

    luasnya 1 satuan

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 29

    Definisi:

    x�a ={0,∞ , jika x≠ajika x=a } dengan ∫�∞∞

    x�a dx=1 .(55)

    Sifat-sifat:

    f x x�a = f a x�a dan ∫�∞

    f x x�a dx= f a .(56)

    Fungsi delta Dirac 3D

    Definisi yang diberikan pada fungsi delta Dirac 1D dapat diperluas menjadi 3D:

    3 r =x y z , (57)

    dan integral volumnya bernilai 1:

    ∫3 r d =∫�∞

    ∫�∞

    ∫�∞

    x y z dx dy dz=1 . (58)

    Selain itu,

    f r 3r�r 0= f r 0 . (59)

    Dengan fungsi delta Dirac ini, masalah yang dikemukakan pada bagian awal dapat

    terpecahkan secara mudah, yaitu

    ∇⋅ rr 2 =43r ,atau secara umum

    ∇⋅ rr 2 =43r . (60)

    SOAL 13

    (a) Tuliskan pernyataan yang menyatakan kerapatan massa dari sebuah partikel bermassa

    m yang berada pada titik r 0 . Lakukan hal yang sama untuk rapat muatan dari suatu

  • Kappa Mu Phi, 2007

    halaman 30

    muatan titik pada r 0 !

    (b) Berapa rapat muatan dari sebuah dipol listrik, yang terdiri dari muatan titik -q pada

    titik asal koordnat dan muatan titik +q pada r 0 ?

    (c) Berapakah rapat muatan yang seragam dari kulit bola tipis berjari-jari R dan muatan

    totalnya Q?

    Jawab:

    (a) Perhatikan pers. (58), satu per volum merupakan fungsi delta Dirac, sehingga:

    m r =m 3 r�r 0 ; q r =q

    3 r�r 0 .

    (b) r =q 3r�r 0�q

    3r .

    (c) Misalkan r =Ar�R . Untuk mendapatkan konstanta A, maka dibutuhkan

    syarat Q=∫r d =∫ Ar�R 42dr=A 4R 2 , sehingga A=Q

    4R 2.

    Dengan demikian, r =Q

    4R 2r�R .

    ***