Analisis Vektor...ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah...
Embed Size (px)
Transcript of Analisis Vektor...ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah...
-
ANALISIS VEKTOR
Aljabar Vektor
Operasi vektor
Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah
perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran yang
hanya memiliki nilai tanpa arah disebut dengan skalar. Contohnya adalah massa, muatan,
kerapatan, dan temperatur. Untuk notasinya, besaran yang dinyatakan sebagai vektor akan
ditandai dengan tanda panah di atas simbolnya ( A , B , dan seterusnya), sedangkan skalar
dinyatakan dengan huruf biasa. Besar (nilai) dari suatu vektor A dapat dituliskan ∣A∣
atau dengan notasi skalar, A .
Gambar 1
Dalam diagram, vektor biasanya dinyatakan dengan panah. Panjang dari panah
sebanding dengan besar vektor dan kepala panah menyatakan arah dari vektor tersebut.
Minus A (yaitu �A ) adalah sebuah vektor dengan besar yang sama seperti A , tetapi
pada arah sebaliknya (gambar 1). Perhatikan bahwa vektor memiliki besar dan arah, tetapi
tidak mutlak menyatakan lokasi. Sebagai contoh, sebuah perpindahan sejauh 4 km ke arah
utara dari Bandung direpresentasikan dengan vektor yang sama pada perpindahan sejauh 4
km ke utara Padang (kelengkungan Bumi diabaikan). Dengan demikian vektor dapat
digeser sesuka hati selama besar dan arahnya tidak diubah.
halaman 1
A�A
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 2
Operasi vektor dapat dibagi menjadi empat kelompok:
(1) Penjumlahan dua vektor. Tempatkan ekor B pada kepala A sehingga dapat
diperoleh jumlah vektor AB , yaitu vektor dari ekor A hingga kepala B (gambar 2).
Penjumlahan vektor bersifat komutatif sehingga jika B ditukar dengan A pada proses di
atas, maka hasilnya akan tetap sama:
AB=B A .
Gambar 2
Penjumlahan ini juga bersifat asosiatif:
AB C= ABC .
Untuk mengurangkan sebuah vektor (gambar 3), tambahkan kebalikannya:
A�B= A�B .
Gambar 3
(2) Perkalian dengan sebuah skalar. Perkalian suatu vektor oleh sebuah skalar k
positif merupakan perkalian besar vektor oleh skalar tersebut dengan arah yang tidak
berubah (gambar 4). Namun jika k negatif, arah vektor berubah menjadi sebaliknya.
A
B
B A
A
B
B A
A
�B
A�B
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 3
Perkalian ini bersifat distributif:
k AB =k AkB .
Gambar 4 Gambar 5
(3) Perkalian titik dua vektor. Perkalian titik didefinisikan oleh
A⋅B=ABcos , (1)
dengan adalah sudut antara vektor-vektor tersebut ketika kedua ekornya saling bertemu
(gambar 5). Perhatikan bahwa A⋅B menghasilkan sebuah skalar sehingga perkalian titik
ini sering juga disebut perkalian skalar. Perkalian ini bersifat komutatif,
A⋅B=B⋅A ,
dan distributif,
A⋅BC = A⋅B A⋅C . (2)
Secara geometri, A⋅B adalah perkalian dari A dengan proyeksi B pada A (atau
sebaliknya perkalian B dengan proyeksi A pada B ). Jika dua vektor sejajar, maka
A⋅B=AB . Untuk sembarang vektor A , secara khusus berlaku
A⋅A=A2 . (3)
Jika vektor A dan B saling tegak lurus, maka A⋅B=0 .
(4) Perkalian silang dua vektor. Perkalian silang didefinisikan oleh
A×B=ABsin n , (4)
A
2 A
A
B
A
B
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 4
dengan n adalah sebuah vektor satuan (yang panjangnya 1) mengarah tegak lurus bidang
yang sisi-sisinya dibentuk oleh vektor A dan B . Namun ternyata ada dua arah yang
tegak lurus bidang tersebut, yaitu “masuk” dan “keluar”. Untuk mengatasi masalah ini,
digunakanlah kesepakatan aturan tangan kanan: jadikan keempat jari selain ibu jari agar
menunjuk pada vektor pertama (dengan ibu jari tegak lurus keempat jari), kemudian putar
keempatnya (pada sudut terkecil) ke arah vektor kedua, maka ibu jari menandakan arah
dari perkalian silang kedua vektor tersebut. Perhatikan bahwa A×B akan menghasilkan
sebuah vektor sehingga perkalian silang sering disebut dengan perkalian vektor.
Gambar 6. A×B mengarah keluar bidang kertas, B×A mengarah masuk bidang kertas.
Perkalian silang bersifat distributif,
A×BC = A×B A×C , (5)
tetapi tidak komutatif, justru
A×B=�B× A . (6)
Secara geometri, ∣A×B∣ adalah luas daerah jajaran genjang yang dibentuk oleh A dan
B (gambar 6). Jika kedua vektor saling sejajar, maka perkalian silangnya nol dan secara
khusus A× A=0 untuk sembarang vektor A .
Bentuk komponen
Pada bagian sebelumnya telah didefinisikan beberapa operasi vektor dalam bentuk yang
masih kabur, yakni tanpa merujuk pada sistem koordinat tertentu. Dalam praktik biasanya
cukup mudah untuk bekerja dengan komponen vektor dalam sistem koordinat tertentu.
Misalkan pada koordinat kartesian: i , j , dan k masing-masing adalah vektor satuan
A
B
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 5
yang sejajar dengan sumbu-x, y, dan z (gambar 7). Sebuah vektor sembarang A dapat
dinyatakan dalam suku vektor basis tersebut (gambar 8), yaitu
A=Ax iA y jAz k .
Gambar 7 Gambar 8
Bilangan Ax , A y , dan Az disebut komponen dari A . Tafsiran geometri dari
komponen vektor tersebut adalah proyeksi A sepanjang tiga sumbu koordinat. Dengan
hasil ini, keempat operasi vektor yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dirumuskan ulang
dalam bentuk komponen-komponennya:
(1) Penjumlahan dua vektor:
AB=AxBx iA yB y jAzBz k . (7)
(2) Perkalian dengan sebuah skalar:
k A=k Ax ik A y jk Az k . (8)
(3) Perkalian titik dua vektor:
i⋅i=j⋅j=k ̇k=1; i ̇j=i⋅k=j⋅k=0 .
A⋅B=Ax BxA y B yAzBz .
A⋅A=Ax2A y
2Az2 ,
⇒ A=Ax2A y2Az2 .
(9)
(10)
(11)
x
y
z
i
jk
x
y
z
A x i
A y j
Az kA
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 6
(4) Perkalian silang dua vektor:
i×i=j×j=k×k=0 ,
i×j=�j×i=k ,
j×k=�k×j=i ,
k×i=�i×k=j .
A×B=∣i j kAx A y AzBx B y Bz
∣ .
(12)
(13)
Perkalian tripel
Perkalian titik dan silang antara 3 buah vektor, A , B , dan C dapat menghasilkan
sesuatu yang berarti dalam bentuk A⋅B C , A⋅B×C , dan A×B×C . Aturan-
aturan yang berlaku adalah:
A⋅B C≠ A B⋅C .
A⋅B×C =B⋅ C× A =C⋅ A×B ,
A⋅B×C =∣Ax A y AzBx B y BzC x C y C z
∣ .A×B×C ≠ A×B×C ,
A×B×C = A⋅C B� A⋅B C
A×B ×C= A⋅C B�B⋅C A .
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
Perkalian A⋅B×C disebut dengan perkalian tripel skalar dan dapat ditulis [ A B C ] .
Secara geometri, perkalian tripel skalar akan menghasilkan besar volume ruang yang
dibentuk oleh A , B , dan C sebagai sisi-sisinya. Volume ruang tersebut akan bernilai
positif atau negatif tergantung pada unsur perkalian silang di dalam perkalian tripel skalar.
Sementara itu, perkalian A×B×C disebut dengan perkalian tripel vektor karena hasil
akhirnya adalah sebuah vektor.
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 7
Posisi, perpindahan, dan jarak
Lokasi sebuah titik dalam tiga dimensi dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian
x , y ,z . Vektor yang mengarah ke titik tersebut dari titik asal disebut dengan vektor
posisi:
r=x i y jz k . (19)
Besarnya
r=x 2 y2z 2 , (20)
adalah jarak dari titik asal, dan
r=rr=
x i y jz k
x 2 y 2z 2, (21)
merupakan vektor satuan yang mengarah radial keluar.
Bagian kecil vektor perpindahan, dari x , y ,z hingga xdx , ydy ,zdz adalah
d r=dx idy jdz k . (22)
Pada berbagai kasus fisika, kita akan sering berhadapan dengan permasalahan yang
melibatkan dua titik, yatu sebuah titik sumber r ' (tempat sumber medan berada) dan titik
medan r yang sedang ditinjau besar medannya. Akan memudahkan jika sejak awal
dibuatkan notasi baru untuk menyatakan posisi relatif dari titik sumber ke titik medan.
Notasi yang akan digunakan untuk keperluan ini adalah r (gambar 9):
r=r�r ' . (23)
Gambar 9. Vektor posisi relatif antara titik sumber dan titik medan.
r
r '
r
titik sumber
titik medan
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 8
Besar dari vektor posisi relatif tersebut adalah
r=∣r�r '∣ , (24)
dan vektor satuannya (mengarah dari r ' ke r ):
r=r
r=r�r '∣r�r '∣
. (25)
Kalkulus Vektor
Limit, kontinuitas, dan turunan fungsi vektor
Jika untuk setiap nilai suatu skalar u kita kaitkan sebuah vektor A , maka A disebut
fungsi dari u dan dinyatakan dengan A u . Notasi ini dalam tiga dimensi dapat dituliskan
menjadi A u =A x u iA y u jAz u k .
Konsep fungsi ini dapat diperluas dengan mudah. Jika setiap titik x , y ,z berkaitan
dengan sebuah vektor A , maka A adalah fungsi dari x , y ,z yang dinyatakan dengan
A x , y ,z =Ax x , y , z iA y x , y , z jAz x , y ,z k . Dapat dikatakan vektor A
ini mendefinisikan sebuah medan vektor dan serupa dengannya x , y ,z mendefinisikan
medan skalar.
Aturan limit, kontinuitas, dan turunan untuk fungsi vektor mengikuti aturan yang sama
seperti skalar.
(1) Fungsi vektor yang dinyatakan dengan A u dikatakan kontinu pada u0 jika untuk
setiap bilangan positif dapat ditemukan suatu bilangan positif sehingga
∣A u � A u0∣ dengan ∣u�u0∣ . Pernyataan ini ekuivalen dengan
limu u0
Au = A u 0 .
(2) Turunan dari A u didefinisikan d Adu= limu0
A u u � A u u
, dengan syarat
limitnya ada. Pada kasus A u =A x u iA y u jAz u k dapat diperoleh
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 9
d Adu=
dAx
dui
dA y
duj
dAz
duk . (26)
Turunan yang lebih tinggi seperti d 2 A /du 2 didefinisikan dengan cara yang serupa.
(3) Jika A x , y ,z =Ax x , y , z iA y x , y , z jAz x , y ,z k , maka
d A=∂ A∂x
dx∂ A∂ y
dy∂ A∂ z
dz . (27)
adalah diferensial total dari A .
(4) Turunan dari perkalian vektor dengan skalar atau vektor dengan vektor mengikuti
aturan yang sama seperti pada fungsi skalar. Namun perlu diingat ketika kita
melibatkan perkalian silang maka urutan penulisan penting untuk diperhatikan karena
terkait dengan arah dari hasil perkalian tersebut.
Beberapa contoh diantaranya:
d
du A=
d Adu
ddu
A ,
∂∂ y A⋅B= A⋅
∂B∂ y∂A∂ y⋅B , (urutan tidak masalah)
∂∂ z A×B =A×
∂ B∂ z∂ A∂z×B (pertahankan urutan A dan B ).
(28)
(29)
(30)
Gradien, Divergensi, dan Curl
Misalkan sebuah operator vektor ∇ dalam koordinat kartesian didefinisikan
∇=i ∂∂ xj ∂
∂ yk ∂
∂ z . (31)
Jika x , y ,z dan A x , y ,z memiliki turunan parsial pertama yang kontinu pada
daerah tertentu, maka dapat didefinisikan beberapa besaran berikut:
gradien: grad= ∇=∂∂x
i∂∂ y
j∂∂z
k (32)
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 10
divergensi: div A= ∇⋅A=∂Ax∂ x
∂ A y∂ y
∂ Az∂z
curl: curl A= ∇× A=∣i j k∂∂ x
∂∂ y
∂∂ z
Ax A y Az∣
(33)
(34)
Jika turunan parsial dari fungsi-fungsi A , B , U , dan V diasumsikan ada, maka
1. ∇UV = ∇U ∇V atau grad UV =gradUgradV
2. ∇⋅ AB= ∇⋅A∇⋅B atau div AB=div Adiv B
3. ∇× AB = ∇× A ∇×B atau curl AB =curl Adiv B
4. ∇⋅U A = ∇U ⋅AU ∇⋅A
5. ∇×U A= ∇U ×AU ∇× A
6. ∇⋅ A×B=B⋅ ∇× A� A⋅ ∇×B
7. ∇× A×B =B⋅∇ A�B ∇⋅A� A⋅∇ BA ∇⋅B
8. ∇ A⋅B =B⋅∇ A A⋅∇BB× ∇× A A× ∇×B
9. ∇⋅ ∇U =∇2U=
∂2U
∂x 2∂2U
∂ y 2∂2U
∂z 2 disebut Laplacian dari U
dan ∇2=∂2
∂x2
∂2
∂ y2
∂2
∂ z2 disebut dengan operator Laplacian.
10. ∇× ∇U =0 . Curl dari gradien U adalah nol.
11. ∇⋅ ∇× A =0 . Divergensi dari curl A adalah nol.
12. ∇× ∇× A = ∇ ∇⋅A �∇ 2 A
Gradien, divergensi, dan curl bukanlah sekedar operasi matematik belaka. Ketiganya
dapat ditafsirkan secara geometri.
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 11
Tafsiran Gradien. Seperti vektor lainnya, gradien memiliki besar dan arah. Untuk
menentukan arti geometrinya, kita dapat memisalkan ada sebuah fungsi tiga variabel,
katakanlah temperatur dalam ruang, T x , y ,z , yang merupakan sebuah skalar.
Seberapa cepat perubahan temperatur tersebut dinyatakan dalam bentuk diferensial total
dT=∂T∂x dx∂T∂ y dy∂T∂ z dz . (35)Dalam bentuk perkalian titik, pernyataan di atas setara dengan
dT=∂T∂x i∂T∂ y j∂T∂z k⋅dx idy jdz k= ∇ T ⋅d r ,
(36)
atau
dT= ∇ T⋅d r =∣∇T∣∣d r ∣cos , (37)
yang berarti
dT
dr=∣∇ T∣cos= ∇ T⋅u , (38)
dengan adalah sudut antara ∇ T dan d r , kemudian u adalah suatu vektor satuan
yang menyatakan arah gerak kita. Dengan demikian, laju perubahan temperatur ( dT /dr )
akan bernilai paling besar ketika geraknya searah dengan ∇ T (yaitu saat =0 ).
Bayangkan kita berada pada sebuah lereng bukit. Lihat ke sekeliling dan temukan
bagian yang paling curam. Itu adalah arah dari gradien. Sekarang ukur kemiringan pada
arah tersebut. Itu adalah besar dari gradien. Lalu bagaimana jika gradiennya nol? Jika
∇ T=0 pada x , y ,z , maka dT=0 untuk perpindahan yang kecil di sekitar titik
x , y ,z . Keadaan ini akan berarti sebuah titik stasioner dari fungsi T x , y ,z . Titik
tersebut dapat berupa nilai maksimum (puncak), minimum (lembah), daerah pelana, atau
sebuah permukaan berbentuk seperti “bahu”.
Tafsiran Divergensi. Sesuai namanya, divergensi ∇⋅A menyatakan ukuran
penyebaran vektor A . Perhatikan gambar 10 sebagai contoh pada kasus dua dimensi.
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 12
Fungsi pada gambar 10(a) memiliki divergensi yang sangat besar dan positif (jika panahnya
mengarah ke dalam berarti nilainya negatif), fungsi pada gambar 10(b) memiliki divergensi
nol, dan fungsi pada gambar 10(c) memiliki divergensi positif yang nilainya agak kecil.
(a) (b)
(c)
Gambar 10
Tafsiran Curl. Pemilihan nama curl juga disesuaikan dengan arti geometrinya yang
menyatakan ukuran rotasi pada sebuah titik. Oleh karena itu seluruh fungsi pada gambar
10 memiliki curl yang bernilai nol (bisa kita cek dengan mengetahui fungsinya) dan fungsi
pada gambar 11 memiliki curl yang sangat besar berarah pada sumbu-z.
Gambar 11
x
y
z
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 13
Koordinat lengkung
Misalkan persamaan transformasi
x= f u 1, u2 , u3 , y= g u 1, u2 , u3 , z=h u1 ,u 2 ,u 3 (39)
(dengan asumsi f, g, h kontinu, memiliki turunan parsial kontinu, dan memiliki sebuah nilai
invers tunggal) membentuk korespondensi satu-satu antara titik-titik dalam sistem
koordinat xyz dan u1 u 2u3 . Dalam notasi vektor, persamaan (39) dapat dituliskan
r=x i y jz k= f u1 ,u 2 ,u 3i g u1 ,u 2 ,u 3 jh u 1, u2 ,u 3 k . (40)
Sebuah titik P (gambar 12) dengan demikian dapat didefinisikan tidak hanya oleh
koordinat x , y ,z tetapi juga oleh koordinat u 1, u2 , u3 . Kita sebut u 1, u2 , u3
sebagai koordinat lengkung dari suatu titik.
Gambar 12
Dari persamaan (40), diperoleh
d r=∂r∂ u1
du 1∂r∂ u 2
du 2∂r∂ u 3
du 3 . (41)
Dalam sistem koordinat lengkung ini, bentuk diferensial dari panjang busur suatu kurva
dapat dituliskan
ds2= g11du1
2 g22 du22 g 33du3
2 , (42)
dengan
y
z
P
r
x
e1 e2
e3
u 2
u 3
u 1
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 14
g11=∂r∂x⋅∂r∂x
, g22=∂r∂ y⋅∂r∂ y
, g22=∂r∂ z⋅∂r∂ z
. 43)
Vektor ∂r /∂u 1 bersinggungan dengan koordinat u1 pada P. Jika e1 merupakan
sebuah vektor satuan pada arah tersebut, maka ∂r /∂u 1=h1 e 1 dengan h1=∣∂r /∂u 1∣ .
Serupa dengannya, ∂r /∂ u 2=h2 e 2 dan ∂r /∂u 3=h3 e3 dengan h2=∣∂r / ∂ u2∣ dan
h3=∣∂r /∂u 3∣ . Dengan demikian,
d r=h1du 1 e 1h2du2 e 2h3du3 e 3 , (44)
Besaran h1 ,h2 , h3 sering disebut sebagai faktor skala.
Jika e1 , e 2 , e3 saling tegak lurus pada titik P, koordinatnya dikatakan ortogonal. Oleh
karena itu, kita temukan kuadrat panjang busur adalah
ds2=d r⋅d r=h1
2du1
2h 22du2
2h32du3
2 , (45)
yang bersesuaian dengan panjang diagonal ruang balok pada gambar 12, dan elemen
volumnya ( d ) dapat ditulis
d =h1h2h3du1du 2du3 . (46)
Misalkan adalah sebuah fungsi skalar dan A=A1 e 1A2 e 2A3 e3 adalah fungsi
dalam koordinat lengkung ortogonal u1 ,u 2 ,u 3 , maka gradien, divergensi, curl, dan
laplacian-nya adalah:
1. ∇=grad=1
h1
∂∂u 1
e11
h2
∂∂ u2
e21
h3
∂∂u3
e 3
2.∇⋅A=div A=
1
h1 h2 h3 [∂∂ u1
A1 h2 h3∂∂u 2
h1 A2h 3∂∂u 3
h1 h2 A3 ]
3. ∇× A=curl A=1
h1h2h3∣h1 e1 h2 e2 h3 e 3∂∂ u1
∂∂ u2
∂∂u3
A1 A2 A3∣
4. ∇2= laplacian=1
h1h2 h3 [ ∂∂u 1h2 h 3h1
∂∂ u1 ∂∂ u2
h1h3h2
∂∂ u2 ∂∂ u3
h1h2h3
∂∂ u3 ]
-
X
Y
Z
r
ρxy
φO
z
P(ρ, θ, z)
X
Y
Z
r
ρx
y
φO
z
θ
P(r, θ, φ)
î
ĵ
k̂
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 15
Keempat bentuk tersebut* akan tereduksi menjadi ekspresi biasa dalam koordinat
kartesian jika u1 , u2 ,u3 digantikan oleh x , y ,z ; lalu e1 , e 2 , e3 diganti dengan i , j , k ; dan
h1=h2=h3=1 .
Bentuk khusus koordinat lengkung ortogonal lain diantaranya adalah koordinat silinder
dan koordinat bola.
Gambar 13 Gambar 14
Koordinat Silinder , ,z . Perhatikan gambar 13.
Persamaan transformasi: x=cos , y=sin , z=z ,
dengan ≥0 ,0≤2 ,�∞z∞ .
Faktor skala: h1=1 ,h 2= ,h3=1 .
Elemen panjang busur: ds2=d 22d 2dz 2 .
Elemen volum: d =d d dz
Perhatikan bahwa dari sini dapat juga diperoleh hasil lain untuk koordinat polar dalam
bidang dengan mengabaikan ketergantungan pada z. Sebagai contoh dalam kasus
koordinat polar tersebut, ds 2=d 22 d 2 ; sedangkan elemen volum digantikan oleh
elemen luas, da=d d .
* Lihat buku Mathematical Methods in The Physical Sciences (Mary L. Boas) untuk penurunan lengkapnya.
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 16
Koordinat Bola , , . Perhatikan gambar 14.
Persamaan transformasi: x=r sin cos , y=r sin sin ,z=r cos ,
dengan r≥0 ,0≤≤ , 0≤2 .
Faktor skala: h1=1 ,h 2=r ,h3=r sin .
Elemen panjang busur: ds2=dr 2r 2d 2r 2 sin2 d 2 .
Elemen volum: d =r 2sin dr d d .
Integral Garis, Permukaan, dan Volum
Dalam bahasan listrik magnet selanjutnya akan ditemui berbagai macam bentuk integral,
diantaranya yang paling penting adalah integral garis (atau lintasan), integral permukaan
(atau fluks), dan integral volum.
Integral Garis. Sebuah integral garis I adalah suatu pernyataan dalam bentuk
I=∫a
b
v⋅d r , (47)
dengan v adalah sebuah fungsi vektor, d r adalah elemen vektor perpindahan (pers. 22),
dan daerah integrasi berada pada lintasan antara titik a hingga titik b . Jika lintasan
integrasi membentuk loop tertutup, maka tanda integral diberi tambahan lingkaran:
∮v⋅d r .
Integral Permukaan. Sebuah integral permukaan I didefinisikan
I=∫S
v⋅d a ,(48)
dengan v adalah sebuah fungsi vektor dan d a adalah elemen vektor luas yang arahnya
tegak lurus permukaan yang dimaksud. Jika permukaannya tertutup (menjadi seperti
ruang), maka seperti sebelumnya tanda integral diberi tambahan lingkaran:
∮v⋅d a .
Untuk integral permukaan biasa (pers. 48) , dapat ditemui dua arah yang tegak lurus
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 17
permukaan sehingga pemilihan arah permukaan akan cukup membingungkan. Namun
biasanya kita bebas memilih salah satu dari kedua arah tersebut. Untuk kasus integral
permukaan tertutup, arah yang keluar (menjauh) dari permukaan disepakati sebagai arah
elemen luas, d a .
Integral Volum. Sebuah integral volum I dinyatakan
I=∫V
T d ,(49)
dengan T adalah sebuah fungsi skalar dan d adalah elemen kecil dari volum. Untuk
koordinat kartesian,
d =dx dy dz .
Sebagai contoh, jika T adalah kerapatan suatu materi (yang nilainya dapat bervariasi dari
titik ke titik), maka integral volum akan memberikan massa total.
Kadang akan ditemui juga bentuk integral volum dari suatu fungsi vektor:
∫v d =∫ vx iv y jv z kd =i∫ v x d j∫v y d k∫ v z d .
Teorema fundamental
Untuk memudahkan perhitungan seringkali dibutuhkan penyederhanaan bentuk integral
yang berdasarkan pada teorema tertentu. Ada tiga teorema fundamental berkaitan dengan
operasi diferensial dan integral yang telah dijelaskan sebelumnya.
Teorema Gradien: ∫a
b
∇ T ⋅d r=T b �T a
Teorema Curl (Stokes): ∫S
∇×v ⋅d a=∮v⋅d r
Teorema Divergensi (Gauss): ∫V
∇⋅v d =∮S
v⋅d a
(50)
(51)
(52)
Dari pers. 50 s.d. 52 dapat dilihat bahwa teorema gradien melibatkan operasi gradien dan
integral garis; teorema curl melibatkan operasi curl, integral permukaan, dan integral garis;
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 18
dan teorema divergensi melibatkan operasi divergensi, integral volum, dan integral
permukaan.
Teorema potensial (skalar dan vektor)
Teorema 1. Jika curl dari sebuah medan vektor F bernilai nol dimanapun, maka F
dapat dituliskan sebagai gradien dari sebuah potensial skalar V :
∇×F=0 ⇔ F=�∇V , (53)
atau setara dengan pernyataan berikut:
∫a
b
F⋅d r tidak tergantung lintasan (konservatif) untuk setiap titik-titik ujung yang
diberikan,
∮ F⋅d r =0 untuk sembarang loop tertutup.
Teorema 2. Jika divergensi dari sebuah medan vektor F bernilai nol dimanapun,
maka F dapat dinyatakan sebagai curl dari sebuah potensial vektor A :
∇⋅F=0 ⇔ F= ∇× A , (54)
yang juga setara dengan:
∫ F⋅d a tidak tergantung permukaan untuk setiap batas tertutup yang diberikan,
∮ F⋅d a=0 untuk sembarang permukaan tertutup.
KUMPULAN SOAL-JAWAB
SOAL 1
Misalkan suatu vektor C seperti pada gambar di samping. Turunkan
aturan cosinus dengan memanfaatkan perkalian titik dari vektor C pada
dirinya sendiri dengan menyesuaikan variabel pada A dan B !A
B
C
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 19
Jawab:
Dari gambar dapat kita tentukan: C= A�B , kemudian
C⋅C= A�B⋅ A�B = A⋅A� A⋅B�B⋅AB⋅B ,
atau
C2=A2B2�2 AB cos (aturan cosinus).
SOAL 2
Tentukan sudut antara dua buah diagonal ruang suatu kubus!
Jawab:
Berdasarkan gambar di samping,
A=�1 i�1 j1 k ; A=3
B=1 i1 j1 k ; B=3
A⋅B=�1�11=1=ABcos=33cos
⇔cos=1
3,
sehingga =arc cos13 ≈70,5288o .SOAL 3
Dengan menggunakan perkalian silang, tentukanlah
komponen vektor satuan yang tegak lurus bidang seperti
ada gambar!
Jawab:
Perkalian silang antara dua vektor sembarang yang menjadi
sisi-sisi bidang pada gambar akan menghasilkan vektor
yang tegak lurus bidang tersebut. Sebagai contoh, ambil bagian alas dan sisi sebelah kiri
masing-masing menjadi vektor A dan B :
x
y
z
1
1
1θ
Ar
Br
x
y
z
1
3
2
n̂
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 20
A=�1 i2 j0 k ; B=�1 i0 j3 k
A×B=∣i j k�1 2 0�1 0 3∣=6i3 j2 k .
Vektor A×B ini arahnya sudah sesuai dengan n , tetapi besarnya belum cocok (ingat,
vektor satuan harus bernilai 1 satuan). Untuk menghasilkan vektor satuan n , bagi saja
A×B dengan besarnya: ∣A×B∣=3694=7 . Dengan demikian,
n=A×B
∣A×B∣=6
7i
3j2
7k .
SOAL 4
Carilah vektor posisi relatif r dari titik sumber (2, 8, 7) ke titik medan (4, 6, 8). Tentukan
besarnya dan bentuk vektor satuan r !
Jawab:
r=r�r '=4 i6 j8 k �2 i8 j7 k =2 i�2 j1 k .
∣r∣=441=3 , sehingga r=2
3i�
2
3j
1
3k .
SOAL 5
Tentukan gradien fungsi-fungsi berikut:
(a) f x , y , z =x 2 y3z 4 ; (b) f x , y , z =x 2 y 3z 4 ; (c) f x , y , z =ex sin y lnz .
Jawab:
(a) ∇ f =2 x i3 y2 j4 z3 k
(b) ∇ f =2 x y 3z 4 i3 x 2 y2 z4 j4 x 2 y3 z4 k
(c) ∇ f =e x sin y ln z iex cos y ln z jex sin y 1z k
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 21
SOAL 6
Ketinggian dari suatu bukit (dalam satuan meter) diberikan oleh
h x , y =102 x y�3 x 2�4 y 2�18x28 y12 ,
dengan y adalah jarak (dalam km) sebelah utara, x adalah jarak ke timur kota Bandung.
(a) Di manakah puncak bukit tersebut berada?
(b) Berapa ketinggian bukit tersebut?
(c) Seberapa curam kemiringan (dalam satuan m/km) pada sebuah titik 1 km utara dan 1
km timur kota Bandung? Pada arah manakah kemiringan tercuram di titik tersebut?
Jawab:
(a) Tentukan gradien fungsi terlebih dahulu:
∇ h=10[2 y�6 x�18 i2 x�8 y28 j ] .
Untuk menentukan puncak bukit, gunakan syarat ∇ h=0 (puncak bukit merupakan
salah satu jenis titik stasioner):
∇ h=10[2 y�6 x�18 i2 x�8 y28 j ]=0 , menghasilkan sistem persamaan
linear dua peubah:
2 y�6 x�18=02 x�8 y28=0
} . Solusi dari sistem persamaan ini adalah x , y =�2 ,3 .
Dengan demikian puncak bukit tersebut berada pada 2 km sebelah barat dan 3 km
utara Bandung.
(b) Substitusikan x , y =�2 ,3 pada h x , y :
h �2, 3=10 �12�12�36368412=720 m .
(c) Substitusikan x , y =1, 1 pada ∇ h .
∇ h 1 ,1=10 [2�6�18i2�828 j ]=220 �ij .
∣∇ h∣=2202≈311 m/km , arahnya ke barat laut (135 derajat dari sumbu-x positif).
-
x
y
z
(1 , 1 , 1 )
O
x
y
z
(1 , 1 , 1 )
O
z = x2 = y2
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 22
SOAL 7
Misalkan r adalah sebuah vektor dari suatu titik tertentu x 0 , y 0 , z0 ke titik x , y ,z
dan r adalah panjangnya.
(a) Tunjukkan bahwa ∇ r2=2r
(b) Cari rumus umum untuk ∇ rn (dalam bentuk r , yaitu vektor satuan yang searah
dengan r )
Jawab:
r=x�x 0 i y� y 0 jz�z0 k
r=x�x 02 y� y 02z�z 0 2
r2=x�x 0
2 y� y 02z�z 0
2
(a)∇ r2= ∂
∂ x[x�x 0
2 y� y0 2z�z 0
2 ]i ∂∂ y[x�x 0
2 y� y 02z�z0
2] j
∂∂ z[x�x 0
2 y� y 02z�z0
2] k
=2x�x 0 i2 y� y 0 j2 z�z 0 k=2r (terbukti)
(b) ∂∂x rn =n rn�1
∂ r
∂x=n rn�112 1r 2 rx=n rn�1 r x , ( rx=x�x 0 )
∂∂ y rn =n r n�1 r y ,
∂∂z rn =n rn�1 rz ; sehingga ∇ rn =n rn�1 r .
SOAL 8
Ujilah kebenaran teorema gradien, menggunakan fungsi T=x24 x y2 y z3 dengan
titik-titik a=0, 0 ,0 , b=1 ,1, 1 dan dua lintasan berikut:
(a) (b)
(x0 , y0 , z0 )
(x, y, z)
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 23
Jawab:
Teorema gradien adalah: ∫a
b
∇ T ⋅d r=T b �T a .
Pada soal telah disebutkan T=x24 x y2 y z3 , sehingga
T a =0 ; T b =142=7 ; dan T b �T a =7 .
(a) Lintasan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian,
- bagian 1, x :01 , y=z=dy=dz=0 . ∫ ∇ T ⋅d r 1=∫0
1
2 x dx=[x 2 ]01=1 .
- bagian 2, y :01 , x=1 , z=0 , dx=dz=0 . ∫ ∇ T ⋅d r 2=∫0
1
4 dy=[4 y ]01=4 .
- bagian 3, z :01 , x= y=1 , dx=dy=0 . ∫ ∇ T ⋅d r 3=∫0
1
6z 2dz=[2z 3]01=2 .
∫a
b
∇ T ⋅d r=∫ ∇ T ⋅d r 1∫ ∇ T ⋅d r 2∫ ∇ T ⋅d r 3=142=7 .
(b) ∇ T ⋅d r=2 x4 y dx4 x2z3dy6 y z 2dz .
Karena x :01; y=x , z=x 2 , dy=dx , dz=2 x dx , maka
∇ T ⋅d r=2 x4 x dx4 x2 x6 dx6 x x 4 dx=10x14 x 6 dx
∫0
1
∇ T ⋅d r=∫0
1
10x14 x 6 dx=[5 x 22 x7 ]01=52=7 .
SOAL 9
Uji kebenaran teorema divergensi untuk fungsi
v=x y i2 y z j3 x z k . Gunakan volum pada
gambar kubus di samping dengan panjang sisi 2 satuan!
Jawab:
Teorema divergensi adalah: ∫V
∇⋅v d =∮S
v⋅d a .
Cari dulu nilai ruas kiri: sesuai dengan soal, dapat diperoleh ∇⋅v= y2z3 x .
x
y
z
2
2
2
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 24
∫ ∇⋅v d =∫0
2
∫0
2
∫0
2
y2z3 x dx dy dz=48 .
Cek nilai ruas kanan dengan menggunakan penomoran permukaan berikut ini:
(I) d a1=dy dz i , x=2 ; ∫v⋅d a 1=∫0
2
∫0
2
2 y dy dz=2 [ y2 ]02=8 .
(II) d a 2=�dy dz i , x=0 ; v⋅d a 2=0 ; ∫v⋅d a 2=0 .
(III) d a3=dx dz j , y=2 ; ∫v⋅d a 3=∫0
2
∫0
2
4z dx dz=16 .
(IV) d a4=�dx dz j , y=0 ; v⋅d a 4=0 ; ∫v⋅d a 4=0 .
(V) d a5=dx dy k , z=2 ; ∫v⋅d a 5=∫0
2
∫0
2
6 x dx dy=24 .
(VI) d a6=�dx dy k , z=0 ; v⋅d a6=0 ; ∫v⋅d a 6=0 .
Jumlahkan seluruh integrasi (I) s.d. (VI), ternyata hasilnya adalah
∫v⋅d a=81624=48 (cocok dengan ruas kiri).
SOAL 10
Ujilah kembali kebenaran teorema divergensi untuk fungsi
v=r2cos rr
2cos �r 2cossin .
Gunakan bola berjari-jari R pada oktan pertama sebagai volum yang ditinjau!
x
y
z
(I )
(II )
(II I)(IV )
(V )
(V I)
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 25
Jawab:
Sesuai transformasi pada koordinat lengkung, divergensi
untuk koordinat bola dapat dituliskan
∇⋅v=1
r2∂∂ rr 2v r
1
r sin∂∂vsin
1
r sin
∂v∂
,
sehingga untuk soal ini diperoleh
∇⋅v=1
r2
∂∂ rr 2r 2 cos
1
r sin∂∂r 2cos sin
1
r sin∂∂
�r 2 cos sin
=1
r24 r
3cos
1
r sinr2coscos
1
r sin�r 2 cos cos
=r cossin
[4 sincos�cos]=4 r cos .
Kemudian hitung ruas kiri teorema divergensi dengan elemen volum dalam koordinat
bola, d =r 2 sindr d d :
∫ ∇⋅v d =∫∫∫ 4 r cosr 2sindr d d =4∫0
R
r2dr ∫
0
/ 2
cossind ∫0
/2
d
=R 4 12 2 =R4
4.
Sekarang cek ruas kanan, perrmukaan bola yang dimaksud terdiri dari 4 bagian:
(1) bagian lengkung, d a1=R2sin d d r ; r=R ; v⋅d a 1=R
2cosR 2sin d d
∫v⋅d a 1=R4∫0
/2
cossind ∫0
/2
d =R4122 =R4
4.
(2) kiri: d a 2=�r dr d ; =0 ; v⋅d a 2=r2cossinr dr d =0 ⇒ ∫ v⋅d a 2=0 .
(3) belakang: d a3=r dr d ; =2; v⋅d a3=�r
2cossinr dr d =�r 3cosdr d
∫v⋅d a 3=�∫0
R
r3dr ∫
0
/2
cosd =� 14 R 41=� 14 R4 .
x
y
z
R
R
R
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 26
(4) alas: d a4=r sin dr d ; =2; v⋅d a=r
2cosr dr d
∫v⋅d a 4=∫0
R
r3dr ∫
0
/2
cosd =1
4R
4.
Totalnya adalah: ∫v⋅d a=R4
40�
1
4R
41
4R
4=R 4
4 (cocok).
SOAL 11
Uji kebenaran teorema Stokes (curl) untuk fungsi v= y k
pada permukaan segitiga seperti gambar di samping!
Jawab:
Teorema Stokes adalah: ∫S
∇×v ⋅d a=∮v⋅d r
Cek ruas kanan, v⋅d r = y dz .
Ambil jalur yang berlawanan jarum jam pada garis-garis batas permukaan tertutup segitiga.
Ada 3 bagian garis pada segitiga tersebut:
(1) kiri: z=a�x ; dz=�dx ; y=0 ; sehingga ∫v⋅d r 1=0 .
(2) alas: dz=0 , sehingga ∫v⋅d r 2=0 .
(3) belakang (kanan): z=a�1
2y ; dz=
�12
dy ; y : 2a0 .
∫v⋅d r 3=∫2 a
0
y �12
dy =�1
2 [ y2
2 ]2 a0
=4 a
2
4=a 2
Totalnya dalam loop tertutup adalah ∮v⋅d r =00a 2=a 2 .
Sekarang cek ruas kiri: ∇×v=i .
∫ ∇×v ⋅d a= proyeksi permukaan segitiga pada bidang xy=1
2a 2a =a 2 (cocok).
x
y
z
(0 , 0 , a)
(a , 0 , 0 )
(0 , 2a , 0 )
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 27
SOAL 12
Misalkan F 1=x2 k dan F 2=x i y jz k . Hitung divergensi juga curl dari F 1 dan
F 2 . Manakah yang dapat dituliskan sebaga gradien dari skalar? Cari potensial skalar yang
cocok dengannya! Dan manakah yang dapat dinyatakan sebagai curl dari vektor? Cari
potensial vektor yang cocok dengannya!
Jawab:
∇⋅F 1=∂∂ x0 ∂
∂ y0 ∂
∂zx 2 =0; ∇⋅F 2=
∂x∂x∂ y∂ y∂z∂z=111=3 .
∇× F 1=∣i j k∂∂ x
∂∂ y
∂∂ z
0 0 x2 ∣=�j ∂∂ x x 2=�2 x j ; ∇× F 2=∣
i j k∂∂x
∂∂ y
∂∂ z
x y z∣=0 .
➔ ∇× F 2=0 , maka F 2 adalah gradien dari suatu skalar.
Potensial skalar yang memenuhi adalah V=�1
2x 2 y 2z2 sehingga F 2=�
∇V .
➔ ∇⋅F 1=0 , maka F 1 adalah curl dari suatu vektor.
Potensial vektor yang berkaitan dengan F 1 adalah A dengan syarat F 1=∇× A ,
menyebabkan ∂A y∂z �∂Az∂ y =∂Ax∂z �∂Az∂ x =0 ; ∂A y∂x
�∂Ax∂ y
=x 2 ⇒ A y=x3
3.
Dengan ketentuan ini dapat dipilih Ax=Az=0 sehingga A=x2
3j (tapi tidak unik).
Fungsi Delta Dirac (Pengayaan)
Misalkan ada suatu fungsi vektor v=1
r2r dalam koordinat bola. Pada setiap titik, v
mengarah radial keluar.
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 28
Jika seseorang mencari sebuah fungsi dengan divergensi positif yang sangat besar, maka
fungsi itulah contohnya. Akan tetapi, jika divergensinya dihitung dengan cara biasa
(koordinat bola), ternyata hasilnya tepat nol !
∇⋅v=1
r2
∂∂ r r 2 1r 2 =
1
r2
∂∂r1=0 .
Lebih aneh lagi jika kita coba uji kebenaran teorema divergensi dengan mengecek ruas
kanan teorema, yaitu dengan mengintegrasikan fungsi sepanjang permukaan bola berjari-
jari R yang berpusat pada titik asal koordinat:
∮v⋅d a=∫ 1R 2 r ⋅R 2sin d d r =∫0
sind ∫0
2
d=4 ,
padahal ruas kiri teorema divergensi, ∫ ∇⋅v d =0 .
Mana yang benar? Ruas kiri atau ruas kanan? Apakah teorema divergensi telah salah?
Permasalahan rupanya disebabkan oleh titik r=0 di mana v nilainya meledak secara
liar (pembagian dengan nol akan menghasilkan nilai tak hingga). Divergensi v ( ∇⋅v )
sebenarnya memang bernilai nol, kecuali di r=0 . Oleh karena itu, perlu didefinisikan
fungsi baru yang dapat mengakomodasi sifat divergensi ini. Patokan yang digunakan untuk
adalah nilai teorema divergensi untuk kasus ini haruslah 4 (mengacu pada ruas kanan).
Fungsi spesial ini dikenal dengan nama fungsi delta Dirac.
Fungsi delta Dirac 1D
Gambar 15. Fungsi delta Dirac, luas daerah di bawah kurva bernilai 1 satuan.
x�a
xa
luasnya 1 satuan
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 29
Definisi:
x�a ={0,∞ , jika x≠ajika x=a } dengan ∫�∞∞
x�a dx=1 .(55)
Sifat-sifat:
f x x�a = f a x�a dan ∫�∞
∞
f x x�a dx= f a .(56)
Fungsi delta Dirac 3D
Definisi yang diberikan pada fungsi delta Dirac 1D dapat diperluas menjadi 3D:
3 r =x y z , (57)
dan integral volumnya bernilai 1:
∫3 r d =∫�∞
∞
∫�∞
∞
∫�∞
∞
x y z dx dy dz=1 . (58)
Selain itu,
f r 3r�r 0= f r 0 . (59)
Dengan fungsi delta Dirac ini, masalah yang dikemukakan pada bagian awal dapat
terpecahkan secara mudah, yaitu
∇⋅ rr 2 =43r ,atau secara umum
∇⋅ rr 2 =43r . (60)
SOAL 13
(a) Tuliskan pernyataan yang menyatakan kerapatan massa dari sebuah partikel bermassa
m yang berada pada titik r 0 . Lakukan hal yang sama untuk rapat muatan dari suatu
-
Kappa Mu Phi, 2007
halaman 30
muatan titik pada r 0 !
(b) Berapa rapat muatan dari sebuah dipol listrik, yang terdiri dari muatan titik -q pada
titik asal koordnat dan muatan titik +q pada r 0 ?
(c) Berapakah rapat muatan yang seragam dari kulit bola tipis berjari-jari R dan muatan
totalnya Q?
Jawab:
(a) Perhatikan pers. (58), satu per volum merupakan fungsi delta Dirac, sehingga:
m r =m 3 r�r 0 ; q r =q
3 r�r 0 .
(b) r =q 3r�r 0�q
3r .
(c) Misalkan r =Ar�R . Untuk mendapatkan konstanta A, maka dibutuhkan
syarat Q=∫r d =∫ Ar�R 42dr=A 4R 2 , sehingga A=Q
4R 2.
Dengan demikian, r =Q
4R 2r�R .
***