Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon Di Hutan Taman Wisata Alam...

download Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir

of 67

description

Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir

Transcript of Analisis Vegetasi Dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Pohon Di Hutan Taman Wisata Alam...

  • ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA POHON DI HUTAN

    TAMAN WISATA ALAM TAMAN EDEN DESA SIONGGANG UTARA KECAMATAN

    LUMBAN JULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR

    TESIS

    Oleh

    B A K R I 077030006/BIO

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2009

    S

    EK O L A

    H

    PASCASAR J

    ANA

    id1395316 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA POHON DI HUTAN

    TAMAN WISATA ALAM TAMAN EDEN DESA SIONGGANG UTARA KECAMATAN

    LUMBAN JULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR

    TESIS

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana

    Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    B A K R I 077030006/BIO

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2009

  • Judul Tesis : ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA POHON DI HUTAN TAMAN WISATA ALAM TAMAN EDEN DESA SIONGGANG UTARA KECAMATAN LUMBAN JULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR

    Nama Mahasiswa : Bakri Nomor Pokok : 077030006 Program Studi : Biologi

    Menyetujui Komisi Pembimbing

    (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. B. Sengli J.Damanik, MSc) Ketua Anggota

    Ketua Program Studi

    (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)

    Direktur

    (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

    Tanggal lulus: 30 Juni 2009

  • Telah diuji pada Tanggal 30 Juni 2009

    PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 2. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc 3. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD 4. Dr. Budi Utomo

  • ABSTRAK

    Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir pada bulan Januari 2009. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan Metode Purposive Sampling. Dan dalam pengambilan data digunakan Metode Kombinasi antara Metode Jalur dan Metode Garis Berpetak pada lima jalur pengamatan dengan plot-plot 20 m x 20 m.

    Dari penelitian ditemukan 18 jenis pohon yang termasuk dalam 12 famili dengan jumlah individu sebanyak 301 individu/2 ha. Jumlah cadangan karbon adalah sebesar 95,82 ton/ha.

    Kata Kunci: Vegetasi, Karbon, Taman Eden.

  • ABSTRACT

    This examination was carried out in Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden area in Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir from January 2009. The examination area was decided by using Sampling Purposive Method in getting the data we use Combination between stripy method and box line method on five examined strife in the area of 20m x 20m.

    From the examination we found 18 kinds of trees from 12 families. There were 301 plant per 2 hectares. The amount of carbon stock is 95,82 ton per hectares.

    Keywords: Vegetation, Carbon, Eden Park.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan tugas akhir dalam menempuh Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berjudul Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS dan Prof. Dr.Ir. B. Sengli J.Damanik, MSc

    yang telah mengajar dan membimbing penulis dalam penulisan dan penyempurnaan tesis ini.

    2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD dan Dr. Budi Utomo, selaku Dosen Pembanding yang telah memberi masukan dan saran pada penyempurnaan tesis ini.

    3. Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberi beasiswa kepada penulis.

    4. Kepada istriku Lely Marianna Rangkuti, kedua anakku Ananda Rahman.US, dan Ananda Idris. US, yang dengan penuh kesabaran memberi dorongan dan doa hingga selesainya tesis ini.

    5. Kepada kawan-kawan di Program Studi Biologi tahun 2007, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

    6. Kepada adik-adik asisten Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, FMIPA Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada adinda Mahya Ihsan.

  • Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian dalam tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

    Semoga karya ini bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan bersyukur kepada Allah SWT atas Rahmat yang telah diberikannya. Amin.

    Medan, Juni 2009

    Penulis

  • RIWAYAT HIDUP

    Bakri, lahir di Berastagi, tanggal 10 April 1964 dari seorang ibu bernama Dadiah Basenga (alm) dan ayah bernama Yahya Pasaribu (alm) yang saat itu adalah anggota TNI AD. Lulus sekolah dasar Seksama tahun 1979, lulus SMP Negeri 13 Medan (sekarang SMP Negeri 15) tahun 1982 dan lulus SMA Negeri 2 Medan tahun 1985. Tahun 1985 melanjutkan pendidikan Diploma 3 Kependidikan FMIPA USU di Medan dan lulus tahun 1988. Setelah lulus ditempatkan pada SMA Negeri 2 Langsa Kabupaten Aceh Timur Provinsi Daerah Istimewa Aceh (sekarang SMA Negeri 2 Kota Langsa NAD).

    Tahun 1997 mengikuti kuliah penyetaraan S1 pada Program Dikdasmen di IKIP Negeri Medan dan tamat tahun 1998.

    Tahun 2007 mengikuti kuliah S2 Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan tamat tanggal 30 Juni 2009.

    Mulai Desember 1999 pindah tugas di SMA Negeri 2 Medan hingga saat ini.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK............................................................................................................ i ABSTRACT......................................................................................................... KATA PENGANTAR........................................................................................

    ii iii

    RIWAYAT HIDUP............................................................................................ v DAFTAR ISI...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................

    I PENDAHULUAN..........................................................................................

    ix x

    1 1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1 1.2 Permasalahan............................................................................................ 4 1.3 Tujuan....................................................................................................... 4 1.4 Manfaat..................................................................................................... 4

    II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 5 2.1 Hutan........................................................................................................ 5 2.2 Hutan Pegunungan.................................................................................... 7 2.3 Pengaruh Iklim............. 9 2.4 Pohon................ 11 2.5 Mengapa C Tersimpan Perlu Diukur.. 12 2.6 Vegetasi.................................................................................................... 17 2.7 Analisis Komunitas Tumbuhan. 17 2.7.1 Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan 19 2.7.2 Parameter Kuantitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan. 19 2.8 Kondisi Komunitas Tumbuhan Hutan.. 20 22.9 Analisis Vegetasi..................................................................................... 22 2.10.Struktur dan Komposisi Hutan. 22

    III BAHAN DAN METODE.............................................................................. 24 3.1 Letak dan Luas......................................................................................... 24 3.2 Tofografi.................................................................................................. 24 3.3 Iklim.......................................................................................................... 25 3.4 Jenis Tanah............................................................................................... 25 3.5 Vegetasi.................................................................................................... 25 3.6 Tempat dan Waktu Penelitian. 25 3.7 Metode Penelitian...................................................................................... 26 3.8 Bahan dan Alat.......................................................................................... 26

  • 3.9 Pelaksanaan Penelitian............................................................................ 27 3.9.1 Di Lapangan.. 27 3.9.2 Pengukuran Faktor Abiotik... 28 3.9.3 Di Laboratorium........................................................................... 28 3.10 Analisis Data...................................................................................... 29 3.10.1 Analisis Vegetasi................................................................. 29 3.10.2 Karbon Tersimpan.............................................................. 32

    IV.HASIL DAN PEMBAHASAN.. 33 4.1. Kekayaan Jenis Pohon......... 33 4.2. Struktur Vegetasi Pohon......................................................................... 36 4.3. Komposisi Vegetasi Pohon..................................................................... 38 4.4. Indeks Nilai Penting................................................................................. 40 4.5. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman................................. 43 4.6. StratifikasiVegetasi................................................................................. 45 4.7. Karbon Tersimpan................................................................................... 46

    V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 49 5.1. Kesimpulan............................................................................................. 49 5.2 Saran........................................................................................................ 49

    DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 50

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Halaman

    1. Jenis-Jenis Pohon yang Terdapat pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden..................................................................

    34

    2. Perbandingan Jumlah Individu dan Jumlah Jenis Pohon di Taman Wisata Alam Taman Eden

    35

    3. Data Faktor Fisik Lokasi Penelitian.................................................. 40

    4. Indeks Nilai Penting di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden... 41

    5. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pohon pada Lokasi Penelitian..........................................................................................

    44

    6. Karbon Tersimpan pada Lokasi Penelitian....................................... 47

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Halaman

    1. Luas Bidang dasar Tertinggi Pohon di Hutan Taman Eden.......... 36

    2. Stratifikasi Vegetasi di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden 45

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Judul HHalaman

    1. Peta Kawasan Hutan Wisata Alam Taman Eden...................... 54

    2.

    Plot Pengamatan......................................................................... 55

    3.

    Tabel Pengamatan Vegetasi Pohon di Hutan Taman Eden....... 56

    4.

    Nilai Kerapatan Kayu Beberapa Jenis Tumbuhan di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden.............................................

    63

    5.

    Tabel Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Wisata Alam Taman Eden...........................

    79

    6.

    Hasil Perhitungan Berat Kabon Tersimpan di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden.

    80

    7.

    Contoh Perhitungan Nilai K, KR, F, FR, D, DR, INP, H, E, dan Karbon Tersimpan...

    81

    8.

    Hasil Identifikasi Herbarium...................................................... 84

    9. Foto-foto Penelitian................................................................... 85

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang

    paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga

    paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga

    merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

    yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik

    flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih,

    2004).

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan

    bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu

    dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui

    upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai

    keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.

    Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin

    menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan

    tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau

    beberapa ratus setiap hari. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan,

    terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam

    hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua

  • setengah abad yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang

    dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah

    pada kerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat

    mengkhawatirkan karena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan

    penting sebagai penyedia bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain

    penghasil devisa negara, juga berperan dalam melindungi sumber air, tanah serta

    berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman,

    2004).

    Kepunahan keanekaragaman hayati sebagian besar karena ulah manusia.

    Kepunahan oleh alam, berdasarkan catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh

    keanekaragaman hayati yang ada dalam kurun waktu sejuta tahun. Saat ini,

    kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tropis akibat ulah manusia mencapai

    1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi secara alami (Alikodra dan

    Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti, 2008).

    Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

    terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut

    dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida

    (CO2). Vegetasi dapat mengubah CO2 menjadi O2 melalui proses fotosintesis:

    CO2 + H2O ---------------------- C6H12O6 + O2

    Sinar Matahari

    Untuk melestarikan keanekaragaman hayati di suatu ekosistem cara yang

    paling efektif adalah melestarikan komunitas hayati secara utuh. Bahkan para Ahli

  • Biologi Konservasi mengatakan konservasi pada tingkat komunitas merupakan satu-

    satunya cara yang efektif untuk melestarikan spesies. Hal ini terutama mengingat

    dalam situasi penangkaran, dan sumber pengetahuan yang kita miliki hanya dapat

    menyelamatkan sebagian kecil saja spesies yang ada di bumi (Widhiastuti, 2008).

    Hutan wisata alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban

    Julu Kabupaten Toba Samosir, merupakan bagian dari hutan yang ada di Indonesia

    yang keberadaannya perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat. Untuk

    itu, kiranya perlu dilakukan suatu penelitian analisis vegetasi pohon dan pendugaan

    karbon tersimpan yang terdapat di dalamnya.

    Pohon memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan dan

    berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan menjaga

    stabilitas iklim global. Pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas

    di mana pohon akan bertambah rendah atau kecil seiring dengan naiknya ketinggian

    dan memiliki keanekaragaman jenis yang bervariasi. Berdasarkan pengamatan hutan

    Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu

    Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu tipe hutan pegunungan yang masih

    baik dan memiliki keanekaragaman jenis pohon yang tinggi dan memiliki cadangan

    karbon tersimpan yang cukup besar. Namun sejauh ini belum pernah dilakukan

    penelitian untuk mendapatkan informasi dan data mengenai keadaan vegetasi pohon

    dan kandungan cadangan karbon yang tersimpan di kawasan hutan tersebut.

  • 1.2. Permasalahan

    Bagaimanakah keadaan vegetasi dan cadangan karbon yang tersimpan

    di hutan Taman Wisata Alam Taman Eden?

    1.3. Tujuan

    Tujuan penelitian ini untuk mengetahui struktur dan komposisi serta cadangan

    karbon tersimpan pada vegetasi pohon di hutan Taman Wisata Alam Taman Eden.

    1.4. Manfaat

    Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi peneliti dan instansi

    terkait dalam rangka pengelolaan dan pengembangan mengenai keadaan dan

    kelimpahan vegetasi serta cadangan karbon tersimpan pada pohon di hutan Taman

    Wisata Alam Taman Eden.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hutan

    Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

    daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

    lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

    Tahun 1999). Hutan adalah suatu wilayah luas yang ditumbuhi pepohonan, termasuk

    juga tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

    Pohon merupakan bagian yang dominan diantara tumbuh-tumbuhan yang hidup

    di hutan. Berbeda letak dan kondisi suatu hutan, berbeda pula jenis dan komposisi

    pohon yang terdapat pada hutan tersebut. Sebagai contoh adalah hutan di daerah

    tropis memiliki jenis dan komposisi pohon yang berbeda dibandingkan dengan hutan

    pada daerah temprate (Rahman, 1992).

    Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan

    dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohon

    yang tinggi (Hairiah dan Rahayu, 2007).

    Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar.

    Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 miliar

    ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan

    20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar

    menyimpan 3,5 milliar ton karbon (FWI, 2003).

  • Hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang klimaks. Tumbuh-tumbuhan

    yang terdapat di dalam hutan ini tidak pernah menggugurkan daunnya secara

    serentak, kondisinya sangat bervariasi seperti ada yang sedang berbunga, ada yang

    sedang berbuah, ada yang dalam perkecambahan atau berada dalam tingkatan

    kehidupan sesuai dengan sifat atau kelakuan masing-masing jenis tumbuh-tumbuhan

    tersebut. Hutan hujan tropis memiliki vegetasi yang khas daerah tropis basah dan

    menutupi semua permukaan daratan yang memiliki iklim panas, curah hujan cukup

    banyak serta tersebar secara merata (Irwan, 1992).

    Daniel et al, (1992) menyatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi

    kehidupan manusia antara lain: (1) pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik

    dengan komponen oksigen yang stabil, (2) produksi bahan bakar fosil (batu bara),

    (3) pengembangan dan proteksi lapisan tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi

    daerah aliran sungai terhadap erosi, (5) penyediaan habitat dan makanan untuk

    binatang, serangga, ikan, dan burung, (6) penyediaan material bangunan, bahan bakar

    dan hasil hutan, (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi

    alam asli, dan taman. Semua manfaat tersebut kecuali produksi bahan bakar fosil,

    berhubungan dengan pengolahan hutan.

    Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) hutan adalah masyarakat

    tetumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai

    keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Kawasan hutan

    adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk

  • dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Keputusan Menteri Kehutanan RI,

    No.70/Kpts- II/2001).

    2.2. Hutan Pegunungan

    Hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di daerah ketinggian di atas

    1.000 meter di atas permukaan air laut (Arief, 1994). Menurut Damanik et al, (1992)

    ketinggian rata-rata tempat dari berbagai tipe hutan pegunungan di Sumatera kira-kira

    adalah sebagai berikut:

    a. Daerah ketinggian 0 1.200 meter di atas permukaan laut, disebut dataran rendah.

    b. Daerah ketinggian 1.200 2.100 meter di atas permukaan laut, disebut hutan

    pegunungan bagian bawah.

    c. Daerah ketinggian 2.100 3.000 meter di atas permukaan laut, disebut hutan

    pegunungan bagian atas.

    d. Daerah ketinggian di atas 3.000 meter diatas permukaan laut, disebut hutan

    subalpin.

    Daerah pegunungan ini sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang

    berbeda-beda menurut ketinggiannya.

    Mintakat dasar dalam suatu deretan gunung-gunung pada umumnya

    mempunyai curah hujan yang lebih tinggi daripada daratan-daratan rendah

    didekatnya, dan sebagai akibatnya sering ditempati oleh komunitas-komunitas yang

    mirip dengan komunitas-komunitas yang suka kelembaban yang terdapat di daratan-

    daratan rendah. Hutan basah dapat tersebar sangat luas dan sering kali sangat lebat

  • pada lereng-lereng bagian bawah di gunung-gunung. Tipe vegetasi mintakat gunung

    lebih mirip dengan daerah iklim sedang, atau dengan kata lain lebih sesuai dengan

    hutan basah daerah iklim sedang (Polunin, 1990).

    Hutan pegunungan bagian bawah mempunyai fisiognomi yang menyerupai

    hutan, hanya pohon-pohonnya yang tumbuh lebih kecil. Begitu pula komposisinya

    juga agak berbeda. Pada ekosistem ini biasanya kaya akan jenis Orchidaceae dan

    Pteridophyta. Di samping itu pada umumnya dihuni oleh berbagai jenis tetumbuhan

    antara lain dari famili: Anonaceae, Burseraceae, Bambosaceae, Dipterocarpaceae,

    Leguminoceae, Meliaceae, Sapindaceae,dan Sapotaceae (Irwan, 1992).

    Hutan pegunungan bagian atas merupakan ekosistem yang mempunyai

    fisiognomi tetumbuhannya tergantung pada ketinggian dan topografi habitatnya.

    Komposisi botanik hutan ini lebih menyerupai hutan di daerah iklim sedang. Pada

    habitat yang berbatu-batu ditumbuhi vegetasi yang berbentuk semak-semak rendah

    atau pohon-pohon kecil, kerdil atau bercabang rendah. Di samping itu ada kalanya

    dijumpai jenis pohon conifer atau jenis vegetasi berbunga. Beberapa jenis bamboo

    dapat dijumpai pada ekosistem ini. Biasanya vegetasi yang tumbuh pada ekosistem

    ini tidak merupakan satu kesatuan, terpencar-pencar oleh lapangan rumput atau

    semak. Daerah ini ditandai dengan terdapatnya hutan yang bertajuk yang tertutup

    rapat-rapat dan pepohonan yang berbatang tinggi tetapi miskin akan lumut (Rifai,

    1993).

  • 2.3. Pengaruh Iklim

    Hutan pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada

    ketinggian yang berbeda-beda. Suhu secara perlahan menurun sejalan dengan

    ketinggian yang meningkat, sehingga pada gunung-gunung yang tinggi, bahkan pada

    katulistiwa seperti gunung Kilimanjaro di Afrika Timur terdapat salju abadi

    (Ewusie, 1990).

    Arus angin kearah gunung pada siang hari disebabkan oleh panasnya udara

    di dataran rendah dan akan menyebabkan pengembangan udara dan naik. Dengan

    pengembangan dan naiknya udara sebagai akibat tekanan yang lebih rendah, maka

    suhu akan turun. Inilah sebab utama dengan bertambahnya ketingian, suhu udara

    makin turun. Laju pemanasan di pegunungan tidak serupa laju pemanasan di dataran

    rendah. Pantulan panas dari permukaan bumi lebih kuat digunung oleh karena

    tekanan udara yang rendah. Laju penurunan suhu pada umumnya sekitar 0,6o C setiap

    penambahan ketinggian sebesar 100 meter, tetapi hal ini berbeda-beda tergantung

    kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya

    (Damanik et al, 1992).

    Di tempat yang lebih tinggi, sinar matahari lebih sedikit kehilangan energi

    karena melalui lapisan udara yang tipis. Penyinaran pada permukaan tanah sangat

    intensif sehingga suhu di dekat tanah jauh lebih tinggi dari pada suhu udara

    di sekelilingnya. Panas tanah ini cepat hilang karena radiasi di waktu malam, dan

    kisaran suhu harian dapat mencapai 150 200 C di tempat-tempat yang tinggi

    (Mackinnon et al, 2000).

  • Pada umumnya, curah hujan pada lereng bawah pegunungan itu lebih lebat

    ketimbang pada lokasi di sekelilingnya. Penyebab keadaan ini adalah karena udara

    yang panas dari lokasi itu menjadi dingin pada waktu dipaksa naik mengikuti lereng

    pegunungan. Hal ini menyebabkan penurunan daya tambat air oleh udara, sehingga

    kelebihan air dalam udara itu membentuk awan yang menyebabkan hujan. Sampai

    suatu ketinggian tertentu terdapat kenaikan curah hujan pada lereng bukit, tetapi

    di atas ketinggian itu pengembunan uap air dari udara tidak cukup untuk membentuk

    banyak hujan. Sebagai akibat sebaran hujan itu, sering terdapat hutan yang lebih

    subur pada ketinggian rendah dan menengah ketimbang pada lokasi yang berbatasan

    (Ewusie, 1990).

    Banyak tumbuhan di tempat-tempat tinggi juga memperoleh kelembaban dari

    tetes-tetes air dari awan yang menempel pada daun dan batangnya. Karena persentase

    kejenuhan suatu massa udara meningkat bila suhu turun, kelembaban hutan

    di tempat-tempat yang tinggi relatife tinggi, terutama pada waktu malam (Mackinnon

    et al, 2000).

    Lebih lanjut Mackinnon et al, (2000) mengemukakan bahwa pada ketinggian

    tertentu di mana awan biasanya menaungi gunung merupakan hal yang penting

    karena awan mencegah cahaya matahari yang terang untuk manaikkan suhu daun,

    dan juga mengurangi jumlah radiasi yang tersedia untuk fotosintesis.

    Sifat tanah pegunungan berubah dengan pertambahan ketinggian tempat,

    umumnya menjadi lebih masam dan miskin zat hara, terutama di tempat-tempat

    di mana terdapat gambut asam. Tanah di puncak gunung, dibagian atas punggung-

  • punggung gunung, dan di bukit-bukit kecil, yang hanya menerima air dari atmosfir,

    kering dan lebih miskin zat hara dari tanah-tanah di dalam cekungan atau di lereng-

    lereng yang lebih rendah yang menerima masukan air yang tertapis dari atas.

    Perbedaan dalam komposisi batuan dasar dan iklim merupakan faktor-faktor utama

    yang mempengaruhi pembentukan tanah pada ketinggian ynag berbada di atas

    gunung. Selain itu kemiringan lereng dan keterbukaan vegetasi penutup juga

    merupakan faktor-faktor yang penting. Suhu rendah memperlambat proses

    pembentukan tanah karena evapotranspirasi menurun, reaksi kimia lebih lambat dan

    kerapatan organisme tanah lebih rendah (Mackinnon et al, 2000).

    2.4. Pohon

    Pohon-pohon menjadi organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan

    pohon berpengaruh pada physiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran

    keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah lain

    mengingat terdapat ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan, buah-

    buahan dan sistem akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi lain

    (Longman dan Jenik, 1987).

    Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan menjadi stadium seedling,

    sapling, pole, dan pohon dewasa. Soerianegara dan Indrawan (1978) membedakan

    sebagai berikut:

  • a. Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.

    b. Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih

    sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.

    c. Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10 - 35 cm.

    d. Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3

    meter dari permukaan tanah.

    2.5. Mengapa C Tersimpan Perlu Diukur

    Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

    terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut

    dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida

    (CO2), metana (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah

    kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan

    iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah dan Rahayu, 2007).

    Konsentrasi GRK di atmosfir meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan

    lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala

    luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-

    kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan

    pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah

    menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO2 terbesar

    di dunia. Indonesia berada di bawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi

  • yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO2 pertahunnya atau menyumbang 10%

    dari emisi CO2 di dunia (Hairiah dan Rahayu, 2007).

    Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO2) yang diserap

    dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan

    hidupnya. Melalui proses fotosintasis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah

    menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubah tanaman dan akhirnya

    ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses

    penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-

    sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh

    tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2

    di atmosfir yang diserap oleh tanaman (Hairiah dan Rahayu, 2007).

    Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tanaman atau pohon

    berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri)

    merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C =C sink) yang jauh

    lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan

    keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan

    gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga

    melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah,

    namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang

    melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya

    menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka C

    tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih,

  • maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah

    serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke

    udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam

    pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting

    untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara. Jumlah C tersimpan

    dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga

    sebagai cadangan C.

    Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman

    dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.

    Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya

    baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman)

    ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah,

    BOT) (Hairiah dan Rahayu, 2007).

    Penebangan hutan akan menyebabkan terbukanya permukaan tanah terhadap

    radiasi dan cahaya matahari. Dampak langsungnya adalah meningkatnya suhu tanah

    dan turunnya kadar air tanah. Dampak langsung lainnya dari kegiatan penebangan

    hutan adalah menurunnya cadangan karbon atas-permukaan (above-ground carbon

    stocks) dan selanjutnya akan mempengaruhi penyusutan cadangan karbon bawah-

    permukaan (below-ground carbon stocks) (Murdiyarso et al, 2004).

    Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua

    arah, yaitu pengikatan CO2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO2

    ke atmosfir melalui proses dekomposisi dan pembakaran. Diperkirakan sekitar 60 Pg

  • karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap tahunnya, dan sebesar

    0,7 1,0 Pg karbon diserap oleh ekosistem daratan. Alih guna lahan dan konversi

    hutan merupakan sumber utama emisi CO2 dengan jumlah sebesar 1,7 0,6 Pg

    karbon pertahun. Apabila laju konsumsi bahan bakar dan pertumbuhan ekonomi

    global terus berlanjut seperti yang terjadi pada saat ini, maka dalam jangka waktu 100

    tahun yang akan datang suhu global rata-rata akan meningkat sekitar 1,7 4,50 C

    (Rahayu, S et al, 2007).

    Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian melepaskan cadangan

    karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak

    memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO2 yang mampu diserap oleh

    hutan dan daratan secara keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru terasa apabila

    diikuti dengan degradasi tanah dan hilannya vegetasi, serta berkurangnya proses

    fotosintesis akibat munculnya hutan beton serta lahan yang dipenuhi bangunan-

    bangunan dari aspal sebagai pengganti tanah atau rumput. Meskipun laju fotosintesis

    pada lahan pertanian dapat menyamai laju fotosintesis pada hutan, namun jumlah

    cadangan karbon yang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil. Selain itu, karbon

    yang terikat oleh vegetasi hutan akan segara dilepaskan kembali ke atmosfir melalui

    pembakaran, dekomposisi sisa panen maupun pengangkutan hasil panen. Masalah

    utama yang terkait dengan alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan

    karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250

    Mg ha-1 C yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan

    kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg ha-1 C.

  • Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan

    karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi,

    menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan

    memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan

    karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil

    dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung

    (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Rahayu, S et

    al, 2007).

    Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan:

    (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan

    kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan

    kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon

    yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang

    paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan

    memelihara pohon (Hairiah dan Rahayu, 2007).

    Untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu

    ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan

    karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih

    kecil dan masa keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah gambut

    (Rahayu, S et al, 2007).

    Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis

    vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies

  • yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila

    dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu

    rendah. Biomasa pohon (dalam berat kering) dihitung menggunakan allometric

    equation berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah

    (Rahayu, S et al, 2007).

    2.6. Vegetasi

    Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh

    bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya

    terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-

    hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi

    tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu

    kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut

    sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).

    2.7. Analisis Komunitas Tumbuhan

    Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan

    atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan

    vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan

    asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh

    karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk

  • mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang

    dipelajari (Indriyanto, 2006).

    Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai

    komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya

    dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap

    spesies organisme (Soegianto, 1994). Lebih lanjut Soegianto (1994) menjelaskan,

    bahwa hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat

    mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies dalam

    komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan

    akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas.

    Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif (Gopal

    dan Bhardwaj, 1979). Dengan demikian, dalam deskripsi struktur komunitas

    tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara

    kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam

    analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif

    dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan

    kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data, agar dapat

    mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh

    dan menyeluruh.

  • 2.7.1. Parameter Kualitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan

    Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter

    kualitatif, hal ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu sendiri bahwa dia

    memiliki sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas

    tumbuhan antara lain: fisiognomi, fenologi, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran,

    daya hidup, bentuk pertumbuhan, dan periodisitas (Indriyanto, 2006).

    2.7.2. Parameter Kuantitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan

    Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979), untuk kepentingan deskripsi suatu

    komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter kuantitatif antara

    lain: densitas, frekuensi, dan dominansi. Kusmana (1997) mengemukakan bahwa

    untuk keperluan deskripsi vegetasi tersebut ada tiga macam parameter kuantitatif

    yang penting, antara lain densitas, frekuensi, dan kelindungan. Kelindungan yang

    sebenarnya sebagai bagian dari parameter dominansi.

    Kelindungan adalah daerah yang ditempati oleh tetumbuhan dan dapat

    dinyatakan dengan salah satu atau kedua-duanya dari penutupan dasar (basal cover)

    dan penutupan tajuk (canopy cover). Adapun parameter umum dari dominansi yang

    dikemukakan oleh Indriyanto (2006) meliputi kelindungan, biomassa, dan

    produktivitas. Oleh karena itu, Kusmana (1997) mengemukakan bahwa dalam

    penelitian ekologi hutan pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies

    tetumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu

    komunitas hutan. Spesies tetumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat

    diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan

  • dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area,

    indeks nilai penting, dan perbandingan nilai penting (summed dominance ratio).

    Meskipun demikian, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat

    digunakan untuk mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur

    komunitas maupun tingkat kesamaannya dengan komunitas lainnya. Parameter yang

    dimaksud untuk kepentingan tersebut adalah indeks keanekaragaman spesies dan

    indeks kesamaan komunitas (Soegianto, 1994).

    2.8. Kondisi Komunitas Tumbuhan Hutan

    Komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang

    disebabkan oleh adanya aktivitas alam maupun manusia. Aktivitas manusia yang

    berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab

    terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan yang ada di dalamnya. Aktivitas

    manusia di dalam hutan dapat bersifat merusak, juga bersifat memperbaiki kondisi

    komunitas tumbuhan hutan. Aktivitas manusia dalam hutan yang bersifat merusak

    komunitas tumbuhan misalnya penebangan pohon, pencurian hasil hutan, peladangan

    liar, pengembalaan liar, pembakaran hutan, dan perambahan dalam kawasan hutan.

    Adapun aktifitas manusia yang bersifat memperbaiki kondisi komunitas tumbuhan

    hutan adalah kegiatan reboisasi dalam rangka merehabilitasi areal kosong bekas

    penebangan, areal kosong bekas kebakaran, maupun reboisasi dalam rangka

    pembangunan hutan tanaman industri (Indriyanto, 2006).

  • Laju kehilangan hutan semakin meningkat pada tahun 1980-an. Laju

    kehilangan hutan di Indonesia rata-rata sekitar 1 juta hektar per tahun pada tahun-

    tahun pertama 1990 an. Sejak 1996, laju deforestasi tampaknya meningkat lagi

    menjadi 2 juta hektar per tahun (FWI, 2003).

    Mengingat ada banyak faktor yang dapat menyebabkan perubahan kondisi

    komunitas tumbuhan hutan, maka dalam periode waktu tertentu komunitas tunbuhan

    hutan perlu dievaluasi agar faktor-faktor yang dapat menyebabkan rusaknya

    komunitas tumbuhan hutan dapat dikendalikan dan kerusakan hutan dapat

    ditanggulangi. Selain itu, evaluasi kondisi komunitas tumbuhan di hutan sangat

    berguna dalam memantau proses regenerasi tegakan hutan (Indriyanto, 2006).

    Untuk mengetahui kondisi komunitas hutan harus dilakukan survei vegetasi

    dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode pengambilan contoh untuk

    analisis komunitas tumbuhan. Kemudian, kondisi komunitas tumbuhan hutan dapat

    dideskripsikan berdasarkan atas parameter yang diperlukan dan dianalisis untuk

    menginterpretasi perubahan yang terjadi. Dengan demikian, kajian kondisi komunitas

    hutan akan sangat berguna dalam menerapkan sistem pengelolaan hutan (Indriyanto,

    2006).

    Potensi dan keadaan hutan yang selalu berubah karena pertumbuhan dan

    kematian yang terjadi maupun karena penebangan yang dilakukan manusia,

    menyebabkan perlu adanya inventore hutan ulangan setiap jangka waktu tertentu.

    Inventore ulangan ini tidak hanya dilakukan terhadap tegakan baru atau tegakan yang

  • mengalami perubahan besar saja, tetapi terhadap seluruh tegakan yang ada

    (Simon, 2007).

    2.9. Analisis Vegetasi

    Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) yang dimaksud analisis vegetasi

    atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan

    bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Cain dan Castro

    (1959) dalam Soerianegara dan Indrawan (1978) menyatakan bahwa penelitian yang

    mengarah pada analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada komposisi

    jenis atau jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui

    sejumlah karakteristik tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan nilai

    penting.

    2.10. Struktur dan Komposisi Hutan

    Struktur merupakan lapisan vertikal dari suatu komunitas hutan. Dalam

    komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan sehingga dikenal

    adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan (Syahbudin, 1987). Selanjutnya Daniel et

    al, (1992), menyatakan struktur tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan

    atau kelas diameter dan kelas tajuk. Sementara itu dinyatakan struktur hutan

    menunjukkan stratifikasi yang tegas antara stratum A, stratum B dan stratum C yang

    tingginya secara berurutan sekitar 40, 20 dan 10 meter.

  • Terdapat tajuk berlapis-lapis merupakan salah satu ciri hutan hujan tropik

    yang juga dapat disaksikan di hutan pegunungan (Rifai, 1993). Lapisan-lapisan ini

    dibedakan atas lapisan tajuk (kanopi) (A dan B) dan lapisan bawah (C dan D), kanopi

    merupakan atap hutan. Rata-rata ketinggiannya adalah 20 sampai 35 meter, tumbuh

    rapat, sehingga tajuknya saling bertautan membentuk kesinambungan dan menjadi

    atap hutan. Lapisan B dihuni oleh pohon-pohon yang masih muda dan kecil.

    Ketinggian rata-rata 4 sampai 20 meter. Lapisan C dan D adalah lapisan semak dan

    lapisan penutup tanah (Hafild, 1984).

    Komposisi hutan merupakan penyusun suatu tegakan atau hutan yang

    meliputi jumlah jenis ataupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan

    (Wirakusuma, 1990). Komposisi hutan sangat ditentukan oleh faktor-faktor

    kebetulan, terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan bibit. Pada

    daerah tertentu komposisi hutan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi

    (Damanik et al, 1992).

  • III. BAHAN DAN METODE

    3.1. Letak dan Luas

    Hutan Wisata Alam Taman Eden secara administratif berada di dusun

    Lumban Rang Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba

    Samosir, Propinsi Sumatera Utara dengan luas areal 1000 ha. Secara geografis

    terletak di antara 02 3900`` BT sampai 02 4200`` BT dan 099 6200`` LU sampai

    099 6400`` LU. Lokasi ini berjarak lebih kurang 16 km dari Parapat ke arah Kota

    Balige dan 55 km dari Kota Balige ke arah Parapat.

    Hutan Wisata AlamTaman Eden berbatasan:

    Sebelah Utara : Kecamatan Ajibata Kabupaten Simalungun

    Sebelah Selatan : Desa Sionggang Tengah dan Sionggang Selatan

    Sebelah Barat : Kecamatan Sipanganbolon

    Sebelah Timur : Lumban Julu

    3.2. Tofografi

    Hutan Wisata Alam Taman Eden, Kabupaten Toba Samosir yang berada pada

    ketinggian 1.100 1.750 m dpl terdiri dari tebing-tebing tinggi, jurang yang terjal,

    dan sungai yang deras.

  • 3.3. Iklim

    Iklim yang ada di kawasan hutan wisata alam Taman Eden dengan

    kelembaban relatif berkisar 96,64%, intensitas cahaya 1627,98 lux meter, suhu udara

    siang 20,01 C, dan kecepatan angin berkisar 1 - 4 knot.

    3.4. Jenis Tanah

    Jenis tanah di kawasan hutan wisata alam Taman Eden, tanahnya bertekstur

    berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat, berlempung halus, liat berdebu,

    lempung berdebu, lempung liat berdebu dan berdebu halus, dengan pH tanah 6,36

    serta suhu tanah berkisar 20,96C.

    3.5. Vegetasi

    Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum

    ditemukan yaitu dari famili, Theaceae, Pinnaceae, Hammamelidaceae, Cunoniaceae,

    Araliaceae, Annonaceae, Fagaceae, Sthyracaceae, Melliaceae, Myrtaceae dan famili

    Orchidaceae.

    3.6. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di hutan Taman Wisata Alam Taman Eden, Desa

    Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir. Pelaksanaan

    penelitian dilaksanakan bulan Januari 2009.

  • 3.7. Metode Penelitian

    Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode

    purposive sampling. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian

    secara sengaja yang dianggap representatif. Pengambilan data pada areal penelitian

    dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dan metode

    garis berpetak dengan plot-plot 20 m x 20 m (Kusmana, 1997).

    3.8. Bahan dan Alat

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, spesimen daun

    yang digunakan untuk identifikasi pohon, alkohol 70% yang digunakan sebagai

    pengawet spesimen dari lokasi penelitian. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah, GPS yang digunakan untuk mengukur ketinggian dan koordinat,

    thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu udara, soil thermometer yang

    digunakan untuk mengukur suhu tanah, hygrometer yang digunakan untuk mengukur

    kelembaban udara dan soil tester yang digunakan untuk mengukur kelembaban dan

    pH tanah, meteran berukuran panjang 1,5 meter. meteran berukuran panjang 50

    meter, jangka sorong, parang, gunting tanaman, hagameter, alat tulis, blangko

    pengamatan, spidol.

  • 3.9. Pelaksanaan Penelitian

    3.9.1. Di Lapangan

    Penelitian dilakukan mulai dari kaki bukit menuju puncak bukit. Lokasi

    penelitian ditentukan secara purposive sampling dengan memperhatikan faktor

    topografi dan kemiringan. Pengamatan vegetasi menggunakan metode kombinasi

    metode petak dan metode jalur. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang dianggap

    mewakili dari keragaman berbagai faktor lingkungan di sekitar penelitian. Lokasi

    penelitian dibagi lima jalur, yang dimulai dari ketinggian 1300 mdpl.

    Penentuan lokasi penelitian didasarkan atas survei sebelumnya. Pada masing-

    masing lokasi penelitian dibuat garis rintis sepanjang 200 meter. Pada garis rintis ini

    dibuat plot besar dengan ukuran 20m x 200m. Pada plot besar ini (20m x 200 m)

    dibuat sub-sub plot dengan ukuran 20 m x 20 m sebanyak 10 sub plot untuk

    pengambilan data analisis vegetasi pohon. Pada setiap plot dilakukan pengamatan

    pada seluruh pohon yang berdiameter 35 cm dan mengukur diameter batang pohon

    setinggi dada orang dewasa (dbh = diameter at breast height = 1,3 m dari permukaan

    tanah) dan setiap batang yang telah diukur diberi nomor (taging) dan dicatat jenis

    pohonnya. Bila permukaan tanah di lapangan dan bentuk pohon tidak rata maka

    penentuan titik pengukuran dbh pohon dapat dilihat pada Lampiran 2.

    Cara melakukan pengukuran adalah, pita pengukuran dililitkan pada batang

    pohon dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah, sehingga data yang

    diperoleh adalah lingkar/lilit batang(keliling batang = 2r). Untuk mengukur dbh,

    data yang diperoleh adalah diameter pohon. Masing-masing sampel daun, tangkai,

  • bunga dan buah dikoleksi dan diberi label gantung. Kemudian sebelum spesimen

    dibawa ke laboratorium, apesimen-spesimen tersebut disortir ulang agar daun, tangkai

    pohon, atau mungkin bunga dan buah yang baik saja yang dikoleksi. Kemudian diberi

    label gantung kembali sesuai dengan lebel awal dan disusun dalam lipatan kertas

    koran, kemudian dimasukkan dalam kantong plastik dan dilakban yang sebelumnya

    spesimen tersebut disiram dengan alkohol 70% agar spesimen tidak berjamur.

    3.9.2. Pengukuran Faktor Abiotik

    Pada lokasi pengamatan, dilakukan pengukuran faktor fisik yang meliputi

    ketinggian dan koordinat dengan menggunakan GPS, suhu udara dengan

    menggunakan thermometer, suhu tanah dengan soil thermometer, kelembaban udara

    dengan menggunakan hygrometer, kelembaban dan pH tanah dengan soil tester.

    3.9.3. Di Laboratorium

    Setelah pengamatan di lapangan berakhir, spesimen tumbuhan yang telah

    dikoleksi dibawa ke laboratorium dibuka kembali dan kertas korannya diganti dengan

    kertas koran yang baru. Kemudian disusun kembali untuk dikeringkan dalam oven

    pengering dengan temperatur 600 C selama 48 jam. Spesimen yang telah benar-

    benar kering dibuat herbarium dan diidentifikasi dengan menggunakan buku

    identifikasi antara lain:

    1. Flora (Steenis, C.G.J.V, 1987).

    2. Tumbuhan monokotil (Sudarnadi, 1996).

    3. Malayan Wild Flowers Monocotyledons (M.R. Henderson, 1954).

    4. Malayan Wild Flowers Dicotyledon (Henderson, 1959).

  • 5. Collection of Illustrated Tropical Plant (Watanabe and Corner, 1969).

    6. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 1 (Whitmore, 1972).

    7. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 2 (Whitmore, 1973).

    8. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 3 (Phil, 1978).

    9. A Field Guide to Common Sumatran Trees (Draft & Wulf, 1978).

    10. Latihan Mengenal Pohon Hutan: Kunci Identifikasi dan Fakta Jenis (Sutarno dan

    Soedarsono, 1997).

    11. Malesian Seed Plants Volume 1 Spot-Characters An Aid for Identification of

    Families and Genera (Balgooy, 1997).

    3.10. Analisis Data

    3.10.1. Analisis Vegetasi

    Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai

    Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks

    Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dari masing-

    masing lokasi penelitian. Untuk analisis vegetasi pohon, nilai INP terdiri dari KR,

    FR, dan DR, dianalisis menurut buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).

    Jumlah individu a. Kerapatan (K) = Luas petak contoh

  • K suatu jenis Kerapatan relatife (KR) = x 100% K total seluruh jenis

    Jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies b. Frekuensi (F) = Jumlah seluruh petak contoh

    F suatu spesies Frekuensi relatife (FR) = x 100 % F seluruh spesies

    c. Luas Basal Area = r2

    1 = d2 4

    ( = 3,14).

    Luas bidang dasar suatu spesies d. Dominansi (D) = Luas petak contok

    D suatu spesies Dominansi relatif = x 100% D seluruh spesies

    e. Indeks nilai penting (INP) = KR + FR + DR

  • f. Indeks Keanekaragaman

    H i = - pi ln pi

    Ni Pi = N

    dengan : ni = Jumlah individu suatu jenis.

    N = Jumlah total individu seluruh jenis.

    Pi = Ratio jumlah species dengan jumlah total individu dari seluruh

    spesies.

    g. Indeks Keseragaman

    H1 E = H maks

    Keterangan: E = Indeks keseragaman

    H1 = Indeks keanekaragaman

    H maks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S

    S = Jumlah genus/jenis

    h. Stratifikasi Vegetasi

    Stratifikasi diukur berdasarkan tinggi tegakan vegetasi menurut Indriyanto,

    2006 sebagai berikut:

    1. Stratum A : Tinggi tegakan 30 m

    2. Stratum B : Tinggi tegakan 20-30 m

    3. Stratum C : Tinggi tegakan 4-20 m

    4. Stratum D : Tinggi tegakan 1-4 m

  • 5. Stratum E : Tinggi tegakan 0-1 m

    3.10.2. Karbon Tersimpan

    Karbon tersimpan dianalisis berdasarkan Persamaan Allometrik Ketterings

    (Hairiah, K dan Rahayu, 2007).

    BK : 0,11 x x D2,62

    Keterangan : BK : Berat kering : Berat jenis kayu ( g cm-3 ) D : Diameter pohon (cm)

    Total Biomassa = BK1 + BK2 + .......BKn .

    Total Biomassa Biomassa per satuan luas = Luas area (m2)

    Karbon tersimpan = Biomassa per satuan luas x 0,46

    Nilai masing-masing pohon, dapat dilihat pada Lampiran 4

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Kekayaan Jenis Pohon

    Dari penelitian yang dilakukan di kawasan hutan Taman Wisata Alam Taman

    Eden, ditemukan 18 jenis pohon yang termasuk ke dalam 12 famili dengan jumlah

    individu sebanyak 301 individu/2 ha (Tabel 1).

    Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kawasan hutan Taman Wisata Alam Taman

    Eden memiliki jumlah jenis pohon cukup rendah, bila dibandingkan dengan

    penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan diantaranya: Tarigan (2000) yang

    melaporkan di kawasan hutan Gunung Sinabung ditemukan 93 jenis pohon yang

    termasuk ke dalam 33 famili dengan jumlah individu 276/0,6 ha; Sagala (1997), yang

    melaporkan di kawasan hutan Gunung Sibayak II Bukit Barisan ditemukan 46 jenis

    pohon yang termasuk dalam 30 famili dengan jumlah individu sebanyak 591

    individu/ha; Silalahi (1995) yang melaporkan di kawasan Lae Ordi Dairi ditemukan

    32 jenis pohon dengan jumlah individu 163.47 indvidu/ha dan Susilo (2004) yang

    melaporkan di kawasan Hutan Tangkahan, Stasion Resort Tangkahan Subseksi

    Langkat Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser, ditemukan 159 jenis pohon yang

    termasuk dalam 35 famili dengan jumlah individu sebanyak 437 individu/ha.

  • Tabel 1. Jenis-Jenis Pohon yang Terdapat pada Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden

    No

    Family

    Spesies

    LBD Jumlah

    Individu/2 ha

    1 Anacardiaceae Swintonia sp 0,2762 3 2 Annonaceae Xylopia sp 2,486 20 3 Araliaceae Brassaiopsis glomerulata (BL) Regel 0,1569 2 Brassaiopsis minor Stone 1,1527 11

    4 Cunnoniaceae Weinmannia blumei Planch 1,575 15 5 Fagaceae Lithocarpus sp 0,0999 1 Castanopsis sp 3,0899 22

    6 Hammamelidaceae Altingia excelsa Norona 0,0734 1 Rhodelia sp 1,0851 9 Symingtonia populnea Steniss. 1,2593 10

    7 Melliaceae Aglaia sp 0,7054 6 8 Moraceae Ficus sp 0,3105 2 9 Myrtaceae Eugenia sp.1 0,1026 1 Eugenia sp. 2 0,3903 3

    10 Pinnaceae Pinus merkusii Jung & de Vriese. 0,1791 61 11 Sthyracaceae Shtyrax sp 1,5293 12 12 Theaceae Schima wallichii (DC) Korth. 4,944 33

    Gordonia sp 10,2357 89 Jumlah Total Individu 301

    Keterangan: LBD = Luas Bidang Dasar

    Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah individu terbanyak terdapat pada

    jenis Gordonia sp dengan jumlah individu 89/2 Ha. Selanjutnya diikuti oleh Pinus

    merkusii yang mempunyai jumlah 61/2 Ha. Nilai terendah terdapat pada jenis

    Lithocarpus sp, Altingia excelsa dan Eugenia sp 1 yang mempunyai nilai yang sama

    yaitu 1 Indv/2 Ha. Perbandingan antara jumlah jenis dan jumlah individu pohon

    di Taman wisata Alam Taman Eden ditunjukkan pada Tabel 2.

  • Tabel 2. Perbandingan Jumlah Individu dan Jumlah Jenis Pohon di Taman Wisata Alam Taman Eden

    No Family Jlh Individu/2ha Persentase

    Jlh Jenis/2ha Persentase

    1 Anacardiaceae 3 1.00% 1 5.56% 2 Annonaceae 20 6.64% 1 5.56% 3 Araliaceae 13 4.32% 2 11.11% 4 Cunnoniaceae 15 4.98% 1 5.56% 5 Fagaceae 23 7.64% 2 11.11% 6 Hammamelidaceae 20 6.64% 3 16.67% 7 Melliaceae 6 1.99% 1 5.56% 8 Moraceae 2 0.66% 1 5.56% 9 Myrtaceae 4 1.33% 2 11.11%

    10 Pinnaceae 61 20.27% 1 5.56% 11 Sthyracaceae 12 3.99% 1 5.56% 12 Theaceae 122 40.53% 2 11.11%

    Jumlah 301 18

    Pada Tabel 2 dapat dilihat dengan jelas bahwa jumlah individu terbanyak

    terdapat pada famili Theaceae dengan 122 indv/2ha (40,53%), diikuti oleh famili

    Pinnaceae yang memiliki jumlah individu 61 indv/2ha (20,27%), Sedangkan yang

    terendah terdapat pada Family Moraceae yang memiliki jumlah 2 indv/2 ha (0,66%).

    Adapun jumlah jenis tertinggi yang terdapat pada hutan ini adalah dari famili

    Hammamelidaceae yang memiliki jumlah jenis sebanyak 3 jenis (16,67%), diikuti

    Theaceae, Araliaceae, Fagaceae, dan Myrtaceae yang memiliki jumlah jenis sebanyak

    2 jenis (11,11%). Hal ini sesuai dengan Damanik (1992) yang menyatakan bahwa

    pada hutan pegunungan banyak dijumpai famili Myrtaceae. Selanjutnya Monk et al.

    (2000), menyatakan hutan pegunungan dapat dibedakan menurut penampakan umum,

    arah lokasi hutan, atau keragaman jenis dari suku tumbuhan. Ia melaporkan bahwa

    di Gunung Binaiya di atas 1.600 mdpl hutan pegunungan bawahnya bertipe

  • Myrtaceae, di hutan pegunungan Seram didominasi oleh famili Fagaceae. Demikian

    juga dengan Damanik et al, (1992), yang menyatakan bahwa hutan pegunungan

    bawah ditandai oleh berlimpahnya suku Fagaceae dan Lauraceae, sementara hutan

    pegunungan atas ditandai oleh bangsa Coniferae, Ericaceae dan Myrtaceae.

    4.2. Struktur Vegetasi Pohon

    Salah satu indikator dalam menelaah struktur hutan sering digunakan data

    ukuran pohon yang meliputi lingkar ataupun diameter batang. Gambar 1 menyajikan

    data basal area dari masing-masing famili yang terdapat dalam 2 ha pada lokasi

    penelitian.

    0.27

    2.481.3 1.57

    3.172.4

    0.7 0.31 0.49 0.171.52

    15.17

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    1Anacardiaceae Annonaceae Araliaceae CunnoniaceaeFagaceae Hammamelidaceae Melliaceae MoraceaeMyrtaceae Pinnaceae Sthyracaceae Theaceae

    Gambar 1. Luas Bidang Dasar Tertinggi Pohon di Hutan Taman Eden

    Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa famili Theaceae memiliki luas bidang

    dasar terbesar yaitu 15,17 m2, dan Fagaceae dengan luas bidang dasar sebesar 3,17

    m2, Annonaceae dengan luas bidang dasar sebesar 2,48 m2. Nilai ini sangat tinggi dan

  • mencolok jika dibandingkan dengan famili lainnya seperti Cunnoniaceae sebesar 1,57

    m2, Sthyracaceae sebesar 1,52 m2 dan Araliaceae dengan luas bidang dasar sebesar

    1,3 m2. Sedangkan untuk famili lainnya mempunyai nilai di bawah dari famili

    Araliaceae.

    Beragamnya nilai ini menyatakan adanya pengaruh lingkungan tempat

    tumbuhnya seperti kelembaban dan suhu dan tidak mampu atau kalah berkompetisi

    seperti perebutan akan zat hara, sinar matahari dan ruang tumbuh dengan jenis-jenis

    lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dari diameter batang pohon. Selain

    luas basal area ditentukan dengan diameter batang, nilai ini juga dipengaruhi oleh

    umur suatu pohon. Hortson (1976) dalam Yefri (1987), menyatakan bahwa yang

    paling berpengaruh dalam menentukan diameter batang adalah jenis dan umur pohon.

    Perbedaan ukuran pohon yang berukuran kecil dengan berukuran besar

    menunjukkan perbandingan yang mencolok. Famili Theaceae dan Fagaceae

    merupakan tumbuhan dataran tinggi sehingga memiliki kisaran toleransi yang luas

    terhadap suhu, kelembaban dan keadaan tanah serta kompetisi terhadap nutrisi pada

    lingkungan ini, sehingga memungkinkan untuk famili ini dapat berkembang dan

    tumbuh dengan baik dan memiliki diameter batang yang besar. Krebs (1985)

    menyatakan hutan pegunungan sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tanah dan

    udara serta angin, di mana dengan naiknya ketinggian temperatur menurun, curah

    hujan meningkat dan kecepatan angin juga meningkat yang sangat mempengaruhi

    kelembaban udara. Selanjutnya keadaan hutan tersebut juga dipengaruhi oleh batuan

    yang menyusun lapisan tanah di mana kebanyakan lapisan tanah pegunungan

  • merupakan turunan dari batuan vulkanik yang sangat asam dan kurang akan posfor

    dan nitrogen.

    4.3. Komposisi Vegetasi Pohon

    Komposisi merupakan penyusun suatu tegakan yang meliputi jumlah jenis/

    famili ataupun banyaknya individu dari suatu jenis pohon. Pada lokasi penelitian

    didapat 12 famili pohon. Komposisi dari setiap famili yang terdapat pada kelima plot

    penelitian relatif berubah. Hanya famili Theaceae yang ada pada kelima plot

    penelitian. Hal ini menunjukkan tingkat penyebaran dan adaptasi yang tinggi dari

    famili ini terhadap kondisi fisik lingkungan hutan tersebut, sehinggga dapat dijumpai

    pada kelima plot pengamatan. Kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban dan

    kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran biji.

    Krebs (1985), menyatakan bahwa kelembaban tanah mempengaruhi

    penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan

    mempengaruhi kandungan/ketersediaan air tanah, di mana hubungannya dengan

    temperatur dapat mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Lebih lanjut ia juga

    menyatakan angin mempengaruhi kelembaban udara dan penyebaran biji tumbuhan

    pada hutan pegunungan. Hal tersebut dapat dilihat pada famili Pinnaceae hanya

    ditemukan pada plot I, II dan III, famili Cunnoniaceae hanya ditemukan pada plot III,

    IV dan V, famili Melliaceae hanya ditemukan pada plot V.

    Beragamnya jumlah Famili yang didapatkan tiap lokasi mungkin disebabkan

    oleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada hutan pegunungan. Di mana pada

  • hutan ini terjadi perubahan faktor-faktor lingkungan seiring dengan meningkatnya

    ketinggian tempat, seperti keadaan tanahnya. Edwards et al, (1990), dalam Monk et

    al, (2000), menyatakan distribusi jenis-jenis tumbuhan menurut ketinggian tempat

    berkaitan dengan perubahan jenis tanah. Perubahan penting pada tanah karena

    perubahan ketinggian adalah penurunan pH, peningkatan karbon organik dan

    penurunan kedalaman perakaran. Variasi jumlah tersebut dapat juga disebabkan oleh

    kondisi iklim yang berubah seiring dengan naiknya ketinggian tempat. Jenis

    pepohonan yang tumbuh sangat miskin akan jenis tetapi kaya akan epifit. Pohon ini

    mempunyai satu stratum, dimana semakin tinggi dari permukaan air laut semakin

    rendahlah pohon-pohon yang dijumpai.

    Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa vegetasi pohon pada hutan

    Taman Wisata Alam Taman Eden memiliki komposisi yang berbeda. Variasi dan

    keberadaan jenis pada tiap lokasi tidak terlepas dari adanya pengaruh faktor

    lingkungan, iklim dan faktor tanah dan kompetisi akan nutrisi yang sedikit pada hutan

    pegunungan.

    Pada lokasi penelitian didapat perubahan faktor fisik/suhu harian yang

    berpengaruh terhadap jenis-jenis tersebut sehingga mampu beradaptasi dengan

    keadaan lingkungan tersebut dan dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan

    pengamatan di lapangan, didapat suhu udara rata-rata 20.010C. Kelembaban udara

    rata-rata berkisar 96.64%, Intensitas cahaya berkisar 1627.98 Lux Meter. Sama

    halnya juga dengan keadaan tanah, di mana pada lokasi penelitian pH tanah berkisar

    6.36. Suhu tanah pada setiap lokasi berkisar 20.960C. Untuk lebih jelasnya dapat

  • dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Daniel et al, (1992), menyatakan bahwa

    pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, mikroorganisme,

    kompetisi dengan organisme lainnya dan juga dipengaruhi oleh zat-zat organik yang

    tersedia, kelembaban dan sinar matahari.

    Tabel 3. Data Faktor Fisik Lokasi Penelitian

    Ulangan Suhu Udara (0C)

    Suhu Tanah

    (0C)

    Intensitas Cahaya (Lux)

    pH Tanah

    Kelembaban Udara (%)

    Ketinggian (mdpl)

    I 19,06 21,6 4380 6,4 96,3 1322 II 19,3 21,3 460 6,3 97 1345 III 21 21 900 6,5 97 1367 IV 20,1 20,6 1296,6 6,4 96,3 1401 V 20,6 20,3 1103,3 6,2 96,6 1403

    Rata-rata 20,01 20,96 1627,98 6,36 96,64 1367,6

    4.4. Indeks Nilai Penting

    Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta

    memperlihatkan peranannya dalam komunitas, di mana nilai penting itu pada

    tingkatan pohon didapat dari hasil penjumlahan kerapatan relatif (KR), frekuensi

    relatif (FR) dan dominansi relatif (DR). Sedangkan pada belta didapat dari

    penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR) dan Frekuensi relatif (FR).

    Dari penelitian yang dilakukan didapat Indeks Nilai Penting terendah pada

    jenis Altingia excelsa yang mempunyai nilai sebesar 1,11%. Indeks Nilai Penting

    tertinggi terdapat pada jenis Gordonia sp dengan nilai sebesar 97.71%, untuk lebih

    jelaskan dapat dilihat pada Tabel 4.

  • Tabel 4. Indeks Nilai Penting di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden

    No Family Species KR (%) FR (%)

    DR (%)

    INP (%)

    1 Anacardiaceae Swintonia sp 1,00 1,55 0,044 2,59 2 Annonaceae Xylopia sp 6,64 8,53 2,597 17,77 3 Araliaceae Brassaiopsis glomerulata 0,66 0,78 0,017 1,46 Brassaiopsis minor 3,65 4,65 0,673 8,97

    4 Cunnoniaceae Weinmannia blumei 4,98 8,53 1,258 14,77 5 Fagaceae Lithocarpus sp 0,33 0,78 0,005 1,12 Castanopsis sp 7,31 5,43 3,522 16,26

    6 Hammamelidaceae Altingia excelsa 0,33 0,78 0,004 1,11 Rhodelia sp 2,99 4,65 0,515 8,16 Symingtonia populnea 3,32 4,65 0,652 8,62

    7 Melliaceae Aglaia sp 1,99 2,33 0,222 4,54 8 Moraceae Ficus sp 0,66 0,78 0,032 1,47 9 Myrtaceae Eugenia sp.1 0,33 0,78 0,006 1,12 Eugenia sp. 2 1,00 0,78 0,062 1,84

    10 Pinnaceae Pinus merkusii 20,27 13,18 35,200 68,65 11 Sthyracaceae Shtyrax sp 3,99 6,98 0,973 11,94 12 Theaceae Schima wallichii 10,96 13,18 7,787 31,93

    Gordonia sp 29,57 21,71 46,432 97,71

    Indeks Nilai Penting tertinggi kedua setelah Gordonia sp, terdapat pada jenis

    Pinus merkusii dengan nilai sebesar 68,65%. Pinus merkusii merupakan satu-satunya

    jenis konifer di daerah tropika yang daerah persebarannya luas di Asia Tenggara, dari

    9530'-12130' Bujur Timur dan 22 Lintang Utara hingga 02 Lintang Selatan,

    meliputi Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Kepulauan Hainan, Pulau

    Mindoro dan Luzon di Filipina, serta Sumatera di Indonesia (Cooling, 1968). Pinus

    merkusii mempunyai beberapa sinonim, yaitu P. sumatrana Jungh., P. finlaysoniana

    Wallich, P.latteri Mason, dan P. merkiana Gordon (Hidajat dan Hansen, 2001).

  • Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi terdapat pada jenis Gordonia sp dengan

    nilai sebesar 29,57%. Tingginya nilai ini menunjukkan banyaknya jenis tersebut pada

    hutan ini. Beragamnya nilai kerapatan relatif ini mungkin disebabkan karena kondisi

    hutan pegunungan yang memiliki variasi lingkungan yang tinggi. Menurut Loveless

    (1989), sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang

    beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas.

    Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi terdapat pada jenis Gordonia sp dengan

    nilai sebesar 21,71%. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa jenis-jenis ini banyak

    terdapat pada hutan pegunungan Taman Eden. Jenis-jenis tersebut dapat beradaptasi

    dengan kondisi lingkungan pegunungan, akan tetapi famili Theaceae akan berkurang

    jumlah maupun jenisnya. Berdasarkan nilai FR tersebut dapat dilihat proporsi antara

    jumlah pohon dalam suatu jenis dengan jumlah jenis lainnya di dalam komunitas

    serta dapat menggambarkan penyebaran individu di dalam komunitas.

    Penyebaran dan pertumbuhan daripada individu pohon sangat dipengaruhi

    oleh daya tumbuh biji, topografi keadaan tanah dan faktor lingkungan lainnya. Biji

    pohon yang tersebar di daerah yang miskin akan bahan organik dan dengan intensitas

    cahaya yang berlebih seperti yang terdapat pada hutan Taman Wisata Alam Taman

    Eden ini dapat berakibat buruk dan mematikan bagi pertumbuhan biji tersebut.

    Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan dengan konstansi. Konstansi atau

    frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis

    yang aksidental (frekuensi 0-25%), jenis assesori (frekuensi 25-50%), jenis konstan

    (frekuensi 50-75%), dan jenis absolut (frekuensi di atas 75%) (Suin, 2002).

  • Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa pohon-pohon pada hutan Taman

    Wisata Alam Taman Eden termasuk dalam kategori aksidental (nilai FR 0-25%). Hal

    ini memperlihatkan jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas, dan

    menyebarkan bijinya hanya pada sekitar lokasi hutan tempat tumbuhnya saja. Monk

    et al, (2000), menyatakan pohon-pohon yang tumbuh di bawah ketinggian optimum,

    umumnya mengandalkan pasokan bijinya dari pohon-pohon di ketinggian atasnya.

    Nilai Dominansi Relatif tertinggi ditempati oleh jenis Gordonia sp yaitu

    sebesar 46,432%, sedangkan yang terendah ditempati oleh jenis Altingia execelsa.

    yaitu sebesar 0,004%. Nilai Dominansi Relatif menunjukkan proporsi antara luas

    tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta

    menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan didalam komunitas (Indriyanto, 2006).

    Menurut Odum (1971), jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang

    besar, dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui

    adalah diameter batangnya. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi

    suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan

    mendukung pertumbuhannya.

    4.5. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

    Untuk mengetahui keanekaragaman dan keseragamanan pada lokasi penelitian

    telah dilakukan analisa data dan didapat hasilnya sebagai berikut:

  • Tabel 5. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pohon pada Lokasi Penelitian

    H' E 2,21

    0,76

    Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian didapat indeks

    keanekaragaman sebesar 2,21. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah

    total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori sedang.

    Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1

    berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis

    sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi.

    Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H dengan

    total jumlah jenis atau genus (ln S) yang terdapat pada suatu lokasi. Indeks

    keseragaman pohon pada lokasi penelitian didapat 0,76. Dari nilai-nilai tersebut dapat

    diambil kesimpulan bahwa nilai keseragaman pada Hutan Taman Eden termasuk

    dalam kategori tinggi.

    Menurut Sastrawidjaya (1991), ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi

    yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai Indeks keseragaman

    bervariasi. Lebih lanjut Krebs (1985), menyatakan bahwa Indeks Keseragaman

    rendah 0

  • 4.6. Stratifikasi Vegetasi

    Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara vertikal

    di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Pada ekosistem hutan

    hujan tropis, stratifikasi itu terkenal dan lengkap. Tiap lapisan dalam stratifikasi itu

    disebut dengan stratum. Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden bentuk

    stratifikasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

    141 142

    18

    0

    20406080

    100120140160

    Jum

    lah

    Indi

    vid

    u

    Stratum A Stratum B Stratum C

    Gambar 2. Stratifikasi Vegetasi di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden

    Dari Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa di Hutan Taman Wisata Alam

    Taman Eden, stratifikasi vegetasinya tersusun atas stratum A, B dan C. Hal ini

    menjelaskan bahwa di Hutan ini masih banyak dijumpai pohon-pohon besar dan

    tinggi. Stratum A disusun oleh 141 Individu, stratum B tersusun atas 142 individu

    dan stratum C tersusun atas 18 individu dalam 2 ha areal. Indriyanto (2006)

    menjelaskan bahwa adanya stratum ini dikarenakan persaingan antar tumbuhan serta

    sifat toleransi spesies pohon terhadap radiasi matahari.

  • Selain itu stratum juga menunjukkan kelas umur dari masing-masing vegetasi

    penyusun hutan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tidak seragamnya tajuk-tajuk

    pohon (stratum) di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden, atau dengan kata lain

    di hutan ini terdapat perbedaan kelas umur dari setiap vegetasi. Hal ini disebabkan

    karena pada hutan hujan tropik, faktor lingkungan berfluktuasi.

    Seperti yang umum dijumpai, pada tegakan hutan alam di hutan hujan tropik

    bahwa stratifikasi (pelapisan tajuk hutan) berkembang dengan baik sehingga hutan

    hujan tropik yang sempurna akan memiliki lima strata atau lapisan tajuk hutan, yaitu

    strata A, B, C, D dan E. Kondisi seperti ini mencerminkan tegakan hutan tidak

    seumur (Indriyanto, 2008).

    4.7. Karbon Tersimpan

    Nilai karbon tersimpan ditentukan dengan pengukuran biomassa pohon.

    Karbon tersimpan merupakan 46% dari Biomassa pohon yang diukur. Biomasa

    pohon (dalam berat kering) dihitung menggunakan "allometric equation" berdasarkan

    pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah (dalam cm). Dari

    penelitian yang dilakukan didapat hasil sebagai berikut:

  • Tabel 6. Karbon Tersimpan pada Lokasi Penelitian

    No Jenis Biomassa (Ton/Ha) Karbon Tersimpan (Ton/Ha) 1 Swintonia sp 1,3 0,60 2 Xylopia sp 11 5,06 3 Brassaiopsis glomerulata 0,4 0,18 4 Brassaiopsis minor 2,7 1,24 5 Weinmannia blumei 6,5 2,99 6 Lithocarpus sp 0,50 0,23 7 Castanopsis sp 16,8 7,73 8 Altingia excelsa 0,30 0,14 9 Rhodelia sp 5,7 2,62

    10 Symingtonia populnea 7,9 3,63 11 Aglaia sp 3,8 1,75 12 Ficus sp 1,1 0,51 13 Eugenia sp.1 0,50 0,23 14 Eugenia sp. 2 2 0,92 15 Pinus merkusii 65,4 30,08 16 Shtyrax sp 6,9 3,17 17 Schima wallichii 27,5 12,65 18 Gordonia sp 48 22,08

    Total 95,82

    Dari data di atas dapat dilihat bahwa cadangan karbon di Hutan Taman Wisata

    Alam Taman Eden sebanyak 95,82 Ton/Ha. Sehingga pada Hutan Taman Wisata

    Alam Taman Eden yang memiliki luas 40 ha didapat jumlah karbon tersimpan

    sebesar 3832,8 Ton.

    Perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan

    karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada

    suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem

    penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai

    kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan

    yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah (Rahayu et al, 2007).

  • Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh

    tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat

    ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari

    pemanasan global. Dengan demikian dapat diramalkan berapa banyak tumbuhan yang

    harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas

    di udara.

    Nilai cadangan karbon mencerminkan dinamika karbon dari sistem

    penggunaan lahan yang berbeda, yang nantinya digunakan untuk menghitung 'time-

    averaged karbon di atas permukaan tanah pada masing-masing sistem. Time-

    averaged karbon tergantung pada laju akumulasi karbon, karbon maksimum dan

    minimum yang tersimpan dalam suatu sistem penggunaan lahan, waktu untuk

    mencapai karbon maksimum dan waktu rotasi (Palm et al., in press dalam Rahayu et

    al, 2007).

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Vegetasi dan

    Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon di Hutan Taman Wisata Alam

    Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba

    Samosir dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

    a. Ditemukan 18 jenis pohon yang termasuk dalam 12 famili dengan jumlah

    individu sebanyak 301 individu dalam 2 ha (150,5 Indv/ha).

    b. Struktur pohon pada lokasi penelitian didominasi oleh Gordonia sp dengan INP

    sebesar 97,71%.

    c. Komposisi Pohon pada lokasi penelitian didominasi oleh Gordonia sp dengan

    Dominasi Relatif sebesar 46,43%.

    d. Startifikasi vegetasi di lokasi penelitian termasuk dalam stratum A, B dan C.

    e. Jumlah Cadangan Karbon tersimpan sebesar 3832,8 ton.

    5.2. Saran

    Kepada Pemerintah Daerah diminta agar tetap menjaga kelestarian hutan

    Taman Wisata Alam Taman Eden, demi terjaganya ekosistem yang baik.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

    Damanik, J.S., J. Anwar., N. Hisyam., A. Whitten. 1992. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    Daniel, T.W., J.A. Helms, F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvinatural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Jakarta.

    Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Besar TNGL, 2007. Laporan Akhir Kajian Penilaian Karbon di Bukit Lawang dalam Rangka Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Balai Besar TNGL. Bogor: PT. Boraspati Wahana.

    Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB.

    FWI/GFW. 2003. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Fores Watch Indonesia dan Washington D.C, Global Forest Watch, Edisi 3.

    Haeruman Js, H. 1980. Hutan sebagai Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.

    Hafild & Aniger. 1984. Lingkungan Hidup di Hutan Hujan Tropika. Cet 1. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

    Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre.

    Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004. Potensi Pohon Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc) di Kelompok Hutan Gelawan Kampar, Riau.

    Hidajat dan Hansen, 2001. Informasi Singkat Benih, Bandung. Indonesia Forest Project dalam http//www.dephut.go.id/Informasi/RPL/IFSP/Pinus_ merkusii.pdf. Diakses tanggal 25 Maret 2009.

    Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

  • ________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Jakarta. Penerbit: PT Bumi Aksara.

    Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan OrganismeEkosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

    Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 70/Kpts-II/2001. Jakarta.

    Krebs, C. J. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper & Row Publishers Inc, p. 106.

    Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: Penerbit Institut Pertanian Bogor.

    Longman, K.A. & J. Jenik. 1987. Tropikal Forestand Its Environment. London: Longman Group Limited.

    Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.

    Lumban Tobing, T. 1980. Struktur dan Komposisi Jenis Pada Komunitas Hutan Primer di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempaka Kalimantan Timur. Samarinda : Tesis Sarjana Kehutanan Universitas Mulawarman, (tidak dipublikasi ).

    Mackkinon, K., G. Hatta., H. Halim., A. Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Alih bahasa Gembong tjitrosoepomo, Jakarta: Prenhallindo.

    Mason, C.F. 1980. Ecology. Second Edition. New York: Longman Inc.

    Monk, K.A., Y, De Fretes., R.G.-Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Jakarta: Prenhallindo.

    Murdiyarso, D, Rosalina, U, Hairiah, K, Muslihat, L, Suryadipura, IN.N dan Jaya, 2004. Petunjuk Lapangan: Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut. Bogor: Wetlands International.

    Odum, P. E. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Thahjono Samingan, M.Sc. Cet. 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994. Jakarta.

  • Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    Rahayu, S, Lusiana, B, van Noor