Analisis Variabel Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Inklusi ...
Transcript of Analisis Variabel Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Inklusi ...
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 1
Analisis Variabel Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Inklusi
Keuangan Negara Asia Tahun 2010-2015 Yana Raudhatul Jannah
1 David Kaluge
2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
[email protected] [email protected]
2
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar.v6i1.2532
Abstrak
Program inklusi keuangan di Asia mulai gencar dilakukan dengan fokusnya yaitu meningkatkan akses
masyarakat, terutama masyarakat yang belum menikmati jasa perbankan. Hal ini menjadikan inklusi
keuangan sebagai salah satu satu fokus pembangunan di sektor keuangan diberbagai negara khususnya
di kawasan Asia, karena sistem keuangan yang baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan tingkat inklusi keuangan dan melihat pengaruh
variabel sosial ekonomi terhadap inklusi keuangan di negara Asia tahun 2010-2015. Untuk melihat
perbandingan tingkat inklusi keuangan di beberapa negara Asia digunakan metode analisis Index of
Financial Inclusion (IFI) yang dikembangkan oleh Sarma (2008), sedangkan untuk menguji hubungan
antar variabel sosial ekonomi terhadap inklusi keuangan digunakan metode Ordinary Least Square
(OLS) dengan teknik estimasi dalam pendekatan Fixed Effects Model.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum inklusi keuangan di beberapa negara
Asia utamanya dipengaruhi oleh dimensi keguanaan. Selain itu, hanya variabel GDP perkapita yang
tidak signifikan berpengaruh secara parsial. Sedangkan variabel lainnya, yaitu, tingkat pengangguran
dan jumlah penduduk di pedesaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks inklusi
keuangan.
Kata Kunci: Inklusi keuangan, Index of Financial Inclusion.
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 2
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan pada beberapa tahun
terakhir, di mana pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang mencakup 70%
pertumbuhan dunia menurun dalam lima tahun terakhir. Hal ini ditambah dengan
perbaikan ekonomi di negara-negara maju. Harga komoditas energi yang rendah dan
kebijakan moneter Amerika Serikat yang cukup ketat menjadi salah satu alasan
perkembangan perekonomian global. Penyebab lainnya adalah Perlambatan dan rebalancing
secara bertahap pada aktivitas perekonomian Cina (Deputi Bidang Ekonomi Kementrian
PPN/Bappenas 2015).
Pertumbuhan perlambatan di Cina juga akan menekan pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia berkembang yaitu Asia Tenggara dan India. Namun, jika dibandingkan
dengan negara lain, tingkat PDB per kapita negara yang berada di kawasan Asia, memiliki
nominal yang paling rendah dibandingkan dengan Amerika dan Eropa dengan tingkat
rata-rata sebesar US$ 1542.21 pada tahun 2015.
Gambar 1
PDB per kapita negara Amerika Serikat, Kawasan Eropa dan Kawasan Asia tahun
2009-2015 (US$)
Sumber: World Bank, 2017 (diolah)
Hal ini didukung oleh data pada World Bank (gambar 1), menyebutkan bahwa
negara-negara yang berada dikawasan Asia memiliki tingkat PDB per kapita paling rendah
dibandingan pada kawasana Eropa dan Amerika. Selain karena aktivitas perekonomian
Cina yang melambat, perlambatan pertumbuhan ini salah satunya disebabkan oleh
kurangnya dukungan sektor keuangan baik perbankan maupun non-perbankan.
Berdasarkan Data pada International Monetary Fund (IMF) menyebutkan bahwa, kurang
dari 20% masyarakat di negara Asia yang berpendapatan rendah memiliki akses di
lembaga keuangan formal. Berbeda dengan Singapura, Jepang, dan Uni Emirat Arab yang
lebih dari dua pertiga masyarakatnya memiliki akses terhadap jasa keuangan. Selain jumlah
rekening, proporsi orang menabung lebih banyak dari jumlah proporsi orang meminjam
kredit.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Amerika Serikat Kawasan Euro Eropa dan Asia tengah
Asia Timur dan Pasifik Asia Selatan
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 3
Gambar 2
Akses terhadap Jasa Keuangan Negara di kawasan Asia tahun 2014
Sumber: International Monetary Fund, 2017 (diolah)
Menurut data pada gambar 2, beberapa masyarakat di negara Asia belum dapat
menjangkau jasa keuangan formal, khususnya perbankan, disebut dengan unbankable people.
Hal ini disebabkan karena banyak hambatan untuk mengaksesnya. Menurut Kunt (2008),
pengetahuan masyarakat tentang fungsi lembaga keuangan dan ketidak sesuaian produk
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan dengan kebutuhan masyakat berpendapatan
rendah menjadi salah satu penyebab dari hambatan tersebut (Dienillah and Anggraeni
2016). Selain itu hambatan juga berasal dari model bisnis bank itu sendiri, seperti posisi
pasar, kondisi makroekonomi, tingkat kompetisi, serta peraturan yang dijalankan.
Untuk menghadapi hambatan-hambatan yang dihadapi maka perlu dilakukan
peningkatan terhadap akses jasa keuangan melalui inklusi keuangan. Program inklusi
keuangan di Asia mulai gencar dilakukan dengan fokus pada meningkatkan akses
masyarakat, terutama masyarakat yang belum menikmati jasa perbankan. Ini menjadikan
inklusi keuangan sebagai salah satu fokus pembangunan di sektor keuangan diberbagai
negara khususnya negara yang berada di kawasan Asia, karena sistem keuangan yang baik
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Demirgüç-Kunt, Beck and Honohan 2008).
Paska krisis 2008 istilah inklusi keuangan menjadi tren terutama berasal dari
dampak krisis kepada kelompok masyarakat in the bottom of the pyramid (masyarakat
pinggiran berpendapatan rendah, tinggal di daerah terpencil yang mempunyai identitas
illegal) yang umumnya unbankable yang tercatat sangat tinggi pada negara miskin dan
berkembang (Bank Indonesia 2016). Menurut Reserve Bank of India, inklusi keuangan
merupakan suatu proses dalam mengakses produk dan layanan keuangan yang tepat yang
dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat khususnya kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah dengan biaya terjangkau yang diatur secara adil dan trasnparan.
Definisi ini menekankan beberapa dimensi inklusi keuangan, yaitu aksesibiliyas,
ketersediaan dan sistem kegunaan (Demirgüç-Kunt, Beck and Honohan 2008). Dimensi
ini secara bersama-sama membangun sistem keuangan yang inklusif.
0 20 40 60 80 100
Singapore
United Arab Emirates
Indonesia
Nepal
Afganistan
Credit in the Past year (% age 15+)
Saving in the Past year (% age 15+)
Access to Financial Institution Account (% age 15+)
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 4
Sistem keuangan merupakan inti dari proses pembangunan (Demirgüç-Kunt, Beck
and Honohan 2008). Sehingga dengan adanya inklusi keuangan mampu memberikan
banyak manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat, regulator, pemerintah, dan pihak
swasta. Beberapa manfaat yang akan didapat dengan adanya program inklusi keuangan
antara lain, meningkatkan efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan,
mendukung peningkatan Human Development Index (HDI), berkontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan, serta mengruangi
kesenjangan sosial yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya
berujung pada penurunan kemiskinan.
Menurut Sarma (2012) dalam penelitiannya IFI merupakan ukuran multidimensi
yang dikembangkan sejalan dengan indeks pembangunan terkenal seperti IPM, HPI, GDI,
dan GEM. IFI dapat digunakan untuk membandingkan tingkat inklusi keuangan di negara
yang berbeda dan untuk memantau sejauh mana kemajuan ekonomi sehubungan dengan
indeks inklusi keuangan dari waktu ke waktu. Selain itu, Sarma mencari determinasi indeks
inklusi keuangan dengan indikator pembangunan ekonomi, seperti variabel sosial
ekonomi, variabel infrastruktur, dan variabel perbankan. Sedangkan dalam penelitian
Sanjaya dan Nursechafia (2015) menyebutkan bahwa inklusi keuangan di Indonesia
utamanya dipengaruhi oleh dimensi aksesibilitas, serta dimensi lain seperti availibilitas dan
penggunaan yang hanya memiliki proporsi yang cukup kecil, artinya kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah tidak sepenuhnya bisa mengakses jasa keuangan formal, khususnya
dalam pengambilan kredit.
Mencermati penelitian-penelitian terdahulu yang ada dan beberapa fenomena yang
telah dijelaskan membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana
perbandingan tingkat inklusi keuangan dan variabel sosial ekonomi yang berpengaruh
terhadap inklusi keuangan negara yang berada di kawasan Asia. Selain itu, pada penelitian
ini digunakan mengadopsi variabel sosial ekonomi dalam penelitian Sarma (2012) yang
dilakukan di India.
Metodologi Penelitian
Jenis data yang digunakan adalah data panel, yaitu gabungan data cross section dan
time series. Data panel tersebut berupa data cross section yang terdiri dari sembilan negara di
kawasan Asia yang dibagi dalam tiga kategori yaitu Singapura, Jepang, dan Uni Emirat
Arab sebagai negara high income; Cina, Indonesia, dan Filipina sebagai negara middle income;
serta Nepal, Tajikistan, dan Afganistan sebagai negara low income. Data time series tahunan
periode tahun 2010-2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yang bersifat tahunan. Data-data ini dikumpulkan dari sumber seperti: World
Bank, International Monetary Fund (IMF), Trading Economics, dan sumber data lainnya.
Selanjutnya, untuk menunjang literatur serta pengetahuan, penulis menggunakan literatur
rambahan yang didapat dari jurnal dan penelitian ilmiah lainnya. Penelitian ini dilakukan
dengan bantuan software Microsoft Excel 2013 dan Eviews 9.
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 5
Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif kuantitatif yaitu analisis Index of Financial Inclusion (IFI) yang dikembangkan oleh
Sarma (2008), digunakan untuk mengukur tingkat inklusi keuangan di masing-masing
negara dan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan teknik estimasi
dengan pendekatan Fixed Effects Model akan digunakan untuk menguji hubungan antar
variabel yang bersifat dependen dan memiliki beberapa varian (jenis) sehingga penulis bisa
memiliki bentuk model yang paling sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Terakhir,
dengan teknik regresi penulis dapat melihat dampak perubahan nilai variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen. Oleh karena itu teknik regresi sangat membantu
penulis yang membutuhkan alat untuk melakukan proyeksi (peramalan) (Prof. Gudono
2012).
a. Index of Financial Inclusion (IFI)
Menurut Sarma (2008) sistem keuangan inklusi dinilai dari tiga dimensi, pertama
penetrasi perbankan yang digambarkan oleh jumlah rekening deposito di bank komersial
per 1000 populasi dewasa. Kemudian ketersediaan jasa keuangan yang digambarkan oleh
jumlah mesin ATM per 100000 populasi dewasa. Terakhir, kegunaan yang digambarkan
proporsi kredit terhadap GDP. Sehingga untuk menghitung setiap dimensi digunakan
rumus berikut:
(1)
Di mana:
= nilai aktual dari dimensi i
= nilai minimal dari dimensi i
= nilai maksimum dari dimensi i
Persamaan (1) menghasilkan nilai , di mana semakin tinggi nilai ,
maka semakin tinggi pula perolehan negara di dimensi i. Jika terdapat n dimensi dari
inklusi keuangan yang dihitung, maka perolehan suatu negara dari dimensi tersebut
dipresentasikan dengan titik X = ( pada ruang n-dimensi. Dalam ruang
n-dimensi, titik O = ( menunjukkan titik kondisi inklusi yang buru,
sedangkan titik I = ( menunjukkan kondisi yang ideal dalam setiap dimensi.
Indeks inklusi keuangan, IFI, untuk negara pada tahun ke i yang diukur dengan
normalisasi terbalik Euclidean jarak pada titik D. Persamaannya adalah:
√
√ (2)
Dalam persamaan (2), nilai IFI berada diantara 0 dan 1, jika diasumsikan seluruh
dimensi memiliki bobot yang sama besar, maka masing-masing dimensi memiliki bobot
sebesar 1, artinya dimensi memiliki peranan yang sama dalam menentukan tingkat inklusi
keuangan.
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 6
Dalam perhitungan IFI, dibutuhkan nilai tetap dari Mi (batas atas) dan mi (batas
bawah) untuk setiap dimensi. Agar dapat membandingkan IFI antar tahun pada tiap
negara, maka batas atas maupun batas bawah harus dijadikan nilai tetap. Berikut ini
merupakan data sebaran setiap dimensi yang disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1
Sebaran setiap Dimensi
Dimensi Jumlah
Observasi Rataan
Standar Deviasi
Minimum
Maximum
Penetrasi perbankan
54 13.99 9.36 2.21 34.14
Ketersediaan Jasa Perbankan
54 42.91 37.88 0.55 130.83
Kegunaan 54 81.36 83.5 3.76 318.6
Sumber: data penelitian (2017)
Berdasarkan distribusi data di atas, penetrasi perbankan memiliki nilai maksimum
sebesar 34.14, sehingga dibulatkan menjadi 34, artinya rata-rata setiap orang dewasa
memiliki 34 rekening. Untuk jumlah mesin ATM, batas atasnya adalah 130.83, artinya dari
100.000 populasi dewasa dilayani oleh 131 mesin ATM. Terakhir adalah kegunaan, yaitu
sebesar 318.6, artinya rata-rata deposito sebesar 319 persen terhadap GDP.
Berikut rangkuman dari seluruh dimensi yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 2
Dimensi dalam perhitungan IFI
Dimensi Penetrasi Perbankan Ketersediaan
Jasa Perbankan Kegunaan
Indikator
Jumlah rekening deposito di bank
komersial (per 1000 populasi dewasa)
Jumlah mesin ATM (per
100000 populasi dewasa)
Proporsi kredit
terhadap GDP
Bobot (wi) 1 1 1 Nilai Minimum (mi) 2.21 0.55 3.76
Nilai Maksimum (Mi) 34.14 130.83 318.6 Sumber: data peneliti (2017)
b. Model Regresi Ordinary Least Square (OLS)
Langkah awal dalam estimasi data panel adalah perumusan model. Setelah
merumuskan model yang akan digunakan, dilakukan pemilihan model pendekatan terbaik
dengan menggunakan uji Chow dan uji Hausman. Selanjutnya dilakukan uji statistik
(pengujian hipotesis individual (uji t), pengujian hipotesis berganda (uji f), dan uji
koefisien determinasi (uji R2)) dan uji ekonometrika (uji normalitas, uji multikolinearitas,
uji autokolerasi, dan uji heteroskedastisitas) guna memenuhi uji asumsi klasik.
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 7
Analisis determinan inklusi keuangan terhadap indicator sosial ekonomi pada
negara-negara ASEAN, maka digunakan variabel dependen index of financial inclusion (IFI).
Variabel independennya yaitu GDP perkapita, jumlah penduduk di atas 15 tahun, tingkat
pengangguran, dan jumlah penduduk di pedesaan. Persamaan regresinya yaitu:
(3)
Di mana:
: indeks inklusi keuangan negara i tahun ke t
: logaritma dari GDP per kapita negara i tahun ke t
: tingkat pengangguran negara i tahun ke t
: jumlah penduduk di pedesaan negara i tahun ke t
: konstanta
: koefisien arah garis regresi
: error term
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar negara
Berikut ini ketiga dimensi dari indeks inklusi keuangan yang disajikan pada tabel 3.
Tabel 3
Dimensi Pada Inklusi Keuangan
Stat. Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Indeks Penetrasi perbankan Min 0.00783 0.002505 0 0.004071 0.005951 0.001253
Max 0.989039 0.991544 0.99311 0.99217 0.991857 1
Avg 0.311167 0.364234 0.380242 0.386436 0.386575 0.385914 St. Dev 0.301218 0.305809 0.305565 0.304183 0.303041 0.303265
Indeks Ketersediaan Jasa Perbankan
Min 0 0.000691 0.000844 0.001382 0.001765 0.003147
Max 1 0.981885 0.976819 0.980043 0.974056 0.975514 Avg 0.277027 0.288336 0.324481 0.339082 0.356096 0.365955
St. Dev 0.322766 0.314578 0.299302 0.296477 0.293393 0.293472
Indeks Kegunaan Min 0.023409 0.003017 0.000667 0.001207 0 0.000286
Max 0.733706 0.812381 0.846239 0.936222 1 0.974304
Avg 0.214105 0.225645 0.237465 0.259483 0.272036 0.270151 St. Dev 0.227093 0.253834 0.265127 0.293967 0.313569 0.302789
Indeks Inklusi Keuangan
Min 0.010365 0.002071 0.000504 0.002219 0.002569 0.001561
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 8
Max 0.58458 0.589729 0.590552 0.597146 0.601703 0.604859
Avg 0.243427 0.265818 0.285538 0.297029 0.304988 0.308151
St. Dev 0.217642 0.213526 0.208229 0.20886 0.209691 0.208234
Sumber: data peneliti (2017)
Tabel 3 menunjukkan statistik deskriptif IFI dengan tiga dimensi dari 9 negara Asia
yang telah diestimasi. Hasilnya menunjukkan beberapa indikator seperti: minimum (Min),
maksimum (Max), rata-rata (Mean), dan Standar Deviasi. Secara rata-rata, jumlah IFI
beberapa negara Asia adalah 0.243427 pada tahun 2010 dan 0.308151 pada tahun 2015.
IFI cenderung berubah dengan fluktuasi kecil selama periode waktu tersebut.
Dari proporsi IFI tiga dimensi, dimensi kegunaan memiliki nilai yang paling tinggi,
diikuti dengan ketersediaan jasa perbankan dan penetrasi perbankan. Hal ini
mengindikasikan bahwa inklusi keuangan pada beberapa negara Asia ditentukan oleh
dimensi kegunaan serta dimensi lain (ketersediaan jasa perbankan dan penetrasi
perbankan) hanya memiliki proporsi yang lebih kecil. Salah satu kegunaan dari sistem
keuangan oleh IMF diproporsikan dalam indikator proporsi kredit yang disalurkan
terhadap GDP. Kredit/pinjaman ini digunakan oleh rumah tangga dan pengusaha.
Menurut Sarma (2012) jasa-jasa keuangan seperti penyaluran kredit, tidak digunakan
dengan baik, walaupun masyarakat memiliki akses terhadap jasa keuangan.
Pada dimensi penetrasi perbankan, proporsi orang dewasa miskin mencapai
aksesibilitas yang tinggi pada sistem keuangan, namun mereka tidak menggunakan
proporsi tersebut dengan baik karena adanya beberapa kendala, salah satunya berupa
kantor cabang yang tidak dapat dijangkau dikarenakan tempat tinggal yang sangat
terpencil sehingga mereka tidak bisa menjangkau akses tersebut. Proporsi populasi yang
memiliki rekening bank merupakan sebuah ukuran dari penetrasi perbankan. Salah satu
variabel yang digunakan adalah jumlah rekening deposito di bank komersial (per 1000
populasi dewasa). Jepang adalah negara yang memiliki tingkat penetrasi perbankan
tertinggi dibandingkan negara Asia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di
negara tersebut sedikit lebih banyak menggunakan akses perbanakan khususnya untuk
penggunaan rekening di bank umum.
Gambar 3
Rata-rata Jumlah Jumlah Rekening Depositu di Bank Komersial
(per 1000 populasi dewasa)
Sumber: The world bank (2016)
0
200
400
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 9
Pada gambar 3, Jepang dan China merupakan dua negara yang memiliki tingkat
penetrasi perbankan tertinggi dibandingkan 7 negara Asia lainnya. Jumlah rekening
depositu di bank komersial untuk negara-negara tersebut cenderung konstan yaitu sekitar
40 per 100.000 orang dewasa di Jepang dan 23 per 100.000 orang dewasa di China. Hal ini
menunjukkan masyarakat dikedua negara tersebut cukup mengenal sistem perbankan
dengan terus melakukan perbaikan dalam pembangunan sektor perbankan khususnya
untuk meningkatkan inklusi keuangan.
Selain penetrasi perbankan, dimensi lain dalam sistem inklusi keuangan adalah
ketersediaan jasa perbankan. Dimensi ini mengukur sejauh mana kemudahan jasa
perbankan dalam meberikan pelayanan kepada masyarakat. Variabel yang digunakan
untuk mengukur dimensi ini adalah jumlah mesin ATM (per 100.000 populasi dewasa).
Dalam dimensi ini, negara Jepang yang merupakan negara high income memiliki proporsi
terbesar dalam pengadaan jumlah mesin ATM, sedangkan untuk negara middle income,
China memiliki jumlah dan tren peningkatan terbesar dibandingkan negara middle income
lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 4.
Gambar 4
Rata-rata Jumlah mesin ATM (per 100000 populasi dewasa)
Sumber: The world bank (2016)
Untuk negara Asia ini, jumlah mesin ATM dari bank komersial di negara tersebut
cenderung konstan dari tahun 2010-2015. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan fisik
berupa mesin ATM yang merupakan akses dari sektor perbankan tidak lagi dilakukan. Hal
ini juga mencerminkan terjadinya penurunan dalam perkembangan tekhnologi. Salah satu
alternatif untuk mengganti jumlah mesin ATM dengan menggunakan sistem mobile banking
dan internet banking. Sehingga dapat mengurangi biaya produksi dari suatu perbankan dan
nasabah tidak perlu datang ke bank terdekat dalam melakukan transaksi perbankan.
Dimensi terakhir dari inklusi keuangan adalah kegunaan. Bank sebagai pihak
intermediasi seharusnya memiliki manfaat bagi masyarakat. Salah satu bentuk intermediasi
perbankan berupa penyaluran kredit. Dalam penelitian ini, kegunaan dilihat dari proporsi
jumlah kredit/pinjaman oleh rumah tangga dan perusahaan terhadap GDP. Dalam
gambar 5, China dan Singapura merupakan dua negara yang memiliki jumlah proporsi
kredit terbesar dibandingan negara lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin
0
500
1000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 10
besar jumlah proporsi kredit yang disalurkan maka peningkatan GDP akan semakin besar
dengan semakin meningkatnya jumlah konsumsi dari masyarakat.
Gambar 5
Rata- rata Proporsi Kredit terhadap GDP
Sumber: The world bank (2016)
Gambar 3 menyajikan nilai IFI dari beberapa negara Asia tahun 2010-2015.
Hasilnya menunjukkan bahwa negara ASEAN memiliki tren indeks inklusi keuangan yang
meningkat. Pada periode terakhir, Jepang memiliki nilai indeks inklusi keuangan yang
paling tinggi selama periode tersebut, yaitu sebesar 0,6, selanjutnya disusul oleh Kamboja
(0,59) dan Singapura (0,37). Tingginya indeks inklusi keuangan di negara tersebut
menunjukkan adanya kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses jasa keuangan. Jasa
perbankan telah dan sedang menjangkau mayoritas masyarakat, khususnya masyarakat
berpenghasilan rendah. Jepang, China, dan Singapura sudah mampu menghilangkan
hambatan-hambatan dalam akses jasa keuangan, sehingga masyarakat dapat memanfaat
jasa-jasa yang diberikan oleh keuangan formal, khususnya jasa perbankan. Di mana, jasa
perbankan yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ideal.
Gambar 6
Nilai IFI negara Asia tahun 2010-2015
Sumber: data penelitian (2017)
Sedangkan negara dengan indeks inklusi keuangan terendah dengan nilai sebesar
0,001 adalah Afganistan. Rendahnya indeks inklusi keuangan di negara ini menunjukkan
masih sulitnya akses terhadap jasa perbankan. Namun demikian, negara ini memiliki
kecenderuangan dalam memperbaiki akses sektor perbankan secara annual. Perbaikan
0500
100015002000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
0 1 2 3 4
Singapore
United Arab Emirates
Indonesia
Nepal
Afganistan
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 11
dalam usaha untuk menghilangkan hambatan askes jasa keuangan tersebut seperti,
meningkatkan jumlah cabang bank khususnya untuk yang berada di wilayah pedesaan,
pemberian kredit kepada UMKM, menambahkan produk-produk yang lebih sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pedesaan, dan lain sebagainya.
2. Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara
Perkembangan akses terhadap layanan jasa perbankan berbeda-beda disetiap
negara. Pembangunan sektor terhadap jasa perbankan di negara maju lebih cepat
dibandingkan dengan negara berkembang. Hal ini dapat dilihat dari indeks inklusi
keuangan yang menunjukkan sejauh mana negara tersebut memberikan akses terhadap
jasa perbankan kepada masyarakatnya. Pada tabel 4 menunjukkan Tingkat inklusi
keuangan dari ketiga negara high income, yaitu Singapura, Jepang, dan Uni Emirat Arab
cenderung konstan.
Gambar 7
Nilai IFI negara Jepang, Singapura, dan Uni Emirat Arab tahun 2010-2015
Sumber: data penelitian (2017)
Jepang merupakan negara high income yang tingkat inklusi keuangannya relatif tinggi
dengan nilai indeks sebasar 0.6. Tingginya tingkat inklusi keuangan di Jepang dikarenakan
tingginya nilai tiap-tiap dimensi dalam inklusi keuangan. Ketersediaan jasa perbankan yang
dicerminkan dengan jumlah mesin ATM yang tersedia memiliki rata-rata 128 per 100.000
orang dewasa dari tahun 2010-2015. Jumlah ini paling tinggi dibandingkan negara lain
yang diteliti. Namun, untuk dua negara high income lainnya yitu Singapura dan Uni Emirat
Arab masih memiliki tingkat inklusi keuangan yang relatif rendah, masing-masing sebesar
0.37 untuk Singapura dan 0.35 untuk Uni Emirat Arab.
Tingginya nilai indeks inklusi keuangan di Jepang menunjukkan kemudahan bagi
masyarakat dalam mengakses jasa keuangan, dimana jasa masyarakat telah menjangkau
mayoritas masyarakat di negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Jepang cukup
mampu menghilangkan hambatan-hambatan dalam akses jasa keuangan, sehingga
masrakat dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui pemanfaatan lembaga keuangan,
khususnya jasa perbankan. Berdasarkan nilai indeksnya, inklusi keuangan di Jepang lebih
inklusif dibandingkan dengan Singapura dan Uni Emirat Arab. Artinya, akses jasa
keuangan di Jepang lebih mudah dibandingkan dengan Singapura dan Uni Emirat Arab.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Singapore Japan United Arab Emirates
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 12
Gambar 8
Nilai IFI negara China, Indonesia, dan Filipina tahun 2010-2015
Sumber: data penelitian (2017)
Berbeda dengan negara high income, negara middle income seperti Cina, Indonesia, dan
Filipina memiliki tren inklusi keuangan yang meningkat. Di mana negara Cina memiliki
indeks inklusi keuangan terbesar, yaitu sebesar 0.59 tahun 2015. Hal dikarenakan, negara
cina merupakan negara upper middle income. Sedangkan Indonesia dan Filipina merupakan
negara lowe middle income. Meskipun negara middle income memiliki indeks inklusi keuangan
di bawah negara high income, terdapat kecenderungan perbaikan dalam akses sektor
perbankan setiap tahunnya. Usaha-usaha dalam menghilangkan hamabatan akses jasa
keuangan seperti meningkatkan jumlah kantor cabang bank khususnya di wilayah
pedesaan.
Gambar 9
Nilai IFI negara Nepal, Tajikistan, dan Afganistan tahun 2010-2015
Sumber: data penelitian (2017)
Indeks inklusi keuangan di negara ow income seperti Nepal, Tajiskistan, dan
Afganistan rata-rata memiliki tren peningkatan. Di mana negara Afganistan memiliki
indeks terkecil dibandingkan kedua negara lainnya. Jumlah mesin ATM pada tahun 2015
kurang dari 1 per 100.000 orang dewasa. Berbeda dengan Jepang, di mana setiap 100.000
orang dewasa dapat mengakses 128 mesin ATM. Hal ini menunjukkan terdapat
kesenjangan yang sangat besar antara Afganistan dengan Jepang, sehingga tingkat inklusi
keuangan sangat jauh berbeda.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
2010 2011 2012 2013 2014 2015
China Indonesia Philippines
0
0,05
0,1
0,15
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nepal Tajikistan Afganistan
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 13
Rendahnya indeks inklusi keuangan di Afganistan menunjukkan akses terhadap
jasa keuangan sangat sulit. Sehingga masih terdapat banyak hambatan bagi masyarakat
dalam mengakses jasa keuangan, khusus keuangan formal seperti perbankan. Selain karena
jumlah kantor cabang yang masih minim, produk jasa perbankan yang ditawarkan masih
rendah dan kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di negara yang bersangkutan.
3. Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi terhadap Inklusi Keuangan
Menurut Sarma (2012) ada beberapa indikator pembangunan yang memperngaruhi
inklusi keuangan di suatu negara, yaitu seperti indikator variabel sosial ekonomi, variabel
infrastruktur, dan variabel perbankan. Namun dalam penelitian ini indikator
pembangunan yang dianalisis hanya dilihat dari variabel sosial ekonomi. Sehingga, untuk
mengetahui pengaruh variabel sosial ekonomi terhadap indeks inklusi keuangan maka
dilakukan estimasi dengan regresi data panel dengan hasil setimasi sebagai berikut:
Tabel 4
Hasil Estimasi Regresi Data Panel
Variable Coefficien
t Std. Error t-Statistic Prob. GDP -0.475274 0.244439 -1.944342 0.0586
TP -0.211668 0.085949 -2.462721 0.0180 JD -0.120506 0.027513 4.379964 0.0001 C -0.593623 2.762673 -0.214873 0.8309 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.783244 Mean dependent var -
0.445484 Adjusted R-squared 0.778856 S.D. dependent var 1.245956
S.E. of regression 0.181176 Akaike info criterion -
0.385571 Sum squared resid 1.378632 Schwarz criterion 0.056426
Log likelihood 22.41041 Hannan-Quinn criter. -
0.215110 F-statistic 224.0531 Durbin-Watson stat 2.823109 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: data penelitian (2017)
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4 dengan α sebesar 5%, didapatkan bahwa
variabel GDP perkapita dapat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh indeks inklusi
keuangan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien GDP perkapita, di mana nilai koefisien
sebesar 0.0586 di bawah nilai α.
Tingkat pengangguran signifikan memengaruhi negatif terhadap indeks inklusi
keuangan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jumlah penduduk di atas 15 tahun yang
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 14
signifikan pada α, yaitu dengan nilai koefisien sebesar 0.0180. Artinya, apabila tingkat
pengangguran meningkat sebesar 1 persen, maka indeks inklusi keuangan akan menurun
sebesar 0.211668. Jadi, tingkat pengangguran dapat menjelaskan kondisi inklusi keuangan
pada negara Asia. Dimana, semakin tinggi jumlah penduduk pada negara Asia, semakin
rendah tingkat inklusi keuangannya. Menurut Goodwin (2000) faktor yang dapat dikaitkan
dengan inklusi keuangan adalah angkatan kerja. Pengangguran atau mereka yang memiliki
pekerjaan tidak tetap dan tidak aman cenderung untuk berpartisipasi dalam sistem
keuangan. Beberapa studi menemukan bahwa pembayaran upah melalui transfer tunai
otomatis telah menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi inklusi keuangan
(Sarma and Pais, Financial Inclusion and Development: A Cross Country Analysis 2012).
Selain itu, dengan banyanyaknya angkatan kerja yang bekerja di lapangan kerja sektor
formal bisa menyiratkan partisipasi dalam sistem keuangan formal melalui penerimaan
upah dan gaji dengan sistem transfer tunai tersebut. Dengan demikian proporsi tenga
kerja sektor formal akan menjadi indikator penting dari tingkat inklusi keuangan.
Sehingga, semakin kecil jumlah pengangguran, maka semakin besar peluang dalam
mengakses jasa perbankan, hal ini akan meningkatkan tingkat inklusi keuangan pada
negara Asia.
Jumlah penduduk di pedesaan signifikan memengaruhi negatif terhadap indeks
inklusi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jumlah penduduk di atas 15 tahun
yang signifikan pada α, yaitu dengan nilai koefisien sebesar 0.0001. Artinya, apabila jumlah
penduduk di pedesaan meningkat sebesar 1 persen, maka indeks inklusi keuangan akan
menurun sebesar 0.120506. Jadi, jumlah penduduk di pedesaan dapat menjelaskan kondisi
inklusi keuangan pada negara Asia. Dimana, semakin tinggi jumlah penduduk pada negara
Asia, semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangannya. Menurut Leyshon (1995),
masyarakat pedesaan memiliki kecenderungan kecil dalam mengakses jasa keuangan.
Kebanyakan daerah pedesaan merupakan daerah dengan infrastruktur yang buruk,
menyebabkan sulitnya dalam menyediakan jasa keuangan. Jika akses keuangan terjangkau,
hal ini akan menimbulkan biaya transaksi yang cuku besar bagi penyedia jasa keuangan,
sehingga penyedia jasa keuangan sulit dalam merencanakan dan membuka akses
keuangannya di pedesaan. Selain besarnya biaya transaksi, produk-prduk yang ditawarkan
oleh jasa keuangan pun tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan. Dengan
demikian, semakin sedikitnya jumlah masyarakat di pedesaan, maka akses jasa keuangan
semakin mudah, sehingga meningatkan tingkat inklusi keuangan.
Pada tabel 4 dapat diketahui pula koefisien determinasi (R2) sebesar 0.783244 atau
sebesar 78%. Ini berarti bahwa kontribusi dari variabel GDP perkapita, tingkat
pengangguran, dan jumlah penduduk di pedesaan dapat menjelaskan pengaruhnya
terhadap variabel indeks inklusi keuangan sebesar 78%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar
22 % dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan regresi pada penelitian ini.
Uji F statistik digunakan untuk menguji hipotesis pengaruh simultan dari variabel
independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil didapatkan F hitung sebesar
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 15
224.0531, dengan Sig F (0,000) yang lebih kecil dari 5% (0,05) menunjukkan bahwa H1
diterima dan H0 ditolak yang berarti bahwa variabel variabel GDP perkapita, tingkat
pengangguran, dan jumlah penduduk di pedesaan secara bersama sama mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel indeks inklusi keuangan.
Kesimpulan
Penelitian ini mencoba untuk menjadi alat penting bagi pengambil kebijakan untuk
menggunakannnya sebagai perbandingan dan motivasi untuk semakin menganut prinsip
inklusif dalam keuangan. Artikel ini memberikan paling tidak dua kesimpulan, pertama,
perbandingan indeks inklusi keuangan di beberapa negara Asia dengan menggunakan
dimensi penetrasi perbankan ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa secara umum inklusi keuangan di negara Asia utamanya dipengaruhi
oleh dimensi keguanaan. Salah satu kegunaan dari sistem keuangan oleh IMF
diproporsikan dalam indikator proporsi kredit yang disalurkan terhadap GDP.
Kredit/pinjaman ini digunakan oleh rumah tangga dan pengusaha. Jasa-jasa keuangan
seperti penyaluran kredit, tidak digunakan dengan baik, walaupun masyarakat memiliki
akses terhadap jasa keuangan.
Kedua, melihat pengaruh indikator pembangunan berupa variabel sosial ekonomi
terhadap indeks inklusi keuangan di beberapa negara Asia pada periode 2010-2015. Dapat
disimpulkan bahwa hanya variabel GDP perkapita yang tidak signifikan berpengaruh
secara parsial. Sedangkan variabel lainnya, yaitu tingkat pengangguran dan jumlah
penduduk di pedesaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks inklusi
keuangan. Selanjutnya, dapat diketahui bahwa dari ketiga variabel bebas tersebut yang
paling dominan pengaruhnya terhadap indeks inklusi keuangan adalah jumlah penduduk
di pedesaan karena memiliki nilai koefisien paling besar.
Mengacu pada kesimpulan di atas, beberapa implikasi dan saran yang dapat
diberikan, pertama bagi negara Asia, peningkatan inklusi keuangan harus diikuti oleh
penurunan hambatan dalam mengakses layanan jasa-jasa keuangan formal serta
menambah produk perbankan yang lebih sesuai khususunya dengan masyarakat
berpendapatan rendah. Misalnya kredit mikro untuk usaha kecil dan menengah dan
menambah outlet perbankan yang menjangkau pedesaan. Selain itu, perlu dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pentingnya inklusi keuangan, dengan
demikian masyarakat akan merasa bahwa jasa keuangan sangat penting dan dekat dalam
jangkauannya.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia. 2016. Keuangan Inklusi. Accessed Desember 17, 2016.
http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/Contents/Default.aspx. Demirgüç-Kunt, Aslı, Thorsten Beck, and Patrick Honohan. 2008. Finance for all? Policies
and Pitfalls in Expanding Access. The International Bank for Reconstruction and
Development, Washington DC: The World Bank.
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam Dinar. Vol 6, No 1: Januari 2019. 1-17 https://journal.trunojoyo.ac.id/dinar/index ISSN: 2460-9889 (Cetak)
DOI: https://doi.org/10.21107/dinar ISSN: 2580-3565 (Online)
: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam | 16
Deputi Bidang Ekonomi Kementrian PPN/Bappenas . 2015. Perkembangan Ekonomi
Indonesia dan Dunia. Laporan Triwulan IV tahun 2015, Jakarta: Deputi Bidang
Ekonomi Bappenas.
Dienillah, Azka Azifah, and Lukytawati Anggraeni. 2016. "Dampak Inklusi Keuangan
Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan di Asia." Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan Volume 18, Nomor 4.
Goodwin, D., L. Adelman, S. Middleton, and K. Ashworth. 2000. "Debt, Money Management
and Access to Financial Services: Evidence from the 1999 PSE Survey of Britain."
1999 PSE Survey Working Paper 8, Centre for Research in Social Policy
(Loughborough University).
International Monetary Fund. 2016. IMF Finance. International Monetary Fund.
http://www.imf.org/external/index.htm.
Kasmir. 2004. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.
Leyshon, A., and Thrift N. 1995. "Geographies of Financial Exclusion: Financial
Abandonment in Britain and the United States." Transactions of the Institute of British
Geographers .
Organisation for Economic Co-operation and Development. 2015. The OECD Economic
Outlook. Economic Outlook, OECD Development Centre. http://www.oecd.org/.
Prof. Gudono, Ph.D., CMA. 2012. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE.
Sanjaya, I Made, and Nursechafia. 2015. "INKLUSI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN
INKLUSIF: ANALISIS ANTAR PROVINSI DI INDONESIA." Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, Volume 18, Nomor 3.
Sarma, Mandira. 2008. "Index of Financial Inclusion." Indian Council for Research on
International Economic Relations.
Sarma, Mandira, and Jesim Pais. 2012. "Financial Inclusion and Development: A Cross
Country Analysis ." Indian Council for Research on International Economic
Relations.
The World Bank. 2016. World Bank Open Data. Accessed Desember 15, 2016.
http://data.worldbank.org/.
Trading Economics. 2016. Loans to Bank. Accessed Desember 15, 2016.
www.tradingeconomics.com.