ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN … · hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy,...
Transcript of ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN … · hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy,...
i
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
RATNA INDRIASTI H34104055
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADAPT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR
Ratna Indriasti 1) dan Nunung Kusnadi 2)
1) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H341040552) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, Dr.Ir., MS
ABSTRAK
Hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam tanpa tanah, denganmenggunakan larutan nutrisi di dalam air. Sayuran hidroponik yang dihasilkanlebih higienis, tanpa pestisida, lebih renyah dan segar. Harga jual sayuranhidroponik jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional, namunbiaya investasi dan operasional juga tinggi. Oleh karena itu, pengusahaanhidroponik perlu memperhatikan jenis sayuran yang diproduksi yaitu sayuranyang memiliki nilai jual tinggi atau sayuran yang tergolong eksklusif. Tujuan daripenelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan,dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penelitian dilakukan padaDesember 2012 sampai Februari 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwawalaupun PT KSS memproduksi jenis sayuran yang sama dengan sayurankonvensional (bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy), usaha yang dilakukantetap menguntungkan dan efisien dikarenakan harga jual dan produktivitas yangtinggi sehingga dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio yangdiperoleh tiap komoditas berkisar antara 1,3 hingga 2,9. Komoditas kangkunghidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkandibandingkan dengan komoditas lainnya.
Kata kunci : hidroponik, struktur biaya, keuntungan, efisiensi usaha
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADAPT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR
Ratna Indriasti 1) dan Nunung Kusnadi 2)
1) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H341040552) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, Dr.Ir., MS
ABSTRACT
Hydroponic is a technology of growing plants using mineral nutrientsolutions in water, without soil. Hydroponic technology produces more hygienic,non pesticide, crisper and fresher vegetables. Hydroponic vegetables price is farmore expensive than conventional vegetables, however the investment andoperating costs are higher. Therefore, in hydroponic cultivation need to considerthe type of vegetables produced are high value vegetables or exclusive. The aim ofthis research is to analyze the cost structure, revenue, profit, and efficiency ofhydroponic vegetables business in PT KSS. This research was conducted fromDecember 2012 to February 2013. The results of the research showed thatalthough the PT KSS producing the same type vegetables with conventionalvegetables (such as spinach, water spinach, caysim, and pakcoy), the businessremain profitable and efficient because of the higher price and higherproductivity of hydroponic vegetables that can cover the cost. The R/C ratioobtained by each commodity is ranging from 1,3 to 2,9. Hydroponic waterspinach commodity is the most efficient and profitable commodity compare to theother.
Keywords : hydroponic, cost structure, profit, efficiency
ii
RINGKASAN
RATNA INDRIASTI. Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).
Teknologi hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi di dalam air. Sayuran hidroponik yang dihasilkan lebih higienis, tanpa pestisida, lebih renyah dan segar. Harga jual sayuran hidroponik jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional, namun biaya investasi dan operasional juga tinggi. Oleh karena itu, pengusahaan hidroponik perlu memperhatikan jenis sayuran yang diproduksi yaitu sayuran yang memiliki nilai jual tinggi atau sayuran yang tergolong eksklusif.
PT Kebun Sayur Segar (PT KSS) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran hidroponik. PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan menggunakan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value).
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penelitian ini dilaksanakan di PT KSS yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Waktu pengambilan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel. Konsep dan alat analisis yang digunakan yaitu analisis struktur biaya, analisis keuntungan dan efisiensi usaha serta analisis titik impas.
Berdasarkan analisis struktur biaya, biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya sewa lahan, penyusutan greenhouse persemaian, penyusutan greenhouse pembesaran, penyusutan sarana irigasi, penyusutan peralatan, tenaga kerja tetap, listrik, distribusi. Komponen biaya tetap tertinggi yaitu biaya tenaga kerja dan biaya distribusi. Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen. Pada usaha hidroponik biaya investasi yang dibutuhkan tinggi sehingga biaya tetap merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya tenaga kerja harian, biaya penggunaan benih, rockwool, nutrisi, dan kemasan. Komponen biaya variabel tertinggi yaitu biaya tenaga kerja harian. Persentase total biaya variabel terhadap total biaya berkisar antara 28-40 persen. Biaya produksi yang paling kecil yaitu pada komoditas kangkung. Penggunaan metode substrat dengan media kerikil pada komoditas kangkung dapat menghemat biaya.
Jumlah produksi sayuran hidroponik PT KSS tinggi dikarenakan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan konvensional. Harga jual sayuran hidroponik juga memiliki harga premium yaitu Rp 38.000 per kilogram, sementara itu pada pengamatan di lapangan harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 – 10.000 per kilogram. Apabila sayuran hidroponik
iii
dijual dengan harga konvensional maka PT KSS tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Harga jual yang tinggi juga dikarenakan tingginya kualitas sayuran hidroponik.
Dari hasil analisis efisiensi usaha (R/C rasio) menunjukkan bahwa usaha sayuran hidroponik PT KSS efisien untuk dijalankan (R/C > 1). Nilai R/C rasio pada komoditas caysim yaitu 1,27, pakcoy 1,49, bayam 1,61, dan kangkung 2,71. Penerimaan kangkung hidroponik paling tinggi dengan penggunaan biaya yang paling rendah sehingga menghasilkan usaha yang sangat efisien. Berdasarkan analisis titik impas memperlihatkan bahwa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditas berbeda sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya. Komoditas kangkung memiliki jumlah minimum/titik impas yang paling rendah, sedangkan komoditas caysim memiliki titik impas yang paling tinggi. Pada komoditas kangkung jumlah minimum produksi yaitu 3.473 kg, sedangkan jumlah produksi aktual mencapai 13.300 kg. Semakin jauh nilai titik impas produksi dengan jumlah produksi aktual, maka dapat dikatakan bahwa keuntungan yang diperoleh semakin besar.
Meskipun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan konvensional, namun usaha sayuran hidroponik yang dijalankan tetap efisien dan menguntungkan. Hal ini dikarenakan harga jual serta produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya.
iv
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR
KABUPATEN BOGOR
RATNA INDRIASTI H34104055
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
v
Judul Skripsi : Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur
Segar Kabupaten Bogor
Nama : Ratna Indriasti
NIM : H34104055
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usaha
Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor” adalah karya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2013
Ratna Indriasti H34104055
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 1989. Penulis adalah anak
ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Widayat dan Ibu Waltiyah.
Pendidikan SD ditempuh penulis dari tahun 1994 di SDN Peninggilan 01
Tangerang sampai pada tahun 2000. Penulis kemudian menempuh pendidikan
SMP dari tahun 2000 di SMPN 3 Tangerang sampai pada tahun 2003. Penulis
melanjutkan pendidikan pada tahun berikutnya di SMA Yadika 5 Jakarta dan
lulus pada tahun 2006 dengan jurusan IPA.
Penulis diterima di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan
dan Gizi, Program Diploma Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006 melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis pernah melakukan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di RSUD Cibinong Bogor dan Hotel Pangrango 2 Bogor
pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010, penulis bekerja di Mayapada
Hospital Tangerang sebagai ahli gizi.
Penulis melanjutkan studi ke program Sarjana Alih Jenis Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes pada
tahun 2010. Penulis pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan acara siang
keakraban mahasiswa alih jenis agribisnis pada tahun 2011. Pada tahun yang
sama, penulis juga sempat bekerja pada sebuah CV yang bergerak di bidang
kuliner.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur
Segar Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di PT Kebun Sayur Segar
sebagai salah satu perusahaan penghasil sayuran hidroponik. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, keuntungan, dan efisiensi
usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dikemudian hari.
Bogor, Mei 2013
Ratna Indriasti
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, ilmu,
arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis hingga penyusunan
skripsi ini selesai.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama.
Terima kasih atas koreksi dan masukan yang telah diberikan.
3. Ir. Harmini, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji Komisi Pendidikan.
Terima kasih atas koreksi dan masukan yang telah diberikan.
4. Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah
memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si yang telah menjadi pembimbing akademik
selama perkuliahan dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.
6. Orangtua (Bapak Widayat dan Ibu Waltiyah), kedua kakak tersayang (Risad
Yanuar dan Anjar Hermawan S.Kom, MT) dan keluarga tercinta atas setiap
doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
7. Pihak PT Kebun Sayur Segar terutama manajer produksi yang telah
meluangkan waktu, memberikan kesempatan dan berbagai informasi yang
dibutuhkan penulis.
8. Sahabat dan teman seperjuangan Agribisnis Alih Jenis 1 terutama Dwi Gama
dan Tita Nursiah yang telah memberikan dukungan, semangat, serta sharing
selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.
9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan berbagai bantuan kepada penulis.
Bogor, Mei 2013
Ratna Indriasti
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiv
I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 5 1.3 Tujuan ......................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 6
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 7 2.1 Keunggulan Teknologi Hidroponik ......................................... 7 2.2 Karakteristik Produk Hidroponik ............................................. 9 2.3 Struktur Biaya dan Produktivitas Sayuran Hidroponik ............. 11
III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 15 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 15
3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual ...................................................... 15 3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik .......................................................................... 18 3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik ............... 20
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .............................................. 22
IV METODE PENELITIAN ............................................................ 25 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 25 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 25 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 25
4.3.1 Analisis Struktur Biaya .................................................... 26 4.3.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik ..................................................................... 28 4.3.3 Analisis Titik Impas .......................................................... 30
V GAMBARAN UMUM USAHA ………………………………….. 31 5.1 Sejarah Perusahaan ................................................................. 31 5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis Perusahaan .............................. 32 5.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan ........... 32 5.4. Sarana dan Prasarana Budidaya Sayuran Hidroponik .............................................................................. 34 5.5 Proses Budidaya Sayuran Hidroponik ..................................... 37
5.6 Pemasaran Sayuran Hidroponik ............................................... 41
xi
VI ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PT KSS …… 43 6.1 Analisis Struktur Biaya Sayuran Hidroponik ......................... 43 6.1.1 Biaya Tetap .................................................................... 43 6.1.2 Biaya Variabel ................................................................ 47 6.2 Analisis Penerimaan Sayuran Hidroponik ............................. 50 6.3 Analisis Keuntungan, Efisiensi Usaha, dan Titik Impas Sayuran Hidroponik ..................................... 52 6.4 Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional ............................................................ 55 VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 57
7.1 Kesimpulan ............................................................................. 57 7.2 Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 59
LAMPIRAN ........................................................................................... 62
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010 ............................................................... 1
2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran (ton) di Indonesia Tahun 2009-2010 ........................................................ 2
3. Perbandingan Produktivitas Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Non Hidroponik ................................................................... 14
4. Struktur Biaya Usaha Sayuran Hidroponik PT KSS
per 500 m2 per tahun ..................................... ................................... 27
5. Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 per tahun ........................................ 29
6. Komponen Biaya Tetap Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun .............................................. 45
7. Komponen Biaya Variabel Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ............................................ 48
8. Struktur Biaya Produksi Sayuran Hidroponik .......................... 50
9. Penerimaan Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun .................................................................. 51
10. Keuntungan Usaha Sayuran Hidroponik pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun .................................... 52
11. Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ..................................... 53
12. Titik Impas pada Tiap Komoditas Sayuran Hidroponik ........... 54
13. Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional ................................................................................ 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total ....................... 16
2. Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual ......................... 17
3. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan ................................... 21
4. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................... 24
5. Greenhouse Tipe Piggyback dengan Kerangka Bambu .......... 35
6. Sarana Irigasi Sistem Hidroponik NFT di PT KSS .......................... 35
7. Bedengan/Rak Tanam Sayuran Hidroponik di PT KSS .................. 36
8. Media Tanam Rockwool di PT KSS ................................................. 36
9. Benih Pakcoy Takii ..................................................................... 36
10. Sistem Budidaya NFT dan NFT Metode Substrat ...................... 37
11. Proses Persemaian Benih di PT KSS ................................................ 38
12. Proses Pembesaran Bibit di PT KSS ................................................. 38
13. Daun Bayam yang Terkena Kutu .................................................. 39
14. Kegiatan Panen di PT KSS ............................................................... 40
15. Kegiatan Pengemasan di PT KSS..................................................... 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perhitungan Penyusutan Greenhouse Persemaian dan Pembesaran di PT KSS ......................................................... 63
2. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Bayam, Caysim, Pakcoy pada Luas Lahan 500 m2 ............................ 64
3. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Kangkung Media Kerikil pada Luas Lahan 500 m2 ............................... 65
4. Join Cost Penyusutan Peralatan untuk Komoditas Bayam, Pakcoy, Caysim, Kangkung .................................... ...... 66
5. Perhitungan Tenaga Kerja untuk Komoditi Bayam, Caysim, Pakcoy, Kangkung ..................................................... 67
6. Struktur Biaya, Keuntungan, dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun dengan Penggunaan Harga Sayuran Konvensional .................... 68
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk
dikembangkan yaitu komoditas hortikultura. Hortikultura merupakan bagian dari
sektor pertanian yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan
biofarmaka. Komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,
sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, florikultura dan tanaman
obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Komoditas hortikultura
telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun
perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto
(PDB). Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007-2010
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010
No. Kelompok
Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rupiah) Laju pertumbuhan (%)
2007 2008 2009 2010 2008 2009 2010
1 Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 11,09 2,93 -6,1
2 Sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244 10,23 8,16 2,42
3 Tanaman Hias 4.741 5.085 5.494 6.174 7,26 8,04 12,38
4 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665 -6,14 1,14 -5,95
Total PDB Hortikultura 76.795 84.203 88.334 86.565 9,65 4,91 -2,0
Kontribusi Sayuran (%) 33,3 33,5 34,5 36,1
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai PDB hortikultura yaitu dari
kelompok komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka relatif
mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Laju pertumbuhan
komoditas sayuran dan tanaman hias selalu positif pada tiap tahunnya, sedangkan
buah-buahan dan biofarmaka mengalami pertumbuhan yang negatif pada tahun
2008 dan 2010. Komoditas sayuran merupakan komoditas yang memiliki nilai
PDB tertinggi kedua setelah buah-buahan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas
sayuran menjadi komoditas yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia.
2
Komoditas sayuran dapat memberikan kontribusi terhadap PDB hortikultura
sebesar 33 sampai dengan 36 persen dari total PDB hortikultura pada tahun 2007
hingga 2010.
Komoditas sayuran memegang peranan penting dalam pemenuhan
kebutuhan manusia khususnya dalam hal kecukupan pangan dan gizi yang
dibutuhkan. Meningkatnya populasi penduduk, kesejahteraan masyarakat, serta
pengetahuan masyarakat akan kesehatan maka akan berpengaruh terhadap
peningkatan permintaan sayuran sehingga produksi sayuran harus ditingkatkan.
Secara umum, produksi sayuran di Indonesia pada tahun 2009-2010 mengalami
perkembangan produksi yang positif. Perkembangan produksi beberapa tanaman
sayuran (ton) pada tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran (ton) di Indonesia Tahun 2009-2010
No. Jenis Sayuran 2009 2010 Perkembangan (%)
1 Kembang Kol 96.038 101.205 5,38
2 Paprika 4.462 5.533 24,00
3 Jamur 38.465 61.376 59,56
4 Tomat 853.061 891.616 4,52
5 Terung 451.654 482.305 6,81
6 Buncis 290.993 336.494 15,64
7 Ketimun 583.139 547.141 -6,17
8 Labu Siam 321.023 369.846 15,21
9 Kangkung 360.992 350.879 -2,80
10 Bayam 173.750 152.334 -12,33
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)
Perkembangan produksi sayuran di Indonesia secara umum memang
positif, namun impor sayuran dari luar negeri seperti negara China dan Thailand
masih terus memasuki pasar dalam negeri. Impor buah dan sayuran mencapai
angka 1,1 juta ton pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,6
3
juta ton. Pada kenyataannya, terdapat banyak penyakit yang ditemukan pada
produk impor sehingga produk sayuran impor tidak baik untuk dikonsumsi secara
terus menerus. Sayuran yang diimpor dari luar negeri berbagai macam jenisnya
seperti bunga kol, brokoli, bayam, pakcoy, seledri, paprika, dan kentang. Sayuran
impor dinilai memiliki penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan sayuran
produksi dalam negeri. Daya saing produk hortikultura terutama sayuran harus
ditingkatkan untuk dapat bersaing dengan produk impor yang ada1.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan pendidikan
masyarakat, permintaan terhadap komoditas sayuran terutama sayuran segar terus
meningkat. Konsumsi sayuran di Indonesia menurut Kementrian Pertanian pada
tahun 2010 sebesar 35 kg/kapita/tahun dan meningkat pada tahun 2011 menjadi
41,9 kg/kapita/tahun2. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
saat ini juga menyebabkan adanya pergeseran pola konsumsi dan gaya hidup ke
arah yang lebih baik. Pergeseran tersebut meningkatkan permintaan terhadap
sayuran lebih higienis dan tidak menggunakan pestisida. Beberapa tahun terakhir
sudah bermunculan industri sayuran yang berbeda dengan konvensional. Industri
ini menghasilkan sayuran yang higienis dengan menggunakan teknologi tinggi
seperti hidroponik dan aeroponik.
Teknologi hidroponik dan aeroponik sudah diterapkan oleh berbagai
perusahaan untuk menangkap peluang besar terhadap permintaan sayuran sehat
dan higienis. Perusahaan yang cukup besar antara lain PT Kebun Sayur Segar dan
PT Saung Mirwan di Bogor, PT Amazing Farm di Bandung, dan PT Horti Jaya
Lestari di Sumatera Utara. Penggunaan teknologi tinggi tersebut membutuhkan
biaya yang juga tinggi sehingga petani tradisional belum tertarik untuk
mengusahakan sayuran tersebut. Teknologi aeroponik lebih jarang diusahakan
dibandingkan dengan teknologi hidroponik.
Teknologi hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah,
tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber. Teknologi hidroponik ini
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknik bertanam secara
1 www.waspada.co.id. 19 Jenis Penyakit Eksotis Buah dan Sayuran Impor.
[12 November 2012] 2www.republika.co.id. Masih Rendah, Tingkat Konsumsi Sayuran di Indonesia.
[15 November 2012]
4
tradisional. Keunggulan hidroponik antara lain ramah lingkungan, produk yang
dihasilkan higienis, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil tanaman
dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat. Sayuran yang diproduksi
dengan sistem hidroponik juga menjadi lebih sehat karena terbebas dari
kontaminasi logam berat industri yang ada di dalam tanah, segar dan tahan lama
serta mudah dicerna3.
Seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan pengetahuan
masyarakat akan pentingnya kesehatan, sayuran yang diproduksi dengan tidak
menggunakan pestisida mulai dipilih untuk dikonsumsi sehari-hari. Peningkatan
jumlah penduduk dan disertai dengan kesadaran tinggi akan produk yang bersih
dan higienis menjadi peluang pasar yang amat besar. Saat ini penduduk kota besar
terutama kalangan atas memiliki kecenderungan untuk memperbaiki kualitas
hidup mereka. Penggunaan produk-produk berkualitas memberikan rasa nyaman
bagi penggunanya. Jika 10 persen saja penduduk Indonesia memilih produk yang
berkualitas dan bersih, berarti ada sekitar 20 juta penduduk yang membutuhkan
produk hidroponik setiap harinya4.
Sayuran yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi hidroponik
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional namun
biaya yang diperlukan tinggi. Oleh karena itu, segmen pasar yang dituju
umumnya yaitu kalangan ekonomi menengah ke atas. Dengan kualitas yang tinggi
dan segmen pasar yang khusus tersebut, sayuran hidroponik dapat dijual dengan
harga premium atau harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga
pasar. Sayuran hidroponik yang diproduksi dipasarkan ke supermarket, swalayan,
hotel, dan restoran. Jenis sayuran hidroponik yang dipasarkan biasanya
merupakan sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value) seperti paprika,
timun jepang, cabai jepang, dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut,
pengusahaan hidroponik menjadi penting untuk memperhatikan jenis sayuran
yang diusahakan.
3 www.jirifarm.com Keuntungan Budidaya Tanaman Hidroponik [23 September 2012] 4 www.binaukm.com Prospek Pasar Produk Hidroponik dalam Peluang Usaha Budidaya
Tanaman Secara Hidroponik Murah dan Sederhana [23 September 2012]
5
1.2 Perumusan Masalah
Seiring dengan adanya peningkatan pengetahuan konsumen terhadap
kesehatan, bahaya pestisida, serta isu ramah lingkungan membuat sayuran
hidroponik mulai diminati masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari. Peningkatan
konsumsi sayuran hidroponik memberikan peluang besar untuk usaha sayuran
hidroponik. Usaha sayuran dengan teknologi hidroponik memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan sistem konvensional, yaitu ramah lingkungan,
produk yang dihasilkan higienis dan sehat, pertumbuhan tanaman lebih cepat,
kualitas hasil tanaman dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat5.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran
hidroponik yaitu PT Kebun Sayur Segar (PT KSS). PT KSS memulai usaha
hidroponik sejak tahun 2000, dan berbentuk badan hukum PT pada tahun 2003.
Berdasarkan wawancara dengan manajer produksi diperoleh informasi bahwa
permintaan sayuran hidroponik rata-rata tiap tahunnya meningkat. Sebagai
contohnya, pada tahun 2011 permintaan bayam hidroponik PT KSS rata-rata
sebanyak 220 pack/hari, dan meningkat pada tahun 2012 rata-rata mencapai 240
pack setiap harinya atau setara dengan 60 kg/harinya. PT KSS memasarkan
produknya ke berbagai supermarket dan hypermart.
Teknologi hidroponik memiliki banyak keunggulan, namun
konsekuensinya usaha sayuran hidroponik membutuhkan biaya yang tinggi dalam
produksinya. Biaya investasi serta biaya operasional yang dibutuhkan seperti
tenaga kerja, distribusi, penyediaan sarana irigasi memerlukan biaya yang tidak
sedikit sehingga jenis sayuran yang diusahakan serta harga jual sayuran
hidroponik penting untuk diperhatikan oleh pengusaha sayuran hidroponik.
PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung,
pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis
sayuran yang biasa diproduksi dengan menggunakan teknologi konvensional yang
dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang
memiliki nilai jual tinggi (high value). Oleh karena itu, menjadi penting untuk
dipelajari struktur biaya, penerimaan, dan keuntungan usaha sayuran hidroponik
PT KSS. Apakah usaha sayuran hidroponik PT KSS efisien untuk dijalankan?
5 www.jirifarm.com. Keuntungan Budidaya Tanaman Hidroponik [23 September 2012]
6
1.2 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis struktur biaya usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
2. Menganalisis penerimaan usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
3. Menganalisis keuntungan dan efisiensi usaha sayuran hidroponik PT KSS.
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
informasi dan gambaran yang bermanfaat bagi produsen sayuran hidroponik
khususnya untuk mengambil keputusan dalam perencanaan dan pelaksanaan
produksi agar memperoleh usaha yang efisien dan menguntungkan. Kegunaan
penelitian untuk penulis sendiri yaitu bermanfaat dalam melatih kemampuan
analisis serta latihan di dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi, sebagai bahan
referensi mengenai analisis usaha berdasarkan struktur biaya dan harga jual serta
dapat digunakan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi untuk mengetahui keuntungan
dan efisiensi usaha yang diperoleh pada usaha sayuran hidroponik dengan
berdasarkan struktur biaya dan harga jual produk PT KSS. Pada penelitian ini
biaya investasi tidak dianalisis dengan kriteria investasi jangka panjang. Biaya
dihitung dalam kerangka waktu jangka pendek, yang dibedakan menjadi biaya
tetap dan biaya variabel sehingga biaya investasi diperhitungkan sebagai biaya
penyusutan dan dimasukkan ke dalam komponen biaya tetap.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keunggulan Teknologi Hidroponik
Hidroponik merupakan sebutan untuk sebuah teknologi bercocok tanam
tanpa menggunakan tanah. Media untuk menanam digantikan dengan media
tanam lain seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan
dan steril untuk digunakan. Hal yang terpenting pada hidroponik adalah
penggunaan air sebagai pengganti tanah untuk menghantarkan larutan hara ke
dalam akar tanaman. Hidroponik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu
hydroponick. Kata hydroponick merupakan gabungan dari dua kata yaitu hydro
yang artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi dapat dikatakan hidroponik
merupakan proses pengerjaan dengan air, yaitu merupakan sistem penanaman dgn
media tanam yang banyak mengandung air (Prihmantoro H dan Indriani YH
1998; Sameto H 2003).
Budidaya tanaman hidroponik dilakukan di dalam greenhouse.
Greenhouse sering diartikan sebagai rumah kaca, namun saat ini penggunaan kaca
sudah banyak digantikan dengan penggunaan plastik karena harganya yang lebih
murah dan mudah didapat. Penggunaan greenhouse pada dasarnya untuk
melindungi tanaman dari faktor alam seperti cuaca yang ekstrim (angin kencang,
intensitas hujan dan radiasi matahari yang tinggi), gangguan hama, serta
melindungi tanaman dari kelembaban yang tinggi. Penggunaan greenhouse
membuat tanaman terlindungi dari serangan hama sehingga penggunaan pestisida
dapat dihindari dan produk yang dihasilkan menjadi lebih sehat. Menurut
Prihmantoro H dan Indriani YH (1998), meskipun greenhouse pada dasarnya
digunakan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang ideal, namun untuk usaha
komersial pemilihan lokasi juga harus diperhatikan. Beberapa syarat pemilihan
lokasi pendirian greenhouse yaitu ditempatkan di tempat terbuka, mempunyai
sirkulasi, dapat mengurangi intensitas cahaya matahari, dapat mengurangi angin,
serta steril.
Bertanam secara hidroponik memiliki berbagai keunggulan dibandingkan
dengan budidaya tanaman menggunakan media tanah. Kelebihan hidroponik
antara lain (1) serangan hama dan penyakit cenderung jarang, dan lebih mudah
untuk dikendalikan, (2) penggunaan pupuk dan air lebih efisien, (3) lebih bersih
8
dan steril, (4) pekerjaan relatif lebih ringan karena tidak harus mengolah tanah dan
memberantas gulma, (4) larutan nutrisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman, (5) hidroponik dapat diusahakan di mana saja, tidak harus diusahakan
pada lahan luas, (6) tanaman hidroponik dapat dibudidayakan tanpa bergantung
pada musimnya (Prihmantoro H dan Indriani YH 1998; Suhardiyanto H 2011).
Dari berbagai keunggulan tersebut, teknologi hidroponik lebih efektif dan efisien
untuk dijalankan dibandingkan dengan bercocok tanam secara konvensional.
Penggunaan media air sebagai pengganti media tanah juga merupakan cara untuk
menghasilkan produk yang lebih bersih, higienis, tanpa adanya kontaminasi dari
berbagai limbah atau zat berbahaya yang mungkin terdapat di dalam tanah.
Produk yang lebih higienis dapat menjadi kekuatan utama dari produk hidroponik
yang dapat menarik minat konsumen untuk memilih produk hidroponik tersebut.
Produk konvensional yang ditanam dengan media tanah menghasilkan
pertumbuhan dan kualitas tanaman yang kurang baik karena tanah yang
digunakan secara terus menerus dan berkelanjutan akan menurun tingkat
kesuburan serta strukturnya. Teknologi hidroponik merupakan alternatif yang baik
untuk memperoleh hasil produksi yang lebih baik dari segi kualitas, kuantitas
serta kontinuitas. Nutrisi yang diberikan pada tanaman hidroponik dapat langsung
diserap sempurna dan waktu panen lebih cepat. Sebagai contoh, tingkat
pertumbuhan pakcoy yang ditanam secara hidroponik dan non hidroponik
berbeda. Pakcoy yang ditanam secara hidroponik memiliki tingkat pertumbuhan
yang paling tinggi dibandingkan dengan non hidroponik. Pakcoy hidroponik
ditanam dengan media arang sekam dan hasil produksinya memiliki tinggi
tanaman, jumlah daun, serta luas daun yang lebih besar. Hal ini membuktikan
bahwa teknologi hidroponik menghasilkan produk yang lebih baik dari segi
kualitas dan kuantitas (Permana HW 2001; Savvas D 2003).
Produk yang dihasilkan dengan teknologi hidroponik memiliki kualitas
yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi konvensional. Sebagai contohnya,
melon hidroponik kultivar sky rocket dan honeydew memiliki daging buah yang
lebih banyak dan lebih renyah, rasa yang lebih manis, lebih segar, dan lebih
harum. Contoh lainnya yaitu lettuce yang dibudidayakan dengan teknologi
hidroponik memiliki bentuk krop yang lebih besar, lebih bersih dan higienis.
9
Paprika hidroponik juga berkualitas lebih baik dibandingkan konvensional yaitu
daging buah yang lebih tebal dan keras, warna buah yang lebih merata dan
mengkilap serta lebih higienis (Wahendra R 1999; Widia HS 2000; Prihmantoro
H dan Indriani YH 2002). Dari berbagai contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
produk hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dari segi penampilan fisik
dan rasa.
Keunggulan dan kualitas yang lebih baik pada produk hidroponik ternyata
menjadi pertimbangan awal bagi konsumen dalam keputusan pembelian sayuran
hidroponik. Konsumen memperhatikan kebersihan, kesegaran, warna dan ukuran
dari sayuran hidroponik yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional.
Aspek higienis menjadi alasan utama konsumen untuk mengkonsumsi sayuran
hidroponik. Higienis seringkali menjadi pembeda utama sayuran hidroponik
dengan sayuran konvensional dikarenakan sayuran hidroponik tidak ditanam pada
media tanah. Disamping itu, konsumen memperhatikan kandungan gizi yang ada
pada sayuran hidroponik yang dianggap lebih tinggi. Namun kandungan gizi
sebenarnya tidak dapat diketahui secara langsung sehingga diragukan apakah
konsumen benar-benar mengetahui tentang kandungan gizi sayuran hidroponik
(Halim P 2000). Pada pengamatan di lapangan, sayuran hidroponik yang dijual di
pasar modern umumnya menggunakan kemasan yang baik dan kedap udara
sehingga produk dapat terbebas dari kontaminasi kotoran dan bakteri yang ada di
udara luar.
Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa produk hidroponik
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk konvensional.
Kualitas yang lebih baik misalnya dari segi rasa, tekstur, aroma, penampilan fisik,
dan yang paling utama produk yang dihasilkan lebih higienis. Kualitas dan aspek
higienis menjadi alasan utama konsumen dalam memilih produk hidroponik.
2.2 Karakteristik Produk Hidroponik
Teknologi hidroponik merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan
tanaman yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil tanaman yang ditanam secara konvensional. Tanaman yang
diproduksi dengan teknologi hidroponik biasanya merupakan tanaman yang
memiliki nilai jual tinggi (high value) atau sering disebut juga dengan sayuran
10
eksklusif. Sayuran eksklusif ini merupakan kelompok sayuran komersial pilihan
yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen golongan tertentu
(khusus), sehingga nilai jualnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran
lokal lainnya. Jenis sayuran yang tergolong eksklusif dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu sebagai berikut (Soeseno S 1999).
1) Sayuran daun yaitu sayuran yang dipungut hasil daunnya, seperti baby kailan
brokoli, horenzo atau bayam jepang, kubis merah, mithsuba atau seledri
jepang, tang oh atau tong hao, lettuce yang terdiri dari lettuce head (selada
berkrop) dan lettuce leaf (selada daun).
2) Sayuran buah yaitu sayuran yang dipungut buahnya, seperti kaboca atau labu
jepang, nasubi atau terong jepang, okura atau okra, zucchini atau labu sucini,
paprika, tomat recento, kyuuri atau mentimun jepang.
3) Sayuran penyedap masakan yaitu sayuran yang dipungut hasilnya sebagai
bumbu penyedap, seperti basil atau selasih, chives atau bawang kucai, dill
atau hades, marjoram, sage, parsley atau peterseli.
Produk hidroponik yang diusahakan di Indonesia juga beragam jenisnya.
PT Saung Mirwan yang berada di Mega Mendung Bogor mengusahakan berbagai
sayuran seperti paprika, tomat apel, tomat cherry, lettuce, shisito atau cabai
jepang, timun mini, dan timun jepang. Perusahaan lain seperti PT Amazing Farm
di Lembang Bandung mengusahakan sayuran hidroponik dan aeroponik. Sayuran
yang paling banyak diproduksi yaitu berbagai macam jenis selada (selada keriting,
lollorossa, dan romaine). Selain itu, jenis sayuran konvensional juga diproduksi
dengan aeroponik yaitu caysim, bayam, kangkung, dan pakcoy. PT Horti Jaya
Lestari di Sumatera Utara mengusahakan paprika dan timun jepang hidroponik
(Astuti MD 2007; Ginting D 2009; Prawoto B 2012).
Paprika merupakan sayuran yang paling banyak diusahakan dengan
teknologi hidroponik. PT ABBAS Agri, PT JORO, dan PT Triple A yang terletak
di daerah Jawa Barat memproduksi paprika hidroponik. Paprika merupakan
sayuran yang biasanya hanya dapat ditemukan di pasar swalayan dan supermarket
dengan harga jual yang cukup mahal. Tidak hanya sayuran, melon hidroponik
juga diusahakan di Kebun Agrowisata Cilangkap Jakarta Timur, dan di PT Mekar
Unggul Sari Cileungsi Bogor (Tampubolon SH 2005; Rindyani R 2012).
11
Dari berbagai penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komoditas
sayuran hidroponik yang diusahakan biasanya merupakan komoditas yang
memiliki nilai jual tinggi (high value) dan juga berupa tanaman sayuran sub tropis
yang jarang diproduksi dengan teknologi konvensional. Komoditas yang high
value berpeluang besar untuk diusahakan karena permintaan yang juga tinggi baik
untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor.
2.3 Struktur Biaya dan Produktivitas Sayuran Hidroponik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, teknologi hidroponik
merupakan teknologi tinggi dalam memproduksi sayuran. Teknologi tinggi
umumnya membutuhkan biaya yang juga tinggi baik dari segi biaya investasi
maupun biaya operasional sehingga mempengaruhi bagaimana struktur biayanya.
Struktur biaya ditentukan oleh teknologi yang digunakan, besaran skala usaha,
dan juga komoditas yang diusahakan sehingga struktur biaya suatu usaha berbeda
dengan usaha lainnya.
Hidroponik merupakan teknologi tinggi dalam memproduksi sayuran
sehingga biaya yang dibutuhkan juga tinggi. Penggunaan greenhouse serta
berbagai sarana dan prasarana penunjang dalam teknologi hidroponik
menyebabkan dibutuhkannya biaya investasi yang tinggi. Biaya yang tinggi sering
disebut sebagai kelemahan dalam teknologi hidroponik. Hidroponik
membutuhkan modal yang besar atau investasi yang dibutuhkan untuk
penyelenggaraan sistemnya. Penggunaan greenhouse, sarana irigasi, dan peralatan
menjadi modal utama untuk dapat menjalankan teknologi hidroponik. Terlebih
lagi apabila dilakukannya peningkatan kualitas sistem yang lebih canggih seperti
penggunaan aplikasi komputer yang otomatis maka biaya investasi yang
dibutuhkan akan semakin besar (Rosario AD dan Santos 1990; Chow V 1990;
Savvas D 2003).
Seperti yang dilakukan pada penelitian Anggraini A (1999), pada
komoditas tomat recento hidroponik, biaya tetap merupakan biaya terbesar yang
harus dikeluarkan. Biaya tetap ini terdiri dari penyusutan greenhouse, instalasi
NFT, instalasi listrik, kantor, gudang dan peralatan. Besarnya biaya greenhouse
dengan luas 2600 m2 mencapai 64 persen dari keseluruhan total biaya investasi.
Biaya variabel terdiri dari polybag, bibit, nutrisi, dan tenaga kerja. Komoditas
12
tomat recento hidroponik juga diteliti oleh Dahlia E (2002) pada perusahaan yang
berbeda. Biaya investasi juga merupakan komponen biaya terbesar pada usaha
tomat recento hidroponik di PT Prima Tani dengan biaya pembangunan
greenhouse dengan luas 1 Ha mencapai 42 persen dari total biaya investasi yang
dikeluarkan. Biaya variabel merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya
investasi yang terdiri dari biaya penyediaan input seperti polybag, sekam, bibit,
nutrisi dan tenaga kerja. Input yang digunakan pada usaha sayuran hidroponik
memang berbeda dengan konvensional sehingga biaya variabel pada usaha
hidroponik relatif lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa dalam pengusahaan
sayuran hidroponik, biaya produksi yang dibutuhkan tinggii karena adanya
penggunaan teknologi tinggi yang berbeda dengan teknik bertanam konvensional.
Penelitian mengenai struktur biaya sayuran hidroponik juga dilakukan oleh
Tampubolon SH (2005) yang membandingkan struktur biaya tiga perusahaan (PT
ABBAS Agri, PT JORO, PT Triple A) untuk menganalisis persaingan usaha.
Struktur biaya usaha sayuran hidroponik pada ketiga perusahaan berbeda-beda
dikarenakan adanya perbedaan pada penggunaan inputnya seperti benih, nutrisi,
media tanam serta perbedaan sewa lahan atau milik sendiri. Biaya tetap yang ada
berupa biaya penyusutan greenhouse dan penyusutan sarana irigasi. Untuk
menganalisis persaingan usaha, selain struktur biaya digunakan pula analisis
pendapatan dan pengeluaran agar diketahui usaha yang menguntungkan.
Selain biaya investasi, biaya tenaga kerja dan distribusi dalam usaha
sayuran hidroponik juga tinggi. Pada produksi bayam hidroponik dengan sistem
NFT media kerikil, biaya tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 35,3 persen dari
total biaya, sedangkan biaya bahan bakar untuk distribusi mencapai 21,8 persen
dari total biaya (Anggayuhlin R 2012).
Dalam teknologi hidroponik, penggunaan lahan untuk menanam lebih
efisien. Tanaman dapat diatur sedemikian rupa tanpa memerlukan jarak tanam
yang lebar seperti pada bercocok tanam dengan media tanah. Penggunaan
pupuk/nutrisi dan penggunaan air lebih efisien karena dengan teknologi
hidroponik, nutrisi dilarutkan bersama air dan air dialirkan secara sirkulasi serta
langsung diserap oleh akar tanaman. Selain itu, periode tanam pada teknologi
hidroponik lebih pendek sehingga tanaman lebih cepat dipanen. Dari pernyataan
13
tersebut, biaya produksi pada hidroponik bisa saja ditekan dengan penggunaan
lahan, air dan nutrisi secara efisien serta adanya peningkatan produksi dan hasil
panen (Rosario AD dan Santos 1990; Chow V 1990; Agustina H 2009).
Produktivitas sayuran hidroponik juga lebih tinggi bila dibandingkan
dengan produktivitas sayuran yang ditanam secara konvensional. Produktivitas
sayuran hidroponik yang tinggi dikarenakan pemberian nutrisi dan air yang
langsung dapat diserap oleh akar tanaman dan dialirkan ke seluruh bagian
tanaman serta tanaman tidak terkontaminasi dengan adanya kemungkinan logam,
bahan kimia, dan zat lain yang ada di dalam tanah. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Collins pada tahun 1985 mengenai
perbandingan produktivitas beberapa sayuran yang ditanam secara hidroponik dan
konvensional di Universitas Arizona. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produktivitas sayuran hidroponik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas non hidroponik, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa produktivitas selada keriting
hidroponik mencapai 12 ton/Ha, sementara produktivitas selada konvensional
hanya mencapai 3-8 ton/Ha (Prawoto B 2012). Produktivitas sayuran hidroponik
yang lebih tinggi dibandingkan konvensional diduga dapat menjadi solusi untuk
menekan biaya hidroponik yang tinggi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa struktur biaya memperlihatkan bagaimana komposisi biaya
yang ada pada tiap usaha berbeda-beda. Struktur biaya dapat dipengaruhi oleh
teknologi, skala usaha, dan jenis komoditasnya. Pada usaha yang sama, tetapi
skala usaha berbeda, maka akan menghasilkan struktur biaya yang berbeda pula.
Pada hidroponik yang menggunakan teknologi yang tinggi umumnya
membutuhkan biaya yang tinggi terutama dalam hal biaya investasi. Biaya yang
tinggi mungkin saja dapat ditekan dan ditutupi oleh penggunaan lahan, air, dan
pupuk secara efisien dan tingginya produktivitas sayuran hidroponik. Oleh karena
itu, struktur biaya penting diketahui untuk melihat komposisi biaya yang ada pada
suatu usaha.
14
Tabel 3. Perbandingan Produktivitas Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Non Hidroponik Di Universitas Arizona
Sumber : Jensen MH dan Collins WL (1985)
Tanaman
Hidroponik Non Hidroponik
(media tanah)
Hasil panen
(Ton/Ha)
Jumlah panen
per tahun
Total
(Ton/Ha/Tahun)
Total
(Ton/Ha/Tahun)
Brokoli 32.5 3 97.5 10.5
Kubis 57.5 3 172.5 30
Mentimun 250 3 750 30
Terong 28 2 56 20
Lettuce 31.3 10 313 52
Lada 32 3 96 16
Tomat 187.5 2 375 100
15
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual
Biaya adalah semua beban yang harus ditanggung untuk menyediakan
barang agar siap digunakan oleh konsumen. Biaya dalam arti luas adalah
pengorbanan yg dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang
diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar
menukar atau melalui pemberian jasa. Komposisi biaya yang terjadi pada suatu
usaha disebut struktur biaya (Rony H 1990; Sudarsono 1995).
Secara umum pengertian produksi adalah kegiatan suatu
organisasi/perusahaan untuk memproses dan mengubah bahan baku (raw
material) menjadi barang jadi (finished goods) melalui penggunaan tenaga kerja
dan fasilitas produksi lainnya. Sukirno (2009) menjelaskan bahwa biaya produksi
merupakan semua biaya yang dibebankan kepada perusahaan untuk memperoleh
faktor-faktor produksi dan membeli bahan baku yang akan digunakan untuk
menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Menurut
Rosyidi S (2009), biaya produksi adalah biaya yang dibebankan kepada
pengusaha untuk dapat menghasilkan output. Dalam penelitian ini, biaya produksi
dapat diartikan sebagai biaya yang dibebankan kepada PT KSS untuk dapat
menghasilkan berbagai sayuran hidroponik dari proses awal penanaman,
pemeliharaan, panen, pasca panen hingga sayuran hidroponik tersebut dipasarkan.
Biaya produksi merupakan nilai semua faktor produksi yang digunakan
untuk menghasilkan output. Biaya produksi setiap output tergantung pada dua hal
yaitu sebagai berikut.
1) Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mendapatkan input, yakni harga input yang digunakan.
2) Efisiensi perusahaan atau produsen yang bersangkutan dalam menggunakan
inputnya. Dua perusahaan yang memiliki input persis sama, tetapi yang satu
bekerja dengan lebih efisien dari yang lain, maka tentunya perusahaan yang
dapat bekerja dengan lebih efisien dapat menghasilkan output lebih banyak
dan biaya per satuan output menjadi lebih murah.
16
Berdasarkan teori biaya, biaya produksi dianalisa dalam kerangka waktu
yang berbeda yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka
pendek terdapat biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang
semua biaya adalah variabel seperti halnya semua faktor juga variabel dalam
jangka waktu panjang ini. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak
tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Contoh dari
biaya tetap yaitu gaji tenaga kerja administratif, penyusutan mesin-mesin, gedung
dan peralatan lain. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah
sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar
kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya variabel. Contoh biaya variabel
antara lain adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, nutrisi. Biaya
ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi. Biaya tetap dan
biaya variabel dapat dirumuskan ke dalam bentuk kurva, yang dapat dilihat pada
Gambar 1.
Rp Rp
TFC TVC TVC
TFC
0 Q 0 Q Keterangan : TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) TVC : Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) Q : Output yang dihasilkan
Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total
Selain biaya tetap dan biaya variabel secara total, terdapat juga biaya rata-
rata. Biaya tetap rata-rata merupakan biaya tetap per satuan produk yang dapat
diperoleh dengan cara membagi biaya tetap total dengan kuantitas produksi. Biaya
variabel rata-rata merupakan biaya variabel per satuan produk yang dapat
diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan kuantitas produksinya.
Jika output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bertambah, maka bertambah
17
pula biaya produksinya. Bertambahnya biaya total untuk setiap pertambahan satu
satuan output disebut biaya marginal.
Hal yang dipelajari dalam penelitian ini adalah hubungan struktur biaya
dengan harga jual produk. Biaya produksi yang dibutuhkan dalam usaha sayuran
hidroponik cukup tinggi. Sementara itu, penjualan sayuran hidroponik juga sangat
dipengaruhi oleh harga jualnya. Harga jual sayuran hidroponik lebih mahal bila
dibandingkan dengan sayuran konvensional. Secara teoritik dapat dijelaskan pada
Gambar 2.
P Biaya per unit Biaya per unit
S
PH
D
0 Q QK Q QH Q
Pasar Konvensional Hidroponik
Keterangan : S : Penawaran (Supply) sayuran D : Permintaan (Demand) sayuran Q : Jumlah produksi (unit) PH : Harga jual sayuran hidroponik (Rp) PK : Harga jual sayuran konvensional/harga di pasaran (Rp) MC : Biaya Marjinal (Marginal Cost) ATC : Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost) AVC : Biaya Variabel Rata-rata (Average Variable Cost) Gambar 2. Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual
Berdasarkan Gambar 2 diperlihatkan hubungan kurva biaya dengan harga
jual. Harga sayuran hidroponik (PH) dan harga sayuran konvensional (PK)
diperoleh dari harga keseimbangan pasar dari pasar yang berbeda yaitu sayuran
konvensional dari pasar tradisional dan sayuran hidroponik dari pasar modern.
Pada kurva tersebut diasumsikan bagaimana struktur biaya perusahaan secara
individu. Kurva biaya dengan harga dapat menggambarkan berapa besarnya harga
jual untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Selain itu, kurva tersebut juga
dapat memperlihatkan jumlah yang harus diproduksi (Q) untuk dapat menutupi
MC
AVC PK
MC ATC
AVC
ATC
18
biaya yang dikeluarkan. Pada kurva di Gambar 2, diasumsikan bahwa biaya
variabel (AVC) pada sayuran hidroponik dan konvensional sama besar. Pada
hidroponik memerlukan biaya investasi yang besar sehingga biaya tetap yang
dihitung juga semakin besar dikarenakan adanya perhitungan penyusutan. Oleh
karena itu, biaya total rata-rata (ATC) pada hidroponik jauh lebih tinggi
dibandingkan pada usaha sayuran konvensional (ATCH > ATCK). Untuk dapat
menutupi biaya yang tinggi, maka sayuran hidroponik harus dapat memiliki harga
jual premium atau harga jual yang jauh lebih tinggi dari harga pasar (PH > PK).
Apabila sayuran hidroponik dijual dengan harga sayuran konvensional
maka tingginya biaya tidak dapat tertutupi. Usaha sayuran hidroponik tersebut
hanya mampu menutupi biaya variabel (AVC) saja sedangkan biaya tetap (AFC)
tidak dapat tertutupi. Biaya tetap dalam usaha sayuran hidroponik merupakan
biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, sarana penunjang lainnya serta
biaya tenaga kerja tetap. Oleh karena itu, dalam jangka pendek perusahaan masih
dapat berjalan namun dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat melakukan
reinvestasi sehingga lama kelamaan perusahaan harus menutup usahanya.
Selain harga jual yang tinggi, jumlah produksi sayuran hidroponik juga
harus lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional (QH > QK). Jumlah
produksi yang tinggi pada hidroponik dapat menutupi tingginya biaya sehingga
produktivitas sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan sayuran
konvensional. Oleh karena itu, pada usaha sayuran hidroponik yang
membutuhkan biaya yang besar harus dapat memproduksi sayuran hidroponik
lebih banyak dan harga jual sayuran hidroponik harus memiliki harga premium
yang lebih tinggi dari harga pasar. Walaupun sayuran hidroponik yang diproduksi
oleh perusahaan merupakan jenis sayuran yang sama dengan konvensional, harga
jual dan produktivitas sayuran hidroponik harus tetap tinggi agar dapat
menguntungkan.
3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik
Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya.
Penerimaan didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu
hasil kali jumlah produksi total dan harga jual satuan. Biaya didefinisikan sebagai
jumlah yang dibayarkan atau dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
19
usahatani yaitu berupa nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang
dikeluarkan selama proses produksi (Soekartawi; Dillon JL; Hardaker JB;
Soeharjo A 2011). Total biaya tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan
biaya tetap dan biaya variabel. Analisis keuntungan usaha mempunyai dua tujuan
yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usahatani dan untuk
menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan.
Analisis keuntungan usaha memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan
usahatani yang dijalankan pada saat ini berhasil atau tidak.
Dalam analisis keuntungan, penting untuk mengetahui biaya yang
dikeluarkan serta harga jual yang digunakan oleh perusahaan. Harga jual dalam
hal ini adalah nilai yang diperoleh perusahaan pada produk yang dipasarkannya.
Misal pada penelitian ini, harga jual yang digunakan berarti harga tiap komoditas
sayuran hidroponik yang dijual kepada konsumen maupun distributor seperti
supermarket dan hypermart. Biaya yang dirinci terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap seperti biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi,
peralatan dan sarana penunjang lainnya, sedangkan biaya variabel seperti biaya
pembelian benih, nutrisi, media tanam, dan lain sebagainya.
Keuntungan = penerimaan total – biaya total
π = TR – TC
π = TR – TVC – TFC
π = P*Q – Q*AVC – TFC
Keterangan :
TR = total penerimaan usaha sayuran hidroponik PT KSS
TC = total biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS
Untuk mengukur apakah usaha yang dijalankan efisien dan
menguntungkan, maka dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Efisien berarti
perusahaan dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan
output yang melebihi input. Menurut Mubyarto (1989), efisiensi dalam produksi
yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan
faktor produksi (input). Dengan kata lain, efisiensi produksi merupakan
perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output
maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu
dengan input yang minimum.
20
Salah satu cara untuk mengukur efisiensi usaha yaitu dengan mengukur
imbangan penerimaan dan biaya dengan menggunakan analisis R/C rasio. Analisis
R/C rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah
biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai
manfaatnya. Penerimaan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang
tinggi, karena bisa saja biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Misalkan dua
komoditas sayuran hidroponik (contohnya bayam dan caysim) memperoleh
keuntungan yang sama besar, bukan berarti kedua komoditas tersebut sama-sama
efisien dan menguntungkan, harus dilihat bagaimana imbangan penerimaan dan
biaya yang dikeluarkan dengan analisis R/C rasio. Nilai yang didapat dari hasil
analisis R/C rasio tidak memiliki satuan. Nilai dari R/C rasio yang dapat dijadikan
tolak ukur efisiensi yang memiliki arti sebagai berikut.
1) R/C rasio > 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu.
Jadi dapat dikatakan usaha tersebut lebih efisien.
2) R/C rasio < 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu.
Jadi dapat dikatakan usaha tersebut tidak efisien.
3) R/C rasio = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Jadi
penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan, dan dapat
dikatakan efisien.
Efisiensi suatu usaha bergantung pada penggunaan input secara optimal
untuk menghasilkan output yang maksimal. Pada penelitian ini, pengukuran
tingkat efisiensi usaha dapat dilihat dari struktur biaya pada masing-masing
komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan serta penerimaan yang diperoleh.
3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik
Titik impas dianalisis untuk mengetahui jumlah minimum sayuran
hidroponik yang harus dijual oleh PT KSS sesuai dengan besarnya biaya. Titik
impas merupakan suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar
suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum mendapatkan laba. Titik
impas (Break Even Point) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) =
21
total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau
rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even point, maka
perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih
mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Pada perhitungan titik impas
terdapat beberapa asumsi pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Biaya harus dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap.
2) Jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dijual. Jadi, tidak terdapat
persediaan atau sisa produk.
3) Harga jual per unit tetap walaupun volume penjualan meningkat dan tidak ada
diskon penjualan.
Untuk menentukan titik impas, terlebih dahulu biaya-biaya dikelompokkan
menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Perhitungan
titik impas (BEP) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
BEP (unit) = Total Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
Penentuan titik impas juga bisa dilakukan dengan pendekatan grafis,
dimana titik impas merupakan pertemuan antara garis biaya dan garis pendapatan
penjualan. Titik pertemuan antara garis biaya dan garis penerimaan tersebut
merupakan titik impas (break even). Untuk dapat menentukan titik impas, harus
dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan
sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan penjualan. Grafik titik impas,
laba, dan penjualan dapat dilihat pada Gambar 3.
BEP1
B
A
0 QBEP1
TFC
TVC
TC
TR1
Pendapatan, Biaya
Volume Penjualan
TR2
BEP2
QBEP2
22
Keterangan : TR : Penerimaan Total (Rp) TC : Biaya Total (Rp) TVC : Biaya variabel total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp) Daerah A : Daerah laba atau untung, TR > TC Daerah B : Daerah rugi, TR < TC Q BEP : Volume penjualan pada saat titik impas
Pada Gambar 3, dapat dilihat dimana titik impas merupakan perpotongan
dari garis penerimaan total (TR) dan biaya total (TC), saat volume penjualan
sebesar Q dan memperoleh pendapatan sebesar P. Jika keadaan pada garis
penerimaan total ada di bawah garis biaya total atau produksi (Q) mengalami
penurunan, maka menunjukkan kerugian (daerah B). Jika garis penerimaan total
ada di atas garis biaya total atau jumlah produksi (Q) meningkat, maka
perusahaan akan memperoleh laba atau untung (daerah A).
Pada PT KSS, apabila harga jual dan jumlah produksi sayuran hidroponik
lebih tinggi maka penerimaan (TR) yang diperoleh meningkat sehingga kurva TR
bergeser ke arah kiri atas (TR1 ke TR2) dan menyebabkan daerah A lebih besar
sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Perusahaan juga memiliki
QBEP yang semakin sedikit (dari QBEP1 ke QBEP2) sehingga jumlah sayuran
hidroponik yang harus dijual untuk dapat menutupi biaya menjadi lebih sedikit.
Sebaliknya dari segi biaya yang dikeluarkan, apabila biaya yang dikeluarkan
semakin besar maka akan menyebabkan kurva TC bergeser ke kiri atas sehingga
daerah A lebih kecil dan keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Perusahaan
juga harus memproduksi dan menjual sayuran hidroponik lebih banyak untuk
dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Volume penjualan pada saat titik impas
(QBEP) semakin besar jumlahnya.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Teknologi hidroponik merupakan teknologi yang tinggi dalam
memproduksi sayuran dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan produksi
secara konvensional. Kualitas sayuran yang dihasilkan lebih segar, renyah, dan
higienis untuk dikonsumsi. Adanya permintaan terhadap sayuran yang lebih
higienis membuka peluang besar bagi usaha sayuran hidroponik. Salah satu
Gambar 3. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan Sumber : Mulyadi (2001)
23
perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik yaitu PT Kebun Sayur Segar
(PT KSS). Usaha sayuran hidroponik di PT KSS dilakukan secara komersial
dengan menggunakan sarana greenhouse, instalasi irigasi, dan peralatan yang
berbeda dengan pengusahaan sayuran secara konvensional. Investasi yang
dibutuhkan serta biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk memproduksi sayuran
hidroponik yang berkualitas baik. Oleh karena itu, menjadi penting untuk
dipelajari struktur biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS.
PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung,
pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis
sayuran yang biasa diproduksi dengan teknologi konvensional yang dicirikan
dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki
nilai jual tinggi (high value). Jenis dan jumlah sayuran yang diproduksi akan
menentukan berapa besar penerimaan yang diperoleh dengan memperhitungkan
harga jual sayuran hidroponik dan nilai penjualan.
Struktur biaya dan penerimaan dijadikan informasi untuk menghitung dan
menganalisis keuntungan yang diterima oleh PT KSS. Selain menganalisis
struktur biaya, penerimaan dan keuntungan, dilakukan pula analisis R/C rasio
untuk melihat efisiensi pada usaha sayuran hidroponik yang dijalankan. Analisis
R/C rasio dapat memberikan informasi seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan
sebagai manfaatnya. Mengukur tingkat efisiensi penting dilakukan untuk
mengetahui apakah komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan telah
mencapai tingkat yang efisien pada penggunaan biaya-biaya. Analisis titik impas
juga dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang harus dijual paling
sedikit agar dapat menutupi biaya. Dari beberapa analisis yang dilakukan tersebut
maka dapat diperoleh kesimpulan apakah usaha sayuran hidroponik PT KSS yang
memproduksi jenis sayuran yang sama dengan konvensional dapat memiliki harga
premium serta tetap menguntungkan dan efisien untuk dijalankan. Secara singkat
alur pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
24
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
Tren permintaan pasar terhadap sayuran Lebih sehat, tanpa pestisida Lebih higienis
Penerimaan Harga jual Nilai penerimaan
Teknologi tinggi hidroponik (PT KSS)
Komoditas yang paling efisien dan menguntungkan
- Analisis Keuntungan - Analisis Efisiensi Usaha - Analisis Titik Impas
- Jenis komoditas sayuran Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
- Jumlah
Investasi Greenhouse Instalasi irigasi Peralatan
Struktur Biaya Biaya tetap Biaya variabel
Operasional Benih Media tanam Nutrisi Tenaga kerja
25
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Kebun Sayur Segar (PT KSS),
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT KSS
merupakan perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik dan memasarkan
hasil produksinya ke banyak supermarket di area Jabodetabek seperti Giant,
Carrefour, All Fresh dan Lotte Mart. Waktu pengambilan dan pengolahan data
dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini data yang digunakan meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pihak PT KSS. Data biaya
yang digunakan sesuai dengan harga pada saat penelitian berlangsung. Data
sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari
literatur-literatur yang relevan. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data yang
berasal dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Direktorat Jenderal Hortikultura. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui
internet, buku serta penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan
gambaran usaha sayuran hidroponik PT KSS. Metode kuantitatif yang dilakukan
meliputi analisis terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan, penerimaan yang
diperoleh, keuntungan dan efisiensi dengan menggunakan rasio penerimaan atas
biaya (R/C rasio) serta perhitungan titik impas (break even point) dengan
menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel. Analisis
kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data ke dalam
bentuk yang mudah dibaca.
26
4.3.1 Analisis Struktur Biaya
Analisis struktur biaya dilakukan dengan merinci komposisi biaya yang
dikeluarkan pada usaha sayuran hidroponik PT KSS. Struktur biaya tersebut
dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Di dalam biaya tetap
terdapat biaya penyusutan yang harus diperhitungkan. Biaya penyusutan terdiri
dari bangunan greenhouse, sarana irigasi dan sarana penunjang lainnya yang
dihitung berdasarkan metode penyusutan garis lurus atau rata-rata, yaitu nilai
pembelian dikurangi prakiraan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Nilai
akhir dianggap nol jika barang tersebut tidak laku lagi dijual. Rumus yang
digunakan adalah :
Penyusutan = Nb – Ns n
Keterangan :
Nb : Nilai pembelian barang dalam rupiah
Ns : Prakiraan nilai sisa (harga yang diperoleh apabila barang dijual kembali)
dalam rupiah
n : Umur ekonomis barang dalam tahun
Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan
jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti
berikut ini.
TC = TFC + TVC
Untuk menghitung total biaya rata-rata (average total cost) adalah penjumlahan
biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AVC). Rumus yang
digunakan seperti berikut ini.
ATC = AFC + AVC
Total biaya rata-rata dapat dijadikan ukuran apakah usaha sayuran hidroponik
yang dilakukan menguntungkan bila dibandingkan dengan harga jualnya. Struktur
biaya sayuran hidroponik dapat disajikan dalam bentuk tabulasi seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Struktur Biaya Usaha Sayuran Hidroponik PT KSS per 500 m2 pertahun
Komponen Bayam Kangkung Caysim Pakcoy
Rp % Rp % Rp % Rp %
Biaya Tetap:
- Penyusutan greenhouse
- Penyusutan sarana irigasi
- Penyusutan peralatan
- Upah tenaga kerja tetap
- Biaya listrik
Total Biaya Tetap
Biaya Variabel :
- Benih - Media tanam - Nutrisi - Biaya kemasan - Upah tenaga kerja
harian
Total Biaya Variabel
Total Biaya
Keterangan : (%) = persentase terhadap total biaya
Berdasarkan Tabel 4, struktur biaya atau komposisi biaya sayuran
hidroponik di rinci atau dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Perhitungan struktur biaya dibentuk ke dalam tabulasi untuk mempermudah
analisis perhitungannya. Perhitungan pada tiap komoditas dikonversikan menjadi
luasan lahan yang sama yaitu 500 m2 dan dalam waktu yang sama yaitu satu
tahun. Komoditas sayuran hidroponik yang diproduksi PT KSS masing-masing
dilihat bagaimana struktur biayanya dan persentase tiap komponen terhadap total
biaya yang dikeluarkan. Persentase tersebut dapat dijadikan perbandingan antara
satu komoditas dengan komoditas lainnya.
28
4.3.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik
Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya.
Penerimaan usaha sayuran hidroponik merupakan nilai yang diterima dari
penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi sayuran hidroponik yang
terjual dengan harga jual sayuran hidroponik tersebut. Perhitungan penerimaan
dapat dirumuskan sebagai berikut.
TR = Pi x Qi
Keterangan :
TR = Total penerimaan usaha
Pi = Harga jual sayuran hidroponik
Qi = Jumlah tiap jenis sayuran hidroponik yang terjual dalam 1 tahun
Biaya usaha sayuran hidroponik merupakan biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi sayuran hidroponik yaitu berupa biaya variabel dan biaya
tetap. Biaya variabelnya yaitu benih, media tanam, nutrisi, kemasan, dan upah
tenaga kerja harian. Biaya tetapnya yaitu biaya penyusutan greenhouse,
penyusutan sarana irigasi, upah tenaga kerja tetap, dan biaya listrik. Analisis
keuntungan atas biaya total usaha sayuran hidroponik dapat dianalisis dengan
rumus :
Keuntungan (π) = TR – TC
Keterangan :
TR = Penerimaan usaha sayuran hidroponik
TC = Total biaya yang dikeluarkan
Selain itu dilakukan pula analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C rasio).
Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah
biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai
manfaatnya. Dengan kata lain, analisis R/C rasio melihat perbandingan antara
penerimaan yang diterima dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada produksi
sayuran hidroponik. Tujuan menganalisis nilai R/C rasio untuk melihat efisiensi
suatu usaha. Usaha dikatakan efisien apabila memiliki nilai R/C rasio > 1.
29
Semakin besar nilai R/C rasio maka usaha tersebut semakin efisien. Rumus yang
digunakan dalam perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut.
R/C rasio atas biaya total = TR / TC
Tabel 5. Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 per tahun
Komponen Bayam Kangkung Caysim Pakcoy
Rp Rp Rp Rp
A. Total Penerimaan
- Jumlah produksi (Kg) - Harga satuan
B. Biaya Tetap:
- Penyusutan greenhouse
- Penyusutan sarana irigasi
- Penyusutan peralatan - Upah tenaga kerja
tetap - Biaya listrik
C. Total Biaya Tetap
D. Biaya Variabel :
- Benih - Media tanam - Nutrisi - Biaya kemasan - Upah tenaga kerja
harian
E. Total Biaya Variabel
F. Total Biaya C + E
G. Keuntungan Usaha A - F
H. Efisiensi usaha (R/C rasio)
A : F
30
4.3.3 Analisis Titik Impas
Analisis titik impas dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah minimum
sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil penjualan yang diperoleh sama
dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pada kondisi tersebut perusahaan tidak
memperoleh keuntungan ataupun kerugian. Dalam perhitungan titik impas (BEP),
biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan harus dipisahkan secara jelas.
Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuran hidroponik ini
adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg). Perhitungan titik impas dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
BEP (unit) = Total Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
BEP = TFC PH - AVC
31
V. GAMBARAN UMUM USAHA
5.1 Sejarah Perusahaan
PT Kebun Sayur Segar (PT KSS) merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang agribisnis tanaman dan sayuran segar. Perusahaan berdiri sejak tahun 1998
dengan pemilik perusahaan yaitu Bapak Soebagyo Karsono. Ide awal pendirian
usaha yaitu pemilik diperkenalkan teknologi hidroponik oleh BPPT pada
November 1998, yang pada akhirnya membuat ketertarikan untuk memulai usaha
sayuran hidroponik. Pada awal usaha, dilakukan terlebih dahulu uji coba pada
tanaman paprika, tomat recento, mentimun jepang, serta melon pada luasan lahan
greenhouse 400 m2. Semua modal usaha berasal dari dana pribadi pemiliknya.
Pada tahun 2000, perusahaan mulai berkembang dan mengusahakan
sayuran hidroponik secara komersial dengan menjual hasil produksi hidroponik
tersebut ke supermarket. Pada tahun 2002, perusahaan mulai menambah jenis
sayuran hidroponik yang diproduksi seperti bayam, kangkung, caysim, kailan, dan
pakcoy. Perusahaan menambah luasan greenhouse baru dan juga memperluas
usaha dengan melakukan diversifikasi usaha kebun anggrek yang bekerjasama
dengan karang taruna setempat.
Perusahaan resmi berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas pada tahun
2003. Hasil produksi perusahaan sudah mulai meluas hingga dapat ditemui di
supermarket dan hypermart yang ada di Jabodetabek. Pengembangan usaha terus
dilakukan sehingga pada saat ini perusahaan memiliki berbagai unit usaha, seperti
usaha tanaman buah, kebun anggrek, sayuran organik, dan sayuran hidroponik.
Sayuran organik diproduksi di kebun yang berada di daerah Cianjur, sedangkan
sayuran hidroponik, tanaman buah dan kebun anggrek diproduksi di kebun yang
terletak di Parung.
Selain kegiatan produksi, perusahaan juga memiliki kegiatan pelatihan
bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari budidaya tanaman hidroponik.
Umumnya kegiatan pelatihan dilakukan pada hari sabtu dan minggu dan peserta
yang mengikuti pelatihan biasanya rombongan dari sekolah-sekolah, universitas,
dan ada juga pihak perorangan.
32
5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis Perusahaan
Lokasi PT KSS berada di Jalan Raya Parung-Bogor Nomor 546, Desa
Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan berada
pada daerah panas dengan suhu udara rata-rata 290 – 330C. Faktor iklim dan cuaca
sangat berpengaruh pada budidaya tanaman, tidak semua jenis tanaman dapat
tumbuh optimal pada kebun Parung sehingga perusahaan memilih untuk
mengusahakan jenis tanaman sayuran seperti kangkung, bayam, caysim, dan
pakcoy. Perusahaan terletak di daerah yang cukup strategis yaitu berada di jalan
raya yang menghubungkan kota Bogor, Tangerang, dan Jakarta sehingga
memudahkan proses distribusi dan pelanggan juga dengan mudah dapat
mengakses lokasi tersebut.
Perusahaan memiliki lahan seluas 3,8 Ha, namun tidak semua lahan
dipergunakan. Pada lahan tersebut terdapat greenhouse untuk sayuran hidroponik,
greenhouse kebun anggrek, kolam ikan, ruang pengemasan, bangunan kantor,
aula pelatihan, rumah peristirahatan, dan masjid. Greenhouse sayuran hidroponik
digunakan untuk proses persemaian dan pembesaran. Bangunan greenhouse
diperlukan untuk menjaga tanaman dari cuaca hujan dan juga mencegah
timbulnya hama dan penyakit.
5.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan
Perusahaan memiliki tiga unit usaha yaitu unit kebun sayuran segar, unit
kebun anggrek parung, dan juga unit pendidikan dan pelatihan. Pada setiap unit
usaha dipimpin langsung oleh manajer unit masing-masing yang bertanggung
jawab terhadap kegiatan yang berlangsung di unit tersebut. Manajer juga dibantu
oleh seorang asisten manajer serta penanggung jawab lain yang bertugas di
lapangan. Setiap manajer bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan, yaitu
pemilik PT KSS.
Pada setiap unit usaha atau divisi memiliki manajemen yang terpisah
dengan unit lainnya sehingga setiap orang yang berada di dalam satu unit dapat
bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya masing-masing. Hal ini juga
memudahkan perusahaan untuk mengontrol dan mengkoordinasi pekerja apabila
terdapat kekurangan dan kesalahan dalam proses produksi.
33
Struktur organisasi perusahaan secara umum terdiri dari pimpinan
perusahaan yaitu pemilik PT KSS, bagian administrasi dan keuangan, bagian
produksi, serta bagian pemasaran. Pimpinan perusahaan hanya bertugas
mengawasi keuangan perusahaan dan menerima laporan dari manajer unit.
Pimpinan tidak berperan atau tidak terjun secara langsung dalam kegiatan
operasional perusahaan. Bagian administrasi dan keuangan bertanggung jawab
terhadap semua kegiatan atau transaksi yang berhubungan dengan keuangan
perusahaan. Manajer bagian produksi bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan produksi dan juga membuat laporan penyediaan kebutuhan bahan baku
dan alat penunjang untuk proses produksi. Manajer pemasaran bertanggung jawab
dalam memasarkan hasil produksi, melakukan kegiatan promosi, dan melakukan
kerjasama dengan pelanggan.
Selain manajer produksi, pada kegiatan produksi di lapangan juga terdapat
asisten manajer produksi, penanggung jawab lapangan, serta tenaga kerja
operasional produksi pada setiap unit usaha. Asisten manajer produksi
bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan dan keputusan dari manajer
dan mengawasi kegiatan produksi secara langsung di lapangan. Penanggung
jawab lapangan bertugas untuk mengawasi kegiatan produksi, mengecek setiap
proses produksi agar berjalan lancar dan sesuai. Tenaga kerja operasional
produksi yaitu tenaga kerja yang melakukan kegiatan pada setiap bagian unit
usaha masing-masing, contohnya tenaga kerja persemaian, panen, dan
pengemasan.
Pada proses produksi hidroponik, tenaga kerja dibagi ke dalam beberapa
bagian, yaitu manajer produksi, asisten manajer produksi, penanggung jawab
lapangan atau pengawas, tenaga kerja persemaian dan pembesaran, tenaga kerja
panen, dan tenaga kerja pengemasan. Tenaga kerja tersebut ada yang merupakan
tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Tenaga kerja harian yaitu tenaga kerja
yang bertugas pada kegiatan persemaian, pembesaran, panen, dan pengemasan.
Tenaga kerja tersebut dibayar upahnya pada setiap satu minggu sekali. Manajer
produksi, asisten manajer produksi, serta penanggung jawab lapangan merupakan
tenaga kerja tetap. Tenaga kerja tetap dibayar upahnya pada waktu sebulan sekali.
34
Jumlah hari kerja dalam perusahaan adalah enam hari dalam seminggu
dengan jumlah jam kerja delapan jam sehari yaitu dari pukul 08.00 hingga pukul
16.00 WIB. Namun untuk tenaga kerja persemaian, panen, pengemasan memiliki
waktu bekerja sendiri sesuai dengan pelaksanaan kegiatannya. Tenaga kerja
persemaian bekerja lima jam sehari, tenaga kerja panen hanya dua jam sehari,
tenaga kerja pengemasan enam jam sehari. Hari libur diberikan secara bergantian
antara satu pegawai dengan pegawai lainnya pada masing-masing bagian. Hal ini
dikarenakan produksi sayuran hidroponik berjalan setiap hari tanpa libur sehingga
jumlah tenaga kerja harus selalu cukup agar tidak terjadi kekurangan pada
kegiatan produksi. Tenaga kerja produksi biasanya merupakan warga sekitar yang
bertempat tinggal di dekat perusahaan sehingga perusahaan juga dapat membantu
atau memberdayakan warga sekitar yang ada. Syarat dan kualifikasi pekerja
produksi juga tidak ditetapkan secara khusus, hal yang terpenting adalah tenaga
kerja tersebut dapat bertanggung jawab dan bekerja keras.
5.4 Sarana dan Prasarana Budidaya Sayuran Hidroponik
Sarana produksi terpenting pada budidaya sayuran hidroponik yaitu
greenhouse. Greenhouse merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi
tanaman dari cuaca ekstrim seperti hujan, panasnya sinar matahari dan mencegah
adanya gangguan hama dan penyakit. Tipe greenhouse yang digunakan adalah
tipe piggy back. Tipe piggyback adalah tipe greenhouse yang berbentuk segitiga
dengan struktur bukaan atau ventilasi udara. Tipe greenhouse ini digunakan
karena memiliki ventilasi udara yang baik sehingga sirkulasi udara di dalam
greenhouse menjadi lancar dan kelembaban udara stabil. Kerangka bangunan
greenhouse terbuat dari bambu yang umur pemakaiannya kurang lebih selama
empat tahun. Bagian atap greenhouse terbuat dari plastik ultra violet (UV) untuk
mencegah radiasi sinar matahari dan menjaga agar suhu di dalam greenhouse
tetap stabil. Bagian dinding greenhouse dikelilingi dengan menggunakan kawat
kasa (insect net/paranet). Kawat kasa berfungsi untuk mencegah serangga dan
hama tanaman masuk ke dalam greenhouse.
35
Gambar 5. Greenhouse Tipe Piggyback dengan Kerangka Bambu di PT KSS
Selain sarana greenhouse, budidaya sayuran hidroponik juga
membutuhkan sarana irigasi. Sarana irigasi dibutuhkan untuk mengalirkan nutrisi
dan air ke akar tanaman sayuran. Sarana irigasi terdiri dari mesin pompa, bak
nutrisi, drum nutrisi dan pipa paralon. Mesin pompa digunakan untuk mengalirkan
air dan nutrisi yang berasal dari drum nutrisi, kemudian larutan nutrisi tersebut
dialirkan ke tanaman melalui pipa paralon yang terhubung ke bedengan. Air dan
nutrisi mengalir secara sirkulasi sehingga larutan nutrisi tersebut akan kembali
mengalir lagi ke bak nutrisi.
Gambar 6. Sarana Irigasi Sistem Hidroponik NFT di PT KSS
Sarana untuk proses pembibitan dan pembesaran yaitu dibutuhkannya
bedengan sebagai tempat penanaman sayuran. Bedengan dibuat dari rak bambu
yang diatasnya terdapat asbes, plastik, dan styrofoam yang disusun sebagai tempat
media tanam dan penyangga tumbuhnya tanaman. Styrofoam yang digunakan
diberikan lubang yang berjumlah 36 lubang untuk 1 m2 styrofoam. Lubang
tersebut digunakan sebagai tempat meletakkan media tanam.
36
Gambar 7. Bedengan/Rak Tanam Sayuran Hidroponik di PT KSS
Media tanam yang digunakan untuk tanaman sayuran hidroponik yaitu
kerikil dan rockwool. Kerikil dan rockwool dipilih karena akar tanaman sayuran
dapat tumbuh baik dan terbawa semua saat pemindahan bibit ke pembesaran.
Media kerikil digunakan pada tanaman kangkung yang ditanam tanpa
menggunakan rak bambu, sedangkan rockwool digunakan pada tanaman bayam,
caysim, dan pakcoy. Rockwool merupakan media tanam sejenis fiber (serabut)
ringan yang memiliki rongga-rongga. Rockwool juga mampu menahan air dengan
baik dan menyangga tanaman dengan cukup kuat. Rockwool tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam lubang-lubang yang ada di styrofoam.
Input lain yang digunakan yaitu berupa benih dan nutrisi. Benih yang
digunakan PT KSS yaitu benih bayam merek Panah Merah, benih kangkung
merek Yayang, benih caysim merek Tosakan, dan benih pakcoy merek Takii.
Benih bayam dan kangkung merupakan benih lokal sedangkan benih caysim dan
pakcoy diimpor dari negara Jepang, sedangkan nutrisi yang digunakan merupakan
pupuk AB Mix yang komposisi unsur haranya diformulasikan sendiri oleh PT
KSS.
Gambar 8. Media Tanam Rockwool Gambar 9. Benih Pakcoy Takii
37
5.5 Proses Budidaya Sayuran Hidroponik
Sistem budidaya yang digunakan yaitu Nutrient Film Technique (NFT).
Pada sistem ini akar tanaman tumbuh di dalam larutan nutrisi yang sangat dangkal
dan membentuk lapisan nutrisi yang tipis seperti klise film dan tersirkulasi.
Sebagian akar terdapat pada ruang udara dalam saluran untuk menyerap oksigen,
dan sebagian yang lain terendam dalam larutan nutrisi sehingga dapat menyerap
nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman.
Pada komoditas bayam, caysim, dan pakcoy menggunakan sistem
budidaya NFT dengan penggunaan bedengan rak bambu dan media rockwool,
sedangkan pada komoditas kangkung menggunakan sistem budidaya NFT metode
substrat dengan penggunaan media kerikil. Pada metode substrat, media yang
digunakan berupa media padat seperti kerikil, pasir, arang sekam, dan berbagai
media lain yang dapat menyimpan air.
Gambar 10. Sistem Budidaya NFT dan NFT Metode Substrat di PT KSS
Pada dasarnya, proses budidaya tiap jenis sayuran hidroponik secara garis
besar memiliki tahapan yang sama, yaitu persemaian, pembesaran, pemeliharaan,
panen, dan pasca panen.
1) Persemaian
Kegiatan persemaian dilakukan setiap pagi hari pada greenhouse
persemaian. Benih yang disemai yaitu benih bayam, caysim, dan pakcoy,
sedangkan benih kangkung tidak mengalami proses persemaian. Setiap satu
benih diletakkan ke dalam rockwool basah yang berukuran 2 cm x 2 cm.
Kemudian benih dan rockwool tersebut diletakkan di atas rak-rak bambu
untuk proses persemaian. Setelah berumur tujuh hari, benih mulai disiram
dengan larutan nutrisi sebanyak tiga kali sehari. Penyiraman dilakukan
38
dengan alat penyiraman manual. Setelah benih disemai selama 15 hari, benih
tersebut menjadi bibit yang siap dipindahkan ke greenhouse pembesaran.
Gambar 11. Proses Persemaian Benih di PT KSS
2) Pembesaran
Bibit bayam, caysim, dan pakcoy yang dipindahkan dari greenhouse
persemaian ke greenhouse pembesaran dimasukkan ke dalam lubang
styrofoam yang berada di rak bambu. Jarak antar lubang tanam pada
styrofoam yaitu 5 cm. Styrofoam yang digunakan sebelumnya dicuci dan
dijemur terlebih dahulu untuk membersihkan tanaman sisa panen dan lumut
yang menempel. Proses pencucian styrofoam dilakukan siang hari setelah
tanaman dipanen.
Selama proses pembesaran, bibit dialirkan larutan nutrisi secara terus-
menerus. Bibit bayam akan menjadi tanaman siap panen setelah berumur 16
hari di greenhouse pembesaran, sedangkan bibit caysim dan pakcoy berumur
27 hari. Kangkung yang tidak mengalami persemaian, dibutuhkan waktu 27
hari dari benih hingga menjadi tanaman siap panen.
Gambar 12. Proses Pembesaran Bibit di PT KSS
39
3) Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada budidaya sayuran
hidroponik seperti pemupukan dengan larutan nutrisi dan pengendalian hama
penyakit. Pemupukan dilakukan secara terus-menerus selama 24 jam pada
bayam, caysim, dan pakcoy, sedangkan pada kangkung yang menggunakan
metode substrat pengaliran nutrisi dilakukan selama 12 jam. Nutrisi yang
digunakan yaitu pupuk AB Mix yang didalamnya terkandung berbagai unsur
hara. Formulasi jumlah unsur hara di dalam nutrisi A dan B dibuat sendiri
oleh perusahaan. Dosis pemakaian nutrisi yaitu 0,8 ml nutrisi dilarutkan
dengan satu liter air. Kurangnya pemberian nutrisi dapat dicirikan dengan
adanya daun-daun yang menguning. Jumlah kecukupan nutrisi juga dapat
diukur dengan menggunakan alat Electrical Conductivity (EC) meter. EC
meter yaitu alat yang dapat mengukur kepekatan atau konsentrasi larutan
nutrisi tanaman.
Selain pemupukan, dilakukan pula pengendalian hama dan penyakit.
Hama dan penyakit jarang ditemui pada sayuran hidroponik karena adanya
perlindungan dari greenhouse dan sterilisasi media tanam serta peralatan yang
digunakan. Hama yang mungkin ada yaitu ulat dan kutu daun. Perusahaan
tidak menggunakan pestisida sehingga pengendalian hama penyakit
dilakukan secara manual dengan membuang tanaman yang terkena hama
penyakit.
Gambar 13. Daun Bayam yang Terkena Kutu
4) Panen
Kegiatan panen dilakukan pada setiap pagi hari yaitu antara pukul
08.00-09.00 WIB. Waktu pagi hari dipilih karena bobot dan kadar air
tanaman masih bagus, kondisi sangat segar, dan belum ada kerusakan dari
panas matahari. Pemanenan dilakukan berdasarkan sistem rolling luasan
40
lahan yang telah ditetapkan agar tidak merusak siklus tanaman. Luas panen
per hari untuk bayam yaitu 40 m2, kangkung 22 m2, caysim 27 m2, dan
pakcoy 8 m2.
Cara pemanenan dilakukan dengan manual yaitu tanaman langsung
dicabut dengan tangan pada bagian pangkal batang secara hati-hati agar
batang sayuran tidak patah dan daun tidak sobek. Sayuran yang telah dipanen
diletakkan ke dalam keranjang/container plastik, kemudian setelah panen
selesai keranjang tersebut dibawa ke ruang pengemasan dengan
menggunakan troli besi. Hasil produktivitas panen setelah sortasi yaitu bayam
1,5 kg/m2, kangkung 2 kg/m2, caysim 1,5 kg/m2, dan pakcoy 1,8 kg/m2.
Gambar 14. Kegiatan Panen di PT KSS
5) Pasca Panen
Kegiatan pasca panen yang dilakukan pada sayuran hidroponik yaitu
pencucian, sortasi, penimbangan, pengemasan. Pencucian dilakukan untuk
membersihkan sayuran agar bersih dan higienis. Sortasi yaitu kegiatan
pemilihan dan pemisahan tanaman sayuran yang bermutu baik dengan
sayuran yang kurang baik atau rusak. Supermarket dan hypermart sebagai
tempat utama pemasaran sayuran hidroponik sangat selektif dalam menerima
hasil penjualan sayuran hidroponik sehingga hanya produk yang sesuai
dengan permintaan pasar yang dapat dijual. Spesifikasi sayuran yang dapat
dijual yaitu sayuran yang bersih, segar, daunnnya tidak berlubang, tangkai
daun tidak patah, daun tidak menguning, ketinggian tanaman sesuai dengan
ukuran plastik.
41
Setelah kegiatan sortasi dilakukan, sayuran kemudian ditimbang
dengan berat masing-masing 250 gram. Setelah itu, sayuran dikemas dengan
menggunakan plastik yang telah diberi logo perusahaan. Pengemasan
dilakukan dengan vacuum sealer agar kedap udara. Sayuran yang telah
dikemas diletakkan rapi di dalam container plastik. Kemudian sayuran
tersebut dibagi-bagi sesuai dengan order dari masing-masing outlet.
Gambar 15. Kegiatan Pengemasan di PT KSS
5.6 Pemasaran Sayuran Hidroponik
Sayuran yang telah dikemas akan didistribusikan pada keesokan pagi
harinya. Pendistribusian dilakukan dengan menggunakan mobil box berpendingin
untuk menjaga kesegaran sayuran. Sayuran hidroponik didistribusikan ke
supermarket dan hypermart seperti Giant, Carrefour, All Fresh dan Lotte Mart
yang berada di Jabodetabek. Sayuran hidroponik dijual di pasar modern karena
membidik target pasar kalangan menengah ke atas. Pada kalangan tersebut,
sayuran hidroponik dapat dijual dengan harga yang tinggi. Harga yang tinggi
dikarenakan juga tingginya kualitas dari sayuran hidroponik. Supermarket tempat
pemasaran mengirimkan jumlah pesanan kepada bagian pemasaran perusahaan
melalui fax, biasanya satu minggu sebelum pengiriman sayuran. Harga jual saat
ini untuk bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy dipatok sama, yaitu Rp 9500
untuk kemasan 250 gram. Harga jual sayuran hidroponik sangat jauh berbeda
dengan sayuran konvensional yang hanya berkisar Rp 1500-2500 per 250 gram.
Sayuran merupakan produk yang mudah rusak sehingga sistem
pembayaran yang harus dilakukan yaitu sistem kontrak jual-putus. Sistem ini
merupakan sistem yang menguntungkan bagi pihak PT KSS dan tidak beresiko
tinggi dikarenakan supermarket harus membayar semua sayuran yang sesuai
42
spesifikasi sehingga apabila sayuran tersebut tidak laku, pihak supermarket yang
harus menanggung resikonya. Sistem pembayaran konsinyasi akan berisiko tinggi
dan merugikan perusahaan apabila dijalankan, dikarenakan pihak supermarket
hanya akan membayar sayuran yang laku dijual dan sayuran yang tidak laku akan
dikembalikan.
Pihak perusahaan melakukan promosi dan berbagai strategi pemasaran
untuk memperluas pasar dan menarik minat konsumen. Cara yang dilakukan
seperti membuat situs perusahaan di internet sehingga semakin banyak orang yang
akan mengetahui produk sayuran hidroponik terutama keunggulan yang ada,
mencantumkan identitas produk dan label/alamat perusahaan pada kemasan, serta
mengikuti berbagai pameran untuk dapat lebih mengenalkan produk sayuran
hidroponik ke masyarakat luas.
43
VI. ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PT KSS
Analisis usaha sayuran hidroponik PT KSS dilakukan untuk mengetahui
apakah usaha yang dijalankan menguntungkan dan efisien berdasarkan
perhitungan struktur biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha, dan titik
impas. Perhitungan analisis usaha pada tiap komoditas sayuran hidroponik
dikonversikan menjadi luasan lahan greenhouse pembesaran per 500 m2 untuk
waktu satu tahun. Alasan pengkonversian luasan lahan dan waktu yang sama yaitu
dikarenakan penggunaan lahan, input-input dan siklus produksi tiap komoditas
berbeda. Luasan lahan dan waktu yang sama akan memudahkan perhitungan,
memperkecil bias yang mungkin terjadi dalam perhitungan dan memudahkan
dalam menganalisis perbandingan ke empat komoditas sayuran hidroponik
tersebut. Penggunaan tenaga kerja, greenhouse persemaian, dan peralatan yang
digunakan secara bersama dihitung menggunakan metode join cost, yang
diasumsikan penggunaan untuk tiap komoditas mempunyai proporsi yang sama.
6.1 Analisis Struktur Biaya Sayuran Hidroponik
Biaya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keuntungan
yang diperoleh pada suatu usaha. Analisis struktur biaya pada sayuran hidroponik
dihitung dengan membedakan komponen biaya yaitu ke dalam biaya tetap dan
biaya variabel. Perhitungan biaya berdasarkan data dan prakiraan harga berlaku
pada saat penelitian berlangsung yaitu bulan Desember 2012 hingga Februari
2013.
6.1.1 Biaya Tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya sewa lahan, penyusutan
greenhouse persemaian, penyusutan greenhouse pembesaran, penyusutan sarana
irigasi, penyusutan peralatan, tenaga kerja tetap, listrik, distribusi. Jumlah biaya
tetap yang dikeluarkan tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi
sayuran yang diperoleh. Biaya tetap tersebut pada kenyataannya tidak semua
dibayarkan secara tunai namun tetap diperhitungkan seperti penyusutan.
Penyusutan dihitung berdasarkan metode garis lurus dengan memperhitungkan
lama umur ekonomisnya. Penyusutan diperhitungkan agar perusahaan dapat
melakukan reinvestasi atas sarana dan prasarana yang digunakan.
44
Penyusutan greenhouse persemaian dihitung berdasarkan biaya pendirian
greenhouse dan umur ekonomisnya. Greenhouse persemaian terbuat dari
kerangka bambu yang umur ekonomisnya empat tahun. Greenhouse persemaian
memiliki luas 200 m2 yang digunakan untuk persemaian benih bayam, caysim,
dan pakcoy, sedangkan kangkung tidak mengalami proses persemaian terlebih
dahulu. Pada greenhouse persemaian terdapat rak bambu untuk tempat semai serta
peralatan lainnya yang digunakan secara bersama untuk ketiga komoditas tersebut
sehingga perhitungan penyusutan greenhouse persemaian dihitung secara total
kemudian diproporsikan sama sebagai biaya penyusutan masing-masing
komoditas.
Penyusutan greenhouse pembesaran juga dihitung berdasarkan biaya
pendirian greenhouse dan umur ekonomis. Greenhouse pembesaran terbuat dari
kerangka bambu yang umur ekonomisnya empat tahun. Greenhouse pembesaran
terpisah penggunaannya untuk tiap komoditas sehingga dapat dihitung
berdasarkan luas lahan 500 m2 untuk tiap komoditasnya. Perhitungan penyusutan
greenhouse persemaian dan pembesaran dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penyusutan sarana irigasi dihitung berdasarkan komponen yang digunakan
untuk membuat suatu sarana irigasi pengaliran nutrisi hingga ke tanaman. Sarana
irigasi meliputi mesin pompa, pipa paralon, drum nutrisi, bak nutrisi, rak tanam,
dan styrofoam untuk komoditas bayam, caysim, dan pakcoy. Sarana irigasi untuk
kangkung yang menggunakan metode substrat, penggunaan rak tanam dan
styrofoam diganti dengan media kerikil. Masing-masing komponen untuk sarana
irigasi tersebut memiliki nilai beli dan umur ekonomis yang berbeda sehingga
perhitungan dilakukan satu per satu, setelah itu dijumlahkan total biaya
penyusutannya. Perhitungan penyusutan sarana irigasi untuk komoditas bayam,
caysim, dan pakcoy dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan penyusutan sarana
irigasi untuk kangkung dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penyusutan peralatan dihitung berdasarkan nilai beli peralatan dan umur
ekonomisnya. Peralatan yang dihitung penyusutannya yaitu vacuum sealer,
timbangan, container plastik, troli, EC meter, dan mobil box untuk distribusi.
Peralatan tersebut digunakan secara bersama untuk semua komoditas sehingga
perhitungannya diproporsikan dalam jumlah yang sama untuk tiap komoditas
45
sayuran. Perhitungan penyusutan peralatan dapat dilihat pada Lampiran 4,
sedangkan hasil perhitungan biaya tetap usaha sayuran hidroponik dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Komponen Biaya Tetap Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
Komponen Bayam
% Kangkung
% Pakcoy
% Caysim
% Rp Rp Rp Rp
Sewa lahan 9.090.000 4,43 9.090.000 4,87 9.090.000 4,60 9.090.000 4,72
Penyusutan gh
persemaian 1.880.000 0,92 0 0,00 1.880.000 0,95 1.880.000 0,98
Penyusutan gh
pembesaran 4.875.000 2,37 4.875.000 2,61 4.875.000 2,47 4.875.000 2,53
Penyusutan
sarana irigasi 18.291.667 8,91 5.266.667 2,82 18.291.667 9,26 18.291.667 9,50
Penyusutan
peralatan 15.240.521 7,42 15.240.521 8,16 15.240.521 7,71 15.240.521 7,91
Biaya tenaga
kerja tetap 35.100.000 17,09 35.100.000 18,80 35.100.000 17,76 35.100.000 18,23
Biaya listrik 18.666.000 9,09 9.333.000 5,00 18.666.000 9,45 18.666.000 9,69
Biaya
distribusi 33.750.000 16,43 33.750.000 18,08 33.750.000 17,08 33.750.000 17,53
Total Biaya
Tetap 136.893.188 66,65 112.655.188 60,35 136.893.188 69,27 136.893.188 71,09
Biaya tetap rata-rata per kg
15.735 8.470 17.686 21.224
Keterangan : gh = Greenhouse
Berdasarkan Tabel 6, biaya sewa lahan memiliki jumlah yang sama pada
tiap komoditas karena luasan lahan yang digunakan sama yaitu 500m2. Biaya
sewa lahan per m2 yaitu Rp 1.515 per bulannya. Lahan yang digunakan
merupakan milik pribadi pemilik perusahaan, namun sewa lahan tetap dibayarkan
kepada pemilik tiap bulannya. Persentase biaya sewa lahan terhadap total biaya
yang dikeluarkan paling tinggi yaitu pada komoditas kangkung 4,87 persen, hal
ini dikarenakan total biaya yang digunakan sebagai pembagi lebih kecil
dibandingkan komoditas lainnya.
Biaya penyusutan greenhouse persemaian pada komoditas bayam, caysim,
dan pakcoy memiliki jumlah yang sama, sedangkan pada kangkung memiliki nilai
46
nol dikarenakan tidak menggunakan greenhouse persemaian. Persentase biaya
penyusutan greenhouse persemaian pada bayam yaitu 0,92 persen, pakcoy 0,95
persen, dan caysim 0,98 persen. Persentase caysim paling tinggi dikarenakan
jumlah total biaya yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan bayam dan
pakcoy, sedangkan pada greenhouse pembesaran setiap komoditas menggunakan
luasan greenhouse 500 m2 sehingga biaya penyusutan greenhouse pembesaran
pada tiap komoditas sama besar.
Biaya penyusutan sarana irigasi yang paling kecil dan efisien yaitu pada
komoditas kangkung. Hal ini dikarenakan komoditas kangkung menggunakan
media kerikil pada sarana irigasi, dimana kerikil umur ekonomisnya dapat
mencapai sepuluh tahun dan harga kerikil lebih murah dibandingkan media
lainnya. Persentase biaya penyusutan sarana irigasi kangkung paling kecil yaitu
2,82 persen sedangkan komoditas lainnya mencapai 8-9,5 persen.
Biaya penyusutan peralatan memiliki jumlah yang sama besar dikarenakan
peralatan tersebut digunakan secara bersama pada semua komoditas sehingga
diproporsikan dalam jumlah yang sama. Peralatan yang digunakan bersama
seperti peralatan panen, pengemasan dan distribusi.
Biaya tenaga kerja tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga
kerja yang memperoleh gaji bulanan. Tenaga kerja tetap seperti pengawas,
manajer produksi, asisten manajer, dan petugas distribusi (supir dan kernet)
bekerja untuk produksi semua sayuran hidroponik sehingga diproporsikan sama
untuk setiap komoditas. Biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 5.
Biaya distribusi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan
sayuran hidroponik ke supermarket dan outlet yang ada di Jabodetabek. Biaya
distribusi ini terdiri dari biaya bahan bakar mesin serta uang makan supir. Biaya
distribusi ini jumlahnya tetap dikeluarkan setiap hari. Persentase biaya distribusi
terhadap total biaya yang dikeluarkan paling tinggi yaitu pada komoditas
kangkung 18,08 persen, hal ini dikarenakan total biaya yang digunakan sebagai
pembagi lebih kecil dibandingkan komoditas lainnya. Sama halnya dengan biaya
penyusutan dan biaya tenaga kerja, kangkung memiliki persentase yang tinggi
dikarenakan total biayanya terkecil.
47
Biaya listrik yang digunakan berasal dari hitungan pemakaian listrik di
perusahaan yaitu Rp 3.111 per m2 setiap bulannya. Listrik dibutuhkan untuk
menggerakkan mesin pompa sebagai sarana utama dalam pengaliran larutan
nutrisi ke tanaman. Pada komoditas bayam, pakcoy, dan caysim pompa bekerja 24
jam terus-menerus, sedangkan pada komoditas kangkung yang menggunakan
subsrat kerikil, hanya dibutuhkan waktu setengah hari dalam pemakaiannya
sehingga biaya listrik pada komoditas kangkung jauh lebih murah dan efisien
dibandingkan sayuran lainnya. Persentase biaya listrik terhadap total biaya pada
kangkung hanya mencapai lima persen, sedangkan sayuran lain mencapai
sembilan persen.
Komponen biaya tetap tertinggi pada masing-masing komoditas sama
yaitu pada biaya tenaga kerja tetap dan biaya distribusi. Biaya tenaga kerja tetap
tinggi dikarenakan jumlah supir dan kernet yang mencapai delapan orang.
Distribusi merupakan hal yang penting dalam usaha hidroponik sehingga biaya
distribusi dan tenaga kerja distribusi lebih mahal dibandingkan komponen biaya
tetap lain. Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing
komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen.
Biaya tetap rata-rata per kilogram yang paling kecil dan efisien yaitu pada
komoditas kangkung. Biaya tetap rata-rata per kg yang dikeluarkan hanya sebesar
Rp 8.470 sedangkan sayuran lain berkisar antara Rp 15.000-21.000. Dapat
disimpulkan bahwa dilihat dari biaya tetap yang dikeluarkan, komoditas kangkung
menjadi komoditas yang paling efisien untuk diusahakan.
6.1.2 Biaya Variabel
Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya tenaga kerja harian,
biaya penggunaan benih, rockwool, nutrisi, dan kemasan. Jumlah biaya variabel
yang dikeluarkan tergantung pada besar kecilnya volume produksi sayuran
hidroponik yang diperoleh. Misalnya pada penggunaan benih, semakin besar
jumlah sayuran yang diproduksi maka biaya benih yang dibutuhkan semakin
besar. Hasil perhitungan biaya variabel usaha sayuran hidroponik dapat dilihat
pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7, biaya tenaga kerja harian memiliki jumlah yang
sama dikarenakan tenaga kerja harian seperti tenaga kerja persemaian, panen, dan
48
pengemasan melakukan pekerjaan untuk semua komoditas sayuran hidroponik.
Total biaya tenaga kerja harian diproporsikan sama untuk setiap komoditas.
Persentase biaya tenaga kerja harian terhadap total biaya yang paling tinggi yaitu
pada komoditas kangkung 11,57 persen, dikarenakan total biaya sebagai pembagi
lebih kecil dibandingkan komoditas lainnya.
Tabel 7. Komponen Biaya Variabel Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
Komponen Bayam
% Kangkung
% Pakcoy
% Caysim
% Rp Rp Rp Rp
Tenaga kerja
harian 21.600.000 10,52 21.600.000 11,57 21.600.000 10,93 21.600.000 11,22
Benih 10.208.000 4,97 11.185.300 5,99 10.320.000 5,22 6.880.000 3,57
Rockwool 5.370.800 2,61 0 0,00 3.981.800 2,01 3.981.800 2,07
Nutrisi 17.400.000 8,47 19.950.000 10,69 12.900.000 6,53 12.900.000 6,70
Kemasan 13.920.000 6,78 21.280.000 11,40 11.919.600 6,03 10.320.000 5,36
Total Biaya
Variabel 68.498.800 33,35 74.015.300 39,65 60.721.400 30,73 55.681.800 28,91
Biaya variabel rata-rata per kg
7.873 5.565 7.845 8.633
Biaya penggunaan benih pada tiap komoditas berbeda tergantung pada
harga benih dan jumlah siklus produksi. Biaya benih yang paling tinggi yaitu pada
komoditas kangkung. Hal ini dikarenakan siklus produksi kangkung yang hanya
27 hari, sehingga dalam satu tahun penggunaan benih mencapai 13 kali sedangkan
siklus produksi pada komoditas bayam 11 kali, pakcoy dan caysim sama yaitu 8
kali. Walaupun siklus produksi pada pakcoy dan caysim sama, namun harga benih
pakcoy paling tinggi di antara komoditas lainnya sehingga biaya benih pakcoy
juga tinggi.
Biaya penggunaan rockwool hanya ada pada komoditas bayam, caysim,
dan pakcoy saja, dikarenakan kangkung hanya memakai media kerikil. Rockwool
digunakan dari persemaian hingga sayuran dipasarkan, rockwool menempel pada
akar sehingga ikut bersama sayuran yang dijual. Biaya penggunaan rockwool dan
persentase terhadap total biaya yang paling besar (2,61 persen) yaitu pada
49
komoditas bayam dikarenakan siklus produksinya paling banyak dalam setahun
dibandingkan dengan pakcoy dan caysim.
Nutrisi yang digunakan pada usaha sayuran hidroponik ini yaitu nutrisi AB
mix dengan penggunaan 0,8 ml untuk satu liter air. Biaya nutrisi dihitung
berdasarkan hitungan perusahaan bahwa biaya penggunaan nutrisi yaitu Rp 3.000
per m2 untuk sekali panen sehingga siklus produksi mempengaruhi biaya nutrisi.
Biaya nutrisi yang paling besar yaitu pada komoditas kangkung, dan yang terkecil
pada komoditas caysim dan pakcoy.
Biaya penggunaan kemasan diperoleh dari banyaknya jumlah produksi
setiap komoditas sayuran hidroponik dan harga tiap plastik kemasan. Kemasan
yang digunakan bayam, kangkung, dan caysim berukuran sama dengan harga Rp
400 per kemasan, sedangkan kemasan pakcoy sedikit lebih pendek dengan harga
Rp 385 per kemasan. Setiap satu kemasan berisi sayuran dengan berat 250 gram.
Jumlah produksi kangkung dalam setahun paling banyak yaitu mencapai 13.300
kg atau setara dengan 53.200 pack sehingga biaya kemasan kangkung paling besar
yaitu mencapai 11,40 persen dari total biaya yang dikeluarkan.
Komponen biaya variabel tertinggi pada semua komoditas yaitu pada
biaya tenaga kerja harian. Jumlah tenaga kerja harian yang dipekerjakan yaitu 16
orang sehingga biaya yang dibutuhkan cukup besar. Komponen biaya variabel
yang juga tinggi yaitu pada penggunaan nutrisi dan kemasan. Nutrisi merupakan
input penting yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan kemasan
merupakan hal yang penting dalam pemasaran sayuran hidroponik sehingga biaya
yang dikeluarkan cukup tinggi. Dilihat dari persentase total biaya variabel
terhadap total biaya, jumlah biaya variabel yang dikeluarkan masing-masing
sayuran berkisar antara 28-40 persen.
Biaya variabel rata-rata per kilogram yang paling kecil dan efisien yaitu
pada komoditas kangkung. Biaya variabel rata-rata per kilogram pada komoditas
kangkung sebesar Rp 5.565, sedangkan komoditas lain mencapai kisaran
Rp 7.000-9.000. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari biaya variabel yang
dikeluarkan, komoditas kangkung menjadi komoditas yang paling efisien untuk
diusahakan.
50
Biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya produksi yang paling besar dikeluarkan pada komoditas bayam,
sedangkan biaya yang paling kecil yaitu pada komoditas kangkung. Biaya total
rata-rata per kg yang paling kecil juga terdapat pada komoditas kangkung yaitu
sebesar Rp 14.035 per kilogram, sedangkan biaya total per kg pada komoditas lain
mencapai Rp 23.000 – 29.000. Semakin kecil biaya rata-rata tiap kilogram maka
dapat dikatakan semakin efisien dan menguntungkan. Biaya produksi dan biaya
rata-rata yang kecil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan metode substrat
dengan media kerikil pada komoditas kangkung dapat menghemat jumlah biaya
yang dikeluarkan. Struktur biaya produksi sayuran hidroponik dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Struktur Biaya Produksi Sayuran Hidroponik di PT KSS
Komponen Bayam
% Kangkung
% Pakcoy
% Caysim
% Rp Rp Rp Rp
Biaya
Tetap 136.893.188 66,65 112.655.188 60,35 136.893.188 69,27 136.893.188 71,09
Biaya
Variabel 68.498.800 33,35 74.015.300 39,65 60.721.400 30,73 55.681.800 28,91
Total Biaya 205.391.988 100 186.670.488 100 197.614.588 100 192.574.988 100
Biaya total rata-rata per kg
23.608 14.035 25.532 29.857
6.2 Analisis Penerimaan Sayuran Hidroponik
Perhitungan penerimaan yang diterima suatu usaha dipengaruhi oleh harga
jual komoditas serta jumlah yang dapat dijual atau nilai yang diperoleh dari
komoditas tersebut. Pada usaha sayuran hidroponik PT KSS harga jual untuk
masing-masing komoditas (bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy) dipatok
dengan harga sama yaitu Rp 9.500 untuk tiap kemasan 250 gram atau setara
dengan harga Rp 38.000 per kilogram. Harga jual sayuran hidroponik bila
dibandingkan dengan sayuran konvensional jauh lebih tinggi. Dalam pengamatan
di lapangan, misalnya untuk komoditas bayam dan kangkung konvensional yang
dijual di pasar tradisional, harga jual per 250 gram hanya berkisar Rp 1.500 -
2.500. Harga jual sayuran hidroponik lebih dari tiga kali lipat harga jual sayuran
konvensional.
51
Jumlah produksi sayuran dihitung berdasarkan produktivitas sayuran
setelah disortasi. Produktivitas sayuran ini diperoleh dari data perusahaan yang
telah menghitung bahwa produktivitas bayam 1,5 kg/m2, kangkung 2 kg/m2,
caysim 1,5 kg/m2, dan pakcoy 1,8 kg/m2. Besarnya produktivitas tersebut
dipengaruhi oleh kualitas benih dan berapa besar tanaman yang terbuang saat
sortasi dilakukan. Maka untuk menghitung jumlah produksi dalam luas lahan 500
m2 dalam waktu satu tahun dapat diperoleh dengan cara mengalikan produktivitas
sayuran dengan luas lahan dan jumlah siklus produksi per tahun. Jumlah siklus
produksi dalam satu tahun untuk komoditas bayam 11 kali, kangkung 13 kali,
pakcoy dan caysim delapan kali. Siklus produksi tersebut diperoleh dari asumsi
jumlah hari dalam setahun (360 hari) dibagi dengan lamanya waktu produksi dari
tanam hingga saat panen, yaitu bayam 31 hari, kangkung 27 hari, pakcoy dan
caysim 42 hari. Penerimaan usaha sayuran hidroponik per 500 m2 dalam waktu
satu tahun dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penerimaan Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
Komponen Komoditas Sayuran Hidroponik
Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total penerimaan (Rp) 330.600.000 505.400.000 294.120.000 245.100.000
Jumlah produksi (kg) 8700 13300 7740 6450
Harga satuan (per kg) 38000 38000 38000 38000
Berdasarkan pada Tabel 9, total penerimaan yang paling besar diperoleh
pada komoditas kangkung. Komoditas kangkung memiliki produktivitas sayuran
yang paling tinggi yaitu 2 kg/m2 dan jumlah siklus produksi dalam satu tahun juga
paling banyak yaitu 13 kali siklus produksi. Oleh karena itu, dengan harga jual
yang sama, total penerimaan kangkung sangat jauh berbeda bila dibandingkan
dengan komoditas lainnya. Penerimaan yang paling rendah yaitu pada komoditas
caysim. Hal ini dikarenakan produktivitas caysim hanya sebesar 1,5 kg/m2 dengan
siklus produksi 8 kali dalam setahun.
52
6.3 Analisis Keuntungan, Efisiensi Usaha, dan Titik Impas Sayuran Hidroponik
Analisis keuntungan usaha diperoleh dengan cara mengurangi total
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan dan total biaya
pada tiap komoditas berbeda sehingga keuntungan usaha yang diperoleh juga
berbeda jumlahnya. Keuntungan usaha yang besar dapat diperoleh dari kecilnya
jumlah biaya yang dikeluarkan ataupun tingginya jumlah penerimaan yang
diperoleh. Perhitungan keuntungan usaha pada komoditas bayam, kangkung,
caysim, dan pakcoy hidroponik untuk luasan lahan 500 m2 dalam kurun waktu
satu tahun dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Keuntungan Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
Komponen Komoditas Sayuran Hidroponik
Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total penerimaan (Rp) 330.600.000 505.400.000 294.120.000 245.100.000
Total biaya (Rp) 205.391.988 186.670.488 197.614.588 192.574.988
Keuntungan usaha (Rp) 125.208.013 318.729.513 96.505.413 52.525.013
Keuntungan usaha paling tinggi terdapat pada komoditas kangkung yaitu
sebesar Rp 318.729.513, sedangkan komoditas lainnya hanya berkisar antara Rp
52 juta – Rp 125 juta. Jika dilihat dari penerimaan yang diperoleh, komoditas
kangkung memiliki penerimaan paling tinggi, sementara biaya yang dikeluarkan
paling rendah. Komoditas caysim menghasilkan keuntungan usaha yang paling
rendah, dikarenakan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, namun penerimaan
yang diperoleh tidak besar jumlahnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
komoditas kangkung merupakan komoditas yang paling menguntungkan untuk
diusahakan.
Efisiensi usaha dianalisis dengan menggunakan analisis R/C rasio.
Efisiensi usaha memperlihatkan perbandingan antara penerimaan yang diterima
dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada produksi sayuran hidroponik. R/C
rasio dihitung dengan cara membagi total penerimaan dengan total biaya. Usaha
dikatakan efisien apabila memiliki nilai R/C rasio > 1. Semakin besar nilai R/C
rasio maka usaha tersebut semakin efisien. Perhitungan efisiensi usaha pada
53
komoditas bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy hidroponik untuk luasan lahan
500 m2 dalam kurun waktu satu tahun dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
Komponen Komoditas Sayuran Hidroponik
Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total penerimaan (Rp) 330.600.000 505.400.000 294.120.000 245.100.000
Total biaya (Rp) 205.391.988 186.670.488 197.614.588 192.574.988
Efisiensi usaha (R/C rasio) 1,61 2,71 1,49 1,27
Berdasarkan Tabel 11, efisiensi usaha (R/C rasio) yang diperoleh pada
setiap komoditas sayuran hidroponik telah mencapai angka lebih dari satu,
sehingga dapat dikatakan usaha tersebut efisien. Nilai R/C rasio yang didapatkan
tiap komoditas berbeda. Komoditas bayam memiliki nilai R/C rasio 1,61,
kangkung 2,71, pakcoy 1,49, dan caysim 1,27. Komoditas yang dapat dikatakan
kurang efisien yaitu yaitu komoditas caysim sedangkan komoditas yang paling
efisien yaitu kangkung dengan nilai R/C rasio sebesar 2,71.
Penerimaan kangkung hidroponik paling tinggi dengan penggunaan biaya
yang paling rendah sehingga menghasilkan usaha yang sangat efisien. Komoditas
kangkung ditanam oleh perusahaan dengan metode substrat kerikil, sedangkan
komoditas lain menggunakan media styrofoam dan rockwool sehingga biaya yang
dikeluarkan menjadi cukup besar. Siklus produksi kangkung juga paling singkat
yaitu hanya 27 hari dari benih hingga siap dipanen. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa usaha sayuran yang paling efisien untuk dijalankan yaitu
komoditas kangkung.
Analisis titik impas (break even point) dilakukan untuk mengetahui berapa
jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil penjualan yang
diperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Jadi dapat diketahui
jumlah penjualan tiap komoditas sayuran hidroponik agar perusahaan tidak
mengalami kerugian namun pada kondisi ini perusahaan juga belum mendapatkan
keuntungan. Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuran
hidroponik ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg). Analisis titik impas
dihitung dengan cara membagi total biaya tetap dengan hasil pengurangan harga
54
jual dan biaya variabel rata-rata per kilogramnya. Perhitungan titik impas pada
tiap komoditas sayuran hidroponik dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Titik Impas pada Tiap Komoditas Sayuran Hidroponik di PT KSS
Komponen Komoditas Sayuran Hidroponik Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total biaya tetap (Rp) 136.893.188 112.655.188 136.893.188 136.893.188 Harga jual per kg (Rp) 38000 38000 38000 38000 Biaya variabel rata-rata per kg (Rp) 7.873 5.565 7.845 8.633 Titik impas (kg) 4.544 3.473 4.540 4.661 Jumlah produksi (kg) 8700 13300 7740 6450
Berdasarkan Tabel 12, hasil analisis titik impas memperlihatkan bahwa
jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditas
berbeda sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya.
Komoditas kangkung memiliki jumlah minimum/titik impas yang paling rendah,
sedangkan komoditas caysim memiliki titik impas yang paling tinggi. Pada
komoditas kangkung jumlah minimum produksi yaitu 3.473 kg, sedangkan jumlah
produksi aktual mencapai 13.300 kg. Titik impas pada komoditas caysim tidak
berbeda jauh dengan jumlah produksi caysim aktual sehingga keuntungan yang
diperoleh rendah. Hal ini berarti dengan memproduksi jumlah minimum,
perusahaan sudah dapat menutupi biaya yang dikeluarkan, namun belum
memperoleh keuntungan. Semakin jauh nilai titik impas produksi dengan jumlah
produksi aktual, maka dapat dikatakan bahwa keuntungan yang diperoleh semakin
besar.
Berdasarkan beberapa analisis yang telah dilakukan seperti analisis
struktur biaya, keuntungan, efisiensi usaha, serta analisis titik impas dapat
disimpulkan bahwa usaha sayuran hidroponik yang diusahakan PT KSS efisien
dan menguntungkan. Walaupun sayuran hidroponik yang diproduksi sama dengan
sayuran konvensional, namun sayuran hidroponik yang diusahakan tetap
menguntungkan. Hal ini dikarenakan produktivitas tinggi serta harga jual yang
ditetapkan juga tinggi (harga premium) sehingga dapat menutupi tingginya biaya
yang dikeluarkan. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang
paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik
55
lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta
penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya.
6.4 Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional
Sayuran hidroponik memiliki harga jual dan produktivitas yang tinggi bila
dibandingkan dengan sayuran konvensional. Harga jual sayuran hidroponik yang
tinggi disebabkan oleh penggunaan biaya dan teknologi yang tinggi pada
hidroponik. Harga jual sayuran hidroponik dapat diterima oleh segmen pasar
kalangan menengah ke atas sehingga sayuran hidroponik biasa dijual di pasar-
pasar modern.
Produktivitas sayuran hidroponik per kilogram per m2 juga lebih tinggi
dibandingkan dengan sayuran konvensional. Produktivitas yang tinggi
menyebabkan jumlah produksi sayuran hidroponik dalam setahun lebih banyak
dibandingkan sayuran konvensional. Produktivitas tinggi ini dikarenakan sayuran
hidroponik selama masa tanamnya diberikan air dan nutrisi yang cukup dan
langsung diserap melalui akar tanaman. Selain itu, siklus produksi sayuran
hidroponik relatif lebih pendek dibandingkan dengan sayuran konvensional.
Perbandingan sayuran hidroponik dengan sayuran konvensional dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional
Komponen Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
H K H K H K H K
Harga jual
(Rp/kg) 38.000 10.000 38.000 8.000 38.000 6.000 38.000 5.600
Produktivitas
(kg/m2)* 1,5 0,34 2 0,64 1,8 0,9 1,5 0,9
Siklus
Produksi (hari) 31 356 27 357 42 408 42 408
Keterangan : H = Hidroponik ; K = Konvensional Sumber : *) BPS dan Dirjenhort (2011)
6 http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Budidaya dan Produksi Benih Bayam.
[18 Maret 2013]. 7 http://bibit-unggul-online.blogspot.com. Cara Menanam Kangkung Cabut.
[18 Maret 2013]. 8 http://bisnisukm.com/info-bisnis-budidaya-sayur-sawi.html. Info Bisnis Budidaya Sawi.
[18 Maret 2013].
56
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa harga jual sayuran hidroponik
per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional.
Harga jual sayuran hidroponik pada PT KSS dijual dengan harga sama untuk
semua komoditas yaitu Rp 38.000 per kilogram, sedangkan harga jual sayuran
konvensional yang diperoleh melalui pengamatan di pasar tradisional bahwa
harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 – Rp 10.000 per
kilogram. Hal ini berarti sayuran hidroponik memiliki harga premium di pasaran.
Apabila PT KSS menjual sayuran hidroponik dengan menggunakan harga sayuran
konvensional maka biaya yang dikeluarkan tidak dapat tertutupi dan tidak
memperoleh keuntungan. Analisis struktur biaya, keuntungan, dan efisiensi usaha
sayuran hidroponik dengan penggunaan harga sayuran konvensional dapat dilihat
pada Lampiran 6.
Produktivitas sayuran hidroponik PT KSS juga lebih tinggi dibandingkan
dengan sayuran konvensional. Produktivitas sayuran hidroponik dapat mencapai 2
kg/m2, sedangkan produktivitas sayuran konvensional hanya berkisar 0,3 – 0,9
kg/m2. Siklus produksi sayuran hidroponik relatif lebih pendek dibandingkan
sayuran konvensional. Siklus produksi bayam hidroponik yaitu 31 hari, sedangkan
bayam konvensional rata-rata 35 hari. Siklus produksi kangkung hidroponik yaitu
27 hari, sedangkan kangkung konvensional rata-rata 35 hari. Siklus produksi
pakcoy dan caysim hidroponik yaitu 42 hari, sedangkan pakcoy dan caysim
konvensional rata-rata 40 hari. Siklus produksi pakcoy dan caysim konvensional
sedikit lebih pendek dibandingkan hidroponik.
Dari perbandingan harga jual, produktivitas, dan siklus produksi antara
sayuran hidroponik dan sayuran konvensional dapat ditarik kesimpulan bahwa
sayuran hidroponik memiliki harga jual premium dan jumlah produksi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional. Tingginya harga jual dan
jumlah produksi sayuran hidroponik dapat menutupi tingginya biaya produksi
yang dikeluarkan.
57
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan analisis yang telah diuraikan
sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing
komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen, sedangkan persentase total
biaya variabel terhadap total biaya berkisar antara 28-40 persen. Komponen
biaya tetap tertinggi yaitu biaya tenaga kerja tetap dan biaya distribusi,
sedangkan komponen biaya variabel tertinggi yaitu biaya tenaga kerja harian.
Biaya produksi yang paling kecil dikeluarkan yaitu pada komoditas
kangkung. Penggunaan metode substrat dengan media kerikil pada komoditas
kangkung dapat menghemat jumlah biaya yang dikeluarkan.
2) Penerimaan yang diperoleh PT KSS tinggi yaitu berdasarkan harga jual dan
jumlah produksi sayuran yang dihasilkan. Jumlah produksi sayuran
hidroponik PT KSS tinggi dikarenakan produktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan konvensional. Harga jual sayuran hidroponik juga memiliki
harga premium yaitu Rp 38.000 per kilogram, sementara itu pada pengamatan
di lapangan harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 –
10.000 per kilogram. Apabila sayuran hidroponik dijual dengan harga
konvensional maka PT KSS tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan.
3) Meskipun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis
sayuran yang biasa diproduksi dengan konvensional, namun usaha sayuran
hidroponik yang dijalankan tetap efisien dan menguntungkan. Hal ini
dikarenakan harga jual serta produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi.
Efisiensi dan keuntungan ditunjukkan oleh besarnya keuntungan usaha per
tahun dan nilai efisiensi usaha (R/C rasio) yang lebih dari satu yaitu 1,27 –
2,71. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling
efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik
lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta
penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya.
58
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diajukan antara lain sebagai berikut :
1) Perusahaan harus dapat mempertahankan kualitas agar sayuran hidroponik
dapat terus dijual dengan harga yang tinggi (premium). Selain itu,
produktivitas yang tinggi juga harus dipertahankan untuk dapat memperoleh
keuntungan sehingga usaha dapat terus berjalan. Untuk dapat meningkatkan
keuntungan dan lebih menghemat biaya, sebaiknya penggunaan sistem NFT
substrat dengan media kerikil tidak hanya diterapkan pada komoditas
kangkung tetapi untuk semua sayuran hidroponik. Hal ini dikarenakan
penggunaan media kerikil jauh lebih murah dibandingkan dengan
penggunaan styrofoam dan rockwool. Media kerikil juga mampu
mempersingkat siklus produksi sayuran hidroponik.
2) Identitas, ciri, dan kualitas dari sayuran hidroponik yang diproduksi harus
tetap terjaga agar sayuran hidroponik tetap unggul dibandingkan sayuran
konvensional. Perusahaan juga dapat lebih mempromosikan keunggulan
sayuran hidroponik kepada masyarakat, misalnya dengan cara menyebar
brosur, melakukan seminar dan bekerjasama dengan pemerintah agar semakin
banyak konsumen yang tertarik untuk mengkonsumsi sayuran hidroponik.
59
DAFTAR PUSTAKA
Agustina H. 2009. Efisiensi Penggunaan Air Pada Tiga Teknik Hidroponik Untuk Budidaya Bayam Hijau [Makalah]. Depok : Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Indonesia.
Anggayuhlin R. 2012. Studi Populasi Tanaman Terhadap Peningkatan
Produktivitas dan Konsumsi Air Tanaman Bayam Hidroponik [skripsi]. Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Anggraini A. 1999. Budidaya Sayuran Hidroponik Dengan Metode NFT Ditinjau
Dari Sisi Finansial dan Marjin Pemasaran (Kasus Kebun Studio Agribisnis, Pasir Sarongge Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Astuti MD. 2007. Optimalisasi Produksi Sayuran Hidroponik PT Saung Mirwan
Di Desa Sukamanah, Kecamatan Mega Mendung, Bogor [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Perkembangan Produksi Beberapa
Tanaman Sayuran Tahun 2009-2010. Jakarta : BPS Indonesia. [BPS dan Dirjenhort] Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura.
2011. Produktivitas Sayuran di Indonesia. Jakarta : BPS dan Dirjenhort Indonesia.
Chow V. 1990. The Commercial Approach in Hydroponics. International
Seminar on Hydroponic Culture of High Value Crops in The Tropics in Malaysia, November 25-27.
Dahlia E. 2002. Analisis Finansial Usahatani Tomat Apel (Recento F1)
Hidroponik [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[Dirjenhort] Direktorat Jendral Hortikultura. 2011. Nilai PDB Hortikultura Tahun
2007-2010. Jakarta: Dirjen Hortikultura. Ginting D. 2009. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Paprika dan Timun
Jepang Hidroponik Pada PT Horti Jaya Lestari Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
60
Halim P. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sayuran Hidroponik di PT Hero Supermarket Cabang Pajajaran Bogor [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Jensen MH, Collins WL. 1985. Hydroponic Vegetable Production. Hortic
Reviews 7, 483-553. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Proyek Peningkatan Perguruan
Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Jakarta : Salemba Empat. Permana HW. 2001. Tingkat Pertumbuhan Pakchoi (Brassica Cltinensis) yang
Ditanam Secara Hidroponik dan Nonhidroponik [skripsi]. Bogor : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Prawoto B. 2012. Pengelolaan proses Produksi dan Pasca Panen Selada Secara
Aeroponik dan Hidroponik Deep Flow Technique di Amazing Farm, Lembang, Bandung [skripsi]. Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Prihmantoro H, Indriani YH. 1998. Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis
dan Hobi. Jakarta : Penebar Swadaya. . 2002. Hidroponik Tanaman Buah Untuk Hobi dan
Bisnis. Jakarta : Penebar Swadaya. Rindyani R. 2012. Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Melon Hidroponik :
Studi Kasus PT Mekar Unggul Sari, Cileungsi, Bogor [skripsi]. Jakarta : fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah.
Rony H. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar Untuk Perencanaan dan
Pengendalian Biaya Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Rosario AD, Santos. 1990. Hydroponic Culture Of Crops In The Philippines:
Problems And Prospect. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value Crops in The Tropics in Malaysia, November 25-27.
Rosyidi S. 2009. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Sameto H. 2003. Hidroponik Sederhana Penyejuk Ruang. Jakarta : Penebar
Swadaya.
61
Savvas D. 2003. Hydroponics: A Modern Technology Supporting The Application of Integrated Crop Management in Greenhouse. Food, Agriculture & Environment Vol.1(1): 80-86.
Soekartawi, Dillon JL, Hardaker JB, Soeharjo A. 2011. Ilmu Usahatani Untuk
Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press. Soeseno S. 1999. Bisnis Sayuran Hidroponik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama. Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta : PT Pustaka LP3ES
Indonesia. Suhardiyanto H. 2011. Kumpulan Makalah Pengantar Ilmu-Ilmu Pertanian.
Bogor : IPB Press Sukirno. 2009. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada. Tampubolon SH. 2005. Analisis Persaingan Usaha Paprika Hidroponik Kasus
PT. Abdoellah Bastari Agriculture Kec. Pacet, Kab. Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wahendra R. 1999. Analisis Ekonomi Pengembangan Letas (Lettuce) dengan
Sistem Budidaya Hidroponik Metode Nutrient Film Technique (NFT) [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Widia HS. 2000. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa
Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
62
LAMPIRAN
1
Lampiran 1. Perhitungan Penyusutan Greenhouse Persemaian dan Pembesaran di PT KSS
Komponen Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) Umur (tahun) Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan
(Rp/tahun)
Per komoditas
(Rp/tahun)*
Greenhouse persemaian (200 m2) 39000/m2 7.800.000 4 0 1.950.000 650.000
Rak untuk semai (bambu, plastik,
TK) 35000/m2 7.000.000 2 0 3.500.000 1.166.667
Drum nutrisi kecil 500.000 500.000 3 0 166.667 55.556
Alat penyiraman 70.000 70.000 3 0 23.333 7.778
Total 5.640.000 1.880.000 Keterangan : *) = Penyusutan greenhouse persemaian untuk bayam, caysim, pakcoy. Kangkung tidak menggunakan greenhouse persemaian.
Komponen Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) Umur(tahun) Nilai Sisa (Rp) Penyusutan (Rp/tahun)**
Greenhouse pembesaran (500 m2) 39000/m2 19.500.000 4 0 4.875.000
Keterangan : **) = Penyusutan greenhouse pembesaran untuk tiap komoditas (bayam, kangkung, pakcoy, caysim)
2
Lampiran 2. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Bayam, Caysim, Pakcoy pada Luas Lahan 500 m2 di PT KSS
Komponen Biaya Satuan
(Rp)
Biaya Total
(Rp) Umur (tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan per komoditas
(Rp/tahun)
Mesin pompa 350.000 1.050.000 2 0 525.000
Pipa paralon/inlet 9000/m2 4.500.000 5 0 900.000
Drum penampung larutan nutrisi 4.000.000 4.000.000 3 0 1.333.333
Drum plastik penampung nutrisi AB 500.000 1.000.000 3 0 333.333
Bak induk nutrisi 7.000.000 10 0 700.000
Rak tanam (bambu, asbes, plastik, TK) 44500/m2 22.250.000 2 0 11.125.000
Styrofoam 13500/m2 6.750.000 2 0 3.375.000
Total 18.291.667
3
Lampiran 3. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Kangkung Media Kerikil pada Luas Lahan 500 m2 di PT KSS
Komponen Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) Umur (tahun) Nilai Sisa (Rp) Penyusutan (Rp/tahun)
Mesin pompa 350.000 1.050.000 2 0 525.000
Pipa paralon/inlet 9000/m2 4.500.000 5 0 900.000
Drum penampung larutan nutrisi 4.000.000 4.000.000 3 0 1.333.333
Drum plastik penampung nutrisi AB 500.000 1.000.000 3 0 333.333
Bak induk nutrisi 7.000.000 7.000.000 10 0 700.000
Media kerikil + plastik 29500/m2 14.750.000 10 0 1.475.000
Total 5.266.667
4
Lampiran 4. Join Cost Penyusutan Peralatan untuk Komoditas Bayam, Pakcoy, Caysim, Kangkung di PT KSS
Komponen Jumlah Biaya Satuan
(Rp)
Biaya Total
(Rp) Umur (tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan
(Rp/tahun)
Per komoditas
(Rp/tahun)
Vacuum sealer 1 unit 800.000 800.000 5 0 160.000 40.000
Timbangan 1 unit 150.000 150.000 3 0 50.000 12.500
Container plastik 15 unit 45.000 675.000 4 0 168.750 42.188
Troli/gerobak besi 3 unit 500.000 1.500.000 5 0 300.000 75.000
EC meter 1 unit 850.000 850.000 3 0 283.333 70.833
Mobil box toyota
dyna 4 unit 150.000.000 600.000.000 10 0 60.000.000 15.000.000
Total 60.962.083 15.240.521
5
Lampiran 5. Perhitungan Tenaga Kerja untuk Komoditi Bayam, Caysim, Pakcoy, Kangkung (asumsi hari kerja = 25 hari per bulan)
Kegiatan Jumlah TK (orang) Upah (Rp) Total upah (Rp/tahun)
Penanaman + Persemaian + pembesaran 6 18000/hari 32.400.000
Panen 4 18000/hari 21.600.000
Pengemasan 6 18000/hari 32.400.000
Pengawas/Controlling 3 1000000/bulan 36.000.000
Manajer produksi 1 1700000/bulan 20.400.000
Asisten manajer produksi 1 1400000/bulan 16.800.000
Distribusi 8 700000/bulan 67.200.000
Total upah tenaga kerja harian 86.400.000
Biaya tenaga kerja variabel per komoditas 21.600.000
Total upah tenaga kerja bulanan 140.400.000
Biaya tenaga kerja tetap per komoditas 35.100.000
6
Lampiran 6. Struktur Biaya, Keuntungan, dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun dengan Penggunaan Harga Sayuran Konvensional
Komponen Bayam % Kangkung % Pakcoy % Caysim % Rp Rp Rp Rp
A. Total Penerimaan 87.000.000 106.400.000 46.440.000 36.120.000 Jumlah Produksi 8.700 13.300 7.740 6.450 Harga Satuan (per kg) 10.000 8.000 6.000 5.600 B. Biaya Tetap Sewa lahan 9.090.000 4,43 9.090.000 4,87 9.090.000 4,60 9.090.000 4,72 Penyusutan greenhouse persemaian 1.880.000 0,92 0 0,00 1.880.000 0,95 1.880.000 0,98 Penyusutan greenhouse pembesaran 4.875.000 2,37 4.875.000 2,61 4.875.000 2,47 4.875.000 2,53 Penyusutan sarana irigasi 18.291.667 8,91 5.266.667 2,82 18.291.667 9,26 18.291.667 9,50 Penyusutan peralatan 15.240.521 7,42 15.240.521 8,16 15.240.521 7,71 15.240.521 7,91 Biaya tenaga kerja tetap 35.100.000 17,09 35.100.000 18,80 35.100.000 17,76 35.100.000 18,23 Biaya listrik 18.666.000 9,09 9.333.000 5,00 18.666.000 9,45 18.666.000 9,69 Biaya distribusi 33.750.000 16,43 33.750.000 18,08 33.750.000 17,08 33.750.000 17,53 C. Total Biaya Tetap 136.893.188 66,65 112.655.188 60,35 136.893.188 69,27 136.893.188 71,09 D. Biaya Variabel Tenaga kerja harian 21.600.000 10,52 21.600.000 11,57 21.600.000 10,93 21.600.000 11,22 Benih 10.208.000 4,97 11.185.300 5,99 10.320.000 5,22 6.880.000 3,57 Rockwool 5.370.800 2,61 0 0,00 3.981.800 2,01 3.981.800 2,07 Nutrisi 17.400.000 8,47 19.950.000 10,69 12.900.000 6,53 12.900.000 6,70 Kemasan 13.920.000 6,78 21.280.000 11,40 11.919.600 6,03 10.320.000 5,36 E. Total Biaya Variabel 68.498.800 33,35 74.015.300 39,65 60.721.400 30,73 55.681.800 28,91 F. Total Biaya 205.391.988 100 186.670.488 100 197.614.588 100 192.574.988 100 G. Keuntungan Usaha -118.391.988 -80.270.488 -151.174.588 -156.454.988 H. Efisiensi Usaha (R/C ratio) 0,42 0,57 0,24 0,19
7