ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

16
ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 PADA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI BLITAR) Oleh Arrizal Bondan Sawega Dosen Pembimbing Ayu Fury Puspita, MSA.,Ak.,CA Jurusan Akuntansi, Universitas Brawijaya Malang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik impas pajak terutang Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pada UMKM peternakan ayam petelur di Kabupaten Blitar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang diperoleh langsung dari sumber data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 merugikan Wajib Pajak Orang Pribadi kategori usaha mikro, sebaliknya untuk kategori usaha kecil dan menengah diuntungkan dengan penerapan peraturan tersebut. Strategi bagi Wajib Pajak agar tidak dirugikan dengan penerapan peraturan tersebut adalah meningkatkan profit margin minimal menjadi 35,54% untuk kategori usaha mikro, 10,9% untuk kategori usaha kecil, dan 8,59% untuk usaha menengah. Kata kunci: Pajak Terutang, Titik Impas, UMKM, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 1. PENDAHULUAN Pada tahun 2012, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai kontribusi 57% dari total Produk Domestik Bruto. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menyebutkan jumlah tenaga kerja di sektor UMKM sebesar 107,6 juta pekerja atau sekitar 97% dari jumlah pekerja di Indonesia. Dengan penyerapan tenaga kerja dan PDB yang tinggi, diasumsikan UMKM mampu menyumbang pajak yang besar. Sementara itu kontribusi UMKM pada perpajakan masih rendah yaitu sebesar 0,7% dari total penerimaan pajak pada tahun 2012 (Daud, 2013). Oleh sebab itu, pemerintah melakukan upaya meningkatkan penerimaan pajak dari sektor UMKM dengan menerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 diperuntukkan untuk Wajib Pajak orang pribadi maupun badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar setahun dikenakan tarif pajak final sebesar 1% dari omzet. Tujuan penerbitan peraturan tersebut adalah memudahkan dan menyederhanakan aturan perpajakan khususnya Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari usaha dengan omzet tertentu, yang selama ini merasa sulit menghitung Pajak Penghasilannya sehingga diharapkan Wajib Pajak dapat dengan mudah melaksanakan kewajiban perpajakannya (Paramitha, 2013). Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat, sebagian menilai bahwa aturan tersebut memberatkan wajib pajak

Transcript of ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Page 1: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK PENERAPAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 PADA USAHA MIKRO

KECIL DAN MENENGAH

(STUDI KASUS PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI BLITAR)

Oleh

Arrizal Bondan Sawega

Dosen Pembimbing

Ayu Fury Puspita, MSA.,Ak.,CA

Jurusan Akuntansi, Universitas Brawijaya Malang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik impas pajak terutang Wajib Pajak Orang

Pribadi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008 pada UMKM peternakan ayam petelur di Kabupaten Blitar. Jenis

penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang diperoleh langsung dari

sumber data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 merugikan Wajib Pajak Orang Pribadi kategori usaha mikro, sebaliknya untuk

kategori usaha kecil dan menengah diuntungkan dengan penerapan peraturan tersebut.

Strategi bagi Wajib Pajak agar tidak dirugikan dengan penerapan peraturan tersebut adalah

meningkatkan profit margin minimal menjadi 35,54% untuk kategori usaha mikro, 10,9%

untuk kategori usaha kecil, dan 8,59% untuk usaha menengah.

Kata kunci: Pajak Terutang, Titik Impas, UMKM, Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013

1. PENDAHULUAN

Pada tahun 2012, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai kontribusi 57%

dari total Produk Domestik Bruto. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menyebutkan

jumlah tenaga kerja di sektor UMKM sebesar 107,6 juta pekerja atau sekitar 97% dari jumlah

pekerja di Indonesia. Dengan penyerapan tenaga kerja dan PDB yang tinggi, diasumsikan

UMKM mampu menyumbang pajak yang besar. Sementara itu kontribusi UMKM pada

perpajakan masih rendah yaitu sebesar 0,7% dari total penerimaan pajak pada tahun 2012

(Daud, 2013). Oleh sebab itu, pemerintah melakukan upaya meningkatkan penerimaan pajak

dari sektor UMKM dengan menerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 diperuntukkan untuk Wajib Pajak orang

pribadi maupun badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar setahun dikenakan

tarif pajak final sebesar 1% dari omzet. Tujuan penerbitan peraturan tersebut adalah

memudahkan dan menyederhanakan aturan perpajakan khususnya Pajak Penghasilan untuk

Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari usaha dengan omzet tertentu, yang selama ini

merasa sulit menghitung Pajak Penghasilannya sehingga diharapkan Wajib Pajak dapat dengan

mudah melaksanakan kewajiban perpajakannya (Paramitha, 2013).

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menimbulkan pro dan kontra

di lingkungan masyarakat, sebagian menilai bahwa aturan tersebut memberatkan wajib pajak

Page 2: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

karena meningkatkan jumlah pajak terutangnya. Hal ini didukung oleh Faisal Basri ahli

ekonomi dari Universitas Indonesia yang mengkritik pemberlakuan pajak berdasarkan besar

omzet penjualan karena untung tidak untung harus membayar pajak. Pihak lain yang

mendukung beranggapan bahwa peraturan tersebut memudahkan dalam penghitungan,

penyetoran, pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang, dan yang terpenting yaitu pajak

terutang lebih rendah. Hal ini didukung oleh Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri yang

menyebutkan bahwa UMKM akan diuntungkan karena pajak penghasilan hanya dikenakan

tarif 1% (Majalah UKM, 2014).

Menurut Purba dan Suandy (2014), UMKM milik Wajib Pajak Orang Pribadi dengan

peredaran bruto kurang dari Rp 250 juta (usaha mikro) cenderung dirugikan dengan penetapan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 daripada Wajib Pajak Orang Pribadi dengan

peredaran bruto lebih dari Rp 2,5 miliar (usaha menengah). Jenis usaha yang diuntungkan dan

yang dirugikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 juga dijelaskan oleh

Akhmad (2015), yaitu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran bruto Rp 120 juta

(usaha mikro), harus memiliki profit margin sebesar 85% agar tidak dirugikan.

Menurut Kartiko (2016), Wajib Pajak yang memiliki omzet Rp 300 juta sampai dengan Rp

2,5 miliar (usaha kecil) lebih diuntungkan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 daripada usaha mikro. Menurut Zulfan (2016), wajib pajak dengan omzet Rp 480

juta (usaha kecil) yang memiliki profit margin 20% akan diuntungkan.

Pajak terutang Wajib Pajak yang memiliki omzet lebih dari Rp 2,5 miliar (usaha menengah)

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 paling diuntungkan daripada jenis

usaha mikro dan kecil. Dalam penelitian Akhmad (2015), Wajib Pajak Orang Pribadi dengan

peredaran bruto Rp 4,8 miliar per tahun akan diuntungkan jika memiliki profit margin minimal

8%. Hal ini juga didukung Wahdi et al. (2015) yang menunjukkan Wajib Pajak Orang Pribadi

dan Badan yang memiliki peredaran bruto Rp 4,8 miliar (usaha menengah) dengan tingkat

keuntungan lebih dari 8% akan diuntungkan, karena pajak yang dibayar lebih rendah jika

dibandingkan dengan tarif Pajak Penghasilan.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa UMKM dengan kriteria

tertentu akan lebih diuntungkan daripada yang lainnya. Kriteria tersebut meliputi omzet dan

profit margin berdasarkan titik impas pajak terutang. Penelitian ini memfokuskan pada

pengelompokan omzet berdasarkan kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta jenis

kepemilikan usaha Wajib Pajak Orang Pribadi. Identifikasi omzet dilakukan untuk mengetahui

Wajib Pajak yang diuntungkan dan dirugikan atas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013. Ini dapat dilakukan salah satunya dengan menentukan titik impas pajak yang

terutang dan ini menjadi sangat penting bagi para pemangku kepentingan untuk merespon

dampak yang terjadi.

Titik impas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menghitung dan membandingkan

pajak terutang apabila dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada objek pajak yang sama (Wajib Pajak dengan

peredaran bruto tertentu). Sebelum penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013,

Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri termasuk yang menerima penghasilan bruto

menghitung pajak terutang berdasarkan pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008. Oleh karena itu, pembandingan kedua peraturan tersebut untuk menentukan jenis

UMKM yang diuntungkan dan dirugikan berdasarkan hasil analisis titik impas pajak terutang

dari kedua peraturan tersebut.

Page 3: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

UMKM yang menjadi unggulan dan menjadi salah satu penyumbang Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) terbesar di Kabupaten Blitar adalah usaha peternakan ayam petelur

(BPS Kabupaten Blitar, 2015). Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Blitar, Mashudi, Kabupaten Blitar menjadi produsen terbesar telur ayam di Jawa Timur dengan

populasi ayam petelur mencapai 15 juta ekor dan dalam setahun bisa memproduksi sekitar 162

ribu ton telur ayam atau 10% dari produksi nasional (Nita, 2017).

Menurut Zulfan (2016) peternakan ayam dengan omzet Rp 136 juta (usaha mikro) dirugikan

dengan penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Oleh karena itu, diperlukan

suatu penelitian untuk mengidentifikasi kriteria usaha yang diuntungkan dan dirugikan

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dengan membedakan kategori

UMKM yang meliputi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berdasarkan titik impas pajak

terutang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) adalah peraturan

perpajakan yang mengatur tentang pengenaan Pajak Penghasilan kepada badan dan orang

pribadi. Subjek pajak orang pribadi yang tidak dikenakan pajak bersifat final maka menghitung

pajak terutang berdasarkan penghasilan kena pajak (PKP) yang diperoleh dari penghasilan

dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 membahas tentang Pajak Penghasilan atas

penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tidak melebihi Rp. 4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak, dikenakan Pajak Penghasilan

yang bersifat final dengan tarif 1%.

2.3 Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengelompokkan UMKM berdasarkan

omzet yang diperoleh. Usaha mikro adalah usaha dengan omzet tahunan paling banyak Rp 300

juta. Usaha kecil adalah usaha dengan omzet tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan

paling banyak Rp 2,5 miliar. Usaha menengah adalah usaha dengan omzet tahunan dari Rp 2,5

miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Sumber: Olahan peneliti, 2017.

Page 4: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini

mencoba mengklasifikasikan tiga jenis UMKM berdasarkan omzet sesuai Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Selanjutnya peneliti

membandingkan titik impas pajak terutang untuk menentukan rugi tidaknya penerapan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada UMKM Peternakan Ayam Petelur di

Kabupaten Blitar.

3.2 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer yang digunakan adalah wawancara dengan pemilik UMKM dan data sekunder yang

digunakan berupa catatan keuangan pemilik UMKM.

3.3 Metode Analisis Data

1. Menghitung pajak terutang Wajib Pajak Orang Pribadi sesuai Pasal 17 Ayat 1 Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008. Ini seperti yang tercantum dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1

Pajak Terutang Berdasarkan

UU No. 36 Tahun 2008

Sumber: Data yang diolah

2. Menghitung jumlah pajak terutang wajib pajak orang pribadi menggunakan tarif 1%

dari omzet sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

3. Menganalisis perbandingan jumlah pajak terutang Wajib Pajak Orang Pribadi

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dengan Undang-Undang

Nomor 36 Tahun sebagai dasar penentuan analisis titik impas pajak terutang. Analisis

titik impas dilakukan berdasarkan kategori usaha UMKM yaitu Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah untuk menentukan pajak terutang yang berjumlah sama antara kedua aturan

tersebut sehingga diperoleh kategori omzet usaha yang diuntungkan atau dirugikan.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Pajak Terutang Berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013

1. Usaha mikro

Usaha peternakan ayam petelur milik Lutfi memperoleh omzet sebesar Rp

271.344.400,00 pada tahun 2015. Perhitungan pajak terutang berdasarkan Peraturan

Peredaran Bruto xxx

Biaya-biaya xxx

Penghasilan Neto xxx

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Wajib pajak xxx

Kawin xxx

Tanggungan xxx xxx

Penghasilan Kena Pajak (PKP) xxx

Pajak Terutang

Tarif pasal 17 UU PPh x PKP xxx

Jumlah Pajak terutang xxx

Page 5: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar Rp 2.713.444,00 yang merupakan

akumulasi pajak terutang setiap bulan dalam tahun 2015.

2. Usaha Kecil

Usaha peternakan ayam petelur milik Heru memperoleh omzet sebesar Rp

1.849.031.700,00 pada tahun 2015. Perhitungan pajak terutang berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar Rp 18.490.317,00 yang merupakan

akumulasi pajak terutang setiap bulan dalam tahun 2015.

3. Usaha Menengah

Usaha peternakan ayam petelur milik Sigit memperoleh omzet sebesar Rp

3.655.419.400,00 pada tahun 2015. Perhitungan pajak terutang berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar Rp 36.554.194,00 yang merupakan

akumulasi pajak terutang setiap bulan dalam tahun 2015.

4.2 Pajak Terutang Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008

1. Usaha Mikro

Wajib Pajak menghitung pajak terutang dengan cara mengurangkan omzet yang diterima

dengan harga pokok produksi dan beban usaha. Kemudian, laba usaha dikurangi dengan

PTKP sehingga didapatkanlah PKP yang selanjutnya dikalikan dengan tarif pajak pasal

17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa, Wajib

Pajak tidak memiliki pajak terutang karena PTKP sebesar Rp 45.000.000,00 lebih besar

daripada laba usaha yang hanya sebesar Rp 37.856.500,00 sehingga PKP bernilai negatif.

Tabel 2

Pajak Terutang Usaha Mikro Berdasarkan

UU No. 36 Tahun 2008

Penjualan Rp 271.344.400,00

HPP Rp 231.147.900,00

Laba Kotor Rp 40.196.500,00

Beban Usaha

Gaji -

Perbaikan Rp 1.500.000,00

Listrik & air Rp 840.000,00

Rp 2.340.000,00

Laba Usaha Rp 37.856.500,00

PTKP

WP Rp36.000.000,00

Kawin Rp 3.000.000,00

Tanggungan Rp 6.000.000,00 Rp 45.000.000,00

PKP (Rp 7.143.500,00)

Pajak terutang

Jumlah pajak terutang nihil

Sumber: Data yang diolah

2. Usaha Kecil

Wajib Pajak Orang Pribadi telah menikah dan memiliki dua anak (tanggungan). Wajib

Pajak mempunyai omzet Rp 1.849.031.700,00 pada tahun 2015, sehingga perhitungan

pajak terutang pada tahun 2015 berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2008 sebagai berikut:

Page 6: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Tabel 3

Pajak Terutang Usaha Kecil Berdasarkan

UU No. 36 Tahun 2008 Penjualan Rp1.849.031.700,00

HPP Rp1.421.792.500,00

Laba Kotor Rp 427.239.200,00

Beban Usaha

Gaji Rp86.400.000,00

Perbaikan Rp30.000.000,00

Listrik & air Rp 6.000.000,00 Rp122.400.000,00

Laba Usaha Rp304.839.200,00

PTKP

WP Rp36.000.000,00

Kawin Rp 3.000.000,00

Tanggungan Rp 6.000.000,00 Rp 45.000.000,00

PKP Rp259.839.200,00

Pajak terutang

5% Rp 2.500.000,00

15% Rp30.000.000,00

25%

Rp 2.459.800,00

Jumlah pajak terutang Rp 34.959.800,00

Sumber: Data yang diolah

3. Usaha Menengah

Tabel 3

Pajak Terutang Usaha Menengah Berdasarkan

UU No. 36 Tahun 2008 Penjualan Rp3.655.419.400,00

HPP Rp3.091.792.500,00

Laba Kotor Rp 563.626.900,00

Beban Usaha

Gaji Rp158.400.000,00

Perbaikan Rp 45.000.000,00

Listrik & air Rp 9.800.000,00 Rp213.200.000,00

Laba Usaha Rp350.426.900,00

PTKP

WP Rp36.000.000,00

Kawin Rp 3.000.000,00

Tanggungan Rp 9.000.000,00 Rp 48.000.000,00

PKP Rp302.426.900,00

Pajak terutang

5% Rp 2.500.000,00

15% Rp30.000.000,00

25%

Rp13.106.725,00

Jumlah pajak terutang Rp 45.606.725,00

Sumber: Data yang diolah

4.3 Perbandingan Pajak Terutang Berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 dengan UU No.

36 Tahun 2008

1. Usaha Mikro

Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 merugikan Wajib Pajak Orang

Pribadi pemilik usaha mikro karena pajak terutangnya lebih besar sejumlah Rp

2.713.444,00. Tabel 4 berikut ini merupakan penjelasan dari deskripsi di atas.

Page 7: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Tabel 4

Selisih Pajak Terutang Usaha Mikro Wajib Pajak Dasar Perhitungan Pajak Pajak Terutang

Orang Pribadi

(K/2)

UU No. 36 Tahun 2008 Nihil

PP No. 46 Tahun 2013 Rp 2.713.444,00

Selisih Rp 2.713.444,00

Sumber: Data yang diolah

2. Usaha Kecil

Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menguntungkan Wajib Pajak

Orang Pribadi pemilik usaha kecil karena pajak terutangnya lebih kecil sebesar Rp

16.469.483,00. Tabel 5 berikut ini merupakan penjelasan dari deskripsi di atas.

Tabel 5

Selisih Pajak Terutang Usaha Kecil Wajib Pajak Dasar Perhitungan Pajak Pajak Terutang

Orang Pribadi

(K/2)

UU No. 36 Tahun 2008 Rp 34.959.800,00

PP No. 46 Tahun 2013 Rp 18.490.317,00

Selisih Rp 16.469.483,00

Sumber: Data yang diolah

3. Usaha Menengah

Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menguntungkan Wajib Pajak

Orang Pribadi pemilik usaha menengah karena pajak terutangnya lebih kecil sebesar

Rp 9.052.531,00. Tabel 6 berikut ini merupakan penjelasan dari deskripsi di atas.

Tabel 6

Selisih Pajak Terutang Usaha Menengah Wajib Pajak Dasar Perhitungan Pajak Pajak Terutang

Orang Pribadi

(K/2)

UU No. 36 Tahun 2008 Rp 45.606.725,00

PP No. 46 Tahun 2013 Rp 36.554.194,00

Selisih Rp 9.052.531,00

Sumber: Data yang diolah

4.4 Titik Impas Pajak Terutang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

1. Usaha Mikro

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sangat memberatkan bagi

jenis usaha mikro. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha mikro dengan

omzet maksimal Rp 300 juta harus membayar pajak final sebesar Rp 3 juta setahun tanpa

mempertimbangkan PTKP yang seharusnya bisa menjadi pengurang penghasilan kena

pajak jika menggunakankan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Artinya meskipun

Wajib Pajak tersebut rugi, asalkan memperoleh omzet berapapun jumlahnya tetap

diwajibkan membayar pajak. Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa, Wajib Pajak harus

memiliki profit margin tertentu sehingga penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 tidak merugikannya. Misal Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status tidak

kawin dan tanpa tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang

memiliki omzet Rp 300 juta harus mendapatkan profit margin minimal sebesar 29,8%

dari omzet atau sebesar Rp 89.400.00,00. Wajib Pajak dengan omzet yang sama namun

memiliki tanggungan yang lebih banyak, maka profit margin yang harus didapat juga

semakin besar.

Page 8: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Tabel 7

Titik Impas Pajak Terutang Usaha Mikro

Sumber: Data yang diolah

Apabila analisis tersebut diterapkan pada usaha mikro dalam kasus Wajib Pajak atas

nama Lutfi yang memiliki omzet sebesar Rp 271.344.400,00 pada tahun 2015, maka

profit margin minimal yang harus dicapai agar tidak dirugikan dengan penerapan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar 35,54% dari omzet atau

sebesar Rp 96.422.232,54 setiap tahun. Profit margin sebesar 35,54% merupakan

estimasi peneliti berdasarkan Tabel 7. Tabel 8 merupakan skema yang dibuat peneliti

untuk memperjelas deskripsi sebelumnya.

Tabel 8

Pajak Terutang Usaha Mikro Berdasarkan Penghitungan Neto

Sumber: Data yang diolah

Page 9: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

2. Usaha Kecil

Wajib Pajak ketegori kecil atas nama Heru memiliki pajak terutang berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebesar Rp 18.490.317,00 pada tahun 2015.

Jika Wajib Pajak Orang Pribadi kategori usaha kecil menghitung pajak terutang

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, maka profit margin yang

harus diperoleh agar tidak dirugikan adalah sebagai berikut:

Tabel 9

Titik Impas Pajak Terutang Usaha Kecil

Sumber: Data yang diolah

Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa, Wajib Pajak harus memiliki profit margin tertentu

sehingga penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tidak merugikannya.

Misal Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status tidak kawin dan tanpa tanggungan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang memiliki omzet Rp 1 miliar

harus mendapatkan profit margin minimal sebesar 13,6%. Wajib Pajak dengan omzet

yang sama (1 miliar) namun memiliki tanggungan yang lebih banyak (misal berstatus

K/I/3), maka profit margin yang harus didapat juga semakin besar yaitu 18,4% dari

omzet. Apabila analisis tersebut diterapkan pada usaha kecil dalam kasus Wajib Pajak atas

nama Heru yang memiliki omzet sebesar Rp 1.849.031.700,00 pada tahun 2015, maka

profit margin minimal yang harus dicapai agar tidak dirugikan dengan Penerapan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebesar 10,9% dari omzet atau sebesar Rp

201.544.455,30 setiap tahun. Profit margin sebesar 10,9% merupakan estimasi peneliti

berdasarkan Tabel 9. Tabel 10 merupakan skema yang dibuat peneliti untuk memperjelas

deskripsi sebelumnya.

Page 10: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Tabel 10

Pajak Terutang Usaha Kecil Berdasarkan Penghitungan Neto

Sumber: Data yang diolah

3. Usaha Menengah

Tabel 11

Titik Impas Pajak Terutang Usaha Menengah

Pada Tabel 11 ditunjukkan bahwa, Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status tidak

kawin dan tanpa tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang

memiliki omzet Rp 3 miliar harus mendapatkan profit margin minimal sebesar 8,98%

dari omzet atau sebesar Rp 269.400.000,00 agar tidak dirugikan. Wajib Pajak dengan

Page 11: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

omzet yang sama namun memiliki tanggungan yang lebih banyak, maka profit margin

yang harus didapat juga semakin besar. Misal Wajib Pajak dengan status (K/I/3) maka

harus memperoleh profit margin sebesar 10,58% dari omzet. Wajib Pajak dengan omzet

Rp 4,8 miliar (omzet maksimal Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013) adalah

yang paling diuntungkan daripada jenis kategori usaha dengan omzet dibawahnya. Hal

ini dapat dilihat dalam Tabel 11 yang menunjukkan profit margin yang harus dicapai

agar tidak dirugikan adalah yang paling kecil dibandingkan dengan kategori yang lain.

Apabila analisis tersebut diterapkan pada usaha menengah dalam kasus Wajib Pajak

atas nama Sigit yang memiliki omzet sebesar Rp 3.655.419.400,00 pada tahun 2015,

maka profit margin minimal yang harus dicapai agar tidak dirugikan dengan Penerapan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar 8,59% dari omzet atau

sebesar Rp 314.216.909,00 setiap tahun. Profit margin sebesar 8,59% merupakan

estimasi peneliti berdasarkan Tabel 11. Tabel 12 berikut ini merupakan skema yang

dibuat peneliti untuk memperjelas deskripsi sebelumnya:

Tabel 12

Pajak Terutang Usaha Menengah Berdasarkan Penghitungan Neto

Sumber: Data yang diolah

4.5 Strategi UMKM Sebagai Dampak Penerapan PP No 46 Tahun 2013

Wajib Pajak pemilik UMKM menerima dampak yang beragam dengan penerbitan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Wajib Pajak yang memiliki usaha kategori

mikro cenderung dirugikan dan sebaliknya untuk usaha kategori kecil dan menengah.

Hasil perhitungan pajak terutang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menjadi dasar untuk merumuskan strategi

bagi UMKM sehingga Wajib Pajak pemilik UMKM tidak dirugikan dengan penerapan

peraturan tersebut.

1. Usaha Mikro

Wajib Pajak yang menjadi objek penelitian untuk kategori usaha mikro adalah usaha

peternakan ayam petelur milik Lutfi yang memiliki omzet sebesar Rp 271.344.400,00 dan

profit margin sebesar 13,95% pada tahun 2015. Strategi yang dapat dilakukan oleh pemilik

usaha mikro ini adalah meningkatkan profit margin atau menambah omzet. Apabila Wajib

Pajak meningkatkan profit margin dengan asumsi omzet yang diterima tetap sebesar Rp

271.344.400,00 maka, target minimal yang harus dicapai sebesar 35,54%. Tabel 13

menunjukkan bahwa profit margin harus ditingkatkan sebesar 21,59% dari sebelumnya.

Page 12: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Tabel 13

Profit Margin yang harus diperoleh Usaha Mikro

Profit margin Pajak Terutang

PP No. 46 Tahun 2013 UU No. 36 Tahun 2008

Realisasi 13,95% Rp 2.713.444,00 -

Target 35,54% Rp 2.713.444,00 Rp 2.713.344,88

Selisih 21,59%

Sumber: Data yang diolah

Strategi lain agar tidak dirugikan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 adalah meningkatkan omzet yang diperoleh. Apabila Wajib Pajak

meningkatkan omzet dengan asumsi profit margin tetap sebesar 13,95% maka, target

minimal yang harus diperoleh sebesar Rp 1.075.514.900,00. Tabel 14 menunjukkan bahwa

omzet harus ditambah sebesar Rp 804.170.500,00 dari sebelumnya, sehingga menjadi

usaha dengan kategori kecil.

Tabel 14

Omzet yang harus diperoleh Usaha Mikro

Omzet Pajak Terutang

PP No. 46 Tahun 2013 UU No. 36 Tahun 2008

Realisasi Rp 271.344.400,00 Rp 2.713.444,00 -

Target Rp 1.075.514.900,00 Rp 10.755.149,00 Rp 10.755.149,28

Selisih Rp 804.170.500,00

Sumber: Data yang diolah

2. Usaha Kecil

Wajib Pajak yang menjadi objek penelitian untuk kategori usaha kecil adalah usaha

peternakan ayam petelur milik Heru yang memiliki omzet sebesar Rp 1.849.031.700,00

dan profit margin sebesar 16,49% pada tahun 2015. Strategi yang dapat dilakukan oleh

pemilik usaha kecil ini adalah mempertahankan profit margin dan omzet yang diperoleh.

Apabila Wajib Pajak tetap mempertahankan omzet sebesar Rp 1.849.031.700,00 maka,

profit margin minimal yang harus dicapai sebesar 10,90%. Tabel 15 menunjukkan bahwa

Wajib Pajak memperoleh profit margin lebih besar 5,59% dari target minimal agar tidak

dirugikan.

Tabel 15

Profit Margin yang harus diperoleh Usaha Kecil

Profit margin Pajak Terutang

PP No. 46 Tahun 2013 UU No. 36 Tahun 2008

Realisasi 16,49% Rp 18.490.317,00 Rp 34.959.800,00

Target 10,90% Rp 18.490.317,00 Rp 18.481.668,30

Selisih 5,59%

Sumber: Data yang diolah

Strategi lain agar tidak dirugikan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 adalah mempertahankan profit margin yang diperoleh. Apabila Wajib Pajak

mempertahankan profit margin sebesar 16,49% maka, omzet minimal yang harus

diperoleh sebesar Rp 797.421.100.00. Tabel 16 menunjukkan bahwa Wajib Pajak

memperoleh omzet lebih besar lebih besar Rp 1.051.610.600,00 dari target minimal agar

tidak dirugikan.

Page 13: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Tabel 16

Omzet yang harus diperoleh Usaha Kecil

Omzet Pajak Terutang

PP No. 46 Tahun 2013 UU No. 36 Tahun 2008

Realisasi Rp 1.849.031.700,00 Rp 18.490.317,00 Rp 34.959.800,00

Target Rp 797.421.100,00 Rp 7.974.211,00 Rp 7.974.210,91

Selisih Rp1.051.610.600,00

Sumber: Data yang diolah

3. Usaha Menengah

Wajib Pajak yang menjadi objek penelitian untuk kategori usaha menengah adalah

usaha peternakan ayam petelur milik Sigit yang memiliki omzet sebesar Rp

3.655.419.400,00 dan profit margin sebesar 9,59% pada tahun 2015. Strategi yang

dapat dilakukan oleh pemilik usaha kecil ini adalah mempertahankan profit margin dan

omzet yang diperoleh. Apabila Wajib Pajak tetap mempertahankan omzet sebesar Rp

3.655.419.400,00 maka, profit margin minimal yang harus dicapai sebesar 8,59%%.

Tabel 17 menunjukkan bahwa Wajib Pajak memperoleh profit margin lebih besar 1%

dari target minimal agar tidak dirugikan.

Tabel 17

Profit Margin yang harus diperoleh Usaha Menengah

Profit margin Pajak Terutang

PP No. 46 Tahun 2013 UU No. 36 Tahun 2008

Realisasi 9,59% Rp 36.554.194,00 Rp 45.606.725,00

Target 8,59% Rp 36.554.194,00 Rp 36.554.227,25

Selisih 1,00%

Sumber: Data yang diolah

Strategi lain agar tidak dirugikan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 adalah mempertahankan profit margin yang diperoleh. Apabila Wajib

Pajak mempertahankan profit margin sebesar 9,59% maka, omzet minimal yang harus

diperoleh sebesar Rp 2.782.212.000,00. Tabel 18 menunjukkan bahwa Wajib Pajak

memperoleh omzet lebih besar lebih besar Rp 873.207.400,00 dari target minimal agar

tidak dirugikan.

Tabel 18

Omzet yang harus diperoleh Usaha Menengah

Omzet Pajak Terutang

PP No. 46 Tahun 2013 UU No. 36 Tahun 2008

Realisasi Rp 3.655.419.400,00 Rp 36.554.194,00 Rp 45.606.725,00

Target Rp 2.782.212.000,00 Rp 27.822.120,00 Rp 27.822.119,62

Selisih Rp 873.207.400,00

Sumber: Data yang diolah

Strategi yang dirumuskan pada penelitian ini bergantung pada objek yang diteliti.

Status pemilik, omzet, dan profit margin UMKM mempengaruhi perhitungan pajak

terutang yang dilakukan karena titik impas pajak terutang merupakan kombinasi antara

ketiga faktor tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Akhmad (2015) yang

menyebutkan jika profit margin berada dibawah titik impas maka beban pajak semakin

tinggi, sehingga disarankan Wajib Pajak pemilik UMKM meningkatkan profit margin

pada titik tertentu bergantung dengan omzet yang diperoleh. Menurut Purba dan Suandy

Page 14: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

(2014) Wajib Pajak pemilik UMKM harus memperoleh omzet lebih dari Rp 1,25 miliar

jika ingin diuntungkan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013,

maka strategi untuk usaha dengan omzet tidak lebih dari Rp 300 (usaha mikro) harus

meningkatkan omzet yang diperoleh hingga mencapai Rp 1,25 miliar (usaha kecil).

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terhadap Wajib Pajak Orang

Pribadi pada kategori usaha mikro pada Peternakan Ayam di Kabupaten Blitar

dirugikan karena pajak terutang yang dibayar lebih besar, jika dibandingkan dengan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Sehingga Wajib Pajak kategori usaha mikro

harus meningkatkan profit margin atau omzet yang diperoleh agar tidak dirugikan

dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

2. Pada dasarnya, tidak ada jumlah pasti mengenai omzet dan profit margin yang harus

diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi peternakan ayam petelur di Kabupaten Blitar

untuk mengkategorikan untung dan tidaknya UMKM dengan penetapan Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Strategi untuk UMKM agar tidak dirugikan dengan

peraturan tersebut bergantung dengan jumlah omzet yang diperoleh. Pada penelitian

ini, Wajib Pajak pemilik usaha mikro harus memiliki profit margin minimal 35,54%,

usaha kecil harus memiliki profit margin minimal 10,9%, dan usaha menengah harus

memiliki profit margin minimal 8,59% agar tidak dirugikan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat

keterbatasan yang dialami yaitu sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan penelitian hanya pada 1 periode, sehingga peneliti tidak dapat

mengamati kondisi usaha yang mungkin saja mengalami fluktuasi dan mempengaruhi

jumlah pajak terutang.

2. Data yang digunakan sebagian besar adalah catatan keuangan Wajib Pajak yang

menjadi objek penelititan sehingga tidak dapat dipastikan sepenuhnya apakah

pencatatan tersebut dilakukan dengan benar.

5.3 Saran

Dari hasil penelitian ini, adapun saran yang dapat diberikan kepada peneliti

selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian selanjutnya dapat menambah periode operasional bisnis. Misalnya, 3-5 tahun

dengan tujuan mengamati fluktuasi usaha yang terjadi.

2. Penelitian berikutnya melakukan penelitian pada objek yang memiliki catatan keuangan

yang detail sehingga dapat melakukan analisis biaya produksi dan jumlah produksi

dengan akurat sebagai dasar perhitungan pajak terutang.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M. (2015). Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi UMKM. Jakarta:

Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Badan Pusat Statistik. (2015). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaaten Blitar Menurut

Lapangan Usahan 2010-2014. Blitar: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar.

Akhmad, S. (2015). Analisis Penerapan Pajak Penghasilan Final PP 46 Tahun 2013 dan

Implikasinya. Jurnal Fokus Bisnis.14.2. Hal. 45-71.

Antara. (2016, 29 Desember). Menkeu: Jatuh Bangun Negara Bergantung pada Pajak. Media

Indonesia. Diakses dari http://mediaindonesia.com

Page 15: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Daud, A. (2013, 28 Juni). Hanya 20 juta UKM yang patuh bayar pajak. Sindonews. Diakses

dari https://ekbis.sindonews.com

Hakim, F. & Mildawati, T. (2016). Implikasi PP 46 Tahun 2013 atas PPh Badan, Laba Usaha

Setelah Pajak, dan Peredaran Bruto. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi.5.12.

Irawati, S. (2006). Manajemen Keuangan. Bandung: Pustaka.

Kartiko, D. (2016). Analisis Perencanaan Pajak dan Titik Impas bagi Wajib Pajak Orang

Pribadi Kriteria UMKM Berdasarkan PER Nomor 17 Tahun 2015 dan PP Nomor 46

Tahun 2013. Jurnal ilmiah FEB UB. Vol 4, No 2.

Kasmir. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Nita. (2017, 5 Januari). 85% Produksi Telur Ayam di Kabupaten Blitar Dikirim ke Luar

Daerah. Mayangkaranews. Diakses dari

http://mayangkaranews.com/85-produksi-telur-ayam-di-kabupaten-blitar-dikirim-ke-

luar-daerah/

Oktavia, I. (2015). Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Siapa

Diuntungkan? Siapa Dirugikan?. Skripsi. Universitas Jember.

Paramitha, N. (2013, 05 Oktober). Penerapan PP 46 Tahun 2013 Untuk Keadilan Pajak.

Republika. Diakses dari http://republika.co.id

Pemerintah Kabupaten Blitar. (2012). Gambaran Umum Kabupaten Blitar. Diakses padar 2

Juni 2017 dari http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan,

Penyetoran, dan Pelaporan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya

Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari

Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

Tertentu.

PP No. 46 Tahun 2013 Tidak Adil dan Tidak Pro Pengusaha Kecil. (2013). Diakses pada 4

Maret 2017, dari http://majalahukm.com/pp-no-46-tahun-2013-tidak-adil-dan-tidak-pro-

pengusaha-kecil/

Purba, H. & Suandy, E. (2014). Analisis Perbedaan Pajak Penghasilan Terutang Berdasarkan

Norma Penghitungan dengan PPh Final Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan di bidang

Usaha Perdagangan pada KPP Pratama Indramayu. Skripsi. Universitas Atma Jaya

Yogyakarta.

Resmi, S. (2013). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Sekaran, U. (2014). Research Methods for Business. United Kingdom: Wiley.

Setiawan, E. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Online. (kbbi.web.id) diakses 28 Juli

2016.

Serena. (2014, 13 Mei). Ambiguitas Keberlakuan PP No.46 Tahun 2013 Terhadap UU No. 36

Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Kompasiana. Diakses dari

http://www.kompasiana.com/

Sigit, S. (2002). Analisa Break Even Ancangan Linear Secara Ringkas dan Pasti. Edisi 3.

Yogyakarta: BPFE.

Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi (mixed method).

Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Page 16: ANALISIS TITIK IMPAS PAJAK TERUTANG SEBAGAI DAMPAK ...

Wahdi, N., Agnesia, C., & Yulianti. (2015). Analisis Penerapan PP Nomor 46 Tahun 2013

tentang UMKM Terhadap Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak, Penerimaan Pajak

Penghasilan dan UMKM yang mana yang diuntungkan. Seminar Nasional. Universitas

PGRI Semarang.

Widi, R. K. (2010). Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Zulfan. (2016). Analisis Komparasi Pajak Terutang Sebelum dan Sesudah Penerapan PPh Final

1 % terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013.

Skripsi. Universitas Andalas.