ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

224
i ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL RANGSANG TUBAN KARYA PADMASUSASTRA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Taufik Nurfathir NIM 112160724 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2016

Transcript of ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

Page 1: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

i

ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA

DALAM NOVEL RANGSANG TUBAN

KARYA PADMASUSASTRA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Taufik Nurfathir

NIM 112160724

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016

Page 2: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 3: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 4: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 5: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

1. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Al-

Baqarah: 153);

2. Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan (Al- Insyirah: 6);

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku, bapak Sumarjo dan ibu Siti

Nurbaya tercinta yang telah memberikan yang

terbaik untukku, kasih sayang beliau

menghangatkanku, pengorbanan beliau

mengobarkan semangatku dan doa beliau

melancarkan jalanku menuju kebahagiaan;

2. Adikku Fatkhul Anam dan Siti Marfu’atun yang

sangat aku sayangi;

3. Almamater Universitas Muhammadiyah

Purworejo.

Page 6: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

vii

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkannya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tindak Tutur Bahasa

Jawa dalam Novel Rangsang Tuban Karya Padmasusastra”. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penyelesaian

penulisan skripsi ini berkat bantuan, bimbingan dan motivasi yang sangat berarti

dan berbagai pihak. Dukungan itu berupa saran, motivasi dan dukungan material

maupun spiritual, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. H. Supriyono, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Purworejo;

2. Eko Santosa, M.Hum., selaku dosen pemimbing I yang telah meluangkan

waktu untuk membantu, memberi pengarahan, bimbingan dan motivasi dalam

penulisan skripsi ini;

3. Yuli Widiyono, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Purworejo, sekaligus selaku dosen pembimbing

II yang telah memberi pengarahan, bimbingan dan motivasi dalam penulisan

skripsi ini;

4. Rochimansyah, M.Pd., selaku Kaprodi Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah membantu dan memperlancar

dalam menyusun penulisan skrisi ini;

Page 7: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

vii

Page 8: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

viii

ABSTRAK

Taufik Nurfathir. Analisis Tindak Tutur Bahasa Jawa dalam Novel Rangsang

Tuban Karya Padmasusastra. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah

Purworejo. 2016.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendiskripsikan wujud tindak tutur lokusi,

ilokusi, perlokusi pada novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra. (2)

Mendeskripsikan maksim tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi pada novel Rangsang

Tuban karya Padmasusastra.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data

dalam penelitian ini adalah cerita dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra, sedangkan data dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang

dituturkan oleh para tokoh dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka dan teknik catat.

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri dan dibantu oleh

seperangkat alat tulis dan kartu pencatat data/ nota pencatat data. Teknik Keabsahan

data dilakukan dengan menggunakan validitas semantis, reliabilitas intrarater dan

interrater. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik content analysis atau

analisis isi. Teknik penyajian data yaitu teknik formal dan teknik informal.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penggunaan jenis tindak tutur

dalam tuturan novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra yakni tindak tutur lokusi

sebanyak 33 data tuturan, tindak tutur ilokusi sebanyak 21 data tuturan, tindak tutur

perlokusi sebanyak 15 data tuturan. Jenis tindak tutur yang paling banyak ditemui

adalah tindak tutur lokusi. Jenis maksim yang digunakan dalam novel Rangsang

Tuban karya Padmasusastra pada prinsip kerjasama meliputi maksim kuantitas

sebanyak 2 data tuturan, maksim kualitas sebanyak 2 data tuturan, maksim relevansi

sebanyak 1 data tuturan, dan maksim pelaksanaan sebanyak 1 data tuturan. Prinsip

kesopanan meliputi maksim kebijaksanaan sebanyak 2 data tuturan, maksim

penerimaan sebanyak 1 data tuturan, maksim kemurahan sebanyak 1 data tuturan,

maksim kerendahan hati sebanyak 1 data tuturan, maksim kecocokan sebanyak 1

data tuturan, dan maksim kesimpatian sebanyak 1 data tuturan.

Kata Kunci: tindak tutur, novel Rangsang Tuban

Page 9: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

ix

SARIPATI

Taufik Nurfathir. Analisis Tindak Tutur Bahasa Jawa dalam Novel Rangsang

Tuban Karya Padmasusastra.. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2016.

Ancasipun panaliten punika (1) mbabaraken wujud tindak tutur lokusi,

ilokusi lan perlokusi wonten ing novel rangsang tuban karya Padmausastra (2)

mbabaraken maksim tindak tutur lokusi, ilokusi lan perlokusi wonten ing novel

rangsang tuban karya Padmasusastra.

Jinising panaliten ingkang dipunginakaken inggih punika deskriptif

kualitatif. Sumber dhatanipun ingkang wonten panaliten inggih punika carita

wonten ing novel rangsang tuban karya Padmasusastra. Dhata wonten panaliten

punika awujud tututan-tuturan ingkang dipuntuturaken saking para tokoh wonten

ing novel rangsang tuban karya Padmasusastra. Dhata dipunkempalaken kanthi

teknik studi pustaka lan teknik catat. Instrumen ingkang dipunmigunakaken

wonten panaliten punika ngagem kartu data. Keabsahan data dipunpikantuk

saking validitas kaliyan reliabilitas. Salajengipun, dhata dipunanalisis kanthi

teknik content analysis utawi analisis isi panaliten sastra. Teknik penyajian hasil

analisis data inggih menika migunakaken metode penyajian data informal.

Saking andharan dhata ingkang dipunanalisis wonten novel Rangsang

Tuban karya Padmasusastra inggih punika tindak tutur lokusi wonten 33 dhata

tuturan, tindak tutur ilokusi wonten 21 dhata tuturan, tindak tutur perlokusi

wonten 15 dhata tuturan. Jinis maksim ingkang dipunginakaken wonten ing novel

Rangsang Tuban karya Padmasusastra wonten prinsip kerjasama yaiku maksim

kantitas wonten dhata tuturan, maksim kualitas wonten 2 dhata tuturan, maksim

releansi wonten 1 dhata tuturan lan maksim pelaksanaan wonten 1 dhata tuturan.

Prinsip kesopanan inggih punika maksim kebijaksanaan wonten 2 dhata tuturan,

maksim penerimaan wonten 2 dhata tuturan, maksim kemurahan wonten 1 dhata

tuturan, maksim kerendahan hati wonten 1 dhata tuturan, maksim kecocokan

wonten 1 dhata tuturan, lan maksim kesimpatian wonten 1 dhata tuturan.

Tembung wos: nilai religius, Serat Partawigena

Page 10: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................... v

PRAKATA .............................................................................................. vii

ABSTRAK .............................................................................................. viii

SARIPATI ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ................................................ xiii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 5

C. Batasan Masalah ............................................................................. 6

D. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6

F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI ...................... 9

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 9

B. Kajian Teori .................................................................................... 11

1. Bahasa ........................................................................................ 12

a. Pengertian Bahasa ................................................................ 12

b. Fungsi Bahasa ................................................................ 14

2. Pragmatik ................................................................................... 17

a. Pengertian Pragmatik .......................................................... 17

b. Tindak Tutur ...................................................................... 20

1) Tindak Lokusi ................................................................ 21

2) Tindak Ilokusi ................................................................ 23

3) Tindak Perlokusi ............................................................ 24

c. Maksim ............................................................................... 26

1) Prinsip Kerjasama .......................................................... 26

2) Prinsip Kesopanan .......................................................... 30

3. Novel .......................................................................................... 35

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 37

A. Jenis Penelitian ............................................................................... 37

B. Sumber dan Objek Data .................................................................. 37

C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 38

D. Instrumen Penelitian ....................................................................... 39

E. Teknik Keabsahan Data .................................................................. 40

F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 43

Page 11: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

xi

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis ..................................................... 44

BAB IV. PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ......................... 45

A. Penyajian Data .............................................................................. 45

1. Tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi ............................... 45

2. Maksim .................................................................................... 55

B. Pembahasan Data ......................................................................... 61

1. Tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi ............................... 61

2. Maksim .................................................................................... 117

BAB V. PENUTUP ............................................................................... 130

A. Simpulan .............................................................................. 130

B. Saran .............................................................................. 131

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kartu Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 SK Pembimbing dan Penguji

Lampiran 3 Novel Rangsang Tuban

Page 13: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

xii

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

1. Daftar Singkatan:

RT : Rangsang Tuban

P : Penutur

MT : Mitra Tutur

2. Tanda:

( ) : Pemerlengkap

: : Halaman

“........” : Kutipan langsung/ istilah kamus

„........‟ : Arti dari suatu kata

Page 14: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Novel Rangsang Tuban ................................................................. 135

Lapiran 2 SK Pembimbing Skripsi ................................................................... 203

Lampran 3 Kartu Bimbingan Skripsi ................................................................ 204

Page 15: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia terlahir sebagai makhluk sosial, yakni makhluk yang tidak

dapat hidup tanpa bergantung pada orang lain. Manusia tidak terlepas dari

hubungan bermasyarakat antara manusia dan lingkungan sekitar untuk

beinteraksi. Dalam berhubungan dan saling berinteraksi harus tercipta sebuah

komunikasi yang dapat membantu mereka untuk saling bekerja sama. Media

dan perantara dari komunikasi dapat berupa alat komunikasi verbal yang

disebut dengan bahasa. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan

pikiran, perasaan atau perkataan kepada orang lain dengan maksud dan tujuan

tertentu.

Bahasa dalam realisasinya beragam jenisnya. Bahasa ada yang

berwujud bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan adalah ragam bahasa

yang diungkapkan dengan medium lisan. Ragam bahasa lisan banyak

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam percakapan sehari-

hari, pidato presiden, wawancara, dan lain-lain. Bahasa tulis digunakan

dengan medium tulisan dapat disampaikan secara visual. Bahasa tulis dapat

dilihat dan dipahami oleh pembaca sehingga maksud atau isi yang terkandung

dari bahasa tulis dapat disampaikan kepada pembaca. Salah satu karya tulis

manusia yang tertuang secara tertulis adalah novel.

Page 16: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

2

Novel merupakan karya sastra sebagai bagian dari prosa fiksi. Karya

sastra merupakan karya imajinatif yang dituangkan oleh seorang pengarang

dalam bentuk tulisan yang mempunyai nilai estetika. Nilai-nilai estetika yang

diciptakan oleh pengarang terlahir dari daya khayal, hasil karya sastra yang

diciptakan disuguhkan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh

pembaca. Tidak semua novel terbentuk dengan menggunakan satu bahasa.

Banyak novel yang terbentuk oleh dua bahasa, atau bahkan dengan beragam

bahasa.

Salah satu novel yang dapat digunakan sebagai media dalam

penelitian tindak tutur bahasa Jawa dalah novel karya Ki Padmasusastra. Ki

Padmasusatra adalah penulis dan pemerhati bahasa, sastra, dan budaya Jawa

setelah era para pujangga Jawa antara lain seperti: Yasadipura I, Yasadipura

II, dan Ranggawarsita. Padmasusatra bukan seorang pujangga keraton, tetapi

beliau menghasilkan karya-karya besar seperti pujangga keraton. Nama kecil

beliau adalah Suwardi, dan dikenal pula dengan nama Ngabei Kartadirana,

mas Gus Bei, Mas Ngabei Bangsayuda, Ngabei Kartipradata, Ki

Padmasusastra, Ngabei Wirapustaka, Ki Prajapustaka (Damono, 2001: 502).

Karya-karya yang dihasilkan oleh Padmasusastra di antaranya

Kondha Bumi, Pethikan Saking Kabar Angin, Prabangkara, Rangsang Tuban

(Supardjo, 2010: 70). Bahasa dan tuturan dalam novel yang diciptakan Ki

Padmasusastra begitu banyak dan bermacam-macam jenisnya, sehingga

mengundang ketertarikan tersendiri untuk mengetahui maksud dan tujuan

bahasa tutur yang digunakan dalam cerita atau novelnya. Dalam penelitian ini

Page 17: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

3

penulis memilih salah salah satu novel karya Padmasusastra, yaitu novel yang

berjudul Ragsang Tuban untuk dianalisis bentuk dan tujuan tindak tutur

lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang ada di dalamnya.

Novel Rangsang Tuban dicetak pertama kali pada Januari 2013 di

Shaidan, Yogyakarta, dan diterbitkan oleh Pura Pustaka Yogyakarta. Peneliti

menemukan ada beberapa hal di dalam novel Rangsang Tuban, antara lain isi

ceritanya mengungkapkan tentang cara hidup sosial dalam bermasyarakat,

sehingga melibatkan tokoh-tokoh untuk menjalin komunikasi, sehingga

muncul berbagai jenis-jenis tindak tutur. Penulis juga menemukan proses

komunikasi antartokoh dalam novel RangsangTuban yang saling mendukung

sehingga banyak ditemukan tindak tutur. Contoh tuturan yang terdapat dalam

novel RangsangTuban, yaitu:

MT : “paman, banget tarima ningsun. Sira, apa padha basuki?’

P : “Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka, basuki.”

Terjemahan:

MT : ‘Paman, saya sangat berterima kasih. Apakah kalian semua

sehat?

P : ‘Mohon ijin Tuan, atas restu Paduka, sehat.’

Kutipan di atas menunjukkan bahwa situasi pada saat itu, Pangeran

Warsa Kusuma baru diangkat atau dinobatkan sebagai raja yang baru di

kerajaan Tuban. Paman Umbul sebagai panglima perangnya menyambut

dengan hormat dan bahagia atas hadirnya raja baru. Paman Umbul memberi

ucapan selamat kepada sang raja, dan di balasnya dengan ucapan terima kasih

oleh sang raja. Sang rajapun tak lupa menyapa dengan menanyakan kabar

kepada paman Umbul, yaitu “sira, apa padha basuki?”, kemudian dijawab

Page 18: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

4

oleh paman Umbul, “Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka, basuki”.

Pernyataan “basuki” dari paman Umbul tersebut merupakan salah satu

bentuk tuturan yang termasuk kedalam jenis tindak tutur lokusi, karena

pernyataan tersebut tidak memiliki daya tarik atau maksud tertentu kecuali

hanya sebagai penyampai informasi bahwa paman Umbul saat itu kondisinya

sehat.

Peneliti mengkhususkan pengambilan masalah mengenai wujud

tindak tutur yang terdapat dalam novel Rangsang Tuban Karya

Padmasusastra, karena di dalam novel tersebut terdapat wujud tindak tutur

dari percakapan-percakapan yang menunjukkan variasi untuk menyatakan

tujuan. Percakapan antartokoh yang terjadi dapat ditelaah berdasarkan ilmu

pragmatik. Peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis Tindak Tutur

Bahasa Jawa dalam Novel Rangsang Tuban Karya Padmasusastra” karena

novel tersebut dibaca oleh seluruh masyarakat, jadi penggunaan kalimat,

tuturan, maksud, tujuan yang disampaikan harus jelas dan benar. Dilihat dari

ceritanya menceritakan kehidupan di lingkungan Kraton dengan status

pendidikan yang tinggi, bahasa yang digunakan kebanyakan menggunakan

krama, sopan, dan menerapkan unggah-ungguh basa untuk lawan tuturnya.

Dilihat dari suatu tataran kesatuan bentuk kalimat dan maknanya, penulis

menemukan ada bermacam-macam kalimat atau wujud percakapan atau

tindak tutur yang bervariasi di dalam novel Rangsang Tuban.

Page 19: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat

mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain.

1. Melalui analisis pembacaan secara kritis, banyak ditemukan wujud dan

fungsi tindak tutur pada novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra,

namun belum semua pembaca mengetahui maksud dari setiap tuturan.

Oleh karena itu, perlu kajian yang mendalam tentang wujud dan maksim

tindak tutur.

2. Tindak tutur dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra memiliki

fungsi yang berbeda-beda setiap jenis tindak tuturnya.

3. Padmasusastra adalah seorang penulis yang telah mengeluarkan banyak

karya yang menggunakan bahasa Jawa standar seperti Kondha Bumi,

Pethikan Saking Kabar Angin, Prabangkara, Rangsang Tuban.

4. Novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra banyak terdapat macam-

macam tuturan yang mempunyai tujuan yang berbeda-beda yang perlu

dipahami makna, fungsi dan tujuannya.

5. Jenis tindak tutur dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra

meliputi tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi. Teori tersebut dapat

memudahkan peneliti dalam mengetahui tindak tutur yang terdapat dalam

novel tersebut.

Page 20: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

6

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah perlu dilakukan agar peneliti tidak keluar dari

sasaran yang akan dicapai. Dari identifikasi masalah di atas, peneliti

membatasi masalah dalam melakukan penelitian. Adapun batasan masalah

tersebut, peneliti membatasi pada analisis wujud dan maksim dari masing-

masing wujud tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi pada novel Rangsang

Tuban karya Padmasusastra.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dapat ditentukan rumusan

masalah penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah wujud tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi pada novel

Rangsang Tuban karya Padmasusastra?

2. Bagaimanakah maksim tindak tutur pada novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendiskripsikan wujud tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi pada novel

Rangsang Tuban karya Padmasusastra.

2. Mendeskripsikan maksim tindak tutur pada novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra.

Page 21: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

7

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat

berguna bagi pembaca, di antaranya:

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan

dalam pengajaran bidang bahasa, khususnya tentang analisis wujud dan

maksim tindak tutur yang terkandung dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa

pihak, antara lain:

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang

dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan

dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif

menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia bahasa, sastra dan

pendidikan.

b. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih

memahami tindak tutur yang terkandung dalam novel Rangsang Tuban

dan mengambil manfaat darinya. Selain itu, diharapkan pembaca

semakin jeli dalam memilih bahan bacaan (khususnya novel) dengan

memilih novel-novel yang mengandung tuturan yang baik dan dapat

menggunakan hasil penelitian ini untuk sarana pembinaan watak

pribadi.

Page 22: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

8

c. Bagi Peneliti yang Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi

maupun bahan pertimbangan peneliti lain untuk melakukan penelitian

yang lebih mendalam.

Page 23: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian

terdahulu sehingga diketahui persamaan dan perbedaan yang khas dengan

kajian yang akan peneliti lakukan.

1. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Dwi Apriyanti (2015) dengan

judul Tindak Tutur Direktif dalam Novel Kadurakan ing Kidul Dringu

Karya Suparto Brata. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program

Studi Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Apriyanti (2015) dalam skripsinya menjelaskan tentang jenis

tindak tutur direktif dan fungsi tindak tutur direktif yang terdapat dalam

Novel Kadurakan ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata. Penelitian yang

dilakukan oleh Apriyanti berupa penelitian deskriptif kualitatif. Data

dalam penelitian tersebut berupa kutipan-kutipan yang terdapat di dalam

Novel Kadurakan ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata. Sumber datanya

adalah Novel Kadurakan ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata. Data

dikumpulkan dengan teknik studi pustaka, teknik simak, dan teknik catat,

kemudian dianalisis dengan menggunakan metode konten analisis. Hasil

analisis dipaparkan melalui cara informal. Cara informal tersebut

digunakan untuk memaparkan jenis tindak tutur direktif dan fungsi tindak

tutur direktif yang terdapat dalam Novel Kadurakan ing Kidul Dringu

Karya Suparto Brata.

Page 24: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

10

Hasil analisis tindak tutur direktif dalam novel Kadurakan Ing

Kidul Dringu Karya Suparto Brata yaitu jenis tindak tutur direktif dan

fungsi tindak tutur direktif. Hasil analisis tersebut diantaranya tindak tutur

mengajak, memaksa, meminta, memberi aba-aba, menyuruh, mendesak,

memohon, menyarankan, memerintah, menagih, dan menantang.

2. Penelitian Siti Mardiyah (2012) yang berjudul Penggunaan Tindak Tutur

Bahasa Jawa di Pasar Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa

Universitas Muhammadyah Purworejo.

Mardiyah (2012) menjelaskan tentang penggunaan dan fungsi

tindak tutur bahasa Jawa di pasar Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten

Purworejo. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif tentang

penggunaan tindak tutur bahasa Jawa di pasar Pituruh Kecamatan Pituruh

Kabupaten Purworejo. Sumber data berupa tuturan pedagang dan pembeli

di pasar Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah percakapan

antara penjual dan pembeli yang mengandung tindak tutur bahasa Jawa di

pasar Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo yang telah

direkam dan ditulis atau dibukukan. Teknik yang digunakan adalah teknik

rekam dan teknik catat. Dari hasil penelitian, peneliti memperoleh 64

rekaman, menemukan tindak tutur berdasarkan daya tutur sebanyak 18

tindak tutur lokusi, 30 tindak tutur ilokusi, 26 perlokusi.

Page 25: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

11

3. Riyana Widya Hapsari (2014), dengan judul “Analisis tindak tutur dalam

novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata”. Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas

Muhammadiyah Purworejo. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi

Riyana Widya Hapsari adalah (1) bagaimanakah tindak lokusi, ilokusi dan

perlokusi, (2) mendeskripsikan maksim yang terdapat dalam novel Jaring

Kalamangga.

Persamaan antara penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh

Riyana Widya Hapsari (2014) adalah sama-sama mengkaji analisis

pragmatik, serta metode yang digunakan penulis dengan peneliti sama-

sama menggunakan metode simak yang dilanjutkan dengan teknik catat.

Perbedaannya adalah dari segi subjek penelitiannya yaitu dalam penelitian

ini penulis menggunakan novel yang berjudul Rangsang Tuban,

sedangkan subjek yang digunakan Riyana Widya Hapsari (2014) yaitu

novel Jaring Kalamangga.

B. Kajian Teori

Kajian teori ini sangat penting bagi penelitian sastra sebagai hasil

pemikiran yang mendalam, tersistem, dan tersrtuktur terhadap gejala-gejala

alam. Kajian teori juga berfungsi sebagai pengarahan dalam kegiatan

penelitian atau sebagai alat untuk memecahkan masalah. Kajian teori harus

relevan dengan tujuan penelitian, maka teori yang dipilih haruslah sesuai

dengan yang diteliti. Teori-teori itu harus dijelaskan secara konseptual dan

peneliti juga harus memiliki gambaran bagaimana cara mengoperasionalkan

Page 26: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

12

teori-teori tersebut. Sebagai acuan dalam penelitian ini, penulis akan

menguraikan beberapa teori yang digunakan sebagai panduan dalam

penulisan skripsi ini, di antaranya yaitu:

1. Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Abdul Chaer (2009: 43) dalam pembicaraan mengenai

hakikat bahasa ada dikatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang

bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, antara suatu satuan bahasa,

sebagai lambang, misalnya kata dengan sesuatu benda atau hal yang

dilambangkannya bersifat sewenang-wenang tidak ada hubungan

“wajib” diantara keduanya.

Tarigan (2009: 3-4) mengemukakan suatu kenyataan bahwa

manusia mempergunakan bahasa sebagai suatu sarana komunikasi

vital dalam hidup. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah

satu ciri pembeda utama kita umat manusia dengan mahluk hidup

lainnya di dunia. Setiap anggota masyarakat terlihat dalam

komunikasi linguistik di satu pihak dia bertindak sebagai pembicara

dan dipihak lain sebagai penyimak. Dalam komunikasi yang lancar,

proses perubahan dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak

menjadi pembicara, begitu cepat, terasa sebagai suatu peristiwa biasa

dan wajar, yang bagi orang kebanyakan tidakperlu dianalisis dan

ditelaah.

Page 27: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

13

Seorang ahli bernama H. Dauglas Brown (dalam Tarigan,

2009: 3) setelah menelaah batasan bahasa dari enam sumber,

membuat rangkuman sebagai berikut:

1) Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga

untuk sistem generatif.

2) Bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau

simbol-simbol arbitrer.

3) Lambang-lambang tersebut terutama sekali bersifat vokal, tetapi

mungkin juga bersifat visual.

4) Lambang-lambang itu mengandung makna konvensional.

5) Bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi.

6) Bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa (a speech

community).

7) Bahasa pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun

mungkin tidak terbatas pada manusia saja.

8) Bahasa diperoleh semua orang/bangsa dengan cara yang

hampir/banyaak bersamaan; bahasa dan belajar bahasa

mempunyai ciri-ciri kesemestaan (universal characteristics).

Betapa pentingnya bahasa bagi manusia kiranya tidak perlu

diragukan lagi. Hal itu tidak saja dapat dibuktikan dengan menunjuk

dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dapat di buktikan dengan

menunjuk banyaknya perhatian ilmuan terhadap bahasa. Bahasa

sebagai objek ilmu tidak dimonopoli oleh para ahli bahasa. Para

ilmuwan dalam bidang lainpun menjadikan bahasa sebagai objek

studi karena mereka memerlukan bahasa sebagai alat untuk

mengkomunikasikan berbagai hal.

Selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai

mitra berkomunikasi, manusia memang memakai dua cara

komunikasi yaitu secara verbal maupun non verbal. Berkomunikasi

secara verbal yaitu dengan menggunakan alat atau media (lisan dan

Page 28: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

14

tulis), sedangkan non verbal dilakukan dengan menggunakan media

selai bahasa contoh: simbol, kode, isyarat (Laminudin, 2002: 1).

Berdasarkan beberapa pengertian bahasa di atas maka dapat

diambil kesimpulan bahwa bahasa adalah sistem yang teratur berupa

lambang-lambang bunyi yang digunakan untuk mengekspresikan

perasaan dan pikiran bahasa tersebut. Secara sederhana, bahasa dapat

diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di

dalam hati. Lebih jauh, bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau

alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan

pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik,

bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi,

bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.

b. Fungsi Bahasa

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang

digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat

untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi,

sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial

dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk

melakukan kontrol sosial.

Keraf (dalam Lamuddin, 2002: 2) menyatakan fungsi

Bahasa ada empat, yaitu:

1) sebagai alat/media komunikasi.

2) sebagai alat ekspresi diri.

3) sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial.

4) Sebagai alat kontrol sosial.

Page 29: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

15

Palmer (dalam Aminuddin, 2001: 36) dihubungkan dengan

kata yang terdapat bahasa itu sendiri, setiap bahasa juga memiliki

fungsi dieksis. Pengertian fungsi dieksis ialah fungsi menunjuk

sesuatu diluar bentuk kebahasaan. Kedieksisan itu, dalam setiap

bahasa akan meliputi penunjukan terhadap objek, persona, dan

peristiwa sehubungan dengan keberadaan pemeran dalam ruang dan

waktu. Pendapat lain mengenai fungsi bahasa dikemukakan oleh

Halliday (dalam Tarigan, 2009: 5) mengemukakan tujuh fungsi

bahasa, yaitu:

1) Fungsi Instrumental (the instrumental function). Fungsi

instrumental melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan

peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.

2) Fungsi Regulasi (the regulatory function). Fungsi regualasi

bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-

peristiwa.

3) Fungsi Representasional (the representational function). Fungsi

representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat

pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan

pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan, dengan perkataan

lain “menggambarkan” (to present) realitas yang sebenarnya,

seperti yang dilihat seseorang.

4) Fungsi Interaksional (the interactional function). Fungsi

nteraksional bertugas untuk menjamin dan memantapkan

ketahanan serta kelangsungan komunikasi sosial.

5) Fungsi Personal (the personal function). Fungsi personal

memberi kesempatan kepada seorang pembicara untuk

mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-

reaksinya yang mendalam.

6) Fungsi heuristik (the heuristic function). Fungsi heuristik

melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu

pengetahuan dan mempelajari seluk-beluk lingkungan.

7) Fungsi imajinatif (the imaginative function) melayani

penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat

imajinatif.

Page 30: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

16

Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada

dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan

berdasarkan kebutuhan seseorang. Fungsi bahasa tersebut

diantaranya sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat

untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan

beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, sebagai alat

untuk melakukan kontrol sosialberfungsi sebagai sarana berfikir dan

sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Tanpa peran bahasa, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak

akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya

nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Cermat

dalam menggunakan bahasa, akan cermat pula dalam berfikir, karena

bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran). Hasil

pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa

yang digunakan.

Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan

benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula.

Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa

Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern.

Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan

fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.

Page 31: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

17

2. Pragmatik

a. Pengertian Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari

bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.

Tarigan (2009: 30) menjelaskan bahwa pragmatik adalah telaah

mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi

atau disandikan dalam struktur suatu bahasa. Pragmatik adalah telaah

mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori

semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek

makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh

referensi langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang

diucapkan. Secara kasar dapat dirumuskan: Pragmatik = makna –

kondisi- kondisi kebenaran.

Pendapat Tarigan diperkuat oleh pendapat Levinson (dalam

Tarigan, 2009: 31) pragmatik merupakan telaah mengenai relasi

antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu

catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah

mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta

penyerasian kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

Dengan demikian pragmatik merupakan cabang linguistik yang

mempelajari bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi

dalam situasi tertentu.

Page 32: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

18

Definisi lain tentang pragmatik dikemukakan oleh Wijana

(2011: 4) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan

itu digunakan di dalam komunikasi. Pendapat tersebut menekankan

kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai dalam berkomunikasi

atau penggunaan bahasa di dalam komunikasi. Pengertian tersebut

menjelaskan bahwa pragmatik membahas penggunaan bahasa, hanya

saja mengeksplisitkan bahwa pragmatik itu kajian bahasa secara

eksternal sedangkan tata bahasa adalah kajian mengenai bahasa

secara internal.

Gunarwan dalam Rustono (1999: 2-3) menemukan paling

sedikit 8 rumusan tentang pragmatik:

a. Pragmatik merupakan kajian mengenai hubungan di antara tanda

(lambang) dan penafsirannya.

b. Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa.

c. Pragmatik adalah kajian bahasa dari perspektif fungsi di dalam

arti bahwa kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur

linguistik dengan mengacu pada pengaruh-pengaruh dan sebab-

sebab nonlinguistik.

d. Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan-hubungan diantara

bahasa dan konteks.

e. Pragmatik berkaitan dengan topik mengenai aspek-aspek makna

ujaran yang tidak dapat dijelaskan kebenarannya (truth

condition) dan kalimat yang diujarkan.

f. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan-hubungan di antara

bahasa dan konteks yang merupakan dasar dari penjelasan

tentang pemahaman bahasa.

g. Pragmatik adalah kajian mengenai kemampuan pengguna

bahasa untuk menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga

kalimat itu patut dituturkan.

h. Pragmatik adalah kajian tentang dieksis (paling tidak sebagian),

implikatur, praanggapan, tindak tutur dan aspek-aspek struktur.

Page 33: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

19

Rustono (1999: 4) mendefinisikan bahwa prahmatik adalah

bidang ilmu linguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara

fungsi dan bentuk tuturan. Di dalam batasan yang sederhana itu,

secara implisit tercakup penggunaan bahasa, komunikasi, konteks,

penafsiran.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

pragmatik merupakan studi yang mengkaji tuturan dari segi makna

dan konteks yang menyertai tuturan tersebut. Pada hakikatnya

pragmatik sama dengan semantik. Pragmatik dan semantik adalah

cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan

lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal,

sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal.

Pragmatik mengacu pada penggunaan bahasa dalam

kaitannya dengan konteks. Dapat disimpulkan bahwa pragmatik

adalah studi tentang maksud penutur yaitu penafsiran tentang apa

yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan

bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.

Di sinilah letak perbedaan pragmatik dengan semantik,

sebab telaah semantik bersifat bebas konteks. Sudah jelaslah bahwa

persoalan yang dikaji oleh semantik adalah makna kata-kata yang

dituturkan, bukan maksud tuturan penutur. Analisis percakapan

dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra sangat tepat

apabila menggunakan pendekatan pragmatik. Untuk memahami

Page 34: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

20

bahwa percakapan tersebut tidak semata-mata untuk komunikasi

biasa tetapi juga mengandung maksud dan tujuan, diperlukan

pemahaman terhadap konteks yang melatarbelakangi percakapan

tersebut.

b. Tindak tutur

Mengungkapkan tentang telaah mengenai bagaimana cara

kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat

adalah telaah mengenai tindak tutur (speech of act). Dalam menelaah

tindak tutur kita harus menyadari betapa pentingnya konteks ucapan

atau ungkapan. Teori tindak tutur bertujuan mengungkapkan dan

mengemukakan pertanyaan padahal yang dimaksud adalah

menyuruh atau mengatakan sesuatu hal dengan intonasi khusus

(sarkastis) padahal yang dimaksud justru sebaliknya, Tarigan (2009:

31). Dapat dikatakan bahwa peristiwa tutur merupakan bentuk

tuturan antara penutur dan lawan tutur pada saat-saat tertentu.

Memperhitungkan situasi tutur amat penting di dalam pragmatik.

Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasikan

melalui situasi tutur yang mendukungnya.

Rustono (1999: 31) menjelaskan bahwa tindak tutur

merupakan hal penting di dalam kajian pragmatik. Mengujarkan

sebuah tuturan tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan

(mempengaruhi, menyuruh), di samping memang mengucapkan atau

Page 35: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

21

mengujarkan tuturan itu.Kegiatan melakukan tindakan mengujarkan

tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau tindak ujar.

Gunarwan dalam Rustono (1999: 32) menyatakan bahwa

mengujarkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan suatu

tindakan (act), di samping memang mengucapkan (mengujarkan)

tuturan itu. Demikianlah, aktivitas mengujarkan atau menuturkan

tuturan dengan maksud tertentu itu merupakan tindak tutur atau

tindak ujar (speech act).

Searle dalam wijana (2011: 21) di dalam bukunya Speech

Acts An Essay in The Philosophy of Language mengemukakan

bahwa secara pragmatik setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan

yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi

(locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak

perlokusi (perlocutionary act).

c. Jenis Tindak Tutur

1) Tindak Lokusi (Locutionary Act)

Wijana (2011: 21) berpendapat bahwa tindak lokusi

adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (The Act of Saying

Something). Dalam tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk

menyatakan sesuatu tanpa ada tujuan yang lain, apalagi untuk

mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah

untuk diidentifikasikan dalam tuturan karena

pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa

Page 36: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

22

menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur.

Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini tidak begitu berperan

untuk memahami suatu tuturan.

Sejalan dengan Wijana,Gunarwan (dalam Rustono,

1999: 35) berpendapat bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur

yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu. Jelaslah bahwa

lokusi semata-mata merupakan tindak tutur atau tindak bertutur ,

yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna

kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan

makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya.

Austin dalam Abdul Chaer (2010: 53) menyatakan

bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan

sesuatu dalam arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk

kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Dapat disimpulkan

bahwa lokusi semata-mata merupakan tindak tutur yang

mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai

dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu

menurut kaidah sintaksisnya. Di dalam tindak lokusi tidak

dipermasalahkan dalam maksud atau fungsi tuturan. Pertanyaan

yang diajukan berkenaan dengan lokusi ini adalah apakah

makna tuturan yang diucapkan itu.

Contoh: “Pandhawa iku cacahe lima”

Terjemahan: Pandhawa itu jumlahnya lima.

Page 37: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

23

Diutarakan penuturnya semata-mata untuk menyatakan

sesuatu tanpa melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi

lawan tuturnya.

2) Tindak Ilokusi (Ilocutionary Act)

Wijana (2011: 23) mengungkapkan bahwa sebuah

tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau

menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk

melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang

terbentuk adalah tindak ilokusi, yaitu tindakan untuk melakukan

sesuatu (the act of doing something). Sangatlah jelas bahwa

tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang sukar dikenali

karena harus memperhatikan penutur dan lawan tuturnya.

Rustono (1999: 35) menyatakan bahwa tindak lokusi

merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi

atau daya tuturan. Pertanyaan diajukan berkenaan dengan tindak

lokusi adalah “untuk apa tuturan itu dilakukan”, dan bukan

“apakah makna yang diucapkan itu”. Sebagai contoh, “udara

panas”, yang dimaksudkan untuk meminta agar jendela atau

pintu dibuka, merupkan tuturan ilokusi. Alasanya adalah tuuran

mengandung suatu maksud, yaitu meminta jendela atau pintu

dibuka.

Page 38: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

24

Shearle dalam Leech (2011: 164-166) membagi tindak

tutur ini menjadi lima yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif,

dan deklarasi. Berikut ini penjelasan mengenai kelima tindak

tutur:

1. Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan

bagaimana sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini

mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang

dituturkannya (seperti menyatakan, mengusulkan, dan

melaporkan).

2. Tindak komisif yaitu tindak tutur yang berfungsi

menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak

mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan

lawan tuturnya (seperti menjanjikan, menawarkan, dan

sebagainya).

3. Tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong

lawan tutur melakukan sesuatu. Pada dasarnya ilokusi ini

bisa memerintah lawan tutur melakukan sesuatu tindakan

baik verbal maupun nonverbal (seperti memohon,

menuntut, dan menasehati).

4. Tindak ekspresif merupakan tindak tutur yang menyangkut

perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk

mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis

penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat,

memberi maaf, dan mengecam).

5. Tindak deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk

memantapkan atau membenarkan sesuatu tindak tutur yang

lain atau tindak tutur sebelumnya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemahaman tindak tutur ilokusi merupakan bagian sentral untuk

memahami tindak tutur.

3) Tindak Perlokusi (PerlocutionaryAct)

Wijana (2011: 24) berpendapat bahwa sebuah tuturan

yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya

pengaruh (perlocutionary force). Efek atau daya pengaruh ini

Page 39: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

25

dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh

penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan

untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindakan

perlokusi.

Pendapat Wijana diperkuat dengan adanya pendapat

dari Austin dalam Rustono (1999: 36) yang menjelaskan bahwa

tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memiliki efek

atau daya pengaruh. Efek dari ujaran itulah yang dinamakan

tindak perlokusi. Dapat diartikan bahwa tindak perlokusi yaitu

hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada

pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucap kalimat.

Tuturan perlokusi mengandung maksud tertentu yang diinginkan

oleh penutur agar terlihat dalam suatu tindakan.

Leech dalam Tarigan (2009: 35) tindak perlokusi

(perlocutionary act) yaitu melakukan suatu tindakan dengan

menyatakan sesuatu. Jelaslah bahwa tindak tutur perlokusi

merupakan hasil yang timbul karena ungkapan pada mitra tutur

sesuai dengan situasi dan kondisi sang penutur sehingga mitra

tutur terpengaruh atau melakukan tindakan sesuai keinginan

penutur.

Contoh : “aku ora bisa teka”

Terjemahan : saya tidak dapat datang.

Kalimat tersebut tidak hanya mengandung lokusi. Bila

kalimat diutarakan oleh seseorang yang baru saja merayakan

Page 40: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

26

ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu,

tetapi untuk melakukan sesuatu, yakni meminta maaf, kalimat

ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan

perlokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang

mengundang dapat memakluminya.

3. Maksim

a. Prinsip Kerjasama

Salah satu kaidah berbahasa adalah seorang penutur harus

selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas,

dan mudah dipahami sehingga lawan tuturnya dapat memahami

maksud tuturan. Demikian pula dengan lawan tutur, ia harus

memberikan jawaban atau respon dengan apa yang dituturkan oleh

penutur. Bila keduanya tidak ada saling pengertian maka tidak akan

terjadi komunikasi yang baik. Kerjasama sangat di perlukan antara

penutur dengan lawan tutur agar proses komunikasi itu berjalan

secara lancar. Leech dalam Tarigan (2009: 35) dalam prinsip kerja

sama terdapat empat kategori maksim yang berbeda, yaitu: maksim

kuantitas, maksim kualitas, maksim relasi, maksim cara.

Sejalan dengan pendapat Leech, Grice dalam Wijana (2009:

44) juga mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip

kerjasama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim

percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim

Page 41: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

27

of quanity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi

(maxim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).

1) Maksim Kuantitas

Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur

memberikan respons atau jawaban secukupnya atau sebanyak

yang dibutuhkan lawan tutur saja. Grice dalam Wijana (2009:

45) berpendapat bahwa maksim kuantitas menghendaki setiap

peserta petuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau

sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicara. Jadi dalam

percakapan antara penutur dan mitra tutur hanya menjawab

pertanyaan penutur secukupnya saja.

Definisi lainnya menurut Rustono (1999: 54)

mengatakan bahwa maksim kuantitas merupakan maksim yang

menyangkut jumlah kontribusi terhadap koherensi percakapan.

Jelaslah bahwa maksim ini mengarahkan kontribusi yang cukup

memadai dari seseorang penutur di dalam suatu percakapan.

Maksudnya adalah bahwa penutur memberikan informasi sesuai

kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan, jangan

memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan.

2) Maksim Kualitas

Maksim percakapan ini mengharuskan setiap partisipan

komunikasi mengatakan hal yang sebenarnya. Jawaban atau

respon hendaknya didasarkan pada bukti yang memadai. Grice

Page 42: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

28

dalam Wijana (2009: 47) berpendapat bahwa maksim kualitas

merupakan maksim yang mewajibkan setiap peserta percakapan

hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Jadi

dalam suatu percakapan antara penutur dan mitra tutur harus

disertai dengan bukti-bukti yang memadai agar diketahui bahwa

pernyataannya benar.

Teori lainnya menurut Rustono (1999: 56) mengatakan

bahwa maksim kualitas adalah maksim yang berisi nasihat untuk

memberikan kontribusi yang benar dengan bukti-bukti tertentu.

Dapat dikatakan bahwa maksim ini mengharuskan peserta

percakapan mengatakan hal yang benar, penutur hendaknya

mendasarkan tuturannya pada bukti yang memadai. Jadi dalam

maksim kuantitas jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar,

atau mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat

dibuktikan secara memadai.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi menekankan keterkaitan isi tuturan

antar peserta percakapan sehingga tujuan percakapan dapat

tercapai secara efektif. Grice dalam Wijana (2009: 48)

berpendapat bahwa maksim relevansi mengharuskan setiap

peserta menjaga kerelevasian atau memberikan kontribusi yang

relevan dengan masalah pembicaraan. Maksim relevansi secara

tersurat atau eksplisit, tanggapan yang diberikan tidak terlihat

Page 43: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

29

relevan atau terkait dengan pokok pembicaraan, sebab sudah ada

latar belakang pengetahuan yang sama antara penutur dan lawan

tutur, maka komunikasi dapat berjalan dengan baik. Dengan

kata lain, yang tersurat belum tentu relevan, namun yang tersirat

sebenarnya relevan.

Rustono (1999: 56) mengatakan bahwa maksim

relevansi merupakan maksim yang menyarankan penutur untuk

mengatakan apa-apa yang relevan. Sudah jelas bahwa kontribusi

penutur yang relevan dengan masalah yang dibicarakan

merupakan keharusan bagi penutur dalam mengikuti maksim

relevansi. Jadi penutur menginginkan kontribusi dari mitra tutur

sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada setiap tahapan

percakapan.

4) Maksim Pelaksanaan atau Maksim Cara

Grice dalam Wijana (2009: 49) berpendapat bahwa

maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan

berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak

berlebih-lebihan, serta runtut. Bila hal ini dilanggar, biasanya

penutur mempunyai tujuan tertentu, misalnya mengelabuhi,

menimbulkan efek lucu.

Sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh

Rustono (1999: 57) menyatakan bahwa maksim pelaksanaan

atau maksim cara sebagai bagian prinsip kerjasama

Page 44: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

30

menyarankan penutur untuk mengatakan sesuatu dengan jelas.

Penutur hendaknya mengupayakan tuturan yang jelas dapat

didengar dan maksud dengan baik. Penutur harus menghindari

ungkapan yang tidak jelas, ungkapan yang membingungkan,

ungkapan berkepanjangan dan penutur harus mengungkapkan

sesuatu secara runtut.

b. Prinsip Kesopanan

Prinsip kesopanan memiliki sejumlah maksim, yakni

maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan,

maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim

kesimpatian. Prinsip-prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua

peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other).

Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur dan

orang ketiga yang dibicarakan penutur dan lawan tutur.

1) Maksim Kebijaksanaan

Maksim ini diungkapkan dengan tuturan imposif dan

komisif. Grice dalam Wijana (2009: 54) berpendapat bahwa

maksim kebijaksanaan adalah salah satu jenis atau aspek sopan

santun. Dengan demikian, ada baiknya jika kita menghubungkan

aneka tindak ilokusi secara tepat dengan aneka jenis kesopan

santunan yang serasi. Dengan kesimpulan bahwa maksim ini

menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan

Page 45: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

31

kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi

orang lain.

Menurut Rustono (1999: 66) mengatakan bahwa maksim

kebijaksanaan memberikan petunjuk bahwa pihak lain di dalam

tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi

dengan keuntungan sebesar-besarnya. Sudah jelas bahwa dalam

maksim ini berarti memaksimalkan kerugian kepada diri sendiri

dan meminimalkan biaya kepada pihak lain sebagai mitra tutur

dengan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pihak lain

sebagai mitra tuturnya.

2) Maksim Penerimaan

Maksim penerimaan diutarakan dengan kalimat komisif

dan impositif. Grice dalam Wijana (2009: 55) berpendapat

bahwa maksim penerimaan adalah kurangi keuntungan diri

sendiri dan tambahi keuntungan orang lain. Kalau setiap hari

orang melaksanakan inti pokok maksim penerimaan ini dalam

ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari maka sifat

dengki, iri hati, sakit hati antar sesama dalam pergaulan dapat

terhindar.

Sejalan dengan teori di atas Rustono (1999: 67)

mengatakan bahwa maksim penerimaan merupakan petunjuk

untuk meminimalkan penjelekkan terhadap pihak lain dan

memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Sudah jelaslah bahwa

Page 46: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

32

maksim penerimaan sangat menghargai mitra tutur karena hanya

memaksimalkan pujian terhadap pihak lain, memaksimalkan

kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan bagi

diri sendiri.

3) Maksim Kemurahan

Berbeda dengan maksim kebijaksanaan dan maksim

penerimaan, maksim kerendahan hati diutarakan dengan kalimat

ekspresif dan asertif. Grice dalam Wijana (2009: 56)

berpendapat bahwa maksim kemurahan mewajibkan setiap

peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada

orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang

lain. Dengan penggunaan kalimat ekspresif dan asertif ini

jelaslah bahwa tidak hanya dalam menyuruh dan menawarkan

sesuatu seseorang harus berlaku sopan, tetapi di dalam

mengungkapkan perasaan, dan menyatakan pendapat ia tetap

diwajibkan berperilaku demikian.

Rustono (1999:67) mengatakan bahwa maksim

kemurahan adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya

diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya,

sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya

mendapatkan keuntungan yang sekecil-kecilnya. Artinya bahwa

mitra tutur mendapatkan keuntungan yang besar sedangkan

penutur mendapatkan keuntungan yang sekecil mungkin.

Page 47: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

33

4) Maksim Kerendahan Hati

Maksim kerendahan hati juga diungkapkan dengan

kalimat ekpresif dan asertif. Grice dalam Wijana (2009: 57)

berpendapat bahwa maksim kerendahan hati adalah maksim

yang berpusat pada diri sendiri dan menuntut setiap peserta

pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri

sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.

Rustono (1999: 68) menyatakan bahwa maksim

kerendahan hati merupakan maksim yang meminimalkan pujian

kepada diri sendiri. Maksim kerendahan hati berpusat pada diri

sendiri. Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk

memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri. Jelaslah

bahwa yang dimaksud maksim kerendahan hati adalah maksim

yang merendahkan diri penutur agar tidak terkesan sombong.

5) Maksim Kecocokan

Grice dalam Wijana (2009: 58) berpendapat bahwa

maksim kecocokan diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan

asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan

lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka.

Dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka.

Rustono (1999: 69) menyatakan bahwa maksim

kecocokan merupakan maksim yang memberikan nasihat untuk

meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak

Page 48: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

34

lain. Dapat dikatakan bahwa maksim kecocokan adalah maksim

yang berusaha menyatukan tuturan antara penutur dan mitra

tutur sehingga percakapan berlangsung dengan lancar.

6) Maksim Kesimpatian

Sebagaimana halnya maksim kecocokan, maksim ini

juga diungkapkan dengan tuturan asertif dan ekspresif. Grice

dalam Wijana (2009: 59) berpendapat bahwa maksim

kesimpatian ini mengharuskan setiap peserta pertuturan untuk

memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antipati

kepada lawan tuturnya.

Rustono (1999: 70) menyatakan bahwa maksim

kesimpatian merupakan maksim yang meminimalkan antipati

antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan simpati

antara diri sendiri dan pihak lain. Artinya jika penutur

menghasilkan tuturan yang meminimalkan antipati dan

memaksimalkan kesimpatian antara dirinya sendiri dengan

pihak lain sebagai mitra tuturnya, penutur tersebut mematuhi

prinsip kesantunan.

Dari apa yang terurai di atas dapat diketahui bahwa

maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim

kemurahan, dan maksim kerendahan hati adalah maksim yang

berskala dua kutub, karena berhubungan dengan keuntungan

atau kerugian diri sendiri dan orang lain. Sementara itu, maksim

Page 49: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

35

kecocokan dan maksim kesimpatian adalah maksim yang

berskala satu kutub karena berhubungan dengan penilaian buruk

baik penutur terhadap dirinya sendiri atau orang lain. Dalam

kaitannya dengan maksim berskala dua kutub, maksim

kebijaksanaan dan maksim kemurahan adalah maksim yang

berpusat pada orang lain dan maksim penerimaan dan maksim

kerendahan hati adalah maksim yang berpusat pada diri sendiri.

4. Novel

Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan

sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak

melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks (Nurgiyantoro,

2010:10). Oleh karena itu, novel dan cerpen sebagai karya fiksi

mempunyai persamaan, keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangun

yang sama. Dari segi panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang daripada

cerpen.

Nurhayati (2013: 7) menyebutkan bahwa novel merupakan

pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang

lebih panjang). Hal ini juga dikemukakan oleh Suminto (2000: 11) yang

menyatakan bahwa sebuah novel jelas tidak akan dapat dibaca dalam

sekali duduk. Sebuah novel secara khusus memiliki peluang yang cukup

untuk mempermasalahkan tokoh dalam sebuah perjalanan waktu,

kronologi, dan hal ini tidak mungkin dilakukan pengarang dalam dan

melalui cerpen.

Page 50: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

36

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahasa novel adalah

salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi

dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan

ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan

manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam

sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk

mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan

melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

Page 51: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif,

artinya prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis maupun lisan dari objek yang diamati Moelong (2013: 4). Sejalan

dengan definisi di atas, Syaodih (2007: 18) menyebutkan tentang penelitian

deskriptif ditujukan untuk mendiskripsikan suatu keadaan atau fenomena-

fenomena apa adanya. Kemudian Ismawati (2011: 112) menyatakan bahwa

data kualitatif yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-

pisahkan menurut kategori untuk disimpulkan. Langkah-langkah metode

deskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan mendiskripsikan tindak tutur

dan maksim yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel Rangsang Tuban

karya Padmasusastra.

B. Data dan Sumber Data

Siswantoro (2010: 70) menjelaskan bahwa data merupakan informasi

yang akan diseleksi sebagai bahan analisis. Data dalam penelitian ini berupa

tuturan-tuturan yang dituturkan oleh para tokoh dalam novel Rangsang Tuban

karya Padmasusastra. Tidak semua tuturan digunakan sebagai data, tetapi

yang digunakan hanya tuturan-tuturan yang mengandung daya tindak tutur.

Tuturan-tuturan yang dijadikan sebagai data terdiri atas tindak tutur lokusi,

ilokusi, dan perlokusi.

Page 52: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

38

Menurut Arikunto (2010: 172) menjelaskan yang dimaksud dengan

sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.

Pendapat lain juga dijelaskan oleh Loftland dalam Moleong (2013: 167) yang

berpendapat bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata

kata, dan tindakan selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sumber data dalam penelitian ini adalah cerita dalam novel Rangsang Tuban

karya Padmasusastra, dengan jumlah halaman keseluruhan berjumlah 254

halaman.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah teknik pustaka dan teknik catat. Teknik pustaka adalah

mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber-

sumber tertulis dapat berupa majalah, surat kabar, dan karya sastra (Subroto,

1992: 42). Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dari sumber tertulis

berupa novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra.

Setelah data tertulis berupa novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra dikumpulkan, kemudian peneliti membaca keseluruhan cerita

secara cermat dan tuntas. Pustaka yang penulis lakukan dalam penelitian ini

menggunakan buku acuan pragmatik dari berbagai sumber yang ada dan juga

buku mengenai teknik analisis bahasa. Kemudian penulis menggunakan

teknik catat, teknik catat adalah teknik yang digunakan untuk mencatat data-

data ke dalam kartu pencatat data (Sudaryanto, 1993: 135).

Page 53: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

39

Penulis mencatat tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak

tutur perlokusi beserta maksim-maksimnya dalam novel Rangsang Tuban

karya Padmasusastra ke dalam kartu pencatat data. Pencatatan dapat

dilakukan langsung ketika langkah pertama selesai (teknik simak) dan dengan

menggunakan alat tulis tertentu. Adapun langkah-langkah pengumpulan data

sebagai berikut:

1. Membaca secara kritis dan teliti novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra yang digunakan sebagai sumber data.

2. Mencari unsur-unsur seperti tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi

dan tindak tutur perlokusi beserta maksim-maksimnya.

3. Mengelompokkan unsur tersebut.

4. Mencatat dalam kertas pengumpulan data.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam

pengumpulan data, untuk memudahkan dalam proses penelitian. Arikunto

(2010: 203) mengemukakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cepat,

lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri dan dibantu

oleh seperangkat alat tulis dan kartu data, dengan demikian selain alat tulis,

peneliti adalah sebagai instrumen/ human instrument. Berikut adalah kartu

data yang digunakan dalam penelitian ini.

Page 54: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

40

Tabel 1

Kartu data untuk mencatat tindak tutur dalam novel Rangsang Tuban

No Tuturan Terjemahan

Keterangan tabel:

No

Tuturan

Terjemahan

: nomor urut data yang diambil

: kutipan data tuturan dalam novel RangsangTuban

: terjemahan dari kutipan data tuturan dalam novel

Rangsang Tuban

Tabel 2

Kartu data untuk mencatat maksim dalam novel Rangsang Tuban

No Maksim Terjemahan

Keterangan tabel:

No

Maksim

Terjemahan

: nomor urut data yang diambil

: kutipan data maksim dalam novel Rangsang Tuban

: terjemahan dari kutipan maksim dalam novel

RangsangTuban

E. Teknik Analisis Data

Menurut Ismawati (2011: 20) mengemukakan bahwa analisis data

adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,

kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Page 55: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

41

Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema

dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantive, karena

prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data, di

samping untuk menguji atau memvertifikasikan teori yang berlaku.

Dalam analisis data ini peneliti menggunakan teknik content analysis

atau analisis isi. Menurut Ismawati (2011: 81), content analysis adalah sebuah

teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi dengan mengidentifikasi

secara sistematik dan objektif karakteristik-karakteristik dalam sebuah teks.

Karakteristik penelitian analisis isi secara mendasar berorientasi empiris,

bersifat menjelaskan, yang berkaitan dengan gejala-gejala nyata dan bertujuan

produktif.

Adapun tahap-tahap penelitian analisis isi atau content analysis

menurut Ismawati (2011: 88) adalah sebagai berikut.

1. Memilih teks yang akan dianalisis.

2. Perhatikan tujuan penelitian yang akan dicapai

3. Mendeskripsikan isi secara objektif, sistematik, dan kuantitatif

sehingga ditemukan karakteristik-karakteristik khusus.

4. Membuat inferensi-inferensi.

Berdasarkan teori di atas, maka langkah-langkah yang ditempuh

peneliti dalam menganalisis data yaitu:

1. Menyelektif dan memilih data beberapa percakapan atau tuturan yang

memuat aspek tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur

perlokusi beserta maksim-maksimnya yang terdapat dalam novel

Rangsang Tuban karya Padmasusastra, hal ini dilakukan untuk

memilih dan memilah data berupa percakapan atau tuturan dalam

Page 56: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

42

novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra yang memuat tindak tutur

lokusi, tindak tutur ilokusi, tindak tutur perlokusi dan maksim-maksim,

mengelompokkan data berupa kutipan-kutipan percakapan atau tuturan

yang sekiranya dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra

dapat diolah atau di analisis.

2. Memperhatikan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu

mendeskripsikan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi beserta

maksim-maksim yang terdapat dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra. Pada tahap ini, peneliti mengklasifikasikan data untuk

memilih dan memilah kutipan-kutipan tuturan di dalamnya yang

memuat tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur

perlokusi berserta maksim-maksimnya dalam novel Rangsang Tuban

karya Padmasusastra.

3. Mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan jenis tindak tutur lokusi,

tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi beserta maksim-

maksimnya yang terdapat dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra.

4. Menarik dan membuat kesimpulan-kesimpulan berdasarkan analisis

yang telah dilakukan, yaitu menarik kesimpulan dari data-data tuturan

yang diperoleh berupa tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi dan

tindak tutur perlokusi beserta maksim-maksimnya yang terdapat dalam

novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra.

Page 57: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

43

F. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong (2002: 170) mengemukakan bahwa usaha untuk

meningkatkan derajat kepercayaan data dinamakan keabsahan data. Uji

keabsahan data berhubungan dengan uji validitas dan reliabilitas data

penelitian. Sugiyono (2010: 363-366) menyatakan bahwa validitas

merupakan derajat ketepatan antara data pada objek penelitian dengan hasil

yang dilaporkan oleh peneliti, sedangkan reliabilitas berkaitan dengan derajat

konsistensi dan stabilitas data. Dalam penelitian kualitatif reliabilitas bersifat

dinamis, sehingga tidak konsisten dan tidak dapat berulang seperti hasil

penelitian yang sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan peningkatan

ketekunan dalam penelitian sebagai uji keabsahan datanya.

Menurut Sugiyono (2010: 370-371) meningkatkan ketekunan adalah

melakukan pengamatan dengan lebih cermat dan berkesinambungan, sehingga

kepastian data dan urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Peneliti melakukan pengecekan data yang telah ditemukan, kemudian

memberikan deskripsi data yang tepat dan sistematis mengenai objek yang

diteliti. Sebagai bekalnya, peneliti membaca berbagai referensi buku maupun

hasil penelitian atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek

penelitian yang diteliti. Dengan membaca maka wawasan peneliti akan

semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memerikssa data

yang ditemukan.

Page 58: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

44

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis

Teknik penyajian data ada dua teknik, yaitu teknik formal dan teknik

informal. Dalam penyajian hasil analisis penelitian, penulis menggunakan

metode informal. Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa

walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145).

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif, maka hasil

penelitian dipaparkan secara deskriptif dengan kata-kata biasa. Pemilihan

metode informal ini dikaitkan dengan karakter data yang tidak menggunakan

tanda-tanda atau lambang-lambang. Cara metode informal tersebut untuk

menyajikan jenis tindak tutur dan maksim-maksim yang ada di dalam novel

Rangsang Tuban karya Padmasusastra.

Page 59: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

45

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian Data Tuturan

Pada bagian ini akan disajikan dua data yaitu (1) tindak tutur lokusi,

tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. (2) aspek maksim yaitu dalam

prinsip kerjasama yang meliputi maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim

relevansi, dan maksim pelaksanaan serta prinsip kesopanan yang meliputi

maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim

kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. Dalam penyajian

data terdapat percakapan antara penutur (P) dan mitra tutur (MT) dalam novel

Rangsang Tuban karya Padmasusastra.

1. Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi dalam Novel Rangsang

Tuban Karya Padmasusatra

Tabel 1

Tindak tutur lokusi dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra

No. Data Tuturan Terjemahan

1. “Paman, banget tarimaningsun.

Sira, apa padha basuki?”

„Terima kasih, paman. Apakah

anda semua sehat?‟

2. “Kawula nuwun gusti, saking

pangestu paduka, basuki.”

„Sembah hamba gusti. Atas

restu paduka, sehat.‟

3. “Sing dhawuh akon seba

ingkang prabu iku iya kakangmu

sang pangeran.”

„Yang memerintahkan supaya

menghadap Sri Baginda itu ya

kakakmu sendiri sang

pangeran.‟

4. “Benjing bilih sampun dumugi

ing enggen pangisasan, putra

kula, badhe sumerep kalepatan

ingkang kapitakenaken ing putra

kula wau. Sapunika dereng

mangsanipun, sarta putra kula

badhe boten amastani lepat ing

„Besok jika telah sampai di

tempat pelaksanaan hukuman,

anda akan mengetahui

kesalahan yang anda tanyakan

tadi. Sekarang belum waktunya.

Dan juga anda tidak akan

menyalahkan tindakan saya.‟

Page 60: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

46

panindak kula.”

5. “Sedyanira pepe, apa ana karep

ira ingkang wigati. Serta kena

sira pasthekake yen andhadekake

dhanganing penggalihingsun

tetulung marang sira kang ora

ndadekake karibedaningsun.”

„Tujuanmu berjemur, apakah

mempunyai kehendak yang

penting? Dan apakah engkau

dapat memastikan bahwa aku

akan bersedia menolongmu

tanpa menimbulkan kesulitan

bagiku?‟

6. “Pangeran, apa sira sumurup

kang adadi karsaningsun nimbali

marang sira?”

„Kanjeng Pangeran, apakah

engkau mengerti kehendaku

dengan memanggilmu ini?‟

7. “Sira apa durung tau rabi?” „Apakah engkau belum pernah

kawin?‟

8. “Kawula nuwun. Tekan mawi

andangu ingkang makaten,

kawula sampun nate ngaturaken

lelampahan kawula miwiti malah

amekasi, kala kawula kadangu

wonten ing kadhaton. Sanadyan

ngantos ing dinten punika, misik

wanodya kemawon nuwun

dereng”

„Sembah hamba. Jika anda

menanyakan hal yang

demikian, hamba sudah

mengatakan riwayat hidup

hamba dari awal sampai akhir,

saat hamba dipanggil datang di

kedhaton. Walaupun sampai

hari ini, belum pernah

membicarakan masalah

wanita.‟

9. “Sababipun boten wonten,

kajawi namung saking tani

kawula. Kalihdene malih, raosing

manah kawula dereng saged

angipataken katresnan kawula

dhateng dating pepacangan

kawula ingkang sampun lengked

wonten ing jejantung.”

„Penyebabnya tidaklah ada,

kecuali watak hamba yang

lugu. Lagi pula, perasaan hati

hamba belum dapat melupakan

rasa cinta hamba pada tunangan

hamba yang masih melekat di

hati sanubari.‟

10. “Saged ugi, menawi wonten

pitulunging dewa, ingkang abdi

saged pikantuk jodho ingkang

timbang kaliyan kaluhuran

kawula.”

„Boleh jadi, jika ada

pertolongan dewa, hamba ini

dapat memperoleh jodoh yang

seimbang dengan derajat

hamba.‟

11. “Saupama dudu dewa, ratu kang

paring pitulung marang sira?”

„Misalkan bukan dewa,

melainkan raja yang memberi

pertolongan kepadamu,

bagaimana?‟

12. “Saestunipun, pantes mawi

tetebusan pecating nyawa sarta

wutahing rah kawula.”

„Sesungguhnya, pantas dengan

dibayar nyawa dan tumpah

darahnya hamba.‟

13. “Gusti, pepundhen kawula. Ratu

pituruning dewa, ingkang abdi

boten nyana kadawahan

„Gusti, junjungan hamba, raja

yang diturunkan dewa, hamba

tidak menduga akan kejatuhan

Page 61: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

47

rembulan ing praja banyubiru.” bulan di kerajaan Banyubiru.‟

14. “Kula, nuwun, nglurug cuki

kaliyan putra paduka.”

„Sembah hamba, mengajak

catur dengan putra paduka.‟

15. “Boten, kanjeng rama. Sampun

leres, punika badhe dipun

caplok.”

„Tidak, ayahanda, sudah benar,

yang itu hendak dimakan.‟

16. “Kawula nuwun. Naming

mlampah-mlampah kemawon,

wonten ing tenggan kathah tiyang.

Yayi Dewi kuwawi sumukipun,

medal pados isis.”

„Sembah hamba. hanya

berjalan-jalan saja. Di kamar

banyak orang. Dinda Dewi

tidak tahan gerahnya, keluar

mencari hawa sejuk.‟

17. “Boten dhing, kakangmas.

Kanjeng rama punika, naming

ngumpak kemawon.”

„Tidak demikian, kakanda.

Ayahanda itu, hanya memuji

belaka saja.

18. “Kawula, nuwun, sampun. Saha,

sampun kula angkataken.”

„Sembah hamba, sudah. Bahkan

sudah saya berangkatkan.‟

19. “Olehku candhang ing

bengawan.”

„Ku dapati hanyut di sungai.‟

20. “Tak jenengake rara sendhang

bae becik. Wong olehku ana ing

banyu.”

„Ku beri nama Rara sendhang

saja spertinya baik. Karena aku

mendapatkanya di air.‟

21. “Raka paduka wonten ing

nagari. Panjenengan paduka

punika sampun kaagem-ageman

busananing layon amargi seda

konduran. Sapunika sampun

dumugi ing astana.”

„Kakang Paduka ada di

kerajaan. Anda sang paduka ini

telah mengenakan kelengkapan

jenazah karena sudah

meninggal. Dan sekarang telah

sampai di pemakaman.‟

22. “Inggih, punika putra paduka

Raden Udakawimba. Nanging

wiwit miyos kulo wimbasara

wonten ing kapatihan, boten nate

pepanggihan kaliyan ingkang

ibu.”

„Iya, inilah putra paduka Raden

Udakawimba. Akan tetapi sejak

lahir saya asuh di kepatihan dan

tidak pernah bertemu dengan

sang ibu.‟

23. “Mangke dalu kula wangsul

nenepi, enjing kula wangsul

abekta kasagahan kula wau.”

„Nanti malam saya kembali

menyepi. Paginya saya kembali

membawa kesanggupan saya

tadi.‟

24. “Inggih rama, amargi saking

kathahipun padamelan ingkang

kula kajengaken, sarta kedah

kula leresaken piyambak. Ing

mangke saking pangestu

sampeyan prasasat sampun

rampung aparipurna.”

„Benar ayah, karena banyak

sekali pekerjaan yang saya

rencanakan, dan harus saya

benarkan sendiri. Nantinya

berkat restu anda ini, boleh

dikatakan sudah selesai

seluruhnya.‟

25. “Prakawis punika rama, mugi

sampun kagalih. Dhasar sampun

„Soal itu ayah, semoga sudah

terfikirkan. Memang sudah

Page 62: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

48

kula niadaken, amemengsahan

kaliyan ratu ing Tuban. Awit

punika satru kula.”

saya niatkan, bermusuhan

dengan raja di Tuban. Dari

awal memang musuh saya.‟

26. “Rama, punika sampun kula

kawekani serta kula boten

wangwang dhateng kasekten

sang prabu. Angaben wuleting

kulit atosing balung. Tuwin

pamasanging biyuha

panengkeping satru, kula boten

badhe wingwrin utawi mundur

sajangkah.”

„Ayah, hal itu sudah saya

pikirkan dan saya tidak cemas

menghadapi kesaktian Sang

Prabu, mengadu cerkasnya kulit

dan kerasnya tulang. Demikian

pun dalam siasat perang untuk

menjebak dan menangkap

musuh, saya tidak akan gentar

atau mundur selangkah.‟

27. “Rama, kula boten cipta krama,

namung badhe ngemong yayi

Sendhang ing salami-laminipun.”

„Ayah, saya tidak akan

menikah, kecuali hanya

mebimbing dik sendhang untuk

selamanya.‟

28. “Kawula nuwun gusti. Ingkang

pindha ratu, inggih senapatining

prang kados dene putra tuwan

Raden Udakawimba. Awit

warnanipun gagah prakosa

arawis capang, sariranipun

cemeng. Putra tuwan tanpa

ngagem rawis tuwin sariranipun

kuning anemu giring.”

„Sembah hamba gusti. Yang

mirip seorang ratu, yaitu

senapati perang seperti halnya

putra paduka Raden

Udakawimba. mulai wujudnya

gagah perkasa, berkumis tebal,

berkulit hitam. Padahal putra

paduka tidak berkumis, warna

kulitnya kuning langsat.‟

29. “Mas putu gusti kula. Kula

sampun boten maoni dhateng

karsa sampeyan, sampeyan

sampun leres sedaya. Sarta kula

badhe ngestokaken ing weling

sampeyan, rumeksa praja

sadungkap kula. Tiyang sampun

sepuh, punapadene kula sampun

lega-lila pun Lodaka sampeyan

karsakaken dherek andon prang.”

„Nak mas cucu raja ku. Saya

tidak akan membantah pada apa

anda ungkapkan, anda sudah

benar semuanya. Dan

jugamengiyakan terhadap pesan

anda, merasa rendah sejauh diri

saya. Mau apalagi karna sudah

tua, begitu juga merelakan pada

Lodaka yang anda kehendaki

untuk ikut berperang.‟

30. “Walah-walah, punapa angger?

Sampun antawis gangsal welas

tahun laminipun kula kasedan

garwa putrining ratu. Warninipun

jibles kados panjenengan

paduka.”

„Walah-walah, apakah benar?

Sudah sekitar lima belas tahun

lamanya saya ditinggal mati

istri anak dari Ratu. Wujudnya

mirip seperti anda Paduka.‟

31. “Boten dados punapa. Dhasar

sampun kula kajengaken, kula

badhe seleh sikeping

kaprajuritan. Sarta cucul

pangangge ing jawi, mantun

„Tidak menjadi apa. Memang

sudah selalu saya nantikan,

saya hendak beristirahat

sejenak dari keprajuritan. Juga

melepaskan pakaian di luar,

Page 63: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

49

sumuk wonten salebeting guwa.” agar tidak kegerahan di dalam

gua ini.‟

32. “Kawula nuwun, sampun gusti.

Pikantuk sanakipun ki Buyut

Wulusan nama Rara Sendhang.”

„Sembah hamba, sudah gusti.

menikahi anak Ki Buyut

Wulusan bernama Rara

Sendhang.‟

33. “Kawula nuwun, taksih. Kawula

tarang wonten ing langitan.

„Sembah hamba, masih. Saya

simpan di langit-langit rumah.‟

Tabel 2

Tindak tutur ilokusi dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra

No. Data Tuturan Terjemahan

1 Nunggila bibi, wonten ing

ngriki. Ngarah punapa sadherek

piyambak, yayi prabu dereng

nate uninga dhateng warnane

yayi wresti.”

„Medekatlah bibi, di sini. Tak

mengapa semua saudara sendiri,

dan rayimas Prabu belum pernah

tahu terhadap wujud rayimas

Wresti.‟

2. “Uwa, apa sira mlakuwa dhewe

marang wurangkan, kakangmas

warihkusuma sedanana. awit,

ingsun wis midhangetaken

terang saka ature abdiningsun

kekasih, yen kakangmas cidra

ing janji. Malik tingal, sumedya

balela marang

panjenenganingsun. Lumakua,

saiki dikebat!”

„Paman, laksanakanlah sendiri ke

penjara, bunuhlah kakangmas

Warihkusuma. Karena saya sudah

mendengarkan penjelasan dari

laporan abdi kekasih saya, bahwa

kakangmas ingkar janji. Sikapnya

berubah, hendak beniat

memberontakterhadap kita ini.

Pergilah segera sekarang!‟

3. “Iya uwa patih,. Kakangmas

prabu sedanana ana ing alas

bae, sarta banjur sarekna ana

ing kono pisan. Awit, trahing

kusuma kang wus nemu dosa ora

kena tetunggalan lan para

leluhure kang minulya. Yen wis

kelakon bae, sira anglapura.

Serta angkatira anggawa

prajurit sagegamane, kang

saparo minangka

pakurmataning lakune

kakangmas.”

„Baik paman patih, bunuhlah

kakangmas di tengah hutan, dan

sekaligus kuburkan saja di sana.

Karena keturunan bangsawan

yang telah berdosa itu tidak layak

dikubur satu dengan para leluhur

yang kita muliakan. Jika sudah

terlaksana nanti, laporlah engkau.

Sekarang bawalah saparo pasukan

lengkap dengan senjatanya

sebagai pasukan kehormatan bagi

kakangmas.‟

4. “Uwa, sampun kados wanodya.

Kula mawi katangisan mindhak

anenangi manah susah. Kula

sampun lila ing pejah kula,

„Paman, jangan menangis seperti

perempuan. Jangan menangis

karena hanya akan menggugah

perasaan susah. Saya sudah

Page 64: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

50

suwawi tumunten sampeyan

lampahi dhawuhipun yayi

prabu.”

merelakan nyawa saya. Silahkan,

lakukanlah perintah rayimas raja.‟

5. “Sang ayu, sampeyan sampun

bela dhateng sang pangeran.

Awit sang pangeran boten siyos

kulo sedani,kula aturi kesah

sapuruk-puruk.”

„Sang ayu, janganlah bersedih

terhadap pangeran. sesungguhnya

sang pangeran tidak saya bunuh,

saya persilahkan pergi sejauh-

jauhnya.‟

6. “Tutugna, ingsun milu nonton.

Anjagohi, anakira.”

„Teruskan saja, aku ikut

menonton, dan menjagoi

anakmu.‟

7. “Elo, aja kuwi dhenok, sing

kolakokake. Kuwi, lo.”

„Loh, jangan itu yang kau

jalankan nak, itu saja.‟

8. “Yayi, dialon. Iku, ana rine yen

nyocok tangan lara.”

„Hati-hatilah dinda, itu ada

durinya, jika terkena tangan

sakit.‟

9. “Wong sing tunggu, becik konen

padha sumingkir, ana ing jaba

bae.”

„Orang-orang yang menunggu

sebaiknya di suruh menunggu di

luar.‟

10. “Ayo, padha menyang kadhaton.

Ingsun, lawas ora main catur

karo sira.”

„Mari kita kembali ke

purayagung. Sudah lama aku tidak

bermain catur denganmu.‟

11. “Mangsa, ingsun ngumpak.

Mara pangeran, saiki salin

mungsuh. Bojonira, dibut ro,

karo ingsun.”

„Masa saya memuji. Cobalah

kanjeng Pangeran. Sekarang ganti

lawan. Istrimu dilawan berdua

denganku.‟

13. “Gusti, kawula boten saged

antun kaliyan putra tuwan, pun

wayi. Paduka sareng kalebetna

ing kuburipun.”

„Gusti, saya tidak mau ditinggal

putra paduka si Wayi. Ikutkanlah

saya ke dalam kuburnya.‟

14. “Aku gawanen bali, nanging aja

koklukari. Cikben dilukari

kakangmas pangeran dhewe ana

kedhaton.”

„Bawalah aku pulang, tapi jangan

kau lepas pakaian jenazah ini.

Biar kakangmas Pangeran sendiri

yang melepaskan di purayagung.‟

15. “Thole, mengko bubar ngaji,

kowe meluwa aku bae. Taopeni

ana ing omahku nyambiya

angon kebo, pangonku kurang

siji.”

„Nak, nanti sehabis mengaji

ikutlah saya saja. Kebetulan aku

masih membutuhkan seorang

penggembala.‟

16. “Pangulu, si Udakawimba

tajaluk ngadheg ana ing

ngarepanku kareben ngaji kitab.

Karo arep tak wuruki, pasehing

pangajine.”

„Pangulu, si Udakawimba

kuminta berdiri di hadapanku

supaya membaca kitab. Dan akan

ku ajar agar bisa mengaji dengan

fasih.‟

17. “Coba ngger, nyatakna

kawruhmu iku. Amesti aku lan

„Cobalah nak, buktikan

kemampuanmu itu. Pasti aku dan

Page 65: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

51

kowe dadi wong misuwur. “ engkau menjadi orang yang

masyur.‟

18. “Iya ngger. Aku bakal nurut ing

sakarepmu. Nanging nyatakna

kandhamu iku. Dadi ora kaya

caturane wong ngimpi.”

„Iya nak. Aku akan mengabulkan

keinginanmu. Akan tetapi

buktikan ucapanmu itu agar tidak

seperti igauan orang mimpi

belaka.‟

19. “Ngger, aku ora liwat among

adongakake katekane apa

sasedyamu. Kejaba iku ngger,

sarehning kowe isih Imaban

sarta wis mangsa rabi, apa ora

prayoga kowe nganggo garwa?

Miliha anake para rangga,

demang, ngabehi. Ndi kang

kosenengi, mengko takdhodhoge

lawange takrewangi suku-jaja

atekan janggut karo pamananmu

si pangulu, olehku arep

rabekake marang kowe.”

„Anakku, aku hanya turut berdoa

semoga cita-citamu terwujud.

Selain dari itu, apakah tidak

sebaiknya engkau beristri?

Pilihlah diantara para anak

rangga, demang, ngabehi. Mana

yang engkau inginkan, pasti akan

ku lamarkan untukmu. Apapun

aka ku usahakan bersama

pamanmu ki pengulu. Demi

niatku mencarikan istri untukmu.‟

21. “Mara jupuken.” „Ambilah segera.‟

Tabel 3

Tindak tutur perlokusi dalam novel Rangsang Tuban karya Padmasusastra

No. Data Tuturan Terjemahan

1 “Kulup sakarone gerahingsun

kaya wus ora waluya dening

usada. Ingsun bakal tumeka ing

pati, sira sakarone dibecik

sapungkuringsun.”

„Anak-anakku. Rasanya sudah

tidak ada obat yang dapat

menyembuhkan penyakitku. Aku

akan kembali ke alam baka. Baik-

baiklah kalian berdua

sepeninggalku.‟

2. “Gusti, kawula rumaos begja

karawuhan ratu turning dewa,

badhe aparing nugraha

dhumateng kawula. Kawula

kamipurun, ngaturaken

kasugengan paduka saha raka

paduka sang pangeran. Sembah

kawula, konjuk ing pada paduka

sang binathara.”

„Gusti, hamba merasa beruntung

karena hadirnya raja keturunan

dewa, hendak memberi karunia

kepada hamba. Hamba

memberanikan diri

menyampaikan selamat kepada

paduka serta kakangmas paduka

kanjeng pangeran. Hamba

menghaturkan sembah ke bawah

duli paduka.‟

3. “Gusti, kados prayogi boten

prayogi raka apaduka dipun

„Gusti, rasanya lebih baik jika

kakangmas dibunuh di hutan saja

Page 66: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

52

sedani wonten ing wana

supados boten kadenangan ing

para abdi kathah. Ical

sawuripun, wantala paduka kolu

nyedani sedherek. Kawula

piyambak ingkang badhe

anglampahi dhawuhe paduka

wau.”

agar tidak diketahui oleh rakyat

banyak. Kebaikannya adalah,

paduka tidak akan dimasyurkan

sebagai raja yang sampai hati

membunuh saudara sendiri.

Sayalah yang akan melaksanakan

perintah paduka.‟

4. “Uwa, punapa sampeyan

kalentu tampi ing atur kula.

Mokal kula punika boten pisan

maoni. Agengipun mrengkang

saking wisesaning nagari

ingkang katindakaken

dhumateng uwa. Namung, kula

nuwun sumerep dununging

kalepatan kula, sarta punapa

sampun leresipun dhumawah ing

ukum pati?”

„Paman, apakah anda salah paham

dengan pertanyaan saya?

Tampaknya seperti mustahil

sekali. Jika saya hendak

memberontak kekuasaan negara

yang uwa jalankan. Akan tetapi,

saya ingin tahu, apa sebenarnya

kesalahan saya, dan juga apakah

sudah tepat dijatuhkan hukuman

mati?‟

5. “Kados pundi dene putri adi

trahing pandita teka nindakaken

pandamel rajapati ingkang

ngeres-eresi mekaten?”

„Bagaimana mungkin seorang

putri dari seorang pendeta dapat

melakukan pembunuhan yang

memilukan ini?‟

6 “Kalampahan karaya-raya

ingkang abdi ngantos dumugi

ing ngarsa paduka ratu

bijaksana, berbudi asih ing

ngapapa, dhapur angungsi

gesang.”

„Karena telah ditolak itulah

hamba sekuat tenaga

memberanikan diri untuk

menghadap paduka raja yang

bijaksana, pemurah dan berbelas

kasihan pada orang yang

menderita, sesungguhnya untuk

memohon perlindungan.‟

7. “Pangeran, kalawan

dhanganing atinira, sarta

condhong sira bakal ingsun

pundhut mantu dhewe.”

„Pangeran, jika tidak berberat hati,

dan juga setuju engkau akan aku

angkat menjadi menantuku.‟

8. “Duh gusti retnaning pura,

ingkang abdhi kamipurun

anuwilaganda. Punapa kalilan,

awawan sabda. Sanadyan Gusti

kula, boten sotah ningali. Sok

ugi naming karsa anandika

kemawon, dadosa pamurunging

brangta mangarang.

Sampun pinten laminipun,

anggen kula suwita wonten ing

riki angentosi prentahing kartika

„Duhai gusti permata hati,

hambamu memberanikan diri

mempererat hubungan. Sudikah

jika, saling bercakap-cakap.

Walaupun gustiku, tidak sudi

meliha. Dan juga hanya bersedia

berbicara saja, sudah menjadi

penawar rindu.

Sudah sekian lama hamba

mengabdi di sini menunggu

perintah bintang dari langit yang

Page 67: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

53

saking ing langit ingkang kados

warna andika. Ing dinten

punika, kartika wau rentah

wonten ing pangkon kula.

Punapa kula boten kalilan

angela-ela.”

berwujud anda. Hari ini bintang

itu runtuh di pangkuan hamba.

Tidakkah hamba mendapat

perkenan untuk memujinya?‟

9. “Pangeran, sampeyan sampun

sanget-sanget anoraga

dhumateng kula. Kula dede

rare alit. Sarehing karsanipun

kanjeng rama sarta ibu-suri,

kula kapatedhakaken dhateng

ingkang sarira dados garwa.

Dados kula kapeksa suwita

dhateng tiyang ingkang dereng

nate kula wanuhi. Sarta

limrahipun laki pamisesanipun

dhateng ing rabi angungkuli

pamisesaning bapa-biyung

dhateng ing anak. Sapinten

awratipun manah kula, pancena

amarentah dados kaparentah.”

„Kanjeng Pangeran, anda tidak

usah terlalu merendahkan diri di

hadapan saya. Saya bukan anak

kecil. Karena sudah dikehendaki

oleh ayah-bunda, bahwa saya

telah diserahkan kepada anda

sebagai istri, maka terpaksalah

saya mengabdi kepada orang yang

belum pernah saya kenal. Lagi

pula biasanya penguasaan seorang

suami terhadap istrinya melebihi

penguasaan ayah-bunda terhadap

anak. Dapat dibayangkan betapa

sedih hati saya, yang seharusnya

memerintah jadi diperintah.‟

10. “Gusti, putra dalem yayi dewi,

semunipun kados saged catur.”

„Gusti, putra paduka rayi Dewi

tampaknya bisa bermain catur.‟

11. “Yayi, aku wis kalah temenan.

Wis ora wani memungsuhan

karo kowe maneh. Kaluhuran,

dhawuhake kanjeng rama.”

„Dinda, aku sudah benar-benar

kalah. Sudah tidak berani

melawanmu lagi. Ternyata yang

dikatakan ayahanda benar.‟

12. “Dikalahi piye, wong kringete

nganti gumrobyos mangkene kiyi, ngalahi.”

„Dikalahkan bagaimana? Ini

Keringat sampai bercucuran

seperti ini kok, mengalahkan.‟

13 “Bojonira mulih marang Tuban.

Mengko ingsun utusan nimbali.

Dene anakira labuh marang

bengawan.”

„istrimu pulang ke Tuban, nanti

saya perintahkan kembali supaya

berteu di bengawan‟

14. “Punika boten kenging

kasatmata ing sanes, rama.

Kedhah mawi salad kajat

wonten ing redi nawung

kalayan ijen. Menawi kepareng

rana namung narima anampeni

saking kula sacekapipun karsa

sampeyan, sarta kajeng kula. Nanging manawi kepareng rama

sampun manoeni kajeng kula

anggen kula badhe anwedalaken

„Hal itu tidak boleh dilihat oleh

orang lain. Harus melakukan

sholat hajad seorang diri. Jika

diperkenankan berangkat‟

cukuplah ayah menerima dari

saya sesuai dengan kehendak

anda, dan juga semapu saya. Akan

tetapi jika diperbolehkan ayah

tidak menghalangi keinginan saya

untuk mengeluarkan biaya besar,

guna membangun desa di

Page 68: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

54

wragad kathah, angerjakaken

dhukuh ing Sumbereja.”

Sumbereja ini.‟

15. “Kawula nuwun gusti. Ingkang

abdi angaturaken pejah gesang,

menawi kenging mugi

kaabdekna.”

„Sembah hamba gusti. Hamba

menyerahkan hidup mati, apabila

diijinkan, mohon di terima

sebagai abdi.‟

Page 69: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

55

2. Maksim yang Terdapat dalam Novel Rangsang Tuban Karya

Padmasusastra

a. Prinsip Kerjasama yang Terdapat dalam Novel Rangsang Tuban

Karya Padmasusastra

Tabel 4

Prinsip kerjasama yang terdapat dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra

No Jenis

Maksim Data Tuturan Terjemahan

1. Kuantitas MT: “sumuk? Ngisin-isin.”

P :“boten.” (RT: 39)

MT : “gerah?

Membuat malu.”

P : tidak.

MT : “Tutugna, ingsun

milu nonton. Anjagohi,

anakira.”

P :“Sumangga.”

(RT: 31)

MT : “Teruskan saja,

aku ikut menonton,

dan menjagoi

anakmu.”

P : “Silahkan.”

2. Kualitas MT : “Inggih rama, amargi

saking kathahipun

padamelan ingkang kula

kajengaken, sarta kedah

kula leresaken piyambak.

Ing mangke saking

pangestu sampeyan

prasasat sampun rampung

aparipurna.”

P :“Sukur ngger. Nanging

pangrungu ku, gonmu

yasa omah angimba-imba

kadhaton sarta beteng

samono ambane iku, apa

ora nuwuhake dukane sang

ratu ing Tuban? Ginalih,

yen kowe sumedya balela

ing ratu?” (RT: 96)

MT : “Benar ayah,

karena banyak sekali

pekerjaan yang saya

rencanakan, dan

harus saya sendiri

yang menyelesaikan.

Berkat restu anda ini,

boleh dikatakan

selesai seluruhnya.”

P : “Benar ayah,

karena banyak sekali

pekerjaan yang saya

renca,nakan, dan

harus saya sendiri

yang menyelesaikan.

Berkat restu anda ini,

boleh dikatakan

selesai seluruhnya.”

MT : “Rama, punika

sampun kula kawekani

serta kula boten wangwang

dhateng kasekten sang

prabu. Angaben wuleting

kulit atosing balung. Tuwin

MT : “Ayah, hal itu

juga sudah saya

pikirkan masak-

masak. Dan saya pun

tidak cemas

menghadapi

Page 70: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

56

pamasanging biyuha

panengkeping satru, kula

boten badhe wingwrin

utawi mundur sajangkah.”

P :“Ngger, aku ora liwat

among adongakake

katekane apa sasedyamu.

Kejaba iku ngger,

sarehning kowe isih

Imaban sarta wis mangsa

rabi, apa ora prayoga

kowe nganggo garwa?

Miliha anake para rangga,

demang, ngabehi. Ndi

kang kosenengi, mengko

tak dhodhoge lawange

takrewangi suku-jaja

atekan janggut karo

pamananmu si pangulu,

olehku arep rabekake

marang kowe.” (RT: 96)

kesaktian baginda,

mengadu cerkasnya

kulit dan kerasnya

tulang. Demikian pun

dalam siasat perang

untuk menjebak dan

menangkap musuh.

Saya tidak merasa

gentar dan mundur

selangkah.”

P : “Anakku, aku

hanya turut berdoa

semoga cita-citamu

terwujud. Selain dari

itu, apakah tidak

sebaiknya engkau

beristri? Pilihlah

diantara para anak

rangga, demang,

ngabehi. Mana yang

engkau inginkan,

pasti akan ku

lamarkan untukmu.

Apapun akan ku

usahakan bersama

pamanmu ki pengulu.

Demi niatku

mencarikan istri

untukmu.”

3. Relevansi MT : “Kepriye engger? Kang

kagawe milawan mungsuh

ratu abanda-bandu misuwur

kaprawirane.”

P :“Rama, punika sampun

kula kawekani serta kula

boten wangwang dhateng

kasekten sang prabu.

Angaben wuleting kulit

atosing balung. Tuwin

pamasanging biyuha

panengkeping satru, kula

boten badhe wingwrin utawi

mundur sajangkah.” (RT:

96)

MT : “Bagaimana nak?

Apa yang kau andalkan

untuk melawan raja

yang kaya dan masyur

keprawiraanya?”

P : “Ayah, hal itu juga

sudah saya pikirkan

masak-masak. Dan

saya pun tidak cemas

menghadapi kesaktian

baginda, mengadu

cerkasnya kulit dan

kerasnya tulang.

Demikian pun dalam

siasat perang untuk

menjebak dan

menangkap musuh.

Page 71: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

57

Saya tidak merasa

gentar dan mundur

selangkah.”

4. Pelaksanaa

n/ cara

MT : “Mangke dalu kula

wangsul nenepi, enjing kula

wangsul abekta kasagahan

kula wau.”

P :“Ngger, kowe lan aku

bakal misuwur sugih saka

rajabrana peparinging

Allah. Aku kang bakal

anglebur mas iki sarta

adadekake dandanan kang

akeh pangajine.” (RT: 92)

MT : “Nanti malam

saya akan menyepi

lagi. Pagi harinya saya

akan membawa

kembali dan

membuktikan

kesanggupan saya.”

P : “Anakku, kita akan

menjadi mulya karena

mendapat harta dan

anugerah Allah.

Akulah yang akan

melebur emas ini dan

kemudian akan

menjadikannya

perhiasan yang besar

nilainya.”

b. Prinsip Kesopanan yang Terdapat dalam Novel Rangsang Tuban

Karya Padmasusastra

Tabel 5

Prinsip kesopanan yang terdapat dalam novel RangsangTuban karya

Padmasusastra

No Maksim Data Tuturan Terjemahan

1. Kebijaksanaan MT : “Kawula nuwun

gusti, saking

pangestu paduka,

basuki.”

P :“Paman umbul,

pun Rara Wresti

sampeyan dhawuhi

marang ing

ngarsanipun yayi

prabu. Nunggila

bibi, wonten ing

ngriki. Ngarah

punapa sadherek

piyambak, yayi

prabu dereng nate

MT : “Hamba gusti.

Atas restu paduka,

sehat.”

P : “Paman Umbul,

perintahkanlah

kepada Kanjeng Mas

Ayu Rara Wresti

supaya menghadap

rayimas Sri Narendra

Prabu. Datanglah

bersama bibi kemari.

Tak mengapa karena

semua masih saudara

sendiri, dan rayimas

Sri Narendra Prabu

Page 72: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

58

uninga dhateng

warnane yayi

wresti.” (RT: 6)

belum pernah melihat

rayimas Wresti.”

MT : “Uwa, pa sira

mlakuwa dhewe

marang wurangkan,

kakangmas

warihkusuma

sedanana. awit,

ingsun wis

midhangetaken

terang saka ature

abdiningsun kekasih,

yen kakangmas cidra

ing janji. Malik

tingal, sumedya

balela marang

panjenenganingsun.

Lumakua, saiki

dikebat.”

P :“Gusti, kados

prayogi boten

prayogi raka

apaduka dipun

sedani wonten ing

wana supados boten

kadenangan ing

para abdi kathah.

Ical sawuripun,

wantala paduka kolu

nyedani sedherek.

Kawula piyambak

ingkang badhe

anglampahi

dhawuhe paduka

wau.” (RT: 6)

MT : “Uwa patih,

pergilah engkau ke

penjara lalu bunuhlah

kakangmas

Warihkusuma.

Karena saya sudah

mendengar jelas dari

abdi kekasih saya

bahwa kakang mas

ingkar janji. Sikapnya

berubah, dan hendak

berniat melakukan

pemberontakan

melawan

kekuasaanku.

Pergilah segera!”

P : “Gusti, rasanya

lebih baik jika

kakangmas dibunuh

di hutan saja agar

tidak diketahui oleh

rakyat banyak.

Kebaikannya adalah,

paduka tidak akan

dimasyurkan sebagai

raja yang sampai hati

membunuh saudara

sendiri. Sayalah yang

akan melaksanakan

perintah paduka.”

3 Penerimaan MT : “Saupama dudu

dewa, ratu kang

paring pitulung

marang sira?”

P :“Saestunipun,

pantes mawi

tetebusan pecating

nyawa sarta

wutahing rah

kawula.” (RT: 30)

MT : “Misalkan

bukan dewa,

melainkan raja yang

memberi pertolongan

kepadamu,

bagaimana?”

P : “Sudah

sepantasnya hamba

tebus dengan nyawa

dan tumpah darahnya

Page 73: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

59

hamba.”

4 Kemurahan P :“Kados pundi dene

putri adi trahing

pandita teka

nindakaken pandamel

rajapati ingkang

ngeres-eresi

mekaten?” (RT: 20)

MT : “Lan malih, tega

dhateng sirnaning

sedherek.”

P : “Sang Kanjeng Mas

Rara Dewi, bagaimana

mungkin seorang putri

dari seorang pendeta

dapat melakukan

pembunuhan yang

memilukan?”

MT : “Lagi pula, ia

tega membunuh

saudaranya.”

5 Kerenda han

hati

MT : “Gusti, kawula

rumaos begja

karawuhan ratu

turning dewa, badhe

aparing nugraha

dhumateng kawula.

Kawula kamipurun,

ngaturaken

kasugengan paduka

saha raka paduka

sang pangeran.

Sembah kawula,

konjuk ing pada

paduka sang

binathara.”

P :“Paman, banget

tarimaningsun. Sira,

apa padha basuki?” (RT: 6)

MT : “Gusti, hamba

merasa beruntung

karena hadirnya raja

keturunan dewa,

hendak memberi

karunia kepada hamba.

Hamba memberanikan

diri menyampaikan

selamat kepada paduka

serta kakangmas

paduka kanjeng

pangeran. Hamba

menghaturkan sembah

ke bawah duli paduka.”

P : “Terima kasih,

paman. Apakah anda

semua sehat?”

6 Kecocokan MT : “Pangeran,

kalawan dhanganing

atinira, sarta

condhong sira bakal

ingsun pundhut man-

tu dhewe.”

P :“Gusti,

pepundhen kawula.

Ratu pituruning

dewa, ingkang abdi

boten nyana

kadawahan

rembulan ing praja

banyubiru.” (RT: 30)

MT : “Kanjeng

Pangeran, jika tidak

keberatan dan setuju,

engkau akan aku

angkat menjadi

menantuku.”

P : “Gusti junjungan

hamba, raja yang

diturunkan dewa.

Sesungguhnya hamba

tidak menduga sama

sekaliakan kejatuhan

bulan di Banyubiru.”

Page 74: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

60

7 Kesimpatian MT : “Uwa, sampun

kados wanodya. Kula

mawi katangisan

mindhak anenangi

manah susah. Kula

sampun lila ing pejah

kula, suwawi tumunten

sampeyan lampahi

dhawuhipun yayi

prabu.”

P :“Angger, prakawis

karsanipun ingkang

rayi sang prabu

ingkang boten leres

punika kula sampun

manah kalian kanca

kula nayaka wewolu.

Sarta sampun

pinanggih ing

pambudi, kentheling

rembag putra kula

boten

kasedanannamung

kesaha saking

wewengkonipun

nagari Tuban,

angentosana

karsaning dewa

ingkang dhumawah

dhateng putra kula.

Dene tangis kula wau,

kula kepeksa

pepisahan.” (RT: 17)

MT : “Paman, jangan

menangis seperti

perempuan. Jangan

menangis karena hanya

akan menggugah

perasaan susah. Saya

sudah merelakan

nyawa saya. Silahkan,

lakukanlah perintah

rayimas raja.”

P : “Ananda, tentang

kehendak kanjeng

Sinuwun yang tidak

benar itu sudah kami

bicarakan dengan

teman-teman saya

delapan orang menteri,

dan sudah di capai

kesepakatan bulat,

ananda tidak akan kami

bunuh. Namun pergilah

ananda dari wilayah

datulaya Tuban.

Tunggulah kehendak

dewa atas ananda. Tadi

saya menangis pilu

karena harus berpisah.”

Page 75: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

61

B. Pembahasan Data Tuturan

Berdasarkan percakapan dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra, ditemukan tiga jenis tindak tutur. Ketiga jenis tindak tutur

tersebut adalah tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur

perlokusi. Terdapat juga maksim pada prinsip kerjasama meliputi maksim

kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan dan prinsip

kesopanan meliputi maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim

kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim

kesimpatian.

1. Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi yang Terdapat dalam

Novel Rangsang Tuban Karya Padmasusastra

a. Tindak Tutur Lokusi

1) P : “Paman, banget tarimaningsun. Sira, apa padha

basuki?” (RT: 6)

MT :“Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka, basuki.”

Terjemahan:

P : „Terima kasih, paman. Anda, apakah semua sehat?‟

MT : “Hamba gusti. Atas restu paduka, sehat.”

Kutipan di atas menunjukan tindak lokusi yang terwujud

dalam tuturan yang dilontarkan oleh penutur (P) yaitu Warh

Kusuma kepada mitra tuur (MT) yaitu paman Umbul,

menanyakan informasi tentang kesehatan pamanya, “Paman,

banget tarimaningsun. Sira, apa padha basuki?”. Pada kata

“padha basuki” menunjukan inti informasi dari percakapan

Page 76: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

62

yang igindi ketahui oleh (P), yaitu (P) ingin mengetahui kabar

atau keadan pamannya.

2) MT : “Paman, banget tarimaningsun. Sira, apa padha basuki?”

P : “Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka, basuki.”

(RT: 6)

Terjemahan:

MT : „Terima kasih, paman. Apakah anda semua sehat?‟

P : „Sembah hamba gusti. Atas restu paduka, sehat.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa saat itu, sang

raja (P) mengucapkan rasa terimakasih atas ucapan selamat yang

diungkapkan oleh pamannya (MT). Saat itu ucapan selamatnya

adalah wujud rasa bahagia atas diangkatnya sang pangeran

sebagai raja yang baru. Paman Umbul menyampaikan

keadaanya “Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka,

basuki.”. Dari pernyataan paman umbul, sudah jelas bahwa apa

yang dikatakannya tidak memiliki maksud tertentu atau hanya

sebagai informasi saja, yaitu terliha pada kata “basuki” yang

menunjukan atau enginformasikan bahwa dirinya sehat.

3) MT : “Kakangmas pangeran punapa sampun anglilani?”

P : “Sing dhawuh akon seba ingkang prabu iku iya

kakangmu sangpangeran.” (RT:7)

Terjemahan:

MT : „Apakah kakangmas Pangeran telah memberi ijin?‟

P : „Yang memerintahkan supaya menghadap sang

Prabu, kakakmu sendiri, kanjeng pangeran.‟

Page 77: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

63

Pernyataan di atas menunjukan bahwa saat itu ibunya

Endang (P) menghampiri Endang (MT) ke kamarnya. Endang

saat itu menanyakan kepada ibunya yang menyuruh keluar

kamar menemui ayahnya. Kemudian disampaikanya bahwa

“Sing dhawuh akon seba ingkang Prabu iku iya kakangmu

sang Pangeran.”. Pernyataan Nyai Umbul tersebut tidak

mengandung maksud lain selain meberitahukan informasi atau

lokusi yaitu informasi yang memerintahkan untuk menghadap

sang Prabu yang disampaikan oleh ibunya Endang (P).

4) MT : “Uwa, punapa sampeyan kalentu tampi ing atur kula.

Mokal kula punika boten pisan maoni.Agengipun

mrengkang saking wisesaning nagari ingkang

katindakaken dhumateng uwa. Namung, kula nuwun

sumerep dununging kalepatan kula, sarta punapa

sampun leresipun dhumawah ing ukum pati?”

P : “Benjing bilih sampun dumugi ing enggen pangisasan,

putra kula, badhe sumerep kalepatan ingkang kapitake

kakening putra kula wau. Sapunika dereng

mangsanipun, sarta putra kula badhe boten amastani

lepat ing panindak kula.” (RT: 16)

Terjemahan:

MT : „Paman, apakah anda salah paham dengan apa yang saya

kemukakan tadi? Tampaknya seperti mustahil karena

sama sekali tidak pernah saya menyalahkan atau

membantah peraturan negeri yang uwa jalankan. Saya

hanya ingin tahu, apa sebenarnya kesalahan saya. Dan

sudah tepatkah saya ini menerima hukuman mati.‟

P : „Besok jika telah sampai di tempat pelaksanaan

hukuman, anda akan mengetahui kesalahan yang anda

tanyakan tadi. Sekarang belum waktunya. Dan juga anda

tidak akan menyalahkan tindakan saya.‟

Page 78: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

64

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sang senopati (P)

hanya akan memberitahukan kesalahan yang dilakukan oleh

sang pangeran jika sudah di tempat penghukuman. Pernyataan

tersebut hanya bermaksud memberi tahu bahwa “Benjing bilih

sampun dumugi ing enggen pangisasan, putra kula, badhe

sumerep kalepatan ingkang kapitake kakening putra kula wau.

Sapunika dereng mangsanipun, sarta putra kula badhe boten

amastani lepat ing panindak kula.” senopati akan mengatakan

kesalahan sang pangeran nanti sesampainya di tempat

penghukuman “Benjing bilih sampun dumugi ing enggen

pangisasan”. Pernyataan tersebut tidak disertai maksud lain

kepada pangeran selain pemberian informasi saja.

5) P : “ Sedyanira pepe, apa ana karepira ingkang wigati.

Sertakema sira pasthekake yen andhadekake dhanganing

penggalihingsun tetulung marang sira kang ora

ndadekake karibedaningsun.” (RT: 25)

MT :“Kawula nuwun gusti, ratu kinawasa. Ingkang abdi kami

purun anuwilaganda, menawi kangge ingkang abdi

nyuwun suwita wonten ing ngarsa paduka.”

Terjemahan:

P : „Tujuanmu berjemur, apakah mempunyai kehendak

yang penting? Dan apakah engkau dapat memastikan

bahwa aku akan bersedia menolongmu tanpa

menimbulkan kesulitan bagiku?‟

MT : „Daulat tuanku. Gusti adalah raja yang besar kekuasaanya.

Hamba hanya memberanikan diri mengajukan

permohonan sekiranya terpakai, hamba ingin mengabdi

kepada paduka.‟

Page 79: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

65

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sang raja bertanya

mengenai tujuan sang pangeran. Beliau kemudian menanyakan

“Sedyanira pepe, apa ana karep ira ingkang wigati. Serta kena

sira pasthekake yen andhadekake dhanganing penggalihingsun

tetulung marang sira kang ora ndadekake karibedaningsun.”.

Pertanyaan “Sedyanira pepe” tersebut mengandung maksud

agar sang pangeran memberikan informasi tujuan dari dirinya

berjemur, Selain itu agar sang pangeran melakukan suatu hal

yang dapat meyakinkan sang raja untuk membantu sang

pangeran. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban pangeran yang

hendak menjadi abdi di negara sang raja.

6) P : “Pangeran, apa sira sumurup kang adadi

karsaningsun nimbalimarang sira?” (RT: 29)

MT :“Kawula nuwun gusti, naming Sang Hyang Wisesa

ingkang nguningani karenteging galih paduka.”

Terjemahan:

P : „Pangeran, apakah engkau mengerti kehendaku dengan

memanggilmu ini?‟

MT : “Daulat tuanku, hanya Hyang Yang Tertinggi yang

mengetahui kehendak paduka.”

Kutipan di atas menjelaskan saat Adipati Khalayak di

panggilnya kembali oleh sang Raja dengan tujuan yang belum di

ketahui oleh Adipati. Raja memanggil sang adipati untuk

menghadap, “Pangeran, apa sira sumurup kang adadi

karsaningsun nimbalimarang sira?”. Dari pernyataan “sira

sumurup kang adadi karsaningsun” tersebut dapat diketahui

Page 80: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

66

bahwa sang raja bertanya untuk mendapatkan kepastian dari

sang adipati bahwa sang adipati mengerti alasan dipanggil

menghadap raja.

7) P : “Sira apa durung tau rabi?” (RT: 29)

MT : “Kawula nuwun. Tekan mawi andangu ingkang makaten,

kawula sampun nate ngaturaken lelampahan kawula

miwiti malah amekasi, kala kawula kadangu wonten ing

kadhaton. Sanadyan ngantos ing dinten punika, misik

wanodya kemawon nuwun dereng.”

Terjemahan:

P : „Apakah engkau belum pernah kawin?‟

MT : „Daulat tuanku. Mengapa paduka masih bertanya

demikian? Hamba sudah pernah memaparkan riwayat

hidup hamba dari awal sampai akhir, yakni pada waktu

paduka menanyakan hal itu di purayagung dulu.Sampai

hari ini pun hamba belum pernah membicarakan masalah

wanita.”

Kutipan tersebut menjelaskan tentang niat sang raja

untuk menjodohkan sang adipati dengan putri tunggal dari Prabu

Hertambang. Untuk mewujudkan niatnya, beliau pun

menanyakan “Sira apa durung tau rabi?” kepada adipati

mengenai status perkawinannya. Dari pertanyaan di atas dapat

diketahui bahwa sang raja menginginkan informasi dari sang

Adipati bahwa adipati belum pernah menikah.

8) MT : “Sira apa durung tau rabi?”

P : “Kawula nuwun. Tekan mawi andangu ingkang makaten,

kawula sampun nate ngaturaken lelampahan kawula

miwiti malah amekasi, kala kawula kadangu wonten ing

kadhaton. Sanadyan ngantos ing dinten punika, misik

wanodya kemawon nuwun dereng.” (RT: 29)

Page 81: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

67

Terjemahan:

MT : „Apakah engkau belum pernah kawin?‟

P : „Sembah hamba. Setelah sekian lama yang demikian,

hamba sudah pernah mengatakan riwayat hidup

hamba dari awal sampai akhir, saat hamba di panggil

datang di kedhaton. Walaupun sampai hari ini, belum

pernah membicarakan masalah wanita.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sang adipati

memberitahukan bahwa dirinya sudah pernah menceritakan

riwayat hidupnya, “Kawula nuwun. Tekan mawi andangu

ingkang makaten, kawula sampun nate ngaturaken lelampahan

kawula miwiti malah amekasi, kala kawula kadangu wonten

ing kadhaton. Sanadyan ngantos ing dinten punika, misik

wanodya kemawon nuwun dereng”. Hal tersebut merupakan

wujud tindak tutur lokusi, yaitu memberikan informasi bahwa

“sampun nate ngaturaken lelampahan kawula miwiti malah

amekasi”, sang adipati sudah pernah menceritakan riwayat

hidupnya, dan ia juga menjelaskan bahwa selama ini ia belum

pernah membicarakan mengenai wanita.

9) MT : “Sabab apa sira urung rabi?”

P : “Sababipun boten wonten, kajawi naming saking tani

kawula. Kalihdene malih, raosing manah kawula dereng

saged angipataken katresnan kawula dhateng dating

pepacangan kawula ingkang sampun lengked wonten ing

jejantung.” (RT: 29)

Page 82: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

68

Terjemahan:

MT : „Apa yang menyebabkan belum menikah?‟

P : „Penyebabnya tidaklah ada, kecuali watak hamba yang

lugu. Lagi pula, perasaan hati hamba belum dapat

melupakan rasa cinta hamba pada tunangan hamba yang

masih melekat di hati sanubari.‟

Kutipan tersebut merupakan jawaban sang adipati

terhadap pertanyaan sang raja. Ia menjelaskan bahwa

“Sababipun boten wonten, kajawi naming saking tani kawula.

Kalihdene malih, raosing manah kawula dereng saged

angipataken katresnan kawula dhateng dating pepacangan

kawula ingkang sampun lengked wonten ing jejantung”. Kata

“Sababipun boten wonten,” merupakan wujud lokusi, yaitu

menyatakan informasi mengapa ia belum menikah. Melalui

pernyataan sang adipati tersebut, maksud adipati hanyalah untuk

memberikan informasi penyebab ia belum pernah menikah

karena belum bisa melupakan kekasih yang sebelumnya.

10) MT : “Apa ora bakal mendha ing saklawas-lawase?

P : “Saged ugi, menawi wonten pitulunging dewa, ingkang

abdi saged pikantuk jodho ingkang timbang kaliyan

kaluhuran kawula.” (RT: 29)

Terjemahan:

MT : „Apakah untuk selama-lamanya tidak akan reda?‟

P : „Boleh jadi, jika ada pertolongan dewa, hamba ini

dapat memperoleh jodoh yang seimbang dengan

derajat hamba.‟

Page 83: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

69

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa adipati akan dapat

mengubah perasaannya jika ia mendapatkan jodoh yang

seimbang dengan keluhurannya. Pernyataan tersebut diutarakan

sang adipati “Saged ugi, menawi wonten pitulunging dewa,

ingkang abdi saged pikantuk jodho ingkang timbang kaliyan

kaluhuran kawula.” untuk memberikan jawaban atas pertanyaan

sang raja. Ia memberikan informasi “pitulunging dewa, ingkang

abdi saged pikantuk jodho”, yaitu jika ada pertolongan dewa,

hamba ini dapat memperoleh jodoh yang memiliki spesifikasi

yang sama dan setara dengannya.

11) P : “Saupama dudu dewa, ratu kang paring pitulung

marang sira?” (RT: 30)

MT : “Saestunipun, pantes mawi tetebusan pecating nyawa

sarta wutahing rah kawula.”

Terjemahan:

P : „Misalkan bukan dewa, melainkan raja yang memberi

pertolongan kepadamu, bagaimana?‟ MT : „Sudah sepantasnya hamba tebus dengan nyawa dan

tumpah darahnya hamba.‟

Kutipan di atas menjelaskan tentang tawaran sang raja.

Raja hendak memberikan pertolongan kepada adipati. Dari

pertanyaan tersebut dapat diketahui bahwa sang raja menyatakan

“Saupama dudu dewa, ratu kang paring pitulung marang

sira?” agar sang adipati mau menerima tawaran tersebut.

Pernyataan tersebut merupakan wujud lokusi yaitu

menyampaikan informasi atau pendapat dari sang raja yang

Page 84: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

70

menyatakan misalkan bukan dewa, melainkan raja yang

memberi pertolongan kepadanya.

12) MT : “Saupama dudu dewa, ratu kang paring pitulung

marang sira.”

P : “Saestunipun, pantes mawi tetebusan pecating nyawa

sarta wutahing rah kawula.” (RT: 30)

Terjemahan:

MT : „Misalkan bukan dewa, melainkan raja yang memberi

pertolongan kepadamu, bagaimana.‟

P : „Sesungguhnya, pantas dengan dibayar nyawa dan

tumpah darahnya hamba.‟

Kutipan tersebut menjelaskan penerimaan tawaran sang

raja oleh adipati. Ia bersedia melakukan apa saja untuk

membalas kebaikan dari raja yang memberikan pertolongan

tersebut. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sang

adipati menerima tawaran raja yaitu “Saestunipun, pantes mawi

tetebusan pecating nyawa sarta wutahing rah kawula.” .

pernyataan tersebut mengandung tindak tutur lokusi, karena

sang Adipati memberitahukan bahwa ia akan membalasnya budi

baiknya dengan sepenuh jiwa dan raga.

13) MT : “Pangeran, kalawan dhanganing atinira, sarta

condhong sirabakal ingsun pundhut mantu dhewe.”

P : “Gusti, pepundhen kawula. Ratu pituruning dewa, ingkang

abdi boten nyana kadawahan rembulan ing praja

banyubiru.” (RT: 30)

Page 85: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

71

Terjemahan:

MT : „Kanjeng Pangeran, jika tidak keberatan dan setuju,

engkau akan aku angkat menjadi menantuku.‟

P : „Gusti junjungan hamba, raja yang diturunkan dewa.

Sesungguhnya hamba tidak menduga akan kejatuhan

bulan di Banyubiru.‟

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sang adipati kaget

mendengar hal yang dibicarakan oleh sang prabu. Ia tidak

menduga akan dijodohkan dengan anak dari seorang prabu.

Pernyataan “Gusti, pepundhen kawula. Ratu pituruning dewa,

ingkang abdi boten nyana kadawahan rembulan ing praja

banyubiru.” menunjukkan bahwa sang adipati memberi makna

lokusi yaitu “boten nyana kadawahan rembulan”,

memberitahukan bahwa dirinya tidak menduga akan mendapat

keberuntungan di negara Banyubiru. Keberuntungan tersebut

berupa perjodohannya dengan putri Prabu Hertambang.

14) MT : “Sira, ingsun goleki. Wis, ketemu. Ana ing kene, lagi

apa?”

P : “Kula, nuwun, nglurug cuki kaliyan putra paduka.” (RT:

31)

Terjemahan:

MT : „Engkau ku cari, ternyata ada di sini. Apa yang kalian

lakukan di sini?‟

P : „Sembah hamba, mengajak catur dengan putra paduka.‟

Kutipan tersebut menyatakan bahwa ia sedang

mengajak bermain catur dengan sang putri. Pernyataan “Kula,

nuwun, nglurug cuki kaliyan putra paduka.” tersebut

menunjukkan tuturan lokusi, bahwa permaisuri memberitahukan

Page 86: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

72

kepada sang prabu bahwa ia sedang mengajak bermain catur

dengan sang putri.

15) MT : “Elo, aja kuwi dhenok, sing kolakokake. Kuwi, lo.”

P : “Boten, kanjeng rama. Sampun leres, punika badhe

dipun caplok.” (RT: 31)

Terjemahan:

MT : „Loh, jangan itu yang kau jalankan nak, itu saja.‟

P : „Tidak, ayahanda. Sudah benar, yang itu hendak

dimakan.‟

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sang putri menolak

saran dari sang prabu dengan alasan ia sudah benar memilih

untuk menjalankan anak catur tersebut. Pernyataan “Boten,

kanjeng rama. Sampun leres, punika badhe dipun caplok.”

tersebut diutarakan semata-mata hanya untuk menginformasikan

bahwa yang dilakukan sang putri sudah benar. Dalam

pernyataan tersebut tidak mengandung pengaruh atau unsur lain

yang bermaksud agar sang prabu melakukan sesuatu.

16) MT : “Ingsun arani sira isih ana ing omah, jebul wis

menyang patamanan golek kembang apa?”

P : “Kawula, nuwun. Naming mlampah-mlampah ke-mawon,

wonten ing tenggan kathah tiyang. Yayi Dewi kuwawi

sumukipun, medal pados isis.” (RT: 37)

Terjemahan:

MT : „Saya kira kalian masih di kamar, ternyata sudah menuju

ke taman mencari apa?‟

P : „Sembah hamba. hanya berjalan-jalan saja. Di kamar

banyak orang. Dinda Dewi tidak tahan gerahnya, keluar

mencari hawa sejuk.‟

Page 87: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

73

Kutipan tersebut merupakan tanggapan sang pangeran

mengenai pernyataan sang ratu. Ia menyatakan “Kawula,

nuwun. Naming mlampah-mlampah ke-mawon, wonten ing

tenggan kathah tiyang. Yayi Dewi kuwawi sumukipun, medal

pados isis”. Pada kalimat “Naming mlampah-mlampah”

menunjukan sebuah informasi yang menyatakan bahwa

Pangeran dan istrinya sedang berjalan-jalan. Selain menyatakan

sedang berjalan-jalan, pangeran juga memberitahukan alasanya

yaitu karena istrinya tidak betah di dalam kamar dengan udara

yang panas, sehingga mereka keluar dengan niat mencari udara

segar.

17) MT : “Oh, kepriye pangeran? Yen ingsun catur karo

bojonira, ingsun wedi, awit kalah pinter. Ingsun, ora tau

menang.”

P : “Boten dhing, kakangmas. Kanjeng rama punika, naming

ngumpak kemawon.” (RT: 38)

Terjemahan:

MT : „Oh, bagaimana Kanjeng Pangeran? Kalo saya bermain

catur melawan istrimu, saya takut, semenjak kalah pintar.

Saya tidak pernah menang.‟

P : „Tidak demikian, Kakanda. Ayahanda hanya memuji

belaka saja.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa Sang Putri

disanjung oleh ayahandanya. Sang putri berkata bahwa “Boten

dhing, kakangmas. Kanjeng rama punika, naming ngumpak

kemawon”, Semua yang dikatakan ayahnya dianggapnya

sebagai pujian saja dan tidak ada maksud lain. Ungkapan sang

Page 88: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

74

putri merupakan wujud lokusi yaitu memberitahukan bahwa

ayahandanya hanya memujinya saja.

18) MT : “Kakang, layone anakira apa wus sira piker?”

P : “Kawula, nuwun, sampun. Saha, sampun kula

angkataken.”(RT: 44)

Terjemahan:

MT : „Kakang, apakah jenazah anakmu sudah kau pikirkan?‟

P : „Sembah hamba, sudah. Bahkan sudah saya

berangkatkan.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa Sang Senopati

menyampaikan informasi bahwa pengurusan jenazah anaknya

sudah di urus dan sudah diberangkatkan ke tempat

persemayaman terakhirnya. Pernyataan “Kawula, nuwun,

sampun. Saha, sampun kula angkatake.” semata-mata hanya

sebuah informasi bahwa jenazah telah diurus dan sudah di

berangkatkan ke tempat pemakaman.

19) MT : “Iki mau bayi olehmu ing ngendi?”

P : “Olehku candhang ing bengawan.”(RT: 47)

Terjemahan:

MT : „Ini tadi bayinya kau temukan di mana?‟

P : „Ku dapati hanyut di sungai.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa Ki Buyut

mendapatnya bayi di sungai dan dibawa pulang. Istrinya

menanyakan dari mana asal bayi yang didapatkan suaminya itu.

Kemudian Ki Buyut memberi tahu bahwa “Olehku candhang

Page 89: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

75

ing bengawan”, ia menemukannya di sungai. Pernyatan Ki

Buyut merupakan wujud lokusi, yaitu memberi informasi

kepada istrinya tentang dari mana ia mendapatkan bayinya.

20) MT : “Aku bungah banget bapakne gendhuk, kowehi anak.

Tak openane sing becik, mengko tak gebyur, banyuku susu

isih metu dadi kebeneran banget. Kojenengake sapa

bapakne?

P : “Tak jenengake rara sendhang bae becik. Wong olehku

ana ing banyu.”(RT: 47)

Terjemahan:

MT : „Aku bahagia sekali bapaknya denok, kau beri aku anak.

Akan ku pelihara dengan baik, nanti saya mandikan, dan

kebetulan air susuku masih keluar.Kau beri nama siapa

dia pak?‟

P : „Ku beri nama Rara sendhang saja spertinya baik.

Karena aku mendapatkanya di air.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa saat itu Ki Buyut

memberi nama pada bayi yang ia temukan. Ki Buyut

menyatakan bahwa “Tak jenengake rara sendhang bae becik.

Wong olehku ana ing banyu”, merupakan sebuah tuturan lokusi

atau sebuah informasi bahwa ia memberi nama Rara Sendhang

karena menurut Ki Buyut itu nama yang sesuai dengan nama

tempat ia menemukannya. Tidak ada maksud lain atau daya

pengaruh terhadap lawan tutur, karena saat itu hanya sebuah

ungkapan pemberitahuan bawa anak itu diberi nama Rara

Sendhang.

Page 90: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

76

21) MT : “Kakangmas pangeran adipati ana ngendi?”

P : “Raka paduka wonten ing nagari. Panjenengan paduka

punika sampun kaagem-ageman busananing layon

amargi seda konduran. Sapunika sampun dumugi ing

astana.”

Terjemahan:

MT : „Kakangmas Pangeran Adipati ada di mana?‟

P : „Kakang Paduka ada di kerajaan. Anda sang paduka

ini telah mengenakan kelengkapan jenazah karena

sudah meninggal. Dan sekarang telah sampai di

pemakaman.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa pada saat itu

situasi di tempat pemakaman digemparkan oleh terbangunnya

Rayimas Dewi Wayi dari kematiaanya. Ia pada saat itu tidak jadi

meninggal. Kemudian ia menanyakan keberedaan suaminya.

Pernyataan tersebut dijawab oleh punggawanya „Kakang

Paduka ada di kerajaan. Anda sang paduka ini telah

mengenakan kelengkapan jenazah karena sudah meninggal.

Dan sekarang telah sampai di pemakaman.‟ yang mana

penyataan tersebut merupkan sebah informasi bahwa sang Puti

sudah berada di pemakaman, dan juga memberi informasi

keberadaan Sang Pangeran pada saat itu ada di kerajaan.

22) MT : “Uwa patih, kula namung adherek punapa sapangreh-

ing patih wisesa, ingkang sampun sabiyantu kaliyan

layakaning praja. Kados, sariranipun uwa. Pun

Uakawimba, punapa ingkang wonten ngarsanipun uwa

punika?”

P : “Inggih, punika putra paduka Raden Udakawimba.

Nanging wiwit miyos kulo wimbasara wonten ing

kapatihan, bonten nate pepanggihan kaliyan ingkang

ibu.”(RT: 58)

Page 91: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

77

Terjemahan:

MT : „Uwa patih, saya menurut saja dengan kebijaksanaan patih

pengendali kekuasaan, yang telah semufakat dengan para

menteri seperti uwa sendiri. Yang ada di hadapan uwa itu

apakah Udakawimba?‟

P : „Iya, inilah putra paduka Raden Udakawimba. Akan

tetapi sejak lahir saya asuh di kepatihan dan tidak pernah

bertemu dengan sang ibu.‟

Pernyataan di atas merupakan wujud tuturan lokusi, di

mana sang Raja menanyakan, “apakah yang di hadapan uwa itu

Udakawimba?”, kemudian dijawablah oleh uwa patih. Uwa

Patih menyatakan bahwa “Inggih, punika putra paduka Raden

Udakawimba. Nanging wiwit miyos kulo wimbasara wonten ing

kapatihan, boten nate pepanggihan kaliyan ingkang ibu”

merupakan pernyataan yang memberikan sebuah informasi,

yaitu informasi bahwa yang ada di hadapan sang Raja memang

benar Raden Udakawimba.

23) MT : “Iya ngger. Aku bakal nurut ing sakarepmu. Nanging

nyatakna kandhamu iku. Dadi ora kaya caturane wong

ngimpi.”

P :“Mangke dalu kula wangsul nenepi, enjing kula wangsul

abekta kasagahan kula wau.” (RT: 92)

Terjemahan:

MT : „Iya nak. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Akan

tetapi buktikan dulu kata-katamu itu agar tidak seperti

igauan orang mimpi belaka.‟

P : „Nanti malam saya kembali menyepi. Paginya saya

kembali membawa kesanggupan saya tadi.‟

Page 92: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

78

Kutipan tersebut menjelaskan pada saat itu Ki Buyut

menanyakan kesanggupan dari Udakawimba untuk

membuktikanya. Udakawimbapun menjelaskan bahwa

“Mangke dalu kula wangsul nenepi, enjing kula wangsul

abekta kasagahan kula wau”, merupakan sebuah lokusi yang

enginformasikan tekad dan rencana untuk kembali menyepi di

gua yang akan dilakukan oleh Udakawimba. Udakawimba

memberitahukan rencana tersebut kepada Ki Ageng, bahwa ia

akan berangkat nanti malam sendirian, dan paginya akan

membawakan hasil dari ucapannya yang pernah ia katakana.

24) MT : “Raden, nganti lawas temen ora ngendang-endangi

mulih?”

P : “Inggih rama, amargi saking kathahipun padamelan

ingkang kula kajengaken, sarta kedah kula leresaken

piyambak. Ing mangke saking pangestu sampeyan

prasasat sampun rampun aparipurna”

Terjemahan:

MT : „Raden, lama benar engkau tidak pulang menengok kami?‟

P : „Benar ayah, karena banyak sekali pekerjaan yang saya

rencanakan, dan harus saya perbaiki sendiri. Nantinya

berkat restu anda ini, boleh dikatakan sudah selesai

seluruhnya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan alasan mengapa ia lama

tidak mengunjungi rumahnya. Ia juga mengatakan bahwa

“Inggih rama, amargi saking kathahipun padamelan ingkang

kula kajengaken, sarta kedah kula leresaken piyambak. Ing

mangke saking pangestu sampeyan prasasat sampun rampun

Page 93: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

79

aparipurna”, yaitu informasi bahwa alasan ia tidak pulang

karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Udakawimba hanya

memeri informasi saja kepada Ki Buyut, dan tidak mengandung

maksud tindakan lain.

25) MT : “Sukur ngger. Nanging pangrungu ku, gonmu yasa

omah angimba-imba kadhaton sarta beteng samono

ambane iku, apa ora nuwuhake dukane sang ratu ing

Tuban? Ginalih, yen kowe sumedya balela ing ratu.”

P : “Prakawis punika rama, mugi sampun kagalih. Dhasar

sampun kula niadaken, amemengsahan kaliyan ratu ing

Tuban. Awit punika satru kula.” (RT: 96)

Terjemahan:

MT : „Syukurlah nak. Akan tetapi menurut pendengaranku,

rumah yang kau bangun itu demikian besar dan luas, serta

mirip purayagung dan benteng. Apakah hal itu tidak akan

menimbulkan kemarahan raja Tuban? Raja bisa berfikir

bahwa engkau akan melakukan pemberontakan.‟

P : „Soal itu ayah, semoga sudah terfikirkan. Memang sudah

saya niatkan, bermusuhan dengan raja di Tuban. Dari

awal memang musuh saya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai jawaban

Udakawimba terhadap ketakutan Ki Ageng. Ia menyatakan

bahwa “Prakawis punika rama, mugi sampun kagalih. Dhasar

sampun kula niadaken, amemengsahan kaliyan ratu ing

Tuban. Awit punika satru kula” merupakan sebuah informasi

bahwa ia sudah berniat untuk bermusuhan dengan kerajaan

Tuban. Ia juga berkata agar Ki Ageng tidak mencemaskannya,

Page 94: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

80

karena jika sudah diniatkan pasti sudah mempunyai rencana

yang matang.

26) MT : “Kepriye engger? Kang kagawe milawan mungsuh ratu

abanda-bandu misuwur kaprawirane.”

P : “Rama, punika sampun kula kawekani serta kula boten

wangwang dhateng kasekten sang prabu. Angaben

wuleting kulit atosing balung. Tuwin pamasanging biyuha

panengkeping satru, kula boten badhe wingwrin utawi

mundur sajangkah.” (RT: 96)

Terjemahan:

MT : „Bagaimana nak? Apa yang kau andalkan untuk melawan

raja yang kaya dan masyur keprawiraanya.‟

P : „Ayah, hal itu sudah saya pikirkan dan saya tidak

cemas menghadapi kesaktian Sang Prabu. Mengadu

cerkasnya kulit dan kerasnya tulang. Demikian pun dalam

siasat perang untuk menjebak dan menangkap musuh, saya

tidak akan gentar atau mundur selangkah.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Udakawimba

telah mempertimbangkan keputusannya dengan matang.

Udakawimba menyatakan bahwa “Rama, punika sampun kula

kawekani serta kula boten wangwang dhateng kasekten sang

prabu. Angaben wuleting kulit atosing balung. Tuwin

pamasanging biyuha panengkeping satru, kula boten badhe

wingwrin utawi mundur sajangkah” yaitu memberitahukan

bahwa semuanya sudah terfikirkan dengan matang dan sudah

diniatkan untuk bermusuhan dengan kerajaan Tuban.

Page 95: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

81

27) MT : “Raden, apa kang pinikir maneh? Yen wis dhasar dadi

kencenging karepmu, aku wis anglilakake adhimu Rara

Sendhang koemong dhewe. Ming, aku titip yen ora ana

kangone bae, aja kosiya-siya.Ulihna marang aku.Awit

bocah ugungan, cilik mula ora mambu ajar.”

P : “Rama, kula boten cipta karma, namung badhe

ngemong yayi Sendhang ing salami-laminipun.” (RT:

97)

Terjemahan:

MT: „Raden, tak usah berpikir yang bukan-bukan. Jika memang

telah menjadi kebulatan tekadmu, aku pun telah

merelakan adikmu, Rara Sendhang kau jadikan istri.

Namun aku ingin berpesan jika sudah tak memiliki

kegunaan, pulangkan saja, jangan kau sengsarakan.Sebab

dia itu anak manja yang sejak kecil tidak pernah

dikerasi.‟

P : „Ayah, saya tidak akan menikah, kecuali hanya

mebimbing dik sendhang untuk selamanya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Udakawimba

tidak berniat menikah selain menjaga dan merawat adik

angkatnya, Rara Sendhang. Dari pernyataan yang dilontarkan

Udakawimba tersebut dapat diketahui bahwa Udakawimba tidak

tidak mau menikah jika bukan bersama Rara Sendhang.

Pernyataan tersebut semata-mata hanya menegaskan bahwa ia

hanya akan menikah dengan Rara Sendhang saja.

28) MT : “Apa Udakawimba kang dadi gegununging kraman?”

P : “Kawula nuwun gusti. Ingkang pindha ratu, inggih

senapatining prang kados dene putra tuwan Raden

Udakawimba. Awit warnanipun gagah prakosa arawis

capang, sariranipun cemeng. Putra tuwan tanpa

ngagem rawis tuwin sariranipun kuning anemu giring.”

(RT: 101)

Page 96: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

82

Terjemahan:

MT : „Udakawimba kah pemimpin pemberontakan itu?‟

P : „Sembah hamba gusti. Yang mirip seorang ratu, yaitu

senapati perang seperti halnya putra paduka Raden

Udakawimba. Mulai wujudnya gagah perkasa,

berkumis tebal, berkulit hitam. Padahal putra paduka

tidak berkumis, warna kulitnya kuning langsat.‟

Kutipan tersebut merupakan jawaban sang patih kepada

sang raja. Ia menjelaskan bahwa “Kawula nuwun gusti. Ingkang

pindha ratu, inggih senapatining prang kados dene putra

tuwan Raden Udakawimba. Awit warnanipun gagah prakosa

arawis capang, sariranipun cemeng. Putra tuwan tanpa

ngagem rawis tuwin sariranipun kuning anemu giring.” yaitu

memberitahukan bahwa pemimpin pemberontakan dari kerajaan

di sumbereja menyerupai Raden Udakawimba. Ia juga

menjelaskan ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh pemimpin

pemberontakan tersebut. Dari pernyataan di atas, dapat diketahui

bahwa terdapat tuturan lokusi di mana Paman Patih memerikan

sebuah informasi kepada Sang Raja.

29) MT : “Ngger, mas putu gusti kula. Ingkang dados karsa

sampeyan teka badhe ngrisak dhateng karaton kagungan

sampeyan piyambak?”

P : “Mas putu gusti kula. Kula sampun boten maoni dhateng

karsa sampeyan, sampeyan sampun leres sedaya. Sarta

kula badhe ngestokaken ing weling sampeyan, rumeksa

praja sadungkap kula. Tiyang sampun sepuh,

punapadene kula sampun lega-lila pun Lodaka

sampeyan karsakaken dherek andon prang.” (RT: 104)

Page 97: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

83

Terjemahan:

MT : „Nak, mas cucu dari ayah hamba, iya raja ku. Apa yang

menjadi tujuan tuan hendak merusak negeri tuan

sendiri?‟

P : „Nak mas cucu raja ku. Saya tidak akan membantah

pada apa anda ungkapkan, anda sudah benar

semuanya. Dan juga mengiyakan terhadap pesan anda,

merasa rendah sejauh diri saya. Mau apalagi karna sudah

tua, begitu juga merelakan pada Lodaka yang anda

kehendaki untuk ikut berperang.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa pada saat itu,

kerajaan Tuban sudah ditaklukan oleh Raden Udakawimba.

Kemudian sang raja menyatakan bahwa “Mas putu gusti kula.

Kula sampun boten maoni dhateng karsa sampeyan,

sampeyan sampun leres sedaya. Sarta kula badhe ngestokaken

ing weling sampeyan, rumeksa praja sadungkap kula. Tiyang

sampun sepuh, punapadene kula sampun lega-lila pun Lodaka

sampeyan karsakaken dherek andon prang” merupakan sebuah

informasi atau pemberitahuan bahwa apa yang dikatakan oleh

Udakawimba semuanya benar, dan Sang Raja mengakui

kesalahan dan kekalahannya.

30) MT : “Kados pundi kakang wiku? Teka kados tiyang kodheng

apepanggihan kaliyan kula. Mangka kula badhe pitaken

punapa-punapa dhateng kakang wiku.”

P : “Walah-walah, punapa angger? Sampun antawis gangsal

welas tahun laminipun kula kasedan garwa putrining

ratu. Warninipun jibles kados panjenengan paduka.”

(RT: 112)

Page 98: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

84

Terjemahan:

MT : „Bagaimana Kakang Mas Wiku? Tampak seperti orang

bingung bertemu dengan saya? Padahal saya ingin

mengajukan beberapa pertanyaan kepada Kakang Mas

Wiku.‟

P : „Walah-walah, apakah benar? Sudah sekitar lima belas

tahun lamanya saya ditinggal mati istri anak dari

Ratu. Wujudnya mirip seperti anda Paduka.‟

Kutipan tersebut menunjukkan respon dari

Warihkusuma yang bingung dengan pernyataan prajurit Wayi.

Ia pun menceritakan atau memberitahukan “Walah-walah,

punapa angger? Sampun antawis gangsal welas tahun

laminipun kula kasedan garwa putrining ratu. Warninipun

jibles kados panjenengan paduka.” bahwa ia telah ditinggal

mati oleh istrinya selama lima belas tahun. Akan tetapi, ia

melihat kemiripan yang hampir persis dengan Dewi Wayi pada

prajurit Wayi. Pernyataan yang dilontarkan oleh Warihkusuma

ini mengandung lokusi sebuah penyampaian cerita atau

pemberitahuan tentang apa yang ia fikirkan.

31) MT : “Kula sakalangkung dhangan, kasipengan sang pange-

ran. Ananging sang pangeran, punapa kapareng

anggalundhung ngagem kajang sirah dhumpal kajeng?”

P : “Boten dados punapa. Dhasar sampun sampun kula

kajengaken, kula badhe seleh sikeping kaprajuritan.

Sarta cucul pangangge ing jawi, mantun sumuk wonten

salebeting guwa.” (RT: 115)

Terjemahan:

MT : „Saya bahagia sekali kanjeng Pangeran sudi menginap di

sini. Tetapi apakah Kanjeng Pangeran mau

menggelundung dan berbantal potongan kayu?‟

Page 99: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

85

P : „Tidak menjadi apa. Memang sudah selalu saya

nantikan, saya hendak beristirahat sejenak dari

keprajuritan. Juga melepaskan pakaian di luar, agar

tidak kegerahan di dalam gua ini.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa prajurit Wayi

bersedia tidur beralaskan batu dan berbantal kayu, seperti yang

dijelaskan Warihkusuma. Ia menyatakan bahwa “Boten dados

punapa. Dhasar sampun sampun kula kajengaken, kula badhe

seleh sikeping kaprajuritan. Sarta cucul pangangge ing jawi,

mantun sumuk wonten salebeting guwa” menginformasikan atau

memberitahukan jika semuanya sudah diniatkannya untuk

menginap dengan keadaan apa adanya, dania setuju dengan hal-

hal yang diajukan Warihkusuma dan menginformasikan bahwa

ia akan melepas pakaian prajuritnya.

32) MT : “Kowe apa wis somah?”

P : “Kawula nuwun, sampun gusti. Pikantuk sanakipun ki

Buyut Wulusan nama Rara Sendhang.” (RT: 122)

Terjemahan:

MT : „Apa kamu sudah berumah tangga?‟

P : „Sembah hamba, sudah gusti. menikahi anak Ki Buyut

Wulusan bernama Rara Sendhang.‟

Kutipan di atas merupakan jawaban yang dilontarkan

oleh Udakawimba. Ia menyatakan bahwa“Kawula nuwun,

sampun gusti. Pikantuk sanakipun ki Buyut Wulusan nama

Rara Sendhang” menginformasikan atau memberitahukan jika

ia sudah menikah. Istrinya adalah saudara dari Ki Buyut

Page 100: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

86

Wulusan yang bernama Rara Sendhang. Pernyataan tersebut

menunjukkan bahwa maksud dari Udakawimba hanyalah

menjawab pertanyaan dari Dewi Wayi.

33) MT : “Gendhagane saiki apa isih?”

P : “Kawula nuwun, taksih. Kawula tarang wonten ing

langitan.” (RT: 124)

Terjemahan:

MT : „Gendhaganya apa sekarang masih?‟

P : „Sembah hamba, masih. Saya simpan di langit-langit

rumah.‟

Kutipan tersebut merupakan pernyataan Ki Wulusan

sebagai jawaban dari pertanyaan Dewi Wayi. Ia menyatakan

bahwa “Kawula nuwun, taksih. Kawula tarang wonten ing

langitan.” Yaitu informasi bahwa ia masih menyimpan

gendhaga tempat Rara Sendhang ditemukan dulu. Ia

menginformasikan bahwa dirinya masih menyimpannya di

langit-langit rumahnya.

b. Tindak Tutur Ilokusi

1) MT : “Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka, basuki.”

P : “Nunggila bibi, wonten ing ngriki. Ngarah punapa

sadherek piyambak, yayi prabu dereng nate uninga

dhateng warnane yayi wresti.” (RT: 6)

Terjemahan:

MT : „Hamba gusti. Atas restu paduka, sehat.‟

P : „Medekatlah bibi, di sini. Tak mengapa semua saudara

sendiri, dan rayimas Prabu belum pernah tahu terhadap

wujud rayimas Wresti.‟

Page 101: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

87

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sang pangeran

meminta kepada bibi atau ibu dari Endang Wresti untuk

berkumpul bersama. Pernyataan sang pangeran menunjukkan

bahwa “Nunggila bibi, wonten ing ngriki. Ngarah punapa

sadherek piyambak, yayi prabu dereng nate uninga dhateng

warnane yayi wresti.” sang raja memiliki maksud menyuruh

bibi atau ibu dari Endang Wresti untuk ikut berkumpul. Hal ini

ditunjukkan dengan adana peritah “nunggila” atau

„mendekatlah‟

2) P : “Uwa, pa sira mlakuwa dhewe marang wurangkan,

kakangmas warihkusuma sedanana. Awit, ingsun wis

midhangetaken terang saka ature abdiningsun kekasih,

yen kakangmas cidra ing janji. Malik tingal, sumedya

balela marang panjenenganingsun. Lumakua, saiki

dikebat.” (RT: 14)

MT :“Gusti, kados prayogi boten prayogi raka apaduka dipun

sedani wonten ing wana supados boten kadenangan ing

para abdi kathah. Ical sawuripun, wantala paduka kolu

nyedani sedherek. Kawula piyambak ingkang badhe

anglampahi dhawuhe paduka wau.”

Terjemahan:

P :„Paman, laksanakanlah sendiri ke penjara, bunuhlah

kakangmas Warihkusuma. Karena saya sudah

mendengarkan penjelasan dari laporan abdi kekasih saya,

bahwa kakangmas ingkar janji. Sikapnya berubah, hendak

beniat memberontak terhadap kita ini. Pergilah segera

sekarang!‟

MT : “Gusti, rasanya lebih baik jika kakangmas dibunuh di

hutan saja agar tidak diketahui oleh rakyat banyak.

Kebaikannya adalah, paduka tidak akan dimasyurkan

sebagai raja yang sampai hati membunuh saudara sendiri.

Sayalah yang akan melaksanakan perintah paduka.”

Page 102: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

88

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sang raja meminta

patihnya untuk membunuh sang pangeran yang dikatakan

melakukan pemberontakan. Pernyataan sang raja “Uwa, pa sira

mlakuwa dhewe marang wurangkan, kakangmas warihkusuma

sedanana. Awit, ingsun wis midhangetaken terang saka ature

abdiningsun kekasih, yen kakangmas cidra ing janji. Malik

tingal, sumedya balela marang panjenenganingsun. Lumakua,

saiki dikebat.” menunjukkan perintah agar sang patih pergi ke

penjara dan membunuh sang pangeran. Pernyatan ilokusi atau

perintah tersebut terwujud pada kata “kakangmas warihkusuma

sedanana”, “ lumakua saiki dikebat” yaitu perintah untuk

membunuh kakangmas Warikusuma dan peritah untuk segera

melaksanakannya.

3) MT : “Gusti, kados prayogi boten prayogi raka apaduka

dipunsedaniwonten ing wana supados boten kadenangan

ing para abdi kathah. Ical sawuripun, wantala paduka

kolu nyedani sedherek. Kawula piyambak ingkang badhe

anglampahi dhawuhe paduka wau.”

P : “Iya uwa patih, Kakangmas prabu sedanana ana ing alas

bae, sarta banjur sarekna ana ing kono pisan. Awit,

trahing kusuma kang wus nemu dosa ora kena tetunggalan

lan para leluhure kang minulya. Yen wis kelakon bae, sira

anglapura. Serta angkatira anggawa prajurit

sagegamane, kang saparo minangka pakurmataning

lakune kakangmas.” (RT: 14-15)

Terjemahan:

MT : “Gusti, rasanya lebih baik jika kakangmas dibunuh di

hutan saja agar tidak diketahui oleh rakyat banyak.

Kebaikannya adalah, paduka tidak akan dimasyurkan

sebagai raja yang sampai hati membunuh saudara sendiri.

Sayalah yang akan melaksanakan perintah paduka.”

Page 103: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

89

P : „Baik Paman patih, bunuhlah kakangmas di tengah

hutan, dan sekaligus kuburkan saja di sana. Karena

keturunan bangsawan yang telah berdosa itu tidak layak

dikubur satu dengan para leluhur yang kita muliakan. Jika

sudah terlaksana nanti, laporlah engkau. Sekarang bawalah

saparo pasukan lengkap dengan senjatanya sebagai

pasukan kehormatan bagi kakangmas.‟

Kutipan menjelaskan mengenai persetujuan sang raja

terhadap usulan sang senopati. Kemudian sang Raja

memerintahkan sang senopati untuk membunuh dan

menguburkan sang pangeran di hutan, karena seorang pendosa

tidak pantas dimakamkan berdampingan dengan keluarga

kerajaan yang lain. Pernyataan ilokusi terwujud pada tutura “Iya

uwa patih, Kakangmas prabu sedanana ana ing alas bae, sarta

banjur sarekna ana ing kono pisan. Awit, trahing kusuma kang

wus nemu dosa ora kena tetunggalan lan para leluhure kang

minulya. Yen wis kelakon bae, sira anglapura. Serta angkatira

anggawa prajurit sagegamane, kang saparo minangka

pakurmataning lakune kakangmas” ilokusi tersebut terlihat

pada kata “Kakangmas prabu sedanana ana ing alas bae, sarta

banjur sarekna ana ing kono pisan” yaitu kata perintah untuk

membunuh di hutan dan menguburkannya di hutan.

4) P : “Uwa, sampun kados wanodya. Kula mawi katangisan

mindhakanenangi manah susah. Kula sampun lila ing

pejah kula, suwawi tumunten sampeyan lampahi

dhawuhipun yayi prabu.” (RT: 17)

MT :“Ananda, tentang kehendak kanjeng Sinuwun yang tidak

benar itu sudah kami bicarakan dengan teman-teman saya

Page 104: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

90

delapan orang menteri, dan sudah di capai kesepakatan

bulat, ananda tidak akan kami bunuh. Namun pergilah

ananda dari wilayah datulaya Tuban. Tunggulah

kehendak dewa atas ananda. Tadi saya menangis pilu

karena harus berpisah.”

Terjemahan:

P : „Paman, jangan menangis seperti perempuan. Jangan

menangis karena hanya akan menggugah perasaan susah.

Saya sudah merelakan nyawa saya. Silahkan, lakukanlah

perintah rayimas raja.‟

MT : “Ananda, tentang kehendak kanjeng Sinuwun yang tidak

benar itu sudah kami bicarakan dengan teman-teman

saya delapan orang menteri, dan sudah di capai

kesepakatan bulat, ananda tidak akan kami bunuh.

Namun pergilah ananda dari wilayah datulaya Tuban.

Tunggulah kehendak dewa atas ananda. Tadi saya

menangis pilu karena harus berpisah.”

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai pangeran yang

sudah ikhlas menerima keputusan dan hukuman yang telah

diputuskan. Ia telah menyerahkan semuanya kepada sang

senopati. Pernyataan tersebut diutarakan sang pangeran “Uwa,

sampun kados wanodya. Kula mawi katangisan

mindhakanenangi manah susah. Kula sampun lila ing pejah

kula, suwawi tumunten sampeyan lampahi dhawuhipun yayi

prabu.” Terlihat pada kata “sampun kados wanodya” agar

senopati berhenti menangis dan melaksanakan perintah sang

raja, yaitu menghukum sang pangeran seperti yang telah

diputuskan. Selain itu, sang pangeran juga mengharap agar

setelah selesai menghukumnya, sang senopati segera kembali ke

kerajaan dan melupakan kejadian saat itu.

Page 105: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

91

5) MT : “Lan malih, tega dhateng sirnaning sedherek.”

P : “Sang ayu, sampeyan sampun bela dhateng sang

pangeran. Awit sang pangeran boten siyos kulo sedani,

kula aturi kesah sapuruk-puruk.” (RT: 21)

Terjemahan:

MT : „Lagi pula, ia tega membunuh saudaranya.‟

P : „Sang ayu, janganlah anda bersedih terhadap

pangeran. sesungguhnya sang pangeran tidak saya

bunuh, saya persilahkan pergi sejauh-jauhnya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai sanggahan

Kyai Patih terhadap pernyataan sang putri. Ia menjelaskan

bahwa sang pangeran tidak dibunuh, akan tetapi dipersilakan

pergi meninggalkan daerah Tuban karena Kyai Patih tahu bahwa

sang pangeran tidak bersalah. Pernyataan “Sang ayu, sampeyan

sampun bela dhateng sang pangeran. Awit sang pangeran

boten siyos kulo sedani, kula aturi kesah sapuruk-puruk.”

tersebut mengandung maksud atau peritah agar sang putri

berhenti bersedih dan membela sang pangeran. Selain itu juga

agar sang putri berhenti menyalahkan sang raja, karena hal itu

dapat mencoreng nama baik kerajaan.

6) P : “Tutugna, ingsun milu nonton. Anjagohi, anakira.”

(RT: 31)

MT : “Sumangga.”

Terjemahan:

P :‟Teruskan saja, aku ikut menonton, dan menjagoi anakmu‟.

MT : „Silahkan.‟

Page 106: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

92

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sang raja akan

menonton permainan catur yang dilakukan oleh permaisuri dan

putrinya. Melalui pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa

“Tutugna, ingsun milu nonton. Anjagohi, anakira.” maksud dari

sang prabu menyuruh permaisurinya meneruskan permainan dan

beliau akan ikut menonto. Selain itu, beliau juga

menginformasikan bahwa beliau menjagokan putrinya. Dengan

demikian, sang prabu bermaksud agar putrinya lebih semangat

dalam permainan catur dan dapat mengalahkan sang permaisuri

agar membanggakan sang prabu yang telah menjagokannya.

7) P : “Elo, aja kuwi dhenok, sing kolakokake. Kuwi, lo.”

(RT: 31)

MT : “Boten, kanjeng rama. Sampun leres, punika badhe dipun

caplok.”

Terjemahan:

P : „Loh, jangan itu yang kau jalankan nak, itu saja.‟

MT : „Tidak ayah, yang ini sudah benar karena hendak

dimakan.‟

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sang prabu kurang

sependapat ketika sang putri menjalankan salah satu anak

caturnya. Beliau mengatakan “Elo, aja kuwi dhenok, sing

kolakokake. Kuwi, lo.” Perintah agar sang putri menjalankan

yang lainnya. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa

selain memberikan informasi, sang prabu juga bermaksud agar

Page 107: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

93

sang putri melakukan apa yang beliau sarankan, yaitu

menjalankan anak catur yang lainnya.

8) P : “Yayi, dialon. Iku, ana rine yen nyocok tangan lara.”

(RT: 37)

MT : “Ingsun arani sira isih ana ing omah, jebul wis menyang

patamanan golek kembang apa?”

Terjemahan:

P : “Hati-hatilah dinda, itu ada durinya, jika terkena tangan

sakit.”

MT : “Saya kira kalian masih di kamar, ternyata sudah menuju

ke taman mencari apa?”

Kutipan tersebut menceritakan ketika sang pangeran

dan istrinya tengah berada di taman. Ketika itu sang pangeran

melihat tanaman gadung yang tumbuh merambat di tanaman

bunga pacar, kemudian sang pangeran mengatakan “Yayi,

dialon. Iku, ana rine yen nyocok tangan lara.” pernyataan yang

mengadung perintah. Dari pernyataan di atas, dapat diketahui

bahwa maksud dari pernyataan sang pangeran adalah agar sang

putri berhati-hati dan menjauh dari tanaman gadung tersebut

yang dapat melukai tangan sang putri.

9) P : “Wong sing tunggu, becik konen padha sumingkir,

ana ingjaba bae.” (RT: 37)

MT : “Kawula, nuwun. Inggih dhateng sandika.”

Terjemahan:

P : “Orang-orang yang menunggu sebaiknya disuruh

menunggu di luar.”

MT : “Daulat tuanku, akan kami laksanakan.”

Page 108: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

94

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sang ratu

menginginkan para emban yang berada di taman menunggu di

luar. Pernyataan “Wong sing tunggu, becik konen padha

sumingkir, ana ingjaba bae.”mengandung maksud sang Raja

memerintahkan para emban untuk menunggu di luar supaya

tidak mengganggu pangeran dan istrinya dalam menjalin

pendekatan.

10) P : “Ayo, padha menyang kadhaton. Ingsun, lawas ora

maincatur karo sira.” (RT: 37)

MT : “Gusti, putra dalem yayi dewi, semunipun kados

sagedcatur.”

Terjemahan:

P : „Mari kita menuju ke purayagung. Sudah lama aku

tidak bermain catur denganmu.‟

MT : „Gusti, putra paduka rayimas Dewi tampaknya juga bisa

bermain catur.‟

Kutipan di atas menceritakan bahwa sang prabu

mengajak sang ratu, putri, dan pangeran menuju ke purayagung.

Pernyataan Ayo, padha menyang kadhaton. Ingsun, lawas ora

maincatur karo sira.”merupakan sebuah ajakan agar ketiganya

mengikuti sang prabu menuju purayagung. Beliau juga memiliki

maksud mengajak sang putri untuk bermain catur. Dari

pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa sang prabu memiliki

maksud agar sang ratu, putri, dan pangeran menuruti ajakannya.

Page 109: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

95

11) MT : “Boten dhik, kakangmas. Kanjeng rama punika,

naming ngumpak kemawon.”

P : “Mangsa, ingsun ngumpak. Mara pangeran, saiki salin

mungsuh. Bojonira, dibut ro, karo ingsun.”

Terjemahan:

MT : “Tidak demikian, Kakanda. Ayahanda hanya memuji

belaka saja.”

P : “Masa saya memuji. Cobalah kanjeng Pangeran.

Sekarang ganti lawan. Istrimu dilawan berdua

denganku.”

Pernyataan di atas menunjukan bahwa Sang raja

mengumpat dengan pujiannya itu. Kemudian disuruhlah Sang

Pangeran untuk melawannya berdua dengan Sang Raja. Hal ini

ditunjukan dengan ungkapan “Mangsa, ingsun ngumpak. Mara

pangeran, saiki salin mungsuh. Bojonira, dibut ro, karo

ingsun.” dengan harapan agar Sang panngeran melawan

bermain catur istrinya dan dilawan berdua dengannya.

12) P : “Tiyang sampean, ngawoni kemawon. Upami

sampeyan epeng, utawi sampun medal bedhat

sampeyan, kula amesthi kawon.”

MT : “Dikalahi piye, wong kringete nganti gumrobyos

mangkene kiyi, ngalahi.”

Terjemahan:

P :‟Semua itu karena anda selalu mengalah. Coba saja anda

bermain sungguh-sungguh, atau sudah mengeluarkan

kemampuan anda, saya pasti kalah.‟

MT : „Mengalahkan bagaimana? Lihatlah keringat ku sampai

bercucuran seperti ini, mengalahkan.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa sang putri

sebenarnya sama kemampuannya dengan Sang Pangeran.

Kemudian Sang putri menyuruh agar Sang Pangeran bermain

Page 110: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

96

dengan sungguh-sungguh. Hal ini di tujukan agar Sang Pangeran

melakukan tindakan atau reaksi seperti apa yang di inginkan

Sang putri, yaitu dirinya mau membangkitkan segala

kemampuan yang dimilikinya.

13) P : “Gusti, kawula boten saged antun kaliyan putra

tuwan, pun wayi. Paduka sareng kalebetna ing

kuburipun.”

MT : (Ananging paduka mboten kerot kancing, mboten saged

ngandika)

Terjemahan:

P : “Gusti, saya tidak mau ditinggal putra paduka si Wayi.

Ikutkanlah saya ke dalam kuburnya.”

MT : (Namun sang raja tidak bergeming sedikitpun, tidak punya

kata-kata lagi)

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Sang Pangeran

telah ditinggal mati istrinya yang meninggal pada saat

melahirkan anaknya. Sang pangeran merasa dirinya tidak bisa di

tinggal pergi oleh istrinya. Maka Sang Pangeran menyuruh Sang

Baginda Raja “Gusti, kawula boten saged antun kaliyan putra

tuwan, pun wayi. Paduka sareng kalebetna ing kuburipun.”

agar menyusulkan dirinya menuju alam baka bersama istrinya.

Pernyataan ini dilontarkan oleh Sang Pangeran agar Sang

Baginda Raja melakukan tindakan seperti apa yang diharapkan

Sang Pangeran. Daya pengaruhnya yaitu berada pada pernyataan

yang menyatakan perintah agar Sang Pangeran disusulkan

kepada Sang Putri yang telah meninggal.

Page 111: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

97

14) MT : “Kula lare saking nagari Tuban, nama kula pun

Udakawimba. Pisowan kula badhe adherek ngaos wonten

ing riki.”

P : “Thole, mengko bubar ngaji, kowe meluwa aku bae.

Taopeni ana ing omahku nyambiya angon kebo, pangonku

kurang siji.”

Terjemahan:

MT : „Saya berasal dari datulaya Tuban, nama saya

Udakawimba. Maksud kedatangannya ialah ingin turut

belajar mengaji di sini.‟

P : „Nak, nanti sehabis mengaji ikutlah saya saja. Kebetulan

aku masih membutuhkan seorang penggembala.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa situasi pada saat

itu sedang berlangsung kegiatan mengaji, sedangkan

Udakawimba masih berada di luar dan belum mengikuti

kegiatan mengaji. Kemudian Ki Buyut Wulusan memerintahkan

“Thole, mengko bubar ngaji, kowe meluwa aku bae. Taopeni

ana ing omahku nyambiya angon kebo, pangonku kurang siji.”

kepada Udakawimba agar Udakawimba nanti mau mengikutinya

pulang dan mau bekerja sebagai penggembala.

15) P : “Pangulu, si Udakawimba tajaluk ngedhegana ing

ngarepanku kareben ngaji kitab. Karo arep tak wuruki,

pasehing pangajine.”

MT : “Kula sumangga.”

Terjemahan:

P :“Pangulu, si Udakawimba kuminta berdiri di

hadapanku supaya membaca kitab. Dan akan ku ajari

agar bisa mengaji dengan fasih.”

MT : “Saya laksanakan.”

Page 112: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

98

Pernyataan di atas menujukkan bahwa pada saat itu Si

Udakawimba sudah mengikuti kegiatan mengaji berkali-kali.

Kemudian disuruhnya Pengulu untuk memanggil Udakawimba

ke hadapannya. Pernyataan Ki Buyut “Pangulu, si Udakawimba

tajaluk ngedhegana ing ngarepanku kareben ngaji kitab. Karo

arep tak wuruki, pasehing pangajine.” merupakan perintah agar

pangulu melakukan tindakan atas apa yang dikatakan Ki Buyut.

16) P : “Coba ngger, nyatakna kawruhmu iku. Amesti aku

lan kowe dadi wong misuwur.”

MT : “Punika boten kenging kasatmata ing sanes, rama.

Kedhah mawi salad kajat wonten ing redi nawung kalayan

ijen. Mwnawi kepareng rana namung narima anampeni

saking kula sacekapipun karsa sampeyan, sarta kajeng

kula. Nanging manawi kepareng rama sampun manoeni

kajeng kula anggen kula badhe anwedalaken wragad

kathah, angerjakaken dhukuh ing Sumbereja.”

Terjemahan:

P : „Cobalah nak, buktikan kemampuanmu itu. Pastilah aku

dan engkau akan menjadi orang yang masyur.‟

MT : „Ayah, pekerjaan itu tidak boleh dilihat oleh orang lain.

Dan harus melakukan sholat hajad seorang diri. Jika ayah

memperkenankan, cukuplah ayah menerima dari saya

sesuai dengan kehendak ayah. Daripada itu pun saya

memohon, hendaknya ayah tidak menghalangi keinginan

saya untuk mengeluarkan biaya besar guna membangun

desa Sumbereja.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa pada saat itu

Udakawimba dan Ki Buyut sedang merencanakan pembangunan

desa dengan menggunakan penjualan emas yang ditemukan di

gua dalam jurang dan akan diambil oleh Udakawimba. Saat itu

Ki Buyut menyuruh Udakawimba “Coba ngger, nyatakna

Page 113: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

99

kawruhmu iku. Amesti aku lan kowe dadi wong misuwur.”

membuktikan kesanggupannya membangun desa. Perintah dari

Ki Buyut adalah sebuah ungkapan untuk membangkitkan

semangat Udakawimba dan melaksanakan kesanggupannya

membangun desa.

17) P : “Iya ngger. Aku bakal nurut ing sakarepmu. Nanging

nyatakna kandhamu iku. Dadi ora kaya caturane wong

ngimpi.”

MT : “Mangke dalu kula wangsul nenepi, enjing kula wangsul

abekta kasagahan kula wau.”

Terjemahan:

P : “Iya nak. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Akan

tetapi buktikan dulu ucapanmu itu agar tidak seperti

igauan orang mimpi belaka.”

MT : “Nanti malam saya akan menyepi lagi. Pagi harinya saya

akan membawa kembali dan membuktikan kesanggupan

saya.”

Pernyataan di atas menunjukan bahwa pada saat itu

Udakawimba mohon ijin untuk mengambil harta karun.

Kemudian Ki Buyut menyuruh Udakawimba “Iya ngger. Aku

bakal nurut ing sakarepmu. Nanging nyatakna kandhamu iku.

Dadi ora kaya caturane wong ngimpi.” membuktikan kata-

katanya agar tidak seperti mimpi saja. Harapan dari ungkapan

Ki Buyut adalah agar Udakawimba segera bergegas dan

melaksanakan apa yang menjadi kehendak Udakawimba.

Page 114: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

100

18) MT : “Rama, punika sampun kula kawekani serta kula boten

wangwang dhateng kasekten sang prabu. Angaben

wuleting kulit atosing balung. Tuwin pamasanging

biyuha panengkeping satru, kula boten badhe wingwrin

utawi mundur sajangkah.”

P : “Ngger, aku ora liwat among adongakake katekane apa

sasedyamu. Kejaba iku ngger, sarehning kowe isih

Imaban sarta wis mangsa rabi, apa ora prayoga kowe

nganggo garwa? Miliha anake para rangga, demang,

ngabehi. Ndi kang kosenengi, mengko takdhodhoge

lawange takrewangi suku-jaja atekan janggut karo

pamananmu si pangulu, olehku arep rabekake marang

kowe.” (RT: 96)

Terjemahan:

MT : “Ayah, hal itu juga sudah saya pikirkan masak-masak. Dan

saya pun tidak cemas menghadapi kesaktian baginda,

mengadu cerkasnya kulit dan kerasnya tulang. Demikian

pun dalam siasat perang untuk menjebak dan menangkap

musuh. Saya tidak merasa gentar dan mundur

selangkah.”

P : “Anakku, aku hanya turut berdoa semoga cita-citamu

terwujud. Selain dari itu, apakah tidak sebaiknya engkau

beristri? Pilihlah diantara para anak rangga, demang,

ngabehi. Mana yang engkau inginkan, pasti akan ku

lamarkan untukmu. Apapun akan ku usahakan bersama

pamanmu ki pengulu. Demi niatku mencarikan istri

untukmu.”

Kutipan di atas menjelaskan mengenai doa yang

dipanjatkan oleh Kyai Ageng. Selain itu Kyai Ageng juga

menyarankan agar Udakawimba menikah, sehingga sah ketika ia

bergelar seorang raja. Ia berkata “Ngger, aku ora liwat among

adongakake katekane apa sasedyamu. Kejaba iku ngger,

sarehning kowe isih Imaban sarta wis mangsa rabi, apa ora

prayoga kowe nganggo garwa? Miliha anake para rangga,

demang, ngabehi. Ndi kang kosenengi, mengko takdhodhoge

lawange takrewangi suku-jaja atekan janggut karo pamananmu

Page 115: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

101

si pangulu, olehku arep rabekake marang kowe.” Kyai Ageng

bermaksud agar Udakawimba segera menikah sebagai syarat

untuk mengesahkan Udakawimba sebagai seorang raja. Selain

bermaksud untuk segera menikahkan Udakawimba, Kyai Ageng

juga bermaksud agar Udakawimba dapat diresmikan dengan

segera sebagai raja di padukuhan Sumbereja.

19) P : “Raden, apa kang pinikir maneh? Yen wis dhasar Dadi

kencenging karepmu, aku wis anglilakake adhimu Rara

Sendhang koemong dhewe. Ming, aku titip yen ora ana

kangone bae, aja kosiya-siya. Ulihna marang aku. Awit

bocah ugungan, cilik mula ora mambu ajar.” (RT: 97)

MT :“Rama, kula boten cipta karma, namung badhe ngemong

yayi Sendhang ing salami-laminipun.”

Terjemahan:

P : „Raden, tak usah berpikir yang bukan-bukan. Jika memang

telah menjadi kebulatan tekadmu, aku pun telah

merelakan adikmu, Rara Sendhang kau jadikan istri.

Namun aku ingin berpesan jika sudah tak memiliki

kegunaan, pulangkan saja, jangan kau

sengsarakan.Sebab dia itu anak manja yang sejak kecil

tidak pernah dikerasi.‟

MT : „Ayah, saya tidak berniat kawin kecuali hendak menjaga

dan merawat dik Sendhang untuk selama-lamanya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Kyai Ageng

menyataka persetujuan atas permintaan Udakawimba yang ingin

meminang Rara Sendhang, anak dari Kyai Ageng sendiri. Kyai

Ageng juga berpesan “Raden, apa kang pinikir maneh? Yen wis

dhasar Dadi kencenging karepmu, aku wis anglilakake adhimu

Rara Sendhang koemong dhewe. Ming, aku titip yen ora ana

kangone bae, aja kosiya-siya. Ulihna marang aku. Awit bocah

Page 116: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

102

ugungan, cilik mula ora mambu ajar.” agar menjaga Rara

Sendhang dan mengembalikan Rara Sendhang jika Udakawimba

sudah tidak mau bersamanya lagi. Dari pernyataan Kyai Ageng

di atas, dapat diketahui bahwa Kyai Ageng mengizinkan dan

memberi restu kepada Udakawimba untuk menikahi adik

angkatnya sendiri. Selain itu, Kyai Ageng bermaksud agar

mereka segara melangsungkan pernikahan, sehingga

Udakawimba juga akan cepat diangkat menjadi raja.

20) P : “Mara jupuken.” (RT: 124)

MT : “Kawula nuwun, inggih sandika.”

Terjemahan:

P : „Ambilah segera‟

MT : „Daulat hamba, hamba laksanakan.‟

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Dewi Wayi

hendak melihat gendhaga milik Rara Sendhang dulu. Melalui

pernyataan “Mara jupuken.”, ia memerintah Ki Wulusan untuk

mengambilnya. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa

maksud dari Dewi Wayi adalah agar Ki Wulusan melakukan

tindakan yang diperintahkan, yaitu mengambil gendhaga yang

ditemukan bersama Rara Sendhang dulu.

Page 117: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

103

c. Tindak Tutur Perlokusi

1) P : “Kulup sakarone gerahingsun kaya wus ora waluya

dening usada. Ingsun bakal tumeka ing pati, sira

sakarone dibecik sapungkuringsun.” (RT: 3)

MT : „(Sang pengeran tansah sami tarocosan amargi sang

prabu seda).‟

Terjemahan:

P :„Anak-anakku sakitku sepertinya sudah tidak bisa

disembuhkan oleh apapun. Aku akan datang pada

kematian, Kalian berdua yang rukun sepeninggalku.‟

MT : (Sang pangeran menangis karena kepergian sang prabu).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Prabu Sindupati

sudah tua. Ia mengalami sakit yang tak kunjung sembuh. Ketika

ia hampir tiba masa pengangkatan dirinya ke alam baka, dirinya

berpesan“Kulup sakarone gerahingsun kaya wus ora waluya

dening usada. Ingsun bakal tumeka ing pati, sira sakarone

dibecik sapungkuringsun.” kepada anak dan istrinya agar

hidup rukun. Kemudian setelah menyampaikan pesanya

tersebut, Prabu Sindupati mangkat. Jelaslah bahwa “Ingsun

bakal tumeka ing pati, sira sakarone dibecik

sapungkuringsun.” tuturan tersebut merupakan perintah agar

anak-anak dan keluarganya tidak saling bermusuhan setelah

sepeninggalnya. Jika dilihat dari maknanya, tuturan tersebut

mengandung daya pengaruh pada lawan tuturnya, di mana lawan

tutur merasa sedih akan kehilangan sang raja.

Page 118: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

104

2) P : “Gusti, kawula rumaos begja karawuhan ratu

turuning dewa, badhe aparing nugraha dhumateng

kawula. Kawula kamipurun, ngaturaken kasugengan

paduka saha raka paduka sang pangeran. Sembah

kawula, konjuk ing pada paduka sang binathara.”

(RT: 6)

MT : “Paman, banget tarimaningsun. Sira, apa padha basuki?”

Terjemahan:

P : „Gusti, hamba merasa beruntung atas hadirnya raja yang

diturunkan dewa, hendak memberi karunia kepada

hamba. Hamba ingin mengucapkan selamat kepada

paduka serta kakangmas paduka sang pangeran. Sembah hamba, hanya untuk paduka sang penguasa.‟

MT : Terima kasih, paman. Apakah anda semua sehat?‟

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kyai Umbul

menyatakan selamat atas diangkatnya raja baru yang di turunkan

oleh dewa, dan mengucapkan selamat datang pada kehidupan

yang baru sebagai raja. Pernyataan Kyai Umbul “Gusti, kawula

rumaos begja karawuhan ratu turuning dewa, badhe aparing

nugraha dhumateng kawula. Kawula kamipurun, ngaturaken

kasugengan paduka saha raka paduka sang pangeran.

Sembah kawula, konjuk ing pada paduka sang binathara.”

menunjukan bahwa Kyai Umbul menyatakan suatu ungkapan

“badhe aparing nugraha dhumateng kawula. Kawula

kamipurun, ngaturaken kasugengan paduka saha raka

paduka sang pangeran” yang memberi efek pada diri lawan

tuturnya yaitu rasa senang dengan ucapan Kyai Umbul. Hal ini

di tunjukan dengan adanya jawaban dari raja yang mengucapkan

terima kasih atas ucapan Kyai Umbul.

Page 119: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

105

3) P : “Gusti, kados prayogi boten prayogi raka apaduka

dipunsedani wonten ing wana supados boten

kadenangan ing para abdi kathah. Ical sawuripun,

wantala paduka kolu nyedani sedherek.Kawula

piyambak ingkang badhe anglampahi dhawuhe paduka

wau.” (RT: 14)

MT : “Iya uwa patih, Kakangmas prabu sedanana ana ing alas

bae, sarta banjur sarekna ana ing kono pisan. Awit,

trahing kusuma kang wus nemu dosa ora kena

tetunggalan lan para leluhure kang minulya. Yen wis

kelakon bae, sira anglapura. Serta angkatira anggawa

prajurit sagegamane, kang saparo minangka

pakurmataning lakune kakangmas.”

Terjemahan:

P : „Gusti, rasanya lebih baik jika kakangmas dibunuh di

hutan saja agar tidak diketahui oleh rakyat banyak. Kebaikannya adalah, paduka tidak akan dimasyurkan

sebagai raja yang sampai hati membunuh saudara sendiri.

Sayalah yang akan melaksanakan perintah paduka.‟

MT : „Baik, uwa patih, bunuhlah kakangmas di tengah hutan,

dan sekaligus kuburkan saja di sana. Karena keturunan

bangsawan yang telah berdosa itu tidak layak dikubur satu

dengan para leluhur yang kita muliakan. Jika sudah

terlaksana nanti, laporlah engkau. Sekarang bawalah

separuh pasukan lengkap dengan senjatanya sebagai

pasukan kehormatan bagi kakangmas.

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai respon dari

sang senopati terhadap perintah sang raja untuk membunuh sang

pangeran. Ia menyarankan “Gusti, kados prayogi boten prayogi

raka apaduka dipunsedani wonten ing wana supados boten

kadenangan ing para abdi kathah. Ical sawuripun, wantala

paduka kolu nyedani sedherek.Kawula piyambak ingkang badhe

anglampahi dhawuhe paduka wau.” agar membunuh sang

pangeran di hutan dengan maksud memberi tahu bahwa

tindakan sang raja adalah tidak benar. Selain itu, sang senopati

Page 120: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

106

berharap agar sang raja sadar akan perbuatannya dan

mengurungkan niatnya untuk membunuh sang pangeran.

4) P : “Uwa, punapa sampeyan kalentu tampi ing atur kula.

Mokal kula punika boten pisan maoni.Agengipun

mrengkang saking wisesaning nagari ingkang

katindakaken dhumateng uwa. Namung, kula nuwun

sumerep dununging kalepatan kula, sarta punapa

sampun leresipun dhumawah ing ukum pati?” (RT: 16)

MT : “Benjing bilih sampun dumugi ing enggen pangisasan,

putra kula, badhe sumerep kalepatan ingkang

kapitakenaken ing putra kula wau. Sapunika dereng

mangsanipun, sarta putra kula badhe boten amastani

lepat ing panindak kula.”

Terjemahan:

P : „Uwa, apakah anda salah paham dengan pertanyaan saya?

Tampaknya seperti mustahil sekali. Jika saya hendak

memberontak kekuasaan negara yang uwa jalankan.

Akan tetapi, saya ingin tahu, apa sebenarnya kesalahan

saya, dan juga apakah sudah tepat dijatuhkan hukuman

mati?‟

MT : „Nanti jika telah sampai di tempat pelaksanaan hukuman

anda akan mengetahui kesalahan yang anda tanyakan

tadi. Sekarang belum tiba waktunya. Dan nanti, pasti

anda tidak akan menyalahkan tindakan saya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai kesadaran sang

pangeran bahwa sang senopati sedang salah paham kepadanya.

Ia tidak percaya dengan keputusan yang dijatuhkan. Pernyataan

“Uwa, punapa sampeyan kalentu tampi ing atur kula. Mokal

kula punika boten pisan maoni.Agengipun mrengkang saking

wisesaning nagari ingkang katindakaken dhumateng uwa.

Namung, kula nuwun sumerep dununging kalepatan kula, sarta

punapa sampun leresipun dhumawah ing ukum

Page 121: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

107

pati?”dilontarkan sang pangeran untuk mengetahui

kebenarannya dan mengharap agar Sang Uwa memberi

hukuman yang setimpal pada kesalahan yang sebenarnya telah

dilakukan Sang pangeran jika memang benar Sang Pangeran

telah melakukan kesalahan. Harapan dari pernyataan tersebut

juga memiliki makna agar Sang Uwa memberikan respon

keperwiraanya pada keadilan dalam menentukan hukuman

sesuai dengan kebenaran.

5) P : “Kados pundi dene putri adi trahing pandita teka

nindakaken pandamel rajapati ingkang ngeres-eresi

mekaten?” (RT: 20)

MT : “Lan malih, tega dhateng sirnaning sedherek.”

Terjemahan:

P : „Bagaimana mungkin seorang putri dari seorang pendeta

dapat melakukan pembunuhan yang memilukan ini?‟

MT : „Lagi pula, ia tega membunuh saudaranya.‟

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai kejadian

dimana sang dewi menusukkan patramnya kepada sang raja.

Kejadian itu diketahui oleh Kyai Patih. Kemudian Kyai Patih

melontarkan pertanyaan “Kados pundi dene putri adi trahing

pandita teka nindakaken pandamel rajapati ingkang ngeres-

eresi mekaten?”. Pertanyaan yang dilontarkan mengandung

maksud memastikan bahwa Endang sendirilah yang

menusukkan patram tersebut. Selain itu juga merupakan sindiran

yang membandingkan profesi ayahnya dengan kelakuan buruk

Page 122: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

108

sang putri tersebut. Kyai Patih mengharapkan bukan sang putri

pelakunya dan menunjukkan bahwa kejadian tersebut

merupakan kesalahan besar.

6) P : “Pangeran, kalawan dhanganing atinira, sarta

Condhong sira bakal ingsun pundhut mantu dhewe.”

(RT: 30)

MT : “Gusti, pepundhen kawula. Ratu pituruning dewa,

ingkang abdi boten nyana kadawahan rembulan ing

praja Banyubiru.”

Terjemahan:

P : „Pangeran, jika tidak berberat hati, dan juga setuju engkau

akan aku angkat menjadi menantuku.‟

MT : „Gusti junjungan hamba, raja yang diturunkan dewa.

Sesungguhnya hamba tidak menduga sama sekali akan

kejatuhan bulan di Banyubiru.‟

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai niat sang prabu

untuk mengangkat sang adipati menjadi menantunya. Dari

pernyataan “Pangeran, kalawan dhanganing atinira, sarta

Condhong sira bakal ingsun pundhut mantu dhewe.” dapat

diketahui bahwa sang prabu tertarik kepada sang adipati dan

hendak menjadikannya menantu. Pernyataan “bakal ingsun

pundhut mantu dhewe” memberikan pengaruh rasa bahagia,

dan pengaruh kepada sang adipati agar mau menerima

penjodohan tersebut.

Page 123: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

109

7) P : “Duh gusti retnaning pura, ingkang abdhi kamipurun

anuwilaganda. Punapa kalilan, awawan sabda.

Sanadyan Gusti kula, boten sotah ningali. Sok ugi

naming karsa anandika kemawon, dadosa

pamurunging brangta mangarang. Sampun pinten

laminipun, anggen kula suwita wonten ing riki angentosi

prentahing kartika saking ing langit ingkang kados

warna andika. Ing dinten punika, kartika wau rentah

wonten ing pangkon kula. Punapa kula boten kalilan

angela-ela.” (RT: 35)

MT : “Pangeran, sampeyan sampun sanget-sanget anoraga

dhumateng kula. Kula dede rare alit. Sarehing

karsanipun kanjeng rama sarta ibu-suri, kula

kapatedhakaken dhateng ingkang sarira dados garwa.

Dados kula kapeksa suwita dhateng tiyang ingkang

dereng nate kula wanuhi. Sarta limrahipun laki

pamisesanipun dhateng ing rabi angungkuli

pamisesaning bapa-biyung dhateng ing anak. Sapinten

awratipun manah kula, pancena amarentah dados

kaparentah.”

Terjemahan:

P : „Duhai gusti permata hati, hambamu memberanikan diri

mempererat hubungan. Sudikah jika, saling berbcakap-

cakap. Walaupun gustiku, tidak sudi meliha.Dan juga

hanya bersedia berbicara saja, sudah menjadi penawar

rindu.Sudah sekian lama hamba mengabdi di sini

menunggu perintah bintang dari langit yang berwujud

anda. Hari ini bintang itu runtuh di pangkuan hamba.

Tidakkah hamba mendapat perkenan untuk memujinya?‟

MT : „Kanjeng Pangeran, anda tidak usah terlalu merendahkan

diri di hadapan saya. Saya bukan anak kecil.Karena

sudah dikehendaki ayah-bunda, bahwa saya telah

diserahkan kepada anda sebagai istri, maka terpaksalah

saya mengabdi kepada orang yang belum saya kenal.

Lagi pula biasanya penguasaan seorang suami melebihi

penguasaan ayah-bunda terhadap anak. Dapat

dibayangkan betapa hati saya, yang seharusnya

memerintah jadi diperintah.‟

Page 124: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

110

Kutipan di atas menceritakan ketika sang pangeran

sedang bercengkrama dengan sang putri. Kemudian sang

pangeran berusaha memuji dan merayu sang putri dengan “Duh

gusti retnaning pura, ingkang abdhi kamipurun anuwilaganda.

Punapa kalilan, awawan sabda. Sanadyan Gusti kula, boten

sotah ningali. Sok ugi naming karsa anandika kemawon,

dadosa pamurunging brangta mangarang. Sampun pinten

laminipun, anggen kula suwita wonten ing riki angentosi

prentahing kartika saking ing langit ingkang kados warna

andika. Ing dinten punika, kartika wau rentah wonten ing

pangkon kula. Punapa kula boten kalilan angela-ela”. Dari

tersebut dapat diketahui bahwa maksud dari sang pangeran

adalah melakukan pendekatan kepada sang putri. Selain itu,

pangeran juga ingin meluluhkan hati sang putri. Pernyataan

“Sok ugi naming karsa anandika kemawon, dadosa

pamurunging brangta mangarang” dilontarkan sang pangeran

dengan harapan agar sang putri luluh dan jatuh dalam pelukan

sang pangeran.

8) MT : “Duh gusti retnaning pura, ingkang abdhi kamipurun

anuwilaganda. Punapa kalilan, awawan sabda.Sanadyan

Gusti kula, boten sotah ningali.Sok ugi naming karsa

anandika kemawon, dadosa pamurunging brangta

mangarang. Sampun pinten laminipun, anggen kula

suwita wonten ing riki angentosi prentahing kartika

saking ing langit ingkang kados warna andika. Ing

Page 125: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

111

dinten punika, kartika wau rentah wonten ing pangkon

kula. Punapa kula boten kalilan angela-ela.”

P : “Pangeran, sampeyan sampun sanget-sanget anoraga

dhumateng kula. Kula dede rare alit. Sarehing

karsanipun kanjeng rama sarta ibu-suri, kula

kapatedhakaken dhateng ingkang sarira dados garwa.

Dados kula kapeksa suwita dhateng tiyang ingkang

dereng nate kula wanuhi. Sarta limrahipun laki

pamisesanipun dhateng ing rabi angungkuli

pamisesaning bapa-biyung dhateng ing anak. Sapinten

awratipun manah kula, pancena amarentah dados

kaparentah.” (RT: 35)

Terjemahan:

MT : „Duhai gusti permata hati, hambamu memberanikn diri

mempererat hubungan. Bolehkah hamba memulai

pembicaraan. Walaupun gustiku tidak sudi melihat, asal

mau bercakap-cakap, rasanya sudah menjadi penawar

rindu. Sudah sekian lama hamba mengabdi di sini

menunggu perintah bintang dari langit yang berwujud

anda. Hari ini bintang itu runtuh di pangkuan hamba.

Tidakkah hamba mendapat perkenan untuk memujinya?‟

P : „Kanjeng Pangeran, anda tidak usah terlalu

merendahkan diri di hadapan saya. Saya bukan anak

kecil. Karena sudah dikehendaki ayah-bunda, bahwa

saya telah diserahkan kepada anda sebagai istri, maka

terpaksalah saya mengabdi kepada orang yang belum

saya kenal. Lagi pula biasanya penguasaan seorang

suami melebihi penguasaan ayah-bunda terhadap anak.

Dapat dibayangkan betapa hati saya, yang seharusnya

memerintah jadi diperintah.‟

Kutipan di atas menjelaskan mengenai jawaban sang

putri atas rayuan yang ditujukan kepadanya. Sang putri telah

menyatakan bahwa “Pangeran, sampeyan sampun sanget-

sanget anoraga dhumateng kula. Kula dede rare alit. Sarehing

karsanipun kanjeng rama sarta ibu-suri, kula kapatedhakaken

dhateng ingkang sarira dados garwa. Dados kula kapeksa

suwita dhateng tiyang ingkang dereng nate kula wanuhi. Sarta

Page 126: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

112

limrahipun laki pamisesanipun dhateng ing rabi angungkuli

pamisesaning bapa-biyung dhateng ing anak. Sapinten

awratipun manah kula, pancena amarentah dados kaparentah.”

Ia juga menyatakan bahwa “sampeyan sampun sanget-sanget

anoraga dhumateng kula. Kula dede rare alit” ia patuh kepada

sang suami, karena hak suami terhadap istri melebihi hak orang

tua terhadap anaknya. Pernyataan tersebut dilontarkannya

dengan maksud untuk mengetahui sifat yang dimiliki sang

pangeran, serta digunakannya sebagai sarana untuk menguji

penguasaan diri pangeran secara tidak langsung.

9) MT : “Ayo, padha menyang kadhaton. Ingsun, lawas ora

Main catur karo sira.”

P : “Gusti, putra dalem yayi dewi, semunipun kados saged

catur.” (RT: 37)

Terjemahan:

MT : „Mari kita kembali ke purayagung. Sudah lama aku tidak

bermain catur denganmu.‟

P : „Gusti, putra paduka rayimas Dewi tampaknya juga bisa

bermain catur.‟

Kutipan tersebut menjelaskan mengenai pengetahuan

sang pangeran terhadap sang putri yang bisa bermain catur.

Pernyataan “Gusti, putra dalem yayi dewi, semunipun kados

saged catur.” dilontarkan sang pangeran untuk mengetahui

kebenaran dari pernyataannya. Selain itu, sang pangeran juga

berharap bahwa yang akan bermain catur dengan sang putri

Page 127: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

113

adalah dirinya, bukan sang prabu. Dari pernyataan tersebut

dapat diketahui bahwa sang pangeran memiliki maksud ingin

mencoba kemampuan sang putri dalam bermain catur. Hal ini

akan menimbulkan efek pada sang raja untuk mempersilahkan

bermain, dan efek pada sang putri bahwa sang putri merasa

tertantang.

10) P : “Yayi, aku wis kalah temenan. Wis ora wani memung-

suhankaro kowe maneh. Kaluhuran, dhawuhake

kanjeng rama.”

MT :“Tiyang sampean, ngawoni kemawon. Upami sampeyan

epeng, utawi sampun medal bedhat sampeyan, kula

amesthi kawon.”

Terjemahan:

P : „Dinda, aku sudah benar-benar kalah. Sudah tidak berani

melawanmu lagi. Ternyata yang dikatakan ayahanda

benar.‟

MT : „Semua itu karena anda selalu mengalah. Coba saja anda

bermain sungguh-sungguh, atau sudah mengeluarkan

kemampuan anda, saya pasti kalah.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa sang pangeran

menyatakan kekalahanya. Pernyataan “Yayi, aku wis kalah

temenan. Wis ora wani memungsuhan karo kowe maneh.

Kaluhuran, dhawuhake kanjeng rama.”ditujukan agar sang

putri menyudahi permainan catur yang sudah dilaksanannya

berkali-kali tanpa ada kemenangan yang didapat oleh Sang

Pangeran. Selain itu, tuturan tersebut mengandung makna bahwa

Sang Pangeran mengakui kepandaian yang di miliki oleh Sang

Page 128: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

114

Putri. Sehingga Sang Putri mau memaklumi kemampuan yang

dimiliki Sang Pangeran.

11) P : “Dikalahi piye, wong kringete nganti gumrobyos

mangkene iki, ngalahi.” (RT:

MT : “Menawi sumuk?”

Terjemahan:

P : “Mengalahkan bagaimana? Lihatlah keringat ku sampai

bercucuran seperti ini, mengalahkan.”

MT : “Barangkali sumuk?”

Pernyataan di atas menunjukan bahwa Sang Pengeran

sudah memperlihatkan kekalahan dirinya yang sudah tidak

memiliki cara lagi untuk menghadapi Sang Putri. Makna yang

terkandung dalam “Dikalahi piye, wong kringete nganti

gumrobyos mangkene iki, ngalahi.” terlihat hanya sebuah

lontaran tuturan belaka, namun tuturan tersebut mengandung arti

bahwa dengan memperlihatkan keringat yang bercucuran pada

dirinya merupakan suatu tanda bahwa dirinya telah

mengerahkan segala kemampuan yang ada pada dirinya.

12) MT: “Kakangmas adipati wonten ing pundi, saha anak kula

punapa gesang?”

P : “Bojonira mulih marang Tuban. Mengko ingsun utusan

nimbali. Dene anakira labuh marang bengawan.”

(RT: 49)

Page 129: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

115

Terjemahan:

MT : „Kakangmas Adipati ada di mana? Dan juga anak saya

apakah masih hidup‟

P : „Suamimu kembali ke Tuban. Nanti aku kirimkan

utusan untuk memanggilnya. Sedangkan anakmu aku

labuhkan ke bengawan.‟

Pernyataan di atas merupakan wujud penyampaian

informasi di mana pada saat itu Kanjeng Rara Wayi

menanyakan keberadaan Sang Pangeran dan bayinya. Baginda

Raja memberitahu bahwa Sang pangeran sudah kembali ke

datulaya Tuban, sedangkan anaknya sudah dibuangnya ke

sungai. Kemudian Baginda Raja juga memberitahukan bahwa

“Bojonira mulih marang Tuban. Mengko ingsun utusan

nimbali. Dene anakira labuh marang bengawan.” nanti akan

diutuskan nayaka kerajaan untuk menyusul Sang Pangeran agar

kembali ke Banyubiru. Tuturan “Mengko ingsun utusan

nimbali” mempunyai daya pengaruh pada lawan tuturnya agar

tidak mencari-carinya lagi, dan juga agar merasa tenang dengan

di utusnya utusan untuk menjemput sang pangeran.

13) MT : “Coba ngger, nyatakna kawruhmu iku. Amesti aku lan

kowedadi wong misuwur.”

P : “Punika boten kenging kasatmata ing sanes, rama.

Kedhah mawi salad kajat wonten ing redi nawung

kalayan ijen. Menawi kepareng rana namung narima

anampeni saking kula sacekapipun karsa sampeyan,

sarta kajeng kula. Nanging manawi kepareng rama

sampun manoeni kajeng kula anggen kula badhe

anwedalaken wragad kathah, angerjakaken dhukuh ing

Sumbereja.”

Page 130: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

116

Terjemahan:

MT : „Cobalah nak, buktikan kemampuanmu itu. Pastilah aku

dan engkau akan menjadi orang yang masyur.

P : „Hal itu tidak boleh dilihat oleh orang lain. Harus

melakukan sholat hajad seorang diri. Jika

diperkenankan berangkat, cukuplah ayah menerima

dari saya sesuai dengan kehendak anda, dan juga

semapu saya. Akan tetapi jika diperbolehkan ayah tidak

menghalangi keinginan saya untuk mengeluarkan biaya

besar, guna membangun desa di sumbereja ini.‟

Pernyataan di atas menunjukan bahwa saat itu

Udakawimba akan mengambil harta karun berupa emas yang

berada di dalam gua. Udakawimba menyampaikan bahwa

“Punika boten kenging kasatmata ing sanes, rama. Kedhah

mawi salad kajat wonten ing redi nawung kalayan ijen.

Menawi kepareng rana namung narima anampeni saking kula

sacekapipun karsa sampeyan, sarta kajeng kula. Nanging

manawi kepareng rama sampun manoeni kajeng kula anggen

kula badhe anwedalaken wragad kathah, angerjakaken dhukuh

ing Sumbereja” yaitu pelaksanaanya harus dilaksanakan seorang

diri dan harus sholat hajat dalam keadaan sepia tau khusuk.

Maka dari itu, Udakawimba menyatakan permintaanya agar

sang ayah tidak ikut dalam proses pengambilan harta karun

tersebut. Makna yag terkandung dalam ungkapan Udakawimba

adalah permohonan ijin dari Ki Buyut agar merestui

perjalanannya dan semoga diberinya keselamatan.

Page 131: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

117

14) MT : “Raden, aku pitakon marang kowe. Saiki apa kang

kokarepake? Nungkul apa ora?”

P : “Kawula nuwun gusti. Ingkang abdi angaturaken pejah

gesang, menawi kenging mugi kaabdekna.” (RT: 122)

Terjemahan:

MT : „Raden, aku bertanya kepadamu. Sekarang apa yang kau

kehendaki? Menyerah atau tidak?‟

P : „Sembah hamba gusti. Hamba menyerahkan hidup mati,

apabila di ijinkan, mohon di terima sebagai abdi.‟

Kutipan tersebut merupakan pernyataan Udakawimba

yang menyatakan bahwa ia siap mengabdi pada Dewi Wayi.

Pernyataan “Kawula nuwun gusti. Ingkang abdi angaturaken

pejah gesang, menawi kenging mugi kaabdekna.”

menunjukkan bahwa Udakawimba menyerah. Selain itu, melalui

pernyataannya tersebut, ia bermaksud meminta maaf atas segala

perbuatan yang telah dilakukannya.

2. Maksim yang Terdapat dalam Novel Rangsang Tuban Karya

Padmasusastra

a. Prinsip Kerjasama

1) Maksim Kuantitas

(a) MT : “sumuk? Ngisin-isin”

P :“boten” (RT: 100-101)

Terjemahan:

MT : “gerah? Mengejek ternyata”

P : “tidak”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa keadaan

pada saat itu sang pangeran sudah mengalami kekalahan

Page 132: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

118

dalam bermain catur. Sang pangeran harus berfikir keras

hingga tubuhnya mengeluarkan banyak keringat. Namun

pada saat itu ternyata malah diejek oleh sang putri wayi. Sang

putri menyangkal bahwa dirinya tidak mengejeknya. Sang

putri menjawab dengan jawaban secukupnya yang

menunjukan bahwa dirinya tidak mengejek. Dalam tuturan

tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut memiliki ikatan

atau kerja sama dalam arti memberikan jawaban yang sesuai

dengan pernyataan, namun jabawan yang diberikan adalah

jawaban yang tidak berkepanjangan atau seperlunya saja.

(b) MT : “Tutugna, ingsun milu nonton. Anjagohi,

anakira.”

P : “Sumangga.” (RT: 31)

Terjemahan:

MT : „Teruskan saja, aku ikut menonton, dan menjagoi

anakmu.‟

P : „Silahkan.‟

Konteks tuturan di atas adalah ketika Raja

Hertambang mencari permaisuri dan putrinya, yang

kemudian ditemukannya di puri dan tengah bermain catur.

Sang raja mengutarakan maksud pencariannya, kemudian

beliau memerintahkan permaisuri dan putrinya untuk terus

melanjutkan permainan catur. Sang permaisuri pun menjawab

dengan kata “sumangga”. Dari kutipan tuturan di atas dapat

Page 133: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

119

diketahui bahwa telah terjadi maksim kuantitas, dimana

penutur menjawab pernyataan mitra tutur dengan jawaban

secukupnya.

2) Maksim Kualitas

(a) MT : “Inggih rama, amargi saking kathahipun pada-

melan ingkang kula kajengaken, sarta kedah kula

leresaken piyambak. Ing mangke saking pangestu

sampeyan prasasat sampun rampung aparipurna.”

P : “Sukur ngger. Nanging pangrungu ku, gonmu

yasa omah angimba-imba kadhaton sarta beteng

samono ambane iku, apa ora nuwuhake dukane

sang ratu ing Tuban? Ginalih, yen kowe sumedya

balela ing ratu?” (RT: 96)

Terjemahan:

MT :„Benar ayah, karena banyak sekali pekerjaan yang

saya rencanakan, dan harus saya sendiri yang

menyelesaikan. Berkat restu anda ini, boleh

dikatakan selesai seluruhnya.‟

P : „Benar ayah, karena banyak sekali pekerjaan yang

saya rencanakan, dan harus saya sendiri yang

menyelesaikan. Berkat restu anda ini, boleh

dikatakan selesai seluruhnya.‟

Konteks tuturan di atas adalah ketika sang ayah

menanyakan kepada sang pangeran alasan ia jarang

berkunjung ke rumah. Pangeran menjawab dan menjelaskan

alasan mengapa ia jarang berkunjung ke rumah, selain itu

pangeran juga menyatakan rasa terima kasihnya karena restu

yang sudah diberikan oleh ayahnya sehingga ia dapat

menyelesaikan pekerjaannya. Dalam kutipan tuturan di atas

terjadi maksim kualitas, yaitu tututan yang bermaksud

menjelaskan kenyataan yang terjadi beserta dengan buktinya.

Page 134: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

120

(b) MT : “Rama, punika sampun kula kawekani serta

kula boten wangwang dhateng kasekten sang

prabu. Angaben wuleting kulit atosing

balung.Tuwin pamasanging biyuha panengkeping

satru, kula boten badhe wingwrin utawi mundur

sajangkah.”

P :“Ngger, aku ora liwat among adongakake katekane

apa sasedyamu. Kejaba iku ngger, sarehning

kowe isih Imaban sarta wis mangsa rabi, apa ora

prayoga kowe nganggo garwa? Miliha anake

para rangga, demang, ngabehi.Ndi kang

kosenengi, mengko takdhodhoge lawange

takrewangi suku-jaja atekan janggut karo

pamananmu si pangulu, olehku arep rabekake

marang kowe.” (RT: 96)

Terjemahan:

MT :„Ayah, hal itu juga sudah saya pikirkan masak-

masak. Dan saya pun tidak cemas menghadapi

kesaktian baginda, mengadu cerkasnya kulit dan

kerasnya tulang. Demikian pun dalam siasat perang

untuk menjebak dan menangkap musuh.Saya tidak

merasa gentar dan mundur selangkah.‟

P : „Anakku, aku hanya turut berdoa semoga cita-

citamu terwujud. Selain dari itu, apakah tidak

sebaiknya engkau beristri? Pilihlah diantara para

anak rangga, demang, ngabehi. Mana yang engkau

inginkan, pasti akan ku lamarkan untukmu.

Apapun akan ku usahakan bersama pamanmu ki

pengulu. Demi niatku mencarikan istri untukmu.‟

Konteks tuturan di atas adalah ketika sang ayah

menanyakan keputusan pangeran untuk membangun desa

yang begitu megah. Ia takut jika keputusan yang diambil

putranya adalah kesalahan besar yang dapat memicu

peperangan dengan negara Tuban. Akan tetapi sang pangeran

menjawab dengan pasti bahwa ia sudah memikirkan semua

hal yang akan terjadi. Kemudian sang ayah pun hanya bisa

menasihati sang pangeran agar ia terus menegakkan

Page 135: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

121

kebenaran. Dari tuturan di atas dapat diketahui bahwa tuturan

tersebut mengandung maksim kualitas. Maksim tersebut

terkandung dalam pernyataan sang ayah yang menasihati

putranya.

3) Maksim Relevansi

MT : “Kepriye engger? Kang kagawe milawan

mungsuh ratu abanda-bandu misuwur

kaprawirane.”

P : “Rama, punika sampun kula kawekani serta kula

boten wangwang dhateng kasekten sang prabu.

Angaben wuleting kulit atosing balung.Tuwin

pamasanging biyuha panengkeping satru, kula

boten badhe wingwrin utawi mundur

sajangkah.” (RT: 96)

Terjemahan:

MT : „Bagaimana nak? Apa yang kau andalkan untuk

melawan raja yang kaya dan masyur

keprawiraanya?‟

P : „Ayah, hal itu juga sudah saya pikirkan masak-

masak. Dan saya pun tidak cemas menghadapi

kesaktian baginda, mengadu cerkasnya kulit dan

kerasnya tulang. Demikian pun dalam siasat

perang untuk menjebak dan menangkap musuh.

Saya tidak merasa gentar dan mundur selangkah.‟

Konteks tuturan tersebut adalah ketika sang ayah

menanyakan kesiapan putranya untuk menghadapi

kemungkinan serangan dari negara Tuban. Sang anak

menjawab agar ayahnya tidak usah memikirkan hal tersebut.

Dari pernyataan di atas, terkandung maksim relevansi yang

terletak pada jawaban sang anak. Sekilas jawaban tersebut

nampak tidak ada hubungannya dengan pertanyaan sang

Page 136: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

122

ayah. Akan tetapi jika ditelusuri lebih dalam jawaban sang

anak berhubungan dengan pertanyaan ayahnya. Tuturan

tersebut memenuhi syarat maksim relevansi, karena antara

pertanyaan dan jawaban memiliki hubungan, meski

hubungannya secara tersirat.

4) Maksim Pelaksanaan / Cara

MT : “Mangke dalu kula wangsul nenepi, enjing kula

wangsul abekta kasagahan kula wau.”

P : “Ngger, kowe lan aku bakal misuwur sugih saka

rajabrana peparinging Allah. Aku kang bakal

anglebur mas iki sarta adadekake dandanan

kang akeh pangajine.” (RT: 92)

Terjemahan:

MT : „Nanti malam saya akan menyepi lagi. Pagi harinya

saya akan membawa kembali dan membuktikan

kesanggupan saya.‟

P : „Anakku, kita akan menjadi mulya karena

mendapat harta dan anugerah Allah. Akulah yang

akan melebur emas ini dan kemudian akan

menjadikannya perhiasan yang besar nilainya.‟

Konteks tuturan di atas adalah ketika sang anak

menjelaskan rencana-rencana yang akan dia laksanakan.

Kemudian sang ayah juga mengutarakan maksudnya untuk

melaksanakan beberapa hal yang telah ia rencanakan agar ia

dan anaknya menjadi orang yang kaya raya. Pernyataan sang

ayah di sini merupakan maksim pelaksanaan atau cara,

dimana di dalamnya terkandung bagaimana suatu hal

dilakukan.

Page 137: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

123

b. Prinsip Kesopanan

1) Maksim Kebijaksanaan

(a) MT : “Kawula nuwun gusti, saking pangestu paduka,

basuki.”

P : “Paman umbul, pun Rara Wresti sampeyan

dhawuhi marang ing ngarsanipun yayi prabu.

Nunggila bibi, wonten ing ngriki. Ngarah

punapa sadherek piyambak, yayi prabu dereng

nate uninga dhateng warnane yayi wresti.” (RT:

6)

Terjemahan:

MT : „Hamba gusti. Atas restu paduka, sehat.‟

P : „Paman Umbul, perintahkanlah kepada Kanjeng

Mas Ayu Rara Wresti supaya menghadap rayimas

Sri Narendra Prabu. Datanglah bersama bibi

kemari.Tak mengapa karena semua masih

saudara sendiri, dan rayimas Sri Narendra Prabu

belum pernah melihat rayimas Wresti.‟

Konteks tuturan dari dialog di atas adalah ketika

sang raja menanyakan kabar dari Ki Umbul. Ki Umbul

menjawab bahwa keadaannya sehat. Kemudian sang

pangeran meminta Ki Umbul untuk memanggil Dewi Wresti

agar keluar dan memperkenalkan diri kepada sang raja.

Pernyataan yang dilontarkan oleh sang pangeran merupakan

maksim kebijaksanaan, dimana ia memiliki tujuan agar sang

raja mengenal calon istrinya dan agar silaturahmi tetap

berjalan.

Page 138: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

124

(b) MT : “Uwa, pa sira mlakuwa dhewe marang wurang-

kan, kakangmas warihkusuma sedanana. awit,

ingsun wis midhangetaken terang saka ature

abdiningsun kekasih, yen kakangmas cidra ing

janji. Malik tingal, sumedya balela marang

panjenenganingsun.Lumakua, saiki dikebat.”

P : “Gusti, kados prayogi boten prayogi raka

apaduka dipun sedani wonten ing wana supados

boten kadenangan ing para abdi kathah. Ical

sawuripun, wantala paduka kolu nyedani

sedherek.Kawula piyambak ingkang badhe

anglampahi dhawuhe paduka wau.”(RT: 6)

Terjemahan:

MT : „Paman patih, pergilah engkau ke penjara lalu

bunuhlah kakangmas Warihkusuma. Karena saya

sudah mendengar jelas dari abdi kekasih saya

bahwa kakang mas ingkar janji. Sikapnya

berubah, dan hendak berniat melakukan

pemberontakan melawan kekuasaanku.Pergilah

segera!‟

P : „Gusti, rasanya lebih baik jika kakangmas dibunuh

di hutan saja agar tidak diketahui oleh rakyat

banyak. Kebaikannya adalah, paduka tidak akan

dimasyurkan sebagai raja yang sampai hati

membunuh saudara sendiri. Sayalah yang akan

melaksanakan perintah paduka.‟

Konteks tuturan di atas adalah saat sang raja

memerintahkan patihnya untuk pergi ke penjara dan

membunuh kakaknya yang dituduh telah ingkar janji kepada

kekasihnya. Kemudian sang patih menjawabnya dengan

memberikan saran agar sang kakak tidak dibunuh di dalam

penjara kerajaan. Sang patih menyarankan hal tersebut untuk

menyelamatkan nama baik kerajaan dan memiliki maksud

menyelamatkan sang kakak. Jawaban sang patih di atas

memenuhi syarat maksim kebijaksanaan, dimana ia

Page 139: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

125

memikirkan kebaikan dari segala hal. Sang patih rela

berbohong agar sang raja tidak mengetahui apa yang akan

dilakukan sang patih di hutan. Hal tersebut selain

menguntungkan sang raja, juga menguntungkan kakak dari

sang raja.

2) Maksim Penerimaan

MT : “Saupama dudu dewa, ratu kang paring pitulung

marang sira?”

P : “Saestunipun, pantes mawi tetebusan pecating

nyawa sarta wutahing rah kawula.” (RT: 30)

Terjemahan:

MT : „Misalkan bukan dewa, melainkan raja yang

memberi pertolongan kepadamu, bagaimana?‟

P : „Sudah sepantasnya hamba tebus dengan nyawa

dan tumpah darahnya hamba.‟

Konteks dari tuturan di atas adalah ketika Raja Hertambang

hendak menjodohkan Pangeran Khalayak dengan putrinya.Beliau

berniat menguji dan mencari tahu sifat Pangeran Khalayak yang

sebenarnya. Ketika mendengar jawaban dari pangeran, raja pun

bertanya jika yang menolong pangeran bukanlah seorang dewa, maka

hal apa yang akan dilakukan oleh pangeran. Sang pangeran menjawab

bahwa ia akan menebus pertolongan tersebut dengan nyawanya. Dari

pernyataan pangeran, dapat diketahui bahwa terdapat maksim

penerimaan di dalamnya. Pangeran bermaksud mengucapkan rasa

terima kasihnya dan memuji orang yang akan menolongnya tersebut.

Page 140: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

126

3) Maksim Kemurahan

P : “Kados pundi dene putri adi trahing pandita teka

nindakaken pandamel rajapati ingkang ngeres-

eresi mekaten?” (RT: 20)

MT : “Lan malih, tega dhateng sirnaning sedherek.”

Terjemahan:

P : „Sang Kanjeng Mas Rara Dewi, bagaimana

mungkin seorang putri dari seorang pendeta dapat

melakukan pembunuhan yang memilukan?‟

MT : „Lagi pula, ia tega membunuh saudaranya.‟

Konteks dari tuturan tersebut adalah ketika sang

patih memergoki sang putri yang membunuh sang raja

dengan patramnya. Sang putri melakukannya karena ia tidak

terima calon suaminya diusir dan dibunuh oleh sang raja,

yang tidak lain adalah adik tirinya. Pernyataan dari sang patih

mengandung maksim kemurahan, dimana sang penutur

memaksimalkan rasa hormatnya kepada lawan tutur. Sang

patih berniat menyalahkan sang putri, akan tetapi ia masih

menghormatinya karena ia adalah seorang permaisuri raja.

4) Maksim Kerendahan Hati

MT : “Gusti, kawula rumaos begja karawuhan ratu

turning dewa, badhe aparing nugraha dhumateng

kawula. Kawula kamipurun, ngaturaken

kasugengan paduka saha raka paduka sang

pangeran. Sembah kawula, konjuk ing pada

paduka sang binathara.”

P : “Paman, banget tarimaningsun. Sira, apa padha

basuki?” (RT: 6)

Page 141: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

127

Terjemahan:

MT : „Gusti, hamba merasa beruntung karena hadirnya

raja keturunan dewa, hendak memberi karunia

kepada hamba. Hamba memberanikan diri

menyampaikan selamat kepada paduka serta

kakangmas paduka kanjeng pangeran.Hamba

menghaturkan sembah ke bawah duli paduka.‟

P : „Terima kasih, paman. Apakah anda semua sehat?‟

Konteks tuturan di atas adalah ketika Ki Umbul

kedatangan tamu dari kerajaan Tuban. Tamu tersebut terdiri

dari sang raja beserta kakaknya yang hendak

memperkenalkan calon istrinya kepada sang raja. Ki Umbul

menyambut dengan segala hormat kedatangan tamu kerajaan

tersebut. Kemudian sang raja menanggapi sambutan dari Ki

Umbul dan menanyakan keadaan Ki Umbul. Dari tuturan

sang raja dapat diketahui bahwa di dalamnya terkandung

maksim kerendahan hati. Tuturan tersebut menjelaskan

bahwa raja yang dihormati memaksimalkan pujian untuk Ki

Umbul dengan sekedar menanyakan kabar.

5) Maksim Kecocokan

MT : “Pangeran, kalawan dhanganing atinira, sarta

condhong sira bakal ingsun pundhut mantu

dhewe.”

P : “Gusti, pepundhen kawula. Ratu pituruning

dewa, ingkang abdi boten nyana kadawahan

rembulan ing praja banyubiru.” (RT: 30)

Terjemahan:

Page 142: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

128

MT : „Kanjeng Pangeran, jika tidak keberatan dan setuju,

engkau akan aku angkat menjadi menantuku.‟

P : „Gusti junjungan hamba, raja yang diturunkan

dewa. Sesungguhnya hamba tidak menduga sama

sekaliakan kejatuhan bulan di Banyubiru.‟

Konteks tuturan di atas adalah Raja Hertambang

mengutarakan maksudnya untuk mengangkat Pangeran

Khalayak menjadi menantunya. Kemudian sang pangeran

menanggapi permintaan sang raja tanpa mengurangi rasa

hormatnya kepada sang raja. Ia sangat gembira dengan kabar

tersebut dan dengan tenang mengatakan bahwa ia menyetujui

perjodohan tersebut. Tuturan di atas mengandung maksim

kecocokan, dimana sang pangeran setuju dan merasa cocok

dengan perjodohan yang diajukan oleh Raja Hertambang.

6) Maksim Kesimpatian

MT : “Uwa, sampun kados wanodya. Kula mawi katangisan

mindhak anenangi manah susah. Kula sampun lila ing

pejah kula, suwawi tumunten sampeyan lampahi

dhawuhipun yayi prabu.”

P : “Angger, prakawis karsanipun ingkang rayi sang prabu

ingkang boten leres punika kula sampun manah

akalian kanca kula nayaka wewolu. Sarta sampun

pinanggih ing pambudi, kentheling rembag putra kula

boten kasedanannamung kesaha saking

wewengkonipun nagari Tuban, angentosana karsaning

dewa ingkang dhumawah dhateng putra kula.Dene

tangis kula wau, kula kepeksa pepisahan.” (RT: 17)

Terjemahan:

Page 143: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

129

MT : „Uwa, jangan menangis seperti perempuan. Jangan

menangis karena hanya akan menggugah perasaan susah.

Saya sudah merelakan nyawa saya.Silahkan, lakukanlah

perintah rayimas raja.‟

P : „Ananda, tentang kehendak kanjeng Sinuwun yang tidak

benar itu sudah kami bicarakan dengan teman-teman

saya delapan orang menteri, dan sudah dicapai

kesepakatan bulat, ananda tidak akan kami bunuh.

Namun pergilah ananda dari wilayah datulaya

Tuban.Tunggulah kehendak dewa atas ananda.Tadi saya

menangis pilu karena harus berpisah.‟

Konteks tuturan di atas adalah ketika akan dibunuhnya sang

pangeran di tengah hutan. Sang patih pun menangis ketika melihat

sang pangeran. Sang pangeran telah ikhlas dan pasrah jika akan

dibunuh di tengah hutan tersebut. Ia pun meminta sang patih untuk

segera melaksanakan perintah sang raja untuk membunuhnya. Akan

tetapi sang patih menolak untuk membunuh sang pangeran. Ia pun

membicarakan rencana yang telah diambil oleh patih dan delapan

menteri untuk melepaskan sang pangeran yang tidak bersalah. Sang

patih menyuruh sang pangeran untuk pergi meninggalkan kerajaan

Tuban dan menjalankan kehidupannya. Dari uraian tersebut dapat

diketahui bahwa pernyataan yang dilontarkan oleh sang patih

mengandung maksim kesimpatian. Sang patih merasa simpati

dengan keadaan sang pangeran, dan melakukan tindakan yang

dianggapnya merupakan tindakan yangterbaik untuk menyelamatkan

sang pangeran.

Page 144: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

132

BAB V

PENUTUP

Bab terakhir dalam penelitian ini berisi mengenai: (a) simpulan dan (b)

saran. Simpulan menyajikan pokok temuan penelitian sebagai jawaban rumusan

masalah sebelumnya, saran memuat usulan peneliti terhadap pembaca khususnya

agar pembaca dapat memanfaatkan penelitian ini.

A. Simpulan

Berdasarkan beberapa uraian dan hasil pembahasan data yang telah

penulis sajikan, “Analisis Tindak Tutur Bahasa Jawa dalam Novel Rangsang

Tuban Karya Padmasusastra”, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan jenis tindak tutur dalam tuturan novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra yakni tindak tutur lokusi sebanyak 42 data tuturan, tindak

tutur ilokusi sebanyak 21 data tuturan, tindak tutur perlokusi sebanyak 17

data tuturan. Jenis tindak tutur yang paling banyak ditemui adalah tindak

tutur lokusi.

2. Jenis maksim yang digunakan dalam novel Rangsang Tuban karya

Padmasusastra pada prinsip kerjasama meliputi maksim kuantitas sebanyak 2

data tuturan, maksim kualitas sebanyak 2 data tuturan, maksim relevansi

sebanyak 1 data tuturan, dan maksim pelaksanaan sebanyak 1 data tuturan.

Prinsip kesopanan meliputi maksim kebijaksanaan sebanyak 2 data tuturan,

maksim penerimaan sebanyak 1 data tuturan, maksim kemurahan sebanyak 1

data tuturan, maksim kerendahan hati sebanyak 1 data tuturan, maksim

Page 145: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

133

kecocokan sebanyak 1 data tuturan, dan maksim kesimpatian sebanyak 1 data

tuturan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis memberikan saran sebagai

berikut.

1. Para peneliti bisa menggali lebih dalam tentang ilmu pragmatik dan berbagai

macam tindak tutur serta maksim yang digunakan dalam tuturan, karena

jumlah tindak tutur sangat banyak. Bagi penikmat pragmatik dapat meneliti

jenis tindak tutur dan maksim pada rubrik di novel yang lain, mengingat

rubrik dalam novel juga banyak terdapat fenomena kebahasaan yang menarik

untuk dijadikan bahan penelitian.

2. Penelitian tentang tindak tutur dan maksim dalam novel Rangsang Tuban

karya Padmasusastra ini merupakan salah satu penelitian yang hendaknya

bisa dianalisis lebih luas lagi dengan menggunakan pendekatan yang berbeda,

misalnya tindak tutur direktif yang terdapat dalam novel Rangsang Tuban.

Penulis berharap agar penelitian mendatang lebih mendalam dan berkualitas

demi pengetahuan mengenai penerapan berbagai jenis kajian dalam analisis

tindak tutur.

Page 146: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 147: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 148: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 149: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 150: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 151: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 152: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 153: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 154: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 155: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 156: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …
Page 157: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

135

Page 158: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

136

Page 159: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

137

Page 160: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

138

Page 161: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

139

Page 162: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

140

Page 163: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

141

Page 164: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

142

Page 165: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

143

Page 166: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

144

Page 167: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

145

Page 168: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

146

Page 169: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

147

Page 170: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

148

Page 171: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

149

Page 172: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

150

Page 173: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

151

Page 174: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

152

Page 175: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

153

Page 176: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

154

Page 177: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

155

Page 178: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

156

Page 179: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

157

Page 180: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

158

Page 181: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

159

Page 182: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

160

Page 183: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

161

Page 184: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

162

Page 185: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

163

Page 186: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

164

Page 187: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

165

Page 188: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

166

Page 189: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

167

Page 190: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

168

Page 191: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

169

Page 192: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

170

Page 193: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

171

Page 194: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

172

Page 195: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

173

Page 196: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

174

Page 197: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

175

Page 198: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

176

Page 199: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

177

Page 200: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

178

Page 201: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

179

Page 202: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

180

Page 203: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

181

Page 204: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

182

Page 205: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

183

Page 206: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

184

Page 207: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

185

Page 208: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

186

Page 209: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

187

Page 210: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

188

Page 211: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

189

Page 212: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

190

Page 213: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

191

Page 214: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

192

Page 215: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

193

Page 216: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

194

Page 217: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

195

Page 218: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

196

Page 219: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

197

Page 220: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

198

Page 221: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

199

Page 222: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

200

Page 223: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

201

Page 224: ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA JAWA DALAM NOVEL …

202