ANALISIS STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN SIFAT...
Transcript of ANALISIS STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN SIFAT...
ANALISIS STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN SIFAT
MAGNETIK POLIKRISTAL
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains
(S.Si)
PUTRANTO PRASETYO
NIM. 11140970000018
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2018 M
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN SIFAT
MAGNETIK POLIKRISTAL La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
PUTRANTO PRASETYO
NIM: 11140970000018
Menyetujui,
Pembimbing I,
Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si
NIP. 19770416 200501 2 008
Pembimbing II,
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
iii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Analisis Struktur Kristal, Morfologi, dan Sifat
Magnetik Polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3” yang ditulis oleh Putranto
Prasetyo dengan NIM 11140970000018 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam
sidang Munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Menyetujui,
Penguji I,
Dr. Ambran Hartono, M.SiNIP. 19710408 200212 1 002
Penguji II,
Dr. Sutrisno, M.Si NIP. 19590202 198203 1 005
Pembimbing I,
Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si
NIP. 19770416 200501 2 008
Pembimbing II,
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Dr. Agus Salim, M.Si
NIP. 19720816 199903 1 003
Ketua Program Studi Fisika
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya saya yang dibuat untuk memenuhi salah
satu persyaratan saya memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
24 Mei 2018 M
Jakarta,
8 Ramadhan 1439 H
Putranto Prasetyo
v
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (x = 0,3;
y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5; y = 0,1 ;0,2; 0,3) menggunakan metode sol-gel. Sampel
dikarakterisasi menggunakan XRD, SEM, dan VSM. Hasil Refinement pola XRD
menunjukan sampel dengan komposisi x = 0.3 memiliki fasa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-
yNiyO3 dengan struktur kristal Rhombohedral, sementara komposisi x = 0.5
memiliki fasa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 dengan struktur Rhombohedral dan fasa
La2O3 dengan struktur Hexagonal. Sampel La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (x = 0,3;
y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5; y = 0,1 ;0,2; 0,3) memiliki ukuran distribusi partikel
berorde nanometer berdasarkan hasil pengukuran oleh SEM. Dari kurva histerisis
menunjukan jika sampel dengan komposisi x = 0.3 merupakan material soft
magnetic dan peningkatan ion Ni+3 menurunkan nilai saturasi magnetik. Namun
sampel dengan komposisi x = 0.5 memiliki sifat diamagnetic karena terdapat fasa
La2O3.
Kata kunci: struktur kristal, morfologi, sifat magnetik, La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
vi
ABSTRACT
Polycrystalline La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (x = 0,3; y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5;
y = 0,1 ;0,2; 0,3) have been synthesized by sol-gel method. Samples had
characterized by XRD, SEM, and VSM. The result of refinement from XRD pattern
shown that samples with x = 0.3 had La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 with
Rhombohedral crystal structure, and samples with x = 0.5 had La0,7(Ba1-
xCax)0,3Mn1-yNiyO3 phase with Rhombohedral crystal structure and La2O3 phase
with Hexagonal crystal structure. All samples had nanometer distribution particle
size based on SEM measurement. Hysteresis loop shown that samples with x = 0.3
is soft magnetic material and increasing the Ni+3 ion caused decreasing magnetic
saturation value. Nevertheless samples with x = 0.5 is diamagnetic material because
have La2O3 phase.
Keywords: crystal structure, morphology, magnetization, La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-
yNiyO3
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan nikmat sehat,
nikmat ilmu, dan nikmat waktu kepada penulis, dan karena kehendak, kekuasaan
dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini yang berjudul
“Analisis Struktur Kristal, Morfologi, dan Sifat Magnetik Polikristal
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3” dengan baik, benar dan tepat waktu. Shalawat serta
salam selalu terhanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menuntun manusia
dari jalan yang gelap kepada jalan yang penuh keterangan.
Atas tersusunnya laporan tugas akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada beberapa pihak, antara lain:
1. Papa dan Mama tercinta, yang senantiasa mendoakan, memotivasi, dan
memberikan pelajaran penting didalam kehidupan ini.
2. Kakak dan adikku tercinta Satrio Tunggul Pratomo, Bramanto Setiawan,
dan Annisa Permata Sari atas motivasinya selama ini.
3. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku pembimbing I yang selalu
memberikan saran dan bimbingannya dalam penelitian dan dalam penulisan
laporan tugas akhir ini.
4. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku pembimbing II dan Kepala Program Studi
Fisika yang selalu membimbing dalam penulisan laporan tugas akhir ini.
5. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Ambran Hartono, M.Si selaku penguji I, dan Bapak Dr. Sutrisno,
M.Si selaku penguji II.
7. Ikhwan Nur Rahman, S.Si yang membantu penulis dalam mensintesis
sampel.
8. Bapak Priambodo, S.Si dan Ryan Ryzaldi, M.Si yang membantu penulis
dalam menganalisa grafik XRD.
viii
9. Teman-teman Fisika angkatan 2014 khususnya teman-teman Fisika
Material yang selalu menemani dan memberikan penulis ide-ide dalam
penulisan ini. Terkhususkan Tedi, Husain, Rio, dan Alvin.
10. Pihak-pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu tetapi sangat berperan
dalam lahirnya laporan tugas akhir ini.
Penulis menyadari penyusunan laporan tugas akhir ini tidak mungkin luput
dari kesalahan karenanya penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca, dan penulis berharap agar penelitian ini dapat dikembangkan dengan
apa yang sudah dilakukan oleh penulis. Diskusi dan Kritik serta saran yang
membangun dari pembaca dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik
penulis, [email protected]. Penulis berharap agar tulisan laporan tugas
akhir ini bermanfaat kepada pembaca.
Jakarta 8 Januari 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii
PENGESAHAN UJIAN ........................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 5
x
BAB II ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1 Perovskite Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat ............................. 7
2.1.1 Perovskite ........................................................................................ 7
2.1.2 Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat .................................. 8
2.2 Metode Sol-Gel .......................................................................................... 11
2.3 Karakterisasi Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat ....................... 13
2.3.1 X-Ray Diffraction (XRD) .............................................................. 13
2.3.2 Scanning Electron Microscope (SEM) ......................................... 17
2.3.3 Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ...................................... 20
BAB III ................................................................................................................. 24
METODE EKSPERIMEN .................................................................................... 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 24
3.3 Diagram Alur Penelitian ............................................................................ 27
3.4 Prosedur Eksperimen ................................................................................. 28
3.4.1 Persamaan Stoikiometri dan Komposisi Bahan ............................ 28
3.4.2 Sintesis La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 ............................................ 31
3.4.3 Kalsinasi ........................................................................................ 32
3.4.4 Sintering ........................................................................................ 32
xi
3.5 Karakterisasi .............................................................................................. 33
3.5.1 X-Ray Diffraction (XRD) .............................................................. 33
3.5.2 Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray
Spectroscopy (SEM-EDX) ............................................................. 34
3.5.3 Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ...................................... 34
BAB IV ................................................................................................................. 36
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 36
4.1 Hasil karakterisasi X-Ray Diffraction La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(x = 0,3; y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5; y = 0,1 ;0,2; 0,3) ................................ 36
4.2 Hasil karakterisasi Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive
X-Ray Spectroscopy La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (x = 0,3; y = 0,1 ; 0,2;
0,3 ,x = 0,5; y = 0,1 ; 0,2; 0,3). .................................................................. 41
4.3 Hasil karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer La0,7(Ba1xCax)0,3
Mn1-yNiyO3 (x = 0,3; y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5; y = 0,1 ;0,2; 0,3) ............. 47
BAB V ................................................................................................................... 49
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 49
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 49
5.2 Saran .......................................................................................................... 50
DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 58
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Komposisi masing-masing doping pada Lantanum Manganat ............ 29
Tabel 3.2. Ukuran komposisi masing-masing prekusor ........................................ 31
Tabel 4.1. Parameter struktur dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 ......... 38
Tabel 4.2. Parameter struktur dari polikristal La2O3 ............................................. 38
Tabel 4.3. Ukuran kristal dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 ................ 40
Tabel 4.4. Rata-Rata ukuran partikel dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yO3...44
Tabel 4.5. Perbandingan komposisi sampel real dan teori dari polikristal La0,7
(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 ........................................................................ 46
Tabel 4.6. Nilai saturasi magnetik dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 . 48
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Perovskite ABO3.................................................................. 8
Gambar 2.2 Pengaruh doping dengan atom kecil (a) dan dengan atom besar (c)..9
Gambar 2.3 Tipe sifat magnetik yang dapat terjadi dengan mencampurkan Mn+3
dan Mn+4 ........................................................................................... 10
Gambar 2.4 Skema sederhana proses sol-gel ....................................................... 12
Gambar 2.5 Proses pemancaran energi kuantum (X-Ray) .................................... 14
Gambar 2.6 Proses terjadinya difraksi pada kristal .............................................. 14
Gambar 2.7 Skema susunan alat karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) ............ 15
Gambar 2.8 Grafik XRD dari La0,65Ca0,35-xBaxMnO3 (0,00 ≤ 𝑥 ≤ 0,25) ............ 16
Gambar 2.9 Grafik XRD dari polikristalin La0,7Ba0,3NixMn1-xO3 (a) x = 0
(b) x = 0.1 (c) x = 0.2 (d) x = 0.3 ...................................................... 16
Gambar 2.10 Skema cara kerja Scanning Electron Microscope (SEM) .............. 17
Gambar 2.11 Diagram skema dari Scanning Electron Microscope (SEM) ......... 18
Gambar 2.12 Level energi dan kemungkinan transisi energi yang diemisikan .... 19
Gambar 2.13 Gambar morfologi dari La0,7Ba0,3NixMn1-xO3 (a) x = 0 (b) x = 0.1
(c) x = 0.2 (d) x = 0.3 ...................................................................... 19
Gambar 2.14 Skema Vibrating Sample Magnetometer (1) Loudspeaker
transducter, (2) Conical paper cup support, (3) Drinking straw,
xiv
(4) Magnet permanen referensi, (5) Sampel, (6) Reference coils,
(7) Sample coil (8) Magnet poles (9) Metal container ........................ 20
Gambar 2.15 Kurva Hysterisis ............................................................................. 21
Gambar 2.16 Kurva hysteresis La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 ........................................ 22
Gambar 2.17 Kurva hysteresis LBMO40, LCMO40,dan LSMO40..................... 22
Gambar 3.1 (a) La2O3, (b) Ba(NO3)2, (c) Amonia Solution, (d) Mn(NO3)2 .
4 H2O, (e) Ca(NO3)2 .4H2O, (f) Ni(NO3)2 .6 H2O ............................. 25
Gambar 3.2 (a) Furnace, (b) Hot Plate, (c) Crusible ............................................ 26
Gambar 3.3 X-Ray Diffraction (XRD) ................................................................. 33
Gambar 3.4 Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray
Spectroscopy (SEM-EDX) ................................................................ 34
Gambar 3.5 Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ......................................... 35
Gambar 4.1 Grafik XRD dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3
(d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5; y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3 .............. 36
Gambar 4.2 Grafik hubungan Volume – Konsentrasi doping y pada La0,7(Ba1-
xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (a) x = 0.3 (b) x = 0.5 .. ..................................... 39
Gambar 4.3 Grafik hubungan jarak Mn-O – Konsentrasi doping y pada La0,7
(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (a) x = 0.3 (b) x = 0.5 ................................................. 39
xv
Gambar 4.4 Visualisasi dari polikristalin (a) La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(b) La2O3 ........................................................................................... 41
Gambar 4.5 Morfologi dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3
(d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5; y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3 ...................... 42
Gambar 4.6 Ukuran rata-rata distribusi partikel dari polikristalin La0,7(Ba1x
Cax)0,3Mn1-yNiyO3 (a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2
(c) x = 0.3; y = 0.3 (d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5; y = 0.2
(f) x = 0.5; y = 0.3 ..................................................................................................................... 43
Gambar 4.7 Grafik hasil EDX dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3
(d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5; y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3 ...................... 45
Gambar 4.8 Kurva hysteresis dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3
(d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5; y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3 ...................... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan manusia terhadap teknologi semakin
meningkat, dengan peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan
mengembangkan suatu material agar dapat diaplikasikan pada teknologi
tersebut. Adapun untuk merekayasa material yaitu dengan cara mendoping
dengan unsur lain ataupun dengan menggabungkan material satu dengan
material yang lainnya. Material yang banyak direkayasa saat ini, yaitu
manganite perovskite.
Manganite perovskite banyak direkayasa karena perubahan subtitusi
unsur sangat berpengaruh pada struktur kristal, keadaan spin dan transport
elektronnya dibandingkan dengan pengaruh lainnya [1]–[3], sehingga
manganite perovskite dapat diaplikasikan secara luas. Dimana manganite
perovskite memiliki rumus kimia Re1-xAxMn1-yByO3 dengan Re adalah logam
tanah jarang, A adalah alkali dengan bilangan valensi 2 (dua) dan B adalah
logam transisi [4], [5].
Logam oksida golongan transisi sudah sejak lama menjadi objek
pengembangan riset didalam manganite perovskite karena menunjukan
sesuatu sifat yang menarik dan penelitian masih belum sempurna memahami
tentang struktur, sifat magnet, dan sifat kelistrikannya [6], [7]. Salah satunya
adalah logam mangan (Mn) dengan doping logam transisi lainnya. Logam
mangan pada manganite perovskite sangat menarik, dalam sifat
2
magnetoresistansi dan sifat magnetokaloriknya. Dimana magnetoresistansi
adalah variasi dari resistansi listrik terhadap medan magnet yang biasa
diaplikasikan pada penyimpanan data [7], [8] sedangkan magnetokalorik
adalah perubahan kalor pada material terhadap medan magnet, dan
mendoping logam mangan dengan menggunakan nikel akan mengurangi sifat
kemagnetannya dan meningkatkan resistansinya [9].
Adapun pada penelitian ini digunakan ion logam tanah jarang La+3
(Lanthanum) dan ion atom divalent yang digunakan yaitu ion Ba+2 (Barium)
dan ion Ca+2 (Kalsium), serta ion logam transisi yang digunakan untuk
mendoping ion Mn+3 (Mangan) yaitu ion Ni+3 (Nikel). Penggunaan ion logam
tanah jarang La+3 (Lanthanum) karena lanthanum manganat memiliki potensi
untuk menjadi sensor magnetoresistance dimasa yang akan datang. Dimana,
material ini menunjukan sifat magnetoresistance yang sangat besar dan
temperatur kerja yang luas serta keadaan ferromagnetic dapat diatur dengan
cara mengatur spin dari atom mangannya [8]. Mengatur spin dari atom
mangan didalam lanthanum manganat yaitu dengan cara mendoping ion La+3
menggunakan ion divalent seperti Ca+2 dan Ba+2 [4]. Aplikasi manganite
perovskite bukan hanya sebagai kandidat untuk material penyimpanan data
saja, tetapi juga merupakan kandidat untuk magnetic refrigeration, magnetic
switches, magnetic sensor [5], [6], sedangkan mendoping ion Mn+3
menggunakan ion Ni+3 akan membuat material lanthanum manganat ini
menjadi kandidat bahan penyerap gelombang mikro seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Sitti et al [9].
3
Proses pembuatan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
kimia basah yaitu metode sol-gel. Metode kimia basah ini sangat
menguntungkan dibandingkan dengan membuat sampel menggunakan
metode keadaan padat (solid state reaction). Karena pada metode solid state
membutuhkan temperatur yang tinggi untuk mencapai kehomogenitasan dari
sampel, waktu pembuatan yang lama, serta membutuhkan banyak bahan
prekusor, sedangkan pada metode sol-gel sangat berlawanan dari metode
solid state. Temperatur untuk mencapai homogenitas dari sampel yang
rendah, waktu pembuatannya yang cepat, menggunakan bahan prekusor yang
sesuai dengan perhitungan stoikiometri dan satu yang sangat menarik yaitu
menghasilkan material dengan skala nanometer [6].
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, permasalahan dalam
penelitian ini adalah
1. Apakah terdapat perbedaan struktur dan morfologi dengan semakin
banyaknya doping pada La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3. Dengan variasi
doping x = 0,3; 0,5 dan y = 0,1; 0,2; 0,3 pada masing-masing variasi
doping sebesar x ?
2. Bagaimana sifat kemagnetan dari sampel La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Dengan variasi doping x = 0,3; 0,5 dan y = 0,1; 0,2; 0,3 pada masing-
masing variasi doping sebesar x?
4
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Metode sintesis sampel menggunakan metode sol-gel.
2. Sampel La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 dilakukan variasi doping dengan
komposisi doping x = 0,3; 0,5 dan y = 0,1 ;0,2; 0,3 pada masing-masing
variasi doping sebesar x.
3. Prekursor yang digunakan adalah prekursor pro analisis.
4. Analisa struktur dan morfologi dari sampel La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
dengan variasi doping dianalisa dari hasil karakterisasi X-Ray Diffraction
(XRD), dan Scanning Electron Microscope (SEM).
5. Sifat kemagnetan dari sampel La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 dengan
variasi doping dianalisa dari grafik hysteresis masing-masing sampel
hasil karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer (VSM).
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa struktur kristalin,
morfologi dan sifat kemagnetan dari La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 seiring
dengan bertambahnya komposisi doping.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan hasil analisa struktur
kristalin, morfologi, dan sifat kemagnetan dari La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
dengan variasi doping. Sehingga diperoleh komposisi yang optimum untuk
diaplikasikan secara luas.
5
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini, penulis membaginya
menjadi 5 (lima) bab antara lain
1. Pendahuluan
Pada bab ini penulis mengutarakan beberapa topik, yaitu latar belakang
penelitian, permasalahan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
2. Tinjauan Pustaka
Pada bab ini penulis mengutarakan teori-teori yang menjadi landasan
teori bagi penulis dalam melakukan penelitian, antara lain Perovskite
Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat, metode sol-gel, dan proses-
proses yang perlu dipaparkan landasan literaturnya.
3. Metode Eksperimen
Pada bab ini penulis menggambarkan gambaran umum proses penelitian
yang dilakukan penulis serta membuat daftar keperluan yang digunakan
untuk menunjang proses penelitian.
4. Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini penulis mengutarakan data-data yang dihasilkan dari
karakterisasi pada sampel dan ditelaah dengan teori yang ada yang
bersumber dari berbagai referensi seperti jurnal-jurnal penelitian yang
sudah ada, dan buku.
6
5. Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini penulis menguraikan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan dengan menyertakan saran tentang penelitian yang telah
dilakukan agar penelitian dapat dikembangkan lebih lanjut dimasa yang
akan datang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perovskite Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat
2.1.1 Perovskite
Perovskite adalah sebuah nama kelompok struktur dari beberapa
mineral [10]. Perovskite memiliki rumus kimia ABO3 [11], [12] dimana A
merepresentasikan 12 koordinasi kation, sedangkan B merepresentasikan 6
koordinasi kation [13], [14]. Umumnya pada struktur perovskite ini basis
atom A terdiri atas atom-atom tanah jarang seperti (La, Pr, Nd, Sm) dan/atau
alkali tanah seperti (Sr, Ca, Ba) dan posisi atom B adalah logam golongan
transisi seperti (Fe, Co, Ni, Mn, Cr, Cu, V) [14].
Struktur perovskite ini memiliki kerangka yang kestabilannya sangat
baik sehingga dapat disubtitusi parsial pada site A dan/atau site B, sehingga
rumus kimia struktur perovskite ini berubah dari ABO3 umumnya menjadi
(AxA’1-x)(ByB’1-y)O3 [13]. Struktur perovskite juga memiliki beberapa group
kristal bravais yaitu kubik, tetragonal, orthorombik, rhombohedral [15].
Perovskite memiliki aplikasi yang sangat luas yaitu menjadi high K
kapasitor, piezoelektrik, insulator, highest melting point product, konduktor
metalik, katalis, super konduktor, dan giant magnetoresistance [10].
8
Gambar 2.1. Struktur Perovskite ABO3. [16].
2.1.2 Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat
Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat (LBCNM) merupakan
bagian dari kelompok struktur kristal perovskite [17], [18] dengan memiliki
struktur umum Re1-xAxMn1-yByO3.
Struktur ini berasal dari struktur awal perovskite yaitu ABO3 tetapi
karena kristal perovskite memiliki kestabilan yang sangat baik maka kristal
perovskite ABO3 dapat didoping pada site A dengan atom tanah jarang
dan/atau atom dengan valensi 2 (dua), sedangkan pada site B dapat didoping
dengan atom pada golongan transisi [13], [19]. Adapun didalam penelitian ini
site A menggunakan ion La+3 sebagai logam tanah jarang, dan ion divalennya
9
adalah Ba+2 dan Ca+2, sedangkan untuk logam transisinya menggunakan ion
Mn+3 dan ion Ni+3.
Penambahan doping pada basis ion La+3 ini, sangat berpengaruh
terhadap perubahan lattice yang menyebabkan perubahan terhadap sifat
magnet, dan kelistrikannya [19].
Gambar 2.2. Pengaruh doping dengan dengan atom kecil (a) dan dengan atom besar (c)
[19].
Doping ion Ca+2 pada ion Ba+2 akan membuat lantanum manganat ini
dapat diaplikasikan dekat dengan temperatur ruang [20]. Lantanum barium
kalsium manganat memiliki sifat ferromagnetic pada temperatur 100 K [19].
Dimana lantanum barium kalsium manganat merupakan hasil doping dari
lantanum manganat yang bersifat insulator [21] pada semua temperatur dan
bersifat antiferromagnetic pada temperatur rendah dengan ion divalent [16].
Sifat ini terjadi karena lantanum manganat hanya mengandung ion
Mn+3 yang sangat banyak, tetapi ketika site ion La+3 didoping menggunakan
10
atom dengan valensi 2 (dua) maka akan terdapat campuran ion Mn+3 dan ion
Mn+4 pada material tersebut [6], [22].
Dari penelitian Wollan dan Koehler menunjukan bahwa sifat magnet,
muatan dan orbital spin dapat diperoleh sesuai dengan keinginan, yaitu
dengan mencampurkan valensi manganatnya (Mn+3 dan Mn+4). Untuk sifat
magnetik dibagi menjadi 2 (dua) yaitu ferromagnetic dan antiferromagnetic
dengan tipe A, C, G, dan CE [16].
Gambar 2.3. Tipe sifat magnetik yang dapat terjadi dengan mencampurkan
Mn+3 dan Mn+4 [16].
Peristiwa pencampuran valensi ion Mn ini sangat berpengaruh pada
Double Exchange (DE). Double Exchange (DE) adalah perpindahan elektron
dari ion Mn+3 ke ion Mn+4 melalui ion oksigen [6] tanpa merubah spin [23]
atau dari ion Mn+4 ke ion Mn+3 melalui ion oksigen [24]. Walaupun site B
11
yaitu logam transisi Mn didoping dengan logam golongan transisi lain
kandungan Mn+4 akan tetap ada asalkan logam tanah jarang pada site A
didoping dengan menggunakan logam yang mempunyai valensi 2 (dua)
seperti pada percobaan Aaron Wold dan Ronald J Arnoot [25].
Doping pada site B akan membuat material LBCM ini berubah sifat
dari ferromagnetik menjadi anti ferromagnetik dengan efek colossal
magneto-resistance (CMR), yaitu dimana disaat ada doping pada site B ini
hubungan antara Mn+3-O-2-Mn+4 (double exchange) akan terganggu sehingga
hubungan Mn+3 dan Mn+4 akan menurun yang diimbangi dengan kenaikan
resistivitas material. Sehingga material ini sangat baik digunakan untuk
pengaplikasian pada material penyerap gelombang [26].
2.2 Metode Sol-Gel
Pembuatan keramik umumnya dilakukan menggunakan dua cara yaitu
solid state reaction dan wet chemical reaction seperti sol-gel, dan
hydrothermal [6]. Metode sol-gel didalam pembuatan keramik dimulai
dipertengahan tahun 1800 ketika Elbelman dan Graham membuat penelitian
tentang silica gel [27]. Beberapa tahun kemudian Roy dan asistenya
menemukan potensial yang sangat baik dan sangat tinggi dengan
menggunakan metode sol-gel dalam mendapakan material kimia yang
memiliki homogenitas yang tinggi [27], sedangkan untuk perovskite,
dikembangkan perovskite dengan menggunakan metode sol-gel dimulai pada
tahun 1950, yaitu perovskite nonsilikat keramik yang dilakukan oleh Roy dan
Pen [10].
12
Metode sol-gel terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pertama sol dan
tahap kedua gel [12]. Sol yaitu suspensi koloid partikel didalam cairan atau
larutan [12], [27], [28] adapun koloid adalah partikel dengan diameter 1-100
nm [27], sedangkan gel yaitu pencampuran antara suspensi partikel dengan
cairan lain sehingga formasi jaringan sol menjadi jaringan gel [12]. Secara
sederhananya dimana sol menyusun formasi ke arah gel seperti system
disphasic yang mengandung antara fase cair dan fasa padat yang
morfologinya dari partikel diskrit ke jaringan polimer kontinyu [14].
Gambar 2.4. Skema sederhana proses sol-gel [12].
Metode sol-gel merupakan metode kimia yang menghasilkan material
yang homogen [12], [29] dan berukuran nanometer [29] tidak seperti solid
state reaction yang menghasilkan partikel yang berukuran besar dan
kehomogenitasannya lebih rendah [30]. Metode sol-gel dilakukan dengan
cara semua prekusor dicampurkan pada satu larutan kemudian diaduk dan
dipanaskan, kemudian ditambahkan larutan amonia, ammonium carbonat,
hydrogen peroxside, dan natrium karbonat [31] setelah itu dikeringkan. Hasil
dari metode sol-gel memperoleh material berbentuk serbuk [12].
13
2.3 Karakterisasi Lantanum Barium Kalsium Nikel Manganat
2.3.1 X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan salah satu teknik penting untuk
analisa kualitatif dan kuantitatif pada material dengan tanpa merusak dari
material sampelnya dan menggunakan sinar X dalam karakterisasinya [32].
X-Ray atau sinar X merupakan bagian dari gelombang
elektromagnetik yang terdiri atas medan elektromagnetik yang berosilasi
secara periodik. Sinar X memiliki panjang gelombang antara 10-3 nm sampai
10 nm. Sinar X dihasilkan dari X-Ray tube yang didalamnya terdiri dari anoda
yang ditumbuk oleh elektron dengan kecepatan tinggi [33].
X-Ray yang dipakai untuk karakterisasi X-Ray Diffraction merupakan
sinar X dengan panjang gelombang karakteristik atau yang biasa disebut
dengan sinar X karakteristik.
Proses terjadinya sinar X yaitu disaat anoda ditumbuk oleh elektron
dengan kecepatan tinggi maka akan terjadi pertukaran energi yang
menyebabkan elektron pada atom anoda tertumbuk dan terpental sehingga
terjadi kekosongan elektron pada tingkatan energi tersebut, yang
menyebabkan elektron pada tingkat energi yang lebih tinggi akan mengisi
kekosongan dari tempat elektron yang terpental tersebut. Saat berpindah ini,
elekron akan mengemisi suatu energi kuantum yang disebut dengan foton
dimana foton ini dikenal sebagai sinar X (X-Ray) [33].
14
Gambar 2.5. Proses pemancaran energi kuantum (X-Ray) [33].
Pada karakterisasi difraksi sinar X ini, sinar X ditembakkan pada
material sampel dan kemudian sinar X tersebut terdifraksi oleh kisi-kisi
kristal dari material sampel karena kisi-kisi dari kristal tidak lebih besar dari
panjang gelombang sinar X tersebut. Dimana setiap fasa akan menghasilkan
pola-pola difraksi yang berbeda. Difraksi pada material sampel berdasarkan
pada hukum bragg yang di tunjukan pada persamaan 2.1.
𝑛𝜆 = 2𝑑 sin 𝜃 (2.1)
Gambar 2.6. Proses terjadinya difraksi pada kristal [33].
15
Selain hanya melihat fasa penyusun dari kristal material sampel. XRD
juga dapat mengukur ukuran dari kristal dengan menggunakan persamaan
scherrer yang dituliskan oleh persamaan 2.2.
𝐷 =𝜆
𝐵 𝐶𝑜𝑠 𝜃 (𝟐. 𝟐)
Dengan D adalah ukuran kristal, 𝜆 adalah panjang gelombang dari
sinar X, B adalah nilai FWHM dan 𝜃 adalah sudut bragg [34]. Berikut
berupakan gambar skema susunan dari alat karakterisasi XRD.
Gambar 2.7. Skema susunan alat karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) [35].
Karakterisasi XRD bertujuan agar fasa-fasa kristalin pada material
dapat diketahui seperti seberapa banyak fasa yang terbentuk dan ukuran dari
kristal yang terbentuk [36]. Berikut merupakan pola grafik XRD dari sampel
lantanum manganat dengan doping.
16
Gambar 2.8. Grafik XRD dari La0,65Ca0,35-xBaxMnO3 (0,00 ≤ 𝑥 ≤ 0,25) [37].
Gambar 2.9 Grafik XRD dari polikristalin La0,7Ba0,3NixMn1-xO3 (a) x = 0
(b) x = 0.1 (c) x = 0.2 (d) x = 0.3 [38].
Menurut penelitian dari Manjunatha et al [37] pendopingan dengan
menggunakan ion Ba+2 dan ion Ca+2 tidak terlalu mempengaruhi perubahan
struktur pola dari XRD dan diperoleh tipe struktur kristal Rhombohedral
dengan space group R-3c untuk hampir semua komposisi, sedangkan
menurut penelitian dari Sitti et al [38] pendopingan ion Ni+3 juga tidak terlalu
17
mempengaruhi pola XRD dan diperoleh tipe struktur Rhombohedral dan
space group R-3c.
2.3.2 Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat karakterisasi untuk
menganalisa permukaan material [39]. Scanning Electron Microscope (SEM)
bekerja dengan cara mengemisikan elektron dari katoda yang terdapat
didalam electron gun dengan pemercepatan awal yang dihasilkan oleh
tegangan antara 0,5-30 kV, dan kemudian elektron ini menumbuk permukaan
sampel kemudian energi hasil interaksi dalam hal ini elektron dari permukaan
material akan ditangkap oleh detektor dan diolah menjadi gambar 3 (tiga)
dimensi. Adapun skema sederhana proses kerja SEM digambarkan pada
gambar 2.10.
Gambar 2.10. Skema cara kerja Scanning Electron Microscope (SEM) [40].
Dua bagian utama dari Scanning Electron Microscope yaitu
microsope column dan electronics console. Microscope column terdiri dari
electron gun, lensa kondensor, dan lensa objektif, sedangkan electronics
console terdiri dari pensuplai listrik untuk pemercepat elektron,
18
scan generator, elektronik amplifier [41] dan switch serta knob untuk
mengatur intensitas dari gambar dan memfokuskan gambar material [42].
Gambar 2.11. Diagram skema dari Scanning Electron Microscope (SEM) [43].
Saat ini Scanning Electron Microscope (SEM) sudah mengalami
kemajuan dimana beberapa alat Scanning Electron Microscope (SEM) sudah
mempunyai X-Ray microanalysis atau yang biasa disebut dengan Energy
Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX). Prinsip kerja dari X-Ray
microanalysis yaitu dengan menembakkan sinar energi tinggi ke material
sampel yang menjadi target kemudian sinar energi tinggi tersebut akan
mengenai material dan material akan memancarkan energi hasil lompatan
elektron dari kulit-kulit atom. Energi hasil pancaran material ditangkap oleh
detektor kemudian dianalisa dengan data base unsur apa yang sesuai dengan
energi hasil lompatan elektron pada material hasil tumbukan dengan sinar
berenergi tinggi [40].
19
Gambar 2.12. Level energi dan kemungkinan transisi energi yang diemisikan
[40].
Gambar 2.13 menunjukan morfologi permukaan dari Lantanum
Barium Mangan Nikel Oksida hasil dari karakterisasi Scanning Electron
Microscope (SEM).
Gambar 2.13. Gambar morfologi dari La0,7Ba0,3NixMn1-xO3 (a) x = 0 (b) x = 0.1
(c) x = 0.2 (d) x = 0.3 [38].
20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitti et al [38]
menunjukan bahwa hasil karakterisasi SEM dari Lantanum Manganat dengan
proses sintesis sol-gel akan menghasilkan material dengan ukuran partikel
berorde nanometer, dan kehomogenitasannya sangat baik.
2.3.3 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
Prinsip kerja dari Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ini adalah
mendeteksi medan dipol dari osilasi magnetik sampel didalam medan magnet
seragam [44]. Dengan mendeteksi medan dipol akan diperoleh
magnetic properties seperti saturasi magnetik, gaya koersif dan remanen.
[45], [46].
Didalam alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) terdapat
beberapa bagian utama yaitu loudspeaker transducter, penyanggah, straw,
dan magnet permanen referensi, [44] yang digambarkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.14. Skema Vibrating Sample Magnetometer (1) Loudspeaker
transducter, (2) Conical paper cup support, (3) Drinking straw (4) Magnet permanen
21
referensi, (5) Sampel, (6) Reference coils, (7) Sample coil (8) Magnet poles (9) Metal
container [44].
Hasil dari karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
berupa kurva hysteresis [47]. Kurva hysteresis adalah kurva hubungan antara
magnetisasi (M) yang terjadi pada material dengan medan magnet yang
menimbulkannya (H) atau hubungan antara induksi magnetik (B) dengan
medan magnet yang menimbulkannya (H) [48]. Adapun kurva hysteresis
ditunjukan pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. Kurva Hysterisis [48]
Dari kurva histerisis ini kita juga dapat menentukan apakah material
merupakan golongan dari material hard magnet atau material soft magnet,
yaitu dengan melihat lebarnya kurva tersebut (sumbu x) yang disebut dengan
koersif. Semakin lebar maka menandakan material tersebut kekerasan
magnetnya semakin tinggi [48].
22
Adapun grafik hysteresis dari Lantanum Manganat dengan doping
ditunjukan sebagai berikut pada gambar 2.16 dan 2.17.
Gambar 2.16. Kurva hysteresis La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 [9]
Gambar 2.17. Kurva hysteresis LBMO40, LCMO40, dan LSMO40 [19]
Dari penelitian yang dilakukan oleh Sitti et al [9] menunjukan
semakin bertambahnya doping ion Ni+3 pada ion Mn+3 akan menghilangkan
sifat kemagnetannya yang ditandai dengan menurunnya nilai saturasi
magnetik (Ms) atau dapat dikatakan grafik hysteresis dari bahan semakin
menurun karena hubungan double exchange terganggu dengan penambahan
ion Ni+3, sedangkan pengaruh penambahan ion Ca+2 pada ion Ba+2 akan
23
menguatkan sifat ferromagnetic dari bahan seperti penelitian yang dilakukan
oleh McBride et al [19].
24
BAB III
METODE EKSPERIMEN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November
2017 di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat Penelitian Fisika (P2F) LIPI Serpong,
NanoTech Indonesia Kawasan Puspitek Serpong Gedung 410, Tangerang
Selatan, dan Gedung 42 PTSBN BATAN Kawasan Puspitek Serpong,
Tangerang Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah:
1. Lanthanum (III) oxide (La2O3), Merck, Germany 99% M= 325,85 gr/mol
2. Barium nitrate (Ba(NO3)2), Merck, Germany 99% M= 261.34 gr/mol
3. Calcium nitrate tetrahydrate (Ca(NO3)2 .4H2O), Merck, Germany 99%
M= 236.15 gr/mol
4. Manganese (II) nitrate tetrahydrate (Mn(NO3)2 .4 H2O), Merck,
Germany 98.5% M= 251.01 gr/mol
5. Nickel (II) nitrate hexahydrate (Ni(NO3)2 .6 H2O), Merck, Germany 99%
M= 290.81 gr/mol
6. Citric acid monohydrate (C6H8O7 H2O), Merck, Germany 99.5%
M= 210.14 gr/mol
7. Nitric acid (HNO3), Merck, Germany 65%
25
8. Amonia Solution, Merck, Germany 25%
9. Aquabidest, IKA, Indonesia
10. Alkohol, SCP, Indonesia 70%.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 3.1. (a) La2O3, (b) Ba(NO3)2, (c) Amonia Solution, (d) Mn(NO3)2 .4 H2O,
(e) Ca(NO3)2 .4H2O, (f) Ni(NO3)2 .6 H2O
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Breaker Glass
2. Spatula
3. Timbangan Digital
4. Kertas Timbang
5. Magnetic Stirrer
26
6. Termometer
7. Pipet
8. pH Meter Digital
9. Alumunium Foil
10. Lemari Asam
11. Hot Plate
12. Oven
13. Crusible
14. Furnace
15. Wadah Stainless Steel
16. Mortar
17. Plastik Sampel
18. X-Ray Diffractometer (XRD)
19. Scanning Electron Microscope (SEM)
20. Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
(a) (b) (c)
Gambar 3.2. (a) Furnace, (b) Hot Plate, (c) Crusible
27
3.3 Diagram Alur Penelitian
Prekusor (La2O3 , Ba(NO3)2,
Ca(NO3)2 . 4H2O, Mn(NO3)2 .
4 H2O, Ni(NO3)2 . 6H2O, C6H8O7 .
H2O) ditimbang sesuai dengan
perhitungan Stoikiometri
Prekusor La2O3 ditambahkan
dengan HNO3 sesuai dengan
perhitungan Molaritas dan
Aquabidest
Prekusor
(Ba(NO3)2,Ca(NO3)2 . 4H2O,
Mn(NO3)2 . 4 H2O,
Ni(NO3)2 . 6H2O C6H8O7 .
H2O) dilarutkan dengan
Aquabidest
Campurkan masing-masing
Prekusor yang sudah
dilarutkan menjadi satu
Solution
Kalsinasi Pada temperatur
600 oC Selama 8 Jam
Sintering Pada temperatur
850 oC Selama 10 Jam
Karakterisasi
(XRD,SEM,VSM)
Analisa dan Pembahasan
Start
End
Gel
Panaskan sampai
temperatur 70-80 oC
Tambahkan Amonia Solution
sampai Nilai pH menjadi 7
Panaskan pada temperatur
150 oC Selama 3 Jam
28
3.4 Prosedur Eksperimen
Pada eksperimen ini dilakukan sintesis Lantanum Manganat dengan
doping Barium (Ba), Kalsium (Ca), dan Nikel (Ni) dengan rumus kimia
La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3. Adapun pada eksperimen ini metode yang
digunakan untuk sintesis adalah metode sol-gel dengan massa Lantanum
Manganat doping yang dihasilkan adalah sebesar 10 gram pada masing-
masing komposisi doping. Sebelum dilakukan sintesis menggunakan metode
sol-gel, semua prekusor dihitung dengan menggunakan persamaan
stokiometri untuk masing-masing komposisi doping.
Setelah semua sampel lantanum manganat doping selesai disintesis
maka selanjutnya sampel dikalsinasi untuk menghilangkan unsur-unsur
organik, dan sintering untuk penumbuhan kristal. Kemudian, sampel
dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) untuk
memperlihatkan fasa yang terbentuk pada sampel, Scanning Electron
Microscope (SEM) untuk memperlihatkan struktur morfologi dari sampel,
dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk melihat sifat kemagnetan
dari sampel Lantanum Manganat doping tersebut.
3.4.1 Persamaan Stoikiometri dan Komposisi Bahan
Proses sintesis sampel menggunakan bahan prekusor pro analisis
dengan merek Merck. Dimana sampel Lantanum Manganat yang didoping
memenuhi persamaan umum yaitu La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 dengan
masing-masing komposisi doping sebagai berikut
29
Tabel 3.1. Komposisi masing-masing doping pada Lantanum Manganat.
X
Y
0.3 0.5
0.1 La0.7Ba0.21Ca0.09 Mn0.9Ni0.1O3 La0.7Ba0.15Ca0.15 Mn0.9Ni0.1O3
0.2 La0.7Ba0.21Ca0.09 Mn0.8Ni0.2O3 La0.7Ba0.15Ca0.15 Mn0.8Ni0.2O3
0.3 La0.7Ba0.21Ca0.09 Mn0.7Ni0.3O3 La0.7Ba0.15Ca0.15 Mn0.7Ni0.3O3
Adapun persamaan stoikiometri dari masing-masing sampel dengan
variasi doping adalah sebagai berikut dengan A-C merupakan komposisi
doping X sebanyak 0.3 sedangkan D-F merupakan komposisi doping X
sebanyak 0.5
(A) x = 0.3 ; y = 0.1
0,7 La(NO3)3 + 0.21 Ba(NO3)2 + 0.09 Ca(NO3)2 .4H2O +
0.9 Mn(NO3)2 .4H2O + 0.1 Ni(NO3)2 .6H2O + C6H8O7 .H2O
La0,7Ba0.21Ca0,09Mn0,9Ni0,1O3 + 9,56 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
(B) x = 0.3 ; y = 0.2
0,7 La(NO3)3 + 0.21 Ba(NO3)2 + 0.09 Ca(NO3)2 .4H2O +
0.8 Mn(NO3)2 .4H2O + 0.2 Ni(NO3)2 .6H2O + C6H8O7 .H2O
La0,7Ba0.21Ca0,09Mn0,8Ni0,2O3 + 9,76 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
(C) x = 0.3 ; y = 0.3
0,7 La(NO3)3 + 0.21 Ba(NO3)2 + 0.09 Ca(NO3)2 .4H2O +
0.7 Mn(NO3)2 .4H2O + 0.3 Ni(NO3)2 .6H2O + C6H8O7 .H2O
La0,7Ba0.21Ca0,09Mn0,7Ni0,3O3 + 9,96 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
30
(D) x = 0.5 ; y = 0.1
0,7 La(NO3)3 + 0.15 Ba(NO3)2 + 0.15 Ca(NO3)2 .4H2O +
0.9 Mn(NO3)2 .4H2O + 0.1 Ni(NO3)2 .6H2O + C6H8O7 .H2O
La0,7Ba0.15Ca0,15Mn0,9Ni0,1O3 + 9,8 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
(E) x = 0.5 ; y = 0.2
0,7 La(NO3)3 + 0.15 Ba(NO3)2 + 0.15 Ca(NO3)2 .4H2O +
0.8 Mn(NO3)2 .4H2O + 0.2 Ni(NO3)2 .6H2O + C6H8O7 .H2O
La0,7Ba0.15Ca0,15Mn0,8Ni0,2O3 + 10 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
(F) x = 0.5 ; y = 0.3
0,7 La(NO3)3 + 0.15 Ba(NO3)2 + 0.15 Ca(NO3)2 .4H2O +
0.7 Mn(NO3)2 .4H2O + 0.3 Ni(NO3)2 .6H2O + C6H8O7 .H2O
La0,7Ba0.15Ca0,15Mn0,7Ni0,3O3 + 10,2 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Atau persamaan reaksi tersebut dapat disederhanakan menjadi
A La(NO3)3 + B Ba(NO3)2 + C Ca(NO3)2 . 4H2O + D Mn(NO3)2 . 4H2O +
E Ni(NO3)2 . 6H2O + F C6H8O7 . H2O G La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 +
H H2O + I CO2 + J N2 + K NO2
Dengan menggunakan persamaan stoikiometri pada persamaan diatas
dan dihitung menggunakan perhitungan stoikiometri (terlampir pada
lampiran 1) maka untuk membuat 10 gram bahan La0.7(Ba1-xCax)0.3
31
Mn1-yNiyO3 dengan variasi doping dibutuhkan prekusor yang dijelaskan pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2. Ukuran komposisi masing-masing prekusor
Senyawa La2O3
(g)
HNO3
(ml)
Ba(NO3)2
(g)
Ca(NO3)2 .
4H2O (g)
Mn(NO3)2 . 4
H2O (g)
Ni(NO3)2
.6H2O (g)
C6H8O7
.H2O (g)
A 4.99 4.1 1.81 0.64 9.79 0.38 16.22
B 4.99 4.09 1.81 0.64 8.69 0.75 15.76
C 4.98 4.09 1.81 0.64 7.59 1.12 15.29
D 5.12 4.21 1.33 1.09 10.05 0.38 16.64
E 5.11 4.2 1.33 1.09 8.91 0.77 16.16
F 5.11 4.19 1.33 1.09 7.79 1.15 15.68
3.4.2 Sintesis La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3
Proses sintesis La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 dengan variasi doping
dilakukan dengan menggunakan metode sol gel. Pertama bahan prekusor
semua di timbang sesuai dengan perhitungan secara stokiometri yang sudah
dijelaskan pada tabel 3.2.
Kemudian bahan-bahan tersebut di taruh di breaker glass. Setelah itu
semua bahan prekusor tersebut dilarutkan dengan menggunakan aquabidest.
Tetapi untuk bahan prekusor La2O3 harus diubah basis oksida menjadi nitrat
dengan cara dinitratkan dahulu menggunakan HNO3 dengan volume sesuai
dengan perhitungan molaritas yang sudah dijelaskan pada tabel 3.2.
Setelah semua bahan terlarut kemudian campurkan larutan tersebut
menjadi 1 (satu) solution yang kemudian dipanaskan dan diaduk dengan
menggunakan hot plate. Pada temperatur diantara 70-80 oC ditambahkan
Amonia solution agar solution tersebut menjadi gel. Ammonia solution
ditambahkan sampai nilai pH mencapai 7. Setelah pH mencapai 7 maka
32
hot plate dipanaskan kembali sampai gel benar-benar terbentuk yang ditandai
dengan tidak bergeraknya magnetic stirrer. Kemudian sampel dioven pada
suhu antara 100-150 oC Gel tersebut selama 3 jam.
3.4.3 Kalsinasi
Kalsinasi merupakan tahap selanjutnya setelah material
La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 dikeringkan menggunakan oven. Kalsinasi
adalah proses yang digunakan untuk menghilangkan impurity dari
bahan-bahan organik seperti H2O, dan CO2, yang dapat masuk disaat
proses sintesis. Kalsinasi dilakukan dengan cara memasukan gel
La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 yang sudah mengering kedalam furnace.
Kalsinasi pada penelitian ini dilakukan selama 8 jam dengan suhu 600 oC dan
pendinginan dilakukan secara perlahan pada suhu ruang. Setelah gel
La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 selesai dikalsinasi kemudian semua sampel di
tumbuk menggunakan mortar agar hasil dari sintesis benar-benar menjadi
homogen.
3.4.4 Sintering
Sintering merupakan proses pemanasan yang digunakan untuk
menumbuhkan kristal dari sampel. Agar kristal yang terbentuk sesuai dengan
persamaan stokiometri yang diinginkan.
Semua sampel hasil kalsinasi yang sudah ditumbuk dengan
menggunakan mortar kemudian dimasukkan kembali kedalam furnace dan
dipanaskan kembali pada temperatur 850 oC selama 10 jam, kemudian sampel
didinginkan secara perlahan pada suhu ruang.
33
3.5 Karakterisasi
3.5.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Pada penelitian ini tahap karakterisasi pertama yaitu karakterisasi
X-Ray Diffraction atau yang biasa disebut XRD. XRD adalah alat
karakterisasi yang berbasis pada difraksi sinar X untuk menganalisa fasa yang
terdapat didalam suatu bahan, dalam hal ini mengetahui fasa yang terdapat
pada sampel La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3 dengan variasi doping. Material
dengan struktur kristalin akan menghasilkan pola difraksi sinar X jika
ditembak dengan menggunakan sinar X, yang kemudian pola tersebut
dicocokan dan dilakukan refine dengan menggunakan software pengolah data
RAW dari hasil pola difraksi sinar X tersebut. Adapun dalam penelitian ini
menggunakan software Highscore Plus untuk mencocokan pola difraksi dan
untuk proses refinement. Karakterisassi XRD pada penelitian ini dilakukan di
NanoTech Indonesia Kawasan Puspitek Serpong Gedung 410, Tangerang
Selatan.
Gambar 3.3. X-Ray Diffraction (XRD)
34
3.5.2 Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray
Spectroscopy (SEM-EDX)
Pada penelitian ini, dilakukan karakterisasi Scanning Electron
Microscope – Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy atau yang biasa disebut
dengan SEM-EDX di P2F LIPI Serpong. Karakterisasi ini digunakan untuk
melihat struktur morfologi dari sampel dan penyebaran masing-masing unsur
penyusun dari sampel. Sehingga dapat diketahui apakah unsur-unsur
penyusun tersebar merata secara homogen atau tidak.
Gambar 3.4. Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray
Spectroscopy (SEM-EDX)
3.5.3 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
Pada penelitian ini, dilakukan karakterisasi Vibrating Sample
Magnetometer atau yang biasa disebut dengan VSM di Gedung 42 PTSBN
BATAN Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan. Karakterisasi VSM
digunakan untuk mengetahui Magnetic Properties dari masing-masing
sampel yang telah dibuat untuk membandingkan sifat-sifat kemagnetan
35
antara sampel satu dengan sampel lainnya. Sehingga dapat diketahui
pencampuran doping yang sesuai untuk sifat kemagnetan pada temperatur
tertentu.
Gambar 3.5. Vibrating Sample Magnetometer (VSM).
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil karakterisasi X-Ray Diffraction La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(x = 0,3; y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5; y = 0,1 ;0,2; 0,3)
Hasil karakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk
mengetahui parameter dari suatu kristal seperti parameter kisi, stuktur kristal
dan space group, serta fasa yang terdapat pada kristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-
yNiyO3 (x = 0,3; y = 0,1; 0,2; 0,3, x = 0,5; y = 0,1; 0,2; 0,3. Adapun pola yang
diperoleh dari karakterisasi XRD ditunjukan oleh gambar 4.1.
Gambar 4.1. Grafik XRD dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3 (d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5;
y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3.
37
Pola grafik XRD yang didapat dari kristal La0,7(Ba1-xCax)0,3
Mn1-yNiyO3 ini, kemudian dianalisa menggunakan software HighScore Plus
dengan database ICSD 98-009-1185. Dari hasil analisa ini diperoleh jika
terdapat fasa lain selain fasa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 pada komposisi
x = 0,5 untuk semua komposisi y, fasa lain tersebut adalah fasa La2O3 yang
sesuai dengan database ICSD 98-024-5673.
Fasa Lanthanum Oxide ini terjadi karena proses kristalisasi yang tidak
sempurna akibat suhu sintering yang kurang. Dimana ion kalsium memiliki
titik leleh yang tinggi dibandingkan dengan ion barium [49] sehingga dengan
meningkatnya ion kalsium pada sampel, proses difusi atom akan memerlukan
energi yang lebih besar dalam hal ini suhu sintering yang lebih tinggi karena
suhu sintering sangat memimpin dalam melepaskan energi bebas pada proses
konsolidasi massa dari partikel yang akan menghasilkan proses difusi antara
atom-atom [50].
Oleh karena itu pada penelitian ini dibagi menjadi dua fasa yaitu fasa
satu adalah fasa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 dan fasa dua adalah fasa La2O3.
Dari proses refine menggunakan software HighScore Plus, pada fasa
satu penambahan ion kalsium dan ion nikel pada struktur
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 tidak terlalu mempengaruhi fasa tersebut
dimana semua sampel baik dengan komposisi x = 0,3 atau x = 0,5 untuk
semua komposisi y memiliki struktur kristal Rhombohedral dengan space
group R-3c, sedangkan pada lattice parameter, lattice parameter a dan b pada
masing-masing komposisi x menurun seiring dengan penambahan ion Ni+3
38
atau komposisi y. Penurunan ini terjadi karena ion Ni+3 memiliki radius atom
yang lebih kecil dibandingkan dengan ion Mn+3 [49], [51] tetapi tidak ada
perubahan yang signifikan untuk masing-masing komposisi x, dan untuk
lattice parameter c tidak berubah secara signifikan untuk masing-masing
komposisi y tetapi lattice parameter c ini menurun seiring dengan
meningkatnya ion Ca+2 atau komposisi x. Penurunan ini terjadi karena ionic
radius Ba+2 sebesar 1.35 Å lebih besar dibandingkan dengan ionic radius Ca+2
yang hanya sebesar 0.99 Å [51]. Hasil refinement fasa 1 dijelaskan pada tabel
4.1 dan fasa 2 dijelaskan pada tabel 4.2.
Tabel 4.1. Parameter struktur dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3.
Tabel 4.2. Parameter struktur dari polikristal La2O3.
Dari hasil refinement pada fasa satu yang dijelaskan pada tabel 4.1
dapat dilihat jika seiring dengan meningkatnya ion Ni+3 atau komposisi y
pada masing-masing komposisi x, volume dari sampel semakin menurun
seperti yang ditunjukan oleh gambar 4.2.
Parameter
Structure
x = 0.3 ; y = 0.1 x = 0.3 ; y = 0.2 x = 0.3 ; y = 0.3 x = 0.5 ; y = 0.1
(fasa 1)
x = 0.5 ; y = 0.2
(fasa 1)
x = 0.5 ; y = 0.3
(fasa 1)
Space group R-3c R-3c R-3c R-3c R-3c R-3c
Crystal structure Rhombohedral Rhombohedral Rhombohedral Rhombohedral Rhombohedral Rhombohedral
a (Å) 5.514042 5.49198 5.48329 5.52581 5.51681 5.51575
b (Å) 5.514042 5.49198 5.48329 5.52581 5.51681 5.51575
c (Å) 13.5058 13.51009 13.51076 13.42307 13.42911 13.38903
Volume (Å3) 355.624 353.7581 351.797 354.9562 353.9601 352.7678
<Mn-O> (Å) 1.953 1.95053 1.9469 1.95278 1.9510 1.9488
<Mn-O-Mn> (o) 109.1 108.742 108.78 109.545 109.44 109.582
Parameter Structure
x = 0.5 ; y = 0.1 (fasa 2)
x = 0.5 ; y = 0.2 (fasa 2)
x = 0.5 ; y = 0.3 (fasa 2)
Space group P 63/m P 63/m P 63/m Crystal structure Hexagonal Hexagonal Hexagonal
a (Å) 6.560649 6.528862 6.531554 b (Å) 6.560649 6.528862 6.531554 c (Å) 3.872081 3.861901 3.860023
Volume (Å3) 144.334 142.563 142.6112 La2O3 (%) 5.2 7.6 10.3
39
(a) (b)
Gambar 4.2. Grafik hubungan Volume – Konsentrasi doping y pada
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (a) x = 0.3 (b) x = 0.5.
(a) (b)
Gambar 4.3. Grafik hubungan jarak Mn-O – Konsentrasi doping y pada
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (a) x = 0.3 (b) x = 0.5.
Jarak Mn-O yang ditunjukan pada gambar 4.3, dapat diketahui jika
semakin banyak penambahan ion Ni+3 pada ion Mn+3 akan menurunkan jarak
antara Mn-O. Menurut penelitian Zhang et al [52] semakin tingginya jarak
Mn-O akan menghasilkan material dengan temperatur currie yang tinggi.
40
Tetapi dengan menurunnya jarak Mn-O akan menurunkan temperatur currie
dari material. Sehingga berdasarkan dengan penelitian oleh Zhang et al [52]
maka material sampel dengan kandungan ion Ni+3 sebanyak 0.3 pada masing-
masing komposisi x memiliki temperatur currie yang rendah.
Setelah mengetahui hasil refinement dari pola XRD pada gambar 4.1,
maka ukuran kristalin pada material sampel dapat dihitung menggunakan
metode scherrer, yang memenuhi persamaan 2.2. Adapun hasil perhitungan
ukuran kristalin dari sampel dijabarkan pada tabel 4.3. Mengenai perhitungan
terlampir pada lampiran 3, dan visualisasi stuktur divisualisasikan oleh
software Vesta yang ditunjukan oleh gambar 4.4.
Tabel 4.3. Ukuran kristal dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3.
Komposisi doping D (nm)
x = 0.3 ; y = 0.1 19.27
x = 0.3 ; y = 0.2 19.35
x = 0.3 ; y = 0.3 15.44
x = 0.5 ; y = 0.1 13.42
x = 0.5 ; y = 0.2 15.46
x = 0.5 ; y = 0.3 15.05
41
(a) (b)
Gambar 4.4. Visualisasi dari polikristalin (a) La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(b) La2O3 .
4.2 Hasil karakterisasi Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive
X-Ray Spectroscopy La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (x = 0,3; y = 0,1 ; 0,2; 0,3
,x = 0,5; y = 0,1 ; 0,2; 0,3)
Karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope – Energy
Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui
distribusi partikel dan morfologi termasuk rata-rata distribusi ukuran partikel
dari sampel La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3. Adapun hasil karakterisasi SEM
dari masing-masing sampel dengan semua komposisi ditunjukan pada
gambar 4.5 dan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.
Hasil morfologi sampel dari gambar 4.5 dapat terlihat jika semua
partikel sudah homogen didalam struktur La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 pada
semua komposisi, dan struktur dari La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 terdiri atas
partikel-partikel yang sudah memiliki orde nanometer yang ditunjukan oleh
hasil pengukuran dari SEM pada gambar 4.6.
42
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 4.5. Morfologi dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3 (d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5;
y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3.
43
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 4.6. Ukuran partikel dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3 (d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5;
y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3.
44
Berdasarkan gambar 4.6 dengan pengukuran partikel secara acak
menunjukan jika semua sampel tersusun atas partikel-partikel yang berorde
nanometer. Adapun rata-rata distribusi ukuran partikel dari masing-masing
sampel dijelaskan oleh tabel 4.4.
Tabel 4.4. Rata-Rata ukuran partikel dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Grafik hasil EDX ditunjukan pada gambar 4.7. Grafik hasil EDX
tersebut menunjukan jika partikel yang terdapat pada sampel terdistribusi
secara merata sehingga atom-atom penyusun polikristalin La0,7(Ba1-
xCax)0,3Mn1-yNiyO adalah atom-atom yang diharapkan. Adapun dijelaskan
lebih lanjut komposisi partikel atom penyusun sampel pada tabel 4.5.
Komposisi doping Rata-Rata Ukuran
Partikel (nm)
x = 0.3 ; y = 0.1 96-159
x = 0.3 ; y = 0.2 60-95
x = 0.3 ; y = 0.3 53-145
x = 0.5 ; y = 0.1 63-89
x = 0.5 ; y = 0.2 51-88
x = 0.5 ; y = 0.3 56-95
45
Gambar 4.7. Grafik hasil EDX dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3 (d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5;
y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
46
Tabel 4.5. Perbandingan komposisi sampel real dan teori dari polikristal
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3.
Doping
concentration
Element
composition
Sample composition
(theory) (at.%)
Sample composition
(real) (at.%)
La 14.00 10.28
Ba 4.20 2.156 x = 0.3 ; y = 0.1 Ca 1.80 0.844
Mn 18.00 10.28
Ni 2.00 0.512
O 60.00 73.914
La 14.00 10.816
Ba 4.20 1.782 x = 0.3 ; y = 0.2 Ca 1.80 1.408
Mn 16.00 12.458
Ni 4.00 0.416
O 60.00 73.122
La 14.00 10.166
Ba 4.20 2.276 x = 0.3 ; y = 0.3 Ca 1.8 1.66
Mn 14.00 12.77
Ni 6.00 0.91
O 60.00 72.22
La 14.00 13.096
Ba 3.00 1.796 x = 0.5 ; y = 0.1 Ca 3.00 1.632
Mn 18.00 11.44
Ni 2.00 1.62
O 60.00 70.414
La 14.00 11.324
Ba 3.00 2.308 x = 0.5 ; y = 0.2 Ca 3.00 0.816
Mn 16.00 10.486
Ni 4.00 0.758
O 60.00 74.312
La 14.00 11.262
Ba 3.00 2.14 x = 0.5 ; y = 0.3 Ca 3.00 0.946
Mn 14.00 10.512
Ni 6.00 1.464
O 60.00 73.674
Tabel 4.5 yang merupakan hasil perbandingan antara komposisi at.%
secara real dan teori menunjukan perbedaan antara jumlah komposisi sampel
dalam at.% secara teori dan real ini dikarenakan Energy Dispersive
47
Spectroscopy (EDX) mengambil data secara semi kualitatif seperti yang
dikemukakan oleh Sitti et al [38] dan Suci et al [36]. Adapun perhitungan
at.% secara teori dijabarkan pada lampiran 5.
4.3 Hasil karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer La0,7
(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 (x = 0,3; y = 0,1 ;0,2; 0,3 , x = 0,5; y = 0,1 ;0,2; 0,3)
Karakterisasi polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 dengan
menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk mengetahui
sifat kemagnetan dari sampel seiring dengan meningkatnya doping baik
doping pada komposisi x ataupun y. Hasil dari karakterisasi sampel
menggunakan VSM ditunjukan oleh gambar 4.8.
Gambar 4.8. Kurva hysteresis dari polikristalin La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
(a) x = 0.3; y = 0.1 (b) x = 0.3; y = 0.2 (c) x = 0.3; y = 0.3 (d) x = 0.5; y = 0.1 (e) x = 0.5;
y = 0.2 (f) x = 0.5; y = 0.3.
48
Kurva hysteresis dari gambar 4.8 menunjukan jika terdapat dua sifat
magnetik dari sampel yaitu sampel dengan komposisi x = 0.3 menujukan sifat
ferromagnetik untuk semua komposisi y, dan yang kedua yaitu sampel
dengan komposisi x = 0.5 menunjukan sifat diamagnetik. Sifat diamagnetik
pada komposisi x = 0.5 ini terjadi karena adanya fasa La2O3 yang ditunjukan
dengan hasil refinement dari pola XRD. Dimana material La2O3 merupakan
material dengan sifat kemagnetan diamagnetik yang memiliki nilai
suseptibilitas magnetik – (minus) [53]. Tetapi pada komposisi x sebesar 0.3
yang tidak bersifat diamagnetik ini, nilai saturasi magnetiknya semakin
menurun seiring dengan meningkatnya komposisi Ni+3 atau y yang
menunjukan adanya penurunan sifat magnetik dari sampel.
Penurunan ini terjadi karena dengan bertambahnya ion Ni+3 pada ion
Mn+3 akan mengganggu peristiwa double exchange (Mn+3-O-2-Mn+4) [9],
[54], dimana peristiwa double exchange ini yang memimpin sifat kemagnetan
dari manganite perovskite [55] sehingga dengan terganggunya peristiwa ini
akan mengurangi sifat magnetik dari material. Nilai saturasi magnetik pada
sampel dengan komposisi 0.3 ditunjukan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Nilai saturasi magnetik dari polikristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3.
Komposisi Doping Saturasi Magnetik (emu/mg)
x = 0.3 ; y = 0.1 5.78477
x = 0.3 ; y = 0.2 5.13221
x = 0.3 ; y = 0.3 2.67593
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan eksperimen dan penelitian tentang struktur,
morfologi dan sifat kemagnetan dari La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 yang
didoping dengan komposisi x = 0.3;0.5 dan komposisi y = 0.1;0.2;0.3. Maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sampel dengan komposisi x = 0.3 membentuk fasa La0,7(Ba1-
xCax)0,3Mn1-yNiyO3, dan sampel dengan komposisi x = 0.5
membentuk fasa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 dan fasa La2O3.
Fasa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 memiliki struktur kristal
Rhombohedral dengan space group R-3c dan fasa La2O3 memiliki
struktur kristal Hexagonal dengan space group P63/m.
2. Seluruh partikel telah terdistribusi secara merata dengan ukuran
rata-rata distribusi partikel untuk komposisi x = 0.3 sebesar 98.289
nm dan untuk komposisi x = 0.5 sebesar 70.733 nm.
3. Sampel dengan komposisi x = 0.3 merupakan material soft
magnetic dan untuk sampel dengan komposisi x = 0.5 memiliki
sifat diamagnetik.
50
5.2 Saran
Berdasarkan eksperimen dan penelitian yang telah dilakukan maka,
saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Suhu pada proses sintering ditingkatkan kembali dan waktu
lamanya sintering diperpanjang.
2. Material sampel dikarakterisasi dengan menggunakan alat
karakterisasi FPP untuk mengetahui resistivitas dari material
sampel.
51
DAFTAR REFERENSI
[1] W. Zhong, W. Chen, C. T. Au, and Y. W. Du, “Dependence of the magnetocaloric
effect on oxygen stoichiometry in polycrystalline La 2 / 3 Ba 1 / 3 MnO 3 – d,” vol.
261, no. 1–2, pp. 238–243, 2003.
[2] G. Venkataiah, J. C. A. Huang, and P. Venugopal Reddy, “Low temperature
resistivity minimum and its correlation with magnetoresistance in
La0.67Ba0.33MnO3nanomanganites,” J. Magn. Magn. Mater., vol. 322, no. 4, pp.
417–423, 2010.
[3] Y. Q. Xiong et al., “Electric field modification of magnetism in
Au/La2/3Ba1/3MnO3/Pt device,” 2015.
[4] S. Youn and B. Min, “Effects of doping and magnetic field on the half-metallic
electronic structures,” Phys. Rev. B - Condens. Matter Mater. Phys., vol. 56, no.
19, pp. 12046–12049, 1997.
[5] M. H. Phan, H. X. Peng, S. C. Yu, N. D. Tho, H. N. Nhat, and N. Chau, “Manganese
perovskites for room temperature magnetic refrigeration applications,” J. Magn.
Magn. Mater., vol. 316, pp. 562–565, 2007.
[6] B. M. Nagabhushana, R. P. Sreekanth Chakradhar, K. P. Ramesh, V. Prasad, C.
Shivakumara, and G. T. Chandrappa, “Magnetoresistance studies on barium
doped nanocrystalline manganite,” J. Alloys Compd., vol. 450, pp. 364–368, 2008.
[7] A. J. Millis, “Lattice effects in magnetoresistive manganese perovskites,” Nature,
vol. 392, pp. 147–150, 1998.
52
[8] H. Y. Hwang, T. T. M. Palstra, S. W. Cheong, and B. Batlogg, “Pressure effects on
the magnetoresistance in doped manganese perovskites,” Phys. Rev. B, vol. 52,
no. 21, pp. 15046–15049, 1995.
[9] S. Saptari, A. Manaf, and B. Kurniawan, “MICROWAVE ABSORBING PROPERTIES
OF La0.67 Ba0.33 Mn1-X NiX O3,” J. Sains Mater. Indones., vol. 15, no. Juli, pp.
183–189, 2014.
[10] A. S. Bhalla, R. Guo, and R. Rustum, “The perovskite structure – a review of its
role in ceramic science and technology,” Mater. Res. Innov., vol. 4, no. 1, pp. 3–
26, 2000.
[11] E. O. Wollan and W. C. Koehler, “Neutron Diffraction Study of the Magnetic
Properties of the Series of Perovskite-Type Compounds [(1-x)La, xCa]MnO,” Phys.
Rev., vol. 100, no. 2, pp. 545–563, 1955.
[12] C. B. Carter and M. G. Norton, Ceramic Materials, 2nd ed. New York: Springer-
Verlag New York, 2013.
[13] W. P. Stege, L. E. Cadús, and B. P. Barbero, “La1-xCaxMnO3 perovskites as
catalysts for total oxidation of volatile organic compounds,” Catal. Today, vol.
172, no. 1, pp. 53–57, 2011.
[14] A. G. Bhavani, W. Y. Kim, and J. S. Lee, “Barium substituted lanthanum manganite
perovskite for CO2 reforming of methane,” ACS Catal., vol. 3, no. 7, pp. 1537–
1544, 2013.
[15] H. D. Megaw, “Crystal structure of barium titanium oxide and other double
oxides of the perovskite type,” Trans. Faraday Soc., vol. 42, pp. A224–A231,
53
1946.
[16] A. K. Kundu, Magnetic Perovskites. Synthesis, Structure and Physical Properties,
1st ed. Springer India, 2016.
[17] A. Goktas, I. H. Mutlu, and A. Kawashi, “Growth and characterization of
La1−xAxMnO3 (A=Ag and K, x=0.33) epitaxial and polycrystalline manganite thin
films derived by sol–gel dip-coating technique,” Thin Solid Films, vol. 520, no. 19,
pp. 6138–6144, 2012.
[18] D. Cao et al., “Structure, magnetic and transport properties of La0.7Ca0.3-
xSrxMnO3 thin films by sol–gel method,” Ceram. Int., vol. 41, no. April, pp. 381–
186, 2015.
[19] K. McBride, N. Partridge, S. Bennington-Gray, S. Felton, L. Stella, and D. Poulidi,
“Synthesis, characterisation and study of magnetocaloric effects (enhanced and
reduced) in manganate perovskites,” Mater. Res. Bull., vol. 88, pp. 69–77, 2017.
[20] S. O. Manjunatha, A. Rao, Subhashini, and G. S. Okram, “Investigation on
structural, magneto-transport, magnetic and thermal properties of
La0.8Ca0.2?xBaxMnO3 (0 6 x 6 0.2) manganites,” J. Alloys Compd., vol. 640, pp.
154–161, 2015.
[21] S. Vasseur et al., “Lanthanum manganese perovskite nanoparticles as possible in
vivo mediators for magnetic hyperthermia,” J. Magn. Magn. Mater., vol. 302, no.
2, pp. 315–320, 2006.
[22] D. T. Morelli, A. M. Mance, J. V. Mantese, and A. L. Micheli, “Magnetocaloric
properties of doped lanthanum manganite films,” J. Appl. Phys., vol. 79, no. 1, pp.
54
373–375, 1996.
[23] C. M. Xiong, J. R. Sun, Y. F. Chen, B. G. Shen, J. Du, and Y. X. Li, “Relation between
magnetic entropy and resistivity in La0.67Ca0.33MnO3,” IEEE Trans. Magn., vol.
41, no. 1 I, pp. 122–124, 2005.
[24] J. Coey, M. Viret, and S. Von Molnar, “Mixed-valence manganites,” Physics
(College. Park. Md)., vol. 48, no. 2, pp. 167–293, 1999.
[25] A. Wold and R. J. Arnott, “Preparation and crystallographic properties of the
systems LaMn1−xMnxO3+λ and LaMn1−xNixO3+λ,” J. Phys. Chem. Solids, vol. 9,
no. 2, pp. 176–180, 1959.
[26] W. D. Laksanawati, B. Kurniawan, and S. A. Saptari, “Mid - infrared transmission
of polycrystalline (LaSr) (MnNi)O3,” J. Phys. Conf. Ser., vol. 776, no. 110, p. 12049,
2016.
[27] L. L. Hench and J. K. West, “The Sol-Gel Process,” Chem. Rev., vol. 90, no. 1, pp.
33–72, 1990.
[28] C. J. Brinker; G. W. Scherer, Sol–Gel Science: The Physics and Chemistry ofSol–Gel
Processing. New York: Academic Press, 1990.
[29] K. S. Shankar and A. K. Raychaudhuri, “Low-temperature polymer precursor-
based synthesis of nanocrystalline particles of lanthanum calcium manganese
oxide (La0.67Ca0.33MnO3) with enhanced ferromagnetic transition
temperature,” J. Mater. Res., vol. 21, no. 1, pp. 27–33, 2006.
[30] I. A. Lira-Hernández, F. Sánchez-De Jesús, C. A. Cortés-Escobedo, and A. M.
Bolarín-Miróz, “Crystal structure analysis of calcium-doped lanthanum
55
manganites prepared by mechanosynthesis,” J. Am. Ceram. Soc., vol. 93, no. 10,
pp. 3474–3477, 2010.
[31] G. H. Jonker and J. H. Van Santen, “Ferromagnetic compounds of manganese
with perovskite structure,” Physica, vol. 16, no. 3, pp. 337–349, 1950.
[32] A. L. Ryland, “X-ray diffraction,” J. Chem. Educ., vol. 35, no. 2, p. 80, 1958.
[33] L. D. Whittig and W. R. Allardice, “X-Ray Diffraction Techniques,” Am. Soc. Agron.
Sci. Soc. Am., vol. 9, no. 9, pp. 331–362, 1986.
[34] R. Jenkins and R. L. Snyder, Introduction to X-ray Powder Diffractometry. New
York: John Wiley and Sons, 1996.
[35] S. Lin Chang, Multiple Diffraction of X-Rays in Crystals, vol. 29. Berlin, Heidelberg,
New York, and Tokyo: Springer-Verlag, 1981.
[36] S. Winarsih, B. Kurniawan, A. Manaf, S. A. Saptari, and D. Nanto, “Effect of Ca-
Doping on the Structure and Morphology of Polycrystalline La0.7(Ba1-
xCax)0.3MnO3 (x = 0; 0.03; and 0.05),” in 8th International Conference on Physics
and its Applications (ICOPIA), 2016, vol. 776, no. December.
[37] S. O. Manjunatha, A. Rao, T. Y. Lin, C. M. Chang, and Y. K. Kuo, “Effect of Ba
substitution on structural, electrical and thermal properties of La0.65Ca0.35-
xBaxMnO3(0 ≤ x ≤ 0.25) manganites,” J. Alloys Compd., vol. 619, pp. 303–310,
2015.
[38] S. A. Saptari, A. Tjahjono, S. Winarsih, P. Prasetyo, and B. Kurniawan, “Effect of
Ni-doping on Structure and Compounds by Sol-Gel Method,” Int. J. Basic Appl.
Sci., vol. 17, no. 6, pp. 12–16, 2017.
56
[39] H. Seiler, “Secondary electron emission in the scanning electron microscope,” J.
Appl. Phys., vol. 54, no. 11, 1983.
[40] H. M. Goerg, “Scanning Electron Microscopy (SEM),” in Electron Microscopy of
Polymers, 1st ed., Berlin: Springer, Berlin, Heidelberg, 2008, pp. 87–120.
[41] R. Reichelt, Scanning Electron Microscopy. New York: Springer, New York, NY,
2007.
[42] C. E. Lyman et al., Scanning Electron Microscopy , X-Ray Microanalysis , and
Analytical Electron Microscopy, 1st ed. New York and London: Plenum Press,
1990.
[43] C. W. Oatley, W. c. Nixon, and R. F. W. Pease, “Scanning Electron Microscopy,”
Adv. Electron. Electron Phys., vol. 21, pp. 181–247, 1966.
[44] S. Foner, “Simple vibrating sample magnetometer,” Rev. Sci. Instrum., vol. 27, p.
548, 1956.
[45] M. S. Lubell and A. S. S. Venturino, “Vibrating sample magnetometers,” Rev. Sci.
Instrum., vol. 31, p. 207, 1960.
[46] S. Foner, “The vibrating sample magnetometer: Experiences of a volunteer
(invited),” J. Appl. Phys., vol. 79, no. 8, p. 4740, 1996.
[47] C. T. Chen et al., “Element-specific magnetic hysteresis as a means for studying
heteromagnetic multilayers,” Phys. Rev. B, vol. 48, no. 1, pp. 642–645, 1993.
[48] H. W. F. Sung and C. Rudowicz, “A closer look at the hysteresis loop for
ferromagnets - A survey of misconceptions and misinterpretations in textbooks,”
57
2002.
[49] J. Speight, Lange’s Handbook Of Chemistry, Sixteenth Edition, 16th ed. New York,
Chicago, San Francisco, Lisbon, London, Madrid, Mexico City, Milan, New Delhi,
San Juan, Seoul, Singapore, Sydney, and Toronto: MCGRAW-HILL, 2005.
[50] M. N. Rahaman, Ceramic Processing and Sintering, 2nd ed. CRC Press, 2003.
[51] J. C. Slater, “Atomic radii in crystals,” J. Chem. Phys., vol. 41, no. 10, pp. 3199–
3204, 1964.
[52] J. Zhang, H. Tanaka, T. Kanki, J.-H. Choi, and T. Kawai, “Strain effect and the phase
diagram of La1ÀxBaxMnO3 thin films,” Phys. Rev. B, vol. 64, no. 18, p. 184404,
2001.
[53] D. R. Lide, “Magnetic susceptibility of the elements and inorganic compounds,”
Handb. Chem. Phys., pp. 130–135, 2005.
[54] A. Yadav, J. Shah, R. Gupta, A. Shukla, S. Singh, and R. K. Kotnala, “Role of spin-
glass phase for magnetoresistance enhancement in nickel substituted lanthanum
calcium manganite,” Ceram. Int., vol. 42, no. 11, pp. 12630–12638, 2016.
[55] T. A. Ho, T. L. Phan, P. D. Thang, and S. C. Yu, “Influence of Pb Doping on the
Magnetocaloric Effect and Critical Behavior of (La0.9Dy0.1)0.8Pb0.2MnO3,” J.
Electron. Mater., vol. 45, no. 5, pp. 2328–2333, 2016.
58
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Massa Bahan Prekusor La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Dimana persamaan stokiometri dari La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 adalah:
A La(NO3)3 + B Ba(NO3)2 + C Ca(NO3)2 .4H2O + D Mn(NO3)2 .4H2O +
E Ni(NO3)2 . 6H2O + F C6H8O7 . H2O G La0.7(Ba1-xCax)0.3Mn1-yNiyO3+ H H2O
+ I CO2 + J N2 + K NO2
Diketahui Massa Atom Relatif Dari Masing-Masing Unsur penyusun
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3:
La= 138.91; Ba = 137.33; Ca = 40.00; Mn = 54.94; O = 16; C = 12.01; N = 14.0070;
H = 1.0079; C = 12.0107; Ni = 58.71
Sehingga Massa Molekul Relatif Dari Masing-Masing Material Penyusun Adalah:
Mr La(NO3)3 = 324.927 gr/mol
Mr Ba(NO3)2 = 199,3370 gr/mol
Mr Ca(NO3)2 = 164,0140 gr/mol
Mr Mn(NO3)2 .4 H2O = 251.01gr/mol
Mr Ni(NO3)2 =182,724gr/mol
Dimana massa La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3 yang akan dibuat sebanyak 10 gram
sehingga kita menggunakan perbandingan Molaritas dari masing-masing bahan
penyusun dengan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3.
59
x = 0.3; y = 0.1
Dimana persamaan stokiometri dari sampel dengan komposisi x = 0.3; y =
0.1 adalah sebagai berikut.
0,7 La(NO3)3 + 0.21 Ba(NO3)2+ 0.09 Ca(NO3)2 . 4H2O + 0.9 Mn(NO3)2 . 4
H2O + 0.1 Ni(NO3)2 . 6H2O + C6H8O7 . H2O La0,7Ba0.21Ca0,09Mn0,9Ni0,1O3
+ 9,56 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Persamaan umum menghitung massa dari persamaan reaksi adalah
sebagai berikut
𝑔𝑟𝐴 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐴
𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐵.
𝑔𝑟𝐵
𝑀𝑟𝐵𝑥 𝑀𝑟𝐴) 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛
Dimana A dalam hal ini bahan penyusun dan B adalah produk
Didalam pembuatan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
menggunakan bahan pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian sebesar 99%.
Massa La(NO3)3
𝑔𝑟 La(NO3)3 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 La(NO3)3
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 La(NO3)3) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 La(NO3)3 = 9.86 gram
Tetapi karena bahan prekusor yang digunakan adalah La2O3 maka harus
dihitung menggunakan perbandingan mol antara La(NO3)3 dengan prekusor dalam
hal ini La2O3 dan HNO3 untuk mengetahui berapa banyak prekusor La2O3 yang
digunakan dan berapa ml asam nitrat yang digunakan untuk menitratkan La2O3.
60
Massa La2O3 yang dibutuhkan memenuhi persamaan berikut
𝑔𝑟 La2O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La2O3.
𝑔𝑟 La (NO3)3
𝑀𝑟 La (NO3)3𝑥 𝑀𝑟La2O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 La2O3 = 4.99
Jumlah ml HNO3 yang digunakan untuk meniratkan La2O3 memenuhi
persamaan mol dibawah ini
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑁O3.
𝑔𝑟La(NO3)3
𝑀𝑟La(NO3)3𝑥 𝑀𝑟𝐻𝑁O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = 5.7950
Tetapi karena asam nitrat berupa cairan maka kita convert gram menjadi ml dengan
membagi massa dengan massa jenis dari asam nitrat
𝑚𝑙 𝐻𝑁O3 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝑁O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐻𝑁O3
Maka
ml HNO3 = 4.1012
Sehingga massa La2O3 yang digunakan untuk membentuk produk
La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3 sebesar 10 gram adalah sebanyak 4.99 gram dan
ditambahkan asam nitrat sebanyak 4.10 ml.
61
Massa Ba(NO3)2
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ba(NO3)2
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 Ba(NO3)2) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = 1.81 gram
Massa Ca(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 0.64 gram
Massa Mn(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 9.79 gram
Massa Ni(NO3)2 . 6 H2O
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = 0.38 gram
Massa C6H8O7 . H2O
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = 16.22 gram
62
x = 0.3; y = 0.2
Dimana persamaan stokiometri dari sampel dengan komposisi x=0.3; y=0.2
adalah sebagai berikut
0,7 La(NO3)3 + 0.21 Ba(NO3)2 + 0.09 Ca(NO3)2 . 4H2O + 0.8 Mn(NO3)2 . 4
H2O + 0.2 Ni(NO3)2 . 6H2O + C6H8O7 . H2O La0,7Ba0.21Ca0,09Mn0,8Ni0,2O3
+ 9,76 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Persamaan umum menghitung massa dari persamaan reaksi adalah
sebagai berikut
𝑔𝑟𝐴 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐴
𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐵.
𝑔𝑟𝐵
𝑀𝑟𝐵𝑥 𝑀𝑟𝐴) 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛
Dimana A dalam hal ini bahan penyusun dan B adalah produk
Didalam pembuatan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
menggunakan bahan pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian sebesar 99%.
Massa La(NO3)3
𝑔𝑟 La(NO3)3 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 La(NO3)3
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑥 𝑀𝑟 La(NO3)3) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 La(NO3)3 = 9.84 gram
Tetapi karena bahan prekusor yang digunakan adalah La2O3 maka harus
dihitung menggunakan perbandingan mol antara La(NO3)3 dengan prekusor dalam
hal ini La2O3 dan HNO3 untuk mengetahui berapa banyak prekusor La2O3 yang
digunakan dan berapa ml asam nitrat yang digunakan untuk menitratkan La2O3.
63
Massa La2O3 yang dibutuhkan memenuhi persamaan berikut
𝑔𝑟 La2O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La2O3.
𝑔𝑟 La (NO3)3
𝑀𝑟 La (NO3)3𝑥 𝑀𝑟La2O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 La2O3 = 4.99
Jumlah ml HNO3 yang digunakan untuk meniratkan La2O3 memenuhi
persamaan mol dibawah ini
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑁O3.
𝑔𝑟La(NO3)3
𝑀𝑟La(NO3)3𝑥 𝑀𝑟𝐻𝑁O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = 5.78
Tetapi karena asam nitrat berupa cairan maka kita convert gram menjadi ml dengan
membagi massa dengan massa jenis dari asam nitrat
𝑚𝑙 𝐻𝑁O3 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝑁O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐻𝑁O3
Maka
ml HNO3 = 4.09
Sehingga massa La2O3 yang digunakan untuk membentuk produk
La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3 sebesar 10 gram adalah sebanyak 4.99 gram dan
ditambahkan asam nitrat sebanyak 4.09 ml.
64
Massa Ba(NO3)2
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ba(NO3)2
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑥 𝑀𝑟 Ba(NO3)2) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = 1.81 gram
Massa Ca(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 0.64 gram
Massa Mn(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 8.69 gram
Massa Ni(NO3)2 . 6 H2O
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = 0.75 gram
Massa C6H8O7 . H2O
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = 15.76 gram
65
x = 0.3; y = 0.3
Dimana persamaan stokiometri dari sampel dengan komposisi x=0.3; y=0.3
adalah sebagai berikut
0,7 La(NO3)3 + 0.21 Ba(NO3)2+ 0.09 Ca(NO3)2 . 4H2O + 0.7 Mn(NO3)2 . 4
H2O + 0.3 Ni(NO3)2 . 6H2O + C6H8O7 . H2O La0,7Ba0.21Ca0,09Mn0,7Ni0,3O3
+ 9,96 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Persamaan umum menghitung massa dari persamaan reaksi adalah
sebagai berikut
𝑔𝑟𝐴 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐴
𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐵.
𝑔𝑟𝐵
𝑀𝑟𝐵𝑥 𝑀𝑟𝐴) 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛
Dimana A dalam hal ini bahan penyusun dan B adalah produk
Didalam pembuatan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
menggunakan bahan pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian sebesar 99%.
Massa La(NO3)3
𝑔𝑟 La(NO3)3 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 La(NO3)3
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑥 𝑀𝑟 La(NO3)3) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 La(NO3)3 = 9.82 gram
Tetapi karena bahan prekusor yang digunakan adalah La2O3 maka harus
dihitung menggunakan perbandingan mol antara La(NO3)3 dengan prekusor dalam
hal ini La2O3 dan HNO3 untuk mengetahui berapa banyak prekusor La2O3 yang
digunakan dan berapa ml asam nitrat yang digunakan untuk menitratkan La2O3.
66
Massa La2O3 yang dibutuhkan memenuhi persamaan berikut
𝑔𝑟 La2O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La2O3.
𝑔𝑟 La (NO3)3
𝑀𝑟 La (NO3)3𝑥 𝑀𝑟La2O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 La2O3 = 4.98
Jumlah ml HNO3 yang digunakan untuk meniratkan La2O3 memenuhi
persamaan mol dibawah ini
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑁O3.
𝑔𝑟La(NO3)3
𝑀𝑟La(NO3)3𝑥 𝑀𝑟𝐻𝑁O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = 5.77
Tetapi karena asam nitrat berupa cairan maka kita convert gram menjadi ml dengan
membagi massa dengan massa jenis dari asam nitrat
𝑚𝑙 𝐻𝑁O3 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝑁O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐻𝑁O3
Maka
ml HNO3 = 4.09
Sehingga massa La2O3 yang digunakan untuk membentuk produk
La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3 sebesar 10 gram adalah sebanyak 4.98 gram dan
ditambahkan asam nitrat sebanyak 4.09 ml.
67
Massa Ba(NO3)2
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ba(NO3)2
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑥 𝑀𝑟 Ba(NO3)2) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = 1.81 gram
Massa Ca(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 0.64 gram
Massa Mn(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 7.59 gram
Massa Ni(NO3)2 . 6 H2O
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = 1.12 gram
Massa C6H8O7 . H2O
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.21Ca0.09Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = 15.29 gram
68
x = 0.5; y = 0.1
Dimana persamaan stokiometri dari sampel dengan komposisi x=0.5; y=0.1
adalah sebagai berikut
0,7 La(NO3)3 + 0.15 Ba(NO3)2+ 0.15 Ca(NO3)2 . 4H2O + 0.9 Mn(NO3)2 . 4
H2O + 0.1 Ni(NO3)2 . 6H2O + C6H8O7 . H2O La0,7Ba0.15Ca0,15Mn0,9Ni0,1O3
+ 9,8 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Persamaan umum menghitung massa dari persamaan reaksi adalah
sebagai berikut
𝑔𝑟𝐴 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐴
𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐵.
𝑔𝑟𝐵
𝑀𝑟𝐵𝑥 𝑀𝑟𝐴) 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛
Dimana A dalam hal ini bahan penyusun dan B adalah produk
Didalam pembuatan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
menggunakan bahan pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian sebesar 99%.
Massa La(NO3)3
𝑔𝑟 La(NO3)3 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 La(NO3)3
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑥 𝑀𝑟 La(NO3)3) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 La(NO3)3 = 10.11 gram
Tetapi karena bahan prekusor yang digunakan adalah La2O3 maka harus
dihitung menggunakan perbandingan mol antara La(NO3)3 dengan prekusor dalam
hal ini La2O3 dan HNO3 untuk mengetahui berapa banyak prekusor La2O3 yang
digunakan dan berapa ml asam nitrat yang digunakan untuk menitratkan La2O3.
69
Massa La2O3 yang dibutuhkan memenuhi persamaan berikut
𝑔𝑟 La2O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La2O3.
𝑔𝑟 La (NO3)3
𝑀𝑟 La (NO3)3𝑥 𝑀𝑟La2O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 La2O3 = 5.12
Jumlah ml HNO3 yang digunakan untuk meniratkan La2O3 memenuhi
persamaan mol dibawah ini
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑁O3.
𝑔𝑟La(NO3)3
𝑀𝑟La(NO3)3𝑥 𝑀𝑟𝐻𝑁O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = 5.94
Tetapi karena asam nitrat berupa cairan maka kita convert gram menjadi ml dengan
membagi massa dengan massa jenis dari asam nitrat
𝑚𝑙 𝐻𝑁O3 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝑁O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐻𝑁O3
Maka
ml HNO3 = 4.21
Sehingga massa La2O3 yang digunakan untuk membentuk produk
La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3 sebesar 10 gram adalah sebanyak 5.12 gram dan
ditambahkan asam nitrat sebanyak 4.21 ml.
70
Massa Ba(NO3)2
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ba(NO3)2
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑥 𝑀𝑟 Ba(NO3)2) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = 1.33 gram
Massa Ca(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 1.09 gram
Massa Mn(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 10.05 gram
Massa Ni(NO3)2 . 6 H2O
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = 0.38 gram
Massa C6H8O7 . H2O
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.9Ni0.1O3𝑥 𝑀𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = 16.64 gram
71
x = 0.5; y = 0.2
Dimana persamaan stokiometri dari sampel dengan komposisi x=0.5; y=0.2
adalah sebagai berikut
0,7 La(NO3)3 + 0.15 Ba(NO3)2+ 0.15 Ca(NO3)2 . 4H2O + 0.8 Mn(NO3)2 . 4
H2O + 0.2 Ni(NO3)2 . 6H2O + C6H8O7 . H2O La0,7Ba0.15Ca0,15Mn0,8Ni0,2O3
+ 10 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Persamaan umum menghitung massa dari persamaan reaksi adalah
sebagai berikut
𝑔𝑟𝐴 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐴
𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐵.
𝑔𝑟𝐵
𝑀𝑟𝐵𝑥 𝑀𝑟𝐴) 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛
Dimana A dalam hal ini bahan penyusun dan B adalah produk
Didalam pembuatan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
menggunakan bahan pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian sebesar 99%.
Massa La(NO3)3
𝑔𝑟 La(NO3)3 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 La(NO3)3
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑥 𝑀𝑟 La(NO3)3) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 La(NO3)3 = 10.09 gram
Tetapi karena bahan prekusor yang digunakan adalah La2O3 maka harus
dihitung menggunakan perbandingan mol antara La(NO3)3 dengan prekusor dalam
hal ini La2O3 dan HNO3 untuk mengetahui berapa banyak prekusor La2O3 yang
digunakan dan berapa ml asam nitrat yang digunakan untuk menitratkan La2O3.
72
Massa La2O3 yang dibutuhkan memenuhi persamaan berikut
𝑔𝑟 La2O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La2O3.
𝑔𝑟 La (NO3)3
𝑀𝑟 La (NO3)3𝑥 𝑀𝑟La2O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 La2O3 = 5.11
Jumlah ml HNO3 yang digunakan untuk meniratkan La2O3 memenuhi
persamaan mol dibawah ini
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑁O3.
𝑔𝑟La(NO3)3
𝑀𝑟La(NO3)3𝑥 𝑀𝑟𝐻𝑁O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = 5.93
Tetapi karena asam nitrat berupa cairan maka kita convert gram menjadi ml dengan
membagi massa dengan massa jenis dari asam nitrat
𝑚𝑙 𝐻𝑁O3 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝑁O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐻𝑁O3
Maka
ml HNO3 = 4.2
Sehingga massa La2O3 yang digunakan untuk membentuk produk
La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3 sebesar 10 gram adalah sebanyak 5.11 gram dan
ditambahkan asam nitrat sebanyak 4.2 ml.
73
Massa Ba(NO3)2
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ba(NO3)2
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 Ba(NO3)2) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = 1.33 gram
Massa Ca(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 1.09 gram
Massa Mn(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 8.91 gram
Massa Ni(NO3)2 . 6 H2O
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = 0.77 gram
Massa C6H8O7 . H2O
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.8Ni0.2O3𝑥 𝑀𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka 𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = 16.16 gram
74
x = 0.5; y = 0.3
Dimana persamaan stokiometri dari sampel dengan komposisi x=0.5; y=0.3
adalah sebagai berikut
0,7 La(NO3)3 + 0.15 Ba(NO3)2+ 0.15 Ca(NO3)2 . 4H2O + 0.7 Mn(NO3)2 . 4
H2O + 0.3 Ni(NO3)2 . 6H2O + C6H8O7 . H2O La0,7Ba0.15Ca0,15Mn0,7Ni0,3O3
+ 10,2 H2O + 6 CO2 + 1,825 N2 + 1,05 NO2
Persamaan umum menghitung massa dari persamaan reaksi adalah
sebagai berikut
𝑔𝑟𝐴 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐴
𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐵.
𝑔𝑟𝐵
𝑀𝑟𝐵𝑥 𝑀𝑟𝐴) 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛
Dimana A dalam hal ini bahan penyusun dan B adalah produk
Didalam pembuatan produk dalam hal ini La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
menggunakan bahan pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian sebesar 99%.
Massa La(NO3)3
𝑔𝑟 La(NO3)3 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 La(NO3)3
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑥 𝑀𝑟 La(NO3)3) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 La(NO3)3 = 10.08 gram
Tetapi karena bahan prekusor yang digunakan adalah La2O3 maka harus
dihitung menggunakan perbandingan mol antara La(NO3)3 dengan prekusor dalam
hal ini La2O3 dan HNO3 untuk mengetahui berapa banyak prekusor La2O3 yang
digunakan dan berapa ml asam nitrat yang digunakan untuk menitratkan La2O3.
75
Massa La2O3 yang dibutuhkan memenuhi persamaan berikut
𝑔𝑟 La2O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 La2O3.
𝑔𝑟 La (NO3)3
𝑀𝑟 La (NO3)3𝑥 𝑀𝑟La2O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 La2O3 = 5.11
Jumlah ml HNO3 yang digunakan untuk meniratkan La2O3 memenuhi
persamaan mol dibawah ini
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 La(NO3)3
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑁O3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑁O3.
𝑔𝑟La(NO3)3
𝑀𝑟La(NO3)3𝑥 𝑀𝑟𝐻𝑁O3) 𝑥
1
0.99
𝑔𝑟 𝐻𝑁O3 = 5.92
Tetapi karena asam nitrat berupa cairan maka kita convert gram menjadi ml dengan
membagi massa dengan massa jenis dari asam nitrat
𝑚𝑙 𝐻𝑁O3 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝑁O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐻𝑁O3
Maka
ml HNO3 = 4.19
Sehingga massa La2O3 yang digunakan untuk membentuk produk
La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3 sebesar 10 gram adalah sebanyak 5.11 gram dan
ditambahkan asam nitrat sebanyak 4.19 ml.
76
Massa Ba(NO3)2
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ba(NO3)2
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑥 𝑀𝑟 Ba(NO3)2) 𝑥 1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ba(NO3)2 = 1.33 gram
Massa Ca(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3.𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 Ca(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 1.09 gram
Massa Mn(NO3)2 . 4 H2O
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑀𝑛(NO3)2 4𝐻2𝑂 = 7.79 gram
Massa Ni(NO3)2 . 6 H2O
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝑁𝑖(NO3)2 6 𝐻2𝑂 = 1.15 gram
Massa C6H8O7 . H2O
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = (𝑘𝑜𝑒𝑓 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂
𝑘𝑜𝑒𝑓 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3.
𝑔𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3
𝑀𝑟 La0.7Ba0.15Ca0.15Mn0.7Ni0.3O3𝑥 𝑀𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂) 𝑥
1
0.99
Maka
𝑔𝑟 𝐶6𝐻8𝑂7 𝐻2𝑂 = 15.68 gram
77
Lampiran 2. Hasil Refinement Pola XRD La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
x = 0.3 ; y = 0.1
x = 0.3 ; y = 0.2
78
x = 0.3 ; y = 0.3
x = 0.5 ; y = 0.1
79
x = 0.5 ; y = 0.2
x = 0.5 ; y = 0.3
80
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Ukuran Kristal La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Dimana untuk mengukur ukuran kristal digunakan metode scherrer yang ditunjukan
oleh persamaan dibawah ini.
𝐷 =𝑘 𝜆
𝐵 cos 𝜃
Dengan k= 0,94 𝜆= panjang gelombang radiasi sinar X, B= FWHM , 𝜃= Sudut
puncak.
x = 0.3 ; y = 0.1
2 𝜃 𝜃 FWHM (deg) FWHM (rad) cos 𝜃 D (nm)
32.680 16.34 0.409 0.007138 0.9596 21.16
46.786 23.393 0.410 0.007156 0.9178 22.07
57.98 28.99 0.651 0.011362 0.8747 14.58
Rata-Rata 19.27
x = 0.3 ; y = 0.2
2 𝜃 𝜃 FWHM (deg) FWHM (rad) cos 𝜃 D (nm)
32.831 16.42 0.426 0.007435 0.9592 20.38
46.95 23.475 0.399 0.006964 0.9172 22.69
58.138 29.069 0.632 0.011103 0.8740 15.03
Rata-Rata 19.35
x = 0.3 ; y = 0.3
2 𝜃 𝜃 FWHM (deg) FWHM (rad) cos 𝜃 D (nm)
32.673 16.336 0.505 0.008814 0.9596 17.13
46.771 23.385 0.51 0.008901 0.9179 17.74
58.12 29.06 0.83 0.014486 0.8741 11.45
Rata-Rata 15.44
81
x = 0.5 ; y = 0.1
2 𝜃 𝜃 FWHM (deg) FWHM (rad) cos 𝜃 D (nm)
32.775 16.39 0.547 0.009547 0.9594 15.82
46.91 23.455 0.653 0.011397 0.9174 13.86
58.25 29.125 0.9 0.015708 0.8734 10.56
Rata-Rata 13.42
x = 0.5 ; y = 0.2
2 𝜃 𝜃 FWHM (deg) FWHM (rad) cos 𝜃 D (nm)
32.58 16.29 0.507 0.008849 0.9599 17.06
46.67 23.335 0.58 0.010123 0.9182 15.59
57.903 28.95 0.691 0.01206 0.875 13.73
Rata-Rata 15.46
x = 0.5 ; y = 0.3
2 𝜃 𝜃 FWHM (deg) FWHM (rad) cos 𝜃 D (nm)
32.71 16.355 0.529 0.009233 0.9595 16.36
46.86 23.43 0.55 0.009599 0.9175 16.45
58.049 29.02 0.77 0.01344 0.8744 12.33
Rata-Rata 15.05
82
Lampiran 4. Hasil Karakterisasi Scanning Electron Microscope
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
x = 0.3 ; y = 0.1
83
x = 0.3 ; y = 0.2
84
x = 0.3 ; y = 0.3
85
x = 0.5 ; y = 0.1
86
x = 0.5 ; y = 0.2
87
x = 0.5 ; y = 0.3
88
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Komposisi Unsur Secara Teori Kristal
La0,7(Ba1-xCax)0,3Mn1-yNiyO3
Dimana untuk mengukur komposisi unsur pada sampel dilakukan perhitungan at.%
yang ditunjukan oleh persamaan dibawah ini.
𝑎𝑡. % =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑜𝑛 𝑈𝑛𝑠𝑢𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑜𝑛 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100 %
Berikut jumlah atomic persen (at.%) dari masing-masing komposisi unsur.
x = 0.3 ; y = 0.1
Unsur 𝑎𝑡. %
La 14
Ba 4.2
Ca 1.8
Mn 18
Ni 2
O 60
x = 0.3 ; y = 0.2
Unsur 𝑎𝑡. %
La 14
Ba 4.2
Ca 1.8
Mn 16
Ni 4
O 60
x = 0.3 ; y = 0.3
Unsur 𝑎𝑡. %
La 14
Ba 4.2
Ca 1.8
Mn 14
Ni 6
O 60
89
x = 0.5 ; y = 0.1
Unsur 𝑎𝑡. %
La 14
Ba 3
Ca 3
Mn 18
Ni 2
O 60
x = 0.5 ; y = 0.2
Unsur 𝑎𝑡. %
La 14
Ba 3
Ca 3
Mn 16
Ni 4
O 60
x = 0.5 ; y = 0.3
Unsur 𝑎𝑡. %
La 14
Ba 3
Ca 3
Mn 14
Ni 6
O 60