Analisis Standar Belanja

123

Click here to load reader

description

Analisis standar Belanja (ASB) Kabupaten Ngawi

Transcript of Analisis Standar Belanja

Page 1: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB)

TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Perencanaan Wilayah dan Keuangan Daerah

Oleh :

RAHADIYAN PRASANA PUTRA S4209076

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA

2012

Page 2: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB)

TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)

Disusun oleh : RAHADIYAH PRASANA PUTRA

S4209076

Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si Drs. Mulyanto, ME NIP.19730605 200912 2 001 NIP.19680623 199302 1 001

Ketua Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dr. AM. SUSILO, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001

Page 3: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB)

TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)

Disusun oleh : RAHADIYAH PRASANA PUTRA

S4209076

Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal :

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Tim Penguji Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP

Pembimbing Utama Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si

Pembimbing Pendamping Drs. Mulyanto, ME

Mengetahui Ketua Program Studi Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S Dr. AM. Susilo, M.Sc NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19590328 198803 1 001

Page 4: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

HALAMAN PERYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : RAHADIYAN PRASANA PUTRA

NIM : S4209076

Program Studi : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan Wilayah dan Keuangan Daerah

Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan

jiplakan dari hasil karya orang lain.

Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.

Ngawi, April 2012

Tertanda,

RAHADIYAN PRASANA PUTRA

Page 5: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Mendapat kepercayaan itu mudah, yang lebih mudah lagi menghancurkan,tapi yang sulit adl membina dan menjaga kepercayaan itu.

Berbuat kesalahan adl hal yang biasa.Tetapi memperbaiki semua kesalahan adl hal yang sangat luar biasa.

Hidup ini akan menjadi penuh arti, apabila mempunyai arti

/ manfaat untuk orang lain.

Usaha tanpa do’a itu “SOMBONG”, do’a tanpa usaha itu “SIA-SIA”

Page 6: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukurku, karya ini Kupersembahkan untuk :

PAPA RACHMAD SUPRASONO & MAMA SUBIYATI TERCINTA

Sebagai ungkapan trimakasih & tanda baktiku

kepada kedua orang tuaku..

Mas Agus, Mbak Nilam serta Kel.Besarku di bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kab. Ngawi

Sebuah tanggung jawab yg besar untukku..thx bt

dispensasi waktu, bantuan, support & do’anya

slama ni..(maaf kalau sering ijin meninggalkan

kantor,,karena harus konsul tesis ke solo)

Seseorang yg selalu mengisi ruang hatiku NURUL IZZATI

Istriqu tercinta

Mkch ats cinta & sygmu slama ni..Mkch

tlah mendampingiku dengan sabar saat

suka & duka, karna kamu aku bisa.......

Sahabat & teman2ku tercinta

Yang slalu mendo’akanku & membantuku dlm sgala

hal..

Almamater yg kubanggakan Dan untuk waktu

yang telah mengubahku menjadi lebih

baik.....

Page 7: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRAK

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi selama ini menerapkan sistem pendekatan incremental dan line item. Penerapan dari pendekatan tersebut mengakibatkan ditemukannya pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Penyusunan APBD berbasis kinerja menjadi sebuah keharusan di daerah, karena dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut, maka anggaran daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang diperlukan untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis Standar Belanja (ASB).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan belanja rata-rata dengan model regresi linier sederhana Analisis Standar Belanja (ASB), menghitung nilai minimum dan maksimum anggaran belanja, serta menghitung prosentase alokasi belanja pada masing-masing objek belanja.

Berdasarkan analisa data dan pembahasan diperoleh persamaan regresi linier sederhana dengan ASB untuk anggaran belanja : Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X dimana Y adalah total anggaran, sedangkan X adalah cost driver. nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masing-masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut : belanja rata-rata sebesar Rp. 70.000.000,00 belanja minimum sebesar 59.371.325,70, dan belanja maksimum sebesar 80.628.674,30. Berdasarkan prosentase alokasi belanja dapat diketahui bahwa kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangungan Kabupaten Ngawi, dapat diketahui 40% pelaksanaan anggaran keuangannya dalam kondisi underfinance, 20% wajar dan 40% lagi overfinance. Kata Kunci : Analisis Standar Belanja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Page 8: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRACT

Preparation of Budget Ngawi District during this incremental approach to implementing the system and the line item. Implementation of these approaches lead to the discovery of an inefficient allocation of funds and effective. It can be seen from the over financing and under financing in the implementation of an activity. Performance-based budgeting become a necessity in the area, due to the use of the performance budget, the budget should be more transparent, equitable, and accountable. One of the instruments required to prepare local budgets with the performance approach is ASB (Standard Analysis of Expenditure). This study aims to obtain avarage budget with a simple linear regression model Standard Analysis of Expenditure (ASB), calculate the minimum and maximum budget, and calculate the percentage allocation of expenditure in each expenditure object. Based on data analysis and discussion of a simple linear regression equation obtained by ASB for the budget: Y = 9.417.170.19 + 203.298,09X where Y is the total budget, while X is a cost driver. the minimum and maximum spending a forum for communication or coordination of activities at the Regional Planning Board fiscal year 2010 from the regression model for each group of the Standard Analysis of Expenditure (ASB) is as follows: avarage budget of 70.000.000,00, a minimum budget of 59,371,325.70, and the budget maximum 80,628,674.30. Based on the percentage allocation of expenditure can be seen that the coordination of activities in the District Development Planning Agency Ngawi, it can be seen 40% of budgetary finances in underfinanced conditions, 20% fair and 40% more over finance. Keywords: Analysis of Standard Spending, Revenue and Expenditure Budget

Page 9: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah

Subhanahuwata’ala, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan

tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini adalah merupakan

salah satu syarat guna memperoleh derajat sarjana S-2 pada Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Program Pascasarjana Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan Surakarta yang berjudul “Evaluasi Penganggaran Keuangan

Daerah Dengan Analisis Standar Belanja Tahun Anggaran 2010 (Studi

Kasus: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi).

Berkenaan dengan penulisan penelitian tesis ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

untuk bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang telah memungkinkan

selesainya penyusunan maupun penyajian tesis ini, kepada :

1. Dr. AM. Susilo M.Sc, selaku Ketua Program Studi Megister Ekonomi dan

Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang

telah setia mendukung kegiatan perkuliahan sampai dengan proses

penyusunan tesis ini;

2. Ibu Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pertama dan

Bapak Drs. Mulyanto, ME selaku Dosen Pembimbing Kedua. Terima kasih

banyak atas waktu, kesabaran, ketelatenan, informasi, arahan, serta

bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

Page 10: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

3. Bapak / Ibu dosen Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan tambahan ilmu

dan wawasan serta motivasi kepada penulis;

4. Istriku tercinta Nurul Izzati yang dengan penuh kesabaran telah berkorban

demi keberhasilan penulis dalam mengikuti pendidikan;

5. Kedua orang tuaku, mertuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan

dorongan moral kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi;

6. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan Program Studi Megister Ekonomi dan

Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

membantu memberikan berbagai informasi, motivasi dan saran-saran kepada

penulis selama menempuh studi;

7. Teman-teman di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi Bidang Prasarana Wilayah Bapak Setu Riyanto, Dodik,

Udin, Mbak Ninik, Nita, Diyah, Yayuk, Putri dan Khususnya kepada Kepala

Sub. Bidang Permukiman dan Prasarana Bappeda Kabupaten Ngawi Ibu

Kusumawati Nilam S.S.Si, Kepala Sub. Bidang Tata Ruang, Sumber Daya

Alam dan Lingkungan Hidup Bappeda Kabupaten Ngawi Bapak Agus

Sutopo, S.STP, MT. Terima kasih banyak telah membantu penulis dalam

memperoleh data-data penelitian.

Page 11: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

Akhirnya Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan diterima dengan senang

hati demi sempurnanya tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini bisa

bermanfaat dan dapat dikembangkan lagi sebagai dasar oleh para peneliti ke

depan.

Ngawi, April 2012

Peneliti

RAHADIYAN PP

Page 12: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .............................. iv

MOTTO .................................................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi

ABSTRAK .............................................................................................. vii

ABSTRACT .............................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 12

A. Landasan Teori ........................................................................ 12

1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ...... 12

2. Jenis Sistem Penganggaran Keuangan Daerah .................. 14

Page 13: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

3. Prinsip-prinsip Penganggaran APBD................................. 19

4. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon

Anggaran (PPA) ................................................................. 21

5. Fungsi Anggaran Daerah ................................................... 27

6. Siklus Perencanaan Anggaran Daerah ............................... 29

7. Pengertian Analisis Standar Belanja (ASB) ....................... 30

8. Landasan Hukum Analisis Standar Belanja (ASB) ........... 31

9. Prinsip Dasar Penyusunan ASB ......................................... 35

10. Peranan ASB Dalam Penyusunan Anggaran ..................... 35

11. Anggaran Berbasis Kinerja ................................................ 38

B. Studi Terdahulu ....................................................................... 43

C. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................... 47

BAB. III METODE PENELITIAN .......................................................... 49

A. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ................................... 49

B. Lokasi Penelitian……………………………………………. 50

C. Jenis dan Sumber Data……………………………………… . 50

D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 51

E. Definisi Operasional Variabel Penelitan ................................. 51

F. Metode Analisis Data .............................................................. 54

1. Belanja rata-rata.................................................................. 55

2. Batas Minimum dan Maksimum Belanja............................ 56

3. Prosentase Alokasi Belanja................................................ . 57

Page 14: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

a. Prosentase Alokasi Belanja rata-rata............................. .. 57

b. Prosentase Alokasi Belanja Minimum.......................... .. 57

c. Prosentase Alokasi Belanja Maksimum........................ .. 58

4. Kewajaran Anggaran........................................................... 58

BAB. IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................ 56

A. Kondisi Umum Kabupaten Ngawi ........................................... 56

1. Kondisi Geografis .............................................................. 56

2. Pemerintahan Daerah............................................................ 62

3. Demografi (Kependudukan) .............................................. 65

4. Pendidikan .......................................................................... 67

5. Mata Pencaharian ............................................................... 69

6. Struktur Usia Penduduk ..................................................... 72

7. Pendapatan Per Kapita Daerah ........................................... 72

B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi 76

1. Kondisi Umum Bappeda Kabupaten Ngawi ...................... 76

2. Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi ............... 77

3. Renstra dan Prioritas Program Renstra Bappeda ............... 80

C. Analisa Data dan Pembahasan. ................................................ 81

1. Belanja Rata-rata ................................................................ 81

2. Penghitungan Nilai Minimum dan Maksimum Belanja .... 87

3. Penghitungan Prosentase Alokasi Belanja ........................ 89

4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan

Dengan Menggunakan Model ASB ................................... 92

Page 15: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

D. Pembahasan

1. Belanja Rata-rata ................................................................ 94

2. Nilai Minimum dan Maksimum Belanja ........................... 95

3. Prosentase Alokasi Belanja ................................................ 96

4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan

Dengan Menggunakan Model ASB……………………. .. 97

BAB. V PENUTUP .................................................................................... 99

A. Kesimpulan ............................................................................. 99

B. Saran ...................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 103

Page 16: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Ringkasan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2010 ................... 7

Tabel 4.1 Penduduk Kabupaten Ngawi menurut Hasil Sensus Penduduk 66

Tabel 4.2 Penduduk Akhir Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin............. 67

Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil/Kerajinan Rumah

Tangga Menurut Subsektor Industri ........................................ 70

Tabel 4.4 PDRB menurut Lapangan Usaha (2005-2009) (milyar rupiah) 74

Tabel 4.5 Anggaran KUA-PPA................................................................ 81

Tabel 4.6 Perincian Anggaran Program Kerjasama Pembangunan antar

Wilayah Tahun 2010 ................................................................ 82

Tabel 4.7 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan

Ekonomi Tahun 2010 ............................................................... 82

Tabel 4.8 Perincian Anggaran Program Perencanaan Sosial Budaya

Tahun 2010 .............................................................................. 83

Tabel 4.9 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan

Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 ................................... 83

Tabel 4.10 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan

Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 ................................... 84

Tabel 4.11 Perincian Anggaran Kelompok ASB forum komunikasi atau

koordinasi Bappeda Tahun 2010.............................................. 84

Tabel 4.12 Cost driver dan Output kegiatan Koordinasi Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010 ..................... 85

Page 17: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

HALAMAN

Tabel 4.13 Pehitungan persamaan regresi sederhana (Model ASB) .......... 86

Tabel 4.14 Perhitungan Kekeliruan Baku Tafsiran .................................... 88

Tabel 4.15 Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata ...................................... 89

Tabel 4.16 Prosentase Alokasi Belanja Minimum ..................................... 90

Tabel 4.17 Prosentase Alokasi Belanja Maksimum ................................... 91

Tabel 4.18 Prosentase Batas Belanja ......................................................... 92

Tabel 4.19 Klasifikasi Kewajaran Belanja ................................................. 89

Page 18: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................ 48

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ngawi .......................................................... 60

Gambar 4.2 Rata-rata Curah Hujan/Bulan di Kabupaten Ngawi .............. 61

Gambar 4.3 Prosentase Luas Lahan Sawah di Kabupaten Ngawi

Menurut Jenis Pengairannya ................................................. 62

Gambar 4.4 Prosentase Luas Lahan Bukan Sawah di Kabupaten Ngawi

Menurut Penggunaannya....................................................... 62

Gambar 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab

Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010........................... . 63

Gambar 4.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab

Menurut Golongan Kepangkatan Tahun 2010................... ... 64

Gambar 4.7 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan

Jenis Kelamin tahun 2010...................................................... 64

Gambar 4.8 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan

Tingkat Pendidikan tahun 2010............................................. 65

Gambar 4.9 Perkembangan Jumlah Murid di Kabupaten Ngawi ............. 68

Gambar 4.10 Perkembangan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi .................. 71

Gambar 4.11 Penduduk Kabupaten Ngawi Menurut Golongan Umur...... . 72

Gambar 4.12 Distribusi Prosentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku

Kabupaten Ngawi .................................................................. 74

Page 19: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

HALAMAN

Gambar 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi ................... 75

Gambar 4.14 Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi .................. 78

Page 20: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah

Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010

Lampiran 2. Objek Anggaran Belanja Kelompok ASB Forum Komunikasi atau

Koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010

Lampiran 3. Cost Driver ASB Forum Komunikasi atau Koordinasi Bappeda

Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010

Lampiran 4. Perhitungan Belanja Rata-rata

Lampiran 5. Perhitungan Nilai Maksimum dan Minimum Belanja

Lampiran 6. Perhitungan Prosentase Alokasi Belanja

Lampiran 7. Menentukan Klasifikasi Kewajaran Belanja Berdasarkan ASB

Page 21: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otonomi Daerah merupakan proses awal terjadinya reformasi

penganggaran keuangan daerah di Indonesia. Otonomi Daerah sangat

berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait

dengan pengalokasian sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah. Pada

dasarnya untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka menghadapi

Otonomi Daerah salah satu faktor keuangan yang perlu menjadi perhatian

adalah perencanaan keuangan daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD).

Pemerintah dalam rangka mengantisipasi adanya reformasi dalam

pengelolaan keuangan daerah, maka meresponnya dengan mengeluarkan

beberapa peraturan perundang-undangan ditandai dengan dikeluarkannya

pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor

25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Setelah itu,

dalam manajemen keuangan daerah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.

1

Page 22: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Kemudian dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang

merupakan uraian penjelasan penyusunan APBD. Permendagri No. 13 Tahun

2006 merupakan pengganti dari Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Beberapa

perubahan dari Permendagri No. 13 Tahun 2006 yaitu :

1. Dikenalkannya kembali bendahara pengeluaran dan bendahara

penerimaan;

2. Belanja aparatur dan belanja publik dihilangkan dan lebih menekankan

kepada belanja langsung dan belanja tidak langsung;

3. Penyusunan indikator kinerja mulai dari memasukan (input), keluar

(output), dan menghasilkan hasil, tetapi manfaat dan dampak dihilangkan;

dan

4. Kemudian mulai dikenalkannya Medium Terms Expenditure Framework

(MTEF).

Kemudian juga dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59

Tahun 2007 yang memuat perubahan atas atas Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah.

Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 39

ayat (1) sampai (3) secara jelas menyatakan bahwa penyusunan RKA-SKPD

dengan pendekatan prestasi kerja, memperhatikan keterkaitan antara

pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan

Page 23: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut.

Pendekatan anggaran prestasi kerja disusun untuk mengatasi kelemahan dalam

anggaran tradisional, khususnya kelemahan tidak adanya tolak ukur yang

jelas, selain itu adanya tuntutan transparan dan akuntabel atas pengelolaan

keuangan daerah semakin meningkat. Untuk dapat memenuhi tuntutan

tersebut, terutama atas tuntutan akuntabel dapat dilakukan dengan cara

pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif. Untuk itu

salah satu cara yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan

keuangan yang di dasarkan pada prestasi kerja pemerintah daerah perlu

melengkapi diri dengan instrumen lain yaitu dengan menyusun standar biaya

atau dalam bahasa resmi dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yaitu

Analisis Standar Belanja (ASB). Dengan upaya tersebut diharapkan daerah

didorong untuk lebih tanggap, kreatif, inovatif dan mampu mengambil inisiatif

terutama dalam hal perbaikan sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali

sistem tersebut secara terus-menerus, dengan tujuan memaksimalkan efisiensi

dan efektivitas berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan keuangan

daerah.

Pada dasarnya pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai

kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan

yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk

mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik

Mardiasmo (2002: 84). Lebih lanjut dinyatakan bahwa penilaian kinerja

didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran.

Page 24: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang

menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan

menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over-spending).

Menurut pendekatan kinerja ini, dominasi pemerintah akan diawasi dan

dikendalikan sehingga pemerintah dipaksa untuk bertindak berdasarkan efisien

dan efektivitas.

Mardiasmo (2002: 231) menyatakan bahwa, salah satu tolok ukur

keberhasilan otonomi daerah adalah apabila lembaga sektor publik dikelola

dengan memperhatikan konsep Value For Money (VFM). Value For Money

merupakan ekpresi dari pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan

pada 3 (tiga) elemen dasar, yaitu adanya ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value

for money dan pengawasan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan

yang sistematis dan rasional dalam pengambilan keputusan.

Aparat pemerintah daerah harus memiliki kemampuan dan

pengetahuan yang memadai dalam perencanaan dan perumusan kebijakan

strategis daerah, termasuk proses dan pengalokasian anggaran belanja daerah

agar pelaksanaan berbagai kegiatan pelayanan oleh pemerintah daerah dapat

berjalan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pemerintah daerah

Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu menemukan metode baru dalam

meningkatkan sumber pembiayaan di daerahnya. Selain itu juga

mengharuskan daerah untuk dapat mengalokasikan belanjanya agar hemat,

berdaya guna dan tepat guna. Peran sera masyarakat sebagai pemilik sebagian

Page 25: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dana sangat diharapkan dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

Kabupaten Ngawi sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur dengan

luas wilayah administratif 1.298,59 km2 yang dibagi menjadi 19 Kecamatan

sedang merasakan akan pentingnya pengelolaan keuangan daerah. Kondisi di

Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa realisasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan

meningkat, meskipun belum optimal karena sumber-sumber penerimaan

daerah belum seluruhnya dapat digali dan managemen pengelolaan yang

kurang profesional. Kondisi penerimaan ini berpengaruh terhadap alokasi

belanja untuk unit kerja termasuk pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi

Permasalahan di atas harus diselesaikan, anggaran daerah dalam

konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting.

Kondisi yang ada selama ini di Kabupaten Ngawi pada khususnya dan di

Bappeda pada umumnya kualitas perencanaan Anggaran dengan paradigma

lama masih cenderung lemahnya, sehingga masih belum mampu menunjukkan

adanya pertanggungjawaban kinerja yang mengarah pada akuntabilitas.

Selama ini dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) juga menerapkan sistem pendekatan incremental dan line item.

Penerapan dari pendekatan tersebut mengakibatkan ditemukannya

pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari

terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu

Page 26: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

kegiatan. Selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi

pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk

dilakukan secara obyektif. Pengukuran kinerja suatu instansi hanya lebih

ditekankan pada kemampuan instansi.

Dengan seluruh kondisi awal dan latar belakang secara umum di atas,

maka dapatlah dikatakan bahwa penyusunan APBD berbasis kinerja menjadi

sebuah keharusan di daerah, karena dengan menggunakan anggaran kinerja

tersebut, maka anggaran daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang diperlukan untuk

menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis

Standar Belanja (ASB). Dalam regulasi-regulasi yang tersebut di atas selalu

disebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam

penganggaran berbasis kinerja. Walaupun regulasi-regulasi tersebut

mengamanatkan ASB, tetapi ternyata regulasi-regulasi tersebut belum

menunjukkan secara riil dan operasional tentang ASB dan pada akhirnya

mengakibatkan ASB menjadi sesuatu yg abtrak bagi Pemerintah Daerah di

Indonesia.

APBD Pemerintah Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 pada pos

belanja daerah mengalami defisit anggaran sebesar Rp. 58.679.457.100,00.

Hal ini mengindikasikan terjadinya penganggaran yang tidak sehat di

Kabupaten Ngawi. Sebenarnya hal ini bisa dihindari apabila dalam

penyusunan APBD sudah menggunakan regresi linier ASB karena dapat

digunakan sebagai dasar peramalan yang dapat dipertanggungjawabkan secara

Page 27: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

matematis. Untuk lebih jelasnya tentang terjadinya underfinance anggaran

pada APBD Kabupaten Ngawi ini dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut :

Tabel 1.1 Ringkasan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2010

No Uraian Realisasi A. PENDAPATAN DAERAH 982.336.089.000

1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 35.313.790.550 a. Hasil Pajak Daerah 10.717.750.000 b. Hasil Retribusi Daerah 17.099.799.000

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1.127.798.050

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6.368.443.500 2. DANA PERIMBANGAN 786.098.768.250 a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 61.608.288.250 b. Dana Alokasi Umum 654.720.280.000 c. Dana Alokasi Khusus 69.770.200.000

3. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 160.923.530.200

a. Pendapatan Hibah 1.858.575.000

b. Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

39.019.230.000

c. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 35.500.000.000

d. Tambahan Penghasilan Bagi PNS Guru 14.311.050.000 e. Tunjangan Profesi Guru PNSD 70.234.675.200

B. BELANJA DAERAH 1.041.015.546.100 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 728.460.676.550 a. Belanja Pegawai 689.575.003.250 b. Belanja Bunga 56.840.250 c. Belanja Hibah 11.567.000.000 d. Belanja Bantuan Sosial 6.399.000.000

e. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa

20.691.273.150

f. Belanja Tidak Terduga 171.559.900 2. BELANJA LANGSUNG 312.554.869.550 a. Belanja Pegawai 22.550.451.700 b. Belanja Barang dan Jasa 121.967.561.900 c. Belanja Modal 168.036.855.950

Surplus (Defisit) (58.679.457.100)

Page 28: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Lanjutan Tabel 1.1 C. PEMBIAYAAN 58.679.457.100

1. Penerimaan Pembiayaan 59.396.185.850

a. Sisa Lebih Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya 51.601.035.850

b. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 5.895.150.000

c. Penerimaan Piutang Daerah 1.900.000.000 2. Pengeluaran Pembiayaan 716.728.750

a. Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 500.000.000

b. Pembayaran Pokok Utang 216.728.750 . Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA)

Kabupaten Ngawi

Dalam menyusun APBD Pemerintah Kabupaten Ngawi belum

menggunakan instrumen Analisis Standar Belanja (ASB) dalam pengalokasian

anggaran belanja kepada masing-masing satuan kerja yang ada dalam struktur

organisasi Pemerintah Kabupaten Ngawi sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya. Oleh sebab itu dalam tesis ini di karenakan salah satu tugas pokok

dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yaitu melakukan

kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. maka peneliti mencoba

melakukan perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) di Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010.

Adapun masalah pada penelitian ini hanya dibatasi pada satu aspek saja yaitu

pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi tahun anggaran 2010.

B. Perumusan Masalah

Kegiatan forum komunisasi atau koordinasi merupakan salah satu dari

tugas pokok dan fungsi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Page 29: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

(Bappeda) Kabupaten Ngawi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) berapakah belanja

rata-rata Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun

anggaran 2010?

2. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) berapakah nilai

minimum dan maksimum belanja Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010?

3. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) bagaimanakah

prosentase alokasi belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja

maksimum pada masing-masing objek belanja Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010?

4. Kegiatan forum komunikasi atau koordinasi manakah yang masuk dalam

kategori underfinancing, overfinancing, wajar pada Bappeda Kabupaten

Ngawi tahun anggaran 2010?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan sebagaimana tersebut pada latar belakang masalah dan

perumusan masalah di atas. maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam

penelitian menggunakan instrumen ”ASB” secara umum adalah bahwa

penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan atau membumikan ”ASB”

sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran

berbasis kinerja. sehingga diharapkan ASB tersebut dapat diwujudkan dan

Page 30: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dilaksanakan secara riil oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi. Sedangkan tujuan

khususnya dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung besarnya belanja rata-rata dalam pelaksanaan kegiatan forum

komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-masing kelompok

Analisis Standar Belanja (ASB);

2. Menghitung nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan forum

komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masing-

masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB);

3. Menghitung prosentase alokasi belanja pada masing-masing objek belanja

pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. baik alokasi belanja rata-

rata. alokasi belanja minimum. dan alokasi belanja maksimum pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun

anggaran 2010;

4. Menentukan klasifikasi kewajaran belanja dalam kegiatan forum

komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. antara lain

sebagai berikut:

1. Dapat memberikan bahan masukan dan informasi untuk Pemerintah

Kabupaten Ngawi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Page 31: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

(Bappeda) Kabupaten Ngawi pada khususnya dalam pelaksanaan anggaran

berbasis kinerja melalui perhitungan kebutuhan belanja yang wajar sesuai

dengan beban unit kerja pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi.

2. Membantu memberikan bantuan pemikiran kepada Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Ngawi pada waktu menetapkan

prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) yang lebih obyektif (tidak lagi

berdasarkan ”intuisi”) sehingga akhirnya dapat meminimalisir terjadinya

pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran;

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi akademisi atau peneliti

selanjutnya mengenai anggaran berbasis kinerja menggunakan Analisis

Standar Belanja (ASB), khususnya di Kabupaten Ngawi.

Page 32: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada

hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat

untuk meningkatkan pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di daerah. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan

terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan

kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah

serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang

berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran

yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan

pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat

dicapai secara berdayaguna dan berhasilguna.

Berbagai definisi dari para ahli dan Undang-undang mengenai

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) :

a. Menurut Wayong (1962: 81) APBD adalah suatu rencana pekerjaan

keuangan (financial worlplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu

tertentu pada waktu badan legislatif memberikan kredit kepada badan-

badan eksekutif untuk melakukan pembiayaan guna memenuhi

kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang

12

Page 33: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

menjadi dasar (groundslag) penetapan anggaran, dan yang

menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

b. Menurut Mamesah (1995: 19) APBD adalah ”Rencana operasional

keuangan daerah, dimana satu pihak menggambarkan perkiraan

pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan

dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan

dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan daerah guna

menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud”.

c. Menurut Halim (2002: 24) APBD merupakan rencana kegiatan

pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan

menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target

minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk suatu

periode anggaran.

d. Menurut Mardiasmo (2002: 9) APBD merupakan instrumen kebijakan

yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan

yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan,

anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya

pengembangan kapabilitas dan efektivitas. Anggaran daerah

digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan

pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan

pembangunan, otorisasi pengeluaran dimasa-masa yang akan datang,

sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja,

Page 34: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua

aktivitas dari berbagai unit kerja.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa APBD

adalah :

a. Rencana operasional daerah yang menggambarkan bahwa adanya

aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di mana aktivitas

tersebut telah diuraikan secara rinci;

b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut,

sedang biaya-biaya yang ada merupakan batas maksimal pengeluaran-

pengeluaran yang akan dilaksanakan;

c. Dituangkan dalam bentuk angka, jenis kegiatan dan jenis proyek;

d. Untuk keperluan dalam satu tahun anggaran.

2. Jenis Sistem Penganggaran Keuangan Daerah

Sistem penganggaran sektor publik dalam sejarahnya berkembang

dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor

publik dan tututan masyarakat. Sektor publik merupakan refleksi dari arah

dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan dari pemerintah daerah.

Menurut Ritonga (2009: 21-24) sistem penganggaran sektor publik

terdiri dari anggaran tradisional (konvensional) dan anggaran yang

berorientasi pada kepentingan publik (new public management). Anggaran

tradisional terdiri dari :

Page 35: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

a. Line Item

Pendekatan Line Item didasarkan atas sifat nature dari

penerimaan dan pengeluaran. Metode line item tidak memungkinkan

untuk menghilangkan item-item penerimaan dan pengeluaran yang

telah ada dalam struktur anggaran, walaupun ada beberapa item yang

sudah tidak relevan untuk digunakan pada periode sekarang. Hal ini

mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya penilaian kinerja, karena

tolok ukur kinerjanya adalah ketaatan dalam penggunaan dana yang

diusulan. Pada masa orde baru, contohnya selalu dianggarkan belanja

penyuluhan Keluarga Berencana (KB) atau belanja penataran Pedoman

Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) dalam komponen

pengeluaran. Belanja-belanja ini akan muncul terus dalam anggaran,

walaupun sudah tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat tertentu.

b. Incrementalism

Tujuan utama pendekatan tradisional terdapat pada pengawasan

dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran ini bersifat

incrementalism yaitu hanya menambahkan atau mengurangi item-item

anggaran yang telah ada sebelumnya. Data yang digunakan sebagai

dasar adalah data tahun sebelumnya tanpa ada kajian apakah

pengeluaran periode sebelumnya tersebut didasarkan atas kebutuhan

yang wajar atau tidak. Pendekatan incrementalism dapat

mengakibatkan kesalahan pada periode selanjutnya ketika akan

menentukan anggaran karena tidak mendasarkan pada kebutuhan riil.

Page 36: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Masalah utama pendekatan ini adalah tidak adanya perhatian terhadap

konsep value for money, sehingga pada akhir tahun anggaran tersebut

seringkali terjadi kelebihan anggaran dalam pengalokasiannya dan

dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting

untuk dilaksanakan. Dapat diambil contoh di sini bahwa jika tahun

sekarang belanja barang dan jasa sebesar Rp. 1.000.000,00 dan

diprediksi tahun depan inflasi sebesar 10%, maka besarnya anggaran

tahun depan adalah Rp. 1.000.000,00 x 110% = Rp. 1.100.000,00.

Anggaran yang berorientasi pada kepentingan publik terdiri

dari (Ritonga, 2009: 157-160) :

a. Zero Based Budgeting (ZBB)

Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan ZBB

dapat mengatasi kelemahan pendekatan incrementalism karena

anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero based). Zero Based

Budgeting tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu dalam

menyusun anggaran tahun ini. Kebutuhan anggaran didasarkan pada

kebutuhan saat ini. Dengan ZBB proses anggaran dimulai dari hal

yang baru dan item anggaran yang sudah tidah relevan dapat

dihilangkan dari struktur anggaran dan dimungkinkan muncul item

yang baru. Kelebihan dari penggunaan metode ZBB ini adalah dapat

menghasilkan sumber daya secara lebih efisien, lebih fokus pada

value for money, lebih mudah untuk mengidentifikasi terjadinya

inefisiensi dan ketidakefektifan biaya. Adapun kelemahan dalam ZBB

Page 37: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

antara lain proses penyusunan anggaran memakan waktu yang lama

dan terlalu teoritis, serta cenderung menekankan manfaat jangka

pendek.

b. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)

Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)

merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada system

perencanaan formal yang berorientasi pada output dan tujuan.

Penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya yang berdasarkan

analisis ekonomi. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki

pemerintah terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah

dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan

manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara

keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk membuat pilihan

tersebut. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur

organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, tetapi berdasarkan

program dengan pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan

tertentu. Kelebihan PPBS dalam jangka panjang adalah dapat

mengurangi beban kerja, mudah dalam pendelegasian tanggungjawab

dari atasan kepada bawahan, memperbaiki kualitas pelayanan melalui

pendekatan standar biaya dan menghilangkan program yang

overlapping. Kelemahan PPBS adalah dalam penyusunananya

membutuhkan biaya yang tinggi karena membutuhkan teknologi yang

Page 38: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

canggih, membutuhkan system pengukuran, dan staf yang memiliki

kapabilitas yang tinggi.

c. Perfomance Based Budgeting

Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (Perfomance Based

Budgeting) merupakan pendekatan kinerja yang disusun untuk

mengatasi kelemahan anggaran tradisional, yaitu tidak adanya tolok

ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian

tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran berbasis kinerja

sangat menekankan konsep value for money yaitu ekonomis, efisien

dan efektif. Konsep ekonomis terkait dengan perolehan input yang

semurah mungkin. Konsep efisiensi terkait dengan biaya rata-rata

terendah untuk menghasilkan output, sedangkan konsep efektif terkait

dengan pencapaian tujuan yang paling berdaya guna. Secara teknis

pelaksanaan sistem anggaran kinerja merupakan subsistem

perencanaan strategis (strategic planning). Penerapan sistem anggaran

kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan isu-

isu strategis yang direspon dengan program dan kegiatan yang

relevan. Penentuan program dan kegiatan tersebut mencakup pula

penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategis.

Page 39: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3. Prinsip-prinsip Penganggaran APBD

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun

2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah tahun 2012, APBD disusun berdasarkan :

a. Partisipasi masyarakat

Pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan

penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat,

sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam

pelaksanaan APBD.

b. Transparansi dan akuntabilitas anggaran

APBD harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan

jelas mengenai tujuan , sasaran, sumber pendanaan, hasil dan manfaat

yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang

dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama

untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan

kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut

pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran

tersebut.

c. Disiplin anggaran

Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang

terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber

pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas

Page 40: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus

didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam

jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang

belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam

APBD atau perubahan APBD. Semua penerimaan dan pengeluaran

daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan

dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah

d. Keadilan anggaran

Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya

yang dibebankan kepada masyarakat harus dipertimbangkan

kemampuan untuk membayar. Dalam mengalokasikan belanja daerah,

pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya

secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok

masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena

pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta

masyarakat.

e. Efisiensi dan efektifitas anggaran

Penyusunana anggaran hendaknya dilakukan berdasarkan azas

efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya

dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus

dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk

kepentingan masyarakat.

Page 41: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

f. Taat azas

Penyusunan APBD tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan

peraturan daerah lainnya.

g. Disusun dengan pendekatan kinerja

APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu

mengupayakan pencapaian hasil kerja (output atau outcome) dari

perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu

harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja disetiap organisasi

kerja yang terkait.

4. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran

(PPA)

Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon

Anggaran (PPA) merupakan dua dokumen utama dalam penyusunan

APBD. KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,

belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasari untuk 1 (satu)

tahun. KUA adalah salah satu alat perencanaan dalam penganggaran

berbasis kinerja. Oleh karena penyusunan KUA sedapat mungkin memuat

target pencapaian kinerja yang terukur dari setiap program dan kegiatan

menurut urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi

pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan

pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya, yakni

perkembangan ekonomi.

Page 42: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

a. Pendapatan daerah

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui

rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan

hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali

oleh daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang

diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah

tersebut merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat

dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan daerah

dikelompokkan atas:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), kelompok PAD dibagi menurut

jenis pendapatan yang terdiri atas :

a) Pajak daerah;

b) Retribusi daerah;

c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

2) Dana perimbangan, kelompok pendapatan dana perimbangan

dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas

a) Dana bagi hasil terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil

bukan pajak;

b) Dana alokasi umum; dan

c) Dana alokasi khusus.

Page 43: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, kelompok lain-lain

pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang

mencakup :

a) Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya,

badan atau lembaga atauorganisasi swasta dalam negeri,

kelompok masyarakat atau perorangan, dan lembaga luar

negeri yang tidak mengikat;

b) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan

korban atau kerusakan akibat becana alam;

c) Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten atau kota

d) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan

oleh pemerintah; dan

e) Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah

lainnya

Pendapatan daerah tidak sama dengan penerimaan daerah.

Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.

Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan

pembiyaan daerah

b. Belanja Daerah

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang

diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah

merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan

secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh

Page 44: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian

pelayanan umum. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari

rekening kas umum daerah yang menggunakan ekuitas dana lancar,

yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang

tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja

daerah dapat dibedakan menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, dan rincian

obyek belanja. Belanja menurut urusan pemerintah dibedakan atas

belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Menurut organisasi

organisasi, belanja daerah dibedakan berdasarkan susunan organisasi

pemerintahan daerah. Sementara itu, belanja daerah menurut program

dan kegiatan ditetapkan sesuai dengan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah. Menurut fungsinya, belanja daerah

dibedakan atas :

1) Pelayanan Umum;

2) Ketertiban dan Keamanan;

3) Ekonomi;

4) Lingkungan Hidup;

5) Perumahan dan Fasilitas Umum;

6) Kesehatan;

7) Pariwisata dan Budaya;

8) Agama;

9) Pendidikan, dan

Page 45: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

10) Perlindungan Sosial.

Menurut Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Tanggung jawab Keuangan Negara,

setiap jenis belanja yang dianggarkan harus memperhatikan keterkaitan

pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari program

dan kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian

keluaran dan hasi tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut,

Permendagri No. 13 Tahun 2006 juga membedakan Belanja Daerah

menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja

Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait

langsung dengan program kegiatan, sementara Belanja Langsung

merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan

pelaksanaan program dan kegiatan, sementara. Belanja Daerah tidak

sama dengan Pengeluaran Daerah. Pengeluaran Daerah adalah uang

yang masuk ke kas daerah. Pengeluaran Daerah terdiri dari Belanja

Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Belanja Tidak Langsung

diklasifikasikan menjadi :

1) Belanja Pegawai;

2) Bunga;

3) Subsidi;

4) Hibah;

5) Bantuan Sosial;

6) Belanja Bagi Hasil;

Page 46: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

7) Bantuan Keuangan; dan

8) Belanja Tak Terduga.

Sementara itu, Belanja Langsung diklasifikasikan menjadi

1) Belanja Pegawai

2) Belanja Barang dan Jasa

3) Belanja Modal

c. Pembiayaan Daerah

Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu

dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali,

baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-

tahun anggaran berikutnya. Dengan demikian pembiayaan daerah

terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Selisih dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan

disebut pembiayaan neto dan jumlahnya harus dapat menutup difisit

anggaran.

1) Penerimaan pembiayaan mencakup :

a) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya

(SiLPA);

b) Pencairan dana cadangan;

c) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d) Penerimaan pinjaman daerah;

e) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan

f) Penerimaan piutang daerah.

Page 47: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

2) Pengeluaran pembiayaan :

a) Pembentukan dana cadangan;

b) Penanaman modal pemerintah daerah;

c) Pembayaran pokok utang; dan

d) Pemberian pinjaman daerah

5. Fungsi Anggaran Daerah

Anggaran daerah mempunyai peranan penting dalam sistem

keuangan daerah. Peran anggaran daerah dapat dilihat berdasarkan fungsi

utamanya yaitu, (Ritonga, 2009: 92) :

a. Fungsi otorisasi mengandung pengertian bahwa anggaran daerah

menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun

yang bersangkutan;

b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun

yang bersangkutan;

c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah

daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus

diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi

pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan

efisiensi dan efektifitas perekonomian;

Page 48: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah

harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;

f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah

menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan

fundamental perekonomian daerah.

Secara lebih spesifik, fungsi anggaran daerah dalam proses

pembangunan di daerah menurut Ritonga (2009: 96) adalah :

a. Instrumen kebijakan (policy tools). Anggaran daerah adalah salah satu

instrument formal yang menghubungkan eksekutif daerah dengan

tuntutan dan kebutuhan publik yang diwakili oleh legislative daerah;

b. Intrumen kebijakan fiskal (fiscal tool). Dengan mengubah prioritas dan

besar alokasi dana, anggaran daerah dapat digunakan untuk

mendorong, memberikan fasilitas dan mengkoordinasikan kegiatan-

kegiatan ekonomi masyarakat guna mempercepat pertumbuhan

ekonomi di daerah;

c. Intrumen perencanaan (planning tool). Di dalam anggaran daerah

disebutkan tujuan yang ingin dicapai, biaya dan output atau hasi yang

diharapkan dari setiap kegiatan di masing-masing unit kerja;

d. Instrumen pengendalian (control tool). Anggaran daerah berisi rencana

penerimaan dan pengeluaran secara rinci setiap unit kerja. Hal ini

dilakukan agar unit kerja tidak melakukan overspending dan

underspending atau mangalokasikan anggaran pada bidang lain.

Page 49: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

6. Siklus Perencanaan Anggaran Daerah

Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup

penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya

Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan

anggaran daerah. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah :

a. Penyusunan kebijakan umum APBD (KUA) dan dokumen prioritas

dan plafon anggaran sementara (PPAS)

b. Pembahasan KUA dan PPAS antara pemerintah daerah dengan DPRD

c. Penetapan nota kesepahaman KUA dan prioritas dan plafon anggaran

(PPA)

d. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang

pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD

e. PPKD melakukan kompilasi RKA-SKPD menjadi Raperda APBD

untuk dibahas dan memperoleh persetujuan bersama dengan DPR

sebelum diajukan dalam proses evaluasi;

f. Pembahasan RKA-SKPD oleh tim anggaran pemerintah daerah

(TAPD) dengan SKPD

g. Penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD

h. Pembahasan Raperda APBD;

i. Proses penetapan Perda APBD baru dapat dilakukan jika Mendagri

atau Gubernur menyatakan bahwa perda APBD tidak bertentangan

dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih

tinggi;

Page 50: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

j. Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran

APBD.

7. Pengertian Analisis Standar Belanja (ASB)

Menurut Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM (2000: 24)

menyatakan bahwa Standar Analisis Belanja (SAB) adalah perkiraan

jumlah alokasi dana untuk berbagai jenis pengeluaran di dalam unit kerja.

Alasan menerapkan Standar Analisis Belanja adalah untuk menghasilkan

alokasi dana yang lebih akurat, sehingga setiap dana yang dikeluarkan

didasarkan atas proses perhitungan yang wajar dan rasional. Dengan

demikian mendorong unit kerja untuk melaksanakan prinsip ekonomi,

efektif dan efisien secara berkesinambungan

Menurut Ritonga (2009: 241) Analisis Standar Belanja (ASB) yaitu

pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja dan

belanja setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu tahun anggaran. ASB

merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program,

kegiatan, dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis kewajaran

beban kerja dan belanja dari setiap usulan program atau kegiatan yang

bersangkutan. Penilaian kewajaran beban kerja usulan program atau

kegiatan terkait dengan kebijakan anggaran, komponen dan tingkat

pelayanan yang akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kapasitas

satuan kerja untuk melaksanakannya.

Page 51: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Beban kerja program atau kegiatan yang diusulkan SKPD dapat

dinilai kewajarannya berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :

a. Kaitan logis antara program atau kegiatan yang di usulkan dengan

strategi dan prioritas APBD;

b. Kesesuaian antara program atau kegiatan yang diusulkan dengan tugas

pokok dan fungsi satuan kerja yang bersangkutan;

c. Kapasitas SKPD yang bersangkutan untuk melaksanakan program atau

kegiatan pada tingkat pencapaian yang diinginkan dan dalam jangka

waktu satu tahun anggaran.

Berdasarkan penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat 3 tentang Analisis Standar

Belanja dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 93 adalah sebagai berikut :

” Analisis Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban

kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan”.

8. Landasan Hukum Analisis Standar Belanja (ASB)

Regulasi-regulasi yang mengamanatkan agar Pemerintah Daerah

menerapkan ASB antara lain adalah :

a. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Pasal 167 ayat (3) : ”Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) mempertimbangkan Analisis Standar Belanja, Standar Harga,

Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan”;

Page 52: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

b. Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, Pasal 167 ayat (3):

”Yang dimaksud dengan Analisis Standar Belanja (ASB) adalah

penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk

melaksanakan kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan

kegiatan”;

c. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah Pasal 39 ayat (2) : ”Penyusunan anggaran

berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis

standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal”;

d. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah Pasal 41 ayat (3), ”Pembahasan oleh tim anggaran

pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan

umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju

yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen

perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis

standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal”;

e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah 89 ayat (2) : “Rancangan surat edaran

kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mencakup:dokumen sebagai lampiran meliputi

Page 53: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis

standar belanja, dan standar satuan harga”;

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 93 yang berbunyi:

1) “Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) berdasarkan pada : Indikator

Kinerja, Capaian atau Target Kinerja, Analisis Standar Belanja

(ASB), standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal

(SPM)”.

2) ”Analisis Standar Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang

digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan”;

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat (2) : ”Pembahasan oleh

TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menelaah

kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju

yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen

perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok

sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar

pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar

SKPD”;

h. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006

Page 54: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 89 ayat (2) :

“Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan

RKA-SKPD sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mencakup:

Dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis

standar belanja dan standar satuan harga”;

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat (2) :

“Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan untuk menelaah kesesuaian rencana anggaran dengan

standar analisis belanja, standar satuan harga”;

j. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2008 tentang

Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Tahun Anggaran 2009, (Romawi III) Teknis Penyusunan APBD No. 4:

”Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan

RKA-SKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada SKPKD

lebih disederhanakan, hanya memuat prioritas pembangunan daerah

dan program atau kegiatan yang terkait, alokasi plafon anggaran

sementara untuk setiap program atau kegiatan SKPD kepada PPKD

dan dokumen sebagai lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi KUA,

PPAS, Analisis Standar Belanja, dan Standar Satuan Harga.

Page 55: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

9. Prinsip Dasar Penyusunan ASB

Menurut Tanjung (2010: 3) dalam penyusunan ASB, ada beberapa

prinsip dasar yang harus diperhatikan pemerintah daerah yaitu :

a. Penyederhanaan (modeling)

Penyusunan ASB bertujuan membuat model belanja untuk objek-objek

kegiatan yang menghasilkan output yang sama.

b. Mudah diaplikasikan

Model yang dibuat mudah diaplikasikan, atau tidak membuat susah

yang menggunakan model tersebut.

c. Mudah diup-date

Model yang dibuat mudah untuk diperbarui, dalam arti jika

ditambahkan data baru tidak merubah formula model tersebut secara

keseluruhan.

d. Fleksibel,

Model yang dibuat menggunakan konsep belanja rata-rata dan

memiliki batas minimum belanja dan batas maksimum belanja.

10. Peranan ASB Dalam Penyusunan Anggaran

Sesuai dengan isi Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 93 ayat

(1), menyatakan bahwa penyusunan RKA-SKPD berdasarkan ASB (salah

satu dasar), dan pada pasal 4 menyatakan bahwa ASB merupakan

penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk

melaksanakan suatu kegiatan, serta memperhatikan prinsip-prinsip dasar

Page 56: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

penyusunan ASB. Maka dapat dikatakan peranan ASB dalam penyusunan

anggaran pada pemerintah daerah adalah sebagai berikut :

a. Menjamin kewajaran beban kerja dan biaya yang digunakan antar

SKPD dalam melakukan kegiatan sejenis;

b. Mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan

efektif;

c. Memudahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melakukan

verifikasi total belanja yang diajukan dalam RKA-SKPD untuk setiap

kegiatan;

d. Memudahkan SKPD dan TPAD dalam menghitung besarnya anggaran

total belanja untuk setiap jenis kegiatan berdasarkan target output yang

ditetapkan dalam RKA-SKPD.

Menurut Ritonga (2009: 11-12) ASB memiliki peran yang penting

dalam berbagai tahap pengelolaan keuangan daerah. Berikut akan

dijelaskan peran ASB pada berbagai tahapan tersebut :

a. Tahap Perencanaan Keuangan Daerah

ASB dapat digunakan pada saat perencanaan keuangan daerah.

ASB dapat dipergunakan pada saat musrembang, penyusunan rencana

kerja SKPD (renja SKPD), dan penyusunan rencana kerja pemerintah

daerah (RKPD). Pada tahap-tahap tersebut ASB digunakan oleh para

perencana untuk mengarahkan para pengusul kegiatan, baik

masyarakat maupun aparatur pemda, untuk fokus pada kinerja. Apabila

tanpa ASB, maka perencana hanya sekedar mencatat usulan nama-

Page 57: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

nama kegiatan dari para pengusul. Dengan adanya ASB, maka para

perencana akan bertanya lebih jauh lagi kepada pengusul tentang

pemicu kinerja (cost driver) kegiatan yang diusulkan agar dapat

menentukan plafon anggaran kegiatan yang diusulkannya.

b. Tahap Penganggaran Keuangan Daerah

ASB digunakan pada saat proses penganggaran keuangan

daerah, yaitu pada saat penentuan plafon anggaran sementara dan

penyusunan rencana kerja anggaran. ASB digunakan oleh Tim

Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan

program, kegiatan dan anggaran setiap satuan kerja dengan cara

menganalisis kewajaran antara beban kerja dan biaya dari usulan

program atau kegiatan yang bersangkutan. ASB digunakan pada saat

mengkuantitatifkan target kinerja program dan kegiatan setiap SKPD

menjadi RKA-SKPD. RKA-SKPD berisi rencana program dan

kegiatan yang akan dilaksanakan beserta usulan anggaran yang akan

digunakan. Untuk mengetahui beban kerja dan beban biaya yang

optimal dari setiap usulan program atau kegiatan yang diusulkan,

langkah yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan formula

perhitungan ASB yang terdapat pada masing-masing ASB. Tidak

hanya TAPD, tim anggaran DPRD juga menggunakan ASB untuk

meneliti kewajaran anggaran dan beban kerja dari setiap usulan

kegiatan yang diajukan oleh pemerintah daerah sebelum

mengesahkannya menjadi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Page 58: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

c. Tahap Pengawasan atau Pemeriksaan

Pada tahap pengawasan atau pemeriksaan dapat menggunakan

ASB untuk menentukan batasan mengenai pemborosan dari suatu

kegiatan. Penganggaran suatu kegiatan dikatakan efisien jika pagu

anggaran kegiatan tersebut tidak melampaui pagu ASB. Apabila

penganggaran belanja suatu kegiatan melebihi pagu ASB maka inilah

yang disebut dengan pemborosan.

11. Anggaran Berbasis Kinerja

Heinrich (2002: 714) menyatakan bahwa diperlukan sistem

manajemen berbasis outcome agar kinerja manajer publik atau aparat

pemerintah lebih efektif dari pada dengan pendekatan tradisional pada

pengendalian birokrat. Sistem manajemen atau pengukuran kinerja yang

berbasis outcome ini akan menghasilkan informasi. Informasi yang

diperoleh dari pengukuran kinerja bisa digunakan untuk memberikan

informasi kepada pengelola program dalam berbagai tingkat organisasi.

Mardiasmo (2002: 169) menyatakan bahwa kelemahan utama

dalam manajemen pengeluaran rutin daerah adalah tidak adanya ukuran

kinerja yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dalam proses

perencanaan, ratifikasi, implementasi dan evaluasi pengeluaran rutin

daerah. Hal ini berdampak pada kecenderungan kurangnya perhatian pada

decision maker anggaran daerah terhadap konsep nilai uang (value for

money). Seperti halnya pada pengeluaran rutin, permasalahan yang ada

pada pengeluaran pembangunan pun sama.

Page 59: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Pada pos pengeluaran rutin, satu-satunya ukuran kinerja yang

dipakai adalah aturan bahwa jumlah dana untuk pengeluaran

pembangunan yang tertera dalam anggaran daerah adalah jumlah dana

maksimal yang dapat dibelanjakan untuk setiap pos pengeluaran anggaran.

Dengan demikian bila pada pengeluaran rutin pemerintah daerah

cenderung menghabiskan dana maka pada pengeluaran pembangunan hal

yang sama juga akan terjadi. Karena ukuran kinerja lainnya tidak ada,

maka dasar evaluasi pengeluaran pembangunan akan menggunakan rerata

proporsi dana yang dialokasikan untuk setiap sektor yang ada dalam

kelompok pengeluaran pembangunan. Dengan menggunakan alat evaluasi

ini, terlihat bahwa rata-rata alokasi dana aparatur pemerintah masih tinggi.

Dapat diidentifikasikan ada 3 (tiga) hal yang harus dibenahi dalam

perencanaan pengeluaran. Pertama, konsep batas maksimal yang ada pada

pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan sebaiknya diganti,

hal ini karena pada kenyataan di lapangan konsep ini telah menjadi dasar

bagi unit kerja pemerintah di daerah untuk menghabiskan anggaran.

Kedua, konsep tradisional budget yang membatasi jenis-jenis

pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan harus sudah diganti untuk

jenis-jenis pengeluaran yang lebih rasional sesuai dengan kebutuhan

daerah. Ketiga, untuk identifikasi kebutuhan dana pada pos pengeluaran

atau belanja rutin daerah, maka ukuran kinerja yang sederhana adalah

dengan melihat beban kerja (workload) dan biaya rutin rata-rata (unit

cost). Dalam rangka identifikasi kebutuhan pos pengeluaran

Page 60: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

pembangunan, ukuran kinerja yang harus dibuat oleh daerah menjadi lebih

kompleks atau rumit Mardiasmo (2002: 174)

Mengutip pendapat Vazquez (1997) menyatakan bahwa

pengukuran kebutuhan pengeluaran (expenditure needs) dalam kontek

intergovernmental relationship merupakan pekerjaan yang sulit lihat

Asmaldi (2002:10). Beberapa teknik mengestimasi kebutuhan pengeluaran

pemerintah adalah:

1. menghitung biaya penyediaan standar tingkat pelayanan di suatu

daerah;

2. menggunakan Analisis Regresi, metode ini merupakan cara yang

canggih dengan menggunakan data pengeluaran aktual, namun teknis

ni hanya menyajikan pengukuran kebutuhan relatif antar daerah dan

mengabaikan perbedaan-perbedaan tingkat harga, efisiensi penyediaan

pelayanan, aturan, tingkat preferensi dan kualitas pelayanan antar

daerah. Metode ini sulit diterapkan di negara-negara yang dalam masa

transisi atau negara-negara sedang berkembang di mana informasi atau

data sulit diperoleh dan kwalitasnya pun kadang diragukan.

3. menggunakan metode unit cost, cara ini banyak digunakan di beberapa

negara pada masa lalu tetapi sekarang telah banyak ditinggalkan

karena tidak mampu mencakup perbedaan antar daerah.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”kinerja” memiliki

beberapa arti, seperti prestasi, tingkat capaian, realisasi, dan pemenuhan.

Kebanyakan terminologi mengacu pada dampak tujuan tindakan publik,

Page 61: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

tetapi beberapa berhubungan secara subyektif dengan tingkat kepuasan

yang dirasakan sebagai suatu hasil dari suatu tindakan. Perlu dipahami

bahwa konsep kinerja harus dianggap sebagai sebuah alat atau instrumen

untuk mencapai tujuan dan bersifat relatif atau dapat diperbandingkan baik

terhadap waktu, terhadap daerah atau SKPD lain. Anggaran dengan

pendekatan prestasi kerja merupakan suatu sistem anggaran yang

mengutamakan hasil kerja dan output dari setiap program dan kegiatan

yang direncanakan. Setiap dana yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

untuk melaksanakan program dan kegiatan harus didasarkan atas hasil dan

output yang jelas dan terukur. Ini merupakan pembeda utama antara

anggaran kinerja dengan anggaran tradisional yang pernah diterapkan

sebelumnya yang lebih mempertanggungjawabkan input yang

direncanakan dengan input yang dialokasikan.

Mengacu pada definisi di atas, penyusunan anggaran berdasarkan

prestasi kerja pada dasarnya sudah dilakukan sejak pemerintah daerah

mengajukan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon

Anggaran Sementara (PPAS) harus ditentukan secara tegas mengenai

besaran hasil dan outputnya. Namun, penyusunan anggaran berdasarkan

prestasi kerja akan terlihat secara operasional pada saat SKPD mengajukan

RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Daerah). Dalam pasal 39 ayat (1) sampai (3) Permendagri No. 13 Tahun

2006 secara jelas menyatakan bahwa ”Penyusunan RKA-SKPD dengan

pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan dengan

Page 62: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

keterkaitan antara pendanaan dan keluaran dan hasil yang diharapkan dari

kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan

hasil tersebut”. Untuk mengimplementasikan anggaran berdasarkan

prestasi kerja, pemerintah daerah perlu melengkapi diri dengan instrumen

lain seperti capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja,

standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Terdapat beberapa

indikator yang secara umum dijadikan ukuran pencapaian kinerja dalam

pengelolaan anggaran daerah. Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002,

indikator kinerja diukur berdasarkan input, output, hasil, manfaat, dan

dampak. Namun berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, indikator

kinerja dibatasi menjadi masukan (input), keluaran (output), dan hasil

(outcome). Input adalah seluruh sumber daya yang digunakan untuk

menghasilkan output. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang

dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian

sasaran dan tujuan program dan kebijakan. Hasil (outcome) adalah segala

sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan

dalam suatu program.

Indikator-indikator kinerja di atas, pada dasarnya tidak bisa

memberikan penjelasan yang berarti tentang kinerja melainkan semata

menjelaskan keterkaitan proses yang logis antara input, output dan

outcome atau yang biasa disebut kerangka kerja logis. Indikator yang

digunakan tidak mampu menjelaskan apakah kinerja kita sudah semakin

membaik ataukah semakin memburuk?. Indikator yang digunakan bahkan

Page 63: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

tidak akan mampu menjawab apakah program dan kegiatan tersebut

menyentuh kepentingan publik atau masyarakat atau tujuan jangka

menengah dan jangka panjang lainnya. Indikator tersebut hanya mampu

menjelaskan bahwa untuk setiap input yang digunakan ada sejumlah

output yang dihasilkan dan jumlah outcome pada level program.

Mengingat kinerja bersifat relatif, maka harus ada data pembanding

(bencmark). Dengan adanya data pembanding, memungkinkan untuk

menilai apakah program dan kegiatan yang direncanakan lebih efisien dan

lebih efektif dibandingkan dengan data pembanding tersebut atau program

dan kegiatan yang sama ditahun sebelumnya. Suatu program atau kegiatan

dikatakan semakin efisien jika untuk mencapai output tertentu diperlukan

biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan data dasar (bencmark) atau

dengan biaya tertentu akan diperoleh output yang lebih besar dibandingkan

data dasar dan sebaliknya. Efektivitas dapat dilihat dengan

membandingkan rencana output terhadap rencana hasil. Jika dengan

rencana output tertentu akan mampu dicapai hasil yang lebih besar atau

dengan target hasil tertentu akan dicapai dengan output yang lebih kecil

dibandingkan dengan data dasar, maka program dan kegiatan tersebut

dikatakan semakin efektif.

B. Studi Terdahulu

Mardiasmo dan Jaya (1999) melakukan penelitian tentang

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1999. Alat analisis yang digunakan adalah alat analisis

Page 64: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model line-item dan

incrementalism seharusnya diganti dengan model yang lebih bagus dan

anggaran pemerintah daerah seharusnya lebih dekat dengan kebutuhan dan

prioritas komunitas lokal yang dinamis. Hasil penelitian lainnya

mengungkapkan bahwa akuntabilitas bisa diciptakan dengan partisipasi

masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat dalam pembuatan anggaran

menjadi penting.

Penelitian dari dalam negeri antara lain dilakukan oleh Pusat Antar

Universitas-Fakultas Ekonomi UGM (2000). Ruang lingkup dari penelitian ini

difokuskan pada pengembangan sistem anggaran kinerja daerah dan model

Standar Analisis Belanja (SAB), dengan lokasi penelitian di Pemerintah Kota

Denpasar dan Kabupaten Sleman. Unit kerja yang dijadikan sampel adalah

Bagian Keuangan, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas

Pendidikan Nasional dan Dinas Pekerjaan Umum. Adapun alat analisis yang

digunakan adalah perhitungan biaya rata-rata, standar analisa belanja dan

kebutuhan anggaran unit kerja. Hasil penelitian tersebut antara lain yang

berkaitan dengan kinerja pemerintah daerah saat ini belum ada kejelasan

tupoksi dan kewenangan untuk setiap unit kerja. Masih terdapatnya tupoksi

pada beberapa unit kerja yang tidak lagi relevan dengan tujuan pelayanan dan

kepentingan publik serta peraturan-peraturan legal tentang desentralisasi. Oleh

karena itu, sebagian besar unit kerja belum memiliki sistem pengukuran

kinerja yang lengkap dan konprehensif. Hail penelitian ini dituangkan dalam

Page 65: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

bentuk Laporan Akhir Pengembangan Model Standar Analisa Belanja (SAB)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Penelitian dari luar dilakukan oleh Martinez (2001) yang meneliti

tentang masalah-masalah dalam alokasi belanja. Alat analisis yang digunakan

adalah analisis deskriptif. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa

diperlukan kriteria efisiensi dalam hal penentuan bagian belanja. Selain itu

diperlukan juga adanya pencapaian sasaran redistribusi dan stabilitas.

Beberapa masalah yang sering timbul dalam penentuan belanja adalah tidak

adanya penentuan belanja yang efisien, adanya penentuan belanja yang

bersifat mendua dan adanya tanggung jawab yang di bagi bersama. Martines

juga menyatakan bahwa ada dua bentuk umum pendanaan yang tersedia yaitu

akses langsung pada pasar modal oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan

obligasi dan peminjaman dari lembaga keuangan.

Penelitian dari luar negeri lainnya dilakukan oleh Heinrich (2002) yang

melakukan penelitian tentang implikasi manajemen kinerja berbasis outcome

pada publik sektor dalam akuntabilitas dan efektivitas pemerintahan.

Penelitian dilakukan di Amerika Serikat. Alat analisis yang digunakan adalah

analisis deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan data

administratif pada manajemen kinerja tidak menghasilkan perkiraan dampak

program yang benar-benar akurat. Penelitian ini juga menegaskan bahwa data-

data administrasi bisa menghasilkan informasi yang berguna bagi manajer

publik yang bisa dimanipulasi untuk memperbaiki kinerja organisasi. Selain

itu disimpulkan pula bahwa hal penting dalam merancang suatu sistem kinerja

Page 66: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

adalah sejauh mana efektivitas sebuah kebijakan sebagai alat untuk

meningkatkan akuntabilitas pemerintah.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Asmaldi (2002) yang meneliti

tentang Standar Analisis Belanja (SAB) pengeluaran Pemerintah Kabupaten

Kerinci. Obyek penelitiannya adalah pada Kantor Kebersihan, Pemadam

Kebakaran dan Pertamanan Pemakaman. Penelitian menggunakan data-data

tahun 2001. alat analisis yang digunakan adalah standar analisa belanja, biaya

rata-rata, kebutuhan anggaran unit kerja, serta perhitungan perhitungan target

kinerja dengan menggunakan analisis trend. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa pada tahun 2001 terjadi overfinancing terhadap belanja pelayanan

kebersihan yang menunjukkan tidak efisiennya pengelolaan anggaran pada

unit kerja, selain itu untuk kegiatan penyapuan sampah terjadi underfinancing.

Keadaan ini mengakibatkan beberapa kegiatan akan tertunda pelaksanaannya,

sehingga dapat menurunkan kualitas pelayanan kebersihan kepada

masyarakat. Untuk kegiatan pengangkutan dan penggusuran sampah terjadi

overfinancing. Bila dibanding dengan tahun 2001, maka kinerja keuangan

2000 lebih baik dari pada kinerja keuangan tahun 2001.

Penelitian tersebut akan menjadi acuan dan bahan referensi bagi

penelitian ini. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti

disebutkan, apabila dibandingkan dengan penelitian ini mempunyai beberapa

kesamaan yaitu permasalahan yang akan di bahas mengenai Analisis Standar

Belanja (ASB) serta beberapa alat analisis yang relevan digunakan. Adapun

perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada

Page 67: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

lokasi penelitian yang ada di Kabupaten Ngawi dengan fokus pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Penelitian yang berkaitan

dengan Analisis Standar Belanja (ASB) secara umum telah banyak dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya, tetapi penelitian terhadap Analisi Standar

Belanja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi

belum pernah dilakukan.

C. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran

(PPA) merupakan dua dokumen utama dalam penyusunan APBD. Kedua

dokumen tersebut harus direncanakan secara matang untuk menghasilkan

penganggaran keuangan daerah yang berkualitas. Salah satu instrumen yang

digunakan untuk menganalisis efektifitas dan ketepatan penentuan anggaran

adalah dengan Analisis Standar Belanja (ASB). Analisis Standar Belanja

(ASB) merupakan pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran

beban kerja dan belanja setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan

oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu tahun

anggaran.

ASB merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan,

dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis kewajaran beban kerja

dan belanja dari setiap usulan program atau kegiatan yang bersangkutan.

Penilaian terhadap kewajaran beban kerja usulan program atau kegiatan

terkait dengan kebijakan anggaran, komponen dan tingkat pelayanan yang

Page 68: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kapasitas satuan kerja. Setelah

melakukan analisis standar belanja (ASB) maka dapat diketahui nilai

minimum dan maksimum anggaran untuk masing-masing program dan

kegiatan yang akan dilakukan SKPD. Ketika pelaksanaan penganggaran

keuangan daerah, dana yang terealisasi dapat dibandingkan dengan nilai

minimum dan maksimum yang telah dilakukan analisis standar belanja.

Apakah penganggaran keuangan daerah yang dibuat overfinancing atau

underfinancing dalam pelaksanaannya. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Catatan : KUA : Kebijakan Umum Anggaran PPA : Prioritas dan Plafon Anggaran

KUA PPA

Analisa Standar Biaya (ASB)

Standar Minimum dan Maksimum

Pelaksanaan Penganggaran Keuangan Daerah

Overfinance / Underfinace

Page 69: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah anggaran untuk kegiatan forum

komunikasi atau koordinasi yang ada pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Adapun untuk penganggaran keuangan

daerah yang diteliti pada penelitian ini adalah penganggaran keuangan daerah

berbasis kinerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi tahun 2010 yang terdiri dari Kegiatan Koordinasi

Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan

Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang

Prasarana Wilayah dan Koordinasi Penanganan Kemiskinan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi

Provinsi Jawa Timur yang beralamat di Jl. Teuku Umar, No. 12 Kecamatan

Ngawi, Kabupaten Ngawi. Pertimbangan penelitian dilakukan di SKPD

Bappeda Kabupaten Ngawi, karena terkait dengan mewujudkan visi dari

Bappeda Kabupaten Ngawi yaitu ”Terwujudnya institusi perencanaan

pembangunan yang akuntabel, partisipatif dan strategis” maka dari itu

penyusunan keuangannya harus berbasis kinerja, serta agar hasil penelitian ini

berupa Analisis Standar Belanja (ASB) dapat digunakan sebagai informasi ,

49

Page 70: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

memotivasi, dan referensi SKPD yang lain dalam perencanaan keuangan yang

berbasis kinerja guna mendapatkan APBD yang berkualitas.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk mendukung penulisan penelitian ini

adalah berupa data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan dokumen-

dokumen resmi serta laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi

tahun anggaran 2010. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai

berikut :

1. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten

Ngawi tahun anggaran 2010;

2. Laporan keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010;

3. Data Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010;

4. Data Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2011.

Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber

lembaga resmi pemerintah antara lain :

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi;

2. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten

Ngawi;

3. Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten

Ngawi;

4. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ngawi.

Page 71: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data untuk bahan analisis dilakukan dengan

berbagai cara. Data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini,

diperoleh dengan cara:

1. Penelitian Kepustakaan (Library research) dengan cara mempelajari

berbagai literatur serta tulisan-tulisan yang berhubungan sengan masalah

yang diteliti. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperkuat

landasan teori yang dapat mendukung penelitian yang disarikan dan

diambil dari literatur atau buku-buku, artikel ilmiah maupun hasil

penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini;

2. Studi Dokumenter untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan

dengan menggali informasi pada Unit Kerja Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi yang berhubungan

dengan masalah penelitian.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitan

Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru, diperlukan

uraian ringkas mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Analisis Standar Belanja (ASB) adalah standar yang digunakan untuk

menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja dalam satu tahun

anggaran. Dalam penelitian ini Analisis Standar Belanja (ASB) didasarkan

pada masing-masing kegiatan yang ada pada kegiatan forum komunikasi

atau koordinasi.

Page 72: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

2. Penganggaran keuangan daerah adalah penganggaran keuangan daerah

berbasis kinerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi tahun 2010 yang terdiri dari Kegiatan Koordinasi

Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan

Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang

Prasarana Wilayah dan Koordinasi Penanganan Kemiskinan.

3. Pengendali belanja (Cost Driver) atau sering juga disebut dengan pemicu

belanja adalah faktor yang mempengaruhi besar kecilnya belanja dari

suatu kegiatan. Dalam penelitian ini yang menjadi cost driver kegiatan

forum komunikasi atau koordinasi adalah jumlah peserta dan jumlah

frekuensi koordinasi.

4. Belanja Total merupakan penjumlahan dari belanja tetap dan belanja

variabel pada suatu target kinerja tertentu.

5. Belanja tetap merupakan belanja yang nilainya tetap walaupun target

kinerja suatu kegiatan berubah-ubah. Belanja tetap ini tidak dipengaruhi

oleh adanya perubahan volume atau target kinerja suatu kegiatan.

Besarnya nilai belanja tetap merupakan batas maksimal untuk setiap

kegiatan dimana penyusun anggaran tidak boleh melebihi nilai tersebut,

namun diperbolehkan apabila besaran belanja tetap dibawah nilai yang

ditetapkan.

6. Belanja Variabel menunjukkan besarnya perubahan belanja untuk

masing-masing kegiatan yang dipengaruhi oleh perubahan atau

Page 73: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

penambahan volume kegiatan. Semakain besar target kinerja, maka akan

semakin besar pula total belanja variabelnya.

7. Belanja rata-rata adalah biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk satu

satuan target kinerja yang hendak dicapai pada suatu kegiatan tertentu

yang meliputi belanja langsung.

8. Batas Minimum Belanja adalah proporsi belanja terendah yang

diperbolehkan dalam penganggaran keuangan daerah setelah dianalisis

dengan ASB.

9. Batas Maximum Belanja adalah proporsi belanja maximum yang

diperbolehkan dalam penganggaran keuangan daerah setelah dianalisis

dengan ASB.

10. Alokasi Objek Belanja adalah alokasi obyek belanja berisikan macam-

macam obyek belanja, proporsi batas bawah, proporsi rata-rata, dan

proporsi batas atas dari total belanja. Obyek belanja disini adalah obyek

belanja yang hanya diperbolehkan dipergunakan dalam ASB yang

bersangkutan. Jumlah macam obyek belanja tidak boleh ditambah

maupun dikurangi karena diyakini bahwa kegiatan tersebut hanya akan

efektif jika obyek-obyek belanja tersebut hadir. Batas bawah adalah

proporsi terendah dari obyek belanja yang bersangkutan. Rata-rata adalah

proporsi rata-rata dari obyek belanja tersebut untuk seluruh SKPD di

Pemerintah Daerah tersebut (dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan

yang ada di Bappeda Kabupaten Ngawi). Batas atas adalah proporsi

tertinggi yang dapat dipergunakan dalam obyek belanja. Maksud akan

Page 74: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

adanya batas atas dan batas bawah adalah untuk memberikan keleluasaan

kepada pengguna anggaran untuk menentukan besaran dari masing-

masing obyek belanja. Dengan kata lain, batas atas dan batas bawah ini

untuk mengakomodasi ”selera” pengguna anggaran SKPD.

F. Metode Analisis Data

Penelitian ini bertujuan menghitung besarnya belanja rata-rata,

menghitung nilai minimum dan maksimum belanja, menghitung prosentase

alokasi kepada masing-masing objek belanja, baik alokasi prosentase belanja

rata-rata, minimum dan maksimum serta menentukan klasifikasi kategori

kewajaran belanja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010.

Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, menurut

Tanjung (2010: 5-9) penyusunan analisis standar belanja (ASB) menggunakan

3 (tiga) pendekatan utama yaitu : pendekatan Activity Based Costing (ABC),

pendekatan Ordinary least Square (regresi sederhana) dan pendekatan metode

diskusi (focused group discussion). Pada penelitian ini alat yang akan

digunakan untuk analisis kegiatan forum komunikasi atau koordinasi yang ada

pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi

adalah dengan pendekatan Ordinary least squere. Analisis regresi sederhana

adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan yang

menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas (X)

sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Dalam regresi

sederhana ini, variabel tidak bebas merupakan total biaya dari suatu kegiatan,

Page 75: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

sedangkan variabel bebas merupakan cost driver dari kegiatan tersebut. Alat

analisis yang digunakan sebagai berikut :

1. Belanja rata-rata

Belanja rata-rata adalah belanja rata-rata yang dikeluarkan guna kegiatan

forum komunikasi atau koordinasi pada tahun 2010 oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Untuk

menghitung belanja rata-rata, maka harus diketahui belanja total kegiatan.

Y = a + bX ............................................................................. (3.1)

Dimana :

Y = Belanja Total

X = Cost Driver

a = Belanja Tetap Total (Fixed Cost)

b = Belanja Variabel Per unit (Variable Cost)

Nilai X dan Y adalah nilai-nilai yang diperoleh dari nilai Kebijakan

Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA). Yang perlu

ditaksir adalah koefisien a dan b.

Taksiran terbaik untuk koefisien a dan b adalah dengan menggunakan

metode kuadrat terkecil , yaitu :

åå

-

-=

22 XnX

XYnXYb ....................................................................... (3.2)

di mana :

n

XX å=

Page 76: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

n

YY å=

Dimana : ∑X = Jumlah Cost Driver ∑Y = Total anggaran n = jumlah data

a = Y - bX ................................................................................ (3.3)

Dimana koefisien a merupakan belanja tetap, dan koefisien b

merupakan koefisien untuk belanja variabel. Jadi rumus untuk belanja rata-

rata adalah :

Ỹ = a + bX ..................................................................... (3.4)

Dimana :

Ỹ = Belanja rata-rata

X = Cost Driver rata-rata

a = Belanja Tetap Total (Fixed Cost)

b = Belanja Variabel Per unit (Variable Cost)

2. Batas Minimum dan Maksimum Belanja

Sebelum menghitung batas minimum dan maksimum belanja, terlebih

dahulu melihat reliabilitas dari persamaan garis yang ditaksir, dengan

menggunakan kekeliruan baku taksiran (standar deviasi). Rumus yang

digunakan adalah :

Se = 2n

)YY( 2

-

-å ....................................................................... (3.5)

Bentuk ∑ (Y- Ỹ) 2 disebut pula sebagai jumlah kuadrat kekeliruan.

Page 77: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Jika prediksi terhadap Ỹ berdasarkan sebuah nilai X yang ditetapkan

telah dibuat, maka kita dapat menentukan interval taksiran untuk Yˆ ini dengan

menggunakan kekeliruan baku taksiran yang dikemukakan di atas.

Dengan demikian batas bawah (belanja minimum) untuk taksiran Ỹ

dapat dihitung dengan :

Ỹ - tp. se ................................................................................ (3.6)

Sedangkan batas atas (belanja maksimum) taksiran Yˆ adalah :

Ỹ + tp. se ................................................................................ (3.7)

di mana t diperoleh dari tabel t dengan derajat bebas n – 2

3. Prosentase Alokasi Belanja

a. Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata

Menghitung prosentase alokasi belanja rata-rata kepada masing-masing

objek belanja (aktivitas) dilakukan dengan cara membagi total belanja

masing-masing objek dengan total belanja suatu kegiatan, lalu dikalikan

dengan 100%

Total belanja masing-masing objek % Belanja Rata-rata = x 100% ......... (3.8)

Total belanja

b. Prosentase Alokasi Belanja Minimum

Menghitung prosentase alokasi belanja minimum kepada masing-masing

objek belanja dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu selisih

prosentase belanja rata-rata dengan belanja minimum, hasilnya

Page 78: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya

prosentase alokasi belanja minimum adalah =

% belanja rata-rata - % alokasi selisih masing-masing objek belanja ............. (3.9)

c. Prosentase Alokasi Belanja Maksimum

Menghitung prosentase alokasi belanja maksimum kepada masing-

masing objek belanja dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu

selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja maksimum, hasilnya

dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya

prosentase alokasi belanja maksimum adalah =

% belanja rata-rata + % alokasi selisih masing-masing objek belanja ............ (3.10)

4. Kewajaran Anggaran

Untuk menentukan klasifikasi kewajaran belanja dilakukan dengan cara

membandingkan anggaran yang ada pada masing-masing kegiatan forum

komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi dengan batas

belanja minimum dan maksimum. Jika anggaran berada di bawah batas

belanja minimum maka termasuk kategori underfinance dan sebaliknya

jika anggaran berada di atas batas belanja maksimum maka masuk

kategori Overfinance, serta jika anggaran berada diantara batas belanja

minimum dan maksimum berarti anggaran dikategorikan wajar.

Anggaran kegiatan < Batas minimal belanja = Underfinance ....... (3.11)

Anggaran kegiatan > Batas maksimal belanja = Overfinance ....... (3.12)

Batas minimal > Anggaran kegiatan < Batas Maksimal = wajar ....... (3.13)

Page 79: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Page 80: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Kabupaten Ngawi

1. Kondisi Geografis

Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur

yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah

Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 39 persen atau

sekitar 504,8 km2 berupa lahan sawah. Sesuai dengan Peraturan Daerah

(Perda) Kabupaten Ngawi tahun 2004, secara administrasi wilayah ini

terbagi ke dalam 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa

tersebut adalah kelurahan.

Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7o 21’ –

7o 31’ Lintang Selatan dan 110o 10’ – 111o 40’ Bujur Timur. Topografi

wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4

kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo

dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu.

Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Provinsi

Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro.

- Sebelah Timur : Kabupaten Madiun.

- Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.

- Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen

(Provinsi Jawa Tengah).

59

Page 81: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ngawi Sumber : Arsip Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Ngawi

Topografi Kabupaten Ngawi adalah berupa dataran tinggi dan

tanah datar. 4 kecamatan dari 19 kecamatan terletak pada dataran tinggi

yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung

Lawu.

Kabupaten Ngawi termasuk daerah yang beriklim tropis, dan

hanya mengenal dua musim yaitu, musim kemarau dan musim

penghujan. Dari 21 lokasi penakar hujan yang masih berfungsi di

Kabupaten Ngawi (3 lokasi lainnya rusak) dapat diketahui bahwa rata-

rata curah hujan di kabupaten ini. Pada tahun 2010, Kabupaten Ngawi

sepanjang tahun diguyur hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Januari hingga Mei. Curah hujan berkisar pada 21,00-28,00 mm. Rata-

rata hari hujan tiap bulannya 15-16 hari. Curah hujan terendah terjadi

pada bulan Juni hingga Agustus. Curah hujan berkisar 12,00-15,00 mm.

Page 82: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Rata-rata hari hujan tiap bulan hanya 2-7 hari. Secara umum dalam 5

tahun terakhir (2006, 2007, 2008, 2009, 2010) rata-rata curah hujan

tertinggi adalah pada bulan Desember, Januari dan Februari dan yang

terendah adalah pada bulan Juli, Agustus dan September.

Gambar 4.2 : Gambar Rata-rata Curah Hujan Tiap Bulan Sumber : Ngawi Dalam Angka 2011

Dari total luas wilayah Kabupaten Ngawi, luas lahan sawah dan

bukan lahan sawah selama 5 tahun terakhir relatif tidak berubah hingga

tahun 2010 sebesar 50.476 Ha (71,39%) dan bukan lahan sawah sebesar

20.231 Ha (28,61%).

Dari luas lahan sawah tersebut menurut jenis pengairannya tahun

2010 terdiri dari sawah teknis 37.923 Ha (75,13%), setengah teknis 5.774

Ha (11,44%), sederhana 2.496 Ha (4,94%), tadah hujan 3.787 Ha (7,5%),

lainnya 496 Ha (0,98%). Sedangkan lahan bukan sawah menurut

Page 83: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

penggunaannya pada tahun 2010 terdiri dari tegal/ kebon 13.903 Ha

(68,72%), ladang/huma 269 Ha (1,32%), Perkebunan 2.284 Ha (11,29%),

hutan rakyat 1.990 Ha (9,82%), kolam/tebat/empang 25 Ha (0,12%),

penggembala/padang rumput 6 Ha (0,029%), sementara/tidak diusahakan

4 Ha (0,019%), lainnya 1.750 Ha (8,65%).

Gambar 4.3 Prosentase Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairannya Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

Gambar 4.4 Prosentase Luas Lahan Bukan Sawah Menurut Penggunaannya

Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

2. Pemerintahan Daerah

Kabupaten Ngawi terbagi dalam 19 Kecamatan dan 217 Desa atau

Kelurahan. Kecamatan Karangjati merupakan Kecamatan dengan

jumlah Desa atau Kelurahan terbanyak yaitu berjumlah 17 Desa atau

Page 84: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Kelurahan. Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi memiliki 64 Kantor

atau Instansi atau Bagian yang tersebar dilingkungan Pemerintah

Kabupaten Ngawi, Kecamatan dan Desa atau Kelurahan. Menurut data

pada tahun 2011 menyebutkan jumlah sumber daya manusia aparatur

Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Ngawi tahun 2010 adalah 14.363

orang, naik 3,88 persen dibanding dengan tahun 2009. Kualifikasi

pendidikan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Ngawi pada

tahun 2010 sebagai berikut

Gambar 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010

Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

SLTP atau kurang sejumlah 8% atau 1.137 orang, SLTA sejumlah

36% atau 5.090 orang, Sarjana Muda sejumlah 23% atau 3.350 orang,

Sarjana sejumlah 32% atau 4.587 orang, dan untuk Pasca Sarjana

jumlahnya paling sedikit yaitu 1% atau 199 orang.

Page 85: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Berdasarkan golongan kepangkatannya pada tahun 2010, pegawai

yang termasuk golongan IV sejumlah 3.600 orang, golongan III

sejumlah 5.696 orang, golongan II sejumlah 4.335 orang dan golongan I

sejumlah 732 orang.

Gambar 4.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab

Menurut Golongan Kepangkatan tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

Ngawi pada tahun 2010 sejumlah 45 orang yang berasal dari 11 partai

politik. Jumlah anggota DPRD laki-laki sebesar 36 orang sedangkan

untuk anggota DPRD perempuan berjumlah 9 orang.

Gambar 4.7 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan

Jenis Kelamin tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

Page 86: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Anggota DPRD Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 terbanyak

dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar)

sebanyak 8 orang. Tingkat pendidikan anggota DPRD Kabupaten Ngawi

tahun 2010 terbanyak yaitu tingkat SLTA sebanyak 21 orang dan

tingkat Sarjana Strata 1 sebanyak 19 orang.

Gambar 4.8 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan

Tingkat Pendidikan tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

3. Demografi (Kependudukan)

Data dari Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan

Catatan Sipil Kabupaten Ngawi (dalam Kabupaten Ngawi dalam Angka

2011) pada akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 894.675 jiwa yang terdiri

dari 439.536 laki-laki dan 455.139 perempuan dengan sex rasio sebesar

96 artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96

penduduk laki-laki.

Dibandingkan dengan tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten

Ngawi setiap tahun terus bertambah sebesar 2.624 jiwa atau meningkat

Page 87: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

sebesar 0,29%. prosentase kenaikannya pun terus meningkat; dari 0,34%

pada tahun 2007, naik 0,78% pada tahun 2008. Namun pada tahun 2009

prosentase kenaikannya menurun menjadi 0,31%. Nampaknya mulai

tahun 2009 pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ngawi ada upaya

untuk menekan laju pertumbuhan penduduk setelah disadari adanya

peningkatan selama 2 tahun ber-turut-turut yang salah satunya melalui

program Keluarga Berencana.

Tabel. 4.1. Penduduk Kabupaten Ngawi menurut Hasil Sensus Penduduk

No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010

1 Penduduk 879.193 882.221 889.224 892.051 894.675

a. Laki-laki 429.921 431.354 437.808 438.223 439.536

b. Perempuan 449.272 450.867 451.416 453.828 455.139

Komposisi Penduduk L:P (%) 48:52 48:52 49:51 49:51 49:51

2 Sex Ratio 95,69 95,67 96,99 96,99 96,57

3 Prosentase Kenaikan (%) 0,34 0,78 0,31 0,29

4 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

678 681 686 688 690

Sumber : Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011)

Dengan melihat Tabel 4.1 di atas diketahui bahwa komposisi

penduduk antara laki-laki dan perempuan di Kabupaten Ngawi adalah

49:51. Rasio jenis kelamin (sex ratio) sejak tahun 2006 sampai dengan

tahun 2010 berkisar antara 95,69 hingga 96,57 (di bawah 100) yang

berarti jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Dengan fakta

ini maka dalam pelaksanaan kegiatan yang ada di Kabupaten Ngawi

prinsip kesetaraan gender menjadi sangat penting demi keadilan dan

pemerataan kesempatan dalam membangun dan mengaktualisasikan diri

setiap warga negara. Namun bila ditinjau per kecamatan, ternyata ada 2

Page 88: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

kecamatan yang sex rationya di atas 100 yaitu, Kecamatan Kasreman

dan Karanganyar.

Tabel 4.2. Penduduk Akhir Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin

No. Kecamatan Laki2 (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa) Sex Ratio

1 Sine 22.953 25.980 48.933 88,35 2 Ngrambe 21.308 21.540 42.848 98,92 3 Jogorogo 20.106 21.150 41.256 95,06 4 Kendal 24.552 26.509 51.061 92,62 5 Geneng 27.810 28.213 56.023 98,57 6 Gerih 18.196 19.294 37.490 94,31 7 Kwadungan 14.200 14.543 28.743 97,64 8 Pangkur 14.202 14.624 28.826 97,11 9 Karangjati 23.257 24.850 48.107 93,59

10 Bringin 15.922 16.419 32.341 96,97 11 Padas 17.031 17.136 34.167 99.39 12 Kasreman 12.147 12.145 24.292 100,02 13 Ngawi 42.038 42.498 84.536 98,92 14 Paron 44.075 45.328 89.403 97,24 15 Kedunggalar 36.804 37.062 73.866 99,30 16 Pitu 14.089 14.195 28.284 99,25 17 Widodaren 35.008 35.742 70.750 97,95 18 Mantingan 19.841 22.002 41.843 90,18 19 Karanganyar 15.997 15.909 31.906 100,55

JUMLAH 439.536 455.139 894.675 96.57 Sumber : Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil

Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011)

4. Pendidikan

Sumber daya manusia adalah salah satu faktor penentu

keberhasilan pembangunan. Komitmen Pemerintah Kabupaten Ngawi

dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia ini tercermin dari

perkembangan sekolah (negeri dan swasta), murid/ mahasiswa dan guru/

dosen dari Taman Kanak-Kanak (TK)/ Raudhatul Athfal (RA) hingga

Page 89: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Perguruan Tinggi (PT) di kabupaten ini pada 5 tahun terakhir (2006 –

2010) yang terus meningkat.

Adapun perbandingan jumlah murid menurut tingkat

pendidikannya di kabupaten ini dari tahun 2006 sampai dengan 2010

dapat dilihat pada gambar 4.9 di bawah ini.

Gambar 4.9 Perkembangan Jumlah Murid di Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

Data dari Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2011 untuk

tahun 2010 jumlah Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 550 lembaga

dengan jumlah murid 14.081 siswa, dengan rasio murid-sekolah 25.

Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan sederajat ada 664 lembaga, mempunyai

murid 79.219 siswa dengan rasio murid-sekolah 119. Jumlah murid

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat sebanyak 38.837

siswa, yang tersebar di 111 sekolah dengan rasio murid-sekolah 349.

Jumlah murid Sekolah Menengah Umum (SMU)/Sekolah Menengah

Page 90: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Kejuruan 24.971 siswa yang tersebar di 68 sekolah, dengan rasio murid-

sekolah 367.

Dari data perkembangan jumlah murid menarik untuk diketahui

adalah seberapa besar rasio antara jumlah penduduk Kabupaten Ngawi

yang menempuh jenjang pendidikan (formal) dengan jumlah penduduk

secara keseluruhan. Perubahan nilai rasio bisa disebabkan oleh beberapa

kemungkinan, yaitu: laju pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah

atau balita, atau banyaknya angka penduduk putus sekolah atau lulus

sekolah tetapi tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Semakin

besar nilai rasio menunjukkan dua kemungkinan, yang pertama adalah

semakin berkurangnya angka putus sekolah, sementara itu laju

pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah dapat ditekan atau karena

jumlah penduduk yang baru mulai sekolah lebih besar daripada jumlah

penduduk yang putus sekolah dan atau yang selesai/ lulus sekolah.

Sebaliknya, jika nilai rasio semakin kecil mungkin disebabkan semakin

banyak angka putus sekolah, sementara itu laju pertumbuhan angkatan

penduduk prasekolah meningkat.

5. Mata Pencaharian

Sumber pendapatan penduduk Kabupaten Ngawi berasal dari

berbagai sektor lapangan usaha, meliputi bidang pertanian, perkebunan,

peter-nakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian,

industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan

eceran, rumah tangga, perhotelan, rumah makan, pengangkutan,

Page 91: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

penimbunan, perhubungan, keuangan, asuransi, usaha persewaan

bangunan, jasa penunjang informasi dan komunikasi, jasa-jasa

kemasyarakatan, sosial dan perseorangan (rumah tangga), pemerintahan

umum, hiburan dan kebudayaan.

Sektor industri di Kabupaten Ngawi berjalan lambat namun

terus meningkat. Jumlah industri kecil/kerajinan rumah tangga naik dari

15.346 pada tahun 2009 menjadi 15.643 pada tahun 2010. Nilai

produksi dari usaha di atas juga meningkat dari 109.962 milyar rupiah

pada tahun 2009 menjadi 121.824 milyar rupiah pada tahun 2010.

Sektor industri kecil/kerajinan rumah tangga menyerap tenaga

kerja 39.281 pada tahun 2010 meningkat 1,35 persen disbanding tahun

2009. Industri barang dari kayu dan sejenisnya sebagai sub sector yang

paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 20.419 pekerja.

Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil/Kerajinan Rumah Tangga Menurut Subsektor Industri

No. Sektor Usaha 2007 2008 2009 2010

1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau

4.929 5.004 5.019 5.042

2. Tekstil, Pakaian Jadi dan Barang dari Kulit 680 680 680 680

3. Industri Barang dari Kayu dan sejenisnya

20.259 20.259 20.279 20.419

4. Industri Kertas dan Barang cetakan 78 78 78 78

5. Industri Kimia dan Barang dari Karet/Plasti

52 52 52 57

6. Industri Semen dan Barang Galian bukan Logam

8.453 8.453 8.453 8.468

7. Logam Dasar Besi dan Baja 722 722 722 722

8. Industri Barang dari Logam, Mesin dan alat angkut

- - - -

9. Industri Pengolahan lainnya 2.764 3.164 3.465 3.815 Jumlah Total 37.937 38.412 38.748 39.281

Page 92: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka Tahun 2011 Dari 894.675 orang penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun

2010, jumlah penduduk yang masuk dalam Angkatan Kerja atau dari

kelompok umur produktif (20-60 tahun) adalah sebesar 456.678. Angka

ini lebih besar daripada jumlah Angkatan Kerja pada tahun 2009 yaitu

sebesar 455.957 orang.

Dari penduduk Angkatan Kerja sebanyak 456.678 orang pada

tahun 2010 ini, yang tertampung dalam suatu bidang pekerjaan atau

yang produktif adalah 428.761 orang (93,8%). Jumlah penduduk

produktif tahun ini meningkat daripada tahun sebelumnya hal ini

menunjukkan adanya pengurangan angka pengangguran meskipun

jumlah angkatan kerja terus bertambah. Dan hal ini merupakan iklim

yang baik bagi kehidupan sosial-ekonomi di kabupaten ini.

Gambar 4.10 Perkembangan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

Page 93: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

6. Struktur Usia Penduduk

Struktur Usia penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 dan

2011 secara umum cenderung meningkat prosentasenya pada usia 1

sampai 40 tahun dan cenderung menurun prosentasenya pada usia di

atas 40 tahun. Hal ini menunjukkan Kabupaten Ngawi termasuk

kategori Angkatan Penduduk Muda. Dengan adanya fakta bahwa

penduduk di kabupaten ini lebih banyak pada usia produktif maka,

kegiatan ekonomi dan pembangunan di kabupaten ini diharapkan dapat

bergerak lebih dinamis, dengan ditunjang adanya program-program

pembangunan yang ada di kabupaten ini.

Gambar 4.11 Penduduk Menurut Kelompok Umur Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2010, 2011

7. Pendapatan Per Kapita Daerah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah alat untuk

mengukur laju perekonomian suatu daerah sebagai indikator tingkat

2009 2010

Page 94: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

keberhasilan pembangunan daerah tersebut dengan menghitung semua

jenis produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut dalam

kurun waktu tertentu (biasanya 1 tahun). PDRB juga dapat sebagai alat

ukur tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. PDRB per kapita

merupakan nilai rata-rata dari pembagian antara PDRB dengan jumlah

penduduk pada pertengahan tahun. Perkembangan PDRB dari tahun ke

tahun berdasarkan harga konstan merupakan indikator pertumbuhan

ekonomi suatu daerah.

Angka PDBRB Ngawi atas dasar harga berlaku tahun 2009

mencapai 6.444 milyar rupiah naik sekitar 11,69% dari tahun 2008 yang

mencapai 5.770 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga

konstan (2000) mencapai 2.942 milyar, naik sekitar 5,65% dari tahun

sebelumnya yang mencapai 2.785 milyar rupiah.

Sampai dengan tahun 2009 perekonomian Kabupaten Ngawi

masih didominasi sektor pertanian. Sumbangan sektor ini terhadap total

PDRB sampai dengan 2009 sekitar 36,91%. Tidaklah aneh bila sektor

ini menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Ngawi. Namun demikian

sumbangan sektor ini dari tahun ke tahun terus menunjukkan penurunan

walaupun sebenarnya secara produksi mengalami pertumbuhan. Sektor

lainnya yang memberi sumbangan cukup besar terhadap perekonomian

Kabupaten Ngawi adalah sektor perdagangan. Dalam kurun waktu 5

tahun terakhir sumbangan sektor ini selalu di atas 25 persen dari total

PDRB yaitu sebesar 28,05%.

Page 95: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Gambar 4.12 Distribusi Prosentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.4 PDRB menurut Lapangan Usaha (2005-2009) (milyar rupiah)

No Lapangan Usaha Harga 2005 2006 2007 2008*) 2009**)

1 Pertanian Berlaku 1.422.944,9 1.629.981,8 1.843.370,5 2.129.128,28 2.378.578,04

Konstan 905.474,59 941.025,88 985.007,46 1.039.356,65 1.092.374,15

2 Pertambangan dan Penggalian

Berlaku 20.444,39 23.924,26 27.821,13 31.159,67 34.743,03

Konstan 13.864,37 14.403,57 15.442,31 16.286,80 16.983,88

3 Industri Pengolahan

Berlaku 243.982,92 275.496,96 306.568,98 354.275,13 399.597,31

Konstan 149.370,19 155.405,22 162.859,61 173.860,51 184.792,71

4 Listrik, gas dan air bersih

Berlaku 27.322,24 31.946,84 36.199,99 44.111,18 53.443,97

Konstan 13.032,72 13.730,36 14.673,00 16.013,48 17.819,46

5 Bangunan Berlaku 172.033,04 202.821,88 243.130,70 276.908,89 304.976,38

Konstan 104.902,34 110.420,20 116.758,32 120.634,70 127.066,94

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Berlaku 1.049.123,88 1.241.254,87 1.412.591,98 1.610.680,64 1.807.677,16

Konstan 651.328,99 697.427,05 745,925,20 793.681,83 848.170,35

7 Angkutan dan Komunikasi

Berlaku 146.204,02 181.477,29 205.072,67 233.711,75 259.515,53

Konstan 82.364,00 87.412,59 92.497,17 98.137,08 104,975,22

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahan

Berlaku 188.861,99 218.291,53 243.939,08 273.336,32 302.413,64

Konstan 129.690,39 137.199,62 142.016,95 148.281,52 154.159,75

9 Jasa-jasa Berlaku 150.671,16 170.865,69 189.248,26 211.831,58 236.984,91

Konstan 98.804,34 103.749,61 109.328,00 116.516,30 124.737,33

Jumlah Berlaku 3.831.351,83 3.831.351,83 5.031.428,99 5.770.273,06 6.444.782,83

Konstan 2.385.681,99 2.510.075,52 2.639.717,89 2.785.335,43 2.942.602,51

Catatan: *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara Sumber: BPS Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi dalam Angka 2011)

Page 96: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Menurut perhitungan atas dasar harga berlaku, pendapatan

regional per kapita penduduk Kabupaten Ngawi tahun 2009 sebesar Rp.

7.033.529,80 meningkat sekitar 11,07% dari tahun 2008 yang hanya

mencapai Rp. 6.332.350,61. Dapat diartikan penghasilan penduduk

Ngawi tahun 2009 sebesar Rp. 586.127,48. Sedangkan pendapatan

regional per kapita atas dasar harga konstan (2000) mencapai Rp.

3.211.416,58 meningkat sekitar 5,06% dari tahun 2008 yang mencapai

Rp. 3.056.652,66.

Kenaikan ini merupakan gambaran dari laju pertumbuhan

ekonomi kabupaten. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi

sebagai berikut: dari 5,1% pada tahun 2007, naik menjadi 5,50% pada

tahun 2008, dan 5,60% pada tahun 2009.

Gambar 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011

Page 97: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi

1. Kondisi Umum Bappeda Kabupaten Ngawi

Visi dan Misi Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten

Ngawi sebagaimana dituangkan dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Tahun 2006-2010 sebagai berikut :

Visi :

”Terwujudnya institusi perencanaan pembangunan yang akuntabel,

partisipatif dan strategis”

Misi :

a. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan

b. Menjalankan sistem perencanaan sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

c. Meningkatkan kualitas sumber daya perencana

d. Melaksanakan tugas pokok dan fungsi instirusi secara optimal.

Bappeda Kabupaten Ngawi yang terbentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 9 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, juncto Peraturan

Bupati Ngawi Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan

Kewenangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Kedudukan, tugas dan fungsi Bappeda Kabupaten Ngawi

diuraikan sebagai berikut :

Page 98: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Kedudukan Bappeda Kabupaten Ngawi adalah sebagai unsur

perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh

seorang Kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab

kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Sedangkan tugas dari

Bappeda Kabupaten Ngawi adalah melaksanakan penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan

daerah.

Adapun fungsi dari Bappeda Kabupaten Ngawi adalah

perumusan kebijakan teknis daerah yang meliputi :

a. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan

b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan

c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

2. Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi

Susunan organisasi Bappeda terdiri dari :

a. Kepala

b. Sekretariat

c. Bidang Ekonomi

d. Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan

e. Bidang Prasarana Wilayah

f. Bidang Pengendalian dan Evaluasi

g. Kelompok Jabatan Fungsional

Page 99: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Untuk lebih jelasnya struktur organisasi badan perencanaan

pembangunan daerah kabupaten ngawi dapat dilihat pada gambar di

bawah ini :

Gambar 4.14 Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris, sedangkan bidang

dipimpin oleh Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya

bertanggungjawab langsung kepada Kepala Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah. Uraian tugas dari masing-masing struktur adalah

sebagai berikut :

a. Sekretaris, mempunyai tugas melaksanakan urusan perencanaan,

keuangan dan umum serta tugas-tugas lain yang diberikan oleh

kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

b. Bidang ekonomi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas

Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di bidang pertanian,

industri dan pariwisata, perdagangan, koperasi, pengusaha kecil dan

Page 100: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

menengah dan pengembangan dunia usaha serta tugas-tugas lain

yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

c. Bidang pemerintahan dan Kemasyarakatan mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan

Daerah di bidang pemerintahan dan aparatur, kesejahteraan rakyat,

pendidikan, kesehatan, kebudayaan, mental spiritual,

kependudukan dan tenaga kerja serta tugas- tugas lain yang

diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

d. Bidang prasarana wilayan mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di

bidang prasarana sumber daya air, perhubungan dan

telekomunikasi, tata ruang dan pengembangan wilayah, sumber

daya alam, lingkungan hidup, pertambangan dan energi serta tugas-

tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang

tugasnya.

e. Bidang pengendalian dan evaluasi mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di

bidang pengendalian dan evaluasi pembangunan bidang ekonomi,

pemerintahan, kemasyarakatan serta prasarana wilayah serta tugas-

tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang

tugasnya.

Page 101: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

3. Renstra dan Prioritas Program Renstra Bappeda

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dokumen Perencanaan

Pembangunan Daerah yang harus disusun oleh Bappeda Kabupaten

Ngawi adalah:

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang

memiliki jangka waktu perencanaan 20 tahun dan ditetapkan

dengan Perda.

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang

memiliki jangka waktu perencanan 5 tahun dan ditetapkan dengan

Perda.

c. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD), yang memiliki jangka waktu

perencanaan 1 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Berkaitan dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah

tersebut di atas, disusun dokumen perencanaan pembangunan sebagai

berikut :

a. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)

yang memiliki jangka waktu perencanaan 5 tahun sebagai

penjabaran dari RPJMD.

b. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang

memiliki jangka waktu perencanaan 1 tahun sebagai penjabaran

dari Renstra SKPD dan RKPD.

Page 102: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

C. Analisis Data dan Pembahasan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perencanaan

anggaran berdasarkan kebijakan umum APBD (KUA) dan Prioritas dan

Plafon Anggaran (PPA) tahun 2010, dan data Daftar Pelaksanaan Anggaran

(DPA) pada masing-masing kegiatan di Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Adapun pengolahan data

menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) dengan metode regresi linier

sederhana.

1. Belanja Rata-rata

Untuk menghitung belanja rata-rata terlebih dahulu di hitung

belanja total melalui model regresi sederhana. Dalam pelaksanaan

kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-

masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) diperoleh dengan

menggunakan data berdasarkan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) tahun 2010 adalah berikut:

Tabel 4.5 Anggaran KUA-PPA

No Program Kegiatan Anggaran (Rupiah)

1 Kerjasama Pembangunan Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah

70,000,000

2 Perencanaan Pembangunan Ekonomi

Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi

50,000,000

3 Perencanaan Sosial Budaya Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya

50,000,000

4 Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Alam

Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah

40,000,000

5 Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan

Koordinasi Penanganan Kemiskinan

140,000,000

Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Page 103: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Adapun perincian objek belanja berdasarkan kegiatan yang

dilakukan pada masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Perincian Anggaran Program Kerjasama Pembangunan antar Wilayah Tahun 2010

No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)

1 Hr. PNS 13,500,000.00

2 Hr. Non PNS 600,000.00 3 Uang Lembur PNS 3,616,000.00 4 Belanja ATK 1,264,850.00 5 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos

Lainnya 900,000.00

6 Belanja Penggandaan 1,971,650.00 7 Belanja Sewa - 8 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 10,125,000.00 9 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 3,832,500.00 10 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 34,190,000.00 11 Belanja Modal

JUMLAH 70,000,000.00 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Tabel 4.7 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Tahun 2010

No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)

1 Hr. PNS 3,150,000.00 2 Uang Lembur PNS 676,000.00 3 Belanja ATK 1,677,500.00 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 900,000.00 5 Belanja Penggandaan 5,671,500.00 6 Belanja Sewa 1,650,000.00 7 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 22,860,000.00 8 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 4,015,000.00 9 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 9,400,000.00

JUMLAH 50,000,000.00 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Page 104: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Tabel 4.8 Perincian Anggaran Program Perencanaan Sosial Budaya Tahun 2010

No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)

1 Hr. PNS 8,100,000.00 2 Uang Lembur PNS 3,616,000.00 3 Belanja ATK 417,600.00 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 660,000.00 5 Belanja Penggandaan 1,451,400.00 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 9,375,000.00 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 5,780,000.00 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 20,600,000.00

JUMLAH 50,000,000.00 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Tabel 4.9 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010

No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)

1 Hr. PNS 5,800,000 2 Uang Lembur PNS 9,324,000 3 Belanja ATK 2,163,500 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 450,000 5 Belanja Penggandaan 900,000 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 2,812,500 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 3,800,000 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 4,750,000 9 Belanja Modal 10,000,000

JUMLAH 40,000,000 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Page 105: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Tabel 4.10 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010

No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)

1 Hr. PNS 65,050,000 2 Uang Lembur PNS 4,068,000 3 Belanja ATK 1,624,100 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 870,000 5 Belanja Penggandaan 4,970,400 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 13,612,500 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 11,430,000 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 38,375,000

JUMLAH 140,000,000 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Dari data sekunder objek belanja masing-masing DPA-SKPD

Bappeda Kabupaten Ngawi dapat dikelompokan dalam satu Kelompok

ASB forum komunikasi atau koordinasi sebagai berikut :

Tabel 4.11 Perincian Anggaran Kelompok ASB forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Tahun 2010

No Objek

Anggaran Belanja

Koordinasi Kerjasama

Pembangunan antar Wilayah

Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Ekonomi

Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Sosial

Budaya

Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang

Prasarana Wilayah

Koordinasi Penanganan Kemiskinan

Jumlah

1

Hr. PNS

13,500,000.00

3,150,000.00

8,100,000.00

5,800,000

65,050,000 95,600,000.00

2

Hr. Non PNS

600,000

-

-

600,000.00 3

Uang Lembur PNS

3,616,000.00

676,000.00

3,616,000.00

9,324,000

4,068,000 21,300,000.00

4 Belanja ATK

1,264,850.00

1,677,500.00

417,600.00

2,163,500

1,624,100 7,147,550.00

5 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya

900,000.00

900,000.00

660,000.00

450,000

870,000 3,780,000.00

6

Belanja Penggandaan

1,971,650.00

5,671,500.00

1,451,400.00

900,000

4,970,400 14,964,950.00

7 Belanja Sewa

-

1,650,000.00

- 1,650,000.00

8

Belanja Makanan dan Minuman Rapat

10,125,000.00

22,860,000.00

9,375,000.00

2,812,500

13,612,500 58,785,000.00

9 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah

3,832,500.00

4,015,000.00

5,780,000.00

3,800,000

11,430,000 28,857,500.00

Page 106: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Lanjutan Tabel 4.11

10 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah

34,190,000.00

9,400,000.00

20,600,000.00

4,750,000

38,375,000 107.315.000,00

11

Belanja Modal

10,000,000 10,000,000.00

JUMLAH

70,000,000.00

50,000,000.00

50,000,000.00

40,000,000

140,000,000 350.000.000,00

Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi

Pengolahan data dengan analisis standar belanja (ASB)

dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu output dan cost drivernya.

Pada penelitian ini yang yang menjadi output dari kegiatan koordinasi

adalah Orang Kali (OK), sedangkan yang menjadi cost driver dari

kegiatan koordinasi adalah jumlah peserta dan frekwensi koordinasi,

seperti yang dijelaskan pada tabel 4.12 berikut ini :

Tabel. 4.12 Cost Driver dan Output kegiatan Koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010

No Kegiatan Anggaran Cost Driver Output

Jumlah Peserta

Frekuensi Koordinasi OK

1 Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah

70,000,000 30 10 300

2 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi

50,000,000 20 11 220

3 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya

50,000,000 15 12 180

4 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah

40,000,000 15 10 150

5 Koordinasi Penanganan Kemiskinan

140,000,000 40 16 640

JUMLAH 350,000,000 120 59 1,490

Catatan. (OK) : Orang Kali

Analisis Standar Belanja (ASB) pada penelitian ini menggunakan

metode regresi linier sederhana. Untuk membuat persamaan regresi linier

Page 107: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

sederhana maka digunakan perhitungan seperti pada tabel 4.13 berikut

ini:

Tabel. 4.13 Pehitungan persamaan regresi sederhana (Model ASB)

No Anggaran (Y) Output (X) XY X2

1 70,000,000 300 21,000,000,000 90,000 2 50,000,000 220 11,000,000,000 48,400 3 50,000,000 180 9,000,000,000 32,400 4 40,000,000 150 6,000,000,000 22,500 5 140,000,000 640 89,600,000,000 409,600

Jumlah 350,000,000 1,490 136,600,000,000 602,900 Sumber : Data diolah

2985

1490n

XX === å

70.000.0005

0350.000.00n

YY === å

Kemudian ditentukan nilai a dan b sebagai berikut :

åå

-

-=

22 XnX

XYnXYb =

)88.804(5900.602)000.000.70x298(5-0350.000.00

-

b = 203.298,09158.880

.00032.300.000=

a = )298(09,298.203000.000.07XbY -=- = 9.417.170,19

Sehingga persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X

Atau dengan kata lain, Belanja total kegiatan fórum komunikasi

atau koordinasi pada badan perencanaan pembangunan Kabupaten

Ngawi adalah :

Page 108: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Belanja Total = 9.417.170,19 + 203.298,09 x (jumlah peserta) x

(frekuensi koordinasi)

Dari persamaan regresi línear tersebut, besarnya belanja rata-rata untuk

ASB forum komunikasi atau koordinasi dapat dihitung sebagai berikut :

Y = 9.417.170,19 + 203.298,09X

= 9.417.170,19 + 203.298,09 x (298)

= 70.000.000

2. Penghitungan Nilai Minimum dan Maksimum Belanja

Untuk mengetahui pelaksanaan pengangaran keuangan daerah

yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Ngawi masih dalam taraf wajar atau tidak, maka perlu

ditentukan nilai minimum dan maksimum total anggaran. Adapun untuk

batas minimum dan maksimum total anggaran, terlebih dahulu dicari

nilai kekeliruan baku tafsiran dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

2n

)YY(S

2

e -

-= å

Untuk mempermudah perhitungan mencari nilai kekeliruan baku

tafsiran tersebut digunakan perhitungan seperti pada tabel 4.14 sebagai

berikut :

Page 109: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Tabel. 4.14 Perhitungan Kekeliruan Baku Tafsiran

No X Y Y = 9.417.170,19

+ 203.298,09X e = Y - Y ∑(Y-Y)2

1 300 70,000,000 70,406,596 406,596 165,320,448,071

2 220 50,000,000 54,142,749 4,142,749 17,162,371,304,570

3 180 50,000,000 46,010,826 (3,989,174) 15,913,510,953,817

4 150 40,000,000 39,911,883 (88,117) 7,764,573,566

5 640 140,000,000 139,527,946 (472,054) 222,835,338,305

JUMLAH 33,471,802,618,328

Sumber : Data diolah model ASB

Dari tabel di atas, maka diperoleh :

Se = 2-5

.618.32833.471.802 = 3.340.249,62

Setelah diperoleh kekeliruan baku taksiran, selanjutnya dapat

dihitung besarnya belanja minimum dan belanja maksimum dengan

menggunakan model ASB sebagai berikut

Belanja miminum = ep S.tY -

Berdasarkan tabel t, maka diperoleh nilai tp = 3,182.

Belanja minimum = 70.000.000 - (3,182)( 3.340.249,62)

= 70.000.000 - 10.628.674,30

= 59.371.325,70

Belanja maksimum = ep S.tY +

= 70.000.000 + (3,182)( 3.340.249,62)

= 70.000.000 + 10.628.674,30

= 80.628.674,30

Page 110: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

3. Penghitungan Prosentase Alokasi Belanja

Setelah belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja

maksimum dihitung, lalu dihitung prosentase alokasi belanja kepada

masing-masing objek belanja (aktivitas) pada satu kelompok ASB, baik

alokasi belanja rata-rata, alokasi belanja minimum dan alokasi belanja

maksimum.

Menghitung alokasi belanja rata-rata kepada masing-masing

objek belanja dapat dilakukan dengan cara membagi total belanja

masing-masing objek dengan total anggaran kegiatan lalu dikalikan

100%, sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.15 Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata

Objek Belanja Perhitungan Alokasi %

Hr. PNS 95.600.000/350.000.000 X 100% 27,31%

Hr. Non PNS 600.000/350.000.000 X 100% 0,17%

Uang Lembur PNS 21.300.000/350.000.000 X 100% 6,09%

Belanja ATK 7.147.550/350.000.000 X 100% 2,04% Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya

3.780.000/350.000.000 X 100% 1,08%

Belanja Penggandaan 14.964.950/350.000.000 X 100% 4,28%

Belanja Sewa 1.650.000/350.000.000 X 100% 0,47%

Belanja Makanan dan Minuman Rapat 58.785.000/350.000.000 X 100% 16,80% Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah

28.857.500/350.000.000 X 100% 8,25%

Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 107.315.000/350.000.000 X 100%

30,66%

Belanja Dokumentasi 10.000.000/350.000.000 X 100% 2,86%

Sumber : Data diolah ASB

Menghitung prosentase alokasi belanja minimum kepada masing-

masing objek belanja dilakukan dengan cara : mencari terlebih dahulu

selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja minimum, hasilnya

Page 111: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya

prosentase alokasi belanja minumum adalah = % belanja rata-rata - %

alokasi selisih masing-masing objek belanja, sebagai berikut :

Selisih Prosentase = (70.000.000 - 59.371.325,70) = 10.628.674,30

= 10.628.674,30/70.000.000 *100% = 15,18%

Tabel 4.16 Prosentase Alokasi Belanja Minimum

Objek Belanja Selisih % Alokasi Belanja Minimum

% Alokasi Belanja minimum

Hr. PNS 4,15% 23,17%

Hr. Non PNS 0,03% 0,15%

Uang Lembur PNS 0,92% 5,16%

Belanja ATK 0,31% 1,73% Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya

0,16% 0,92%

Belanja Penggandaan 0,65% 3,63%

Belanja Sewa 0,07% 0,40% Belanja Makanan dan Minuman Rapat

2,55% 14,25%

Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah

1,25% 6,99%

Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah

4,65% 26,01%

Belanja Dokumentasi 0,43% 2,42% Sumber : Data diolah ASB

Menghitung prosentase alokasi belanja maksimum dilakukan

dengan cara mencari terlebih dahulu selisih prosentase belanja rata-rata

dengan belanja maksimum, hasilnya dialokasikan kepada masing-masing

objek belanja, lalu besarnya prosentase alokasi belanja maksimum =

% belanja rata-rata + % alokasi selisih masing-masing objek belanja,

sebagai berikut :

Page 112: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Selisih Prosentase = (80.628.674,30 – 70.000.000) = 10.628.674,30

= 10.628.674,30/70.000.000 *100% = 15,18%

Tabel 4.17 Prosentase Alokasi Belanja Maksimum

Objek Belanja Selisih % Alokasi

Belanja Maksimum % Alokasi Belanja

Maksimum Hr. PNS 4,15% 31,46% Hr. Non PNS 0,03% 0,20% Uang Lembur PNS 0,92% 7,01% Belanja ATK 0,31% 2,35% Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya 0,16% 1,24% Belanja Penggandaan 0,65% 4,92% Belanja Sewa 0,07% 0,54% Belanja Makanan dan Minuman Rapat 2,55% 19,35% Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 1,25% 9,50% Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 4,65% 35,32% Belanja Dokumentasi 0,43% 3,29%

Sumber : Data diolah ASB

Forum komunikasi atau koordinasi merupakan kegiatan untuk

menyelenggarakan komunikasi atau koordinasi dengan lembaga atau

instansi lain yang terkait dengan maksud dan tujuan tertentu. Hasil dari

kegiatan ini berupa kesepakatan dan pemahaman tentang masalah yang

ingin dipecahkan dan tercapainya tujuan yang diharapkan.

Satuan pengendali biaya (cost driver) adalah jumlah peserta

lembaga yang dicakup dalam forum komunikasi atau koordinasi serta

frekuensi koordinasi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Analisis

Standar Belanja maka dapat dirangkum anggaran belanja untuk masing-

masing kegiatan adalah seperti pada tabel berikut ini :

Page 113: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Tabel 4.18 Prosentase Batas Belanja

No Objek Belanja Rata-rata Batas

Belanja Minimum

Batas Belanja

Maksimum 1 Hr. PNS 27,31% 23,17% 31,46% 2 Hr. Non PNS 0,17% 0,15% 0,20% 3 Uang Lembur PNS 6,09% 5,16% 7,01% 4 Belanja ATK 2,04% 1,73% 2,35% 5 Blj. Perangko, Materai

dan Benda Pos Lainnya 1,08% 0,92% 1,24%

6 Belanja Penggandaan 4,28% 3,63% 4,92% 7 Belanja Sewa 0,47% 0,40% 0,54% 8 Belanja Makanan dan

Minuman Rapat 16,80% 14,25% 19,35% 9 Belanja Perjalanan

Dinas Dalam Daerah 8,25% 6,99%

9,50% 10 Belanja Perjalanan

Dinas Luar Daerah 30,66% 26,01% 35,32%

11 Belanja Dokumentasi 2,86% 2,42% 3,29% JUMLAH 100,00% 84,83% 115,18%

Sumber : Data diolah ASB

4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan

Menggunakan Model ASB

Untuk menggambarkan lebih lanjut penggunaan model Analisis

Standar Belanja (ASB) yang telah dibuat dalam mengevaluasi kewajaran

nilai belanja suatu kegiatan. Berikut ini dihitung besarnya belanja

berdasarkan model Analisis Standar Belanja (ASB), baik secara rata-rata,

mínimum, maupun maksimum dari ASB kegiatan Forum Komunikasi

atau Koordinasi yang ada pada Bappeda Kabupaten Ngawi tahun

anggaran 2010 sebagai berikut :

Belanja rata-rata = 70.000.000,00

Belanja Minimum = 59.371.325,70

Belanja Maksimum = 80.628.674,30

Page 114: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Tabel 4.19 Tabel Klasifikasi Kewajaran Belanja

Kegiatan Anggaran (Rupiah)

Batas Minimum

Belanja Berdasarkan

ASB (Rupiah)

Batas Minimum Belanja

Berdasarkan ASB

(Rupiah)

Keterangan

Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah

70,000,000 59,371,325,70 80.628.674,30 Wajar

Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi

50,000,000 59,371,325,70 80.628.674,30 Underfinance

Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya

50,000,000 59.371.325,70 80.628.674,30 Underfinance

Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah

40,000,000 59.371.325,70 80.628.674,30 Underfinance

Koordinasi Penanganan Kemiskinan

140,000,000 59.371.325,70 80.628.674,30 Overfinance

Sumber : Arsip Bappeda Ngawi.

Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat diketahui hanya ada satu

kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan penganggaran keuangannya

wajar yaitu Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah.

Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan

penganggaran keuangannya underfinance karena berada di bawah nilai

minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan

Page 115: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan

Bidang Prasarana Wilayah karena nilainya dibawah belanja minimum

yaitu sebesar Rp. 59.371.325,70. Kegiatan yang overfinance adalah

Koordinasi Penanganan Kemiskinan, karena nilainya lebih dari belanja

maksimum yaitu sebesar Rp. 80.628.674,30.

D. Pembahasan

1. Belanja Rata-rata

Pendekatan menggunakan analisis regresi dengan membuat model

belanja anggaran merupakan pendekatan yang cukup praktis, analisis

regresi merupakan alat analisis yang dapat dipertanggungjawabkan

secara matematis dan biasa digunakan untuk peramalan, karena tujuan

menggunakan analisis regresi dalam penyusunan ASB adalah

menentukan kewajaran dari nilai belanja dibandingkan dengan beban

kerja dari suatu kegiatan.

Banyak yang mengkhawatirkan, model ASB yang diubat dari

anggaran kegiatan yang kewajaran belanjanya masih dipertanyakan,

apakah akan menghasilkan model ASB yang wajar? Hal ini dapat

dihilangkan dengan cara mengeliminasi kegiatan-kegiaran yang anggaran

belanjanya tidak wajar, dalam arti tidak diikut sertakan dalam analisis

regresi, sehingga tidak merusak model ASB yang dibuat.

Belanja total merupakan penjumlahan dari belanja tetap dan

belanja variabel pada suatu target kinerja tertentu. Belanja rata-rata

adalah belanja total dengan memperhitungkan target kinerja. Belanja

Page 116: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

rata-rata dapat dihitung dengan mencari terlebih dahulu belanja total

melalui persamaan model regresi sederhana dalam pelaksanaan kegiatan

forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-

masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut

Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X

Atau dengan kata lain, belanja total ASB kegiatan koordinasi

pada badan perencanaan pembangunan Kabupaten Ngawi adalah :

Belanja total = 9.417.170,19 + 203.298,09 x (jumlah peserta) x

(frekuensi koordinasi)

Dari persamaan belanja total melalui regresi linier tersebut

kemudian dapat digunakan untuk mencari belanja rata-rata untuk forum

komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi sebagai berikut:

Belanja rata-rata = 9.417.170,19 + 203.298,09X

Dimana cost driver (X) yang digunakan dalam belanja rata-rata adalah

cost driver rata-rata dari ASB forum komunikasi atau koordinasi. Dari

persamaan belanja rata-rata tersebut menunjukan belanja rata-rata untuk

ASB forum komunikasi atau koordinasi yaitu sebesar 70.000.000,00.

Besarnya belanja rata-rata ini karena adanya target kinerja rata-rata (cost

driver) rata-rata yaitu sebesar 298 orang kali.

2. Nilai Minimum dan Maksimum Belanja

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan nilai minimum dan

maksimum belanja kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada

Page 117: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran

2010 dari model regresi untuk masing-masing kelompok Analisis

Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut :

Belanja minimum = Rp. 59.371.325,70

Belanja maksimum = Rp. 80.628.674,30

Dengan menggunakan acuan standar belanja minimum dan

maksimum hasil dari Analisis Standar Belanja (ASB) ini diharapkan

akan memberi masukan tentang tingkat kewajaran dari anggaran yang

diajukan SKPD, dan dapat dijadikan acuan untuk penentuan realisasi

anggaran keuangan. Kegiatan koordinasi di Bappeda Kabupaten Ngawi

pada tahun 2010 kurang maksimal pelaksanaannya, karena terbatasnya

anggaran yang disetujui dan dapat diserap oleh Bappeda.

3. Prosentase Alokasi Belanja

Berdasarkan tabel 4.18 dari hasil perhitungan Analisis Standar

Belanja (ASB) untuk kegiatan forum komunikasi dan koordinasi pada

Bappeda Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa prosentase belanja rata-

rata terbesar alokasi belanja sebesar 30,66%, untuk prosentase alokasi

belanja minimum terbesar 26,01%, sedangkan untuk prosentase alokasi

batas belanja maksimum tertinggi sebesar 35,32%, dari ketiga prosentase

alokasi belanja tersebut ketiganya terletak pada Belanja Perjalanan Dinas

Luar Daerah. Prosentase terendah pada kelompok ASB kegiatan forum

komunikasi atau koordinasi ini untuk alokasi belanja rata-rata yaitu

sebesar 0,17%, belanja minimum 0,15%, untuk belanja maksimum

Page 118: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

sebesar 0,20%, semuanya terletak pada objek belanja Honorarium Non

PNS. Hal ini terjadi disebabkan karena tidak semua kelompok kegiatan

di dalam ASB forum komunikasi atau koordinasi ada honorarium non

PNS nya (nara sumber atau tenaga ahli). Dari 5 (lima) kegiatan hanya

ada 1 (satu) kegiatan ada honorarium PNS nya yaitu pada kegiatan

Koordinasi Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, hal tersebut yang

membuat prosentase alokasi pada objek honorarium non PNS rendah.

4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan

Menggunakan Model ASB

untuk mengetahui tingkat kewajaran dari nilai anggaran keuangan

pada kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangungan

Kabupaten Ngawi, dapat diketahui 40% pelaksanaan anggaran

keuangannya dalam kondisi underfinance, 20% wajar dan 40% lagi

overfinance. Kondisi ini kurang baik, karena kurangnya anggaran bisa

berdampak pada hasil koordinasi yang dilakukan menjadi tidak

maksimal. Hal ini terjadi karena pada tahun 2010 terjadi efisiensi

anggaran yang sangat signifikan, sehingga anggaran yang diajukan

SKPD banyak dipangkas. Pada kegiatan yang overfinance berarti terjadi

pemborosan anggaran keuangan untuk itu perlu dikaji penyebab

terjadinya kelebihan anggaran. Kegiatan yang overfinance adalah

koordinasi penanganan kemiskinan. Untuk itu dalam penetapan anggaran

keuangan selanjutnya dapat digunakan metode regresi model ASB ini

sebagai acuannya.

Page 119: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Penyusunan ASB untuk setiap kegiatan sebenarnya dapat

dilakukan dengan cara menghitung ulang besarnya beban kerja dan

biaya dari setiap kegiatan berdasarkan outputnya, sehingga bila ada

kegiatan yang sama antar SKPD dengan output yang sama dan cost

driver yang sama pula, seharusnya anggaran kegiatan yang memiliki

kesamaan tersebut harus sama besar (unsur keadilan). Namun hal hal ini

akan memerlukan waktu yang sangat lama.

Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat diketahui hanya ada satu

kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan penganggaran keuangannya

wajar yaitu Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah.

Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan

penganggaran keuangannya underfinance karena berada di bawah nilai

belanja minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi

Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah.

Page 120: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada

bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hasil evaluasi penganggaran

keuangan daerah dengan Analisis Standar Belanja (ASB) pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun 2010 sebagai berikut :

1. Dalam kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Bappeda

Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010, terdapat lima kegiatan yaitu

Koordinasi Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi

Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Pembangunan Bidang Sosial Budaya, Koordinasi

Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah, Koordinasi

Penanganan Kemiskinan. Berdasarkan Analisis Standar Belanja (ASB)

dari kelima kegiatan tersebut didapatkan besarnya belanja rata-rata yaitu

sebesar Rp. 70.000.000,00 dengan target kinerja rata-rata (cost driver rata-

rata) 298 orang kali. Dimana cost driver untuk kegiatan forum komunikasi

atau koordinasi adalah hasil perkalian dari jumlah peserta dan jumlah

frekuensi koordinasi.

2. Berdasarkan perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) umtuk kegiatan

forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi tahun

99

Page 121: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

anggaran 2010 didapatkan besarnya nilai minimum dan maksimum belanja

dari model regresi sederhana sebagai berikut:

Belanja minimum sebesar Rp. 59.371.325,70

Belanja maksimum sebesar Rp. 80.628.674,30

3. Berdasarkan perhitungan prosentase alokasi kepada masing-masing objek

belanja (aktivitas) pada kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) forum

komunikasi atau koordinasi didapatkan prosentase batas minimum total

belanja sebesar 84,83% (dari anggaran total) dimana prosentase tertinggi

terdapat pada belanja perjalanan dinas luar daerah sebesar 26,01% dan

prosentase terendah terdapat objek belanja Honorarium non PNS sebesar

0,15%, sedangkan untuk prosentase alokasi belanja maksimum total

sebesar 115,18% (dari anggaran total) dimana untuk prosentase tertinggi

terletak pada objek belanja perjalanan dinas luar daerah 35,32% dan

terendah pada objek belanja Honorarium non PNS 0,20%.

4. Berdasarkan penilaian beban kewajaran dengan Analisis Standar Belanja

(ASB) dapat diketahui hanya ada satu kegiatan koordinasi di Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi yang nilai

pelaksanaan penganggaran keuangannya wajar yaitu Koordinasi

Kerjasama Pembangunan antar Wilayah. Selebihnya terdapat tiga kegiatan

koordinasi yang pelaksanaan penganggaran keuangannya underfinance

atau mengalami kekurangan pembiayaan karena berada di bawah belanja

minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan

Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan

Page 122: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang

Prasarana. Kegiatan yang overfinance atau kelebihan penganggaran adalah

Koordinasi Penanganan Kemiskinan.

B. Saran

Saran-saran yang bisa disampaikan kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten Ngawi sebagai berikut :

1. Setiap program kegiatan pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) dapat disusun Analisis Standar Belanja (ASB). Hal ini

diperlukan untuk menghindari agar tidak terjadi overfinancing dan

underfinancing dalam penganggaran belanja, sehingga setiap rupiah yang

dibelanjakan betul-betul rasional dan proporsional dan pada akhirnya

dapat mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan

efektif.

2. Hasil-hasil dari perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) ini

menunjukkan bahwa selama tahun anggaran 2010 ternyata kegiatan

Koordinasi Penanganan Kemiskinan mengalami overfinancing. Salah satu

kemungkinan adanya overfinancing adalah karena identifikasi belanja-

belanja yang harus dikeluarkan belum optimal. Oleh karena itu, dimasa

mendatang diharapkan bahwa untuk kegiatan forum komunikasi atau

koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi lebih mengoptimalkan kembali perhitungan belanja-

belanja yang secara langsung terlibat dalam perhitungan standar belanja.

Page 123: Analisis Standar Belanja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

3. Karena terjadinya kelebihan anggaran, maka seharusnya dapat

dimanfaatkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Ngawi untuk memperbanyak program kegiatan yang

bermanfaat bagi masyarakat. Kelebihan anggaran dapat juga

dimanfaatkan oleh Bappeda Kabupaten Ngawi untuk lebih memperluas

perencanaan pembangunan daerah dengan membuat dokumen-dokumen

perencanaan yang mendukung visi dari Bappeda Kabupaten Ngawi yaitu

“Terwujudnya institusi perencanaan yang akuntabel, partisipatif dan

stategis”