Analisis Standar Belanja
Click here to load reader
-
Upload
achmd-labieb-muzaqqie -
Category
Documents
-
view
362 -
download
15
description
Transcript of Analisis Standar Belanja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB)
TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Perencanaan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh :
RAHADIYAN PRASANA PUTRA S4209076
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB)
TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)
Disusun oleh : RAHADIYAH PRASANA PUTRA
S4209076
Telah disetujui oleh Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si Drs. Mulyanto, ME NIP.19730605 200912 2 001 NIP.19680623 199302 1 001
Ketua Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dr. AM. SUSILO, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB)
TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)
Disusun oleh : RAHADIYAH PRASANA PUTRA
S4209076
Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal :
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Tim Penguji Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP
Pembimbing Utama Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si
Pembimbing Pendamping Drs. Mulyanto, ME
Mengetahui Ketua Program Studi Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S Dr. AM. Susilo, M.Sc NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19590328 198803 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PERYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : RAHADIYAN PRASANA PUTRA
NIM : S4209076
Program Studi : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan Wilayah dan Keuangan Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan
jiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Ngawi, April 2012
Tertanda,
RAHADIYAN PRASANA PUTRA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Mendapat kepercayaan itu mudah, yang lebih mudah lagi menghancurkan,tapi yang sulit adl membina dan menjaga kepercayaan itu.
Berbuat kesalahan adl hal yang biasa.Tetapi memperbaiki semua kesalahan adl hal yang sangat luar biasa.
Hidup ini akan menjadi penuh arti, apabila mempunyai arti
/ manfaat untuk orang lain.
Usaha tanpa do’a itu “SOMBONG”, do’a tanpa usaha itu “SIA-SIA”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seiring rasa syukurku, karya ini Kupersembahkan untuk :
PAPA RACHMAD SUPRASONO & MAMA SUBIYATI TERCINTA
Sebagai ungkapan trimakasih & tanda baktiku
kepada kedua orang tuaku..
Mas Agus, Mbak Nilam serta Kel.Besarku di bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kab. Ngawi
Sebuah tanggung jawab yg besar untukku..thx bt
dispensasi waktu, bantuan, support & do’anya
slama ni..(maaf kalau sering ijin meninggalkan
kantor,,karena harus konsul tesis ke solo)
Seseorang yg selalu mengisi ruang hatiku NURUL IZZATI
Istriqu tercinta
Mkch ats cinta & sygmu slama ni..Mkch
tlah mendampingiku dengan sabar saat
suka & duka, karna kamu aku bisa.......
Sahabat & teman2ku tercinta
Yang slalu mendo’akanku & membantuku dlm sgala
hal..
Almamater yg kubanggakan Dan untuk waktu
yang telah mengubahku menjadi lebih
baik.....
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi selama ini menerapkan sistem pendekatan incremental dan line item. Penerapan dari pendekatan tersebut mengakibatkan ditemukannya pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Penyusunan APBD berbasis kinerja menjadi sebuah keharusan di daerah, karena dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut, maka anggaran daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang diperlukan untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis Standar Belanja (ASB).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan belanja rata-rata dengan model regresi linier sederhana Analisis Standar Belanja (ASB), menghitung nilai minimum dan maksimum anggaran belanja, serta menghitung prosentase alokasi belanja pada masing-masing objek belanja.
Berdasarkan analisa data dan pembahasan diperoleh persamaan regresi linier sederhana dengan ASB untuk anggaran belanja : Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X dimana Y adalah total anggaran, sedangkan X adalah cost driver. nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masing-masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut : belanja rata-rata sebesar Rp. 70.000.000,00 belanja minimum sebesar 59.371.325,70, dan belanja maksimum sebesar 80.628.674,30. Berdasarkan prosentase alokasi belanja dapat diketahui bahwa kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangungan Kabupaten Ngawi, dapat diketahui 40% pelaksanaan anggaran keuangannya dalam kondisi underfinance, 20% wajar dan 40% lagi overfinance. Kata Kunci : Analisis Standar Belanja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Preparation of Budget Ngawi District during this incremental approach to implementing the system and the line item. Implementation of these approaches lead to the discovery of an inefficient allocation of funds and effective. It can be seen from the over financing and under financing in the implementation of an activity. Performance-based budgeting become a necessity in the area, due to the use of the performance budget, the budget should be more transparent, equitable, and accountable. One of the instruments required to prepare local budgets with the performance approach is ASB (Standard Analysis of Expenditure). This study aims to obtain avarage budget with a simple linear regression model Standard Analysis of Expenditure (ASB), calculate the minimum and maximum budget, and calculate the percentage allocation of expenditure in each expenditure object. Based on data analysis and discussion of a simple linear regression equation obtained by ASB for the budget: Y = 9.417.170.19 + 203.298,09X where Y is the total budget, while X is a cost driver. the minimum and maximum spending a forum for communication or coordination of activities at the Regional Planning Board fiscal year 2010 from the regression model for each group of the Standard Analysis of Expenditure (ASB) is as follows: avarage budget of 70.000.000,00, a minimum budget of 59,371,325.70, and the budget maximum 80,628,674.30. Based on the percentage allocation of expenditure can be seen that the coordination of activities in the District Development Planning Agency Ngawi, it can be seen 40% of budgetary finances in underfinanced conditions, 20% fair and 40% more over finance. Keywords: Analysis of Standard Spending, Revenue and Expenditure Budget
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanahuwata’ala, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan
tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini adalah merupakan
salah satu syarat guna memperoleh derajat sarjana S-2 pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Program Pascasarjana Magister Ekonomi dan Studi
Pembangunan Surakarta yang berjudul “Evaluasi Penganggaran Keuangan
Daerah Dengan Analisis Standar Belanja Tahun Anggaran 2010 (Studi
Kasus: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi).
Berkenaan dengan penulisan penelitian tesis ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
untuk bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang telah memungkinkan
selesainya penyusunan maupun penyajian tesis ini, kepada :
1. Dr. AM. Susilo M.Sc, selaku Ketua Program Studi Megister Ekonomi dan
Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang
telah setia mendukung kegiatan perkuliahan sampai dengan proses
penyusunan tesis ini;
2. Ibu Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pertama dan
Bapak Drs. Mulyanto, ME selaku Dosen Pembimbing Kedua. Terima kasih
banyak atas waktu, kesabaran, ketelatenan, informasi, arahan, serta
bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3. Bapak / Ibu dosen Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan tambahan ilmu
dan wawasan serta motivasi kepada penulis;
4. Istriku tercinta Nurul Izzati yang dengan penuh kesabaran telah berkorban
demi keberhasilan penulis dalam mengikuti pendidikan;
5. Kedua orang tuaku, mertuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan
dorongan moral kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi;
6. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan Program Studi Megister Ekonomi dan
Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
membantu memberikan berbagai informasi, motivasi dan saran-saran kepada
penulis selama menempuh studi;
7. Teman-teman di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi Bidang Prasarana Wilayah Bapak Setu Riyanto, Dodik,
Udin, Mbak Ninik, Nita, Diyah, Yayuk, Putri dan Khususnya kepada Kepala
Sub. Bidang Permukiman dan Prasarana Bappeda Kabupaten Ngawi Ibu
Kusumawati Nilam S.S.Si, Kepala Sub. Bidang Tata Ruang, Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup Bappeda Kabupaten Ngawi Bapak Agus
Sutopo, S.STP, MT. Terima kasih banyak telah membantu penulis dalam
memperoleh data-data penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Akhirnya Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan diterima dengan senang
hati demi sempurnanya tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini bisa
bermanfaat dan dapat dikembangkan lagi sebagai dasar oleh para peneliti ke
depan.
Ngawi, April 2012
Peneliti
RAHADIYAN PP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .............................. iv
MOTTO .................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. vii
ABSTRACT .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 12
A. Landasan Teori ........................................................................ 12
1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ...... 12
2. Jenis Sistem Penganggaran Keuangan Daerah .................. 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
3. Prinsip-prinsip Penganggaran APBD................................. 19
4. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran (PPA) ................................................................. 21
5. Fungsi Anggaran Daerah ................................................... 27
6. Siklus Perencanaan Anggaran Daerah ............................... 29
7. Pengertian Analisis Standar Belanja (ASB) ....................... 30
8. Landasan Hukum Analisis Standar Belanja (ASB) ........... 31
9. Prinsip Dasar Penyusunan ASB ......................................... 35
10. Peranan ASB Dalam Penyusunan Anggaran ..................... 35
11. Anggaran Berbasis Kinerja ................................................ 38
B. Studi Terdahulu ....................................................................... 43
C. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................... 47
BAB. III METODE PENELITIAN .......................................................... 49
A. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ................................... 49
B. Lokasi Penelitian……………………………………………. 50
C. Jenis dan Sumber Data……………………………………… . 50
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 51
E. Definisi Operasional Variabel Penelitan ................................. 51
F. Metode Analisis Data .............................................................. 54
1. Belanja rata-rata.................................................................. 55
2. Batas Minimum dan Maksimum Belanja............................ 56
3. Prosentase Alokasi Belanja................................................ . 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
a. Prosentase Alokasi Belanja rata-rata............................. .. 57
b. Prosentase Alokasi Belanja Minimum.......................... .. 57
c. Prosentase Alokasi Belanja Maksimum........................ .. 58
4. Kewajaran Anggaran........................................................... 58
BAB. IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................ 56
A. Kondisi Umum Kabupaten Ngawi ........................................... 56
1. Kondisi Geografis .............................................................. 56
2. Pemerintahan Daerah............................................................ 62
3. Demografi (Kependudukan) .............................................. 65
4. Pendidikan .......................................................................... 67
5. Mata Pencaharian ............................................................... 69
6. Struktur Usia Penduduk ..................................................... 72
7. Pendapatan Per Kapita Daerah ........................................... 72
B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi 76
1. Kondisi Umum Bappeda Kabupaten Ngawi ...................... 76
2. Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi ............... 77
3. Renstra dan Prioritas Program Renstra Bappeda ............... 80
C. Analisa Data dan Pembahasan. ................................................ 81
1. Belanja Rata-rata ................................................................ 81
2. Penghitungan Nilai Minimum dan Maksimum Belanja .... 87
3. Penghitungan Prosentase Alokasi Belanja ........................ 89
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan
Dengan Menggunakan Model ASB ................................... 92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
D. Pembahasan
1. Belanja Rata-rata ................................................................ 94
2. Nilai Minimum dan Maksimum Belanja ........................... 95
3. Prosentase Alokasi Belanja ................................................ 96
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan
Dengan Menggunakan Model ASB……………………. .. 97
BAB. V PENUTUP .................................................................................... 99
A. Kesimpulan ............................................................................. 99
B. Saran ...................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Ringkasan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2010 ................... 7
Tabel 4.1 Penduduk Kabupaten Ngawi menurut Hasil Sensus Penduduk 66
Tabel 4.2 Penduduk Akhir Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin............. 67
Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil/Kerajinan Rumah
Tangga Menurut Subsektor Industri ........................................ 70
Tabel 4.4 PDRB menurut Lapangan Usaha (2005-2009) (milyar rupiah) 74
Tabel 4.5 Anggaran KUA-PPA................................................................ 81
Tabel 4.6 Perincian Anggaran Program Kerjasama Pembangunan antar
Wilayah Tahun 2010 ................................................................ 82
Tabel 4.7 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan
Ekonomi Tahun 2010 ............................................................... 82
Tabel 4.8 Perincian Anggaran Program Perencanaan Sosial Budaya
Tahun 2010 .............................................................................. 83
Tabel 4.9 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan
Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 ................................... 83
Tabel 4.10 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan
Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 ................................... 84
Tabel 4.11 Perincian Anggaran Kelompok ASB forum komunikasi atau
koordinasi Bappeda Tahun 2010.............................................. 84
Tabel 4.12 Cost driver dan Output kegiatan Koordinasi Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010 ..................... 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
HALAMAN
Tabel 4.13 Pehitungan persamaan regresi sederhana (Model ASB) .......... 86
Tabel 4.14 Perhitungan Kekeliruan Baku Tafsiran .................................... 88
Tabel 4.15 Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata ...................................... 89
Tabel 4.16 Prosentase Alokasi Belanja Minimum ..................................... 90
Tabel 4.17 Prosentase Alokasi Belanja Maksimum ................................... 91
Tabel 4.18 Prosentase Batas Belanja ......................................................... 92
Tabel 4.19 Klasifikasi Kewajaran Belanja ................................................. 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................ 48
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ngawi .......................................................... 60
Gambar 4.2 Rata-rata Curah Hujan/Bulan di Kabupaten Ngawi .............. 61
Gambar 4.3 Prosentase Luas Lahan Sawah di Kabupaten Ngawi
Menurut Jenis Pengairannya ................................................. 62
Gambar 4.4 Prosentase Luas Lahan Bukan Sawah di Kabupaten Ngawi
Menurut Penggunaannya....................................................... 62
Gambar 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab
Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010........................... . 63
Gambar 4.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab
Menurut Golongan Kepangkatan Tahun 2010................... ... 64
Gambar 4.7 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan
Jenis Kelamin tahun 2010...................................................... 64
Gambar 4.8 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan
Tingkat Pendidikan tahun 2010............................................. 65
Gambar 4.9 Perkembangan Jumlah Murid di Kabupaten Ngawi ............. 68
Gambar 4.10 Perkembangan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi .................. 71
Gambar 4.11 Penduduk Kabupaten Ngawi Menurut Golongan Umur...... . 72
Gambar 4.12 Distribusi Prosentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Ngawi .................................................................. 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
HALAMAN
Gambar 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi ................... 75
Gambar 4.14 Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi .................. 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010
Lampiran 2. Objek Anggaran Belanja Kelompok ASB Forum Komunikasi atau
Koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010
Lampiran 3. Cost Driver ASB Forum Komunikasi atau Koordinasi Bappeda
Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010
Lampiran 4. Perhitungan Belanja Rata-rata
Lampiran 5. Perhitungan Nilai Maksimum dan Minimum Belanja
Lampiran 6. Perhitungan Prosentase Alokasi Belanja
Lampiran 7. Menentukan Klasifikasi Kewajaran Belanja Berdasarkan ASB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Otonomi Daerah merupakan proses awal terjadinya reformasi
penganggaran keuangan daerah di Indonesia. Otonomi Daerah sangat
berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait
dengan pengalokasian sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah. Pada
dasarnya untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka menghadapi
Otonomi Daerah salah satu faktor keuangan yang perlu menjadi perhatian
adalah perencanaan keuangan daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Pemerintah dalam rangka mengantisipasi adanya reformasi dalam
pengelolaan keuangan daerah, maka meresponnya dengan mengeluarkan
beberapa peraturan perundang-undangan ditandai dengan dikeluarkannya
pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Setelah itu,
dalam manajemen keuangan daerah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Kemudian dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang
merupakan uraian penjelasan penyusunan APBD. Permendagri No. 13 Tahun
2006 merupakan pengganti dari Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Beberapa
perubahan dari Permendagri No. 13 Tahun 2006 yaitu :
1. Dikenalkannya kembali bendahara pengeluaran dan bendahara
penerimaan;
2. Belanja aparatur dan belanja publik dihilangkan dan lebih menekankan
kepada belanja langsung dan belanja tidak langsung;
3. Penyusunan indikator kinerja mulai dari memasukan (input), keluar
(output), dan menghasilkan hasil, tetapi manfaat dan dampak dihilangkan;
dan
4. Kemudian mulai dikenalkannya Medium Terms Expenditure Framework
(MTEF).
Kemudian juga dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
Tahun 2007 yang memuat perubahan atas atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 39
ayat (1) sampai (3) secara jelas menyatakan bahwa penyusunan RKA-SKPD
dengan pendekatan prestasi kerja, memperhatikan keterkaitan antara
pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut.
Pendekatan anggaran prestasi kerja disusun untuk mengatasi kelemahan dalam
anggaran tradisional, khususnya kelemahan tidak adanya tolak ukur yang
jelas, selain itu adanya tuntutan transparan dan akuntabel atas pengelolaan
keuangan daerah semakin meningkat. Untuk dapat memenuhi tuntutan
tersebut, terutama atas tuntutan akuntabel dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif. Untuk itu
salah satu cara yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan
keuangan yang di dasarkan pada prestasi kerja pemerintah daerah perlu
melengkapi diri dengan instrumen lain yaitu dengan menyusun standar biaya
atau dalam bahasa resmi dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yaitu
Analisis Standar Belanja (ASB). Dengan upaya tersebut diharapkan daerah
didorong untuk lebih tanggap, kreatif, inovatif dan mampu mengambil inisiatif
terutama dalam hal perbaikan sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali
sistem tersebut secara terus-menerus, dengan tujuan memaksimalkan efisiensi
dan efektivitas berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan keuangan
daerah.
Pada dasarnya pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai
kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan
yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik
Mardiasmo (2002: 84). Lebih lanjut dinyatakan bahwa penilaian kinerja
didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan
menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over-spending).
Menurut pendekatan kinerja ini, dominasi pemerintah akan diawasi dan
dikendalikan sehingga pemerintah dipaksa untuk bertindak berdasarkan efisien
dan efektivitas.
Mardiasmo (2002: 231) menyatakan bahwa, salah satu tolok ukur
keberhasilan otonomi daerah adalah apabila lembaga sektor publik dikelola
dengan memperhatikan konsep Value For Money (VFM). Value For Money
merupakan ekpresi dari pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan
pada 3 (tiga) elemen dasar, yaitu adanya ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value
for money dan pengawasan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan
yang sistematis dan rasional dalam pengambilan keputusan.
Aparat pemerintah daerah harus memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang memadai dalam perencanaan dan perumusan kebijakan
strategis daerah, termasuk proses dan pengalokasian anggaran belanja daerah
agar pelaksanaan berbagai kegiatan pelayanan oleh pemerintah daerah dapat
berjalan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu menemukan metode baru dalam
meningkatkan sumber pembiayaan di daerahnya. Selain itu juga
mengharuskan daerah untuk dapat mengalokasikan belanjanya agar hemat,
berdaya guna dan tepat guna. Peran sera masyarakat sebagai pemilik sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dana sangat diharapkan dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Kabupaten Ngawi sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur dengan
luas wilayah administratif 1.298,59 km2 yang dibagi menjadi 19 Kecamatan
sedang merasakan akan pentingnya pengelolaan keuangan daerah. Kondisi di
Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa realisasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan
meningkat, meskipun belum optimal karena sumber-sumber penerimaan
daerah belum seluruhnya dapat digali dan managemen pengelolaan yang
kurang profesional. Kondisi penerimaan ini berpengaruh terhadap alokasi
belanja untuk unit kerja termasuk pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi
Permasalahan di atas harus diselesaikan, anggaran daerah dalam
konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting.
Kondisi yang ada selama ini di Kabupaten Ngawi pada khususnya dan di
Bappeda pada umumnya kualitas perencanaan Anggaran dengan paradigma
lama masih cenderung lemahnya, sehingga masih belum mampu menunjukkan
adanya pertanggungjawaban kinerja yang mengarah pada akuntabilitas.
Selama ini dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) juga menerapkan sistem pendekatan incremental dan line item.
Penerapan dari pendekatan tersebut mengakibatkan ditemukannya
pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari
terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kegiatan. Selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi
pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk
dilakukan secara obyektif. Pengukuran kinerja suatu instansi hanya lebih
ditekankan pada kemampuan instansi.
Dengan seluruh kondisi awal dan latar belakang secara umum di atas,
maka dapatlah dikatakan bahwa penyusunan APBD berbasis kinerja menjadi
sebuah keharusan di daerah, karena dengan menggunakan anggaran kinerja
tersebut, maka anggaran daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang diperlukan untuk
menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis
Standar Belanja (ASB). Dalam regulasi-regulasi yang tersebut di atas selalu
disebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam
penganggaran berbasis kinerja. Walaupun regulasi-regulasi tersebut
mengamanatkan ASB, tetapi ternyata regulasi-regulasi tersebut belum
menunjukkan secara riil dan operasional tentang ASB dan pada akhirnya
mengakibatkan ASB menjadi sesuatu yg abtrak bagi Pemerintah Daerah di
Indonesia.
APBD Pemerintah Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 pada pos
belanja daerah mengalami defisit anggaran sebesar Rp. 58.679.457.100,00.
Hal ini mengindikasikan terjadinya penganggaran yang tidak sehat di
Kabupaten Ngawi. Sebenarnya hal ini bisa dihindari apabila dalam
penyusunan APBD sudah menggunakan regresi linier ASB karena dapat
digunakan sebagai dasar peramalan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
matematis. Untuk lebih jelasnya tentang terjadinya underfinance anggaran
pada APBD Kabupaten Ngawi ini dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Ringkasan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2010
No Uraian Realisasi A. PENDAPATAN DAERAH 982.336.089.000
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 35.313.790.550 a. Hasil Pajak Daerah 10.717.750.000 b. Hasil Retribusi Daerah 17.099.799.000
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1.127.798.050
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6.368.443.500 2. DANA PERIMBANGAN 786.098.768.250 a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 61.608.288.250 b. Dana Alokasi Umum 654.720.280.000 c. Dana Alokasi Khusus 69.770.200.000
3. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 160.923.530.200
a. Pendapatan Hibah 1.858.575.000
b. Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
39.019.230.000
c. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 35.500.000.000
d. Tambahan Penghasilan Bagi PNS Guru 14.311.050.000 e. Tunjangan Profesi Guru PNSD 70.234.675.200
B. BELANJA DAERAH 1.041.015.546.100 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 728.460.676.550 a. Belanja Pegawai 689.575.003.250 b. Belanja Bunga 56.840.250 c. Belanja Hibah 11.567.000.000 d. Belanja Bantuan Sosial 6.399.000.000
e. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
20.691.273.150
f. Belanja Tidak Terduga 171.559.900 2. BELANJA LANGSUNG 312.554.869.550 a. Belanja Pegawai 22.550.451.700 b. Belanja Barang dan Jasa 121.967.561.900 c. Belanja Modal 168.036.855.950
Surplus (Defisit) (58.679.457.100)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Lanjutan Tabel 1.1 C. PEMBIAYAAN 58.679.457.100
1. Penerimaan Pembiayaan 59.396.185.850
a. Sisa Lebih Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya 51.601.035.850
b. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 5.895.150.000
c. Penerimaan Piutang Daerah 1.900.000.000 2. Pengeluaran Pembiayaan 716.728.750
a. Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 500.000.000
b. Pembayaran Pokok Utang 216.728.750 . Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA)
Kabupaten Ngawi
Dalam menyusun APBD Pemerintah Kabupaten Ngawi belum
menggunakan instrumen Analisis Standar Belanja (ASB) dalam pengalokasian
anggaran belanja kepada masing-masing satuan kerja yang ada dalam struktur
organisasi Pemerintah Kabupaten Ngawi sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya. Oleh sebab itu dalam tesis ini di karenakan salah satu tugas pokok
dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yaitu melakukan
kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. maka peneliti mencoba
melakukan perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) di Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010.
Adapun masalah pada penelitian ini hanya dibatasi pada satu aspek saja yaitu
pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi tahun anggaran 2010.
B. Perumusan Masalah
Kegiatan forum komunisasi atau koordinasi merupakan salah satu dari
tugas pokok dan fungsi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
(Bappeda) Kabupaten Ngawi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) berapakah belanja
rata-rata Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun
anggaran 2010?
2. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) berapakah nilai
minimum dan maksimum belanja Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010?
3. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) bagaimanakah
prosentase alokasi belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja
maksimum pada masing-masing objek belanja Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010?
4. Kegiatan forum komunikasi atau koordinasi manakah yang masuk dalam
kategori underfinancing, overfinancing, wajar pada Bappeda Kabupaten
Ngawi tahun anggaran 2010?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan sebagaimana tersebut pada latar belakang masalah dan
perumusan masalah di atas. maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam
penelitian menggunakan instrumen ”ASB” secara umum adalah bahwa
penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan atau membumikan ”ASB”
sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran
berbasis kinerja. sehingga diharapkan ASB tersebut dapat diwujudkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dilaksanakan secara riil oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi. Sedangkan tujuan
khususnya dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung besarnya belanja rata-rata dalam pelaksanaan kegiatan forum
komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-masing kelompok
Analisis Standar Belanja (ASB);
2. Menghitung nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan forum
komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masing-
masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB);
3. Menghitung prosentase alokasi belanja pada masing-masing objek belanja
pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. baik alokasi belanja rata-
rata. alokasi belanja minimum. dan alokasi belanja maksimum pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun
anggaran 2010;
4. Menentukan klasifikasi kewajaran belanja dalam kegiatan forum
komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. antara lain
sebagai berikut:
1. Dapat memberikan bahan masukan dan informasi untuk Pemerintah
Kabupaten Ngawi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
(Bappeda) Kabupaten Ngawi pada khususnya dalam pelaksanaan anggaran
berbasis kinerja melalui perhitungan kebutuhan belanja yang wajar sesuai
dengan beban unit kerja pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi.
2. Membantu memberikan bantuan pemikiran kepada Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Ngawi pada waktu menetapkan
prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) yang lebih obyektif (tidak lagi
berdasarkan ”intuisi”) sehingga akhirnya dapat meminimalisir terjadinya
pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran;
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi akademisi atau peneliti
selanjutnya mengenai anggaran berbasis kinerja menggunakan Analisis
Standar Belanja (ASB), khususnya di Kabupaten Ngawi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada
hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat
untuk meningkatkan pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan
terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan
kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah
serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang
berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran
yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan
pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat
dicapai secara berdayaguna dan berhasilguna.
Berbagai definisi dari para ahli dan Undang-undang mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) :
a. Menurut Wayong (1962: 81) APBD adalah suatu rencana pekerjaan
keuangan (financial worlplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu
tertentu pada waktu badan legislatif memberikan kredit kepada badan-
badan eksekutif untuk melakukan pembiayaan guna memenuhi
kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menjadi dasar (groundslag) penetapan anggaran, dan yang
menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
b. Menurut Mamesah (1995: 19) APBD adalah ”Rencana operasional
keuangan daerah, dimana satu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan
dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan
dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud”.
c. Menurut Halim (2002: 24) APBD merupakan rencana kegiatan
pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan
menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target
minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk suatu
periode anggaran.
d. Menurut Mardiasmo (2002: 9) APBD merupakan instrumen kebijakan
yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan
yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan,
anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas. Anggaran daerah
digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan
pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan
pembangunan, otorisasi pengeluaran dimasa-masa yang akan datang,
sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua
aktivitas dari berbagai unit kerja.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa APBD
adalah :
a. Rencana operasional daerah yang menggambarkan bahwa adanya
aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di mana aktivitas
tersebut telah diuraikan secara rinci;
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut,
sedang biaya-biaya yang ada merupakan batas maksimal pengeluaran-
pengeluaran yang akan dilaksanakan;
c. Dituangkan dalam bentuk angka, jenis kegiatan dan jenis proyek;
d. Untuk keperluan dalam satu tahun anggaran.
2. Jenis Sistem Penganggaran Keuangan Daerah
Sistem penganggaran sektor publik dalam sejarahnya berkembang
dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor
publik dan tututan masyarakat. Sektor publik merupakan refleksi dari arah
dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan dari pemerintah daerah.
Menurut Ritonga (2009: 21-24) sistem penganggaran sektor publik
terdiri dari anggaran tradisional (konvensional) dan anggaran yang
berorientasi pada kepentingan publik (new public management). Anggaran
tradisional terdiri dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
a. Line Item
Pendekatan Line Item didasarkan atas sifat nature dari
penerimaan dan pengeluaran. Metode line item tidak memungkinkan
untuk menghilangkan item-item penerimaan dan pengeluaran yang
telah ada dalam struktur anggaran, walaupun ada beberapa item yang
sudah tidak relevan untuk digunakan pada periode sekarang. Hal ini
mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya penilaian kinerja, karena
tolok ukur kinerjanya adalah ketaatan dalam penggunaan dana yang
diusulan. Pada masa orde baru, contohnya selalu dianggarkan belanja
penyuluhan Keluarga Berencana (KB) atau belanja penataran Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) dalam komponen
pengeluaran. Belanja-belanja ini akan muncul terus dalam anggaran,
walaupun sudah tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat tertentu.
b. Incrementalism
Tujuan utama pendekatan tradisional terdapat pada pengawasan
dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran ini bersifat
incrementalism yaitu hanya menambahkan atau mengurangi item-item
anggaran yang telah ada sebelumnya. Data yang digunakan sebagai
dasar adalah data tahun sebelumnya tanpa ada kajian apakah
pengeluaran periode sebelumnya tersebut didasarkan atas kebutuhan
yang wajar atau tidak. Pendekatan incrementalism dapat
mengakibatkan kesalahan pada periode selanjutnya ketika akan
menentukan anggaran karena tidak mendasarkan pada kebutuhan riil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Masalah utama pendekatan ini adalah tidak adanya perhatian terhadap
konsep value for money, sehingga pada akhir tahun anggaran tersebut
seringkali terjadi kelebihan anggaran dalam pengalokasiannya dan
dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting
untuk dilaksanakan. Dapat diambil contoh di sini bahwa jika tahun
sekarang belanja barang dan jasa sebesar Rp. 1.000.000,00 dan
diprediksi tahun depan inflasi sebesar 10%, maka besarnya anggaran
tahun depan adalah Rp. 1.000.000,00 x 110% = Rp. 1.100.000,00.
Anggaran yang berorientasi pada kepentingan publik terdiri
dari (Ritonga, 2009: 157-160) :
a. Zero Based Budgeting (ZBB)
Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan ZBB
dapat mengatasi kelemahan pendekatan incrementalism karena
anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero based). Zero Based
Budgeting tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu dalam
menyusun anggaran tahun ini. Kebutuhan anggaran didasarkan pada
kebutuhan saat ini. Dengan ZBB proses anggaran dimulai dari hal
yang baru dan item anggaran yang sudah tidah relevan dapat
dihilangkan dari struktur anggaran dan dimungkinkan muncul item
yang baru. Kelebihan dari penggunaan metode ZBB ini adalah dapat
menghasilkan sumber daya secara lebih efisien, lebih fokus pada
value for money, lebih mudah untuk mengidentifikasi terjadinya
inefisiensi dan ketidakefektifan biaya. Adapun kelemahan dalam ZBB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
antara lain proses penyusunan anggaran memakan waktu yang lama
dan terlalu teoritis, serta cenderung menekankan manfaat jangka
pendek.
b. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada system
perencanaan formal yang berorientasi pada output dan tujuan.
Penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya yang berdasarkan
analisis ekonomi. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki
pemerintah terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah
dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan
manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara
keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk membuat pilihan
tersebut. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur
organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, tetapi berdasarkan
program dengan pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan
tertentu. Kelebihan PPBS dalam jangka panjang adalah dapat
mengurangi beban kerja, mudah dalam pendelegasian tanggungjawab
dari atasan kepada bawahan, memperbaiki kualitas pelayanan melalui
pendekatan standar biaya dan menghilangkan program yang
overlapping. Kelemahan PPBS adalah dalam penyusunananya
membutuhkan biaya yang tinggi karena membutuhkan teknologi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
canggih, membutuhkan system pengukuran, dan staf yang memiliki
kapabilitas yang tinggi.
c. Perfomance Based Budgeting
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (Perfomance Based
Budgeting) merupakan pendekatan kinerja yang disusun untuk
mengatasi kelemahan anggaran tradisional, yaitu tidak adanya tolok
ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian
tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran berbasis kinerja
sangat menekankan konsep value for money yaitu ekonomis, efisien
dan efektif. Konsep ekonomis terkait dengan perolehan input yang
semurah mungkin. Konsep efisiensi terkait dengan biaya rata-rata
terendah untuk menghasilkan output, sedangkan konsep efektif terkait
dengan pencapaian tujuan yang paling berdaya guna. Secara teknis
pelaksanaan sistem anggaran kinerja merupakan subsistem
perencanaan strategis (strategic planning). Penerapan sistem anggaran
kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan isu-
isu strategis yang direspon dengan program dan kegiatan yang
relevan. Penentuan program dan kegiatan tersebut mencakup pula
penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3. Prinsip-prinsip Penganggaran APBD
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun
2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah tahun 2012, APBD disusun berdasarkan :
a. Partisipasi masyarakat
Pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan
penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat,
sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam
pelaksanaan APBD.
b. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
APBD harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan
jelas mengenai tujuan , sasaran, sumber pendanaan, hasil dan manfaat
yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama
untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan
kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut
pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran
tersebut.
c. Disiplin anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang
belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam
APBD atau perubahan APBD. Semua penerimaan dan pengeluaran
daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan
dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah
d. Keadilan anggaran
Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya
yang dibebankan kepada masyarakat harus dipertimbangkan
kemampuan untuk membayar. Dalam mengalokasikan belanja daerah,
pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya
secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok
masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena
pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta
masyarakat.
e. Efisiensi dan efektifitas anggaran
Penyusunana anggaran hendaknya dilakukan berdasarkan azas
efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya
dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk
kepentingan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
f. Taat azas
Penyusunan APBD tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan
peraturan daerah lainnya.
g. Disusun dengan pendekatan kinerja
APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu
mengupayakan pencapaian hasil kerja (output atau outcome) dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu
harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja disetiap organisasi
kerja yang terkait.
4. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran
(PPA)
Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran (PPA) merupakan dua dokumen utama dalam penyusunan
APBD. KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,
belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasari untuk 1 (satu)
tahun. KUA adalah salah satu alat perencanaan dalam penganggaran
berbasis kinerja. Oleh karena penyusunan KUA sedapat mungkin memuat
target pencapaian kinerja yang terukur dari setiap program dan kegiatan
menurut urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi
pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan
pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya, yakni
perkembangan ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
a. Pendapatan daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan
hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali
oleh daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah
tersebut merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan daerah
dikelompokkan atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), kelompok PAD dibagi menurut
jenis pendapatan yang terdiri atas :
a) Pajak daerah;
b) Retribusi daerah;
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
2) Dana perimbangan, kelompok pendapatan dana perimbangan
dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas
a) Dana bagi hasil terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil
bukan pajak;
b) Dana alokasi umum; dan
c) Dana alokasi khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, kelompok lain-lain
pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang
mencakup :
a) Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya,
badan atau lembaga atauorganisasi swasta dalam negeri,
kelompok masyarakat atau perorangan, dan lembaga luar
negeri yang tidak mengikat;
b) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan
korban atau kerusakan akibat becana alam;
c) Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten atau kota
d) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan
oleh pemerintah; dan
e) Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah
lainnya
Pendapatan daerah tidak sama dengan penerimaan daerah.
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan
pembiyaan daerah
b. Belanja Daerah
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah
merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan
secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian
pelayanan umum. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari
rekening kas umum daerah yang menggunakan ekuitas dana lancar,
yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja
daerah dapat dibedakan menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, dan rincian
obyek belanja. Belanja menurut urusan pemerintah dibedakan atas
belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Menurut organisasi
organisasi, belanja daerah dibedakan berdasarkan susunan organisasi
pemerintahan daerah. Sementara itu, belanja daerah menurut program
dan kegiatan ditetapkan sesuai dengan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah. Menurut fungsinya, belanja daerah
dibedakan atas :
1) Pelayanan Umum;
2) Ketertiban dan Keamanan;
3) Ekonomi;
4) Lingkungan Hidup;
5) Perumahan dan Fasilitas Umum;
6) Kesehatan;
7) Pariwisata dan Budaya;
8) Agama;
9) Pendidikan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
10) Perlindungan Sosial.
Menurut Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Tanggung jawab Keuangan Negara,
setiap jenis belanja yang dianggarkan harus memperhatikan keterkaitan
pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari program
dan kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian
keluaran dan hasi tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut,
Permendagri No. 13 Tahun 2006 juga membedakan Belanja Daerah
menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja
Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait
langsung dengan program kegiatan, sementara Belanja Langsung
merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan, sementara. Belanja Daerah tidak
sama dengan Pengeluaran Daerah. Pengeluaran Daerah adalah uang
yang masuk ke kas daerah. Pengeluaran Daerah terdiri dari Belanja
Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Belanja Tidak Langsung
diklasifikasikan menjadi :
1) Belanja Pegawai;
2) Bunga;
3) Subsidi;
4) Hibah;
5) Bantuan Sosial;
6) Belanja Bagi Hasil;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
7) Bantuan Keuangan; dan
8) Belanja Tak Terduga.
Sementara itu, Belanja Langsung diklasifikasikan menjadi
1) Belanja Pegawai
2) Belanja Barang dan Jasa
3) Belanja Modal
c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-
tahun anggaran berikutnya. Dengan demikian pembiayaan daerah
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Selisih dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan
disebut pembiayaan neto dan jumlahnya harus dapat menutup difisit
anggaran.
1) Penerimaan pembiayaan mencakup :
a) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya
(SiLPA);
b) Pencairan dana cadangan;
c) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d) Penerimaan pinjaman daerah;
e) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
f) Penerimaan piutang daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2) Pengeluaran pembiayaan :
a) Pembentukan dana cadangan;
b) Penanaman modal pemerintah daerah;
c) Pembayaran pokok utang; dan
d) Pemberian pinjaman daerah
5. Fungsi Anggaran Daerah
Anggaran daerah mempunyai peranan penting dalam sistem
keuangan daerah. Peran anggaran daerah dapat dilihat berdasarkan fungsi
utamanya yaitu, (Ritonga, 2009: 92) :
a. Fungsi otorisasi mengandung pengertian bahwa anggaran daerah
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan;
b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan;
c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah
daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.
Secara lebih spesifik, fungsi anggaran daerah dalam proses
pembangunan di daerah menurut Ritonga (2009: 96) adalah :
a. Instrumen kebijakan (policy tools). Anggaran daerah adalah salah satu
instrument formal yang menghubungkan eksekutif daerah dengan
tuntutan dan kebutuhan publik yang diwakili oleh legislative daerah;
b. Intrumen kebijakan fiskal (fiscal tool). Dengan mengubah prioritas dan
besar alokasi dana, anggaran daerah dapat digunakan untuk
mendorong, memberikan fasilitas dan mengkoordinasikan kegiatan-
kegiatan ekonomi masyarakat guna mempercepat pertumbuhan
ekonomi di daerah;
c. Intrumen perencanaan (planning tool). Di dalam anggaran daerah
disebutkan tujuan yang ingin dicapai, biaya dan output atau hasi yang
diharapkan dari setiap kegiatan di masing-masing unit kerja;
d. Instrumen pengendalian (control tool). Anggaran daerah berisi rencana
penerimaan dan pengeluaran secara rinci setiap unit kerja. Hal ini
dilakukan agar unit kerja tidak melakukan overspending dan
underspending atau mangalokasikan anggaran pada bidang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
6. Siklus Perencanaan Anggaran Daerah
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup
penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya
Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan
anggaran daerah. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah :
a. Penyusunan kebijakan umum APBD (KUA) dan dokumen prioritas
dan plafon anggaran sementara (PPAS)
b. Pembahasan KUA dan PPAS antara pemerintah daerah dengan DPRD
c. Penetapan nota kesepahaman KUA dan prioritas dan plafon anggaran
(PPA)
d. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang
pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD
e. PPKD melakukan kompilasi RKA-SKPD menjadi Raperda APBD
untuk dibahas dan memperoleh persetujuan bersama dengan DPR
sebelum diajukan dalam proses evaluasi;
f. Pembahasan RKA-SKPD oleh tim anggaran pemerintah daerah
(TAPD) dengan SKPD
g. Penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD
h. Pembahasan Raperda APBD;
i. Proses penetapan Perda APBD baru dapat dilakukan jika Mendagri
atau Gubernur menyatakan bahwa perda APBD tidak bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih
tinggi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
j. Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.
7. Pengertian Analisis Standar Belanja (ASB)
Menurut Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM (2000: 24)
menyatakan bahwa Standar Analisis Belanja (SAB) adalah perkiraan
jumlah alokasi dana untuk berbagai jenis pengeluaran di dalam unit kerja.
Alasan menerapkan Standar Analisis Belanja adalah untuk menghasilkan
alokasi dana yang lebih akurat, sehingga setiap dana yang dikeluarkan
didasarkan atas proses perhitungan yang wajar dan rasional. Dengan
demikian mendorong unit kerja untuk melaksanakan prinsip ekonomi,
efektif dan efisien secara berkesinambungan
Menurut Ritonga (2009: 241) Analisis Standar Belanja (ASB) yaitu
pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja dan
belanja setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu tahun anggaran. ASB
merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program,
kegiatan, dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis kewajaran
beban kerja dan belanja dari setiap usulan program atau kegiatan yang
bersangkutan. Penilaian kewajaran beban kerja usulan program atau
kegiatan terkait dengan kebijakan anggaran, komponen dan tingkat
pelayanan yang akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kapasitas
satuan kerja untuk melaksanakannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Beban kerja program atau kegiatan yang diusulkan SKPD dapat
dinilai kewajarannya berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a. Kaitan logis antara program atau kegiatan yang di usulkan dengan
strategi dan prioritas APBD;
b. Kesesuaian antara program atau kegiatan yang diusulkan dengan tugas
pokok dan fungsi satuan kerja yang bersangkutan;
c. Kapasitas SKPD yang bersangkutan untuk melaksanakan program atau
kegiatan pada tingkat pencapaian yang diinginkan dan dalam jangka
waktu satu tahun anggaran.
Berdasarkan penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat 3 tentang Analisis Standar
Belanja dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 93 adalah sebagai berikut :
” Analisis Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban
kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan”.
8. Landasan Hukum Analisis Standar Belanja (ASB)
Regulasi-regulasi yang mengamanatkan agar Pemerintah Daerah
menerapkan ASB antara lain adalah :
a. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Pasal 167 ayat (3) : ”Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempertimbangkan Analisis Standar Belanja, Standar Harga,
Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 167 ayat (3):
”Yang dimaksud dengan Analisis Standar Belanja (ASB) adalah
penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk
melaksanakan kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan”;
c. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 39 ayat (2) : ”Penyusunan anggaran
berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis
standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal”;
d. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 41 ayat (3), ”Pembahasan oleh tim anggaran
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan
umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju
yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen
perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis
standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal”;
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah 89 ayat (2) : “Rancangan surat edaran
kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup:dokumen sebagai lampiran meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis
standar belanja, dan standar satuan harga”;
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 93 yang berbunyi:
1) “Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) berdasarkan pada : Indikator
Kinerja, Capaian atau Target Kinerja, Analisis Standar Belanja
(ASB), standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal
(SPM)”.
2) ”Analisis Standar Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang
digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan”;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat (2) : ”Pembahasan oleh
TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menelaah
kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju
yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen
perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar
pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar
SKPD”;
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 89 ayat (2) :
“Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan
RKA-SKPD sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mencakup:
Dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis
standar belanja dan standar satuan harga”;
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat (2) :
“Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menelaah kesesuaian rencana anggaran dengan
standar analisis belanja, standar satuan harga”;
j. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2009, (Romawi III) Teknis Penyusunan APBD No. 4:
”Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan
RKA-SKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada SKPKD
lebih disederhanakan, hanya memuat prioritas pembangunan daerah
dan program atau kegiatan yang terkait, alokasi plafon anggaran
sementara untuk setiap program atau kegiatan SKPD kepada PPKD
dan dokumen sebagai lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi KUA,
PPAS, Analisis Standar Belanja, dan Standar Satuan Harga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
9. Prinsip Dasar Penyusunan ASB
Menurut Tanjung (2010: 3) dalam penyusunan ASB, ada beberapa
prinsip dasar yang harus diperhatikan pemerintah daerah yaitu :
a. Penyederhanaan (modeling)
Penyusunan ASB bertujuan membuat model belanja untuk objek-objek
kegiatan yang menghasilkan output yang sama.
b. Mudah diaplikasikan
Model yang dibuat mudah diaplikasikan, atau tidak membuat susah
yang menggunakan model tersebut.
c. Mudah diup-date
Model yang dibuat mudah untuk diperbarui, dalam arti jika
ditambahkan data baru tidak merubah formula model tersebut secara
keseluruhan.
d. Fleksibel,
Model yang dibuat menggunakan konsep belanja rata-rata dan
memiliki batas minimum belanja dan batas maksimum belanja.
10. Peranan ASB Dalam Penyusunan Anggaran
Sesuai dengan isi Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 93 ayat
(1), menyatakan bahwa penyusunan RKA-SKPD berdasarkan ASB (salah
satu dasar), dan pada pasal 4 menyatakan bahwa ASB merupakan
penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk
melaksanakan suatu kegiatan, serta memperhatikan prinsip-prinsip dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
penyusunan ASB. Maka dapat dikatakan peranan ASB dalam penyusunan
anggaran pada pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
a. Menjamin kewajaran beban kerja dan biaya yang digunakan antar
SKPD dalam melakukan kegiatan sejenis;
b. Mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan
efektif;
c. Memudahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melakukan
verifikasi total belanja yang diajukan dalam RKA-SKPD untuk setiap
kegiatan;
d. Memudahkan SKPD dan TPAD dalam menghitung besarnya anggaran
total belanja untuk setiap jenis kegiatan berdasarkan target output yang
ditetapkan dalam RKA-SKPD.
Menurut Ritonga (2009: 11-12) ASB memiliki peran yang penting
dalam berbagai tahap pengelolaan keuangan daerah. Berikut akan
dijelaskan peran ASB pada berbagai tahapan tersebut :
a. Tahap Perencanaan Keuangan Daerah
ASB dapat digunakan pada saat perencanaan keuangan daerah.
ASB dapat dipergunakan pada saat musrembang, penyusunan rencana
kerja SKPD (renja SKPD), dan penyusunan rencana kerja pemerintah
daerah (RKPD). Pada tahap-tahap tersebut ASB digunakan oleh para
perencana untuk mengarahkan para pengusul kegiatan, baik
masyarakat maupun aparatur pemda, untuk fokus pada kinerja. Apabila
tanpa ASB, maka perencana hanya sekedar mencatat usulan nama-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
nama kegiatan dari para pengusul. Dengan adanya ASB, maka para
perencana akan bertanya lebih jauh lagi kepada pengusul tentang
pemicu kinerja (cost driver) kegiatan yang diusulkan agar dapat
menentukan plafon anggaran kegiatan yang diusulkannya.
b. Tahap Penganggaran Keuangan Daerah
ASB digunakan pada saat proses penganggaran keuangan
daerah, yaitu pada saat penentuan plafon anggaran sementara dan
penyusunan rencana kerja anggaran. ASB digunakan oleh Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan
program, kegiatan dan anggaran setiap satuan kerja dengan cara
menganalisis kewajaran antara beban kerja dan biaya dari usulan
program atau kegiatan yang bersangkutan. ASB digunakan pada saat
mengkuantitatifkan target kinerja program dan kegiatan setiap SKPD
menjadi RKA-SKPD. RKA-SKPD berisi rencana program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan beserta usulan anggaran yang akan
digunakan. Untuk mengetahui beban kerja dan beban biaya yang
optimal dari setiap usulan program atau kegiatan yang diusulkan,
langkah yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan formula
perhitungan ASB yang terdapat pada masing-masing ASB. Tidak
hanya TAPD, tim anggaran DPRD juga menggunakan ASB untuk
meneliti kewajaran anggaran dan beban kerja dari setiap usulan
kegiatan yang diajukan oleh pemerintah daerah sebelum
mengesahkannya menjadi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
c. Tahap Pengawasan atau Pemeriksaan
Pada tahap pengawasan atau pemeriksaan dapat menggunakan
ASB untuk menentukan batasan mengenai pemborosan dari suatu
kegiatan. Penganggaran suatu kegiatan dikatakan efisien jika pagu
anggaran kegiatan tersebut tidak melampaui pagu ASB. Apabila
penganggaran belanja suatu kegiatan melebihi pagu ASB maka inilah
yang disebut dengan pemborosan.
11. Anggaran Berbasis Kinerja
Heinrich (2002: 714) menyatakan bahwa diperlukan sistem
manajemen berbasis outcome agar kinerja manajer publik atau aparat
pemerintah lebih efektif dari pada dengan pendekatan tradisional pada
pengendalian birokrat. Sistem manajemen atau pengukuran kinerja yang
berbasis outcome ini akan menghasilkan informasi. Informasi yang
diperoleh dari pengukuran kinerja bisa digunakan untuk memberikan
informasi kepada pengelola program dalam berbagai tingkat organisasi.
Mardiasmo (2002: 169) menyatakan bahwa kelemahan utama
dalam manajemen pengeluaran rutin daerah adalah tidak adanya ukuran
kinerja yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dalam proses
perencanaan, ratifikasi, implementasi dan evaluasi pengeluaran rutin
daerah. Hal ini berdampak pada kecenderungan kurangnya perhatian pada
decision maker anggaran daerah terhadap konsep nilai uang (value for
money). Seperti halnya pada pengeluaran rutin, permasalahan yang ada
pada pengeluaran pembangunan pun sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Pada pos pengeluaran rutin, satu-satunya ukuran kinerja yang
dipakai adalah aturan bahwa jumlah dana untuk pengeluaran
pembangunan yang tertera dalam anggaran daerah adalah jumlah dana
maksimal yang dapat dibelanjakan untuk setiap pos pengeluaran anggaran.
Dengan demikian bila pada pengeluaran rutin pemerintah daerah
cenderung menghabiskan dana maka pada pengeluaran pembangunan hal
yang sama juga akan terjadi. Karena ukuran kinerja lainnya tidak ada,
maka dasar evaluasi pengeluaran pembangunan akan menggunakan rerata
proporsi dana yang dialokasikan untuk setiap sektor yang ada dalam
kelompok pengeluaran pembangunan. Dengan menggunakan alat evaluasi
ini, terlihat bahwa rata-rata alokasi dana aparatur pemerintah masih tinggi.
Dapat diidentifikasikan ada 3 (tiga) hal yang harus dibenahi dalam
perencanaan pengeluaran. Pertama, konsep batas maksimal yang ada pada
pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan sebaiknya diganti,
hal ini karena pada kenyataan di lapangan konsep ini telah menjadi dasar
bagi unit kerja pemerintah di daerah untuk menghabiskan anggaran.
Kedua, konsep tradisional budget yang membatasi jenis-jenis
pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan harus sudah diganti untuk
jenis-jenis pengeluaran yang lebih rasional sesuai dengan kebutuhan
daerah. Ketiga, untuk identifikasi kebutuhan dana pada pos pengeluaran
atau belanja rutin daerah, maka ukuran kinerja yang sederhana adalah
dengan melihat beban kerja (workload) dan biaya rutin rata-rata (unit
cost). Dalam rangka identifikasi kebutuhan pos pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pembangunan, ukuran kinerja yang harus dibuat oleh daerah menjadi lebih
kompleks atau rumit Mardiasmo (2002: 174)
Mengutip pendapat Vazquez (1997) menyatakan bahwa
pengukuran kebutuhan pengeluaran (expenditure needs) dalam kontek
intergovernmental relationship merupakan pekerjaan yang sulit lihat
Asmaldi (2002:10). Beberapa teknik mengestimasi kebutuhan pengeluaran
pemerintah adalah:
1. menghitung biaya penyediaan standar tingkat pelayanan di suatu
daerah;
2. menggunakan Analisis Regresi, metode ini merupakan cara yang
canggih dengan menggunakan data pengeluaran aktual, namun teknis
ni hanya menyajikan pengukuran kebutuhan relatif antar daerah dan
mengabaikan perbedaan-perbedaan tingkat harga, efisiensi penyediaan
pelayanan, aturan, tingkat preferensi dan kualitas pelayanan antar
daerah. Metode ini sulit diterapkan di negara-negara yang dalam masa
transisi atau negara-negara sedang berkembang di mana informasi atau
data sulit diperoleh dan kwalitasnya pun kadang diragukan.
3. menggunakan metode unit cost, cara ini banyak digunakan di beberapa
negara pada masa lalu tetapi sekarang telah banyak ditinggalkan
karena tidak mampu mencakup perbedaan antar daerah.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”kinerja” memiliki
beberapa arti, seperti prestasi, tingkat capaian, realisasi, dan pemenuhan.
Kebanyakan terminologi mengacu pada dampak tujuan tindakan publik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
tetapi beberapa berhubungan secara subyektif dengan tingkat kepuasan
yang dirasakan sebagai suatu hasil dari suatu tindakan. Perlu dipahami
bahwa konsep kinerja harus dianggap sebagai sebuah alat atau instrumen
untuk mencapai tujuan dan bersifat relatif atau dapat diperbandingkan baik
terhadap waktu, terhadap daerah atau SKPD lain. Anggaran dengan
pendekatan prestasi kerja merupakan suatu sistem anggaran yang
mengutamakan hasil kerja dan output dari setiap program dan kegiatan
yang direncanakan. Setiap dana yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
untuk melaksanakan program dan kegiatan harus didasarkan atas hasil dan
output yang jelas dan terukur. Ini merupakan pembeda utama antara
anggaran kinerja dengan anggaran tradisional yang pernah diterapkan
sebelumnya yang lebih mempertanggungjawabkan input yang
direncanakan dengan input yang dialokasikan.
Mengacu pada definisi di atas, penyusunan anggaran berdasarkan
prestasi kerja pada dasarnya sudah dilakukan sejak pemerintah daerah
mengajukan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) harus ditentukan secara tegas mengenai
besaran hasil dan outputnya. Namun, penyusunan anggaran berdasarkan
prestasi kerja akan terlihat secara operasional pada saat SKPD mengajukan
RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah). Dalam pasal 39 ayat (1) sampai (3) Permendagri No. 13 Tahun
2006 secara jelas menyatakan bahwa ”Penyusunan RKA-SKPD dengan
pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
keterkaitan antara pendanaan dan keluaran dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan
hasil tersebut”. Untuk mengimplementasikan anggaran berdasarkan
prestasi kerja, pemerintah daerah perlu melengkapi diri dengan instrumen
lain seperti capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja,
standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Terdapat beberapa
indikator yang secara umum dijadikan ukuran pencapaian kinerja dalam
pengelolaan anggaran daerah. Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002,
indikator kinerja diukur berdasarkan input, output, hasil, manfaat, dan
dampak. Namun berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, indikator
kinerja dibatasi menjadi masukan (input), keluaran (output), dan hasil
(outcome). Input adalah seluruh sumber daya yang digunakan untuk
menghasilkan output. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang
dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian
sasaran dan tujuan program dan kebijakan. Hasil (outcome) adalah segala
sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan
dalam suatu program.
Indikator-indikator kinerja di atas, pada dasarnya tidak bisa
memberikan penjelasan yang berarti tentang kinerja melainkan semata
menjelaskan keterkaitan proses yang logis antara input, output dan
outcome atau yang biasa disebut kerangka kerja logis. Indikator yang
digunakan tidak mampu menjelaskan apakah kinerja kita sudah semakin
membaik ataukah semakin memburuk?. Indikator yang digunakan bahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
tidak akan mampu menjawab apakah program dan kegiatan tersebut
menyentuh kepentingan publik atau masyarakat atau tujuan jangka
menengah dan jangka panjang lainnya. Indikator tersebut hanya mampu
menjelaskan bahwa untuk setiap input yang digunakan ada sejumlah
output yang dihasilkan dan jumlah outcome pada level program.
Mengingat kinerja bersifat relatif, maka harus ada data pembanding
(bencmark). Dengan adanya data pembanding, memungkinkan untuk
menilai apakah program dan kegiatan yang direncanakan lebih efisien dan
lebih efektif dibandingkan dengan data pembanding tersebut atau program
dan kegiatan yang sama ditahun sebelumnya. Suatu program atau kegiatan
dikatakan semakin efisien jika untuk mencapai output tertentu diperlukan
biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan data dasar (bencmark) atau
dengan biaya tertentu akan diperoleh output yang lebih besar dibandingkan
data dasar dan sebaliknya. Efektivitas dapat dilihat dengan
membandingkan rencana output terhadap rencana hasil. Jika dengan
rencana output tertentu akan mampu dicapai hasil yang lebih besar atau
dengan target hasil tertentu akan dicapai dengan output yang lebih kecil
dibandingkan dengan data dasar, maka program dan kegiatan tersebut
dikatakan semakin efektif.
B. Studi Terdahulu
Mardiasmo dan Jaya (1999) melakukan penelitian tentang
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999. Alat analisis yang digunakan adalah alat analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model line-item dan
incrementalism seharusnya diganti dengan model yang lebih bagus dan
anggaran pemerintah daerah seharusnya lebih dekat dengan kebutuhan dan
prioritas komunitas lokal yang dinamis. Hasil penelitian lainnya
mengungkapkan bahwa akuntabilitas bisa diciptakan dengan partisipasi
masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat dalam pembuatan anggaran
menjadi penting.
Penelitian dari dalam negeri antara lain dilakukan oleh Pusat Antar
Universitas-Fakultas Ekonomi UGM (2000). Ruang lingkup dari penelitian ini
difokuskan pada pengembangan sistem anggaran kinerja daerah dan model
Standar Analisis Belanja (SAB), dengan lokasi penelitian di Pemerintah Kota
Denpasar dan Kabupaten Sleman. Unit kerja yang dijadikan sampel adalah
Bagian Keuangan, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan Nasional dan Dinas Pekerjaan Umum. Adapun alat analisis yang
digunakan adalah perhitungan biaya rata-rata, standar analisa belanja dan
kebutuhan anggaran unit kerja. Hasil penelitian tersebut antara lain yang
berkaitan dengan kinerja pemerintah daerah saat ini belum ada kejelasan
tupoksi dan kewenangan untuk setiap unit kerja. Masih terdapatnya tupoksi
pada beberapa unit kerja yang tidak lagi relevan dengan tujuan pelayanan dan
kepentingan publik serta peraturan-peraturan legal tentang desentralisasi. Oleh
karena itu, sebagian besar unit kerja belum memiliki sistem pengukuran
kinerja yang lengkap dan konprehensif. Hail penelitian ini dituangkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
bentuk Laporan Akhir Pengembangan Model Standar Analisa Belanja (SAB)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Penelitian dari luar dilakukan oleh Martinez (2001) yang meneliti
tentang masalah-masalah dalam alokasi belanja. Alat analisis yang digunakan
adalah analisis deskriptif. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa
diperlukan kriteria efisiensi dalam hal penentuan bagian belanja. Selain itu
diperlukan juga adanya pencapaian sasaran redistribusi dan stabilitas.
Beberapa masalah yang sering timbul dalam penentuan belanja adalah tidak
adanya penentuan belanja yang efisien, adanya penentuan belanja yang
bersifat mendua dan adanya tanggung jawab yang di bagi bersama. Martines
juga menyatakan bahwa ada dua bentuk umum pendanaan yang tersedia yaitu
akses langsung pada pasar modal oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan
obligasi dan peminjaman dari lembaga keuangan.
Penelitian dari luar negeri lainnya dilakukan oleh Heinrich (2002) yang
melakukan penelitian tentang implikasi manajemen kinerja berbasis outcome
pada publik sektor dalam akuntabilitas dan efektivitas pemerintahan.
Penelitian dilakukan di Amerika Serikat. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan data
administratif pada manajemen kinerja tidak menghasilkan perkiraan dampak
program yang benar-benar akurat. Penelitian ini juga menegaskan bahwa data-
data administrasi bisa menghasilkan informasi yang berguna bagi manajer
publik yang bisa dimanipulasi untuk memperbaiki kinerja organisasi. Selain
itu disimpulkan pula bahwa hal penting dalam merancang suatu sistem kinerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
adalah sejauh mana efektivitas sebuah kebijakan sebagai alat untuk
meningkatkan akuntabilitas pemerintah.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Asmaldi (2002) yang meneliti
tentang Standar Analisis Belanja (SAB) pengeluaran Pemerintah Kabupaten
Kerinci. Obyek penelitiannya adalah pada Kantor Kebersihan, Pemadam
Kebakaran dan Pertamanan Pemakaman. Penelitian menggunakan data-data
tahun 2001. alat analisis yang digunakan adalah standar analisa belanja, biaya
rata-rata, kebutuhan anggaran unit kerja, serta perhitungan perhitungan target
kinerja dengan menggunakan analisis trend. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pada tahun 2001 terjadi overfinancing terhadap belanja pelayanan
kebersihan yang menunjukkan tidak efisiennya pengelolaan anggaran pada
unit kerja, selain itu untuk kegiatan penyapuan sampah terjadi underfinancing.
Keadaan ini mengakibatkan beberapa kegiatan akan tertunda pelaksanaannya,
sehingga dapat menurunkan kualitas pelayanan kebersihan kepada
masyarakat. Untuk kegiatan pengangkutan dan penggusuran sampah terjadi
overfinancing. Bila dibanding dengan tahun 2001, maka kinerja keuangan
2000 lebih baik dari pada kinerja keuangan tahun 2001.
Penelitian tersebut akan menjadi acuan dan bahan referensi bagi
penelitian ini. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti
disebutkan, apabila dibandingkan dengan penelitian ini mempunyai beberapa
kesamaan yaitu permasalahan yang akan di bahas mengenai Analisis Standar
Belanja (ASB) serta beberapa alat analisis yang relevan digunakan. Adapun
perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
lokasi penelitian yang ada di Kabupaten Ngawi dengan fokus pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Penelitian yang berkaitan
dengan Analisis Standar Belanja (ASB) secara umum telah banyak dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya, tetapi penelitian terhadap Analisi Standar
Belanja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi
belum pernah dilakukan.
C. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran
(PPA) merupakan dua dokumen utama dalam penyusunan APBD. Kedua
dokumen tersebut harus direncanakan secara matang untuk menghasilkan
penganggaran keuangan daerah yang berkualitas. Salah satu instrumen yang
digunakan untuk menganalisis efektifitas dan ketepatan penentuan anggaran
adalah dengan Analisis Standar Belanja (ASB). Analisis Standar Belanja
(ASB) merupakan pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran
beban kerja dan belanja setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu tahun
anggaran.
ASB merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan,
dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis kewajaran beban kerja
dan belanja dari setiap usulan program atau kegiatan yang bersangkutan.
Penilaian terhadap kewajaran beban kerja usulan program atau kegiatan
terkait dengan kebijakan anggaran, komponen dan tingkat pelayanan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kapasitas satuan kerja. Setelah
melakukan analisis standar belanja (ASB) maka dapat diketahui nilai
minimum dan maksimum anggaran untuk masing-masing program dan
kegiatan yang akan dilakukan SKPD. Ketika pelaksanaan penganggaran
keuangan daerah, dana yang terealisasi dapat dibandingkan dengan nilai
minimum dan maksimum yang telah dilakukan analisis standar belanja.
Apakah penganggaran keuangan daerah yang dibuat overfinancing atau
underfinancing dalam pelaksanaannya. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Catatan : KUA : Kebijakan Umum Anggaran PPA : Prioritas dan Plafon Anggaran
KUA PPA
Analisa Standar Biaya (ASB)
Standar Minimum dan Maksimum
Pelaksanaan Penganggaran Keuangan Daerah
Overfinance / Underfinace
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah anggaran untuk kegiatan forum
komunikasi atau koordinasi yang ada pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Adapun untuk penganggaran keuangan
daerah yang diteliti pada penelitian ini adalah penganggaran keuangan daerah
berbasis kinerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi tahun 2010 yang terdiri dari Kegiatan Koordinasi
Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang
Prasarana Wilayah dan Koordinasi Penanganan Kemiskinan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi
Provinsi Jawa Timur yang beralamat di Jl. Teuku Umar, No. 12 Kecamatan
Ngawi, Kabupaten Ngawi. Pertimbangan penelitian dilakukan di SKPD
Bappeda Kabupaten Ngawi, karena terkait dengan mewujudkan visi dari
Bappeda Kabupaten Ngawi yaitu ”Terwujudnya institusi perencanaan
pembangunan yang akuntabel, partisipatif dan strategis” maka dari itu
penyusunan keuangannya harus berbasis kinerja, serta agar hasil penelitian ini
berupa Analisis Standar Belanja (ASB) dapat digunakan sebagai informasi ,
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
memotivasi, dan referensi SKPD yang lain dalam perencanaan keuangan yang
berbasis kinerja guna mendapatkan APBD yang berkualitas.
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan untuk mendukung penulisan penelitian ini
adalah berupa data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan dokumen-
dokumen resmi serta laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi
tahun anggaran 2010. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut :
1. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Ngawi tahun anggaran 2010;
2. Laporan keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010;
3. Data Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010;
4. Data Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2011.
Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber
lembaga resmi pemerintah antara lain :
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi;
2. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten
Ngawi;
3. Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Ngawi;
4. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ngawi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data untuk bahan analisis dilakukan dengan
berbagai cara. Data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini,
diperoleh dengan cara:
1. Penelitian Kepustakaan (Library research) dengan cara mempelajari
berbagai literatur serta tulisan-tulisan yang berhubungan sengan masalah
yang diteliti. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperkuat
landasan teori yang dapat mendukung penelitian yang disarikan dan
diambil dari literatur atau buku-buku, artikel ilmiah maupun hasil
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini;
2. Studi Dokumenter untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan
dengan menggali informasi pada Unit Kerja Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi yang berhubungan
dengan masalah penelitian.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitan
Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru, diperlukan
uraian ringkas mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Analisis Standar Belanja (ASB) adalah standar yang digunakan untuk
menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja dalam satu tahun
anggaran. Dalam penelitian ini Analisis Standar Belanja (ASB) didasarkan
pada masing-masing kegiatan yang ada pada kegiatan forum komunikasi
atau koordinasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
2. Penganggaran keuangan daerah adalah penganggaran keuangan daerah
berbasis kinerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi tahun 2010 yang terdiri dari Kegiatan Koordinasi
Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang
Prasarana Wilayah dan Koordinasi Penanganan Kemiskinan.
3. Pengendali belanja (Cost Driver) atau sering juga disebut dengan pemicu
belanja adalah faktor yang mempengaruhi besar kecilnya belanja dari
suatu kegiatan. Dalam penelitian ini yang menjadi cost driver kegiatan
forum komunikasi atau koordinasi adalah jumlah peserta dan jumlah
frekuensi koordinasi.
4. Belanja Total merupakan penjumlahan dari belanja tetap dan belanja
variabel pada suatu target kinerja tertentu.
5. Belanja tetap merupakan belanja yang nilainya tetap walaupun target
kinerja suatu kegiatan berubah-ubah. Belanja tetap ini tidak dipengaruhi
oleh adanya perubahan volume atau target kinerja suatu kegiatan.
Besarnya nilai belanja tetap merupakan batas maksimal untuk setiap
kegiatan dimana penyusun anggaran tidak boleh melebihi nilai tersebut,
namun diperbolehkan apabila besaran belanja tetap dibawah nilai yang
ditetapkan.
6. Belanja Variabel menunjukkan besarnya perubahan belanja untuk
masing-masing kegiatan yang dipengaruhi oleh perubahan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
penambahan volume kegiatan. Semakain besar target kinerja, maka akan
semakin besar pula total belanja variabelnya.
7. Belanja rata-rata adalah biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk satu
satuan target kinerja yang hendak dicapai pada suatu kegiatan tertentu
yang meliputi belanja langsung.
8. Batas Minimum Belanja adalah proporsi belanja terendah yang
diperbolehkan dalam penganggaran keuangan daerah setelah dianalisis
dengan ASB.
9. Batas Maximum Belanja adalah proporsi belanja maximum yang
diperbolehkan dalam penganggaran keuangan daerah setelah dianalisis
dengan ASB.
10. Alokasi Objek Belanja adalah alokasi obyek belanja berisikan macam-
macam obyek belanja, proporsi batas bawah, proporsi rata-rata, dan
proporsi batas atas dari total belanja. Obyek belanja disini adalah obyek
belanja yang hanya diperbolehkan dipergunakan dalam ASB yang
bersangkutan. Jumlah macam obyek belanja tidak boleh ditambah
maupun dikurangi karena diyakini bahwa kegiatan tersebut hanya akan
efektif jika obyek-obyek belanja tersebut hadir. Batas bawah adalah
proporsi terendah dari obyek belanja yang bersangkutan. Rata-rata adalah
proporsi rata-rata dari obyek belanja tersebut untuk seluruh SKPD di
Pemerintah Daerah tersebut (dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan
yang ada di Bappeda Kabupaten Ngawi). Batas atas adalah proporsi
tertinggi yang dapat dipergunakan dalam obyek belanja. Maksud akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
adanya batas atas dan batas bawah adalah untuk memberikan keleluasaan
kepada pengguna anggaran untuk menentukan besaran dari masing-
masing obyek belanja. Dengan kata lain, batas atas dan batas bawah ini
untuk mengakomodasi ”selera” pengguna anggaran SKPD.
F. Metode Analisis Data
Penelitian ini bertujuan menghitung besarnya belanja rata-rata,
menghitung nilai minimum dan maksimum belanja, menghitung prosentase
alokasi kepada masing-masing objek belanja, baik alokasi prosentase belanja
rata-rata, minimum dan maksimum serta menentukan klasifikasi kategori
kewajaran belanja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010.
Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, menurut
Tanjung (2010: 5-9) penyusunan analisis standar belanja (ASB) menggunakan
3 (tiga) pendekatan utama yaitu : pendekatan Activity Based Costing (ABC),
pendekatan Ordinary least Square (regresi sederhana) dan pendekatan metode
diskusi (focused group discussion). Pada penelitian ini alat yang akan
digunakan untuk analisis kegiatan forum komunikasi atau koordinasi yang ada
pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi
adalah dengan pendekatan Ordinary least squere. Analisis regresi sederhana
adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan yang
menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas (X)
sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Dalam regresi
sederhana ini, variabel tidak bebas merupakan total biaya dari suatu kegiatan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sedangkan variabel bebas merupakan cost driver dari kegiatan tersebut. Alat
analisis yang digunakan sebagai berikut :
1. Belanja rata-rata
Belanja rata-rata adalah belanja rata-rata yang dikeluarkan guna kegiatan
forum komunikasi atau koordinasi pada tahun 2010 oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Untuk
menghitung belanja rata-rata, maka harus diketahui belanja total kegiatan.
Y = a + bX ............................................................................. (3.1)
Dimana :
Y = Belanja Total
X = Cost Driver
a = Belanja Tetap Total (Fixed Cost)
b = Belanja Variabel Per unit (Variable Cost)
Nilai X dan Y adalah nilai-nilai yang diperoleh dari nilai Kebijakan
Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA). Yang perlu
ditaksir adalah koefisien a dan b.
Taksiran terbaik untuk koefisien a dan b adalah dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil , yaitu :
åå
-
-=
22 XnX
XYnXYb ....................................................................... (3.2)
di mana :
n
XX å=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
n
YY å=
Dimana : ∑X = Jumlah Cost Driver ∑Y = Total anggaran n = jumlah data
a = Y - bX ................................................................................ (3.3)
Dimana koefisien a merupakan belanja tetap, dan koefisien b
merupakan koefisien untuk belanja variabel. Jadi rumus untuk belanja rata-
rata adalah :
Ỹ = a + bX ..................................................................... (3.4)
Dimana :
Ỹ = Belanja rata-rata
X = Cost Driver rata-rata
a = Belanja Tetap Total (Fixed Cost)
b = Belanja Variabel Per unit (Variable Cost)
2. Batas Minimum dan Maksimum Belanja
Sebelum menghitung batas minimum dan maksimum belanja, terlebih
dahulu melihat reliabilitas dari persamaan garis yang ditaksir, dengan
menggunakan kekeliruan baku taksiran (standar deviasi). Rumus yang
digunakan adalah :
Se = 2n
)YY( 2
-
-å ....................................................................... (3.5)
Bentuk ∑ (Y- Ỹ) 2 disebut pula sebagai jumlah kuadrat kekeliruan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Jika prediksi terhadap Ỹ berdasarkan sebuah nilai X yang ditetapkan
telah dibuat, maka kita dapat menentukan interval taksiran untuk Yˆ ini dengan
menggunakan kekeliruan baku taksiran yang dikemukakan di atas.
Dengan demikian batas bawah (belanja minimum) untuk taksiran Ỹ
dapat dihitung dengan :
Ỹ - tp. se ................................................................................ (3.6)
Sedangkan batas atas (belanja maksimum) taksiran Yˆ adalah :
Ỹ + tp. se ................................................................................ (3.7)
di mana t diperoleh dari tabel t dengan derajat bebas n – 2
3. Prosentase Alokasi Belanja
a. Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata
Menghitung prosentase alokasi belanja rata-rata kepada masing-masing
objek belanja (aktivitas) dilakukan dengan cara membagi total belanja
masing-masing objek dengan total belanja suatu kegiatan, lalu dikalikan
dengan 100%
Total belanja masing-masing objek % Belanja Rata-rata = x 100% ......... (3.8)
Total belanja
b. Prosentase Alokasi Belanja Minimum
Menghitung prosentase alokasi belanja minimum kepada masing-masing
objek belanja dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu selisih
prosentase belanja rata-rata dengan belanja minimum, hasilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya
prosentase alokasi belanja minimum adalah =
% belanja rata-rata - % alokasi selisih masing-masing objek belanja ............. (3.9)
c. Prosentase Alokasi Belanja Maksimum
Menghitung prosentase alokasi belanja maksimum kepada masing-
masing objek belanja dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu
selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja maksimum, hasilnya
dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya
prosentase alokasi belanja maksimum adalah =
% belanja rata-rata + % alokasi selisih masing-masing objek belanja ............ (3.10)
4. Kewajaran Anggaran
Untuk menentukan klasifikasi kewajaran belanja dilakukan dengan cara
membandingkan anggaran yang ada pada masing-masing kegiatan forum
komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi dengan batas
belanja minimum dan maksimum. Jika anggaran berada di bawah batas
belanja minimum maka termasuk kategori underfinance dan sebaliknya
jika anggaran berada di atas batas belanja maksimum maka masuk
kategori Overfinance, serta jika anggaran berada diantara batas belanja
minimum dan maksimum berarti anggaran dikategorikan wajar.
Anggaran kegiatan < Batas minimal belanja = Underfinance ....... (3.11)
Anggaran kegiatan > Batas maksimal belanja = Overfinance ....... (3.12)
Batas minimal > Anggaran kegiatan < Batas Maksimal = wajar ....... (3.13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Kabupaten Ngawi
1. Kondisi Geografis
Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur
yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah
Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 39 persen atau
sekitar 504,8 km2 berupa lahan sawah. Sesuai dengan Peraturan Daerah
(Perda) Kabupaten Ngawi tahun 2004, secara administrasi wilayah ini
terbagi ke dalam 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa
tersebut adalah kelurahan.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7o 21’ –
7o 31’ Lintang Selatan dan 110o 10’ – 111o 40’ Bujur Timur. Topografi
wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4
kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo
dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu.
Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Provinsi
Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro.
- Sebelah Timur : Kabupaten Madiun.
- Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
- Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen
(Provinsi Jawa Tengah).
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ngawi Sumber : Arsip Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Ngawi
Topografi Kabupaten Ngawi adalah berupa dataran tinggi dan
tanah datar. 4 kecamatan dari 19 kecamatan terletak pada dataran tinggi
yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung
Lawu.
Kabupaten Ngawi termasuk daerah yang beriklim tropis, dan
hanya mengenal dua musim yaitu, musim kemarau dan musim
penghujan. Dari 21 lokasi penakar hujan yang masih berfungsi di
Kabupaten Ngawi (3 lokasi lainnya rusak) dapat diketahui bahwa rata-
rata curah hujan di kabupaten ini. Pada tahun 2010, Kabupaten Ngawi
sepanjang tahun diguyur hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Januari hingga Mei. Curah hujan berkisar pada 21,00-28,00 mm. Rata-
rata hari hujan tiap bulannya 15-16 hari. Curah hujan terendah terjadi
pada bulan Juni hingga Agustus. Curah hujan berkisar 12,00-15,00 mm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Rata-rata hari hujan tiap bulan hanya 2-7 hari. Secara umum dalam 5
tahun terakhir (2006, 2007, 2008, 2009, 2010) rata-rata curah hujan
tertinggi adalah pada bulan Desember, Januari dan Februari dan yang
terendah adalah pada bulan Juli, Agustus dan September.
Gambar 4.2 : Gambar Rata-rata Curah Hujan Tiap Bulan Sumber : Ngawi Dalam Angka 2011
Dari total luas wilayah Kabupaten Ngawi, luas lahan sawah dan
bukan lahan sawah selama 5 tahun terakhir relatif tidak berubah hingga
tahun 2010 sebesar 50.476 Ha (71,39%) dan bukan lahan sawah sebesar
20.231 Ha (28,61%).
Dari luas lahan sawah tersebut menurut jenis pengairannya tahun
2010 terdiri dari sawah teknis 37.923 Ha (75,13%), setengah teknis 5.774
Ha (11,44%), sederhana 2.496 Ha (4,94%), tadah hujan 3.787 Ha (7,5%),
lainnya 496 Ha (0,98%). Sedangkan lahan bukan sawah menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
penggunaannya pada tahun 2010 terdiri dari tegal/ kebon 13.903 Ha
(68,72%), ladang/huma 269 Ha (1,32%), Perkebunan 2.284 Ha (11,29%),
hutan rakyat 1.990 Ha (9,82%), kolam/tebat/empang 25 Ha (0,12%),
penggembala/padang rumput 6 Ha (0,029%), sementara/tidak diusahakan
4 Ha (0,019%), lainnya 1.750 Ha (8,65%).
Gambar 4.3 Prosentase Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairannya Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
Gambar 4.4 Prosentase Luas Lahan Bukan Sawah Menurut Penggunaannya
Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
2. Pemerintahan Daerah
Kabupaten Ngawi terbagi dalam 19 Kecamatan dan 217 Desa atau
Kelurahan. Kecamatan Karangjati merupakan Kecamatan dengan
jumlah Desa atau Kelurahan terbanyak yaitu berjumlah 17 Desa atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Kelurahan. Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi memiliki 64 Kantor
atau Instansi atau Bagian yang tersebar dilingkungan Pemerintah
Kabupaten Ngawi, Kecamatan dan Desa atau Kelurahan. Menurut data
pada tahun 2011 menyebutkan jumlah sumber daya manusia aparatur
Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Ngawi tahun 2010 adalah 14.363
orang, naik 3,88 persen dibanding dengan tahun 2009. Kualifikasi
pendidikan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Ngawi pada
tahun 2010 sebagai berikut
Gambar 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
SLTP atau kurang sejumlah 8% atau 1.137 orang, SLTA sejumlah
36% atau 5.090 orang, Sarjana Muda sejumlah 23% atau 3.350 orang,
Sarjana sejumlah 32% atau 4.587 orang, dan untuk Pasca Sarjana
jumlahnya paling sedikit yaitu 1% atau 199 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdasarkan golongan kepangkatannya pada tahun 2010, pegawai
yang termasuk golongan IV sejumlah 3.600 orang, golongan III
sejumlah 5.696 orang, golongan II sejumlah 4.335 orang dan golongan I
sejumlah 732 orang.
Gambar 4.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab
Menurut Golongan Kepangkatan tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Ngawi pada tahun 2010 sejumlah 45 orang yang berasal dari 11 partai
politik. Jumlah anggota DPRD laki-laki sebesar 36 orang sedangkan
untuk anggota DPRD perempuan berjumlah 9 orang.
Gambar 4.7 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan
Jenis Kelamin tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Anggota DPRD Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 terbanyak
dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar)
sebanyak 8 orang. Tingkat pendidikan anggota DPRD Kabupaten Ngawi
tahun 2010 terbanyak yaitu tingkat SLTA sebanyak 21 orang dan
tingkat Sarjana Strata 1 sebanyak 19 orang.
Gambar 4.8 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan
Tingkat Pendidikan tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
3. Demografi (Kependudukan)
Data dari Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan
Catatan Sipil Kabupaten Ngawi (dalam Kabupaten Ngawi dalam Angka
2011) pada akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 894.675 jiwa yang terdiri
dari 439.536 laki-laki dan 455.139 perempuan dengan sex rasio sebesar
96 artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96
penduduk laki-laki.
Dibandingkan dengan tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten
Ngawi setiap tahun terus bertambah sebesar 2.624 jiwa atau meningkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
sebesar 0,29%. prosentase kenaikannya pun terus meningkat; dari 0,34%
pada tahun 2007, naik 0,78% pada tahun 2008. Namun pada tahun 2009
prosentase kenaikannya menurun menjadi 0,31%. Nampaknya mulai
tahun 2009 pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ngawi ada upaya
untuk menekan laju pertumbuhan penduduk setelah disadari adanya
peningkatan selama 2 tahun ber-turut-turut yang salah satunya melalui
program Keluarga Berencana.
Tabel. 4.1. Penduduk Kabupaten Ngawi menurut Hasil Sensus Penduduk
No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010
1 Penduduk 879.193 882.221 889.224 892.051 894.675
a. Laki-laki 429.921 431.354 437.808 438.223 439.536
b. Perempuan 449.272 450.867 451.416 453.828 455.139
Komposisi Penduduk L:P (%) 48:52 48:52 49:51 49:51 49:51
2 Sex Ratio 95,69 95,67 96,99 96,99 96,57
3 Prosentase Kenaikan (%) 0,34 0,78 0,31 0,29
4 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
678 681 686 688 690
Sumber : Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011)
Dengan melihat Tabel 4.1 di atas diketahui bahwa komposisi
penduduk antara laki-laki dan perempuan di Kabupaten Ngawi adalah
49:51. Rasio jenis kelamin (sex ratio) sejak tahun 2006 sampai dengan
tahun 2010 berkisar antara 95,69 hingga 96,57 (di bawah 100) yang
berarti jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Dengan fakta
ini maka dalam pelaksanaan kegiatan yang ada di Kabupaten Ngawi
prinsip kesetaraan gender menjadi sangat penting demi keadilan dan
pemerataan kesempatan dalam membangun dan mengaktualisasikan diri
setiap warga negara. Namun bila ditinjau per kecamatan, ternyata ada 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
kecamatan yang sex rationya di atas 100 yaitu, Kecamatan Kasreman
dan Karanganyar.
Tabel 4.2. Penduduk Akhir Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin
No. Kecamatan Laki2 (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa) Sex Ratio
1 Sine 22.953 25.980 48.933 88,35 2 Ngrambe 21.308 21.540 42.848 98,92 3 Jogorogo 20.106 21.150 41.256 95,06 4 Kendal 24.552 26.509 51.061 92,62 5 Geneng 27.810 28.213 56.023 98,57 6 Gerih 18.196 19.294 37.490 94,31 7 Kwadungan 14.200 14.543 28.743 97,64 8 Pangkur 14.202 14.624 28.826 97,11 9 Karangjati 23.257 24.850 48.107 93,59
10 Bringin 15.922 16.419 32.341 96,97 11 Padas 17.031 17.136 34.167 99.39 12 Kasreman 12.147 12.145 24.292 100,02 13 Ngawi 42.038 42.498 84.536 98,92 14 Paron 44.075 45.328 89.403 97,24 15 Kedunggalar 36.804 37.062 73.866 99,30 16 Pitu 14.089 14.195 28.284 99,25 17 Widodaren 35.008 35.742 70.750 97,95 18 Mantingan 19.841 22.002 41.843 90,18 19 Karanganyar 15.997 15.909 31.906 100,55
JUMLAH 439.536 455.139 894.675 96.57 Sumber : Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil
Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011)
4. Pendidikan
Sumber daya manusia adalah salah satu faktor penentu
keberhasilan pembangunan. Komitmen Pemerintah Kabupaten Ngawi
dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia ini tercermin dari
perkembangan sekolah (negeri dan swasta), murid/ mahasiswa dan guru/
dosen dari Taman Kanak-Kanak (TK)/ Raudhatul Athfal (RA) hingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Perguruan Tinggi (PT) di kabupaten ini pada 5 tahun terakhir (2006 –
2010) yang terus meningkat.
Adapun perbandingan jumlah murid menurut tingkat
pendidikannya di kabupaten ini dari tahun 2006 sampai dengan 2010
dapat dilihat pada gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.9 Perkembangan Jumlah Murid di Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
Data dari Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2011 untuk
tahun 2010 jumlah Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 550 lembaga
dengan jumlah murid 14.081 siswa, dengan rasio murid-sekolah 25.
Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan sederajat ada 664 lembaga, mempunyai
murid 79.219 siswa dengan rasio murid-sekolah 119. Jumlah murid
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat sebanyak 38.837
siswa, yang tersebar di 111 sekolah dengan rasio murid-sekolah 349.
Jumlah murid Sekolah Menengah Umum (SMU)/Sekolah Menengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Kejuruan 24.971 siswa yang tersebar di 68 sekolah, dengan rasio murid-
sekolah 367.
Dari data perkembangan jumlah murid menarik untuk diketahui
adalah seberapa besar rasio antara jumlah penduduk Kabupaten Ngawi
yang menempuh jenjang pendidikan (formal) dengan jumlah penduduk
secara keseluruhan. Perubahan nilai rasio bisa disebabkan oleh beberapa
kemungkinan, yaitu: laju pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah
atau balita, atau banyaknya angka penduduk putus sekolah atau lulus
sekolah tetapi tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Semakin
besar nilai rasio menunjukkan dua kemungkinan, yang pertama adalah
semakin berkurangnya angka putus sekolah, sementara itu laju
pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah dapat ditekan atau karena
jumlah penduduk yang baru mulai sekolah lebih besar daripada jumlah
penduduk yang putus sekolah dan atau yang selesai/ lulus sekolah.
Sebaliknya, jika nilai rasio semakin kecil mungkin disebabkan semakin
banyak angka putus sekolah, sementara itu laju pertumbuhan angkatan
penduduk prasekolah meningkat.
5. Mata Pencaharian
Sumber pendapatan penduduk Kabupaten Ngawi berasal dari
berbagai sektor lapangan usaha, meliputi bidang pertanian, perkebunan,
peter-nakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian,
industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan
eceran, rumah tangga, perhotelan, rumah makan, pengangkutan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
penimbunan, perhubungan, keuangan, asuransi, usaha persewaan
bangunan, jasa penunjang informasi dan komunikasi, jasa-jasa
kemasyarakatan, sosial dan perseorangan (rumah tangga), pemerintahan
umum, hiburan dan kebudayaan.
Sektor industri di Kabupaten Ngawi berjalan lambat namun
terus meningkat. Jumlah industri kecil/kerajinan rumah tangga naik dari
15.346 pada tahun 2009 menjadi 15.643 pada tahun 2010. Nilai
produksi dari usaha di atas juga meningkat dari 109.962 milyar rupiah
pada tahun 2009 menjadi 121.824 milyar rupiah pada tahun 2010.
Sektor industri kecil/kerajinan rumah tangga menyerap tenaga
kerja 39.281 pada tahun 2010 meningkat 1,35 persen disbanding tahun
2009. Industri barang dari kayu dan sejenisnya sebagai sub sector yang
paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 20.419 pekerja.
Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil/Kerajinan Rumah Tangga Menurut Subsektor Industri
No. Sektor Usaha 2007 2008 2009 2010
1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
4.929 5.004 5.019 5.042
2. Tekstil, Pakaian Jadi dan Barang dari Kulit 680 680 680 680
3. Industri Barang dari Kayu dan sejenisnya
20.259 20.259 20.279 20.419
4. Industri Kertas dan Barang cetakan 78 78 78 78
5. Industri Kimia dan Barang dari Karet/Plasti
52 52 52 57
6. Industri Semen dan Barang Galian bukan Logam
8.453 8.453 8.453 8.468
7. Logam Dasar Besi dan Baja 722 722 722 722
8. Industri Barang dari Logam, Mesin dan alat angkut
- - - -
9. Industri Pengolahan lainnya 2.764 3.164 3.465 3.815 Jumlah Total 37.937 38.412 38.748 39.281
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka Tahun 2011 Dari 894.675 orang penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun
2010, jumlah penduduk yang masuk dalam Angkatan Kerja atau dari
kelompok umur produktif (20-60 tahun) adalah sebesar 456.678. Angka
ini lebih besar daripada jumlah Angkatan Kerja pada tahun 2009 yaitu
sebesar 455.957 orang.
Dari penduduk Angkatan Kerja sebanyak 456.678 orang pada
tahun 2010 ini, yang tertampung dalam suatu bidang pekerjaan atau
yang produktif adalah 428.761 orang (93,8%). Jumlah penduduk
produktif tahun ini meningkat daripada tahun sebelumnya hal ini
menunjukkan adanya pengurangan angka pengangguran meskipun
jumlah angkatan kerja terus bertambah. Dan hal ini merupakan iklim
yang baik bagi kehidupan sosial-ekonomi di kabupaten ini.
Gambar 4.10 Perkembangan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
6. Struktur Usia Penduduk
Struktur Usia penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 dan
2011 secara umum cenderung meningkat prosentasenya pada usia 1
sampai 40 tahun dan cenderung menurun prosentasenya pada usia di
atas 40 tahun. Hal ini menunjukkan Kabupaten Ngawi termasuk
kategori Angkatan Penduduk Muda. Dengan adanya fakta bahwa
penduduk di kabupaten ini lebih banyak pada usia produktif maka,
kegiatan ekonomi dan pembangunan di kabupaten ini diharapkan dapat
bergerak lebih dinamis, dengan ditunjang adanya program-program
pembangunan yang ada di kabupaten ini.
Gambar 4.11 Penduduk Menurut Kelompok Umur Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2010, 2011
7. Pendapatan Per Kapita Daerah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah alat untuk
mengukur laju perekonomian suatu daerah sebagai indikator tingkat
2009 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
keberhasilan pembangunan daerah tersebut dengan menghitung semua
jenis produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut dalam
kurun waktu tertentu (biasanya 1 tahun). PDRB juga dapat sebagai alat
ukur tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. PDRB per kapita
merupakan nilai rata-rata dari pembagian antara PDRB dengan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun. Perkembangan PDRB dari tahun ke
tahun berdasarkan harga konstan merupakan indikator pertumbuhan
ekonomi suatu daerah.
Angka PDBRB Ngawi atas dasar harga berlaku tahun 2009
mencapai 6.444 milyar rupiah naik sekitar 11,69% dari tahun 2008 yang
mencapai 5.770 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga
konstan (2000) mencapai 2.942 milyar, naik sekitar 5,65% dari tahun
sebelumnya yang mencapai 2.785 milyar rupiah.
Sampai dengan tahun 2009 perekonomian Kabupaten Ngawi
masih didominasi sektor pertanian. Sumbangan sektor ini terhadap total
PDRB sampai dengan 2009 sekitar 36,91%. Tidaklah aneh bila sektor
ini menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Ngawi. Namun demikian
sumbangan sektor ini dari tahun ke tahun terus menunjukkan penurunan
walaupun sebenarnya secara produksi mengalami pertumbuhan. Sektor
lainnya yang memberi sumbangan cukup besar terhadap perekonomian
Kabupaten Ngawi adalah sektor perdagangan. Dalam kurun waktu 5
tahun terakhir sumbangan sektor ini selalu di atas 25 persen dari total
PDRB yaitu sebesar 28,05%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 4.12 Distribusi Prosentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 4.4 PDRB menurut Lapangan Usaha (2005-2009) (milyar rupiah)
No Lapangan Usaha Harga 2005 2006 2007 2008*) 2009**)
1 Pertanian Berlaku 1.422.944,9 1.629.981,8 1.843.370,5 2.129.128,28 2.378.578,04
Konstan 905.474,59 941.025,88 985.007,46 1.039.356,65 1.092.374,15
2 Pertambangan dan Penggalian
Berlaku 20.444,39 23.924,26 27.821,13 31.159,67 34.743,03
Konstan 13.864,37 14.403,57 15.442,31 16.286,80 16.983,88
3 Industri Pengolahan
Berlaku 243.982,92 275.496,96 306.568,98 354.275,13 399.597,31
Konstan 149.370,19 155.405,22 162.859,61 173.860,51 184.792,71
4 Listrik, gas dan air bersih
Berlaku 27.322,24 31.946,84 36.199,99 44.111,18 53.443,97
Konstan 13.032,72 13.730,36 14.673,00 16.013,48 17.819,46
5 Bangunan Berlaku 172.033,04 202.821,88 243.130,70 276.908,89 304.976,38
Konstan 104.902,34 110.420,20 116.758,32 120.634,70 127.066,94
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran
Berlaku 1.049.123,88 1.241.254,87 1.412.591,98 1.610.680,64 1.807.677,16
Konstan 651.328,99 697.427,05 745,925,20 793.681,83 848.170,35
7 Angkutan dan Komunikasi
Berlaku 146.204,02 181.477,29 205.072,67 233.711,75 259.515,53
Konstan 82.364,00 87.412,59 92.497,17 98.137,08 104,975,22
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahan
Berlaku 188.861,99 218.291,53 243.939,08 273.336,32 302.413,64
Konstan 129.690,39 137.199,62 142.016,95 148.281,52 154.159,75
9 Jasa-jasa Berlaku 150.671,16 170.865,69 189.248,26 211.831,58 236.984,91
Konstan 98.804,34 103.749,61 109.328,00 116.516,30 124.737,33
Jumlah Berlaku 3.831.351,83 3.831.351,83 5.031.428,99 5.770.273,06 6.444.782,83
Konstan 2.385.681,99 2.510.075,52 2.639.717,89 2.785.335,43 2.942.602,51
Catatan: *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara Sumber: BPS Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi dalam Angka 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Menurut perhitungan atas dasar harga berlaku, pendapatan
regional per kapita penduduk Kabupaten Ngawi tahun 2009 sebesar Rp.
7.033.529,80 meningkat sekitar 11,07% dari tahun 2008 yang hanya
mencapai Rp. 6.332.350,61. Dapat diartikan penghasilan penduduk
Ngawi tahun 2009 sebesar Rp. 586.127,48. Sedangkan pendapatan
regional per kapita atas dasar harga konstan (2000) mencapai Rp.
3.211.416,58 meningkat sekitar 5,06% dari tahun 2008 yang mencapai
Rp. 3.056.652,66.
Kenaikan ini merupakan gambaran dari laju pertumbuhan
ekonomi kabupaten. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi
sebagai berikut: dari 5,1% pada tahun 2007, naik menjadi 5,50% pada
tahun 2008, dan 5,60% pada tahun 2009.
Gambar 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi
1. Kondisi Umum Bappeda Kabupaten Ngawi
Visi dan Misi Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten
Ngawi sebagaimana dituangkan dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Tahun 2006-2010 sebagai berikut :
Visi :
”Terwujudnya institusi perencanaan pembangunan yang akuntabel,
partisipatif dan strategis”
Misi :
a. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan
b. Menjalankan sistem perencanaan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Meningkatkan kualitas sumber daya perencana
d. Melaksanakan tugas pokok dan fungsi instirusi secara optimal.
Bappeda Kabupaten Ngawi yang terbentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, juncto Peraturan
Bupati Ngawi Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan
Kewenangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Kedudukan, tugas dan fungsi Bappeda Kabupaten Ngawi
diuraikan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Kedudukan Bappeda Kabupaten Ngawi adalah sebagai unsur
perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh
seorang Kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Sedangkan tugas dari
Bappeda Kabupaten Ngawi adalah melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan
daerah.
Adapun fungsi dari Bappeda Kabupaten Ngawi adalah
perumusan kebijakan teknis daerah yang meliputi :
a. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan
b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
2. Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi
Susunan organisasi Bappeda terdiri dari :
a. Kepala
b. Sekretariat
c. Bidang Ekonomi
d. Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan
e. Bidang Prasarana Wilayah
f. Bidang Pengendalian dan Evaluasi
g. Kelompok Jabatan Fungsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Untuk lebih jelasnya struktur organisasi badan perencanaan
pembangunan daerah kabupaten ngawi dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Gambar 4.14 Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris, sedangkan bidang
dipimpin oleh Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya
bertanggungjawab langsung kepada Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah. Uraian tugas dari masing-masing struktur adalah
sebagai berikut :
a. Sekretaris, mempunyai tugas melaksanakan urusan perencanaan,
keuangan dan umum serta tugas-tugas lain yang diberikan oleh
kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Bidang ekonomi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di bidang pertanian,
industri dan pariwisata, perdagangan, koperasi, pengusaha kecil dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
menengah dan pengembangan dunia usaha serta tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.
c. Bidang pemerintahan dan Kemasyarakatan mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan
Daerah di bidang pemerintahan dan aparatur, kesejahteraan rakyat,
pendidikan, kesehatan, kebudayaan, mental spiritual,
kependudukan dan tenaga kerja serta tugas- tugas lain yang
diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.
d. Bidang prasarana wilayan mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di
bidang prasarana sumber daya air, perhubungan dan
telekomunikasi, tata ruang dan pengembangan wilayah, sumber
daya alam, lingkungan hidup, pertambangan dan energi serta tugas-
tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang
tugasnya.
e. Bidang pengendalian dan evaluasi mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di
bidang pengendalian dan evaluasi pembangunan bidang ekonomi,
pemerintahan, kemasyarakatan serta prasarana wilayah serta tugas-
tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang
tugasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
3. Renstra dan Prioritas Program Renstra Bappeda
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dokumen Perencanaan
Pembangunan Daerah yang harus disusun oleh Bappeda Kabupaten
Ngawi adalah:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang
memiliki jangka waktu perencanaan 20 tahun dan ditetapkan
dengan Perda.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang
memiliki jangka waktu perencanan 5 tahun dan ditetapkan dengan
Perda.
c. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), yang memiliki jangka waktu
perencanaan 1 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Berkaitan dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah
tersebut di atas, disusun dokumen perencanaan pembangunan sebagai
berikut :
a. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)
yang memiliki jangka waktu perencanaan 5 tahun sebagai
penjabaran dari RPJMD.
b. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang
memiliki jangka waktu perencanaan 1 tahun sebagai penjabaran
dari Renstra SKPD dan RKPD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
C. Analisis Data dan Pembahasan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perencanaan
anggaran berdasarkan kebijakan umum APBD (KUA) dan Prioritas dan
Plafon Anggaran (PPA) tahun 2010, dan data Daftar Pelaksanaan Anggaran
(DPA) pada masing-masing kegiatan di Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Adapun pengolahan data
menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) dengan metode regresi linier
sederhana.
1. Belanja Rata-rata
Untuk menghitung belanja rata-rata terlebih dahulu di hitung
belanja total melalui model regresi sederhana. Dalam pelaksanaan
kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-
masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) diperoleh dengan
menggunakan data berdasarkan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) tahun 2010 adalah berikut:
Tabel 4.5 Anggaran KUA-PPA
No Program Kegiatan Anggaran (Rupiah)
1 Kerjasama Pembangunan Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah
70,000,000
2 Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi
50,000,000
3 Perencanaan Sosial Budaya Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya
50,000,000
4 Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Alam
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah
40,000,000
5 Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan
Koordinasi Penanganan Kemiskinan
140,000,000
Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Adapun perincian objek belanja berdasarkan kegiatan yang
dilakukan pada masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Perincian Anggaran Program Kerjasama Pembangunan antar Wilayah Tahun 2010
No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)
1 Hr. PNS 13,500,000.00
2 Hr. Non PNS 600,000.00 3 Uang Lembur PNS 3,616,000.00 4 Belanja ATK 1,264,850.00 5 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos
Lainnya 900,000.00
6 Belanja Penggandaan 1,971,650.00 7 Belanja Sewa - 8 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 10,125,000.00 9 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 3,832,500.00 10 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 34,190,000.00 11 Belanja Modal
JUMLAH 70,000,000.00 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Tabel 4.7 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Tahun 2010
No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)
1 Hr. PNS 3,150,000.00 2 Uang Lembur PNS 676,000.00 3 Belanja ATK 1,677,500.00 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 900,000.00 5 Belanja Penggandaan 5,671,500.00 6 Belanja Sewa 1,650,000.00 7 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 22,860,000.00 8 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 4,015,000.00 9 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 9,400,000.00
JUMLAH 50,000,000.00 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tabel 4.8 Perincian Anggaran Program Perencanaan Sosial Budaya Tahun 2010
No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)
1 Hr. PNS 8,100,000.00 2 Uang Lembur PNS 3,616,000.00 3 Belanja ATK 417,600.00 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 660,000.00 5 Belanja Penggandaan 1,451,400.00 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 9,375,000.00 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 5,780,000.00 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 20,600,000.00
JUMLAH 50,000,000.00 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Tabel 4.9 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010
No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)
1 Hr. PNS 5,800,000 2 Uang Lembur PNS 9,324,000 3 Belanja ATK 2,163,500 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 450,000 5 Belanja Penggandaan 900,000 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 2,812,500 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 3,800,000 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 4,750,000 9 Belanja Modal 10,000,000
JUMLAH 40,000,000 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Tabel 4.10 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010
No Objek Anggaran Belanja Anggaran (Rupiah)
1 Hr. PNS 65,050,000 2 Uang Lembur PNS 4,068,000 3 Belanja ATK 1,624,100 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 870,000 5 Belanja Penggandaan 4,970,400 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 13,612,500 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 11,430,000 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 38,375,000
JUMLAH 140,000,000 Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Dari data sekunder objek belanja masing-masing DPA-SKPD
Bappeda Kabupaten Ngawi dapat dikelompokan dalam satu Kelompok
ASB forum komunikasi atau koordinasi sebagai berikut :
Tabel 4.11 Perincian Anggaran Kelompok ASB forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Tahun 2010
No Objek
Anggaran Belanja
Koordinasi Kerjasama
Pembangunan antar Wilayah
Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Ekonomi
Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Sosial
Budaya
Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang
Prasarana Wilayah
Koordinasi Penanganan Kemiskinan
Jumlah
1
Hr. PNS
13,500,000.00
3,150,000.00
8,100,000.00
5,800,000
65,050,000 95,600,000.00
2
Hr. Non PNS
600,000
-
-
600,000.00 3
Uang Lembur PNS
3,616,000.00
676,000.00
3,616,000.00
9,324,000
4,068,000 21,300,000.00
4 Belanja ATK
1,264,850.00
1,677,500.00
417,600.00
2,163,500
1,624,100 7,147,550.00
5 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya
900,000.00
900,000.00
660,000.00
450,000
870,000 3,780,000.00
6
Belanja Penggandaan
1,971,650.00
5,671,500.00
1,451,400.00
900,000
4,970,400 14,964,950.00
7 Belanja Sewa
-
1,650,000.00
- 1,650,000.00
8
Belanja Makanan dan Minuman Rapat
10,125,000.00
22,860,000.00
9,375,000.00
2,812,500
13,612,500 58,785,000.00
9 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah
3,832,500.00
4,015,000.00
5,780,000.00
3,800,000
11,430,000 28,857,500.00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Lanjutan Tabel 4.11
10 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah
34,190,000.00
9,400,000.00
20,600,000.00
4,750,000
38,375,000 107.315.000,00
11
Belanja Modal
10,000,000 10,000,000.00
JUMLAH
70,000,000.00
50,000,000.00
50,000,000.00
40,000,000
140,000,000 350.000.000,00
Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Pengolahan data dengan analisis standar belanja (ASB)
dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu output dan cost drivernya.
Pada penelitian ini yang yang menjadi output dari kegiatan koordinasi
adalah Orang Kali (OK), sedangkan yang menjadi cost driver dari
kegiatan koordinasi adalah jumlah peserta dan frekwensi koordinasi,
seperti yang dijelaskan pada tabel 4.12 berikut ini :
Tabel. 4.12 Cost Driver dan Output kegiatan Koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010
No Kegiatan Anggaran Cost Driver Output
Jumlah Peserta
Frekuensi Koordinasi OK
1 Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah
70,000,000 30 10 300
2 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi
50,000,000 20 11 220
3 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya
50,000,000 15 12 180
4 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah
40,000,000 15 10 150
5 Koordinasi Penanganan Kemiskinan
140,000,000 40 16 640
JUMLAH 350,000,000 120 59 1,490
Catatan. (OK) : Orang Kali
Analisis Standar Belanja (ASB) pada penelitian ini menggunakan
metode regresi linier sederhana. Untuk membuat persamaan regresi linier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
sederhana maka digunakan perhitungan seperti pada tabel 4.13 berikut
ini:
Tabel. 4.13 Pehitungan persamaan regresi sederhana (Model ASB)
No Anggaran (Y) Output (X) XY X2
1 70,000,000 300 21,000,000,000 90,000 2 50,000,000 220 11,000,000,000 48,400 3 50,000,000 180 9,000,000,000 32,400 4 40,000,000 150 6,000,000,000 22,500 5 140,000,000 640 89,600,000,000 409,600
Jumlah 350,000,000 1,490 136,600,000,000 602,900 Sumber : Data diolah
2985
1490n
XX === å
70.000.0005
0350.000.00n
YY === å
Kemudian ditentukan nilai a dan b sebagai berikut :
åå
-
-=
22 XnX
XYnXYb =
)88.804(5900.602)000.000.70x298(5-0350.000.00
-
b = 203.298,09158.880
.00032.300.000=
a = )298(09,298.203000.000.07XbY -=- = 9.417.170,19
Sehingga persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X
Atau dengan kata lain, Belanja total kegiatan fórum komunikasi
atau koordinasi pada badan perencanaan pembangunan Kabupaten
Ngawi adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Belanja Total = 9.417.170,19 + 203.298,09 x (jumlah peserta) x
(frekuensi koordinasi)
Dari persamaan regresi línear tersebut, besarnya belanja rata-rata untuk
ASB forum komunikasi atau koordinasi dapat dihitung sebagai berikut :
Y = 9.417.170,19 + 203.298,09X
= 9.417.170,19 + 203.298,09 x (298)
= 70.000.000
2. Penghitungan Nilai Minimum dan Maksimum Belanja
Untuk mengetahui pelaksanaan pengangaran keuangan daerah
yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Ngawi masih dalam taraf wajar atau tidak, maka perlu
ditentukan nilai minimum dan maksimum total anggaran. Adapun untuk
batas minimum dan maksimum total anggaran, terlebih dahulu dicari
nilai kekeliruan baku tafsiran dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
2n
)YY(S
2
e -
-= å
Untuk mempermudah perhitungan mencari nilai kekeliruan baku
tafsiran tersebut digunakan perhitungan seperti pada tabel 4.14 sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Tabel. 4.14 Perhitungan Kekeliruan Baku Tafsiran
No X Y Y = 9.417.170,19
+ 203.298,09X e = Y - Y ∑(Y-Y)2
1 300 70,000,000 70,406,596 406,596 165,320,448,071
2 220 50,000,000 54,142,749 4,142,749 17,162,371,304,570
3 180 50,000,000 46,010,826 (3,989,174) 15,913,510,953,817
4 150 40,000,000 39,911,883 (88,117) 7,764,573,566
5 640 140,000,000 139,527,946 (472,054) 222,835,338,305
JUMLAH 33,471,802,618,328
Sumber : Data diolah model ASB
Dari tabel di atas, maka diperoleh :
Se = 2-5
.618.32833.471.802 = 3.340.249,62
Setelah diperoleh kekeliruan baku taksiran, selanjutnya dapat
dihitung besarnya belanja minimum dan belanja maksimum dengan
menggunakan model ASB sebagai berikut
Belanja miminum = ep S.tY -
Berdasarkan tabel t, maka diperoleh nilai tp = 3,182.
Belanja minimum = 70.000.000 - (3,182)( 3.340.249,62)
= 70.000.000 - 10.628.674,30
= 59.371.325,70
Belanja maksimum = ep S.tY +
= 70.000.000 + (3,182)( 3.340.249,62)
= 70.000.000 + 10.628.674,30
= 80.628.674,30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
3. Penghitungan Prosentase Alokasi Belanja
Setelah belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja
maksimum dihitung, lalu dihitung prosentase alokasi belanja kepada
masing-masing objek belanja (aktivitas) pada satu kelompok ASB, baik
alokasi belanja rata-rata, alokasi belanja minimum dan alokasi belanja
maksimum.
Menghitung alokasi belanja rata-rata kepada masing-masing
objek belanja dapat dilakukan dengan cara membagi total belanja
masing-masing objek dengan total anggaran kegiatan lalu dikalikan
100%, sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.15 Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata
Objek Belanja Perhitungan Alokasi %
Hr. PNS 95.600.000/350.000.000 X 100% 27,31%
Hr. Non PNS 600.000/350.000.000 X 100% 0,17%
Uang Lembur PNS 21.300.000/350.000.000 X 100% 6,09%
Belanja ATK 7.147.550/350.000.000 X 100% 2,04% Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya
3.780.000/350.000.000 X 100% 1,08%
Belanja Penggandaan 14.964.950/350.000.000 X 100% 4,28%
Belanja Sewa 1.650.000/350.000.000 X 100% 0,47%
Belanja Makanan dan Minuman Rapat 58.785.000/350.000.000 X 100% 16,80% Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah
28.857.500/350.000.000 X 100% 8,25%
Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 107.315.000/350.000.000 X 100%
30,66%
Belanja Dokumentasi 10.000.000/350.000.000 X 100% 2,86%
Sumber : Data diolah ASB
Menghitung prosentase alokasi belanja minimum kepada masing-
masing objek belanja dilakukan dengan cara : mencari terlebih dahulu
selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja minimum, hasilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya
prosentase alokasi belanja minumum adalah = % belanja rata-rata - %
alokasi selisih masing-masing objek belanja, sebagai berikut :
Selisih Prosentase = (70.000.000 - 59.371.325,70) = 10.628.674,30
= 10.628.674,30/70.000.000 *100% = 15,18%
Tabel 4.16 Prosentase Alokasi Belanja Minimum
Objek Belanja Selisih % Alokasi Belanja Minimum
% Alokasi Belanja minimum
Hr. PNS 4,15% 23,17%
Hr. Non PNS 0,03% 0,15%
Uang Lembur PNS 0,92% 5,16%
Belanja ATK 0,31% 1,73% Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya
0,16% 0,92%
Belanja Penggandaan 0,65% 3,63%
Belanja Sewa 0,07% 0,40% Belanja Makanan dan Minuman Rapat
2,55% 14,25%
Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah
1,25% 6,99%
Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah
4,65% 26,01%
Belanja Dokumentasi 0,43% 2,42% Sumber : Data diolah ASB
Menghitung prosentase alokasi belanja maksimum dilakukan
dengan cara mencari terlebih dahulu selisih prosentase belanja rata-rata
dengan belanja maksimum, hasilnya dialokasikan kepada masing-masing
objek belanja, lalu besarnya prosentase alokasi belanja maksimum =
% belanja rata-rata + % alokasi selisih masing-masing objek belanja,
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Selisih Prosentase = (80.628.674,30 – 70.000.000) = 10.628.674,30
= 10.628.674,30/70.000.000 *100% = 15,18%
Tabel 4.17 Prosentase Alokasi Belanja Maksimum
Objek Belanja Selisih % Alokasi
Belanja Maksimum % Alokasi Belanja
Maksimum Hr. PNS 4,15% 31,46% Hr. Non PNS 0,03% 0,20% Uang Lembur PNS 0,92% 7,01% Belanja ATK 0,31% 2,35% Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya 0,16% 1,24% Belanja Penggandaan 0,65% 4,92% Belanja Sewa 0,07% 0,54% Belanja Makanan dan Minuman Rapat 2,55% 19,35% Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 1,25% 9,50% Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 4,65% 35,32% Belanja Dokumentasi 0,43% 3,29%
Sumber : Data diolah ASB
Forum komunikasi atau koordinasi merupakan kegiatan untuk
menyelenggarakan komunikasi atau koordinasi dengan lembaga atau
instansi lain yang terkait dengan maksud dan tujuan tertentu. Hasil dari
kegiatan ini berupa kesepakatan dan pemahaman tentang masalah yang
ingin dipecahkan dan tercapainya tujuan yang diharapkan.
Satuan pengendali biaya (cost driver) adalah jumlah peserta
lembaga yang dicakup dalam forum komunikasi atau koordinasi serta
frekuensi koordinasi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Analisis
Standar Belanja maka dapat dirangkum anggaran belanja untuk masing-
masing kegiatan adalah seperti pada tabel berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tabel 4.18 Prosentase Batas Belanja
No Objek Belanja Rata-rata Batas
Belanja Minimum
Batas Belanja
Maksimum 1 Hr. PNS 27,31% 23,17% 31,46% 2 Hr. Non PNS 0,17% 0,15% 0,20% 3 Uang Lembur PNS 6,09% 5,16% 7,01% 4 Belanja ATK 2,04% 1,73% 2,35% 5 Blj. Perangko, Materai
dan Benda Pos Lainnya 1,08% 0,92% 1,24%
6 Belanja Penggandaan 4,28% 3,63% 4,92% 7 Belanja Sewa 0,47% 0,40% 0,54% 8 Belanja Makanan dan
Minuman Rapat 16,80% 14,25% 19,35% 9 Belanja Perjalanan
Dinas Dalam Daerah 8,25% 6,99%
9,50% 10 Belanja Perjalanan
Dinas Luar Daerah 30,66% 26,01% 35,32%
11 Belanja Dokumentasi 2,86% 2,42% 3,29% JUMLAH 100,00% 84,83% 115,18%
Sumber : Data diolah ASB
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan
Menggunakan Model ASB
Untuk menggambarkan lebih lanjut penggunaan model Analisis
Standar Belanja (ASB) yang telah dibuat dalam mengevaluasi kewajaran
nilai belanja suatu kegiatan. Berikut ini dihitung besarnya belanja
berdasarkan model Analisis Standar Belanja (ASB), baik secara rata-rata,
mínimum, maupun maksimum dari ASB kegiatan Forum Komunikasi
atau Koordinasi yang ada pada Bappeda Kabupaten Ngawi tahun
anggaran 2010 sebagai berikut :
Belanja rata-rata = 70.000.000,00
Belanja Minimum = 59.371.325,70
Belanja Maksimum = 80.628.674,30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Tabel 4.19 Tabel Klasifikasi Kewajaran Belanja
Kegiatan Anggaran (Rupiah)
Batas Minimum
Belanja Berdasarkan
ASB (Rupiah)
Batas Minimum Belanja
Berdasarkan ASB
(Rupiah)
Keterangan
Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah
70,000,000 59,371,325,70 80.628.674,30 Wajar
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi
50,000,000 59,371,325,70 80.628.674,30 Underfinance
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya
50,000,000 59.371.325,70 80.628.674,30 Underfinance
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah
40,000,000 59.371.325,70 80.628.674,30 Underfinance
Koordinasi Penanganan Kemiskinan
140,000,000 59.371.325,70 80.628.674,30 Overfinance
Sumber : Arsip Bappeda Ngawi.
Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat diketahui hanya ada satu
kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan penganggaran keuangannya
wajar yaitu Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah.
Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan
penganggaran keuangannya underfinance karena berada di bawah nilai
minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Bidang Prasarana Wilayah karena nilainya dibawah belanja minimum
yaitu sebesar Rp. 59.371.325,70. Kegiatan yang overfinance adalah
Koordinasi Penanganan Kemiskinan, karena nilainya lebih dari belanja
maksimum yaitu sebesar Rp. 80.628.674,30.
D. Pembahasan
1. Belanja Rata-rata
Pendekatan menggunakan analisis regresi dengan membuat model
belanja anggaran merupakan pendekatan yang cukup praktis, analisis
regresi merupakan alat analisis yang dapat dipertanggungjawabkan
secara matematis dan biasa digunakan untuk peramalan, karena tujuan
menggunakan analisis regresi dalam penyusunan ASB adalah
menentukan kewajaran dari nilai belanja dibandingkan dengan beban
kerja dari suatu kegiatan.
Banyak yang mengkhawatirkan, model ASB yang diubat dari
anggaran kegiatan yang kewajaran belanjanya masih dipertanyakan,
apakah akan menghasilkan model ASB yang wajar? Hal ini dapat
dihilangkan dengan cara mengeliminasi kegiatan-kegiaran yang anggaran
belanjanya tidak wajar, dalam arti tidak diikut sertakan dalam analisis
regresi, sehingga tidak merusak model ASB yang dibuat.
Belanja total merupakan penjumlahan dari belanja tetap dan
belanja variabel pada suatu target kinerja tertentu. Belanja rata-rata
adalah belanja total dengan memperhitungkan target kinerja. Belanja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
rata-rata dapat dihitung dengan mencari terlebih dahulu belanja total
melalui persamaan model regresi sederhana dalam pelaksanaan kegiatan
forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-
masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut
Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X
Atau dengan kata lain, belanja total ASB kegiatan koordinasi
pada badan perencanaan pembangunan Kabupaten Ngawi adalah :
Belanja total = 9.417.170,19 + 203.298,09 x (jumlah peserta) x
(frekuensi koordinasi)
Dari persamaan belanja total melalui regresi linier tersebut
kemudian dapat digunakan untuk mencari belanja rata-rata untuk forum
komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi sebagai berikut:
Belanja rata-rata = 9.417.170,19 + 203.298,09X
Dimana cost driver (X) yang digunakan dalam belanja rata-rata adalah
cost driver rata-rata dari ASB forum komunikasi atau koordinasi. Dari
persamaan belanja rata-rata tersebut menunjukan belanja rata-rata untuk
ASB forum komunikasi atau koordinasi yaitu sebesar 70.000.000,00.
Besarnya belanja rata-rata ini karena adanya target kinerja rata-rata (cost
driver) rata-rata yaitu sebesar 298 orang kali.
2. Nilai Minimum dan Maksimum Belanja
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan nilai minimum dan
maksimum belanja kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran
2010 dari model regresi untuk masing-masing kelompok Analisis
Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut :
Belanja minimum = Rp. 59.371.325,70
Belanja maksimum = Rp. 80.628.674,30
Dengan menggunakan acuan standar belanja minimum dan
maksimum hasil dari Analisis Standar Belanja (ASB) ini diharapkan
akan memberi masukan tentang tingkat kewajaran dari anggaran yang
diajukan SKPD, dan dapat dijadikan acuan untuk penentuan realisasi
anggaran keuangan. Kegiatan koordinasi di Bappeda Kabupaten Ngawi
pada tahun 2010 kurang maksimal pelaksanaannya, karena terbatasnya
anggaran yang disetujui dan dapat diserap oleh Bappeda.
3. Prosentase Alokasi Belanja
Berdasarkan tabel 4.18 dari hasil perhitungan Analisis Standar
Belanja (ASB) untuk kegiatan forum komunikasi dan koordinasi pada
Bappeda Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa prosentase belanja rata-
rata terbesar alokasi belanja sebesar 30,66%, untuk prosentase alokasi
belanja minimum terbesar 26,01%, sedangkan untuk prosentase alokasi
batas belanja maksimum tertinggi sebesar 35,32%, dari ketiga prosentase
alokasi belanja tersebut ketiganya terletak pada Belanja Perjalanan Dinas
Luar Daerah. Prosentase terendah pada kelompok ASB kegiatan forum
komunikasi atau koordinasi ini untuk alokasi belanja rata-rata yaitu
sebesar 0,17%, belanja minimum 0,15%, untuk belanja maksimum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
sebesar 0,20%, semuanya terletak pada objek belanja Honorarium Non
PNS. Hal ini terjadi disebabkan karena tidak semua kelompok kegiatan
di dalam ASB forum komunikasi atau koordinasi ada honorarium non
PNS nya (nara sumber atau tenaga ahli). Dari 5 (lima) kegiatan hanya
ada 1 (satu) kegiatan ada honorarium PNS nya yaitu pada kegiatan
Koordinasi Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, hal tersebut yang
membuat prosentase alokasi pada objek honorarium non PNS rendah.
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan
Menggunakan Model ASB
untuk mengetahui tingkat kewajaran dari nilai anggaran keuangan
pada kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangungan
Kabupaten Ngawi, dapat diketahui 40% pelaksanaan anggaran
keuangannya dalam kondisi underfinance, 20% wajar dan 40% lagi
overfinance. Kondisi ini kurang baik, karena kurangnya anggaran bisa
berdampak pada hasil koordinasi yang dilakukan menjadi tidak
maksimal. Hal ini terjadi karena pada tahun 2010 terjadi efisiensi
anggaran yang sangat signifikan, sehingga anggaran yang diajukan
SKPD banyak dipangkas. Pada kegiatan yang overfinance berarti terjadi
pemborosan anggaran keuangan untuk itu perlu dikaji penyebab
terjadinya kelebihan anggaran. Kegiatan yang overfinance adalah
koordinasi penanganan kemiskinan. Untuk itu dalam penetapan anggaran
keuangan selanjutnya dapat digunakan metode regresi model ASB ini
sebagai acuannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Penyusunan ASB untuk setiap kegiatan sebenarnya dapat
dilakukan dengan cara menghitung ulang besarnya beban kerja dan
biaya dari setiap kegiatan berdasarkan outputnya, sehingga bila ada
kegiatan yang sama antar SKPD dengan output yang sama dan cost
driver yang sama pula, seharusnya anggaran kegiatan yang memiliki
kesamaan tersebut harus sama besar (unsur keadilan). Namun hal hal ini
akan memerlukan waktu yang sangat lama.
Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat diketahui hanya ada satu
kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan penganggaran keuangannya
wajar yaitu Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah.
Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan
penganggaran keuangannya underfinance karena berada di bawah nilai
belanja minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi
Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada
bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hasil evaluasi penganggaran
keuangan daerah dengan Analisis Standar Belanja (ASB) pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun 2010 sebagai berikut :
1. Dalam kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Bappeda
Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010, terdapat lima kegiatan yaitu
Koordinasi Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi
Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Pembangunan Bidang Sosial Budaya, Koordinasi
Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah, Koordinasi
Penanganan Kemiskinan. Berdasarkan Analisis Standar Belanja (ASB)
dari kelima kegiatan tersebut didapatkan besarnya belanja rata-rata yaitu
sebesar Rp. 70.000.000,00 dengan target kinerja rata-rata (cost driver rata-
rata) 298 orang kali. Dimana cost driver untuk kegiatan forum komunikasi
atau koordinasi adalah hasil perkalian dari jumlah peserta dan jumlah
frekuensi koordinasi.
2. Berdasarkan perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) umtuk kegiatan
forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi tahun
99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
anggaran 2010 didapatkan besarnya nilai minimum dan maksimum belanja
dari model regresi sederhana sebagai berikut:
Belanja minimum sebesar Rp. 59.371.325,70
Belanja maksimum sebesar Rp. 80.628.674,30
3. Berdasarkan perhitungan prosentase alokasi kepada masing-masing objek
belanja (aktivitas) pada kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) forum
komunikasi atau koordinasi didapatkan prosentase batas minimum total
belanja sebesar 84,83% (dari anggaran total) dimana prosentase tertinggi
terdapat pada belanja perjalanan dinas luar daerah sebesar 26,01% dan
prosentase terendah terdapat objek belanja Honorarium non PNS sebesar
0,15%, sedangkan untuk prosentase alokasi belanja maksimum total
sebesar 115,18% (dari anggaran total) dimana untuk prosentase tertinggi
terletak pada objek belanja perjalanan dinas luar daerah 35,32% dan
terendah pada objek belanja Honorarium non PNS 0,20%.
4. Berdasarkan penilaian beban kewajaran dengan Analisis Standar Belanja
(ASB) dapat diketahui hanya ada satu kegiatan koordinasi di Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi yang nilai
pelaksanaan penganggaran keuangannya wajar yaitu Koordinasi
Kerjasama Pembangunan antar Wilayah. Selebihnya terdapat tiga kegiatan
koordinasi yang pelaksanaan penganggaran keuangannya underfinance
atau mengalami kekurangan pembiayaan karena berada di bawah belanja
minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan
Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang
Prasarana. Kegiatan yang overfinance atau kelebihan penganggaran adalah
Koordinasi Penanganan Kemiskinan.
B. Saran
Saran-saran yang bisa disampaikan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Ngawi sebagai berikut :
1. Setiap program kegiatan pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dapat disusun Analisis Standar Belanja (ASB). Hal ini
diperlukan untuk menghindari agar tidak terjadi overfinancing dan
underfinancing dalam penganggaran belanja, sehingga setiap rupiah yang
dibelanjakan betul-betul rasional dan proporsional dan pada akhirnya
dapat mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan
efektif.
2. Hasil-hasil dari perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) ini
menunjukkan bahwa selama tahun anggaran 2010 ternyata kegiatan
Koordinasi Penanganan Kemiskinan mengalami overfinancing. Salah satu
kemungkinan adanya overfinancing adalah karena identifikasi belanja-
belanja yang harus dikeluarkan belum optimal. Oleh karena itu, dimasa
mendatang diharapkan bahwa untuk kegiatan forum komunikasi atau
koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi lebih mengoptimalkan kembali perhitungan belanja-
belanja yang secara langsung terlibat dalam perhitungan standar belanja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
3. Karena terjadinya kelebihan anggaran, maka seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Ngawi untuk memperbanyak program kegiatan yang
bermanfaat bagi masyarakat. Kelebihan anggaran dapat juga
dimanfaatkan oleh Bappeda Kabupaten Ngawi untuk lebih memperluas
perencanaan pembangunan daerah dengan membuat dokumen-dokumen
perencanaan yang mendukung visi dari Bappeda Kabupaten Ngawi yaitu
“Terwujudnya institusi perencanaan yang akuntabel, partisipatif dan
stategis”