ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN...
Transcript of ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN...
i
ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL
DI KABUPATEN BOMBANA
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH:
ANDI NURASIAR RAHMAH
Stb. F1I1 12 006
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
ii
SKRIPSI
ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL
DI KABUPATEN BOMBANA Oleh:
Andi Nurasiar Rahmah
F1I1 12 006
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal 03 November 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Tim Penguji
Pembimbing I Pembimbng
II
Dr. Djafar Mey, S.P., M.Si Safrudin Sahar, S.T.,
M.Si
NIP. 197005042003121001 NIP.
Penguji I, Penguji II, Penguji III,
Irfan Ido, S.Pi., M.Si Jufri Karim, S.P.,M.Sc Saban Rahim, S.Si., M.P.W
NIP. 197502162005011003 NIP.198112012015041002 NIP.
Kendari, 03 November 2016
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Universitas Halu Oleo
Prof. Dr. Ir. Weka Widayati, M.S
NIP.196408051988032002
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang ada
sebelum kita ada, Tuhan yang ada setelah kita tiada dan Tuhan yang ada karna
memang ada, karena berkat limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Spasial Daerah tertinggal
Di Kabupaten Bombana” untuk memenuhi salahsatu syarat dalam memperoleh
gelar sarjana (Sl) pada Jurusan Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Universitas Halu Oleo Kendari.
Salawat dan salam tidak lupa kita kirimkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, Nabi yang telah membawa ajaran penyempurna dari ajaran-ajaran agama
sebelumnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik
dalam hal isi maupun teknik penulisan sehingga segala saran dan kritik yang
bersifat Konstruktif demi paripurnanya skripsi ini akan penulis terima dengan
lapang dada. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menghadapi rintangan
dan tantangan tetapi atas bantuan dan dorongan moril serta materil dari berbagai
pihak akhirnya hambatan tersebut dapat teratasi. Teristimewa saya ucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Andi
Umar dan Ibunda Fatimah yang senantiasa memberikan restu, nasehat,
dukungan, kasih sayang, yang tiada henti. Selain itu, penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya,
yakni Bapak Dr. Djafar Mey, S.P., M.Si selaku pembimbing satu dan Bapak
iv
Safrudin Sahar, S.T., M.Si selaku pembimbing dua yang telah meluangkan
waktunya serta perhatiannya dalam memberikan bimbingan dalam penulisan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, MS selaku Rektor Universitas Halu Oleo
Kendari.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Weka Widayati, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo.
3. Bapak L.M. Iradat Salihin, S.Pd., ST., M.Sc selaku Ketua Program Studi
Gografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian.
4. Segenap dosen dan staf Jurusan Geografi yang telah membantu dan
memudahkan segala urusan penulis yang berkaitan dengan proses penelitian
sampai pada proses penyusunan skripsi. Terimakasih atas kemurahan hati ibu
dan bapak sekalian,
5. Kepada keluargaku Alfian Renaldi Askac, Hasna Dewi, Nur Intan darwis, Andi
Risqa Wahyuni Safitri dan Adik-adikku Andi Muhammad Mauliadi Rahmat
dan Andi Muhammad Yaqub Akbar.
6. Spesial teruntuk Agus Santoso, SE yang selalu sabar dan tidak pernah bosan
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis demi terselesaikannya
skripsi ini dengan baik.
7. Kakanda Suryadi, SP. Kakanda Muhammad Rusli Abadi, SH. kakanda
Muhammad Faisal, S.Pd. Kakanda Syamsu Rijal, SE. kakanda Ilham G, S.Pd
v
yang selalu memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun
materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2012 di Jurusan geografi (Minarsi
Fatmawati, Juhaida, Stevanus Hendriko, Ririn Pratiwi,Dll) yang selalu
memberikan dukungan dan semangat demi mencapai finis daripada pindidikan
Strata satu yang penulis jalani.
9. Kepada semua Teman-teman yang ada di lorong damai asrama Victoria yang
juga selalu memberikan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini
:Muhammad Aksar, Abdullah, Muhammad Ikbal, Hendra,Riska Marwan,
Risna, Satriani, Verawati, Aulia, Mega Indra Pratiwi.
Semoga Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat kepada semua pihak.
Semoga bantuan dan dukungan yang diberikan dari berbagai pihak dapat bernilai
Ibadah serta bernilai pahala disisi Allah SWT, Amin Ya Robbal A’alamin.
Kendari, November 2016
Penulis
vi
ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN BOMBANA
Andi Nurasiar Rahmah
(Program Studi Geografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas
Halu Oleo)
ABSTRAK
Kabupaten Bombana merupakan salah satu daerah tertinggal diantara tiga
kabupaten yang masuk dalam lingkup daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daerah-daerah tertinggal di
Kabupaten Bombana. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah
analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan dan memformulasikan
parameter dengan pendekatan konsep-konsep strategis sedangkan analisis
kuantitatif digunakan untuk menentukan perhitungan pengaruh antara faktor-
faktor internal dan eksternal Kabupaten Bombana dan untuk menentukan
kecamatan tertinggal di Kabupaten Bombana. Jenis data yang dikumpulkan terdiri
data sekunder tahun 2015 yang berjumlah 6 parameter 18 indiktor penentuan
daerah tertinggal, observasi melalui pengamatan terhadap objek, dan dokumentasi
berupa data-data sebagai literatur dan referensi. Hasil keseluruhan klasifikasi
daerah tertinggal di Kabupaten Bombana dari 18 indikator sehingga diperoleh
kecamatan berpotensi maju yaitu 6 kecamatan, kecamatan agak tertinggal terdapat
8 kecamatan, dan daerah tertinggal yaitu 8 kecamatan. Sedangkan berdasarkan
perhitungan analisis skalogram (Hirarki Wilayah) menunjukkan bahwa di
Kabupaten Bombana yang termasuk wilayah hirarki I hanya ada satu kecamatan,
yang termasuk hirarki II hanya ada satu kecamatan sedangkan 20 kecamatan
lainnya termasuk pada hirarki III.
Kata Kunci :Anslisis Spasial, Daerah Tertinggal, Parameter.
vii
ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN BOMBANA
Andi Nurasiar Rahmah
(Geography major, Faculty of science and geoscience technology, Halu Oleo
University)
ABSTRACK
Bombana is one of the underdeveloped areas of the three counties are included in
the scope of underdeveloped regions in Southeast Sulawesi. The purpose of this
study to determine the lagging regions in Bombana. The analytical tool used in
this research is analysis qualitative is used to describe and formulate parameters to
approach strategic concepts while quantitative analysis is used to determine the
calculation of the influence of internal factors and external Bombana and to
determine the districts left in Bombana. Types of data collected consisted of
secondary data in 2015 which amounted to 6 parameter 18 indiktor determination
disadvantaged areas, observation by observation of the object, and documentation
of data as literature and references. The overall result of the classification of
disadvantaged areas in Bombana of the 18 indicators in order to obtain potentially
developed districts, namely 6 districts, rather backward districts there are 8
districts and disadvantaged areas, namely 8 districts. While based on the
calculation schallogram analysis (Hierarchy Region) show that in Bombana which
belonged to the first hierarchy there is only one sub-district, which includes II
hierarchy there is only one sub-district, while 20 other districts included in the III
hierarchy’s.
Keywords: Spatial Anaslisis, Underdeveloped Regions, Parameters
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
A. Pembangunan Wilayah ................................................................... 8
B. Daerah Tertinggal ........................................................................... 14
C. Parameter Daerah Tertinggal .......................................................... 20
D. Sistem Informasi Geografis ............................................................ 22
E. Analisis Spasial .............................................................................. 23
F. Keaslian Penelitian ......................................................................... 27
G. Kerangka Pikir ............................................................................... 30
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 31
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... 31
B. Bahan dan Alat ............................................................................... 33
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 33
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .............................................. 34
E. Metode Pengolahan Data ................................................................ 35
F. Analisa Data ................................................................................... 37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 44
A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bombana ............................ 44
B. Analisis Spasial Daerah Tertinggal ........................................................ 58
C. Analisis Hirarki Wilayah ................................................................ 70
ix
V. PENUTUP ......................................................................................... 86
A. Kesimpulan ................................................................................... 86
B. Saran ............................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Keaslian Penelitian ....................................................................... 29
Tabel 2. Parameter Daerah Tertinggal ........................................................ 34
Tabel 3. Parameter yang di ukur daerah tertinggal ...................................... 36
Tabel 4. Nilai sealng Hirarki ...................................................................... 41
Tabel 5. Daftar Bobot 6 Kriteria dan 17 Indikator dalam Penghitungan
Indeks Komposit Kabupaten Daerah Tertinggal ............................ 42
Tabel 6. Wilayah Administrasi Kabupaten Bombana .................................. 46
Tabel 7 Kemiringan Lereng. ...................................................................... 47
Tabel 8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bombana ................ 51
Tabel 9. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bombana ....................... 52
Tabel 10. Jumlah Penduduk Miskin Di Kabupaten Bombana ....................... 53
Tabel 11. Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana............. 55
Tabel 12. Jumlah tempat peribadatan di Kabupaten Bombana ...................... 56
Tabel 13. Jumlah Pusat Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bombana ......... 57
Tabel 14. Pendapatan Perkapita Kabupaten Bombana. ................................. 58
Tabel 15. PDRB Perkapita ........................................................................... 59
Tabel 16. Hasil klasifikasi Daerah Tertinggal di Kabupaten Bombana .......... 73
Tabel 17. Jumlah Fasilitas Yang Terdapat Di Kabupaten Bombana .............. 76
Tabel 18. Analisis Skalogram Jumlah Fasilitas Yang Terdapat di
Kabupaten Bombana..................................................................... 79
Tabel 19. Analisis Perhitungan Bobot Fungsi di Kabupaten Bombana .......... 82
Tabel 20. Analisis Perhitungan Indeks sentralitas Terbobot di Kabupaten
Bombana ...................................................................................... 85
Tabel 21. Penentuan Orde di Kabupaten Bombana ....................................... 88
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Empat Pilar Pembangunan Wilayah ........................................... 9
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 30
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian ................................................................. 32
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 42
Gambar 6. Diagram Hasil Penghitungan Zscore ........................................... 62
Gambar 7. Diagram Hasil Penghitungan Indeks Kumulatif .......................... 64
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kemiringan Lereng
Lampiran 2. Peta Jenis Tanah
Lampiran 3. Peta sebaran wilayah Tertinggal di Kabupaten Bombana
Lampiran 4. Peta Kecamatan Hirarki I,II,III
Lampiran 5. Tabel Hasil Penghitungan Zscore
Lampiran 6. Tabel Hasil Penghitungan Indeks Komposit
Lampiran 7. Tabel Hasil Penghitungan Interval
Lampiran 8. Tabel Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Menurut Kecamatan Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015
Lampiran 9. Tabel Jumalah Penduduk Dan Rasio Jenis Kelamin Menurut
Kecamatan Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015
Lampiran 10. Tabel Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana
Lampiran 11. Tabel Sarana Kesehatan Di Kabupaten Bombana
Lampiran 12. Tabel Sarana Perdagangan di Kabupaten Bombana
Lampiran 13. Tabel Persentase Kecamatan dengan jenis permukaan jalan utama
terluas aspal/beton.
Lampiran 14. Tabel Jumlah Rumahtangga menurut pengguna sumber air
Lampiran 15. Tabel Persentase Rumahtangga Pengguna Listrik.
Lampiran 16. Tabel Aksesebilitas Yang Terdapat Di kabupaten Bombana
Lampiran 17. Tabel Persentase penduduk miskin
Lampiran 18. Tabel Persentase pendapatan perkapita perkapita
Lampiran 19. Tabel Sumber Daya Manusia di Kabupaten Bombana.
Lampiran 20. Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses untuk meningkatkan taraf kehidupan
manusia melalui berbagai proses dan interaksi baik antara manusia maupun antara
manusia dengan lingkungannya. Todaro (2000) menyatakan bahwa pembangunan
merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan proses sosial,
ekonomi dan institusional, mencakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan
yang lebih baik. Lebih luas sasaran pembangunan mencakup tiga hal penting,
yaitu: Meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok
seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan perlindungan; Meningkatkan
taraf hidup termasuk menambah penghasilan, penyediaan lapangan kerja,
pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai
budaya dan manusiawi; Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi
setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap kebodohan dan
ketergantungan.
Melaksanakan pembangunan, ada tiga tujuan yang harus dicapai oleh
pemerintah yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan. Ketiga tujuan
tersebut mempunyai saling keterkaitan yang erat yang menentukan keberhasilan
dari pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan lebih sering menjadi tujuan dalam
pembangunan seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama
ini. Hal ini berakibat buruk terhadap pengurasan berbagai sumberdaya yang ada
baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia ataupun sumberdaya sosial. Lebih
jauh lagi karena tujuan kedua, pemerataan, tidak menjadi prioritas selama ini
2
maka terjadi disparitas yang sangat tinggi antara pusat (Jakarta dan Jawa)
dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Bentuk-bentuk pengurasan
sumberdaya yang terjadi selama ini juga merupakan cerminan dari bentuk tujuan
pembangunan sesaat (jangka pendek) yang jelas mengabaikan keberlanjutan
Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas
adalah perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment),
perbedaan demografi, Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human
capital) perbedaan potensi lokasi, perbedaan dari aspek aksesibilitas dan
kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan perbedaan dari aspek potensi pasar.
Berbagai faktor diatas maka dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa macam
karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: wilayah maju,
wilayah sedang berkembang, wilayah belum berkembang;dan,wilayah tidak
berkembang.
Menurut Lembaga Pengelola Dana Pendidikan kementrian Keuangan
Republik Indonesia merilis bahwa Kabupaten Bombana masuk dalam daftar
daerah tertinggal dari tiga kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Menurut Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik
Indonesia (2004), secara agregat permasalahan yang dihadapi daerah tertinggal
adalah sebagai berikut : 1) Kualitas SDM di daerah tertinggal relatif lebih rendah
di bawah rata-rata nasional akibat terbatasnya akses masyarakat terhadap
pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja; 2) Tersebar dan terisolirnya wilayah-
wilayah tertinggal akibat keterpencilan dan kelangkaan sarana dan prasarana
wilayah; 3) Terbatasnya akses permodalan, pasar, informasi dan teknologi bagi
3
upaya pengembangan ekonomi lokal; 4) Terdapat gangguan keamanan dan
bencana yang menyebabkan kondisi daerah tidak kondusif untuk berkembang; 5)
Daerah perbatasan antar negara selama ini orientasi pembangunannya bukan; 6)
sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan lebih
menekankan aspek keamanan (security approach), sehingga terjadi kesenjangan
yang sangat lebar dengan daerah perbatasan Negara tetangga; 7) Komunitas Adat
Terpencil (KAT) memiliki akses yang sangat terbatas kepada pelayanan sosial,
ekonomi, dan politik serta terisolir dari wilayah di sekitarnya.
Menurut Wanggai (2004) persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kawasan
tertinggal antara lain: rendahnya kualitas ekonomi masyarakat, kesenjangan social
ekonomi antar penduduk, kesenjangan antar wilayah dan antar desa-kota,
rendahnya aksesibilitas wilayah, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, potensi
sumberdaya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal, isolasi wilayah,
rendahnya kehadiran investor , dan rendahnya keterkaitan antar sektor, antar
wilayah dan antar usaha ekonomi.
Kabupaten Bombana merupakan sebuah kabupaten di wilayah Sulawesi
Tenggara, Indonesia, dengan ibu kota Rumbia. Dibentuk berdasarkan UU Nomor
29 Tahun 2003 pada 18 disember 2003, dan merupakan hasil pemekaran
Kabupaten Buton. Jumlah penduduk pada tahun 2005 sebanyak 110.029 orang
tercatat laki-laki sebanyak 54.635 orang dan perempuan 55.394 orang. Luas
wilayah Kabupaten Bombana mempunyai wilayah daratan seluas 2,845.36 km²
atau 284.536 ha dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas 11,837.31 km².
Letak geografi Kabupaten Bombana terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi,
4
secara geografi terletak di bahagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari
Utara ke Selatan di antara antara 4°30' – 6°25' Lintang Selatan dan membentang
dari barat ke Timur antara 120°82' – 122°20' Bujur Timur. Batas wilayah,
Kabupaten Bombana berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kabupaten Kolaka dan
Kabupaten Konawe Selatan, Sebelah Timur : Kabupaten Muna dan Kabupaten
Buton, Sebelah Selatan : Laut Flores, Sebelah Barat : Teluk Bone.
Kriteria wilayah bisa dikatakan sebagai daerah tertinggal ada enam faktor,
yaitu faktor ekonomi, faktor sumberdaya manusia, faktor infrastruktur
(prasarana), faktor kapasitas wilayah, faktor aksesibilitas, dan faktor karakteristik
daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah
tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang
kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta
ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya
kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis
terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antar negara,daerah pulau-pulau
kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 telah
menetapkan daftar 183 Kabupaten yang masuk katagori daerah tertinggal di
Indonesia salah satunya adalah Kabupaten Bombana, ini dihadapkan kepada
berbagai masalah yang perlu segera ditangani secara serius, terencana, dan
berkelanjutan. Isu kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, tingginya angka
pengangguran, rendanya produktifitas, dan kualitas produksi, merupakan masalah-
5
masalah yang perlu memperoleh perhatian segera. Selain itu masih banyak lagi
permasalahan yang harus kita gali dan rinci dari kriteria daerah tertinggal.
Oleh karena itu, pembahasan dari kriteria wilayah daerah tertinggal,
permasalahan dan potensi daerah, identifiksi daerah, arahan pembangunan daerah
dan, program prioritas dari Kabupaten Bombana sangat perlu dilakukan.
Penyusunan profil dan karakteristik Kabupaten Bombana ini diperlukan data-data
yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah diakses dalam rangka mendukung
pelaksanaan pembangunan di daerah tertinggal sehingga memudahkan
kementerian PDT dan kementerian/lembaga dalam melakukan afirmasi dan
intervensi untuk percepatan pembangunan di daerah tertinggal.
Berdasarkan BPS Kabupaten Bombana 2014 total Pendapatan Domestik
Regional Bruto Daerah (harga konstan) diketahui bahwa total Pendapatan dari 9
sektor (pertanian, pertambangan, industry pengolahan, listrik dan air bersih,
bangunan, perdagangan hotel dan restoran, angkutan/komunikasi,
bank/keu/perum, jasa-jasa lainnya) yaitu sebesar 539.623 rupiah (juta)
dibandingkan salah satu daerah yang tidak menyandang kategori daerah tertinggal
yaitu Kabupaten Kolaka. Berdasarkan hasil BPS Kabupaten Kolaka total
pendapatan Domestik Regional Bruto Dearah (harga Konstan) tahun 2014 sebesar
8.601.461.19 rupiah (Milyar). Berdasrkan total pendapatan antara Kabupaten
Bombana dan Kabupaten Kolaka terlihat perbedaan yang sngat speifik, sehinnga
menjadi salah satu indikator menjadikan Bombana daerah tertinggal di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
6
B. Rumusan Masalah
Masalah ketimpangan dan kesenjangan antar daerah merupakan masalah pokok
dalam pencapaian pembangunan nasional. Oleh karena itu, kesadaran terhadap
perencanaan pembangunan daerah tertinggal harus menjadi bagian dari
perencanaan pembangunan yang terus berkembang. Konsep pembangunan daerah
tertinggal secara mendasar mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan
desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk
mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu
pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas.
Secara geografis Kabupaten Bombana merupakan daerah yang sangat strategis
dimana wilayah Kabupaten Bombana terdapat industri pertambangan yang
melimpah, peternakan sapi yang banyak, tambak yang luas serta tanah pertanian
yang subur. Namun jika dibandingkan dengan Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Bombana Jauh tertinggal dapat dilihat dari data BPS Kabupaten Bombana 2014
total pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah (harga konstan) diketahui
bahwa total pendapatan dari 9 sektor (pertanian, pertambangan, industry
pengolahan, listrik dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran,
angkutan/komunikasi, bank/keu/perum, jasa-jasa lainnya) yaitu sebesar 539.623
rupiah (juta) dibandingkan salah satu daerah yang tidak menyandang kategori
daerah tertinggal yaitu Kabupaten Kolaka. Berdasarkan hasil BPS Kabupaten
Kolaka total Pendapatan Domestik Regional Bruto Dearah (harga Konstan) tahun
2014 sebesar 8.601.461.19 rupiah (Milyar). Berdasrkan total pendapatan antara
Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka terlihat perbedaan yang sangat
7
spesifik, sehinga menjadi salah satu indikator yang menjadikan Bombana menjadi
daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mengidentifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana ?
2. Dimana saja sebaran daerah tertinggal yang berada di wilayah Kabupaten
Bombana?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengidentifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana.
2. Untuk mengetahui sebaran daerah tertinggal di wilayah Kabupaten Bombana.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis.
Sebagai bahan pembanding bagi peneliti sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini.
2. Manfaat Praktis.
Sebagai sumber pemikiran dan masukan kepada pemerintah setempat dalam
merumuskan kebijakan tentang daerah tertinggal.
8
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pembangunan Wilayah
Ilmu pembangunan wilayah merupakan ilmu yang relatif baru. Ilmu ini
dikembangkan pada awal dasawarsa 1950an, tetapi baru pada dasawarsa 1970an
ilmu ini berkembang dengan pesat. Ilmu ini muncul karena ketidakpuasan pakar
ilmu sosial ekonomi terhadap rendahnya tingkat perhatian dan analisis ekonomi
berdimensi spasial. Ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin
yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan yaitu geografi, ekonomi,
sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu
lingkungan, dan sebagainya. Hal ini dapat dimengerti karena pembangunan itu
sendiri merupakan fenomena multifaset yang memerlukan berbagai usaha
manusia dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sesuai dengan pandangan
pendiri ilmu wilayah, Walter Isard, bahwa pengetahuan pada berbagai ilmu adalah
menyatu dan saling berkaitan.
Menurut Misra (1977 dalam Budiharsono 2001), ilmu pembangunan
wilayah merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh empat pilar (tetraploid
diciplines) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota, dan teori lokasi. Pada
Gambar 1 disajikan skema ilmu pembangunan wilayah sebagai tetraploid
disciplines. Namun pendapat Misra mengenai ilmu pembangunan wilayah ini
terlalu sederhana karena tidak memasukkan aspek biogeofisik yang merupakan
dasar dari teori geografi dan teori lokasi serta aspek sosial budaya dan lingkungan
yang berperan dalam pembangunan wilayah tetapi belum ada keterwakilannya
dalam keempat disiplin ilmu tersebut. Oleh karena itu, ilmu pembangunan
9
wilayah setidaknya perlu ditopang oleh empat pilar analisis, seperti yang tampak
pada gambar 1 (Budiharsono 2001).
Gambar 1 Empat Pilar Pembangunan Wilayah
Umumnya dapat kita katakan bahwa secara internal kemandirian sebuah
kota/kabupaten akan sangat tergantung dari tiga faktor kunci yaitu permodalan,
infrastruktur dan sumberdaya manusia. Asumsi kita ialah bahwa bila pengelola
kota berhasil mengelola faktor-faktor internal tersebut di atas, maka mereka akan
dapat mengembangkan “kemandirian” kota tersebut. Sedangkan “kemandirian”
itu sendiri adalah persyaratan untuk terbentuknya kota yang mempunyai ciri lokal
yang kuat (Santoso 2003).
Mengenai yang pertama yaitu permodalan maka dapat dikatakan bahwa
pergerakan modal akan sedikit terpengaruh oleh otonomi daerah, yaitu hanya
terkait dengan proses perizinan yang mungkin bisa lebih lancar. Tapi bisa saja hal
ini menjadi bumerang, karena pejabat kota melihat ini sebagai kesempatan
meningkatkan PAD atau lahan basah untuk KKN dan bisa menjadi momok bagi
para calon investor.
Perencanaan
kota
Geografi
Ilmu
Pembangunan
Wilayah
Teori Lokasi
Ekonomi
10
Faktor kunci kedua adalah infrastruktur, di mana kita harus membagi
menjadi dua kelompok, yaitu yang masih dikelola secara sentral seperti listrik,
dan telepon, serta yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten
seperti jalan kota, saluran, air bersih, pengelolaan limbah dan sampah, dan
seterusnya. Yang terberat dari ketiga faktor kunci adalah faktor sumberdaya
manusia (SDM). Seperti kita tahu tingkat penghasilan masyarakat kita sangat
tergantung dari produktivitas kota/kabupaten. Kota/kabupaten dengan
“externalities” yang rendah akan meningkatkan kemampuan badan usaha untuk
membayar imbalan jasa yang lebih tinggi. Sebaliknya kota/kabupaten dengan
kondisi “high-cost economy” akan mendorong para pengusaha untuk menurunkan
penghasilan karyawannya dalam rangka menjaga kemampuannya berkompetisi
dengan pesaing mereka. Karena itu kota-kota yang mempunyai externalities tinggi
akan cenderung kehilangan SDM yang berkualitas karena mereka akan
beremigrasi ke luar kota. Walaupun tingkat penghasilan bukanlah satu-satunya
faktor yang mempengaruhi seseorang untuk meninggalkan sebuah kota, tetapi
statistik menunjukkan bahwa jumlah SDM berkualitas secara prosentual lebih
tinggi di kota-kota dengan tingkat kehidupan yang lebih baik (Santoso 2004).
Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah
suatu kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya,
dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah
kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa
yang mereka miliki guna meningkatkan kualitas hidupnya dan juga kualitas hidup
orang lain (Zen 2001).
11
Pembangunan pada hakikatnya adalah pemanfaatan sumberdaya yang
dimiliki untuk maksud dan tujuan tertentu. Ketersediaan sumberdaya sangat
terbatas sehingga diperlukan strategi pengelolaan yang tepat bagi pelestarian
lingkungan hidup agar kemampuan serasi dan seimbang untuk mendukung
keberlanjutan kehidupan manusia. Memajukan kesejahteraan generasi sekarang
melalui pembangunan berkelanjutan dilakukan berdasarkan kebijakan terpadu dan
menyeluruh tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang. Strategi
pengelolaan yang dimaksud yaitu upaya sadar, terencana, dan terpadu dalam
pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan
pengembangan sumberdaya secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup.
Kesadaran bahwa setiap kegiatan selalu berdampak terhadap lingkungan hidup
merupakan pemikiran awal yang penting untuk memaksa manusia berpikir lebih
lanjut mengenai apa dan bagaimana wujud dampak tersebut, sehingga sedini
mungkin dilakukan langkah penanggulangan dampak negatif dan
mengembangkan dampak positif. Penataan ruang merupakan satu proses
pembangunan yang perlu mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan. Dalam
menyusun suatu rencana tata ruang yang baik, nilai-nilai ekonomi, sosial, dan
lingkungan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan (BKTRN 2001).
Kenyataannya, seringkali pembangunan ini lebih banyak menekankan
pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan kurang memperhatikan aspek-aspek
spasial. Hal ini tercermin dari adanya berbagai kelemahan antara lain kesenjangan
antar wilayah dan kemiskinan. Kelemahan ini yang menjadi penyebab hambatan
terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, keuntungan dan
12
kerugian didalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non ekonomi menjadi
terdistorsi alirannya sehingga divergensi menjadi semakin parah. Akibatnya, hasil
pembangunan menjadi mudah didikotomikan antar wilayah, sektor, kelompok
masyarakat maupun pelaku ekonomi (Nugroho dan Dahuri 2004).
Sedangkan pengertian wilayah adalah suatu area geografis yang memiliki
ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan
berinteraksi (Nugroho dan Dahuri 2004). Definisi lain menyebutkan bahwa
wilayah adalah unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-
komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara
fungsional (Rustiadi et.al 2004). Dalam menganalisis wilayah secara umum
dikenal tiga tipe (Blair 1991 dalam Nugroho dan Dahuri 2004). Pertama, wilayah
fungsional, yang dicirikan oleh adanya derajat integrasi antara komponen-
komponen didalamnya yang berinteraksi ke dalam wilayah alih-alih berinteraksi
ke wilayah luar. Kedua, wilayah homogen yang dicirikan oleh adanya kemiripan
relatif dalam wilayah yang dapat dilihat dari aspek sumberdaya alam, sosial dan
ekonomi. Ketiga, wilayah administrative. Wilayah ini dibentuk untuk kepentingan
pengelolaan atau organisasi oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain.
Memandang suatu wilayah, minimal ada tiga komponen wilayah yang
perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi,
selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah
merupakan interaksi antara tiga pilar pengembangan wilayah (Nachrowi dan
Suhandojo 2004)
13
Lebih lanjut, Triutomo (2001) menyebutkan bahwa tujuan pengembangan
wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Disisi ekonomis,
pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup
masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan
prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis
pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan
sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan.
Pengembangan wilayah, diperlukan perencanaan yang tidak hanya
mempertimbangkan aspek fisik wilayah semata, akan tetapi juga harus mampu
memasukkan unsur-unsur sosial, budaya, ekonomi dan politik ke dalamnya.
Secara luas, perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya
merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi
dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah
dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya
kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri 2004).
Perencanaan pembangunan wilayah sendiri mempunyai tiga pilar penting
(Hoover and Giarratani 1985). Pertama, keunggulan komparatif (imperfect factor
mobility). Pilar ini berhubungan dengan kondisi spesifik suatu wilayah yang sulit
untuk dipindahkan ke wilayah lain. Kedua, aglomerasi (imperfect divisibility)
yang merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi
sebagai akibat pemusatan ekonomi secara spasial. Ketiga, biaya transport
(imperfect mobility of goods and services).
14
Satu pendekatan pembangunan yang dikenal dengan nama pendekatan
wilayah menekankan pada penanganan langsung penduduk atau masyarakat yang
berada di wilayah-wilayah terisolasi dan di dalam wilayah-wilayah miskin atau
terisolasi ini pada gilirannya akan dicari dan dikenali kelompok-kelompok sasaran
penduduk termiskin. Dengan demikian, pendekatan wilayah berorientasi pada
pemerataan dan keadilan, dan bertujuan menutup jurang kesenjangan ekonomi
dan sosial, baik antar kelompok dalam masyarakat maupun antar daerah
(Mubyarto 2000).
Dalam kaitannya dengan pembangunan perdesaan, selama 32 tahun
sejarah pembangunan Orde Baru, telah terjadi persaingan antara orientasi
pertumbuhan dan pemerataan yang mewujud dalam bentuk perebutan prioritas
antara pembangunan sector industri dengan pertanian, atau antara sektor ekonomi
modern di perkotaan dengan ekonomi rakyat tradisional di perdesaan. Kesulitan
lain yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan adalah adanya keterkaitan yang
sangat erat antara pembangunan perdesaan dengan keharusan pemberdayaan
masyarakat pendukungnya (Mubyarto 2000).
B. Daerah Tertinggal
1. Pengertian Daerah Tertinggal
Menurut Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik
Indonesia (2004) daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang
berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk
yang relatif tertinggal. Dalam konsep Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(2004) wilayah tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya
15
relatif terpencil, atau wilayah-wilayah yang miskin sumberdaya alam, atau rawan
bencana alam. Wilayah tertinggal merupakan suatu wilayah dalam suatu daerah
yang secara fisik, sosial, dan ekonomi masyarakatnya mencerminkan
keterlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan daerah lain.
Selanjutnya, wilayah tertinggal dalam kerangka penataan ruang nasional
didefenisikan sebagai wilayah budidaya yang secara ekonomi jauh tertinggal dari
rata-rata nasional, baik akibat kondisi geografis, maupun kondisi sosial beserta
infrastrukturnya. Pengertian yang lebih umum menyebutkan bahwa wilayah
tertinggal merupakan wilayah pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau
keterbatasan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, dan keterbatasan
aksesibilitasnya ke pusat-pusat pemukiman lainnya. Hal inilah yang menyebabkan
kemiskinan serta kondisinya relatif tertinggal dari pedesaan lainnya dalam
mengikuti dan memanfaatkan hasil pembangunan nasional dan daerah.
Pada hakekatnya pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal
sering menghadapi persoalan yaitu adanya tumpangtindih kegiatan dengan
program penanggulangan kemiskinan. Secara umum, memang beberapa kegiatan
program pembangunan daerah tertinggal pada dasarnya sama dengan program
penanggulangan kemiskinan yaitu sama-sama bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di wilayah yang terisolir, tertinggal, terpencil dan
miskin. Namun, dalam program pembangunan wilayah tertinggal tar getnya lebih
luas mengingat bukan hanya manusia atau masyara kat saja yang perlu dibenahi,
melainkan pengembangan aspek spasial yaitu wilayah yang memiliki fungsi
16
tertentu agar wilayah dengan fungsi tertentu atau wilayah tersebut berkembang
dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Menurut Bappenas (2004) wilayah tertinggal secara umum dapat dilihat
dan ditentukan berdasarkan letak geografisnya yang secara garis besarnya dapat
dibagi menjadi dua kategori yaitu wilayah tertinggal di pedalaman dan wilayah
tertinggal di pulau-pulau terpencil.
a. Kondisi wilayah tertinggal di pedalaman
1. Kondisi sumberdaya alam sangat rendah (kesuburan tanahnya yang rendah,
rawan longsor, rawan banjir, terbatasnya sumberdaya air, daerah dengan
topografi yang terjal, tanah berawa-rawa/gambut).
2. Semberdaya alamnya mempunyai potensi, namun daerah tersebut belum
berkembang/terbelakang. Kondisi geografis pada umumnya di daerah yang
tidak terjangkau, sehingga walaupun lokasinya relatif dekat, namun tidak
tersedia akses dari wilayah tersebut ke wilayah pusat pertumbuhan.
Penguasaan dan penerapan tekonologi yang relatif rendah dikarenakan
kurangnya pembinaan dan keterbatasan dukungan prasarana teknologi itu
sendiri.
3. Ketersedian atau keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi,
air bersih, air irigasi, kesehatan, pendidikan dan lainnya menyebabkan
wilayah tertinggal tersebut makin sulit untuk berkembang.
4. Tingginya kesenjangan ekonomi antar daerah (misalnya antara pantai/pesisir
dengan pedalaman). Struktur sosial ekonomi masyarakat terbagi dalam
17
beberapa tingkatan misalnya masyarakat tradisional, semi modern dan
masyarakat modern.
5. Rendahnya akses ke pusat-pusat pertumbuhan lokal misalnya ibukota
kecamatan. Biaya transportasi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
jual komoditi.
6. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik aparatur maupun masyarakat.
7. Kualitas dan jumlah rumah penduduk belum layak. Sebaran kampung
penduduk yang terpencar dan pada daerah dengan topografi berat,
menyebabkan daerah tersebut sulit dijangkau.
8. Masih belum mengenal uang sebagai alat jual beli barang. Di masyarakat
yang sudah mengenal uang, proses pemupukan modal dari masyarakat sendiri
belum berlangsung dengan baik.
b. Kondisi wilayah tertinggal di pulau-pulau terpencil
1. Kondisi masyarakat pulau-pulau kecil di wilayah terpencil masih sangat
marjinal, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang mempunyai
kepentingan.
2. Terdapat 88 pulau kecil yang bertitik dasar dan berbatasan langsung dengan
10 negara tetangga.
3. Terbatasnya sarana dan prasarana untuk melakukan pembinaan, pengawasan
dan pengolahan, khususnya terhadap pulau-pulau yang terpencil sulit
dijangkau dan tidak berpenghuni.
18
4. Kondisi pulau di perbatasan umumnya pulau-pulau yang sangat kecil
sehingga sangat rentan terhadap kerusakan baik oleh alam maupun akibat
kegiatan manusia.
5. Adat istiadat, budaya dan agama masyarakat pulau-pulau kecil yang spesifik
dan pada umumnya bertentangan dengan adat, budaya yang dibawa oleh
pendatang/wisatawan, sehingga akan menghambat proses pembaharuan.
c. Kriteria Daerah Tertinggal
Pemilihan lokasi daerah tertinggal bukan ditentukan dari tingkat propinsi
ataupun pemerintah pusat, tapi ada hal-hal yang menjadi indikator dari pemerintah
dalam menetapkan suatu daerah termasuk dalam kategori daerah tertinggal.
Menurut Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik
Indonesia (2004) penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan enam kriteria daerah
dasar yaitu : (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia, (3)
prasarana dan sarana (infrastruktur) , (4) kemampuan keuangan daerah, (5)
aksesibilitas dan karakteristik daerah, dan (6) berdasarkan kabupaten yang berada
di daerah perbatasan antar Negara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan
bencana dan daerah rawan konflik. Bappenas (2004) menyebutkan bahwa faktor
penyebab suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal yaitu antara lain:
1) Geografis : secara geografis wilayah tertinggal relatif sulit dijangkau akibat
letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir
dan pantai pulau-pulau terpencil, ataupun karena faktor geomorfologis
19
lainnya sehingga sulit dijangkau oleh perkembangan jaringan, baik
transportasi maupun media komunikasi.
2) Sumberdaya alam: beberapa wilayah tertinggal terjadi akibat
rendah/miskinnya potensi sumberdaya alam seperti daerah kritis minus atau
lingkungan sekitarnya merupakan wilayah yang dilindungi atau tidak bisa
dieksploitasi, sehingga masyarakat sulit mendapatkan mata pencaharian yang
memadai.
3) Sumberdaya manusia : pada umumnya masyarakat di wilayah tertinggal
mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang
sederhana, serta pada umumnya terikat atau masih memegang teguh nilai-
nilai tradisional dan sulit menerima nilai-nilai baru. Di samping itu,
kelembagaan adat pada sebagian masyarakat pedalaman belum berkembang.
Dalam kondisi demikian, walaupun daerah tersebut memiliki sumberdaya
alam yang potensial namun tidak diolah dengan baik atau dimanfaatkan oleh
dan untuk kepentingan pihak tertentu.
4) Kebijakan pembangunan : suatu wilayah dapat tertinggal karena beberapa
factor ebijakan, seperti keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah,
kesalahan prioritas penanganan dan strategi atau pendekatan, tidak
diakomodasikannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan
penanganan pembangunan sehingga mengakibatkan penanganan wilayah
tertinggal selama ini salah sasaran atau tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat.
20
Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, bahwa daerah tertinggal sangat
kompleks dengan permasalahan-permasalahan, hal inilah yang menjadi tantangan
bagi stakeholders dalam upaya penanganan pembangunan daerah tertinggal.
Namun, sekelumit permasalahan yang dihadapi khususnya pada daerah tertinggal
juga berbeda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sehingga
membutuhkan pendekatan-pendekatan khusus pada daerah yang dimaksud,agar
dalam membuat suatu strategi pembangunan daerah tertinggal dapat dirumuskan
langkah-langkah yang strategis sehingga pencapaian target bisa lebih tepat pada
sasaran.
C. Parameter Daerah Tertinggal
Parameter merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, indicator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan
dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah
kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al. 2004).
Pembangunan, keberlanjutan merupakan salah satu asas yang sangat penting
karena prinsip pembangunan adalah menjamin ketersediaan kebutuhan hidup
manusia di waktu sekarang maupun yang akan datang. Penerapan pembangunan
berkelanjutan yang kompleks dapat disederhanakan dengan penggunaan sejumlah
indikator yang tepat. Ketepatan indicator yang dipilih menentukan pada penilaian
akhir karena indikator bersifat spesifik untuk masing-masing kondisi. Pemilihan
banyaknya indikator pun perlu diperhitungkan karena jika terlalu banyak tidak
21
saja akan memakan biaya dan waktu yang banyak, tetapi juga dapat mengaburkan
fokus yang ingin dicapai. Sebaliknya bila terlalu sedikit, dirasakan adanya
kelemahan, bahkan kekeliruan dalam menerjemahkan keadaan. Karena itu
penetapan sekumpulan indikator yang tepat untuk menggambarkan pembangunan
berkelanjutan menjadi satu tugas yang sulit.
Parameter diterapkannya konsep pembangunan berkelanjutan dalam penataan
ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu
ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh yang
diambil dari sumber Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007
tentang pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan sebagi berikut:
1. Parameter Aksesbilitas: jalan, jalur laut (pelabuhan) dan densitas jalan perluas
wilayah.
2. Parameter Ekonomi: PDRB pendapatan perkapita volume ekspor-impor, dan
lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada
sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian
nasional.
3. Parameter Komunikasi dan Informasi: Listrik dan jaringan.
4. Parameter Sarana dan Prasarana: Rumah sakit, puskesamas, sekolah,
peribadatan, pertamina, pasar, dan kantor kecamatan
5. Parametern Tingkat Pendidikan: Pendidikan formal mempunyai beberapa
tingkatan/jenjang yaitu taman kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum
(SMU), dan Perguruan Tinggi.
22
6. Parameter Sumber Daya Manusia: Tingkat pendidikan
7. Parameter Infastruktur: Infrastruktur merupakan komponen utama dalam
pengembangan suatu perkotaan. Pengembangan komponen ini tergantung
pada tingkat pelayanan pendukungnya, seperti jumlah penduduk, tingkat dan
skala pelayanan, sumberdaya alam/fisik yang tersedia, sistem jaringan dan
distribusi. Sistem infrastruktur yang akan direncanaklan pengembangannya
adalah sistem air bersih, sistem drainase dan pembuangan air limbah, sistem
energi listrik, sistem komunikasi dan sistem persampahan.
D. Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai peran yang penting dalam
berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis,
berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisa dan dikaitkan
dengan letaknya di muka bumi (proyeksinya).
Pengertian SIG ini sendiri telah diuraikan oleh banyak ahli dan mempunyai
arti yang relatif sama. Aronoff (1989 dalam Dulbahri 2003) menyebutkan bahwa
SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang
mampu memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali),
memanipulasi dan menganalisis data dan memberi uraian. Sedangkan menurut
Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang
untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi.
Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan
khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi
kerja.
23
Berdasarkan berbagai pengertian SIG, tercermin adanya pemrosesan data
keruangan dalam bentuk pemrosesan data numerik. Pemrosesan yang
mendasarkan pada kerja mesin, dalam hal ini komputer yang mempunyai
persyaratan tertentu. Data sebagai masukan harus numerik, artinya data masukan
apapun bentuknya harus diubah menjadi angka digital, data lain adalah data
atribut (Dulbahri 2003).
Komponen utama SIG terbagi dalam empat kelompok yaitu perangkat
keras, penrangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masing-
masing komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung
dari tujuan dibuatnya SIG tersebut (Barus dan Wiradisastra 2000).
E. Analisa Spasial
Menurut Rustiadi et al. (2004), pengertian analisa spasial dipahami secara
berbeda antara ilmuwan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar
belakang social (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari
perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang
itu sendiri dan kedua perbedaan fokus kajiannya. Dari pandangan geografi,
pengertian spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal
yang menyangkut lokasi atau tempat. Definisi suatu “tempat” atau lokasi secara
geografis sangat jelas, tegas dan lebih terukur karena setiap lokasi di atas
permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat diukur secara kuantitatif. Fokus
kajian para ahli geografi dalam analisa spasial tertuju pada cara mendeskripsikan
fakta, dengan kata lain lebih memfokuskan pada aspek “apa” dan “bagaimana”
yang terjadi di atas permukaan bumi dan bahkan “dimana”. Domain kajian ilmu
24
geografi lebih banyak menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena
spasial, oleh karenanya ilustrasi-lustrasi spasial dengan “peta” yang memiliki
akurasi informasi spasial didalamnya sangat penting. Analisis mengenai pola-pola
spasial (pemusatan, penyebaran, kompleksitas spasial) kecenderungan spasial,
bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif menjadi kajian-
kajian yang banyak mendapat perhatian dari ahli geografi. Semuanya dikaji tanpa
harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada di dalamnya.
Dalam kerangka konsep geografis, analisis spasial telah lama
dikembangkan oleh para ahli geografi untuk memenuhi kebutuhan untuk
memodelkan dan menganalisis data spasial (Bailey ,1995 dalam Rustiadi et al.
2004) mendefinisikan analisis spasial sebagai upaya memanipulasi data spasial ke
dalam bentuk-bentuk dan mengekstrak pengertian-pengertian tambahan sebagai
hasilnya. Analisis data spasial berbeda dengan spatial summarization of data.
Spatial summarization of data dilakukan untuk menciptakan fungsi dasar
pengambilan informasi spasial secara selektif di suatu areal dengan pendekatan
komputasi, tabulasi atau pemetaan dari berbagai statistik informasi yang
dimaksudkan.
Analisis spasial lebih terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola dan
berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan
menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pemahaman
dan prediksi atau peramalan. Lebih lanjut, (Haining, 1995 dalam Rustiadi et al.
2004) mendefinisikan sebagai sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial
dari kejadian-kejadian tersebut. Kejadian geografis (geographical event) dapat
25
berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di ruang
geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian,
analisis spasial membutuhkan informasi baik berupa nilai-nilai atribut maupun
lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana atribut-atribut melekat di dalamnya.
Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis,
tujuan analisis spasial adalah:
1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian didalam ruangan geografis (termasuk
deskripsi pola) secara cermat dan akurat.
2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau
obyek didalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang
menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.
3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadian-
kejadian di dalam ruang geografis.
Berdasarkan atas aplikasinya, menurut (Fischer et al.1996 dalam Rustiadi et al
2004), model spasial digunakan untuk tiga tujuan, yaitu:
1. Peramalan dan penyusunan scenario
2. Analisis dampak terhadap kebijakan
3. Penyusunan kebijakan dan disain
Pada data spasial atau data yang memiliki referensi geografis, visualisasi
digunakan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis mengenai pola atau
pengelompokkan di dalam ruang geografis serta mengenai peranan lokasi
terhadap aktivitas manusia serta sistem lingkungan (Mac Eachren 1995 dalam
Rustiadi et al.2004). Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial,
26
peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) didalam visualisasi data spasial akhir-
akhir ini semakin signifikan. Menurut (Getis,1995 dalam Rustiadi et al. 2004),
tujuan utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai
aspek pengelolaan data spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis,
interpolasi, zonasi (zoning) dan network analysis. Namun banyak ahli geografi
dan analisis spasial mengklaim bahwa yang selama ini disebut analisis spasial dan
permodelan dengan SIG seringkali ternyata tidak lebih dari proses-proses
manipulasi data seperti overlay polygon, buffering, dan sebagainya yang pada
dasarnya “tidak cukup pantas” menggunakan terminologi analisis.
Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif
dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960an. Perkembangannya diawali
dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif (terutama
statistik) untuk menganalisa pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau
data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya,
penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses-
proses pilihan spasial (spatial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal.
Analisis spasial tidak hanya mencakup statistika spasial. Terdapat dua kajian
studi yang bisa dibedakan yaitu Analisis statistik data spasial: kajian-kajian untuk
menemukan metode-metode dan kerangka analisis guna memodelkan efek spasial
dan proses spasial dan permodelan spasial: permodelan deterministic atau
stokastik untuk memodelkan kebijakan lingkungan, lokasi-lokasi, interaksi
spasial, pilihan spasial dan ekonomi regional.
27
F. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian bertujuan untuk membandingkan penelitian yang
sedang dilakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa hal yang
penting diketahui dalam keaslian penelitian adalah lokasi, teknik analisis,
variable, dan hasil penelitian. Penelitian tentang analisis spasial di daerah
tertinggal dengan menggunakan metode analisi spasial, telah digunakan dalam
berbagai penelitian, seperti Wahid Abdullah (2006) yang mengambil penelitian
tentnag strategi pembangunan daerah tertinggal studi kasus Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan (evaluasi) dalam menyusun rencana-rencana atau strategi
pembangunan daerah tertinggal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan suatu wilayah. Imam H. wahyudin (2002) , studi tipologi
kawasan tertinggal sebagai dasar penentuan potensi alokasi dana penanganan
kawasan tertinggal (studi kasus kabupaten Bondowoso, jawa Timur), dengan hasil
penelitian pembagian 76 kawasan tertinggal di Kabupaten Bondowoso menjadi 8
tipe desa dengan karakteristik yang berbeda. Tipologi desa tertinggal tersebut
menjadi dasar dalam penentuan alokasi dana penanganan kawasan tertinggal.
Khaeruddin (2002), studi identifikasi karakteristik dan perkembangan
pedesaan Tertinggal di Kabupaten Batang, hasil penelitian mengkaji wilayah-
wilayah yang termasuk pedesaan tertinggal di Kabupaten Batang dengan
pentipologian kawasan berdasarkan variable BPS. (Novi Sulistyaningsih, 2007),
identifikasi karakteristik kawasan tertinggal di Kota Semarang, hasil penelitian
menentukan karakteristik kawasan tertinggal di Kota Semarang dengan
28
menggunakan beberapa perbandingan yaitu kawasan tertinggal (miskin), harga
lahan, ketersedian saran dan lokasi.
Rian Ganesha (2008), Implentasi kebijakan pengembangan pertanian dalam
revitalisasi pertanian Daerah tertinggal di Kecamatan Toboali di Kabupaten
Bangka Selatan, hasil penelitian menganalisis bagaimana implementasi kebijakan
revitalisasi pertanian di daerah tertinggal dengan sasaran penelitian mengkaji
karakteristik kelembagaan dan implementasi kebijakan. Berdasarkan kelima
penelitian tersebut, penelitian analisis spasial daerah tertinggal belum tentu
memiliki kesamaan, karena berdasarkan lokasi memiliki perbedaan, secara teori,
bahwa setiap lokasi atau wilayah memiliki ciri dan karakteristik tersendiri,
sehingga dalam memperoleh informasi atau kondisi berbeda pula meskipun
menggunakan metode analisis yang sama dengan wilayah lain. Untuk lebih
ringkasnya sebagaimana disajikan pada tabel 1.
29
Tabel 1. keaslian penelitian
No. Peneliti Tahun
Penelitian Judul Penelitian Metode yang digunakan Hasil Penelitian
1. Wahid Abdullah 2006 strategi pembangunan daerah
tertinggal studi kasus Kabupaten
Garut, Provinsi Jawa Barat
metode skalogram,
sistem limpitan sejajar
dan strategis, serta analisis matriks IFE,
EFE, SWOT, dan QSP
strategi pembangunan daerah tertinggal
dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan suatu wilayah
2. Imam H.Wahyudin 2002 studi tipologi kawasan tertinggal sebagai dasar penentuan potensi
alokasi dana penanganan
kawasan tertinggal (studi kasus
kabupaten Bondowoso, jawa Timur)
Pendekatan yang dipakai dalam analisis ini adalah
pendekatan kualitatif
dengan teknik analisis
deksriptif eksploratif
pembagian 76 kawasan tertinggal di Kabupaten Bondowoso menjadi 8 tipe desa
dengan karakteristik yang berbeda. Tipologi
desa tertinggal tersebut menjadi dasar dalam
penentuan alokasi dana penanganan kawasan tertinggal.
3. Khaerudin 2002 studi identifikasi karakteristik
dan perkembangan pedesaan
Tertinggal di Kabupaten Batang
Kuantitaif dengan data-
data dari BPS kemudian
data dianilisis dengan menggunakan SPSS
penelitian mengkaji wilayah-wilayah yang
termasuk pedesaan tertinggal di kabupaten
batang dengan pentipologian kawasan berdasarkan variable BPS
4. Novi
Sulistyaningsih
2007 identifikasi karakteristik
kawasan tertinggal di Kota Semarang
Menggunakan metode
kuantitatif dengan alat analisis GIS
menentukan karakteristik kawasan tertinggal
di Kota Semarang dengan menggunakan beberapa perbandingan yaitu kawasan
tertinggal(miskin), harga lahan, ketersedian
saran dan lokasi.
5. Rian Ganesha 2008 Implentasi kebijakan pengembangan pertanian dalam
revitalisasi pertanian Daerah
tertinggal di Kecamatan Toboali di Kabupaten Bangka Selatan
Menggunakan pendekatan kualitatif
dengan analisis
deksriptif.
menganalisis bagaimana implementasi kebijakan revitalisasi pertanian di daerah
tertinggal dengan sasaran penelitian
mengkaji karakteristik kelembagaan dan implementasi kebijakan
Sunber : Analisis Penyusun 2016.
30
G. Kerangka Pikir
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kawasan Kabupaten Bombana
Parameter daerah tertinggal
Karakteristik
Daerah ekonomi aksesbilitas SDM Sarana &
Prasarana
Identifikasi parameter
Sebaran daerah tertinggal di
Kabupaten Bombana
Analisis spasial
Kemampuan Keuangan
daerah
31
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, dilakukan dalam
beberapa tahap yaitu: (1). Tahapan studi, meliputi pengumpulan data, peta dan
anaslisis SIG untuk daereh tertinggal pada bulan April-Mei 2016, (2). Studi
lapangan (survey lapangan) pada Bulan Juni 2016, dan (3). Analisa data
penyususnan laporan.
Lokasi Penelitian terletak di Kabupaten Bombana dengan wilayah daratan
seluas 2,845.36 km² atau 284.536 ha dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas
11,837.31 km². letak geografi Kabupaten Bombana terletak di jazirah tenggara
Pulau Sulawesi, secara geografi terletak di bahagian selatan garis khatulistiwa,
memanjang dari utara ke selatan di antara antara 4°30' – 6°25' Lintang Selatan dan
membentang dari barat ke timur antara 120°82' – 122°20' Bujur Timur. Batas
wilayah, Wilayah Kabupaten Bombana berbatasan dengan: Sebelah Utara :
Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Selatan, Sebelah Timur : Kabupaten
Muna dan Kabupaten Buton, Sebelah Selatan : Laut Flores, Sebelah Barat : Teluk
Bone. Kabupaten Bombana terdiri dari 22 Kecamatan, 139 Kelurahan/Desa dan
494 Lingkungan/Dusun. Secara jelas disajikan pada tabel 2. dan pada Gambar 3.
peta lokasi penelitian sebagai berikut:
32
33
B. Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam pengambilan dan pengukuran data di lapangan,
yaitu alat tulis, dan laptop.
Bahan yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data, yaitu software
arcGis 10.2, peta administrasi, peta kawasan, peta topografi dan peta daerah
Bombana.
C. Populasi dan Sampel
Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang memnfaatkan
teknik Sistem Informasi Geografis. Penentuan populasi dan sampel disesuaikan
dengan teknik Sistem Informasi Geografis.
1. Populasi
Populasi adalah himpunan obyek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas
adalah himpunan obyek yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah
maupun batasnya (Tika, 2005). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi atau
obyeknya adalah kawasan Kabupaten Bombana.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari obyek yang representatife mewakili populasi
(Tika, 2005). Sehingga ditentukan sampel berdasarkan system klasifikasi yang
mewakili populasi, yaitu tujuh parameter yang berada di kawasan Kabupaten
Bombana seperti pada Table 2. berikut ini.
34
Tabel 2. Parameter daerah tertinggal
No Parameter daerah tetinggal Kode
1. Karakteristik KT
2. Aksesbilitas Ak
3. Ekonomi EK
4. Sarana dan Prasarana SDF
5. Sumber Daya Manusia SDM
6. Kemampuan Keungan Daerah KKD
Sumber: Peraturan Mentri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi No 3 tahun 2016..
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data.
1. Jenis data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data secara
langsung di lapangan.
b. Data sekunder
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai
sumber antara lain BPS Kabupaten Bombana, Bakosurtanal dan instansi lain yang
terkait. Data sosial ekonomi yang berasal dari pengolahan Kecamatan Dalam
Angka tahun 2015 serta data yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah seperti
data topografi, ketinggian, atau jenis tanah. Data lain yang juga digunakan adalah
peta-peta, seperti peta administratif, Unit contoh yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Kecamatan.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Persiapan
Persiapan adalah tahapan awal sari seluruh rangkaian kegiatan. Pada tahapan
ini akan disusun peralatan, menyiapkan data daerah tertinggal dan lain sebagainya
sehingga disaaat pelakasanaan nanti tidak ditemui kendala yang berarti.
35
b. Observasi lapangan
Observasi lapangan adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau
fenomena yang ada pada obyek penelitian (Tika, 2015). Pada penelitian ini
observasi dilakukan untuk mengetahui, mencatat dan mendokumntasikan
parameter-parameter yang ada di lapangan daerah tertinggal.
E. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data dan analisis data menggunakan analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan dan
memformulasikan parameter dengan pendekatan konsep-konsep strategis.
Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan perhitungan
pengaruh antar dan antara faktor-faktor internal dan eksternal Kabupaten
Bombana dan untuk menentukan kecamatan tertinggal di kabupaten Bombana.
Ada 6 parameter yang dikaji dalam penelitian ini untuk menentukan daerah
tertinggal dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini,
Tabel 3. Parameter yang akan di ukur daerah tertinggal
No. Bidang Bobot indicator Sumber
1. Karakteristik a. persentase kecamatan gempa
bumi 5%
b. persentase kecamatan tanah
longsor 2,5%
c. peresentase desa banjir 2,5 %
BPS Bombana
Dalam Angka
2015
2. Aksesbilitas a. rata-rata jarak dari kantor
kecamatan ke kantor kabupaten
6,67%
b. persentase kecamatan dengan
jarak pelayanan kesehatan ≥ 5km
6,67%
c. rata-rata jarak dari kecamatan ke
pusat pelayanan pendidikan dasar
6,67%
BPS Bombana
Dalam Angka
2015
36
No. Bidang Bobot indicator Sumber
3. Ekonomi a. persentase penduduk miskin 10%
b. persentase pendapatan perkapita
10%
BPS Bombana
Dalam Angka
2015
4. Saran dan
Prasarana
a. jumlah kecamatan dengan
permukaan jalan terluas aspal
2,5%
b. persentase pengguna listrik 2,5%
c. persentase pengguna air bersih
2.5%
d. jumlah sarana dan prasaran
kesehatan. 3,5%
e. jumlah dokter. 3%
f. Jumlah SD dan SMP. 3,5%
g. Jumlah kecamatan yang
mempunyai pasar 2,5%.
BPS Bombana
Dalam Angka
2015
5. SDM a. rata-rata lama sekolah 10%
b. angka melek huruf 10%
BPS Bombana
Dalam Angka
2015
6. Kemampuan
Keuangan
Daerah
Kemampuan Keuangan Daerah 10% BPS Bombana
Dalam Angka
2015.
Sumber : Peraturan Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi No 3 tahun 2016.
F. Analisis Data
1. Penentuan Indikator Ketertinggalan.
Indikator yang digunakan untuk menentukan ketertinggalan kabupaten dalam
Rencana Pembangnan Jangka Menengah (RPJMN) 2009-2014 terdiri 18 indikator
yang dikelompokkan dalam 6 kriteria, yaitu ekonomi (2 indikator), sumber daya
manusia (2 indikator), saran dan prasarana (7 indikator), aksesibilitas (3
indikator), karakteristik daerah (3 indikator) dan kemampuan keuangan daerah (1
indikator). Seperti diketahui bahwa 18 indikator yang digunakan dalam penentuan
daerah tertinggal mempunyai nilai dengan ukuran yang berbeda-beda, diantaranya
adalah persentase, km, rupiah, dan tahun. Secara rinci ukuran nilai masing-masing
37
indikator dapat dilihat dari Tabel 4.Terkait dengan nilai indikator yang
mempunyai ukuran berbeda, maka nilai-nilai indikator tersebut tidak bisa
digabung (dijumlahkan atau dikurangkan). Agar nilai-nilai indikator tersebut
dapat dijumlahkan atau dikurangkan maka perlu dilakukan suatu standarisasi nilai
indikator. Menggunakan model statistik, nilai-nilai indikator yang mempunyai
ukuran berbeda dapat distandarisasi dengan cara menghitung Z-score untuk
masing-masing indikator dengan rumus dasar sebagai berikut
𝑍 = 𝑥 − µ……………………………............................... (1)
σ
dimana:
Z: nilai indikator yang telah distandarisasi
x : nilai asal indikator yang distandarisasi
µ: rata-rata nilai asal indikator yang distandarisasi
σ: simpangan baku nilai asal indikator yang distandarisasi
Agar setiap indikator dapat distandarisasi, maka maᵢsing-masing nilai
indikator harus dihitung rata-rata dan simpangan baku dari seluruh kecamatan
(tidak termasuk kabupaten). Rumus penghitungan rata-rata dan simpangan baku
untuk masing-masing indicator adalah:
Rata-rata setiap nilai indicator: 𝜇𝑗 = 𝑋ͭᵢ.𝑗𝑛𝑖=1
𝑁……………………………..(2)
Simpangan baku setiap nilai indicator: 𝜎𝑗 = (𝑋ᵢ.𝑗−𝜇𝑗 )²𝑛𝑖=1
𝑁……….(3)
Dimana:
µj : rata-rata indicator ke-j
αj : simpangan baku indicator ke-j
38
N : jumlah seluruh kecamatan
Xᵢ.j : nilai indicator j pada kecamatan ke-i
i : 1,2,……N
j : 1,2,……,19(indicator 1 sampai dengan indicator 19)
Menggunakan rumus umum persamaan (1) dan persamaan (2) dan (3)
maka nilai masing-masing indicator distandardisasi menggunakan rumus:
Indicator terstandardisasi Zᵢ.j= 𝑿ᵢ.𝒋−𝝁𝒋
𝝈𝒋 ……………………………..(4)
Dimana:
Zᵢ.j : nilai indicator ke-j (standardized) dari kecamatan ke-i
Xᵢ.j : nilai indicator ke-j dari kecamatan ke-i
i : 1,2,……N
j : 1,2,……,19(indicator 1 sampai dengan indicator 19)
2. Penghitungan Indeks Komposit.
Klasifikasi kabupaten termasuk daerah tertinggal atau tidak tertinggal
ditentukan oleh besaran indeks komposit (IK) kabupaten yang merupakan
penjumlahan dari beberapa nilai indikator yang telah distandarisasi (standardized
indicator) dikalikan dengan bobot masing-masing indikator. Mengacu pada
persamaan (4) dan memperhatikan bobot masing-masing indikator, maka indeks
komposit untuk masing-masing kabupaten dihitung menggunakan rumus berikut :
IKᵢ = 𝒁ᵢ. 𝑗 ∗ 𝒂𝑗 ∗ 𝒃𝑗²⁷𝑗=1 ……………………………(5)
Dimana:
IKᵢ = indeks komposit kecamatan ke-i
aj = arah indicator (+1 atau -1 ) ke-j
bj = nilai bobot/penimbang masing-masing indicator ke-j
39
Zᵢ.j = nilai indicator j yang telah distandarisasi dari kecamatan ke-i
i = 1, 2, 3,…,N (Jumlah seluruh kecamatan)
j = 1, 2, 3,…,N (Jumlah indikator)
1. Analisis Skalogram
Analisa dilakukan dengan metode skalogram untuk membuktikan adanya
hirarki di wilayah Kabupaten Bombana, khususnya dalam hal sarana infrastruktur.
Data yang digunakan adalah data dari Kecamatan Dalam Angka (KCDA) tahun
2015 dan data dari BPS Tahun 2015. Parameter yang diukur meliputi bidang
pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Urutan
kegiatan pada analisis data dengan metode skalogram antara lain (Saefulhakim
2004):
1. Melakukan pemilihan terhadap data KCDA dan BPS 2015 sehingga hanya
tinggal data yang bersifat kuantitatif
2. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang
relevan saja yang digunakan.
3. Melakukan rasionalisasi data
4. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh
beberapa variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat
perkembangan kecamatan di Kabupaten Bombana.
5. Melakukan standardisasi data terhadap beberapa variabel tersebut dengan
menggunakan rumus (Statsoft 2004) yang dimodifikasi:
Zij = Yij – minimum Yj
St. Dev
40
Dimana:
Zij = nilai baku untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j
Yij = jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j
minimum Yj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j
St.Dev = nilai standar deviasi
6. Menentukan indeks perkembangan kecamatan (IPK) dan kelas hirarkinya
untuk kemudian diplotkan pada peta.
Dari data yang diukur dibagi ke dalam dua kelompok yaitu yang bisa
langsung dibuat indeks (data jenis dan jumlah sarana) dan yang harus diinverskan
terlebih dahulu setelah proses pembakuan kemudian dilakukan penjumlahan nilai
baku tersebut untuk setiap desa. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan sortasi
data dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan di
barisan atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom paling kiri. Pada
penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I
(tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuannya didasarkan
pada nilai standar deviasi (St Dev) IPD dan nilai median. Nilai yang didapat untuk
selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai selang hirarki
No Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki
1 I X > [median + (2*St Dev IPD)] Tinggi
2 II median < X < (2* St Dev) Sedang
3 III X < median Rendah
Sumber : David 2002.
41
2. Analisis Skoring
Skoring adalah metode pemberian skor pada masing-masing parameter
sesuai parameter yang digunakan. Berikut tabel standar indeks bobot kualitatif
dan kuantitatif berdasarkan parameter strategis.
a. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria perekonomian masyarakat.
b. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria sumber daya manusia.
c. 20% (sepuluh persen) untuk kriteria Sarana dan Prasarana.
d. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria aksesibilitas; dan.
e. 10% (sepuluh persen) untuk kriteria karakteristik daerah.
f. 10% (sepuluh persen) untuk kriteria kemampuan keuangan daerah.
3. Penentuan dan Bobot dan Arah Indikator.
Setiap indikator yang telah distandarisasi (dihilangkan ukuran nilianya)
dapat digabung (dijumlahkan/dikurangkan) untuk penghitungan indeks komposit.
Seperti diketahui bahwa 17 indikator tersebut dikelompokkan mejadi 6 kriteria,
yaitu sarana dan prsarana (6 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik
daerah (3 indikator), ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (2 indikator),
dan kapasitas keuangan daerah (1 indikator).
Untuk penghitungan indeks komposit, setiap kriteria dan indikator diberi
bobot berdasarkan hasil perhitungan indikator menggunakan data BPS Kabupaten
Dalam Angka 2016. Total bobot untuk 6 kriteria dan 17 indikator adalah 1,00 atau
100 persen. Bobot untuk masing-masing kriteria tidak semuanya sama, ada yang
0,20 atau 20 persen (Infrastruktur, Aksesibilitas, Ekonomi, dan Sumber Daya
Manusia), sedangkan untuk Karakteristik daerah dan Celah Fiskal/KKD masing-
42
masing diberi bobot masing-masing 0,10 atau 10 persen. Oleh karena banyaknya
indikator untuk masing-masing kriteria tidak sama, maka bobot untuk setiap
indikator dapat berbeda. Secara lengkap bobot dan arah masing-masing indikator
menurut kriteria dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Daftar Bobot 6 Kriteria dan 17 Indikator dalam Penghitungan Indeks
Komposit Kabupaten Daerah Tertinggal
No Kode Nama Indikator/Variabel Arah Bobot Sumber
Data 1. Kriteria Sarana Dan Prasarana 0,200
1 V01 Jumlah desa dengan permukaan jalan
terluas aspal
Negatif 0,025 BPS
2 V02 Jumlah prasarana kesehatan per
1000 penduduk
Negatif 0,025 BPS
3 V03 Jumlah dokter per 1000 penduduk Positif
0,025 BPS
4 V04 Jumlah SD/SMP per 1000
Penduduk
Negatif 0,035 BPS
5 V05 Persentase Pengguna Listrik Negatif 0,003 BPS
6 V06 Persentase kecamatan yang
mempunyai perdagangan dan jasa
Negatif 0,035 BPS
7 V07 Persentase Pengguna Air Bersih Negatif 0,025 BPS
2.Kriteria Aksesibilitas 0,200
8 V08 Rata-rata jarak Kantor Desa ke
Kantor Kabupaten
Positif 0,067 BPS
9 V09 Jumlah desa dengan akses ke
pelayanan kesehatan > 5 km
Positif 0,067 BPS
10 V10 Akses ke pelayanan kesehatan (km) Positif 0,067 BPS
3.Kriteria Karakteristik Daerah 0,100
11 V11 Persentase jumlah desa terkena
bencana gempa bumi
Positif 0,005 BPS
12 V12 Persentase jumlah desa terkena
bencana tanah longsor
Positif 0,025 BPS
13 V13 Persentase jumlah desa terkena
bencana banjir
Positif 0,025 BPS
4. Kriteria Ekonomi 0,200
43
No Kode Nama Indikator/Variabel Arah Bobot Sumber
Data 14 V14 Persentase Penduduk Miskin Positif 0,100 BPS
15 V15 Pendapatan Penduduk Perkapita Negatif 0,100 BPS
5. Kriteria Sumber Daya Manusia 0,200
16 V16 Rata-rata Lama Sekolah Negatif 0,050 BPS
17 V17 Angka Melek Huruf Negatif 0,050 BPS
6. Kiteria Kemampuan Keuangan Daerah
(KKD)
0,100
18 V18 Kemampuan Keuangan Daerah Negatif 0,100 BPS
Jumlah Bobot 1,000
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bombana
Kabupaten Bombana merupakan bagian dari wilayah bagian Provinsi
Sulawesi Tenggara yang secara definitif menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan
Undang-Undang No 29 tahun 2004. Secara geografis Kabupaten Bombana
terletak pada koordinat 121º27’ 46,7” - 122º11` 9,4” Bujur Timur dan 4º22’ 59,4”
- 5º28’ 26,7” Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Kolaka dan Konawe
Selatan.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Muna dan Kabupaten
Buton
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Teluk Bone
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Laut Flores
Berdasarkan ketinggian, titik tertinggi di Kabupaten Bombana berada di
Kecamatan Matausu dengan ketinggian 165 meter diatas permukaan laut, dan titik
terendah berada di Kecamatan Masaloka Raya 9 m diatas permukaan laut
sedangkan Ibukota Kabupaten yaitu Wilayah Kota Rumbia berada pada
ketinggian 24 meter di atas permukaan laut (mean sea level).
Kabupaten Bombana memiliki luas wilayah 3.316,16 Km2, terdiri dari 22
Kecamatan dan 139 desa/ Kelurahan. Kecamatan yang paling luas daerahnya
adalah Kecamatan Mata Usu dengan luas 456,17 km2 atau 13,76 persen terhadap
total luas daerah Kabupaten Bombana. Sedangkan Kecamatan yang paling kecil
45
daerahnya adalah Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya dengan luas hanya 2,66
km2 atau 0,08 persen dari total luas Kabupaten Bombana. Selengkapnya wilayah
Administrasi Kabupaten Bombana dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Wilayah Administrasi Kabupaten Bombana
No
.
Kecamatan Luas Wilayah Kelurahan/
Desa
Lingkungan
/Dusun Km² Persentase
1. Kabaena 115,39 km² 100,00 10 36
2. Kabaena utara 101,55 km² 100,00 5 21
3. Kabaena selatan 325,05 km² 100,00 9 39
4. Kabaena barat 89,88 km² 100,00 5 23
5. Kabaena timur 133,51 km² 100,00 4 17
6. Kabaena tengah 41,69 km² 100,00 4 15
7. Rumbia 237,27 km² 100,00 8 38
8. Mata oleo 108,53 km² 100,00 10 32
9. K. Masaloka raya 239,4 km² 100,00 8 24
10. Rumbia tengah 166,81 km² 100,00 8 28
11. Rarowatu 58,99 km² 100,00 5 17
12. Rarowatu utara 21,11 km² 100,00 5 15
13. Lantari jaya 285,01 km² 100,00 9 26
14. Mata usu 2,66 km² 100,00 5 15
15. Poleang timur 456,17 km² 100,00 5 16
16. Poleang utara 103,57 km² 100,00 4 12
17. Poleang selatan 275,58 km² 100,00 7 19
18 Poleang tenggara 39,43 km² 100,00 5 18
19. Poleang 121,25 km² 100,00 7 26
20. Poleang barat 129,2 km² 100,00 4 12
21. Tontonunu 132,97 km² 100,00 7 23
22. Poleang tengah 131,14 km² 100,00 5 22
Sumber: Daerah Dalam Angka Kabupaten Bombana 2014.
1. Aspek Fisik Wilayah
Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Bombana terdiri atas 3 tiga
dimensi daerah yaitu daerah pegunungan, daerah pesisir dan kepulauan serta
dataran rendah, dimana bagian tengah tenggara mempunyai ketinggian 1.000 m
46
dari permukaan laut, dan sebagian kecil di bagian utara yang mempunyai
ketinggian diatas 500 m. Bagian selatan dan timur dataran utama langsung
berbatasan dengan laut yaitu Selat Kabaena dan Selat Muna. Di Pulau Kabaena
bagian tengah mempunyai tingkat ketinggian diatas 2.000 m di atas permukaan
laut. Secara keseluruhan Kabupaten Bombana mempunyai jenis kelas kelerengan
atau elevasi bervariasi.. Kelas-kelas lereng in dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Kemiringan Lereng
No. Kelas Lereng Jumlah Kecamatan
1. < 2 % 8
2. 2-8 % 6
3. 8-15 % 3
4. 15-25 % 4
5. 25-40 % 9
6. 40-60 % 3
7. > 60 % 3
Sumber : Peta Kemiringan lereng Kabupaten Bombana
Untuk jenis tanah, berdasarkan data yang diperoleh, di Kabupaten Bombana
terdapat beberapa jenis tanah (berdasarkan klasifikasi dari Pusat Penelitian
Tanah). Untuk selengkapnya dapat dilihat pada peta jenis tanah dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
47
48
Berdasarkan kondisi iklim suatu wilayah dapat dilihat dari keadaan curah
hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan itensitas
penyinaran matahari. Iklim Kabupaten Bombana berdasarkan Smith dan Ferguson
yang dicirikan oleh bulan basah yaitu pada bulan Februari-Desember dengan
temperatur rata-rata 21,3.° C- 24,4.°C.
1. Curah Hujan
Rerata curah hujan di Kabupaten Bombana sepanjang tahun 2015 mencapai
797 mm/tahun. Bulan basah/kering terjadi jika jumlah curah hujan yang terjadi
pada bulan tersebut melebihi/kurang dari rerata curah hujan pada tahun
bersangkutan. Berdasarkan rerata curah hujan mengindikasikan bahwa bulan
basah Kabupaten Bombana terjadi pada bulan Februari - Juni dengan rerata curah
hujan bulanan berada diatas 41 mm, sedangkan bulan keringnya yaitu bulan
Agustus-Desember dengan rerata curah hujan bulanan kurang dari 15 mm.
2. Hari Hujan
Berdasarkan hari hujan, rata-rata banyaknya hari hujan tahunan wilayah
Kabupaten Bombana adalah 75 hari. Bulan yang memiliki intensitas hujan paling
sering adalah bulan Februari, yaitu mencapai 13 hari. Sedangkan bulan dengan
banyaknya hari hujan paling sedikit atau tidak terjadi hujan sekalipun adalah
bulan Agustus sampai bulan Oktober 2015.
3. Temperatur
Secara umum keadaan temperatur di Kabupaten Bombana mengikuti kondisi
suhu udara di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan wilayah yang lebih luas.
Temperatur rata-rata selama tahun 2015 di Kabupaten Bombana berkisar 21,3 °C
49
– 24,4 °C. Pada bulan-bulan tertentu temperaturnya berada di atas rata-rata atau
bahkan berada di bawah rata-rata. Temperatur pada bulan Agustus-November
berada di bawah temperatur rata-rata dengan suhu paling rendah terjadi pada
bulan Agustus mencapai 21,3 °C. Sedangkan temperatur bulan Februari-
Desember berada diatas rata-rata mencapai 24,4 °C pada bulan Februari.
4. Kelembaban Relatif
Sepanjang tahun 2015 kelembaban relatif rata-rata 44,00% - 85% sehingga dapat
dikatakan bahwa Kabupaten Bombana termasuk daerah dengan kelembaban
relatifnya tinggi/rendah (pilih salah satu). Kelembaban relatif wilayah Kabupaten
Bombana cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 85% pada tahun 2015 Pada
bulan Agustus-September merupakan bulan-bulan dengan tingkat kelembabannya
berada diatas rata-rata, sedangkan tingkat kelembaban relatif bulan Februari-Juli
berada di bawah rata-rata.
5. Kecepatan Angin
Rata-rata kecepatan angin di Kabupaten Bombana selama tahun 2015
mencapai 4,9 knot, kecepatan angin diatas kecepatan rata-rata terjadi pada bulan
Agustus yang berkisar 4,9 knot.
6. Itensitas Penyinaran Matahari
Lama penyinaran matahari menunjukkan banyaknya hari yang mendapatkan
penyinaran matahari pada tiap bulannya. Itensitas penyinaran matahari di
Kabupaten Bombana selama tahun 2015 berkisar 22%-42%, hal ini berarti
efektifitas lama penyinaran yang terjadi di Kabupaten Bombana berkisar 14-21
hari tiap bulannya.
50
2. Aspek Demografi (Kependudukan).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa jumlah
penduduk di Kabupaten/Kota Bombana sampai dengan tahun 2015 berjumlah
164.809 jiwa, yang terdiri dari 83.191 jiwa penduduk laki-laki dan 81.168 jiwa
penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bombana berbeda-beda
untuk setiap kecamatan. Kepadatan penduduk rata-rata di Kabupaten Bombana
pada tahun 2015 berkisar 102 jiwa/km2. Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya
memiliki kepadatan 1.324 jiwa/km2 dan merupakan kecamatan dengan kepadatan
tertinggi di Kabupaten Bombana Sedangkan Kecamatan Kepulauan Mata Usu
memiliki kepadatan penduduk 3 jiwa/km2 dan merupakan kecamatan dengan
kepadatan terendah. Selengkapnya jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten
Bombana dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bombana.
No Kecamatan Luas
(Km²)
Penduduk (Jiwa) Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km²)
Laki-
laki Perempuan Jumlah
1. Kabaena 103,57 1.611 1.757 3.368 33
2. Kabaena utara 132,97 2.204 2.135 4.339 33
3. Kabaena selatan 129,2 1.411 1.671 3.082 24
4 Kabaena barat 39,43 4.245 4.612 8.857 225
5 Kabaena timur 121,25 3.759 4.118 7.877 65
6 Kabaena tengah 275,58 1.985 2.079 4.064 15
7 Rumbia 58,99 6.385 6.276 12.661 215
8 Mata oleo 108,53 3.491 3.710 7. 201 66
9 K. Masaloka raya 2,66 1.767 1.755 3.522 1.324
10 Rumbia tengah 21,11 3.787 3.727 7.514 356
11 Rarowatu 166,81 3.819 3.539 7.358 44
12 Rarowatu utara 239,4 5.122 3.575 8.679 36
13 Lantari jaya 285,01 4.726 4.162 8.888 31
14 Mata usu 456,17 831 663 1.494 3
15 Poleang timur 101,55 5.361 5.407 10.768 106
51
No Kecamatan Luas
(Km²)
Penduduk (Jiwa) Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km²)
Laki-
laki Perempuan Jumlah
16 Poleang utara 237,27 6.335 6.022 12.357 52
17 Poleang selatan 89,88 3.861 3.945 7.806 87
18 Poleang tenggara 133,51 2.212 2.225 4.437 33
19 Poleang 115,39 8.181 8.696 16.877 146
20 Poleang barat 325,05 6.759 6.562 13.321 41
21 Tontonunu 131,14 3.281 2.927 6. 208 47
22 Poleang tengah 41,69 2.058 2.055 4.113 99
Jumlah 3.316,16 83.191 81.618 164.809 50
Sumber: Kabupaten Bombana Dalam Angka 2015.
Pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten Bombana dipengaruhi oleh
pertumbuhan alami (lahir dan mati), penduduk datang dan peduduk keluar
(migrasi). Berdasarkan data penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa
laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2014 sampai tahun 2015 sebesar 3,19 %.
Laju pertumbuhan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Poleang sedangkan
untuk laju pertumbuhan terkecil terdapat di Kecamatan Mata Usu Lebih jelas
mengenai laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bombana terlihat pada Tabel 9
berikut:
Tabel 9. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bombana.
No. Kecamatan Jumlah penduduk (Jiwa) Laju pertumbuhan
penduduk(%) 2014 2015
1 Kabaena 3.264 3.368 3,19
2 Kabaena utara 4.205 4.339 3,19
3 Kabaena selatan 2.986 3.082 3,22
4 Kabaena barat 8.584 8.857 3,18
5 Kabaena timur 7.634 7.877 3,18
6 Kabaena tengah 3.939 4.064 3,17
7 Rumbia 12.269 12.661 3,20
8 Mata oleo 6.979 7.201 3,18
9 K. Masaloka raya 3.413 3.522 3,19
10 Rumbia tengah 7.282 7.514 3,19
11 Rarowatu 7.131 7.358 3,18
52
No. Kecamatan Jumlah penduduk (Jiwa) Laju pertumbuhan
penduduk(%) 2014 2015
1 2 Rarowatu utara 8.428 8.697 3,19
13 Lantari jaya 8.614 8.888 3,18
14 Mata usu 1.448 1.494 3,18
15 Poleang timur 10.435 10.768 3,19
16 Poleang utara 11.975 12.357 3,19
17 Poleang selatan 7.564 7.806 3,20
18 Poleang tenggara 4.300 4.437 3,19
19 Poleang 16.356 16.877 3,19
20 Poleang barat 12.910 13.321 3,18
21 Tontonunu 6.016 6.208 3,19
22 Poleang tengah 3.986 4.113 3,19
Jumlah 159.718 164.809 3.19%
Sumber: Kabupaten Bombana Dalam Angka 2015.
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh
pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi
ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan
berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh
dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Miskin Di Kabupaten Bombana
No Kecamatan
(1)
Pra
Sejahtera
Keluarga Sejahtera Jumlah
I II III III+
1 Kabaena 217 216 257 186 25 901
2 Kabaena utara 438 347 193 38 - 1.016
3 Kabaena selatan 279 339 236 63 - 917
4 Kabaena barat 610 570 520 254 38 1.992
5 Kabaena timur 707 389 422 316 - 1.834
6 Kabaena tengah 256 474 190 7 - 927
7 Rumbia 222 339 1.167 1.021 128 2.877
8 Mata oleo 852 595 263 128 1 1.839
9 K. Masaloka raya 337 258 88 104 - 787
10 Rumbia tengah 425 559 232 109 4 1.329
11 Rarowatu 147 250 600 346 10 1.353
12 Rarowatu utara 436 514 518 399 - 1.867
13 Lantari jaya 868 781 123 26 - 1.798
14 Mata usu 126 124 189 16 - 455
15 Poleang timur 895 739 639 174 5 2.452
53
No Kecamatan
(1)
Pra
Sejahtera
Keluarga Sejahtera Jumlah
I II III III+
16 Poleang utara 585 597 1.015 666 2 2.865
17 Poleang selatan 541 492 537 180 12 1.798
18 Poleang tenggara 717 135 87 15 7 961
19 Poleang 1.030 1.494 1.066 242 15 3.847
20 Poleang barat 992 1. 295 783 166 - 3. 236
21 Tontonunu 638 507 238 20 - 1.403
22 Poleang tengah 431 281 142 24 - 878
Jumlah 11.749 11. 295 11. 295 4.500 247 37.332
Sumber:Bombana Dalam Angka 2015.
3. Sarana dan Prasarana
Dalam pelaksanaan pembangunan sosial, pemerintah telah mengupayakan
berbagai usaha guna terciptanya kesejahteraan masyarakat di bidang sosial yang
lebih baik. Usaha tersebut meliputi kegiatan di bidang pendidikan, agama,
kesehatan, serta urusan sosial lainnya.
a. Sarana Pendidikan
Sasaran pembangunan pendidikan dititik beratkan pada peningkatan mutu dan
perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan, dimulai dari kegiatan
prasekolah (Taman Kanak-Kanak) sampai dengan Perguruan Tinggi. Upaya
peningkatan mutu pendidikan yang ingin dicapai tersebut dimaksudkan untuk
menghasilkan manusia berkualitas. Sedangkan perluasan kesempatan belajar
dimaksud agar penduduk usia sekolah yang setiap tahun mengalami peningkatan
sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dapat memperoleh kesempatan belajar
yang seluas-luasnya.
Pelaksanaan pembangunan pendidikan di KecamatanPoleang mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat mengukur tingkat
54
perkembangan pembangunan pendidikan di Kabupaten Bombana seperti
banyaknya sekolah dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana.
No Kecamatan SMAN
(2)
MAN
(3)
SMKN
(4)
MTSN
(5)
SMPN
(6)
SDN
(7)
TK
(9)
1. Kabaena - 1 - 2 2 6 5
2. Kabaena utara - - 1 1 2 8 6
3. Kabaena selatan - - 1 - 1 4 4
4. Kabaena barat 1 1 1 1 4 13 10
5. Kabaena timur 1 1 - 1 1 8 7
6. Kabaena tengah 1 - - 3 9 5
7. Rumbia 1 1 - - 2 6 3
8. Mata oleo 1 - - - 3 7 3
9. K. Masaloka raya 1 - - - 1 4 4
10. Rumbia tengah - 1 1 1 1 5 5
11. Rarowatu 1 - - - 2 8 7
12. Rarowatu utara - 1 1 3 6 9
13. Lantari jaya 1 - - 1 1 9 6
14. Mata usu - - 1 - 4 4
15. Poleang timur 1 2 1 4 3 8 11
16. Poleang utara 2 1 - 1 4 11 10
17. Poleang selatan 1 1 - 3 1 8 5
18. Poleang tenggara 1 - - 1 2 5 4
19. Poleang 2 1 1 2 3 12 12
20. Poleang barat 1 - - - 4 14 11
21. Tontonunu 2 - - 2 1 5 5
22. Poleang tengah 2 - 1 2 1 3 4
Jumlah 20 10 8 24 45 163 140
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015.
a. Sarana Peribadatan.
Pembangunan di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa diarahkan untuk menciptakan keselarasan hubungan antar manusia dengan
manusia, manusia dengan penciptanya serta dengan alam sekitarnya. Indikator
pembangunan bidang agama, digambarkan dengan pembangunan sarana
55
peribadatan, pembinaan umat beragama, dan berbagai kegiatan keagamaan di
Kabupaten Bombana.
Tabel 12. Jumlah tempat peribadatan di Kabupaten Bombana.
No. Kecamatan
Masjid
(2)
Mushalla
(3)
Gereja
(4)
Pura
(5)
Vihara
(6)
1. Kabaena 6 - - - -
2. Kabaena utara 8 4 - 2 -
3. Kabaena selatan 4 - - - -
4. Kabaena barat 9 3 - - -
5. Kabaena timur 8 2 - - -
6. Kabaena tengah 8 2 - 1 -
7. Rumbia 12 3 2 - -
8. Mata oleo 10 1 - - -
9. K. Masaloka raya 6 1 - - -
10. Rumbia tengah 11 1 - - -
11. Rarowatu 11 1 1 - -
12. Rarowatu utara 11 7 4 3 -
13. Lantari jaya 12 8 1 8 -
14. Mata usu 7 - - - -
15. Poleang timur 17 1 - - -
16. Poleang utara 26 9 2 1 -
17. Poleang selatan 12 - - - -
18. Poleang tenggara 10 - - 1 -
19. Poleang 18 - - - -
20. Poleang barat 28 - - - -
21. Tontonunu 17 - - - -
22. Poleang tengah 2 - - - -
Jumlah 243 43 10 16 -
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015.
b. Sarana Kesehatan
tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan, biasanya berada di bawah
pengawasan dokter/tenaga medis, termasuk rumah sakit khusus seperti rumah
sakit perawatan paru paru, dan RS jantung dan pusat pelayanan kesehatan lainnya
seperti puskesmas, posyandu, klinik. Dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:
56
Tabel 13. Jumlah Pusat Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bomban
No Kecamatan RS
(2)
Rumah bersalin
(3)
Puskesmas
(4)
Posyandu
(5)
Klinik
(6)
Polindes
(7)
1. Kabaena - 1 1 7 - 1
2. Kabaena utara - 1 - 8 2 1
3. Kabaena selatan - - 1 5 - 1
4. Kabaena barat - 1 2 12 1 1
5. Kabaena timur - 1 1 14 1 1
6. Kabaena tengah - 3 8 1 4
7. Rumbia - 1 - 12 - 1
8. Mata oleo - 1 - 15 2 8
9. K. Masaloka raya - 1 - 7 3 -
10. Rumbia tengah 1 - 1 8 2 -
11. Rarowatu - - - 10 2 -
12. Rarowatu utara - - 1 8 2 3
13. Lantari jaya - 1 2 5 - 3
14. Mata usu - 1 1 12 3 1
15. Poleang timur - 1 - 12 2 -
16. Poleang utara - 1 - 13 5 -
17. Poleang selatan - 1 1 11 3 -
18. Poleang tenggara - 1 2 8 2 1
19. Poleang - 1 1 17 3 1
20. Poleang barat - 1 2 16 3 -
21. Tontonunu - 1 1 10 - 4
22. Poleang tengah - - 1 6 2 -
Jumlah 1 16 21 224 39 31
Sumber/source: Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Bombana.
4. Aspek Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bombana dapat diukur dari besarnya nilai
PDRB atas dasar harga konstan yang berhasil diciptakan pada tahun sebelumnya.
Pada tahun 2014 nilai PDRB Kabupaten Bombana sebesar Rp. 3.985.950,01. dan
dari tahun ke tahun terus meningkat hingga pada tahun 2015 sebesa Rp.
4.530.094,39.
57
Tabel 14. PDRB/Pendapatan Perkapita
Perincian 2014 2015
1. PDRB Harga Paasar (Juta
Rupiah)
3.985.950,01 4.530.094,39
2. Penyusutan (Juta Rupiah) 886.265,26 1.007.254,30
3. PDRN Pada Harga Pasar
(Juta Rupiah)
3.099.684,74 3.522.840,08
4. Pajak Tak Langsung Netto
(Juta Rupiah)
180.902,62 205.598,65
5. PDRB Atas Dasar Biaya
Factor/Pendapatan Regional
(Juta Rupiah)
2.918.782,12 3.317.241,43
6. Penduduk Pertengahan
Tahun (Jiwa)
159.718 164.809
7. PDRB Perkapita (Juta
Rupiah)
24.956.173 27.486.936
Ket: *) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara Tabel 15. Pendapatan Perkapita Kabupaten Bombana.
Lapangan Usaha 2014 2015
1. Pertanian. 1.260.780,79 1.372.804,63
2. Pertambangan dan Penggalian 1.159.450,72 1.356.951,23
3. Industry pengelolaan 218.976,11 244.929,08
4. Pengadaan Listrik dan Gas 419,47 476,88
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah
dan Limbah.
5.367,92 6.276,27
6. Konstruksi 316.577,14 398.591,37
7. Perdagangan Eceran; Reparasi
Mobil
474.666,39 532.146,32
8. Transportasi dan Pergudangan 23.122,41 25.789,64
9. Penyedian Akomodasi Dan Makan
Minum
15.854,90 19.241,22
10. Informisi dan Komunikasi 27.953,21 29.536,95
11. Jasa Keungan dan Akutansi 39.099,36 43.989,71
12. Real Estate 59.604,52 65.468,55
13. Jasa Perusahaan 482,62 563,23
14. Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan Dan Jaminan Social
Wajib
171.812,13 183.231,69
15. Jasa Pendidikan 162.527,02 193.951,38
58
Lapangan Usaha 2014 2015
16. Jasa Kesehatan Dan Kegiatan
Lainnya
32.045,53 36.548,37
17. Jasa Lainnya 17.209,77 19.597,86
PDRB / GRDP 3.985.950,01 4.530.094,
39
Ket: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
B. Analisis Spasial Daerah Tertinggal
1. Penghitungan Zscore
Seperti yang diketahui bahwa 18 indikator yang dikelompokkan dalam 6
kriteria, yaitu ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (2 indikator), saran
dan prasarana (7 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik daerah (3
indikator) dan kemampuan keuangan daerah (1 indikator). Seperti diketahui
bahwa 18 indikator yang digunakan dalam penentuan daerah tertinggal
mempunyai nilai dengan ukuran yang berbeda-beda, diantaranya adalah
persentase, km, rupiah, dan tahun. Secara rinci ukuran nilai masing-masing
indikator dapat dilihat dari Tabel penghitungan Zscore berikut..Terkait dengan
nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda, maka nilai-nilai indikator
tersebut tidak bisa digabung (dijumlahkan atau dikurangkan). Agar nilai-nilai
indikator tersebut dapat dijumlahkan atau dikurangkan maka perlu dilakukan
suatu standarisasi nilai indikator. Menggunakan model statistik, nilai-nilai
indikator yang mempunyai ukuran berbeda dapat distandarisasi hasil Z-score
untuk masing-masing indicator.
Dari hasil penghitungan Zscore diperoleh hasil Zscore tertinggi pada
sarana pendidikan berada di kecamatan Poleang Tengah dengan nilai 10.21721,
sarana kesehatan dengan Zscore tertinggi berada pada kecamatan Lantari Jaya
59
dengan nilai 5.173965, sarana perdagangan dengan Zscore tertinggi terdapata
pada daerah Poleang Timur dengan nilai 19.80489, banyaknya rumahtangga
pengguna air bersih dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Poleang Utara
dengan nilai 4.46914, banyaknya pengguna listrik menurut rumahtangga dengan
Zscore tertinggi terdapat pada daerah Kabaena Barat dengan nilai 8.619415,
penduduk miskin dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Kabaena Barat
dengan nilai 5.65236, Luas Jalan Aspal/tidak diaspal dengan Zscore tertinggi
terdapat pada daerah Poleang Utara, Aksesbilitas dengan Zscore tertinggi terdapat
pada daerah Rumbia dengan nilai 1.428869, dan sumber daya manusia dengan
nilai Zscore tertinggi terdapat pada daerah Kabaena Tengah dengan nilai
819.0331. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Diagram batang berikut :
Diagram Batang Hasil Penghitungan Zscore Daerah Tertinggi Setiap Wilayah
10.21721 5.173965 19.80489 4.46914 8.619415 5.65236 15.68929
819.0331
1.4288690
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Poleang Tengah
Lantari Jaya
Poleang Timur
Poleang Utara
Kabaena Barat
Kabaena Barat
Poleang Utara
Kabaena Tengah
Rumbia
Hasil Penghitungan Zscore
Pendidikan Kesehatan Perdagangan Air Bersih Listrik
Penduduk Miskin Luas Jalan SDM Aksesbilitas
60
2. Penghitungan Indeks Komposit
Untuk penghitungan indeks komposit, setiap kriteria dan indikator diberi
bobot berdasarkan hasil perhitungan indikator menggunakan data BPS Kabupaten
Dalam Angka 2016. Total bobot untuk 6 kriteria dan 17 indikator adalah 1,00 atau
100 persen. Bobot untuk masing-masing kriteria tidak semuanya sama, ada yang
0,20 atau 20 persen (Infrastruktur, Aksesibilitas, Ekonomi, dan Sumber Daya
Manusia), sedangkan untuk Karakteristik daerah dan Celah Fiskal/KKD masing-
masing diberi bobot masing-masing 0,10 atau 10 persen. Oleh karena banyaknya
indikator untuk masing-masing kriteria tidak sama, maka bobot untuk setiap
indikator dapat berbeda.
Hasil penghitungan indeks komposit diperoleh hasil indeks komposit
sarana pendidikan tertinggi terdapat di daerah Poleang Timur dengan indeks
komposit yaitu 8.45743, sarana kesehatan dengan indeks komposit tertinggi
terdapat pada daerah Mata Oleo dengan nilai -25.6178, sarana perdagangan
dengan indeks komposit tertinggi terdapat pada daerah Poleang Barat dengan nilai
-260.508, banyankya rumahtangga pengguna air bersih dengan indeks komposit
tertinggi terdapat pada daerah Poleang Utara dengan nilai 174,994 banyaknya
rumahtangga pengguna listrik dengan indeks komposit tertinggi terdapat pada
daerah 14. 21892, aksesibilitas tertinggi berdasarkan penghitungan indeks
komposit terdapat pada daerah Mata Usu dengan nilai 32.97585, sedangkan untuk
sumber daya manusia deng penghitungan hasil inddeks komposit tertinggi
terdapat pada daerah Kabaena dengan nilai 803.6206. Secara lengkap bobot dan
61
arah masing-masing indikator menurut kriteria dapat dilihat pada Diagram batang
berikut:
Diagram Batang Penghitungan Indeks Komposit Daerah Tertinggi Setiap Wilayah
3. Penentuan Klasifikasi Kecamatan
Klasifikasi kabupaten termasuk tertinggal atau tidak tertinggal ditentukan
berdasarkan hasil perhitungan indeks komposit dari nilai 17 indikator
standardized indicators masing-masing kecamatan dengan cara sebagai berikut:
Kelompok Kecamatan Berpotensi Maju, apabila Ikmin ≤ (IKi) < IKmin + I
Kelompok Kecamatan Agak Tertinggal apabila Ikmin + I ≤ (IKi) < IKmin + 2I
Kelompk Kecamatan Tertinggal apabila IKmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I.
-8.45743 -25.6178
-260.508-174.994
-19.687
32.97585
803.6206
14.21892
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
Poleang Timur
Mata oleo Poleang Barat
Poleang Utara
Kabaena Barat
Mata Usu Kabaena Barat
Poleang
Hasil Penghitungan Indeks Komposit
Pendidikan Kesehatan Perdagangan Air Bersih Listrik Aksesbilitas SDM Luas Jalan
62
1. Sarana Pendidikan.
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -8.45743≤ (IKi) < -8.45743 + 2.342278
: -8.45743 ≤ (IKi) < -6.11516
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -8.45743 + 2.342278 ≤ (IKi) < -8.45743 + 2 (2.342278)
: -6.11516 ≤ (IKi) < -3.772874
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
: -8.45743 + 2 (2.342278)≤(IKi)<-8.45743+3 (2.342278)
: -3.772874 ≤ (IKi) < 1.2479397
Dari penghitungan klasifikasi Kecamatan maka pada sarana pendidikan yang
berpotensi maju yaitu kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang timur,
Poleang Utara, dan Poleang. Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kecamatan
Kabaena Barat, Kabaena Timur, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang
Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, Tontonunu, dan Poleang Tengah,
sedangkan Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena, Kabaena Utara,
Kabaena Selatan, Kabaena Tengah, Mata Oleo, K. Masaloka Raya, dan Mata Usu.
2. Sarana Kesehatan
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -25.6178≤ (IKi) < -25.6178 + 6.618637
: -25.6178 ≤ (IKi) < -18.99917
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -25.6178 + 6.618637 ≤ (IKi) < -25.6178 + 2 (6.618637)
63
: -18.99917≤ (IKi) < -12.38054
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
: -25.6178 + 2 (6.618637)≤(IKi)<-25.6178+3 (6.618637)
: -12.38054 ≤ (IKi) < -5.76191
Dari hasil klasifikasi kecamtan sarana kesehatan yang berpotensi maju yaitu
Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Kecamtan Poleang, Mata Oleo. Kecamatan
Agak Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena
Tengah, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang
Tenggara, Poleang Barat, Tontonunu. Dan Kecamatan Tertinggal yaitu
Kecamatan Kabaena, Kabaena Utara, Kabaena Selatan, K. Masaloka Raya,
Rarowatu, Poleang Timur dan Poleang Tengah,
3. Sarana Perdagangan
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -260.508≤ (IKi) < -260.508 + 84.68923
: -260.508≤ (IKi) < -175.81887
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -260.508+ 84.68923 ≤ (IKi) < -260.508 + 2 (84.68923)
: -175.81887≤ (IKi) < -91.12954
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
: -260.508+ 2 (84.68923)≤(IKi)<- 260.508+3 (84.68923)
: -91.12954 ≤ (IKi) < -6.44031
Hasil kalsifikasi kecamatan sarana perdgangan dan jasa yang termsuk
Kecamatan Berpotensi maju yaitu Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang
64
Timur, Poleang, dan Poleang Barat, yang masuk dalam kategori Kecamatan Agak
Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena Barat dan Rarowatu Utara. Sedangkan yang
masuk kategori Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena, Kabaena Utara,
Kabaena Selatan, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Mata Oleo, K. Masaloka
Raya, Rarowatu, Lantari Jaya, MataUsu, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang
Tenggar, Tontonunu, dan Poleang Tengah.
4. Penduduk Miskin
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -0.36093≤ (IKi) < -0.36093 + 267.9938
: -0.36093 ≤ (IKi) < 267.63317
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -0.36093+ 267.9938 ≤ (IKi) < -0.36093 + 2 (267.9938)
: -267.63317≤ (IKi) <535,62667
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
: -0.36093+ 2 (267.9938)≤(IKi)<-0.36093+3 (267.9938)
: -535.62667 ≤ (IKi) < 1703.62047
Hasil Klasifikasi penduduk miskin yang masuk kategori Kecamatan
Berpotensi Maju yaitu Kecamatan Kabaena Utara, Kabaena Barat, Kabaena
Timur, Rumbia, Mata Oleo, Rumbia Tengah rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari
Jaya, Poleang Timur, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang, Poleang Barat,
Tontonunu. Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kabaena selatan, Poleang
Tenggara, Poleang Tengah. Sedangkan Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan
Kabaena, Kabaena Tengah, K. Masaloka Raya, Mata Usu, Poleang Tengah.
65
5. Banyaknya Rumahtangga Pengguna Air Bersih.
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -174.994≤ (IKi) < -174.994+ 58.31658
: -174.994 ≤ (IKi) < -116.67742
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -174.994+ 58.31658 ≤ (IKi) < -174.994 + 2 (58.31658)
: -116.67742≤ (IKi) <-58.36084
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
: -174.994+ 2 (58.31658)≤(IKi)<- 174.994+3 (58.31658)
: -58.36084 ≤ (IKi) < -0.04426.
Hasil klasifikasi jumlah rumahtangga pengguna air bersih di dapatkan
Kecamatan Berpotensi Maju yaitu Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang
Utara, Poleang, tontonunu. Kecamatan Agak Tertingal yaitu Rarowatu dan K.
Masaloka Raya. Sedangkan yang masuk kategori Kecamatan Tertinggal yaitu
Kabaena, Kabaena Utara, Kabaena Selatan,Kabaena Barat, Kabaena Timur,
Kabaena Tengah, Mata Oleo, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Mata Usu, Poleang
Timur, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, dan Poleang Tengah.
6. Jumlah Rumah Tangga Pengguna Listrik
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -19.687≤ (IKi) < -19.687+ 6.445658
: -19.687 ≤ (IKi) < -13.24135.
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -19.687+ 13.24135 ≤ (IKi) < -19.687 + 2 (6.445658)
66
: -13.24135≤ (IKi) <-6.7957
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
: -19.687+ 2 (6.445658)≤(IKi)<-19.687 +3 (6.445658)
: -6.7957≤ (IKi) < -0.35005.
Hasil klasifikai jumlah rumahtangga pengguna listrik yang masuk kategori
Kecamatan berpotensi maju yaitu Rumbia, Mata Oleo, Rumbia Tengah, Poleang,
Poleang Tengah, Kecamatan kategori agak tertinggal yaitu Kabaena Barat,
Kabaena Tengah, K. Masaloka Raya, Mata Usu, Poleang Tenggara, Tontonunu.
Sedangkan kategori Kecamatan tertinggal yaitu Kabaena Utara, Kabaena Selatan,
Kabaena Timur, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya,Poleang Timur, Poleang
Selatan, Poleang Barat.
7. Luas Jalan Kecamatan Aspal.
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: 0.187383.≤ (IKi) < 0.187383+4.802102
: 0.187383≤ (IKi) < 4.98948.
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: 0.187383+4.802102≤ (IKi) <0.187383 + 2 (4.802102)
: 4.98948≤ (IKi) < 9.79158
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
:0.187383+2 (4.802102)≤(IKi)<0.187383 +3 (4.802102)
: 9.79158≤ (IKi) < 14.78106
Hasil klasifikasi luas jalan kecamatan aspal hampir semua kecamatan
berada pada kategori Kecamatan Berpotensi Maju yaitu Kabaena, Kabeana Utara,
67
Kabaena selatan, Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Rumbia,
Mata Oleo, K. Masaloka Raya, Rumbia Tengah, Rarowatu Utara, Lantari Jaya,
Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang, Poleang Barat, Tontonunu, Poleang
Tengah, Poleang Utara. Kecamatan yang masuk kategori Kecamatan agak
tertinggal yaitu dan Poleang Timur. Sedangkan kecamatan yang masuk kategori
daerah tertinggal yaitu Mata Usu.
8. Klasifikasi Aksesbilitas
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
:2.000417.≤ (IKi) < 2.000417+10.32515
: 2.000417≤ (IKi) < 12.325567.
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: 2.000417+10.32515≤ (IKi) < 2.000417 + 2 (10.32515)
: 12.325567≤ (IKi) < 22.65071
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
:2.000417+2 (10.32515)≤(IKi)<2.000417 +3 (10.32515)
: 22.65071≤ (IKi) < 32.97586
Hasil klasifikasi aksesbilitas, kecamatan yang masuk kategori kecamatan
berpotensi maju yaitu kecamtan Rumbia, Rumbia Tengah, Mata Oleo, K.
Masaloka Raya, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Timur, Poleang
Utara, Poleang. Yang masuk kategori Kecamatan Agak Tertinggal yaitu
Kecamatan Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, Poleang Tengah
dan Tontonunu. Kecamata tertinggal yaitu Mata Usu,Kabaena, Kabaena Tengah,
Kabaena Utara, Kabaena Selatan,Kabaena Timur.
68
9. Kalsifikasi Sumber Daya Manusia
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I
: -15.9548.≤ (IKi) < -15.9548+31.90941
: -15.9548≤ (IKi) < 15.95461.
Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I
: -15.9548+31.90941≤ (IKi) <-15.9548 + 2 (31.90941)
: 15.95461≤ (IKi) < 47.86402
Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I
:-15.9548+2 (31.90941)≤(IKi)< -15.9548 +3 (31.90941)
: 47.86402 ≤ (IKi) < 79.77343.
Hasil kalsifikasi sumber daya manusia, untuk klasifikasi ini semua
kecamatan yang ada di kabupaten Bombana masuk dalam kategori maju.
Tabel16. Hasil klasifikasi Daerah Tertinggal di Kabupaten Bombana.
No Kecamtana Sarana dan Prasarana
Ekonomi Aksesibilitas SDM Persentase
(%)
1 Kabaena 12.11722231 16.50543291 6.302794022 0.016829689 34.94227894
2 Kabaena utara 12.30927229 16.2479142 7.407407407 0.018922308 35.9835162
3 Kabaena selatan 16.25883027 12.30100792 7.147498376 7.850746688 43.55808326
4 Kabaena barat 5.221516083 38.30305161 6.172839506 7.291026434 56.98843363
5 Kabaena timur 7.592786581 26.34079042 5.393112411 0.023004026 39.34969343
6 Kabaena tengah 11.43923041 17.48369364 7.537361923 14.4043207 50.86460668
7 Rumbia 5.064213079 39.49280902 0.454840806 5.146512942 50.15837585
8 Mata oleo 7.458326344 26.81566759 2.079272255 0.01624553 36.36951172
9 K. Masaloka raya 15.49508015 12.90732272 1.851851852 0.015624399 30.26987912
10 Rumbia tengah 7.414480257 26.97424406 0.64977258 5.028202299 50.06669919
11 Rarowatu 8.40288657 23.80134473 1.104613385 13.89410606 47.20295075
12 Rarowatu utara 5.724622385 34.93680221 1.234567901 12.50395601 54.39994851
13 Lantari jaya 8.248569628 24.24662808 1.559454191 0.018796603 39.47344851
14 Mata usu 14.31902853 13.967428 11.17608837 0.029755127 34.49230002
15 Poleang timur 4.735516637 42.2340402 3.83365822 12.11944642 62.92266148
16 Poleang utara 6.390925949 31.2943698 2.501624431 0.016422996 40.20334318
17 Poleang selatan 9.438898817 21.18891238 5.198180637 0.015210312 35.84120215
18 Poleang tenggara 12.72034905 15.72283898 5.782975958 0.029540689 34.25570469
19 Poleang 4.02852714 49.64593586 5.977907732 8.510971833 68.16334256
20 Poleang barat 3.804456843 52.56992214 6.952566602 13.00677624 76.33372183
21 Tontonunu 8.289214599 24.12773823 4.158544509 0.027891734 36.60338908
22 Poleang tengah 11.34446282 17.62974618 5.523066927 0.015698343 34.51297427
Sumder: Data Hasil Olahan 2016.
69
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan klasifikasi daerah tertinggal di
Kabupaten Bombana yaitu, Kecamatan Kabaena (34,9%), Kecamatan K.
Masaloka Raya (30,2%), Kecamatan Mata Usu (34%), Kecamatan Poleang
Tenggara (34,2%), Kecamatan Poleang Tengah (34,5%). Dan daerah agak
tertinggal di Kabupaten Bombana yaitu, Kecamatan Kabaena Utara (35,9%),
Kecamatan Kabaena selatan (43,5%), Kecamatan Kabaena Timur (39,4%),
Kecamatan Mata Oleo (36,3), Kecamatan Rarowatu (47,2%), Kecamatan Lantari
Jaya (39,4%), Kecamatan Poleang Utara ( 40,2%), Keacamatan Poleang Selatan
(35.8%), Kecamatan Tontonunu (36,6%). Sedangkan daerah berpotensi maju
yaitu, Kecamatan Kabaena Barat (56,9%), Kecamatan Kabaena Tengah (50,8%),
Keacmatan Rumbia (50,1%), Kecamatan Rumbia Tengah (50%), Kecamatan
Rarowatu Utara (54,3%), Kecamatan Poleang Timur (62,9%), Kecamatan Poleang
(68,1%), Kecamatan Poleang Barat (76,3%).
Ketertinggalan wilayah tersebut disebabkan karena rendahnya nilai
wilayah ini dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan
utama kecamatan, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per
km2, persentase rumah tangga listrik, persentase rumahtangga yang memiliki
aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen maupun pertokoan. Jika
dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, kecamatan ini berada di wilayah yang
memiliki densitas jalan yang rendah dan berada pada bentuk lahan (landform)
yang datar hingga bergelombang dan berbukit.
70
C. Analisis Hirarki Wilayah
Hasil analisis skalogram akan menentukan struktur pusat pelayanan
menurut hirarki wilayah. Penentuan hirarki didasarkan atas tingkat perkembangan
dan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah. Tingkat
hirarki ini penting dalam penentuan kapasitas suatu wilayah, apakah suatu
wilayah merupakan pusat/inti atau hinterland.
Perkembangan pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya akan berdampak pada adanya struktur hirarki pada wilayah-
wilayah tersebut yang dicerminkan dari adanya pusat-pusat pelayanan di suatu
wilayah. Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi dan
yang relatif lebih maju akan membutuhkan berbagai sarana dan prasarana serta
pelayanan sosial ekonomi yang lebih dari wilayah dengan kepadatan penduduk
yang lebih rendah dan yang relatif belum maju. Contohnya dalam hal prasarana
pendidik dan kesehatan serta sarana dan prasarana transportasi.
71
Tabel 17. Jumlah Fasilitas Yang Terdapat Di Kabupaten Bombana.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kabaena √ √ √ √
√
√
2 Kabaena utara √ √ √ √
√
√
3 Kabaena selatan √ √ √
√ √
4 Kabaena barat √ √ √ √ √ √ √ √
√
5 Kabaena timur √ √ √ √ √ √
√
√
6 Kabaena tengah √ √ √
√
√
√
7 Rumbia √ √ √
√ √
8 Mata oleo √ √ √
√
√
9 K. Masaloka raya √ √ √
√
√
10 Rumbia tengah √ √ √ √
√ √ √ √ √
11 Rarowatu √ √ √
√
√
12 Rarowatu utara √ √ √ √
√ √
√
13 Lantari jaya √ √ √ √ √
√
14 Mata usu √ √
√
√
√
15 Poleang timur √ √ √ √ √ √ √
√
16 Poleang utara √ √ √ √ √ √
√
17 Poleang selatan √ √ √ √ √ √
√
√
18 Poleang tenggara √ √ √ √ √
√
√
19 Poleang √ √ √ √ √ √ √ √
√
20 Poleang barat √ √ √
√
√
√
21 Tontonunu √ √ √ √ √
√
22 Poleang tengah √ √ √ √ √
√ √
√
Jumlah 22 22 21 15 16 9 8 15 1 17
Ket: 1. TK 2. SD 3. SMP 4. MTS 5.SMA
6. MAN 7. SMK 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
72
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 Kabaena √ √ √ √ √
2 Kabaena utara √ √ √ √ √
3 Kabaena selatan √ √ √ √
4 Kabaena barat √ √ √ √ √ √
5 Kabaena timur √ √ √ √ √ √
6 Kabaena tengah √ √ √ √ √ √
7 Rumbia √ √ √ √ √ √
8 Mata oleo √ √ √ √ √
9 K. Masaloka raya √ √ √ √
10 Rumbia tengah √ √ √ √ √ √ √ √
11 Rarowatu √ √ √ √ √ √ √
12 Rarowatu utara √ √ √ √ √ √ √
13 Lantari jaya √ √ √ √ √ √ √
14 Mata usu √ √ √ √
15 Poleang timur √ √ √ √ √ √ √
16 Poleang utara √ √ √ √ √ √ √
17 Poleang selatan √ √ √ √ √ √
18 Poleang tenggara √ √ √ √ √
19 Poleang √ √ √ √ √ √ √
20 Poleang barat √ √ √ √ √ √
21 Tontonunu √ √ √ √
22 Poleang tengah √ √ √ √ √
Jumlah 22 6 8 22 17 18 22 5 6
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hotel. 14. Transportaasi. 15. Restoran. 16. Pasar.
17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
73
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
21 22 23 24 25 26
1 Kabaena √
2 Kabaena utara √
3 Kabaena selatan √
4 Kabaena barat √
5 Kabaena timur √
6 Kabaena tengah √
7 Rumbia √ √
8 Mata oleo √
9 K. Masaloka raya √
10 Rumbia tengah √ √ √ √
11 Rarowatu √ √
12 Rarowatu utara √
13 Lantari jaya √
14 Mata usu √
15 Poleang timur √
16 Poleang utara √
17 Poleang selatan √ √
18 Poleang tenggara √
19 Poleang √ √
20 Poleang barat √
21 Tontonunu √
22 Poleang tengah √
Jumlah 1 1 1 3 1 22
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25.
Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
74
Tabel 18.Analisis Skalogram Jumlah Fasilitas Yang Terdapat Di Kabupaten
Bombana.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
1 2 11 14 17 26 3 16 10 15
1 Kabaena √ √ √ √ √ √ √ √
2 Kabaena utara √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Kabaena selatan √ √ √ √ √ √ √ √
4 Kabaena barat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Kabaena timur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6 Kabaena tengah √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 Rumbia √ √ √ √ √ √ √ √
8 Mata oleo √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 K. Masaloka raya √ √ √ √ √ √ √ √ √
10 Rumbia tengah √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11 Rarowatu √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
12 Rarowatu utara √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
13 Lantari jaya √ √ √ √ √ √ √ √ √
14 Mata usu √ √ √ √ √ √ √ √
15 Poleang timur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
16 Poleang utara √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
17 Poleang selatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
18 Poleang tenggara √ √ √ √ √ √ √ √ √
19 Poleang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
20 Poleang barat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
21 Tontonunu √ √ √ √ √ √ √ √
22 Poleang tengah √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jumlah 22 22 22 22 22 22 21 18 17 17
Ket: 1. TK 2. SD 3. SMP 4. MTS 5.SMA
6. MAN 7. SMK 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
.
75
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
5 4 8 6 7 13 12 19 18 24
1 Kabaena √ √ √ √
2 Kabaena utara √ √ √
3 Kabaena selatan √ √
4 Kabaena barat √ √ √ √ √ √
5 Kabaena timur √ √ √ √ √
6 Kabaena tengah √ √ √
7 Rumbia √ √ √ √
8 Mata oleo √
9 K. Masaloka raya √
10 Rumbia tengah √ √ √ √ √ √
11 Rarowatu √ √ √ √ √
12 Rarowatu utara √ √ √ √ √
13 Lantari jaya √ √ √ √
14 Mata usu √ √
15 Poleang timur √ √ √ √ √ √
16 Poleang utara √ √ √ √ √
17 Poleang selatan √ √ √ √ √ √
18 Poleang tenggara √ √ √ √
19 Poleang √ √ √ √ √ √ √
20 Poleang barat √ √ √
21 Tontonunu √ √ √ √
22 Poleang tengah √ √ √ √ √
Jumlah 16 15 15 9 8 8 6 6 5 3
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hxotel. 14. Transportasi. 15. Restoran. 16. Pasar.
17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
76
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
9 20 21 22 23 25
1 Kabaena
2 Kabaena utara
3 Kabaena selatan
4 Kabaena barat
5 Kabaena timur
6 Kabaena tengah
7 Rumbia √ √
8 Mata oleo
9 K. Masaloka raya
10 Rumbia tengah √ √ √ √
11 Rarowatu
12 Rarowatu utara
13 Lantari jaya
14 Mata usu
15 Poleang timur
16 Poleang utara
17 Poleang selatan
18 Poleang tenggara
19 Poleang
20 Poleang barat
21 Tontonunu
22 Poleang tengah
Jumlah 1 1 1 1 1
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25.
Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
77
Tabel 19. Analisis Perhitungan Bobot Fungsi di Kabupaten Bombana.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
1 2 11 14 17 26 3 16 10 15
1 Kabaena 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Kabaena utara 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Kabaena selatan 1 1 1 1 1 1 1 1
4 Kabaena barat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Kabaena timur 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Kabaena tengah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Rumbia 1 1 1 1 1 1 1 1
8 Mata oleo 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 K. Masaloka raya 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 Rumbia tengah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 Rarowatu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 Rarowatu utara 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
13 Lantari jaya 1 1 1 1 1 1 1 1 1
14 Mata usu 1 1 1 1 1 1 1 1
15 Poleang timur 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 Poleang utara 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
17 Poleang selatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
18 Poleang tenggara 1 1 1 1 1 1 1 1 1
19 Poleang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 Poleang barat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
21 Tontonunu 1 1 1 1 1 1 1 1
22 Poleang tengah 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 22 22 22 22 22 22 21 18 17 17
Centralitas Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Bobot 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
Ket: 1. TK 2. SD 3. SMP 4. MTS 5.SMA
6. MAN 7. SMK 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
78
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
5 4 8 6 7 13 12 19 18 24
1 Kabaena 1 1 1 1
2 Kabaena utara 1 1 1
3 Kabaena selatan 1 1
4 Kabaena barat 1 1 1 1 1 1
5 Kabaena timur 1 1 1 1 1
6 Kabaena tengah 1 1 1
7 Rumbia 1 1 1 1
8 Mata oleo 1
9 K. Masaloka raya 1
10 Rumbia tengah 1 1 1 1 1 1
11 Rarowatu 1 1 1 1 1
12 Rarowatu utara 1 1 1 1 1
13 Lantari jaya 1 1 1 1
14 Mata usu 1 1
15 Poleang timur 1 1 1 1 1 1
16 Poleang utara 1 1 1 1 1
17 Poleang selatan 1 1 1 1 1 1
18 Poleang tenggara 1 1 1 1
19 Poleang 1 1 1 1 1 1 1
20 Poleang barat 1 1 1
21 Tontonunu 1 1 1 1
22 Poleang tengah 1 1 1 1 1
Jumlah 16 15 15 9 8 8 6 6 5 3
Centralitas Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Bobot 6,25 6,66 6,66 11,11 12,5 12,5 16,66 16,66 20 33,33
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hotel. 14. Transportasi. 15. Restoran. 16. Pasar.
17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
79
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
JF 9 20 21 22 23 25
1 Kabaena 12
2 Kabaena utara 12
3 Kabaena selatan 10
4 Kabaena barat 16
5 Kabaena timur 15
6 Kabaena tengah 13
7 Rumbia 1 1 13
8 Mata oleo 11
9 K. Masaloka raya 10
10 Rumbia tengah 1 1 1 1 20
11 Rarowatu 15
12 Rarowatu utara 15
13 Lantari jaya 13
14 Mata usu 10
15 Poleang timur 16
16 Poleang utara 15
17 Poleang selatan 16
18 Poleang tenggara 13
19 Poleang 17
20 Poleang barat 13
21 Tontonunu 12
22 Poleang tengah 14
Jumlah 1 1 1 1 1 1
Centralitas Total 100 100 100 100 100 100
Bobot 100 100 100 100 100 100
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25.
Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
80
Tabel 20. Analisis Perhitungan Indeks Sentralitas Terbobot di Kabupaten
Bombana
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
1 2 11 14 17 26 3 16 10 15
1 Kabaena 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,88 5,88
2 Kabaena utara 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76
3 Kabaena selatan 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
4 Kabaena barat 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
5 Kabaena timur 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
6 Kabaena tengah 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55
7 Rumbia 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,88 5,88
8 Mata oleo 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
9 K. Masaloka raya 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,88 5,88
10 Rumbia tengah 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
11 Rarowatu 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
12 Rarowatu utara 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55
13 Lantari jaya 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
14 Mata usu 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 5,55 5,88 5,88
15 Poleang timur 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
16 Poleang utara 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
17 Poleang selatan 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
18 Poleang tenggara 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
19 Poleang 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
20 Poleang barat 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55
21 Tontonunu 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55 5,88 5,88
22 Poleang tengah 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 5,55
Jumlah 22 22 22 22 22 22 21 21 17 17
Centralitas Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Bobot 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,76 4.76 5,88 5,88
Ket: 1. TK 2. SD 3. SMP 4. MTS 5.SMA
6. MAN 7. SMK 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
81
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
5 4 8 6 7 13 12 19 18 24
1 Kabaena 6,66 6,66 11,11 16,66
2 Kabaena utara 6,66 12,5 16,66
3 Kabaena selatan 6,66 12,5
4 Kabaena barat 6,25 6,66 6,66 11,11 12,5 12,5
5 Kabaena timur 6,25 6,66 6,66 11,11 12,5
6 Kabaena tengah 6,25 6,66 16,66
7 Rumbia 6,25 11,11 12,5 20
8 Mata oleo 6,25
9 K. Masaloka raya 6,25
10 Rumbia tengah 6,66 6,66 11,11 12,5 12,5 20
11 Rarowatu 6,25 16,66 16,66 20 33,33
12 Rarowatu utara 6,66 6,66 12,5 16,66 20
13 Lantari jaya 6,25 6,66 6,66 16,66
14 Mata usu 6,66 6,66
15 Poleang timur 6,25 6,66 11,11 12,5 12,5 16,66
16 Poleang utara 6,25 6,66 11,11 16,66 20
17 Poleang selatan 6,25 6,66 6,66 11,11 12,5 33,33
18 Poleang tenggara 6,25 6,66 6,66 16,66
19 Poleang 6,25 6,66 6,66 11,11 12,5 12,5 33,33
20 Poleang barat 6,25 6,66 16,66
21 Tontonunu 6,25 6,66 6,66 16,66
22 Poleang tengah 6,25 6,66 6,66 12,5 12,5
Jumlah 16 15 15 9 8 8 6 6 5 3
Centralitas Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Bobot 6,25 6,66 6,66 11,11 12,5 12,5 16,66 16,66 20 33,33
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hotel. 14. Transportasi. 15. Restoran. 16. Pasar.
17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
82
Lanjutan.
No. Kecamatan Jumlah Fasilitas
Total 9 20 21 22 23 25
1 Kabaena 68
2 Kabaena utara 74
3 Kabaena selatan 57
4 Kabaena barat 105
5 Kabaena timur 92
6 Kabaena tengah 79
7 Rumbia 100 100 388
8 Mata oleo 57
9 K. Masaloka raya 52
10 Rumbia tengah 100 100 100 100 419
11 Rarowatu 142
12 Rarowatu utara 112
13 Lantari jaya 79
14 Mata usu 52
15 Poleang timur 115
16 Poleang utara 110
17 Poleang selatan 126
18 Poleang tenggara 80
19 Poleang 138
20 Poleang barat 79
21 Tontonunu 74
22 Poleang tengah 88
Jumlah 1 1 1 1 1 1
Centralitas Total 100 100 100 100 100 100
Bobot 100 100 100 100 100 100
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25.
Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
83
Tabel 21. Penentuan Orde di Kabupaten Bombana.
No. Hirarki Total
Nilai Kecamatan Keterangan
1. Orde 1 419 Rumbia Tengah Pusat Pelayanan Utama
2. Orde 2 388 Rumbia Sub Pusat Pelayanan Utama
3. Orde 3 142 Rarowatu Pusat Pelayanan Penunjang
4. Orde 3 138 Poleang Pusat Pelayanan Penunjang
5. Orde 3 126 Poleang Selatan Pusat Pelayanan Penunjang
6. Orde 3 115 Poleang Timur Pusat Pelayanan Penunjang
7. Orde 3 112 Rarowatu Utarra Pusat Pelayanan Penunjang
8. Orde 3 110 Poleang Utara Pusat Pelayanan Penunjang
9. Orde 3 105 Kabaena Barat Pusat Pelayanan Penunjang
10. Orde 3 92 Kabaena Timur Pusat Pelayanan Penunjang
11. Orde 3 88 Poleang Tengah Pusat Pelayanan Penunjang
12 Orde 3 80 Poleang Tenggar Pusat Pelayanan Penunjang
12. Orde 3 79 Kabaena Tengah,
Lantari Jaya,
Poleang Barat.
Pusat Pelayanan Penunjang
13. Orde 3 74 Kabaena Utara,
Tontonunu.
Pusat Pelayanan Penunjang.
14. Orde 3 68 Kabaena Pusat Pelayanan Penunjang
15. Orde3 57 Kabaena Selatan,
Mata Oleo
Pusat Pelayanan Penunjang
16. Orde 3 52. K. Masaloka Raya,
Mata Usu
Pusat Pelayanan Penunjang
Sumber: Data Sekunder Diolah 2016.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis skalogram untuk menentukan
hirarki wilayah menurut jumlah dan jenis fasilitas pelayanan atau infrastruktur,
diperoleh hasil kelompok sebagai berikut :
a) Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan Kecamatan yang
mempunyai tingkat perkembangan yang paling tinggi. Kecamatan ini
umumnya mempunyai tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas
pelayanan umum yang lebih tinggi dan lebih memadai dibandingkan
Kecamatan dengan hirarki yang lebih rendah. Adapun sarana dan prasarana
yang lebih terutama dalam hal sarana pendidikan, sarana kesehatan (termasuk
84
tenaga kesehatan) dan aksesibilitas terhadap pusat pemerintahan. Ciri-ciri lain
yang menonjol dari wilayah Kecamatan hirarki I ini adalah mempunyai
landform yang relatif datar dan merupakan daerah urban dengan kepadatan
penduduk yang relative tinggi serta tidak lagi mengandalkan pada sector
pertanian.
b) Wilayah yang termasuk pada hirarki II yang merupakan wilayah Kecematan
dengan tingkat perkembangan yang sedang. Ciri-ciri dari wilayah Kecamatan
ini adalah mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas
pelayanan yang relatif lebih rendah dari hirarki I, berada di dekat Kecamatan
yang berhirarki I, dan masih mengandalkan pada sektor pertanian.
c) Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan wilayah dengan tingkat
perkembangan yang paling rendah. Adapun ciri-ciri yang menonjol dari
Kecamatan ini adalah ketersediaan sarana yang relatif kurang dibandingkan
Kecamatan pada hirarki yang lebih tinggi, sebagian Kecamatan yang
berhirarki III mempunyai akses terhadap pusat yang jauh lebih sulit, berada
pada daerah dengan tingkat kelerengan yang lebih tinggi dan berada dekat
dengan kawasan hutan.
Berdasarkan hasil pengelompokkan di atas terlihat bahwa sebagian besar
(50.12%) Kecamatan yang ada di Kabupaten Bombana berada di hirarki III dan
44.24% berada di hirarki II. Hanya 5.65% yang berada di Hirarki I. Jika dilihat
sebaran dari hirarki I maka terlihat bahwa pusat hirarki terletak di Kecamatan
Rumbia. Hal ini dapat dimengerti karena Rumbia merupakan ibukota dari
Kabupaten Bombana dimana sebagai pusat pemerintahan biasanya diikuti dengan
85
berkumpulnya berbagai fasilitas dan pelayanan sosial. Lokasi yang terletak pada
poros Bombana-Kendari juga turut mempercepat perkembangan wilayah ini.
Selain itu, adanya aksesibilitas jalan yang baik, juga sangat menunjang
perkembangan wilayah ini.
86
V. KESIMPULAN DAN SARAN.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada hasil penelitian maka kesimpulan dalam
penelitian ini adalah:
1. Secara umum, dari hasil keseluruhan klasifikasi daerah tertinggal di Kabupaten
Bombana dari 18 indikator maka di diperoleh tiga kategori yaitu Kecamatan
berpotensi maju, kecamatan agak tertinggal, dan kecamtan tertinggal.
Kecamatan yang termasuk kategori berpotensi maju yaitu Kecamatan Rumbia,
rumbia Tengah, Poleang, Poleang Timur, Poleang Selatan, dan Rarowatu.
Kecamata yang masuk kategori agak tertinggal terdapat di daerah Kabaena
Barat, Poleang Utara, Rarowatu Utara, kecamatan Poleang Tenggara, Kabaena
Timur, Poleang Barat, Lantari Jaya. Sedangkan Kecamtan Tertinggal terdapat
di daerah Mata Usu, K. Masaloka Raya, Kabaena Selatan, Kabaena Utara,
Mata Oleo, dan Kecamatan Poleang Tengah.
2. Ketertinggalan wilayah tersebut disebabkan karena rendahnya nilai wilayah ini
dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan utama
kecamatan, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per km2,
persentase rumah tangga listrik, persentase rumahtangga yang memiliki
aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen maupun pertokoan. Jika
dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, kecamatan ini berada di wilayah
yang memiliki densitas jalan yang rendah dan berada pada bentuk lahan
(landform) yang datar hingga bergelombang dan berbukit..
87
Dilahat Dari Analsisis Hirarki wilayah pada hiraki I dari 22 Kecamatan yang
berhirarki I di Kabupaten Bombana hanya terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan
Rumbia Tengah yang merupakan pusat pelayanan utama. Sedang pada wilayah
hirarki 2 juga hanya terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Rumbia yang
merupakan sub pelayanan Utama. Secara keseluruhan, jumlah Kecamatan
berhirarki III adalah 19 Kecamatan yang menjadi pusat pelayanan penunjang.
B. Saran
Untuk memperkecil disparitas pembangunan yang ada, perlu upaya-upaya
pembangunan berbagai sarana dan prasarana, terutama dalam hal aksesibilitas di
tertinggal serta peningkatan mutu pendidikan baik berupa sarana ruang belajar,
sarana kesahatan maupun kesempatan mengikuti pendidikan bagi penduduk usia
sekolah.
88
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Tinjauan
Kritis.P4Wpress. Bogor.
[BAPPENAS]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2005. Penentuan
Wilayah Tertinggal. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan
Tertinggal, BAPPENAS. www.kawasan.or.id [21 Mei 2016].
Barus, B dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografis Sarana
Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan
Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Dalam
Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana
dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Utara
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Selatan
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Barat
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Timur
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Tengah
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R umbia Dalam
Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana
dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan M ata Oleo
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan K. M asaloka
89
R aya Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R umbia
Tengah Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA
Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R arowatu
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R arowatu
Utara Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Lan tar i Jaya
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan M ata Usu
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Po leang
T imur Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Po leang
Utara Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Po leang
Se latan Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA
Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan po leang
Tenggara Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA
Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Po leang
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Po leang
B ara t Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
90
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Ton tonunu
Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten
Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Po leang
Tengah Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA
Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
PT Pradnya Paramita. Jakarta.
David, F. R. 2002. Manajemen Startegi. Prehalindo. Jakarta.
Dulbahri. 2003. Sistem Informasi Geografis. Pelatihan Sistem Informasi
Geografis Tingkat Operator, Staf UPT Direktur Jenderal RLPS.
Kinnear, T.L and Tailor. 1991. Marketing Research: an applied approach.
Fourth edition. MC Graw Hill. USA.
Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah, Pembangunan Perdesan, dan Otonomi
Daerah dalam Suhandojo.
Nachrowi, D. dan Suhandojo. 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi
Daerah dan Pengembangan Wilayah dalam Alkadri, Muchdie dan
Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.
Nugroho, I. dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi,
Sosial dan Lingkungan. Pustaka LP3ES. Jakarta.
Rencher, AC. 1996. Methods of Multivariate Analysis. A Wiley-Interscience
Publication John Wiley & Sons, INC. New York
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, DR. 2004. Diktat Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Santoso, J. 2004. Konsep Pengembangan Dan Penataan Ruang Wilayah Kota
Bercirikan Lokal. www.bktrn.org. [22 MEI 2016]
Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Tika, Moh.Pabundu.,2005, Metode Penelitian Geografi, Bumi Aksara, Jakarta.
Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Alih Bahasa Drs.
Hari Munandar,MS. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Triutomo, S . 2001. Pengembangan Wilayah Melalui Pembentukan Kawasan
91
Pengembangan Ekonomi Terpadu dalam Alkadri,
Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah.
Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah.
BPPT. Jakarta.
.
Wanggai, V. V. 2004. Rencana Kerja Sub- Direktorat Kawasan Tertinggal.
Bappenas. Jakarta.
Zen, MT. 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan
Manusia dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar
Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk
Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.
Zulfah, A. 2004. Optimasi Struktur Keterkaitan Antara Pola Spasial Agroindustri
Dengan Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kabupaten Bogor dan Kota
Depok) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
92
93
94
Tabel 1 Hasil Penghitungan Zscore
No. Kecamatan Zscore
Perdagangan
Zscore
Air Bersih
Zscore
listrik
Zscore
Pend.Miskin
Zscorre
Luas jalan
Zscore
Aksesibilitas
Zscore
SDM
Zscore
Pendidikan
Zscore
Kesehatan
1 Kabaena 8.203422 1.765294 4.081556 8.919207 2.606539 0.856181 6.942373 6.423641 3.434014
2 Kabaena utara 8.633592 1.970714 4.235678 -1.18934 1.693068 0.873967 4.172266 5.504336 3.611576
3 Kabaena
selatan
6.591889 1.564985 1.896738 5.65147 3.56236 0.94526 19.40586 5.33745 3.292523
4 Kabaena barat 15.08288 1.876736 8.619415 -1.8103 4.516208 0.901761 18.69041 5.903806 3.421971
5 Kabaena timur 13.02096 1.522911 2.246128 -1.61168 1.893596 0.88012 1.973027 6.00245 3.040818
6 Kabaena tengah
7.911987 1.962357 3.69394 4.218881 2.264498 0.923738 819.0331 4.994971 4.47724
7 Rumbia 17.77115 1.736937 2.362204 -1.0379 1.685854 1.428869 41.38441 6.607159 2.684377
8 Mata oleo 11.60833 1.74321 3.802681 -1.1701 1.558711 1.065779 6.158165 5.253351 3.941204
9 K. Masaloka
raya
7.644008 2.977951 3.621186 5.14687 1.414214 0.912555 4.470061 5.33745 3.60317
10 Rumbia
tengah
15.03472 1.732051 2.271553 -1.30429 2.655467 1.166424 38.55139 7.160941 3.611576
11 Rarowatu 12.44445 2.519559 2.178463 -1.35369 1.950502 1.409345 118.4293 5.060282 2.738613
1 2 Rarowatu
utara
15.44052 1.732051 2.902004 -1.93318 2.770744 1.81571 88.5271 5.454545 4.244373
13 Lantari jaya 13.07312 1.732051 2.284482 -0.93473 2.15166 1.306395 3.851613 4.996225 5.173965
14 Mata usu 5.412057 2.674686 3.199963 5.064944 1.414214 0.9586 53.50206 4.541585 3.638034
15 Poleang timur 19.80489 1.740713 3.616469 -1.4286 2.14971 0.993106 91.67844 7.79487 2.899668
16 Poleang utara 13.06859 4.46914 3.84889 -1.21512 15.68929 1.337665 2.945629 6.811248 3.340022
17 Poleang
selatan
11.46029 1.525624 3.432363 -1.61814 1.414214 0.939779 6.732941 6.864065 3.455474
18 Poleang
tenggara
8.33416 1.823405 3.51245 2.883417 1.414214 0.925203 14.45647 6.324937 4.445004
19 Poleang 17.22784 1.766003 4.256704 -0.50763 4.091776 0.844019 43.72399 6.247809 3.218121
20 Poleang barat 18.84326 2.06884 2.500688 -0.92339 2.013856 0.878008 68.81567 5.46504 3.26365
21 Tontonunu 9.144925 3.567898 3.531774 -1.09099 1.485483 0.950105 5.06607 8.494918 3.762883
22 Poleang
tengah
8.247729 1.936391 4.894746 4.334726 1.583431 0.93151 12.03597 10.21721 3.503245
95
Tabel 2. Hasil Penghitungan Indeks Komposit
No. Kecamatan Ik
Perdagangan
Ik
air bersih Ik listrik
Ik
pend. miskin
Iki
luas jalan
Iki
aksesibilitas
Iki
SDM
Ik
Pendidikan
Ik
kesehatan
1 Kabaena -20.0984 -40.4252 -11.2161 803.6206 2.411048 16.6099 -1.58008 -3.59724 -8.58504
2 Kabaena utara -26.5915 -0.54392 -13.3424 -0.12084 1.608415 19.92646 -1.06768 -3.46773 -10.8347
3 Kabaena selatan -11.3051 -35.2122 -5.12119 518.2398 1.813241 20.79572 -2060.35 -1.86811 -5.76192
4 Kabaena barat -140.422 -36.7959 -19.687 -0.36061 3.330703 17.13346 -1842.91 -6.40563 -14.5434
5 Kabaena timur -77.9304 -10.3381 -2.34699 -0.29558 2.242964 14.60999 -0.61381 -4.20172 -13.6837
6 Kabaena tengah -20.2151 -51.6591 -11.6692 391.0902 2.858929 21.43073 -159548 -3.14683 -17.909
7 Rumbia -187.219 -41.7746 -0.61587 -0.29861 0.758635 2.000417 -2880.35 -3.23751 -9.39532
8 Mata oleo -64.194 -12.5242 -19.0286 -0.21518 0.619588 6.820985 -1.35295 -2.57414 -25.6178
9 K. Masaloka
raya
-17.3901 -60.4524 -8.82121 405.0587 0.187383 5.201564 -0.94452 -1.86811 -9.90872
10 Rumbia tengah -111.558 -0.04456 -1.29809 -0.17334 0.859044 2.332847 -2621.49 -3.75949 -10.8347
11 Rarowatu -64.4622 -80.4999 -0.65066 -0.18315 1.238569 4.791774 -22252.9 -3.18798 -8.21584
1 2 Rarowatu utara -149.696 -0.06118 -1.30214 -0.36093 2.105766 6.899699 -14969.9 -3.81818 -14.8553
13 Lantari jaya -79.1577 -0.08846 -4.25889 -0.16806 2.183935 6.270694 -0.97908 -3.14762 -14.2284
14 Mata usu -6.44035 -19.3915 -8.7839 230.4549 4.242641 32.97585 -21.5292 -1.4306 -16.3712
15 Poleang timur -219.735 -14.1963 -0.35005 -0.35029 4.245676 11.71865 -15026.1 -8.45743 -10.8738
16 Poleang utara -87.821 -174.994 -2.5346 -0.34813 10.9825 10.30002 -0.65422 -7.3902 -15.8651
17 Poleang selatan -55.7543 -7.60535 -2.87679 -0.29094 0.989949 15.03647 -1.38497 -4.80485 -13.8219
18 Poleang
tenggara
-22.1689 -41.8927 -9.68382 277.0963 0.848528 16.46861 -5.77536 -2.87785 -15.5575
19 Poleang -202.599 -10.1246 -9.14131 -0.19528 14.21892 15.52995 -5032.63 -7.21622 -18.5042
20 Poleang barat -260.508 -6.45447 -3.34449 -0.29881 5.261198 18.78938 -12104.7 -6.12085 -17.9501
21 Tontonunu -32.6474 -126.928 -12.0893 -0.15307 4.029372 12.16135 -1.91092 -5.3518 -15.0515
22 Poleang tengah -22.2276 -42.6974 -14.4346 380.5889 2.177217 15.83568 -2.55524 -5.00643 -7.8823
96
Tabel 4. Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan
Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015.
No. Kecamatan
Jumlah penduduk
(Jiwa) Laju
pertumbuhan
penduduk(%) 2014 2015
1 Kabaena 3.264 3.368 3,19
2 Kabaena utara 4.205 4.339 3,19
3 Kabaena selatan 2.986 3.082 3,22
4 Kabaena barat 8.584 8.857 3,18
5 Kabaena timur 7.634 7.877 3,18
6 Kabaena tengah 3.939 4.064 3,17
7 Rumbia 12.269 12.661 3,20
8 Mata oleo 6.979 7.201 3,18
9 K. Masaloka raya 3.413 3.522 3,19
10 Rumbia tengah 7.282 7.514 3,19
11 Rarowatu 7.131 7.358 3,18
1 2 Rarowatu utara 8.428 8.697 3,19
13 Lantari jaya 8.614 8.888 3,18
14 Mata usu 1.448 1.494 3,18
15 Poleang timur 10.435 10.768 3,19
16 Poleang utara 11.975 12.357 3,19
17 Poleang selatan 7.564 7.806 3,20
18 Poleang tenggara 4.300 4.437 3,19
19 Poleang 16.356 16.877 3,19
20 Poleang barat 12.910 13.321 3,18
21 Tontonunu 6.016 6.208 3,19
22 Poleang tengah 3.986 4.113 3,19
Jumlah 159.718 164.809 3.19%
Sumber / Source : Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010 / Projected Sensus
Result, 2010
97
Tabel 5. Jumalah Penduduk Dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015
No. Kecamatan Luas
(Km²)
Penduduk (Jiwa) Kepadatan
Penduduk (Jiwa/Km²)
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Kabaena 103,57 1.611 1.757 3.368 33
2. Kabaena utara 132,97 2.204 2.135 4.339 33
3. Kabaena selatan 129,2 1.411 1.671 3.082 24
4 Kabaena barat 39,43 4.245 4.612 8.857 225
5 Kabaena timur 121,25 3.759 4.118 7.877 65
6 Kabaena tengah 275,58 1.985 2.079 4.064 15
7 Rumbia 58,99 6.385 6.276 12.661 215
8 Mata oleo 108,53 3.491 3.710 7. 201 66
9 K. Masaloka raya 2,66 1.767 1.755 3.522 1.324
10 Rumbia tengah 21,11 3.787 3.727 7.514 356
11 Rarowatu 166,81 3.819 3.539 7.358 44
12 Rarowatu utara 239,4 5.122 3.575 8.679 36
13 Lantari jaya 285,01 4.726 4.162 8.888 31
14 Mata usu 456,17 831 663 1.494 3
15 Poleang timur 101,55 5.361 5.407 10.768 106
16 Poleang utara 237,27 6.335 6.022 12.357 52
17 Poleang selatan 89,88 3.861 3.945 7.806 87
18 Poleang tenggara 133,51 2.212 2.225 4.437 33
19 Poleang 115,39 8.181 8.696 16.877 146
20 Poleang barat 325,05 6.759 6.562 13.321 41
21 Tontonunu 131,14 3.281 2.927 6. 208 47
22 Poleang tengah 41,69 2.058 2.055 4.113 99
Jumlah 3.316,16 83.191 81.618 164.809 50
Sumber / Source : Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010 / Projected Sensus
Result, 2010
98
Tabel 6. Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana Kecamatan
(1)
SMAN
(2)
MAN
(3)
SMKN
(4)
MTSN
(5)
SMPN
(6)
SDN
(7)
MIN
(8)
TK
(9)
1. Kabaena - 1 - 2 2 6 - 5
2. Kabaena utara - - 1 1 2 8 - 6
3. Kabaena selatan - - 1 - 1 4 - 4
4. Kabaena barat 1 1 1 1 4 13 - 10
5. Kabaena timur 1 1 - 1 1 8 1 7
6. Kabaena tengah 1 - - 3 9 - 5
7. Rumbia 1 1 - - 2 6 1 3
8. Mata oleo 1 - - - 3 7 - 3
9. K. Masaloka raya 1 - - - 1 4 - 4
10. Rumbia tengah - 1 1 1 1 5 1 5
11. Rarowatu 1 - - - 2 8 - 7
12. Rarowatu utara - 1 1 3 6 - 9
13. Lantari jaya 1 - - 1 1 9 - 6
14. Mata usu - - 1 - 4 - 4
15. Poleang timur 1 2 1 4 3 8 1 11
10. Poleang utara 2 1 - 1 4 11 2 10
11. Poleang selatan 1 1 - 3 1 8 1 5
12. Poleang tenggara 1 - - 1 2 5 - 4
13. Poleang 2 1 1 2 3 12 - 12
14. Poleang barat 1 - - - 4 14 2 11
15. Tontonunu 2 - - 2 1 5 3 5
16. Poleang tengah 2 - 1 2 1 3 1 4
Jumlah 20 10 8 24 45 163 13 140
Sumber / Source : Masing-Masing Sekolah se-Kab. Bombana.
99
Tabel 7. Sarana Kesehatan Di Kabupaten Bombana
Kecamatan
(1)
RUMAH SAKIT
(2)
RUMAH BERSALIN
(3)
PUSKESMAS (4)
POSYANDU (5)
KLINIK (6)
POLINDES (7)
Kabaena - 1 1 7 - 1
Kabaena utara - 1 - 8 2 1
Kabaena selatan - - 1 5 - 1
Kabaena barat - 1 2 12 1 1
Kabaena timur - 1 1 14 1 1
Kabaena tengah - 3 8 1 4
Rumbia - 1 - 12 - 1
Mata oleo - 1 - 15 2 8
K. Masaloka raya - 1 - 7 3 -
Rumbia tengah 1 - 1 8 2 -
Rarowatu - - - 10 2 -
Rarowatu utara - - 1 8 2 3
Lantari jaya - 1 2 5 - 3
Mata usu - 1 1 12 3 1
Poleang timur - 1 - 12 2 -
Poleang utara - 1 - 13 5 -
Poleang selatan - 1 1 11 3 -
Poleang tenggara - 1 2 8 2 1
Poleang - 1 1 17 3 1
Poleang barat - 1 2 16 3 -
Tontonunu - 1 1 10 - 4
Poleang tengah - - 1 6 2 -
Jumlah 1 16 21 224 39 31
Sumber/source: Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Bombana.
100
Tabel 8. Sarana Perdagangan di Kabupaten Bombana
Kecamatan
(1)
Pasar
Umum
(2)
Pertokoan
(3)
Warung/
Kios
(4)
Restoran
(5)
Hotel
(6)
1. Kabaena - 4 65 1 -
2. Kabaena utara - - 86 2 -
3. Kabaena selatan 2 - 47 - -
4. Kabaena barat 1 - 259 3 3
5. Kabaena timur 4 - 157 7 3
6. Kabaena tengah 1 - 71 1 -
7. Rumbia - - 270 17 14
8. Mata oleo 3 - 154 1 -
9. K. Masaloka raya - - 62 3 -
10. Rumbia tengah 1 - 189 12 10
11. Rarowatu 2 6 133 7 -
12. Rarowatu utara 2 - 269 6 -
13. Lantari jaya 2 3 159 9 -
14. Mata usu 1 - 33 - -
15. Poleang timur 2 33 266 15 1
16. Poleang utara 2 - 184 6 -
17. Poleang selatan 1 - 130 7 1
18. Poleang tenggara 4 - 72 - -
19. Poleang 3 2 323 5 3
20. Poleang barat 3 12 377 3 -
21. Tontonunu 1 - 101 - -
22. Poleang tengah 2 - 74 - 1
jumlah 37 60 3.481 98 38
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015
101
Tabel 9. Persentase Kecamatan dengan jenis permukaan jalan utama terluas
aspal/beton.
Kecamatan Aspal Tidak Diaspal Lainnya
1. Kabaena 14,00 23,00 -
2. Kabaena utara 4,32 33,68 -
3. Kabaena selatan 3,00 12,00 5,36
4. Kabaena barat 11,04 14,46 4,00
5. Kabaena timur 8,26 38,92 0,20
6. Kabaena tengah 14,34 36,16 -
7. Rumbia 16,00 2,00 -
8. Mata oleo 1,00 14,90 -
9. K. Masaloka raya - - 5,30
10. Rumbia tengah 7,84 5,10 -
11. Rarowatu 20,40 5,00 -
12. Rarowatu utara 13,40 17,00 -
13. Lantari jaya 30,30 - 10,30
14. Mata usu - 120,00 -
15. Poleang timur 20,00 59,00 -
16. Poleang utara 9,80 7,70 10,50
17. Poleang selatan 28 - -
18. Poleang tenggara - 24,00 -
19. Poleang 39,00 77,00 23,00
20. Poleang barat 22,50 82,00 -
21. Tontonunu 3,50 105,00 -
22. Poleang tengah 4,00 51,00 -
jumlah
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015
102
Tabel 10. Jumlah Rumahtangga menurut pengguna sumber air
Kecamatan
(1)
PAM/
ledeng
Sumur/
Perigi Mata Air Air Sungai
1. Kabaena - 13 903 -
2. Kabaena utara - 10 - 1.040
3. Kabaena selatan 24 876 -
4. Kabaena barat - 1.254 738 45
5. Kabaena timur 270 1.536 -
6. Kabaena tengah - 96 957 -
7. Rumbia 960 1.016 1.014 -
8. Mata oleo - 286 1.382 -
9. K. Masaloka raya - 441 371 -
10. Rumbia tengah - - 1.029 -
11. Rarowatu 213 93 966 6
12. Rarowatu utara - 1.413 - -
13. Lantari jaya - 2.043 - -
14. Mata usu 98 172 20
15. Poleang timur 1.219 - 325 -
16. Poleang utara 741 1.246 435 389
17. Poleang selatan - 1.403 198
18. Poleang tenggara - 884 - 35
19. Poleang - 226 3.323 -
20. Poleang barat 1.794 109 - 14
21. Tontonunu 287 80 858 198
22. Poleang tengah 72 810 - -
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2015
103
Tabel 11. Persentase Rumahtangga Pengguna Listrik
Kecamatan
PLN
Non PLN
Minyak tanah
Tenaga Tata
Surya Diesel sendiri
Usaha perorang
an
Koperasi/ usaha
patungan
1. Kabaena 544 189 - - 66 117
2. Kabaena utara - 19 - 562 317 152
3. Kabaena selatan 763 135 2
4. Kabaena barat 1.344 67 126 158 213 196
5. Kabaena timur 1.302 - - - 347 -
6. Kabaena tengah - - 30 616 30 377
7. Rumbia 2.906 - - - 83 1
8. Mata oleo - 20 - 900 670 78
9. K. Masaloka raya - 62 512 7 231
10. Rumbia tengah 1.485 - - 1 188 -
11. Rarowatu 1.560 - - - 98
12. Rarowatu utara 1.568 15 - - 120 13
13. Lantari jaya 1.423 - 540 80
14. Mata usu - - 282 - 633 -
15. Poleang timur 2.264 20 - - 10 -
16. Poleang utara 2.509 12 - 88 117 -
17. Poleang selatan 1.379 38 - - 192 48
18. Poleang tenggara 624 6 - 134 135 20
19. Poleang 2.836 35 98 - 400 180
20. Poleang barat 1.810 39 - - 405 -
21. Tontonunu 592 - - - 549 -
22. Poleang tengah 404 - 190 30 359 -
Jumlah
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2015.
104
Tabel 12. Aksesebilitas Yang Terdapat Di kabupaten Bombana
Kecamatan
(1)
Ibukota
Kecamatan ke
pusat pelayanan
Km
Ibukota
Kecamatan ke
pusat
pendidikan
Km
Ibukota
Kecamatan Ke
kantor
kabupaten
Km
1. Kabaena 1 2 94
2. Kabaena utara 3 2 109
3. Kabaena selatan 4 6 100
4. Kabaena barat 2 4 89
5. Kabaena timur 2 2 79
6. Kabaena tengah 3 6 107
7. Rumbia 1 1 5
8. Mata oleo 2 3 27
9. K. Masaloka raya 1 1 26,5
10. Rumbia tengah 1 1 8
11. Rarowatu 4 1 12
12. Rarowatu utara 3 4 12
13. Lantari jaya 3 3 18
14. Mata usu 8 9 155
15. Poleang timur 4 3 52
16. Poleang utara 5 5 28,5
17. Poleang selatan 3 4 73
18. Poleang tenggara 5 2 82
19. Poleang 1 1 90
20. Poleang barat 2 3 102
21. Tontonunu 3 3 58
22. Poleang tengah 3 4 78
jumlah
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015.
105
Tabel 13. Persentase penduduk miskin
Kecamatan
(1)
Pra
Sejahtera
Keluarga Sejahtera Jumlah
I II III III+
1. Kabaena 217 216 257 186 25 901
2. Kabaena utara 438 347 193 38 - 1.016
3. Kabaena selatan 279 339 236 63 - 917
4. Kabaena barat 610 570 520 254 38 1.992
5. Kabaena timur 707 389 422 316 - 1.834
6. Kabaena tengah 256 474 190 7 - 927
7. Rumbia 222 339 1.167 1.021 128 2.877
8. Mata oleo 852 595 263 128 1 1.839
9. K. Masaloka raya 337 258 88 104 - 787
10. Rumbia tengah 425 559 232 109 4 1.329
11. Rarowatu 147 250 600 346 10 1.353
12. Rarowatu utara 436 514 518 399 - 1.867
13. Lantari jaya 868 781 123 26 - 1.798
14. Mata usu 126 124 189 16 - 455
15. Poleang timur 895 739 639 174 5 2.452
16. Poleang utara 585 597 1.015 666 2 2.865
17. Poleang selatan 541 492 537 180 12 1.798
18. Poleang tenggara 717 135 87 15 7 961
19. Poleang 1.030 1.494 1.066 242 15 3.847
20. Poleang barat 992 1. 295 783 166 - 3. 236
21. Tontonunu 638 507 238 20 - 1.403
22. Poleang tengah 431 281 142 24 - 878
Jumlah 11.749 11. 295 11. 295 4.500 247 37.332
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015.
106
Tabel 14. Persentase pendapatan perkapita perkapita
Lapangan Usaha 2014 2015
Pertanian. 1.260.780,79 1.372.804,63
Pertambangan dan Penggalian 1.159.450,72 1.356.951,23
Industry pengelolaan 218.976,11 244.929,08
Pengadaan Listrik dan Gas 419,47 476,88
Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah
dan Limbah.
5.367,92 6.276,27
Konstruksi 316.577,14 398.591,37
Perdagangan Eceran; Reparasi Mobil 474.666,39 532.146,32
Transportasi dan Pergudangan 23.122,41 25.789,64
Penyedian Akomodasi Dan Makan
Minum
15.854,90 19.241,22
Informisi dan Komunikasi 27.953,21 29.536,95
Jasa Keungan dan Akutansi 39.099,36 43.989,71
Real Estate 59.604,52 65.468,55
Jasa Perusahaan 482,62 563,23
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan Dan Jaminan Social Wajib
171.812,13 183.231,69
Jasa Pendidikan 162.527,02 193.951,38
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Lainnya 32.045,53 36.548,37
18. Jasa Lainnya 17.209,77 19.597,86
PDRB / GRDP 3.985.950,01 4.530.094,39
Ket / Exp :Angka Sementara / Temporary Number
**) Angka Sangat Sementara / Most Temporary Number.
107
Tabel 15. Sumber Daya Manusia di Kabupaten Bombana.
Kecamatan
(1)
Rata-rata lama
sekeolah
(2)
Angka melek huruf
(3)
1. Kabaena 1.157 1.119
2. Kabaena utara 1.346 1.213
3. Kabaena selatan 1.713 1060
4. Kabaena barat 1.018 985
5. Kabaena timur 1.995 1.116
6. Kabaena tengah 975 973
7. Rumbia 398 298
8. Mata oleo 1.076 1.121
9. K. Masaloka raya 1.096 1.017
10. Rumbia tengah 395 285
11. Rarowatu 984 895
12. Rarowatu utara 910 781
13. Lantari jaya 1.348 1.194
14. Mata usu 2.013 2.013
15. Poleang timur 876 763
16. Poleang utara 1.010 1.211
17. Poleang selatan 1.045 1.012
18. Poleang tenggara 2.011 1.984
19. Poleang 698 453
20. Poleang barat 995 764
21. Tontonunu 1.984 1.788
22. Poleang tengah 1.067 1.056
Jumlah
Sumber: Bombana Dalam Angka 2016.
108
Tabel 16. Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah.
Jenis Pendapatan 2014 2015
A. Pendapatan.
1. Pendapatan Asli Daerah 35.149.036.230 14.366.451.289
a. Pajak Daerah 5.519.851.682 4.350.688.747
b. Restribusi Daerah 10.433.466.194 6.084.458.764
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Yang Dipisahkan.
11.929.649.634 -
d. Lain-lain PAD 7.266.068.720 3.931.303.778
2. Dana Perimbangan. 529.546.505.59
375.110.133.390
a. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 37.739.437.599 39.398.640.218
b. Dana Alokasi Umum 414.006.948.000 306.397.092.172
c. Dana Alokasi Khusus 77.800.120.000 29.314.401.000
d. Dana AD HOC (Penyesuaian Gaji) - -
e. DBH Pajak Dari Provinsi - -
f. DBH Lainnya Dari Provinsi - -
3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
73.268.444.420
99.776.237.066
a. Pendapatan Hibah - -
b. Dana Darurat 9.554.392.420 7.760.591.266
c. Dana Penyesuaian Infrastruktur 61.494.052.000 89.938.964.400
d. Bantuan Keuangan dari Provinsi 2.220.000.000 1.995.000.000
e. Dana Penyesuaian dan Otonomi - -
f. Lain-lain Pendapatan Yang Sah - 81.681.400
Jumlah Pendapatan 637.963.986.249 489.252.821.745.