Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

108
ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN BONE BOLANGO SKRIPSI MUHAMMAD FIQRI NIM : 6144 10 006 JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2015

Transcript of Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

Page 1: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN BONE BOLANGO

SKRIPSI

MUHAMMAD FIQRI

NIM : 6144 10 006

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2015

Page 2: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN BONE BOLANGO

MUHAMMAD FIQRI

NIM : 6144 10 006

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian Jurusan Agribisnis

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2015

Page 3: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

i

ABSTRAK

Muhammad Fiqri, 6144 10 006. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada

Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango. Dibawah bimbingan

Wawan K. Tolinggi dan Amelia Murtisari.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perencanaan dan perumusan kebijakan

ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango dan mengetahui pengaruh sistem

pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bone Bolango dari bulan Oktober 2014 sampai

pada bulan Desember 2014. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu

metode survei dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.

Data dianalisis dengan menggunakan metode deskribtif dan metode analisis Structural

Equation Model (SEM) dengan menggunakan model analisis jalur (Path Analysis)

melalui bantuan perangkat Amos 22. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa program

ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango pada saat ini masih bergantung pada

program nasional ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwa program

peningkatan ketahanan pangan Kabupaten Bone Bolango mengacu pada program

ketahanan pangan nasional yang terdiri dari (1) Pengembangan dan pendampingan desa

mandiri pangan, (2) Pengembangan lumbung pangan desa. Indikator yang paling

berpengaruh dalam ketahanan pangan yaitu ketersediaan dengan standardized koefisien

parameter sebesar 0,90. Indikator yang paling berpengaruh dalam perumusan kebijakan

yaitu pengaruh lingkungan dengan standardized koefisien parameter sebesar 0,67.

Terdapat pengaruh antara ketahanan pangan yang terdiri dari distribusi, ketersediaan, dan

konsumsi terhadap perumusan kebijakan itu sendiri, hal ini dapat terlihat pada

standardized koefisien parameter sebesar 1,00 sehingga terdapat pengaruh antara

ketahanan pangan yang terdiri dari distribusi, ketersediaan, dan konsumsi terhadap

perumusan kebijakan itu sendiri.

Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Perumusan Kebijakan, Bone Bolango, Structural

Equating Model (SEM), Path Analysis, Amos 22, Indikator,

Standardized Koefisien Parameter

Page 4: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Kabila Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo

pada tanggal 12 Maret 1992. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Rahman N.

Bau dan Ibu Khadjara N. Deti

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Kartika pada Tahun 1998, kemudian

melanjutkan pendidikan formal di SDN Timbuolo pada Tahun 2004, dan Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Kabila pada Tahun 2007, serta menyelesaikan

pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kabila pada Tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi belajar program sarjana di

Universitas Negeri Gorontalo pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Agribisnis,

Fakultas Ilmu – ilmu Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi

peserta Orientasi Mahasiswa Baru (ORASIMARU) Universitas Negeri Gorontalo tahun

2010, menjadi peserta Townhall Meeting Diplomasi RI-Amerika Selatan dalam Kerangka

FEALAC Tahun 2013 di Universitas Negeri Gorontalo, dan menjadi peserta Kuliah Kerja

Sibermas (KKS) Tahun 2013 di Desa Imbodu Kec. Randangan Kabupaten Pohuwato.

Page 5: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Muhammad Fiqri

NIM : 6144 10 006

Tempat/Tanggal Lahir : Kabila Kab. Gorontalo 12 Maret 1992

Jenis Kelamin : Laki-laki

Program Studi : S1 Agribisnis

Fakultas/Jurusan : Pertanian/Agribisnis

Alamat : Desa Timbuolo, Kecamatan Botupingge

Kabupaten Bone Bolango

Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang disusun untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir di Universitas Negeri Gorontalo,

merupakan hasil karya saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan yang

dikutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai dengan

norma, kaidah, etika penulisan ilmiah dan buku pedoman penulisan karya ilmiah

Universitas Negeri Gorontalo. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian

skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri, maka saya bersedia diberi sangsi akademik.

Demikian surat pernyataan ini dibuat tampa ada unsur paksaan dari pihak manapun.

Gorontalo, Januari 2015

Muhammad Fiqri

NIM : 6144 10 006

Page 6: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN BONE BOLANGO

MUHAMMAD FIQRI

614 410 006

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan

Komisi Ujian Sidang pada tanggal 8 Januri 2015

Disetujui

Komisi Pembimbing

Wawan K. Tolinggi, SP. M.Si Amelia Murtisari, SP. M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Menyetujui Mengetahui

Ketua Dekan

Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Dr. Amir Halid, SE, M.Si Dr. Moh. Ikbal Bahua, SP.

M.Si

NIP. 197201092005011002 NIP. 197204252001121003

Page 7: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

v

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada Kebijakan

Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango

Nama : Muhammad Fiqri

NIM : 6144 10 006

Jurusan : S1 Agribisnis

Telah disidangkan dan dipertahankan dihadapan dewan penguji

Hari/Tanggal : Kamis / 8 Januari 2015

Waktu : 08.00 WITA

Dewan Penguji :

1. Wawan K. Tolinggi SP, M.Si 1…………………………..

2. Amelia Murtisari SP, M.Sc 2…………………………..

3. Dr. Amir Halid SE, M.Si 3…………………………..

4. Supriyo Imran SP, M.Si 4…………………………..

5. Ria Indriani SP, M.Si 5…………………………..

Gorontalo, 13 Januari 2015

Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Moh. Ikbal Bahua, SP, M.Si

NIP. 197204252001121003

Page 8: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah

menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu. Dan Kami

tinggikan bagimu sebutan (nama)mu, karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila

kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS.

Al Insyirah: 1-8)

Kegagalan juga menyenangkan, hidup dengan kepercayaan bahwa cobaan itu berguna

untuk menempa diri sendiri (Jiraiya – Naruto Shippuden)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa

dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(Thomas Alva Edison)

Jangan mudah putus asa, karena jalan hidup yang kita lalui tak selamanya mulus

(Rosse – Full Metal Alchemist)

Dulu aku disini, dan kata – kata ini membimbingku hingga sampai akhir

(Muhammad Fiqri)

Untuk Ayahku Rahman N. Bau dan Ibuku Khadjara N. Deti yang dalam lelah mereka

selalu mendoakan yang terbaik untukku, adik-adikku Mohamad Rizki Bau, Sitty Nur

Amalia Bau, Mohamad Alfitra Bau, Keluarga, Sahabat yang selalu mendoakanku,

memberi motivasi, dan dorongan selama penyelesaian studiku

Untuk Alumi SMA N. 1 KABILA yang memberikan dorongan dan semangat dalam

penyelesaian skripsi ini

Untuk Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMAGRI) yang senantiasa memberikan

dorongan dan dukungan demi kelancaran studi akhirku dimulai dari ujian proposal

sampai ujian skripsi baik secara langsung dan tidak langsung

Teruntuk dia yang tersayang “Fitrayini Saleh” yang dalam senyumnya selalu

memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini

ALMAMATERKU TERCINTA

TEMPATKU MENIMBA ILMU

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Page 9: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

vii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena

dengan rakhmat dan hidayah-NYA proposal penelitian dengan judul: “Analisis

Sistem Pengambilan Keputusan Pada Kebijakan Ketahan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango” dapat diselesaikan.

Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

sebelum melanjutkan ke tahap seminar hasil dan skripsi. Tujuan penulisan skripsi

ini adalah merumuskan sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan

pangan di Kabupaten Bone Bolango

Ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Syamsu Qamar Badu M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri

Gorontalo

2. Bapak Dr. Moh. Ikbal Bahua SP. M.Si selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Negeri Gorontalo

3. Bapak Dr. Amir Halid SE. M.Si selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

4. Bapak Wawan K. Tolinggi SP. M.Si selaku pembimbing satu sekaligus

penasehat akademik dan Ibu Amelia Murtisari SP. M.Sc selaku pembimbing

dua

5. Staf Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Negeri

Gorontalo yang tidak dapat disebutkan satu per satu

6. Bapak Femy Monoarfa selaku Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bone

Bolango

7. Bapak Rasjid Majhur selaku Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone

Bolango

8. Bapak Fitri Gobel selaku Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan,

Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Bone Bolango

9. Bapak Saiful Umar selaku Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah Kabupaten Bone Bolango

Page 10: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

viii

10. Orang tuaku Rahman N. Bau dan Khadjara N. Deti yang teristimewa karena

telah mendidikku, memberi motivasi, dan senantiasa mendoakanku dalam

setiap langkahku

11. Adik-adikku yang terkasih dan tersayang Mohamad Rizki Bau, Siti

Nur’amalia Bau, Mohamad Alfitra Bau.

12. Keluarga yang selalu senantiasa memberikan motivasi

13. Teman dan sahabatku Muttaqin, Irma Tanaiyo, Zulfadli Miu, Silvana

Abdulah, dan Frandiansyah Botutihe

14. Teman- teman Alumi SMP N. 2 Kabila yaitu Yayan igirisa, Maskun Usman,

Abd. Gani, Ardi Pantu, Rizal Ishak, Prawiro Lasoma (Ipan), Sali W. Dama

(Nila)

15. Teman-teman alumi SMA N. 1 Kabila khususnya kelas XII. Ilmu Alam 1

yaitu Ria Hulukati, Sinta Ma’ruf, Windi Lakoro, Nur Laila Ulfa Samauna

(Ulfa), Meywulan Sari Sidiki (Ulan), Puspita NS Baladraf (Tira), Isran K.

Yusuf, Acin, Pipit Pakaya, Abd. Fajri Utiarahman (Eryo), Ikbal Pakaya, Lia

Yuliana Gani, Cindy Tsasil Lasulika (Sisi), Hardiyanti Lestari (Tari), Kartika

A. Uloli (Tika), Fajriani Monoarfa (Riri), Khairunisa Y. Mohamad (Nisa),

Izmy, Febi, Nani, Irwan Bumulo, Zeze, Masrina Ismail (Rina), Mentari I.

Hadjarati (Ayi), Zubaida Maku (Ida), Elisa, Vidya Vrifanti Hidayat, Irawan

Pomalingo, dan Pristian Akuba (Erwin)

16. Teman-teman Jurusan Agribisnis teristimewa Angkatan 2010 khususnya

kelas Agribisnis A yang selama ini memberikan dukungan dan motivasi yaitu

Ernawati, Silvia, Alin, Inton, Alan, Orin, Asti, Lina, Yayu, Beyin, Ola, Ria,

Ain, Junites, Awi, Linda, Melan, Milga, Yul, Wawan, Ogel, Eko, Ahmad,

Ramdan, Hermanto, Didik, Eki, Yunus, Nunu (Scub), Anto, Adit, Mega, Riri.

17. Teman-teman Jurusan Agribisnis teristimewa Angkatan 2010 khususnya

kelas Agribisnis B yaitu Karmila, Fahriani, Eva, Maya, Mun, Nur, Aksa,

Yeni, Fatma, Yowan, Intan, Isna, Femi, Tia, Ulan, Putri, Ela, Udin, Tias,

Roki, Muhlis, Eza, Ucin, Agus W, Agus B, Ismail P. Ismail A, Arfa, Thalib.

18. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis baik yang angkatan

2011, 2012, dan 2013 yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Page 11: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

ix

19. Teman-teman Agroteknologi yaitu Nidal, Afni, Replin, Romin, Pomi, Rian,

Agus, Irma, Siti, dan beberapa pihak yang tidak disebutkan satu persatu.

20. Teman – teman D’Niny dan Daboribo

21. Beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penyusunan karya tulis ini, sehingga masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis menerima kritik dan saran serta masukan sebagai bahan perbaikan

Gorontalo, Januari 2014

Penulis

Page 12: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ......................................................................................................... i

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6

A. Ketahanan Pangan .............................................................................. 6

B. Sistem Pengambilan Keputusan ......................................................... 9

C. Analisis Jalur (Path Analysis) ............................................................ 12

D. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 16

E. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 19

F. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 20

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 21

A. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 21

B. Jenis Penelitian ................................................................................... 21

C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 21

D. Tehnik Pengambilan Sampel .............................................................. 21

E. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................. 22

Page 13: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

xi

F. Tehnik Analisis Data........................................................................... 23

G. Defenisi Operasional Variabel ........................................................... 26

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 29

A. Gambaran Umum Lokasi Peneitian .................................................... 29

B. Program Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango ................. 41

C. Pengaruh Program Ketahanan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ..................................................................................... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 66

A. Kesimpulan ......................................................................................... 66

B. Saran ................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 68

Page 14: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan di

Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013 ................................. 30

2. Perkembangan Penduduk dan Kepadatan Penduduk di

Kabupaten Bone Bolango 2009 - 2012 ................................. 31

3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

di Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013 ............................. 32

4. Jumlah Murid SD,SMP, SMA Menurut Kecamatan di

Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013 ................................. 34

5. Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kabupaten

Bone Bolango 2010 - 2012 ................................................... 35

6. Perkembangan Tanaman Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ........................................................................ 36

7. Identitas Responden Penganbil Kebijakan di Kabupaten

Bone Bolango ........................................................................ 37

8. Identitas Responden Berdasarkan Umur .............................. 39

9. Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........ 40

10. Identitas Responden Berdasarkan Pengalaman

Berusahatani 37 ..................................................................... 41

11. Daftar Afinitas Program Pengembanga Desa Mandiri

Pangan di Kabupaten Bone Bolango..................................... 44

12. Daftar Afinitas Program Pengembangan Lumbung Pangan

Desa di Kabupaten Bone Bolango ........................................ 47

13. Konstruk Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan

Pada Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ........................................................................ 52

14. Computation Degrees of freedom ........................................ 53

15. Nilai Chi – Square ............................................................... 54

16. Nilai CMIN .......................................................................... 54

17. Baseline Comparation ......................................................... 54

18. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Distribusi ............................................................................... 56

19. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Ketersediaan .......................................................................... 57

20. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Konsumsi .............................................................................. 58

Page 15: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

21. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Tujuan .................................................................................. 60

22. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Resiko ................................................................................... 61

23. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Pengaruh Lingkungan .......................................................... 62

24. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Pengaruh Sistem Pengambilan Keputusan pada

Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ........................................................................ 64

25. Standardized Regression Weights : (Group number 1 -

Default model) Pengaruh Sistem Pengambilan

Kebutusan pada Kebijakan Ketahanan Pangan di

Kabupaten Bone Bolango ..................................................... 65

Page 16: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Model Sederhana Analisis Jalur ........................................... 15

2. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada

Kebijakanan Ketahanan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ....................................................................... 19

3. Model Struktur Analisis Jalur .............................................. 24

4. Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan

pada Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ....................................................................... 51

5. Model diagram analisis jalur distribusi (X1) ....................... 55

6. Model diagram analisis jalur ketersediaan (X2) .................. 57

7. Model diagram analisis jalur konsumsi (X3) ....................... 58

8. Model diagram analisis jalur tujuan (X4) ............................ 59

9. Model diagram analisis jalur Resiko (X5) ........................... 61

10. Model diagram analisis jalur pengaruh lingkungan (X6) .... 62

11. Model Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan

Keputusan pada Kebijakan Ketahanan Pangan

di Kabupaten Bone Bolango ................................................ 63

Page 17: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Kuisioner Penelitian ............................................................. 71

2. Identitas Responden di Kabupaten Bone Bolango ............... 77

3. Indikator Ketahanan Pangan ................................................ 78

4. Indikator Perumusan Kebijakan ........................................... 79

5. Data Olahan Indikator Ketahanan Pangan dan Indikatror

Perumusan Kebijakan ........................................................... 80

6. Hasil Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada

Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten

Bone Bolango ....................................................................... 81

7. Dokumentasi Responden Pengambil Kebijakan .................. 83

8. Dokumentasi Responden Petani ........................................... 85

Page 18: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango
Page 19: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan kebudayaan yang pertama kali dikembangkan manusia

sebagai respon terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur menjadi

sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas akibat laju

pertambahan manusia (Nurmala Dkk, 2012 : 19 ). Pertanian adalah sejenis proses

produksi khusus yang didasarkan atas proses pertumbuhan dan hewan (Satari,

1999) dalam (Nurmala Dkk, 2012 : 19 )

Sektor pertanian di negara-negara berkembang (development country)

peranannya sangat besar sekali karena merupakan mata pencaharian pokok

sebagian besar penduduknya. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian

dalam suatu negara dapat dilihat dari besarnya presentase Produk Domestik Bruto

(PDB) dari sektor pertanian negara tersebut. Makin besar kontribusi sektor

pertanian terhadap PDB-nya berarti negara tersebut masih tergolong atau

termasuk negara agraris , sebaliknya apabila kontribusi sektor pertanian terhadap

PDB, sebaliknya apabla kontribusi sektor pertanian terhadap PDB persentasenya

kecil maka negara tersebut disebut negara industri.

Kontribusi sektor pertanian dinegara kita dari tahun ke tahun persentasinya

terus menurun searah dengan melajunya perkembangan sektor industri yang terus

meningkat. Sebelum tahun tujuh puluan, persentase PDB dari sektor pertanian

masih diatas 50%, pada tahun 1993 menjadi 17,88% dan pada tahun 1995 hanya

mencapai 17.10%, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997

kontribusi sektor pertanian terhadap PDB cenderung meningkat khususnya ekspor

non migas (Nurmala Dkk, 2012 : 95).

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, oleh karena itu

pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman merupakan hak asasi setiap

rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas

sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara optimal.

Page 20: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

2

Pembangunan ketahanan pangan diselenggarakan untuk pemenuhan

kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata

didasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Proses pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan secara bertahap, melalui

proses pemberdayaan masyarakat. Salah satu syarat utama dalam pemberdayaan

masyarakat, harus dikenali dan dimengerti terlebih dahulu potensinya, sehingga

dapat dicarikan peluang dan alternatif, agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan

secara optimal agar tingkat ketahanan pangannya dapat ditingkatkan (Husaini,

2012 : 1)

Peranan sektor pertanian di Indonesia sangat penting dilihat dari keharusannya

memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang pada tahun 2005 berjumlah 219,3

juta, dan diprediksikan terus bertambah sebesar 1,25% (Nainggolan, 2006 : 78)

dalam (Purwaningsih, 2008 : 1). Pemerintah harus melaksanakan kebijakan

pangan, yaitu : menjamin ketahanan pangan yang meliputi pasokan, diversivikasi,

keamanan, kelembagaan, dan organisasi pangan. Kebijakan ini deperlukan untuk

meningkatkan kemandirian pangan. Pembangunan yang mengabaikan

keswadayaan dalam kebutuhan dasar penduduknya akan menjadi sangat

tergantung pada Negara lain dan itu berarti menjadi Negara yag tidak berdaulat

(Arifin,2004) dalam (Purwaningsih, 2008 : 1).

Ketahanan pangan harus mencakup faktor ketersediaan, distribusi, dan

konsumsi. Faktor ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari segi kualitas, keragaman dan

keamanannya. Distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan

efisien untuk menjamin agar masyarakat dapat memperoleh pangan dalam jumlah,

kualitas dan keberlanjutan yang cukup dengan harga yang terjangkau. Sedangkan

faktor konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola kemanfaatan pangan secara

nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan

kehalalannya (Prabowo, 2010 : 2 )

Namun perkembangan kebijakan ketahanan pangan Indonesia saat ini tidak

lebih baik dari kebijakan ketahaan pangan pada masa orde baru. Hal ini terlihat

dari tercapainya swasembada pangan pada masa tersebut, berbanding terbalik

Page 21: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

3

dengan keadaan sekarang, dimana untuk menjaga ketahanan pangan nasional

pemerintah mengeluarkan kebijakan impor pangan, dimana hal ini membawa

konsekuensi semakin bergantungnya kita pada kebijakan tersebut.

Produksi pangan tergantung pada faktor seperti iklim, jenis tanah, curah hujan,

irigasi dan komponen produksi pertanian yang digunakan bahkan insentif bagi

para petani untuk menghasilkan pangan. Pangan menjadi tolak ukur ketersediaan

pangan yang meliputi produk serelia, kacang-kacangan, minyak nabati, sayur-

sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produk hewani. Karena porsi utama dari

kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, maka digunakan

analisa kecukupan pangan adalah karbohidrat yang bersumber dari produksi

pangan serelia, yaitu padi, jagung, dan umbi-umbian (Dinas Pertanian dan

Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 : 11)

Pemerintah provinsi Gorontalo melalui program agropolitan menetapkan

komoditi jagung sebagai komodi andalan yang diharapkan dapat menjawab

tantangan peningkatan ketersediaan pangan berkelanjutan dengan menerapkan

aplikasi teknologi perluasan areal tanam dan peningkatan nilai produksi persatuan

hektar lahan (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 :

11).

Produksi padi Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan setip tahun sejak

tahun 2006 sampai pada tahun 2009. Peningkatan jumlah produksi ini terutama

disebabkan oleh peningkatan luas panen dan produktivitas. Seiring dengan

meningkatnya luas area tanam dan produksi jagung, produksi jagung meningkat

setiap tahunnya sampai dengan tahun 2008. Namun demikian pada tahun 2009

terjadi penurunan yang cukup tajam sebesar 184,488 ton. Penurunan jumlah

produksi ini berkaitan dengan berkurangnya luas panen sebesar 20% (31,683 ha)

serta turunnya produktifitas sebesar 5,34% (2,57 kuintal/ha). Rata-rata produksi

ubi kayu dan ubi jalar Provinsi Gorontalo cenderung fluktuatif. Fluktuatif rata-rata

produksi tahun ini seperti halnya komoditas serelia, erat kaitannya dengan

berkurangnya luas area panen dan menurunnya produktivitas (Dinas Pertanian dan

Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 : 12)

Page 22: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

4

Melihat bagaimana program Pemerintah Provinsi Gorontalo yang lebih

cenderung keproduksi jagung, maka hal ini menimbulkan masalah yang nyata.

Karena sebagian sebesar konsumsi pangan masyarakat cenderung ke komoditas

padi dalam hal ini beras yang menjadi sebagai sumber karbohidrat yang utama,

apalagi jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas padi tentunya ini

akan menjadi masalah kerawanan pangan.

Produksi padi rata-rata di tingkat kabupaten cenderung mengalami

peningkatan sejak tahun 2005. Kecuali di Kabupaten Bone Bolango dan Kota

Gorontalo. Kabupaten Gorontalo, sebagai daerah sentra padi di Provinsi

Gorontalo, sempat mengalami penurunan produksi hingga 20% yang disebabkan

oleh pemekaran sebagian wilayah Kabupaten tersebut menjadi kabupaten

Gorontalo Utara. Namun demikian pada tahun 2009 produksi padi di Kabupaten

ini kembali meningkat seiring dengan meningkatnya luas panen dan produktivitas

(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 : 13)

Produktivitas di Kabupaten Bone Bolango terbilang sedikit sekali dalam

memenuhi kebutuhan pangan daerah, sehingga untuk itu Kabupaten Bone

Bolango tergolong kabupaten rawan pangan. Hal ini tentunya akan berpengaruh

terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Bone Bolango

terkait dengan ketahanan pangan nasional, sehingga setiap kali mengeluarkan

kebijakan tentang ketahanan pangan terdapat beberapa kendala yang menghadang

misalnya masalah produksi, harga, distribusi, kemudahan kredit, penyelundupan,

serta penyelewengan dari oknum-oknum terkait.

Bertolak dari program ketahanan pangan nasional, aspek ketersediaan pangan

tergantung pada sumberdaya alam, fisik, dan manusia, sehingga dibutuhkan

sistem pengambilan keputusan terkait kebijakan yang akan dikeluarkan. Masalah

sistem pengambilan keputusan terletak dari peraturan tentang bagaimann tujuan

yang hendak dicapai itu terwujud, dengan melalui dukungan informasi dan data

yang diperoleh secara akurat, sehingga pemerintah Kabupaten Bone Bolango

dalam hal ini dituntut mampu menguasai sistem pengambilan keputusan yang

akan digunakan dalam mengeluarkan kebijakan ketahanan pangan.

Page 23: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

5

Namun tidak semua kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan, hal ini

dapat dilihat dari skala prioritas dan ketersediaan sumberdaya dari kebijakan

tersebut, sehingga menjadi permasalahanya yaitu analisis sistem pengambilan

keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango. Atas

dasar itu, maka peneliti tertarik untuk meneliti analisis sistem pengambilan

keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yaitu :

1. Bagaimana program kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone

Bolango ?

2. Indikator apa yang berpengaruh pada ketahanan pangan dan perumusan

kebijakan

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui program ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

2. Mengetahui indikator apa yang berpengaruh pada ketahanan pangan dan

perumusan kebijakan

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini

adalah :

1. Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak yang terkait dengan

perencanaan ketahanan pangan nasional

2. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka

pengambilan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolengo

3. Sebagai informasi bagi penelitian lanjutan

Page 24: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan suatu hal yang utama dalam pembangunan guna

mencapai kesejahteraan masyarakat, upaya pencapaian ketahanan pangan yang

telah menjadi perhatian pada lingkup nasional dan internasional. Kerentanan atas

pangan dapat mengakibatkan rendahnya kualitas hidup masyarakat, baik pada

aspek fisik, kesehatan, sosial maupun ekonomi (Prihatin Dkk, 2012 : 2). Jika

konsumsi pangan tidak tercukupi, khususnya pangan karbohidrat yang merupakan

sumber energi maka akan rentan terjadi rawan pangan yang pada akhirnya dapat

menurunkan kualitas hidup manusia (Apriani dan Biliawati, 2001 : 2 ).

Kerawanan pangan merupakan salah satu kondisi ketidakcukupan pangan

yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk

memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan

masyarakat (Ariningsih dan Rachman, 2008 : 2)

Menurut Sari dan Prishardoyo (2009 : 3), suatu daerah dikatakan rawan

pangan dapat diukur dengan banyaknya jumlah rumah tangga prasejahtera yang

relatif masih banyak karena alasan ekonomi, status gizi masyarakatnya yang

ditunjukan oleh status gizi balitanya, ketersediaan pangan daerah dan kerentanan

pangan.

Oleh Karena itu peningkatan ketahanan pangan tentunya menjadi motor

penggerak yang akan memperkuat fokus-fokus pembangunan, terutama fokus

pengentasan kemiskinan dan peningkatan luas sumber daya manusia (Predi, 2012

: 1). Berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH), kecukupan energi yang diperoleh

dari pangan karbohidrat adalah 50% untuk kelompok serelia dan 6% untuk

kelompok umbi-umbian. Hal tersebut menunjukan posisi penting pangan sumber

karbohidrat dan kecukupan energi penduduk. Selain itu, berdasarkan Susenas

2005, 43,61% kecukupan protein penduduk Indonesia berasal dari beras. Karena

itu, ketidakcukupan pangan sumber karbohidrat bisa menjadi peringatan

kewaspadaan pangan paling dini (Apriani dan Baliwati, 2011 : 1)

Page 25: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

7

Dimensi ketahanan pangan nasional mencakup aspek ketersediaan,distribusi,

dan konsumsi, serta keamanan pangan . Pada aspek ketersediaan pangan termasuk

elemen : produksi domestik, impor, ekspor, cadangan dan transfer pangan dari

pihak atau Negara lain. Adanya elemen ekspor-impor pada aspek keersediaan

pangan menunjukan bahwa kinerja ketahanan pangan nasional tidak terlepas dari

dinamika peran perdagangan internasional, khususnya perdagangan komoditas

pangan (Hardono Dkk, 2004 : 2)

Ketahanan panan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi

ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan

pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut maka salah satu

prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan

masyarakat agar mereka mampu menanggulangi masalah pangannya secara

mandiri serta mewujudkan ketahanan pangan rumah tangganya secara

berkelanjutan (Dewan Ketahanan Pangan, 2006 : 1)

Ketahanan pangan dapat pula terwujud apabila secara umum telah terpenuhi

dua aspek sekaligus. Pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata

untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan

ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani

kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari (Dewan Ketahanan Pangan,

2006 : 1)

Pembangunan ketahanan pangan adalah terwujudnya kemandirian pangan

yang cukup dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk melalui proses produksi

dalam negeri. Ketersediaan pangan (disuatu daerah dan suatu saat tertentu) dapat

dipenuhi dari tiga sumber, yaitu produksi dalam negeri, impor pangan, dan

cadangan pangan. Ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan

diupayakan melalui produksi dalam negeri termasuk cadangan pangan. Impor

pangan merupakan pilihan terakhir jika kelangkaan produksi pangan (Garditjo dan

Rauf, 2009) dalam (Lantarsih dkk, 2011 : 3)

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006 : 2), pembangunan ketahanan

pangan ditujuan untuk memperkuat ketahanan pangan ditingkat mikro/tingkat

rumah tangga dan individu serta tingkat makro/nasional sebagao berikut :

Page 26: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

8

1. Mempertahankan ketersediaan energi per kapita minimal 2.200 kilo

kalori/hari, dan penyedia protein per kapita minimal 57.

2. Meningkatkan konsumsi pangan perkapita untuk memenuhi kecukupan

energi minimal 2.000 kilo kalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari

3. Meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola

Pangan Harapan (PPH) minimal 80 (padi-padian 275g, umbi-umbian

100g, pangan hewani 150g, kacang-kacangan 35g sayur dan buah 250g)

4. Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi

masyarakat

5. Mengurangi jumlah atau persentase penduduk rawan pangan kronis (yang

mengonsumsi kurang dari 80% AKG) dan penduduk miskin minimal 1%

pertahun ; termasuk di dalamnya ibu hamil yang mengalami anemia gizi

dan balita dengan gizi kurang

6. Meningkatkan kemandirian pangan melalui pencapaian swasembada beras

berkelanjutan, swasembada jagung pada tahun 2007 , swasembada kedelai

pada tahun 2015, swasembada gula pada tahun 2009 dan swasembada

daging sapi pada tahun 2010 ; serta membatasi impor pangan utama di

bawah 10% dari kebutuhan pangan nasional

7. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah

daerah dan pemerintah pusat

8. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah

daerah dan pusat.

9. Meningkatnya jangkauan jaringan distibusi dan pemasaran pangan ke

seluruh daerah

10. Meningkatnya kemampuan nasional dalam mengenali, mengantisipasi dan

menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap

masalah kerawanan pangan dan gizi.

Page 27: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

9

B. Sistem Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah ilmu, karena aktivitas tersebut memiliki

sejumlah cara, metode atau pendekatan tertentu yagn bersifat sistematis, teratur

dan terarah. Pendekatan atau langkah-langkah pengambilan keputusan dikatakan

sistematis kerena terdapatnya sejumlah langka A-Z yang jelas dalam menjawab

masalah. Kejelasan langkah tersebut menjadikan pengambilan keputusan bersifat

teratur dan terarah, yang berarti aktifitas tersebut selalu diarahkan untuk

menghasilkan solusi serta tindakan yang tegas bagi pencapaian tujuan

(Dermawan, 2012 : 2)

Ilmu pengambilan keputusan didasarkan atas penerapan gaya pemikiran yang

dianut oleh seseorang dan persepsinya atas lingkungan dan masalah. Paradigma

pengambilan keputusan yang dianut pada saat ini adalah pengambilan keputusan

merupakan ilmu yang menerapkan sejumlah pendekatan penelitian ilmiah

(scientific research approach) dalam bentuk teknik-teknik pengambilan keputusan

atas dasar perhitungan sistematis atau statistik (Dermawan, 2013 : 2)

Pengambilan keputusan merupakan ilmu dan seni yang harus dicari, dipelajari,

dimiliki dan dikembangkan secara mendalam oleh setiap orang. Bila manusia

gagal menguasai bidang tersebut, maka muncullah beragam masalah. Masalah

yang muncul dalam pencapaian tujuan dapat dihubungkan dengan

ketidakmampuan kita dalam melakukan pengambilan keputusan, dalam

menentukan pilihan yang tepat. Pengambilan keputusan disebut sebagai seni

karena kegiatan tersebut selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa yang

memiliki karakteristik keunikan tersendiri (Dermawan, 2013 :2-3)

Menurut Dermawan (2013 : 8) dalam pengambilan keputusan terdapat tipe-

tipe dalam pengambilan keputusan, antara lain yaitu :

1. Tipe keputusan terprogram dan tidak terprogram

Keputusan terprogram atau terstruktur merupakan keputusan bersifat

rutin, menjadi berulang-ulang. Karakteristik dari keputusan ini sangat

akrual, karena keputusan sejenis ini merupakan perwujudan kumulatif dari

langkah-langkah penyelesaian masalah yang terjadi secara berulang.

Page 28: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

10

Keputusan tidak terprogram merupakan kategori keputusan yang

berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kegiatan bisnis yang tidak pasti

dan sangat dinamis. Pengambilan keputusan selalu dihadapkan pada

sejumlah masalah baru yang sulit diramalkan

2. Tipe keputusan atas dorongan pencapaian dan tarikan lingkungan

Pengambilan keputusan atas dasar cara pandang ini barangkat dari

terdapatnya sesuatu yang harus diselesaikan dan terdapatnya masalah yang

harus dipecahkan. Sesuatu yang harus diselesaikan dengan mengisyaratkan

keberadaan karakteristik : rutinitas, maupun tidak. Sedangkan masalah

yang harus diselesaikan menandakan bahwa keputusan muncul seolah

“ditarik” oleh kekuatan lingkungan.

Pengambilan keputusan merupakan daya dorongan kegiatan operasional

organisasi. Proses pengambilan keputusan yang merupakan kegiatan rutin dari

organisasi menyediakan sejumlah alternatif solusi dan konsekuensi dari setiap

solusi atas masalah. Menurut Dermawan (2013 : 97) terdapat beberapa model

pengambilan keputusan, yaitu model pengambilan keputusan menurut dua

pandangan, model pengambilan keputusan berdasarkan pandangan rasionalitas,

model pengambilan keputusan berdasarkan pandangan rasionalitas yang dibatasi,

model pengambilan keputusan yang tidak terstruktur.

Pengambilan keputusan merupakan sebuah kajian yang rumit, dan terus

berkembang. Maka sejumlah teknik yang diperkenalkan merupakan teknik yang

relatif sederhana, mudah dipahami dan mudah ditersapkan dalam kehidupan

keseharian (Dermawan, 2013 : 171)

Menurut Dermawan (2013 : 171) terdapat beberapa teknik dalam

pengambilan keutusan, antara lain yaitu :

1. Analisis Diagram Pareto (Pareto Analysis)

Analisis pareto merupakan sebuah teknik pengambilan keputusan yang

bertujuan untuk menemukan perubahan yang akan memberikan manfaat

terbesar bagi pengambilan keputusan. Teknik ini berguna dalam kondisi

terdapatnya kondisi sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang

memungkinkan dapat dipilih

Page 29: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

11

2. Analisis Perbandingan Sepasang (Paired Comparison Analysis)

Teknik ini memudahkan proses paemilihan masalah yang paling

penting untuk diselesaikan, atau memilih alternatif solusi yang paling akan

mendatangkan manfaat besar.

3. Analisis Jaringan (Grid Analysis)

Teknik pengambilan keputusan ini merupakan teknik yang berguna

menentukan pilihan atas satu alternatif solusi. Dimana penggunaan yang

paling efektif adalah bila kita dihadapkan pada sejumlah alternatif solusi

yang menarik, serta terdapatnya beragam faktor yang harus

dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

4. Teknik Implikasi Plus-Minus (Plus-Minus Implication, PMI)

Teknik pengambilan keputusan PMI menimbang implikasi plus dan

minus dari suatu pilihan, solusi atau tindakan. Teknik ini digunakan untuk

melihak konsekuensi plus-minus atau pro-kontra dari suatu keputusan

yang akan diambil.

5. Analisis Kekuatan Lapangan (Force Field Analysis)

Teknik ini dipakai untuk melihat seluruh kekuatan yang mendukung

dan mengahambat sebuah keputusan. Teknik ini dapat dikatakan sebagai

metode khusus menimbang pandangan pro dan kontra atas sebuah pilihan

6. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost/Benefit Analysis)

Teknik analisis biaya dan manfaat merupakan teknik yang digunakan

untuk memutuskan kemungkinan membuat perubahan atas alternatif

pilihan yang telah dipertimbangkan. Analisis biaya dan manfaat pada

umumnya dilakukan dengan menerapkan teknik analisis keuangan.

Seluruh biaya dan manfaat dikonversi menjadi uang sebagai denominator

utama.

Page 30: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

12

C. Analisis Jalur (Path Analysis)

Structural Equating Modeling (SEM) adalah tehnik statistik multivariat yang

merupakan kombinasi antara analisisfaktor dan analisis regresi (korelasi), yang

bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah

model, baik itu antar indikator dengan konstruknya ataupun hubungan antar

konstruk (Santoso, 2014 : 14)

SEM lebih digunakan untuk melakukan confirmatiry analysis daripada

exploratory analysis. Sebuah model dibuat berdasar teori tertentu, kemudian SEM

digunakan untuk menguji apakah model tersebut dapat diterima atau ditolak.

Disini model yang dibuat berdasarkan teori tertentu, sehingga SEM tidak

digunakan untuk membangun model baru tampa ada dasar teori yang sudah ada

sebelumnya. Menurut Santoso (2014 : 14) Ada beberapa tahapan pokok yang akan

dilalui untuk menggunakan SEM dalam sebuah penelitian, antara lain :

1. Membuat sebuah model SEM

Pada tahapan ini, sebuah model dengan dasar teori tertentu dibuat

baik dalam bentuk equating (persamaan-persamaan matematis) maupun

dalam bentuk diagram (gambar).

2. Menyiapkan desain dan pengumpulan data

Setelah model dibuat, sebelum model diuji, akan dilakukan

pengujian asumsi-asumsi yang seharusnya dipenuhi dalam SEM,

perlakuan dalam missing data (jika ada dan cukup banyak),

mengumpulkan data, dan sebagainya.

3. Model identification

Setelah sebuah model dibuat dan desain sudah ditentukan, pada

model dilakukan uji identifikasi apakah model dapat dianalisis lebih

lanjut.

4. Menguji Model (model testing dan model estimation)

Setelah model dibuat dan dapat diidentifikasi, tahapan selanjutnya

dengan menguji measurement model, kemudian menguji structural model.

Dari pengujian measurement model akan didapat keeratan hubungan antar

Page 31: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

13

indikator dengan konstruknya. Jika measurement model dianggap valid,

pengujian dilanjutkan ke structural model untuk memperoleh sejumlah

korelasi yang menunjukkan hubungan antar konstruk. Termasuk dalam

kegiatan ini adalah kemungkinan dilakukan model respecfication pada

model SEM.

Salah satu keunggulan analisis SEM adalah kemampuannya untuk mengolah

model yang memiliki variabel laten menggunakan path analysis. Kemampuan

mengolah sejumlah variabel laten secara bersamaan tidak dapat dilakukan pada

metode statistik multivariat populer seperti regresi berganda. Analisis regresi

berganda hanya dapat mengukur variabel manifes dan bukan variabel laten.

Menurut Kerlinger (1990) dalam Sudaryono (2010 : 4) mengatakan bahwa

yang dimaksud dengan analisis jalur (Path Analysis) adalah suatu bentuk terapan

dari analisis multi regresi. Dalam hal ini digunakan diagram jalur kompleks.

Dengan menggunakannya dapat dihitung besarnya pengaruh langsung dari

variabel-variabel bebas terhadap suatu variabel terikat. Pengaruh itu tercermin

dalam apa yang disebut sebagai koefisien jalur (Path coefisients) yang

sesungguhnya merupakan koefisien regresi yang telah dibakukan.

Jadi secara umum prosedur analisis jalur dapat diformulasikan sebagai sebuah

estimasi koefisien dari seperangkat persamaan struktural linear yang

menggambarkan hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) yang

dihipotesiskan oleh peneliti. Meskipun tidak esensial dalam analisis numerical,

tetapi sangat berguna jika pola-pola hubungan kausal antar variabel ditampilkan

dalam bentuk gambar, yang dikeal dengan diagram jalur (Sudaryono, 2010 : 4)

Dalam pembangkitan atau pembuatan model path analysis dari regresi

berganda sebenarnya bukan merupakan teknik langsung untuk mengatasi

multikolinearitas dalam fungsi regresi, tetapi untuk “melacak” peranan yang

sesungguhnya dari variabel-variabel penjelas itu. Dengan model path analysis

akan dapat diketahui berapa besarnya pengaruh langsung dan pengaruh tidak

langusung yang sebenarnya dari variabel independen (X) terhadap veriabel

dependen (Y) (Sapariyah, 2007 : 7).

Page 32: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

14

Pada analisis jalur berlaku suatu aturan yang disebut sebagai the first law

(Kenny 1979 dalam Matondang : 2), yaitu sebagai berikut :

Dimana pxy koefisien jalur dari variabel x, terhadap variabel y dan 𝜌yz

adalah korelasi antara variabel y dan variabel z. Secara verbal rumus tersebut

menyatakan bahwa untuk mendapatkan korelasi antara variabel z dan variabel

endogen y, sama dengan jumlah perkatian setiap parameter untuk setiap variabel

yang mempengaruhi variabel y dengan korelasi setiap variabel tersebut dengan

variabel prediktor z.

Pada dasarnya metode analisis lintas (path analysis) merupakan bentuk

analisis regresi linier terstruktur berkenaan dengan variabel-variabel baku

(standardized variables) dalam suatu sistem tertutup (closed system) yang secara

formal bersifat lengkap. Dengan demikian, analisis lintas dapat dipandang sebagai

suatu analisis struktural yang membahas hubungan kausal di antara variabel-

variabel dalam sistem tertutup (Sudaryono, 2010 : 10)

Apabila suatu model hubungan kausal antara variabel tak bebas Y dan

variabel-variabel bebas Xi, untuk i = 1, 2,…, p; telah disfesifikasikan secara tepat

berdasarkan teori yang ada, maka dapat diselidiki hubungan kausal atau sebab-

akibat dengan menggunakan analisis lintas. Pada dasarnya koefisien lintas (path

coefficient) juga merupakan koefisien beta (β) atau koefisien regresi baku, di

mana berdasarkan analisis lintas dapat diketahui pengaruh langsung (direct effect)

dari setiap variabel bebas yang dibakukan (ZY), serta pengaruh tidak langsung

(indirect effect) dari variabel bebas baku ZXi melalui variabel bebas baku ZXj (di

mana i ≠ j) di dalam model hubungan kausal tersebut (Sudaryono, 2010 : 10)

Analisis jalur merupakan pengembangan model regresi yang digunakan untuk

menguju kesesuaian(fit) dari matrik korelasi dari dua model atau lebih yang

dibandingkan oleh peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan

anak panah menunjukan hubungan kausalitas (Ghozali, 2008 : 21).

pxy= Σpxy.𝜌yz

Page 33: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

15

Dalam membangun diagram jalur (path diagram), hubungan antar konstruk

ditunjukkan dengan garis satu anak panah yang menunjukan hubungan kausalitas

(regresi) dari konstruk satu ke konstruk lain. Garis dengan dua anak panah

menunjukan hubungan korelasi atau kovarian antar konstruk (Ghozali, 2008 : 21)

1 2

λY1X1 λY2X1

r1

λY1X2

λY2X1

Gambar 1. Model sederhana analisis jalur

Penjelasan gambar diatas dapat dilihat sebagai berikut :

1. Terdapat dua variabel exogen yaitu X1 dan X2 dan terdapat dua variabel

endogen yaitu Y1 dan Y2

2. Antar variabel exogen harus dikovariankan dengan saling menghubungkan

kedua variabel ini dengan 2 anak panah

3. Semua variabel endogen harus diberi error

4. Koefisien regrei antar variabel exogen dengan variabel endogen diberi

simbol landa (λ) dengan cara memberi notasi pada variabel endogen ke

exogen :

a. Dari X1 ke Y1 = λY1X1

b. Dari X2 ke Y1 = λY1X2

c. Dari X1 ke Y2 = λY2X1

d. Dari X2 ke Y2 = λY2X2

X1

X2

Y2 Y1

Page 34: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

16

D. Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian Akhmad Mun’im (2012) yang berjudul “Analisis

Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses Dan Penyerapan Pangan Terhadap

Ketahanan Pangan Di Kabupaten Surplus Pangan : Pendekatan Partial Least

Square Path Modeling” dengan tujuan mengidentifikasi variabel-variabel yang

terdapat dalam faktor ketersediaan, akses, penyerapan, dan ketahanan pangan di

kabupaten surplus pangan tahun 2007 dan mengetahui faktor ketersediaan, akses,

penyerapan, dan ketahanan pangan di kabupaten surplus pangan tahun 2007.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menujukan bahwa penelitian ini

menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis deskriptif dan analisis interinsik.

Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam

menggunakan tabel dan grafik, sedangkan analisis interinsik pada penelitian ini

menggunkan metode analisis Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM).

PLS-PM merupakan metode statistik yang digunakan untuk analisis structural

menggunakan variabel laten. Berdasarkan metode analisis diatas kesimpulan yang

didapatkan yaitu ketersediaan pangan yang berlebih di kabupaten surplus pangan

tidak diiringi dengan akses pangan yang memadai dan penyerapan pangan yang

maksimal sehingga dikabupaten yang surplus pangan masih ditemukan adanya

kabupaten yang terindikasi rawan pangan. Berdasarkan faktor ketersediaan

pangan, sebaran pada kelompok kabupaten rawan pangan lebih baik dibandingkan

dengan kabupaten tahan pangan. Namun berdasarkan faktor akses pangan, sebaran

kelompok kabupaten tahan pangan lebih baik dibandingkan dengan kabupaten

rawan pangan. Ketahanan pangan dikabupaten surplus pangan ditahun 2007 lebih

dipengaruhi oleh faktor akses pangan daripada faktor penyerapan pangan,

sedangkan faktor ketersediaan pangan tidak memberikan pengaruh yang

bermakna terhadap ketahanan pangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanziha dan Herdiana (2009)

tentang “Analisis Jalur Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten” dengan tujuan untuk

menganalisis konsumsi dan prevalensi rumah tangga tahan dan rawan pangan,

Page 35: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

17

menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi sebagai akses pangan dengan

ketahanan pangan rumah tangga, dan menganalisis faktor sosial ekonomi yang

berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap ketahanan pangan rumah

tangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan metode yang

digunakan yaitu proses pengolahan data meliputi, editing, coding, entry dan

analisis. Untuk mengukur hubungan antar variabel analisis menggunakan analisis

korelasi pearson dan rank spearman, sedangkan untuk mengukur antar variabel-

variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis jalur. Prevalensi

rumah tangga tahan pangan adalah 62.4%, rawan pangan 37.6% yang terdiri dari

25.7% rumah tangga rawan pangan berat, 6.9% rumah tangga rawan pangan

ringan dan 5% rumah tanggan rawan pangan sedang. Tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara pendidikan KRT, pendidikan IRT, pengetahuan gizi ibu

dan dukungan sosial dengan ketahanan pangan rumah tangga. Terdapat hubungan

yang signifikan antara jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran perkapita

dengan ketahanan pangan rumah tangga. Pengaruh langsung terbesar terhadap

ketahanan pangan rumah tangga adalah pengeluaran rumah tangga. Jalur tidak

langsung yang paling berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga

adalah dimulai dari penurunan jumlah anggota rumah tangga - pengeluaran per

kapita - ketahanan pangan rumah tangga.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erniati, Sutiarso, dan Sudira (2013)

tentang “Penyusunan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menetapkan Indeks

Ketahanan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga Dan Wilayah : Studi Kasus Di

Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Provinsi D.I

Yogyakarta” dengan tujuan untuk membangun instrument (seperangkat software)

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) untuk penetapan indeks ketahanan pangan

ditingkat rumah tangga dan wilayah yang digunakan sebagai masukan kategori

dalam peta serta SPK berupa alternatif kebijakan yang perlu dilakukan terkait

masalah ketahanan di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul

Provinsi D.I Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menujukan

metode yang digunakan yaitu menggunakan diagram alir dengan beberapa

tahapan. Berdasarkan hasil analisis terhadap indreks ketahanan pangan di tingkat

Page 36: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

18

rumah tangga menunjukan : 1 dusun rawan pangan; 6 dusun rentan pangan; 10

dusun tahan pangan. Sedangkan berdasarkan indeks ketahanan pangan di tingkat

wilayah, situasi ketahanan pangan di Desa Srimartani cukup baik, ditunjukan

dengan indeks kurang dari 0,48 artinya semua dusun di Desa Srimartani masuk

ketegori cukup tahan, tahan dan sangat tahan. Dari hasil analisis tersebut,

disarankan agar aparat kepala desa dan pemerintah dapat melakukan monitoring

situasi/kondisi wilayah secara berkala. Untuk dusun yang termasuk kategori

rawan pangan, program SPK memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan

aparat desa agar mememrikan bantuan langsung/bantuan tunai

.

Page 37: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

19

E. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa alur

kerangka pemikiran teoritis “Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada

Kebijakan Ketahanan Pangan Di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo”

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada Kebijakan Ketahanan

Pangan Kabupaten Bone Bolango

Ketahanan Pangan

Nasional

Program Ketahanan Pangan

Kerawanan Pangan

Ketahanan Pangan

1. Distribusi

2. Ketersediaan

3. Konsumsi

Perumusan Kebijakan

1. Tujuan

2. Masalah yang

dihadapi

3. Pengaruh Lingkungan

Kebijakan Ketahanan

Pangan

Pengaruh Sistem

Pengambilan Keputusan

Pada Kebijakan

Page 38: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

20

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas

nasional suatu Negara, baik dibidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh

sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan

pertanian saat ini dan masa mendatang. Ketahanan pangan harus tetap terjaga agar

tidak dapat menimbulkan kerawanan pangan. Kerawaman pangan biasanya akan

berakibat terhadap menurunnya taraf hidup masyarakat (kemiskinan) serta

kekurangan gizi yang diakibatkan oleh kelangkaan bahan pangan. Untuk menjaga

kerawanan pangan tidak terjadi maka pemerintah membuat program ketahanan

pangan sehingga kerawangan pangan dapat diatasi. Program yang telah ada

dilaksanakan berdasarkan tingkat keperluannya karena ada kemungkinan dalam

pelaksanaan program ketahanan panganterkendala dengan sumber daya sehingga

dibutuhkan beberapa kebijakan yang dalam melaksanakan program yang benar-

benar diperlukan. Dalam menentukan kebijakan yang akan diambil diperlukan

sistem pengambilan keputusan yang terencana sehingga kebijakan yang telah

dilakukan berpengaruh pada ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

sistem pengambilan keputusan berpengaruh terhadap kebijakan ketahanan pangan

di Kabupaten Bone Bolango

Page 39: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2014 sampai Desember 2014.

Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Bone Bolango. Kabupaten Bone

Bolango dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten Bone Bolango

termasuk daerah yang memiliki masalah kerawanan pangan.

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, jenis penelitian yang

akan digunakan adalah penelitian survey. Penelitian survey adalah penelitian yang

dilakukan secara langsung serta mengambil sample dari satu populasi dan

menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak

melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara

individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian

atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk mendapatkan

data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi. Data primer

didapatkan dari instansi-instansi terkait. Data sekunder yaitu Data sekunder

merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder

umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam

arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Populasi merupakan totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002) dalam

Page 40: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

22

Mujib (2010 : 36). Populasi penelitian adalah seluruh instansi di Kabupaten Bone

Bolango dan seluruh Kelompok Tani yang ada di Kabupaten Bone Bolango.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002) dalam

Mujib (2010 : 37). Pemilihan responden (sampel) dilakukan secara sengaja

(purposive sampling) yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti

didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006) dalam

Susanti (2008 : 28) sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu

Intansi Kabupaten Bone Bolango yang terdiri Dinas Pertanian Kabupaten Bone

Bolango, Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan

Kabupaten Bone Bolango, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Bone Bolango, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone Bolango serta

Kelompok Tani terdiri dari kelompok tani di Kecamatan Suwawa Selatan,

Botupingge, Kabila, Suwawa, Bulango Selatan, Bulango Timur, Bulango Utara,

Tapa, dan Tilongkabila.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan instrumen (alat)

antara lain : observasi, interview dan kuisioner.

2. Teknik pengumpulan data sekunder dari sumber - sumber yang dianggap

relevan dengan tujuan penelitian yakni : Dinas Pertanian Kabupaten Bone

Bolango, Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan

Kehutanan Kabupaten Bone Bolango, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Bone Bolango, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Bone Bolango, Kelompok Tani Kecamatan Suwawa Selatan, Botupingge,

Kabila, Suwawa, Bulango Selatan, Bulango Timur, Bulango Utara, Tapa,

Tilongkabila.

Page 41: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

23

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan 2 analisis yaitu metode analisis deskribitif dan

metode analisis Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan model

analisis jalur (Path Analysis) melalui bantuan perangkat Amos 22. Metode

analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui perencanaan dan perumusan

kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

Untuk menganalisis pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan

ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango terhadap petani digunakan model

analisis jalur (Path Analysis). Path analysis (analisis jalur) atau sering dikenal juga

sebagai analisis lintasan atau analisis sidik. Dalam analisis jalur akan dicoba untuk

mengurutkan variabel - variabel bebas (Xn) atau variabel penentu (independent

variable) dengan dibantu skala likert 1 – 5 untuk setiap kuisioner dari yang

dibagaikan kepada responden, berdasarkan skala perioritas atau sesuai dengan

urutan waktu dalam mempengaruhi variabel tak bebas (dependent variable) atau

variabel tergantung (Y). (Sapriyah, 2007 : 5)

Model path analysis dapat dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi (Siregar,

2006) dalam Sapriyah (2007 : 5) sebagai berikut :

1. Hubungan antar variabel harus liniear dan adiktif

2. Semua variabel residu tidak boleh berkorelasi dengan lainnya

3. Pola hubungan antar variabel adalah rekuratif atau (rekrusif)

4. Tingkat skala pengukuran data semua variabel bersatu minimal interval

5. Tidak terjadi kesalahan pengukuran

Untuk menganalisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan

pangan di Kabupaten Bone Bolango digunakan metode Structural Equation

Model (SEM) dengan model analisis jalur (path analysis) melalui bantuan

perangkat lunak Amos dengan formulasi sebagai berikut :

Page 42: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

24

λZX1

r2 λYX1

r1 λYX2 λZX

r3 λYX3 λZX4 λZX6

λZX3 λZX5

r4 r5

r6

Gambar 2. Model Struktur Analisis Jalur

Berdasarkan model analisis jalur diatas maka dapat disimpulkan persamaan

yang dapat dipakai yaitu :

Dimana : Y atau Z = Koefisien pengukur hubungan antara variabel

endogen dengan eksogen

λ = Koefisien yang mengukur hubungan antar variabel

dependen (endogen) dan variabel independen

(eksogen)

Y = Variabel dependen (endogen)

x = Variabel independen (eksogen)

= Varibel residu

Berdasarkan persamaan diatas maka dapat dijelaskan bahwa simbol X

merupakan variabel bebas (independen) dan Y adalah variabel terikat (dependen).

X1

X2

X3

Y1 Y2

Y = λYX1X1+λYX2X2+λYX3X3.........+1

Z = λZX1X1+λZX3X3+λZYY……….+2

X4 X5 X6

Page 43: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

25

Disamping varibael-variabel tersebut, masih ada satu variabel residu yang diberi

simbol sehingga dapat diketahui bahwa ketahanan pangan (Y1) meliputi

beberapa faktor dan indikator, yaitu :

1. Distribusi (X1) yaitu kegiatan proses penyaluran sebagai prasyarat untuk

menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam

jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang

terjangkau. Distribusi dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :

a) Lokasi (X1.1)

b) Lembaga Pemasaran (X1.2)

c) Sarana dan Prasarana (X1.3)

2. Ketersediaan (X2) yaitu mencakup masalah produksi, stok, impor dan

ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi

pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah,

pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya,

serta stabil dari waktu kewaktu. Ketersediaan dipegaruhi oleh beberapa

indicator, yaitu :

a) Produk Domestik (X2.1)

b) Impor Pangan (X2.2)

c) Cadangan Pangan (X2.3)

3. Konsumsi (X3) yaitu menyangkut pendidikan masyarakat agar

mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat

mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat

kebutuhannya. Konsumsi dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :

a) Jumlah (X3.1)

b) Kualitas atau mutu (X3.2)

c) Harga (X3.3)

Sedangkan untuk perencanaan dan perumusan kebijakan (Y2) dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor dan indikator, yaitu :

1. Tujuan (X1) yaitu langkah pertama dalam membuat perencanaan sehingga

dalam pelaksanaannya nanti terarah sesuai dengan tujuan dan hasil yang

ingin dicapai. Tujuan dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :

Page 44: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

26

a) Pemenuhan kebutuhan (X1.1)

b) Stabilitas ketersediaan (X1.2)

c) Kecukupan ketersediaan (X1.3)

2. Masalah yang dihadapi (X2) yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus

dipecahkan agar tercapainya tujuan dengan hasil yang maksimal. Masalah

yang dihadapi dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :

a) Hambatan (X2.1)

b) Resiko (X2.2)

3. Pengaruh Lingkungan (X3) yaitu suatu keadaan dimana segala sesuatu

yang diputuskan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dalam hal ini

lingkungan organisasi. Pengaruh lingkungan dipengaruhi oleh beberapa

indikator, yaitu :

a) Budaya (X3.1)

b) Struktur organisasi (X3.2)

c) Sistem komunikasi dalam organisasi (X3.3)

d) Gaya kepemimpinan organisasi (X3.4)

G. Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah penarikan batasan yang lebih

menjelaskan ciri-ciri spesifik yang lebih substantif dari suatu konsep. Defenisi

operasional dari variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Distribusi (X1) yaitu kegiatan proses penyaluran pangan yang dilakukan

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango

2. Lokasi (X1.1) yaitu tempat atau posisi dilakukannya pendistribusian

kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango

3. Lembaga Pemasaran (X1.2) yaitu badan usaha atau organisasi yang

bertanggung jawab terhadap kegiatan distribusi kebutuhan pangan di

Kabupaten Bone Bolango.

4. Sarana dan Prasarana (X1.3) yaitu segala sesuatu yang dapat mendukung

kegiatan distribusi kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango

Page 45: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

27

5. Ketersediaan (X2) yaitu suatu keadaan dimana pangan benar-benar cukup

dalam hal jumlah dan jenisnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di

Kabupaten Bone Bolango.

6. Produk Domestik (X2.1) yaitu hasil produksi dari pangan di Kabupaten

Bone Bolango itu sendiri.

7. Impor Pangan (X2.2) yaitu usaha untuk mendatangkan pangan yang

berasal dari daerah lain ataupun dari negara lain di Kabupaten Bone

Bolango

8. Cadangan Pangan (X2.3) yaitu suatu keadaan dimana produksi pangan

disimpan sebagai upaya menghindari kerawanan pangan di Kabupaten

Bone Bolango

9. Konsumsi (X3) yaitu setiap kegiatan memanfaatkan kebutuhan pangan

untuk memenuhi dan mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai

dengan tingkat kebutuhannya di Kabupaten Bone Bolango

10. Jumlah (X3.1) yaitu besaran ketersediaan pangan di Kabupaten Bone

Bolango yang dinyatakan dalam angka atau jumlah

11. Kualitas atau mutu (X3.2) yaitu tingkatan baik atau tidak jenis pangan

yang dikonsumsi di Kabupaten Bone Bolango

12. Harga (X3.3) yaitu suatu nilai tukar pangan di Kabupaten Bone Bolango

yang dapat menentukan tingkat konsumsi masyarakat

13. Tujuan (X1) yaitu perencanaan dan pelaksanaan yang terarah dalam

menentukan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

sehingga sesuai dengan hasil yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan

pangan masyarakat.

14. Pemenuhan kebutuhan (X1.1) yaitu terciptanya kepuasan jasmani

masyarakat dalam kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango.

Pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango dilakukan

dengan skala prioritas

15. Stabilitas ketersediaan (X1.2) yaitu seimbangnya cadangan pangan sebagai

upaya kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

Page 46: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

28

16. Kecukupan ketersediaan (X1.3) yaitu terjaminnya kebutuhan pangan

masyarakat di Kabupaten Bone Bolango

17. Masalah yang dihadapi (X2) yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus

dipecahkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bone

Bolango agar tercapainya tujuan ketahanan pangan dengan hasil yang

maksimal

18. Hambatan (X2.1) yaitu masalah yang terjadi selama proses pemenuhan

kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango

19. Resiko (X2.2) yaitu akibat atau konsekuensi yang diterima dalam

perencanaan dan perumusan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten

Bone Bolango

20. Pengaruh Lingkungan (X3) yaitu perencanaan dan perumusan kebijakan

ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango oleh lingkungan atau

organisasi tertentu

21. Budaya (X3.1) yaitu keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan cara berfikir

dari pengambil kebijakan dan perumusan perencanaan ketahanan pangan

di Kabupaten Bone Bolango

22. Struktur organisasi (X3.2) yaitu hubungan antara tiap-tiap posisi dari yang

ada pada pengambil kebijakan dan perencanaan perumusan ketahanan

pangan di Kabupaten Bone Bolango. Biasanya struktur organisasi menjadi

pemisah kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain.

23. Sistem komunikasi dalam organisasi (X3.3) yaitu proses penyampaian

pesan atau hubungan dalam setiap organisasi untuk merumuskan

perencanaan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

baik secara langsung atau tidak langsung.

24. Gaya kepemimpinan organisasi (X3.4) yaitu menggambarkan kombinasi

yang konsisten dari keterampilan organisasi dalam menentukan

perencanaan dan perumusan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten

Bone Bolango.

Page 47: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu diantara 6 kabupaten/kota

yang berada dalam wilayah Provinsi Gorontalo yang memiliki luas wilayah

sebesar 1.984,31 Km2. Sebagian besar wilayah (48,65%) terletak pada ketinggian

antara 100-500 meter di atas permukaan laut. Secara geografis wilayah Kabupaten

Bone Bolango berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Gorontalo Utara

2. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan teluk tomini

3. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Bolmong Selatan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Gorontalo dan Kabupaten

Gorontalo

Wilayah Kabupaten Bone Bolango terdapat 2 (dua) Satuan Wilayah

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) yakni DAS Bone dan DAS

Bolango. Kedua DAS di wilayah Kabupaten Bone Bolango tersebut bermuara di

Kota Gorontalo. DAS Bone merupakan DAS terbesar dan memiliki kawasan

hutan terbesar di Kabupaten Bone Bolango jika dibandingkan dengan DAS

Bolango. Wilayah Kabupaten Bone Bolango ini dilalui oleh beberapa Daerah

Aliran Sungai (DAS). DAS terbesar yang melalui wilayah tersebut adalah DAS

Bone dan Bolango, dimana Kecamatan yang dilalui adalah Kecamatan Suwawa,

Kecamatan Kabila dan Kecamatan Tapa. Luas DAS ini adalah ± 265.000 Ha

dengan panjang sungai utama 100 Km yang bermuara ke Teluk Tomini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang pembentukan

kabupaten Bone Bolango dan Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango terdiri dari 4

kecamatan yaitu Tapa, Kabila, Suwawa dan Bone Pantai yang terdiri dari 63

desa/kelurahan definitif. Pada tahu 2006 jumlah kecamatan di Kabupaten Bone

Bolango menjadi 10 kecamatan dengan 89 desa/kelurahan definitif. Kemudian

Page 48: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

30

pada tahun 2012 jumlah kecamatan bertambah menjadi 18 kecamatan dengan 165

desa sebagaimana Tabel 1. berikut :

Tabel 1. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten

Bone Bolango 2012 - 2013

NO Kecamatan Jumlah Desa Luas

Km2

%

1 Tapa 7 Desa 64, 41 3.25

2 Bulango Utara 9 Desa 176,09 8,87

3 Bulango Selatan 10 Desa 9,87 0,5

4 Bulango timur 5 Desa 10,82 0,55

5 Bulango Ulu 6 Desa 78,41 3,95

6 Kabila 5 Kelurahan 7 Desa 193,45 9,75

7 Botupingge 9 Desa 47,11 2,37

8 Tilongkabila 14 Desa 79,74 4,02

9 Suwawa 10 Desa 33,51 1,69

10 Suwawa Selatan 8 Desa 33,51 1,69

11 Suwawa Timur 9 Desa 103,28 5,2

12 Suwawa Tengah 6 Desa 64,7 3,26

13 Bone Pantai 13 desa 161,82 8,15

14 Kabila Bone 9 Desa 143,51 7,23

15 Bone Raya 10 Desa 64,12 3,23

16 Bone 14 Desa 72,71 3,66

17 Bulawa 9 Desa 111,01 5,59

18 Pinogu 5 Desa 385,92 19,45 Sumber : BPS Kabupaten Bone Bolango 2012

Berdasarkan Tabel 1. diatas dapat dilihat bahwa kecamatan yang memiliki

desa paling banyak yaitu Kecamatan Tilongkabila dan Kecamatan Bone dengan

14 Desa untuk tiap-tiap kecamatan, sedangkan untuk kecamatan yang memiliki

desa paling sedikit yaitu Kecamatan Pinogu dan Bulango Timur dengan 5 Desa

untuk tiap-tiap kecamatan. Sedangkan untuk kecamatan yang memiliki luas

wilayah terbesar yaitu Kecamatan Pinogu dengan luas wilayah 385,92 Km2

dan

Kecamatan Kabila 193,45 Km2.

2. Keadaan Penduduk

Pertumbuhan penduduk menjadi perhatian pemerintah saat ini terkait dengan

adanya hubungan yang linier antara pertumbuhan penduduk dengan angka

kemiskinan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketika pertumbuhan

Page 49: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

31

penduduk menjadi modal dalam faktor produksi dan semakin bertambahnya akan

semakin meningkatkan output produksi, maka kondisi ini menandakan bahwa

penduduk memiliki kedudukan sebagai aset.

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bone

Bolango, tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Bone Bolango terjadi

peningkatan sebesar 160.118 jiwa dari tahun 2011 sejumlah 150.139 jiwa atau

meningkat 6 % dengan kepadatan berkisar 85 jiwa/km2. Data kependudukan

Kabupaten Bone Bolango selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. berikut :

Tabel 2. Perkembangan Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bone

Bolango 2009 - 2012

NO Tahun Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan

(Km2)

1 2009 123.666 67 Jiwa

2 2010 145.802 71 Jiwa

3 2011 150.139 77 Jiwa

4 2012 160.118 81 Jiwa Sumber : BPS Kabupaten Bone Bolango 2012

Berdasarkan Tabel 2. diatas dapat dilihat bahwa perkembangan penduduk dan

kepadatan penduduk Kabupaten Bone Bolango pada tahun 2009 yaitu 123.666

jiwa dengan kepadatan 67 jiwa Km2. Pada tahun 2010 145.802 jiwa dengan

kepadatan 71 jiwa Km2. Pada tahun 2011 150.139 jiwa dengan kepadatan 77 jiwa

Km2. Pada tahun 2012 160.118 jiwa dengan kepadatan 81 jiwa Km

2.

Perbandingan jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan dari tahun

2009 sampai dengan 2012, tidak menunjukkan perbedaan angka yang signifikan,

terbukti dengan angka sex ratio untuk setiap kecamatan yang berkisar antara

1.01%-0,99%, seperti digambarkan Tabel 3. sebagai berikut :

Page 50: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

32

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013

NO Kecamatan

Jumlah Penduduk Rasio

Jenis

Kelamin Laki-

laki Perempuan Jumlah

1 Tapa 3.917 4.059 7.976 97

2 Bulango Utara 3.835 3.806 7.641 101

3 Bulango Selatan 5.313 5.401 10.714 98

4 Bulango timur 2.760 2.823 5.583 98

5 Bulango Ulu 2.084 1.921 4.005 108

6 Kabila 11.550 11.877 23.427 97

7 Botupingge 3.229 3.165 6.394 102

8 Tilongkabila 8.814 9.082 17.896 97

9 Suwawa 6.253 6.237 12.490 100

10 Suwawa Selatan 2.744 2.648 5.392 104

11 Suwawa Timur 2.803 2.598 5.401 108

12 Suwawa Tengah 3.224 3.118 6.342 103

13 Bone Pantai 5.660 5.532 11.192 102

14 Kabila Bone 5.913 5.534 11.447 107

15 Bone Raya 3.458 3.285 6.743 105

16 Bone 5.020 4.795 9.815 105

17 Bulawa 2.807 2.637 5.444 106

18 Pinogu 1.150 1.066 2.216 108

Kab. Bone Bolango 80.534 79.584 160.118 101 Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bone Bolango, 2012

Berdasarkan Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak

berada di Kecamatan Kabila dengan jumlah penduduk laki-laki 11.550 jiwa dan

perempuan 11.877 jiwa sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di

Kecamatan Pinogu dengan jumlah penduduk laki-laki 1.150 jiwa dan perempuan

1.066 jiwa.

Page 51: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

33

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang berada pada rantai kemiskinan.

Dapat dikatakan, pendidikan menentukan masa depan seseorang atau masyarakat

dalam lingkup wilayah. Oleh karena itu peran pemerintah dari tingkat daerah

hingga pusat sangat dibutuhkan dalam rangka optimalisasi sektor pendidikan guna

memutus mata rantai kemiskinan.

Upaya peningkatan mutu pendidikan yang ingin dicapai di kabupaten Bone

Bolango dimaksudkan untuk menghasilkan manusia seutuhnya. Sedangkan

perluasan kesempatan belajar dimaksud agar penduduk usia sekolah setiap tahun

mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk untuk dapat

memperoleh kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya. Pelaksanaan

pembangunan pendidikan di Kabupaten Bone Bolango selama ini mengalami

perubahan yang fluktuatif dari tahun ke tahun.

Sebagaimana yang diamanatkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(RPJP) Nasional dan RPJM Nasional serta RPJMD Kabupaten Bone Bolango,

maka sasaran pembangunan pendidikan dititikberatkan pada peningkatan mutu

dan perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan, yaitu mulai dari

TK sampai dengan SMA seperti pada Tabel 4. dibawah ini

Page 52: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

34

Tabel 4. Jumlah Murid SD, SMP, SMA Menurut Kecamatan di Kabupaten Bone

Bolango 2012 - 2013

NO Kecamatan

SD

SMP

SMA

Jumlah

1 Tapa 955 549 429 1.933

2 Bulango Utara 942 318 0 1.260

3 Bulango Selatan 1 052 0 0 1.052

4 Bulango Timur 487 146 0 633

5 Bulango Ulu 619 147 0 766

6 Kabila 2 753 815 875 4.443

7 Botupingge 637 286 0 923

8 Tilongkabila 1 737 439 0 2.176

9 Suwawa 1 393 829 525 2.222

10 Suwawa Selatan 693 126 0 819

11 Suwawa Timur 1 083 313 0 1.396

12 Suwawa Tengah 745 0 0 745

13 Pinogu *) *) *) *)

14 Bone Pantai 1 628 505 395 2.133

15 Kabila Bone 1 399 316 0 1.715

16 Bone Raya 815 346 0 1.161

17 Bone 1 348 357 174 1.879

18 Bulawa 711 220 0 931

Kab. Bone Bolango 18.997 5.712 2.398 26.187 Catatan : *) Data masih mengikuti kecamatan induk

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bonebolango 2012 - 2013

Berdasarkan Tabel 4. diatas dapat dilihat bahwa kecamatan yang memiliki

jumlah murid terbanyak yaitu Kecamatan Kabila dengan 4.443 murid yang terdiri

dari 2.753 murid SD, 815 murid SMP, dan 875 murid SMA. Sedangkan

kecamatan yang memiliki jumlah murid paling sedikit yaitu Kecamatan Bulango

Timur yang terdiri dari 487 murid SD, 146 murid SMP dan tidak ada sama sekali

untuk murid SMA

Perkembangan indikator ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan antara

tahun 2009 sampai dengan 2012 menunjukkan adanya peningkatan dari setiap

jenis sarana prasarana pendidikan. Jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang

dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Bone Bolango memang masih jauh dari

memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun dalam rangka

memenuhi standar pelayanan pendidikan yang paripurna kepada anak didik,

keterbatasan tersebut bukanlah merupakan hambatan utama. Kondisi sarana

pendidikan di Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini :

Page 53: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

35

Tabel 5. Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kabupaten

Bone Bolango tahun 2010 – 2012

NO Tahun Sarana Pendidikan (Unit)

TK SD/MI SMP/M.Ts SMA/MA

1 2010 102 138 39 17

2 2011 124 138 39 17

3 2012 125 138 39 17 Sumber : PEMDA Kabupaten Bone Bolango 2013

Berdasarkan Tabel 5. Diatas dapat dilihat bahwa terjadi perkembangan

jumlah sarana dan prasarana untuk TK pada tahun 2010 sebesar 102, tahun 2011

sebesar 124, pada tahun 2012 sebesar 125. Sedangkan untuk tingka SD/MI sampai

pada tingkat SMA/MA tidak terjadi perkembangan sarana dan prasarana.

4. Keadaan Pertanian

Kabupaten Bone Bolango memiliki potensi pertanian tanaman pangan yang

cukup bervariasi meliputi padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan umbi-

umbian. Pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi PDRB terbesar

dan banyak menyerap tenaga kerja. Jenis Komoditi pertanian yang paling banyak

produksinya adalah padi dan jagung. Jumlah produksi padi pada tahun 2012

sebanyak 29.243 Ton dengan produktivitas 5,4 Ton/Ha dan jumlah produksi

jagung sebanyak 23.581 Ton dengan produktivitas 4.1 ton. Data perkembangan

tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Sebagai berikut :

Tabel 6. Perkembangan Tanaman Pangan di Kabupaten Bone Bolango Tahun

2009 – 2012

NO Jenis Komoditas

(Produksi/Ton) 2009 2010 2011 2012

1

Padi

23.569

19.656

30.180,2

29.243

2 Jagung 17.434 18.267 18.946,2 23.581

3 Kacang Tanah 243 191 113 110

4 Kacang Hijau 13,3 15,2 19 85

5 Ubi Jalar 707 910 238 180

6 Ubi Kayu 1.120 135 430 217 Sumber : PEMDA Kabupaten Bone Bolango 2012 – 2013

Page 54: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

36

Berdasarkan Tabel 6. diatas dapat dilihat bahwa perkembangan tanaman

pangan untuk komoditas padi tidak tetap hasil produksinya yaitu pada tahun 2009

sebesar 23.569 ton/ha, pada tahun 2010 19.656 ton/ha, pada tahun 2011 30.180,2

ton/ha dan pada tahun 2012 29.243 ton/ha. Lain halnya dengan produktivitas

komoditas jagung yang meningkat tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebesar

17.434 ton/ha, tahun 2010 sebesar 18.267 ton/ha, pada tahun 2011 sebesar

18.946,2 ton/ha, pada tahun 2011 23.581 ton/ha. Untuk produksi kacang tanah

terus mengalami penurunan tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebesar 243

ton/ha, pada tahun 2010 sebesar 191 ton/ha, pada tahun 2010 sebesar 113 ton/ha,

pada tahun 2012 sebesar 110 ton/ha. Produksi kacang hijau juga mengalami

peningkatan yang cukup besar, yaitu tahun 2009 sebesar 13,3 ton/ha, tahun 2010

sebesar 15,2 ton/ha, pada tahun 2011 sebesar 19 ton/ha, dan pada tahun 2012 85

ton/ha. Produksi ubi jalar mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2009-2010

meningkat dari 707 ton/ha menjadi 910 ton/ha namun pada tahun 2011-2012

mengalami penurunan produksi sebesar 238 ton/ha menjadi 180 ton/ha. Sama

halnya dengan produksi ubi kayu yag fluktuasi, yaitu pada tahun 2009 sebesar

1.120 ton/ha, pada tahun 2010 sebesar 135 ton/ha, pada tahun 2011 sebesar 430

ton/ha, dan pada tahun 2012 menjadi 217 ton/ha.

5. Identitas Responden

Identitas responden menggambarkan keadaan dan status dari seseorang.

Biasanya identitas responden berisi nama, usia, latar belakang pendidikan, dan

latar belakang pekerjaan. Responden dalam penelitian ini terbagi atas 2 bagian

yaitu pengambil dan perumus kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone

Bolango dan kelompok tani sebagai obyek kebijakan.

a. Identitas Responden Pengambil Kebijakan

Identitas responden pengambil kebijakan dalam hal ketahanan

pangan di Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat sebagai berikut :

Page 55: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

37

Tabel 7. Identitas Responden Pengambil Kebijakan di Kabupaten Bone

Bolango 2013

NO Nama Instansi Umur Pendidikan Lama

Bekerja

1 Femy Monoarfa Dinas Pertanian 55 Thn S2 27 Thn

2 I Wayan Cenik Dinas Pertanian 52 Thn S1 32 Thn

3 Fitri Gobel BP4K 53 Thn S1 30 Thn

4 Saiful Umar BAPPEDA 45 Thn S2 17 Thn

5 Rasjid Majhur BPS 49 Thn S1 21 Thn Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 7. Diatas dapat dilihat bahwa identitas responden

pengambil kebijakan di Kabupaten Bone Bolango terdiri sebagai berikut :

1. Umur

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan

suatu benda atau mahluk, baik yang hidup maupun yang mati. Umur

biasanya memberikan gambaran fisik seseorang. Biasanya semakin

tua umur dari pengambil kebijakan maka semakin luas pola pikir dan

kemampuan mengambil keputusan. Berdasarkan Tabel 7. diatas

dapat dilihat bahwa Bapak Femy Monoarfa memiliki umur 52 tahun

dengan demikian bahwa dapat disimpulkan dengan umur sedemikian

maka tingat pola pikir dan luasan pengetahuan pengambilan

keputusan semakin baik.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan

dicapai dan kemauan yang dikembangkan. Biasanya pengaruh

tingkat pendidikan pada pengambil kebijakan yaitu kemampuan

dalam bersikap, serta dapat dengan mudah menyerap informasi dan

mengimplementasikannya. Berdasarkan Tabel 7. diatas Bapak Femy

Monoarfa dan Bapak Saiful Umar memiliki tingkat pendidikan

paling tinggi yaitu S2, dengan demikian kemampuan menyerap

informasi dan mengimplementasikan keputusan semakin baik.

Page 56: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

38

3. Pengalaman Bekerja

Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau

keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan

karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Biasanya

bagi pengambil kebijakan pengalaman bekerja memberikan mereka

kemampuan analisis dan manipulatif sehingga dapat digunakan

dalam proses pengambilan kebijakan maupun perumusan kebijakan.

Berdasarkan Tabel 7. diatas dapat dilihat bahwa Bapak I Wayan

Cenik memiliki pengalaman bekerja selama 30 tahun, hal ini mampu

memberikan kemampuan analisis dalam perumusan kebijakan akan

semakin baik.

b. Identitas Responden Kelompok Tani

Identitas responden kelompok tani sebagai objek kebijakan terdiri

dari berbagai kelompok tani yang ada di Kabupaten Bone Bolango.

Kolompok tani ini dipilih karena sebagian besar bantuan program

ketahanan pangan paling banyak dibagikan secara kelompok daripada

kepada petani itu sendiri.

1. Umur

Umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur

dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu

normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan

fisiologi. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang

kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, selain itu petani

yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko

dalam mencoba inovasi baru. Berbeda dengan petani yang memiliki

umur yang lebih tua, hal ini dapat dilihat dari kemampuan mereka

mengambil keputusan yang baik berdasarkan pengalaman yang telah

dilalui. Identitas responden kelompok tani berdasarkan umur dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut :

Page 57: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

39

Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Umur

NO Umur

(Tahun) Jumlah Persentase

1 20 – 30 1 3,33

2 31 – 40 3 10

3 41 – 50 20 66,67

4 51 – 60 5 16,67

5 > 60 1 3,33

Total 30 100

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 8. diatas dapat dilihat kisaran umur petani

antara 20 – 31 tahun berjumlah 1 orang, umur petani 31 – 40 tahun

berjumlah 3 orang, umur petani 41-50 tahun berjumlah 20 orang,

umur petani 51 – 60 tahun berjumlah 5 orang, dan umur petani > 60

tahun berjumlah 1 orang.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena kehidupan

adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan

batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses

menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di

dalam perkembangan seseorang. Pendidikan yang relatif lebih tinggi

menyebabkan petani lebih dinamis. Mereka yang berpendidikan

tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan inovasi dalam usahatani

agar hasil yang didapatkan lebih efektif dan efisien. Tingkat

pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi

sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan

khususunya ilmu pertanian kurang. Identitas responden berdasarkan

tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 58: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

40

Tabel 9. Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO Pendidikan Jumlah Persentase

1 S2 0 0

2 S1 2 6,66

3 SMA 8 26,67

4 SMP 6 20

5 SD 14 46,67

Total 30 100

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 9. diatas dapat dilihat bahwa tingkat

pendidikan petani S1 sejumlah 2 orang, tingkat pendidikan petani

SMA sejumlah 8 orang, tingkat pendidikan petani SMP sejumlah 6

orang, dan tingkat pendidikan petani SD sejumlah 14 orang.

3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani,

dirasai, ditanggung) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi.

Pengalaman berusahatani merupakan faktor penentu dalam

keberhasilan usahatani. Semakin lama usahatani yang dilakukan

maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Semakin banyak

pengalaman maka petani semakin banyak memiliki kemampuan

dalam mengelola usahataninya sehingga dapat meningkatkan

pendapatan usahatani yang sedang dikembangkan. Identitas

responden berdasarkan pengalaman berusaha tani dapat diihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Pengalaman

Berusahatani

NO

Pengalaman

Berusahatani

(Tahun)

Jumlah Persentase

1 < 10 1 3,33

2 10 – 16 4 13,33

3 17 – 23 6 20

4 24 – 30 16 53,34

5 > 30 3 10

Total 30 100

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Page 59: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

41

Berdasarkan Tabel 10. Diatas dapat dilihat bahwa pengalaman

berusahatani yang kurang dari 10 tahu sejumlah1 orang, pengalaman

berusahatani kisaran 10-16 tahun sejumlah 4 orang, pengalaman

berusahatani kisaran 17-23 tahun sejumlah 6 orang, pengalaman

berusahatani kisaran 24-30 tahun sejumlah 16 orang, dan

pengalaman berusahatani lebih dari 30 tahun sejumlah 3 orang.

B. Program Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone

Bolango

Pengembangan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango pada saat ini

masih bergantung pada program nasional ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat

dengan jelas bahwa program peningkatan ketahanan pangan Kabupaten Bone

Bolango mengacu pada program ketahanan pangan nasional. Pembangunan

disektor pertanian khususnya bidang ketahanan pangan sangat sulit dilaksanakan

mengingat anggaran yang terbatas.

Tahun 2014 merupakan tahun terakhir pelaksanaan program dan kegiatan

ketahanan pangan sesuai dengan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan

Tahun 2010-2014. Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan

adalah Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat,

sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang tercantum dalam

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang:

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Program tersebut mencakup 4

(empat) kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan

Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan;

(3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Peningkatan Keamanan

Pangan Segar; dan (4) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan

Ketahanan Pangan.

Pelaksanaan kegiatan tahun 2014 merupakan lanjutan dari kegiatan tahun

sebelumnya, dengan program-program aksinya sebagai berikut :

1. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Penganekaragaman

Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar, diarahkan

Page 60: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

42

pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang

meliputi: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep

Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Promosi; (2) Model

Pengembangan Pangan Pokok Lokal; serta (3) Promosi dan Sosialisasi

PPKP.

2. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan

Stabilitas Harga Pangan, yaitu : (1) Penguatan Lembaga Distribusi

Pangan Masyarakat (LDPM); dan (2) Pengembangan Lumbung Pangan

Masyarakat.

3. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan

Penanganan Kerawanan Pangan yaitu : Pengembangan Kawasan Mandiri

Pangan, Pengembangan Desa Mandiri Pangan, dan Pengembangan

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

Program ketahanan pangan nasional inilah kemudian menjadi acuan program

ketahanan pangan Kabupaten Bone Bolango dengan tidak merubah format

program ketahanan pangan nasional. Berdasarkan program ketahanan pangan

nasional maka diperlukan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah

Kabupaten Bone Bolango terkait ketahanan pangan. Program ketahanan pangan di

kabupaten bone bolango terdiri atas empat program yang meliputi ; (1) Program

aksi pada kegiatan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan

keamanan pangan segar, (2) Program aksi pada kegiatan pengembangan sistem

distribusi dan stabilitas harga pangan, (3) Program aksi pada kegiatan

pengembangan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan. Secara garis

besar tiga program inilah yang telah dirumuskan oleh pemerintah Kabupaten Bone

Bolango sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan. Adapaun program

ketahanan pangan beserta rincian anggaran APBN 2014 yang dilaksanakan di

Kabupaten Bone Bolango terdiri dari :

1. Pengembangan dan Pendampingan Desa Mandiri Pangan

Kegiatan Desa Mandiri Pangan bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif

berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan,

Page 61: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

43

peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga, untuk dapat

memenuhi kecukupan gizi rumah tangga. Apabila pelaksanaan ini

dilaksanakan secara meluas, maka kegiatan Desa Mandiri Pangan akan

berdampak terhadap penurunan tingkat kerawanan pangan dan gizi

masyarakat miskin di pedesaan.

Desa Mandiri Pangan adalah desa/kelurahan yang masyarakatnya

mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi

melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan

subsistem konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat

secara berkelanjutan.

Kawasan Mandiri Pangan adalah kawasan yang dibangun dengan

melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari kampungkampung

terpilih, untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi

kaum mandiri.

Kegiatan Desa Mandiri Pangan merupakan salah satu upaya

penanggulangan kemiskinan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor

13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yaitu :

(1) Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program

pemerintah pusat dan daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana,

dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi

jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat

kesejahteraan rakyat; dan (2) Program penanggulangan kemiskinan

adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia

usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

miskin, serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil.

Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan yaitu terdiri dari : (1)

Pemberdayaan masyarakat miskin, (2) Penguatan kelembagaan

masyarakat dan pemerintah desa, (3) Pengembangan sistem ketahanan

pangan, dan (4) Peningkatan koordinasi lintas sektor untuk mendukung

pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pedesaan.

Adapun program Desa Mandiri Pangan yang dilaksanakan di kecamatan

Page 62: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

44

yang diwakili oleh satu desa di Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 11. Daftar Afinitas Program Pengembangan Desa Mandiri Pangan

di Kabupaten Bone Bolango

NO Kecamatan Desa Sumber Dana

1 Bulango Utara Kopi APBN

2 Bulango Timur Bulotalangi Timur APBN

3 Bulango Ulu Tolomato APBN

4 Suwawa Tengah Ilomata APBN

5 Tapa Dunggala APBN

6 Tilongkabila Lonuo APBN

7 Kabila Bone Olele APBN Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bone

Bolang, 2013

Berdasarkan Tabel 11. diatas dapat dilihat bahwa tidak semua

kecamatan dan desa yang ada di Kabupaten Bone Bolango dapat

termasuk pada program pengembangan dan pendampingan Desa Mandiri

Pangan (DEMAPAN), hal ini sesuai dengan Pedoman Umum

(PENDUM) Desa Mandiri Pangan (DEMAPAN).

Pemerintah Kabupaten Bone Bolango khususnya Dinas Pertanian,

Perkebunanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bone Bolango

mengharapkan dengan adanya program DEMAPAN ini dapat

meningkatkan potensi pertanian di Kabupaten Bone Bolango. Hal ini

sesuai dengan program unggulan 2011 - 2015 pemerintah Kabupaten

Bone Bolango dalam bidang pertanian dan perikanan serta sejalan

dengan agenda pembangunan III yaitu mewujudkan pertumbuhan dan

struktur ekonomi yang kokoh dan dinamis.

Program Pengembangan dan Pendampingan desa mandiri pangan di

Kabupaten Bone Bolango sasaran utamanya adalah Rumah Tangga

Miskin (RTS) di desa rawan pangan, sehingga dengan adanya program

ini Kabupaten Bone Bolango khususnya daerah yang dipilih sebagai

pusat dari program Pengembangan dan Pendampingan desa mandiri

pangan dapat dilihat hasilnya sebagai berikut :

Page 63: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

45

1. Terjadi perubahan pola pikir masyarakat tentang kebutuhan pangan

tiap individu

2. Meningkatnya keterampilan dalam budidaya tanaman pangan, serta

aksebilitas pangan pada tiap desa

3. Meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat

4. Berkembangnya modal usaha pada setiap kelompok, khususnya

kelompok tani yang bergerak dalam bidang tanaman pangan

5. Terwujud ketahanan pangan dan gizi masyarakat sehingga

terbentuknya lembaga layanan kesehatan dan gizi masyarakat

pedesaan.

Dalam pelaksanaan program Pengembangan dan Pendampingan desa

mandiri pangan tidak serta merta berjalan sesuai yang diinginkan, hal ini

dapat terjadi karena pada tiap daerah yang menjadi pusat program dari

tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, antara lain :

1. Angka kemiskinan pada tiap desa yang menjadi pusat program

Pengembangan dan Pendampingan desa mandiri pangan berbeda-

beda, hal ini dapat berpengaruh pada tingkat daya beli masyarakat

tiap desa.

2. Rendahnya kemampuan sumberdaya manusia terkait keterampilan

dalam budidaya tanaman pangan, hal ini dapat menimbulkan

terbatasnya akses pangan oleh masyarakat.

3. Rendahnya dukungan sarana dan prasarana khususnya sarana

transportasi, hal ini dapat menimbulkan rendahnya aksebilitas

kebutuhan pangan pada tiap desa.

2. Pengembangan Lumbung Pangan Desa

Dalam rangka mewujudkan pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi

seluruh penduduk di suatu wilayah, maka ketersediaan pangan menjadi

sasaran utama dalam kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara.

Ketersediaan pangan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber, yaitu: (1)

produksi dalam negeri; (2) pemasukan pangan; dan (3) cadangan pangan.

Bila terjadi kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan pangan di

Page 64: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

46

suatu wilayah dapat diatasi dengan melepas cadangan pangan, oleh sebab

itu cadangan pangan merupakan salah satu komponen penting dalam

ketersediaan pangan.

Beberapa alasan yang mendasari Pengembangan Lumbung Pangan

Masyarakat adalah : (1) Bank Dunia pada tahun 2008 memperingatkan

bahwa cadangan pangan Indonesia berada dalam titik terendah sehingga

bisa menjadi masalah serius jika tidak diatasi sejak awal mengingat

cadangan pangan dunia turun hampir setengahnya; (2) situasi iklim di

Indonesia saat ini tidak menentu dan kurang bersahabat telah

menyebabkan bencana (longsor, banjir, kekeringan), sehingga menuntut

manajemen cadangan pangan yang efektif dan efisien agar dapat

mengatasi kerawanan pangan; (3) masa panen tidak merata antar waktu

dan daerah mengharuskan adanya cadangan pangan; dan (4) banyaknya

kejadian darurat memerlukan adanya cadangan pangan untuk penanganan

pasca bencana, penanganan rawan pangan, dan bantuan pangan wilayah.

Disamping itu, cadangan pangan juga dapat digunakan untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan pangan yang bersifat

sementara yang disebabkan gangguan atau terhentinya pasokan bahan

pangan, misalnya karena putusnya prasarana dan sarana transportasi

akibat bencana alam.

Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat bertujuan untuk : (1)

Meningkatkan volume stok cadangan pangan di kelompok lumbung

pangan untuk menjamin akses dan kecukupan pangan bagi anggotanya

terutama yang mengalami kerawanan pangan; (2) Meningkatkan

kemampuan pengurus dan anggota kelompok dalam pengelolaan

cadangan pangan; (3) Meningkatkan fungsi kelembagaan cadangan

pangan masyarakat dalam penyediaan pangan secara optimal dan

berkelanjutan.

Berangkat dari program Lumbung Pangan Masyarakat maka dengan

ini Pemerintah Kabupaten Bone Bolango dengan sedikit modifikasi

membuat program dalam bentuk pengembangan lumbung pangan desa

Page 65: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

47

namun dengan tidak merubah format dari program nasional

pengembangan lumbung pangan masyarakat. Adapun pelaksanaan

program lumbung pangan desa di Kabupaten Bone Bolango dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 12. Daftar Afinitas Program Pengembangan Lumbung Pangan

Desa di Kabupaten Bone Bolango

NO Kecamatan Desa

(Jumlah) Sumber Dana

1 Kabila 4 APBN

2 Tilongkabila 6 APBN

3 Suwawa 1 APBN

4 Bulango Timur 2 APBN

5 Bulango Selatan 2 APBN Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bone

Bolango, 2013

Berdasarkan Tabel 12. diatas dapat dilihat bahwa program

pengembangan lumbung pangan desa Kecamatan Kabila terdiri dari

empat desa antara lain ; Desa Oluhuta, Desa Oluhuta Utara, Desa Padengo

dan Desa Tanggilingo. Pengembangan lumbung pangan desa Kecamatan

Tilongkabila terdiri dari enam desa antara lain ; Desa Toto Utara, Desa

Meranti, Desa Motilango, Desa Bongoime, Desa Bongopini, dan Desa

Iloheluma. Pengembangan lumbung pangan desa Kecamatan Suwawa

hanya terdiri satu desa yaitu Desa Bube Baru. Pengembangan lumbung

pangan desa Kecamatan Bulango Timur terdiri dari dua desa antara lain ;

Desa Bulotalangi, dan Desa Bulotalangi Barat. Pengembangan lumbung

pangan desa Kecamatan Bulango Selatan terdiri dari dua desa antara lain ;

Desa Huntu Utara dan Desa Huntu Selatan.

Pengembangan lumbung pangan desa di Kabupaten Bone Bolango

diharapkan mampu meningkatkan stok volume cadangan pangan di

kelompok lumbung pangan untuk menjamin akses dan kecukupan pangan,

meningkatkan kemampuan pengurus dan anggota kelompok dalam

pengelolaan cadangan pangan, serta meningkatkan fungsi kelembagaan

cadangan pangan masyarakat dalam penyediaan pangan secara optimal

dan bekerlanjutan.

Page 66: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

48

Program pengembangan lumbung pangan desa di Kabupaten Bone

Bolango sasaran utamanya adalah daerah yang memiliki hasil produksi

pangan yang tinggi khususnya padi, sehingga dengan adanya

pengembangan lumbung pangan desa di Kabupaten Bone Bolango

seperti yang diketahui maka hasil yang didapatkan yaitu :

1. Meningkatnya kemampuan tiap individu dalam pengelolaan

lumbung pangan.

2. Tersedianya dan berkembangnya cadangan pangan milik kelompok

secara bekerlanjutan.

3. Tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat sepanjang waktu.

Sama seperti program pengembangan dan pendampingan desa

mandiri pangan, program pengembangan lumbung pangan desa juga dala

proses implementasinya di lapangan terdapat kendala yang harus dilalui

antara lain :

1. Rendahnya dukungan sarana dan prasarana, hal ini dapat dilihat dari

ketersediaan infrastruktur pendukung lumbung pangan yaitu gilingan

padi masih kurang, padahal idealnya setiap desa membutuhkan 1

gilingan padi. Hal ini berdampak tersedianya dan berkembangnya

cadangan pangan akan mengalami penurunan.

2. Potensi sumberdaya lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal

untuk pembangunan kawasan pertanian berdasarkan ekologinya. Hal

ini dapat dilihat dari terbenturnya program pengembangan lumbung

pangan desa dengan pembangunan infrastruktur Kabupaten Bone

Bolango, sehingga menimbulkan banyak daerah-daerah sentra

pengembangan pertanian berganti pada daerah industri dan

pemukiman penduduk.

Ketika program ketahanan pangan telah dilaksanakan, maka akan dapat

dilihat pengaruh program tersebut terhadap ketahanan pangan sehingga dibuatlah

kebijakan yang dapat menunjang pelaksanaan program ketahanan pangan tersebut.

Pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan itu tidak serta merta dapat

dilakukan, hal ini harus mengikuti mekanisme yang ada dengan diserahkan

Page 67: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

49

kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sebagai dapur

dari susunan pemerintahan Kabupaten Bone Bolango.

Perumusan kebijakan yang telah sampai ke BAPPEDA kemudian digodok

sedemikian rupa, proses penggodokan inilah bisa disebut sebagai proses

pengambilan keputusan yang merupakan daya dorong kegiatan operasional suatu

organisasi. Karena ketahanan pangan merupakan masalah dan isu nasional maka

tipe keputusan yang akan diambil merupakan keputusan terprogram yang berarti

merupakan keputusan bersifat rutin, menjadi berulang-ulang. Karakteristik dari

keputusan ini sangat akrual, karena keputusan sejenis ini merupakan perwujudan

kumulatif dari langkah-langkah penyelesaian masalah yang akan terjadi berulang-

ulang. Sehingga pada akhirnya kebijakan yang diambil pemerintah Kabupaten

Bone Bolango berdasarkan pengaruh yang akan dilihat dari program ketahanan

pangan itu sendiri. Perumusan kebijakan tersebut disesuaikan dengan APBD

Pemerintah Kabupaten Bone Bolango Tahun 2014. Setelah selesai dengan proses

eliminasi di Badan Perencanaan dan Pembangan Daerah (BAPPEDA) setelah itu

diserahkan ke DPRD Kabupaten Bone Bolango untuk disahkan sebagai program

pemerintah Kabupaten Bone Bolango 2014.

Proses panjang inilah yang disebut sistem pengambilan keputusan, dimulai

dari kebijakan pemerintah pusat terkait ketahanan pangan kemudian dirumuskan

oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bone Bolango kebijakan mana

yang akan diambil, setelah itu masuk ke Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah sebagai pengambil keputusan berdasarkan kesesuaian, kebutuhan

masyarakat dan daerah, dan ketersediaan anggaran serta terakhir langsung di

sahkan oleh DPRD Kabupaten Bone Bolango.

Selain program ketahanan pangan, Kabupaten Bone Bolango juga memiliki

program lain yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas pertanian yang

meliputi bantuan sosial Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

yang terdiri dari Bantuan sosial kawasan pertumbuhan, kawasan pengembangan,

dan kawasan pemantapan. Bantuan sosial ini disalurkan kepada seluruh kelompok

tani yang aktif di kabupaten bone bolango. Bantuan sosial ini dibedakan menjadi

2 bagian, yaitu dalam bentuk model dan reguler. Bantuan sosial dalam bentuk

Page 68: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

50

model senilai lebih dari Rp. 10.000.000 sedangkan untuk bantuan sosial dalam

bentuk reguler dibawah dari Rp. 10.000.000. Selain itu bantuan yang diterima

kelompok tani ada yang berupa bibit, pupuk, dan obat-obatan. Hal ini bertujuan

untuk meningkatkan hasil produksi pertanian di Kabupaten Bone Bolango dalam

hal pemenuhuan kebutuhan pangan masyarakat. Dengan adanya bantuan Sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dapat memberikan keringanan

untuk petani dalam hal pengelolaan usahataninya. Hal ini dapat dilihat

berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone Bolango tentang

peningkatan hasil produksi pertanian tanaman padi antara tahun 2010 -2011

namun pada tahun 2012 mengalami penurunan dikarenakan pengaruh musim

kemarau, serangan hama yaitu walang sangit, serta berkurangnya lahan

persawahan yang dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur dan

pemukiman penduduk sekitar.

C. Pengaruh Sistem Pengambilan Keputusan pada Kebijakan

Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango

Dalam menganalisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan

pangan di Kabupaten Bone Bolango digunakan metode Structural Equation

Model (SEM) dengan model analisis jalur (path analysis) melalui bantuan

perangkat lunak Amos 22. Sebelum melakukan langkah analisis perlu

diperhatikan diagram analisis jalurnya sebagai berikut :

Page 69: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

51

Gambar 3. Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan pada

Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango.

Berdasarkan gambar 3. tersebut agar mudah dimengerti mengenai diagram

analisis jalur maka daripada itu perlu diperhatikan tabel konstruk sebagai berikut :

Ketahanan

Pangan

X1

11

X1.1

Perumusan

Kebijakan

X2

11

X3

11 X4

11

X5

11

X6

11

X1.2

X1.3

X2.1

X2.2

X2.3

3

X3.1

X3.2

X3.3

X3.4

X4.1 X4.2 X4.3

X5.1 X5.2 X5.3

X6.3 X6.2 X6.1 X6.4

e1

e2

e3

e1

e2

e3

e4

e1

e2

e3

e1 e2 e3

e1 e2 e3

e1 e2 e3 e4

Page 70: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

52

Tabel 13. Konstruk Analisis Jalur Sistem Pangambilan Keputusan pada Kebijakan

Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango

Konstruk Indikator Konstruk Sub Indikator Konstruk Kode

Ketahanan

Pangan

(Y1)

Distribusi

(X1)

Lokasi X1.1

Lembaga Pemasaran X1.2

Sarana dan Prasarana X1.3

Ketersediaan

(X2)

Produk Domestik X2.1

Cadangan Pangan X2.2

Impor Pangan X2.3

Konsumsi

(X3)

Jumlah X3.1

Kualitas atau Mutu X3.2

Harga X3.3

Permintaan Mempengaruhi

Penawaran X3.4

Perumusan

Kebijakan

(Y2)

Tujuan

(X4)

Pemenuhan Kebutuhan X4.1

Stabilitas Ketersediaan X4.2

Kecukupan Ketersediaan X4.3

Resiko

(X5)

Masalah X5.1

Hambatan X5.2

Strategi X5.3

Pengaruh

Lingkungan

(X6)

Budaya X6.1

Struktur Organisasi X6.2

Sistem Komunikasi dalam

Organisasi X6.3

Gaya Kepemimpinan

Organisasi X6.4

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 13. diatas dapat dilihat bahwa indikator-indikator dari

masing nilai Y1 dan Y2 yang meliputi Distribusi, Ketersediaan, dan Konsumsi

yang merupakan bagian dari indikator Ketahanan Pangan (Y1) dan Tujuan,

Resiko, dan Pengaruh Lingkungan yang merupakan bagian dari indikator

Perumusan Kebijakan (Y2) serta dapat diketahui bahwa disetiap indikati terdapat

variabel sub indikator.

Hubungan antara variabel eksogen dan endogen ditandai dengan anak panah

satu ujung dari variabel eksogen (X1, X2, X3) ke variabel endogen (Ketahanan

Pangan) , serta hubungan antara variabel endogen ditandai dengan anak panah

satu ujung dari variabel endogen (Ketahanan Pangan) ke variabel endogen

lainnyan (Perumusan Kebijakan).

Page 71: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

53

Sebelum melakukan proses analisis perlu diperhatikan agar melakukan proses

identifikasi dan uji kecocokan terlebih dahulu sebagai berikut :

1. Identifikasi (Identification)

Dalam persamaan struktural salah satu syarat yaitu apakah model

memiliki nilai yang unik sehingga model tersebut dapat diestimasi seperti

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 14. Computation of degrees of freedom (Default model)

Number of distinct sample moments: 21

Number of distinct parameters to be estimated: 12

Degrees of freedom (21 - 12): 9 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 14. diatas terlihat degree of freedom model pada

penelitian ini adalah 9, artinya lebih besar dari 0 atau positif, ini berarti

model yang akan dispesifikasi adalah over-indentified. Sehingga model

dalam penelitian ini siap untuk diestimasi.

2. Uji Kecocokan (Testing Fit)

Tahap pertama dari uji kecocokan ini ditujukan untuk mengevaluasi

secara umum derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara data

dengan model. Uji kecocokan keseluruhan model adalah sebagai berikut:

a. Absolut Fit Measure

Ukuran fundamental dari overall fit adalah likehood-ratio chi-

square. Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of

freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang

diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini

menghasilkan probabilitas (p) lebih kecil dari tingkat signifikasi,

begitupun sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 15. Nilai Chi-Square

Chi-Square 11,70

Degrees of freedom 9

Probability Indeks 0,23 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 15. diatas bisa dilihat dari uji Chi-Sqare

adalah 11,70 dan menghasilkan Probability Indeks sebesar 0,23

artinya lebih besar dari 0,05 sehingga menunjukkan secara

Page 72: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

54

keseluruhan model sudah fit. Hal ini dapat dibuktikan dari uji-uji yang

lain sebagai berikut :

Tabel 16. Nilai CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 12 11.701 9 .231 1.300

Saturated model 21 .000 0

Independence model 6 44.879 15 .000 2.992 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 16. diatas bisa dilihat nilai CMIN/DF adalah

1,30 dan lebih kecil dari 5, sehingga model dikatakan fit dan siap

diestimasi.

b. Incremental Fit Measure

Incremental Fit Measure yaitu membandingkan proposed model

dengan baseline model sering disebut dengan null model.

Tabel 17. Baseline Comparison

Model NFI

Delta1

RFI

rho1

IFI

Delta2

TLI

rho2 CFI

Default model .739 .565 .925 .849 .910

Saturated model 1.000

1.000

1.000

Independence model .000 .000 .000 .000 .000 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 17. terlihat bahwa nilai IFI dan CFI sebesar

0.92 dan 0,91 yang artinya lebih besar dari 0,90 sehingga model

dikatakan dalam keadaan good fit.

Langkah awal dalam melakukan analisis jalur yang perlu diperhatikan

penyederhanaan sebuah analisis, hal ini dilakukan karena jika dianalisis secara

langsung maka hanya akan terdeteksi nilai estimate unidentified sehingga tidak

ada solusi yang unik, sehingga dalam melakukan analisis jalur perlu dikerjakan

satu persatu agar nilai estimate dapat terbaca dengan baik.

1. Model Analisis Jalur Distribusi (X1)

Model analisis jalus distribusi atau model kontruk distribusi

merupakan analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang

akan dipakai dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada

Page 73: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

55

kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada

gambar berikut ini :

Gambar 4. Model diagram analisis jalur distribusi (X1)

Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah

menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 18. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Distribusi

Estimate S.E. C.R. P Label

SarPra <--- Distribusi 1.000

LemPem <--- Distribusi .915 .968 .946 .344

Lokasi <--- Distribusi 5.375 24.234 .222 .824

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 18. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari

Lokasi yaitu 5,37, dan nilai estimate dari Lembaga Pemasaran yaitu 0,91

serta nilai estimate dari Sarana dan Prasarana 1. Data diatas belum dapat

diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih data mentah, sehingga

untuk dapat menghasilkan nilai distribusi (X1) dilakukan dengan cara

mengkalikan nilai estimate dengan data hasil kuisioner yang telah diolah

untuk setiap sub indikator yang terdiri lokasi, lembaga pemasaran, serta

Distribusi

Lokasi

Sarana

dan

Prasarana

Lembaga

Pemasaran

e1

e2

e3

Page 74: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

56

sarana dan prasarana dengan cara (Lokasi x 5.37) + (Lembaga Pemasaran

x 0,91) + (Sarana dan Prasarana x 1) sehingga hasilnya akan dipakai

sebagai nilai dari Distribusi (X1).

2. Model Analisis Jalur Ketersediaan (X2)

Model analisis jalus ketersediaan atau model kontruk ketersediaan

merupakan analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang

akan dipakai dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada

kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada

gambar berikut ini :

Gambar 5. Model diagram analisis jalur ketersediaan (X2)

Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah

menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 19. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Ketersediaan

Estimate S.E. C.R. P Label

CadPang <--- Ketersediaan 1.000

ImPang <--- Ketersediaan 1.214 1.227 .989 .323

ProDom <--- Ketersediaan 1.168 1.578 .740 .459

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 19. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari

Produk Domestik yaitu 1.17, dan nilai estimate dari Impor Pangan yaitu

Produk

Domestik

Impor

Pangan

Cadangan

Pangan

Ketersediaan e2

e1

e3

Page 75: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

57

1,21 serta nilai estimate dari Cadangan Pangan 1. Data diatas belum

dapat diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih data mentah,

sehingga untuk dapat menghasilkan nilai Ketersediaan (X2) dilakukan

dengan cara mengkalikan nilai estimate dengan data hasil kuisioner yang

telah diolah untuk setiap sub indikator yang terdiri Produk Domestik,

Impor Pangan, serta Cadangan Pangan dengan cara (Produk Domestik x

1,17) + (Impor Pangan x 1,21) + (Cadangan Pangan x 1) sehingga

hasilnya akan dipakai sebagai nilai dari Ketersediaan (X2)

3. Model Analisis Jalur Konsumsi (X3)

Model analisis jalus konsumsi atau model kontruk konsumsi

merupakan analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang

akan dipakai dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada

kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada

gambar berikut ini :

Gambar 6. Model diagram analisis jalur konsumsi (X3)

Kualitas atau

Mutu

Jumlah

Permintan

Mempengaruhi

Penawaran

Harga

Konsumsi

e1

e2

e3

e4

Page 76: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

58

Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah

menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 20. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Konsumsi

Estimate S.E. C.R. P Label

PMP <--- Konsumsi 1.000

Harga <--- Konsumsi -.076 .377 -.202 .840

Kualitas <--- Konsumsi .596 .420 1.419 .156

Jumlah <--- Konsumsi 1.403 1.375 1.021 .307

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 20. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari

Jumlah yaitu 1.40, nilai estimate dari Kualitas yaitu 0,60, nilai estimate

dari Harga -0.08, dan nilai estimate dari Permintaan Mempengaruhi

Penawaran yaitu 1. Data diatas belum dapat diolah, hal ini terjadi karena

data diatas masih data mentah, sehingga untuk dapat menghasilkan nilai

Konsumsi (X3) dilakukan dengan cara mengkalikan nilai estimate

dengan data hasil kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub indikator

yang terdiri Jumlah, Kualitas atau Mutu, Harga, dan Permintaan

Mempengaruhi Penawaran dengan cara (Jumlah x 1,40) + (Kualitas x

0,60) + (Harga x -0,80) + (PMP x 1) sehingga hasilnya akan dipakai

sebagai nilai dari Konsumsi (X3)

4. Model Analisis Jalur Tujuan (X4)

Model analisis jalus tujuan atau model kontruk tujuan merupakan

analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang akan dipakai

dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan

ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada gambar

berikut ini :

Page 77: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

59

Gambar 7. Model diagram analisis jalur tujuan (X4)

Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah

menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 21. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Tujuan

Estimate S.E. C.R. P Label

KecKeter <--- Tujuan 1.000

StaKeter <--- Tujuan .472 .942 .501 .616

PemKeb <--- Tujuan 1.000 2.320 .431 .666

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 21. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari

Pemenuhan Kebutuhan yaitu 1, dan nilai estimate dari Stabilitas

Ketersediaan yaitu 0,47 serta nilai estimate dari Kecukupan Ketersediaan

1. Data diatas belum dapat diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih

data mentah, sehingga untuk dapat menghasilkan nilai Tujuan (X4)

dilakukan dengan cara mengkalikan nilai estimate dengan data hasil

kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub indikator yang terdiri

Pemenuhan Kebutuhan, Stabilitas Ketersediaan, serta Kecukupan

Ketersediaan dengan cara (Pemenuhan Kebutuhan x 1) + (Stabilitas

Pemenuhan

Kebutuhan

Stabilitas

Ketersediaan

Kecukupan

Ketersediaan

Tujuan

e1

e2

e3

Page 78: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

60

Ketersediaan x 0,47) + (Kecukupan Ketersediaan x 1) sehingga hasilnya

akan dipakai sebagai nilai dari Tujuan (X4)

5. Model Analisis Jalur Resiko (X5)

Model analisis jalus resiko atau model kontruk resiko merupakan

analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang akan dipakai

dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan

ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada gambar

berikut ini :

Gambar 8. Model diagram analisis jalur Resiko (X5)

Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah

menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 22. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Resiko

Estimate S.E. C.R. P Label

Strategi <--- Resiko 1.000

Hambatan <--- Resiko 1.041 1.556 .669 .504

Masalah <--- Resiko .750 1.143 .656 .512

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 22. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari

Masalah yaitu 0,75, dan nilai estimate dari Hambatan yaitu 1 serta nilai

estimate dari Strategi 1. Data diatas belum dapat diolah, hal ini terjadi

karena data diatas masih data mentah, sehingga untuk dapat

menghasilkan nilai Resiko (X5) dilakukan dengan cara mengkalikan nilai

Hambatan

Masalah

Resiko

Strategi

e1

e2

e3

Page 79: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

61

estimate dengan data hasil kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub

indikator yang terdiri Masalah, Hambatan, serta Strategi dengan cara

(Masalah x 0,75) + (Hambatan x 1) + (Strategi x 1) sehingga hasilnya

akan dipakai sebagai nilai dari Resiko (X5)

6. Model Analisis Jalur Pengaruh Lingkungan (X6)

Model analisis jalus pengaruh lingkungan atau model kontruk

pengaruh lingkungan merupakan analisis awal yang harus dilakukan

guna mencari nilai yang akan dipakai dalam model pengaruh sistem

pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten

Bone Bolango seperti pada gambar berikut ini :

Gambar 9. Model diagram analisis jalur pengaruh lingkungan (X6)

Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah

menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 23. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Pengaruh Lingkungan

Estimate S.E. C.R. P Label

SKO <--- Lingkungan 1.000

StrOrga <--- Lingkungan .377 .260 1.452 .146

Budaya <--- Lingkungan .992 .273 3.641 ***

GKO <--- Lingkungan 1.464 .385 3.805 ***

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Budaya

Struktur Organisasi

SKO

GKO

Peng. Lingkungan

e1

e2

e3

e4

Page 80: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

62

Berdasarkan Tabel 23. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari

Gaya Kepemimpinan Organisasi yaitu 1.46, nilai estimate dari Sistem

Kepemimpinan Organisasi yaitu 1, nilai estimate dari Struktur Organisai

yaitu 0.38, dan nilai estimate dari Budaya yaitu 1. Data diatas belum

dapat diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih data mentah,

sehingga untuk dapat menghasilkan nilai Pengaruh Lingkungan (X6)

dilakukan dengan cara mengkalikan nilai estimate dengan data hasil

kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub indikator yang terdiri

Budaya, Struktur Organisai, Sistem Kepemimpinan Organisasi, dan Gaya

Kepemimpinan Organisasi dengan cara (Budaya x 1) + (Struktur

Organisasi x 0,38) + (Sistem Kepemimpinan Organisasi x 1) + (Gaya

Kepemimpinan Organisasi x 1, 46) sehingga hasilnya akan dipakai

sebagai nilai dari Pengaruh Lingkungan (X6).

Setelah nilai dari X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 telah didapatkan maka setelah

itu langsung pada pengujian pengaruh sistem pengambilan keputusan pada

kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango dengan bentuk diagram

analisis jalur sebagai berikut :

Gambar 10. Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan pada

Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango

Berdasarkan gambar 10. diatas terlihat bahwa terdapat enam variabel eksogen

yang terdiri dari X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 dan dua variabel endogen yang

terdiri dari Ketahanan Pangan (Y1) dan Perumusan Kebijakan (Y2). Dengan

Ketahanan

Pangan Perumusan

Kebijakan

X1

X2

X3

X4

X5

X6

Page 81: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

63

menggunakan program Amos (Analyis Of Momen Strukture) maka diagram jalur

yang telah dibuat kemudian dikonversi pada persamaan struktural, dilakukan

analisis berdasarkan nilai estimate dan probability yang akan dihasilkan

sebagaimana pada berikut :

Tabel 24. Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Pengaruh

Sistem Pengambilan Keputusan pada Kebijakan Ketahanan Pangan di

Kabupaten Bone Bolango

Estimate S.E. C.R. P Label

Perumusan

Kebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.416 .541 2.616 .009

Konsumsi <--- Ketahanan Pangan 1.000

Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan 1.691 .643 2.631 .009

Distribusi <--- Ketahanan Pangan .371 .708 .524 .600

Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan 1.000

Resiko <--- Perumusan Kebijakan .477 .195 2.450 .014

Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.234 .157 -1.490 .136

Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 24. diatas dapat dilihat bahwa antara konstruk ketahanan

pangan dan konstruk perumusan kebijakan menghasilkan nilai estimate 1,42

dengan probability 0,01 lebih kecil dari 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan tidak langsung antara ketahanan pangan dengan perumusan

kebijakan. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan berdasarkan hasil analisis antara

konstruk ketahanan pangan dan konstruk perumusan kebijakan. Hubungan yang

tidak langsung juga berlaku antara konstruk ketahanan pangan dengan indikator

ketersediaan, serta antara konstruk perumusan kebijakan dengan indikator resiko

Hasil output diatas juga menunjukan bahwa antara konstruk ketahanan

pangan dengan indikator distribusi menghasilkan nilai estimate 0,37 dengan

probability 0,60 yang jauh diatas 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapatnya hubungan antara konstruk ketahanan pangan dengan indikator

distribusi. Kesimpulan tersebut juga berlaku terhadap konstruk perumusan

kebijakan dengan indikator tujuan.

Selain itu, untuk konstruk ketahanan pangan dengan konsumsi tidak dapat

diketahui, karena nilai estimatenya sebesar 1 dengan nilai probability yang tidak

Page 82: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

64

diketahui. Hal ini juga berlaku untuk konstruk ketahanan pangan dengan indikator

konsumsi.

Besarnya pengaruh antara konstruk ketahanan pangan dengan perumusan

kebijakan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 25. Standardized Regression Weights : (Group number 1 - Default model)

Pengaruh Sistem Pengambilan Kebutusan pada Kebijakan Ketahanan

Pangan di Kabupaten Bone Bolango

Estimate

Perumusan Kebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.000

Konsumsi <--- Ketahanan Pangan .514

Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan .904

Distribusi <--- Ketahanan Pangan .099

Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan .671

Resiko <--- Perumusan Kebijakan .478

Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.284 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 25. diatas dapat dilihat bahwa indikator yang

mempengaruhi ketahanan pangan adalah distribusi (X1), ketersediaan (X2), dan

konsumsi (X3) serta indikator yang mempengaruhi perumusan kebijakan yaitu

tujuan (X4), resiko (X5), dan pengaruh lingkungan (X6).

Indikator yang mempengaruhi ketahanan pangan yaitu ditribusi (X1)

signifikan dengan nilai standardized koefisien parameter 0,10. Indikator yang

kedua yaitu ketersediaan (X2) signifikan dengan nilai standardized 0,90. Indikator

yang ketiga yaitu konsumsi (X3) signifikan dengan nilai standardized 0,51.

Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh indikator ketersediaan merupakan

indikator yang paling berpengaruh dalam meningkatkan ketahanan pangan suatu

daerah. Dengan terjaganya ketersediaan pangan daerah yang terdiri dari produk

domestik, impor pangan dan cadangan pangan maka tingkat kerawanan pangan

pada suatu daerah kemungkinannya kecil bahkan tidak ada.

Indikator yang mempengaruhi perumusan kebijakan yaitu tujuan (X4)

signifikan dengan nilai standardized koefisien parameter sebesar -0,28, hal ini

berarti ada hubungan terbalik antara perumusan kebijakan dengan konstruk tujuan

yang terdiri dari indikator pemenuhan kebutuhan, stabilitas ketersediaan dan

kecukupan ketersediaan yang artinya kebutuhan masyarakat tentang indikator

Page 83: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

65

tersebut sangat tinggi akan tetapi untuk pemerintah daerah itu sendiri tidak

mengakomodir dengan kebijakan yang ada terkait pemenuhan kebutuhan,

stabilitas ketersediaan, dan kecukupan ketersediaan. Indikator yang kedua yaitu

resiko (X5) signifikan dengan nilai standardized sebesar 0,48. Indikator yang

ketiga yaitu pengaruh lingkungan (X6) sighifikan dengan nilai standardized

sebesar 0,67.

Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh indikator pengaruh lingkungan yang

paling berpengaruh dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait ketahanan

pangan pada suatu daerah. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan

antara lain budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi, dan

gaya kepemimpinan organisasi maka perumusan dan penentuan kebijakan terkait

ketahanan pangan dapat dilakukan.

Pengaruh antara ketahanan pangan dengan perumusan kebijakan dapat dilihat

berdasarkan yang cukup besar yaitu 1,00. Artinya ketahanan pangan yang terdiri

dari distribusi (X1), ketersediaan (X2), dan konsumsi (X3) sangat berpengaruh

terhadap perumusan dan pengambilan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten

Bone Bolango.

Page 84: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analasis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap

pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di

Kabupaen Bone Bolango, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perencanaan dan perumusan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten

Bone Bolango pada saat ini masih bergantung pada program nasional

ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwa program

peningkatan ketahanan pangan Kabupaten Bone Bolango masih mengacu

pada program ketahanan pangan nasional yang terdiri dari (1)

Pengembangan dan pendampingan desa mandiri pangan, (2)

Pengembangan lumbung pangan desa

2. Terdapat pengaruh antara ketahanan pangan yang terdiri dari distribusi,

ketersediaan, dan konsumsi terhadap perumusan kebijakan yang terdiri

dari budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi, dan

gaya kepemimpinan organisasi. Terdapat hubungan tidak langsung antara

ketahanan pangan dengan perumusan kebijakan, ketahanan pangan

dengan indikator ketersediaan, perumusan kebijakan dengan indikator

resiko. Indikator yang paling berpengaruh dalam ketahanan pangan yaitu

ketersediaan yang dapat diartikan bahwa semakin besar ketersediaan

pangan maka semakin berkurangnya tingkat kerawanan pangan suatu

daerah sehingga ketahanan pangan semakin baik. Indikator yang paling

berpengaruh dalam perumusan kebijakan yaitu pengaruh lingkungan

yang dapat diartikan yakni dalam menentukan kebijakan terkait

ketahanan pangan faktor lingkungan sekitar sangat berpengaruh antara

lain budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi, dan

gaya kepemimpinan organisasi.

Page 85: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

67

B. Saran

1. Pemerintah daerah khususnya pemerintah Kabupaten Bone Bolango

seharusnya dapat merumuskan program ketahanan pangan di tingkat

daerah sehingga program ketahanan pangan berdsarkan kebutuhan

berbasis lokal

2. Dalam ketahanan pangan indikator ketersediaan perlu diperhatikan.

Ketersediaan yang meliputi produk domestik, distribusi pangan yang

dilakukan oleh daerah lain dan cadangan pangan perlu ditingkatkan. Hal

ini akan berpengaruh terhadap tingkat kerawanan suatu daerah, sehingga

dapat terjaga ketersediaan pangan dalam suatu daerah.

3. Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam perumusan kebijakan

ketahanan pangan, yang artinya perlu dibangun hubungan yang harmonis

antara budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi,

dan gaya kepemimpinan organisasi, sehingga dalam perumusan

kebijakan dapat didasarkan oleh kepentingan masyarakat terkait

ketahanan pangan.

4. Lumbung pangan disetiap desa dan program mandiri pangan (MAPAN)

harus dioptimalkan untuk mengantisipasi kerawanan pangan karena

adanya gagal panen

5. Perumusan kebijakan ketahanan pangan daerah harus terintegrasi dengan

badan dan dinas terkait.

Page 86: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

68

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Suci dan Baliwati F. Yayuk. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Pada Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Pedesaan dan

Perkotaan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ariningsih, Ening dan Rachman P.S. Handewi. 2008. Strategi Peningkatan

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan. Pusat Analisis

Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Dermawan, Rizky. 2013. Pengambilan Keputun “Landasan Filosofis, Konsep,

dan Aplikasi”

Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006 –

2009

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. 2011. Laporan dan

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security And

Vulnerability Atlas (FSVA) Tingkat Kecamatan

Erniati et al. 2013. Penyusunan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Penetapan

Indeks Ketahanan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga dan Wilayah :

Studi Kasus di Desa Srimartani Kecamatan Piyuman Kabupaten

Bantul Provinsi D.I Yogyakarta. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian, Jakarta

Hardono et al. 2004. Liberalisasi Perdagangan : Sisi Teori, Dampak Empiris, dan

Perspektif Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sosial Ekonomi Pertanian.

Husaini, Muhammad. 2012. Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan

Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Barito

Kuala. Universitas Lambung Mangkurat, Banjar Baru.

Khomsan, Ali. 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan Kemiskinan

Lantarsih et al. 2011. Sistem Ketahanan Pangan Nasional : Kontribusi

Ketersediaan dan Konsumsi Energi serta Optimalisasi Distribusi Beras.

Universitas Janabadra, Yogyakarta. Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta.

Mujib, F. Mohamad. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Secara

Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Kinerja Usaha Kecil

Menengah (UKM) : Studi Pada Pelaku UKM di Kabupaten Kebumen.

Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang

Page 87: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

69

Mun’im, Ahkmad. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses, dan

Penyerapan Pangan Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Surplus

Pangan : Pendekatan Partial Least Squarepath Modeling. Direktorat

Neraca Produksi, Badan Pusat Statistik. Jakarta

Nurmala et al. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian

Prabowo, Rossi. 2010. Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan

Pangan Di Indonesia

Prihatin et al. 2012. Ancaman Ketahanan Rumah Tangga Petani

Predi, Dino. 2012. Perananan Badan Ketahanan Pangan Dalam Peningkatan

Ketahanan Pangan. Universitas Riau, Pekanbaru

Purwaningsing, Yunastiti. 2008. Ketahanan Pangan : Situasi, Permasalahan,

Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Sebelas Maret,

Surakarta.

Sari, R. Mardiana dan Prishardoyo Bambang. 2009. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa

Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Universitas Negeri

Semarang, Semarang.

Sapariyah. 2007. Path Analysis Sebagai Salah Satu Sarana Statistik Dalam

Penelitian dan Pengambilan Keputusan. Universitas Negeri Semarang,

Semarang.

Susanti, W. Lisana. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan

Keputusan Petani Dalam Penerapan Pertanian Padi Organik di Desa

Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Skripsi.

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sudaryono. 2010. Aplikasi Analisis Jalur (Path Analisis) Berdasarkan

Penempatan Variabel. Universitas Negeri Jakarta, Jakarta

Tanziha, Ikeu dan Herdiana Eka. 2009. Analisis Jalur Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Kabupaten Lebak

Provinsi Banten. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 88: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

70

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN BONE BOLANGO

No Responden :

Tanggal Wawancara :

Pewawancara :

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2014

Page 89: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

71

KUISIONER

A. Identitas Responden

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Agama :

Intansi Bekerja :

Lama Bekerja :

Pendidikan Terakhir :

Alamat :

Page 90: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

72

Berilah tanda cek list (√) untuk pertanyaan dalam bentuk tabel atau tabulasi,

dan berilah tanda lingkaran untuk pertanyaan dalam bentuk kalimat

1. Program ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango dalam

pelaksanaanya sudah berjalan cukup baik

a. Sangat Setuju

b. Setuju

c. Baik/Cukup

d. Tidak Setuju

e. Sangat Tidak Setuju

2. Dalam pelaksanaan program ketahanan pangan di Kabupaten Bone

Boloango mengalami beberapa masalah dan hambatan

a. Sangat Setuju

b. Setuju

c. Baik/Cukup

d. Tidak Setuju

e. Sangat Tidak Setuju

3. Peran pemerintah dalam hal ini lembaga sangat berpengaruh dalam

pelaksanaan program ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango

a. Sangat Setuju

b. Setuju

c. Baik/Cukup

d. Tidak Setuju

e. Sangat Tidak Setuju

Page 91: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

73

Ketahanan Pangan di Kab. Bone Bolango

No Pernyataan SS S B/C TS STS

1 Distribusi Pangan

a. Penentuan lokasi distribusi

pertanian akan mempengaruhi

hasil produksi pertanian dalam

ketahanan pangan

b. Lembaga pemasaran pertanian

dapat mempengaruhi hasil

produksi pertanian dalam

ketahanan pangan

c. Ketersediaan sarana dan

prasarana pertanian dapat

meningkatkan hasil produksi

pertanian dalam ketahanan

pangan

2 Jumlah Ketersediaan Pangan

a. Produk domestik (daerah) yang

merupakan hasil pertanian

dalam ketahanan pangan dapat

mempengaruhi kebutuhan

pangan

b. Impor pangan yang dilakukan

ketika produk domestik tidak

mencukupi dapat

mempengaruhi kebutuhan

pangan daerah

c. Cadangan pangan saat ini dapat

memenuhi kebutuhan pangan

daerah

3 Tingkat Konsumsi Pangan

a. Jumlah hasil produksi pangan

saat ini dapat memenuhi

kebutuhan daerah dan petani itu

sendiri

b. Kualitas atau mutu pangan yang

dihasilakan dapat meningkatkan

ketahanan pangan daerah

c. Harga pangan yang sesuai dapat

meningkatkan pola dan tingkat

konsumsi daerah

d. Hasil produksi pangan saat ini

dapat memenuhi permintaan

pasar

Page 92: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

74

4 Terwujudnya tujuan dari ketahanan

pangan

a. Pemenuhan angka kebutuhan

gizi pangan dapat

mempengaruhi ketahanan

pangan pangan daerah

b. Stabilitas ketersediaan pangan

dapat mempengaruhi ketahanan

pangan suatu daerah.

c. Kecukupan ketersediaan

kebutuhan pangan dapat

mempengaruhi ketahanan

pangan suatu daerah.

5 Resiko yang dihadapi dalam

peningkatan ketahanan pangan

a. Masalah yang dihadapi dalam

upaya peningkatan ketahanan

pangan yaitu sebagian besar

luasan usahatani kurang

menguntungkan, kecilnya skala

usahatani, serta langkanya

permodalan dalam pembiayaan

usahatani

b. Hambatan yang dihadapi dalam

upaya peningkatan ketahanan

pangan yaitu kurangnya

pengetahuan petani tentang

pentingnya kelembagaan,

kurangnya kemampuan petani

dalam menerapkan teknologi

dalam bidang

pertanian/perkebunan, serta

kurangnya upaya kegiatan

promosi hasil produksi

pertanian unggulan daerah.

c. Strategi pengembangan kegiatan

pertanian sebagai bentuk upaya

peningkatan ketahanan pangan

sudah berjalan maksimal.

6 Faktor Lingkungan

a. Budaya dalam suatu daerah

dapat berperan dalam kegiatan

pertanian sehingga tercapainya

hasil produksi pertanian yang

memenuhi kebutuhan pangan

daerah

Page 93: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

75

b. Struktur organisasi antar petani

(Kelompok Tani) yang terjalin

dengan baik dapat

meningkatkan hasil produksi

pertanian sehingga pemenuhan

kebutuhan pangan daerah dapat

terwujud

c. Sistem komunikasi petani

selaku produsen dengan

kosumen perlu dibangun

sebagai upaya promosi hasil

produksi pertanian sehingga

pemenuhan kebutuhan pangan

daerah dapat tercapai

d. Gaya kepemimpinan petani

dapat mempengaruhi hasil

produksi pertaniandalam

memenuhi kebutuhan pangan

daerah

Page 94: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

76

Lampiran 2. Identitas Responden di Kabupaten Bone

Bolango

N

O Nama

Umu

r

Pendidika

n

Pekerjaa

n

Lama

Bekerja/Berusahatani

1 Rasjid Umar 49 S1 PNS 21

2 Fenny Monoarfa 52 S1 PNS 25

3 Saiful Umar 45 S2 PNS 17

4 Fitri Gobel 53 S1 PNS 30

5 Ibrahim Ismail 27 SMA Petani 5

6 Yusuf Iso 54 SMP Petani 10

7 Samsudin Taib 46 SMP Petani 27

8 Umar Kantu 43 SMA Petani 26

9

Abd. Hisam

Nasaru 44 S1 Petani

20

10 Adnan Djafar 45 SMA Petani 14

11 Ahmad Pakaya 62 S1 Petani 15

12 Haris Ahmad 44 SMA Petani 27

13 Abd. M. Urusi 54 SMA Petani 26

14 Jefri Palada 42 SMP Petani 27

15 Agus Panto 43 SD Petani 29

16 Romi Mohammad 41 SMA Petani 19

17 Ahus Amiri 53 SD Petani 40

18 Fahyudin Daud 50 SD Petani 35

19 Suhrodi 41 SD Petani 21

20 Sugandi Adudu 47 SD Petani 25

21 Soman Daud 32 SMP Petani 15

22 Darwin Hudji 45 SD Petani 27

23 Yusuf Bagulu 42 SD Petani 22

24 Yusuf Amu 45 SMA Petani 25

25 Bakrie Laintu 43 SD Petani 27

26 Yonso Sude 40 SMP Petani 27

27 Aston Dama 49 SD Petani 27

28 Jemi Hasyim 48 SD Petani 26

29 Ismail Ladiku 52 SD Petani 22

30 Agus Odja 47 SMK Petani 27

31 Ismail Atunai 59 SD Petani 37

32 Darwin Paris 43 SMP Petani 27

33 Hasyim Ibrahim 38 SD Petani 20

34

Abd. Wahab

Hasan 47 SD Petani

29

Page 95: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

77

Lampiran 3. Indikator Ketahanan Pangan Meliputi Distribusi, Ketersediaan, dan

Konsumsi

Nama Umu

r

Distribusi Ketersediaan Konsumsi

Loka

si

Lembaga

Pemasaran

Sarana dan

Prasarana

Produk

Domestik

Impor

Pangan

Cadangan

Pangan

Jumla

h

Kualit

as

Harg

a

PM

P

Rasjid Umar 49 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4

I Wayan Cenik 52 5 5 4 5 3 5 5 5 5 3

Saiful Umar 45 3 4 2 4 2 4 4 2 2 4

Fitri Gobel 53 4 3 4 4 5 2 5 5 3 4

Ibrahim Ismail 27 4 4 5 4 2 1 4 2 5 1

Yusuf Iso 54 3 4 5 4 5 3 3 5 5 3

Samsudin Taib 46 4 5 5 4 4 5 5 5 4 5

Umar Kantu 43 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4

Abd. Hisam

Nasaru 44 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4

Adnan Djafar 45 5 4 4 4 2 3 4 3 4 4

Ahmad Pakaya 62 4 3 5 5 5 4 5 4 4 4

Haris Ahmad 44 3 4 4 3 4 5 5 4 5 5

Abd. M. Urusi 54 4 3 5 4 3 4 4 3 5 4

Jefri Palada 42 5 4 4 4 3 4 4 4 3 3

Agus Panto 43 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4

Romi

Mohammad 41 4 3 5 4 4 3 3 3 5 4

Ahus Amiri 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Page 96: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

78

Fahyudin Daud 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Suhrodi 41 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4

Sugandi Adudu 47 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Soman Daud 32 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4

Darwin Hudji 45 4 4 5 3 3 4 2 4 5 3

Yusuf Bagulu 42 4 4 5 3 4 3 3 3 4 2

Yusuf Amu 45 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4

Bakrie Laintu 43 5 4 5 4 3 4 4 4 4 4

Yonso Sude 40 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3

Aston Dama 49 5 4 4 4 4 4 3 4 4 3

Jemi Hasyim 48 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Ismail Ladiku 52 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4

Agus Odja 47 4 4 4 3 3 4 4 3 4 5

Ismail Atunai 59 4 5 5 3 3 2 3 3 3 3

Darwin Paris 43 4 3 5 4 3 4 4 3 3 4

Hasyim Ibrahim 38 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4

Abd. Wahab

Hasan 47 4 4 5 3 2 3 4 4 4 3

Page 97: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

79

Lampiran 4. Indikator Perumusan Kebijakan Meliputi Tujuan, Resiko, dan

Pengaruh Lingkungan

Nama Um

ur

Tujuan Resiko Pengaruh Lingkungan

Pemenuhan

Kebutuhan

Stabilitas

Ketersediaan

Kecukupan

Ketersediaan

Masal

ah

Hambat

an

Strate

gi

Buda

ya

Struktur

Organisasi

SK

O

GK

O

Rasjid Umar 49 5 4 4 5 5 5 4 2 5 4

Fenny

Monoarfa 52 5 5 5 5 5 4 3 4 5 5

Saiful Umar 45 4 4 4 2 2 4 2 4 4 2

Fitri Gobel 53 5 5 3 5 5 5 4 2 5 5

Ibrahim Ismail 27 4 4 5 4 5 4 3 4 3 2

Yusuf Iso 54 5 5 4 4 5 5 5 4 4 3

Samsudin Taib 46 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5

Umar Kantu 43 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5

Abd. Hisam

Nasaru 44 4 4 5 4 2 4 4 4 5 4

Adnan Djafar 45 4 4 5 5 2 4 3 4 4 3

Ahmad Pakaya 62 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5

Haris Ahmad 44 5 5 4 4 3 5 3 4 4 3

Abd. M. Urusi 54 5 5 5 4 3 5 3 4 4 3

Jefri Palada 42 3 5 5 5 3 4 4 4 3 3

Agus Panto 43 5 5 4 3 3 4 3 4 3 3

Romi

Mohammad 41 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5

Ahus Amiri 53 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4

Fahyudin Daud 50 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4

Page 98: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

80

Suhrodi 41 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4

Sugandi Adudu 47 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4

Soman Daud 32 5 5 5 5 5 5 4 4 3 3

Darwin Hudji 45 5 5 4 3 4 4 3 3 3 4

Yusuf Bagulu 42 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4

Yusuf Amu 45 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5

Bakrie Laintu 43 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5

Yonso Sude 40 5 5 5 4 5 3 4 4 4 4

Aston Dama 49 5 5 5 5 4 5 3 3 3 4

Jemi Hasyim 48 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4

Ismail Ladiku 52 5 5 5 5 2 4 4 3 4 4

Agus Odja 47 5 5 5 5 2 4 3 3 3 3

Ismail Atunai 59 5 5 5 4 5 3 3 3 3 3

Darwin Paris 43 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3

Hasyim

Ibrahim 38 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4

Abd. Wahab

Hasan 47 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4

Page 99: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

81

Lampiran 5. Data Olahan Indikator Ketahanan Pangan

dan Perumusan Kebijakan

Nama

Um

ur

Distri

busi

Keterse

diaan

Konsu

msi

Tuj

uan

Resi

ko

Pengaruh

Lingkungan

Rasjid Umar 49 35 15 13 5 14 14

Fenny

Monoarfa 52 35 14 9 9 13 15

Saiful Umar 45 22 11 9 7 8 11

Fitri Gobel 53 28 13 11 7 14 15

Ibrahim

Ismail 27 30 8 4 11 12 11

Yusuf Iso 54 25 14 6 8 13 16

Samsudin

Taib 46 31 15 12 8 12 19

Umar Kantu 43 35 15 8 9 13 18

Abd. Hisam

Nasaru 44 30 14 8 8 10 16

Adnan

Djafar 45 34 10 8 10 11 13

Ahmad

Pakaya 62 29 16 10 10 13 19

Haris

Ahmad 44 18 13 10 8 11 13

Abd. M.

Urusi 54 29 12 7 9 11 13

Jefri Palada 42 34 12 7 9 11 14

Agus Panto 43 28 12 8 7 9 13

Romi

Mohammad 41 29 13 6 8 14 19

Ahus Amiri 53 29 14 9 10 11 15

Fahyudin

Daud 50 29 14 9 9 12 15

Suhrodi 41 28 12 9 9 11 15

Sugandi

Adudu 47 29 14 9 8 12 15

Soman

Daud 32 28 14 8 8 14 14

Darwin

Hudji 45 30 11 4 9 10 13

Yusuf

Bagulu 42 30 11 5 9 11 15

Page 100: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

82

Yusuf Amu 45 29 13 8 8 12 16

Bakrie

Laintu 43 34 12 9 9 11 18

Yonso Sude 40 22 13 8 10 11 15

Aston Dama 49 34 14 6 9 13 13

Jemi

Hasyim 48 29 13 9 8 13 15

Ismail

Ladiku 52 30 12 8 9 12 14

Agus Odja 47 29 11 9 10 12 12

Ismail

Atunai 59 31 9 7 8 11 12

Darwin

Paris 43 29 12 9 8 13 14

Hasyim

Ibrahim 38 29 14 8 7 12 15

Abd. Wahab

Hasan 47 30 9 9 8 12 15

Page 101: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

83

Lampiran 6. Hasil Analisis Sistem Pengambilan Keputsan Pada Kebijakan

Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango

Your model contains the following variables (Group number 1)

Observed, endogenous variables

Konsumsi

Ketersediaan

Distribusi

Lingkungan

Resiko

Tujuan

Unobserved, endogenous variables

PerumusanKebijakan

Unobserved, exogenous variables

KetahananPangan

e3

e2

e1

e6

e5

e4

Variable counts (Group number 1)

Number of variables in your model: 14

Number of observed variables: 6

Number of unobserved variables: 8

Number of exogenous variables: 7

Number of endogenous variables: 7

Parameter Summary (Group number 1)

Weights Covariances Variances Means Intercepts Total

Fixed 8 0 0 0 0 8

Labeled 0 0 0 0 0 0

Unlabeled 5 0 7 0 0 12

Total 13 0 7 0 0 20

Computation of degrees of freedom (Default model)

Number of distinct sample moments: 21

Number of distinct parameters to be estimated: 12

Degrees of freedom (21 - 12): 9

Page 102: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

84

Result (Default model)

Minimum was achieved

Chi-square = 11.701

Degrees of freedom = 9

Probability level = .231

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

Perumusan

Kebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.416 .541 2.616 .009

Konsumsi <--- Ketahanan Pangan 1.000

Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan 1.691 .643 2.631 .009

Distribusi <--- Ketahanan Pangan .371 .708 .524 .600

Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan 1.000

Resiko <--- Perumusan Kebijakan .477 .195 2.450 .014

Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.234 .157 -1.490 .136

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate

PerumusanKebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.000

Konsumsi <--- Ketahanan Pangan .514

Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan .904

Distribusi <--- Ketahanan Pangan .099

Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan .671

Resiko <--- Perumusan Kebijakan .478

Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.284

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 12 11.701 9 .231 1.300

Saturated model 21 .000 0

Independence model 6 44.879 15 .000 2.992

Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI

rho1

IFI

Delta2

TLI

rho2 CFI

Default model .739 .565 .925 .849 .910

Saturated model 1.000

1.000

1.000

Independence model .000 .000 .000 .000 .000

Page 103: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

85

Lampiran 7. Dokumentasi Responden Pengambil Kebijakan

W

Wawancara dengan KABID Ketahanan Pangan Kabupaten Bone Bolango

Wawancara dengan KADIS Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan

Kabupaten Bone Bolango

Wawancara dengan Kepala BP4K Kabupaten Bone Bolango

Page 104: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

86

Wawancara dengan Kepala BAPPEDA Kabupaten Bone Bolango

Wawancara dengan Kepala BPS Kabupaten Bone Bolango

Page 105: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

87

Lampiran 8. Dokumentasi Responden Petani

Wawancara dengan ketua kelompok tani bukit indah (Suwawa Selatan)

Wawancara dengan ketua kelompok tani sertak (Kabila)

Wawancara dengan ketua kelompok tani sinar jaya 1 (Kabila)

Page 106: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

88

Lampiran 9. Peta Kabupaten Bone Bolango

Peta Kabupaten Bone Bolango

Page 107: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

89

CURIKULUM VITAE

IDENTITAS DIRI

Nama : Muhammad Fiqri

Nim : 6144 10 006

Tempat/ tanggal lahir : Kabila, Kab. Gorontalo 12 Maret 1992

Angkatan : 2010/2011

Jurusan : S1 Agribisnis

Fakultas : Pertanian

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 4 bersaudara

Alamat : Jln. Muhlis Rahim Desa Timbuolo Kec. Botupingge

Kab. Bone Bolango

RIWAYAT HIDUP

1. Pendidikan Formal

1) TK Kartika Kecamatan Tapa lulus Tahun 1998.

2) SDN Timbuolo Kecamatan Kabila lulus Tahun 2004.

3) SMP Negeri 2 Kabila Kecamatan Kabila lulus Tahun 2007.

4) SMA Negeri 1 Kabila Kecamatan Kabila lulus Tahun 2010.

5) Terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis

angkatan 2010.

Page 108: Analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango

90

1. Pendidikan Non Formal

1) Peserta orientasi akademik dan potensi mahasiswa baru ( ORASIMARU )

Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2010.

2) Peserta Townhall Meeting Diplomasi RI- Amerika Selatan dalam

Kerangka Fealac (Forum for East Asia Latin America Cooperation) Tahun

2013.

3) Peserta Kuliah Kerja Sibermas (KKS) Universitas Negeri Gorontalo

Tahun 2013 di Desa Imbodu Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato.