Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

48
Nama : ALDO ANDIAWAN Nim : 1107045002 Prodi : Fisika ANALISIS SINYAL PRAKTIKUM MODUL 3 OPERASI DASAR PADA SINYAL Disusun Oleh : FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2014

description

modul analisis sinyal

Transcript of Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Page 1: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Nama : ALDO ANDIAWAN

Nim : 1107045002

Prodi : Fisika

ANALISIS SINYAL PRAKTIKUM MODUL 3

OPERASI DASAR PADA SINYAL

Disusun Oleh :

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2014

Page 2: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

I. TUJUAN

- Mahasiswa dapat memperlihatkan proses-proses aritmatika sinyal dan

menerapkan sebagai proses dasar dari pengolah sinyal audio.

II. DASAR TEORI

2.1 Operasi Aritmatika Sinyal

Pada analisa system pemrosesan sinyal diskrit, deretnya dapat dimanipulasi dalam

beberapa cara. Perkalian (product) dan penambahan (sum) dari dua deret x dan y

dinyatakan sebagai sample perkalian dan pembagian dimana

x.y={x(n)y(n)} (product) (1)

x+y={x(n)+y(n)} (sum) (2)

Perkalian dari deret x dengan sebuah nilai α dinyatakan sebagai

α.x = x(n - n0) (3)

dimana n0 adalah bilangan integer.

Dalam realita kehidupan sehari-hari, khususnya dalam dunia electronic

communication engineering, kita mengenal proses aritmatika pada sinyal yang meliputi:

- penguatan sinyal

- pelemahan sinyal

- penjumlahan dua buah sinyal

- perkalian dua buah sinyal

Penguatan Sinyal

Peristiwa penguatan sinyal seringkali kita jumpai pada perangkat audio seperti

radio, tape, dsb. Fenomena ini dapat juga direpresentasikan secara sederhana sebagai

sebuah operasi matematika sebagai berikut:

y(t) = amp x(t) (4)

dimana:

y(t) = sinyal output

amp = konstanta penguatan sinyal

x(t) = sinyal input

Page 3: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Bentuk diagram blok dari sebuah operasi pernguatan sinyal dapat diberikan pada

gambar berikut ini.

Besarnya nilai konstanta sinyal amp > 1, dan penguatan sinyal seringkali

dinyataklan dalam besaran deci Bell, yang didefinisikan sebagai:

amp_dB = 10 log(output/input) (5)

Dalam domain waktu, bentuk sinyal asli dan setelah mengalami penguatan adalah

seperti gambar berikut:

Gambar 2 Penguatan Sinyal

Pelemahan Sinyal

Apabila sebuah sinyal dilewatkan suatu medium seringkali mengalami berbagai

perlakuan dari medium (kanal) yang dilaluinya. Ada satu mekanisme dimana sinyal yang

melewati suatu medium mengalami pelemahan energi yang selanjutnya dikenal sebagai

atenuasi (pelemahan atau redaman) sinyal.

Page 4: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Bentuk diagram blok dari sebuah operasi pernguatan sinyal dapat diberikan pada

gambar berikut ini.

Dalam bentuk operasi matematik sebagai pendekatannya, peristiwa ini dapat

diberikan sebagai berikut:

y(t) = att x(t) (6)

Dalam hal ini nilai att < 1, yang merupakan konstanta pelemahan yang terjadi.

Kejadian ini sering muncul pada sistem transmisi, dan munculnya konstanta pelemahan

ini dihasilkan oleh berbagai proses yang cukup komplek dalam suatu media transmisi.

Gambar 4 Pelemahan Sinyal

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses penguatan dan pelemahan sinyal

merupakan dua hal yang hampir sama. Dalam pengatan sinyal amplitudo sinyal output

lebih tinggi disbanding sinyal input, sementara pada pelemahan sinyal amplitudo sinyal

output lebih rendah dibanding sinyal input. Tetapi pada kedua proses operasi ini bentuk

dasar sinyal tidak mengalami perubahan.

Penjumlahan Dua Buah Sinyal

Proses penjumlahan sinyal seringkali terjadi pada peristiwa transmisi sinyal

melalui suatu medium. Sinyal yang dikirimkan oleh pemancar setelah melewati medium

tertentu misalnya udara akan mendapat pengaruh kanal, dapat menaikkan level tegangan

atau menurunkan level tegangannya tergantung komponen yang dijumlahkan. Sehingga

Page 5: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

pada bagian penerima akan mendapatkan sinyal sebagai hasil jumlahan sinyal asli dari

pemancar dengan sinyal yang terdapat pada kanal tersebut.

Secara matematis dapat diberikan sebagai berikut:

y(t) = x1(t) + x2(t) (7)

Dalam hal ini, setiap komponen sinyal pertama dijumlahkan dengan komponen

sinyal kedua.

Gambar 6 Contoh Penjumlahan Pada Sinyal Sinus

(a) Sinyal Input 1

(b) Sinyal Input 2

(c) Sinyal Hasil Penjumlahan

Perkalian Dua Buah Sinyal

Perkalian merupakan bentuk operasi yang sering anda jumpai dalam kondisi real.

Pada rangkaian mixer, rangkaian product modulator dan frequency multiplier, operasi

perkalian merupakan bentuk standar yang seringkali dijumpai. Bentuk diagram blok

operasi perkalian dua buah sinyal dapat diberikan seperti pada Gambar 7 berikut.

Page 6: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3
Page 7: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

-1

0

1

2

Analisis Program

4.1 Penguatan Sinyal

1. T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(2,1,1)

plot(t,y1)

2. Nilai a= 1.5

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (> 0): ');

y1_kuat=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

plot(t,y1_kuat)

Page 8: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

-1

0

1

2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-4

-2

0

2

4

3. Nilai a = 1.7

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (> 0): ');

y1_kuat=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

plot(t,y1_kuat)

Nilai a = 2.5

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (> 0): ');

y1_kuat=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

plot(t,y1_kuat)

Page 9: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-4

-2

0

2

4

Nilai a = 3.0

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (> 0): ');

y1_kuat=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

plot(t,y1_kuat)

Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan bentuk gelombang dalam penguatan

sinyal. Terlihat bentuk gelombang yang berbeda-beda pada nilai amplitudonya. Dalam

hal ini semakin besar nilai penguat sinyal yang diinputkan, maka gelomabng yang

dihasilkan akan menunjukkan nilai peningkatan (penguatan) sinyal yang terlihat pada

nilai amplitudonya. Dimana penguatan sinyal ini hanya berpengaruh pada nilai

maksimum dan minimum gelombang sesuai dengan nilai penguatan sinyal yang

diberikan.

Besarnya nilai konstanta sinyal yang digunakan yaitu ≥ 0. Dari grafik dapat dilihat

jika konstanta penguatan yang diberikan semakin besar, maka dalam domain waktu yang

sama jumlah gelombang sinyal yang diterima semakin besar. Gelombang sinyal inilah

yang akan mempercepat proses penerimaan dari pengirim ke penerima.

Page 10: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

-0.5

0

0.5

1

4.2 Pelemahan Sinyal

Nilai a = 0.6

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (< 1): ');

y1_kuat=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

plot(t,y1_kuat)

Dari grafik diatas terlihat perbedaan dalam pelemahan sinyal. Serupa dengan

pembangkitan sinyal, perubahan yang terlihat yaitu pada nilai maksimum dan minimum

gelombang yang bergantung pada inputan nilai a yang diberikan.

Page 11: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

4.3 Penjumlahan Dua Sinyal

1. T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

2. T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

f2=2;

pha2=pi/2;

y2=sin(2*pi*t+pi);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

Page 12: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

3. T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 13: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

4. Nilai f2 = 3

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 14: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 4

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 15: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 5

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 16: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 6

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 17: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 7

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 18: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 8

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 19: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 9

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 20: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai f2 = 10

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Perubahan nilai pada f2 mengakibatkan perubahan banyak gelombang pada y2

atau gelombang kedua. Sehingga penjumlahan pada dua gelombang tersebut dapat

terlihat pada banyak gelombang yang dihasilkan, dimana banyak gelombang pertama

sama. Perubahan nilai f2 yang semakin besar, menyebabkan hasil penjumlahan

gelombang yang semakin banyak pula.

Page 21: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

5. Nilai pha 2 = 0.1*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=0.1*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 22: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai pha 2 = 0.25*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=0.25*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 23: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai pha 2 = 0.5*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=0.5*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 24: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-2

0

2

Nilai pha 2 = 1.5*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=1.5*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1+y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 25: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Pada proses penjumlahan sinyal, terdapat 2 sinyal yang dijumlahkan untuk

menghasilkan sinyal baru. Hal ini dilakukan agar sinyal asli (sinyal input 1) yang bertemu

dengan sinyal kanal (sinyal input 2) dapat distabilkan sehingga menghasilkan sinyal kanal

hasil dari penjumlahan sinyal asli dari pemancar. Pada grafik-grafik yang dihasilkan dapat

dilihat hasil penjumlahan dari sinyal input 1 x1 dan sinyal input x2. Perubahan dapat

dilihat dalam domain waktu sama, nilai input yang diterima (sumbu y) akan semakin

besar pada sinyal hasil penjumlahan (sinyal 3).

Perubahan nilai pha2 yang semakin besar maka sinyal hasil penjumlahan akan

menghasilkan grafik yang turun naik. Hal ini di sebabkan oleh penjumlahan sinyal-sinyal

input 1 dan 2. Perubahan pha2 merupakan perubahan fase pada gelombang kedua, yang

berpengaruh pada titik awal gelomabng tersebut.

Page 26: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

4.4 Perkalian Dua Sinyal

1. T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

2. T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

f2=2;

pha2=pi/2;

y2=sin(2*pi*t+pi);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

3. T=100;

t=0:1/T:2;

Page 27: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

f1=1;

f2=2;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 28: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

4. Nilai f2 = 3

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=3;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 29: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 4

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=4;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 30: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 5

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=5;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 31: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 6

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=6;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 32: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 7

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=7;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 33: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 8

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=8;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 34: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 9

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=9;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 35: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai f2 = 10

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=10;

pha2=pi/2;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Perubahan nilai pada f2 yang merupakan frekuensi dari gelombang yang kedua,

mengakibatkan perubahan banyak gelombang yang dihasilkan. Setelah dilakukan

perkalian antara kedua gelombang, dapat dilihat bahwa gelombang tersebut menghasilkan

lebih banyak gelombang dalam waktu yang sama.

Page 36: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

5. Nilai pha2= 0.1*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=0.1*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 37: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai pha2= 0.25*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=0.25*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Page 38: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1

0

1

Nilai pha2= 1.5*pi

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

f2=2;

pha2=1.5*pi;

y1=sin(f1*pi*t);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

y2=sin(f2*pi*t+ pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

y3=y1.*y2;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Seperti pada soal sebelumnya, perubahan nilai pha2 yang merupakan fase

gelombang, berpengaruh pada titik awal gelombang yang ditentukan sesuai nilai pha2.

Dan setelah dilakukan perkalian, tidak mempengaruhi titik awal gelombang tersebut.

Namun berpengaruh pada bentuk gelombang yang dihasilkan.

4.5 Penambahan Noise Gaussian pada Sinyal Audio

1. y1=wavread('applause.wav');

Page 39: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

wavplay(y1,Fs1,'sync') % Sinyal asli dimainkan

2. y1=wavread('applause.wav');

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.1;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

wavplay(y_1n,Fs1,'sync') % Sinyal bernoise dimainkan

3. Nilai var = 0.2

y1=wavread('applause.wav');

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.2;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

wavplay(y_1n,Fs1,'sync') % Sinyal bernoise dimainkan

Nilai var = 0.3

y1=wavread('applause.wav');

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.3;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

wavplay(y_1n,Fs1,'sync') % Sinyal bernoise dimainkan

Page 40: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

x 104

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Nilai var = 0.5

y1=wavread('applause.wav');

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.5;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

wavplay(y_1n,Fs1,'sync') % Sinyal bernoise dimainkan

4. Sebelum Penambahan Noise

y1=wavread('applause.wav');

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.1;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

wavplay(y_1n,Fs1,'sync') % Sinyal bernoise dimainkan

plot (y1)

Page 41: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

x 104

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

Sesudah Penambahan Noise

y1=wavread('applause.wav');

Fs=8192;

Fs1 = Fs;

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.1;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

wavplay(y_1n,Fs1,'sync') % Sinyal bernoise dimainkan

plot (y_1n)

Dari grafik diatas jelas terlihat perbedaan suara asli dengan setelah ditambahkan

noise. Bentuk grafik setelah ditambahkan noise menjadi tidak beraturan, selain itu suara

yang dihasilkan menjadi lebih lama dan berisik seperti suara radio yang tidak menemukan

chanel.

4.6 Proses Penguatan pada Sinyal Sinyal Audio

Page 42: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

1. y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

2. y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp =1.5;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

3. Nilai amp = 0.1

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.1;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 0.2

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.2;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 0.5

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.5;

Page 43: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 0.6

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.6;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 0.7

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.7;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 0.8

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.8;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 0.9

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 0.9;

Page 44: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.0

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.0;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.1

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.1;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.2

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.2;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Page 45: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Nilai amp = 1.3

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.3;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.4

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.4;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.5

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.5;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.6

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.6;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Page 46: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

Nilai amp = 1.7

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.7;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.8

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.8;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 1.9

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 1.9;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

Nilai amp = 2.0

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp = 2.0;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

4. Sebelum Penguatan dan Pelemahan Sinyal

Page 47: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 2 4 6 8 10 12 14

x 104

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp =1.5;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

plot(y1)

Page 48: Analisis Sinyal Praktikum Modul 3

0 2 4 6 8 10 12 14

x 104

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

Sesudah Penguatan dan Pelemahan Sinyal

y1=wavread('tms.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

amp =1.5;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

plot(y2)

Penguatan sinyal audio menyebabkan perubahan pada grafik yang dihasilkan

terhadap waktu. Perubahan nilai amp yang semakin besar membuat suara yang dihasilkan

semakin keras dan jelas. Beda halnya dengan penambahan noise gaussian pada sinyal

audio, jika penambahan noise gaussian pada sinyal audio akhirnya membuat suara asli

semakin tidak jelas, maka pada penguatan sinyal audio tidak membuat suara rusak.

Namun suara menjadi lebih jelas dan lebih nyaring dibandingkan suara asli.