ANALISIS RISIKO PRODUKSI SELADA HIDROPONIK DI PT. KEBUN ...
Transcript of ANALISIS RISIKO PRODUKSI SELADA HIDROPONIK DI PT. KEBUN ...
ANALISIS RISIKO PRODUKSI SELADA HIDROPONIK
DI PT. KEBUN PANGAN JAYA (KEBUN SAYUR)
PAMULANG, TANGERANG SELATAN
Skripsi
Fergy Dyah Novianti
11140920000010
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1440H
ii
ANALISIS RISIKO PRODUKSI SELADA HIDROPONIK
DI PT. KEBUN PANGAN JAYA (KEBUN SAYUR)
PAMULANG, TANGERANG SELATAN
Oleh :
Fergy Dyah Novianti
11140920000010
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1440H
3
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Risiko Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur) Pamulang, Tangerang Selatan” yang ditulis oleh
Fergy Dyah Novianti dengan NIM. 11140920000010, telah diuji dan dinyatakan
lulus dalam Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Rabu, tanggal 9 Januari 2019.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. Iwan Aminudin, M.Si
NIP. 19700209 201411 1 001
Ir. Armaeni Dwi Humaerah, M.Si
NIP. 19670312 199103 2 001
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si Ir. Junaidi, M.Si
NIP. 19620617 198903 2 003 NIP. 19660508 201411 1 004
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua
Program Studi Agribisnis
Dr. Agus Salim, M.Si Dr. Ir. Edmon Daris, MS NIP. 19720816 199903 1 003 NIP. 19580429 198803 1 001
4
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Ciputat, 9 Januari 2019
FERGY DYAH NOVIANTI
NIM. 11140920000010
RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Fergy Dyah Novianti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal,Lahir : Jakarta, 16 November 1996
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Pondok Kacang Prima Blok
K9 No2 Rt 16 Rw 08, Kecamatan Pondok
Aren, Kota Tangerang Selatan
No.Hp : 087782549958
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1.2014 – 2018 : Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2011 – 2014 : MAN 10 Jakarta Barat
3.2008 – 2011 : SMPN 207 Jakarta Barat
4.2002 – 2008 : SDN Pondok Aren 01 Tangerang Selatan
Pengalaman Organisasi
1. 2012 – 2014 : Bendahara Estrakulikuler PMR MAN 10
Jakarta
2. 2015 : Divisi Dekdok “Ratoeh Jaroe Argribisnsi”
UIN Jakarta
3. 2015-2017 : Divisi Humas LSO Sagribisnis UIN
Jakarta
4. 2016 : Sekertaris acara “Agri’s Event 2016” UIN
Jakarta
5. 2015-2016 : Bendahara Departemen Infokom Pengurus
HMJ Agribisnis UIN Jakarta 2016
vi
6. 2016-2017 : Ketua Departemen Kominfo Pengurus
HMJ Agribisnis UIN Jakarta 2017
7. 2017 : Bendahara “Ratoeh Jaroe Festival 2017”
UIN Syarif Hidayatullah
Pengalaman Bekerja
1. Februari - April 2016 : Cash Counter Freelance di JNE
2. November 2016 – Juli 2017 : Pengajar Lembaga LIA Private
3. September – November 2017 : Magang di PT. Momenta Agrikultura
4. Mei 2017 : Part Time Stand Bazaar “Joyfull Run ”
RINGKASAN
Fergy Dyah Novianti. Analisis Risiko Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur) Pamulang, Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan
Lilis Imamah Ichdayati dan Junaidi.
PT. Kebun Pangan Jaya merupakan salah satu perusahaan di Kota
Tangerang Selatan yang memproduksi sayuran hidroponik yang didirikan oleh
Bapak Roni Arifin pada tahun 2017 dengan nama brand Kebun Sayur . Sayuran
hidroponik utama yang berada di Kebun Sayur Pamulang adalah Selada (Lettuce).
Dalam menjalankan proses produksinya Kebun Sayur Pamulang sering kali
mendapatkan kendala seperti gagal produksi dan tidak tercapainya produksi
berdasarkan target yang telah ditentukan, sehingga hal tersebut dapat
mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi risiko yang timbul
pada saat proses produksi selada hidroponik pada Kebun Sayur Pamulang; (2)
Mengukur seberapa besar risiko produksi selada hiroponik pada Kebun Sayur
Pamulang; (3) Memetakan risiko produksi selada hidroponik pada Kebun Sayur
Pamulang; (4) Mengetahui strategi penanganan risiko yang preventif untuk
menghindari risiko produksi Selada di Kebun Sayur Pamulang.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi dan
wawancara baik secara mendalam maupun sistematik dengan panduan wawancara
berupa kuesioner kepada 8 orang narasumber yang terbagi menjadi 3 orang pada
masing-masing proses produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang). Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini
adalah House Of Risk (HOR) Fase 1 dan 2. Pada penelitian ini akan diidentifikasi
penyebab dan dampak risiko yang ditimbulkan, penentuan prioritas penyebab
risiko yang akan diberikan aksi preventif atau pencegahan serta strategi
pencegahan risiko yang akan dilakukan.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 11 penyebab risiko pada
proses penanaman, 4 penyebab risiko pada proses pemeliharaan, 6 penyebab
risiko pada proses pemanenan dan 5 penyebab risiko pada proses pengemasan.
Kemudian terdapat 10 kejadian risiko pada penanaman, 4 kejadian risiko pada
proses pemeliharaan, 4 kejadian risiko pada proses pemanenan, dan 5 kejadian
risiko pada proses pengemasan. Hasil pemetaan risiko yang terjadi pada selada
hidroponik terdapat 9 total penyebab risiko yang menjadi prioritas untuk dijadikan
penanganan risiko. Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut maka
ditentukan 17 strategi preventif yang akan dilakukan
Kata kunci : hidroponik, risiko, House Of Risk, fish bone, strategi preventif
KATA PENGANTAR
بسم الله الر حمن الر حيم
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Risiko
Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur)
Pamulang, Tangerang Selatan”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Selama proses penulisan sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil, secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga penulis, Bapak Darmanto, Ibu Paniyem dan kedua kakak penulis
Reza Putra dan Reni Octa yang telah senantiasa memberi dukungan materi,
motivasi, doa dan kasih sayang kepada penulis.
2. Bapak Dr.Agus Salim,M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengesahkan karya tulis ini sebagai
skripsi beserta jajarannya.
3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Ir. Edmon Daris, M.S dan Dr. Iwan
ix
Aminuddin, M.Si terima kasih telah memberikan kesempatan dan dukungan
kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu penulis
dalam proses akademis.
4. Pembimbing satu Ibu Dr. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si dan Pembimbing dua
Bapak Ir. Junaidi, M.Si terima kasih telah mencurahkan waktu, tenaga,
dukungan, teguran serta nasihat yang telah memberikan secara tulus kepada
penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
5. Pembimbing Akademik Bapak Drs. Acep Muhib,M.M terima kasih atas
bimbingan, motivasi, nasihat dan teguran kepada penulis selama proses
akademis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Pemilik PT. Kebun Pangan Jaya Pak Roni Arifin dan kepala kebun Pak
Chairul Anwar yang telah memberikan dukungan dan pengetahuan bagi
penulis sehingga terselesaikan skripsi ini.
7. Pekerja di PT. Kebun Pangan Jaya yang senantiasa membantu dan
menghibur penulis saat proses mengerjakan skripsi.
8. Temanku sejak kecil Rahayu Saraswati dan teman MAN Tami, Freny dan
Nabilah yang senantiasa membantu, memberikan dukungan serta mau
mendengarkan keluh kesah penulis saat mengerjakan skripsi.
9. Kakak-kakak Angkatan 2013 Kak Fadil, Kak Suci, Kak Dalhar dan Kak
Burhan yang selalu memberikan arahan dan masukan kepada penulis serta
mau mendengarkan keluh kesah penulis selama mengerjakan skripsi.
10. Teman-temanku seperjuangan angkatan 2014 dan Avia, Lussy, Yana, Hanoy,
Sui dan Jery yang tetap selalu ada saat penulis membutuhkan bantuan.
x
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini tidak luput dari kesalahan.
Namun, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat serta menambah
wawasan bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu.
Ciputat, 9 Januari 2019
Fergy Dyah Novianti
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian............................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10
2.1 Karakterisitik Pertanian Hidroponik ............................................... 10
2.2 Karakteristik Selada (Lactuca sativa) Hidroponik ......................... 13
2.2.1 Syarat Tumbuh ..................................................................... 14
2.2.2 Pemeliharaan Produksi Selada ............................................. 16
2.2.3 Hama dan Penyakit .............................................................. 17
2.3 Definisi Produksi dan Masalah Produksi........................................ 19
2.4 Risiko Produksi............................................................................... 21
2.5 Konsep Risiko dan Manajemen Risiko .......................................... 21
2.6 Diagram Tulang Ikan (Fishbone) ................................................... 28
2.7 House Of Risk (HOR) ..................................................................... 31
2.7.1 HOR Fase 1 ........................................................................... 32
2.7.2 HOR Fase 2 ........................................................................... 35
xii
2.8 Diagram Pareto ............................................................................. 37
2.9 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 39
2.10 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 49
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian........................................................ 49
3.2 Variabel Penelitian ........................................................................ 49
3.3 Sumber dan Jenis Data .................................................................. 50
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 51
3.4.1 Observasi .............................................................................. 51
3.4.2 Kuesioner ............................................................................. 51
3.4.3 Wawancara ........................................................................... 56
3.4.4 Studi Pustaka ........................................................................ 56
3.5 Metode Pengolahan Data ................................................................ 56
3.6 Metode Analisis Data ..................................................................... 59
3.6.1 Diagram Tulang Ikan ............................................................. 59
3.6.2 House Of Risk (HOR) fase 1.................................................. 60
3.6.3 Diagram Pareto ...................................................................... 62
3.6.4 House Of Risk (HOR) Fase 2 ................................................. 64
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................................. 67
4.1 Sejarah Perusahaan ......................................................................... 67
4.2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................................... 71
4.3 Struktur Organisasi PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur
Pamulang) ....................................................................................... 71
4.4 Produk PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur) ............................ 72
4.5 Proses Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya ... 74
4.6 Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur)................................................................................. 75
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN
RISIKO ................................................................................................. 78
5.1 Identifikasi Risiko........................................................................... 78
5.1.1 Identifikasi Kejadian Risiko .................................................. 81
5.1.2 Identifikasi Penyebab Risiko ................................................. 89
xiii
5.2 Pengukuran Risiko ......................................................................... 98
5.2.1 Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko ................... 99
5.2.2 Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko .......................................... 104
5.2.3 Pengukuran Tingkat Korelasi antara Penyebab Risiko
(Risk Agent) dengan Kejadian Risiko (Risk Event) .......... 110
5.2.4 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) .................... 112
5.3 Pemetaan Risiko .......................................................................... 118
5.3.1 Pemetaan Risiko Pada Proses Penanaman ......................... 119
5.3.2 Pemetaan Risiko Pada Proses Pemeliharaan ...................... 120
5.3.3 Pemetaan Risiko Pada Proses Pemanenan ......................... 121
5.3.4 Pemetaan Risiko Pada Proses Pengemasan........................ 123
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN STRATEGI PENANGANAN
RISIKO ............................................................................................... 124
6.1 Strategi Penanganan Risiko......................................................... 124
6.1.1 Strategi Preventif Risiko pada Proses Penanaman ........... 124
6.1.3 Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemeliharaan ........ 126
6.1.4 Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemanenan ........... 127
6.1.5 Strategi Preventif Risiko pada Proses Pengemasan .......... 128
6.2 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
pencegahan Risiko ...................................................................... 130
6.2.1 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan
Strategi pencegahan Risiko pada Proses Penanaman ....... 130
6.2.2 Penilaian Tingkat atau Derajat kesulitan Penerapan
Strategi Pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan ... 131
6.2.3 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan
Strategi Pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan ....... 132
6.2.4 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan
Strategi Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan ..... 133
6.3 Penilaian Korelasi Antara Strategi pencegahan Risiko dengan
Agen Penyebab Risiko Prioritas ................................................... 135
6.4 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi
pencegahan Risiko ........................................................................ 136
6.4.1 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi
pencegahan risiko pada Proses Penanaman ......................... 136
6.4.2 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi
pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan .................... 138
xiv
6.4.3 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi
pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan ...................... 139
6.4.4 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan .................... 140
6.5 Perhitungan Keefektifan derajat Kesulitan Dari Tiap Strategi
pencegahan risiko (ETDk) ............................................................ 141
6.5.1 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) Pada Proses
Penanaman ......................................................................... 142
6.5.2 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan risiko (ETDk) Pada Proses
Pemeliharaan ...................................................................... 143
6.5.3 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan risiko (ETDk) Pada Proses
Pemanenan ......................................................................... 144
6.5.4 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan risiko (ETDk) Pada Proses
Pengemasan ........................................................................ 145
6.6 Prioritas Aksi Strategi Preventif ................................................... 147
6.6.1 Prioritas Aksi Strategi Preventif Pada Proses
Penanaman ........................................................................ 147
6.6.2 Prioritas Aksi Strategi Preventif Pada Proses
Pemeliharaan .................................................................... 148
6.6.3 Prioritas Aksi Strategi Preventif Pada Proses
Pemanenan ........................................................................ 148
6.6.4 Prioritas Aksi Strategi Preventif Pada Proses
Pengemasan ...................................................................... 149
6.7 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan risiko .. 149
6.7.1 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan
risiko Pada Proses Penanaman ........................................... 150
6.7.2 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan
risiko Pada Proses Pemeliharaan ........................................ 150
6.7.3 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan
risiko Pada Proses Pemanenan ........................................... 151
6.7.4 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan
risiko Pada Proses Pengemasan ......................................... 151
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 153
7.1 Kesimpulan ................................................................................... 153
7.2 Saran ............................................................................................. 156
xv
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 158
LAMPIRAN ....................................................................................................... 161
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Kandungan Gizi yang Terdapat Pada Selada………………………...
2
2. Data Produksi Sayuran Tahun 2013-2016 (ton)…………………......
3
3. Selisih Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang) dalam Kg…………………........................
6
4. Model HOR Fase 1………………………………………………......
33
5. Model HOR Fase 2…………………………………………………..
37
6. Persamaan dan Perbedaan dengan Penilaian Terdahulu……………..
43
7. Daftar Kuesioner Penelitian…………………………………….........
53
8. Pemberian Kode Dugaan Penyebab Risiko Pada Produksi Selada
Hidroponik…………………………………………………………...
57
9. Pemberian Kode Dugaan Kejadian Risiko Pada Produksi Selada
Hidroponik…………………………………………………………...
58
10. Contoh Model HOR Fase 2………………………………………….
65
11. Perusahaan yang di Pasok Oleh “Kebun Sayur”…………………….
68
12. Produk Hasil PT. Kebun Pangan Jaya……………………………….
73
13. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) Pada Proses
Penanaman…………………………………………………………...
81
14. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) Pada Proses
Pemeliharaan…………………………………………………………
84
15. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) Pada Proses
Pemanenan…………………………………………………………...
86
16. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) Pada Proses
Pengemasan………………………………………………………….
88
17. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) Pada Proses
Penanaman…………………………………………………………... 90
xvii
18. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Ej) Pada Proses
Pemeliharaan…………………………………………………………
94
19. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) Pada Proses
Pemanenan…………………………………………………………...
95
20. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) Pada Proses
Pengemasan………………………………………………………….
97
21. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko Pada Proses
Penanaman…………………………………………………………...
100
22. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko Pada Proses
Pemeliharaan…………………………………………………………
101
23. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko Pada Proses
Pemanenan…………………………………………………………...
102
24. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko Pada Proses
Pengemasan………………………………………………………….
103
25. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Penanaman…………………………...
105
26. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan…………………………
106
27. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan…………………………...
108
28. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan………………………….
109
29. Hasil Perhitungan ARP Proses Penanaman………………………….
113
30. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemeliharaan……………………….
115
31. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemanenan………………………….
116
32. Hasil Perhitungan ARP Proses Pengemasan………………………...
117
33. Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko Pada Proses Penanaman………………………...
130
xviii
34. Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko Pada Proses Pemeliharaan………………………
132
35. Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko Pada Proses Pemanenan………………………...
132
36. Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko Pada Proses Pengemasan………………………..
133
37. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses Penanaman...
137
38. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses
Pemeliharaan........................................................................................
138
39. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses Pemanenan...
140
40. / Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses
Pengemasan.........................................................................................
141
41. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) Proses Penanaman…………….
142
42. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) Proses Pemeliharaan…………..
144
43. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) Proses Pemanenan…………….
145
44. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap
Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) Proses Pengemasan……………
146
xix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Data Produksi dan Target Produksi Selada (Kg) Tahun 2017 .................... 5
2. Siklus Manajemen Risiko ........................................................................... 23
3. Struktur Diagram Tulang Ikan Tipe Rangkuman Sebab ............................. 29
4. Struktur Diagram Tulang Ikan (Type Klasifikasi Proses Produksi) ........... 30
5. Struktur Diagram Pareto ............................................................................. 38
6. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 47
7. Skema Operasional Penelitian .................................................................... 48
8. Diagram Tulang Ikan Dugaan Kejadian Risiko Produksi Selada
Hidroponik .................................................................................................. 59
9. Contoh Tabel HOR Fase 1 .......................................................................... 61
10. Model Diagram Pareto Risiko Produksi Selada Hidroponik ...................... 63
11. Logo Produk PT. Kebun Pangan Jaya ........................................................ 68
12. Struktur Organisasi PT. Kebun Pangan Jaya Tahun 2018 .......................... 72
13. Alur Proses Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya ........ 74
14. Identifikasi Sumber Risiko dengan Metode Fish Bone Pada Produksi
Selada Hidroponik PT. Kebun Pangan Jaya ............................................... 80
15. Diagram Pareto Pada Proses Penanaman .................................................... 119
16. Diagram Pareto Pada Proses Pemeliharaan ................................................ 121
17. Diagram Pareto Pada Proses Pemanenan .................................................... 122
18. Diagram Pareto Pada Proses Pengemasan .................................................. 123
xx
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Kuesioner Profil Perusahaan dan Identifikasi Risiko.................................. 162
2. Matriks Instrumen Penelitian ....................................................................... 166
3a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi/Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat Pengaruh
Dampak (Severity) Risiko pada Proses Penanaman ..................................... 171
3b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi/Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat Pengaruh
Dampak (Severity) Risiko pada Proses Pemeliharaan ................................. 174
3c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi/Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat Pengaruh
Dampak (Severity) Risiko pada Proses Pemanenan ...................................... 175
3d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi/Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat Pengaruh
Dampak (Severity) Risiko pada Proses Pengemasan .................................... 176
3e. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Penanaman ......................................................................................... 178
3f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dengan Pengaruh / Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Pemeliharaan..................................................................................... 182
3g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Pemanenan ........................................................................................ 184
3h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Pengemasan ....................................................................................... 186
4a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat Kesulitan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif Penyebab Risiko pada
Proses Penanaman ......................................................................................... 188
xxi
4b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat Kesulitan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif Penyebab Risiko pada
Proses Pemeliharaan..................................................................................... 189
4c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat Kesulitan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif Penyebab Risiko pada
Proses Pemanenan ....................................................................................... 190
4d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat Kesulitan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif Penyebab Risiko pada
Proses Pengemasan ..................................................................................... 191
4e. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi
Pencegahan/Preventif dengan Penyebab Risiko pada Proses
Penanaman .................................................................................................... 192
4f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi
Pencegahan/Preventif dengan Penyebab Risiko pada Proses
Pemeliharaan ................................................................................................. 194
4g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi
Pencegahan/Preventif dengan Penyebab Risiko pada Proses
Pemanenan ................................................................................................... 196
4h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi
Pencegahan/Preventif dengan Penyebab Risiko pada Proses
Pengemasan .................................................................................................. 198
5a. Tabel HOR Fase 1 Proses Penanaman ......................................................... 201
5b. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemeliharaan ...................................................... 202
5c. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemanenan ......................................................... 203
5d. Tabel HOR Fase 1 Proses Pengemasan ....................................................... 204
6a Tabel HOR Fase 2 Proses Penanaman .......................................................... 205
6b Tabel HOR fase 2 Proses Pemeliharaan....................................................... 206
6c Tabel HOR Fase 2 Proses Pemanenan ......................................................... 207
6d Tabel HOR Fase 2 Proses Pengemasan ....................................................... 208
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat di Indonesia saat ini telah paham terhadap pentingnya
mengkonsumsi sayuran. Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat,
dengan semakin majunya pengetahuan dan pemahaman mengenai gizi pangan,
masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi
(Setyaningrum dan Saparinto, 2011:5). Sayuran sangat penting bagi kesehatan dan
kehidupan manusia, karena tanaman sayuran merupakan sumber vitamin dan
mineral (Kanisius, 1992:15). Berdasarkan pengelompokannya sayuran termasuk
ke dalam kelompok hortikultura.
Hortikultura merupakan ilmu yang mempelajari budidaya tanaman
sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan atau tanaman hias. Secara harfiah menurut
Zulkarnain (2009:1) hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan
tanaman kebun. Komoditas hortikultura memiliki ciri-ciri penting, diantaranya
pertama, komoditas hortikultura dipasarkan dalam kondisi segar. Kedua,
komoditas ini mudah rusak, sehingga komoditas ini tidak tahan lama dan harus
segera dipasarkan. Ketiga, komoditas ini diperdagangkan dengan kandungan air
tinggi maka, untuk pengangkutan dan penggudangan memerlukan ruang yang
luas. Keempat, kualitas adalah kata kunci pada komoditas ini, produk hortikultura
yang tidak berkualitas tidak ada harganya (Poerwanto, 2014:4).
Komoditas hortikultura memiliki banyak jenis, diantaranya selada atau
biasa dikenal dengan nama latin Lactuca sativa L. Selada merupakan tumbuhan
2
sayur yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika
(Gardjito, dkk 2015:104). Selada memiliki banyak kandungan yang baik untuk
dikonsumsi. Adapun kandungan yang terdapat di dalam selada dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi yang Terdapat Pada Selada
Nutrisi Satuan Jumlah
Kalsium mg 22,0
Fosfor mg 25,0
Besi mg 1,0
Vitamin A mg 540,0
Vitamin C mg 8,0
Energi kalori 15,0
Protein gram 1,2
Lemak gram 0,3
Karbohidrat gram 9,3
Sumber : Wirakusumah (1999) dalam Poerwanto (2014 : 25-27)
Selada dapat dibudidayakan dalam dua skala yaitu skala usaha kecil dan
skala usaha besar. Skala usaha kecil diusahakan oleh petani yang memiliki lahan
sempit (<1ha), sedangkan skala usaha besar diusahakan oleh perusahaan-
perusahaan yang mampu membudidayakan komoditi selada dengan lahan lebih
dari satu hektar. Perusahaan-perusahaan besar biasanya membudidayakan secara
konvensional, organik maupun hidroponik (Syarieva dkk, 2014:10). Menurut
Herwibowo dan Bundiana (2014:5) saat ini hidroponik berkembang pesat.
Hidroponik merupakan hobi yang menyenangkan menjadikan bisnis yang
menjanjikan. Masih banyak supermarket membutuhkan sayuran hidroponik.
Kebutuhan kafe, restoran dan hotel berbintang akan sayuran segar pun terus
meningkat. Banyaknya masyarakat yang membutuhkan sayuran maka dibutuhkan
3
pula produksi sayuran yang banyak, sehingga dapat memenuhi permintaan
masyarakat. Berikut adalah produksi sayuran menurut provinsi.
Tabel 2. Data Produksi Sayuran Tahun 2013-2016 (Ton)
Provinsi 2013 2014 2015 2016 Rata-Rata
Banten 144.754 249.439 190.054 315.420 224.917
DKI Jakarta 10.456 75.489 23.833 15.046 31.206
Jawa Barat 2.820.645 27.931.304 20.748.961 25.784.137 19.321.262
Jawa
Tengah 2.082.029 4.607.033 6.449.305 7.049.599 5.046.991
Jawa Timur 1.470.682 8.366.485 9.466.604 12.531.157 7.958.732
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2017 (Data Diolah)
Berdasarkan data pada tabel produksi sayuran tahun 2013 hingga 2016
dapat dilihat bahwa provinsi yang paling banyak memproduksi sayuran adalah
provinsi Jawa Barat dengan rata-rata produksi sebesar 19.321.262 ton/tahun.
Banyaknya produksi sayuran di Provinsi Jawa Barat dikarenakan iklim daerah
yang baik untuk ditanami sayuran. Sedangkan DKI Jakarta memproduksi sayuran
paling sedikit, hal tersebut dikarenakan DKI Jakarta tidak memiliki lahan yang
cukup dan kondisi lingkungan yang dekat dengan perkotaan dan aktivitas ibukota.
Provinsi Banten, walaupun dekat dengan aktivitas Ibukota Jakarta dapat
memproduksi sayuran dengan rata-rata sebesar 224.917 ton/tahun.
Salah satu perusahaan yang terdapat di Provinsi Banten adalah PT. Kebun
Pangan Jaya dengan nama brand “Kebun Sayur”. PT. Kebun Pangan Jaya
merupakan perusahaan penghasil sayuran hidroponik dengan metode penanaman
menggunakan metode hidroponik yang didirikan oleh Pak Roni. Berawal dari
hobby yang gemar bergelut di dunia pertanian membuat pak Roni membuka
kebun kecil-kecilan di Kawasan Pamulang-Tangerang Selatan. Pada tahun 2000,
4
kebun milik Pak Roni terus berkembang dengan pesat sehingga membuka
peluang usaha baru. Seiring berjalannya waktu, kebun sayur telah memiliki 3
kebun, yaitu Kebun Sayur Pamulang, Kebun Sayur Ciseeng dan Kebun Sayur
Cipanas.
Kebun Sayur Pamulang sebagai kebun utama dari ketiga kebun tersebut.
Kebun Sayur Pamulang memproduksi sayuran dengan Hidroponik menggunakan
tiga teknik yaitu dengan NFT (Nutrient Film Technique), Irigasi Tetes (substrat)
dan media tanam di Pot. Untuk sistem NFT, Kebun Sayur Pamulang
memproduksi diantaranya Kale Curly, Concord, Kristine, Monday, Romaine,
Butterhead dan Lacarno sedangkan untuk media tanam dengan Pot diantaranya,
Mind, Rosemary, Parsley, Seledri dan untuk sistem substrat yaitu tomat cherry.
Berdasarkan penuturan dari Manager Kebun, Kebun Sayur Pamulang
memproduksi tanaman luar negeri dikarenakan benih luar negeri lebih baik masa
pertumbuhannya dibandingkan benih lokal. Memiliki harga jual yang tinggi
menjadikan salah satu pertimbangan bagi Kebun Sayur Pamulang. Selain itu,
sayuran luar negeri lebih banyak diminati oleh konsumen karena kualitasnya lebih
baik dibandingkan sayuran dalam negeri.
Setiap kegiatan dari suatu usaha pasti memiliki risiko, begitu juga dengan
PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) dalam perjalanan usahanya
mengalami risiko. Melalui observasi dengan Manager Kebun, dalam menjalankan
proses produksinya Kebun Sayur Pamulang sering kali mendapatkan kendala
seperti gagal produksi dan tidak tercapainya produksi menurut target yang telah
5
ditentukan. Gambar 1 menjelaskan produksi dan target produksi selada
hidroponik.
Gambar 1. Data Produksi dan Target Produksi Selada (Kg) tahun 2017 Sumber : Laporan Tahunan PT. Kebun Pangan Jaya (2017), data diolah
Seperti pada Gambar 1 data produksi selada selama 1 tahun pada tahun 2017
terjadi keragaman jumlah produksi yang dihasilkan. Kegagalan produksi yang
paling parah terjadi pada bulan Oktober produksi sebesar 74 Kg dan bulan
Desember yaitu 50 Kg. Kegagalan produksi dan tidak tercapainya target produksi
menyebabkan kerugian pada perusahaan karena tidak dapat memenuhi permintaan
konsumen. Perbedaan target produksi dan produksi yang dihasilkan menimbulkan
selisih yang cukup besar. Berikut Tabel selisih beserta presentase selisih produksi
selada hidroponik di Kebun Sayur Pamulang.
0
100
200
300
400
500
600
Januar
i
Feb
ruar
i
Mar
et
Apri
l
Mei
Juni
Juli
Agust
us
Sep
tem
ber
Okto
ber
Novem
ber
Des
ember
Pro
du
ksi (
Kg)
Produksi
Target
6
Tabel 3. Selisih Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur Pamulang) dalam Kg
Bulan Target Produksi Selisih %Selisih
Januari 500 364 -136 27,2
Februari 500 190 -310 62
Maret 500 346 -154 30,8
April 500 450 -50 10
Mei 500 246 -254 50,8
Juni 500 250 -250 50
Juli 500 233 -267 53,4
Agustus 500 382 -118 23,6
September 500 377 -123 24,6
Oktober 500 74 -426 85,2
November 500 474 -26 5
Desember 500 50 -450 90
Sumber : Laporan Tahunan PT. Kebun Pangan Jaya (2017), data diolah
Berdasarkan data pada Tabel 3 diketahui bahwa target produksi selada
yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 500 kg tiap bulannya, sedangkan
produksi yang dihasilkan oleh Kebun Sayur Pamulang selalu beragam tidak
pernah mencapai target yang ditentukan. Penentuan target produksi yang
ditetapkan oleh perusahaan tidak sembarangan, penentuan tersebut di lihat dari
kapasitas kebun yang dapat mencapai 600 kg setiap bulannya, selain itu dilihat
dari jumlah permintaan konsumen setiap bulannya dapat mencapai 500 kg.
Perusahaan menetapkan persentase kegagalan hanya 10% tetapi yang terjadi,
selisih persentase paling tinggi yaitu mencapai 90%. Menurut penuturan Manager
Kebun, terjadinya fluktuasi produksi Selada Hidroponik di kebun terjadi akibat
beberapa faktor : Cuaca yang berubah-ubah, kesalahan pekerja dan hama penyakit
yang menyerang tumbuhan. Dalam kenyataannya perusahaan telah berusaha
7
untuk menanggulangi hama dan penyakit dengan cara menyemprotkan pestisida,
memasang yellow trap pada tiap greenhouse.
Berfluktuasinya produksi selada hidroponik karena kegagalan produksi
dapat dikurangi atau diperkecil dengan mengetahui sumber dan penyebab risiko
pada saat proses penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pengemasan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka sangat relevan apabila dilakukan penelitian
dengan judul “Analisis Risiko Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur) Pamulang, Tangerang Selatan”
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas perumusan masalahnya adalah sebagai
berikut :
1. Apa saja penyebab dan kejadian risiko produksi Selada Hidroponik yang
dihadapi di Kebun Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya?
2. Bagaimana hasil pengukuran risiko produksi selada hidroponik di Kebun
Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya?
3. Bagaimana hasil pemetaan risiko produksi selada hidroponik di Kebun
Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya?
4. Apa saja strategi penanganan risiko yang preventif untuk mencegah
risiko produksi Selada di Kebun Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan
Jaya?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi penyebab dan kejadian risiko yang timbul pada saat
proses produksi selada hidroponik pada Kebun Sayur Pamulang PT.
Kebun Pangan Jaya
2. Mengukur seberapa besar risiko produksi selada hiroponik pada Kebun
Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya
3. Memetakan risiko produksi selada hidroponik pada Kebun Sayur
Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya
4. Mengetahui Strategi penanganan risiko yang preventif untuk menghindari
risiko produksi Selada di Kebun Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapakan dari dilakukannya penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan, dari penelitian ini perusahaan dapat mengetahui
penyebab risiko yang dapat terjadi pada saat proses produksi dimulai dari
penanaman hingga pengemasan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan dan dapat mengetahui strategi penanganan yamg paling
efektif untuk mencegah risiko produksi selada hidroponik.
2. Bagi Kalangan Akademisi, dapat memberikan manfaat sebagai sumber
untuk penelitian selanjutnya dan sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan terkait dengan risiko produksi selada hiroponik
9
3. Bagi Penulis, dapat memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bagi Pembaca, dapat memberikan informasi pengetahuan di bidang
agribisnis terutama dalam hal risiko produksi selada hidroponik.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Kebun Sayur Pamulang berfokus pada :
1. Kajian masalah yang diteliti difokuskan pada kegiatan risiko produksi
dimulai dari penanaman hingga pengemasan pada Kebun Sayur
Pamulang
2. Penelitian ini diawali dengan mengamati proses produksi selada
hidroponik berdasarkan literatur sehingga dapat mengidentifikasi risiko
yang dapat terjadi pada setiap prosesnya. Alat analisis yang digunakan
adalah diagram tulang ikan untuk mengidentifikasi risiko melalui
observasi. Setelah itu dilakukan pengukuran risiko dengan menggunakan
alat analisis House Of Risk (HOR) Fase 1 dan pemetaan risiko dengan
menggunakan alat analisis diagram pareto. Kemudian dilakukan
pengukuran korelasi antara strategi preventif dengan penyebab risiko
berdasarkan derajat kesulitan, tingkat keefektifan, rasio tingkat
keefektifan dan kesulitan strategi preventif dengan menggunakan alat
analisis HOR Fase 2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Karakterisitik Pertanian Hidroponik
Menurut Herwibowo dan Budiana (2014:20) bahwa hidroponik
merupakan metode berbudidaya secara bersih dan aman yang memiliki prinsip
tidak melibatkan media tumbuh, tetapi merendam akar dalam larutan nutrisi yang
diangin-anginkan. Sedangkan menurut Resh (1998) dalam Poerwanto (2014:121)
hidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman tanpa
menggunakan tanah, tetapi menggunakan media intert seperti gravel, pasir, peat,
vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan larutan hara yang mengandung
semua elemen essensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
normal tanaman. Budidaya hidroponik memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman
dapat dikontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang
tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air
irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat diusahakan terus-menerus
tanpa bergantung oleh musim, serta dapat diterapkan pada lahan yang sempit.
Hidroponik dalam budidayanya memiliki enam metode , diantaranya
adalah Sistem NFT (Nutrient Film Technique), NFT sistem terbuka, Sistem
Fertigasi (fertilizer + drip irrigation), Wick System, Aeroponik, dan Floating
hydroponic :
11
1. Sistem NFT (Nutrient Film Technique)
Nutrient Film Technics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam.
Tanaman ditanam dalam sirkulasi hara tipis pada talang-talang yang memanjang.
Persemaian biasanya dilakukan di atas blok rockwool yang dibungkus plastik.
Sistem NFT pertama kali diperkenalkan oleh peneliti bernama Dr. Allen Cooper
pada tahun 1965. Sirkulasi larutan hara diperlukan dalam teknologi ini dalam
periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen lingkungan
perakaran yang “aqueous” dan “gaseous” yang dapat meningkatkan serapan hara
tanaman (Poerwanto, 2014: 124).
2. NFT Sistem Terbuka
Umumnya metode hidroponik NFT dilakukan di greenhouse. Namun, ada
pula yang tidak memakai greenhouse. Secara prinsip sama, metode hidroponik
sederhana yang bekerja mengalirkan air, oksigen dan nutrisi secara terus-menerus
dengan ketebalan arus sekitar 3 mm. tanaman disangga dengan sedemikian rupa
sehingga akar tanaman menyentuh nutrisi yang diberikan. Rak talang dibuat
miring dengan salah satu sisi lebih tinggi dari sisi lainnya, yaitu sebesar 2-5% dari
panjang alat agar arus dapat mengalir dengan lancar dengan kecepatan debit air 1-
2 liter/menit (Herwibowo dan Budiana, 2014:28).
3. Sistem Fertigasi
Sistem ini merupakan pengembangan dari drip irrigation (irigasi tetes),
tanaman disiram dengan cara meneteskan air. Modifikasinya pada sistem fertigasi,
yaitu tanaman tidak hanya diberi pengairan berupa tetesan air, tetapi air yang
diteteskan juga telah dicampur dengan nutrisi. Dengan teknik fertigasi, biaya
12
tenaga kerja untuk pemupukan dapat dikurangi karena pupuk diberikan bersamaan
dengan penyiraman. Keuntungan lain adalah peningkatan efisiensi penggunaan
unsur hara karena pupuk diberikan dalam jumlah sedikit, tetapi kontinu, serta
mengurangi kehilangan unsur hara akibat pencucian dan denitrifikasi (Herwibowo
dan Budiana, 2014:29).
4. Wick System
Sistem wick dikenal dengan sistem sumbu merupakan metode dalam
bertanam secara hidroponik sederhana. Teknik ini memanfaatkan gaya kapilaritas
pada sumbu untuk mengantarkan air dan nutrisi ke akar tanaman sehingga akar
dapat menyerap unsur-unsur hara yang disediakan. Metode ini sangat mudah
karena pembuatannya tidak membutuhkan peralatan yang banyak (Herwibowo
dan Budiana, 2014:30).
Sumbunya merupakan bagian penting dari sistem ini, karena tanpa
penyerap cairan yang baik, tanaman tidak akan mendapatkan kelembaban dan
nutrisi yang dibutuhkan. Sumbu yang baik, selain sebagai penyerab cairan yang
baik, juga tidak mudah rusak akibat pembusukan (Tallei dkk, 2017:12).
5. Aeroponik
Menurut Poerwanto (2014:123) Aeroponics adalah sistem hidroponik
tanpa media tanam, tetapi menggunakan kabut larutan hara yang kaya oksigen dan
disemprotkan pada zona perakaran tanaman. Perakaran tanaman diletakkan
menggantung di udara dalam kondisi gelap dan secara periodik disemprotkan
larutan hara. Pengabutan ini biasanya dilakukan oleh nozzle setiap beberapa menit
sekali karena akar-akar terekspos di udara seperti pada sistem NFT. Akar-akar
13
bisa cepat mengering jika pengaturan pengabutan terganggu (Herwibowo dan
Bundiana, 2014:31).
6. Floating Hydroponic
Floating Hydroponic System (FHS) merupakan hasil budidaya sayuran
dengan cara menanamkan sayuran pada lubang Styrofoam yang mengapung di
atas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga
akarnya terapung atau terendam dalam suatu bak penampung. Pada sistem ini,
larutan nutrisi tidak disirkulasikan, tetapi dibiarkan pada bak penampug dan dapat
digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu
tertentu (Herwibowo dan Bundiana, 2014:32).
2.2 Karakteristik Selada (Lactuca sativa) Hidroponik
Menurut Syarieva (2014 : 41) Selada Lactuca sativa merupakan tanaman
daerah beriklim tropis maupun sedang. Jenis tanaman hidroponik paling popular
di tanah air iru merupakan tumbuhan asli bagian Timut Laut Tengah. Sejarah
mencatat, selada daun tanpa krop telah ditanam pada zamaan Mesir Kuno sejak
4500 SM. Biji dan daunnya menjadi komiditas penting sebagai bahan pangan dan
penghasil minyak.
Selada yang kaya akan vitamin A dan potassium dibudidayakn dalam suhu
yang relative rendah. Hal tersebut untuk mencegah pertumbuhan mengarah ke
generative. Suhu tinggi diketahui memicu pertumbuhan bunga. Suhu ektrem
dingin pun tidak cocok. Memicu pertumbuhan lambat dan merusak daun tertular.
14
Jenis selada beragam. Pemuliaan tanaman telah melahirkan banyak
varietas baru dengan ukuran lembaran daun lebih besar, rasa dan tekstur lebih
enak, kandungan getah lebih sedikit, masa penundaan desasa lebih panjang, biji
lebih besar, serta beragam bentuk dan warna. Pengelompokkan selada
berdasarkan kelompok kultivarnya yaitu daun longgar (loose leaf), daun
memanjang (romaine atau cos), kepala renyah (crisphead), kepala dengan
susunan daun yang lepas atau kepala mentega (butterhead) yang lebih lembut
dunnya ketimbang kepala renyah, perpaduan antara crisphead dan daun
(summercrisp), batang (stem) dan minyak (oilseed). Dari 7 kelompok itu, hanya 3
yang paling banyak dibudidayakan; daun longgar, kepala renyah, dan
romaine/cos. (Syarieva, 2014 : 42)
Tingkat pH media yang diinginkan kisaran 5,0-6,8 dengan suhu sejuk
sekitar 20oC. Selada termasuk barang perishable atau mudah rusak. Selada banyak
ditemui di rumah makan sebagai pelengkap menu, bahan salad, sup, pengisi
sandwich, hingga garnish atau penghias sajian. (Syarieva,2014:42)
2.2.1 Syarat Tumbuh
Menurut Zulkarnain (2013:101-102) hasil panen yang tinggi dan
berkualitas akan diperoleh apabila selada tumbuh di lingkungan yang memenuhi
syarat tumbuhnya. Suhu kelembaban, pH hingga sinar matahari, dalam sebuah
greenhouse dapat diatur sedemikian rupa dalam sebuah greenhouse yang
dilengkapi teknologi mutakhir. Menurut Syarieva (2014:49-53) Faktor yang
memperngaruhi selada adalah :
15
1. Elevasi
Tekhnik hidroponik dapat diterapkan semua level ketinggian tempat. Yang
dijadikan masalah, apakah jenis tanaman yang dibudidayakan sesuai dengan
ketinggian tempat. Kunto Herwibowo di Ciputat, Tangerang Selatan dan Fenta
Agustri di Surabaya, Jawa Timur misalnya. Sukses menanam didataran
rendah.
2. Lokasi
Bertanam dengan teknik hidroponik dapat dilakukan di banyak lokasi. Pilihan
lokasi dapat dilakukan di luar maupun didalam ruangan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah meletakkan instalansi dengan aman, stabil dan jauh dari
terpaan angina kencang.
3. Sinar Matahari
Sama seperti tumbuhan yang ditanam di lahan, tanaman hidroponik pun
memerlukan cahaya untuk tumbuh normal. Sinar matahari dibutuhkan
tanaman dari segala sisi. Syarat wajib untuk mendorong pertumbuhan tanaman
proporsional dan sehat. Kekurangan cahaya membuat tanaman etiolasi.
Pertumbuhan batang cenderung miring kea rah sinar matahari atau sumber
cahaya.
Penanam hidroponik tanpa atap membuka akses penuh tanaman terhadap sinar
matahari. Namun, apabila intensitas matahari terlalu tinggi, sayuran daun bisa
menjadi pahit. Sebaliknya, bila sinar matahari tak muncul alias mending,
panen bisa mundur satu hari.
16
4. Kelembapan
Kondisi kelembapan ideal untuk pertumbuha tanaman sayuran umumnya
berada pada kisaran 50-80%. Pada kondisi kelembapan lebih tinggi dari angka
optimal, daya serap tanaman memakan nutrisi akan berkurang. Sebaliknya,
pada kelembapan dibawah angka optimal tanaman akan layu.
5. pH
pH nutrisi sangat penting bagi tanaman hidroponik. Nutrisi diserap tanaman
dalam bentuk ion. Angka pH ideal untuk beragam tanaman sayuran dan buah
hidroponik berada pada kisaran 5,5-6,5 dengan suhu nutrisi sekitar 22oC.
peningkatan dan penurunan suhu juga mempengaruhi pH. Siang hari saat
terjadi fotosintesis hidrogen yang terbentuk dapat menyebabkan keasaman
nutrisi meningkat, maka angka pH menurun. Sebaliknya, sore hari ketika
fotosintesis berhenti, respirasi tanaman meningkat karena adanya pemakaian
ion hydrogen. .
2.2.2 Pemeliharaan Produksi Selada
Menurut Zulkarnain (2013:104) untuk tumbuh secara optimal, selada
membutuhkan kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu, suplay air perlu dijaga
dengan baik, terutama areal pertanaman di dataran rendah, di mana suhu udara
cenderung tinggi, dan sering terjadi keterbatasan pasokan air. Kebutuhan air
sangat tinggi di umur 2-4 minggu setelah tanam di lapangan. Meskipun demikian,
ketersediaan air yang berlebihan juga tidak baik untuk pertumbuhan selada karena
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit (terutama busuk) dan penurunan
kualitas hasil.
17
Tindakan pemeliharaan yang lain adalah penyiangan gulma, pengendalian
hama dan penyakit. Penyiangan sudah harus dimulai begitu tanaman memasuki
umur 2 minggu setelah dipindah ke lapangan dan dilakukan dengan interval
seminggu sekali. Penyiangan gulma bertujuan mengurangi persaingan dalam
mendapatkan unsur hara dan air karena selada memiliki sistem perakaran yang
dangkal. Selain itu, menekan serangan hama dan penyakit karena gulma dapat
menjadi inang bagi hama maupun vektor penyakit.
2.2.3 Hama dan Penyakit
Menurut Zulkarnain (2013:105-106) hama-hama yang banyak menyerang
tanaman selada, sebagai berikut :
a. Kutu daun (Myzus persicae). Hama ini menyerang dengan cara menghisap
cairan sel sehingga daun-daun menjadi berkerut dan mengering. Serangan
terhadap tanaman muda dapat mengakibatkan pertumbuhannya kerdil atau
tidak sempurna. Hama ini juga dapat menjadi vector bagi penyebaran
berbagai jenis virus.
b. Ulat grayak (Spodoptera litura). Hama ini menyerang tanaman selada dengan
cara merusak daun hingga berlubang, robek atau terpotong-potong.
c. Thrips (Thrips parvispinus). Hama ini menyerang tanaman dengan cara
menusuk dan menghisap cairan daun. Pada permukaan daun yang diserang
terlihat adanya bintik-bintik kecil berwarna putih bekas tusukan yang
kemudian berubah menjadi cokelat atau kecokelatan. Daun-daun yang cairan
selnya dihisap mengeriput dan melengkung ke atas.
18
d. Kutu daun kapas (Aphis gossypi). Hama ini menyerang tanaman dengan cara
menghisap cairan daun sehingga menjadi keriput dan mengering. Serangan
lebih lanjut dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat
dan dapat berakibat pada kematian tanaman.
e. Ulat tritip (Plutella xylostela). Gejala serangan hama ini terlihat pada
timbulnya jejak-jejak berwarna putih yang merupakan sisa-sisa epidermins
daun karena daging daun (mesofil) habis dimakan ulat.
f. Ulat Tanah (Agriotis ipsilon Hufnagel). Hama ini menyerang bagian pangkal
batang selada sehingga terpotong, yang berakibat pada tanaman roboh dan
mati.
g. Siput (Agriolimax spp ). Selada yang diserang oleh siput daunnya berlubang
tidak merata, selain itu, permukaan daun tanaman dijumpai alur-alur bekas
lender yang diekskresikan oleh siput.
Menurut Zulkarnain (2013:106-107) penyakit-penyakit yang banyak
dijumpai pada tanaman selada diantaranya :
a. Busuk daun (Bremia Lactucae Regel). Ciri-ciri serangan penyakit ini adalah
timbulnya bercak bersudut, berwarna hijau pucat hingga kuning di antara
tulang-tulang daun. Bercak-bercak semakin membesar dan menyatu satu
sama lain, lalu berubah cokelat.
b. Bercak daun (Cercospora longissima (cugini) Traverso). Serangan cendawan
ini pada mulanya dicirikan oleh timbulnya bercak kecil berair (basah) pada
tepi daun. Lama kelamaan bercak-bercak tersebut berkembang makin ke
bagian dalam daun dan bagian yang terserang menjadi kecokelatan.
19
c. Rebah kecambah atau damping off yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani
Kuhn. Cendawan ini menyerang tanaman muda di pembibitan.
d. Busuk basah (Erwinia carotovora). Pada bagian tanaman yang terinfeksi
pada awalnya timbul bercak berair (basah) dan lunak. Selanjutnya bercak
membesar dan membusuk. Pada mulanya jaringan yang membusuk tidak
berbau, namun dengan adanya serangan bakteri sekunder jarring tersebut
mengeluarkan aroma busuk yang khas.
e. Bercak daun (Alternaria brassicae) Serangan cendawan ini dicirikan oleh
terdapatnya bercak-bercak kecil berbentuk bulat konsentris berwarna kelabu
gelap. Bercak tersebut dengan cepat meluas sehingga mencapai diameter
lebih kurang 1 cm.
f. Mozaik selada yang disebabkan oleh Lactuca Mosaik Virus. Virus ini banyak
menyerang tanaman pada stadium bibit dan tanaman muda. Gejala serangan
dicirikan oleh kerdilnya tanaman dan daun-daun mengeriting tidak beraturan
dengan tepi mengerut secara berlebihan. Tanaman menjadi pucat dan
berwarna hijau kekuningan.
2.3 Definisi Produksi dan Masalah Produksi
Menurut Fahmi (2012:2) bahwa produksi adalah sesuatu yang dihasilkan
oleh suatu perusahaan baik berbentuk barang (goods) maupun jasa (services)
dalam suatu periode waktu yang selanjutnya dihitung sebagai nilai tambah bagi
perusahaan. Bentuk hasil produksi dengan kategori barang (goods) dan jasa
(services) sangat tergantung pada kategori aktivitas bisnis yang dimiliki
20
perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan menurut Heizer dan Render (2014:3)
produksi adalah sebuah penciptaan barang dan jasa. Sistem produksi
mengkombinasikan atau menggabungkan dalam proses transformasi komponen-
komponen berupa bahan baku, tenaga kerja, modal dan lainnya dengan suatu cara
pengorganisasian, bertujuan untuk mencapai tujuan akhir yang sama.
Menurut Fahmi (2012:5-6) ada beberapa bentuk masalah yang dihadapi
manajer produksi di masa yang akan datang, yaitu :
1. Harus mampu menciptakan produk yang bisa memuaskan konsumen. Pada
masa yang akan datansikap kritis dan persaingan semakin tinggi sehingga
konsumen betul-betul menginginkan produk yang mampu memberi kepuasan,
sementara pilihan produk yang ditawarkan pasar sangat beragam. Sehingga
seorang manajer produksi dituntut mampu melihat realita serta menerapkan
pada produk ciptaan.
2. Manager produksi harus mengedepankan konsep efisiensi dan efektivitas
dalam pekerjaan. Konsep just in time (JIT) merupakan salah satu rujukan yang
harus diikuti oleh para manajer produksi dalam rangka menghasilkan produk
atau menerima order dengan jangka waktu pengerjaan yang tepat waktu
3. Perubahan teknologi yang begitu tinggi mengharuskan manajer produksi
untuk bisa meng – upgrade secara berkelanjutan terhadap setiap teknologi
yang dimilki, termasuk perubahan dalam menerapkan software dan hardware
yang modern. Dengan begitu alokasi dana untuk pengembangan teknologi
menjadi sangat diperlukan.
21
2.4 Risiko Produksi
Menurut Sosial Ekonomi Environmental (2016:7) risiko produksi harus
berhasil mempertahankan kegiatan operasional atau untuk mendapatkan
keuntungan dari kesempatan diidentifikasi. Risiko produksi diidentifikasi di area
proses yang mempengaruhi volume produksi atau kualitas produk dan pada
akhirnya biaya dan arus pendapatan dari bisnis. Risiko ini sebagian besar
ekonomis tetapi mungkin berkaitan erat dengan risiko non-ekonomi.
2.5 Konsep Risiko dan Manajemen Risiko
Menurut Wastra dan Mahbubi (2013:3) risiko adalah kemungkinan situasi
atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan serta sasaran sebuah
organisasi atau individu. Risiko adalah peluang atau kemungkinan terjadinya
bencana atau kerugian. Sumber risiko, pada umumnya disebabkan oleh adanya
ketidakpastian, sehingga dapat menimbulkan keuntungan (profitability), bahkan
kerugian. Risiko sangat terkait dan banyak digunakan dalam konteks pengambilan
keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu kejadian
buruk akibat suatu tindakan. Makin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian,
makin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu.
Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Hal ini berarti risiko terkait dengan pengambilan
keputusan individu atau pimpinan perusahaan atau organisasi
Menurut Kasidi (2010:5) risiko secara umum dapat dikelompokkan
menjadi:
22
1. Risiko spekulatif (speculative risk) adalah risiko yang mengandung dua
kemungkinan yaitu kemungkinan yang menguntungkan atau kemungkinan
yang merugikan. Risiko ini biasanya berkaitan dengan risiko usaha atau
bisnis. Contoh : perjudian, pembelian saham, pembelian valuta asing, saving
dalam bentuk emas, perubahan tingkat suku bunga perbankan.
2. Risiko murni (pure risk) adalah risiko yang hanya mengandung satu
kemungkinan yaitu kemungkinan rugi saja. Contoh : bencana alam seperti
banjir, gempa, gunung meletus, tsunami, tanah longsor, topan, kebakaran,
resesi ekonomi dan sebagainya.
Menurut Kountur (2008:22) manajemen risiko adalah cara bagaimana
menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-
risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan cara atau langkah yang dapat
dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko dengan cara
meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko adalah untuk
mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju
organisasi bisa dikendalikan. Sedangkan Manajemen risiko menurut Kasidi (2010
:3) merupakan desain prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola
suatu risiko usaha. Keberadaan manajemen risiko merupakan antisipasi atas
semakin kompleknya aktivitas badan usaha atau perusahaan yang dipicu oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.
23
Gambar 2. Siklus Manajemen Risiko Sumber : Djohanputro (2008 :43)
Pelaksanaan manajemen risiko diperlukan adanya keterkaitan antara satu
kegiatan dengan kegiatan lainnya, tahapan tersebut dapat digambarkan pada siklus
manajemen risiko seperti pada Gambar 2 yang terdiri dari lima tahap yaitu :
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko merupakan analisis untuk mengidentifikasi apa saja
risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu mnenghadapi
seluruh risiko tersebut, namun demikian ada risiko yang dominan, ada pula risiko
yang minor. Langkah pertama yaitu dengan melakukan analisis pihak
berkepentingan (stakeholders), pihak berkepentingan seperti pemegang saham,
kreditur, pemasok, karyawan, pemain lain dalam industri, pemerintah,
manajemen, masyarakat dan pihak lain yang berpengaruh terhadap perusahaan.
Langkah kedua yaitu menganalisis dengan menggunakan 7S diantaranya shared
value, strategy, structure, staff skills,system and style (Djohanputro, 2008:43-44).
Identifikasi
Risiko
Pengukuran
Risiko
Pemetaan
Risiko
Model
Pengelolaan
Risiko
Pengawasan dan
Pengendalian Risiko
Evaluasi pihak
berkepentingan
24
Dalam identifikasi risiko tersebut hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
(1) bersifat proaktif, bukan reaktif, (2) mencakup seluruh aktivitas fungsional atau
kegiatan operasional, (3) menggabungkan dan menganalisa informasi risiko dari
seluruh sumber informasi yang tersedia, (4) menganalisa probabilitas timbulnya
risiko serta konsekuensinya ( Wastra dan Mahbubi, 2013:46).
2. Pengukuran Risiko
Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu kuantitas
risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau
eskposur yang rentan terhadap risiko. Sedangkan kualitas risiko terkait dengan
kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi,
semakin tinggi pula risikonya (Djohanputro, 2008:44).
3. Pemetaan Risiko
Perusahaan tidak perlu menakuti semua risiko. Ada risiko yang perlu
mendapatkan perhatian khusus, tetapi ada pula risiko yang dapat diabaikan. Itulah
sebabnya perusahaan perlu membuat peta risiko. Tujuan pemetaan ini adalah
untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan
(Djohanputro, 2008:44).
4. Model Pengelolaan Risiko
Menurut Susilo dan Kaho (2010: 175), perlakuan risiko adalah upaya
untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat mengurangi atau meniadakan
dampak dari kemungkinan terjadinya risiko, kemudian menerapkan pilihan
tersebut. Kountur (2008:120-127) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil dari
25
penilaian risiko dapat diketahui penanganan risiko yang tepat untuk dilakukan.
Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko, yaitu
preventif dan mitigasi:
1) Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini
dilakukan apabila probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko besar.
Strategi ini digunakan untuk risiko yang belum terjadi atau pernah terjadi.
Strategi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur
Risiko ini bisa diperkecil jika aturan dan prosedurnya dibuat (jika belum
ada), atau diperbaiki (jika sudah ada namun belum baik). Risiko-risiko
yang disebabkan oleh manusia dan teknologi dapat diperkecil jika sistem
dan prosedurnya ada dan baik.
b. Mengembangkan sumber daya manusia
Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan pelatihan-
pelatihan baik pelatihan on-the-job atau pelatihan eksternal. Dengan
mengembangkan sumber daya manusia diharapkan kemungkinan
terjadinya risiko dapat diperkecil, terutama risiko-risiko yang disebabkan
oleh ketidak-kompetenan sumber daya manusia.
c. Memasang/Memperbaiki Fasilitas Fisik
Beberapa risiko dapat dihindari kejadiannya atau setidaknya diperkecil
kemungkinan terjadinya dengan memasang (jika belum ada) atau
memperbaiki (jika sudah ada namun belum baik) fasilitas fisik.
26
2) Mitigasi adalah perlakuan risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko.
Strategi ini dilakukan saat sudah terjadinya risiko atau sedang
berlangsungnya sebuah risiko. Bentuk pengurangan risiko ini dapat berupa
pengurangan kemungkinan terjadinya risiko, pengurangan kerugian yang
diakibatkan bila risiko itu terjadi dan diversifikasi risiko (Susilo, 2010:181-
182). Menurut Kountur (2008:130-136), terdapat beberapa cara yang termasuk
ke dalam strategi mitigasi, diantaranya:
a. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan cara menempatkan asset atau usaha di beberapa
tempat sehingga jika salah satu terkena musibah maka tidak akan
menghabiskan seluruh asset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah
satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak
risiko.
b. Penggabungan
Penggabungan merupakan salah satu cara penanganan risiko yang
dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan
dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan yang
melakukan atau akuisisi dengan perusahaan lain.
c. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko
dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini bertujuan untuk
mengurangi kerugian yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Cara ini
dapat dilakukan melalui asuransi, leasing, outsourcing, dan hedging.
27
a) Asuransi: Mengasuransikan harta perusahaan yang dampak risikonya
besar, berarti sudah mengalihkan dampak risiko tersebut kepada pihak
asuransi.
b) Leasing: Cara di mana suatu asset digunakan, tetapi pemiliknya adalah
pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada asset tersebut, maka pemiliknya
yang adalah pihak lain yang menanggung kerugian atas asset tersebut.
c) Outsourcing: Mentransfer kerugian ke pihak lain jika terjadi risiko
dengan cara outsource. Outsource merupakan cara di mana pekerjaan
diberikan ke pihak lain untuk mengerjakan, sehingga kita tidak
menanggung kerugian seandainya pekerjaan yang dilakukan gagal.
d) Headging: Cara pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan
risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian.
5. Monitor dan Pengendalian Risiko
Monitor dan pengendalian risiko penting dilakukan hal tersebut karena (1)
manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan
sesuai dengan rencana; (2) manajemen juga perlu memastikan bahwa model
pengelolaan risiko cukup efektif. Artinya, model yang diterapkan sesuai dengan
pengelolaan risiko dan mencapai tujuan pengelolaan risiko; (3) Karena risiko itu
sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau
perkembangan terhadap kecendrungan-kecendrungan berubahnya profit risiko
(Djohanputro, 2008:45).
Menurut Wastra dan Mahbubi (2013:40) manfaat yang akan diperoleh oleh
perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko, antara lain :
28
1. Pengambilan keputusan dalam perusahaan mempunyai pijakan yang kuat
berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan ketika mengambil keputusan atas
risiko yang terjadi
2. Pedoman bagi perusahaan dalam mengelola risiko, sebagai akibat dari
adanya pengaruh internal dan eksternal perusahaan
3. Mendorong para pengambil keputusan seuai tingkatannya untuk selalu
memaksimalkan kesempatan mendapatkan keuntungan, dengan risiko
sebagai batasan dari tindakan yang dilakukan
4. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko seminimal mungkin yang
dampaknya bagi perusahaan sekecil mungkin
5. Penerapan manajemen risiko mengarah kepada tatakelola perusahaan yang
baik dan benar, serta akan memberikan keamananan dan kenyamanan bagi
para karyawan, pemilik dan pemangku kepentigan lainnya, secara
berkelanjutan.
2.6 Diagram Tulang Ikan (Fishbone)
Menurut Triono (2012:18) diagram tulang ikan merupakan teknik yang
sering digunakan dalam mengidentifikasi masalah (penyebab) dalam manajemen
mutu. Diagram tulang ikan sering juga disebut sebaga ishikawa Diagram yang
ditemukan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1990 dari Universitas Tokyo.
Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004:79) pembuatan diagram tulang ikan ini
bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari
suatu masalah atau penyimpangan (sebagai akibat dari sebab-sebab tersebut di
29
atas). Dengan diketahui hubungan antara sebab dan akibat dari suatu masalah,
maka tindakan pemecahan masalah akan mudah ditentukan, dengan kata lain,
apabila telah diketahui penyebab dari suatu kejadian risiko maka dapat segera
ditentukan strategi atau tindakan penanganan risiko.
Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004:80) dalam pembuatan diagram
tulang ikan, akibat atau permasalahan digambarkan dalam bagian kepala ikan,
sedangkan faktor-faktor penyebab diletakkan sebagai tulang ikan. Terdapat dua
tipe, pertama yaitu pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe
pengelompokkan sebab. Kedua, pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe
proses produksi (Type Klasifikasi Proses Produksi).
Pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe pengelompokkan sebab,
dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut :
Gambar 3. Diagram Tulang Ikan Tipe Rangkuman Sebab Sumber :Kuswandi dan Mutiara (2004 :81)
Pembuatan diagram tulang ikan tipe rangkuman sebab dalam menentukan
permasalahannya digolongkan menjadi beberapa golongan besar. Penggolongan
dalam garis besar faktor-faktor penyebab dimaksud biasanya terdiri atas bahan
Masalah
Cara (method) Manusia (Man)
Lingkungan
(environmen
t)
Alat
(Machine)
Bahan
(Material)
30
(material), alat (machine), manusia (man), cara (method), dan lingkungan
(environment).
Dapat juga penggambaran diagram tulang ikan berdasarkan proses
produksi (Type Klasifikasi proses produksi), dapat dilihat pada Gambar 4:
Gambar 4. Struktur Diagram Tulang Ikan (Type Klasifikasi Proses Produksi) Sumber : Kuswandi dan Mutiara (2004 :81)
Pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe klasifikasi proses
produksi dalam menentukan permasalahannya digolongkan berdasarkan proses
atau alur produksi. Dimana, kejadian yang menjadi masalah ditempatkan pada
bagian kepala ikan, sedangkan proses-proses produksi diletakkan pada bagian
tulang ikan.
Masalah
Proses III
Bahan Proses I
Proses II
Masalah Bahan Proses I Proses II Proses
III
31
Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004:80) manfaat dari proses pembuatan
diagram tulang ikan antara lain :
1. Mengidentifikasi masalah dengan menggunakan logika bagaimana mencari
faktor-faktor penyebab dan hubungannya dengan akibat
2. Diagram ini merupakan alat (pemandu) dalam mendiskusikan identifikasi
masalah secara sistematis
3. Dapat diperoleh kemungkinan penyebab yang sebanyak mungkin yang
menimbulkan suatu akibat (masalah yang sedang dipecahkan)
Menurut Triono (2012:18) ada empat langkah yang dibutuhkan dalam
membentuk diagram tulang ikan, sebagai berikut :
1. Melakukan brainstorming untuk mengenali penyebab dan masalah.
2. Memetakan masalah dan penyebab ke dalam diagram tulang ikan. Masalah
pada kepala ikan dan tulang utama, serta penyebab pada tulang duri yang
lebih kecil.
3. Tanyakan pada setiap masalah, mengapa hal ini terjadi. Jawaban atas hal
tersebut diletakkan pada tulang yang lebih kecil sebagai penyebab.
4. Kumpulkan data atas masalah dan penyebab untuk menentukan frekuensi
kejadian paling tinggi.
2.7 House Of Risk (HOR)
Menurut Ulfah dkk (2016:89) HOR merupakan modifikasi FMEA
(Failure modes and Effect of Analysis) dan model rumah kualitas (House Of
Quality) untuk memprioritaskan sumber risiko mana yang pertama dipilih untuk
32
diambil tindakan yang paling efektif dalam rangka mengurangi potensi risiko dari
sumber risiko. Menurut Pujawan (2007:956) dalam Lutfi dan Irawan (2012:2)
penerapan HOR terdiri atas dua tahap yaitu :
1) HOR Fase 1 digunakan untuk mengidentifikasi kejadian risiko dan agen
risiko yang berpotensi timbul sehingga hasil output dari HOR fase 1 yaitu
pengelompokkan agen risiko ke dalam agen risiko prioritas sesuai dengan
nilai Aggregate Risk Potential (ARP).
2) HOR Fase 2 digunakan untuk perancangan strategi mitigasi yang dilakukan
untuk penanganan agen risiko kategori prioritas. Hasil output dari HOR Fase
1 akan digunakan sebagai input pada HOR fase 2.
2.7.1 HOR Fase 1
Menurut Ulfah dkk (2016:89) HOR Fase 1 merupakan tahapan awal yang
berujuan untuk mengidentifikasi kejadian risiko serta agen risiko yang
menyebabkannya. Dalam proses pengerjannya HOR fase 1 memiliki beberapa
tahap pengerjaan yaitu :
1) Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi pada setiap bisnis proses.
Kemudian mengidentifikasi apa yang kurang/salah pada setiap proses.
Kejadian risiko diletakkan dikolom kiri ditunjukkan sebagai Ei.
2) Memperkirakan dampak dari beberapa kejadian risiko (jika terjadi) dengan
menggunakan Skala Likert. Tingkat keparahan dari kejadian risiko diletakkan
di kolom sebelah kanan dari tabel yang dinyatakan sebagai Si.
33
3) Identifikasi sumber risiko dan menilai kemungkinan kejadian tiap sumber
risiko. Seumber risiko (Risk Agent) ditempatkan dibaris atas tabel dan
dihubungkan dengan kejadian baris bawah dengan notasi Oj.
4) Kembangkan hubungan matriks. Keterkaitan antar setiap sumber risiko dan
setiap kejadian risiko Rij.
5) Hitung kumpulan potensi risiko (Aggregate Risk Potential of Agent j = ARPj)
yang ditentukan sebagai hasil dari kemungkinan kejadian dari sumber risiko j
dan kumpulan dampak penyebab dari setiap kejadian risiko yang disebabkan
oleh sumber risiko j.
Berdasarkan uraian tahap pengerjaan HOR fase 1, maka dapat di buat
tabel model HOR fase 1 seperti tabel berikut :
Tabel 4. Model HOR Fase 1
Risk Agent (Aj) Severity of
Risk Event
(Si)
Bussiness process Risk Event
(Ei) A1 A2 A3 A4 A…
Plan E1
Source E2
Make E3
Deliver E4
Return E…
Occurance of Agent j O1 O2 O3 O4 O…
Aggregrate Risk
Potential j
AR
P1
AR
P2
AR
P3
AR P4 AR P…
Priority Rank of
Agent j
Sumber : Ulfah, dkk (2016:90)
Keterangan :
Ei = Kejadian Risiko (Risk Event)
Aj = Penyebab Risiko (Risk Agent)
Si = Tingkat Dampak (Severity)
Oj = Tingkat Probabilitas (Occurrence)
ARPj = Potensi Risiko Keseluruhan (Aggregate Risk Potensial)
Rank = Peringkat Prioritas Penyebab Risiko
34
Perhitungan nilai ARP dapat menggunakan perhitungan berikut :
ARP j = O j ∑ Si Rij
Keterangan :
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)
Oj = Occurance level of risk (Tingkat kemunculan risiko)
Si = Severity level of risk (Tingkat dampak suatu risiko)
Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko i
Mengadopsi prosedur di atas, maka HOR 1 dikembangkan melalui
langkah-langkah berikut:
1. Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi dalam setiap proses bisnis.
Hal ini dapat dilakukan melalui proses produksi. Kemudian mengidentifikasi,
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam setiap proses tersebut. Ackermann
dkk. (2007) dalam Pujawan dan Geraldin (2009:5) menyediakan cara
sistematis mengidentifikasi dan menilai risiko. Model HOR 1 ditunjukkan
pada Tabel 4, dimana peristiwa risiko diletakan di kolom kiri,
direpresentasikan sebagai Kejadian Risiko (Ei).
2. Menilai dampak (keparahan) dari kejadian risiko tersebut (jika terjadi)
menggunakan Skala Likert (penelitian ini menggunakan skala 1 sampai
dengan 5). Suatu dari setiap peristiwa risiko yang diletakkan di kolom kanan
dari Tabel 4, diindikasikan sebagai Si.
3. Mengidentifikasi agen risiko atau penyebab risiko (Aj) dan menilai
kemungkinan terjadinya setiap agen risiko menggunakan Skala Likert 1
sampai dengan 5, di mana 1 berarti hampir tidak pernah terjadi dan nilai 5
berarti agen risiko hampir pasti terjadi. Di mana Aj ditempatkan pada baris
35
atas tabel dan terjadinya terkait adalah pada baris bawah, dinotasikan sebagai
Oj.
4. Mengembangkan matriks korelasi yaitu hubungan antara masing-masing agen
risiko dan setiap kejadian risiko, menggunakan skala Rij (0, 1, 3, 9) di mana 0
mewakili tidak ada korelasi dan 1, 3, dan 9 mewakili masing-masing, rendah,
sedang, dan korelasi yang tinggi.
5. Menghitung potensi risiko keseluruhan agen j (ARPj) yang ditentukan sebagai
produk dari kemungkinan terjadinya agen risiko j dan dampak agregat yang
dihasilkan oleh peristiwa risiko yang disebabkan oleh agen risiko j seperti
pada persamaan di atas.
6. Prioritas agen risiko menurut potensi risiko agregat mereka dalam urutan
menurun (dari yang bernilai tinggi ke rendah).
2.7.2 HOR Fase 2
Menurut Lutfi dan Irawan (2012:5) HOR Fase 2 merupakan perancangan
strategi mitigasi untuk melakukan penanganan (risk treatment) agen risiko yang
telah teridentifikasi dan berada pada level risiko prioritas. Penerapan HOR fase 2
meliputi beberapa tahap pengerjaan yaitu :
1. Menyeleksi agen risiko mulai dari nilai ARP tertinggi hingga terendah
dengan menggunakan analisis Pareto. Agen risiko yang termasuk kategori
prioritas tinggi akan menjadi input dalam HOR fase ke 2.
2. Mengidentifikasi aksi penanganan risiko yang relevan (PAk) terhadap agen
risiko yang muncul. Penanganan risiko dapat berlaku untuk satu atau lebih
agen risiko. Mengidentifikasi aksi penanganan risiko dapat menggunakan
36
Skala Likert 3, 4 dan 5. Dimana Skala Likert tersebut menunjukkan mudah
atau tidaknya suatu strategi penanganan risiko
3. Pengukuran nilai korelasi antara suatu agen risiko dengan penanganan risiko.
Hubungan korelai terebut akan menjadi pertimbangan dalam menentukan
derajat efektivitas dalam mereduksi kemunculan agen risiko. Pengukuran
nilai korelasi menggunakan skala korelasi yaitu 0,1,3,9 dengan ketentuan 0
(tidak memiliki korelasi), 1 (memiliki korelasi rendah), 3 (memiliki korelasi
sedang) dan 9 (memiliki korelasi tinggi).
4. Mengkalkulasi total efektivitas (TEk) pada setiap agen risiko dengan
menggunakan perhitungan sebagai berikut :
TEk = ∑ ARPj Ejk
5. Mengukur tingkat kesulitan dalam penerapan aksi mitigasi (Dk) dalam upaya
mereduksi kemunculan agen risiko.
6. Mengkalkulasi total efektivitas penerapan aksi mitigasi/ effectiviness to
difficulty of ratio (ETDk) dengan rumus sebagai berikut :
ETDk = TEk /D3
7. Melakukan skala prioritas mulai dari nilai ETD tertinggi hingga yang
terendah. Nilai prioritas utama diberikan kepada aksi mitigasi yang memiliki
nilai ETD tertinggi.
Berdasarkan uraian tahap pengerjaan HOR fase 2, maka dapat di buat tabel
model HOR fase 2 seperti tabel berikut :
37
Tabel 5. Model HOR Fase 2
To be treated Risk Agent
(aj)
Risk Agent (Aj) Aggregate
Risk
Potentials
(ARP)kj PA1 PA2 PA3 PA4 PA5
A1 ARP1
A2 ARP2
A3 ARP3
A4 ARP4
Total effectivineess of
action
TE1 TE2 TE3 TE4 TE5
Degree of difficulty
preforming action
D1 D2 D3 D4 D5
Effectiveness to
difficulty ratio
ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5
Rank of priority R1 R2 R3 R4 R5
Sumber : Ulfah, dkk (2016:91)
Keterangan :
Dk = Degree of Difficulty Performing Action (Tingkat kesulitan aksi preventif)
TEk = Total Efectiveness (Total Keefektifan dan tiap aksi preventif)
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Total Kesulitan dan Keefektifan aksi preventif)
Ejk = Hubungan antara tiap strategi preventif yang dilkaukan dengan tiap agen risiko
PAk = Preventif Action (Strategi preventif yang dilakukan)
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)
2.8 Diagram Pareto
Tisnowati dkk (2008:52) Mendefinisikan diagram Pareto adalah diagram
batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.
Setiap permasalahan diwakili oleh satu diagram batang. Masalah yang paling
banyak terjadi akan menjadi diagram batang yang paling tinggi, sedangkan
masalah yang paling sedikit akan diwakili oleh diagram batang yang paling
rendah. Diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 5.
38
Gambar 5. Struktur Diagram Pareto Sumber : Kuswandi dan Mutiara (2004 : 55)
Menganalisa diagram pareto atau yang biasa disebut dengan diagram
prioritas, digunakan dalam rangka memilih prioritas masalah yang dampaknya
paling besar, yaitu kurang lebih 80%, yang disebabkan oleh kurang lebih 20%
faktor penyebab (Kuswandi dan Mutiara, 2004:50). Diagram pareto dapat
digunakan untuk mencari 20% jenis kasus (misalnya, cacat, keluhan, masalah)
yang merupakan 80% kecacatan dari keseluruhan proses produksi.
Tipe-tipe diagram pareto yang menunjukkan penyebab-penyebab suatu
masalah :
1) Operator : Giliran kerja, kelompok kerja, umur karyawan, pengalaman,
keterampilan
2) Mesin : perlengkapan, peralatan, mesin-mesin, organisasi, instrument
3) Bahan baku : jenis bahan baku, produsen,
4) Metode Kerja : kondisi kerja, order kerja.
Tipe-tipe Diagram Pareto yang menunjukkan akibat suatu masalah :
Tingkat
Persentase
Kumulatif
39
1) Kualitas : Jumlah kerusakan, cacat, kesalahan, keluhan, produk, yang
dikembangkan, perbaikan
2) Biaya : jumlah kerugian, pemborosan biaya, biaya stock, biaya bunga
3) Pengiriman : keterlambatan pengiriman
4) Metode kerja : jumlah kecelakaan kekeliruan kerja
2.9 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang meneliti terkait risiko pada
produk pertanian yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini baik
yang menggunakan metode yang sama maupun berbeda sebagai berikut.
Hafizha (2017) melakukan penelitian berjudul “Analisis mitigasi risiko
produksi susu sapi di Peternakan Mahesa perkasa Farm”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui risiko dan mengetahui cara mitigasi risiko produksi susu sapi
pada Peternakan Mahesa Perkasa Farm. Penelitian ini menggunakan alat analisis
yaitu Diagram Tulang Ikan (Fishbone) untuk menentukan identifikasi risiko yang
mungkin terjadi dan menjadi dasar dalam pembuatan kuesioner, dilanjutkan
dengan House Of Risk Fase 1 untuk mendapatkan nilai ARPj, Diagram Pareto
untuk memetakan risiko dan House Of Risk (HOR) fase 2 untuk menentukan
prioritas aksi mitigasi risiko. Penelitian ini dalam melakukan pengolahan data
menggunakan software Excel 2010. Hasil pada penelitian menunjukkan terdapat 8
kejadian risiko pada tahap pemeliharaan sapi perah, 13 kejadian risiko pada tahap
pemerahan susu sapi dan 3 kejadian risiko pada tahap pengemasan susu sapi dan
teridentifikasi 50 agen atau penyebab risiko secara keseluruhan. Berdasarkan tabel
40
HOR Fase 1 diketahui agen atau penyebab risiko dengan nilai tertinggi yaitu 9
penyebab risiko pada tahap pemeliharaan sapi perah, 17 penyebab risiko pada
tahap pemerahan susu sapi dan 4 penyebab risiko pada tahap pengemasan susu
sapi. Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut, maka diketahui terdapat 21
strategi mitigasi yang dapat direalisasikan untuk mereduksi penyebab risiko
tersebut.
Annisa (2017) melakukan penelitian berjudul “Analisis Risiko Produksi susu
kambing di CV Sawangan Farm Dairy”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi penyebab dan dampak risiko yang terjadi pada produksi susu
kambing dan mengetahui strategi preventif yang tepat untuk menghindari risiko
pada produksi susu kambing di CV Sawangan Farm Dairy. Alat analisis yang
digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode Diagram Tulang Ikan
untuk mengidentifikasi risiko yang mungkin akan terjadi dan dijadikan dasar
dalam pembuatan kuesioner, setelah didapatkan Risk Agent dan Risk Event maka
dilanjutkan dengan metode HOR fase 1 untuk mendapatkan nilai ARPj,
selanjutkan nilai ARPj dari HOR fase 1 dapat diketahui besaran risiko yang dapat
terjadi dilakukan pemetaan dengan metode Diagram Pareto dan House Of Risk
(HOR) fase 2 digunakan untuk menentukan prioritas aksi pencegahan/preventif
risiko. Hasil penelitian ini terdapat 20 penyebab risiko pada proses pemeliaraan
induk, 15 penyebab risiko pada proses pemerahan susu dan 12 penyebab risiko
pada proses penyelesaian dan pengemasan susu. Kemudian terdapat 12 kejadian
risiko pada proses pemelihataan induk, 12 kejadian risiko pada proses pemerahan
susu, serta 8 kejadian risiko pada proses penyelesaian dan pengemasan susu.
41
Berdasarkan tabel HOR Fase 1 diketahui agen atau penyebab risiko dengan nilai
tertinggi yaitu 10 penyebab risiko pada proses pemeliharaan induk, tujuh
penyebab risiko pada proses pemerahan susu dan 6 penyebab risiko pada proses
penyelesaian dan pengemasan susu. Berdasarkan prioritas penyebab risiko
tersebut maka ditentukan 22 strategi preventif yang akan dilakukan.
Sitorus (2011) melakukan penelitian berjudul “Analisis risiko produksi
bayam dan kangkung hidroponik pada parung farm”. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis sumber risiko dan menganalisis manajemen risiko pada
portofolio yang diterapkan untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi oleh
usaha bayam dan kangkung pada Parung Farm. Alat analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif yaitu variance, standar deviasi
dan coefficient. Hasil penelitian ini adalah sumber-sumber risiko pengusahaan
bayam dan kangkung hidroponik pada Parung Farm antara lain kondisi cuaca dan
iklim, hama dan penyakit, kualitas sumber daya alam, input dan kerusakan
peralatan. Berdasarkan analisis risiko pada komoditas tunggal menunjukkan
bahwa bayam memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi daripada kangkung untuk
pendapatan. Hasil analisis diversifikasi pada komoditas bayam dan kangkung
menunjukkan bahwa diversifikasi berhasil menurunkan tingkat risiko walau tidak
untuk semua komoditas. Bayam merupakan komoditas sayuran yang perlu
dikembangkan karena memiliki risiko yang lebih kecil dan permintaan pasar yang
cukup tinggi. Selain itu perusahaan perlu mengadakan manajemen risiko lebih
lanjut untuk cuaca.
42
Eprianda (2017) melakukan penelitian berjudul “Efisiensi dan Analisis
Risiko Budidaya Selada Keriting dan Selada Romaine Hidroponik NFT (Nutrient
Film Technique) di PT. XYZ Provinsi Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis perbedaan efisiensi teknis budidaya selada keriting hijau dan selada
romaine hidroponik NFT pada PT XYZ dan menganalisis perbedaan risiko
budidaya selada keriting hijau dan selada romaine hidroponik NFT pada PT XYZ.
Alat analisis yang digunakan adalah Standar deviasi dan koefisien variasi (CV).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kedua tanaman selada belum efisien
secara produksi antara selada hijau dan selada romaine hidroponik NFT, selada
keriting hijau memiliki tingkat efisiensi yang lebih rendah daripada selada
romaine, tingkat efisiensi selada keriting lebih kecil dibandingkan selada romaine;
(2) risiko produksi selada hijau lebih tinggi dari selada romaine karena ada
penyakit (seperti layu fusarium yang menginfeksi tanaman selada hijau) yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien variasi. Nilai koefisien variasi selada keriting
lebih besar dibandingkan tanaman romaine. Risiko harga pada kedua selada
memiliki tingkat yang rendah. Selada keriting memiliki nilai koefisien variasi
harga lebih rendah dibandingkan selada romaine.
Destiarini (2017) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Risiko Usaha
Sayuran Organik di FAM Organic Tenjolaya Bogor). Penelitian ini bertujuan
memgidentifikasi jenis risiko yang dihadapi FAM Organic Tenjolaya, Mengukur
dan memetakan risiko usaha FAM Organic Tenjolaya, merumuskan strategi
mitigasi risiko yang efektif dalam mengelola risiko di FAM Organic Tenjolaya.
Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan Enterprise
43
Risk Management (ERM). Hasil penelitian ini terdapat 37 jeis risiko dengan risiko
yang paling harus diprioritaskan untuk dikelola adalah ketergantungan key
person. Pengukuran risiko didasarkan pada probabilitas dan dampaknya. Besar
tingkat risiko yang dialami FAM Organic Tenjolaya tercermin pada peta risiko.
Risiko strategik termasuk risiko neglible, undesirable, dan unacceptable. Risiko-
risiko teknis dalam bidang operasional produksi tergolong risiko negligible,
acceptable, dan undesirable.. Risiko reporting termasuk dalam risiko acceptable.
Strategi yang perlu dikembangkan untuk mitigasi risiko yang efektif bagi FAM
Organic Tenjolaya diprioritaskan menangani risiko paling tinggi dahulu,
kemudian ke risiko yang lebih rendah. Strategi mengurangi risiko adalah alternatif
yang paling banyak dilakukan apabila risiko tersebut tidak dapat dihindari atau
ditransfer.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan dan dijadikan
acuan pada penelitian dapat diliat persamaan dan perbedaannya pada Tabel 6.
Tabel 6. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
No Penelitian Persamaan Perbedaan
1 Hafizha (2017) Menggunakan metode
Diagram Tulang Ikan,
Diagram Pareto dan
House Of Risk (HOR)
Pada penelitiannya Hafizha
menggunakan komoditas
Susu Sapi, sedangkan
penelitian ini komoditas
Selada Hidroponik
2 Annisa (2017) Menggunakan metode
Diagram Tulang Ikan,
Diagram Pareto dan
House Of Risk (HOR)
Pada penelitian Annisa
menggunakan komoditas
susu kambing, sedangkan
penelitian ini menggunakan
komoditas Selada
Hidroponik
44
No Penelitian Persamaan Perbedaan
3 Sitorus (2011) Menganalisis Sayuran
Hidroponik
Pada penelitian Sitorus
Menggunakan metode
variance, standar deviasi
dan coefficient, sedangkan
penelitian ini menggunakan
metode Diagram Tulang
Ikan, Diagram Pareto dan
House Of Risk (HOR)
4 Eprianda (2017) Menganalisis Sayuran
Hidroponik
Pada penelitian Eprianda
menggunakan metode
Koefisien Variasi (CV),
Standart Deviasi, sedangkan
penelitian ini menggunakan
metode Diagram Tulang
Ikan, Diagram Pareto dan
House Of Risk (HOR)
5 Destiarini (2017) Menganalisis Sayuran
Hidroponik
Pada Penelitian Destiarini
menggunakan metode
Enterprise Risk
Management (ERM),
sedangkan penelitian ini
menggunakan metode
Diagram Tulang Ikan,
Diagram Pareto dan House
Of Risk (HOR)
2.10 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini membahas mengenai risiko produksi selada hidroponik di
PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang). Selada hidroponik merupakan
produksi utama dalam usaha di PT. Kebun Pangan Jaya. Dalam menjalankan
bisnisnya, PT. Kebun Pangan Jaya dalam memproduksi selada seringkali tidak
mencapai target produksi sehingga dapat diindikasikan PT. Kebun Pangan Jaya
menghadapi risiko dalam setiap proses produksi mulai dari (1) penanaman; (3)
pemeliharaan; (4) pemanenan; (5) pengemasan.
Kemungkinan terjadinya risiko dapat diketahui dengan dilakukan
identifikasi risiko. Untuk mengidentifikasi risiko, peneliti menggunakan Diagram
Tulang Ikan untuk menentukan titik-titik kritis yang dapat menjadi risiko pada
proses produksi selada hidroponik. Setelah teridentifikasi dilanjutkan dengan
pengukuran risiko yaitu menggunakan Skala Likert. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan Skala Likert dengan skala 1 sampai 5, dengan keterangan
(1) sangat rendah, (2) rendah, (3) sedang, (4) tinggi, (5) sangat tinggi. Pengukuran
tersebut dimasukkan ke dalam tabel House Of Risk (HOR) 1dan dihitung nilai
potensi risiko keseluruhan (Aggregate Risk Potential) atau ARPj.
Setelah didapatkan nilai ARPj, maka dilakukan pemetaan untuk
mengetahui penentuan strategi dan pengelolaan risiko dengan menggunakan
diagram pareto. Pengukuran korelasi antara tingkat dampak risiko dengan
frekuensi/peluang terjadinya penyebab risiko dengan menggunakan Skala Likert
yaitu 0, 1, 3,9 dengan keterangan; (0) tidak ada korelasi; (1) korelasi rendah; (3)
46
korelasi sedang; dan (9) korelasi yang tinggi. Pengukuran-pengukuran tersebut
akan dimasukkan ke dalam tabel HOR Fase 2. Sehingga didapatkan prioritas aksi
untuk pencegahan risiko. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat
pada Gambar 6.
47
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Keterangan
= Alur Proses Penelitian
= Input Pengumpulan Data
= Outuput Metode Analisis Risiko
PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur Pamulang)
Alur Proses Produksi Selada
Hidroponik di Kebun Sayur
Pamulang
Diagram Tulang ikan
Mengidentifikasi risiko yang
timbul pada saat proses produksi
selada
Diagram Pareto
Pengukuran Kejadian Risiko
Evaluasi Strategi Risiko
Pemetaan Risiko
Menentukan Strategi Pengelolaan
Risiko
Prioritas Aksi Pencegahan Risiko
Skala Likert
Model HOR2
2
Skala Likert
Model HOR1
1
Produksi yang tidak mencapai
target
48
Gambar 7. Skema Operasional Penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian mengenai analisis risiko produksi selada hidroponik dilakukan
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur). Berlokasi di Komplek Pamulang
Permai II Blok B-3/8-E, Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli –
September 2018.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang menjadi objek pada penelitian ini adalah (1) Identifikasi
Risiko; (2) Identifikasi Frekuensi/Peluang kemunculan penyebab risiko dan
tingkat dampak (Severity) risiko; (3) Korelasi Kemunculan Risiko (Occurrence)
dengan pengaruh/dampak risiko (Severity); (4) Derajat/tingkat kesulitan
tindakan/strategi pencegahan/preventif (5) Korelasi penerapan tindakan strategi
pencegahan/preventif dengan penyebab risiko (6) Pemetaan risiko produksi
menggunakan diagram pareto. Dari ke 6 variabel tersebut didapatkan sub variabel
berupa proses produksi Selada Hidroponik yaitu, (1) Penanaman; (2)
Pemeliharaan; (3) Pemanenan; (4) Pengemasan. Dalam mengukur sub-variabel
yang ada maka diperlukannya parameter dan atribut. Secara rinci dibuat matriks
penelitian pada Lampiran 2. Parameter penelitian didapatkan dari literatur-literatur
seperti buku dan jurnal.
50
3.3 Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data
sekunder baik berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang digunakan
diperoleh dari observasi dan teknik wawancara sistematik. Observasi dilakukan
untuk melihat dan mengamati pelaksanaan aktivitas produksi Selada Hidroponik
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang). Sedangkan wawancara
dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lengkap lagi mengenai objek yang
diamati. Teknik wawancara sistematik yaitu wawancara yang dilakukan dengan
mempersiapkan pedoman tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada
narasumber. Pedoman yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner
Informan pada penelitian ini diperoleh dari Pemilik Kebun, Karyawan produksi,
Manager Kebun, Supervisor Kebun dan Marketing. Data sekunder diperoleh dari
studi pustaka dan literatur-literatur yang mendukung untuk memperkuat teori
sebagai dasar dalam penelitian ini.
Data kualitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah profil
perusahaan PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur), jenis-jenis risiko, penyebab
risiko dan upaya yang digunakan untuk menghadapi risiko dan kendala yang
mungkin terjadi. Sedangkan data kuantitatif yang digunakan diantaranya adalah
nilai tingkat probabilitas risiko, nilai tingkat dampak risiko, nilai tingkat korelasi
risiko, nilai tingkat kesulitan serta nilai tingkat keefektifan upaya penanganan
risiko.
51
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Observasi, Kuesioner, Wawancara dan Studi Pustaka.
3.4.1 Observasi
Observasi dilakukan dengan mengumpulkan data dengan mengamati
kegiatan produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur
Pamulang). Observasi ini bertujuan untuk memperoleh data terkait aktivitas
produksi Selada hidroponik secara langsung.
3.4.2 Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari identifikasi risiko
dan kuesioner penilaian dampak risiko menggunakan metode House Of Risk
(HOR). Kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui risiko apa saja yang
dapat terjadi dalam tahap proses produksi selada hidroponik dan untuk mengukur
nilai prioritas risiko berdasarkan nilai dampak.
Dari Tabel 7 dapat dijelaskan terdapat 21 kuesioner dalam proses
pengumpulan data. Pada tahap pembuatan skema pembuatan HOR fase 1 di mulai
dari kuesioner nomor 1 sampai dengan nomor 11, sesuai dengan proses produksi
selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang).
Kuesioner pertama berisi pertanyaan mengenai profil perusahaan, proses
produksi selada hidroponik terdapat 4 proses yaitu proses penanaman,
pemeliharaan , pemanenan dan pengemasan beserta beberapa risiko yang dapat
terjadi. Hasil dari kuesioner ini kemudian akan dijadikan acuan dalam pembuatan
52
matriks instrument penelitian di mana untuk merumuskan variabel penelitian serta
penentuan penyebab risiko dan kejadian risiko. Berikut adalah beberapa kuesioner
yang digunakan pada penelitian pada Tabel 7 berikut.
53
Tabel 7. Daftar Kuesioner Penelitian
No Jenis Kuesioner Lokasi Tujuan Parameter Atribut
1 Profil Perusahaan dan Identifikasi Risiko Lampiran 1
dan 2
Profil perusahaan,
matriks
instrument
penelitian dan
diagram Fish
Bone
Lampiran 1
2 Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurance) dan Tingkat Pengaruh Dampak
(Severity) Risiko pada Proses Penanaman
Lampiran 3a Skema HOR fase
1
Lampiran 2
Skala Likert :
1 = sangat
rendah
2= Rendah
3 = Sedang
4 = Tinggi
5 = Sangat tinggi
3 Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurance) dan Tingkat Pengaruh Dampak
(Severity) Risiko pada Proses Pemeliharaan
Lampiran
3b
Skema HOR fase
1
4 Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurance) dan Tingkat Pengaruh Dampak
(Severity) Risiko pada Proses Pemanenan
Lampiran 3c Skema HOR fase
1
5 Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurance) dan Tingkat Pengaruh Dampak
(Severity) Risiko pada Proses Pengemasan
Lampiran
3d
Skema HOR fase
1
54
Tabel 7. Lanjutan…
No Jenis Kuesioner Lokasi Tujuan Parameter Atribut
8 Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence)
dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Penanaman
Lampiran 3e Skema HOR fase
1
Lampiran 2
Skala Korelasi
0 = Tidak ada
korelasi
1 = Korelasi/
hubungan rendah
3 = korelasi/
hubungan sedang
9 = korelasi/
hubungan tinggi
9 Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence)
dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Pemeliharaan
Lampiran 3f Skema HOR fase
1
10 Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence)
dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Pemanenan
Lampiran
3g
Skema HOR fase
1
11 Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence)
dengan Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada
Proses Pengemasan
Lampiran
3h
Skema HOR fase
1
13 Rancangan Kuesioner Derajat/ Tingkat Kesulitan
Tindakan/ Strategi Pencegahan /Preventif dengan
Penyebab Risiko yang ada pada Proses Penanaman
Lampiran 4a Skema HOR fase
2
Atas izin
Perusahaan
Skala Likert
3 = Mudah
dijalankan
4 = Sedang
dijalankan
5 = Sulit
dijalankan
14 Rancangan Kuesioner Derajat/ Tingkat Kesulitan
Tindakan/ Strategi Pencegahan /Preventif dengan
Penyebab Risiko yang ada pada Proses Pemeliharaan
Lampiran
4b
Skema HOR fase
2
15 Rancangan Kuesioner Derajat/ Tingkat Kesulitan
Tindakan/ Strategi Pencegahan /Preventif dengan
Penyebab Risiko yang ada pada Proses Pemanenan
Lampiran 4c Skema HOR fase
2
55
Tabel 7 Lanjutan….
No Jenis Kuesioner Lokasi Tujuan Parameter Atribut
16 Rancangan Kuesioner Derajat/ Tingkat Kesulitan
Tindakan/ Strategi Pencegahan /Preventif dengan
Penyebab Risiko yang ada pada Proses Pengemasan
Lampiran
4d
Skema HOR fase
2
18 Rancangan Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan dengan Penyebab
Risiko pada Proses Penanaman
Lampiran
4e
Skema HOR fase
2
Atas Izin
Perusahaan
Skala Korelasi
0 = Tidak ada
korelasi
1 = Korelasi/
hubungan rendah
3 = korelasi/
hubungan sedang
9 = korelasi/
hubungan tinggi
19 Rancangan Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan dengan Penyebab
Risiko pada Proses Pemeliharaan
Lampiran
4f
Skema HOR fase
2
20 Rancangan Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan dengan Penyebab
Risiko pada Proses Pemanenan dan Pengemasan
Lampiran
4g
Skema HOR fase
2
21 Rancangan Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan dengan Penyebab
Risiko pada Proses Pengemasan
Lampiran
4h
Skema HOR fase
2
56
3.4.3 Wawancara
Wawancara dilakukan dengan berkomunikasi dan mengajukan pertanyaan
langsung dengan narasumber yang terlibat dalam kegiatan proses produksi selada
hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang). Instrument yang
digunakan dalam wawancara berupa pertanyaan terstruktur (kuesioner) yang
diajukan kepada narasumber yang terlibat dalam kegiatan proses produksi di PT.
Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang). Adapun yang menjadi narasumber
dalam penelitian ini yaitu Pemilik Kebun, Manager Kebun, Supervisor Kebun,
Pekerja Kebun, dan Sales Marketing.
3.4.4 Studi Pustaka
Studi pustaka dalam penelitian ini bersumber dari literatur-literatur yang
berhubungan dengan topik penelitian, literatur tersebut antara lain buku, jurnal
ilmiah dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.5 Metode Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari kuesioner, perlu dilakukan pengolahan
data. Metode pengolahan data pada penelitian ini diantaranya :
1. Seleksi Data
Seleksi data pada penelitian ini yaitu memilih data yang paling relevan dan
sesuai dengan ketentuan pada penelitian ini, seleksi ini bertujuan untuk
mendapatkan data yang valid. Meskipun dalam hal ini, peneliti mengambil
57
data dari narasumber, tidak menutup kemungkinan bahwa data tersebut tidak
valid karena narasumber tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
2. Tabulasi Data
Data yang didapatkan dari hasil wawancara dan kuesioner kepada narasumber
maka dimasukkan kedalam bentuk tabel. Adanya tabulasi data berguna untuk
memudahkan pengamatan.
3. Coding (Pemberian Kode)
Pada penelitian ini diperlukan adanya coding atau pemberian kode dalam
proses analisis data. Kode merupakan kata pendek yang secara simbolis dapat
meringkas, menangkap inti dari sebuah kata sehingga mendapatkan kata yang
sederhana. Contoh dari coding dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8
dan Tabel 9.
Tabel 8. Pemberian kode dugaan penyebab risiko pada Produksi Selada
Hidroponik
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
A1 Suhu udara melebihi 30oC
A2 Kelembaban udara tinggi
A3 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi
A4 Suhu air melebihi 27oC
A8 Selang Plastik rentan bocor
A5 Tidak ada Yellowtrap pada greenhouse pembibitan
A6 Tidak ada dinding grenhouse
A7 Jarak antar lubang kurang dari 15 cm
A8 Selang Plastik rentan bocor
A9 Setelah benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/ tidak terkena
sinar matahari
A10 Tenaga kerja kurang telaten terhadap pemotongan rockwool
A11 Pemindahan sayuran melewati satu tahap
Sumber : Lampiran 2, Kolom 5
58
Tabel 9. Pemberian Kode dugaan kejadian risiko pada Produksi Selada
Hidroponik
Kode Kejadian Risiko (Risk Event)
E1 Tanaman menjadi layu
E2 Pertumbuhan melambat
E3 Tanaman selada terbakar pada bagian daun
E4 Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi
E5 Tanaman mudah terserang hama dan pathogen
E6 Terdapat mata kodok pada daun selada yang terkena cipratan air
hujan
E7 Tanaman menjadi tumpang tindih
E8 Tanaman selada mengalami stagnant
E9 Selada ikut terpotong ketika proses pemotongan rockwool
E10 Selada terjatuh sehingga dapat mati
Sumber : Lampiran 2, Kolom 4
4. Pengukuran risiko dan efektifitas strategi
Setelah didapatkan data dari penyebaran kuesioner, maka data tersebut diolah
dengan cara menghitung rata-rata dari setiap jawaban narasumber pada setiap
prosesnya. Perhitungan dilakukan dengan bantuan Microsoft excel 2010.
5. Finishing
Finishing merupakan proses akhir dari pengolahan data. Data yang telah
diseleksi, dan dimasukkan kedalam tabulasi data selanjutnya data diolah
dengan menggunakan alat analisis yaitu Diagram Tulang Ikan, House Of Risk
Fase 1, Diagram Pareto dan House Of Risk Fase 2.
59
3.6 Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dengan bantuan Microsoft
excel 2010. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini sebagai
berikut :
3.6.1 Diagram Tulang Ikan
Diagram tulang ikan dapat dibuat dari matriks instrument penelitian.
Matriks instrument penelitian ini akan dijadikan dasar dalam pembuatan diagram
tulang ikan seperti pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8. Diagram Tulang Ikan Dugaan Kejadian Risiko Produksi Selada
Hidroponik Sumber : Herwibowo dan Bundiana (2014 : 44-110)
Dapat dilihat pada Gambar 8, pada bagian kepala diagram tulang ikan
terdapat masalah utama akibat yang ditimbulkan dari risiko produksi selada
hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang). Bagian badan
diagram tulang ikan terdapat sub variabel yaitu proses produksi selada hidroponik
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) yang terdiri atas Penanaman,
60
Pemeliharaan, Pemanenan serta Pengemasan. Kemudian pada masing-masing
diagram tulang ikan terdapat parameter masing-masing proses yaitu kegiatan rinci
produksi selada hidroponik, di mana masing-masing kegiatan tersebut terdapat
titik kritis yang menjadi penyebab atau agen risiko produksi selada hidroponik.
3.6.2 House Of Risk (HOR) fase 1
Analisis pertama yaitu dengan menggunakan metode House Of Risk
(HOR) fase 1, HOR fase 1 digunakan untuk mengetahui nilai potensial risiko
keseluruhan atau Agregate Risk Potential (ARPj). Data peluang penyebab risiko
(Occurrence) dan tingkat dampak kejadian risiko (Severity) beserta data korelasi
antar keduanya yang telah diperoleh dari kuesioner yang terdapat pada Lampiran
3a sampai dengan 3j dimasukkan pada HOR fase 1 yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Pengisian kuesioner menggunakan Skala Likert yaitu dengan
keterangan (1) Sangat rendah; (2) Rendah; (3) Sedang; (4) Tinggi; (5) Sangat
tinggi. Penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) ditempatkan pada sisi atas tabel,
kejadian risiko atau Risk Event (Ei) ditempatkan pada sisi kiri tabel, nilai tingkat
dampak kejadian risiko (Severity) ditempatkan pada sisi kanan tabel, nilai
frekuensi atau peluang penyebab risiko (occurance) diletakkan pada bagian bawah
setelah daftar kejadian risiko, dan nilai korelasi antara frekuensi penyebab risiko
(Aj) dengan kejadian risiko (Ei) ditempatkan pada bagian tengah tabel diantara
peneyebab risiko (Aj) dan kejadian Risiko (Ei). kuesioner diisi oleh narasumber
yang terdiri dari pemilik kebun, kepala kebun, supervisor kebun dan pekerja
kebun. Pada penelitian ini akan dibuat model HOR Fase 1 dari masing-masing
61
proses produksi selada yaitu Penanaman, Pemeliharaan, Pemanenan dan
Pengemasan. Tabel HOR Fase 1 dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Contoh Tabel HOR Fase 1 Proses Penanaman
Perhitungan Severity Of Risk (Si) didapatkan dari perhitungan rata-rata
menggunakan Skala Likert yang telah diisi oleh narasumber pada tabel Risk Event
kuesioner Lampiran 3a sampai 3d . Sedangkan, untuk perhitungan Occurance Of
Agent (Oj) didapatkan dari perhitungan rata-rata menggunakan Skala Likert yang
telah diisi oleh narasumber pada tabel Risk Agent kuesioner Lampiran 3a dan
Lampiran 3d.
3.6.2.1 Aggregate Risk Potential (ARPj)
Aggregate Risk Potential (ARPj) merupakan perhitungan nilai potensi
risiko keseluruhan yang didapat dari perkalian antara tingkat kemunculan risiko j
(Oj) dengan tingkat dampak suatu risiko (Si) dengan hubungan korelasi antara
agen risiko j dengan dampak risiko i (Rij). Adapun perhitungan ARPj yaitu dengan
rumus sebagai berikut :
62
ARP j = O j ∑ Si Rij…………… (1)
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)
Oj = Occurance level of risk (Tingkat kemunculan risiko) yang didapatkan
dari kuesioner Lampiran 3 (a,b,c,d)
Si = Severity level of risk (Tingkat dampak suatu risiko) yang didapatkan dari
kuesioner Lampiran 3 (a,b,c,d)
Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan dampak risiko i yang
didapatkan dari kuesioner Lampiran 3 (e,f,g,h)
3.6.3 Diagram Pareto
Setelah dianalisis menggunakan HOR 1 maka didapatkan nilai ARPj dari
masing-masing penyebab risiko (Aj), selanjutnya dilakukan penyebab kejadian
risiko menggunakan diagram pareto dengan perbandingan 80 : 20. Diagram pareto
dimaksudkan untuk mengetahui penyebab-penyebab risiko yang memiliki
pengaruh besar bagi perusahaan agar dapat menentukan strategi pencegahan
risiko pada masing-masing proses. Penyebab risiko yang memiliki persentase
kumulatif kurang dari atau sama dengan 80% merupakan penyebab yang
memiliki pengaruh yang besar dan akan membuat kerugian bagi perusahaan.
…………… (2)
63
Keterangan :
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) pada masing-
masing penyebab risiko
%Aj = Presentase kumulatif pengaruh penyebab risiko (Aj)
Syarat = Akumulasi penyebab risiko ≤ 80%
Setelah didapatkan presentase kumulatif pengaruh penyebab risiko dari
masing masing risiko maka akan dibuat diagram pareto seperti model yang terlihat
pada Gambar 10.
Gambar 10. Model Diagram Pareto Risiko Produksi Selada Hidroponik
Berdasarkan pada Gambar 9, diagram pareto yang berbentuk batang
melambangkan nilai potensi risiko keseluruhan (ARPj) dari masing-maisng
penyebab risiko (Aj), sedangkan untuk titik hitam menunjukkan presentase
kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj), bagian sisi kiri akan terdapat
angka-angka tingkatan nilai ARPj dan pada sisi kanan akan terdapat angka-angka
presentase kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj).
Nilai ARPj % Kumulatif
Penyebab
Risiko
Produksi
Selada
64
Setelah diketahui penyebab risiko yang paling berpengaruh pada proses
produksi Selada di Kebun Sayur Pamulang maka dilakukan perumusan strategi
pencegahan risiko dengan Bapak Yeng selaku Manager Kebun Sayur Pamulang,
Bapak Roni selaku pemilik PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang),
Bapak Aji selaku pekerja bagian produksi di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur Pamulang) dan Bapak Widy selaku Sales di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang).
3.6.4 House Of Risk (HOR) Fase 2
Alat analisis ketiga yang digunakan penelitian ini adalah House Of Risk
(HOR) fase 2. Setelah didapatkan agent risiko yang paling menjadi masalah pada
risiko produksi selada hidroponik dengan diagram pareto, maka dimasukkan ke
dalam Tabel House Of Risk (HOR) Fase 2. Terdapat beberapa contoh strategi
pencegahan pada bagian atas model untuk mencegah terjadinya penyebab-
penyebab risiko yang memiliki pengaruh besar bagi perusahaan pada bagian kiri
model, pada bagian kanan terdapat nilai potensi risiko keseluruhan masing-masing
penyebab risiko (ARPj), nilai korelasi antara strategi preventif dengan penyebab
risiko pada bagian tengah, serta pada bagian bawah terdapat nilai total keefektifan
dari masing-masing strategi pencegahan (TEk), tingkat kesulitan dari masing-
masing strategi preventif yang akan diterapkan (Dk), rasio keefektifan kesulitan
strategi preventif ETDk dan urutan dari masing-masing rasio keefektifan kesulitan
strategi preventif (Rank). Berikut contoh tabel HOR fase 2.
65
Tabel 10. Contoh model HOR fase 2
Preventive Action (PAk)
Agen Risiko (Aj)
terpilih E1 E2 E3 E… Aggregate Risk
Potential (ARPj)
A1
Korelasi (Ejk)
ARP1
A2 ARP2
A3 ARP3
A… ARP…
Tek TE1 TE2 TE3 TE…
Dk D1 D2 D3 D…
ETDk ETD1 ETD2 ETD3 ETD…
Rank R1 R2 R3 R…
Keterangan :
Aj = Risk Agent (Penyebab risiko yang sangat berpengaruh terhadap perusahaan) yang
diperoleh dari hasil pemetaan diagram pareto 80%
Dk = Degree of Difficulty Performing Action (Tingkat kesulitan strategi preventif) yang
didapatkan dari kuesioner Lampiran 4 (a,b,c,d,e)
TEk = Total Efektiveness (Total Keefektifan dan tiap strategi preventif)
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Rasio keefektivan kesulitan tindakan atau strategi
preventif)
Ejk = Hubungan antara setiap strategi preventif dengan setiap penyebab risiko didapatkan
dari kuesioner yang terdapat pada Lampiran 4 (f,g,h,i,j)
j,i,k = Urutan agen risiko terpilih berdasarkan hasil perhitungan ARP
3.6.4.1 Total Effectiviness (TEk)
Nilai Total keefektifan penerapan strategi didapatkan dari hasil perkalian
antara potensii risiko keseluruhan (ARPj) dengan hubungan antara tiap aksi
preventif dengan tiap agen risiko (Ejk). TEk dapat dirumuskan sebagai berikut :
TEk = ∑ ARPj Ejk
66
Keterangan :
TEk = Total Effectiveness (Total Keefektifan) risiko produksi selada hidroponik
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) risiko produksi
selada hidroponik
Ejk = Hubungan antara tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko pada risiko
produksi selada hidroponik
3.6.4.2 Effectiveness To Difficulty Ratio (ETDk)
Nilai rasio keefektivan kesulitan tindakan atau strategi pencegahan (ETDk)
diperoleh dari hasil bagi nilai total keefektivan setiap strategi pencegahan (TEk)
dengan derajat atau tingkat kesulitan melakukan strategi (Dk). Rumus ETDk
adalah sebagai berikut :
ETDk = TEk /Dk
Keterangan :
ETDk = Efffectiveness To Difficulty ratio (Rasio Keefektivan Kesulitan)
TEk = Total Effectiveness (Total keefektifan dari tiap strategi pencegahan
risiko)
Dk = Tingkat kesulitan untuk melakukan aksi k
Hasi nilai ETDk yang telah didapatkan selanjutnya diurutkan dan ditulis
pada kolom Rank yang menandakan strategi mana yang harus terlebih dahulu
dijalankan untuk mencegah terjadinya kerugian yang ditimbulkan dari penyebab
risiko pada proses produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya di masa
yang akan datang.
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perusahaan
PT. Kebun Pangan Jaya merupakan perusahaan yang memproduksi
sayuran hidroponik yang didirikan oleh Bapak Roni Arifin pada tahun 2017.
Sebelum terbentuknya PT. Kebun Pangan Jaya, Bapak Roni Arifin mendirikan
perusahaan pada tahun 2011 yaitu PT. Kebun Pangan Jaya yang bergerak di
bidang distribusi. Pak Roni selaku pemilik PT. Kebun Pangan Jaya membuka
usaha baru yaitu sayuran hidroponik. Berawal dari hobi yang dijalankan Pak Roni
pada tahun 2007, terus berkembang dengan cepat hingga saat ini. Kebun
hidroponik milik Pak Roni dinamakan dengan brand “Kebun Sayur”. Seiring
berjalannya waktu, Pak Roni ingin Kebun Sayur berdiri sendiri sehingga beliau
membuat perusahaan baru. Pada tahun 2017 perusahaan resmi mendapatkan Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk perusahaan barunya, dengan nama PT.
Kebun Pangan Jaya.
Setelah resmi memiliki perusahaan baru, dalam mempromosikan
produknya untuk lebih luas lagi, perusahaan ini membuat logo baru. Logo sangat
penting bagi perusahaan untuk menunjukkan sebuah brand perusahaan pada tiap
produk yang dikemas. Logo produk seperti pada Gambar 11.
68
Gambar 11. Logo Produk PT. Kebun pangan Jaya
Pada awalnya, budidaya hidroponik hanya memiliki 1 kebun yaitu Kebun
Sayur Pamulang. Namun, karena permintaan yang semakin meningkat, maka
budidaya hidroponik diperluas ke beberapa cabang, diantaranya Kebun Sayur
Ciseeng dan Kebun Sayur Cipanas. Meningkatnya permintaan sehingga Kebun
sayur dapat memasok sayuran hidroponik ke berbagai macam Supermarket, Hotel
dan Restaurant. Berikut adalah Tabel daftar nama perusahaan yang dipasok oleh
Kebun Sayur.
Tabel 11. Perusahaan yang di pasok oleh “Kebun Sayur”
No Nama
Perusahaan Produk
Keterangan
Per Produk Total
1 Ritz-Carlton Herb Basil In Pot 5 pot 25 Pot
Herb Rosemary in pot 6 pot
Herb Mint in pot 6 pot
Herb Seledri in pot 4 pot
Herb Tyme in small pot 4 pot
69
No Nama
Perusahaan Produk
Keterangan
Per Produk Total
2 Grand Lucky Butterhead lettuce 1,25 Kg 20Kg
Tomat cluster 2,5 Kg
endive hydroponik 1,25 Kg
endive organik 1,25 Kg
kale aeroponik 2,5 Kg
kale nero 2,5 Kg
lettuce lacarno 1,25 Kg
lettuce lollorosa 1,25 Kg
lettuce oakleaf 1,25 Kg
lettuce romaine 1,25 Kg
oakleaf green 1,25 Kg
Tomat cherry merah 2,5 Kg
3 Aneka Buana Butterhead pack 1,25 Kg 17.5
Kg Cos romaine maximus pack 2,5 Kg
Endive pack 1,25 Kg
kale curly pack 2,5 Kg
Lollobionda lacarno pack 2,5 Kg
Lollo rossa concorde pack 1,25 Kg
oakleaf green kristine pack 2,5 Kg
oakleaf green/red mondai pack 1,25 Kg
tomat cherry cluster 2,5 Kg
4 Harmoni
Swalayan
Lollobionda lacarno 1,5 Kg 12 Kg
Cos Romaine Maximus 3 Kg
Oakleaf Red Mondai 1,5 Kg
Oakleaf Green Kristine 1,5 Kg
Lollo Rossa Concorde 3 Kg
Kale Curly Pack 1,5 Kg
Tomat Chery 3 Kg
Mint in pot 3 Pot 3 Pot
5 Bandara
Internasional
Soekarno Hatta
Hotel
Kale Curly Pack 1 Kg 11 Kg
lettuce frisse 0,5 Kg
lettuce head/iceberg 1 Kg
lettuce local cos romaine 2,5 Kg
lettuce local lolorossa red 2 Kg
Lettuce Lollorosa Selada hijau 4 Kg
70
No Nama
Perusahaan Produk
Keterangan
Per Produk Total
6 Swiss Bellinn
Kemayoran
Oakleaf Green Kristine 4 Kg 11Kg
Oakleaf Green Monday 4 Kg
Lettuce Romain lokal 3 Kg
7 PT Gelael
Supermarket
cluster cherry tomato 2,5 Kg 10.5
Kg kale siberian 5 Kg
lettuce lollobionda 0,75 Kg
lettuce oakleaf green 0,5 Kg
lettuce lollo rossa 0,5 Kg
lettuce oaklead red 0,5 Kg
lettuce butterhead 0,75 Kg
8 PT Arena
Multiboga Lettuce Lollorosa 10 Kg
10 Kg
9 PT Swalayan
Sukses Abadi
lollobionda lacarno 0,75 Kg 6.25
Kg lettuce oaklead red 0,75 Kg
lettuce cos romaine 0,75 Kg
lettuce lollorosa 0,75 Kg
lettuce oaklead red mondai 0,75 Kg
kale siberian 1,25 Kg
kale curly 1,25 Kg
10 MGH
Dharmawangsa
rommaine 2Kg 6Kg
lacarno 2 Kg
lolorossa 2 Kg
11 Novotel Lettuce Lollorossa 2 Kg 4 Kg
Lettuce Romaine 2 Kg
12 Ambhara Hotel Lettuce Lollorossa 2 Kg 3 Kg
Lettuce Frisse Green 1 Kg
13 Food Hall Tidak ada data
Sumber : PT. Kebun Pangan Jaya Tahun 2018
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa perusahaan yang paling banyak
membeli produk di PT. Kebun Pangan jaya adalah Ritz-Carton dengan total berat
25 Pot dalam sehari. Ritz Carlton banyak menjual kembali produk herbal PT.
Kebun Pangan Jaya di dalam pot, selanjutnya perusahaan yang banyak membeli
produk di PT. Kebun Pangan Jaya adalah Grand Lucky dengan berat 20 Kg dalam
71
sehari. Grand Lucky tidak hanya ada di satu tempat, perusahaan Grand Lucky
mendistribusikan kembali ke cabang-cabang lainnya seperti di Grandlucky
Gandaria, Grandlucky Sudirman. Sedangkan untuk perusahaan yang memasok
paling sedikit adalah Ambhara Hotel sebesar 3Kg dalam sehari. Setiap perusahaan
memiliki permintaan produk yang berbeda-beda, bahkan setiap perusahaan juga
terkadang meminta produk dengan jumlah yang berbeda.
4.2 Visi dan Misi Perusahaan
Pada saat ini PT. Kebun Pangan Jaya belum memiliki visi dan misi yang
tertulis. Perusahaan masih berfokus dalam mengambangkan produk-produk yang
ada dan memaksimalkan kualitas produk, selain itu perusahaan juga masih
berusaha memperbesar daerah distibusi produk hidroponiknya.
4.3 Struktur Organisasi PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)
Struktur organisasi merupakan susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi pada suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan dalam
menjalankan kegiatan operasional. Selain itu struktur organisasi menunjukkan
pola hubungan orang yang mempunyai kedudukan, tugas, wewenang serta
tanggung jawab yang berbeda-beda. Dengan adanya struktur organisasi, suatu
perusahaan dapat berjalan dengan baik dan dapat menjalankan tugasnya masing-
masing dengan jelas dan bertanggung jawab. PT. Kebun Pangan Jaya sudah
memiliki struktur organisasi walaupun masih bersifat sederhana. Adapun struktur
72
organisasi PT. Kebun Pangan Jaya “Kebun Sayur Pamulang”, dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Struktur Organisasi PT. Kebun Pangan Jaya Tahun 2018 Sumber : PT. Kebun Pangan Jaya Tahun 2018
4.4 Produk PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur)
PT. Kebun Pangan jaya mengelompokkan produknya menjadi 4 kelompok
produk sayuran yaitu diantarannya kelompok Lettuce, Non-Lettuce, Sayuran
Buah, dan Herbs. Guna pengelompokkan adalah untuk mempermudah pencatatan
atau pembukuan dalam laporan PT. Kebun Pangan Jaya sehingga lebih terstruktur.
Berikut adalah tabel produk PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur).
PT. Kebun Pangan Jaya memproduksi produknya di 3 tempat berbeda,
Kebun utama yaitu Kebun Sayur Pamulang yang berfokus pada memproduksi
sayuran kelompok selada (lettuce) dan kelompok Herbs. Kebun selanjutnya
adalah Kebun Sayur Cipanas yang memiliki tempat lebih luas dibandingkan
Kebun Sayur lainnya yaitu memproduksi pada sayuran kelompok Lettuce, herbs,
73
Sayuran buah dan non-lettuce. Tetapi pada Kebun Sayur Cipanas, non-lettuce
tidak terlalu banyak jumlah produksinya. Kebun terakhir yaitu Kebun Sayur
Ciseeng yang berfokus pada produksi non-lettuce. Penjelasan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Produk Hasil PT. Kebun Pangan Jaya
Kelompok Jenis Sayuran Lokasi Kebun
Lettuce 1. Lollorosa Concorde
2. Oakleaf Green Oakleaf
3. Lollobionda Lacarno
4. Cos Romaine Maximus
5. Endive
6. Butterhead
7. Oakleaf Red Mondai
Kebun Sayur
Pamulang dan kebun
Sayur Cipanas
Non-Lettuce 1. Kale Siberian
2. Kale Curly
3. Packchoy
4. Kailan
5. Cai Xim
Ksbun Sayur Ciseeng
dan Kebun Sayur
Cipanas
Sayuran Buah 1. Tomat Cherry
2. Tomat Cherry Cluster
3. Zuchini
Kebun Sayur Cipanas
Herbs 1. Basil in Pot
2. Mint in Pot
3. Parsley in Pot
4. Seledri in Pot
5. Herbs Oregano in Pot B
6. Herbs Oregano in Pot K
7. Herbs tarogano in Pot B
8. Herbs tarragon in Pot K
9. Herbs Tyme in Pot B
10. Herbs Tyme in Pot K
Kebun Sayur
Pamulang dan Kebun
Sayur Cipanas
Sumber : PT. Kebun Pangan Jaya, Tahun 2018
74
4.5 Proses Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
Proses produksi PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)
meliputi empat tahap proses produksi yaitu Penanaman, Pemeliharaan,
Pemanenan dan Pengemasan, seperti yang di ada pada Gambar 13. Tiap proses
produksi memiliki peran penting dalam menghasilkan produk selada yang
berkualitas dan memiliki nilai jual tinggi. Segala proses produksi dikerjakan oleh
pekerja yang bekerja di PT. Kebun Pangan Jaya.
Gambar 13 menunjukkan alur proses produksi selada hidroponik di PT.
Kebun Pangan Jaya , di mana alur proses produksi dilambangkan dengan tanda
panah dan proses produksi dilambangkan pada kotak persegi, sedangkan hasil
produksi dilambangkan lingkaran. Proses produksi selada hidroponik di awali
dengan proses penanaman, lalu dilanjutkan dengan proses pemeliharaan, proses
pemanenan dan proses pengemasan, setelah semua proses terlaksana barulah
menghasilkan selada hidroponik yang siap untuk dijual.
Gambar 13. Alur Proses Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
Penanaman
Pemeliharaan
Pemanenan pengemasan
Selada
Hidroponik
Siap dijual
75
Keterangan :
4.6 Produksi Selada Hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur)
kegiatan produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur Pamulang) berawal dari proses penanaman, selanjutnya proses
pemeliharaan, proses pemanenan dan proses pengemasan. Setiap proses tersebut
memiliki aktivitas-aktivitas yang berbeda-beda.
Proses penanaman dimulai dari persiapan instalasi greenhouse dan
membersihkan setiap gully paralon tiap instalansi greenhouse, mengukur
parameter lingkungan, melihat kondisi air dan ketersediaan air, menyiapkan
greenhouse untuk proses produksi, menyiapkan yellowtrap untuk mencegah hama
menyerang tanaman dan mengecek selang drip yang sudah terpasang.
Selanjutnya proses penanaman di PT. Kebun Pangan Jaya dibagi menjadi
3 fase yaitu Fase N1, Fase N2 dan Fase N3. Ketiga fase tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Fase N1 merupakan fase penyemaian benih hingga menjadi bibit yang siap
untuk dibesarkan. Media yang digunakan adalah rockwool. Rockwool
dipotong persegi panjang lalu dilubangi dan benih dimasukkan pada tiap
lubang. Tanaman yang sudah disemai di media tanam rockwool lalu
diletakkan di greenhouse pembibitan terbuka yang terpapar sinar matahari dan
= Alur Proses Produksi
= Proses Produksi
= Hasil Produksi
76
dialiri larutan nutrisi. Sebelum diletakkan di greenhouse, rockwool yang sudah
berisi benih terlebih dahulu direndam air supaya posisi benih tidak berubah
akibat terpaan angin. Aliran nutrisi dimatikan sementara dari pukul 17:00
hingga pukul 08:00 untuk menghindari terjadinya penumpukan lumut.
2. Fase N2 merupakan fase pembesaran bibit yang sudah ditumbuhkan di fase
N1. Sebelum memindahkan bibit dari fase N1 ke fase N2, terlebih dahulu
gully untuk fase N2 dibersihkan. Selain itu, rockwool yang berisi bibit yang
sudah mulai tumbuh dipotong-potong sehingga nantinya setiap lubang tanam
hanya diisi satu bibit selada.
3. Fase N3 adalah fase terakhir dari proses budidaya selada hidroponik.
Persiapan yang dilakukan sebelum memindahkan tanaman dari fase N2 ke
fase produksi hampir sama dengan yang dilakukan sebelumnya. Hanya sedikit
perbedaan pada diameter lubang tanam serta jarak antar lubang yang lebih
besar.
Proses selanjutnya adalah pemeliharaan. Sebenarnya pemeliharaan dapat
menjadi satu kesatuan dengan proses penanaman, karena di proses N1,N2,dan N3
akan dilakukan pemeliharaan seperti pengecekan selang drip, penyiangan gulma,
pencabutan tanaman yang layu agar tidak terkontaminasi dengan tanaman lainnya.
Selanjutnya proses pemanenan. Aktivitas panen pada setiap fase tersebut
dilakukan pada pagi hari atau sore hari, tergantung dari suhu udara di waktu
tersebut. Aktivitas panen tidak boleh dilakukan pada suhu di atas 32 derajat
Celsius. Hal ini dikarenakan sifat tanaman hidroponik yang sensitif terhadap
77
perubahan suhu. Tanaman pada siang hari yang sangat terik akan menjadi layu
seketika maka dari itu pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari
Setiap aktivitas panen, tanaman diangkut menggunakan kontainer.
Terlebih dahulu kontainer dicuci untuk memastikan kebersihannya. Tanaman
diusahakan diletakkan dalam posisi berdiri untuk menghindari terjadinya
kerusakan pada batang atau daun.
Setelah pemanenan selesai selanjutnya adalah proses pengemasan. Proses
pengemasan yang pertama kali dilakukan adalah melakukan sortasi. Daun selada
yang tidak layak untuk di kemas harus dibuang agar tidak mencemari selada
lainnya. Setelah di sortasi lalu dibersihkan bagian rockwoolnya dari kotoran dan
agar tidak menimbulkan bau yang menyengat. Setelah rockwool dibersihkan maka
selada langsung di timbang dan dikemas dengan menggunakan plastik yang sudah
disediakan oleh perusahaan. Setelah selesai dikemas maka kemasan berisikan
selada di beri label. Karena selada memiliki banyak jenisnya sehingga perlu di
berikan label agar konsumen mengetahui jenis selada yang dikonsumsi. Setelah
selesai sambil menunggu mobil pengangkutan datang, produk selada yang sudah
dikemas diletakkan diruangan pendingin.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN RISIKO
5.1 Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko menjadi langkah awal untuk menganalisis risiko yang
akan terjadi. Pada penelitian ini, identifikasi risiko yang dilakukan berdasarkan
literatur seperti buku-buku serta berdasarkan pengamatan yang dilakukan saat
proses produksi di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) dimulai dari
proses penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pengemasan. Identifikasi risiko
dilakukan dengan menggunakan diagram tulang ikan, diagram atau fish bone
seperti pada Gambar 14.
Bagian pangkal badan tulang ikan terdapat sub variabel pada penelitian
yaitu proses produksi selada hidroponik yang berada di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang) diantaranya penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pengemasan. Kemudian pada masing-masing tulang merupakan kegiatan yang
menjadi bagian dari masing-masing proses produksi selada hidroponik. Di mana
pada masing-masing tulang tersebut terdapat titik kritis yang menjadi penyebab
atau agent risiko dari proses produksi selada hidroponik, diantaranya sebagai
berikut :
1. Pada proses penanaman terdapat enam kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi selada hidroponik
diantaranya parameter lingkungan, pentingnya air, greenhouse pembibitan, rak
pembesaran, penyemaian benih, dan pemindahan sayuran ke fase lain.
79
2. Pada proses pemeliharaan terdapat tiga kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi selada hidroponik
diantaranya pengecekan selang drip, penyiangan gulma dan pencabutan
tanaman layu.
3. Pada proses pemanenan terdapat tiga kegiatan yang menjadi tempat terjadinya
titik kritis penyebab atau agen risiko produksi selada hidroponik diantaranya
standar kualitas, waktu dan cara panen dan pendinginan sayuran.
4. Pada proses pengemasan terdapat tiga kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi selada hidroponik
diantaranya mempertahankan kualitas, pembersihan dan penyimpanan.
Pada bagian kepala tulang ikan terdapat akibat yang ditimbulkan dari
kemungkinan penyebab atau agen risiko yang terjadi yaitu kejadian risiko
produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang).
80
Gambar 14. Identifikasi Sumber Risiko dengan Metode FishBone pada produksi Selada hidroponik PT. Kebun Pangan Jaya Sumber : Lampiran 2
81
5.1.1 Identifikasi Kejadian Risiko
Berdasarkan kejadian risiko yang dilakukan dengan metode fish bone
pada setiap proses produksi selada hidroponik diketahui titik kritis dari masing-
masing proses. Titik kritis dari masing-masing proses yaitu terdapat 23 kejadian
risiko atau Risk Event (Ei) yaitu 10 Kejadian risiko pada proses penanaman, 4
kejadian risiko pada proses pemeliharaan, 4 kejadian risiko pada proses
pemanenan dan 5 kejadian risiko pada proses pengemasan.
5.1.1.1 Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Penanaman
Pada proses penanaman terdapat 10 kejadian risiko atau Risk Event (Ei).
Kejadian risiko pada proses penanaman terdapat pada Tabel 13.
Tabel 13. Daftar kejadian risiko atau Risk Event (Ei) pada proses penanaman :
Area Kode Risk Event (Ei)
Penanaman E1 Tanaman menjadi layu
E2 Pertumbuhan melambat
E3 Tanaman selada terbakar pada bagian daun
E4 Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi
E5 Tanaman mudah terserang hama dan
pathogen
E6 Terdapat mata kodok pada daun selada yang
terkena cipratan air hujan
E7 Tanaman menjadi tumpang tindih
E8 Tanaman selada mengalami stagnant
E9 Selada ikut terpotong ketika proses
pemotongan rockwool
E10 Selada terjatuh sehingga dapat mati
Pada proses penanaman terdapat 10 kejadian risiko. Dapat dilihat pada
Tabel 13. Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko adalah sebagai
berikut :
82
1. Tanaman menjadi layu
Pada proses penanaman perlu diperhatikan suhu lingkungan, suhu di PT.
Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) melebihi 30oC setiap harinya,
hal tersebut membuat sayuran menjadi layu pada siang hari, beberapa selada
akan mulai mengembang kembali pada sore hari tetapi terdapat juga selada
yang tetap layu karena efek suhu yang terlalu tinggi.
2. Pertumbuhan melambat
Kelembaban udara yang terlalu tinggi membuat tanaman selada hidroponik
tidak dapat tumbuh dengan baik, pertumbuhan menjadi lebih lambat dari
sebelumnya. Seharusnya sesuai dengan waktu panen, tetapi pada waktu panen
tanaman selada belum tumbuh membesar.
3. Tanaman selada terbakar pada bagian daun
Pada Kebun Sayur Pamulang, memiliki intensitas cahaya yang terlalu tinggi
sehingga tanaman selada sangat rentan terbakar pada bagian daunnya,
sehingga banyak tanaman selada yang terbakar/gosong sehingga dapat
mempengaruhi kualitas selada yang ada di Kebun Sayur Pamulang.
4. Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi
tanaman tidak mau menyerap air nutrisi apabila suhu air nutrisi yang terlalu
panas sehingga tanaman tidak mampu untuk menyerap dengan baik, hal
tersebut mempengaruhi kualitas tanaman selada hidroponik.
5. Tanaman mudah terserang hama dan pathogen
Tanaman sayuran sangat digemari oleh hama dan rentan terhadap penyakit.
Apabila dalam satu lingkungan terdapat hama dan penyakit akan mudah
83
mencemari ke tanaman lainnya. Begitu pula dengan selada hidroponik yang
mudah terkena hama dan penyakit apabila greenhouse tidak memiliki dinding
greenhouse agar hama dan penyakit tidak masuk dan menyerang tanaman
selada hidroponik.
6. Terdapat mata kodok pada daun selada yang terkena cipratan air hujan
Mata kodok pada daun selada hidroponik sering kali terjadi, apabila hujan dan
sedang musim penghujan sering daun selada terkena cipratan air hujan
sehingga menimbulkan penyakit yaitu penyakit mata kodok. Hal tersebut
membuat kualitas selada menjadi jelek karena terdapat mata kodok berwarna
hitam bulat pada daun selada.
7. Tanaman menjadi tumpang tindih
Tanaman selada hidroponik harus memiliki ruang lebih agar dapat tumbuh
membesar dengan baik, tanaman menjadi tumpang tindih apabila jarak antar
tanaman terlalu dempet, normalnya jarak antar lubang ke lubang lain yaitu
25cm untuk talang pembesaran, sehingga tanaman tidak tumpang tindih dan
dapat tumbuh membesar dengan baik.
8. Tanaman selada mengakami stagnant
Selada hidroponik memiliki fasenya masing-masing, sehingga apabila selada
dalam masa penanamannya tidak sesuai fase yang ada maka selada akan
mengalami stagnant, dimana selada menjadi berhenti untuk tumbuh karena
mengalami stress atau tidak dapat beradaptasi dengan baik. Hal tersebut dapat
terjadi karena nutrisi yang akan diserap tanaman berbeda-beda tiap fasenya.
84
9. Selada ikut terpotong ketika proses pemotongan rockwool
Selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya menggunakan media tanam
yaitu rockwool, rockwool yang sudah diisi dengan benih kemudian dipotong
menggunakan penggaris besi saja. Apabila proses pemotongan dilakukan
secara asal dan tidak diperhatikan dengan baik maka daun selada atau batang
selada bisa ikut terpotong.
10. Selada terjatuh sehingga dapat mati
Potongan-potongan bibit selada akan segera di letakkan kedalam lubang gully,
apabila tenaga kerja tidak cekatan dalam memasukkan bibit selada ke dalam
gully maka akan membuat bibit selada terjatuh tanpa disadari oleh tenaga
kerja. Terjatuhnya selada atau masuknya selada ke dalam gully paralon akan
membuat selada busuk karena terkena air dan mati.
5.1.1.2 Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Pemeliharaan
Pada proses pemeliharaan terdapat 4 kejadian risiko atau Risk Event (Ei).
Kejadian risiko pada proses pemeliharaan terdapat pada Tabel 14.
Tabel 14. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) pada Proses Pemeliharaan
Area Kode Risk Event (Ei)
Pemeliharaan E11 Tanaman kekurangan nutrisi menjadi kerdil
E12 Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh
lumut, Tanaman kekurangan nutrisi
E13 Hama dan penyakit bersarang di gulma
E14 Hama dan penyakit menular ke tanaman
lainnya
85
Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko sebagai berikut :
1. Tanaman kekurangan nutrisi menjadi kerdil
Tanaman hidroponik dienal dengan budidaya tidak menggunakan media tanah,
hidroponik menggunakan media selain tanah dan dialiri air 24 jam dengan air
nutrisi. Apabila tanaman tidak dialiri air selama 24 jam maka akan
mempengaruhi masa pertumbuhan selada hidroponik. Sehingga berpotensi
tanaman selada menjadi kerdil.
2. Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh lumut, tanaman kekurangan
nutrisi
Selada hidroponik sangat membutuhkan nutrisi yang ada dalam lubang gully
paralon, lubang gully yang dialiri air akan melembabkan paralon dan
berpotensi terdapat lumut didalam lubang gully paralon, sehingga air nutrisi
yang mengairi selada hidroponik akan terhambat oleh lumut. Lumut rentan
masuk juga pada selang drip yang menjadi penghubung perairan.
3. Hama dan penyakit bersarang di gulma
Hama dan penyakit mudah sekali menyerang sayuran hidroponik, begitu juga
selada hidroponik. Hama dan penyakit dapat mudah masuk kedalam kebun
apabila terdapat gulma yang berada disekitar kebun baik didalam kebun
maupun diluar kebun.
4. Hama dan Penyakit menular ke tanaman lainnya
Peran pekerja hidroponik sangat penting untuk melihat tanaman yang terkena
hama dan penyakit karena hal itu dapat mempengaruhi tanaman lainnya,
pengaruh yang didapatkan tanaman lainnya adalah tanaman menjadi mudah
86
rusak atau tanaman menjadi ikut mati. Maka apabila salah satu tanaman
terkena hama atau penyakit, maka harus segera diambil dan dibuang.
5.1.1.3 Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Pemanenan
Tabel 15. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) pada Proses Pemanenan
Area Kode Risk Event (Ei)
Pemanenan E15 Tanaman selada akan mudah sobek daunnya
E16 Selada yang tidak layak panen akan
mempengaruhi selada lainnya apabila
dikemas
E17 Kualitas selada tidak baik
E18 Selada menjadi cepat busuk karena terjadi
respirasi
Pada proses pemanenan terdapat 4 kejadian risiko. Dapat dilihat pada
Tabel 15. Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko sebagai berikut :
1. Tanaman selada akan mudah sobek
Perlu diperhatikan dalam memanen dan menata selada hidroponik kedalam
container atau box sterofoam, penataan yang salah akan mempengaruhi
kualitas selada hidrponik, selada hidroponik akan kotor dan akan mudah sobek
apabila asal dalam mengambil selada hidroponik.
2. Selada yang tidak layak panen akan mempengaruhi selada lainnya apabila
dikemas
Dalam mengemas selada hidroponik harus diperhatikan baik-baik kualitas tiap
selada, apabila selada yang kualitasnya kurang baik dicampur dengan
kualitasnya baik, maka selada yang kualitasnya tidak baik akan mempengaruhi
kualitas selada yang baik menjadi tidak baik. Maka diperlukan adanya grading
dan sortasi.
87
3. Kualitas selada tidak baik
Kualitas sangat penting bagi masyarakat yang mengkonsumsi sayuran
hirdoponik, apabila kualitas tidak baik maka konsumen enggan membeli
kembali sayuran ditempat yang sama. Box container sebagai wadah dalam
memanen selada hidroponik apabila tidak dicuci dengan bersih maka akan
mengakibatkan selada hidroponik menjadi ikut kotor dan mempengaruhi
kualitas selada, umur selada yang belum cukup untuk dipanen apabila dipanen
duluan maka rasa dan kualitasnya akan berbeda dibandingkan umur selada
yang sudah mencapai masa panennya.
4. Selada menjadi cepat busuk karena respirasi
Selada akan mengalami respirasi yang sangat cepat apabila selada yang
sehabis dipanen dalam keadaan masih panas cuacanya lalu langsung dikemas
akan membuat selada menjadi cepat busuk. Maka dari itu, selada seharusnya
diletakkan ditempat yang dingin terlebih dahulu sebelum dilakukan proses
pengemasan.
5.1.1.4 Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Pengemasan
Pada proses pengemasan terdapat 6 kejadian risiko. Dapat dilihat pada
Tabel 16. Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko sebagai berikut :
88
Tabel 16. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (Ei) pada Proses Pengemasan
Area Kode Risk Event (Ei)
Pengemasan E19 Tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1
kemasan
E20 Selada menjadi rusak saat dikemas
E21 Masih terdapat kotoran atau daun yang
busuk/terbakar di daun selada
E22 Selada menjadi mudah busuk/lembek
E23 Selada menjadi tidak segar dan mudah layu
1. Tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1 kemasan
Satu kemasan seharusnya berisikan selada yang setara atau hampir serupa
ukurannya. Hal tersebut agar selada menjadi lebih bagus dilihat konsumen dan
tidak terlalu penuh sehingga dapat membuat selada menjadi rentan rusak
didalam kemasan.
2. Selada menjadi rusak saat dikemas
Daun selada rentan rusak apabila tidak diperlakukan dengan baik. Dalam
melakukan proses pengemasan diperlukan adanya ketelitian dalam
memasukkan selada kedalam kemasan. Apabila pekerja asal memasukkan
maka daun selada akan mudah rusak di dalam kemasan.
3. Masih terdapat kotoran atau daun yang busuk/terbakar di daun selada
Kotoran yang terdapat di daun selada ataupun rockwool harus dibersihkan
hingga bersih. Karena apabila masih terdapat kotoran di daun selada atau daun
yang busuk/terbakar maka akan mempengaruhi kualitas selada lain dalam satu
kemasan.
89
4. Selada menjadi mudah busuk/lembek
Daun selada hidroponik yang sangat rentan untuk busuk perlu diperhatikan
oleh pekerja yang bekerja di proses pengemasan. Selada hidroponik tidak
boleh terkena air pada bagian daunnya, apabila daun selada terkena cipratan
air maka daun selada akan lembab dan menjadi lembek atau mudah busuk
sebelum sampai ke tangan konsumen.
5. Selada menjadi tidak segar dan mudah layu
Selada yang selesai dikemas akan dimasukkan kedalam ruangan pendingin
agar selada tetap segar sebelum didistribusikan. Apabila ruangan pendingin
tidak terlalu dingin maka akan mempengaruhi sayuran selada hidroponik
menjadi mudah layu dan tidak segar.
5.1.2 Identifikasi Penyebab Risiko
Berdasarkan proses produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
terdapat 26 penyebab risiko, diantaranya 11 Penyebab risiko pada proses
penanaman, 4 penyebab risiko pada proses pemeliharaan, 6 penyebab risiko pada
proses pemanenan dan 5 penyebab risiko pada proses pengemasan.
5.1.2.1 Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Penanaman
Pada penanaman terdapat 11 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 18 menjelaskan 11 penyebab risiko yang
terjadi pada proses penanaman, di mana tiap masing-masing penyebab risiko
diberikan kode dimulai dari A1 hingga A11.
90
Tabel 17. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses Penanaman
Area Kode Risk Agent (Aj)
Penanaman A1 Suhu udara melebihi 30oC
A2 Kelembaban udara tinggi
A3 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi
A4 Suhu air melebihi 27oC
A8 Selang Plastik rentan bocor
A5 Tidak ada Yellowtrap pada greenhouse
pembibitan
A6 Tidak ada dinding grenhouse
A7 Jarak antar lubang kurang dari 15 cm
A8 Selang Plastik rentan bocor
A9 Setelah benih disemai tidak diletakkan
ditempat teduh/ tidak terkena sinar matahari
A10 Tenaga kerja kurang telaten terhadap
pemotongan rockwool
A11 Pemindahan sayuran melewati satu tahap
Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko adalah sebagai
berikut :
1. Suhu udara melebihi 30oC
Suhu udara di Kebun Sayur Pamulang melebihi 30oC, suhunya dapat
mencapai 31oC- 35
oC. Suhu udara yang terlalu tinggi dapat membuat daun
selada hidroponik menjadi layu, selain itu daun selada juga dapat terbakar
karena panasnya cuaca di Daerah Pamulang.
2. Kelembaban udara tinggi
Kelembaban udara yang terlalu tinggi saat musim penghujan membuat
lingkungan sekitar greenhouse rentan dimasuki oleh hama dan membuat
selada menjadi tidak tumbuh dengan baik.
91
3. Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi
Intensitas cahaya yang terlalu tinggi di Daerah Pamulang membuat tanaman
jadi mudah terbakar dan membuat tanaman selada memiliki kualitas yang
buruk, selain itu intensitas cahaya yang terlalu tinggi membuat tanaman selada
menjadi mati.
4. Suhu air melebihi 27oC
Suhu lingkungan yang terlalu tinggi akan mempengaruhi suhu air yang sudah
tercampur dengan nutrisi untuk dialirkan ke tiap instalasi greenhouse. Apabila
suhu terlalu tinggi maka tanaman selada tidak mampu menyerap air nutrisi
dengan baik sehingga pertumbuhan selada pun akan terhambat.
5. Selang plastik rentan bocor
Selang drip berguna untuk menyalurkan air nutrisi dari bak penampungan ke
setiap gully paralon. Selang drip di PT. Kebun Pangan Jaya “Kebun Sayur
Pamulang” rentan sekali bocor sehingga dapat membuang-buang nutrisi yang
ada.
6. Tidak ada yellow trap pada greenhouse
Yellow trap berguna untuk menarik perhatian serangga yang masuk ke
greenhouse sehingga dapat memperangkap serangga dengan lem yang
terdapat di yellow trap. Greenhouse pembibitan di PT Kebun Pangan Jaya
“Kebun Sayur Pamulang” tidak memiliki yellow trap, sehingga serangga yang
masuk kedalam greenhouse langsung menyerang selada hidroponik yang
masih berumur seminggu.
92
7. Tidak ada dinding greenhouse
Pembuatan greenhouse diantaranya agar terhindar dari hama, penyakit dan
cipratan air hujan. Dalam pembuatan greenhouse lebih baik menggunakan
greenhouse tertutup yang memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar
tidak terkena cipratan air hujan ketika musim penghujan. Cipratan air hujan
tersebut akan membuat daun selada memiliki mata kodok.
8. Jarak antar lubang kurang dari 15cm
Jarak antar lubang gully seharusnya sebesar 20 cm untuk rak pendewasaan,
sedangkan di PT Kebun Pangan Jaya hanya sebesar 15 cm. hal tersebut dapat
menyebabkan selada hidroponik menjadi tumpang tindih. Tumpang tindihnya
daun selada mengakibatkan daun selada menjadi lembab dan tidak segar serta
mudah menularkan penyakit.
9. Setelah Benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/tidak terkena sinar
matahari
Benih yang telah disemai sebaiknya diletakkan ditempat teduh/ tidak terlalu
terkena sinar matahari. Karena apabila benih yang baru disemai diletakkan
ditempat yang terbuka dan terkena paparan sinar matahari membuat benih
tersebut tidak dapat berkecambah, selain itu akan mudah terkena hama dan
penyakit. Sehingga benih yang tumbuh tidak maksimal dan banyak yang mati
10. Tenaga kerja kurang telaten terhadap pemotongan rockwool
Pemotongan rockwool perlu diperhatikan karena apabila dalam pemotongan
rockwool dilakukan dengan asal maka akan membuat selada hidroponik ikut
terpotong.
93
11. Pemindahan sayuran melewati satu tahap
Pemindahan sayuran di PT. Kebun Pangan Jaya sering kali tidak sesuai
pedoman dalam pemindahan sayuran yaitu dengan loncat atau melewati satu
fase. Hal tersebut akan membuat tanaman mengalami stagnant karena
perbedaan yang terlalu jauh. Tanaman yang mengalami stagnant akan terhenti
pertumbuhannya karena mengalami stress atau tidak dapat beradaptasi dengan
baik apabila tidak sesuai fase yang telah ditentukan perusahaan.
5.1.2.2 Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan
Pada pemeliharaan terdapat 4 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 menjelaskan 4 penyebab risiko yang
terjadi pada proses pemeliharaan, di mana masing-masing penyebab risiko
diberikan kode dimulai dari A12 hingga A15.
Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko sebagai berikut :
1. Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari
Tanaman selada sangat membutuhkan nutrisi agar selada dapat menyerap
nutrisi dan tumbuh dengan baik. Apabila aliran air nutrisi dimatikan maka
selada akan kekurangan nutrisi.
2. Tenaga kerja kurang melakukan control selang drip sehingga terdapat lumut
Selang drip harus di cek secara berkala agar terhindar dari lumut yang dapat
mengganggu proses jalannya aliran air nutrisi. Maka diperlukan adanya
pekerja yang rajin dan disiplin.
94
3. Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi gulma
Hama akan mudah masuk ke dalam greenhouse apabila terdapat gulma yang
banyak. Tenaga kerja yang lalai dalam melakukan tugasnya, tidak melakukan
sanitasi gulma, maka akan memancing hama masuk ke dalam lingkungan
greenhouse.
4. Pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena hama
dan penyakit
Tanaman selada yang rentan terkena hama dan penyakit harus diperhatikan
dan dipelihara dengan baik dan benar. Apabila salah satu selada dalam satu
instalasi terdapat hama atau penyakit maka harus segera dibuang agar tidak
menularkan ke tanaman selada lainnya.
Tabel 18. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses Pemeliharaan
Area Kode Risk Agent (Aj)
Pemeliharaan A12 Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari
A13 Tenaga kerja kurang melakukan control
selang drip sehingga terdapat lumut
A14 Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi
gulma
A15 Tenaga kerja kurang memperhatikan adanya
tanaman yang rusak atau terkena penyakit
5.1.2.3 Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan
Pada proses pemanenan terdapat 6 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 19. Masing-masing penyebab risiko
95
diberikan kode dimulai dari A16 hingga A21. Adapun keterangan dari masing-
masing penyebab risiko sebagai berikut :
Tabel 19. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses Pemanenan
Area Kode Risk Agent (Aj)
Pemanenan A16 Tataletak pemanenan dilakukan dengan
wadah akar berada di bawah
A17 Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan
kualitas selada
A18 Banyak daun selada berwarna hitam
A19 Umur selada yang belum mencapai 42-45
hari dipanen
A20 Wadah panen tidak bersih dari kotoran
A21 Hasil tidak langsung di letakkan di ruang
pendingin dengan suhu 12oC
1. Tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah akar menghadap ke bawah
Tataletak pemanenan di PT. Kebun Pangan Jaya diletakkan dengan wadah
akar berada di bawah, saat selada dipanen maka selada diletakkan di
boxcontainer, tataletak yang salah akan mengakibatkan risiko. Tataletak
tersebut sangat rentan daun selada sobek atau rusak pada saat proses
pengambilan kembali untuk dikemas. Sehingga diperlukan adanya perubahaan
tataletak yang diletakkan ke dalam wadah atau box container.
2. Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas selada
Dalam melakukan proses pemanenan, pekerja memerlukan pengetahuan lebih
terkait selada yang baik dan berkualitas. Tetapi, tidak adanya SOP tertulis
dalam menentukan kualitas selada membuat pekerja hanya mengingat dengan
ingatan yang ada sehingga terkadang melakukan pemanenan yang asal
96
sehingga selada yang seharusnya belum dipanen atau tidak layak dipanen
tetapi tetap dipanen.
3. Banyak daun selada berwarna hitam
Banyak daun selada yang berwarna hitam karena terbakar oleh sinar matahari
atau suhu yang terlalu panas sangat rentan bagi daun selada menjadi terbakar.
Selada yang memiliki daun terbakar tersebut terkadang di panen oleh pekerja
bahkan ikut di kemas sehingga akan mempengaruhi kualitas selada.
4. Umur selada yang belum mencapai 42-45 hari dipanen
Umur selada yang belum mencapai 42-45 hari terkadang sudah dipanen hal
tersebut dapat mempengaruhi kualitas selada. Terkadang umur yang belum
cukup panen tetap dipanen dikarenakan faktor sebelumnya yaitu loncatnya
proses pemindahan selada hidroponik.
5. Wadah panen tidak bersih dari kotoran
Wadah panen atau box container harus bersih dari segala jenis kotoran yang
ada, karena itu akan mempengaruhi kualitas selada. Apabila kotoran tersebut
terkena daun selada maka perlu dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu,
sedangkan daun selada yang dicuci sangat rentan untuk layu sebelum sampai
ke tangan konsumen.
6. Hasil panen tidak langsung diletakkan di ruang pendingin dengan suhu 12oC
Hasil panen yang baik yaitu setelah selesai dipanen sebaiknya diletakkan di
tempat yang dingin terlebih dahulu sebelum dikemas. Karena suhu
sebelumnya yang terlalu tinggi sehingga apabila langsung di kemas akan
mempengaruhi kualitas selada saat dikemas.
97
5.1.2.4 Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan
Pada proses pengemasan terdapat 5 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses Pengemasan
Area Kode Risk Agent (Aj)
Pengemasan A21 Tidak ada proses grading
A22 Pekerja lalai dalam melakukan proses
pengemasan
A23 Pekerja kurang membersihkan daun selada
dan rockwool saat pencucian
A24 Daun selada terkena air pada saat pencucian
rockwool
A25 Menggunakan ruang ber AC dengan suhu
>16oC
Tabel 20 menjelaskan 5 penyebab risiko yang terjadi pada proses
pengemasan, dimana masing-masing penyebab risiko diberikan kode dimulai dari
A21 hingga A25. Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko sebagai
berikut :
1. Tidak ada proses grading
Proses grading sangat dibutuhkan untuk mengemas selada hidroponik menjadi
lebih menarik dan lebih tertata rapih. Apabila tidak ada proses grading maka
selada memiliki perbedaan ukuran dan tidak bagus saat dikemas.
2. Pekerja lalai dalam melakukan proses pengemasan
Dalam melakukan proses pengemasan diperlukan ketelatenan dan kecepatan
pada saat mengemas selada hidroponik. Pekerja yang lalai dan terburu-buru
pada saat mengemas akan membuat selada menjadi tidak berkualitas. Pekerja
98
yang lalai tidak memperhatikan adanya selada yang tidak layak dikemas tapi
tetap dikemas maka akan mempengaruhi selada lainnya dalam satu kemasan.
3. Pekerja kurang membersihkan daun selada dan rockwool saat pencucian
Selada yang tidak bersih dari kotoran akan membuat selada menjadi cepat
busuk begitu juga pada rockwool yang kurang bersih dan tidak benar dalam
membersihkan selada akan terkesan kotor dan menimbulkan bau yang
menyengat
4. Daun selada terkena air pada saat pencucian rockwool
Selada hidroponik tidak boleh di cuci atau tidak diperkenankan terkena air.
Pada saat pencucian rockwool terkadang daun selada ikut terkena air sehingga
apabila tidak segera ditiriskan maka daun selada akan mudah busuk atau
lembek setelah dikemas.
5. Menggunakan ruang ber AC dengan suhu >16oC
Penyimpanan selada hidroponik yang sudah dikemas harus segera diletakkan
ke dalam ruangan pendingin, ruangan pendingin yang baik adalah ruangan
dengan suhu yang dingin dan sejuk dengan suhu 160C. sedangkan di PT.
Kebun Pangan Jaya hanya menggunakan ruangan ber AC terkadang kurang
sejuk bagi selada hidroponik.
5.2 Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang) terdiri atas pengukuran tingkat dampak kejadian risiko
atau Severity (Si), tingkat kemunculan agen atau penyebab risiko Occurrence (Oj),
99
tingkat korelasi antara penyebab risiko dengan kejadian risiko dan
mengakumulasikan dengan perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP).
5.2.1 Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko
Pengukuran tingkat dampak kejadian risiko atau Severity digunakan untuk
menyatakan seberapa besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko
terhadap proses produksi yang ada di perusahaan. Nilai severity tertinggi berarti
memiliki dampak besar bagi perusahaan yaitu 4.00-5.00, Nilai severity sedang
berarti memiliki dampak tidak begitu besar bagi perusahaan yaitu 2.67-3.67,
sedangkan nilai severity terendah yang berarti memiliki dampak kecil bagi
perusahaan yaitu 1.00-2.33. Adapun nilai Severity dapat dilihat pada Lampiran
3a,b,c dan d
5.2.1.1 Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Penanaman
Pengukuran tingkat dampak kejadian risiko pada proses penanaman yang
berdasarkan Skala Likert 1 sampai dengan 5 menghasilkan data seperti Tabel 21.
Kejadian risiko pada Tabel 21 menjelaskan kejadian risiko yang memiliki nilai
Severity tertinggi adalah 4,00 dianggap memiliki dampak besar bagi perusahaan
yaitu terdapat mata kodok pada daun selada yang terkena cipratan air hujan.
Kemudian kejadian risiko dengan nilai Severity terendah adalah 1.67 dianggap
memiliki pengaruh dampak terkecil adalah tanaman tidak dapat menyerap nutrisi.
Kejadian risiko terdapat mata kodok pada daun selada sering sekali terjadi
di usaha budidaya sayuran hidroponik, baik berupa sayuran selada maupun
sayuran lainnya seperti bayam, kale, kangkung, ataupun sawi. Mata kodok pada
100
daun selada merupakan penyakit jamur/cendawan Cercospora longissima yang
tumbuh akibat daun basah lebih dari 8 jam. Kejadian tersebut dianggap
berdampak besar bagi perusahaan karena membahayakan tanaman lainnya yang
dapat ikut tertular.
Tabel 21. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Penanaman
Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si
E1 Tanaman menjadi layu 3.67
E2 Pertumbuhan melambat 2.00
E3 Tanaman selada terbakar pada bagian daun 3.00
E4 Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi 1.67
E5 Tanaman mudah terserang hama dan pathogen 2.33
E6
Terdapat mata kodok pada daun selada yang terkena cipratan
air hujan 4.00
E7 Tanaman menjadi tumpang tindih 3.00
E8 Tanaman selada mengalami stagnant 2.67
E9 Selada ikut terpotong ketika proses pemotongan rockwool 2.67
E10 Selada terjatuh sehingga dapat mati 2.33
Sumber : Lampiran 3a
5.2.1.2 Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Pemeliharaan
Pengukuran tingkat dampak kejadian risiko pada proses pemeliharaan
yang berdasarkan Skala Likert 1 sampai dengan 5 menghasilkan data seperti Tabel
22. Kejadian risiko pada Tabel 22 menjelaskan kejadian risiko yang memiliki nilai
Severity tertinggi yaitu 3.33 dianggap memiliki dampak besar bagi perusahaan
adalah hama dan penyakit menular ke tanaman lainnya. Kemudian kejadian risiko
dengan nilai Severity terendah yaitu 1.33 dianggap memiliki pengaruh dampak
terkecil adalah Hama dan penyakit bersarang di gulma.
101
Kejadian risiko terdapat hama dan penyakit menular ketanaman lainnya
merupakan kejadian risiko yang memiliki dampak besar bagi perusahaan, adanya
hama dan penyakit yang muncul di satu tanaman apabila tidak dipertahikan atau
tidak segera ditangani akan menular ketanaman lainnya. Beberapa hama yang
sering ada di tanaman selada hidroponik diantaranya kutu daun, ulat grayak dan
thrips. Sedangkan penyakit yang sering ada di tanaman selada hidroponik adalah
bercak daun (Cercospora longissima), busuk basah (Erwinia carotovora) dan
mozaik selada. Sedangkan kejadian risiko yang memiliki severity rendah yaitu
hama dan penyakit bersarang di gulma jarang terjadi di Kebun Sayur Pamulang,
sehingga tidak menimbulkan dampak besar bagi perusahaan.
Tabel 22. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Pemeliharaan
Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si
E11 Tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman mati
atau kerdil 1.67
E12 Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh lumut,
tanaman kekurangan vitamin 1.67
E13 Hama dan penyakit bersarang di gulma 1.33
E14 Hama dan Penyakit menular ke tanaman lainnya 3.33
Sumber : Lampiran 3b
5.2.1.3 Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Pemanenan
Pengukuran tingkat dampak kejadian risiko pada proses pemeliharaan
yang berdasarkan Skala Likert 1 sampai dengan 5 menghasilkan data seperti pada
Tabel 23. Kejadian risiko pada Tabel 23 menjelaskan kejadian risiko yang
memiliki nilai Severity tertinggi yaitu 3.67 dianggap memiliki dampak besar bagi
102
perusahaan. Terdapat 2 Kejadian tertingi yaitu Tanaman saat diambil akan mudah
sobek daunnya dan selada menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi. Kemudian
kejadian risiko dengan nilai Severity terendah yaitu 2.33 dianggap memiliki
pengaruh dampak terkecil adalah kualitas selada tidak baik.
Kejadian risiko tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya
merupakan kejadian risiko memiliki dampak terbesar bagi perusaahaan. Sobeknya
daun akan membuat daun selada menjadi tidak segar dan menjadi mudah busuk.
Hal tersebut membuat kualitas selada menjadi buruk dan menimbulkan kerugian
bagi perusaahaan karena tidak dapat dijual ke konsumen. Sehingga diperlukan
kehati-hatian dalam mengambil tanaman selada saat sedang proses pemanenan.
Tabel 23. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Pemanenan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Si
E14 Tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya 3.67
E16
Selada tidak layak panen akan mempengaruhi selada lainnya
apabila dikemas 2.67
E17 Kualitas selada tidak baik 2.33
E18 Selada menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi 3.67 Sumber : Lampiran 3c
5.2.1.4 Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Pengemasan
Pengukuran tingkat dampak kejadian risiko pada proses pemeliharaan
yang berdasarkan Skala Likert 1 sampai dengan 5 menghasilkan data seperti pada
Tabel 24. Kejadian risiko pada Tabel 24 menjelaskan kejadian risiko yang
memiliki nilai Severity tertinggi yaitu 3.33 dianggap memiliki dampak besar bagi
perusahaan. Terdapat 2 kejadian risiko tertinggi yaitu tanaman menjadi tidak jelas
103
isi dalam 1 kemasan dan selada menjadi rusak saat dikemas. Kemudian kejadian
risiko dengan nilai Severity terendah yaitu 1.00 dianggap memiliki pengaruh
dampak terkecil bagi perusahaan. Terdapat 1 kejadian risiko terendah yaitu selada
menjadi tidak segar sehingga mudah layu.
Kejadian risiko tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1 kemasan
merupakan merupakan kejadian risiko yang memiliki dampak besar bagi
perusahaan, apabila tidak ada proses grading kemasan selada tidak bagus untuk
dilihat dan sulit untuk dijual. Perbedaan ukuran juga mempengaruhi kualitas yang
ada di dalam kemasan. Selain itu kejadian risiko yang memiliki dampak besar
lainnya adalah selada menjadi rusak saat dikemas. Tumbuhan selada sangat rentan
rusak apabila dilakukan pengemasan secara terburu-buru atau asal. Tumbuhan
selada yang rusak saat dikemas akan membuat selada menjadi mudah busuk dan
tidak segar. Rusaknya tanaman selada saat dikemas dapat ditandai dengan ciri-ciri
seperti patah pada bagian daun, daun menggulung dan patah pada bagian batang
selada.
Tabel 24. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses
Pengemasan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Si
E19 Tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1 kemasan 3.33
E20 Selada menjadi rusak saat dikemas 3.33
E21 Masih terdapat kotoran atau daun yang busuk/terbakar di
daun selada 2.00
E22 Selada menjadi mudah busuk/lembek 2.67
E23 Selada menjadi tidak segar sehingga mudah layu 1.00 Sumber : Lampiran 3d
Berdasarkan pengukuran tingkat dampak kejadian risiko pada proses
penanaman hingga proses pengemasan terdapat 1 kejadian risiko yang memiliki
104
nilai severity tertinggi 4.00 dianggap memiliki pengaruh besar bagi perusahaan
yaitu (1) terdapat mata kodok pada daun selada yang terkena cipratan air hujan
terdapat pada proses penanaman. Kemudian pengukuran tingkat dampak kejadian
risiko proses penanaman hingga proses pengemasan terdapat 1 kejadian risiko
dengan nilai severity terendah 1.00 dianggap memiliki pengaruh dampak terkecil
yaitu selada menjadi tidak segar sehingga mudah layu terdapat pada proses
pengemasan.
5.2.2 Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko
Pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan penyebab risiko
dengan menggunakan nilai Occurrence (Oj). Nilai Occurrence adalah penilaian
tingkat probabilitas atau peluang munculnya penyebab risiko yang telah
teridentifikasi. Nilai Occurrence menyatakan seberapa besar peluang kemunculan
penyebab risiko dan menyebabkan suatu risiko. Skala yang digunakan untuk
mengukur tingkat kemunculan penyebab risiko yaitu menggunakan Skala Likert
1 sampai dengan 5. Nilai occurrence tertinggi berarti memiliki dampak besar bagi
perusahaan yaitu 4.00-5.00, Nilai occurence sedang berarti memiliki dampak
tidak begitu besar bagi perusahaan yaitu 2.67-3.67, sedangkan nilai occurence
terendah yang berarti memiliki dampak kecil bagi perusahaan yaitu 1.00-2.33
5.2.2.1 Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko pada Proses Penanaman
Hasil analisis pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan
penyebab risiko pada proses penanaman dapat dilihat pada Tabel 25.
105
Tabel 25. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Penanaman
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj
A1 Suhu udara melebihi 30oC 4.00
A2 Kelembaban udara tingi 2.33
A3 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi 2.33
A4 Suhu air melebihi 27oC 4.00
A5 Selang plastik rentan bocor 3.00
A6 Tidak ada Yellow Trap pada greenhouse 2.33
A7 Tidak ada dinding greenhouse 3.33
A8 Jarak antar lubang kurang dari 15cm 2.33
A9
Setelah benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/tidak
terkena sinar matahari 1.33
A10 Tenaga kerja kurang telaten terhadap pemotongan rockwool 3.33
A11 pemindahan sayuran melewati satu tahap 3.33
Sumber : Lampiran 3a
Hasil pengukuran pada Tabel 25 menjelaskan tingkat probabilitas
kemunculan penyebab risiko tertinggi 4.00 pada proses penanaman yaitu suhu
udara melebihi 30oC, suhu air melebihi 27
oC. Sedangkan tingkat probabilitas
kemunculan penyebab risiko terendah 1.33 pada proses penanaman yaitu Setelah
benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/tidak terkena sinar matahari.
Peluang kemunculan penyebab risiko tertinggi yaitu terkait pada suhu
udara dan suhu air yang tinggi. Walaupun tanaman selada dapat tumbuh di daerah
beriklim panas, tetap saja tanaman selada perlu diperhatikan lebih agar tidak
terjadi gosong pada bagian daun selada dan tidak layu parah pada siang hari akibat
suhu udara yang terlalu tinggi, selain itu suhu udara yang tinggi akan
mengakibatkan air nutrisi ikut panas sehingga tanaman selada tidak mampu
menyerap air nutrisi dengan baik. Selada akan tumbuh dengan baik dan
berkualitas apabila berada di suhu rendah atau dingin. Sedangkan penyebab risiko
106
setelah benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/tidak terkena sinar matahari
memiliki nilai peluang kemunculan penyebab risiko terendah karena di Kebun
Sayur Pamulang walaupun tidak semua benih tumbuh menjadi bibit tapi 80%
akan tumbuh sehingga dianggap tidak terlalu mempengaruhi kemunculan
terjadinya risiko produksi selada.
5.2.2.2 Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang kemunculan Penyebab
Risiko pada Proses Pemeliharaan
Hasil analisis pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan
penyebab risiko pada proses pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj
A12 Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari 2.00
A13
Tenaga kerja kurang melakukan kontrol selang drip sehingga
terdapat lumut 3.00
A14 Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi gulma 1.33
A15
Pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau
terkena penyakit 3.67
Sumber : Lampiran 3b
Hasil pengukuran pada Tabel 26 menjelaskan tingkat probabilitas
kemunculan penyebab risiko tertinggi 3.67 pada proses pemeliharaan yaitu
pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena penyakit.
Sedangkan tingkat probabilitas kemunculan penyebab risiko terendah 1.33 pada
proses pemeliharaan yaitu tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi gulma.
Tingkat peluang kemunculan penyebab risiko pada proses pemeliharaan
tertinggi yaitu Pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau
107
terkena penyakit. Pada pembahasan sebelumnya yaitu pada Tabel 21 dan Tabel 22
disebutkan bahwa tanaman selada ataupun tanaman lainnya apabila terkena hama
dan penyakit sudah pasti akan menular ke tanaman lainnya apabila tidak segera
dicabut. Maka apabila pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak
atau terkena penyakit akan menimbulkan tanaman lainnya ikut terkena penyakit
tersebut. Sedangkan penyebab risiko pekerja malas dalam melakukan sanitasi
gulma memiliki nilai peluang kemunculan terendah karena pekerja di Kebun
Sayur Pamulang selalu memperthatikan dan memangkas gulma yang ada di dalam
Kebun.
5.2.2.3 Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko pada Proses Pemanenan
Hasil analisis pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan
penyebab risiko pada proses pemanenan dapat dilihat pada Tabel 27. Hasil
pengukuran pada Tabel 27 menjelaskan tingkat probabilitas kemunculan
penyebab risiko tertinggi 4.33 pada proses pemanenan yaitu pemanenan dilakukan
dengan wadah akar menghadap ke bawah semua. Sedangkan tingkat probabilitas
kemunculan penyebab risiko terendah 1.33 pada proses pemanenan yaitu wadah
panen tidak bersih dari kotoran.
Tingkat peluang kemunculan risiko pada proses pemanenan tertinggi
adalah Tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah akar berada di bawah.
Tataletak pemanenan yang baik sebaiknya dilakukan secara horizontal atau posisi
tanaman selada berbaring. Kebanyakan perusahaan lain melakukan hal seperti itu
karena akan memperkecil adanya risiko tanaman selada rusak seperti daun selada
108
sobek akibat kesalahan pekerja dalam mengambil tanaman selada yang akan di
kemas. Sedangkan wadah panen tidak bersih dari kotoran memiliki nilai peluang
kemunculan terendah hal tersebut karena di Kebun Sayur Pamulang wadah panen
selalu bersih dari kotoran atau dicuci terlebih dahulu sebelum melakukan proses
pemanenan.
Tabel 27. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj
A16
Tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah akar berada di
bawah 4.33
A17 Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas selada 3.67
A18 Banyak daun selada berwarna hitam 3.67
A19 Umur selada yang belum mencapai 42-45 hari dipanen 2.67
A20 Wadah panen tidak bersih dari kotoran 1.33
A21
Hasil tidak langsung di letakkan di ruang pendingin dengan
suhu 12oC 3.00
Sumber : Lampiran 3c
5.2.2.4 Pengkuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko pada Proses Pengemasan
Hasil analisis pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan
penyebab risiko pada proses pengemasan dapat dilihat pada Tabel 28. Hasil
pengukuran pada Tabel 28 menjelaskan tingkat probabilitas kemunculan
penyebab risiko tertinggi 4.00 pada proses pengemasan yaitu Daun selada terkena
air pada saat proses pencucian rockwool. Sedangkan tingkat probabilitas
kemunculan penyebab risiko terendah 1.67 pada proses pengemasan yaitu tidak
ada proses grading.
109
Peluang kemunculan penyebab risiko tertinggi pada proses pengemasan
adalah daun selada terkena air pada saat proses pencucian rockwool. Setelah
tanaman selada di panen maka perlu diadakan pencucian rockwool untuk
menghilangkan lumut dan bau yang ada di rockwool. Tetapi apabila tidak
dilakukan dengan baik dan berhati-hati maka air akan mengenai daun selada juga.
Daun selada akan mudah busuk apabila terkena air. Sedangkan pekerja kurang
membersihkan selada pada saat proses pencucian rockwool memiliki tingkat
peluang kemunculan penyebab risiko terendah karena di Kebun Sayur Pamulang
pekerja selalu membersihkan selada hingga bersih.
Tabel 28. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan
Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj
A22 Tidak ada proses grading 1.67
A23 Pekerja lalai dalam melakukan proses pengemasan 2.67
A24 Pekerja kurang membersihkan selada saat pencucian 1.33
A25
Daun selada terkena air pada saat proses pencucian
rockwool 4.00
A26 Menggunakan ruangan ber AC dengan suhu > 16oC 3.67
Sumber : Lampiran 3d
Berdasarkan pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan
penyebab risiko pada proses penanaman sampai dengan proses pengemasan
terdapat 1 penyebab risiko yang memiliki nilai Occurence tertinggi 4.33 dianggap
memiliki pengaruh besar bagi perusahaan yaitu Tataletak pemanenan dilakukan
dengan wadah akar menghadap ke bawah semua terdapat pada proses pemanenan.
Kemudian pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan penyebab
risiko proses penanaman hingga proses pengemasan terdapat 1 penyebab risiko
dengan nilai occurence terendah 1.33 dianggap memiliki pengaruh dampak
110
terkecil adalah (1) Setelah benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/tidak
terkena sinar matahari, (2) Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi gulma,
(3) wadah panen tidak bersih dari kotoran, (4) Pekerja kurang membersihkan
selada saat pencucian.
5.2.3 Pengukuran Tingkat Korelasi antara Penyebab Risiko (Risk Agent)
dengan Kejadian Risiko (Risk Event)
Pengukuran tingkat korelasi antara penyebab risiko (Risk Agent) dengan
kejadian risiko (Risk Event) tedapat pada Lampiran 3e sampai dengan 3h. Adanya
Pengukuran tingkat korelasi antara penyebab risiko (Risk Agent) dengan kejadian
risiko (Risk Event) adalah untuk mengetahui hubungan bahwa suatu agen risiko
dapat menimbulkan suatu risiko. Pengukuran tingkat korelasi ini dapat dilihat dari
seberapa besar hubungan antara suatu agen risiko dan dampak yang ditimbulkan
oleh suatu risiko. Korelasi akan memiliki hubungan yang kuat apabila bernilai 9,
korelasi yang memiliki hubungan sedang bernilai 3, korelasi yang memiliki
hubungan rendah bernilai 1, sedangkan nilai 0 tidak memiliki hubungan korelasi
Adapun penilaian korelasi antara penyebab dan kejadian risiko pada produksi
selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Pada Lampiran 3e proses penanaman terdapat 9 korelasi bernilai 9 yang
berarti memiliki korelasi kuat antara penyebab risiko (Risk Agent) dengan
kejadian risiko (Risk Event) diantaranya Suhu udara melebihi 30oC, kelembaban
udara tinggi, intensitas cahaya matahari terlalu tinggi, suhu air melebihi
27oC,tidak ada yellow trap pada greenhouse penanaman, tidak ada dinding
111
greenhouse, Tenaga kerja kuran telaten terhadap pemotongan rockwool, dan
pemindahan sayuran melewati satu tahap.
Pada Lampiran 3f proses pemeliharaan terdapat 3 korelasi bernilai 3 yang
berarti memiliki korelasi sedang antara penyebab risiko dengan kejadian risiko
diantaranya adalah Selang drip tidak dicek secara berkala, Tenaga kerja malas
dalam melakukan sanitasi gulma, Pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman
yang rusak atau terkena penyakit. korelasi dengan nilai 3 merupakan korelasi
tertinggi pada tahap pemeliharaan.
Pada Lampiran 3g proses pemanenan terdapat 4 korelasi bernilai 3 yang
berarti memiliki korelasi sedang antara penyebab risiko dengan kejadian risiko
diantaranya adalah Pemanenan dilakukan dengan wadah akar menghadap ke
bawah semua, Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas selada,
banyak daun selada berwarna hitam (busuk) dan Hasil tidak langsung diletakkan
di ruang pendingin dengan suhu 12oC. korelasi dengan nilai 3 merupakan korelasi
tertinggi pada tahap pemanenan.
Pada Lampiran 3h proses pengemasan terdapat 3 korelasi bernilai 3 yang
berarti memiliki korelasi sedang antara penyebab risiko dengan kejadian risiko
diantaranya adalah Pekerja lalai dalam melakukan proses pengemasan Pekerja
lalai dalam melakukan proses pengemasan, Pekerja kurang membersihkan selada
saat pencucian, daun selada terkena air pada saat proses pencucian rockwool.
korelasi dengan nilai 3 merupakan korelasi tertinggi pada tahap pengemasan.
112
5.2.4 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP)
Perhitungan nilai Aggregate Risk Potential (ARP) adalah untuk
mengetahui urutan penyebab risiko yang harus diprioritaskan untuk dilakukan
strategi pencegahan risiko agar dapat mencegah risiko yang dapat berdampak
bagi perusahaan. Perhitungan ARP didapatkan dari hasil perkalian nilai
Occurance (Oj) dengan total nilai Severity dan nilai korelasi antara penyebab
risiko dan kejadian risiko. Perhitungan ARP didapatkan dari hasil penjumlahan
perkalian Si dengan Rij kemudian dengan perkalian Oj. Adapun perhitungan nilai
ARP terdapat pada Lampiran 5a,b,c, dan d
5.2.4.1 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses Penanaman
Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses penanaman
mendapatkan hasil seperti pada Lampiran 5a. Dari Lampiran tersebut dapat dibuat
Tabel 29 untuk menjelaskan nilai ARP dari setiap penyebab risiko secara
berurutan dari yang tertinggi hingga yang terendah. Pada Tabel 29 penyebab
risiko yang harus diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah suhu
udara melebihi 30oC, dengan memiliki kejadian risiko yaitu tanaman menjadi layu
dan tanaman selada terbakar pada bagian daun . seperti yang sudah di bahas pada
tabel 25 suhu udara sangat penting bagi selada hidroponik karena apabila suhu
terlalu tinggi akan membuat tanaman menjadi layu selain itu dapat membuat daun
selada terbakar.
113
Tabel 29. Hasil Perhitungan ARP Proses Penanaman
Kode Risk Agent ARP Rank Risk Event Keterangan
(Risk Event)
A1 Suhu udara
melebihi 30oC
168.12 1 E1,E3 E1 = Tanaman
menjadi layu
E2 =
Pertumbuhan
melambat
E3 = Tanaman
selada terbakar
pada bagian daun
E4 = Tanaman
tidak dapat
menyerap air
nutrisi
E5 = Mudah
terserang hama
dan patogen
E6= Terdapat
mata kodok pada
daun selada yang
terkena cipratan
air hujan
E7 = Tanaman
menjadi tumpang
tindih
E8 = Tanaman
mengalami
stagnant
E9= Selada ikut
terpotong ketika
proses
pemotongan
rockwool
E10= selada
terjatuh sehingga
dapat mati
A7 Tidak ada
dinding
greenhouse
109.79 2 E5,E6
A4 Suhu air
melebihi 27oC
98.80 3 E1,E2,E4
A3 Intensitas cahaya
matahari terlalu
tinggi
88.56 4 E1,E3
A10 Tenaga kerja
kurang telaten
terhadap
pemotongan
rockwool
80.02 5 E9
A11 Pemindahan
sayuran
melewati satu
tahap
69.83 6 E10
A2 Kelembaban
udara tinggi 58.23 7 E2,E5
A6 Tidak ada
yellowtrap pada
greenhouse
48.86 8 E5
A8 Jarak antar
lubang kurang
dari 15cm
20.97 9 E7
A5 Selang plastik
rentan bocor 15.03 10 E4
A9 Setelah benih
disemai tidak
diletakkan
ditempat teduh
atau terkena
sindar matahari
10.65 11 E8
Sumber : Lampiran 5a
114
Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam perlakuan
aksi pencegahan adalah Setelah benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh
atau terkena sindar matahari, dengan kejadian risiko yaitu tanaman mengalami
stagnant. Walaupun seharusnya benih yang telah disemai diletakkan diruang
gelap, tetapi ada juga budidaya tanaman selada hidroponik yang dianggap tidak
terlalu mempengaruhi budidaya selada menjadi merugi.
5.2.4.2 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses
Pemeliharaan
Perhitungan Aggregate Risk Potential proses pemeliharaan mendapatkan
hasil seperti pada Lampiran 5b. Dari Lampiran tersebut dapat dibuat Tabel 30.
Pada Tabel 30 penyebab risiko yang harus diberikan prioritas strategi atau aksi
pencegahan adalah Tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang
rusak atau terkena penyakit dengan kejadian risiko hama dan penyakit menular ke
tanaman lainnya. Seperti yang dibahas sebelumnya pada Tabel 26 pekerja yang
malas membuang tanaman yang rusak atau terkena penyakit akan mudah
berpengaruh terhadap tanaman lainnya sehingga dapat terkena penyakit menular.
Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam perlakuan
aksi pencegahan adalah Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari, dengan
kejadian risiko tanaman kekurangan nutrisi tanaman menjadi kerdil. Walaupun
selada hidroponik harus selalu dialiri air nutrisi tetapi apabila pada malam hari
dapat dimatikan dan tidak terlalu berpengaruh pada tanaman karena kondisi suhu
udara pada malam hari yang tidak tinggi. Kerdilnya tanaman tidak terlalu
berpengaruh terhadap aliran nutrisi yang dimatikan pada malam hari.
115
Tabel 30. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemeliharaan
Kode Risk Agent ARP Rank Risk
Event
Ket. (Risk Event)
A15 Tenaga kerja kurang
memperhatikan adanya
tanaman yang rusak atau
terkena penyakit
36.66 1 E14
E11 = Tanaman
kekurangan nutrisi
menjadi kerdil
E12 = Air nutrisi
tidak lancar
Karena terhambat
oleh lumut,
tanaman
kekurangan nutrisi
E13 = hama dan
penyakit
bersarang di
gulma
E14 = Hama dan
Penyakit menular
ke tanaman
lainnya
A13 Tenaga kerja kurang
melakukan control selang
drip sehingga terdapat
lumut
30.06 2 E13
A14 Tenaga kerja malas
dalam melakukan sanitasi
gulma
5.31 3 E13
A12 Aliran air nutrisi
dimatikan pada malam
hari 3.34 4 E11
Sumber : Lampiran 5b
5.2.4.3 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses Pemanenan
Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses pemanenan
mendapatkan hasil seperti pada Lampiran 5c. Dari Lampiran tersebut dapat dibuat
Tabel 31. Pada Tabel 31 penyebab risiko yang harus diberikan prioritas strategi
atau aksi pencegahan adalah pemanenan dilakukan dengan wadah akar
menghadap ke bawah semua, dengan kejadian risiko daun selada yang dipanen
saat ingin diambil untuk dikemas akan sobek. Proses pemanenan yang terkadang
terburu-buru apabila tidak dilakukan secara berhati-hati akan membuat daun
selada yang tipis menjadi mudah sobek.
116
Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam perlakuan
aksi pencegahan adalah wadah panen tidak bersih dari kotoran, dengan kejadian
risiko yaitu kualitas selada tidak baik. Wadah panen yang kotor akan
memperburuk kualitas daun selada tetapi seperti yang sudah dibahas pada Tabel
27 bahwa Kebun Sayur Pamulang selalu membersihkan wadah panen terlebih
dahulu sebelum digunakan.
Tabel 31. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemanenan
Kode Risk Agent ARP Rank Risk Event Keterangan
(Risk Event)
A16 Tataletak pemanenan
dilakukan dengan
wadah akar
menghadap ke bawah
semua
77.94 1 E15,E17 E15 =
Tanaman
selada akan
mudah sobek
daunnya
E16 = Selada
yang tidak
layak panen
akan
mempengaruhi
selaa lainnya
apabila
dikemas
E17 = Kualitas
selada tidak
baik
E18 = Selada
menjadi cepat
busuk karena
terjadi respirasi
A18 Daun selada
berwarna hitam
(busuk) tetap dipanen
66.06 2 E16,E17
A17 Tidak adanya SOP
tertulis dalam
menentukan kualitas
selada
55.05 3 E17,E18
A21 Hasil tidak langsung
di letakkan di ruang
pendingin dengan
suhu 12oC
40.02 4 E16,E17
A19 Umur selada yang
belum mencapai 42-
45 hari telah dipanen
13.35 5 E16,E17,E18
A20 Wadah panen tidak
bersih dari kotoran
11.53 6 E17
Sumber : Lampiran 5c
117
5.2.4.4 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses Pengemasan
Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses pengemasan
mendapatkan hasil seperti pada Lampiran 5d. Dari Lampiran tersebut dapat dibuat
Tabel 32.
Tabel 32. Hasil Perhitungan ARP Proses Pengemasan
Kode Risk Agent ARP Rank Risk
Event
Keterangan (Risk
Event)
A25 Daun selada
terkena air pada
saat proses
pembersihan
rockwool
61.44 1 E22 dan
E23
E19 = Tanaman
menjadi tidak jelas isi
dalam satu kemasan
E20 = Selada menjadi
rusak saat dikemas
E21 = Masih terdapat
kotoran atau daun
yang busuk/ terbakar
di daun selada
E22 = Selada menjadi
mudah busuk/lembek
E23 = Selada menjadi
tidak segar dan
mudah layu
A23 Pekerja lalai dalam
melakukan proses
pengemasan
39.99 2 E20
A24 Pekerja kurang
membersihkan
selada saat
pencucian
37.98 3 E21 dan
E22
A22 Tidak ada proses
grading
5.56 4 E19
A26 Menggunakan
ruangan ber AC
dengan suhu >16oC
3.67 5 E23
Sumber : Lampiran 5d
Tabel 32 untuk menjelaskan nilai ARP dari setiap penyebab risiko secara
berurutan dari yang tertinggi hingga yang terendah. Pada Tabel 32 penyebab
risiko yang harus diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah daun
selada terkena air pada saat proses pembersihan rockwool, dengan kejadian risiko
yaitu selada menjadi mudah busuk/lembek dan selada menjadi tidak segar,
mudah layu. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya pada Tabel 28 Daun selada
118
rentan rusak apabila terkena air pada saat proses pencucian lalu kemudian
dikemas maka daun selada hidroponik didalam kemasan akan mudah layu dan
busuk.
Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam perlakuan
aksi pencegahan adalah Menggunakan ruangan ber AC dengan suhu >16oC.
dengan kejadian risiko yaitu selada menjadi tidak segar dan mudah busuk. Ruang
penyimpanan selada yang sudah selesai di kemas dibutuhkan ruang penyimpanan
yang dingin. Apabila ruang penyimpanan tidak dingin dan sejuk, maka akan
mempengaruhi kualitas selada.
5.3 Pemetaan Risiko
Pemetaan dilakukan untuk mengetahui penyebab risiko apa saja yang
diprioritaskan untuk diberikan aksi pencegahannya. Setelah diketahui nilai ARP,
maka dapat dilakukan pemetaan dengan membuat diagram pareto. Diagram pareto
didapatkan dari nilai ARP yang telah didapatkan sebelumnya kemudian diurutkan
dari yang terbesar hingga terkecil, kemudian dihitung persentase kumulatif.
Adapun perbandingan yang digunakan dalam diagram pareto pada penelitian ini
adalah 80 : 20. Bila dipetakan dalam diagram pareto maka agen risiko yang perlu
diberikan prioritas adalah yang dibawah 80% sedangkan presentase diatas 80%
hingga 100% dapat diabaikan.
119
5.3.1 Pemetaan Risiko Pada Proses Penanaman
Hasil pemetaan proses penanaman dapat dilihat pada Gambar 15 yang
menunjukkan bahwa terdapat 6 agen penyebab risiko dengan nilai ARP tertinggi
dan persentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas
penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1). Suhu udara
melebihi 30oC dengan nilai ARP sebesar 168,12 dan kumulatif ARP sebesar
21%; 2) tidak ada dinding greenhouse dengan nilai ARP sebesar 170,91 dan
kumulatif ARP sebesar 43%; 3) Suhu air melebihi 27oC dengan nilai sebesar
98,80 dan kumulatif sebesar 55%; 4) Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi
dengan nilai ARP sebesar 88,56dan kumulatif sebesar 66%; 5) Pemindahan
sayuran melewati satu tahap dengan nilai ARP sebesar 59.94 dan kumulatif
sebesar 74%; 6) Tenaga kerja kurang telaten terhadap pemotongan rockwool
dengan nilai 50,05 dan kumulatif sebesar 80%.
Gambar 15. Diagram Pareto pada Proses Penanaman
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
180.00
A1 A7 A4 A3 A11 A10 A6 A2 A8 A5 A9
ARP
Nilai ARP
%Kumulatif
%Kumulatif
120
Nilai kumulatif kurang lebih sama dengan 80% ini merupakan penyebab
risiko yang perlu diberikan strategi penanganan karena dianggap merugikan
perusahaan dan sering kali terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan pada Tabel 24,
bahwa suhu udara dan suhu air dan intensitas cahaya yang tinggi akan
mempengaruhi pertumbuhan selada menjadi kerdil, terjadi kelayuan yang parah
pada siang hari, daun selada terbakar daunnya. Selanjutnya, dinding greenhouse
diperlukan untuk mengurangi tanaman selada terkena hama dan penyakit, selain
itu tanaman selada apabila terjadi hujan tidak terkena cipratan air yang membuat
adanya mata kodok pada tanaman selada. Selanjutnya pemindahan sayuran yang
melewati satu tahap membuat tanaman selada rentan terbaring di dalam gully
paralon dan akan menimbulkan terjadinya persaingan antar tanaman yang masih
kecil dan yang sudah lebih besar. Penyebab risiko terakhir yaitu tenaga kerja
kurang telaten terhadap pemotongan rockwool membuat bibit selada yang masih
kecil ikut terpotong juga karena pemotongan yang tidak seragam dan
pemotongan yang asal.
5.3.2 Pemetaan Risiko Pada Proses Pemeliharaan
Hasil pemetaan proses pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 16 yang
menunjukkan bahwa terdapat 1 agen penyebab risiko yang dengan nilai ARP
tertinggi dan persentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas
penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1). Pekerja kurang
memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena hama dan penyakit
dengan nilai ARP sebesar 36,66 dan kumulatif sebesar 49%.
121
Gambar 16. Diagram Pareto pada Proses Pemeliharaan
Nilai kumulatif kurang lebih sama dengan 80% ini merupakan penyebab
risiko yang perlu diberikan strategi penanganan karena dianggap merugikan
perusahaan dan sering kali terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan pada Tabel 25,
pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman rusak karena terkena penyakit
akan membuat tanaman lainnya ikut tertular. Tanaman lain yang ikut tertular
akan dengan cepat menularkan ke tanaman lainnya.
5.3.3 Pemetaan Risiko Pada Proses Pemanenan
Hasil pemetaan proses pemanenan dapat dilihat pada Gambar 17 yang
menunjukkan bahwa terdapat 3 agen penyebab risiko yang dengan nilai ARP
tertinggi dan persentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas
penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1). Tataletak
pemanenan dilakukan dengan wadah akar menghadap ke bawah semua dengan
nilai ARP sebesar 77,94 dan kumulatif sebesar 30%; 2). Banyak daun selada
berwarna hitam dengan nilai ARP sebesar 66,06 dan kumulatif sebesar 55%; 3).
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
A15 A13 A14
ARP
Nilai ARPj
%Kumulatif
%Kumulatif
122
Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas selada dengan nilai ARP
sebesar 55,05 dan kumulatif sebesar 75%.
Gambar 17. Diagram Pareto pda Proses Pemanenan
Nilai kumulatif kurang lebih sama dengan 80% ini merupakan penyebab
risiko yang perlu diberikan strategi penanganan karena dianggap merugikan
perusahaan dan sering kali terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan pada Tabel 26,
tataletak pemanenan dilakukan dengan akar berada di bawah akan memiliki risiko
yang besar pada saat mengambil tanaman selada untuk dikemas. Selanjutnya
banyak daun selada yang berwarna hitam apabila tetap dipanen akan membuat
kualitas selada lainnya ikut jelek, apabila pemanenan dilakukan dengan asal
sehingga tidak tau ada tanaman selada yang berkualitas jelek juga akan
mempengaruhi tanaman lainnya. Terakhir, tidak adanya SOP tertulis yang
menunjukkan seperti apa kualitas selada saat dipanen akan memperbesar
kemungkinan risiko ketidaktahuan pekerja dalam menentukan kualitas selada
yang baik untuk dipanen.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
20
40
60
80
100
A20 A22 A21 A25 A23 A24
ARP
Nilai ARPj
%Kumulatif
%Kumulatif
123
5.3.4 Pemetaan Risiko Pada Proses Pengemasan
Hasil pemetaan proses pengemasan dapat dilihat pada Gambar 18 yang
menunjukkan bahwa terdapat 2 agen penyebab risiko yang dengan nilai ARP
tertinggi dan persentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas
penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1). Daun selada
terkena air pada saat proses pencucian rockwool dengan nilai ARP sebesar 61,44
dan kumulatif sebesar 41%; 2). Pekerja lalai dalam melakukan proses
pengemasan dengan nilai ARP sebesar 39.99 dan kumulatid sebesar 68%.
Gambar 18. Diagram Pareto pada Proses Pengemasan
Nilai kumulatif kurang lebih sama dengan 80% ini merupakan penyebab
risiko yang perlu diberikan strategi penanganan karena dianggap merugikan
perusahaan dan sering kali terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan pada Tabel 28,
daun selada yang terkena air pada saat r\psoes pencucian rockwool. Selanjutnya
pekerja lalai dalam melakukan proses pengemesan membuat tanaman selada yang
dikemas menjadi rusak seperti daun selada sobek, batang selada rapuh, dan daun
selada terlipat. Hal tersebut mengakibatkan kualitas selada buruk apabila
didiamkan.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
10
20
30
40
50
60
70
A25 A23 A24 A22 A26
ARP
Nilai ARPj
%Kumulatif
%Kumulatif
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN STRATEGI DAN PENANGANAN RISIKO
6.1 Strategi Penanganan Risiko
Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada keseluruhan proses produksi di
PT. Kebun Pangan Jaya meliputi proses penanaman, pemeliharaan, pemanenan
dan pengemasan menghasilkan agen risiko yang menjadi prioritas untuk dapat
ditangani dengan strategi pencegahan risiko. Agen risiko yang telah
diprioritaskan tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan strategi
penanganan sebagai upaya pencegahan penyebab risiko yang akan muncul
kembali. Apabila risiko tidak segera di cegah maka akan dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan dan permasalahan yang ada sebelumnya akan terus
terjadi apabila tidak dicegah.
6.1.1 Strategi Preventif Risiko pada Proses Penanaman
Adapun strategi preventif atau preventif action (PA) pada proses
penanaman yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah
sebagai berikut :
1. Menyediakan kipas/blower pada tiap greenhouse
Ketika suhu lingkungan sedang tinggi sehingga membuat suhu dalam
greenhouse pun menjadi terlalu panas diperlukan adanya kipas/blower pada
tiap greenhouse sehingga dapat membantu menyejukkan greenhouse agar
tidak terlalu panas sehingga membuat selada tidak layu dan tidak terbakar.
125
2. Menambahkan Paranet pada tiap greenhouse
PT. Kebun Pangan Jaya sampai saat ini belum menggunakan paranet yang
berfungsi sebagai bahan pembuat naungan. Penggunaan paranet sebagai
naungan dapat mengontrol jumlah intensitas cahaya matahari yang
dibutuhkan oleh tanaman. Maka dari itu tanaman selada tidak langsung
terpapar sinar matahari secara langsung sehingga dapat mencegah daun
selada terbakar.
3. Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih dahulu untuk mendapatkan
suhu yang sama dengan wadah
Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih dahulu akan membuat suhu
air sama dengan wadah yang akan ditanami selada.
4. Membuat dinding greenhouse sesuai dengan standart
PT. Kebun Pangan Jaya memiliki greenhouse yang tidak berdinding sehingga
pada saat hujan turun akan membuat selada terkena cipratan air hujan yang
berujung munculnya mata kodok. Selain itu akan membuat hama mudah
menyerang selada. Maka diperlukan adanya dinding pada tiap greenhouse.
5. Memberikan pelatihan pada karyawan dalam melakukan proses penanaman
Karyawan yang berada di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)
merupakan karyawan yang perlu dilatih kembali agar dapat memberikan
performa kerja yang baik
6. Memotong Rockwool Terlebih Dahulu Sebelum Memasukkan Benih
Pada PT. Kebun Pangan Jaya rockwool dipotong persegi panjang lalu
ditanami oleh benih selada, setelah menjadi bibit salada sebelum dipindahkan
126
ke fase N2, rockwool baru dipotong kecil. Hal tersebut berakibat bibit selada
yang sudah tumbuh akan terpotong daunnya. Maka, seharusnya rockwool
dipotong kecil terelebih dahulu dengan ukuran yang sesuai dengan pedoman
yaitu ukuran 3x3cm. Apabila rockwool tidak dipotong dengan ukuran kecil
terlebih dahulu maka tanaman sudah tumbuh pada rockwool maka dapat
menimbulkan bibit selada menjadi ikut terpotong.
7. Membuat SOP Proses Penanaman
Adanya SOP sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan yang menyelesaikan tugasnya dan mengurangi
tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas. Sehingga diperlukan adanya SOP secara tertulis pada
proses penanaman. Tanpa adanya SOP maka pekerja akan bingung dan malas
dalam melaksanakan pekerjaanya.
6.1.3 Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemeliharaan
Strategi preventif atau preventif action (PA) pada proses pemeliharaan
yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai
berikut :
1. Peningkatan Kedisiplinan Pekerja
Ketidaksiplinan pekerja dalam melakukan proses pemeliharaan dapat berisiko
pada tanaman selada hidroponik, sehingga perlu adanya kedisiplinan untuk
pekerja kebun pada proses pemeliharaan.
127
2. Lebih Memperketat Pengawasan Karyawan oleh Kepala Kebun
Peran Kepala Kebun di Kebun Sayur Pamulang PT. Kebun Pangan Jaya
sangat dibutuhkan, hal tersebut dikarenakan pekerja terkadang menjadi malas
dalam melakukan proses pemeliharaan apabila kepala Kebun tidak berada di
Kebun. Maka diperlukan pengawasan lebih ketat kepada karyawan.
3. Membuat SOP tertulis pada Proses Pemeliharaan
Proses pemeliharaan merupakan proses penting dalam menjamin kualitas
selada hidroponik. Agar para pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan baik
dan benar maka dibutuhkan SOP. Adanya SOP sebagai standarisasi cara yang
dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang menyelesaikan
tugasnya dan mengurangi tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas.
6.1.4 Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemanenan
Strategi preventif atau preventif action (PA) pada proses pemanenan yang
diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai berikut :
1. Merubah tataletak pemanenan dalam box container
Tataletak pada saat proses penanaman di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur Pamulang) sangat rentan rusak/robek pada daun selada hidroponik
sehingga diperlukan adanya perubahan tataletak proses pemanenan. Tataletak
pemanenan yang baik adalah dengan posisi horizontal dan saling berhadapan
antara akar dengan akar agar daun selada tidak kotor dan tidak sobek
daunnya apabila diambil untuk dikemas.
128
2. Membuat SOP Tertulis tentang Kualitas Produk Selada dan Proses
Pemanenan
Pada proses pemanenan diperlukan adanya SOP, sebagai standarisasi cara
yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang menyelesaikan
tugasnya dan mengurangi tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas. Selain itu diperlukan adanya
SOP tertulis dalam menentukan selada yang baik untuk dipanen dan tidak
baik untuk dipanen, hal tersebut agar pekerja mengetahui tentang kualitas
selada yang baik.
3. Mengadakan Rapat kedisiplinan terhadap Kinerja Karyawan di Proses
Pemanenan
Proses pemanenan sangat penting untuk menentukan selada yang baik untuk
diterima konsumen, sehingga perlu diadakannya rapat kedisiplinan agar
kesalahan dan kelalaian pekerja sebelumnya dapat diperbaiki agar tidak
terulang kembali.
6.1.5 Strategi Preventif Risiko pada Proses Pengemasan
Strategi preventif atau preventif action (PA) pada proses pengemasan yang
diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai berikut :
1. Melakukan Penirisan setelah Proses Pencucian Rockwool Selada
Sebelum melakukan pengemasan, selada hidroponik yang dipanen bersamaan
dengan rockwool. Rockwool perlu dicuci agar tidak bau dan lebih bersih dari
kotoran lumut, tidak jarang pada saat pencucian rockwool, daun selada ikut
terkena air pada saat proses pencucian. Maka diperlukan adanya penirisan
129
sebelum dilakukan proses pengemasan agar air yang ada pada selada
hidroponik hilang.
2. Penambahan Karyawan pada Proses Pengemasan
Proses pengemasan sangat membutuhkan pekerja tambahan, karena proses
pengemasan cukup sulit dan memakan waktu yang banyak. Sehingga apabila
hasil panen dan permintaan sedang banyak, membuat para pekerja yang ada
kewalahan sehingga menjadi asal dalam melakukan proses pengemasan.
3. Peningkatan Pengawasan Karyawan oleh Kepala Kebun
Pada proses pengemasan, Peran Kepala Kebun di Kebun Sayur Pamulang
sangat dibutuhkan, hal tersebut dikarenakan pekerja terkadang menjadi lalai
dan asal dalam melakukan proses pengemasan apabila Kepala Kebun tidak
berada di Kebun. Maka diperlukan pengawasan lebih ketat kepada karyawan.
4. Membuat SOP pada Proses Pengemasan
Proses pengemasan sangat rentan membuat selada hidroponik menjadi rusak
apabila tidak ada stadarisasi cara melakukan pengemasan selada hidroponik.
Maka diperlukan adanya SOP sebagai standarisasi cara yang dilakukan
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang menyelesaikan tugasnya dan
mengurangi tingkat kesalahan, yang mungkin dilakukan oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugas. Sehingga diperlukan adanya SOP secara
tertulis pada proses pengemasan.
130
6.2 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
pencegahan Risiko
Penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi pencegahan
risiko dilakukan dengan narasumber yang dianggap berkontribusi pada proses
produksi di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)
6.2.1 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
pencegahan Risiko pada Proses Penanaman
Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi
pencegahan risiko pada proses penanaman yang diberikan oleh narasumber seperti
pada Lampiran 4a.
Tabel 33 Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
pencegahan Risiko pada Proses Penanaman
Kode Strategi Pencegahan Dk
P1 Menyediakan kipas/blower pada tiap greenhouse 3.33
P2 Menambahkan Paranet pada tiap greenhouse 3.00
P3
Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih dahulu untuk
mendapatkan suhu yang sama dengan wadah 4.67
P4 Membuat dinding greenhouse sesuai standart 3.00
P5
Memberikan pelatihan pada karyawan dalam melakukan proses
produksi 3.33
P6 Memotong rockwool terlebih dahulu sebelum memasukkan benih 5.00
P7 Membuat SOP proses penanaman 3.00
Sumber : Lampiran 4a
Dari lampiran tersebut dapat dibuat Tabel 33 yang menjelaskan bahwa
strategi preventif memiliki tingkat kesulitan. Tingkat kesulitan rendah memiliki
nilai 3.00 sampai dengan 3.33, tingkat kesulitan sedang memiliki nilai 3.67
sampai dengan 4.00, sedangkan tingkat kesulitan tinggi yaitu nilai 4.33 sampai
131
dengan 5.00. pada proses penanaman tingkat kesulitan tertinggi sebesar 5.00 yang
berarti strategi tersebut sulit untuk dijalani yaitu memotong rockwool terlebih
dahulu sebelum memasukkan benih dan menambahkan pekerja pada proses
penanaman. Pemotongan rockwool terlebih dahulu dilakukan akan membuat
waktu pengerjaan produksi selada menjadi lebih lama. Kemudian strategi
preventif yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan terendah ada dua yaitu 3.00
yang berarti strategi tersebut dianggap tidak sulit untuk digunakan adalah
menambahkan paranet pada tiap greenhouse dan membuat SOP pada proses
penanaman.
6.2.2 Penilaian Tingkat atau Derajat kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan
Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi
pencegahan risiko pada proses penanaman yang diberikan oleh narasumber seperti
pada Lampiran 4b. Dari lampiran tersebut dapat dibuat Tabel 34 yang
menjelaskan bahwa strategi preventif yang memiliki tingkat kesulitan rendah
memiliki nilai 3.00 sampai dengan 3.33, tingkat kesulitan sedang memiliki nilai
3.67 sampai dengan 4.00, sedangkan tingkat kesulitan tinggi yaitu nilai 4.33
sampai dengan 5.00. pada proses pemeliharaan tingkat kesulitan tertinggi sebesar
4.33 yang berarti strategi tersebut sulit untuk dijalani yaitu Melakukan
peningkatan kedisiplinan pekerja dan lebih memperketat pengawasan karyawan
oleh kepala kebun. Melakukan peningkatan kedisiplinan sulit dijalankan oleh
perusahaan ini karena kepala kebun pada perusahaan ini hanya ada satu,
sedangkan kepala kebun harus mengawasi ke kebun lainnya. Kemudian strategi
132
preventif yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan terendah yaitu 3.33 yang
berarti strategi tersebut dianggap tidak sulit untuk dilakukan adalah Membuat
SOP tertulis pada proses pemeliharaan.
Tabel 34 Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan
Kode Strategi Pencegahan Dk
PA13 Peningkatan kedisiplinan pekerja 4.33
PA14 Lebih memperketat pengawasan karyawan oleh kepala kebun 4.33
PA15 Membuat SOP tertulis pada proses pemeliharaan 3.33 Sumber : Lampiran 4b
6.2.3 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan
Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi
pencegahan risiko pada proses penanaman yang diberikan oleh narasumber seperti
pada Lampiran 4c.
Tabel 35. Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan
Kode Strategi Pencegahan Dk
PA17 Merubah tataletak pemanenan dalam box container 4.67
PA18
Membuat SOP tertulis tentang kualitas produk selada yang
baik dan proses pemanenan 3.00
PA19
Mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan di
proses pemanenan 3.33 Sumber : Lampiran 4c
Dari lampiran tersebut dapat dibuat Tabel 35 yang menjelaskan bahwa
strategi preventif yang memiliki tingkat kesulitan rendah memiliki nilai 3.00
sampai dengan 3.33, tingkat kesulitan sedang memiliki nilai 3.67 sampai dengan
4.00, sedangkan tingkat kesulitan tinggi yaitu nilai 4.33 sampai dengan 5.00. pada
133
proses pemanenan tingkat kesulitan yang tertinggi sebesar 4.67 yang berarti
strategi tersebut sulit untuk dijalani yaitu merubah tataletak pemanenan dalam box
container. Mengubah struktur tataletak pemanenan sulit dijalankan, karena
menurut perusahaan hal tersebut akan menghabiskan tempat yang banyak apabila
dirubah dan akan mempersulit pekerja dalam melakukan proses pemanenan.
Kemudian strategi preventif yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan terendah
yaitu 3.00 yang berarti strategi tersebut dianggap tidak sulit untuk dilakukan
adalah membuat SOP tertulis tentang kualitas produk selada yang baik dan proses
pemanenan.
6.2.4 Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan
Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi
pencegahan risiko pada proses penanaman yang diberikan oleh narasumber seperti
pada Lampiran 4d. Dari lampiran tersebut dapat dibuat Tabel 36.
Tabel 36. Hasil Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi
Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan
Kode Strategi Pencegahan Dk
PA20
Melakukan penirisan setelah proses pencucian rockwool
selada 4.67
PA21 Penambahan karyawan pada proses pengemasan 3.33
PA22 Peningkatan pengawasan karyawan oleh kepala kebun 3.67
PA23 Membuat SOP pada proses pengemasan 3.33
Sumber : Lampiran 4e
Pada Tabel 36 yang menjelaskan bahwa strategi preventif yang memiliki
tingkat kesulitan rendah memiliki nilai 3.00 sampai dengan 3.33, tingkat kesulitan
134
sedang memiliki nilai 3.67 sampai dengan 4.00, sedangkan tingkat kesulitan
tinggi yaitu nilai 4.33 sampai dengan 5.00. pada proses pengemasan tingkat
kesulitan yang tertinggi sebesar 4.67 yang berarti strategi tersebut sulit untuk
dijalani yaitu melakukan penirisan setelah proses pencucian rockwool. Kemudian
strategi preventif yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan terendah yaitu 3.33
yang berarti strategi tersebut dianggap tidak sulit untuk dilakukan adalah
menambah karyawan pada proses pengemasan dan membuat SOP pada proses
pengemasan.
Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi
pencegahan risiko pada proses penanaman hingga proses pengemasan terdapat 1
penanganan risiko yang memiliki nilai tingkat kesulitan pelaksanaan strategi
preventif tertinggi 5.00 dianggap narasumber sulit dijalankan oleh perusahaan
yaitu memotong rockwool terlebih dahulu sebelum memasukkan benih pada
proses penanaman. Kemudian penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan
strategi pencegahan risiko pada proses penanaman hingga proses pengemasan
terdapat 4 penanganan risiko dengan memiliki nilai tingkat kesulitan pelaksanaan
strategi preventif terendah 3.00 dianggar narasumber mudah dijalankan oleh
perusahaan adalah (1) Menambah paranet pada tiap greenhouse pada proses
penanaman; (2) membuat dinding greenhouse sesuai standart pada proses
penanaman; (3) Membuat SOP pada proses penanaman; (4) Membuat SOP tertulis
tentang kualitas produk selada yang baik dan proses pemanenan.
135
6.3 Penilaian Korelasi Antara Strategi pencegahan Risiko dengan Agen
Penyebab Risiko Prioritas
Penilaian korelasi antara strategi pencegahan risiko dengan agen penyebab
risiko prioritas dilakukan agar mengetahui korelasi antara penanganan dengan
agen penyebab risiko prioritas. Korelasi yang kuat memiliki nilai 9, korelasi
sedang memiliki nilai 3, korelasi rendah memiliki nilai 1 sedangkan nilai 0
tandanya tidak memiliki korelasi. Berikut adalah strategi yang memiliki
hubungan korelasi kuat atau sedang yang dapat dikatakan dapat mencegah
kemunculan suatu agen penyebab risiko.
Pada proses penanaman terdapat strategi preventif penanganan risiko yang
memiliki korelasi kuat yaitu bernilai 9 dengan agen penyebab risiko, diantaranya
yaitu (1) menyediakan kipas/blower pada tiap greenhouse; (2) Menambahkan
paranet pada tiap greenhouse; (3) Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih
dahulu untuk mendapatkan suhu yang sama; (4) Membuat dinding greenhouse
sesuai standart.
Pada proses pemeliharaan hanya terdapat 1 strategi preventif yang
memiliki korelasi kuat yaitu 9 dengan agen penyebab risiko, diantaranya yaitu (1)
Peningkatan kedisiplinan pekerja.
Pada proses pemanenan terdapat 2 strategi preventif yang memiliki
korelasi cukup kuat yaitu 3 dengan agen penyebab risiko, diantaranya yaitu (1)
Membuat SOP tertulis selada tentang kualitas produk selada yang baik; (2)
Mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan di proses pemanenan.
136
Terakhir pada proses pengemasan terdapat 4 strategi preventif yang
memiliki korelasi kuat yaitu 9 dengan agen penyebab risiko, diantaranya yaitu (1)
Melakukan penirisan setelah proses pencucian rockwool selada; (2) Penambahan
karyawan pada proses pengemasan; (3) Peningkatan pengawasan karyawan oleh
kepala kebun; (4) Membuat SOP pada proses pengemasan.
6.4 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi pencegahan
Risiko
Perhitungan Total Efektivitas (TEk) didpatkan dari hasil perkalian antara
masing-masing agen penyebab risiko yang menjadi prioritas dengan nilai ARP
dari masing-masing agen penyebab risiko yang menjadi prioritas atau korelasi
antara tiap strategi preventif. Hasil perhitungan tersebut dimasukkan kedalam
tabel HOR 2 seperti pada Lampiran 6 a,b,c, dan d
6.4.1 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi pencegahan
risiko pada Proses Penanaman
Berdasarkan hasil perhitungan nilai total efektivitas (TEk) seperti pada
Lampiran 6b maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 37. Berdasarkan Tabel 37
menjelaskan strategi yang memiliki nilai total efektivitas terbesar atau yang paling
efektif untuk dilakukan pada proses penanaman adalah menyediakan kipas/blower
pada tiap greenhouse dan menambahkan paranet pada tiap greehouse. Adapun
penerapan strategi ini diharapkan mampu mencegah kembali kemunculan
penyebab risiko suhu udara greenhouse melebihi 30oC dan intensitas cahaya yang
terlalu tinggi.
137
Tabel 37. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses Penanaman
Kode Strategi Preventif TEk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab Risiko
PA1 Menyediakan kipas/blower
pada tiap greenhouse
1993.57 A1,A3 A1= suhu udara
melebihi 30oC
A3 = Intensitas
cahaya matahari
terlalu tinggi
A4 = Suhu air
melebihi 27oC
A7 = Tidak ada
dinding greenhouse
A10 = Tenaga kerja
kurang telaten
terhadap
pemotongan
rockwool
A11 = Pemindahan
sayuran melewati
satu tahap
PA2 Menambahkan Paranet
pada tiap greenhouse
1943.52 A1,A3
PA4 Membuat dinding
greenhouse sesuai standart
1464.84 A7
PA3 Menyimpan air ke dalam
wadah/paralon terlebih
dahulu untuk mendapatkan
suhu yang sama dengan
wadah
1297.62 A4
PA7 Membuat SOP proses
penanaman
329.97 A11,A10
PA5 Memberikan pelatihan
pada karyawan dalam
melakukan proses produksi
150.15 A10
PA6 Memotong rockwool
terlebih dahulu sebelum
memasukkan benih
150.15 A10
Sumber : Lampiran 6a
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas terkecil
adalah memotong rockwool terlebih dahulu sebelum memasukkan benih dan
memberikan pelatihan pada karyawan dalam melakukan proses produksi yang
disebabkan oleh kecilnya nilai-nilai korelasi dengan penyebab-penyebab risiko
terpilih dan pihak PT. kebun Pangan Jaya sendiri menganggap bahwa strategi ini
dapat dijadikan strategi alternative. Adapun penerapan strategi ini diharapkan
138
akan mampu mencegah kembali kemunculan risikoyaitu pemindahan sayuran
loncat tidak sesuai dengan pedoman.
6.4.2 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi pencegahan
Risiko pada Proses Pemeliharaan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai total efektivitas (TEk) seperti pada
Lampiran 6b maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 38. Berdasarkan Tabel 38
menjelaskan strategi yang memiliki nilai total efektivitas terbesar atau yang paling
efektif untuk dilakukan pada proses penanaman adalah peningkatan kedisiplinan
pekerja. Adapun penerapan strategi ini diharapkan mampu mencegah kembali
kemunculan penyebab risiko pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman
yang rusak atau terkena hama dan penyakit.
Tabel 38. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses Pemeliharaan
Kode Strategi Preventif TEk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab
Risiko
PA13 Peningkatan kedisiplinan pekerja 329,94 A19 A19 = Pekerja
kurang
memperhatikan
adanya
tanaman yang
rusak atau
terkena
penyakit
PA15 Membuat SOP tertulis pada
proses pemeliharaan
109,98 A19
PA14 Lebih memperketat pengawasan
karyawan oleh kepala kebun
36,66 A19
Sumber : Lampiran 6b
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas
terkecil adalah lebih memperketat pengawasan karyawan oleh kepala kebun yang
139
disebabkan oleh kecilnya nilai-nilai korelasi dengan penyebab-penyebab risiko
terpilih dan pihak PT. Kebun Pangan Jaya sendiri menganggap bahwa strategi ini
dapat dijadikan strategi alternative. Adapun penerapan strategi ini diharapkan
akan mampu mencegah kembali kemunculan risiko yaitu pekerja kurang
memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena hama dan penyakit.
6.4.3 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi pencegahan
Risiko pada Proses Pemanenan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai total efektivitas (TEk) seperti pada
Lampiran 6c maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 40. Berdasarkan Tabel 39
tersebut menjelaskan strategi yang memiliki nilai total efektivitas terbesar atau
yang paling efektif untuk dilakukan pada proses pemanenan adalah mengadakan
rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan di proses pemanenan. Adapun penerapan
strategi ini diharapkan mampu mencegah kembali kemunculan penyebab risiko
adalahTidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas selada dan banyak
daun selada berwarna hitam.
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas terkecil
adalah merubah tataletak pemanenan dalam box container yang disebabkan oleh
kecilnya nilai-nilai korelasi dengan penyebab-penyebab risiko terpilih dan pihak
PT. kebun Pangan Jaya sendiri menganggap bahwa strategi ini dapat dijadikan
strategi alternative. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan mampu
mencegah kembali kemunculan risikoyaitu tataletak pemanenan dilakukan dengan
wadah akar menghadap ke bawah semua dan tidak adanya SOP tertulis dalam
menentukan kualitas selada.
140
Tabel 49. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses Pemanenan
Kode Strategi Preventif TEk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab Risiko
PA19
Mengadakan rapat
evaluasi terhadap kinerja
karyawan di proses
pemanenan
441,27 A21 dan
A22
A20 = Tataletak
pemanenan dilakukan
dengan wadah akar
menghadap ke bawah
A21 = Tidak adanya
SOP tertulis dalam
menentukan kualitas
selada
A22 = Banyak daun
selada berwarna
hitam
PA18 Membuat SOP tertulis
tentang kualitas produk
selada yang baik dan
proses pemanenan
363,33 A21 dan
A22
PA17 Merubah tataletak
pemanenan dalam box
container
132,99 A20 dan
A21
Sumber : Lampiran 6c
6.4.4 Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi Pencegahan
Risiko pada Proses Pengemasan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai total efektivitas (TEk) seperti pada
Lampiran 6d maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 40. Berdasarkan Tabel 40
tersebut menjelaskan strategi yang memiliki nilai total efektivitas terbesar atau
yang paling efektif untuk dilakukan pada proses pemanenan adalah membuat SOP
pada proses pengemasan. Adapun penerapan strategi ini diharapkan mampu
mencegah kembali kemunculan penyebab risiko adalah daun selada terkena air
pada saat proses pencucian rockwool.
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas terkecil
adalah merubah penmbahan karyawan pada proses pengemasan yang disebabkan
oleh kecilnya nilai-nilai korelasi dengan penyebab-penyebab risiko terpilih dan
pihak PT. kebun Pangan Jaya sendiri menganggap bahwa strategi ini dapat
141
dijadikan strategi alternative. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan
mampu mencegah kembali kemunculan risikoyaitupekerja lalai dalam melakukan
proses pengemasan.
Tabel 40. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) Pada Proses Pengemasan
Kode Strategi Preventif TEk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab Risiko
PA23 Membuat SOP pada
proses pengemasan
672,93 A30 A28 = Pekerja lalai
dalam melakukan
proses pengemasan
A30 = Daun selada
terkena air pada saat
proses pencucian
PA22 Peningkatan
pengawasan karyawan
oleh kepala kebun
552,96 A28
PA20 Melakukan penirisan
setelah proses
pencucian rockwool
544,23 A30
PA21 Penambahan karyawan
pada proses
pengemasan
421,35 A28
Sumber : Lampiran 6d
6.5 Perhitungan Keefektifan derajat Kesulitan Dari Tiap Strategi
pencegahan risiko (ETDk)
Perhitungan ETDk dilakukan untuk menentukan prioritas strategi yang
terlebih dahulu dilakukan. Perhitungan nilai keefektivan derajat kesulitan (ETDk)
didapatkan dari hasil bagi antara nilai total efektivitas (TEk) dengan derajat
kesulitan (Dk) dari masing-masing strategi preventif yang telah ditetapkan. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel HOR Fase 2 seperti pada Lampiran 6 a,b,c
dan d.
142
6.5.1 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap Strategi
Pencegahan Risiko (ETDk) Pada Proses Penanaman
Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektivan derajat kesulitan dari tiap
strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses penanaman dapat dilihat pada
Lampiran 6a sehingga didapatkan Tabel 41.
Tabel 41. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitas Dari Tiap Strategi
Pencegahan risiko (ETDk) Proses Penanaman
Kode Strategi Preventif ETDk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab Risiko
PA2 Menyediakan kipas/blower
pada tiap greenhouse 647,84
A1,A3
A1= suhu udara
melebihi 30oC
A3 = Intensitas
cahaya matahari
terlalu tinggi
A4 = Suhu air
melebihi 27oC
A7 = Tidak ada
dinding greenhouse
A10 = Tenaga
kerja kurang
telaten terhadap
pemotongan
rockwool
A11 = Pemindahan
sayuran melewati
satu tahap
PA1 Menambahkan Paranet pada
tiap greenhouse
598,07 A1,A3
PA4 Membuat dinding
greenhouse sesuai standart
488,28 A7
PA3 Menyimpan air ke dalam
wadah/paralon terlebih
dahulu untuk mendapatkan
suhu yang sama dengan
wadah
278,06 A4
PA7 Membuat SOP proses
penanaman
109,99 A11,A10
PA5 Memberikan pelatihan pada
karyawan dalam melakukan
proses produksi
45,04 A10
PA6 Memotong rockwool terlebih
dahulu sebelum
memasukkan benih
30,03 A10
Sumber : Lampiran 6a
143
Berdasarkan Tabel tersebut nilai keefektivan derajat kesulitan tertiggi
adalah menambahkan paranet pada tiap greenhouse . strategi ini memiliki nilai
TEk tertinggi dan Dk terendah sehingga dapat dianggap paling efektif dan paling
mudah dilakukan. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan mampu
meminimalisir suhu greenhouse yang tinggi.
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai keefektivan derajat
kesulitan yang rendah adalah Memotong rockwool terlebih dahulu sebelum
memasukkan benih. Strategi tersebut memiliki nilai TEk rendah dan nilai Dk
tinggi sehingga dianggap kurang efektif dan paling sulit dilkaukan. Adapun
pelaksanaan strategi ini diharapkan akan mampu Tenaga kerja kurang telaten
terhadap pemotongan rockwool.
6.5.2 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap Strategi
Pencegahan risiko (ETDk) Pada Proses Pemeliharaan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektivan derajat kesulitan dari tiap
strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses pemeliharaan dapat dilihat pada
Lampiran 6b sehingga didapatkan Tabel 42. Berdasarkan Tabel tersebut nilai
keefektivan derajat kesulitan tertiggi adalah peningkatan kedisiplinan pekerja.
strategi ini memiliki nilai TEk tertinggi dan Dk terendah sehingga dapat dianggap
paling efektif dan paling mudah dilakukan. Adapun penerapan strategi ini
diharapkan akan mampu membuat pekerja lebih memperhatikan adanya tanaman
yang rusak atau terkena hama dan penyakit.
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai keefektivan derajat
kesulitan yang rendah adalah lebih memperketat pengawasan karyawan oleh
144
kepala kebun. Strategi tersebut memiliki nilai TEk rendah dan nilai Dk tinggi
sehingga dianggap kurang efektif dan paling sulit dilkaukan. Adapun pelaksanaan
strategi ini diharapkan akan mampu membuat pekerja lebih memperhatikan
adanya tanaman yang rusak atau terkena hama dan penyakit.
Tabel 42. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitas Dari Tiap Strategi
Pencegahan risiko (ETDk) Proses Pemeliharaan
Kode Strategi Preventif ETDk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab Risiko
PA13 Peningkatan kedisiplinan
pekerja
76,14 A19 A19 = Pekerja
kurang
memperhatikan
adanya tanaman
yang rusak atau
terkena penyakit
PA15 Membuat SOP tertulis pada
proses pemeliharaan
32,99 A19
PA16 Lebih memperketat
pengawasan karyawan oleh
kepala kebun
8,46 A19
Sumber : Lampiran 6b
6.5.3 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap Strategi
Pencegahan risiko (ETDk) Pada Proses Pemanenan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektivan derajat kesulitan dari tiap
strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses pemeliharaan dapat dilihat pada
Lampiran 6c sehingga didapatkan Tabel 43. berdasarkan Tabel tersebut nilai
keefektivan derajat kesulitan tertinggi adalah mengadakan rapat kedisiplinan
terhadap kinerja karyawan di proses pemanenan. strategi ini memiliki nilai TEk
tertinggi dan Dk terendah sehingga dapat dianggap paling efektif dan paling
mudah dilakukan. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan mampu
membuat pekerja tidak memanen selada yang memiliki daun berwarna hitam.
145
Tabel 43. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitas Dari Tiap Strategi
Pencegahan risiko (ETDk) Proses Pemanenan
Kode Strategi Preventif ETDk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
PA19 Mengadakan rapat
kedisiplinan terhadap
kinerja karyawan di proses
pemanenan
132,38 A22 A20 = Tataletak
pemanenan dilakukan
dengan wadah akar
menghadap ke bawah
A21 = Tidak adanya
SOP tertulis dalam
menentukan kualitas
selada
A22 = Banyak daun
selada berwarna hitam
PA18 Membuat SOP tertulis
tentang kualitas produk
selada yang baik dan
proses produksi
121,11 A22 dan
A21
PA17 Merubah tataletak
pemanenan dan box
container
28,50 A20 dan
A21
Sumber : Lampiran 6c
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai keefektivan derajat
kesulitan yang rendah adalah merubah tataletak pemanenan dalam box container.
Strategi tersebut memiliki nilai TEk rendah dan nilai Dk tinggi sehingga dianggap
kurang efektif dan paling sulit dilakukan. Adapun pelaksanaan strategi ini
diharapkan akan mampu mencegah terjadinya risiko selada sobek karena
pemanenan dilakukan dengan wadah akar terletak di bawah atau tidak
dibaringkan.
6.5.4 Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan Dari Tiap Strategi
Pencegahan risiko (ETDk) Pada Proses Pengemasan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektivan derajat kesulitan dari tiap
strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses pengemasan dapat dilihat pada
Lampiran 6d sehingga didapatkan Tabel 44. berdasarkan Tabel tersebut nilai
146
keefektivan derajat kesulitan tertinggi adalah membuat SOP pada proses
pengemasan. strategi ini memiliki nilai TEk tertinggi dan Dk terendah sehingga
dapat dianggap paling efektif dan paling mudah dilakukan. Adapun penerapan
strategi ini diharapkan akan mampu membuat pekerja lebih berhati-hati agar daun
selada tidak terkena air pada proses pencucian rockwool.
Tabel 44. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitas Dari Tiap
Strategi Pencegahan risiko (ETDk) Proses Pengemasan
Kode Strategi Preventif ETDk
Penyebab
Risiko
dengan
korelasi
tertinggi
Keterangan
Penyebab Risiko
PA23 Membuat SOP pada proses
pengemasan
201,88 A30 A28 = Pekerja lalai
dalam melakukan
proses pengemasan
A30 = Daun selada
terkena air pada saat
proses pencucian
PA22 Peningkatan pengawasan
karyawan oleh kepala kebun
148,43 A28
PA21 Penambahan karyawan pada
proses pengemasan
126,41 A28
PA20 Melakukan penirisan setelah
proses pencucian rockwool
selada
118,49 A30
Sumber : Lampiran 6d
Kemudian strategi preventif yang memiliki nilai keefektivan derajat
kesulitan yang rendah adalah melakukan penirisan setelah proses pencucian
rockwool selada . Strategi tersebut memiliki nilai TEk rendah dan nilai Dk tinggi
sehingga dianggap kurang efektif dan paling sulit dilakukan. Adapun pelaksanaan
strategi ini diharapkan akan mampu menghilangkan air pada daun selada yang
terkena pada proses pencucian rockwool.
147
6.6 Prioritas Aksi/Strategi Preventif
Berdasarkan pengukuran keefektivan derajat kesulitan (ETDk) dari tiap
strategi preventif maka didapatkan prioritas aksi atau strategi preventif risiko yang
telah ditetapkan pada masing-masing proses produksi selada hidroponik.
6.6.1 Prioritas Aksi Strategi Preventif Pada Proses Penanaman
Adapun urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi/strategi preventif
penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses penanaman sebagai berikut :
1. Menambahkan paranet pada tiap greenhouse (PA2)
2. Menyediakan kipas/blower pada tiap greenhouse (PA1)
3. Membuat dinding greenhouse sesuai standart (PA4)
4. Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih dahulu untuk mendapatkan
suhu yang sama dengan wadah (PA3)
5. Membuat SOP proses penanaman (PA7)
6. Memberikan pelatihan pada karyawan dalam melakukan proses produksi
(PA5)
7. Memotong rockwool terlebih dahulu sebelum memasukkan benih (PA6)
Penetapan prioritas aksi strategi preventif tersebut berdasarkan hasil
perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitas dari tiap strategi pencegahan risiko
(ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 40. Prioritas aksi strategi preventif ini
bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki prioritas penting
dalam menangani risiko yang ada.
148
6.6.2 Prioritas Aksi Strategi Preventif Pada Proses Pemeliharaan
Adapun urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi/strategi preventif
penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses pemeliharaan sebagai
berikut:
1. Peningkatan kedisiplinan pekerja (PA8)
2. Membuat SOP tertulis pada proses pemeliharaan (PA10)
3. Lebih memperketat pengawasan karyawan oleh kepala kebun (PA9)
Penetapan prioritas aksi strategi preventif tersebut berdasarkan hasil
perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitas dari tiap strategi pencegahan risiko
(ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 41. Prioritas aksi strategi preventif ini
bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki prioritas penting
dalam menangani risiko yang ada.
6.6.3 Prioritas Aksi/Strategi Preventif Pada Proses Pemanenan
Adapun urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi/strategi preventif
penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses pemanenan sebagai berikut :
1. Mengadakan rapat kedisiplinan terhadap kinerja karyawan di proses
pemanenan (PA13)
2. Membuat SOP tertulis tentang kualitas produk selada yang baik dan proses
produksi (PA12)
3. Merubah tataletak pemanenan dalam box container (PA11)
Penetapan prioritas aksi strategi preventif tersebut berdasarkan hasil
perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitas dari tiap strategi pencegahan risiko
(ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 43. Prioritas aksi strategi preventif ini
149
bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki prioritas penting
dalam menangani risiko yang ada.
6.6.4 Prioritas Aksi/Strategi Preventif Pada Proses Pengemasan
Adapun urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi/strategi preventif
penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses pengemasan sebagai berikut:
1. Membuat SOP pada proses pengemasan (PA17)
2. Peningkatan pengawasan karyawan oleh kepala kebun (PA16)
3. Penambahan karyawan pada proses pengemasan (PA15)
4. Melakukan penirisan setelah proses pencucian rockwool selada (PA14)
Penetapan prioritas aksi strategi preventif tersebut berdasarkan hasil
perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitas dari tiap strategi pencegahan risiko
(ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 40. Prioritas aksi strategi preventif ini
bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki prioritas penting
dalam menangani risiko yang ada.
6.7 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan risiko
Pada bagian atas Tabel HOR 2 seperti pada Lampiran 6 a,b,c dan d
terdapat hubungan kuat positif (++) dan positif (+). Apabila dua aksi/strategi
preventif berhubungan kuat positif maka perusahaan bisa memilih salah satu
diantara dua strategi preventif tersebut. Sedangkan bila berhubungan positif maka
perusahaan bisa memadukan antara dua strategi preventif yang berhubungan
150
positif tersebut. Selain itu, apabila strategi preventif tidak memiliki hubungan,
maka perusahaan perlu menjalankan tiap strategi-strategi preventif tersebut.
Strategi yang memiliki hubungan kuat positif dan positif pada keseluruhan
proses produksi selada hidroponik adalah sebagai berikut.
6.7.1 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan risiko Pada
Proses Penanaman
Terdapat beberapa strategi yang memiliki hubungan positif (+) dan kuat
positif (++) antara dua strategi pencegahan risiko pada proses penanaman seperti
pada Lampiran 6a. Adapun strategi-strategi yang memiliki hubungan positif (+)
dimana strategi tersebut dapat dijalankan secara bersamaan atau dikombinasikan
antara keduanya karena narasumber menganggap kedua strategi tersebut dapat
saling melengkapi dan memaksimalkan berkurangnya kemunculan penyebab
risiko yang akan menyebabkan kejadian risiko adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan kipas atau blower pada tiap greenhouse dapat dikombinasikan
atau dilaksanakan bersamaan dengan menambahkan paranet pada tiap
greenhouse
2. Menyediakan kipas atau blower pada tiap greenhouse dapat dilaksanakan
bersamaan dengan Membuat dinding greenhouse sesuai standart.
6.7.2 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan risiko Pada
Proses Pemeliharaan
Terdapat beberapa strategi yang memiliki hubungan positif (+) dan kuat
positif (++) antara dua strategi pencegahan risiko pada proses pemeliharaan
seperti pada Lampiran 6c. Adapun strategi-strategi yang memiliki hubungan kuat
151
positif (++), maka pihak PT. Kebun Pangan Jaya dapat memilih salah satu dari
dua strategi karena dianggap memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab
risiko yang sama adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan kedisiplinan pekerja atau lebih memperketat pengawasan
karyawan oleh kepala kebun.
2. Lebih memperketat pengawasan oleh kepala kebun atau manager kebun
melarang pekerja atau tamu menanamkan tanaman baru di greenhouse.
6.7.3 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan risiko Pada
Proses Pemanenan
Terdapat beberapa strategi yang memiliki hubungan positif (+) dan kuat
positif (++) antara dua strategi pencegahan risiko pada proses pemanenan seperti
pada Lampiran 6b. Adapun strategi-strategi yang memiliki hubungan kuat positif
(++), maka pihak PT. Kebun Pangan Jaya dapat memilih salah satu dari dua
strategi karena dianggap memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab
risiko yang sama adalah sebagai berikut : Membuat SOP tertulis tentang
pemanenan selada dan kualitas produk selada dapat dikombinasikan atau
mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan di proses pemanenan
6.7.4 Hubungan Kuat Positif Antara Dua Strategi pencegahan risiko Pada
Proses Pengemasan
Terdapat beberapa strategi yang memiliki hubungan positif (+) dan kuat
positif (++) antara dua strategi pencegahan risiko pada proses pengemasan seperti
pada Lampiran 6b. Adapun strategi-strategi yang memiliki hubungan kuat positif
(++), maka pihak PT. Kebun Pangan Jaya dapat memilih salah satu dari dua
152
strategi karena dianggap memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab
risiko yang sama adalah sebagai berikut :
1. Menambahkan karyawan pada proses pengemasan atau peningkatan
pengawasan karyawan oleh kepala kebun.
2. Peningkatan pengawasan karyawan oleh kepala kebun atau membuat SOP
(Standart Operasional Prosedur) pada proses pengemasan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan guna
menjawab perumusan masalah maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
1. Pada produksi selada hidroponik risiko yang teridentifikasi di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) dapat dikelompokkan menjadi 26
penyebab risiko dan 23 Kejadian risiko yang terdiri dari:
a. Penyebab Risiko
Terdapat (1) 11 penyebab risiko pada proses penanaman dengan 1 penyebab
risiko yang memiliki nilai tingkat kemunculan (occurance) tertinggi, yaitu
suhu udara melebihi 30oC; (2) 4 penyebab risiko pada proses pemeliharaan
dengan 1 penyebab risiko yang memiliki nilai tingkat kemunculan (occurance)
tertinggi, yaitu pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak
atau terkena hama dan penyakit; (3) 6 penyebab risiko pada proses pemanenan
dengan 1 penyebab risiko yang memiliki nilai tingkat kemunculan (occurance)
tertinggi, yaitu tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah akar terletak di
bawah (tidak dibaringkan); (4) 5 penyebab risiko pada proses pengemasan
dengan 1 penyebab risiko yang memiliki nilai tingkat kemunculan (occurance)
tertinggi, yaitu daun selada terkena cipratan air pada saat proses pencucian.
154
b. Kejadian Risiko
Terdapat 10 Kejadian risiko pada proses penanaman dengan 1 kejadian risiko
yang memiliki nilai dampak risiko (severity) tertinggi, yaitu terdapat mata
kodok pada daun selada yang terkena cipratan air hujan terdapat pada proses
penanaman; (2) 4 kejadian risiko pada proses pemeliharaan dengan 1 kejadian
risiko yang memiliki nilai dampak risiko (severity) tertinggi, yaitu hama dan
penyakit menular ke tanaman lainnya; (3) 4 kejadian risiko pada proses
pemanenan dengan 2 kejadian risiko yang memiliki nilai dampak risiko
(severity) tertinggi yaitu tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya dan
selada menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi; (4) 5 kejadian risiko pada
proses pengemasan dengan 2 kejadian risiko yang memiliki nilai dampak
risiko (severity) tertinggi, yaitu tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1
kemasan dan selada menjadi rusak saat dikemas.
2. Hasil pengukuran risiko pada proses produksi selada hidroponik, ditunjukkan
dengan nilai ARP. Penilaian hasil ARP tertinggi pada proses penanaman yang
harus diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan, yaitu Suhu udara
30oC dengan nilai 168,12. Penilaian hasil ARP tertinggi pada proses
pemeliharaan yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan
yaitu Tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau
terkena hama dan penyakit dengan nilai 36.66. Penilaian hasil ARP pada
proses pemanenan yang diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan,
yaitu Tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah akar menghadap ke
bawah semua dengan nilai 77.94. Penilaian nilai ARP pada proses
155
pengemasan yang diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan yaitu
Daun selada terkena air pada saat proses pencucian rockwool dengan nilai
61.44.
3. Hasil pemetaan risiko yang terjadi pada selada hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) didapatkan 9 total penyebab risiko
yang menjadi prioritas untuk dijadikan penanganan risiko. Pada proses
penanaman terdapat 6 penyebab risiko prioritas dengan persentase kumulatif
penyebab risiko tertinggi, yaitu Suhu udara melebihi 30oC. Pada proses
pemeliharaan terdapat 1 penyebab risiko prioritas yaitu Tenaga kerja kurang
memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena hama dan penyakit.
Pada proses pemanenan terdapat 3 penyebab risiko prioritas dengan persentase
kumulatif penyebab risiko tertinggi, yaitu Tateletak pemanenan dilakukan
dengan wadah akar menghadap ke bawah semua. Terakhir pada proses
pengemasan terdapat 2 penyebab risiko yang diprioritaskan dengan persentase
kumulatif penyebab risiko tertinggi, yaitu Daun selada terkena air pada saat
proses pencucian rockwool.
4. Berdasarkan pemetaan pareto yang menjadi prioritas penanganan risiko, maka
didapatkan 17 strategi preventif pencegahan risiko guna menghindari risiko
tersebut dapat terjadi lagi. Pada proses penanaman terdapat 7 strategi
preventif; tetapi strategi yang memiliki niai ETDk tertinggi maka dianggap
paling efektif dan paling mudah dilaksanakan adalah Menambahkan paranet
pada tiap greenhouse. Pada proses pemeliharaan terdapat 3 srategi preventif,
tetapi strategi yang dianggap paling efekif dan paling mudah dilakukan adalah
156
Peningkatan kedisiplinan pekerja. Pada proses pemanenan terdapat 3 srategi
preventif, tetapi strategi yang dianggap paling efekif dan paling mudah
dilakukan adalah Mengadakan rapat kedisiplinan terhadap kinerja karyawan di
proses pemanenan. Pada proses pengemasan terdapat 3 strategi preventif,
tetapi strategi yang dianggap paling efekif dan paling mudah dilakukan adalah
Membuat SOP pada proses pengemasan.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut :
1. PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) sebaiknya membuat SOP
adanya SOP adalah sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan yang menyelesaikan tugasnya. Sehingga pekerja
dapat mengetahui dengan jelas aturan-aturan yang ada agar mengurangi
tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas.
2. PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) harus memperhatikan
kondisi cuaca di daerah Pamulang yang terlalu panas dan terik sehingga
diperlukan adanya tindakan seperti menambahkan blower pada tiap
greenhouse agar tanaman tidak terlalu panas dan greenhouse menjadi lebih
sejuk. Selain itu dapat pula ditambahkan paranet pada tiap greenhouse,
walaupun memakan biaya tambahan tetapi dapat menimalkan terjadinya risiko
daun selada layu dan terbakar karena teriknya sinar matahari.
157
3. PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang) sebaiknya menambahkan
jumlah karyawan terutama pada proses pengemasan. Proses pengemasan
sering kali dilakukan secara terburu-buru sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pada daun selada hidroponik pada saat dikemas.
4. Penelitian selanjutnya yang dapat dikembangkan dari penelitian ini sebaiknya
melakukan analisis risiko pada tingkatan pelaku usaha yang lebih luas, baik
dari sisi produksi maupun ke konsumen akhir dari produk selada, serta dapat
melakukan analisis dengan metode yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Amalia Suci. 2017. Analisis Risiko Produksi Susu Kambing di CV
Sawangan Farm Diary. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Sayuran Menurut Provinsi 2013-2016.
https://www.bps.go.id/site/pilihdata. Diakses pada tanggal 3 Mei 2018,
Pukul 20.05
Djohanputro, Bramantyo. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Penerbit PPM
Manajemen : Jakarta
Fahmi, Irham. 2012. Manajemen Produksi dan Operasi. Alfabeta : Bandung
Gardjito, Murdijati, Widuri Handayani dan Ryan Salfarino. 2015. Penanganan
Segar Hortikultura untuk Penyimpanan dan Pemasaran. Penerbit Kencana
: Jakarta
Hafizha, Fernanda Aghnia. 2017. Mitigasi Risiko Produksi Susu Sapi Pada
Peternakan Sapi Rakyat (Studi Kasus Pada Peternakan Mahesa Perkasa
Farm Kota Depok). [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Heizer, Jay dan Barry Render. 2014. Manajemen Operasi. Ed ke-11. Penerjemah :
Horison Kurnia. Salemba Empat : Jakarta
Herwibowo, Kunto dan Budiana. 2014. Hidroponik Sayuran. Penebar Swadaya :
Jakarta
Kanisius, Aksi A. 1992. Seri Budidaya Sayuran Petunjuk Praktis. Penerbit
Kanisius : Yogyakarta
Kasidi. 2010. Manajemen Risiko. Penerbit Ghalia Indonesia : Bogor
Kountur, Ronny. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan.
Penerbit PPM : Jakarta
Kuswandi dan Erna Mutiara. 2004. Delta Delapan Langkah dan Tujuh Alat
Statistik untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. PT Elex Media
Komputindo : Jakarta
Lutfi, Ahmad dan Herry Irawan. 2012. Analisis Risiko Rantai Pasok Dengan
Model House Of Risk (Studi kasus pada PT XXX). Manajemen Indonesia :
EJurnal.http://ijm.telkomuniversity.ac.id/wpcontent/uploads/2015/02/Vol.-
12. Diakses pada tanggal 13 Mei 2018, Pukul 21.14 WIB
159
Poerwanto, Roedhy. 2014. Teknologi Hortikultura. IPB Press : Bogor
Pramana, T. 2011. Manajemen Risiko Bisnis. Sinar Ilmu Publishing : Jakarta
PT. Kebun Pangan Jaya. Laporan Tahunan PT. Kebun Pangan Jaya. 2017.
Pamulang. Laporan tertutup dapat diakses atas izin
Pujawan dan Laudine Geraldine. 2009. House Of Risk: A Model for Proactive
Supply Chain Risk Management. Bussiness Process Management
Journal. ITS e-journal, Vol. 15 No.6, Surabaya.
Rivai, Veithzal dan Rifki Ismail. 2013. Islamic Risk Management For Islamic
Bank. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Setyaningrum, Hesti Dwi dan Cahyo Saparinto. 2011. Panen Sayur Secara Rutin
di Lahan Sempit. Penebar Swadaya : Jakarta
Sitorus, Novianti. 2011. Analisis Risiko Produksi Bayam dan Kangkung
Hidroponik pada Parung Farm Kabupaten Bogor, Provinisi Jawa Barat.
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor :
Bogor.
Sosial Ekonomi Environmental. 2016. Manajemen Risiko : Praktik Kerja
Unggulan Dalam Program Pembangunan Berkesinambung Untuk Industri
Pertambangan. Australian Government : Australia
Susilo dan Kaho. 2010. Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000 Untuk Industri
Nonperbankan. Penerbit PPM : Jakarta
Syarieva, Evy, dkk. 2014. Potential Business : Hidroponik Praktis. PT Trubus
Swadaya : Jakarta
Tallei, Trina E, Inneke F.M Rumengan, dan Ahmad Adam. 2017. Hidroponik
Untuk Pemula. Penerbit LPPM UNSRAT : Manado
Tisnowati, Henny, Musa Hubeis dan Hartrisari Hardjomidjojo. 2008. Analisis
Pengendalian Mutu Produksi Roti (Kasus PT. AC, Tangerang). E-Jurnal.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/article/view/806. Diakses Pada
28 April 2018, Pukul 20.22 WIB
Triono, Agus R. 2012. Pengambilan Keputusan Manajerial : Teori dan Praktik
Untuk Manajer dan Akademisi. Salemba Empat : Jakarta
Ulfah, Maria, Mohammad Syamsul Maarif, Sukardin dan Sapta Raharja. 2016.
Analisis dan Perbaikan Manajemen Risiko Rantai Pasok Gula Rafinasi
Dengan Pendekatan House Of Risk. Jurnal. Vol 26 No. 1 Hal 87-103. IPB
160
E-Jurnal. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/view/13129.
Diakses Pada Tanggal 13 Mei 2018, Pukul 20.00 WIB
Wastra, Akhmad Riyadi dan Akhmad Mahbubi. 2013. Risiko Agribisnis. Gaung
Persada Press Group : Jakarta
Zulkarnain. Budidaya Sayuran Tropis. 2013. PT. Bumi Aksara : Jakarta.
LAMPIRAN
162
Lampiran 1. Kuesioner Profil Perusahaan dan Identifikasi Risiko
PANDUAN WAWANCARA
I. DATA INFORMAN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Jabatan :
Alamat :
Email :
II. DAFTAR PERTANYAAN
A. PROFIL PT. KEBUN PANGAN JAYA (KEBUN SAYUR
PAMULANG)
1. Bagaimana sejarah berdirinya PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur)?
Jawaban: ……………………………………………………………
2. Apa Tujuan didirikannya PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur)?
Jawaban: ……………………………………………………………
3. Apa Visi dan Misi dari PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur)?
Jawaban : ……………………………………………………………
4. Bagaimana Struktur Organisasi PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur)?
Jawaban: ……………………………………………………………
5. Apa saja produk yang dihasilkan PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun
Sayur)?
Jawaban: ……………………………………………………………
163
B. IDENTIFIKASI RISIKO PENANAMAN
5. Bagaimana proses penanaman selada hidroponikdi PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
6. Bagaimana parameter lingkungan di sekitar PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
7. Apakah pekerja sudah mengetahui cara penanaman selada hidroponik
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
8. Apakah peralatan dalam melakukan proses penanaman telah
memadai?
Jawaban : ……………………………………………………………
9. Apakah terdapat risiko pada proses penanaman yang dapat
mempengaruhi hasil produksi selada hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
C. IDENTIFIKASI RISIKO PEMELIHARAAN
10. Bagaimana proses pemeliharaan selada hidroponikdi PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
11. Apakah pekerja mengetahui proses pemeliharaan di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
12. Bagaimana kondisi lingkungan di sekitar PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
13. Apakah terdapat risiko pada proses pemeliharaan yang dapat
mempengaruhi hasil produksi selada hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
164
D. IDENTIFIKASI RISIKO PEMANENAN
14. Bagaimana proses pemanenan selada hidroponikdi PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
15. Apa saja kriteria yang dibutuhkan untuk dapat diterima menjadi
petugas produksi selada hidroponik di PT. Kebun Pangan Jaya
(Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
16. Apakah fasilitas untuk pemanenan telah memadai/ tidak kekurangan
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
17. Apa saja Kriteria Selada yang baik untuk di panen di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
18. Apakah pekerja mengetahui kriteria selada baik yang dapat dipanen
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
19. Apakah terdapat risiko pada proses pemanenan yang dapat
mempengaruhi hasil produksi selada hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban : ……………………………………………………………
E. IDENTIFIKASI RISIKO PENGEMASAN
20. Bagaimana proses pengemasan selada hidroponik di PT. Kebun
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
21. Apakah fasilitas untuk pengemasan telah memadai/ tidak kekurangan
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
22. Apakah terdapat risiko pada proses pengemasan yang dapat
mempengaruhi hasil produksi selada hidroponik di PT. Kebun
165
Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban: ………………………………………………………………
23. Apa saja kriteria pekerja untuk dapat melakukan proses pengemasan
di PT. Kebun Pangan Jaya (Kebun Sayur Pamulang)?
Jawaban : ……………………………………………………………
166
Lampiran 2 Matriks Instrumen Penelitian
No Sub Variabel Definisi Konseptual Parameter Pernyataan Risk Event Pernyataan Risk
Agent
1
Penanaman Menurut Herwibowo dan
Bundiana (2014 :
44)Tempat tumbuh dan
berkembang sayuran perlu
disiapkan. Diantaranya :
- Parameter
lingkungan
- Pentingnya Air
- Perencanaan
Konstruksi
- Rak Pembibitan
- Rak Pembesaran
- Diperlukan adanya
benih yang
bermutu, media
tanam yang pas dan
pemindahan tanam
ke fase berikutnya
dengan baik.
Parameter
Lingkungan
1. Tanaman menjadi
layu
2. Pertumbuhan
melambat
3. Tanaman selada
terbakar pada bagian
daun
1.Suhu udara
melebihi 30oC
2. Kelembaban udara
tinggi
3. Intensitas cahaya
matahari terlalu
tinggi
Pentingnya air 4. Tanaman tidak dapat
menyerap air nutrisi
4. Suhu air melebih
27oC
5. Selang Plastik
rentan bocor
Greenhouse
Pembibitan
5. Tanaman Mudah
terserang hama dan
patogen
6. Terdapat mata
kodok pada daun
selada yang terkena
cipratan air hujan
6. Tidak ada dinding
greenhouse
7. Tidak ada yellow
trap pada
greenhouse
Rak
Pembesaran
7. Tanaman menjadi
tumpang tindih
8. Jarak antar
lubang kurang
dari 15 cm
167
Lanjutan Lampiran 2…
No Sub Variabel Definisi Konseptual Parameter Pernyataan Risk
Event
Pernyataan Risk Agent
1 Penanaman Penyemaian
Benih
8. Tanaman selada
mengalami
stagnant
9. Setelah benih
disemai tidak
diletakkan di tempat
teduh/tidak terkena
sinar matahari
Pemindahan
sayuran ke
fase lain
9. Selada ikut
terpotong ketika
proses
pemotongan
rockwool
10. Selada terjatuh
sehingga dapat
mati
10.Tenaga kerja kurang
telaten terhadap
pemotongan
rockwool
11. Pemindahan sayuran
melewati satu tahap
2 Pemeliharaan Menurut Zulkarnain (2013
:104) Untuk tumbuh secara
optimal, selada
membutuhkan kelembaban
yang tinggi. Rindakan
pemeliharaan yang lain
adalah penyiangan gulma
Pengecekan
selang drip
11. Tanaman
kekurangan
nutrisi menjadi
kerdil
12. Air nutrisi tidak
lancar, tanaman
kekurangan
nutrisi
12. Aliran air nutrisi
dimatikan pada
malam hari
13. Tenaga kerja kurang
melakukan control
selang drip sehingga
terdapat lumut
168
Lanjutan Lampiran 2…
No Sub Variabel Definisi Konseptual Parameter Pernyataan Risk
Event
Pernyataan Risk
Agent
2 Pemeliharaan Menurut Zulkarnain (2013
:104) Untuk tumbuh secara
optimal, selada
membutuhkan kelembaban
yang tinggi. Rindakan
pemeliharaan yang lain
adalah penyiangan gulma
Penyiangan
gulma
13. Mudah adanya
hama dan penyakit
14.Tenaga kerja malas
dalam melakukan
sanitasi gulma
Pencabutan
tanaman layu
14. Hama dan
Penyakit menular
ke tanaman lainnya
15. Pekerja kurang
memperhatikan
adanya tanaman
yang rusak atau
terkena hama dan
penyakit
3 Pemanenan Menurut Herwibowo dan
Bundiana (2014:109)
Pemanenan dilihat dari
waktu dan cara panen yang
harus sesuai dengan
ketentuan yang ada.
Standar
Kualitas
15. Tanaman saat
diambil akan
mudah sobek
daunnya
16. Selada yang tidak
layak panen akan
mempengaruhi
selada lainnya
apabila dikemas
16. Tataletak
pemanenan
dilakukan dengan
wadah akar
menghadap ke
bawah semua
17. Tidak adanya SOP
tertulis dalam
menentukan
kualitas selada
169
Lanjutan Lampiran 2…
No Sub Variabel Definisi Konseptual Parameter Pernyataan Risk
Event
Pernyataan Risk
Agent
3
Waktu dan cara
panen
17. Kualitas selada
tidak baik
18. Banyak daun
selada berwarna
hitam tetap
dipanen
19. Umur selada yang
belum mencapai
42-45 hari dipanen
20. Wadah panen tidak
bersih dari kotoran
Pendinginan
sayuran
18. Selada menjadi
cepat busuk
karena terjadi
respirasi
21. Hasil tidak
langsung di
letakkan di ruang
pendingin dengan
suhu 120C
Pengemasan Menurut Herwibowo dan
Bundiana (2014:110)
Aspek Pengemasan perlu
diperhatikan secara cermat
sehingga kualitas sayuran
sesuai dengan permintaan
pasar dan disukai
konsumen
Mempertahankan
kualitas
19. Tanaman menjadi
tidak jelas isi
dalam kemasan
20. Selada menjadi
rusak saat
dikemas
22. Tidak ada proses
grading
23. Pekerja lalai
dalam melakukan
proses
pengemasan
170
Lanjutan Lampiran 2…
No Sub Variabel Definisi Konseptual Parameter Pernyataan Risk
Event
Pernyataan Risk
Agent
4
Penyimpanan 21. Masih terdapat
kotoran atau daun
yang
busuk.terbakar di
daun selada
22. Selada menjadi
mudah
busuk/lembek
24. Pekerja kurang
membersihkan
selada saat
pencucian
25. Daun selada
terkena air pada
saat proses
pencucian
rockwool
23. Selada menjadi
tidak segar dan
mudah layu
26. Menggunakan
ruangan ber AC
dengan suhu 18oC
171
Lampiran 3a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi
Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence)
dan Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses
Penanaman
HASIL KUESIONER PENELITIAN PUTARAN PERTAMA
Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence)
dan Tingkat Pengaruh/Dampak (Severity) Risiko pada Proses Penanaman
Petunjuk Pengisian Kuisioner Untuk Lampiran 3a Sampai 3d
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap frekuensi/peluang
terjadinya risiko beserta pengaruh/dampak yang ditimbulkan dari risiko-
risiko yang terjadi
2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√)
3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor
pertanyaan
4. Keterangan Untuk Penilaian “Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko (Aj)”
1 = Sangat Rendah (Tidak pernah terjadi)
2 = Rendah (Jarang terjadi, hanya pada kondisi tertentu)
3 = Sedang (Terjadi pada kondisi tertentu)
4 = Tinggi (Sering terjadi pada setiap kondisi)
5 = Sangat Tinggi (Selalu terjadi pada setiap kondisi)
5. Keterangan untuk penilaian “Pengaruh/Dampak Kejadian Risiko (Oj)”
1 = Sangat Rendah (Tidak berdampak)
2 = Rendah (Berdampak, namun sangat rendah pengaruhnya)
3 = Sedang (Berdampak Sedang)
4 = Tinggi (Berdampak Tinggi)
5 = Sangat Tinggi (Berdampak Sangat Tinggi)
172
A. Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) Pada Proses Penanaman
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber Oj
Roni Lardi Yeng
A1 Suhu udara melebihi 30oC 5 2 5 4.00
A2 Kelembaban udara tingi 2 3 2 2.33
A3 Intensitas cahaya matahari terlalu
tinggi 2 2 3 2.33
A4 Suhu air melebihi 27oC 4 3 5 4.00
A5 Selang plastik rentan bocor 3 3 3 3.00
A6 Tidak ada Yellow Trap pada
greenhouse 3 2 2 2.33
A7 Tidak ada dinding greenhouse 3 3 3 3.00
A8 Jarak antar lubang kurang dari 15cm 2 3 2 2.33
A9 Setelah benih disemai tidak diletakkan
ditempat teduh/tidak terkena sinar
matahari 1 1 2 1.33
A10 Tenaga kerja kurang telaten terhadap
pemotongan rockwool 4 2 4 3.33
A11 pemindahan sayuran melewati satu
tahap 3 4 3 3.33
Keterangan :
Roni : Pemilik Kebun
Lardi : Karyawan Kebun
Yeng : Kepala Kebun
Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Oj yang tertinggi bernilai 5.00 dan Oj yang terendah bernilai 1.00
173
B. Tingkat Pengaruh/Dampak Kejadian Risiko (Severity) Pada Proses
Penanaman
Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Narasumber
Si Roni Lardi Yeng
E1 Tanaman menjadi layu 4 3 4 3.67
E2 Pertumbuhan melambat 1 3 2 2.00
E3
Tanaman selada terbakar pada bagian
daun 2 3 4 3.00
E4
Tanaman tidak dapat menyerap air
nutrisi 1 3 1 1.67
E5
Tanaman mudah terserang hama dan
pathogen 3 2 2 2.33
E6
Terdapat mata kodok pada daun selada
yang terkena cipratan air hujan 5 3 4 4.00
E7 Tanaman menjadi tumpang tindih 3 3 3 3.00
E8 Tanaman selada mengalami stagnant 2 4 2 2.67
E9
Selada ikut terpotong ketika proses
pemotongan rockwool 1 3 3 2.33
E10 Selada terjatuh sehingga dapat mati 2 2 2 2.00
Keterangan :
Roni : Pemilik Kebun
Lardi : Karyawan Kebun
Yeng : Kepala Kebun
Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Si yang tertinggi bernilai 5.00 dan Oj yang terendah bernilai 1.00
174
Lampiran 3b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi
Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dan Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko
pada Proses Pemeliharaan
A. Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) Pada Proses Pemeliharaan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber
Oj Yeng Raka Yena
A12 Aliran air nutrisi dimatikan pada malam
hari
1 4 1 2.00
A13 Tenaga kerja kurang melakukan kontrol
selang drip sehingga terdapat lumut
3 3 3 3.00
A14 Tenaga kerja malas dalam melakukan
sanitasi gulma
1 2 1 1.33
A15 Pekerja kurang memperhatikan adanya
tanaman yang rusak atau terkena penyakit
4 2 5 3.67
Keterangan :
Yeng : Kepala Kebun
Raka : Supervisor Kebun
Yena : Karyawan Kebun
Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Oj yang tertinggi bernilai 5.00 dan Oj yang terendah bernilai 1.00
B. Tingkat Pengaruh/ Dampak Kejadian Risiko (Severity) Pada Proses
Pemeliharaan
Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Narasumber
Si Yeng Raka Yena
E11 Tanaman kekurangan nutrisi membuat
tanaman mati atau kerdil
1 3 1 1.67
E12 Air nutrisi tidak lancar karena terhambat
oleh lumut, tanaman kekurangan vitamin
1 2 2 1.67
E13 Hama dan penyakit bersarang di gulma 1 2 1 1.33
E14 Hama dan Penyakit menular ke tanaman
lainnya
4 2 4 3.33
Keterangan :
Yeng : Kepala Kebun
Raka : Supervisor Kebun
Yena : Karyawan Kebun
Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Si yang tertinggi bernilai 5.00 dan Si yang terendah bernilai 1.00
175
Lampiran 3c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi
Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dan Tingkat Pengaruh Dampak (Severity)
Risiko pada Proses Pemanenan.
A. Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) Pada Proses Pemanenan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber
Oj Yeng Lardi Yena
A16
Tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah
akar berada di bawah 5 4 4 4.33
A17
tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan
kualitas selada 4 4 3 3.67
A18 Banyak daun selada berwarna hitam 4 3 4 3.67
A19
Umur selada dipanen sebelum mencapai 42-45
hari 3 2 3 2.67
A20 Wadah panen tidak bersih dari kotoran 1 2 1 1.33
A21
Hasil tidak langsung diletakkan di ruang
pendingin dengan suhu 12oC 3 3 3 3.00
Keterangan :
Yeng : Kepala Kebun
Lardi : Karyawan Kebun
Yena : Karyawan Kebun
Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Oj yang tertinggi bernilai 5.00 dan Oj yang terendah bernilai 1.00
B. Tingkat Pengaruh/ Dampak Kejadian Risiko (Severity) Pada Proses
Pemanenan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber
Si Yeng Lardi Yena
E15
Tanaman saat diambil akan mudah sobek
daunnya 3 4 4 3.67
E16
Selada tidak layak panen akan mempengaruhi
selada lainnya apabila dikemas 2 3 3 2.67
E17 Kualitas selada tidak baik 2 3 2 2.33
E18
Selada menjadi cepat busuk karena terjadi
respirasi 4 4 3 3.67 Keterangan :
Yeng : Kepala Kebun
Lardi : Karyawan Kebun
Yena : Karyawan Kebun
Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Si yang tertinggi bernilai 5.00 dan Si yang terendah bernilai 1.00
176
Lampiran 3d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi
Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) dan Tingkat Pengaruh Dampak (Severity)
Risiko pada Proses Pengemasan
A. Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurrence) Pada Proses Pengemasan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber
Oj Yeng Suryadi Herman
A22 Tidak ada proses grading 1 2 2 1.67
A23
Pekerja lalai dalam melakukan
proses pengemasan 2 3 3 2.67
A24
Pekerja kurang membersihkan
selada saat pencucian 2 1 1 1.33
A35
Daun selada terkena air pada saat
proses pencucian rockwool 4 4 4 4.00
A26
Menggunakan ruangan ber AC
dengan suhu 18oC 1 5 5 3.67
Keterangan :
Yeng : Kepala Kebun
Suryadi : Karyawan Kebun
Herman : Karyawan Kebun
Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Oj yang tertinggi bernilai 5.00 dan Oj yang terendah bernilai 1.00
177
B. Tingkat Pengaruh/ Dampak Kejadian Risiko (Severity) Pada Proses
Pengemasan
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber
Si Yeng Suryadi Herman
E19
Tanaman menjadi tidak jelas isi
dalam 1 kemasan 4 3 3 3.33
E20
Selada menjadi rusak saat
dikemas 4 3 3 3.33
E21
Masih terdapat kotoran yang
mengenai daun selada 4 1 1 2.00
E22
Selada menjadi mudah
busuk/lembek 4 2 2 2.67
E23
Selada menjadi tidak segar dan
mudah layu 1 1 1 1.00 Keterangan :
Yeng : Kepala Kebun
Suryadi : Karyawan Kebun
Herman : Karyawan Kebun
Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
Oj yang tertinggi bernilai 5.00 dan Oj yang terendah bernilai 1.00
178
Lampiran 3e. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko
(Severity) pada Proses Penanaman
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab
risiko beserta pengaruh/dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang
terjadi berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Penyebab Risiko Pada Lampiran Korelasi
Kode Parameter Penyebab Risiko (Risk Agent)
A1 Suhu udara melebihi 30oC
A2 Kelembaban udara tingi
A3 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi
A4 Suhu air melebihi 27oC
A5 Selang plastik rentan bocor
A6 Tidak ada Yellow Trap pada greenhouse
A7 Tidak ada dinding greenhouse
A8 Jarak antar lubang kurang dari 15cm
A9 Setelah benih disemai tidak diletakkan ditempat teduh/tidak
terkena sinar matahari
A10 Tenaga kerja kurang telaten terhadap pemotongan rockwool
A11 pemindahan sayuran melewati satu tahap
b. Pengaruh/Dampak Risiko Pada Lampiran Korelasi
Kode Parameter Kejadian Risiko (Risk Event)
E1 Tanaman menjadi layu
E2 Pertumbuhan melambat
E3 Tanaman selada terbakar pada bagian daun
E4 Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi
E5 Tanaman mudah terserang hama dan pathogen
E6
Terdapat mata kodok pada daun selada yang terkena cipratan
air hujan
E7 Tanaman menjadi tumpang tindih
E8 Tanaman selada mengalami stagnant
E9 Selada ikut terpotong ketika proses pemotongan rockwool
E10 Selada terjatuh sehingga dapat mati
179
2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan
pengaruh/dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka
sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi/hubungan rendah
3 = Korelasi/hubungan sedang
9 = Korelasi/hubungan tinggi
180
B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh/Dampak Risiko Proses Penanaman
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
E1
R 9
9
0
0
1
3
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 Y 9 0 3 3 0 0 0 0 0 0 0
L 3 0 3 3 0 0 0 0 0 0 0
E2
R 1
1
3
3
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 Y 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0
L 1 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0
E3
R 3
3
0
0
9
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 Y 3 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0
L 9 0 9 1 0 0 0 0 0 0 0
E4
R 1
0
0
0
0
0
9
9
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 Y 0 0 0 9 1 0 0 0 0 0 0
L 0 0 0 3 3 0 0 0 0 0 0
E5
R 0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
9
9
9
9
0
0
0
0
0
0
0
0 Y 0 3 0 0 0 3 3 0 0 0 0
L 0 1 0 0 0 9 9 0 0 0 0
E6
R 1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
9
0
0
0
0
0
0
0
0 Y 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0
L 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0
181
Tabel Korelasi lanjutan Proses Penanaman….
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
E7
R 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0 0
Y 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
L 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
E8
R 0
0
1
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0 0
Y 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0
L 0 0 0 3 0 0 0 0 1 0 0
E9
R 0
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
9
0 0
Y 0 0 0 3 0 0 0 0 0 3 0
L 0 0 0 1 0 0 0 0 0 9 0
E10
R 1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3 3
Y 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3
L 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 9
Keterangan :
R : Roni
Y : Yeng
L : Lardi
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab menggunkaan Skala Likert
182
Lampiran 3f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko
(Severity) pada Proses Pemeliharaan
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab
risiko beserta pengaruh/dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang
terjadi berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Penyebab Risiko Pada Lampiran Korelasi
Kode Parameter Penyebab Risiko (Risk Agent)
A12 Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari
A13 Tenaga kerja kurang melakukan kontrol selang drip
sehingga terdapat lumut
A14 Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi gulma
A15 Pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak
atau terkena penyakit
b. Pengaruh/Dampak Risiko Pada Lampiran Korelasi
Kode Parameter Kejadian Risiko (Risk Event)
E11 Tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman mati atau
kerdil
E12 Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh lumut,
tanaman kekurangan vitamin
E13 Gulma semakin banyak dan hama akan mudah masuk
sehingga tanaman banyak yang berlubang
E14 Hama dan penyakit terkena pada tanaman lain
2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan
pengaruh/dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka
sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi/hubungan rendah
3 = Korelasi/hubungan sedang
9 = Korelasi/hubungan tinggi
183
B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh/Dampak Risiko
Pemeliharaan
A12 A13 A14 A15
E11
Y 1
1
3
3
0
0
0
0 R 3 1 0 0
T 1 3 0 0
E12
Y 0
0
3
3
0
0
0
0 R 0 1 0 0
T 0 3 0 0
E13
Y 0
0
0
0
3
3
0
0 R 0 0 3 0
T 0 0 9 0
E14
Y 0
0
0
0
0
0
9
3 R 0 0 0 3
T 0 0 0 3 Keterangan :
Y : Yeng
R : Raka
T : Teh Yena
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab
menggunkaan Skala Likert
184
Lampiran 3g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko
(Severity) pada Proses Pemanenan
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab
risiko beserta pengaruh/dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang
terjadi berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Penyebab Risiko Pada lampiran Korelasi
Kode Parameter Penyebab Risiko (Risk Agent)
A20
Pemanenan dilakukan dengan wadah akar menghadap ke
bawah semua
A21 tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas selada
A22 Banyak daun selada berwarna hitam tetap dipanen
A23 Umur selada dipanen sebelum mencapai 42-45 hari
A24 Wadah panen tidak bersih dari kotoran
A25
Hasil tidak langsung diletakkan di ruang pendingin dengan
suhu 12oC
b. Pengaruh/Dampak Risiko
Kode Parameter Kejadian (Risk Event)
E19 Tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya
E20
Selada tidak layak panen akan mempengaruhi selada lainnya
apabila dikemas
E21 Kualitas selada tidak baik
E22 Selada menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi
2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan
pengaruh/dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka
sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi/hubungan rendah
3 = Korelasi/hubungan sedang
9 = Korelasi/hubungan tinggi
185
B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh/Dampak Risiko Pemanenan
A20 A21 A22 A23 A24 A25
E19
Y 1
3
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0 L 3 0 0 0 0 0
T 3 0 0 0 0 0
E20
Y 0
0
0
3
0
0
0
1
0
1
0
0 L 0 3 0 1 1 0
T 0 3 0 1 1 0
E21
Y 3
3
3
3
3
3
0
1
3
1
1
1 L 3 3 3 1 1 1
T 3 3 3 1 1 0
E22
Y 0
0
0
0
3
3
0
0
1
1
0
3 L 0 0 3 0 1 3
T 0 0 9 0 1 3
Keterangan :
Y : Yeng
L : Lardi
T : Teh Yena
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab menggunkaan Skala Likert
186
Lampiran 3h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab
Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh/Dampak Risiko
(Severity) pada Proses Pengemasan
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab
risiko beserta pengaruh/dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang
terjadi berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Penyebab Risiko pada Lampiran Korelasi
Kode Parameter Penyebab Risiko (Risk Agent)
A22 Tidak ada proses grading
A23 Pekerja lalai dalam melakukan proses pengemasan
A24 Pekerja kurang membersihkan daun selada dan
rockwool saat pencucian
A25 Daun selada terkena air pada saat pencucian rockwool
A26 Menggunakan ruang ber AC dengan suhu >16oC
c. Pengaruh/Dampak Risiko Pada Lampiran Korelasi
Kode Parameter Penyebab Risiko (Risk Event)
E19 Tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1 kemasan
E20 Selada menjadi rusak saat dikemas
E21 Masih terdapat kotoran yang mengenai daun selada
E22 Selada menjadi mudah busuk/lembek
E23 Selada menjadi tidak segar dan mudah layu
2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan
pengaruh/dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka
sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi/hubungan rendah
3 = Korelasi/hubungan sedang
9 = Korelasi/hubungan tinggi
187
a. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh/Dampak Risiko Proses Pengemasan
A2 A27 A28 A29 A30 A31
E23
Y 1
1
0
0
1
1
3
3
0
0
0
0 S 1 0 0 1 0 0
H 0 0 1 3 0 0
E24
Y 0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0 S 0 3 3 0 0 0
H 0 1 1 1 0 0
E25
Y 0
0
0
0
1
3
1
0
0
0
0
0 S 0 0 3 0 0 0
H 0 0 3 0 0 0
E26
Y 1
0
0
0
1
1
1
3
0
0
0
0 S 0 0 1 3 0 0
H 0 0 1 3 1 0
E27
Y 0
0
0
0
0
0
3
3
3
3
0
0 S 0 0 0 3 3 0
H 0 0 0 3 1 0
E28
Y 0
0
0
0
0
0
1
0
3
3
0
1 S 0 0 0 0 3 1
H 0 0 0 0 3 1 Keterangan :
Y : Yeng
S : Suryadi
H : Herman
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab menggunkaan Skala Likert
188
Lampiran 4a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat
Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif
Penyebab Risiko pada Proses Penanaman
HASIL KUESIONER PENELITIAN PUTARAN KEDUA
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap derajat/tingkat kesulitan
tindakan/strategi pencegahan/preventif penyebab risiko pada proses
penanaman
2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√)
3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor
pertanyaan.
4. Keterangan untuk pengisian kuesioner
3 = Mudah (Aksi Preventif mudah dijalankan)
4 = Sedang (Aksi Preventif dapat dijalankan)
5 = Sulit (Aksi Preventif sulit dijalankan)
Derajat/Tingkat Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko (Preventive
Action)
Kode Strategi Penanganan
Tingkat
Kesulitan
Dk RN L Y
PA1 Menyediakan kipas/blower pada tiap greenhouse 3 4 3 3.33
PA2 Menambahkan Paranet pada tiap greenhouse 3 3 3 3.00
PA3
Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih
dahulu untuk mendapatkan suhu yang sama dengan
wadah 5 4 5 4.67
PA4 Membuat dinding greenhouse sesuai standart 3 3 3 3.00
PA5
Memberikan pelatihan pada karyawan dalam
melakukan proses produksi 3 3 4 3.33
PA6
Memotong rockwool terlebih dahulu sebelum
memasukkan benih 5 5 5 5.00
PA7 Membuat SOP proses penanaman 3 4 2 3.00 Keterangan :
RN : Roni
L : Lardi
Y : Yeng
Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
189
Lampiran 4b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat
Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif
Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan
Derajat/Tingkat Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko (Preventive
Action)
Kode Strategi Penanganan
Tingkat
Kesulitan
Dk Y RA T
PA8 Peningkatan kinerja pekerja 5 4 4 4.33
PA9
Lebih memperketat pengawasan karyawan
oleh kepala kebun 5 4 4 4.33
PA10
Membuat SOP tertulis pada proses
pemeliharaan 3 4 3 3.33 Keterangan :
Y : Yeng
RA : Raka
T : Teh Yena
Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
190
Lampiran 4c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat
Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif
Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan
A. Derajat/Tingkat Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko
(Preventive Action)
Kode Strategi Penanganan
Tingkat
Kesulitan
Dk Y L T
PA11
Merubah tataletak pemanenan dalam box
container 5 4 5 4.67
PA12
Membuat SOP tertulis selada tentang kualitas
produk selada yang baik 3 3 3 3.00
PA13
Mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja
karyawan di proses pemanenan 3 4 3 3.33 Keterangan :
Y : Yeng
L : Lardi
T : Teh Yena
Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
191
Lampiran 4d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat/Tingkat
Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif
Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan
A. Derajat/Tingkat Kesulitan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko
(Preventive Action)
Kode Strategi Penanganan Tingkat Kesulitan
Dk Y S H
PA14 Melakukan penirisan setelah proses pencucian rockwool selada 4 5 5
4.67
PA15
Penambahan karyawan pada proses
pengemasan 3 4 3 3.33
PA16
Peningkatan pengawasan karyawan oleh
kepala kebun 4 3 4 3.67
PA17 Membuat SOP pada proses pengemasan 3 4 3 3.33
Keterangan :
Y : Yeng
S : Suryadi
H : Herman
Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan Skala Likert oleh narasumber.
192
Lampiran 4e. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif dengan
Penyebab Risiko pada Proses Penanaman
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan
tindakan atau strategi pencegahan risiko dengan penyebab risiko pada
proses penanaman berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Tindakan/Strategi Pencegahan Pada Lampiran Korelasi
Kode Strategi pencegahan(Preventive Action)
PA1 Menyediakan kipas/blower pada tiap greenhouse
PA2 Menambahkan Paranet pada tiap greenhouse
PA3
Menyimpan air ke dalam wadah/paralon terlebih dahulu
untuk mendapatkan suhu yang sama dengan wadah
PA4 Membuat dinding greenhouse sesuai standart
PA5
Memberikan pelatihan pada karyawan dalam melakukan
proses produksi
PA6
Memotong rockwool terlebih dahulu sebelum memasukkan
benih
PA7 Membuat SOP proses penanaman
b. Penyebab Risiko Pada Lampiran Korelasi
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
A1 Suhu udara melebihi 30oC
A7 Jarak antar lubang kurang dari 15cm
A4 Suhu air melebihi 27oC
A3 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi
A11 Tenaga kerja asal memasukkan selada ke dalam lubang
gully
A10 Tenaga kerja kurang telaten terhadap pemotongan
rockwool
2. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan
risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai
dengan angka sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi / hubungan rendah
3 = Korelasi / hubungan sedang
9 = Korelasi / hubungan tinggi
193
B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko Dengan
Penyebab Risiko Proses Penanaman
PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7
A1
RN
9
9
9
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
L 3 3 0 0 0 0 0
Y 9 9 0 0 0 0 0
A7
RN
0
0
0
0
0
0
9
9
0
0
0
0
0
0
L 0 0 0 9 0 0 0
Y 0 0 0 9 0 0 0
A4
RN
0
0
0
0
9
9
0
0
0
0
0
0
0
0
L 0 0 9 0 0 0 0
Y 0 0 9 0 0 0 0
A3
RN
3
3
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
L 3 3 0 0 0 0 0
Y 9 9 0 0 0 0 0
A11
RN
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
3
L 0 0 0 0 0 0 3
Y 0 0 0 0 0 0 1
A10
RN
0
0
0
0
0
0
0
0
3
3
3
3
3
3
L 0 0 0 0 3 3 3
Y 0 0 0 0 9 9 3 Keterangan :
RN : Roni
L : Lardi
Y : Yeng
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab
menggunkaan Skala Likert
194
Lampiran 4f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif dengan Penyebab
Risiko pada Proses Pemeliharaan
KUESIONER PENELITIAN PUTARAN KEDUA :
Korelasi Penerapan Tindakan/ Strategi Pencegahan/Preventif dengan
Penyebab Risiko yang Proses Pemeliharaan
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan
tindakan atau strategi pencegahan risiko dengan penyebab risiko pada
proses pemeliharaan berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Tindakan/Strategi Pencegahan
Kode Strategi Pencegahan (Prefentive Action)
PA13 Peningkatan kinerja pekerja
PA14
Lebih memperketat pengawasan karyawan oleh kepala
kebun
PA15 Membuat SOP tertulis pada proses pemeliharaan
b. Penyebab Risiko
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
15 Pekerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak
atau terkena penyakit
2. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan
risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai
dengan angka sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi / hubungan rendah
3 = Korelasi / hubungan sedang
9 = Korelasi / hubungan tinggi
195
B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko
Dengan Penyebab Risiko Proses Pemeliharaan
PA8 PA9 PA10
A15
Y 9
9
3
1
3
3 RA 9 1 3
T 3 1 3
Keterangan :
Y : Yeng
RA : Raka
T : Teh Yena
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab
menggunkaan Skala Likert
196
Lampiran 4g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif dengan Penyebab
Risiko pada Proses Pemanenan
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan
tindakan atau strategi pencegahan risiko dengan penyebab risiko pada
proses pemanenan berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Tindakan/Strategi Pencegahan
Kode Strategi Pencegahan (Prefentive Action)
PA11 Merubah tataletak pemanenan dalam box container
PA12
Membuat SOP tertulis selada tentang kualitas produk
selada yang baik
PA13
Mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan di
proses pemanenan
b. Penyebab Risiko
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
A16 Tataletak pemanenan dilakukan dengan wadah, akar
menghadap ke bawah semua
A18 Daun selada berwarna hitam tetap dipanen
A17 Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas
selada
2. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan
risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai
dengan angka sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi / hubungan rendah
3 = Korelasi / hubungan sedang
9 = Korelasi / hubungan tinggi
197
B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko
Dengan Penyebab Risiko Proses Pemanenan
PA11 PA12 PA13
A16
1 1
1
0
0
3
1 2 1 0 1
3 1 0 1
A18
1 0
0
3
3
3
3 2 0 1 1
3 0 3 3
A17
1 1
1
3
3
3
3 2 1 3 3
3 1 9 3 Keterangan :
Y : Yeng
L : Lardi
T : Teh Yena
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab
menggunkaan Skala Likert
198
Lampiran 4h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan
Tindakan/Strategi Pencegahan/Preventif dengan Penyebab
Risiko pada Proses Pengemasan
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan
tindakan atau strategi pencegahan risiko dengan penyebab risiko pada
proses pengemasan berdasarkan keterangan di bawah ini :
a. Tindakan/Strategi Pencegahan
Kode Strategi Pencegahan (Prefentive Action)
PA14
Melakukan penirisan setelah proses pencucian rockwool
selada
PA15 Penambahan karyawan pada proses pengemasan
PA16 Peningkatan pengawasan karyawan oleh kepala kebun
PA17 Membuat SOP pada proses pengemasan
b. Penyebab Risiko
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
A25 Daun selada terkena air pada saat proses pencucian
rockwool
A23 Pekerja lalai dalam melakukan proses pengemasan
2. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan
risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai
dengan angka sebagai berikut :
0 = Tidak ada korelasi
1= Korelasi / hubungan rendah
3= Korelasi / hubungan sedang
9= Korelasi / hubungan tinggi
199
B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi Pencegahan Risiko
Dengan Penyebab Risiko Proses Pengemasan
PA14 PA15 PA16 PA17
A25
1 9
9
3
1
3
3
9
9 2 9 1 3 9
3 9 1 1 3
A23
1 0
0
9
9
9
9
9
3 2 0 9 9 3
3 0 9 3 3 Keterangan :
Y : Yeng
S : Suryadi
H : Herman
Korelasi didapatkan dari banyaknya jawaban narasumber yang telah dijawab
menggunkaan Skala Likert
200
Lampiran 5a. Tabel HOR fase 1 Proses Penanaman
Risk Agent (Aj) Sever
ity Of
Risk
(Si)
Risk Event (Ei)
1. Tanaman menjadi layu 9 0 3 1 0 0 0 0 0 0 0 3.67
2. Pertumbuhan melambat 0 3 0 3 0 0 0 0 0 0 0 2.00
3. Tanaman selada terbakar pada bagian daun 3 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 3.00
4. Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 0 1.67
5. Tanaman mudah terserang hama dan
pathogen 0 9 0 0 0 9 9 0 0 0 0 2.33
6. Terdapat mata kodok pada daun selada
yang terkena cipratan air hujan 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 4.00
7. Tanaman menjadi tumpang tindih 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 3.00
8. Tanaman selada mengalami stagnant 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 2.67
9. Selada ikut terpotong ketika proses
pemotongan rockwool 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 2.33
10. Selada terjatuh sehingga dapat mati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 2.00
Occurance of Agent j 4.00 2.33 2.33 4.00 3.00 2.33 3 2.33 1.33 3.33 3.33
Aggregate Risk Potential 168.12 62.84 88.56 98.80 15.03 48.86 170.91 20.97 10.65 69.83 59.94
Priority Rank of Agent j 1 8 4 3 10 7 2 9 11 6 5
1.S
uhu u
dar
a m
ele
bih
i
30
oC
2.
kel
em
baban u
dar
a ti
ngg
i
9.
Set
elah b
enih
dis
em
ai ti
dak
dil
etak
kan
dit
em
pat
ted
uh/t
idak
terk
ena
sinar
mat
ahar
i
5.
Sel
ang P
last
ik r
enta
n b
oco
r
6.
Tid
ak a
da
din
din
g g
reen
ho
use
4.
Suhu m
ele
bih
i 27
oC
3.
Inte
nsi
tas
cahaya
mat
ahar
i
terl
alu
tin
gg
i
7.
tidak
ada
Yello
w T
rap d
i
gre
enh
ou
se p
em
bib
itan
8.
Jara
k a
nta
r lu
bang k
ura
ng
dar
i 15
cm
Ten
aga
ker
ja k
ura
ng t
elat
en
terh
adap
pem
oto
ngan
ro
ckw
oo
l
Pem
ind
ahan
say
ura
n
mel
ewat
i sat
u t
ahap
201
Lampiran 5b. Tabel HOR Fasse 1 Proses Pemeliharaan
Risk Agent (Aj) Severity Of Risk
(Si)
Risk Event (Ei)
11. Tanaman kekurangan nutrisi menjadi kerdil 1 3 0 0 1.67
12. Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh
lumut, tanaman kekurangan nutrisi 0 3 0 0 1.67
13. Mudah adanya hama dan penyakit 0 0 3 0 1.33
14. Tanaman ikut rusak 0 0 0 3 3.33
Occurance of Agent j 2.00 3.00 1.33 3.67
Aggregate Risk Potential 3.34 30.06 5.31 36.66
Priority Rank of Agent j 4 2 3 1
13.
sela
ng d
rip t
idak
di cek
seca
ra b
erkala
14. te
nag
a ker
ja m
ala
s dala
m
mela
kukan s
anit
asi gu
lma
15 p
eker
ja k
ura
ng
mem
per
hat
ikan a
danya
tanam
an y
ang r
usa
k a
tau
terk
ena
ham
a dan p
enyak
it
12
. Alir
an a
ir n
utr
isi d
imat
ikan
pad
a m
alam
har
i
202
Lampiran 5c. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemanenan
Risk Agent (Aj) Severity Of
Risk (Si)
Risk Event (Ei)
15. Tanaman saat diambil akan mudah sobek
daunnya 3 0 0 0 0 0 3.67
16. Selada yang tidak layak panen akan
mempengaruhi selada lainnya apabila dikemas 0 3 0 1 1 0 2.67
17. Kualitas selada tidak baik 3 3 3 1 1 1 2.33
18. Selada menjadi cepat busuk karena terjadi
respirasi 0 0 3 0 1 3 3.67
Occurance of Agent j 4.33 3.67 3.67 2.67 1.33 3.00
Aggregate Risk Potential 77.94 55.05 66.06 13.35 11.53 40.02
Priority Rank of Agent j 1 3 2 5 6 4
16.
Tat
alet
ak p
em
anenan
dil
akukan d
engan w
adah
akar
meng
had
ap k
e baw
ah
17. ti
dak
adanya
SO
P t
ertu
lis
dala
m m
enentu
kan
kuali
tas
sela
da
18.
Ban
yak
dau
n s
ela
da
ber
war
na
hit
am
tet
ap d
ipanen
19.
um
ur
sela
da
dip
anen
sebelu
m m
encap
ai 42
-45 h
ari
20.
wad
ah p
anen t
idak
ber
sih
dar
i koto
ran
21.
has
il t
idak
lang
sung
dil
etak
kan
di ru
ang p
end
ing
in
den
gan s
uhu 1
2oC
203
Lampiran 5d. Tabel HOR Fase 1 Proses Pengemasan
Risk Agent (Aj) Severity Of
Risk (Si)
Risk Event (Ei)
19. Tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1 kemasan 1 1 0 0 0 1.67
20. Selada menjadi rusak saat dikemas 0 3 0 0 0 2.67
21. Masih terdapat kotoran ata daun yang
busuk/terbakar di daun selada 0 1 3 0 0 1.33
22. Selada menjadi mudah busuk/lembek 0 0 3 3 0 4.00
23. Selada menjadi tidak segar dan mudah layu 0 0 0 3 1 3.67
Occurance of Agent j 3.33 3.33 2.00 2.67 1.00
Aggregate Risk Potential 5.56 39.99 37.98 61.44 3.67
Priority Rank of Agent j 4 2 3 1 5
26.
menggu
nak
an r
uangan b
er
AC
dengan s
uhu 1
8oC
23.
Pek
erja
lala
i dala
m
mela
kukan p
rose
s pen
gem
asan
22. ti
dak
ada
pro
ses
gra
din
g
24.
pek
erja
kura
ng
mem
ber
sihkan s
ela
da
saat
pen
cucia
n
25.
dau
n s
ela
da
terk
ena
air
pad
a
saat
pro
ses
pen
cucia
n r
ock
wool
204
Lampiran 6a. Tabel HOR Fase 2 Proses Penanaman
Risk Event (Ei)
ARPj
Suhu udara melebihi 30oC
9 9 0 0 0 0 0 172.04
Jarak antar lubang kurang dari
15cm 0 0 0 9 0 0 0 162.76
Suhu air melebihi 27oC
0 0 9 0 0 0 0 144.18
Intensitas cahaya matahari
terlalu tinggi 3 3 0 0 0 0 0 131.72
Tenaga kerja asal memasukkan
selada ke dalam lubang gully 0 0 0 0 0 0 3 59.94
Tenaga kerja kurang telaten
terhadap pemotongan rockwool 0 0 0 0 3 3 3 50.05
TEk 1993 1943 1297.62 1464.84 150.15 150.15 329.97
Dk 3.33 3.00 4.67 3.00 3.33 5.00 3.00
ETDk 598.07 647.8 278.0614 488.28 45.045 30.03 109.99
Rank 2 1 4 3 6 7 5
Keterangan:
ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan dari perhitungan HOR 1
TEk = Total Effectiveness (Total Keefektivan)
Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari hasil penilaian kuesioner pada
Lampiran 4a
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi)
Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan nilai ETDk
7.
Sel
ang d
rip d
irend
am
dengan
menggu
nak
an a
ir p
anas
dan
menam
bahk
an s
atu s
dm
pem
uti
h
per
gal
on
6.
Mem
buat
SO
P (
Sta
nda
rt
Oper
asi
onal
Pro
sedu
r) p
ada
pro
ses
pen
anam
an
5.
Mem
ber
ikan p
ela
tihan
pad
a kar
yaw
an
4.
mem
buat
din
din
g g
reen
house
sesu
ai
stan
dar
t
1.
Men
yed
iakan k
ipas
ata
u
blo
wer
pad
a ti
ap g
reen
hou
se
2.
Men
am
bahkan p
aranet
pad
a
tiap
gre
enhou
se
3.
menyim
pan a
ir k
edala
m
wad
ah/p
aralo
n t
erle
bih
dahu
lu
untu
k m
end
apat
kan
su
hu y
ang
sam
a den
gan w
adah
+
+
Keterangan : + = Positif ++ = Kuat Positif
205
Lampiran 6b. Tabel HOR Fase 2 Proses Pemeliharaan
ARPj
pekerja kurang
memperhatikan adanya
tanaman yang rusak
atau terkena hama dan
penyakit 9 1 3 36.66
TEk 329.94 36.66 109.98
Dk 4.33 4.33 3.33
ETDk 76.14 8.46 32.994
Rank 1 4 2
Keterangan:
ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan dari perhitungan HOR 1
TEk = Total Effectiveness (Total Keefektivan)
Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari hasil penilaian kuesioner pada
Lampiran 4c
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi)
Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan nilai ETDk
++
++
Keterangan : + = Positif ++ = Kuat Positif
8.
pen
ingkat
an k
edis
ipli
nan
pek
erja
9.
lebih
mem
per
ket
at
pen
gaw
asan k
aryaw
an o
leh
kep
ala
kebu
n
10.
mem
buat
SO
P t
ertu
lis
pad
a
pro
ses
pen
anam
an
206
Lampiran 6c. Tabel HOR Fase 2 Proses Pemanenan
ARPj
pemanenan dilakukan dengan
wadah, akar menghadap ke
bawah semua 1 0 1 77.94 daun selada berwarna hitam tetap
dipanen 0 3 3 66.06 tidak adanya SOP tertulis dalam
menentukan kualitas selada 1 3 3 55.05 TEk 132.99 363.33 441.27
Dk 4.67 3.00 3.33
ETDk 28.50 121 132.38
Rank 3 211 1
Keterangan:
ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan dari perhitungan HOR 1
TEk = Total Effectiveness (Total Keefektivan)
Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari hasil penilaian kuesioner pada
Lampiran 4d
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi)
Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan nilai ETDk
11.
mer
ubah t
atal
etak
pem
anenan d
ala
m b
ox
12.
mem
buat
SO
P t
ertu
lis
sela
da
tenta
ng k
ualita
s pro
duk s
elad
a
13.
mengad
akan r
apat
evalu
asi
terh
adap
kin
erja
kar
yaw
an d
i
pro
ses
pem
anenan
++
Keterangan : + = Positif ++ = Kuat Positif
207
Lampiran 6d. Tabel HOR Fase 2 Proses Pengemasan
ARPj
daun selada terkena air pada
proses pembersihan rockwool 9 1 3 9 61.44
pekerja lalai dalam melakukan
proses pengemasan 0 9 9 3 39.99
TEk 552.96 421.35 544.23 672.93
Dk 4.67 3.33 3.67 3.33
ETDk 118.49 126.41 148.43 201.88
Rank 4 3 2 1
Keterangan:
ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan dari perhitungan HOR 1
TEk = Total Effectiveness (Total Keefektivan)
Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari hasil penilaian kuesioner pada
Lampiran 4e
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi)
Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan nilai ETDk
17.
Mem
buat
SO
P p
ada
pro
ses
pen
gem
asa
n
14.
mela
kukan p
enir
isann
sete
lah p
rose
s pen
cucia
n
rock
wool
15.
pen
am
bahan k
aryaw
an p
ada
pro
ses
pen
gem
asan
16.
Pen
ingkat
an p
engaw
asa
n
kar
yaw
an o
leh k
epala
kebu
n
++ ++
Keterangan : + = Positif ++ = Kuat Positif
208
209