Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

53
LAPORAN PRAKTIKUM MK. MANAJEMEN RESIKO BENCANA Oleh: Diah Listyarini A153130021 Dosen: Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc SEKOLAH PASCASARJANA 0

Transcript of Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Page 1: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

LAPORAN PRAKTIKUM

MK. MANAJEMEN RESIKO BENCANA

Oleh:

Diah Listyarini

A153130021

Dosen:

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

0

Page 2: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

PENDAHULUANLatar Belakang

Perubahan iklim sudah semakin dirasakan dan telah menimbulkan dampak pada berbagai segi

kehidupan masyarakat. Pergeseran awal musim, perubahan tinggi maupun keragaman hujan juga sudah

diamati di beberapa daerah. Disamping itu juga ditemukan kecendrungan semakin meningkatnya

frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim dirasakan akhir-akhir ini1. Naiknya muka air laut akibat dari

kenaikan suhu menyebabkan meningkatnya masalah salinitas dan robs di berbagai wilayah pantai

Indonesia. Perubahan pola hujan, pergeseran musim, kenaikan suhu, dan kenaikan muka air laut akan

menimbulkan banyak implikasi pada berbagai sektor. Pada sektor petanian perubahan iklim akan

mempengaruhi pola tanam, menurunkan hasil tanaman, merubah intensitas tanam, tingkat serangan

hama penyakit dan lain-lain. Pada sektor sumberdaya air, perubahan iklim akan mempengaruhi

keberlanjutan ketersediaan air untuk mendukung berbagai kegiatan pembangunan. Pada sektor

kesehatan, tingkat serangan penyakit menular khususnya jenis penyakit dibawa air dan vector seperti

demam berdarah, malaria, diare juga diperkirakan akan meningkat. Di Kabupaten Karawang sendiri,

frekuensi kejadian bencana banjir jadi semakin rutin terjadi dan banjir sudah mulai merugikan masyarakat

setiap tahunnya.

Telah banyak kajian yang dilakukan terhadap bencana dan berbagai masalahnya di Indonesia,

dan telah banyak pula rekomendasi yang diberikan serta langkah-langkah nyata untuk mengatasi

bencana telah dilaksanakan. Meskipun demikian, masih selalu muncul pertanyaan dan masalah

dilapangan. Salah satu upaya mitigasi dan penyelesaian masalah banjir melalui pendekatan risiko

bencana. Indiyanto dan Kuswanjono (2012) menambahkan bahwa sebenarnya bencana memperlihatkan

adanya sesuatu yang tidak berjalan baik atau sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan risiko bencana

didalam masyarakat. Beberapa tahun ini, Beberapa kecamatan di Kabupaten Karawang yang menjadi

langganan banjir disetiap tahunnya adalah Kecamatan Karawang Barat, Kecamatan Telukjambe Barat

dan Kecamatan Telukjambe Timur.

Salah bentuk kombinasi antara local knowledge dan pengetahuan sains yang mungkin dapat

digunakan dalam melakukan manajemen bencana adalah dengan menggunakan geographic information

system (GIS) yang dapat menestimasi data pengetahuan local yang ada dikawasan bencana sehingga

dapat dibandingkan, dianalisis, diseminasikan dan dipraktikan bersama (Sillitoe, Barr dan Alam, 2004

dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012).Cara yang tepat untuk menyelenggarakan program belajar resiko

adalah dengan mencciptakan desain kelembagaan dan mengukur skala kerentanan dalam masyarakat

(Douglas, 1992).

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang, maka tujuan penelitian adalah :

1

Page 3: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

1. Memetakan dan menganalisa distribusi spasial daerah bahaya banjir di Kecamatan Karawang Barat,

Telukjambe Timur dan Telukjambe Barat di Kabupaten Karawang.

2. Menganalisis dan memetakan daerah risiko banjir berdasarkan kelas bahaya, dan kerentanan di

Kecamatan Karawang Barat, Telukjambe Timur dan Telukjambe Barat di Kabupaten Karawang.

3. Memberikan rekomendasi mitigasi banjir di Kecamatan Karawang Barat, Telukjambe Timur dan

Telukjambe Barat di Kabupaten Karawang.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat

digunakan untuk inventarisasi analisis bahaya dan risiko banjir, khususnya didaerah penelitian.

2. Peta bahaya (hazard), peta kerentanan (vulnerability) dan peta risiko (risk) banjir di Kecamatan

Karawang Barat, Telukjambe Timur dan Telukjambe Barat di Kabupaten Karawang.

TINJAUAN PUSTAKA

Banjir

Banjir didefinisikan sebagai peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar disekitar sungai

akibat melupaknya air sungai yang tidak mampu ditampung alur sungai. Banjir merupakan interaksi antara

manusia dengan alam dan sistem alam itu sendiri. Bencana banjir merupakan aspek interaksi antara

2

Page 4: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

manusia dengan alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba menggunakan alam yang

bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan manusia (Suwardi, 1999). Linsley dan Paulus (1979)

menambahkan bahwa banjir pada dasarnya merupakan produk dari suatu system daerah aliran sungai

yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik berupa dari daerah aliran sungai maupun dari hujan

sebagai sumbernya. Banjir disebabkan oleh empat faktor yaitu: pemukiman didaratan banjir, perubahan

penggunaan tanah yang mengakibatkan berubahnya fungsi tata guna lahan, curah hujan yang tinggi serta

sungai/saluran yang mengecil akibat adanya pendangkalan.

Maryono (2005), empat hal yang menjadi penyebab terjadinya banjir di Indonesia, antara lain :

1. Faktor hujan yang lebat, tetapi faktor ini tidak selamanya menyebabkan banjir

2. Menurunnya resistensi DAS terhadap banjir akibat perubahan tata guna lahan

3. Faktor kesalahan pembangunan alur sungai, seperti : perulusan sungai, pembetonan dinding dan

pergeseran tepian/sempadan sungai.

4. Faktor pendangkalan sungai dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampung sungai terhadap

air, sehingga tidak mampu lagi mengalirkan air yang melewati dan meluap (banjir).

Banjir terjadi apabila debit air yang mengalir melalui penampang sungai tidak mampu ditampung

sehingga meluap ke dataran banjir atau aliran air terhalang oleh sampah. Sukandarrumidi (2010)

menambahkan bahaya yang mungkin terjadi antara lain sebagai berikut :

1. Tergenangnya daerah permukiman yang dibangun di daerah sempadan sungai. Air bersama dengan

segala dengan segala kotoran masuk lingkungan permukiman, mengakibatkan keadaan lingkungan

menjadi becek, tidak sehat, dan berbagai penyakit dapat timbul.

2. Hanyut dan rusaknya bangunan yang diterjang oleh banjir. Hal ini akan terjadi apabila konstruksi

teknis bangunan sungai tidak dibuat sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

3. Terjadinya tanah longsor akibat arus air yang mengikis tebing sungai. Pengikisan pada umumnya

terjadi disungai yang membelok (meander). Oleh sebab itu, disarankan jika membangun tumpuan

jembatan jangan pada tebing sungai yang berpotensi erosi.

4. Rusaknya daerah pertanian dan perkebunan di wilayah sempadan sungai. Tanaman mati dan gagal

panen pasti akan mati

5. Timbul penyakit TCD, gatal-gatal pada kulit akibat sanitasi lingkungan yang tidak memnuhi syarat

kesehatan.

Risiko Bencana

Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam sehingga mengakibatkan

timbulnya korban manusia, kerusakan, kerugian dan dampak psikologis (BAKORNAS PB, 2007). Pada

bencana sendiri paradigma risiko muncul sebagai wujud dari perkembangan lanjutan modernisasi

kehidupan manusia didunia, istilah risiko sendiri diartikan sebagai sebuah kemungkinan serangan fisik

yang diakibatkan dari perkembangan teknologi dan prosesnya. Artinya, risiko bencana sendiri terjadi dari

sebuah proses perkembangan manusia di dunia dan bukan disebabkan oleh faktor alamian bencana

3

Page 5: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

alam. Resiko adalah akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang

berlangsung atau kejadian yang akan datang. Menurut Bappenas (2009), pengertian resiko adalah

perkiraan kerugian atau kehilangan (nyawa manusia, kerusakan properti dan kerusakan aktifitas ekonomi)

yang disebabkan oleh bahaya di suatu wilayah pada waktu tertentu. Resiko suatu daerah atau suatu objek

terhadap suatu jenis bahaya dapat diperhitungkan tingkatannya.

Upaya-upaya pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari proses manajemen risiko

bencana yang didasarkan kepada konsep manajemen risiko, yaitu suatu proses formal tempat faktor risiko

diidentifikasikan (identification), dianalisis (analysis), dan ditangani (response) secara sistematis agar

kerugian (loss and damage) dapat dicegah atau diperkecil melalui usaha-usaha penanganan risiko,

melalui proses-proses: (1) menghindari (avoiding) sumber-sumber bahaya (misal tidak membangun di

daerah dataran banjir atau di daerah dengan tingkat kerawanan fisik yang tinggi terhadap gempa),

(2) merubah/memodifikasi (altering) bahaya/hazard (misal upaya menurunkan hujan secara artifisial untuk

mengatasi kekeringan), (3) memindahkan (averting) arah ancaman dari masyarakat yang rawan (misal

membuat tanggul sungai, sabo dam untuk menahan dan mengarahkan aliran lahar dan sebagainya), (4)

beradaptasi (adapting) terhadap ancaman bahaya (membuat peraturan bangunan untuk bangunan tahan

gempa, angin kencang dan sebagainya), dan (5) mentransfer risiko kepada pihak lain (misal melalui

asuransi bencana) (LPPM IPB, 2009). Pengkajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan mengkaji

dan memetakan Tingkat Bahaya (hazard), dan Tingkat Kerentanan (vulnerability).

a. Bahaya (hazard)

Secara umum, bahaya adalah fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi

mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.

Untuk menentukan jumlah ancaman yang ada pada suatu daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kotagunakan

data dari dibi (http://dibi.bnpb.go.id). Sesuai dengan jenis ancaman yang di Buku Rencana Nasional

Penanggulangan Bencana (Renas PB) terdapat 14 Jenis Bencana. Tidak semua provinsi memiliki semua

jenis bencana tersebut.

Peta bahaya menentukan wilayah dimana peristiwa alam tertentu terjadi dengan frekuensi dan

intensitas tertentu, tergantung pada kerentanan dan kapasitas daerah tersebut, yang dapat menyebabkan

bencana. Untuk sebagian besar bencana, intensitas tinggi hanya terjadi dengan frekuensi sangat rendah

(bencana "kecil" terjadi lebih sering daripada bencana "besar"). Selanjutnya pada beberapa bahaya

setempat dan lain-lain hampir merata (BNPB, 2012).

b. Kerentanan (vulnerability)

Istilah ketahanan (resilience) dapat diartikan sebagai “Kapasitas sebuah sistem, komunitas atau

masyarakat yang berpotensi terpapar pada bahaya untuk beradaptasi atau berubah untuk mencapai atau

mempertahankan suatu tingkat fungsi dan struktur yang dapat diterima. Ini ditentukan oleh sejauh mana

sistem sosial tersebut mampu untuk mengorganisir diri sendiri untuk meningkatkan kapasitas untuk belajar

dari bencana yang lalu demi perlindungan yang lebih baik di masa depan dan untuk meningkatkan

tindakan-tindakan peredaman risiko.” (UN/ISDR. Geneva 2004).

4

Page 6: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

BNPB (2012) telah membuat Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana melalui Peraturan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 02 tahun 2012. Potensi kerentanan pada setiap

bencana dapat dikategorikan ke dalam kerentanan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kerentanan

Fisik adalah suatu kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya tertentu. Kerentanan

Sosial adalah suatu kondisi tingkat kerapuhan sosial pada suatu wilayah dalam menghadapi bahaya.

Kerentanan Ekonomi adalah suatu kondisi tingkat kerepuhan ekonomi pada suatu wilayah dalam

menghadapi bencana.

Analisis risiko dapat digambarkan secara skematis melalui kombinasi antara bahaya dan

kerentanan dari suatu bencana. Penilaian risiko dilakukan melalui konsep tumpang susun (overlay) antara

peta bahaya dan kerentanan, dimana pada dasarnya operasi yang dilakukan diaplikasikan melalui

penggunaan perhitungan nilai atribut untuk memberikan penilaian risiko. Penilaian risiko (risk) bencana

tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) (Wisner

et al. 2004).

Pelaksanaan analisis kerentanan merupakan komponen dari analisis bencana, menurut Benson

dan Twigg (2007) dalam Sunarti (2009)pentingnya pelaksanaan analisis kerentanan antara lain :

a. Mengidentifikasi kelompok kerentanan dalam suatu wilayah

b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat mereka dikategorikan sebagai kelompok rentan serta

menganalisis mekanisme pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kerentanan suatu kelompok

c. Melakukan penilaian terhadap kebutuhan dan kapasitas dari kelompok tersebut.

d. Meyakinkan bahwa kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan ditujukan untuk menurunkan

kerentanan tersebut, diantaranya melalui intervensi kepada kelompok sasaran atau mitigasi dan

mencegah kebijakan-program yang berpotensi menimbulkan kerugian.

Sisitem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja

dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta

yang berorde tinggi yang juga dapat dioperasikan untuk menyimpan data non spasial. Disebutkan juga

bahwa SIG telah terbukti kehandalannya untuk merekam, menyimpan, mengelola, menganalisa serta

menampilkan data spasial baik dalam bentuk data biofisik maupun sosial ekonomi. Barus dan

Wiradisastra (2009) menyimpulkan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi

yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan

kata lain, suatu SIG adalah suatu basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang berefensi

spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerjanya.

Perbedaan antara SIG dengan inderaja terletak pada sumber data utamanya. SIG

menggabungkan banyak data spasial yang telah tersedia untuk menurunkan informasi (berupa peta) baru,

sedangkan inderaja langsung membuat peta baru dari inderaja, misalnya citra satelit. Hasil keluaran

5

Page 7: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

proses inderaja dapat menjadi masukan dalam SIG. pada berbagai aplikasi lingkungan, permodelan

melalui citra satelit akan kurang handal tanpa disertai SIG. sebaliknya SIG tanpa inderaja akan kurang

berarti karena tidak disertai informasi baru yang akurat (Alhasanah, 2006 dalam Primayuda, 2006).

SIG sangat bermanfaat dalam kajian bahaya dan resiko banjir, dengan penggunaan teknologi

tersebut dapat dilakukan analisis spasial dengan cepat dan efisien, sehingga dapat dijadikan sebagai

penyedia informasi mengenai faktor-faktor penyebab kemungkinan terjadinya bahaya dan resiko banjir.

Selain hal tersebut SIG juga dapat digunakan untuk menghasilkan peta turunan dari peta-peta tematik

lainnya berupa peta resiko dan peta bahaya banjir. Proses penggabungan informasi tersebut dapat

dilakukan dengan cara tumpang tindih (overlay) untuk menurunkan informasi baru (Pramulya, 2010).

METODE PENELITIANLokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan dataran banjir terdiri dari enam kecamatan yang secara administrasi berada di Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat, antara lain : Kecamatan Karawang Barat, Kecamata Telukjambe Barat dan Kecamatan Telukjambe Timur. Pemilihan wilayah studi berdasarkan kondisi topografi yang relatif rendah dan merupakan dataran banjir di Kabupaten Karawang (Gambar 1). Adapun waktu penelitian dilaksanakan 4 (empat) bulan, mulai dari bulan Agustus hingga Desember 2014.

6

Page 8: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 1. Lokasi Penelitian-Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data spasial dan data tabular yang dapat

disajikan pada tabel 1. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat computer

dengan perangkat lunak (software), yaitu Microsoft office, ArcGis dan beberapa peralatan menunjang

lainnya seperti : Global Position System (GPS) dan kamera digital.

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang dilakukan dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahapan, yaitu : (1)

pengumpulan dan perolehan data, dan (2) pengolahan dan analisis data.

Pengumpulan dan Perolehan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan skunder. Adapun data primer

terdiri dari data berupa citra satelit penginderaan jauh, sedangkan data sekunder yang digunakan terdiri

dari hasil pengukuran dan pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti atau instansi terkait berupa data

spasial dan tabular.

Tabel 1. Data-data yang dipergunakan dalam penelitian Jenis Data Skala Bentuk Sumber Data

Peta :- Peta Rupa Bumi Tahun 1998-1999- Peta Administrasi

1 : 25.0001 : 25.000

DigitalDigital

BIGBPS Karawang

7

Page 9: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

- Peta Jenis Tanah- Peta Curah Hujan- Peta Jaringan Sungai

1 : 250.0001 : 250.0001 : 250.000

DigitalDigitalDigital

BarkosurtanalBMKG

BPDAS CitarumCitra Satelit :- Quickbird

Akuisisi tahun 2012Resolusi1.0 meter

Digital LAPAN

Digital Elevation Model - Digital LAPANData Pendukung Lainnya :- Data Kecamatan dalam Angka 2013- Data GAKIN Kab. Karawang 2012- Data-data Penelitian

---

TabularTabularTabular

BPSDInas Sosial Kab. Karawang

Referensi

Pengolahan dan Analisis Data

Pembuatan Peta Kelas Lereng

Sebelum membuat peta kelas lereng terlebih dahulu dibuat peta shapefile berupa titik-titik yang

mempunyai data atribut tinggi yang diperoleh dari digitasi peta rupa bumi yang telah dikoreksi. Langkah

selanjutnya membuat peta kelas lereng dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi kelerengan di

daerah penelitian dengan menggunakan menu slope. Kemudian melakukan reklasifikasi kelerengan

dengan menu reclassify dengan menggunakan metode klasifikasi Interval. Lereng tersebut dibagi menjadi

6 kelas antara lain : (1) 0-3%, (2) 3-8%, (3) 8-15%, (4) 15-25%, (5) 25-45%, dan (6) >45%.

Klasifikasi Penggunaan Lahan

Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra satelit Quickbird yang telah

terkoreksi secara geometri. Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode visual dengan teknik dijitasi

on screen berdasarkan warna/rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola, bayangan, asosiasi spasial (Lillesand &

Kiefer 1997) dan kedekatan interpreter dengan objek (Munibah 2008).

Pembuatan buffer zone

Buffer zone sungai adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu uang digambarkan di

sekeliling sungai dengan jarak tertentu. Buffer sungai ditentukan berdasarkan logika dan pengetahuan

mengenai hubungan sungai dan kejadian banjir. Dalam penelitian ini menggunakan asumsi bahwa

semakin dekat dengan sungai, maka peluang terjadinya banjir lebih tinggi (Primayuda, 2006).

Analisis Bahaya ( hazard )

Pada penelitian ini, pembobotan parameter bahaya banjir menggunakan formulasi Davidson dan Shah (1997) dan hasilnya disajikan pada Tabel 1. Adapun rumus pembobotan Davidson dan Shah adalah sebagai berikut :

Wj= n−rj+1Σ(n−rj+1)

……………………………………….………………………………………………………….

(1)

8

Page 10: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

dimana: Wj adalah nilai bobot yang dinormalkan, n adalah jumlah parameter (1,2,3 ... n) dan rj adalah posisi urutan parameter.

Tabel 2. Bobot dan skor parameter bahaya banjir dilokasi penelitian No. Parameter Bobot Skor1 Jarak dari Sungai (meter) 0.35

> 500 1300 s/d 400 2200 s/d 300 3100 s/d 200 40 s/d 100 5

2 Penggunaan Lahan 0.35Waduk, Sungai , dan Jalan 1Hutan dan Perkebunan, 2Kebun Campuran, dan Tegalan/ladang 3Sawah, Semak belukar dan Lahan Terbuka 4Permukiman dan Bangunan industri 5

3 Kemiringan Lereng (%) 0.1025 – 45 dan > 45 115 – 25 28 – 15 33 – 8 40 – 3 5

4 Curah Hujan (mm/thn) 0.10< 1.300 11.300 s/d 1.900 21.900 s/d 2.200 32.200 s/d 3.000 4> 3.000 5

5 Jenis Tanah 0.10Regosol, Litosol, Organosol, Renzina 1Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik kuning. 2Brown forest soil, Noncalsic brown, Mediteran 3Latosol, 4Aluvial, Humus Aluvial , hidomorf kelabu, Laterit air tanah 5

Sumber : Purnama (2008)Keterangan : 1,2,3,4,dan 5 pada nilai skor parameter dari kecil hingga besar, yang mencerminkan

pengaruhnya terhadap banjir.Pengharkatan dimaksudkan sebagai pemberian skor terhadap masing-masing kelas dalam

setiap parameter. Adapun pemberian skor terhadap parameter-parameter ini dilakukan secara linier, dan

skor parameter bahaya (hazard) pada banjir dapat dilihat pada tabel 2, dimana pemberian skor

berdasarkan atas pengaruh parameter terhadap banjir yaitu 5 paling besar pengaruhnya terhadap tanah

longsor dan 1 paling kecil pengaruhnya terhadap banjir.

Analisis Kerentanan ( Vulnerability)

Kerentanan dalam suatu proses kebencanaan dapat didefinisikan sebagai fungsi dari pola

tingkah laku manusia. Tingkat kerentanan dapat dideskripsikan dari sistem sosial ekonomi daerah

tersebut atau tahan dari dampak bencana alam, teknologi yang terkait, serta lingkungan (UNISDR 2012).

Indikator perhitungan kerentanan dibagi kedalam kerentanan social, kerentanan ekonomi, dan kerentanan

fisik/infrastruktur. Sementara untuk perhitungan kerentanan ekonomi, indicator yang digunakan berupa

9

Page 11: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

jumlah KUD dan Luas sawah dan pada perhitungan kerentanan fisik/infrastruktur menggunakan indicator

jumlah fasilitas kesehatan dan jumlah rumah yang menggunakan sumber air terlindungi.

Sumber informasi yang digunakan berasal dari data Badan Pusat Statistik dan data Dinas Sosial

yang dianalisis menggunakan metode spasial Analisis Multi Kriteria (AMK). Analisis multi kriteria adalah

penggabungan beberapa kriteria secara spasial berdasarkan nilai masing-masing kriteria (Saaty 1998

dalam Yulianto (2014). Pembobotan pada masing-masing kriteria dilakukan menggunakan metode

Perbandingan Berpasangan (PB) dalam Proses Hierarki Analisis (PHA). Pada penelitian ini perbandingan

antara masing-masing kriteria, serta penentuan skor dan bobot yang digunakan untuk analisis kerentanan

tersebut mengacu pada Peraturan Kepala badan Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012

(BNPB,2012) tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana yang dimodifikasi sesuai dengan

kondisi wilayah dan ketersediaan data di wilayah penelitian.

a. Kerentanan Sosial

Kerentanan Sosial merupakan suatu kondisi tingkat kerapuhan social masyarakat dalam

menghadapi bencana. Potensi tersebut salah satunya dapat dianalisis dengan memasukan indikator

kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin dan rasio kemiskinan. Kepadatan penduduk dalam hal ini

berkaitan dengan distribusi penduduk di daerah penelitian.

Tabel 3. Indikator dalam menentukan Kerentanan sosial di daerah penelitian Indikator Keterangan Kelas Indeks Skor

Kepadatan Penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk yang tinggal pada suatu wilayah maka kerentanannya dalam menghadapi suatu bencana semakin rendah.

Tinggi SedangRendah

< 500 jiwa/km2500-1.000 jiwa/km2> 1.000 jiwa/km2

135

Rasio Jenis Kelamin

Persentase perbandingan jumlah penduduk wanita dan pria dalam suatu wilayah. Penduduk wanita menggambarkan kemampuan yang relatif rendah dalam menghadapi bencana.

TinggiSedangRendah

<100= 100> 100

135

Rasio Kemiskinan

Persentase perbandingan jumlah penduduk prasejahtera dalam suatu wilayah. Semakin tinggi persentase penduduk miskin dalam suatu wilayah maka akan menambah kerentanan wilayah tersebut dalam menghadapi suatu bencana.

Tinggi SedangRendah

< 20%20 – 40%

> 40%

135

Sumber : BNPB (2012) yang dianalisis

b. Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi adalah suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi masyarakat dalam suatu

daerah pada saat menghadapi bencana. Indikator dalam menentukan potensi Kerentanan Ekonomi dapat

disajikan dalam Tabel 4, Adapun yang menjadi indicator dari kriteria ekonomi antara lain : jumlah koperasi

dan persentase luas sawah.

Tabel 4. Indikator dalam menentukan Kerentanan Ekonomi di daerah penelitian Indikator Keterangan Kelas Indeks SkorJumlah

Koperasi (KUD dan non-KUD)

Semakin sedikit jumlah koperasi yang ada pada suatu wilayah maka

Sangat TinggiTinggi

Sedang

> 11 unit6 - 8 unit

9 – 11 unit

123

10

Page 12: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

kerentanannya dalam menghadapi suatu bencana semakin rendah.

RendahSangat Rendah

3 - 5 unit< 3 unit

45

Luas Sawah

Persentase perbandingan luas sawah dan luas wilayah penduduk wanita dan pria dalam suatu wilayah. Penduduk wanita menggambarkan kemam-puan yang relatif rendah atau lebih rentan dalam menghadapi suatu bencana.

Sangat TinggiTinggi

SedangRendah

Sangat Rendah

< 6% luas wilayah6 – 27% luas wilayah28 - 48% luas wilayah49-69% luas wilayah> 69% luas wilayah

12345

Sumber : hasil analisis

c. Kerentanan Fisik / Infrastruktur

Kerentanan fisik/infrastruktur adalah suatu kondisi tingkat kerugian masyarakat terkait dengan

bangunan fisik dalam suatu daerah pada saat menghadapi bencana. Indikator dalam menentukan potensi

Kerentanan fisik/infrastruktur dapat disajikan dalam Tabel 5, Adapun yang menjadi indicator dari kriteria

fisik/infrastruktur : jumlah fasilitas kesehatan dan jumlah rumah yang memiliki sumber air terlindungi.

Tabel 5. Indikator dalam menentukan Kerentanan Fisik/Infrastruktur di daerah penelitianIndikator Keterangan Kelas Indeks Skor

Jumlah Fasilitas

Kesehatan

Semakin sedikit jumlah fasilitas kesehatan maka kerentanannya dalam menghadapi suatu bencana semakin rendah.

Sangat TinggiTinggi

SedangRendah

Sangat Rendah

> 14 unit11 – 14 unit7 – 10 unit3 – 6 unit< 3 unit

12345

Jumlah Rumah dengan

Sumber Air Terlindungi

Persentase banyak jumlah rumah tangga yang menggunakan sumber air yang terlindungi maka kerentanan dalam menghadapi bencana semakin tinggi

Sangat TinggiTinggi

SedangRendah

Sangat Rendah

> 60% Total RT46 – 60% Total RT31 – 45% Total RT15 – 30% Total RT

< 15% Total RT

12345

Sumber : hasil analisis

Analisis Risiko ( risk )

Analisis risiko bencana adalah interaksi antara bahaya (hazard) yang ada dan tingkat kerentanan

(vulnerability) masyarakat terhadap bencana. Dengan kata lain implikasi dari penentuan bahaya dan

kerentanan banjir adalah digunakan untuk menentukan analisis Risiko Banjir di daerah penelitian. Analisis

tersebut secara skematis dapat digambarkan melalui kombinasi antara bahaya dan kerentanan yang

dapat di formulasikan dalam persamaan berikut :

R=H∗V …………………………………………………………………………………………………………(2)

Dimana: R adalah risiko pada suatu bencana. H adalah bahaya pada suatu bencana. Dan V adalah

kerentanan pada suatu bencana.

11

Page 13: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Penilaian risiko dilakukan melalui metode weighted overlay. Teknik Weighted Overlay adalah teknik

untuk menerapkan skala pengukuran secara umum dari beberapa nilai yang didapat untuk input yang

beragam dan berbeda untuk menciptakan suatu analisis yang terpadu. Weighted Overlay hanya dapat

mengolah data dalam bentuk rasters, seperti peta jenis penggunaan lahan atau jenis tanah. Weighted

overlay adalah salah satu terapan dari cell-based analysis modelling yang melibatkan seluruh sel dalam

suatu data raster secara bersamaan. Dengan metode ini dilakukan penentuan bobot dan skor pada peta

resiko melalui peta bahaya dan kerentanan, dimana pada dasarnya analisis dan pembuatan peta risiko

diturunkan dari data spasial dan atribut (tabel 3).

Tabel 3. Urutan Parameter BencanaParameter Bahaya Banjir Urutan (rj) (n-rj+1) Bobot (Wj)

Parameter Bencana 1 2 0.50Parameter Kerentanan 2 1 0.50Jumlah 10 1.00

Berdasarkan hasil overlay dari masing-masing parameter, adapun kelas risiko dibagi menjadi

3 (tiga) kelas antara lain : (1) tinggi, (2) sedang, dan (3) rendah.

.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Administratif Wilayah

Secara geografis lokasi penelitian terdiri dari 3 kecamatan yang berada dalam Kabupaten

Karawang, yakni : Kecamatan Karawang Barat, Kecamatan Telukjambe Barat dan Kecamatan

Tekukjambe Timur (Gambar 1). Secara geografis terletak antara 107 02’-107 40’ BT dan 50 56’-60 34’

LS, dan memiliki luas ± 15,890.58Ha, dengan batasan wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Rawamerta (Kab. Karawang)

- Sebelah Barat : Kabupaten Bekasi

- Sebelah Timur : Kecamatan Karawang Timur, Klari dan Ciampel (Kab. Karawang).

- Sebelah Selatan : Kecamatan Pangkalan (Kab. Karawang).

1. Kecamatan Karawang Barat

Kecamatan Karawang Barat merupakan Bagian wilayah dari 30 Kecamatan di Kabupaten

Karawang dengan luas wilayah 3.473,797 Ha.

Adapun batas wilayah administrative Kecamatan Karawang Barat adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Rengasdengklok dan Kecamatan Rawamerta.

- Sebelah Selatan : Kecamatan Telukjambe Timur.

- Sebelah Barat : Kabupaten Bekasi.

- Sebelah Timur : Kecamatan Karawang Timur.

12

Page 14: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Secara administrative kecamatan Karawang Barat, membawahi 8 (delapan) Desa, yaitu

(1) Desa Adiarsa Barat (2.61 km2), (2) Desa Nagasari (3.25 km2), (3) Desa Karawang Kulon

(2.18 km2), (4) Desa Karangpawitan (9.87 km2), (5) Desa Tanjungpura (5.79 km2), (6) Desa

Tanjungmekar (3.28 km2), (7) Desa Tunggakjati (4.96 km2), dan (8) Desa Mekarjati (7.93 km2).

2. Kecamatan Telukjambe Barat

Wilayah Kecamatan Telukjambe Barat memiliki luas wilayah seluas 6.107 Ha, Adapun batas

wilayah administrative wilayah ini adalah sebagai berikut :

- Sebelas Utara : Kabupaten Bekasi.

- Sebelah Selatan : Kecamatan Pangkalan;

- Sebelah Barat : Kabupaten Bekasi;

- Sebelah Timur : Kecamatan Telukjambe Timur.

Secara administrasi Kecamatan Telukjambe Barat membawahi 10 (sepuluh) Desa, yaitu :

(1) Desa Margakaya (8.20 km2), (2) Desa Margamulya (9.12 km2), (3) Desa Karangligar (4.00 km2),

(4) Desa Parungsari (2.94 km2), (5) Desa Mekarmulya (3.53 km2), (6) Desa Mulyajaya (3.88 km2),

(7) Desa Karangmulya (4.22 km2), (8) Desa Wanasari (12.78 km2), (9) Desa Wanakerta (10.73 km2),

dan (10) Desa Wanajaya (13.96 km2).

3. Kecamatan Telukjambe Timur

Luas wilayah Kecamatan Teluk Jambe Timur adalah 3.511.010 Ha, Letak wilayah Kecamatan

Teluk Jambe Timur berada pada wilayah dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Karawang Timur

- Sebelah Selatan : Kabupaten Bekasi dan Kecamatan Pangkalan

- Sebelah Barat : Kecamatan Teluk Jambe Barat

- Sebelah Timur : Kecamatan Ciampel

Secara administratif Kecamatan Teluk Jambe Timur membawahi 9 sembilan Desa terdiri dari :

(1) Desa Teluk Jambe (2.62 km2), (2) Desa Pinayungan (2.09 km2), (3). Desa Sirnabaya (11.51 km2),

(4) Desa Puser Jaya (3.09 km2), (5) Desa Sukaluyu (5.59 km2), (6) Desa Wadas (6.67 km2), (7) Desa

Sukaharja (2.06 km2), (8) Desa Sukamakmur (2.33 km2), dan (9) Desa Purwadana (4.17 km2).

Kondisi Fisik Wilayah

Curah Hujan

Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran/

pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan sangat beragam menurut bulan. Wilyah

penelitian memiliki curah hujan yang seragam yakni curah hujan dengan tebal hujan

1.300 – 1.600 mm/tahun, disajikan pada gambar 2 sebagai berikut :

13

Page 15: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 2. Peta Batas Administrasi Lokasi Penelitian

Jaringan Sungai

Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Citarum, yang merupakan lokasi merupakan daerah

yang selalu menjadi langganan banjir disetiap tahunnya akibat meluapnya aliran Sungai Citarum saat

musim hujan dengan curah hujan maksimal (gambar 3).

14

Page 16: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 2. Peta Batas Administrasi Lokassi Penelitian

Jenis Tanah

Tanah diwilayah penelitian terdiri dari 5 (lima) jenis berdasarkan great group yang teridentifikasi.

Jenis tanah yang ada di wilayah penelitian antara lain : Podsolik, Aluvial, Grumusol, Humus dan Aluvial

dan Latosol. Adapun informasi jenis tanah disajikan pada tabel 4 dan gambar 3.

Tabel 4. Jenis Tanah dan luasnya di Lokasi Penelitian. No. Jenis Tanah (great group) Luas (ha) Persentase (%)1. Podsolik 6,529.99 41.09%2. Alluvial 4,225.15 26.59%3. Grumusol 2,327.62 14.65%4. Humus dan Alluvial 1,772.10 11.15%5. Latosol 1,035.72 6.52%

15

Page 17: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 3. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian

Berdasarkan tabel dan peta diatas, tanah dengan great group Podsolik menempati 41.09% dari

seluru luas wilayah penelitian. Sementara untuk jenis tanah Alluvial menepati 26.59% dari luas wilayah

penelitian. Jenis tanah alluvial banyak terdapat disepanjang daerah aliran Sungai Citarum. Sementara

Jenis tanah Latosol sebesar 6.52% dari luas wilayah penelitian.

Geologi

Hampir seluruh daerah penelitian berbahan induk endapan permukaan dan sebagian lagi wilayah

penelitian berasal dari bahan induk sedimen. Hal tersebut disebabkan Karena wilayah penelitian berada

disepanjang jalur aliran sungai Citarum sehinga bahan induk dari daerah tersebut berassal endapat yang

terbawa oleh aliran sungai tersebut. Adapun jenis bahan induk yang terdapat pada wilayah penelitian

disajikan pada gambar 4.

16

Page 18: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 4. Peta Geologi Lokasi Penelitian

Kondisi Sosial Wilayah

Kepadatan Penduduk

Pada daerah penelitian, kepada penduduk terdiri dari 3 kelas, antara lain : (1) Kepadatan Tinggi

(< 500 jiwa/km2), (2) Kepadatan Sedang (500 – 1.000 jiwa/km2), dan (3) kepadatan Rendah

(> 1.000 jiwa/km2). Berdasarkan gambar dibawah bahwa kepadatan penduduk diwilayah penelitian

secara umum tergolong kepadatan tinggi. Adapun daerah yang memiliki kepadatan tinggi

(>1.000 jiwa/km2) yakni sekitar 73.11% (11,617.11 ha). Dan disusul dengan daerah dengan kepadatan

penduduk sedang (500 – 1.000 jiwa/km) mencakup 15.72% wilayah penelitian (2,498.08 ha). Dan daerah

dengan kepadatan rendah (<500 jiwa/km2) mencakup 11.17% (1,77.43 ha).

Adapun daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi berada pada kecamatan

Karawang Barat, Telukjambe Timur dan bagian utara Telukjambe Barat. Sementara sebagian dari wilayah

Kecamatan Telukjambe Barat memiliki tingkat kepadatan penduduk sedang dan rendah. Distribusi

kepadatan penduduk dilokasi penelitian disajikan pada gambar 5.

17

Page 19: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 5. Peta Kepadatan Penduduk di Wilayah Penelitian.

Sex Rasio

Sex ratio merupakan perbandingan antara jumlah penduduk wanita dan pria. Berdasarkan data

BPS yakni Kecamatan Dalam Angka 2013. Sex rasio pada lokasi penelitian dibagi menjadi 3 kelas antara

lain : (1) sex rasio rendah (< 100%), (2) sex rasio sedang (100%), dan (3) sex rasio tinggi (>100%).

Berdasarkan peta diatas, lokasi penelitian didominasi oleh daerah yang memiliki persentase sex rasio

tinggi (>100%). Artinya bahwa wilayah penelitian memiliki jumlah penduduk wanita lebih besar

dibandingkan dengan jumlah penduduk pria, yakni mencapai 73.35% dari luas lokasi penelitian

(11,656.322 ha). Sementara hanya Desa Wanasari yang memiliki sex ratio yang seimbang yakni 100%.

Dan daerah yang memiliki sex rasio rendah yakni < 100% yang mencakup 21.33% luas lokasi penelitian

(3,388.81 ha). Adapun distribusi sex rasio didaerah penelitian disajikan pada gambar 7 sebagai berikut :

18

Page 20: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 6. Peta Sex Rasio di Lokasi Penelitian

Keluarga Miskin.

Sementara untuk jumlah keluarga miskin di lokasi penelitian, dibagi menadi 3 kelas yakni :

(1) rendah (< 20% dari total rumah tangga), (2) sedang (20-40% dari total rumah tangga) dan (3) tinggi

(>40% dari total rumah tangga). Berdasarkan Data BPS tahun 2013, wilayah penelitian didominasi oleh

kelas sedang (20-40%) yang meliputi 53.08% dari luas wilayah penelitian (8,434.35 ha). Sementara

daerah yang memiliki tingkat kemiskinan rendah (<20%) hanya 26.52% dari luas wilayah penelitian

(4,213.68 ha). Dan daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi (>40%) sebesar 20.41% dari luas

wilayah penelitian (3,242.6 ha). Adapun sebaran keluarga miskin pada lokasi penelitian disajikan pada

gambar 7.

Berdasarkan gambar, di Kecamatan Karawang Barat didominasi oleh kelas keluarga miskin

tingkat tinggi dan sedang. Sementar jumlah kelurga miskin dengan kelas rendah (<20%) hanya sedikit.

Sementara di Kabupaten Telukjambe Barat tergolong sedang. Karena didominasi jumlah keluarga miskin

hanya 20-40% dari total rumah tangga (tingkat sedang). Dan pada kecamatan Telukjambe Timur memiliki

jumlah keluarga miskin < 20% dari total rumah tangga.

19

Page 21: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 7. Peta Sebaran Keluarga Miskin di Lokasi Penelitian.

Kondisi Ekonomi Wilayah

Koperasi (KUD dan non-KUD)

Keberadaan koperasi di suatu wilayah merupakan sarana pendukung dalam perekonomian

diwilayah tersebut. Diwilayah penelitian, koperasi sangat berperan guna mendukung perekonomian

masyarakat. Adapun jenis koperasi yang ada bermacam-macam yakni jenis KUD (bersifat pemerintah)

maupun koperasi swasta lainnya. Distribusi jumlah koperasi dilokasi penelitian dapat dilihat pada

gambar 8.

Berdasarkan distribusi tersebut, wilayah yang mempunyai koperasi < 3 unit mencapai 68.14%

dari wilayah penelitian. Sementara wilayah yang mempunyai koperasi sebanyak 3-5 unit sebesar 5.35%,

wilayah yang mempunyai jumlah koperasi 6-8 unit hanya 16.79% dari lokasi penelitian. Berbeda dari

wilayah sebelumnya, wilayah yang mempunyai koperasi 9-11 unit hanya 6.34% dan wilayah yang

mempunyai koperasi >11 unit hanya 3,99% dari wilayah penelitian.

20

Page 22: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 8. Peta Distribusi Koperasi di Lokasi Penelitian

Luas Sawah

Sawah merupakan salah satu parameter dalam keberadaan lahan produktif disuatu wilayah.

Menginat bahwa wilayah penelitian dan Kabupaten Karawang sendiri merupakan daerah penghasil padi

dan menjadi lumbung padi di Jawa Barat, maka keberadaan sawah menjadi sangat penting dan berkaitan

erat dengan perhitungan kerentanan terhadap banjir. Adapun distribusi luasan sawah diwilayah penelitian

disajikan pada gambar 9.

Berdasarkan gambar 9, Kecamatan Telukjambe Barat merupakan wilayah yang mempunyai luas

sawah yang lebih besar dibandingkan dengan 2 kabupaten lainnya. Walaupun wilayah tersebut

merupakan bagian dari wilayah lumbung padi Jawa Barat, namun luasan sawah dimasing-masing wilayah

distribusinya tidak merata. Terkait dengan luasan sawah tersebut disajikan kelas distribusi luasan sawah

dilokasi penelitian sebagai berikut :

Tabel 6. Kelas Distribusi Luasan Sawah di Lokasi PenelitianNo. Kelas Luasan Sawah Luas Sawah Persen (%) Luasan1. < 6 % dari luas desa 259.27 1.632. 6 s/d 27 % dari luas desa 10,284.19 64.723. 28 s/d 48 % dari luas desa 735.78 4.634. 49 s/d 69 % dari luas desa 1,930.22 12.155. > 69 % dari luas desa 2,681.35 16.87

21

Page 23: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 9. Distribusi Sawah di Lokasi Penelitian

Kondisi Infrastruktur Wilayah

Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan salah satu bangunan fisik yang sangat dibutuhkan apabila terjadi

banjir. Adapun distribusi fasilitas kesehatan dilokasi penelitian disajikan pada gambar 10.

Gambar 10. Distribusi Fasilitas Kesehatan di Lokasi Penelitian.

22

Page 24: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa wilayah Kecamatan Telukjambe Timur memiliki jumlah

fasilitas kesehatan lebih sedikit dibandingkan dengan 2 wilayah kecamatan lainnya. Adapun distribusi

fasilitas kesehatan dilokasi penelitian dibagi dalam beberapa kelas, secara lengkap disajikan pada tabel 7

sebagai berikut :

Tabel 7. Kelas Distribusi Fasilitas Kesehatan di Lokasi PenelitianNo. Kelas Fasilitas Kesehatan Luas Sawah Persen (%) Luasan1. < 3 unit 259.27 1.632. 3 s/d 6 unit 10,284.19 64.723. 7 s/d 10 unit 735.78 4.634. 11 s/d 14 unit 1,930.22 12.155. > 14 unit 2,681.35 16.87

Sumber Air Bersih

Terjadinya banjir menyebabkan jumlah ketersediaan/pasokan air bersih menjadi berkurang

bahkan dibeberapa tempat menjadi langka. Sumber air bersih yang digunakan menjadi sangat penting

terutama dalam mendukung pemenuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Mengingat saat terjadi

banjir banyak sekali penyakit yang dibawa bersama air banir . Dalam hal ini sumber air bersih yang

dimaksud adalah air bersih yang berasal dari sumber yang dilindungi, seperti air kemasan, air ledeng, dan

sumur yang terlindungi. Adapun distribusi jumlah rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih

yang terlindungi disajikan pada gambar 11 sebagai berikut :

Gambar 11. Distribusi Sumber Air Terlindungi di Lokasi Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Page 25: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Kelas Lereng

Berdasarkan analisi data DEM, lokasi penelitian mempunyai 4 kelas lereng, antara lain : (1)

Datar (0-3%), (2) Berombak (3-8%), (3) Bergelombang (8-15%), dan (4) Berbukit (15-25%). Adapun kelas

lereng dari lokasi penelitian disajikan pada gambar berikut :

Gambar 12. Peta Lereng Lokasi Penelitian

Wilayah penelitian merupakan wilayah yang relatif datar, sehingga perbedaan kemiringan lereng

dari masing-masing wilayah sangat kecil. Secara spasial kelerengan diwilayah penelitian disajikan pada

gambar 5. Berdasarkan peta tersebut, wilayah penelian didominasi dengan kelas lereng data (0-3%) yakni

sebesar 64.42%. Kelas lereng datar tersebar dibagian utara dan tengah lokasi penelitian. Sedangkan

bagian selatan di dominasi oleh kelas lereng berombak (3-8%) dan bergelombang (8-15%). Adapun

secara lengkap kelas lereng dan luasannya disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Lereng dan Luasnya No. Kelas Lereng Luasan (ha) Persentase (%)1. 0 – 3% 10,224.30 64.422. 3 – 8% 4,027.63 25.383. 8 – 15% 1,562.97 9.854. 15 – 25% 55.23 0.35

Penggunaan Lahan

24

Page 26: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Pada tahun 2012, terdapat 12 jenis penggunaan lahan diwilayah penelitian, antara lain :

(1) waduk, (2) sungai, (3) jalan, (4) hutan, (5) perkebunan, (6) kebun campuran (7) tegalan/ladang, (8)

sawah, (9) semak belukar, (10) lahan terbuka, (11) permukiman, dan (12) bangunan industri. Penamaan

penggunaan lahan yang dipakai mengacu pada SNI No. 7645 tahun 2010. Berdasarkan hasil interpretasi

citra, adapun penggunaan lahan pada lokasi penelitian terridi dari 12 kelas penggunaan lahan, disajikan

pada peta berikut :

Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian

Berdasarkan gambar diatas diperoleh bahwa pada wilayah penelitian didominasi oleh

penggunaan lahan sawah (55.99%) yang disusul dengan penggunaan lahan permukiman (17.52%).

Sementara luasan hutan hanya tinggal 1.10% dari luas wilayah penelitian. Hal tersebut menandakan

bahwa telah terjadinya konversi hutan menjadi penggunaan lahan sawah dan penggunaan lahan lainnya

sedara besar-besaran. Rustiadi et al. (1997) menambahkan bahwa penggunaan lahan merupakan refleksi

perekonomian dan preferensi masyarakat. Apabila refleksi perekonomian dan preferensi masyarakat

tersebut saling berhubungan dan bersifat dinamis, sejalan pertumbuhan penduduk dan dinamika

25

Page 27: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

pembangunan, maka penggunaan lahan pun bersifat dinamis sehingga dapat berkembang kearah

peningkatan kesejahteraan masyarakat, begitu pula sebaliknya. Adapun luasan dari beberapa

penggunaan lahan dilokasi penelitian disajikan pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8. Penggunaan Lahan dan Luasnya di Lokasi Penelitian.No. Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentasi (%)1. Waduk 6.54 0.042. Sungai 285.26 1.803. Jalan 277.03 1.744. Hutan 175.08 1.105. Perkebunan 111.29 0.706. Kebun Campuran 42.47 0.277. Tegalan/Ladang 2,615.46 16.468. Sawah 8,895.85 55.999. Semak Belukar 12.26 0.0810. Lahan Terbuka 125.37 0.7911. Permukiman 2,783.09 17.5212. Bangunan Industri 559.92 3.52

Jarak dari Sungai

Jarak dari sungai salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir dilokasi penelitian.

Dalam perhitungan jarak ini menggunakan metode buffer masing-masing pada jarak : (1) 0 s/d 100 meter,

(2) 100 s/d 200 meter, (3) 200 s/d 300 meter (4) 300 s/d 400 meter (5) > 500 meter. Adapun perhitungan

jarak tersebut disajikan pada peta berikut :

Gambar 14. Peta Buffer Sungai

Analisis Bahaya

Langkah awal dalam melakukan pemetaan dan analisis terhadap bahaya banjir adalah

melakukan pemberian skor dan bobot pada masing-masing parameter bahaya banjir. Penilaian bobot dan

26

Page 28: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

skor ini berdasarkan pada penilaian subjektif penulis yaitu tingkat pengetahuan dan pengalaman penulis.

Kemudian dilakukan penilaian bahaya berdasarkan persamaan sebagai berikut :

IBB=35 (BS )+35 (LU )+10 (LRG )+10 (CH )+10 (TNH )……………………………………(3)

Dimana : BS : Buffer Sungai

LU : Penggunaan Lahan

LRG : Kemiringan Lereng

CH : Curah Hujan

TNH : Tanah

Selanjutnya melakukan overlay dengan menggunakan metode weighted overlay sebagaimana

yang tertera pada gambar 15, dari proses tersebut menghasilkan 4 kelas bahaya (gambar 16).

Gambar 15. Proses Pembobotan untuk Peta Bahaya dengan Metode Wighted Overlay

Gambar 16. Peta Bahaya Banjir di Lokasi PenelitianBerdasarkan pembobotan diatas, terlihat bahwa Kecamatan Telukjambe Barat memiliki wilayah

dengan bahaya banjir pada kelas sangat tinggi dengan luasan lebih besar dibandingkan dengan

2 kecamatan lainnya. Sementara daerah yang memiliki kelas bahaya sangat rendah juga berada di

27

Page 29: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Kecamatan Telujambe Barat. Adapun luasnya wilayah banjir berdasarkan kelas bahayanya disajikan pada

tabel 9 sebagai berikut :

Tabel 9. Kelas Bahaya Banjir beserta Luasannya di Lokasi Penelitian No. Kelas Bahaya Luasan (ha) Persentasi (%)1. Sangat Rendah 8.56 0.052. Rendah 449.75 2.853. Sedang 1,537.43 9.744. Tinggi 6,704.55 42.475. Sangat Tinggi 7,085.68 44.89

Secara umum wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi berada didekat sungai, sehingga

mengindikasikan bahwa lebih dekat dengan sungai berpotensi menimbulkan bahaya banjir. Selain

mempunyai jarak yang dekat dengan sungai, daerah yang memiliki tingakt bahaya tinggi hingga sangat

tinggi disebabkan karena adanya alih fungsi lahan menjadi penggunaan lahan non-pertanian sehingga

mengurangi daerah serapan dan tampungan air saat terjadinya hujan terutama pada curah hujan yang

tinggi.

Analisis Kerentanan

Pada penelitian ini, perhitungan kerentanan terdiri dari 3 (tiga) bagian, antara lain :

(1) kerentanan social, (2) kerentanan ekonomi, dan (3) kerentanan fisik (infrastruktur).

Kerentanan Sosial

Pada penelitian ini, parameter yang digunakan dalam analisis kerentanan social antara lain :

kepadatan penduduk, sex rasio dan jumlah keluarga miskin. Pembuatan peta kerentanan social dibuat

berdasarkan pembobotan dan skor pada tabel 3. Parameter kerentanan social tersebut selanjutnya

dianalisis dengan menggunakan metode weighted overlay (gambar 17).

Gambar 17. Proses Pembobotan untuk Peta Kerentanan Sosial dengan Metode Wighted Overlay

Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh kerentanan social yang dikelompokkan menjadi 5 kelas

kerentanan. Secara umum, ketiga kecamatan tersebut memiliki tingkat kerentanan social tinggi hingga

sangat tinggi terhadap terjadinya banjir. Namun Kecamatan Telukjambe Barat dan bagian utara

Kecamatan Karawang Barat merupakan wilayah yang memiliki tingat kerentanan sosial yang tinggi

terjadinya banjir di wilayah tersebut dibandingkan dengan kedua kecamatan lainnya. Adapun tingkat

kerentanan social wilayah penelitian disajikan pada gambar 18.

28

Page 30: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 18. Peta Kerentanan Sosial

Tingkat kerentanan sangat tinggi menandakan bahwa wilayah tersebut memiliki potensi kerugian

dan kehilangan sangat tinggi dalam terjadinya bencana banjir.. Semakin tinggi tingkat kerentana

menandakan bahwa semakin tinggi pula kehilangan/kerusakan yang terjadi diwilayah tersebut. Begitu pula

untuk kelas lainnya. Adapun luasan dari masing-masing kelas kerentanan tersebut disajikan pada tabel

10, sebagai berikut :

Tabel 10. Kelas Kerentanan Sosial beserta Luasannya di Lokasi Penelitian No. Kelas Bahaya Luasan (ha) Persentasi (%)1. Sangat Rendah 1,185.64 7.462. Rendah 599.49 3.773. Sedang 811.91 5.114. Tinggi 1,348.41 8.485. Sangat Tinggi 1,1948.25 75.18

Kerentana Ekonomi

Pada penelitian ini, parameter yang digunakan dalam analisis kerentanan ekonomi antara lain :

jumlah koperasi dan luas sawah yang merupakan lahan produktif di wilayah penelitian. Pembuatan peta

kerentanan ekonomi dibuat berdasarkan pembobotan dan skor pada tabel 4. Parameter kerentanan

ekonomi tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode weighted overlay (gambar 19).

29

Page 31: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 19. Proses Pembobotan untuk Peta Kerentanan Ekonomi dengan Metode Wighted Overlay

Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh kerentanan ekonomi yang dikelompokkan menjadi

5 kelas kerentanan. Sama halnya dengan kerentanan social, hasil analisis menunjukkan bahwa secara

umum, ketiga kecamatan tersebut memiliki tingkat kerentanan ekonomi tinggi hingga sangat tinggi

terhadap terjadinya banjir. Namun Kecamatan Telukjambe Barat dan bagian utara Kecamatan Karawang

Barat merupakan wilayah yang memiliki tingat kerentanan ekonomi yang tinggi terjadinya banjir di wilayah

tersebut dibandingkan dengan kedua kecamatan lainnya. Adapun tingkat kerentanan ekonomi wilayah

penelitian disajikan pada gambar 20 .

Gambar 20. Peta Kerentanan Ekonomi Lokasi PenelitianHampir seluruh Desa di Kecamatan Telukjambe Barat memiliki kerentanan ekonomi sangat

tinggi, hal ini disebabkan karena kecamatan tersebut memiliki luas sawah yang lebih besar namun

memiliki jumlah koperasi yang sedikit, sehingga sangat rentan terhadap terjadinya banjir. Adapun luasan

dari masing-masing kelas kerentanan tersebut disajikan pada tabel 11, sebagai berikut :

Tabel 11. Kelas Kerentanan Ekonomi beserta Luasannya di Lokasi Penelitian No. Kelas Bahaya Luasan (ha) Persentasi (%)1. Sangat Rendah 1,185.64 7.46

30

Page 32: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

2. Rendah 599.49 3.773. Sedang 811.91 5.114. Tinggi 1,348.41 8.485. Sangat Tinggi 1,1948.25 75.18

Kerentanan Fisik/Infrastruktur

Pada penelitian ini, parameter yang digunakan dalam analisis kerentanan fisik/infrastruktur antara

lain : jumlah fasilitas kesehatan dan jumlah rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih yang

terlindungi. Pembuatan peta kerentanan ekonomi dibuat berdasarkan pembobotan dan skor pada tabel 6.

Parameter kerentanan ekonomi tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode weighted

overlay (gambar 21). Dan hasil analisisnya disajikan pada gambar 22 sebagai berikut :

Gambar 21. Proses Pembobotan untuk Peta Kerentanan Fisik dengan Metode Wighted Overlay

Gambar 22. Peta Kerentanan Fisik Lokasi PenelitianBerbeda dengan hasil analisis pada kerentanan social dan kerentanan ekonomi, pada

kerentanan infrastruktur didominasi oleh kerentanan rendah hingga sangat rendah. Hal ini disebabkan

oleh tingginya kesadaran masyarakat akan terjadinya banjir. Tingginya jumlah fasilitas kesehatan dan

jumlah rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih yang terlindungi merupakan salah satu

bentuk adaptasi masyarakat terhadap terjadinya banjir pada lokasi penelitian. Adapun luasan berdasarkan

kelas kerentanan infrastruktur disajikan pada tebel 12 sebagai berikut :

Tabel 11. Kelas Kerentanan Infrastruktur beserta Luasannya di Lokasi Penelitian No. Kelas Bahaya Luasan (ha) Persentasi (%)

31

Page 33: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

1. Sangat Rendah 11,948.25 75.182. Rendah 1,348.41 8.483. Sedang 811.91 5.114. Tinggi 599.49 3.775. Sangat Tinggi 1,185.63 7.46

Kerentanan Total

Pada penelitian ini kerentanan total dihitung dengan melakukan pembobotan antara kerentanan

social, kerentanan ekonomi dan kerentanan fisik/infrastruktur. Adapun pembobotan yang digunakan

dalam analisis kerentanan total berdasarkan persamaan sebagai berikut :

KerentananTotal=40 (Ker−sos )+30 (Ker−eko )+30(ker−infra)…………………….(4)

Dimana : Ker-sos : Kerentanan Sosial

Ker-eko : Kerentanan Ekonomi

Ker-infra : Kerentanan Fisik/Infrastruktur

Berdasarkan persamaan diatas, kerentatan total dilakukan analisis dengan method weighted

overlay. Adapun pelaksanaan metode tersebut disajikan pada gambar 23 sebagai berikut :

Gambar 23. Proses Pembobotan untuk Peta Kerentanan Total dengan Metode Wighted Overlay

Berdasarkan analisis tersebut diperoleh 3 kelas kerentanan, antara lain : (1) kerentanan tinggi.

(2) kerentanan sedang, dan (3) kerentanan rendah. Adapun hasil dari proses overlay tersebut disajikan

pada gambar 24 sebagai berikut :

32

Page 34: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 24. Peta Kerentanan Total di Lokasi Penelitian

Hasil analisis diketahui bahwa lokasi penelitian secara umum memiliki kerentanan tinggi terhadap

terjadinya banjir. Dan Kecamatan Telukjambe Barat merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerentanan

tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Adapun distribusi luasan berdasarkan tingkat kerentanannya

disajikan pada tabel 12.

Tabel 12. Kelas Kerentanan Total beserta Luasannya di Lokasi Penelitian No. Kelas Bahaya Luasan (ha) Persentasi (%)1. Tinggi 11,946.53 75.172. Sedang 2,160.50 13,593. Rendah 1,786.68 11.24

Analisis Risiko

Penilaian terhadap risiko banjir merupakan kombinasi antara peta bahaya dan peta kerentanan.

Adapun pembobotan dan skoring yang digunakan dalam penentuan resiko bencana banjir berdasarkan

tabel 3 yang dioverlay dengan menggunakan metode weighted overlay. Adapun proses dan hasil dari

metode ini disajikan pada gambar 25 dan 26.

33

Page 35: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

Gambar 25. Proses Pembobotan untuk Peta Risiko dengan Metode Wighted Overlay

Gambar 26. Peta Risiko Bencana di Lokasi Penelitian

Berdasarkan peta diatas, secara keseluruhan lokasi penelitian termasuk wilayah risiko banjir

kelas risiko sedang. Lokasi penelitian terdiri dari 3 kelas risiko banjir yakni : (1)risiko rendah, (2)risiko

sedang dan (2) risiko tinggi. wilayah yang termasuk risiko tinggi lebih dominan tersebar di Kecamatan

Telukjambe Barat dan Karawang Barat. Sedangkan di Kecamatan Telukjambe Timur didominasi oleh

risiko sedang. Tingginya tingkat risiko bencana di sebagian wilayah Kecamatan Telukjambi Barat

disebabkan wilayah tersebut memiliki kepadatan penduduk, luas sawah dan jumlah keluarga miskin yang

tinggi, namun memiliki jumlah fasilitas kesehatan serta berada pada wilayah aliran sungai. Adapun

distribusi luasan berdasarkan tingkat risiko bencana disajikan pada tabel 13.

Tabel 13. Kelas Risiko Bencana beserta Luasannya di Lokasi Penelitian No. Kelas Bahaya Luasan (ha) Persentasi (%)1. Tinggi 5,655.42 35.822. Sedang 10,129.33 64.163. Rendah 2.69 0.02

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian latar belakang, tujuan dan hasil penelitian yang telah disampaikan

sebelumnya, maka kesimpulan dari dilakukannya penelitian ini adalah:

Alih fungsi lahan dan tingginya laju penduduk menyebabkan peluang terjadinya bencana banjir di

Kabupaten Karawang. Namun, tidak semua wilayah memiliki tingkat riiko yang sama terhadap terjadinya

34

Page 36: Analisis Risiko Banjir di Kec. Telukjambe Timur, Telukjambe Barat dan Karawang Barat, Kab. Karawang

bencana banjir dilokasi penelitian. Penentuan tersebut didasarkan pada tingkat bahaya dan kerentanan

dari masing-masing daerah. Berdasarkan analisis risiko bencana di Kecamatan Karawang Barat,

Telukjambe Barat dan Telukjambe Timur disimpulkan secara umum wilayah tersebut tergolong berisiko

sedang untuk terjadinya bencana banjir. Namun pada wilayah kecamatan tersebut juga memiliki wilayah

yang beresiko bencana sangat tinggi terutama diwilayah yang berada dekat dengan aliran sungai.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, B. dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi, Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Linsley RK, Paulus JL. 1979. Applied Hydrologi. New York. Mc. Graw Hill Book Comp. Inc.

Primulya A. 2006. Pemetaan Daerah Rawan dan Resiko Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis. (Studi Kasus Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur). Skripsi. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Primayuda A. 2006. Pemetaan Daerah Rawan dan Resiko Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten Trenggalek, Propinsi Jawa Timur).

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2004. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Bogor Fakultas Pertanian IPB.

Sunarti E, Sumarno H, Murdiyanto, Hadianto A. 2009. Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Resiko Bencana di Sektor Pertanian.

Suwardi. 1999. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Sebagian Kotamadya Semarang dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

35