ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0208/PDT.G/2009/PA.TANJUNG … · 2019-12-31 · Dalam putusan Nomor...
Transcript of ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0208/PDT.G/2009/PA.TANJUNG … · 2019-12-31 · Dalam putusan Nomor...
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0208/PDT.G/2009/PA.TANJUNG
TABALONG TENTANG KHULU’
JURNAL ILMIAH
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk mencapai derajat S-1 pada
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
LENTERA VILLA PADINI
D1A015139
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0208/PDT.G/2009/PA.TANJUNGS
TABALONG TENTANG KHULU’
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
LENTERA VILLA PADINI
D1A015139
Menyetujui,
Pembimbing pertama,
H.Israfil,SH.,M.Hum
NIP. 195703021986031003
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0208/PDT.G/2009/PA.TANJUNG
TABALNG TENTANG KHULU’
LENTERA VILLA PADINI
D1A015139
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum
Putusan Nomor 0208/pdt.G/2009/PA.Ttb dan akibat hukum terhadap
kedudukan anak serta harta kekayaan akibat khulu’.jenis penelitian adalah
normatif. Hasil penelitian adalah Majelis Hakim memutus perkara antara
Penggugat dan Tergugat tentang perceraian khulu’berdasarkan Pasal 39 ayat 1
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan
Pemerintah No 9 Tahun 1975, Pasal 116, Pasal 124 dan Pasal 148 angka 4
Kompilasi Hukum Islam serta dalil fiqhiyah yang terdapat dalam Kitab
Subuluz Juz 11. Kedudukan anak pertama dan kedua, Bilman Pila dan Rahmat
Fauzi memiliki hak untuk memilih sedangkan anak ketiga Fatra Qalbi hak
asuh jatuh kepada ibunya karena usianya krang dari 12 tahu, sedangkan harta
tetap dibagi dua, serta dalam masa iddah suami tidak bertanggung jawab lagi.
Kata kunci: Cerai gugat, perceraian khulu’, talak ba’in sughra
ANALIYSIS OF DECISION NUMBER 0208/PDT.G/2009/PA.TANJUNG
TABALONG ABOUT KHULU’
ABSTRACT
The purpose of the research is to find out legal basis Vardict number
0208/Pdt.G/2009/Pa.Ttb and legal consequence of khulu’ for position of child
and joint property. Types of rearch is normative. Based on the research was
panel of judges decide the case between plaintiff and defendant on khulu’ take
decision first divorce declaration (talak 1) based on artikel 39 paragraph 1
act No.1 of 1974 jo Paragraph 19 letter of government regulation no 9 of
1975. Paragraph 116, Paragraph 124 and paragraph 148 number 4
compilation of Islamic law and fiqhiyah theorem on subulus salam book juz
11. First born and second born Bilma Pila and Rahmat Fauzi entitle to
choose, while custody right the third born Qolbi given to their mother because
her age under 12 years old, for joint property keep devided by two, and
during waiting period (iddah period) husband is no longer responsible to this
wife.
Keywords: divorce, khulu’ declarationdivorce ba’in sughra.
i
I. PENDAHULUAN
Tujuan suatu perkawinan ialah membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah akan tetapi tidak dapat dipungkiri dalam suatu
perkawinan itu akan ada suatu masalah yang pada nantinya tidak dapat
diselesaikan hingga berujung pada perceraian. Di dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa suatu
perkawinan putus karena perceraian, kematian dan keputusan hakim. Tetapi
dalam hukum Islam dikenal berbagai macam sebab putusnya perkawinan
salah satunya yaitu khulu’.
khulu’ adalah kesepakatan perceraian antara suami dan isteri atas
permintaan isteri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan
kepada suami.1
Dalam putusan Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb tentang khulu’ dimana
penggugat atas nama Fitriani mengajukan gugatan terhadap suaminya
(tergugat) yaitu Arbiansyah bertempat tinggal di Desa Bahungin RT.05 No.40
Kecamatan Kelua Kabupaten Tabalong.
Selama pernikahan Penggugat dan Tergugat hidup bersama selama 25
tahun. Selama pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat telah hidup
sebagaimana layaknya suami isteri dan dikaruniai 3 orang anak bernama
Bihman Pila (23 tahun), Rahman Fauzi (13 tahun), Fatra Qalbi (5 tahun).
1Hukum Isteri Mencerai Gugat Suami, https://abuolifa.wordpress.com/2014/11/06/hukum-
istri-menggugat-cerai-suami-khulu/, diakses tanggal 12 Oktober 2018 pukul 14.22 WITA
ii
Selama pernikahan tersebut antara Penggugat dan Tergugat tidak
harmonis karena Tergugat sering berdusta dan tidak secara penuh
bekerja.sehingga Penggugat pergi meninggalkan Tergugat dan pulang ke
rumah orang tua penggugat sendiri sebagaimana alamat tersebut di atas
selama kurang lebih 6 bulan.Sejak saat itu sampai dengan sekarang Tergugat
sudah memperdulikan Penggugat, tidak ada lagi hubungan lahir maupun batin
dan tidak member nafkah serta tidak ada satu peninggalan apapun yang dapat
digunakan sebagai pengganti nafkah.
Atas gugatan penggugat tersebut, Tergugat telah memberikan jawaban
yang yang pada pokoknya keinginan Penggugat untuk bercerai dengan
Tergugat, Tergugat setuju dengan syarat Penggugat menyerahkan uang
sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah) sebagai konpensasi harta
bersama dan tebus talak kepada Tergugat.Kemudian dalam replik Penggugat
setuju untuk menyerahkan sejumlah uang yang dimaksud Tergugat kepada
Tergugat.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa hal yang
menjadi permasalahan yang menarik untuk diteliti , yaitu 1. Apa dasar
pertimbangan hukum dalam putusan Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb.,
tentang khulu’? 2. Bagaimana akibat hukum terhadap kedudukan anak dan
harta kekayaankarena khulu’ dalam putusan Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb.,
tentang khulu’?.
iii
Adapun tujuan penelitian penyusunan yang hendak dicapai adalah: 1.
Untuk menjelaskan mengenai dasar pertimbangan hukum dalam putusan
Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb., tentang khulu’. 2. Untuk menjelaskan
akibat hukum terhadap kedudukan anak dan harta kekayaan karena khulu’
dalam putusan Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb., tentang khulu’.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif,
yaitu penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai
data seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan,
teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.2Metode pendeketan
yang digunakan adalah 1.Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), 2.
Pendekatan Konsepsual (Conseptual Approach), 3. Pendekatan Kasus (Case
Approach), 4.Pendekatan Analisis (Analytical Approach).Adapun cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan
dari suatu permasalahan yang bersifat umum menjadi khusus.
2 Amiruddin dan Zainaln Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Cet.ke 9, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm.30.
iv
II. PEMBAHASAN
Dasar Pertimbangan Hukum dalam Putusan Nomor
0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb., Tentang Khulu’
Berdasarkan surat gugatan Penggugat, keterangan Penggugat di
persidangan serta keterangan saksi maka Majelis Hakim menjabarkan
pertimbangan atau Legal Reasoningnya yang tertuang dalam ”TENTANG
HUKUMNYA”,yaitu; 1. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan
Penggugat, jawaban Tergugat, replik Penggugat dan duplik Tergugat serta
keterangan saksi-saksi/saksi keluarga kedua belah pihak, maka didapat fakta-
fakta sebagai berikut; a. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah hidup berumah
tangga sekitar 25 tahun dan telah dikaruniai 3 orang anak; b.Bahwa Penggugat
dan Tergugat telah berpisah kurang lebih 6 bulan karena Penggugat dan
Tergugat bertengkar masalah uang setoran haji turis yang ditarik kembali oleh
Penggugat dan sebagian dari uang tersebut telah dibelikan sepeda motor oleh
Penggugat untuk anaknya dan Tergugat tidak setuju maka terjadilah
perselisihan dan pertengkaran; c.Bahwa Tergugat bersedia menceraikan
Penggugat dengan syarat Penggugat menyerahkan uang sebesar
Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah) sebagai konpensasi harta bersama dan
tebus talakkepads tergugat; d. Bahwa Penggugat bersedia membayar sebesar
Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah) sebagai konpensasi harta bersama dan
tebus talak kepada Tergugat. 2. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut
di atas, Majelis berpendapat bahwa gugatan perceraian ini dapat dikabulkan
v
dengan jalan khulu’ karena Penggugat atas permintaan Tergugat bersedia
memberikan tebusan uang sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah)
sebagai konpensasi harta bersama dan tebus talak kepada Tergugat karena itu
gugatan Penggugat telah sesuai dengan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun
1975 serta Pasal 116 huruf f dan Pasal 124 dan Pasal 148 angka 4 Kompilasi
Hukum Islam;3.Menimbang, bahwa Majelis perlu mengetengahkan dalil
fiqiyah yang terdapat dalam Kitab Subulus Salam juz.11 halaman 252 yang
artinya “sah khulu’ apabila kerelaan kedua belah pihak.” Dan juga telah sesuai
dengan Pasal 124 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi khulu’ harus
berdasarkan atas alasan perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 116.
Terkait dengan kasus di atas Penggugat sudah cukup bukti untuk
mengajukan gugatan cerai gugat kepada suaminya (Tergugat) karena
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi:
Pasal 39:
(1). Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
(2). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
(3). Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
vi
Dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan 116
Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi:3
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,penjudi
dan lain sebagainya yang sungkar disembuhkan.
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain diluar kemampuannya.
c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung.
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
f) Antara suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g) Suami melanggar ta’lik talak.
h) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam
rumah tangga.
Dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam,yang mengatakan antara
suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga merupakan penyebab
putusnya atau berakhirya suatu perkawinan. Hal ini seusai dengan apa yang
terjadi dalam kasus putusan tersebut, dimana Penggugat dan Tergugat terus
terjadi perselisihan dan pertengkaran sehingga menimbulkan
ketidakharmonisan dalam rumah tangga mereka.
Kemudian alasan hakim memutus perkara tersebut dengan putusan khulu’
karena dilihat dari fakta bahwa Tergugat bersedia menceraikan Penggugat
3Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cet.8, Sinar Grafika,
Jakarta,2002,hlm.78.
vii
dengan syarat Penggugat menyerahkan uang sebesar Rp.8.000.000,- (delapan
juta rupiah) sebagai konpensasi harta bersama dan tebus talak kepada Tergugat,
yang dimana pengertian khulu’ adalah bentuk perceraian atau persetujuan dari
suami-isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan
harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai khulu’. Hal ini juga
telah memenuhi unsur Pasal 124 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi khulu’
harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 116. Dan
dalam kasus ini sudah tepat dengan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
yang berbunyi antara suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Kemudian terkait dengan Pasal 148 angka 4 kompilasi hukum islam yang
mengatakan setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadl/tebusan,
maka Pengadilan Agama Tanjung Tabalong memberikan penetapan tentang izin
bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dan
telah dibuktikan bahwa Tergugat telah mengucapkan talak kepada Penggugat
yang berbunyi : pada hari ini Selasa tanggal 19 Januari 2010 M bertepatan
dengan tanggal 03 Shafar 1431 H saya Arbiansyah bin Saleh menjatuhkan talak
ke satu terhadap isteri saya Fitriani binti Marjuni dengan tebusan/khulu’ sebesar
Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah). Kemudian Penggugat setuju dan bersedia
membayar uang sebesar Rp.8.000.000,- (delapan juta rupiah) sebagai tebus talak
dan konpensasi harta bersama.
viii
Perceraian dengan cara khulu’ ini merupakan satu jenis talak yang
dikategorikan sebagai talak ba’in sughraa yang artinya talak yang tidak boleh
dirujuk oleh bekas suaminya, tetapi hanya dimungkinkan dengan akad nikah baru
dengan suaminya meskipun dalam masa iddah.
Akibat Hukum Terhadap Kedudukan Anak dan Harta Kekayaan Karena
Khulu’ dalam Putusan Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb tentang Khulu’
Akibat Hukum Terhadap Kedudukan Anak Karena Khulu’
Secara umum di dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal
42 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974 telah dijelaskan tentang
kedudukan anak dan status anak. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa
anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan
yang sah. Sehingga untuk menentukan anak tersebut sah atau tidak dapat
dilihat dari sah atau tidaknya perkawinan itu sendiri.
Pemeliharaan/kedudukan anak yang dihasilkan dalam perkawinan
Penggugat dan Tergugat di atas dapat diberikan kepada ibunnya,
berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang terkait dengan
pemeliharaan anak yang berbunyi:
”Dalam terjadinya perceraian:
a) Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahu adalah hak ibunya
b) Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz deiserahkan kepada anak
untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaannya.
c) Biaya putusan pengadila ditanggung oleh ayahnya.
ix
Di dalam putusan Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb., setelah
pernikahan dan hidup bersama selama 25 tahun Penggugat dan Tergugat di
karuniai tiga orang anak bernama Bihman Putra (23 tahun), Rahman Fauzi
(13 Tahun), dan Fatra Qalbi (5 tahun).
Dalam hukum Islam pemeliharaan anak disebut hadhanah. Apabila
dilihat berdasarkan usia anak-anak yang dihasilkan selama ikatan
perkawinan antara Penggugat dan Tergugat, anak pertama yang berusia 23
tahun dan anak kedua yang berusia 13 tahun sudah mummayiz itu berarti
hadhanahnya dibebaskan untuk mereka kepada siapa mereka memberikan
hak hadhananhnya,sedangkan anak ketiga berusia 5 tahun ini berarti ia
belum mumayyiz, sehingga pemggang hadhanah adalah ibunya
(Penggugat). Karena berkaitan dengan masa depan anak-anak tersebut baik
jaminan keselamatan jasmani maupun rohani.
Akibat hukum terhadap harta kekayaan karena khulu’
Harta benda dalam perkawinan ada dua macam yaitu; a.Harta
bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, yaitu sejak
akad dilakukan sampai putusnya perkawinan.b. Harta bawaan yaitu harta
benda milik masing-masing suami-isteri yang diperoleh sebelum terjadi
perkawinan atau yang diperoleh sebagi warisan atau hadiah.4
4Happy Susanto, Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadinya Perceraian, Visimedia
Pustaka, Jakarta, 2008, hlm.15
x
Secara umum pemabagian harta bersama berdasrkan Pasal 97
Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dikemukakan bahwa harta bersama suami isteri
apabila terjadi putusnya perkawinan baik karena kematian atau perceraian
maka kepada suami isteri tersebut masing-masing mendapat setengah
bagian dari harta yang mereka peroleh selama perkawinan berlangsung.
Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam mengatakan janda atau duda cerai
masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Kemudian jika adanya harta bawaan yang dibawa oleh masing-
masing suami atau isteri sebelum terjadinya perkawinan maka jika terjadi
perceraian harta tersebut akan dibawa kembali oleh masing-masing suami
atau isteri sesuai dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Jadi karena putusan 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb., ini tentang perceraian
khulu’ termasuk percerain cerai gugat biasa tapi dengan jenis talak ba’in
sughra yang artinya dapat memutuskan ikatan perkawinan artinya, jika
sudah terjadi talak, isteri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah
habis masa iddahnya atau talak yang tidak boleh dirujuk oleh bekas
suaminya, tetapi hanya dimungkinkan dengan akad nikah baru dengan
suaminya meskipun dalam masa iddah. Jadinya mengenai pembagian
xi
hartanya tetap dibagi dua hanya saja dalam masa iddah si suami sudah
tidak bertanggung jawab lagi kepada isterinya.
xii
III. PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: 1.
Dasar pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Agama Tanjung Tabalong
Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Tanjung Tabalong tentang khulu’ yaitu Pasal 39
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 19
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Pasal 116 huruf f Kompilasi
Hukum Islam yang dimana Pasal tersebut tentang alasan perceraian. Dalam
putusan hakim memutus perkara ini dengan menjatuhkan talak satu khuluk’i
karena dalam jawaban Tergugat mengatakan dia bersedia menceraikan
Penggugat dengan syarat Penggugat menyerahkan uang sebesar Rp. 8.000.000
(delapan juta rupaiah) sebagai talak tebus kepada Tergugat, kemudian Penggugat
menyetuji dan siap menyerahkan uang sejumlah itu kepada Tergugat, karena
bagaimanapun Penggugat tidak bersedia lagi membina rumah tangga dengan
Tergugat. Hal ini sesuai juga dengan Pasal 124 Kompilasi Hukum Islam dan
mengenai besar tebusan telah sesuai dengan Pasal 148 angka 4. 2.Akibat hukum
terhadap kedudukan anak dan harta kekayaan karena khulu’ dalam putusan
Nomor 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb tentang khulu’ adalah sebagai berikut: a. Akibat
hukum terhadap kedudukan anak karena khulu’. Berdasarkan Pasal 105
Kompilasi Hukum Islam terkait dengan pemeliharaan anak akibat terjadinya
perceraian yang mengatakan: 1) Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau
xiii
belum berumur 12 tahu adalah hak ibunya, 2) Pemeliharaan anak yang sudah
mumayyiz deiserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya
sebagai pemegang hak pemeliharaannya, 3) Biaya putusan pengadila ditanggung
oleh ayahnya.Dalam hukum Islam pemeliharaan anak disebut hadhanah.Jadi
kedudukan anak pertama dan kedua memiliki hak untuk memilih, sedangkan
anak ketiga hak asuh jatuh kepada ibunya.b. Akibat hukum terhadap harta
kekayaan karena khulu’.Karena putusan 0208/Pdt.G/2009/PA.Ttb ini tentang
perceraian khulu’ termasuk cerai gugat biasa tapi dengan jenis talak ba’in
sughra yang artinya harta benda tetap dibagi dua tetapi tidak ada
pertanggungjawaban selama masa idah.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah : 1. Ketika terjadi perselisihan dan
perkelahian secara terus-menerus hendaklah menyelesaikannya secara baik-baik.
Karena putusnya perkawinan akibat perceraian memiliki dampak yang besar
terhadap kelangsungan hidup anak dan harta yang telah diperoleh selam
perkawinan. 2. Mengingat asas hakim bersifat pasif artinya hakim tidak bisa
memutus suatu perkara yang tidak dimohonkan kepadanya. Untuk itu diharapkan
kepada pemohon agar aktif dan memikirkan apa saja yang harus dimohonkan,
jangan hanya satu tujuan demi putusnya perkawinan saja akibat yang lain tidak
difikirkan.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Amiruddin dan Zainaln Asikin,2016, Pengantar Metode Penelitian
Hukum,Cet.ke 9, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),2002, Cet.ke 8, Sinar
Grafika, Jakarta.
Soemiati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan), 2007,
Cet.ke 6, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.
Peraturan PerUndang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Indonesia, Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 TentangKompilasi
Hukum Islam.
Internet
https://abuolifa.wordpress.com/2014/11/6/hukum-istri-menggugat-cerai-
suami-khulu/, tanggal 12 Oktober 2018 pukul 14.22 WITA.