Analisis Profil UKM Kabupaten Bantul.doc

download Analisis Profil UKM Kabupaten Bantul.doc

of 21

description

ihioak

Transcript of Analisis Profil UKM Kabupaten Bantul.doc

  • 1

    Analisis Profil Usaha Kecil Dan Menengah di Kabupaten

    Bantul

    Oleh

    Dyna Herlina Suwarto

    Abstract

    Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh data yang relatif baru dan lengkap

    mengenai profil usaha kecil dan menengah di Kabupaten Bantul; (2) membantu

    Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam menentukan strategi pengembangan

    dan pembinaan usaha kecil dan menengah. Penelitian ini merupakan penelitian

    eksploratif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dan analisis

    SWOT. Populasi penelitian berjumlah 787 usaha kecil, akan dipilih 100 usaha

    kecil sebagai sampel. Pengumpulan data menggunakan angket, observasi dan

    wawancara. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa

    Yogyakarta.

  • 2

    Analisis Profil Usaha Kecil Dan Menengah di Kabupaten

    Bantul

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Krisis ekonomi yang terjadi pada 2007-2008 lalu mengakibatkan

    sektor riil terutama perusahaan besar dihadapkan pada persoalan pelik.

    Mereka sulit mengembalikan eksistensinya untuk normal. Strategi yang

    dilakukan untuk mengatasi hal itu adalah mengurangi biaya produksi agar

    kerugian dapat ditekan. Salah satu komponen yang biaya produksi yang

    sering menjadi sasaran kebijakan mereka adalah upah buruh dan gaji

    karyawan. Hal ini berkaitan dengan struktur ekonomi Indonesia yang

    kelebihan tenaga kerja, sehingga posisi tawar pekerja lemah. Akibatnya,

    muncul banyak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika terjadi krisis

    ekonomi, jumlah pengangguran dipastikan meningkat.

    Kesulitan perusahaan besar memulihkan kembali kondisinya

    disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, krisis ekonomi nasional belum

    sepenuhnya pulih. Kedua, sebagaimana disebutkan oleh Ruth McVey (1998)

    fenomena yang terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, para pengusaha

    tidak memiliki jiwa wirausaha yang tangguh. Keberhasilan perusahaan besar

    kebanyakan ditopang jasa baik pemimpin politiknya. Karena itu, ketika

    patronnya hancur, ikut berguguranlah mereka. Istilah yang sering dilontarkan

    untuk fenoman itu adalah kapitalisme semu. Ketiga, ada kecenderungan

    dalam ekonomi global, sebagaimana dijelaskan oleh John Naisbitt, bahwa

    dalam era globalisasi persaingan semakin ketat sehingga keberadaan

    perusahaan sulit dipertahankan.

    Lebih lanjut Naisbitt dalam bukunya Global Paradox meramalkan

    bahwa semakin besar dan terbuka ekonomi dunia, maka semakin banyak

  • 3

    perusahaan kecil dan menengah akan mendominasi. Perusahaan kecil di masa

    datang akan memainkan peran utama dalam percaturan ekonomi dunia karena

    mereka memiliki efisiensi yang tinggi disertai dengan akses yang lebih luas

    untuk menjankau peluang ekonomi dunia. Menurut Naisbitt, kontribusi

    perusahaan besar di Amerika Serikat hanya 10%, sisanya didominasi oleh

    perusahaan kecil dan menengah. Jumlah UKM di Amerika Serikat terus

    meningkat.Menurut data tahun 2008, ada 3.705.275 usaha yang memiliki

    pekerja 1-4 orang (industri rumahan), 1.060.250 perusahaan memiliki pekerja

    5-9 orang (usaha kecil), 644.842 perusahaan mempekerjakan 10-19 pekerja

    (usaha menengah) dan 532.391 perusahaan memiliki karyawan 20-99 orang

    (www.census.gov/econ/smallbus.html).

    Kecenderungan perubahan struktur ekonomi dunia dari konglomerasi

    menuju ekonomi kecil dan menengah juga dirasakan di Indonesia. Ketika

    perusahaan besar ambruk terhantam krisis, banyak perusahaan kecil dengan

    tingkat ketergantungan terhadap bank dan pasar saham relatif kecil tetap

    dapat bertahan. Kalau mau jujur, usaha kecil dan menengah yang telah

    menghambat kehancuran ekonomi Indonesia secara total. Kondisi seperti ini

    sebenarnya membuktikan bahwa ideologi dasar negara mengenai ekonomi

    kerakyatan sebenarnya sangat relevan dengan kondisi saat ini. Meski saat ini

    kebijakan yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan tidak dijalankan secara

    maksimal oleh pemerintah yang berkuasa. Oleh karena itu perlu kembali

    ditingkatkan program-program peningkatan kinerja usaha kecil dan

    menengah.

    Bagaimanapun pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan

    menengah memiliki implikasi bagi pembangunan ekonomi nasional karena

    beberapa alasan. Pertama, UKM adalah sumber kehidupan rakyat banyak.

    Kedua, jenis industri ini tersebar di pelosok daerah sehingga memiliki peran

    yang strategis dalam rangka pengembangan wilayah dan pemerataan regional.

    Ketiga, pengelolaannya umumnya bersifat padat karya. Keempat,

    kehadirannya merupakan sumber penghidupan sebagian besar rakyat marjinal

    seperti perempuan.

  • 4

    Meski jumlahnya banyak UKM menghadapi masalah utama yaitu

    nilai tambah produknya yang relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh modal

    yang kecil sehingga kesempatan berekspansi menjadi terbatas. Kedua, sumber

    daya manusia yang relatif rendah sehingga tingkat kreatifitas dan inovasi

    produksi juga rendah. Ketiga, jaringan pemasran yang dimiliki terbatas.

    Keempat, sistem manajemen organisasi belum berjalan dengan baik. Dengan

    demikian proses pengembangan dan pembinaan industri kecil dan menengah

    menjadi keharusan untuk dilakukan oleh pemerintah daerah di era otonomi

    daerah ini jika tidak ingin tertinggal dan tersingkir dari perkembangan

    ekonomi di era pasar bebas mendatang.

    B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka sudah semakin

    mendesak dilakukan suatu kajian atau analisis profil industri kecil dan

    menengah. Berdasarkan kajian ini diharapkan dapat diperoleh data untuk

    memahami persoalan yang dihadapi UKM di Bantul. Berdasarkan data

    tersebut dapat ditentukan usaha atau industri apa yang perlu dikembangkan

    dan materi apa yang diberikan kepada mereka.

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Memperoleh data yang relatif baru dan lengkap mengenai profil UKM di

    Kabupaten Bantul berikut dengan permasalahan yang dihadapi.

    2. Penyusunan perencanaan program pengembangan UKM di Kabupaten

    Bantul.

    3. Membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam menentukan

    strategi pengembangan dan pembinaan UKM

    Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan beberapa

    manfaat.

  • 5

    1. Melalui kajian deskriptif kuantitatif diharapkan dapat memberikan

    gambaran mengenai profil dan sebaran geografi UKM di Kabupaten

    Bantul.

    2. Dengan kajian penelitian eksploratif diharapkan dapat memberikan

    manfaat bagi perencana dan pengambil kebijakan di Pemerintah Daerah

    Kabupaten Bantul.

    3. Dari hasil analisis exploratory inquiry diharapkan dapat ditindaklanjuti

    dengan program jangka pendek dan menengah, misalnya program

    pelatihan.

    D. Roadmap Penelitian Peneliti adalah anggota Pusat Studi Wanita UNY yang telah memiliki

    pengalaman melakukan penelitian berkaitan dengan gender dan wanita. Penelitian

    yang pernah dilakukan adalah:

    1. Assesment Model of High School Principals Transformational Leadership

    2. Evaluation of Women Empowerment in Kiringan Canden, Jetis Bantul,

    DIY

    3. Analysis of Female Fisherman and Farmer in Pekalongan

    4. Action Research of Women Empowerment in Gunung Kidul Yogyakarta

    5. Study of Women Empowerment Program in Yogyakarta

    6. Analisis profil kesehatan berbasis gender di Gunung Kidul

    7. Analisis profil industri kecil dan menengah di Kabupaten Bantul

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Kajian Teori 1. Wirausaha

    Upaya menyerasikan atau membuat kebutuhan dan ketersediaan akan

    barang menjadi pas, hampir-hampir mustahil untuk dilakukan, tetapi

    kesenjangan keduanya justru memberikan nilai tambah tersendiri bagi

    lahirnya sebuah kreativitas. Banyak orang belajar dari serba kekurangan

    bukan dari serba kecukupan. Serba keterbatasan dan kekurangan dalam

    berbagai hal justru seringkali memunculkan kreativitas dan jiwa wirausaha

    seseorang.

    Para wirausahawan dunia modern muncul petama kali di Inggris pada

    masa revolusi industri pada akhir abad ke XVIII. Para wirausahawan awal ini

    mempunyai karakteristik kesabaran dan tenaga yang tidak terbatas. Beberapa

    adalah orang-orang yang mempunyai uang, tetapi bukan berasal dari

    golongan bangsawan. Mereka muncul dari kelas menengah ke bawah, yang

    didorong oleh keinginan untuk mewujudkan impian dan gagasan inovatif

    menjadi kenyataan. Tujuan utama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan

    organisasi-organisasi mereka. Mereka percaya pada nilai kerja yang mereka

    lakukan, mereka tidak mementingkan keuntungan dan kekayaan sebagai

    tujuan pertama. Keberhasilan memberi arti dan kebanggaan pada usaha yang

    mereka lakukan.

    Kewirausahaan dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan

    entrepreneur. Diduga, kata itu diadopsi dari bahasa Perancis yang berarti

    between-taker atau go-between (perantara). Istilah kewirausahaan yang

    masuk dalam kamus bisnis tahun 1980-an memiliki definisi yang berbeda-

    beda. Ada dua pendekatan yang dilakukan di dalam mendefinisikan

    kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan kewirausahaan

    sisi penawaran.

  • 7

    Pendekatan fungsional menekankan peranan kewirausahaan dalam

    perekonomian seperti mengemban suatu resiko karena melakukan pembelian

    pada suatu tingkat harga tertentu dan menjualnya pada tingkat harga yang

    tidak menentu, melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan inovasi, serta

    menyebabkan atau memberikan reaksi terhadap gejolak-gejolak ekonomi.

    Pendekatan kewirausahaan sisi penawaran menekankan kepada sifat-

    sifat individual yang dimiliki para pengusaha. Pendekatan ini mengatakan

    bahwa sifat-sifat tertentu seperti keinginan untuk berprestasi dan kemampuan

    untuk mengontrol serta menanggung resiko dari tindakan yang mereka

    lakukan sebagai sifat-sifat dari wirausaha.

    Entrepreneur dan fungsinya yang unik sebagai penanggung resiko,

    pertama kali dikemukakan oleh Richard Cantillon, seorang Irlandia yang

    berdiam di Perancis. Entrepreneur disini dimaksudkan sebagai upaya

    membeli barang dan jasa-jasa dengan harga tertentu, untuk dijual dengan

    harga yang tidak pasti di masa yang akan datang. Karena itu, pada awalnya,

    kewirausahaan diartikan sebagai pengambil resiko (risk taker). Di awal

    abad ke-18, Richard Cantillon mengobservasi bahwa seorang wirausaha

    adalah orang yang menanggung resiko pembelian dan penjualan. Beberapa

    ahli teori manajemen mengatakan bahwa kewirahusahaan adalah kehebatan

    dalam pembentukan perusahaan baru yang di dalamnya mengandung

    pemanfaatan peluang dan pengambilan resiko. Peter F. Drucker

    mendefinisikan kewirausahaan dengan lebih optimis, yakni sebagai seorang

    yang berfokus kepada peluang, bukan resiko. Bapak manajemen yang

    terkenal ini juga menyebutkan bahwa kewirausahaan ini bukanlah pengambil

    resiko melainkan penentu resiko. Adam Simth dan Jean Baptisay (1803)

    mengatakan bahwa seorang wirausaha adalah seorang yang menyatukan

    faktor-faktor produksi. Joseph Schumpeter (1934) memberi makna

    kewirausahaan dengan kata inovator.

    Dalam bukunya, The Management Challenge, James M.Higgins

    (1994) menguraikan bahwa secara historis, kewirausahaan dianggap sebagai

    salah satu fungsi ekonomi. Higgins mengatakan pula bahwa yang

  • 8

    membedakan para wirausaha dengan para manajer terletak pada pendekatan

    mereka terhadap pemecahan masalah. Para wirausaha bukan hanya

    memecahkan masalah atau bereaksi terhadap masalah, melainkan juga

    mencari peluang.

    Dua pendekatan mengenai definisi dari kewirausahaan di atas

    dibantah oleh Howard Stevenson. Menurutnya, tak satupun dari kedua

    pendekatan tersebut yang cukup menjelaskan teori kewirausahaan. Menurut

    Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laku manajerial

    yang terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-peluang

    yang tersedia tanpa mengabaikan sumberdaya yang dimilikinya. Pola tingkah

    laku manajerial yang terpadu tersebut bisa dilihat dalam enam dimensi

    praktek bisnis, yakni: 1) orientasi strategis; 2) komitmen terhadap peluang

    yang ada; 3) komitmen terhadap sumberdaya; 4) pengawasan sumberdaya; 5)

    konsep manajemen; dan 6) kebijakan balas jasa.

    Dari keenam ciri di atas, dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis dengan

    corak yang berbeda, yakni: Promotor dan Trustee. Promotor, yaitu orang

    yang percaya akan kemampuan yang dimilikinya. Trustee, yaitu orang yang

    lebih menekankan penggunaan sumberdaya yang telah dimilikinya secara

    efisien.

    Kemudian, Stevenson mengatakan bahwa dalam bentuk strategi suatu

    perusahaan, orientasi kewirausahaan lebih menekankan pada penggunaaan

    peluang terhadap sumberdaya yang tersedia. Perbedaan seorang berjiwa

    wirausaha dengan yang tidak adalah dalam kemampuannya memahami bisnis

    dengan sangat baik sehingga mereka bukan hanya mampu membuat

    komitmen lebih dahulu dibandingkan orang lain, mereka juga mengetahui

    kapan harus keluar dari suatu bisnis. Kemudian bahwa para wirausaha

    berusaha untuk mendapatkan hasil optimal dengan sumberdaya tertentu.

    Selain itu, bahwa pola tingkah laku kewirausahaan mencakup kemampuan

    untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki orang lain, seperti

    keahliannya, ide-idenya atau bakat-bakatnya, serta memutuskan sumberdaya

    apa saja yang dibutuhkan perusahaan. Terakhir, bahwa kebijakan balas jasa,

  • 9

    sebagai faktor yang mendorong tingkah laku kewirausahaan, merupakan

    harapan-harapan individu serta persaingan kemampuan yang akhirnya

    menciptakan sistem balas jasa yang adil dalam perusahaan.

    Dalam bukunya Entrepreneurship, Robert Hisrich dan Michael Peters

    (1995), seperti dikutip Buchari Alma (2000), mengatakan bahwa

    kewirausahaan adalah the process of creating something different with value

    by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying

    financial, psychological, and social risks and receiving the resulting rewards

    of monetary and personal satisfaction (merupakan proses menciptakan

    sesuatu yang berbeda, dengan mengabdikan seluruh waktu dan tenaga,

    menanggung resiko keuangan, kejiwaan, dan sosial, tetapi menerima balas

    jasa dalam bentuk uang dan kepuasan pribadi).

    Dengan berpegang pada paparan Alma (2008), Sutrisno (2003), dan

    Soemanto (2002) baik dilihat dari asas etimologis, sinonim maupun

    terminologi, ada banyak makna tentang kewirausahaan. Makna ini dapat

    dikelompokkan menjadi dua, yakni kewirausahaan sebagai etika (akhlak,

    moralitas) ekonomi modern (etika kewirausahaan), dan kewirausahaan

    sebagai etika (akhlak, moralitas) sosial modern (etika kewirausahaan sosial).

    Kewiausahaan sebagai Etika Ekonomi Modern, kewirausahaan

    sebagai etika (akhlak, moralitas) ekonomi/isnis (etika kewirausahaan)

    berkaitan dengan makna kewirausahaan sebagai resep bertindak guna

    menumbuhkembangkan sistem perekonomian (bisnis) yang modern.

    Pemaknaan seperti ini tidak saja berlaku secara tekstual, tetapi dikenal pula

    secara umum dalam masyarakat. Pandangan tekstual bahwa kewirausahaan

    terkait dengan etika ekonomi (bisnis) dapat dicermati pada pendapat Salim

    Siagian (dalam Sutisno 2003:4-5) yang menyatakan sebagai berikut:

    Kewirausahaan adalah semangat, pelaku dan kemapuan untuk memberikan

    tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan diri sendiri

    dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan/masyarakat, dengan

    selalu berusahan mencari dan melayani lebih banyakndan lebih baik, serta

    menciptakan dan mnyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan

  • 10

    cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil risiko,

    kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.

    Sedangkan menurut Alma (2008:5) menyatakan sebagai berikut.

    Wirausahawan adalah seorang inovator, sebgai individu yang mempunyai

    naluri untuk melihat-lihat peluang, mempunyai semangat, kemampuan dan

    pikira untuk menaklukkan cara berpikiran malas dan lamban. Seorang

    wirausahawan mempunyai peran untuk mencari kombinasi-kombinasi baru,

    yang merupakan gabungan dari lima hal, yakni:

    1) pengenalan barang;

    2) metode produksi baru;

    3) sumber bahan mentah baru;

    4) pasar-pasar baru;

    5) organisasi industri baru.

    Bertolak dari gagasan tersebut dapat disimpulkan bahwa wirausaha

    sangat penting, mengingat bahwa modernisasi dalam bidang ekonomi, sangat

    bergantung pada kuantitas dan kualitas kewirausahaannya. Karena itu tidak

    mengherankan jika PBB menyatakan, bahwa suatu negara akan mampu

    membangun, apabila memiliki wirausahawan sekitar 2% dari jumlah

    penduduknya. Jumlah penduduk Indonesia saat ini 200.000.000 jiwa,

    sehingga paling tidak harus memiliki wirausahawan sebanyak 4.000.000

    orang (Alma, 2008:4). Namun kenyataannya, Indonesia hanya memiliki

    wirausahawan sekitar 0,18% dari jumlah penduduk (Suruji, 2008).

    Kewirausahaan sebagai Etika Sosial Modern, berkaitan dengan

    adanya kenyataan, bahwa konsep-konsep, gagasan-gagasan, ide-ide atau

    dalil-dalil yang tercantum di dalam kewirausahaan bisa diberlakukan sebagai

    resep bertindak yang bersifat universal, yakni tidak saja dalam bidang bisnis,

    tetapi juga dalam bidang kemasyarakatan guna mewujudkan kehidupan suatu

    masyarakat modern (kewirausahaan sosial). Hal ini tercermin pada pendapat

    McClelland (1987:86) yang menyatakan sebagai berikut:

    1) Perilaku Kewiraswastaan:

  • 11

    a. memikul risiko-risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu

    akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan;

    b. kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta;

    c. tanggung jawab pribadi;

    d. pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan, uang sebagai

    ukuran atas hasil.

    2) Minat terhadap peerjaan kewiraswastaan sebagai suatu akibat dari

    martabat dan sikap berisiko: mereka.

    Kewirausahaan bukanlan sekadar ketrampilan manajerial dan bisnis

    belaka, karena kewirausahaan juga meliputi aspek sikap mental dan perilaku

    yang mencerminkan karakteristik seorang wirausaha. Jadi pembahasan

    masalah kewirausahaan berarti juga menyoroti mengenai profil seorang

    manusia yang memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat khas.

    Kewirausahaan selalu tak terpisahkan dari kreativitas dan inovasi.

    Inovasi tercipta karena adanya daya kreativitas yang tinggi. Kreativitas adalah

    kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dalam kehidupan.

    Kreativitas merupakan sumber yang penting dari kekuatan persaingan, karena

    lingkungan cepat sekali berubah. Untuk dapat memberikan respons terhadap

    perubahan, manusia harus kreatif.

    Manusia kreatif mempunyai ciri-ciri, antara lain: keterbukaan pada

    pengalaman; melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa; rasa

    keingintahuan yang tinggi; menerima dan menyesuaikan yang kelihatannya

    berlawanan; dapat menerima perbedaan; independen dalam pertimbangan,

    pemikiran, dan tindakan; percaya pada diri sendiri; mau mengambil resiko

    yang telah diperhitungkan. Sebaliknya hal-hal yang dapat merintangi

    munculnya sebuah kreativitas adalah sebagai berikut: Lebih menekankan

    pada perilaku dan struktur birokrasi; mengagungkan tradisi dan budaya yang

    dibuat; menekankan pentingnya prosedur yang baku; memperkecil

    ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan; komunikasi yang lemah;

    sistem pengendalian yang kuat; menekankan denda atau hukum atas sebuah

  • 12

    kegagalan; dan menekankan pada nilai yang menghalangi pengambilan

    resiko.

    Kreativitas berbeda dengan inovasi. Kreativitas merujuk kepada

    pembentukan ide-ide baru, sementara inovasi adalah upaya untuk

    menghasilkan uang dengan menggunakan ide-ide baru tersebut. Dengan

    demikian, kreativitas merupakan titik permulaan dari setiap inovasi. Inovasi

    adalah kerja keras yang mengikuti pembentukan ide dan biasanya melibatkan

    usaha banyak orang dengan keahlian yang bervariasi tetapi saling

    melengkapi.

    Menurut Meredith (1996) wirausahawan adalah orang yang

    mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis;

    mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan

    daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan

    kesuksesan. Dengan kata lain, para wirausaha adalah individu yang

    berorentasi pada tindakan dan bermotivasi tinggi mengambil resiko dalam

    mengejar tujuannya.

    2. SWOT Analisis SWOT adalah usaha analisa yang digunakan untuk

    mendeskripsikan Strenght (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity

    (Kesempatan) dan Threat (Ancaman) yang dihadapi oleh sebuah perusahaan.

    Kekuatan dan kelemahan berkaitan dengan faktor internal perusahaan

    sedangkan kesempatan dan ancaman berhubungan dengan keadaan di luar

    perusahaan.

    Melalui analisis SWOT diharapkan akan diperoleh data dan

    identifikasi masalah dari setiap perusahaan yang diteliti. Perusahaan kecil

    dengan manajemen sederhana umumnya sulit melakukan identifikasi dirinya

    yang berkaitan dengan proses pengembangan perusahaan. Mereka tidak tahu

    apa yag harus dilakukan, apa yang seharusnya menjadi prioritas

    pengembangan usaha, persoalan utama yang dialami perusahaan.

  • 13

    Gambar 2.1 Matriks Analisis SWOT

    EKSTERNAL

    INTERNAL PELUANG ANCAMAN

    KEKUATAN

    1

    KEUNGGULAN

    KOMPARATIF

    2

    MOBILISASI

    KELEMAHAN 3

    INVESTASI/DIVESTASI

    4

    RASIONALISASI/BUBAR

    Keterangan:

    Strategi 1 : Dimana ada kekuatan (internal) dan ada peluang (eksternal)

    merupakan posisi dimana sebuah perusahaan mempunyai

    keunggulan komparatif. Dalam strategi ini perusahaan harus

    all-out memanfaatkan kekuatan dalam meraih peluang

    Strategi 2 : Dimana ada kekuatan (internal), tetapi ada ancaman

    (eksternal). Strategi yang dilakukan dalam posisi ini adalah

    mobilisasi agar ancaman dari luar dapat diminimalisir, bahkan

    kalau bisa diubah menjadi peluang.

    Strategi 3 : Dimana ada peluang (eksternal) tetapi perusahaan dalam

    kondisi lemah. Finansial seringkali menjadi faktor utama

    kelemahan perusahaan. Sehingga dalam posisi ini, strategi

    yang banyak dilakukan adalah investasi dan disvestasi

    Strategi 4 : Dimana perusahaan (internal) lemah sementara faktor

    eksternal penuh ancaman. Dalam posisi seperti ini perusahaan

    sebaiknya melakukan strategi rasionalisasi.Bila rasionalisasi

    dipandang tetap merugikan, maka keputusan terakhir adalah

    pembubaran perusahaan.

    3. Profil UKM DIY Menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) kriteria usaha kecil dapat

    dilihat dari jumlah tenaga kerjanya yaitu 5-19 orang. Kemudian usaha

  • 14

    menengah mempunya tenaga kerja 20-99. Jika tenaga kerja di atas 100 orang

    maka ia dianggap perusahaan besar sementara industri rumah tangga

    memiliki tenaga kerja kurang dari 4 orang.

    Belum ada data yang memadai mengenai jumlah usaha kecil dan

    menengah (UKM) di propinsi DIY, kecuali hasil survei mengenai UKM

    diluar sektor pertanian yang tidak berbadan hukum, tahun 1998, tercatat

    sebanyak 304.583 usaha. Jenis usaha mereka sebagian besar adalah

    perdagangan besar, eceran, rumah makan dan jasa akomodasi, yang

    kesemuanya berjumlah 161.508 atau sebesar 53,03 persen. Usaha lainnya

    bergerak dibidang usaha industri pengolahan sebanyak 74.790

    (24,55%).Kemudian menyusul terbanyak ketiga, yakni usaha real estat,

    persewaan dan jasa sebanyak 42.033 usaha (13,80%). Bidang dengan usaha

    terkecil adalah jenis usaha keuangan (lembaga keuangan) yakni ada 266

    usaha (0,09%).

    Jumlah usaha UKM itu telah menyerap tenaga kerja sebanyak 556.731

    terdiri dari pekerja keluarga (pekerja tak dibayar) sebanyak 442.474 orang

    dan pekerja dibayar (terima upah) sebanyak 114.257 orang. Artinya hanya

    sekitar 20 persen tenaga kerja riil yang benar-benar terserap.

    Dilihat dari jenis kelamin pekerja secara keseluruhan, maka jumlah

    pekerja perempuan relatif lebih besar dari laki-laki, yakni masing-masing

    267.457 pekerja laki-laki dan 289.274 pekerja perempuan. Dilihat dari usia,

    sebagian besar diatas 14 tahun. Ada juga pekerja di bawah umur. Di bawah

    usia 10 tahun ada sebanyak 770 pekerja laki-laki (0,29%) dan sebanyak 3.106

    pekerja perempuan (1,07%).

    Tingkat pendidikan mereka umumnya tamatan SD.Pekerja laki-laki

    yang berpendidikan SD ada 99.082 (37,05%) dari seluruh pekerja laki-

    laki.Kemudian pekerja perempuan yang tamat SD sebanyak 83.696

    (28,93%).Dari mereka banyak juga yang tidak tamat SD, yaitu pekerja laki-

    laki ada 43.960 orang (16,44%) dan pekerja perempuannya ada 98.183

    (33,94%).Sementara yang lulusan sarjana relatif sedikit, pekerja laki-laki

  • 15

    berjumlah 4.361 orang (1,63%) dan perempuannya berjumlah 2.830 orang

    atau 0,98 persen.

    Tabel2.1 Jumlah Pekerja Pada UKM di DIY

    Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 1998

    Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan

    Laki-laki Perempuan

    Tidak Tamat SD 43.960 (16,44%) 98.183 (33,94%)

    Tamat SD 99.082 (37,05%) 83.696 (28,93%)

    Tamat SMA/DI/DIII 62.475 (23,36%) 51.103 (17,67%)

    Sarjana/DIV 4.361 (1,63%) 2.830 (0,98%)

    Menurut data statistik terakhir DIY Dalam Angka Tahun 2001

    menyebutkan bahwa jumlah industri kecil Berlisensi di DIY tahun 2000

    tercatat sebanyak 17.307 dengan dominasi bergerak dibidang usaha industri

    kerajinan dan umum sebesar 42,26%. Hanya saja DIY Dalam Angka Tahun

    2001 tidak mencantumkan, data dari kabupaten Kulonprogo karena belum

    tersedia, sehingga data diatas tidak termasuk Kulonprogo. Dari tiga

    kabupaten dan satu kota terlihat bahwa jumlah usaha kecil yang terbanyak

    terdapat pada kabupaten Sleman, ada sebesar 16.525 unit usaha kecil.

    Terbanuak kedua adalah kota Yogyakarta ada sebesar 544 unit, kemudian

    Gunungkidul dengan 165 unit dan Bantul dengan 73 unit usaha kecil. Data

    lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

  • 16

    Tabel 2.2 Jumlah Industri Kecil Berlisensi di DIY

    Menurut Daerah dan Jenis Usaha Tahun 2001

    Jenis Usaha Bantul Gunung

    Kidul Sleman

    Yogya-

    karta DIY

    Pengolahan Pangan 6 53 10.086 112 10.257

    Sandang dan Kulit 18 4 - 147 169

    Kimia dan B.

    Bangunan

    17 67 4.375 24 4.483

    Kerajinan dan Umum 27 30 2.064 183 2.304

    Logan dan Jasa 5 11 - 78 94

    Jumlah 73 165 16.525 544 17.307

    4. Profil UKM Kabupaten Bantul Tabel 2.3

    Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Bantul

    Ragam industri di Kabupaten Bantul cukup banyak mulai dari industri

    kerajinan berbasis kayu, kertas, logam, tanah, limbah, kulit sampai garmen.

    Industri yang beragam itu pada umumnya terkumpul dalam sentra-sentra

    industri.Tahun 2009 tercatat 73 sentra industri yang terbentuk. Diantara

    industri yang beraneka ragam itu, pemerintah Kabupaten Bantul menetapkan

    beberapa macam industri sebagai komoditas terpilih yang diklasifikasikan

  • 17

    dalam komoditas unggulan, komoditas andalan dan komoditas yang

    diunggulkan. Penentuan komoditas industri terpilih berdasarkan

    pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.

    1) Komoditas unggulan: pemakaian bahan baku lokal > 70%, menyerap

    tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor > US$ 1 juta, tujuan ekspor > 3

    negara, pertumbuhan ekspor > 10% selama lima tahun terakhir. Yang

    termasuk dalam kelompok industri unggulan antara lain industri mebel

    kayu, keramik, dan tatah sungging;

    2) Komoditas andalan: pemakaian bahan baku lokal 60-69%, menyerap

    tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor > US$0.5-1 juta, tujuan ekspor

    = dua negara, pertumbuhan ekspor 5-10% selama lima tahun terakhir.

    Yang termasuk dalam kelompok industri andalan adalah kerajinan

    kayu.

    3) Komoditas yang diunggulkan: pemakaian bahan baku lokal 50-59%,

    menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor < US$0.5 juta, tujuan

    ekspor < 1 negara, pertumbuhan ekspor < 5 selama lima tahun terakhir.

    Yang termasuk dalam kelompok ini adalah industri bambu dan emping

    mlinjo.

    Diantara berbagai ragam industri yang ada, mebel kayu merupakan

    industri yang menunjukkan kinerja paling stabil dibandingkan dengan

    industri lainnya. Dari tahun 2005-2009 terus-menerus ada ekspor walaupun

    mengalami penurunan share. Namun demikian pangsa mebel kayu dalam

    pembentukan devisa semakin tahun semakin menurun digantikan oleh

    kerajinan dari kertas dan kerajinan kayu lain, seperti batik kayu atau patung

    kayu. Pergeseran ini erat berhubungan dengan permintaan konsumen yang

    selain mulai mempertimbangankan aspek lingkungan juga pertimbangan

    mode dan desain yang kurang dapat diikuti oleh pengrajin

    mebel.Permasalahan desain, inovasi produk, dan teknologi packaging

    memang menjadi kendala yang dihadapi pengrajin untuk dapat bersaing di

    pasar global.

  • 18

    B. Kerangka Konseptual

    Keterbatasan yang dialami oleh usaha kecil mengakibatkan mereka

    tidak memiliki kemampuan mengikuti tuntutan pasar, perkembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia

    sehingga merendahnya daya saing, pada akhirnya mengoyahkan kehidupan

    industri kecil tersebut.

    Bila dikaji lebih dalam, sebenarnya langkah pembinaan yang paling

    pertama adalah pembinaan sumber daya manusia meliputi sikap mental dan

    arah pandangan atau pemikiran. Hal ini penting karena manusia adalah motor

    penggerak varibel modal usaha yang lain. Jika kualitas manusia penggerakan

    UKM meningkat maka arah gerak usaha ini dapat terus berkembang.

    Berdasarkan analisis profil UKM ini akan ditemukan beberapa hal

    sebagai berikut.

    1. Skor komponen profil

    2. Prosentase kategori usaha yang dianggap cukup, baik dan baik sekali

    3. Keluhan wirausaha mengenai permasalahan modal, persaingan,

    pemasran, produk, karyawan, pengetahuan, peralatan, ide,

    administrasi, kerjasama, konsultasi, ketidakpastian

    4. Keunggulan, kelemahan, kekurangan, kesempatan, peluang, ancaman

    dan tantang

    5. Pendekatan sistem yang digunakan akan dapat mengetahui faktor

    keberhasilan dan kegagalan usaha.

  • 19

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis penelitian adalah riset eksploratif

    B. Populasi peneltiian adalah industri kecil yang ada di Kabupaten Bantul

    DIY.

    C. Penentuan sampel menggunakan stratified random sampling. Kerangka

    sampel yang digunakan adalah daftar UKM yang tercatat di Dinas

    Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul. Data tersebut

    dipilah berdasarkan jenis industri kemudian dipilih 100 UKM secara acak

    menggunakan software SPSS.

    D. Variabel dalam penelitian ini adalah: identitas pemilik, jenis usaha,

    keluhan para wirausaha.

    E. Metode pengambilan data:

    1. kuesioner untuk menjaring data profil, jenis usaha, keluhan wirausaha

    2. observasi lokasi, kondisi fisik dan manajemen usaha

    3. wawancara dengan pemilik usaha dan pekerja

    F. Metode pengolahan data: teknik analisis kuantitatif dan kualitatif dengan

    menggunakan teknik pendekatan sistem dan analisis SWOT

    G. Instrumen penelitian: kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai identitas,

    alamat dan jenis usaha, data profil dan keluhan pengusaha. Panduan

    observasi dan wawancara sebagai cross check data yang didapatkan

    melalui kuesioner

    H. Keterbatasan penelitian:

    1. Penelitian ini tidak menganalisis umur pengusaha dan lama usaha

    2. Penelitian ini tidak menganalisis latar belakang suku

    3. Penelitian ini tidak menganalisis tujuan jangka panjang dan jangka

    pendek

    4. Tidak memberi data analisis profil dan SWOT per jenis industri

    5. Penelitian ini tidak menghitung korelasi antar komponen profil.

  • 20

    IV. Jadwal Penelitian

    BULAN NO KEGIATAN

    1 2 3 4 5 6

    1 Persiapan & Instrumen

    2 Pengumpulan data

    3 Analisis data

    4 Penyusunan laporan

    5 Seminar

    6 Revisi Laporan

    V. Personalia Penelitian 1. Ketua Peneliti

    a. Nama Lengkap : Dyna Herlina Suwarto

    b. Jenis Kelamin : Perempuan

    c. NIP : 198104210120052001

    d. Disiplin Ilmu : Manajemen

    e. Pangkat/ Golongan: Penata Muda Tk I / IIIb

    f. Jabatan fungsional/Pencacah:Asisten Ahli

    g. Fakultas/Jurusan : Ilmu Sosial dan Ekonomi / Manajemen

    h. Waktu Penelitian : 6 bulan

    VI. Rencana Biaya

    i. Persiapan 1. Penyusunan Proposal Rp. 1.500.000,- 2. Perijinan Rp. 650.000,-

    Rp. 2.150.000,-

    ii. Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. Transpt. lokal 5 org x Rp. 200.000 x 7 hr Rp.

    7.000.000,- 2. Pengolahan data Rp. 2.000.000,- 3. Analisis data Rp. 2.000.000,- 4. Seminar Draft Laporan Rp. 1.000.000,-

  • 21

    5. Penggandaan laporan Rp. 1.000.000,- Rp. 13.000.000,-

    iii. Biaya Bahan (Habis pakai) 1. Disket 3 boks @ Rp. 50.000 Rp.

    150.000,- 2. Kertas HVS 5 rim @ Rp. 30.000 Rp.

    150.000,- 3. Tinta printer BW 2 buah @Rp. 150.000 Rp.

    300.000,- 4. Tinta color 1 buah @ 250.000 Rp.

    250.000,-

    Rp. 850.000,-

    Total Rp. 15.000.000,-

    (Lima belas Juta Rupiah)

    Daftar Pustaka Anonim, Kewirausahaan Indonesia, Jakarta: PT Putra Timur, Puslatkop dan PK

    Departemen Koperasi dan Pembinaan Industri Kecil, 1995

    Cahyono, T.B dan Adi S., Manajemen Industri Kecil, Yogyakarta: Liberty Pres,

    1983

    Douglas. A.G., Anda Siap Jadi Wirausaha, Jakarta: Arcan Pres., 1996

    Gupta dan Murty, Desain Method, New Dehli tata Mc.Graw Hill, tanpa tahun

    Ruth, McVey, Kaum Kapitalis Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

    1998.

    Simatopang, T.M. Teori Sistem.Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 1995.

    Suyatno, Kualitas Ergonomis, Jakarta: Pusaka Binaman Presindo, 1987.

    Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa 2011

    Laporan Desperindagkop Kabupaten Bantul 2011